MUSLIM VISIONER Oleh: Saproni M Samin Ketika kita berbicara tentang muslim visioner, maka kita sebenarnya sedang berbicara tentang “kaefa an akuna” (bagaimana seharusnya aku ). Oleh karena itu kita akan menjawab apa itu visi seorang Muslim. Kalau kita cermati dalam surah Ash Shof ayat 12-13 kita akan mendapati dengan jelas visi tersebut, perhatikan ayat-ayat ini: “Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman”.(QS.Ash Shof 12-13). Visi seorang muslim adalah; 1. Surga 2. Kemenangan agama Allah di muka bumi Visi ini menuntut seorang muslim tidak sekedar menjadi orang yang baik secara pribadi, akan tetapi keislaman seseorang menuntutnya untuk menjadi salah satu dari penolong-penolong agama Allah. Oleh karenanya akan dapat kita fahami dengan jelas bahwa kedua visi tadi akan terwujud manakala seorang muslim terlibat langsung dalam perjuangan. Mari sama-sama kita simak ayat ini: “ Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat me-nyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.(QS.Ash Shof 10-11). Tidak bisa tidak kecuali seorang muslim harus beriman kepada Allah dan RosulNya dengan menjalankan seluruh konsekuensi keimanannya, dan berjuang di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Dari sini saya melihat, bahwa seorang muslim haruslah mengintegrasikan keimanan dan perjuangan Islam dalam kepribadiannya secara utuh, sehingga ketika hal ini di lakukan, maka orientasi yang terbangun pada diri seorang muslim akan jelas, ia menjadi seorang hamba Allah yang sholih secara pribadi dan melakukan amal-amal sholeh yang terencana dan terukur. Ketika amal-amal sholeh di lakukan dengan penuh perencanan dan bisa di ukur, maka di harapkan kemenangan Allah akan segera datang yaitu ampunan Allah untuk kita dan tegaknya agama Allah dalam kehidupan kita. Terlebih ketika dalam ayat selanjutnya dengan jelas Allah memerintahkan kepada orang yang beriman untuk menentukan sikap di antara dua golongan, menjadi penolong agama Allah atau menjadi orang kafir: “ Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa Ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong agama Allah”, lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; Maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”.(QS.Ash Shof:14).
Seorang muslim yang benar-benar memahami tentang visi ini, ia akan menjadi muslim yang visioner dengan kriteria-kriteria berikut ini: 1. Ia benar-benar beriman kepada Allah dan RosulNya. 2. Ia menjadi orang yang sholeh secara pribadi. 3. Meningkatkan dari kesholehan pribadi menjadi kesholehan sosial, yaitu dengan melakukan Amal-amal sholeh yang bisa di rasakan manfaatnya oleh orang lain. 4. Kesholehan sosial ini ter frame dalam sebuah gerakan bersama-bersama, yang terkordinir dengan rapi, dalam rangka menegakkan keinginan-keinginan Allah yaitu mewujudkan masyarakat madani yang di atur oleh aturan-aturan Allah, dan aturan-aturan itu berbentuk aturan yang di sepakati secara bersama dan mempunyai kekuatan hukum secara yuridis. 5. Untuk mencapai tujuan diatas, sorang muslim visioner mampu untuk mengerahkan seluruh potensi yang di milikinya, pikiran, tenaga, bahkan harta dan jiwa demi terealisasinya cita-cita Islam tersebut. 6. Seluruh gerakan hidupnya, merupakan imple- mentasi dari pemahamannya yang utuh terhadap arti Ibadah “sesungguhnya sholatku, qurbanku, hidup dan matiku hanya untuk Allah”. Namun yang menjadi persoalan sekarang adalah banyaknya orang muslim yang menjadikan ruang lingkup Islam menjadi sempit, memahami ibadah sebatas ritual rutinitas, bahkan memahami amal sholeh sekedar amal pribadi yang tidak ada implikasi hasilnya pada orang banyak. Padahal tingkatan paling rendah dalam beriman adalah, menyingkirkan hal yang bisa mengganggu perjalanan orang. Ini menunjukkan implikasi keimanan seseorang harus bisa dirasakan manfaatnya oleh orang lain. Sehingga tidaklah heran ketika Rosulullah bersabda yang di riwayatkan oleh Ibnu Umar Ra: “ orang yang paling di cintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain, dan pekerjaan yang paling di cintai Allah, menjadikan seorang muslim bahagia atau menghilangkan kesusahannya atau membayarkan hutangnya atau menghilangkan laparnya. Sungguh saya berjalan memenuhi hajat saudaraku lebih aku sukai dari pada beriktikaf satu bulan lamanya di masjid Madinah ini.”(Mu’jam Ausath : 2/140). Banyak kita dapati orang-orang yang berhati lembut, berjiwa ramah dan rahmah, kalaulah mereka mau berkumpul dan bergandengan tangan, maka amal-amal sholeh mereka akan menjadi sebuah gerakan positif yang kuat, yang bisa menjawab pelbagai permasalahan social umat sekarang ini. Jadilah Muslim Visioner Diposting oleh Ryu The Undeath Monday, April 6, 2009 di 8:25 AM “Dan hendakalah takut kepada Allah orang – orang yang seandainya meninggalkan di belakangan mereka anak – anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.” (An Nisa : 9)
Kalau kita sering membaca Al Quran maupun hadist, akan banyak menemukan dalil yang isinya
menyuruh untuk mengantisipasi masa depan. Ini menunjukkan bahwa umat Islam diajak untuk serius memikirkan dan mempersiapkan masa depannya. Lintas Ruang dan Waktu Ayat diatas mengilhami kita untuk berpikir visioner, menembus jauh ke depan melampaui ruang dan waktu. Tidak boleh terjebak hanya berpikir dan bekerja untuk hari ini, apalagi hanya berpikir dan bekerja untuk hari ini, apalagi hanya untuk meratapi masa lalu. Sesekali boleh menengok masa lalu sebagai cermin utuk membaca diri. Tapi sesaat saja. Selebihnya adalah menatap masa depan. Adalah bodoh jika bercermin sepanjang hari, sama bodohnya jika berpikir dan bekerja hanya untuk hari ini. Jika tidak berpikir antisipatif, dengan sendirinya kita akan tergiring untuk berpikir dan bersikap pragmatis dan reaktif. Pekerjaan kita hanya respon dangkal atas permainan yang dilempar orang lain. Hanya menari – nari diatas genderang orang lain, kita hanya mengerjakan PR yang dibuatkan orang lain. Maka kita akan menjadi bulan – bulanan pihak lain. Kita harus menjadi subjek yang menentukan arah dan tujuan hidup kita sendiri, apalagi bagi dunia. Kita harus istiqomah dalam berdakwh ditengah masyarakat yang modern ini. Berpikir visioner akan menjadikan kita kreatif dan inovatif. Tidak akan berhenti berjuang hanya gara – gara batu sandungan, tak patah arang menghadapi rintangan dan tantangan. Karena tujuan sudah jelas dan peta sudah ditangan, maka semua cara akan digunakan, semua upaya dikerahkan, bahkan kita tak segan untuk berkorban. Jika sudah begini, Insya Allah seribu satu jalan akan terbuka menuju pulau harapan. Visi muslim sejati adalah esensi dari ide besar Islam yang selalu diperjuangkan melalui misi, strategi, dan agenda yang jelas, terencana dan terukur. Visi tanpa aksi adalah mimpi. Aksi tanpa visi adalah rutinitas yang menjemukan, amal yang sia – sia, perbuatan yang tiada arti. Karena itu, setiap muslim mesti berpikir, akan menjadi apa sepuluh, dua puluh, atau seratus tahun yang akan datang. Bahkan harus bisa “melihat” bagaimana kehidupannya kelak di akhirat. Inilah yang membedakannya dengan pandangan awam, yag menganggap visi hanya seperti mimpi atau angan. Teladan Abadi. Ketika pertama kali menggerakkan dakwah, Rasulullah Saw sudah bisa melihat masa depan Islam, seabad, lima abad, empat belas abad, dua puluh abad ke depan, bahkan hingga dunia berakhir. Beliau memimpikan Islam yang memimpin, menguasai, dan menjadikan dunia selalu dalam keadaan beruntung. Tidak ada kata kalah, menyerah, atau terpinggirkan apalagi seorang da’i mujahid. Rasulullah saw selalu mencontohkan kata – kata yang unggul, hebat, tak
terkalahkan, tak tertandingi, mulia, dan tinggi. Semua ini dicontohkan agar umatnya mempunyai rasa percaya diri untuk berjuang. Tanpa usaha yang berarti, semua kata – kata hebat itu hanya akan menjadi sejarah, dan kita sendiri akan terkubur bersamanya. Orang seperti ini kurang mensyukuri nikmat Allah Swt. Sangat mengecewakan penciptanya, yang telah memberikan fasilitas hidup dan segala sarana yang tidak sedikit harganya. Bahkan, manusia yang tidak memiliki visi seperti ini sama halnya mayat hidup. Jasadnya hidup, tetapi sesungguhnya jiwanya telah mati. Na’udzubillah. Rahasia Meraih Sukses Tanpa Henti (VIII): Proses yang Konsisten Menuju CitaCita “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasulrasul yang telah bersabar…” (QS. 46 : 35) Sukses juga berarti perjalanan menuju cita-cita mulia. Tidak peduli apakah Anda berhasil meraih cita-cita itu atau tidak. Selama Anda konsisten berada di jalan menuju cita-cita mulia berarti Anda telah sukses dalam pengertian sebenarnya. Apakah Anda tahu kisah hidup Nabi Nuh, Nabi Ayub, Nabi Zakaria atau Nabi Isa? Mereka adalah sebagian dari nabi yang lebih banyak hidup menderita di dunia. Mereka dicerca, dikucilkan, ditimpa berbagai musibah dan kesulitan. Bahkan Nabi Zakaria tewas dibunuh oleh orang-orang yang membencinya. Apakah Anda berani mengatakan mereka sebagai orang yang gagal dalam hidup? Tentu tidak. Sebab jika mereka orang yang gagal, tidak mungkin Tuhan memuji dan mengangkat mereka sebagai Nabi. Predikat Nabi yang disandangkan kepada mereka sudah menunjukkan kesuksesan mereka dalam hidup. Apa sebabnya Tuhan mengangkat mereka sebagai orang yang mulia dan sukses di dunia padahal riwayat hidup mereka lebih banyak berisi kesulitan dan penderitaan? Kuncinya terletak pada konsistensi mereka untuk berjalan menuju cita-cita mulia, walau berbagai hambatan dan cobaan menghadang perjalanan mereka. Seluruh Nabi mempunyai cita-cita agar manusia kembali kepada Tuhan dan saling berkasih sayang satu sama lain. Cita-cita tersebut mereka perjuangkan dengan sungguh-sungguh sepanjang hidup. Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, bahkan jiwa mereka untuk merealisir cita-cita tersebut. Tuhan memuji konsistensi mereka dalam memperjuangkan citacita yang mulia. Tuhan menghendaki agar mereka dijadikan contoh bagi manusia lainnya dalam memperoleh kesuksesan. Mereka adalah orang-orang sukses karena konsistensinya dalam memperjuangkan cita-cita yang mulia. Ali Syari’ati pernah mengajukan pertanyaan : Menurut Anda apakah orang yang mati dibunuh karena membela seekor kuda yang disiksa majikannya dapat dikatakan sebagai orang yang mati sia-sia dan konyol? Syari’ati menjawab : Tidak! Orang tersebut justru mati sebagai pahlawan
karena menentang tindakan sewenang-wenang (terhadap binatang). Ia menjadi orang sukses karena sungguh-sungguh membela kebenaran, walau terhadap binatang sekali pun. Sukses sebagai proses yang konsisten menuju cita-cita mulia adalah jalan para pahlawan yang kita kagumi sepanjang sejarah peradaban manusia. Jalan Umar bin Khatab dan Ali bin Abu Tholib yang meninggal karena dibunuh. Jalan Imam Hambali dan Ibnu Taimiyah (yang dicerca dan dikucilkan penguasa). Jalan Sholahuddin Al Ayyubi dan Omar Mukhtar yang menghabiskan usianya untuk berperang melawan penjajah. Jalan Hasan Al Banna dan Sayyid Quthb yang dibunuh penguasa. Juga jalan Mahatma Gandhi, Martin Luther King, Abraham Lincoln, Nelson Mandela, Jendral Soedirman dan masih banyak lagi nama lainnya yang hidupnya lebih banyak menderita karena memperjuangkan cita-cita mulia. Mereka adalah orang-orang besar yang dikagumi sepanjang sejarah. Orang mengakui kesuksesan hidup mereka karena konsistensinya memperjuangkan cita-cita mulia. Jadi, jika Anda ingin sukses jadilah orang-orang yang konsisten memperjuangkan cita-cita mulia. Tak peduli apakah Anda berhasil mewujudkan cita-cita tersebut atau tidak, Anda tetap dikatakan sebagai orang yang sukses. Selama Anda terus berada dalam proses menuju cita-cita mulia berarti Anda tetap sukses, walau mungkin menghadapi kesulitan, penderitaan, cobaan dan bahaya dalam mewujudkan cita-cita itu. Milikilah keyakinan ini. Keyakinan yang juga dimiliki para nabi dan rasul, para pahlawan, dan orang-orang besar sepanjang sejarah manusia. Mereka yakin jalan hidup mereka adalah jalan kesuksesan dan mereka rela mengorbankan tenaga, pikiran, waktu dan nyawa mereka untuk memperolehnya. Dunia pun mengakui kesuksesan hidup mereka. Sayangnya orang-orang sukses yang konsisten memperjuangkan cita-cita mulia semakin langka di zaman sekarang. Tergerus oleh pengertian sukses sebagai kekayaan, ketenaran dan jabatan yang tinggi. Justru orang yang rela mengorbankan harta dan nyawanya demi membela kebenaran sering dianggap sebagai orang yang konyol dan berpikiran sempit saat ini. Mereka dijauhi masyarakat karena dianggap sok pahlawan dan sok suci. Sebaliknya, orang-orang yang plin-plan dan tidak punya pendirian, bahkan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan, ketenaran dan jabatan yang tinggi dianggap sebagai orang yang sukses. Inilah logika terbalik tentang kesuksesan. Jangan heran jika saat ini kita sulit menemukan para pahlawan yang sukses karena konsisten memperjuangkan cita-cita mulia. Jika Anda memandang kesuksesan sebagai proses yang konsisten menuju cita-cita mulia, maka Anda akan lebih mudah memperoleh kesuksesan. Hari ini pun Anda bisa sukses jika mulai hari ini Anda bertekad memperjuangkan cita-cita mulia. Bahkan Anda telah memperoleh kesuksesan tanpa henti, walau hari ini Anda berada dalam kesulitan dan musibah, asalkan tetap konsisten memperjuangkan cita-cita mulia. Inilah salah satu rahasia kesuksesan yang mudah diraih jika Anda mau melakukannya. Apa yang Dimaksud Cita-Cita Mulia? Sukses sebagai proses menuju cita-cita mulia mensyaratkan pentingnya kita memiliki cita-cita
mulia terlebih dahulu. Sebab tanpa cita-cita mulia tak ada perjalanan menuju cita-cita mulia. Lalu masalahnya, seperti apa cita-cita mulia itu? Apa saja kriteria cita-cita yang mulia? Kemuliaan bukanlah berdasarkan perasaan subyektif manusia, tapi ia diukur berdasarkan kebenaran universal yang ada di dunia ini. Kebenaran universal adalah satu-satunya kebenaran yang sejati di dunia ini. Ia adalah kebenaran yang bersumber pada empat hal, yaitu : agama, hati nurani, akal sehat dan ilmu pengetahuan. Kesesuaian antara empat hal itulah yang disebut kebenaran universal. Jika keempat hal tersebut saling bertolak belakang maka agama menjadi batu uji terakhir untuk menentukan kebenaran universal. Nilai-nilai seperti persamaan, kemerdekaan, kejujuran, kesetiaan, kasih sayang, keindahan, ketenteraman, keadilan dan keterbukaan adalah contoh dari kebenaran universal yang sesuai dengan hati nurani, agama, akal sehat dan ilmu pengetahuan. Kebenaran universal bukanlah berdasarkan budaya masyarakat atau perasaan seseorang. Budaya dan perasaan bersifat subyektif, nisbi bahkan seringkali tak dapat dipertanggungjawabkan sumbernya. Kita tak dapat berpegang pada kebenaran berdasarkan budaya dan perasaan sebab hal itu dapat menjerumuskan kita pada perbedaan dan perselisihan tanpa henti. Kebenaran universal yang dapat menyatukan kita pada cita-cita yang sama. Ia merupakan ikatan yang menyatukan peradaban manusia selama-lamanya. Sukses Anda tergantung dari keserasian cita-cita Anda dengan kebenaran universal. Selama cita-cita Anda tidak bertentangan dengan kebenaran universal, maka hal itu bisa disebut sebagai cita-cita yang mulia. Namun jika cita-cita yang Anda canangkan bertentangan dengan kebenaran universal; atau Anda sekedar menuruti hawa nafsu dan budaya setempat dalam membuat cita-cita Anda, berarti cita-cita Anda bukanlah cita-cita mulia. Jadi kata kuncinya terletak dari sejauh mana keserasian antara cita-cita Anda dengan kebenaran universal. Jika ingin diteliti lebih lanjut, cita-cita mulia adalah cita-cita yang sesuai dengan kriteria berikut : 1. Tidak merugikan diri sendiri Cita-cita mulia tidak boleh merugikan diri sendiri. Tidak boleh merusak empat dimensi yang berada pada diri manusia, yaitu akal, perasaan, hati nurani dan tubuh manusia. Bukan merupakan cita-cita yang mulia jika Anda mengejar sebuah keinginan yang merusak keempat dimensi tersebut. Misalnya, bercita-cita untuk menjadi penulis film cabul, bekerja di bisnis judi, atau menjadi stuntman (pemeran pengganti untuk adegan-adegan berbahaya). Namun tidak termasuk merusak diri sendiri jika Anda mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, bahkan nyawa sekali pun, untuk memperoleh cita-cita mulia seperti yang dicontohkan para nabi dan para pahlawan. 2. Tidak merugikan keluarga Cita-cita mulia juga tidak boleh mengorbankan keharmonisan keluarga. Misalnya, jangan garagara mengejar ambisi untuk menjadi hartawan atau politikus terkenal, Anda kemudian sering meninggalkan keluarga, sehingga akhirnya keluarga menjadi berantakan dan tidak harmonis.
3. Tidak merugikan masyarakat Cita-cita mulia juga tidak boleh merugikan masyarakat, baik itu orang dekat yang kita kenal maupun orang jauh yang tidak kita kenal. Bercita-cita menjadi penyanyi dengan goyangan sensual atau menjadi pengusaha judi merupakan cita-cita yang tidak mulia karena merugikan masyarakat. 4. Tidak merugikan lingkungan alam Bukan merupakan cita-cita mulia jika lingkungan alam rusak karena mengejar cita-cita tersebut. Merusak lingkungan alam dapat berupa merusak tumbuh-tumbuhan, menyakiti binatang, merusak ekosistem, atau membuat polusi dan limbah. 5. Tidak merugikan generasi pelanjut Cita-cita mulia juga tidak boleh merugikan generasi pelanjut, seperti merusak masa depan anak-anak dan pemuda. Cita-cita menjadi games programer untuk mainan anak-anak yang tidak mendidik, menjadi penyalur film porno atau menjadi bandar narkoba adalah contoh jelas dari sebuah cita-cita yang tidak mulia karena merusak generasi pelanjut. Jadi jika ingin sukses, Anda perlu memiliki cita-cita yang mulia terlebih dahulu. Contoh cita-cita mulia itu banyak sekali, seperti menjadi penulis novel, pengusaha garmen, dosen, guru, da’i, olahragawan, penyanyi, dan lain-lain, asalkan semua itu tidak bertentangan dengan kriteria di atas. Tanpa adanya cita-cita (tujuan) yang mulia tidak mungkin Anda memperoleh kesuksesan sejati. Milikilah Cita-Cita Tahukah Anda bahwa tidak banyak orang yang mempunyai cita-cita? Atau jikapun punya, tidak jarang cita-cita mereka teramat sederhana untuk makhluk sehebat manusia. Coba Anda datangi Ibu-Ibu pedagang sayur atau buah di pasar. –bukan bermaksud merendahkan- Coba tanyakan harapannya? Jangan kaget jika ia hanya berharap hari ini dan esok bisa makan. Mahasiswa pun tidak lebih besar cita-citanya. Coba sesekali wawancarai mereka. Tak sedikit yang hanya berharap dapat kerja apa saja asal tidak menganggur. Jika pendapat umum seperti itu, maka tak heran jika upaya dan usaha sebagian kita tidak maksimal, kita enggan menghadapi tantangan, dan kita mudah merasa puas. Oleh karena itu, kita harus bertanya apakah kita sebenarnya punya cita-cita atau tidak. Jadi bayak orang yang tidak bersemangat dalam belajar, atau gagal dalam belajar, sesungguhnya bukan karena ia tidak memiliki bakat atau kemampuan. Sesungguhnya ia tidak memiliki yang paling utama yaitu, “CITA-CITA”, maka ketika belajar ia bergerak tanpa asa atau spirit. Padahal seorang motivator mengatakan bahwa,” Apa pun yang bisa dibayangkan dan diyakini oleh pikiran Anda, tentu bisa diraih. Sebaliknya, jika kita tidak memiliki bayangan apa pun yang harus diraih, apa yang akan kita raih?” Ada tiga cita-cita yang harus Anda buat agar hasil belajar Anda melejit.
Pertama: cita-cita jangka panjang atau disebut visi. Apa yang ingin Anda dapatkan sekitar 2030 tahun ke depan. Kedua: cita-cita jangka menengah. Apa yang ingin Anda dapatkan atau Anda inginkan pada 510 tahun ke depan. Dan, Ketiga: cita-cita jangka pendek. Ini bisa untuk setahun, perbulan atau perminggunya, terserah Anda. Semakin kecil jangka waktunya artinya Anda semakin percaya diri untuk meraihnya. Sekarang ambillah kertas, atau buku mimpi Anda, tuliskan ide-ide masa depan Anda! Jangan takut kalau suatu hari Anda harus mengubah cita-cita Anda atau pun gagal. Ingat! Sesungguhnya bukan kegagalan yang membuat kita takut, tetapi ketakutanlah yang membuat kita gagal dan bukan keberhasilan yang membuat kita percaya diri, tetapi percaya dirilah yang membuat kita berhasil. Yang penting saat ini, Anda memiliki harapan dan semangat tinggi yang akan mendorong pencapaian cita-cita Anda. Selamat bercita-cita -Semoga bermanfaat-