MUSIK SEBAGAI MEDIA PERLAWANAN DAN KRITIK SOSIAL (ANALISIS WACANA KRITIS ALBUM MUSIK 32 KARYA PANDJI PRAGIWAKSONO) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)
Oleh: MUHARAM YULIANSYAH NIM: 1110051000010
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
ABSTRAK Muharam Yuliansyah 1110051000010 Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis Wacana Kritis Album 32 Karya Pandji Pragiwaksono) Musik selain sebagai sarana hiburan juga sebagai media dalam menyampaikan pesan-pesan berupa kritik sosial dan perlawanan yang menggambarkan realitas sosial di masyarakat. Hal itu pula yang melatarbelakangi Pandji Pragiwaksono untuk menggunakan musik hiphop/rap sebagai media untuk menumpahkan keresahannya mengenai kritik dan perlawanan terhadap kondisi sosial politik di Indonesia menyambut pemilu 2014. Album 32 adalah album keempat Pandji yang sarat bertemakan kritik sosial dan politik. Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan mayornya adalah Bagaimana bentuk perlawanan dan kritik sosial yang diwacanakan dalam album 32? Kemudian pertanyaan minornya adalah model analisis dan teori apa yang digunakan dalam penelitian ini? Apa saja factor-faktor yang melatarbelakangi Pandji Pragiwaksono dalam membuat album 32? Dalam album 32 sangat kuat sekali bentuk perlawanan dan kritik sosial terhadap hegemoni Orde Baru dalam menyambut pemilu 2014. Perlawanan itu ditujukan kepada partai-partai politik dan politisi-politisi di tanah air yang menggunakan kebangkitan dan semangat Orde Baru untuk meraih simpati dan dukungan dari masyarakat. Selain itu kritik sosial juga ditujukan kepada rakyat Indonesia yang masih terbelenggu dan terjebak dalam romantisme dan hegemoni Orde Baru. Bentuk perlawanan dan kritik sosial itu dituangkan dalam lagu-lagu dalam album 32, seperti lagu Menolak Lupa, Terjebak, Demokrasi Kita, Pemuda Bodoh dan Berani Mengubah Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis model Teun A.Van Dijk. Modelnya kerap disebut sebagai kognisi sosial terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya teks. Van Dijk melihat bahwa wacana bukan hanya sebidang teks kosong tanpa makna yang dianggap sudah mewakili kebenaran saat struktur pembentuk bahasa (sintaksis dan semantik) telah dipenuhinya. Lebih jauh dari itu Van Dijk melihat bahwa wacana merupakan sebuah kajian yang memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin disampaikan pembuatnya. Selain itu teori hegemoni Antonio Gramsci juga digunakan untuk meneliti perlawanan atas hegemoni Orde Baru. Kognisi sosial dan pengalaman pribadi Pandji Pragiwaksono menentukan pesan yang ingin disampaikan dalam album ini yaitu perlawanan dan kritik sosial terhadap hegemoni Orde Baru. Selain itu juga konteks sosial yang terjadi pada saat lagu-lagu dalam album 32 diciptakan juga menentukan tema sentral dalam album ini. Kesimpulannya, album 32 sangat kental sekali wacana perlawanan dan kritik sosial terhadap hegemoni Orde Baru dalam menyambut pemilu 2014. Hal itu tergambar dalam teks (lirik-lirik lagu), hasil kognisi sosial dari pencipta lagu (pembuat teks) dan konteks sosial yang terjadi pada saat album ini dibuat. Keywords: Album 32, perlawanan, kritik sosial, wacana, dan hegemoni.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirabbil’alamin, segala puji hanya milik Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik. Meskipun banyak kendala-kendala yang penulis hadapi di tengah perjalanan dan terkadang menjadi beban dan penghambat proses bagi penulis. Tetapi semua ini penulis jadikan sebagai pembelajaran dan pengalaman yang sangat berharga. Dengan usaha dan kerja keras, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan berjudul “Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis Wacana Kritis Album 32 Karya Pandji Pragiwaksono)”. Menyadari sepenuhnya bahwa terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan skripsi ini. Terutama kepada kedua orang tua yang tak pernah bosan mendoakan anaknya dalam sujud mereka, memperjuangkan anaknya dengan keringat, doa dan air mata, selalu memberikan nasihat dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini : 1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D, selaku Wadek I bidang akademik. Dr. Hj. Roudhonah, MA, selaku Wadek II bidang administrasi umum. Drs. Suhaimi, M.Si, selaku Wadek III bidang kemahasiswaan.
ii
2. Bapak Rachmat Baihaky, MA selaku ketua jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, beserta Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si selaku sekretaris jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Dr. Rulli Nasrullah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu penulis hingga skripsi ini terselesaikan. Terima kasih atas kesabaran, kemurahan hati, dan kesediaannya memberikan waktu serta pengarahan pada penulisan skripsi ini. 4. Kepada segenap Dosen Fakultas dakwah dan Komunikasi beserta seluruh staf karyawan yang telah mendidik dan memberikan ilmunya dengan baik serta telah membantu peneliti selama perkuliahan. 5. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai referensi dalam penyusunan skripsi ini. 6. Pandji Pragiwaksono selaku musisi dan pencipta lagu dalam album 32 yang sudah meluangkan waktunya dan memberikan kesempatan untuk wawancara terkait penelitian Album 32. 7. Ayahanda Kasan Jaya dan Ibunda Yati Nurhayati, yang tak pernah lelah memberikan semangat dan nasihatnya kepada penulis. 8. Best Partner, Nurpadilah Pitriyanti terima kasih atas dukungan, semangat, nasihat, kesabarannya dan semuanya. 9. Untuk sahabat-sahabat perjuangan penulis semua kawan-kawanku di KPI A 2010, dan teman-teman dari KKN AKASIA yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya kurang lebih 4 tahun untuk membuat cerita yang indah.
iii
10. Terakhir terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa terima kasih penulis. Penulis sadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis menyadari pentinganya kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat menjadi masukan di masa mendatang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat khususnya bagi penulis, dan pihak lain pada umumnya.
Jakarta, Mei 2015
Muharam Yuliansyah
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..............................................................................................
i
KATA PENGANTAR .............................................................................
ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
v
DAFTAR TABEL ...................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G.
Latar Belakang Masalah ......................................................... Batasan dan Rumusan Masalah ............................................... Tujuan Penelitian .................................................................... Kegunaan Penelitian ................................................................ Metodologi Penelitian ............................................................. Tinjauan Pustaka ..................................................................... Sistematika Penulisan .............................................................
1 6 7 7 8 13 16
BAB II LANDASAN TEORI A. Analisis Wacana ...................................................................... 1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) ....... 2. Model Analisis Wacana Kritis Teun Van Dijk ................... B. Musik ...................................................................................... 1. Pengertian Musik ............................................................... 2. Lagu Sebagai Wacana ........................................................ C. Ideologi dan Hegemoni ........................................................... 1. Pengertian Ideologi ........................................................... 2. Pengertian Hegemoni ........................................................ D. Cultural Studies dan Budaya Populer ....................................... 1. Pengertian Cultural Studies ............................................... 2. Pengertian Budaya Populer ............................................... 3. Budaya Populer Sebagai Medium Melawan Hegemoni .....
18 19 24 31 33 36 38 38 43 46 46 48 50
BAB III DESKRIPSI UMUM SUBJEK PENELITIAN A. Karir Bermusik Pandji Pragiwaksono ...................................... B. Deskripsi Umum Album 32 .................................................... C. Album Musik dan Penghargaan .............................................. 1. Album Musik .................................................................... 2. Prestasi dan Penghargaan ..................................................
v
54 57 59 59 61
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Analisis Teks Album 32 .......................................................... 1. Struktur Makro ................................................................. 2. Superstruktur .................................................................... 3. Struktur Mikro .................................................................. B. Analisis Kognisi Sosial Album 32 ........................................... C. Analisis Konteks Sosial Album 32........................................... 1. Kekuasaan ........................................................................ 2. Akses ................................................................................
62 62 68 80 90 97 98 100
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................. B. Saran ............................................................................................
103 105
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
107
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel 1. Skema Penelitian dan Metode Van Dijk................................. 2. Tabel 2. Metode Analisis Wacana Van Dijk ........................................ 3. Tabel 3. Struktur/Elemen Analisis Teks .............................................
vii
26 26 28
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Ketika berbicara seni, maka yang terbayang adalah sebuah keindahan. Seni sendiri dalam bahasa Inggrisnya disebut art yang berarti indah. Quraish Shihab mengatakan bahwa seni merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah apapun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia, atau fitrah yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-hambanya.1 Namun memaknai seni (art) sebagai sebuah keindahan belaka, apalagi keindahan yang sifatnya artificial saja itu sama dengan mereduksi makna dari arti seni itu sendiri. Seni pada unsurnya yang paling fundamental adalah justru untuk mengungkapkan, mengekspresikan realitas yang sebenarnya. Namun, ketika dia direduksi menjadi sebatas keindahan saja, seringkali justru menjadi alat untuk menyembunyikan dan menghilangkan realitas yang sesungguhnya. Smiers dalam bukunya Art Underpressure memaparkan bahwa seni merupakan arena perjuangan dan perlawanan : “Seni adalah juga bagian dari perjuangan sosial melalui ekspresiekspresi, kesenangan, kemarahan hasrat, kehalusan budi, kekuasaan, sinisme, atau ketakutan yang dapat dibagikan melalui sebuah media berupa karya kepada khalayak.”2
1
M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), h. 385 2 Joost Smieers, Art Under Pressure, (Yogyakarta: Insist Press, 2009) h. 5
1
2
Pada makna dan fungsinya yang prinsipil, seni lebih dari sekedar keindahan. Di balik makna dasarnya itu, seni juga merupakan medium perlawanan. Bahkan makna perlawanan inilah yang paling melekat dalam seni. Sebab, karakter seni berbeda dengan karakter politik. Kalau politik lebih menekankan pada establishment, kemapanan dan ketetapan. Maka sebaliknya seni justru berusaha untuk menggugat kemapanan dan status quo. Resistensi seni ini nampak paling nyata ketika ia berhadapan dengan kekuasaan. Ketika menghadapi sistem kekuasaan yang diktator, otoriter, tirani dan anti perubahan, seni merupakan media paling depan dalam menyuarakan pentingnya pembebasan dan perubahan. 3 Salah satu media seni dan sastra yang cukup sering dijadikan media dalam mengungkapkan realitas sosial, ketidakadilan dan perlawanan adalah seni musik. Musik merupakan perilaku sosial yang kompleks dan universal yang didalamnya memuat sebuah ungkapan pikiran manusia, gagasan, dan ide-ide dari otak yang mengandung sebuah sinyal pesan yang signifikan. Pesan atau ide yang disampaikan melalui musik atau lagu biasanya memiliki keterkaitan dengan konteks historis. Muatan lagu tidak hanya sebuah gagasan untuk menghibur, tetapi memiliki pesan-pesan moral atau idealisme dan sekaligus memiliki kekuatan ekonomis. Musik adalah salah satu media paling ampuh untuk menyampaikan kritik sosial. Dalam khasanah kesenian Islam, musik muncul sebagai wakil dalam kesenian masyarakat. Kesenian Islam yang lebih menitikberatkan pada moral dan religius menjadi sebuah media yang cukup efektif dalam pembelajaran rakyat 3
http://moxeb.blogspot.com/2011/11/seni-sebgai-medium-perlawanan.html diakses pada tanggal 12 januari 2015, pukul 14. 00 WIB
3
yang kritis, sebagai sebuah ekspresi dalam menyuarakan kebenaran dalam proses transformasi sosial. 4 Untuk mengekspresikan emosi manusia dalam musik, yang paling mengena memang lewat vocal atau lirik lagu, daripada alat musiknya, seperti yang dinyatakan Alan P. Merriam: “One of the obvious sources for understanding of human buheaviour in connection with musik is the song text. Texts, of course, are language behavior rather than musik sound, but they are an inthegral part of mush and there is clear-out evidence that the language used in connection with musc differs from that of ordinary discourse.”5 Mencermati pernyataan Meriam tersebut, ia menyatakan bahwa untuk mengetahui perilaku manusia, salah satunya dalam pengungkapan ekspresi melalui musik dapat diketahui dari lirik atau teks lagunya. Lebih lanjut Meriam menyatakan bahwa teks lagu dapat digunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah yang mengganggu suatu masyarakat. Ketika teks lagu dapat mengambil bentuk ejekan atau rasa malu, ini juga dapat sebagai pembebasan psikologis bagi mereka yang terlibat di dalamnya. 6 Musik diketahui memiliki fungsi komunikasi. Melalui lagu, musisi menjadikan musik sebagai media komunikasi untuk menyampaikan apa yang ada dalam benaknya. Ada banyak nama-nama besar yang menumpahkan ekspresi pemberontakannya melalui musik dan itu ditandai dengan munculnya perubahan akibat aksi artistiknya tersebut. Sebut saja nama-nama seperti John Lennon, Billie Holiday, Bob Dylan, Bob Marley, The Doors, The Clash, The Exploited, The Who dan yang lainnya yang turut mewarnai lahirnya musik-musik bernuansa 4
Abdurrahman al-Baghdadi, Seni dalam pandangan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h. 63-64 5 Alan P. Merriam, The Antrofology of music, (North Western University Press, 1964), h. 187. 6 Alan P. Merriam, The Antrofology of music, h. 201
4
rebel. Di Indonesia sendiri banyak musisi yang menelurkan lagu-lagu yang bertemakan perlawanan dan kritik sosial terlebih ketika berada di suatu zaman yang susah untuk berekspresi dan penuh dan kekangan (baca: Orde Baru). Sebut saja Iwan Fals yang sering membawakan lagu kritik sosial, baik bersama Swami, Kantata Takwa, maupun secara solo. Beberapa karyanya antara lain Siang Seberang Istana, Surat Untuk Wakil Rakyat, ataupun Bongkar. Selain Iwan Fals, pada dekade 1990-an juga ada Slank yang kerap membawakan lagu bertema kritik sosial. Bahkan pada tahun 2008, Slank pernah bikin gerah anggota DPR lewat lagu Gossip Jalanan. Begitupun dengan saat ini, adalah Pandji Pragiwaksono seorang musisi (rapper), komedian (komika) dan juga penulis yang disetiap karya-karyanya banyak memuat pesan-pesan perubahan sosial, perlawanan terhadap ketidakadilan dan juga kritik sosial. Pandji Pragiwaksono sudah mengeluarkan 4 album rap dan kebanyakan tema dalam lagu-lagu yang dia ciptakan adalah bertemakan nasionalisme, kritik sosial, dan perubahan sosial. Album hip hop pertamanya yang berjudul Provocative Proactive dirilis pada Maret 2008, disusul dengan album berjudul You'll Never Know When Someone Comes In And Press Play On Your Paused Life yang dirilis pada 2009, Merdesa pada 2010, dan 32 pada 2012 (Pragiwaksono, 2009). Dalam salah satu wawancara berjudul “Hip hop: Media Protes yang Membantu Saya” yang dilakukannya dengan hiphopindo.net, Pandji menegaskan bahwa hip hop adalah media protes yang ampuh untuk menyuarakan ragam
5
kegelisahannya terhadap berbagai permasalahan krusial di Indonesia, seperti demokrasi, nasionalisme, sosial, politik, budaya, dan pendidikan. 7 Album 32 merupakan album yang sarat dengan tema sosial dan politik. Album yang baru dirilis Pada tanggal 21 Mei 2012, bertepatan dengan 14 tahun turunnya Soeharto. Pandji mengungkapkan “Konsep besar dari album 32 adalah 32 tahun rezim Soeharto yang berdampak kepada 32 tahun kehidupan saya.”8 Konsep besar itu dia tuangkan dalam lagu-lagu yang bernada perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru yang masih ada hingga saat ini, walaupun Orde Baru sudah ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa dan politik pada tahun 1998. Album 32 sangat relevan dengan kondisi sosial politik saat ini, dimana Negara Indonesia yang kurang lebih sudah 16 tahun menjalani masa reformasi sejak turunnya Soeharto (Orde Baru) yang pernah berkuasa selama 32 tahun, tetapi justru sebagian rakyat Indonesia malah merindukan atau ingin kembali ke masa Orde Baru, karena jengah dengan kondisi sosial saat ini yang ternyata tidak lebih baik dibandingkan dengan masa Orde Baru. Selain itu juga album ini sangat terkait dengan ramainya tahun-tahun politik (2012-2014) dimana rakyat Indonesia akan melakukan pemilihan legislative dan presiden Indonesia di tahun 2014. Menyambut pemilu 2014 ini, partai politik mulai menggunakan mesin-mesin politiknya untuk meraih simpati masyarakat. Salah satu strategi untuk meraih simpati masyarakat adalah dengan menggunakan nama besar Soeharto atau program-program Orde Baru yang dianggap berhasil dan menyejahterakan rakyatnya sebagai jargon-jargon kampanye mereka. Narasi dan wacana tersebut
7
http://hiphopindo.net/pandji-hip-hop-media-protes-yang-membantu-saya/ diakses pada tanggal 12 januari 2015, pukul 14. 00 WIB 8 http://hiphopheroes.net/album-ke-4-pandji-pragiwaksono-32%E2%80%B3 diakses pada tanggal 12 januari 2015, pukul 14. 00 WIB
6
coba dilawan Pandji lewat album 32 yang sarat dengan tema perlawanan dan kritik sosial atas kebangkitan dan romantisme masyarakat terhadap Orde Baru. Berdasarkan data-data tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap lagu-lagu Pandji Pragiwaksono di album 32 yang secara khusus memiliki signifikansi dengan tema sosial. Penelitian ini sekaligus juga dilakukan untuk menganalisis situasi sosial di tengah masyarakat yang memengaruhinya. Maka dari itu, penulis akan menggunakan metode analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) sebagai cara untuk memahami wacana dan makna dibalik album 32. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan judul penelitian ini dengan “Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis Wacana Kritis Album 32 Karya Pandji Pragiwaksono).”
B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka penulis membatasi masalah hanya pada lagu-lagu yang bertemakan perlawanan dan kritik sosial pada album 32 karya Pandji Pragiwaksono, yaitu Menolak Lupa, Terjebak, Demokrasi Kita, Berani Mengubah, dan Pemuda Bodoh. Adapun rumusan masalah yang ingin dikemukakan adalah: Bagaimana bentuk perlawanan dan kritik sosial yang diwacanakan dalam lagu-lagu Pandji Pragiwaksono di album 32 dilihat dari analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial?
7
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui wacana dalam bentuk perlawanan dan kritik sosial dalam album 32 karya Pandji Pragiwaksono.
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari segi akademis dan praktis, yaitu: 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi, Khususnya menjadi tambahan referensi, dan peningkatan wawasan akademis terutama bagi pengembangan penelitian kualitatif dan analisis wacana kritis di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan gambaran bagi khalayak terkait perihal musik sebagai media perlawanan dan kritik sosial yang dibangun Pandji Pragiwaksono lewat lirik-lirik lagunya, juga dapat menjadi masukan dan pertimbangan, khususnya bagi Pandji Pragiwaksono dan musisi Indonesia lainnya. Selain itu dapat menambah wawasan masyarakat luas yang tertarik pada topik tentang Pandji Pragiwaksono, musik, perubahan sosial, dan penelitian dengan menggunakan metode analisis wacana kritis.
8
E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma kritis (critical paradigm). Paradigma kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan kontruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional. Paradigma kritis adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud dan implikasi praktis dan berpengaruh terhadap perubahan sosial. Paradigma ini tidak sekedar melakukan kritik terhadap ketidakadilan sistem yang dominan yaitu sistem sosial kapitalisme, melainkan suatu paradigma untuk mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil. Meskipun terdapat beberapa variasi teori sosial kritis seperti; feminisme, cultural studies, posmodernisme -aliran ini tidak mau dikategorikan pada golongan kritistetapi kesemuanya aliran tersebut memiliki tiga asumsi dasar yang sama. 9 Pertama, semuanya menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu sosial interpretif. Ilmuan kritis harus memahami pengalaman manusia dalam konteksnya. Secara khusus paradigma kritis bertujuan untuk menginterpretasikan dan karenanya memahami bagaimana berbagai kelompok sosial dikekang dan ditindas. Kedua, paradigma ini mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usaha untuk mengungkap struktur-struktur yang sering kali tersembunyi. Kebanyakan teoriteori kritis mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kekuatan untuk memahami bagaimana seseorang ditindas sehingga orang dapat mengambil tindakan untuk mengubah kekuatan penindas. Ketiga, paradigma kritis secara sadar berupaya untuk menggabungakn teori dan tindakan (praksis). “Praksis” 9
Stephen W Littlejohn, Theories of Human Communication. Edisi ke-5, (Belmont-California: Wadsworth, 1996), h.86
9
adalah konsep sentral dalam tradisi filsafat kritis ini. Menurut Habermas (dalam Hardiman, 1993) praksis bukanlah tingkah-laku buta atas naluri belaka, melainkan tindakan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Asumsi dasar yang ketiga ini bertolak dari persoalan bagaimana pengetahuan tentang masyarakat dan sejarah bukan hanya sekedar teori, melainkan mendorong praksis menuju pada perubahan sosial yang humanis dan mencerdaskan. Asumsi yang ketiga ini diperkuat oleh Jurgen Habermas (1983) dengan memunculkan teori tindakan komunikatif (The Theory of Communication Action) Secara ontologi, paradigma ini bersifat Historical Realism yaitu menilai Realitas yang teramati merupakan realitas “semu” (virtual reality) karena telah terbentuk oleh proses sejarah dan kekuatan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini, secara metodologis paham ini mengajukan dialog dengan transformasi untuk menemukan kebenaran realitas yang hakiki. 10 Sedangkan secara epistemologi, paradigma ini lebih menekankan subjektifitas dalam menentukan suatu ilmu pengetahuan, karena nilai-nilai yang dianut oleh subjek atau pengamat ikut campur dalam menentukan kebenaran tentang suatu hal. 11 Lawrence Newman dalam Eriyanto (2011) mengatakan bahwa tujuan dari penelitian dengan paradigma kritis ini adalah untuk menghilangkan keyakinan dan gagasan palsu tentang masyarakat dan mengkritik system kekuasaan yang tidak seimbang dan struktur yang mendominasi dan menindas orang.12 2. Metode Penelitian 10
Norman K. Denzin dan Egon Guba, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Penyunting Agus Salim (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001) h. 41 11 Ibid, h. 41-42 12 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, (Yogyakarta: LKIS, 2011) h.51
10
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Metodologi kualitatif sendiri bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berfikir induktif. Sedangkan pendekatan analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan analisis wacana yaitu seperangkat prinsip metodologis yang luas, diterapkan pada bentuk-bentuk ujaran/percakapan dan teks, baik yang terjadi secara alamiah
maupun yang telah direncanakan
sebelumnya. Melalui analisis wacana, realitas sosial dianggap memiliki wajah ganda dalam artian bahwa kebenaran bukan merupakan sesuatu yang bersifat tunggal. Model analisis wacana yang digunakan adalah model Teun A Van Dijk, modelnya kerap disebut sebagai kognisi sosial terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya teks. Menurutnya penelitian atas wacana tidak cukup hanya hasil dari suatu praktek produksi yang harus diamati. 13 Van Dijk melihat bahwa wacana bukan hanya sebidang teks kosong tanpa makna yang dianggap sudah mewakili kebenaran saat struktur pembentuk bahasa (sintaksis dan semantic) telah dipenuhinya. Lebih jauh dari itu Van Dijk melihat bahwa wacana merupakan sebuah kajian yang memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin disampaikan pembuatnya. Dengan menggunakan pendekatan analisis inilah Van Dijk berusaha membongkar makna-makna yang secara implisit terkandung dalam kesatuan wacana tersebut. Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Analisis wacana Van Dijk menggunakan pendekatan kritis dimana pandangan ini memiliki dasar teoritis dalam memandang hubungan
13
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.221
11
timbal balik antara peristiwa mikro (peristiwa verbal) dan struktur-struktur makro yang mengondisikan perisatiwa makro. Bila digambarkan maka skema penelitian dan metode yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut:
Struktur
Metode
Teks
Tematik
Menganalisa bagaimana strategi
Skematik
wacana yang dipakai untuk
Semantic
menggambarkan seseorang atau
Sintaksis
peristiwa tertentu
Stilistik
Retoris
Kognisi Sosial
Menganalisa
bagaimana peristiwa
dipahami, didefinisikan dan ditafsirkan Wawancara mendalam dengan memasukan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu wacana tertentu. Konteks Sosial
Menganalisa
bagaimana
wacana Studi pustaka, penelusuran
digamabrkan teks dan konteks secara Sejarah, dan Wawancara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.
12
3. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah musisi sekaligus pencipta lagu dalam album 32 yaitu Pandji Pragiwaksono. b. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah lirik lagu dan pesan-pesan teks isi lagu pada album musik 32 karya Pandji Pragiwaksono. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri sumber-sumber terkait yang berkenaan dengan permasalahan penelitian. Data primer bersumber dari lirik-lirik yang terdapat dalam album 32, sedangkan data sekunder bersumber dari observasi (literasi buku, internet, dan majalah) dan wawancara dengan Pandji Pragiwaksono sebagai pencipta lagu dalam album 32. 5. Analisis Data Sutrisno mengungkapkan bahwa “analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan ke dalam kategori, menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.”14 Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan analisis wacana. Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada unit kategori. Dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari
14
Sutrisno, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h. 192
13
metode interpretative yang mengandalkan interprestasi dan penafsiran penulis. Setiap teks pada dasarnya dapat dimaknai secara berbeda, dan dapat ditafisrkan secara beragam. 15 Dalam tahap ini, penulis akan memperhatikan data-data yang terdapat dalam album 32 karya Pandji Pragiwaksono, kemudian ditafsirkan penulis dengan disesuaikan pada kerangka analisis wacana yang dikemukakan oleh Van Dijk. Inti analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana ke dalam satu kesatuan analisis. Dimensi tersebut adalah dimensi teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. 6. Teknik Penulisan Penulisan dalam penelitian ini merujuk kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk, yang diterbitkan CeQDA (Center for Quaity Development and Assurance).
F. Tinjauan Pustaka Dalam penulisan penelitian ini, penulis menemukan ada karya ilmiah yang hampir sama, namun memiliki perbedaan pada fokus permasalahan penelitian dan ada juga yang berbeda metode analisisnya. Karya ilmiah tersebut yaitu: 1. Skripsi yang ditulis oleh Ferdi Yulian, mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI),
Universitas Islam
Negeri (UIN)
Syarif
Hidayatullah Jakarta (2012), dengan judul skripsi yaitu: “Analisis Wacana Terhadap Album Musik Anti Korupsi Group Band Slank”. Fokus dalam penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana wacana anti korupsi dalam album Anti Korupsi karya grup band Slank.
15
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya Bandung. 2012) h. 70
14
2. Skripsi yang ditulis oleh Taufik Hidayat, mahasiswa jurusan ilmu jurnalistik Universitas Islam Bandung tahun 2010, dengan judul skripsi yaitu : Kritik sosial dalam lirik lagu : “ada mereka dikepala” karya grup band goodbye lenin (studi kualitatif melalui pendekatan analisis wacana kritis Teun A Van Dijk). Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui wacana kapitalisme dan imperialism yang berdampak pada masyarakat Indonesia ditinjau dari analisis wacana kritis Teun Van Dijk. 3. Skripsi yang ditulis oleh Nurahim, mahasiswa jurusan Sosiologi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (2009), dengan judul skripsi yaitu: “Kritik dan Realitas Sosial dalam Musik: Suatu studi atas lirik lagu Slank. Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keseluruhan lagu-lagu slank yang bertemakan kritik dan realitas sosial dilihat dari makna denotatif, konotatif dan juga dari tinjauan ilmu sosiologi dalam lirik-lirik lagunya. 4. Skripsi yang ditulis oleh Darmawan Trisaksono, mahasiswa jurusan jurnalistik, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Semarang (2008), dengan judul skripsi yaitu: “Kritik Sosial Lirik lagu dalam album terapi visi karya Roy Jeconiah Isoka Wurangian. Fokus dalam penelitian ini lebih banyak dalam pengungkapan lirik-lirik dalam album terapi visi dilihat dari factor puisi lirik-lirik tersebut. Sehingga dalam penelitian ini lebih banyak dalam analisis linguistic atau bahasa dalam lirik-lirik tersebut. 5. Skripsi yang ditulis oleh Nadya Nurfadhillah Delima, mahasiswi jurusan Sastra Inggris, Universitas Indonesia (2011), dengan judul skripsi yaitu:
15
“Analisis Wacana Kritis Lirik Lagu Eminem. Fokus dalam penelitian ini adalah menganalisis makna dibalik lagu Eminen yang berjudul Brain Damage yang menggunakan analisis wacana kritis milik Norman Fairclough dan Teori Transkultural. 6. Skripsi yang ditulis oleh Fahmi Mubarak, mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Jakarta (2013), dengan judul skripsi yaitu: “Analisis Wacana Kritik sosial dalam album Efek Rumah Kaca karya grup band Efek Rumah Kaca”. Fokus dalam Penelitian ini adalah mengungkap wacana dibalik lagu-lagu yang bertemakan kritik sosial dalam album Efek Rumah kaca dilihat dari analisis wacana milik Teun Van A Dijk. 7. Skripsi yang ditulis oleh Anwar Saputra, mahasiswa jurusan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (2013), dengan judul skripsi yaitu: “Kritik Sosial Politik Dalam Musik: Analisis Isi Lirik Lagu “Gosip Jalanan, Birokrasi Kompleks dan Kritis BBM” Grup Musik Slank”. Fokus dalam penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana kritik sosial dan politik dari lirik lagu yang berjudul Gosip Jalanan, Birokrasi Kompleks dan Kritis BBM dari grup musik Slank, dan melalui analisis isi. 8. Skripsi yang ditulis oleh Mohammad Syaeful Bahri, mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia (2013), dengan judul skripsi yaitu: “Pesan Bahaya Korupsi Dalam Lirik Lagu Tikus Tikus kantor Karya Iwan Fals (Analisis Wacana Kritis Norman
16
Fairclough Tentang Pesan Bahaya Korupsi Dalam Lirik Lagu Tikus Tikus Kantor Karya Iwan Fals)”. Fokus dalam penelitian tersebut adalah untuk mengetahui wacana Anti Korupsi dari lirik lagu yang berjudul ”Tikus-tikus Kantor” Karya Iwan Fals, menggunakan analisis wacana kritis Teun Van Dijk.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas lima bab, yakni: BAB I : Bab pertama adalah Pendahuluan. Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Bab kedua berisi landasan teori dan pembahasan yang menunjang isi penelitian ini, seperti konsep Analisis Wacana Kritis, konsep musik sebagai media perlawanan dan kritik sosial dan juga Budaya Populer sebagai medium melawan hegemoni.
BAB III : Bab ketiga adalah deskripsi umum subjek penelitian yang berisi riwayat Hidup Pandji Pragiwaksono, beserta Album music dan penghargaan yang telah diraih Pandji Pragiwaksono BAB IV :
17
Bab keempat adalah hasil penelitian dan pembahasan. Berisi temuan wacana yang terkandung dalam album 32 karya Pandji Pragiwaksono. Juga menguraikan tentang bagaimana wacana perlawanan dan kritik sosial dalam album 32. BAB V : Bab kelima adalah penutup. Bab ini berisi kesimpulan penelitan dan saran untuk subjek penelitian, juga untuk penyempurnaan penelitian ini sendiri.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Analisis Wacana Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih komnpleks dan inheren yang disebut wacana. 1 Analisis wacana digunakan dalam berbagai disiplin ilmu sosial, seperti psikologi, sosiologi, politik, dan studi linguistik. Dari semua disiplin ilmu sosial tersebut ada titik singgung yang menjadikan ciri khasnya, yaitu bahasa/pemakaian bahasa. Mohammad A.S Hikam dalam buku Eriyanto (2011) menuturkan ada tiga pandangan mengenai mengenai bahasa dalam analisis wacana. Pandangan pertama dituturkan kaum positivisme-empiris, menurutnya analisis wacana menggambarkan tuturan kalimat, bahasa, dan pengertian bahasa. Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme, yang menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud dan makna-makna tertentu. Oleh karena itu, analisis wacana dipandang sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Pandangan ketiga, disebut dengan paradigma kritis yang menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna, dimana bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi didalamnya. Dengan pandangan
1
Stephen W Littlejohn, Theories of Human Communication. Edisi ke-5, (Belmont-California: Wadsworth, 1996), h.84
18
19
semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat.2 Pendekatan kritis menempatkan wacana sebagai power (kuasa)3, atau memandang wacana sebagai sebuah cerminan dari relasi kekuasaan dalam masyarakat.4 Pendekatan kritis yang lazim disebut Critical Discourse Analysis (CDA) memahami wacana (penggunaan bahasa secara lisan maupun tertulis) sebagai bentuk sosial practice (praktik sosial). Dalam praktik sosial, seseorang selalu memiliki tujuan berwacana, termasuk tujuan untuk menjalankan kekuasaan. Jika hal itu terjadi, praktik wacana akan menampilkan efek ideologi, yakni memroduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial 1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) Van Dijk mengemukakan bahwa analisis wacana kritis atau yang lazim Critical Discourse Analysis (CDA) adalah sebuah penelitian analisis yang mengungkap
bagaimana
penyalahgunaan
kekuasaan,
dominasi
dan
ketidaksetaraan dipraktikkan, direproduksi atau dilawan oleh teks tertulis maupun perbincangan dalam konteks sosial dan politis.5 Analisis ini mengambil posisi non-konformis atau melawan arus dominasi dalam kerangka besar untuk melawan ketidakadilan sosial. Analisis Wacana Kritis adalah pendekatan konstruktivis sosial yang meyakini bahwa representasi dunia bersifat linguistis diskursif, makna 2
Eriyanto, Analisis wacana: pengantar analisis media, (Yogyakarta: LKIS, 2011) h. 4-6 Asher, R.E. dan J.M.Y. Simpson (ed.).. The Encyclopedia of Language and Linguistics, Volume 2. (Oxford: Pergamon Press, 1994) h. 940 4 Renkema, J, Discourse Studies: An Introductory Textbook. (Amsterdam: John Benjamin and Co. Publishing, 1993) h. 282 5 D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, (Oxford: Blackwell, 2001), h. 352 3
20
bersifat historis dan pengetahuan diciptakan melalui interaksi sosial. Prinsipprinsip Analisis wacana kritis sudah ditemukan dalam
teori kritis dari
Frankfurt School sebelum Perang Dunia II.6 Aliran ini fokus pada bahasa dan wacana yang diinisiasikan dengan ‗critical linguistics’ yang muncul (terutama di Inggris dan Australia) pada akhir tahun 1970-an. perspektif dan tujuan CDA yang sama yaitu tentang struktur wacana yang berkaitan dengan reproduksi dominasi sosial, apakah itu berbentuk konversasi atau berita atau genre dan konteks lainnya. Dan untuk kata-kata yang sering menjadi pembahasan CDA yaitu power
(kekuasaan),
dominasi,
hegemoni,
ideologi,
kelas,
gender,
ras,
diskriminasi, kepentingan, reproduksi, institusi, struktur sosial atau tatanan sosial. Boleh jadi jika riset CDA sering merujuk pada ilmuan dan filosof sosial kritis ternama –seperti Frankfurt School, Habermas, Foucault dsb. atau aliran neomarxist– ketika ingin menteorikan dan memahaminya. Lalu untuk menemukan kerangka teoritis sebaiknya
fokus pada konsep dasar
yang
berkaitan
dengan discourse, cognition, dan society.7 Van Dijk mengemukakan bahwa CDA digunakan untuk menganalisis wacana-wacana kritis, diantaranya politik, ras, gender, kelas sosial, hegemoni, dan lain-lain. Selanjutnya Fairclough dan Wodak (1997: 271-280) meringkas tentang prinsip-prinsip ajaran CDA sebagai berikut:8 a) Membahas masalah-masalah sosial b) Mengungkap bahwa relasi-relasi kekuasaan adalah diskursif c) Mengungkap budaya dan masyarakat d) Bersifat ideologi 6
Ibid D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, h. 353 8 Ibid 7
21
e) Bersifat historis f) Mengemukakan hubungan antara teks dan masyarakat g) Bersifat interpretatif dan eksplanatori h) Wacana adalah sebuah bentuk sosial action Sebagaimana dikutip Eriyanto dalam bukunya, analisis wacana kritis menurut Fairclough dan Wodak menggambarkkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana dapat memroduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan. Analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masingmasing. Dan juga, analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai factor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi. 9 Berikut ini karakteristik analisis wacana kritis:10 a. Tindakan Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi,
mendebat,
membujuk,
menyangga,
sebagainya. b. Konteks
9
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.7-8 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 8-14
10
bereaksi,
dan
22
Analisis wacana juga memeriksa konteks dan komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan siatuasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. c. Historis Konteks historis digunakan untuk memahami wacana dalam sebuah teks. Misalnya, kita melakukan
analisis wacana teks selebaran mahasiswa
menentang soeharto. Pemahaman mengenai wacana ini akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis dimana teks itu diciptakan. d. Kekuasaan Wacana muncul dalam sebuah teks bukan sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi sebagai sebuah bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. Seperti kekuasaan laki-laki dalam wacana mengenai seksisme, kekuasaan kulit putih terhadap kulit hitam dalam wacana rasisme, dan sebagainya. Kekuasaan dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut kontrol. e. Ideologi Teori-teori klasik tentang ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Menurut Van Dijk, ideologi yang mendominasi suatu komunitas akan dianggap sebagai kebenaran dan
23
kewajaran. Fenomena itu disebut sebagai ―kesadaran palsu‖, bagaimana kelompok dominan memanipulasi ideologi kepada kelompok yang tidak dominan melalui kampanye disinformasi, melalui control media, dan sebagainya. Analisis wacana kritis memiliki beberapa model analisis, yaitu model Roger Fowler dkk, model Theo Van Leeuwen, model Sara Mills, Model Teun A. Van Dijk, dan model Norman Fairclough. Secara singkat, perbedaan kelima model tersebut dapat dilihat pada tingkatan analisis wacana: 1) analisis mikro, yang mempelajari unsur bahasa pada teks, 2) analisis makro, yakni analisis struktur sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat, dan 3) analisis meso, yaitu analisis pada diri individu sebagai pemroduksi teks dan juga sisi khalayak sebagai konsumen teks. Pada model analisis Roger
Fowler dkk, Theo van
Leeuwen, dan Sara Mills, analisisnya hanya dipusatkan pada analisis mikro dan analisis makro tanpa mengikutsertakan analisis meso. Ketiga model analisis tersebut mempertanyakan bagaimana teks mencerminkan kekuatan sosial dan politik yang ada di masyarakat. Sedangkan model analisis Teun A. Van Dijk dan Norman Fairclough, selain memasukkan analisis mikro dan makro, terdapat juga analisis meso yang melihat bagaimana suatu konteks diproduksi dan dikonsumsi. Baik Van Dijk maupun Fairclough menyadari adanya kesenjangan yang besar di antara teks yang sangat mikro dan sempit dengan masyarakat yang luas dan besar (makro).11 Untuk menghubungkan factor mikro dan makro tersebut perlu adanya analisis meso yang menekankan pada sisi individu sebagai produsen teks dan khalayak sebagai
11
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 345
24
konsumen teks. Perbedaan dari model analisis Van Dijk dengan Fairclough ada pada di analisis meso. Pada analisis meso milik Van Dijk dikenal sebagai kognisi sosial, dimana lebih banyak memperhatikan sruktur internal, struktur mental dan produsen teks dan konsumen teks sebagai faktor yang menentukan produksi dan konsumsi teks. Sedangkan analisis meso milik Fairclough dikenal sebagai Discource Practice, yaitu melihat struktur dan praktik kerja dari media, yang didalamnya menyertakan kepentingan ekonomi dan politik pengelolanya yang akhirnya akan mempengaruhi produksi dan konsumsi teks. 2. Model Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk. Wacana menurut Teun A. Van Dijk berfungsi sebagai suatu pernyataan, (assertion), pertanyaan (question), tuduhan (accusation), atau ancaman (threat). Wacana juga dapat digunakan untuk mendiskriminasi atau mempersuasi orang lain untuk melakukan diskriminasi. 12 Van Dijk mengemukakan bahwa Penggunaan bahasa, wacana, interaksi verbal, dan komunikasi termasuk pada analisa pada level mikro dari tatanan sosial (sosial order). Kekuasaan (Power), dominasi dan ketidaksetaraan antara kelompok sosial termasuk pada analisa pada level makro. CDA (sebagai meso-level) secara teoritis bertugas menutup ‗gap‘ antara pendekatan makro dan mikro tersebut atau untuk mencapai kesatuan analisa (unified whole).13 Van Dijk mengungkapkan untuk mencapai satu kesatuan analisa wacana kritis, ada beberapa hal yang sangat penting untuk dianalisa,yaitu:14 a. Members-Groups; pengguna bahasa (language user) yang menggunakan wacana dianggap sebagai anggota kelompok sosial, organisasi, atau 12
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung, 2012), h. 71 D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, h. 354 14 Ibid 13
25
institusi; dan sebaliknya kelompok tersebut bertindak berdasarkan anggotanya. b. Action-Process; tindakan
sosial seorang
individu
menjadi
bagian
konstituen tindakan kelompok dan proses sosial, seperti legislasi, pemberitaan atau reproduksi rasisme. c. Context-Sosial Structure; situasi interaksi diskursif sama halnya dengan struktur sosial, seperti press conference, ini termasuk konteks ‗lokal‘ dan untuk konteks ‗global‘ seperti pembatasan wacana. d. Personal and Sosial Cognition; pengguna bahasa memiliki personal and sosial cognition: memori individu, pengetahuan, dan opini. Kognisi ini mempengaruhi interaksi dan wacana seseorang. Dari penjelasan tersebut Van Dijk menggambarkan analisis wacana kritis kedalam tiga dimensi yang terdiri dari teks, kognisi sosial dan konteks sosial yang digabungkan ke dalam suatu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks yang melibatkan kognisi individu sebagai produsen teks. Aspek ketiga yaitu konteks sosial atau analisis sosial, mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. 15 Skema penelitian dan metode analisis wacana Van Dijk dapat digambarkan sebagai berikut:
15
Eriyanto, Analisis wacana: Pengantar Analisis Media, h. 224
26
Tabel 1. Konteks Kognisi Sosial Teks
Tabel 2. Struktur
Metode Critical Linguistik yang meliputi:
Teks
Menganalisa bagaimana strategi
Tematik
wacana
yang dipakai untuk
Skematik
menggambarkan seseorang atau
Semantic
peristiwa tertentu.
Sintaksis
Stilistik
Retoris
Kognisi Sosial
Menganalisis bagaimana kognisi penulis
atau pembuat teks Wawancara mendalam
dalam
memahami
seseorang
atau peristiwa tertentu yang akan ditulis Konteks Sosial
Studi pustaka, penelusuran Sejarah, dan
27
Menganalisa bagaimana wacana yang
berkembang
Wawancara
dalam
masyarakat, proses produksi dan reproduksi
seseorang
atau
peristiwa digambarkan.
a. Teks Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya kedalam tiga tingkatan:16
Struktur Makro. Ini merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat topik dari suatu teks. Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa.
Superstruktur adalah kerangka suatu teks, bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh.
Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase yang dipakai dan sebagainya. Struktur/elemen yang dikemukakan Van Dijk ini dapat digambarkan
sebagai berikut:17
16 17
Eriyanto, Analisi Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 225-226 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.228-229
28
Tabel 3. Struktur Wacana
Hal Yang Diamati
Elemen
Struktur Makro
TEMATIK
TOPIK
tema yang dikedepankan
(tema dalam album 32)
dalam suatu berita Superstuktur
SKEMATIK
Skema
Bagaimana pendapat disusun dan dirangkai? Struktur Mikro
SEMANTIK
Latar, Detil, Maksud,
bagaimana pendapat
Praanggapan,
disampaikan?
nominalisasi
SINTAKSIS
Bentuk Kalimat,
bagaimana pendapat
Koherensi, Kata ganti
disampaikan? STILISTIK
Leksikon
Pilihan kata apa yang dipakai? RETORIS
Grafis, Metafora,
bagaimana dan dengan cara
Ekspresi
apa penekanan dilakukan?
b. Kognisi Sosial Dalam kerangka analisis wacana kritis model Van Dijk, perlu adanya penelitian mengenai kognisi sosial, yaitu kesadaran mental individu sebagai
29
produsen teks yang akan membentuk teks tersebut. Dalam hal ini maka bisa dikatakan kesadaran mental pengarang/pencipta lagu-lagu dalam album 32. Unsur-unsur kognisi sosial menurut Van Dijk seperti, latar belakang kepercayaan, pengetahuan, perilaku, norma nilai dan ideologi yang dianut individu sebagai bagian dari suatu grup. Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi, untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, maka dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu dberikan oleh pemakai bahasa. 18 Van Dijk mengungkapkan bahwa individu dalam memahami suatu peristiwa harus didasarkan pada skema. Van Dijk menyebut skema ini sebagai model. Martha Augiustinos dan Iain Walker dalam Eriyanto (2011) menyebutkan bahwa skema menggambarkan bagaimana seseorang menggunakan informasi yang tersimpan dalam memorinya dan bagaimana itu diintegrasikan dengan informasi baru yang menggambarkan peristiwa dipahami, ditafsirkan dan dimasukkan sebagai bagian dari pengetahuan kita tentang suatu realitas. 19 Selain itu model yang tertanam dalam ingatan tidak hanya berupa gambaran pengetahuan, tetapi juga pendapat atau penilaian tentang suatu peristiwa. Berikut ini adalah skema/model yang memetakan kesadaran mental pembuat lirik lagu, yang digunakan dalam menyeleksi dan memproses informasi:20
18
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.260 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.261 20 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.262 19
30
Skema Person (Person Schemas). Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang mendeskripsikan dan memandang orang lain.
Skema Diri (Self Schemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami dan digambarkan oleh seseorang.
Skema Peran (Role Schemas). Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peran dan posisi yang ditempati seseorang dalam masyarakat.
Skema Peristiwa (Event Schemas). Skema ini adalah tentang bagaimana kita menafsirkan dan memaknai suatu peristiwa tertentu.
Van Dijk juga mengungkapkan bahwa pandangan seorang individu dalam melihat sebuah realitas di masyarakat tergantung pada pengalaman, memori dan interpretasi individu tersebut.21 Ini berhubungan dengan proses psikologis individu. Salah satu elemen yang sangat penting dalam proses kognisi sosial selain model adalah memori. Lewat memori kita bisa berpikir tentang sesuatu dan mempunyai pengetahuan tentang sesuatu pula. Secara umum, memori terdiri dari dua bagian. Pertama, memori jangka pendek (short-term memory), yakni memori yang dipakai untuk mengingat peristiwa, kejadian, atau hal yang ingin kita acu yang terjadi beberapa waktu lalu dalam durasi yang masih pendek. Kedua, memori jangka panjang (long-term memory), yakni memori yang dipakai untuk mengingat atau mengacu peristiwa, objek yang terjadi dalam kurun waktu yang
21
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.263
31
lama. Dan yang paling relevan dalam
kognisi sosial adalah memori jangka
panjang (long-term memory).22 c. Analisis Sosial (Societal Analysis) Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi. 23 Menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini ada dua poin yang penting kekuasaan (power), dan akses.24
Praktik kekuasaan Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan yang dimiliki
oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol kelompok (atau anggota) dari kelompok lain. Kekuasaan (Power), atau lebih khusus lagi kekuasaan sosial, adalah kajian sentral dari analisis wacana. Kekuasaan sosial dapat didefiniskan dengan istilah kontrol. Kekuasaan digunakan untuk mengkontrol tindakan (act) dan pikiran (mind) anggota kelompok tersebut, sehingga ini juga membutuhkan power base dalam bentuk seperti uang, force, status, popularitas (fame), pengetahuan, informasi, budaya, atau yang terpenting ‗wacana publik‘ dan komunikasi. 25 Van
Dijk
mengemukakan
bahwa
Kekuasan
(Power)
dibedakan
berdasarkan pada sumber daya yang menggunakannya seperti orang kaya selalu
22
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 264-265 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 271-272 24 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.272 25 D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, h.354-355 23
32
memiliki kekuasaannya karena uangnya yang banyak, profesor memiliki power karena pengetahuannya, dsb. Kekuasaan pada dasarnya tidak bersifat mutlak (seldom
absolute).
Dan
untuk
power
yang
dimiliki
oleh dominant
group (kelompok dominan) biasanya terintegrasi dalam bentuk hukum, peraturan, norma, kebiasaan, dan juga konsensus atau disebut oleh Gramsci yaitu ‗hegemoni‘. Dominasi kelas, sexisme, dan rasisme adalah contoh hegemoni. Di sisi lain juga, sebenarnya bahwa kekuasaan tidak selalu digunakan untuk kegiatan abusif
(penyalahgunaan),
karena
dalam
kehidupan
sehari-hari
sering
ditemukan taken-for-granted action (tindakan yang dianggap benar). Demikian pula, tidak semua anggota powerful group (kelompok yang berkuasa) lebih powerful daripada anggota dominated group (kelompok terdominasi); kekuasaan disini dimiliki oleh semua kelompok. 26 Untuk analisa hubungan antara wacana dan kekuasaan, Van Dijk Mengemukakan bahwa pertama, harus dilihat pada power resource (sumber kekuasaan) seperti politik, media, atau ilmu. Kedua, proses mempengaruhi pikiran seseorang dan secara tidak langsung mengkontrol tindakannya. Dan ketiga, ketika pikiran seseorang terpengaruh oleh teks dan pembicaraan, ini sebenarnya didapati bahwa wacana setidak-tidaknya secara tidak langsung mengkontrol tindakan orang tesebut –melalui persuasi dan manipulasi. 27
Akses mempengaruhi wacana Akses yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk
mengontrol kesadaran khalayak lebih besar, tetapi juga menentukan topic apa dan isi wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak. 26 27
D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, h.355 Ibid
33
B. Musik 1. Pengertian Musik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ―musik merupakan nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu).‖28 Selain itu, musik dapat pula didefinisikan sebagai sebuah cetusan ekspresi pikiran atau perasaan yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bunyi. Pada perkembangan selanjutnya, musik dapat dijadikan salah satu indikator bagi kualitas kebudayaan suatu bangsa.29 Dikatakan demikian karena musik memiliki arti sebagai perilaku sosial yang kompleks dan universal. Musik dimiliki oleh setiap masyarakat, dan setiap anggota masyarakat adalah ―musikal‖.30 Musik merupakan sebuah ekspresi metafora yang bersinergi dan berhubungan langsung dengan realitas sosial yang ada. 31 Definisi tersebut mengutip penelitian J.Blacking pada suku Venda di Afrika Selatan yang diyakini upacara ritualnya serupa dengan asal mula jenis-jenis ketukan perkusi dan nadanada yang dimainkan dalam musik blues. Nada dalam blues notabene menjadi
28
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php diakses pada tanggal 27 Februari 2015, pukul 14.00 WIB 29 Dr. Abdul Muhaya, M.A, Bersufi Melalui Musik Sebuah Pembelaan Musik Sufi Oleh Ahmad alGhazali, h. 27 30 Djohan, Psikologi Musik, (Yogyakarta: Buku Baik, 2003) h.7-8 31 James Lull, Popular Music and Communication. (Newburry Park: : Sage publications, 1989) h.28
34
nada dasar bagi beberapa genre yang kemudian bermunculan. Selain itu, menurut Plato musik adalah imitasi dari persepsi dan realitas sosial.32 Walser mengatakan musik dapat berfungsi seperti wacana verbal. 33 Segala hal yang berhubungan dengan musik yaitu lirik, nada dan visualisasi dapat menjadi
sarana
menyampaikan
sebuah
wacana.34
Berdasarkan
nilai
fungsionalnya, musik diartikan sebagai ekspresi atas realitas sosial yang terjadi. Ekspresi ini dikemas dalam perangkat wacana musik, yaitu:35 a) Lirik. Musisi dapat memberikan pesan atau cerita kepada pendengarnya, namun yang tidak kalah penting lirik dapat menjadi sarana untuk menanamkan wacana tentang identitas tertentu. b) Nada, komposisi, tempo, suara dan semacamnya. Nada tertentu dapat merangkai ritme yang menjadi alat untuk membuat lirik lebih mudah dicerna dan diingat. Nada, melodi, harmoni dari suara instrumen juga dapat membawa pesan atau menggambarkan suasana seperti romantis, kesedihan, marah dan lain-lain. c) Ikonisitas musisi. Bagaimana cara musisi memberitahukan siapa mereka dan bagaimana cara memahami musik mereka tidak hanya dari musik yang dibawakan tapi juga dari sikap dan penampilan mereka. Berikut ini wacana music dilihat dari nilai fungsionalnya: a) Kenikmatan emosi dan hiburan
32
Richard Weiss, Piero & Taruskin. Music in the Western World : A History in Documents. (New York : Schirmer Books, 1984), h. 8 33 David Machin, Analysing Popular Music : Image, Sound, Text. (London: Sage, 2012), h.5 34 David Machin, Analysing Popular Music : Image, Sound, Text.h. 7 35 David Machin, Analysing Popular Music : Image, Sound, Text. H.77
35
Jika musik adalah bahasa, maka ia adalah bahasa simbolis, perlambang nilai jiwa dan ucapan. Perjiwaan dan pencapaian kenikmatan emosi terkadang terlupakan oleh para pemusik.36 b) Gambaran realitas sosial politik Negara Musik bisa menggambarkan kondisi realitas sosial politik dari suatu Negara. Sebagai contoh, Orde Lama melarang musisi membawakan lagu dari luar negeri, Koes Plus pernah dipanjara karena hal ini. Sedangkan Orde Baru menghapus aturan tersebut namun mencekal musisi yang mengkritik pemerintah, yang memunculkan Iwan Fals, Harry Roesli dan lain-lain untuk membuat lirik kritis namun memiliki dualisme makna. c) Simbol pergerakan dan kritik Music blues, jazz, punk dan rap memiliki persamaan sejarah yaitu muncul karena tidak setuju dengan ketimpangan sosial yang ada. Blues dan jazz sama-sama menjadi simbol pergerakan melawan perbudakan. Punk sendiri adalah simbol gerakan untuk mandiri (dari major label), anti kemapanan, anti otoriter dan Do It Yourself atau disingkat DIY.37 Lalu music rap yang merupakan bagian dari gaya hidup hip-hop. Hiphop adalah sub-kultur yang mulai muncul di lingkungan anak-anak kulit hitam dan hispanic yang tinggal di daerah Bronx di kota New York, Amerika Serikat. Dari awal musik HipHop lebih banyak menceritakan tentang kehidupan disekitar masyarakat kulit hitam dan teriakan-teriakan serta protes suara hati mereka kepada pemerintahan 36 37
Amir Pasaribu, Analisis Musik Indonesia. (Jakarta : PT Pantja Simpati, 1986), h.11 Roger Sabin, Punk Rock : So What? (London : Routledge, 1999), h.53
36
yang berlaku tidak adil. Lirik-lirik musik Hip Hop cenderung keras dan tegas. Itulah Hip Hop. Saat ini music Hip Hop sudah menjadi sebagai alat perjuangan apapun bentuknya, seperti perjuangan komunitas, politik, budaya, dan lain-lain. d) Musik dan Kesehatan Penderita dementia (penurunan fungsi otak) yangs sering kehilangan memori, dapat dibantu dengan terapi music, yaitu bernyanyi dan memainkan instrument music untuk membantu proses mengingat dan menghindari penderita terjebak dalam dunianya sendiri. 38 2. Lagu Sebagai Wacana Analisis wacana kritis memandang bahwa wacana disini tidak dipahami semata sebagai studi bahasa tetapi juga dipahami sebagai kritik atas konteks sosial yang terjadi. Konteks disini dapat dilihat sebagai latar, situasi, peristiwa dan kondisi
dimana
wacana
itu
muncul.
Kemudian
dilihat
pula
konteks
komunikasinya, seperti siapa mengkomunikasikan apa, dengan siapa dan mengapa, dalam jenis khalayak dan situasi apa, melalui media apa, bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi, dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Dalam studi etnomusikologi, musik dianggap sebagai cerminan dari keadaan sosial yang ada. Musik dalam struktur sosial terdiri atas dua elemen utama pembentuknya yakni teks dan konteks. ―Teks merupakan kejadian akustik
38
Robin Rio, Connecting Through Music With People With Dementia, (London : Jessica
Kingsley, 2009) h.11
37
yang sering diterjemahkan sebagai lirik sedangkan konteks adalah kondisi yang sedang terjadi dimasyarakat.‖39 Sejak
dahulu,
mengekspresikan
lagu
telah
menjadi
media
seni
popular
untuk
sesuatu secara lisan. Lagu dipakai untuk mengekspresikan
sesuatu yang dilihat, dirasa dan didengar baik itu berupa pengalaman pribadi ataupun untuk mengungkap realitas sosial. Seperti halnya pada lagu-lagu yang menyuarakan diskriminasi rasial, anti perang, mengkritisi pemerintahan, kritik akan gaya hidup dan lain sebagainya
lagu
memiliki suatu kekuatan untuk
menggambarkan pandangan kepercayaan dan nilai-nilai sosial. Hal ini diperkuat gagasan James Lull dalam buku Popular Music and Communications (1989), menyatakan bahwa : ―Fungsi oposisi musik saat ini melegitimasi alternatifalternatif budaya yang berisi nilai-nilai dan gaya hidup pada budaya dominan yang diinterpretasikan dalam media popular, di rumah, lingkungan sekitar, lingkungan kerja dan lingkungan sekolah.‖40 Sebagai sebuah produk budaya, musik memiliki cara yang unik saat ia berproses dalam menyampaikan makna pesannya. Musik tidak dengan semertamerta lahir sebagai sebuah pandangan sosial atau bahkan lebih jauh sebagai diskursus dalam sebuah praktik kewacanaan dalam masyarakat, musik justru lahir pertama kali hanya sebagai produk ekspresif dari si pembuatnya. Masih menurut Lull, musik dalam fungsi sosialnya hadir dalam dua tahapan, pertama sebagai produk ekspresif dari produsennya dan yang kedua ia bertransformasi sebagai indikator sejarah bagi massanya.
39
Shin Nakagawa, Musik dan Kosmos; Sebuah Pengantar Etnomusikologi. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2000) h. 6 40 James Lull, Popular Music and Communication, h.38
38
Pertama, lirik lagu mengekspresikan pandangan yang dimiliki pencipta lagu dan penyanyi. Bahkan seringkali merefleksikan kesadaran masyarakat atau kesadaran popular. Musik adalah bagian budaya tidak resmi massanya, walaupun mereka seringkali terabaikan karena ahli-ahli lebih tertarik pada kata-kata tertulis. Padahal, yang menarik tidak hanya pada lirik namun juga sentimen dan tujuan yang terkandung di dalam lagu tersebut. Kedua, music berperan sebagai indikator historis, musik dapat menjelaskan apa yang terjadi pada saat musik itu dibuat dan disebarkan‖ 41 Dengan demikian lagu dapat dikatakan sebagai suatu wacana. Karena selain terdapat pembahasan hubungan antara konteks-konteks di dalam teks, lirik sebuah lagu juga dapat mewakili pandangan dunia mengenai suatu peristiwa.
C. Ideologi Dan Hegemoni 1. Pengertian Ideologi Ideologi merupakan topik penting dalam Analisis Wacana Kritis karena ideologi selalu mewarnai produksi wacana. Tidak ada wacana yang benar-benar netral atau objektif atau steril dari ideologi penutur atau pembuatnya. Wacana adalah medium ideologi yang dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang timpang antara kelompok dominan/mayoritas dengan tidak dominan/minoritas dimana perbedaan tersebut di representasikan dalam praktik sosial. Perspektif kritis merupakan pandangan yang akan digunakan untuk melihat wacana serta membuka dan membongkar praktik sosial ideologi yang disamarkan melalui wacana. Tujuan dari analisis wacana kritis adalah untuk menemukan "ideologi" yang tersembunyi di balik suatu wacana, teks, atau pemakaian bahasa secara public.
41
Ibid
39
Ada
banyak
definisi
tentang
ideologi.
Raymond
Williams
mengklasifikasikan penggunaan ideologi tersebut dalam tiga ranah. 42 Pertama, sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu. Definisi ini terutama dipakai oleh kalangan psikologi yang melihat ideologi sebagai seperangkat sikap yang dibentuk dan diorganisasikan dalam bentuk yang koheren. Meskipun ideologi disini terlihat sebagai sikap seseorang, tetapi idelogi disini tidak dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam diri individu sendiri, melainkan diterima dari masyarakat. Ideologi bukan sistem unik yang dibentuk oleh pengalaman seseorang, tetapi ditentukan oleh masyarakat di mana ia hidup, posisi sosial dia, pembagian kerja, dan sebagainya. Kedua, sebuah sistem kepercayaan yang dibuat —ide palsu atau kesadaran palsu— yang bisa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah. Ideologi dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu di mana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain yang tidak dominan. Ideologi dilihat kelompok yang didominasi sebagai hal yang alami atau natural, dan diterima sebagai kebenaran. Ketiga, proses umum produksi makna dan ide. Ideologi disini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna. Dalam pandangan Van Dijk, ideologi merupakan sistem sosial yang digunakan bersama kelompok, dan menjadi representasi mental kelompok tersebut. Ideologi tampak lebih fundamental ketimbang pengetahuan. Ideologi melambangkan prinsip-prinsip yang mendasari kognisi sosial dan karenanya
42
Eriyanto, Analisis: Wacana Pengantar Analisis Media, h. 87. Lihat juga John Fiske, Introduction To Communication Studies, Second Edition, (London and new York: Routledge, 1990), h. 165
40
membentuk dasar-dasar pengetahuan, sikap, dan lebih spesifik lagi kepercayaankepercayaan yang digunakan bersama oleh suatu kelompok.43 Dalam konsepsi Marx, ideologi adalah sebentuk kesadaran palsu Ideologi merupakan sarana yang digunakan untuk ide-ide kelas yang berkuasa sehingga bisa diterima oleh keseluruhan masyarakat sebagai alami dan wajar. Menurut Marx, ideologi borjuis menjaga para pekerja atau kaum proletar, tetap berada dalam kesadaran palsu. Kesadaran manusia tentang siapa dirinya, bagaimana mereka berelasi dengan bagian lain dari masyarakat, dan karena itu pengertian mereka tentang pengalaman sosialnya dihasilkan oleh masyarakat, bukan oleh alam atau biologi. Kesadaran kita ditentukan oleh masyarakat tempat kita dilahirkan, bukan oleh alam atau psikologi manusia. Disisi lain, Louis Althusser mengembangkan teori ideologi sebagai sebuah praktik. Althusser mengembangkan suatu teori ideologi yang lebih piawai yang melepaskan teorinya dari relasi sebab-akibat yang erat dengan basis ekonomi masyarakat, dan merumuskan kembali ideologi sebagai sekumpulan praktik yang terus berlangsung dan meresap yang dilakukan semua kelas, dan bukannya sekumpulan gagasan yang dipahami oleh satu kelas pada kelas-kelas yang lain. Kenyataan bahwa semua kelas berpartisispasi dalam praktik-praktik tersebut tidaklah berarti bahwa praktik-praktik mereka sendiri tak lagi diabadikan untuk kepentingan kelas dominan, bahkan hampir semuanya memang begitu. Artinya ideologi jauh lebih efektif dibandingkan dengan yang dibahas Marx karena ideologi bekerja dari dalam bukan dari luar, dituliskan mendalam pada cara berpikir dan cara hidup semua kelas. 43
H. Abdullah Ali, Konflik Ideology Dalam Perkembangan Tradisi Kliwongan Gunung Jati, (Bandung: PPs Unpad, 2003) h.1
41
Ideologi masuk dan bekerja melalui berbagai sumber yang terkait dengan struktur masyarakat seperti perangkat hukum, keluarga, agama, pendidikan, dan lain-lain. Dengan berdasar pada perangkatnya, dapat dibagi menjadi 2, yakni Repressive State Apparatus (RSA) dan Ideological State Apparatus (ISA).44 Repressive State Apparatus (RSA) bekerja dengan cara represif dengan memakai kekerasan melalui apparatus/alat negara seperti polisi, militer, pengadilan, penjara. Termasuk juga penculikan/penangkapan para aktivis. Sementara Ideological State Apparatus (ISA) bekerja dengan cara persuasive ‗memasukkan‘ ideologi kepada individu melalui pendidikan (sekolah), agama, media, keluarga, industri budaya, dan sebagainya. Bentuk ideologi melalui ISA merupakan bentuk yang dipakai Negara untuk memperkuat represi dan penindasan terhadap rakyatnya. ISA bahkan sering digunakan untuk melanggengkan RSA dan berbagai represi yang dihasilkannya. ISA dapat meyakinkan kelompok yang ter/di-represi bahwa semuanya berjalan baik-baik saja. Termasuk dapat meyakinkan penguasa bahwa represi yang dilakukannya berbeda dengan eksploitasi, dengan demikian ia tidak melakukan kesalahan dan keadaannya juga baik-baik saja. Melalui ISA, ideologi tidak lagi hanya sebentuk ide, namun berada dalam praktik material yang hidup, seperti ritual, kebiasaan, pola perilaku, cara berfikir, bahasa, dan sebagainya. Jadi ideologi dapat membentuk budaya hidup seseorang, serta
berpengaruh
dalam
formasi
sosial.
Dengan
demikian
ideologi
menginterpelasi subjek. Melalui konsep ideologi yang diperkenalkan Louis Althusser ini, cultural studies dapat mengkaji budaya masyarakat melalui apa
44
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.98
42
yang disebutkan (teks) untuk menunjukkan apa yang tidak disebutkan secara langsung (ideologi yang terkandung di dalamnya). Dari sini berkembang teori tentang film, iklan, dan musik yang mengandung ideologi tertentu. Salah satu hal penting dalam teori ideologi Althusser adalah konsepnya mengenai subjek dan ideologi. Menurut Althusser, ideologi selalu memerlukan subjek, dan subjek memerlukan ideologi. Akan tetapi, selain membutuhkan subjek, ideologi juga menciptakan subjek. Althusser berpandangan bahwa kehidupan manusia sebagai subjek identik dengan subjek bagi struktur, di mana struktur tadi bukan ciptaannya melainkan ciptaan kelompok atau kelas tertentu. Karena struktur itu diciptakan untuk dan identik dengan kepentingan kelompok penciptanya, individu-individu disini dikatakan sebagai subjek bagi struktur tidak lain adalah pelayanan kepentingan dari kelas tertentu yang menciptakan struktur tersebut. Walaupun seringkali merasakan diri sebagai subjek yang bebas, kebebasan atau kesadarannya hanyalah hasil struktur atau perangkat-perangkat (RSA maupun ISA).45 Cara ideologi menciptakan subjek ini disebut Althusser sebagai ‗interpelasi‘ atau ‗pemanggilan‘ (hailing). Karena prosesnya memang sama seperti ketika kita dipanggil oleh seseorang di jalan, di mana terjadi pengenalan atau penyematan atas diri kita, sifat sebagai subjek yang unik dan berbeda dari yang lain―kita benar-benar tahu bahwa yang dipanggil adalah diri kita, bukan orang lain. Adapun kapitalisme mengkonstruksi kita sebagai subjek dalam proses reproduksinya, agar ketika kita memainkan peran kita dalam reproduksi kapitalis,
45
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.99-100
43
kita tidak merasa ‖dipaksa‖ dari luar, tapi merasakannya sebagai sesuatu yang memang kita lakukan dengan suka rela.46 2. Pengertian Hegemoni Menurut Raymond Williams, kata hegemony kemungkinan besar diambil secara langsung ke bahasa Inggris dari bahasa Yunani kuno yaitu egemonia, dan egemon yang berarti ―penguasa‖. Hegemony menjadi kata yang penting semenjak Marxisme abad ke 20, khususnya melalui karya dari Antonio Gramsci. Penggunaan kata ini meliputi hal yang paling sederhana, yaitu memperluas pemahaman pada proses dominasi politik dari relasi antara negara, hingga relasi antara kelas-kelas sosial, seperti dalam hegemoni borjuis.47 Hegemoni bisa didefinisikan sebagai kuasa satu kelompok dominan yang dipraktikkan kepada kelompok subordinat, tanpa ancaman kekerasan secara fisik, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok subordinat diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense). Antonio Gramsci membangun suatu teori yang menekankan bagaimana penerimaan kelompok yang didominasi terhadap kehadiran kelompok dominan berlangsung dalam suatu proses yang damai, tanpa tindak kekerasan. Titik awal konsep Gramsci tentang hegemoni adalah bahwa suatu kelas dan anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas – kelas dibawahnya dengan cara kekerasan dan persuasi. 48 Antonio Gramsci membedakan antara konsep "dominasi" dan"hegemoni". Dominasi merupakan model penguasaan yang
46
Mohammad Zaki Husein, “Ideologi dan Reproduksi Masyarakat Kapitalis”, http://indoprogress.com/2012/01/ideologi-dan-reproduksi-masyarakat-kapitalis/ diakses pada tanggal 25 februari 2015, pukul 14.00 WIB 47 Williams. Raymond, Keywords: A Vocabulary of Culture & Society, (London: HarperCollins, 1976), h. 144-145. 48 Roger Simon, Gagasan-gagasan politik Gramsci, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h.19
44
ditopang oleh kekuatan fisik, sedangkan hegemoni adalah model penguasaan yang lebih halus,yaitu secara ideologis. Hegemoni bukanlah hubungan dominasi dengan menggunakan kekerasan secara fisik, melainkan hubungan persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis. Menurut Raymond Williams, hegemoni bekerja melalui dua saluran: ideologi dan budaya melalui mana nilai-nilai itu bekerja. Melalui hegemoni, ideologi kelompok dominan dapat disebarluaskan, nilai dan kepercayaan dapat ditularkan. Akan tetapi, berbeda dengan manipulasi atau indoktrinasi, hegemoni justru terlihat wajar, orang menerima sebagai kewajaran dan sukarela. Ideologi hegemoni itu menyatu dan tersebar dalam praktik, kehidupan, persepsi, dan pandangan dunia sebagai sesuatu yang dilakukan dan dihayati secara sukarela. 49 Gramsci
mengemukakan
bahwa
hegemoni
adalah
sebuah
rantai
kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus (consenso) dari pada melalui penindasan terhadap kelas sosial lain. Ada berbagai cara yang dipakai, misalnya melalui yang ada di masyarakat yang menentukan secara langsung atau tidak langsung struktur-struktur kognitif dari masyarakat itu. Itulah sebabnya hegemoni pada hakekatnya adalah upaya untuk menggiring orang agar menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang ditentukan. 50 Dalam konteks tersebut, Gramsci lebih menekankan pada aspek kultural (ideologis). Melalui produk-produknya, hegemoni menjadi satu-satunya penentu dari sesuatu yang dipandang benar baik secara moral maupun intelektual. Hegemoni kultural tidak hanya terjadi dalam relasi antar negara tetapi dapat juga terjadi dalam hubungan antar berbagai kelas sosial yang ada dalam suatu negara. 49
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.104 Saptono, ―Teori Hegemoni Sebuah Teori Kebudayaan Kontemporer”, jurnal.isidps.ac.id/index.php/artikel/article/view/, diakses pada tanggal 25 februari 2015, pukul 09.25 WIB 50
45
Dalam catatannya yang diberi judul Selection from Prison Notebooks, Gramsci pernah menganalisa relasi kekuasaan dan penindasan di masyarakat. Lewat perspektif ‗hegemoni‘, ia menganalisa bahwa penulisan, kajian suatu masyarakat, dan media massa merupakan alat kontrol kesadaran yang dapat digunakan kelompok penguasa. Alat kontrol tersebut memainkan peranan penting dalam menciptakan lembaga dan sistem yang melestarikan ideologi kelas dominan.51
Jadi
kelompok
hegemonik
(penguasa/kelompok
dominan)
menjalankan kuasanya melalui institusi yang mempunyai peran cultural seperti media massa yang mampu mempengaruhi pola pikir, paradigm dan ideologi masyarakat atau kelompok lain, karena media massa sifatnya massif dan pengaruhnya juga besar. Salah satu kekuatan hegemoni adalah bagaimana ia menciptakan cara berpikir atau wacana tertentu yang dominan, yang dianggap benar, sementara wacana lain dianggap salah. Ada suatu nilai atau konsesus yang dianggap memang benar, sehingga ketika ada cara pandang atau wacana lain dianggap sebagai tidak benar. Media disini secara tidak sengaja dapat menjadi alat bagaimana nilai-nilai atau wacana yang dominan itu disebarkan dan meresap dalam benak khalayak sehingga menjadi konsesus bersama. Sementara nilai atau wacana nilai dipandang sebagai menyimpang.52 Konsep hegemoni Gramsci menekankan bahwa dalam lapangan sosial ada pertarungan untuk memperebutkan penerimaan publik. Karena pengalaman sosial kelompok subordinat (apakah kelas, gender, ras, umur, dan sebagainya) berbeda
51
https://www.academia.edu/9872122/Hegemoni diakses pada tanggal 27 Februari 2015, pukul 14.00 WIB 52 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.105
46
dengan ideologi kelompok dominan. Oleh karena itu, perlu usaha bagi kelompok dominan untuk menyebarkan ideologi dan kebenarannya tersebut agar diterima, tanpa perlawanan. Salah satu strategi kunci dalam hegemoni adalah nalar awam (common sense). Jika ide atau gagasan dari kelompok dominan/berkuasa diterima sebagai sesuatu yang common sense, kemudian ideologi itu diterima, maka hegemoni telah terjadi. 53
D. Cultural Studies dan Budaya Populer 1.
Pengertian Cultural Studies Istilah cultural studies pertama kali diprakarsai oleh ditemukan oleh
Richard Hoggart pada tahun 1964, pendiri Birmingham Centre For Cultural Studies dengan salah satu suksesor terkuatnya Stuart Hall, professor sosiologi di Open University, Milton Keynes, Inggris. 54 Hall banyak dipengaruhi oleh pemikiran Marxis yang melihat bahwa terdapat hubungan kekuatan atau kekuasaan dibalik praktek masyarakat, terutama dalam praktek komunikasi massa dan media massa. Hall mengklaim bahwa banyak penelitian komunikasi gagal mengungkap pertarungan kekuasaan dibalik praktek media massa. Menurutnya adalah kesalahan jika memisahkan komunikasi dari disiplin ilmu-ilmu lainnya. Jika hal tersebut dilakukan maka kita telah memisahkan pesan komunikasi dengan ranah budaya di mana seharusnya mereka berada. Oleh karena itu, karya Hall lebih disebut sebagai Cultural Studies dari pada Media Studies. Tahun 1970, Stuart Hall mengadakan gerakan intelektual internasional, dengan menggunakan metode Marxist mengeksplor hubungan antara budaya (superstruktur) dan 53
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 107 fitrianapd.lecture.ub.ac.id/files/2013/05/Cultural-Studies.pptx diakses pada tanggal 3 Januari 2015, pukul 15.00 WIB 54
47
ekonomi politik (dasar) sesuai dengan pendapat Gramsci bahwa ―budaya adalah kunci politik dan kontrol sosial‖55 Bennet sebagaimana yang dikutip oleh Barker menawarkan sejumlah elemen yang dapat mendefinisikan tentang Cultural Studies. Menurutnya Cultural Studies merupakan sebuah kajian interdispliner yang dapat dilihat dari berbagai perspektif yang tujuan utamanya untuk mengkaji bagaimana relasi antara budaya dan kekuasaan. Kekuasaan yang dicoba dikaji oleh cultural studies disini sangat luas dimana di dalamnya termasuk kedalam persoalan gender, ras, kelas, dan kolonialisme. Cultural studies mencoba menjelaskan kaitan antara bentuk-bentuk kekuasaan tersebut dan mencoba mengembangkan cara pikir tentang budaya dan kekuasaan yang dapat digunakan untuk suatu perubahan. 56 Budaya dalam cultural studies lebih didefinisikan secara politis dari pada secara estetis. Cultural studies tidak melihat budaya sebagai suatu yang sempit, sebagaimana yang menjadi kajian dalam antropologi atau ilmu budaya konvensional. Budaya disini lebih dipandang sebagai teks dan praktik hidup sehari-hari, budaya dilihat bersifat politik dikarenakan cultural studies mencoba memandangangnya sebaga sebuah arena konflik wacana. Diskursus tentang budaya dalam perspektif cultural studies berupaya untuk mencoba membaca konteks budaya dan bagaimana budaya tersebut terkonstruksikan. Lebih dari itu, budaya tidak dipandang sebagai suatu yang netral atau bersifat apa adanya melainkan sebagai praktik pertarungan wacana. Untuk itu, cultural studies mengajak untuk menyingkap ada apa dibalik suatu budaya yang termanifestasikan di dalam masyarakat. Pengaruh Marxisme terhadap cultural studies disini sangat 55
Ibid Yearry Pandji, Komunikasi Dan Konstruksi Masayarakat Konsumen : Suatu Perspektif Cultural Studies, (Jakarta: Kencana 2011), h. 462. 56
48
kuat. Melihat pula budaya tidak dimaknai sebagai sebuah wilayah yang netral dan artinya kritik terhadap budaya yang lebih dikedepankan. 57 Cultural studies menegaskan bahwa budaya harus dipelajari terkait hubungan sosial dan system dimana budaya diproduksi dan dikonsumsi. Dengan demikian studi mengenai budaya erat kaitannya dengan studi tentang masyarakat, politik dan ekonomi. Cultural studies menunjukkan bagaimana budaya media mengartikulasikan nilai-nilai dominan, ideologi politik, perkembangan sosial dan hal baru pada zaman tersebut. Ini merupakan konsep budaya dan masyarakat sebagai media yang diperebutkan oleh berbagai kelompok dan ideologi berjuang melawan dominasi. Televisi, film, musik dan bentuk-bentuk budaya popular sering bersifat liberal atau konservatif, atau kadang-kadang mengekspresikan pandangan yang lebih radikal atau oposisi. 58 2. Pengertian Budaya Populer Istilah budaya populer telah digunakan dalam beberapa cara. Sebagai contoh, budaya populer bisa mengacu pada ‗yang tersisa‗ di luar apa yang telah ditentukan sebagai kanon budaya tinggi, atau ia adalah budaya yang diproduksi secara massal dalam industri kebudayaan. Perspektif ini sejalan dengan Leavis atau Adorno, pemikir dari Frankfurt School, yang menganggap budaya populer adalah inferior di hadapan pasangannya (budaya tinggi) dalam pembagian biner itu.59 Bagi mereka yang tidak ingin terjebak dalam kategori budaya tinggi dan budaya rendah, dalam pengertian tak ingin sepenuhnya merendahkan budaya 57
Yearry Pandji, Komunikasi Dan Konstruksi Masayarakat Konsumen : Suatu Perspektif Cultural Studies, h. 463 58 http://www.gseis.ucla.edu/faculty/kellner/ diakses pada 3 Januari 2015, pukul 15.00 WIB 59 Chris Barker, Cultural Study: Theory and Practice, (London-Thousand Oaks-New Delhi: Sage Publications, 2000) h. 63
49
populer dengan tetap tidak menyukai budaya komoditas, budaya yang menjadi lawan budaya rakyat autentik yang dihasilkan oleh orang kebanyakan adalah budaya massa. Namun, menurut Fiske, dalam masyarakat-masyarakat kapitalis tidak ada apa yang disebut sebagai budaya rakyat yang autentik, yang bisa dipakai untuk menakar ‗ketidakautentikan‗ budaya massa, sehingga meratapi hilangnya autentisitas adalah nostalgia romantis yang tak ada gunanya.60 Budaya populer adalah budaya yang diproduksi secara komersial dan, menurut Barker, tampaknya tidak ada alasan untuk mengatakan hal ini akan berubah untuk masa yang akan datang. Meski demikian, pemirsa budaya populer diyakini menciptakan makna mereka sendiri dari teks-teks budaya populer dan mendayagunakan kompetensi kultural dan sumber diskursif mereka. 61 Budaya populer dilihat sebagai makna-makna dan praktik-praktik hasil produksi khalayak populer pada momen konsumsi, sehingga kajian budaya populer menjadi terpusat pada bagaimana ia digunakan. Berarti fokus kajian budaya populer bukan lagi pada penentuan nilai apakah ia tinggi atau rendah (nilai estetis dan kultural) akan tetapi tentang bagaimana pemirsa mengubah produk industri itu menjadi budaya populer mereka untuk melayani kepentingan mereka. Budaya populer, dengan demikian, merupakan situs perebutan nilai-nilai kultural dan politik. Budaya populer adalah sebuah arena dukungan dan perlawanan dalam pertarungan memperebutkan makna-makna kultural. Penilaian budaya populer terkait dengan persoalan kekuasaan dan tempat budaya populer dalam formasi sosial yang lebih luas. Konsep tentang populer menantang tidak hanya pemilahan antara budaya tinggi dan rendah, tapi juga tindakan klasifikasi 60 61
Ibid Ibid
50
kultural oleh dan melalui kekuasaan. Inilah situs yang hegemoni kultural dimapankan atau mendapat tantangan.62 3. Budaya Populer Sebagai Medium Melawan Hegemoni Dalam bahasannya mengenai teori hegemoni, Gramsci memberi solusi untuk melawan hegemoni (Counter hegemony) dengan menitikberatkan pada sektor pendidikan. Kaum Intelektual menurut Gramsci memegang peranan penting di masyarakat. Berbeda dengan
pemahaman kaum intelektual yang
selama ini kita kenal, dalam catatan hariannya Gramsci menulis bahwa setiap orang sebenarnya adalah seorang intelektual namun tidak semua orang menjalankan fungsi intelektualnya di masyarakat. 63 Dari sini dia membedakan dua tipe intelektual yang ada dalam masyarakat. Yang pertama yaitu Intelektual Tradisional dimana intelektual ini terlihat independen, otonom, serta menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat. Mereka hanya mengamati serta mempelajari kehidupan masyarakat dari kejauhan dan seringkali bersifat konservatif (anti terhadap perubahan). Contoh dari Intelektual Tradisional ini adalah para penulis sejarah, filsuf dan para profesor. Sedangkan yang kedua adalah Intelektual Organik, mereka adalah yang sebenarnya menanamkan ide, menjadi bagian dari penyebaran ide-ide yang ada di masyarakat dari kelas yang berkuasa, serta turut aktif dalam pembentukan masyarakat yang diinginkan. 64 Ketika akan melakukan Counter Hegemony kaum Intelektual organik haruslah berangkat dari kenyataan yang ada di masyarakat, mereka haruslah orang yang berpartisipasi aktif dalam kehidupan
62
masyarakat,
menanamkan kesadaran
baru
yang
menyingkap
Chris Barker, Cultural Study: Theory and Practice, h.64 Antonio Gramsci, Selections from the Prison Notebooks, (London: Lawrence and Wishart, 1971) h. 3-12 64 Ibid 63
51
kebobrokan sistem lama dan dapat mengorganisir masyarakat, dengan begitu ide tentang pemberontakan serta merta dapat diterima oleh masyarakat hingga tercapainya revolusi. Yang unik meski berasal dari Partai Komunis Italia tidak lantas Gramsci berpendapat bahwa Intelektual Organik harus berasal dari kalangan buruh, namun harus lebih luas dari itu. Counter Hegemony bisa dilakukan oleh siapa saja intelektual dari berbagai kelompok yang tertindas oleh sistem kapitalisme. Setiap pihak yang berkontribusi dalam perjuangan melawan hegemoni harus saling menghormati otonomi kelompok yang lain dan mereka harus bekerja sama agar menjadi kekuatan kolektif yang tidak mudah dipatahkan ketika melakukan Counter Hegemony. Perlawanan di dalam praktik kebudayaan telah dilegitimasi oleh cultural studies, tidak seperti para pendahulunya di Frankfurt School yang melihat totalitas kuasa kapitalisme tidak memungkinkan bagi individu untuk lolos dari jerat-jerat gurita raksasa tersebut. Meski demikian, perdebatan tentang perlawanan di dalam cultural studies sendiri tak kunjung usai. Perdebatan tersebut bukan lagi tentang masalah sah atau tidaknya perlawanan sebagai sebuah konsep yang hidup di dalam praktik kebudayaan namun lebih ke cara menganalisa atau memberikan penilaian terhadap sebuah praktik kebudayaan. 65 Perbincangan tentang perlawanan di dalam cultural studies terdiri dari dua akar pemikiran. Akar pemikiran pertama diambil dari konsep hegemoni milik Antonio Gramsci yang dielaborasikan dengan pendekatan semiotika struktural. Contoh yang paling nyata dari penggunaan kerangka analisis ini adalah dalam buku Resistance Through Rituals (Hall dan Jefferson, 1976). Hall dan Jefferson
65
Chris Barker, Cultural Study: Theory and Practice, h.342
52
mengeksplorasi subkultur remaja dan mengajukannya sebagai sebuah bentuk perlawanan yang dimodiskan terhadap budaya hegemonik. Hall dan Jefferson mengambil studi kasus tentang Skinhead yang diklaim tengah menangkap kembali secara imajiner tradisi ‗ketangguhan‗ kelas pekerja laki-laki. Nilai-nilai tersebut diartikulasikan melalui potongan rambut, sepatu boot, jeans dan gelang. Style atau gaya dibaca sebagai sebuah bentuk perlawanan simbolik yang dibangun di atas arena pertarungan hegemoni vs counter-hegemony.66 Ketika gagasan tentang ideologi sudah semakin ditentang dan terbuka horison-horison baru
melalui kritik
para
pemikir
postmodern maupun
poststruktural, permasalahan resistensi kembali mencuat ke permukaan. Hebdige (1988) dengan bukunya Hiding in the Light menggunakan pemikiran Foucault tentang relasi mikro kuasa terhadap konstruksi terhadap remaja sebagai kelompok pembuat onar dan sekaligus menyenangkan. Hebdige melakukan analisis kesejarahan dengan menunjukkan bahwa ketakutan masyarakat abad ke sembilanbelas terhadap kerumunan di jalan menghasilkan sebuah sistem pengawasan bagi budaya jalanan kelas pekerja. Subkultur remaja kemudian bereaksi terhadap pengawasan ini dengan membuat diri mereka sendiri sebagai sebuah ―tontonan‖.67 Menurut Foucault bentuk perlawanan terhadap kuasa adalah bagian dari praktek kuasa itu sendiri. 68 Dan disinilah kita biasanya terjebak untuk membicarakan perlawanan sebagai sesuatu yang berada di luar praktik kuasa.
66
Purnomo Sidik Kustiyono, Strategi Resistensi Terhadap Budaya Populer Pada Kolom “Parodi” Samuel Mulia Di Harian Kompas (Sebuah Analisis Wacana Kritis), (Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010), h.31 67 Ibid 68 Gavin Kendal & Gary Wickam, Using Foucault Method, (London: Sage Publications, 1999) h. 51
53
Seakan-akan kuasa dan perlawanan merupakan dua entitas yang sama sekali berbeda dan berlawanan. Ketika hal ini terjadi maka konsekuensinya adalah muncul berbagai gerakan perlawanan yang justru mensubordinasikan kategorikategori subjek lainnya baik yang tidak berada di dalam kutub kekuasaan‗ maupun kutub perlawanan‗. Di mana ada kuasa, di situ pula terdapat perlawanan. Setiap daya (force) mempunyai kapasitas untuk resisten, setiap daya (force) mempunyai kuasa (power) untuk mempengaruhi atau dipengaruhi oleh daya yang lain. Bagi Foucault, perlawanan kuasa (power) adalah bagian dari pelaksanaan kuasa, sebuah bagian dari bagaimana ia dapat bekerja.69 Dapat ditambahkan, bahwa kapasitas dominasi-perlawanan atau hubungan antara keduanya dalam kuasa, meneguhkan bahwa kuasa adalah plastis dan cair, tergantung bagaimana daya dominasiperlawanan tersebut.
69
Gavin Kendal & Gary Wickam, Using Foucault Method, h.49
BAB III DESKRIPSI UMUM SUBJEK PENELITIAN
A. Karir Bermusik Pandji Pragiwaksono Pria yang bernama lengkap Pandji Pragiwaksono Wongsoyudo ini adalah seorang penyiar radio, presenter TV, penulis buku, Stand Up Comedian, dan musisi/rapper. Ia lahir di Singapura pada tanggal 18 Juni 1979. Pandji tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Desain Produk, Jurusan Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB angkatan 1997 dan merupakan salah satu alumni SMA Kolese Gonzaga angkatan ke-8. Diantara berbagai kesibukannya di awal karir Pandji sebagai entertainer, Pandji sudah bercita-cita untuk bisa membuat album musik hiphop/rap. Kecintaannya pada musik hiphop/rap diawali sejak tahun 90-an ketika musik hiphop/rap mulai tumbuh dan berkembang di Indonesia. Hiphop begitu berarti bagi Pandji, karena musik hiphop bagi Pandji merupakan jalan keluar atau sarana hiburan yang bisa membuat hidupnya lebih baik ketika dia merasa lagi terpuruk. Musik hiphop bisa menjadi sarana untuk menumpahkan keresahan dia selama ini. Seperti yang diutarakan Pandji dalam blognya di www.pandji.com mengenai kecintaanya pada music hiphop berikut ini: 1 “Saya, adalah pria berumur 33 tahun yang hidup melewati banyak fase dalam hidup saya. Lahir di luar negeri, pulang ke Jakarta tinggal di kompleks mewah dengan tetangga tentangga orang asing, orang tua bercerai, keluarga roboh secara ekonomi, Ibu berjuang membangkitkan keuangan bagaikan satu satunya tonggak penyangga yang masih berdiri ketika seluruh tenda pleton roboh, muslim yang masuk sekolah katolik, kuliah ke kota Bandung di era reformasi, belajar berkarya di sebuah 1
http://pandji.com/konser32/ diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 14. 00 WIB
54
55
kampus seni rupa, bekerja sebagai penyiar dan mewawancara ratusan kehidupan. Saya punya banyak keresahan.” “Hiphop, sebuah kultur yang terdiri dari DJ, MC, Graffitti dan BBoy, adalah kecintaan saya. Bahkan dihadapkan dengan berbagai jenis musik sebagai penyiarpun, saya selalu cinta hiphop. Hiphop di era 90an ketika masuk Indonesia penuh dengan irama irama selebratif, Dj Jazzy Jeff and The Fresh Prince, Naughty By Nature, RUN DMC, jadi jalan keluar ketika hidup saya lagi terpuruk karena 2 orang yang saya sayangi tidak bisa akur sehingga harus pisah. Hiphop saved my life” Pandji yang mengawali karirnya sebagai penyiar radio dan host ini memutuskan untuk mengeluarkan karya yang sesuai dengan passion dan hobinya sejak remaja yaitu membuat album hiphop. Ide mengeluarkan karya berupa album hiphop itu terinspirasi dari nasihat istrinya yaitu Gamila Arief untuk saatnya Pandji berkarya dan jangan bekerja terus. Nasihat istrinya itu membuat Pandji semakin semangat untuk bisa berkarya lewat musik hiphop. Awal karir bermusik Pandji dimulai pada tahun 2008 dengan mengeluarkan album hiphop pertamanya yang berjudul Provocative Proactive. Di album pertamanya ini Pandji bekerja sama dengan beberapa musisi tanah air untuk mengisi beberapa bagian dari lagu-lagu yang ada di album pertama ini. beberapa musisi itu seperti seperti Tompi, Angga Puradireja dan istrinya sendiri Gamila Arief. Pada 2009, ia juga meluncurkan album kedua, You'll Never Know When Someone Comes In And Press Play On Your Paused Life. Ia tampil di beberapa acara musik seperti Soulnation. Albumnya pada 2010, Merdesa, menuai keuntungan besar dengan menerapkan strategi Free Lunch Method yang diakui oleh Hermawan Kertajaya. Pada tanggal 21 Mei 2012, bertepatan dengan 14 tahun turunnya Soeharto, Pandji mulai meluncurkan album hiphop keempat yang berjudul 32. Lagu lagu seperti Demokrasi Kita dan Indonesia Free adalah
56
musikalisasi dari pidato Mohammad Hatta. Album 32 juga berisi lagu seperti GR feat Abenk Ranadireksa (Soulvibe), lalu Untuk Sahabatku feat Davinaraja (The Extralarge) yang ia tulis sebagai persembahan kepada para penikmat musiknya selama 5 tahun berkarier. Apabila diperhatikan secara seksama, hampir semua lagu dalam album hiphopnya, Pandji selalu menyuarakan pesan-pesan nasionalisme, perubahan sosial, dan kritik sosial. Tidak heran kalau dia dikenal sebagai rapper nasionalis. Mengenai alasan dia sering memasukkan pesan-pesan nasionalisme, kritik sosial dan perubahan sosial dalam lagu-lagunya, Pandji dalam salah satu wawancara berjudul “Hip hop: Media Protes yang Membantu Saya” yang dilakukannya dengan hiphopindo.net menegaskan bahwa hip hop adalah media protes yang ampuh
untuk
menyuarakan
ragam
kegelisahannya
terhadap
berbagai
permasalahan krusial di Indonesia, seperti demokrasi, nasionalisme, sosial, politik, budaya, dan pendidikan. 2 Diantara musisi hiphop/rap tanah air, Pandji merupakan sosok yang cukup berpengaruh di kalangan anak muda dan di sosial media, salah satu contohnya pada tahun 2009, ketika terjadi pengeboman di JW Marriot dan Ritz Carlton, Jakarta,
Pandji
beserta
teman-teman
musisi
lain
menggunakan
tagar
#IndonesiaUnite di Twitter untuk memberikan pesan kepada pengguna sosial media di seluruh dunia bahwa Indonesia masih aman dan tidak perlu takut untuk menghadapi ancaman bom. Tagar #IndonesiaUnite yang isinya banyak mengandung hal-hal positif mengenai Indonesia, akhirnya berhasil menjadi Trending Topic World Wide hampir dalam seminggu. Dan lagu Pandji yang 2
http://hiphopindo.net/pandji-hip-hop-media-protes-yang-membantu-saya/ diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 14. 00 WIB
57
berjudul Kami Tidak Takut sukses menjadi lagu anthem di acara-acara televisi yang topiknya berbicara mengenai kejadian bom dan perlawanan rakyat Indonesia dalam menghadapi ancaman bom.3 Selain itu lagu Untuk Indonesia cukup sukses mencuri perhatian anak muda di Indonesia lewat sosial media youtube untuk lebih mencintai negeri ini dan melakukan perubahan untuk negeri ini. Hal itu pula yang menjadikan alasan peneliti untuk menggunakan Pandji sebagai subjek penelitian dalam penelitian ini. Dari segala macam aktivitas dan karya Pandji khususnya melalui album hiphopnya yang banyak berkaitan dan memuat pesan sosial politik itu, pada tahun 2013 Pandji masuk dalam jajaran The Icons versi majalah Rolling Stone Indonesia. The Icons adalah sosok inspiratif, berpengaruh dan banyak menciptakan karya dan prestasi sepanjang tahun 2013 dan selama 8 tahun Majalah Rolling Stone Indonesia berdiri. Dalam jajaran The Icons ini Pandji disesejarkan dengan, Jokowi-Ahok dan Anies Baswedan.
B. Deskripsi Umum Album 32 Album 32 merupakan album musik yang dikeluarkan di era refomasi yang khusus menyuarakan kritik-kritik sosial dan perlawanan kepada hegemoni orde baru yang masih menghinggapi masyarakat Indonesia saat ini. Apabila berbicara mengenai kritik sosial mengenai orde baru melalui musik, Iwan Fals merupakan musisi yang cukun concern pada hal itu. Tetapi sesudah runtuhnya orde baru dan memasuki era reformasi, hampir tidak ada musisi yang mengeluarkan album secara khusus untuk menyuarakan kritik sosial terhadap hegemoni orde baru yang
3
http://pandji.com/makeyourmove/ diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 14. 00 WIB
58
masih ada hingga saat ini. Dan album 32 merupakan album yang secara khusus menyuarakan pesan-pesan perlawanan dan kritik sosial terhadap hegemoni orde baru di era reformasi saat ini. Album 32 adalah bentuk penumpahan emosi, ide, pikiran dan perasaan Pandji atas realitas sosial yang dia rasakan terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi di Indonesia. Album yang baru dirilis Pada tanggal 21 Mei 2012, bertepatan dengan 14 tahun turunnya Soeharto, Pandji mengungkapkan “Konsep besar dari album 32 adalah 32 tahun rezim Soeharto yang berdampak kepada 32 tahun kehidupan saya.”4 Konsep besar itu dia tuangkan dalam lagu-lagu yang bernada perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru yang masih ada hingga saat ini, walaupun Orde Baru sudah ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa dan politik pada tahun 1998. Dalam album ini, Pandji banyak mengkritik masyarakat yang masih belum bisa lepas dari pemerintahan otoriter (baca: hegemoni Orde Baru). Seperti Lagu “Berani Mengubah”, “Menolak Lupa” dan “Terjebak” feat Reptamasta dari Jogja sangat mewakili konsep album 32 ini dengan pesan yang mengajak pemuda untuk tidak lupa apa yang terjadi di masa lalu dan tidak dengan mudah merasa bahwa era Soeharto lebih baik. Karena banyak hal hal yang terjadi di masa itu yang merupakan bagian kelam dari Republik Indonesia.5 Selain itu lagu seperti “Demokrasi Kita” dan “Indonesia Free” adalah musikalisasi dari pidato Mohammad Hatta yang menurut Pandji perlu untuk diketahui oleh generasi muda Indonesia. “Banyak di antara anak muda di Indonesia yang enggan membaca,
4
http://hiphopheroes.net/album-ke-4-pandji-pragiwaksono-32%E2%80%B3 diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 14. 00 WIB 5 Ibid
59
padahal isi dari pidato pidato ini bukan hanya mengagumkan, tapi juga relevan dengan kehidupan di Indonesia jaman sekarang.Karena itu saya putuskan untuk memusikalisasi pidato tersebut dalam lagu hiphop.”6 Dalam wawancara dengan Hiphopindo.net Pandji juga mengutarakan bahwa pesan dari album ini adalah “agar anak muda Indonesia sadar sejarah sebelum beropini terhadap sejarah tersebut. Belajar dari kesalahan yang lampau, dan tidak melaju mengulangi kesalahan tersebut.”7 Album 32 sangat relevan dengan kondisi sosial politik saat ini, dimana Negara Indonesia yang kurang lebih sudah 16 tahun menjalani masa reformasi sejak turunnya Soeharto (Orde Baru) yang pernah berkuasa selama 32 tahun, tetapi justru sebagian rakyat Indonesia malah merindukan atau ingin kembali ke masa Orde Baru karena jengah dengan kondisi sosial saat ini yang ternyata tidak lebih membaik dibandingkan dengan masa Orde Baru. Selain itu juga album ini sangat terkait dengan tahun-tahun politik (2012-2014) yaitu pemilihan legislative dan presiden Indonesia di tahun 2014, dimana sebagian partai politik menggunakan nama besar Soeharto atau program-program Orde Baru yang dianggap berhasil dan menyejahterakan rakyatnya sebagai jargon-jargon kampanye mereka.
C. Album Musik Dan Penghargaan 1. Album Musik a. Provocative Proactive
6
Ibid http://hiphopindo.net/konsep-besar-pandji-untuk-album-32/ diakses pada tanggal 12 januari 2015, pukul 14. 00 WIB 7
60
Album pertama yang dirilis 2008 ini, lebih banyak bercerita mengenai keresahan yang Pandji rasakan, seperti mengenai pembajakan lagu di Indonesia dalam lagu Bajak Lagu Ini, kecintaan dan menumbuhkan semangat nasionalisme dalam lagu Untuk Indonesia dan You Think You Know (Indonesia), kritik sosial dalam lagu Ada Yang Salah dan kritik terhadap Kepolisian Republik Indonesia dalam Lagu Atas Nama Kebenaran. b. You'll Never Know When Someone Comes In And Press Play Your Paused In Your Life Album kedua yang dirilis pada tahun 2009 ini lebih banyak bercerita mengenai kehidupan Pandji sebagai seorang ayah dan suami. Namun Pandji tetap menyelipkan lagu-lagu yang bertema nasionalisme dan kritik sosial, seperti lagu Kami Tidak Takut dan GBK. c. Merdesa Album ketiga yang dirilis pada tahun 2010 ini bisa dibilang album yang paling laris penjualannya karena Pandji menerapkan teknik marketing Free Lunch Method dalam menjual albumnya ini. Selain itu hampir semua di album ini bercerita mengenai kritik sosial dan politik, seperti Lagu Melayu, Perhatikan, Was Here, Tangan Kotor, Menoleh, Menyingkir, DPR, dan Takkan Usai. d. 32 Album keempat yang dirilis pada akhir tahun 2012 ini sangat kental muatan
sosial
politiknya.
Selain
lagu-lagunya
yang
bertema
perlawanan dan kritik sosial, lagu-lagu dalam album ini memiliki tema
61
yang sama yaitu perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru dan romantisme masyarakat terhadap rezim Orde Baru. Lagu-lagu seperti Berani Mengubah, Indonesia Free, Demokrasi Kita, Menolak Lupa, Pemuda Bodoh, dan Terjebak, sangat kental pesan perlawanan dalam melawan hegemoni Orde Baru dan kritik sosial. 2. Prestasi dan Penghargaan a. Penghargaan Tokoh Populer Pro-HAM dari KONTRAS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) – 2015 b. The Icons Versi majalah Rolling Stone Indonesia – 2013 c. Penghargaan Youth Icon Marketeer 2010 For New Wave Marketing versi MarkPlus dalam penjualan album Merdesa dengan menggunakan metode Free Lunch Method – 2010 d. Co-Founder Ref Basketball Clothing, Random Creative House, dan Kolam Komik e. Co-Founder Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia and C3 Friends (Community For Children With Cancer) f. Unilever Brand Ambassador for Lifebouy – 2009-2010 g. Ambassador for UNDP “Stand Up Take Action, End Poverty Now!” – 2009 h. Spokesperson for: FAO “1 Billion Hungry Petition”, KEMENDAG World Expo, US Embassy “Intellectual Property Rights Awareness”, Sampoerna foundation “Save A Teen” Campaign” - 2010
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Struktur teks, kognisi sosial, dan konteks sosial adalah bagian integral dan tidak dapat dipisahkan dalam kerangka analisis Van Dijk. Kalau suatu teks mempunyai ideologi tertentu, maka itu berarti menandakan dua hal. 1 Pertama, teks tersebut merefleksikan struktur model si pembuat teks ketika memandang suatu peristiwa atau persoalan. Kedua, teks tersebut merefleksikan pandangan sosial secara umum, skema kognisi masyarakat atas suatu persoalan. Untuk itu diperlukan analisis yang luas bukan hanya pada teks tetapi juga kognisi individu pembuat teks dan masyarakat. A. Analisis Teks Album 32 Dalam dimensi teks, analisis diarahkan pada struktur dari teks wacana itu sendiri. Struktur sebuah wacana tekstual menurut Van Dijk terbagi dalam tiga tingkatan, dimana ketiga tingkatan tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi yang pada akhirnya membentuk makna wacana secara keseluruhan. Ketiga tingkatan tersebut yakni, Struktur Makro, Super Struktur dan Struktur Mikro. Analisis pada tataran dimensi teks ini murni hanya akan menyandarkan penelitiannya berdasarkan data primer (teks) yakni lirik-lirik lagu dalam album 32 yang bertemakan perlawanan dan kritik sosial yaitu “Menolak Lupa”, “Terjebak”, “Demokrasi Kita”, “Berani Mengubah”, dan “Pemuda Bodoh”. 1. Struktur Makro/Tematik 1
Teun Van Dijk, “The Interdiciplinary Study Of News as Discourse”, www.discourses.org/articles / diakses pada tanggal 25 Februari 2015, pukul 14.00 WIB
62
63
Unsur global dari wacana disebut tematik. Tema merupakan gagasan inti dari suatu teks yang menggambarkan apa yang ingin disampaikan oleh seorang penulis kepada pembaca melalui tulisannya dalam melihat atau memandang suatu peristiwa. Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks. Tema menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh pembuat teks (dalam hal ini Pandji Pragiwaksono) dalam lirik-lirik lagu album 32. Lirik-lirik lagu dalam album 32 merepresentasikan pada kita mengenai pandangan pembuat teks lirik lagu ini tentang kondisi indonesia hari ini, dimana secara umum kondisi tersebut digambarkan dengan ketidakadilan dalam penegakkan hukum, anak-anak muda yang buta sejarah dan politik Indonesia sehingga banyak dijadikan alat politik oleh politisi-politisi jahat di negeri ini, masyarakat Indonesia yang sebagian masih terjebak romantisme Orde Baru, dan juga ajakan masyarakat Indonesia untuk melakukan perubahan menuju Indonesia yang lebih baik. a. Romantisme Masyarakat dan Kebangkitan Orde Baru Salah satu topik yang mendukung tema utama dalam album 32 adalah kebangkitan Orde Baru dan romantisme masyarakat akan kesejahteraan di masa Orde Baru. Dalam menyambut pemilihan legislative dan presiden 2014, banyak politisi tanah air dengan berbagai mesin politiknya melakukan kampanye dengan menggunakan nama besar Soeharto dan romantisme Orde Baru untuk mendapatkan dukungan dan simpati dari masyarakat. Sehingga calon-calon pemilih dalam pemilu 2014 ini yang sebagian besar anak muda dan diperkirakan pada waktu Soeharto masih menjadi presiden kala itu mereka masih berumur 5-10
64
tahun bisa dengan mudah dipengaruhi dengan kampanye-kampanye politik yang berisikan romantisme Orde Baru.2 Padahal banyak dari mereka yang tidak paham apa yang terjadi pada Orde Baru, dan banyak dari kebijakan Orde Baru yang sebenarnya merugikan masyarakat. Mengenai romantisme Orde Baru ini, Pandji menuangkan dalam lirik-lirik lagunya dalam album 32, seperti berikut ini: Lirik lagu - Terjebak Berkubang dalam lumpur, Merasa nyaman dalam kotor dan dosa berumur Terlalu kusam tuk dibersihkan, Terlalu dalam tuk diselamatkan Terlalu ingin rakyat dibuat senang, Walau semu dan lahir dari kebohongan Dibuat percaya di masa lalu kita berjaya, Dibuat rindu ingin seperti dulu Ingin punya pemimpin sekuat itu, Tak mau tahu dibalik senyumannya itu Rakyat di-bully dibungkam lalu, dianggap angin lalu Jangan ulangi kesalahanmu, terjebak kita terbelenggu slalu Hidup tak berjalan mundur, jangan kendur (Repstamasta) Uyee... On Fire! Tetap semangat jalani hidup Jangan tengok! Masa lalu, yang lalu biar cepat berlalu Never give up! Wake up! Ayo semangat! Yo Man! Never give up! Wake up! Ayo semangat! E Yo! Lekas bangkit... Cepat! Gapai cita... Jangan! Pernah ragu-ragu Ayo gapai citamu Reff Terjebak masa lalu Rakyatku 2
http://news.okezone.com/read/2013/11/06/373/892681/anak-muda-tentukan-pemenang-pemilu2014 diakses tanggal 10 Maret 2015 pukul 11.00 WIB
65
Bangsaku susah maju Selalu Tatap masa depanmu Melaju Dengan semangat baru Lirik lagu – Berani Mengubah 32 tahun gua hidup, kita masih dibayang-bayangi oleh 32 tahun kepemimpinan "The Smiling General" itu. Hooo..! Berhenti membandingkan hari ini dengan masa lalu. Tanggung jawab hanya di elu dan di gua untuk membuat bangsa ini maju. Bangun bangsaku! Dari tidurmu! Hidup bukan di masa lalu, mari melaju! b. Lemahnya Penegakkan Hukum di Indonesia Topik lain yang disajikan dalam tema sentral dalam album ini adalah lemahnya penegakkan hukum dan keadilan di Indonesia, khususnya kasus-kasus hukum dan HAM yang terjadi pada masa Orde Baru. Dalam album 32, Pandji menyinggung masalah kasus hilangnya Widji Thukul, pengungkapan kasus pembunuhan Munir, dan pelaku-pelaku kejahatan dari kasus orang-orang hilang dan meninggal dalam tragedi kerusuhan 1997-1998. Mengenai kasus-kasus tersebut dan penegakkan hukumnya yang tidak kunjung selesai, Pandji menuangkan pemikirannya dalam lirik lagu seperti berikut ini : Lirik lagu – Menolak Lupa Widji Thukul nama yang sederhana, hidup yang sederhana, tapi nyali luar biasa Bagaimana bisa anak seorang tukang becak Jadi pemuda yang berbahaya di mata penguasa Kalau bukan karna tajamnya sebuah ucapan Aku ingin jadi peluru juga Yang menghujam ketidakadilan kepada rakyat jelata Berpindah dari kota ke kota, menghindari tangkapan penguasa Lalu di tahun '98, kau menghilang hingga sekarang Hanya satu kata, "LAWAN!"
66
Hanya satu kata, "LAWAN!" Hanya satu kata, "LAWAN!" Terima kasih kawan, kami lanjutkan perjuangan Reff Pahlawan, kami merindukan kamu Pejuang, kami merindukan kamu Pahlawan, kami merindukan kamu Warisanmu Munir adalah nyali dan hatimu, Munir Untuk mereka yang merasa tersingkir Kau melawan dan berjuang tanpa akhir Mereka bisa meracuni satu gelas saja Tapi takkan bisa meracuni gelas sebangsa Kupastikan mereka kan slalu ingat Itu perjuanganku melawan lupa c. Ajakan Melakukan Perubahan Topik selanjutnya menguraikan mengenai bagaimana Pandji mengajak seluruh lapisan masyarakat khususnya anak muda untuk melakukan perubahan untuk Indonesia yang lebih baik. Pandji mengajak rakyat Indonesia khususnya anak muda untuk lebih peduli dengan segala masalah yang ada di Indonesia dan melakukan perubahan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Perubahan itu ditujukan agar masyarakat Indonesia bisa lebih melihat kedepan dan tidak usah terlalu lama terjebak dalam romantisme Orde Baru yang semu. Gerakan perubahan itu akan menentukan masa depan Indonesia ke arah yang lebih baik. Pandji menguraikan pemikirannya tersebut dalam penggalan lirik lagunya berikut ini: Lirik lagu – Berani Mengubah Tutup kedua matamu, hindari kenyataan yang ada di depanmu. Bungkam mulutmu, simpan suara lantangmu yang bisa kau gunakan tuk bela mreka yang lebih lemah darimu. Sumpal telingamu agar teriakan rakyat tak perlu kau indahkan. Dudukkan tubuhmu, tak usah berdiri dan berjuang selain untuk dirimu, hanya hidupmu
67
Ketidakpedulianmu akan berbalik kepadamu dalam wujud setan berjubah berbambu. Berjuang untuk siapapun yang isi kantong dgn kemewahan semu dan palsu. Jangan kau lawan mereka, Sesungguhnya mereka tawanan sangkar emas para penguasa. Bukalah mata, buka telinga dan berani teriak, berjuang untuk bangsa Indonesia. Aaww!! CHORUS Bangun bangsaku! Dari tidurmu! Hidup bukan di masa lalu, mari melaju! (2X) Sesungguhnya Indonesia adalah sebuah konsep persatuan luhur dalam keragaman. Keberhasilannya di tangan rakyatnya seperti halnya kesaktian Pancasila. Nafasnya hanya akan sepanjang gandengan tangan yang memperjuangkannya. Para pesimis hanya bergunjing di belakang, cuma bisa numpang sambil berpangku tangan. d. Ketimpangan Sosial dan Praktik Korupsi Topik lain yang diuraikan dalam album 32 adalah ketimpangan sosial yang terjadi karena tidak meratanya pembangunan di Indonesia. Contohnya kesejahteraan di pulau jawa sangat jauh berbeda dengan yang di Papua, akibatnya dimana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Ditambah pula dengan perilaku korupsi yang sudah merajalela di negeri ini bahkan sampai level tertinggi sekalipun yaitu presiden. Pandji menguraikan praktik korupsi dan dampak dari korupsi itu sendiri seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, dan tidak meratanya pembangunan di Indonesia dalam lirik lagu berikut ini:
Lirik Lagu – Demokrasi Kita
68
Kecewa kita akan negara. Janji tak sama dengan yang dipandang mata. Di mana-mana rakyat tak puas, Kesetaraan tiada, tak lagi kita merasa sebangsa. Demokrasi terlantar karena, Tikus-tikus politik gerogoti negara. Di sana sini merintih minta merdeka, Pemuda, inikah hasil terbaik demokrasi kita?! Dengan keterkaitan secara umum antara berbagai topik dalam lirik-lirik lagu dalam album 32, tematik teks wacana berujung pada satu kesimpulan mengenai perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru dan kritik Pandji terhadap masyarakat yang terjebak dalam romantisme Orde Baru yang semu. 2. Superstruktur/Skematik Tema wacana juga didukung dengan cara penceritaan (skematik) tertentu, yakni bagaimana antara satu peristiwa dengan peristiwa lain dirangkai dalam satu teks. Dalam istilah lain superstrutur dapat juga diartikan bangunan atau skema teks yang runut dari awal sampai akhir dan kemudian membentuk satu kesatuan arti. Dalam sebuah lirik lagu, skema konstruksinya terdiri atas judul, intro, bait, dan Reffrain. Namun walaupun ada pembagian seperti ini, kesemuanya adalah satu kesatuan dari lirik, baik intro, bait, dan reffrein. Judul dalam sebuah lirik lagu memegang peranan penting sebagai sebuah gerbang yang akan mengantarkan kita pada hamparan makna yang terkandung dalam bait-bait lirik lagu. Menurut Van Dijk, judul termasuk dalam kategori yang membentuk summary sebuah teks. Skema lanjutan setelah judul dalam sebuah lirik lagu adalah bait pembuka atau yang biasa kita kenal dengan intro. Jika dikomparasikan dengan stuktur sebuah teks berita, maka intro ini bisa
69
dianalogikan sebagai lead berita yaitu sebagai penghubung antara Judul dan isi teks secara keseluruhan. Ringkasan mengenai gagasan umum dalam lirik lagu ini telah dilakukan melalui skematik judul dan bait intro, sedangkan pengejawantahan dari ringkasan tersebut adalah terletak pada bagian tubuh lirik atau bait-bait selanjutnya. Pada bait kedua, bait ketiga, dan bait kelima. Melalui penempatan ini, bait-bait tersebut diposisikan sebagai kepanjang tanganan dari judul dan bait intro. Dalam sebuah lirik lagu strategi penyusunan bagian yang dianggap tidak atau kurang penting dengan bagian yang penting adalah dengan menggunakan reffrain. Reffrein merupakan bagian ulangan (pada syair lagu), perulangan syair lagu”.3 Reffrein atau disingkat reff juga merupakan klimaks yang diberi penekanan khusus oleh sang penulis lagu. Penekanan ini mengindikasikan bahwa bagian yang disuarakan dalam reff adalah suatu yang penting, suatu yang ingin ditonjolkan. a. Lirik Lagu Menolak Lupa Pandji menggunakan judul “Menolak Lupa” sebagai penghargaannya kepada para pahlawan yang seharusnya kita kenang jasa-jasanya tetapi justru malah terlupakan di negeri ini. Padahal pahlawan-pahlawan itu begitu besar jasanya bagi negeri ini. Selain itu “Menolak Lupa” adalah bentuk sikap Pandji terhadap kasus-kasus yang tidak pernah diselesaikan dengan baik dan justru malah dilupakan oleh rakyat Indonesia, seperti kasus-kasus HAM di negeri ini. Oleh karena itu judul lagu ini bisa diartikan sebagai menolak lupa terhadap kasus-kasus kekerasan, pembunuhan, ketidakadilan khususnya yang berkaitan dengan HAM.
3
Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya : Karya Utama, 2002), h. 527
70
Skema selanjutnya adalah bagian intro. Intro dalam lagu “Menolak Lupa” adalah sebagai berikut ini: Tidakkah kita merasa kehilangan, Orang-orang yang selama ini kita andalkan? Mari kita melawan lupa Mari kita menolak lupa Bait pembuka adalah bait yang mengundang pendengar untuk terus berada dalam dimensi lagu tersebut, ketika Intro ini cukup menarik biasanya pendengar akan tetap melanjutkan mendengar lagu ini. Dalam lagu “Menolak Lupa”, Pandji menggunakan bait-bait tersebut untuk menegaskan bahwa lagu ini minibiografi mengenai empat tokoh yang menurut Pandji layak untuk dihargai jasa-jasanya kepada negeri ini, tetapi oleh generasi saat ini justru mereka dilupakan. Menurut Pandji, sosok-sosok pahlawan itu sampai mengorbankan nyawa mereka demi kebebasan dan kenyamanan yang kita miliki saat ini. Skema selanjutnya yaitu bait penjelas dari topik yang dibahas dalam lagu ini. Dalam lagu “Menolak Lupa” terdapat 4 bait penjelas. Masing-masing bait penjelas menjelaskan sosok pahlawan yang dianggap Pandji banyak berjasa pada negeri ini tetapi justru dilupakan oleh rakyat Indonesia. Sosok-sosok pahlawan itu adalah Mohammad Hatta, Abdurrahman Wahib (Gus Dur), Widji Thukul, dan Munir. Bait-bait penjelas seperti berikut ini: Bait Pertama (Mohammad Hatta) 14 Maret '80 Air mata ibu pertiwi membasahi Bumi indah ini Pergilah sosok bijak itu, Muhammad Hatta, rindu kami kepadamu Kau ajarkan kami bahwa Cinta saja tak cukup, perkaya diri dengan ilmu, merantau kalau perlu Kompetensi lah yang buat bangsa maju, itulah mengapa kau mencintai buku
71
Kau ajarkan kami untuk berani. Di negri yang menjajahmu, kau lantang, berdiri sendiri teriakkan pledoi "Indonesia Free!" Kau buktikan kata dan tulisan setajam belati. Kau korban perbedaan pendapat, namun kau tahu konflik tiada manfaat. Jabatan ditinggal tapi cinta disimpan rapat dalam hati, juga cita-cita untuk punya Bally. Bait kedua (Abdurahaman Wahib atau Gus Dur) Bosen sekolah, begadang nonton bola, waktu luang ke bioskop saja. Waktu muda, kita berdua tak jauh berbeda. Abdurrahman Wahid, Gusdur akrabnya. Mungkin itu mengapa kukagumimu, karena Indonesia masih sangat butuhkanmu. Diciptakan berbeda, tapi masih saja ada yang ingin kita satu, bukan bersatu bagai inginmu. Irian jaya jadi Papua, Bebas ekspresikan budaya Cina, Ganti jendral keras dengan reformis, Korupsi usut habis, pluralis, dan kontroversial abis. Mungkin memang kami butuh yang nekat, Tanpa kompromi, basa-basi yang menghambat. Kau slalu bisa, temukan jawaban yg singkat Dan buat lawan bungkam dan sewot. "Gitu aja kok repot..." Hah Bait ketiga (Widji Thukul) Widji Thukul nama yang sederhana, hidup yang sederhana, tapi nyali luar biasa Bagaimana bisa anak seorang tukang becak Jadi pemuda yang berbahaya di mata penguasa Kalau bukan karna tajamnya sebuah ucapan Aku ingin jadi peluru juga Yang menghujam ketidakadilan kepada rakyat jelata Berpindah dari kota ke kota, menghindari tangkapan penguasa Lalu di tahun '98, kau menghilang hingga sekarang Hanya satu kata, "LAWAN!" Hanya satu kata, "LAWAN!" Hanya satu kata, "LAWAN!" Terima kasih kawan, kami lanjutkan perjuangan
72
Bait Keempat (Munir) Warisanmu Munir adalah nyali dan hatimu, Munir Untuk mereka yang merasa tersingkir Kau melawan dan berjuang tanpa akhir Mereka bisa meracuni satu gelas saja Tapi takkan bisa meracuni gelas sebangsa Kupastikan mereka kan slalu ingat Itu perjuanganku melawan lupa Dalam lagu “Menolak Lupa” bagian Reff merupakan bagian terpenting karena bagian reff ini diulang sebanyak 8 kali. Reff seperti yang sudah diketahui merupakan klimaks yang diberi penekanan khusus oleh sang penulis lagu. Penekanan ini mengindikasikan bahwa bagian yang disuarakan dalam reff adalah suatu yang penting, suatu yang ingin ditonjolkan. Adapun bagian reff dari lagu “Menolak Lupa” adalah sebagai berikut: Pahlawan, kami merindukan kamu Pejuang, kami merindukan kamu Pahlawan, kami merindukan kamu b. Lirik Lagu – Terjebak “Terjebak”
adalah
judul
lagu
yang
digunakan
Pandji
untuk
merepresentasikan keadaan dimana sebagian rakyat Indonesia masih terjebak dalam Romantisme Orde Baru. Padahal rezim Orde Baru sudah tumbang hampir 16 tahun lamanya oleh gerakan mahasiswa dan politik. Orde Baru menurut Pandji merupakan rezim yang lebih banyak menimbulkan masalah atau kejahatan dibandingkan
kesejahteraan
bagi
rakyatnya.
Dalam
lagu
ini,
Pandji
mengungkapkan bahwa rezim Orde Baru sudah terlalu lama memimpin Indonesia selama hampir 32 tahun, sehingga rakyat sudah banyak yang terdoktrin akan kesejahteraan semu itu. Menurut Pandji, kesejahteraan yang dirasakan pada zaman
73
Orde Baru hanya dirasakan oleh segelintir orang dan terpusat hanya di pulau jawa. Rakyat Indonesia tidak pernah tahu bahwa pembangunan, keamanan, dan ketertiban yang selama ini dirasakan pada zaman Orde Baru, ada masyarakat yang jadi korban dari kebijakan-kebijakan Orde Baru terutama rakyat miskin yang direnggut hak-haknya oleh pemerintah Soeharto. Hak-hak yang direnggut itu mulai dari tempat tinggal mereka sampai kehilangan nyawa mereka. Tetapi rakyat terus dijerumuskan bahwa zaman Orde Baru lebih baik dari zaman sekarang. Bait pertama dalam lirik lagu “Terjebak” menguraikan keresahan Pandji mengenai hal tersebut. Berkubang dalam lumpur, Merasa nyaman dalam kotor dan dosa berumur Terlalu kusam tuk dibersihkan, Terlalu dalam tuk diselamatkan Terlalu ingin rakyat dibuat senang, Walau semu dan lahir dari kebohongan Dibuat percaya di masa lalu kita berjaya, Dibuat rindu ingin seperti dulu Selanjutnya untuk mendukung bait pertama atau intro diatas, maka dibutuhkan bait penjelas yang diuraikan dalam lirik lagu seperti berikut ini: Berdalih harga naik bersungut-sungut kenapa pada dasarnya semua panik Tanpa paham apa itu inflasi? Apa makna kalo pertumbuhan ekonomi negatif? Ketidaktahuan rakyat dimanfaatkan oleh wakilnya Ketakutannya jadi senjata tuk ciptakan ilusi kebutuhan kepada mereka Kita diyakinkan bahwa kita tak berdaya, kita tidak berkuasa Jadilah kita singa-singa yang dipimpin para domba Saatnya berontak, saatnya ilmu kita jadikan manfaat Jangan takut untuk berpendapat Kalo kebenaran terungkap mereka kan luluh lantak Kala dahulu kita diobral janji jalani hidup enak
74
Tapi apa sekarang pada bingung-bingung ngurus anak Kita yang menentukan jalan sebuah masa depan Bukan mereka, dia, atau orang berkuasa Buka kedua bola matamu lalu bangkit Tinggalkan fenomena, ayo bangkit! Buka kedua matamu lalu bangkit! Karena semua takkan kembali ke masa lalu Bangkit dan terus maju! Dan sebagai penekanan atas pesan atau makna yang ingin disampaikan dalam lagu ini, bagian reff diulang sebanyak 6 kali. Adapun bagian reff lagu “Terjebak” adalah: Terjebak masa lalu Rakyatku Bangsaku susah maju Selalu Tatap masa depanmu Melaju Dengan semangat baru c. Lirik Lagu – Demokrasi Kita Pandji yang menganggumi Mohammad Hatta, terinsipirasi untuk membuat lagu dengan judul yang sama dengan risalah yang ditulis Hatta pada tahun 1960 yaitu “Demokrasi Kita”. “Demokrasi Kita” pernah dimuat dalam Majalah Pandji Masjarakat. Risalah ini berisikan kritik Hatta kepada rekan seperjuangannya yaitu Soekarno. Tulisan ini berisi kritik terhadap Demokrasi Terpimpin yang digunakan Soekarno pada tahun 1960-an. Hatta kecewa dengan tabiat dan pembawaan flamboyan Sukarno, yang mempermainkan tata Negara. Demokrasi yang dicitacitakan Hatta yang seharusnya bisa mensejahterakan rakyat justru malah berakibat buruk di tangan pemimpin yang tidak bisa menggunakan demokrasi itu. Pada saat masa Demokrasi Terpimpin banyak sekali konflik-konflik politik dan sosial yang
75
merugikan masyarakat. Sehingga Hatta mengkritik pemerintahan Soekarno saat itu. Menurut Pandji kondisi saat ini sama seperti kondisi saat Hatta menulis “Demokrasi Kita”, dimana partai-partai politik gagal membawa negeri ini kearah yang lebih baik. Konflik-konflik sosial politik berpengaruh buruk pada kesejahteraan rakyat, korupsi semakin merajelela, ketimpangan sosial semakin terlihat jelas sedangkan elit-elit politisi kita malah semakin sibuk dengan kepentingannya masing-masing. Kritik Pandji dengan kondisi demokrasi saat ini yang banyak menimbulkan ketidaksejahteraan pada rakyat dituangkan dalam bait pertama lagu ini. Kecewa kita akan negara. Janji tak sama dengan yang dipandang mata. Di mana-mana rakyat tak puas, Kesetaraan tiada, tak lagi kita merasa sebangsa. Demokrasi terlantar karena, Tikus-tikus politik gerogoti negara. Di sana sini merintih minta merdeka, Pemuda, inikah hasil terbaik demokrasi kita?! Pandji yang sangat mengagumi Hatta dan juga tulisan- tulisannya yang sangat cocok dengan kondisi demokrasi Indonesia saat ini diperjelas lagi dalam bagian reff dalam lagu ini. Hatta kuteladani. Akal kujadikan pemimpin hati. Sampai akhir nanti, kupastikan republik ini tetap berdiri. Soekarno berironi, lawan perjuanganku sebangsaku sendiri. Sampai akhir nanti, kupastikan republik ini tetap berdiri. Walaupun mengkritik kondisi demokrasi saat ini, Pandji juga masih memiliki optimisme pada kondisi demokrasi Indonesia ke depannya untuk lebih
76
baik. Demokrasi memang kadang menimbulkan efek buruk apabila tidak diiringi dengan rasionalitas dan taat pada konstitusi dari para pelaku politik dan warga negaranya, sesuai dengan apa yang ditulis oleh Hatta dalam “Demokrasi Kita”. Optimisme itu dituangkan dalam bait kedua sampai keempat. Demokrasi akan berjalan baik, Kalau ada toleransi pemimpin politik. Walau tertindas kebebasan sendiri, Tapi kelak insyaf dan demokrasi kan bangkit kembali. Sejarah telah beri pelajaran kita, Demokrasi kan dihargai kembali, setelah... Dia lama menghilang dari pandangan bangsa. Dewasalah Indonesia untuk demokrasi kita! Demokrasi takkan sirna dari Indonesia. Tersingkir sementara, lalu kembalilah ia dengan tegapnya, Karena berurat dalam kehidupan kita. Tak mudah membangun demokrasi kita, Takkan pula lancar perjalanannya. Tapi bahwa ia akan muncul kembali, Bung Hatta berkata: "Itu takkan dapat dibantah." Pustaka Hatta: "Demokrasi Kita", Hingga kini masih terasa relevansinya. Tahun 60 hingga hari ini terbukti, Umur demokrasi ada di tangan kita. d. Lirik Lagu – Pemuda Bodoh “Pemuda bodoh” judul lagu yang digunakan Pandji untuk mengungkapkan keresahannya kepada sebagian anak muda Indonesia yang malas untuk mencari wawasan dan ilmu, melakukan perubahan dan juga bekerja keras. Sehingga menurut Pandji contoh anak muda seperti itu nantinya akan merugikan bangsa ini. Contohnya seperti cara hidup yang hedonis, percaya pada informasi-informasi yang tidak benar, dan tidak mau membantu terhadap sesama manusia yang membutuhkan. Padahal menurut Pandji anak-anak muda saat ini menikmati segala
77
kenikmatan dan kenyamanan di negeri bukan tanpa pengorbanan dari anak muda yang seumuran pada zaman dahulu ketika terjadi perang dan konflik untuk mencapai Indonesia merdeka dan sejahtera. Bait pertama dalam lagu ini langsung menghentak dengan lirik-lirik yang cukup satir. Adapun bait pertama lagu “Pemuda Bodoh” adalah sebagai berikut: Ey! Ey! Uh! Pemuda bodoh sedikit-sedikit terlalu mudah roboh. Kerjanya hanya selalu bersenang-senang tanpa memikirkan dampaknya untuk lingkungan. Hah! Pemuda bodoh tak mau mengisi dirinya dengan hal-hal yang bisa membuatnya lebih kokoh. Seperti pengalaman dan juga berharganya kegagalan. Uh! Yeah! Pemuda bodoh terlalu mudah untuk dibuat heboh. Informasi selintas dianggap pantas untuk jadi dasar pemikiran dan juga tindakan. Uh! Pemuda bodoh segeralah coba untuk membuka wawasan. Tambahlah bacaan! Gunakan pikiran! Dengarkan! Dan jangan cuma nongkrong sembarangan! Pandji dalam lagu ini didukung dengan bait penjelas yang dibawakan oleh Endrumarch dalam bait kedua, seperti beikut ini: Anak muda masa kini pergerakannya hanya sekitar jari yang penting terus update status. Dasar lo dam digi dam! Dam! Anak muda masa kini bisanya hanya minta duit mami. Yang penting penampilan terlihat berkelas. Tetap lo dam digi dam! Dam! Dam! Lagu ini tidak terdapat bagian reff. Sehingga bagian penekanan dalam lagu terdapat dalam bait ketiga dalam lagu ini yang dibawakan oleh Pandji. Para pemalas, jangan sekali-sekali merasa kau pantas Menikmati semua keindahan alam ini dan juga kemajuan yang ada di negeri ini. Uh! Ey! Para pemalas, ketahuilah bahwa kata "Bebas" diperjuangkan oleh mereka yang seumurmu. Berjuang dan bahkan mati hanya untukmu.
78
Uh! Uh! Para pemalas, kau buat negeri ini bagai bis patas. Berisi penumpang tanpa kesadaran, membuat bis ini suka berhenti sembarangan. Uh! Ey! Para pemalas, kucoba tunggu mampukah kau membalas ucapanku yang pedas? Apakah usahamu, perjuanganmu, dan ucapanmu, sama keras? e. Lirik Lagu - Berani Mengubah Pandji menggunakan judul lagu “Berani Mengubah” untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat khususnya anak muda untuk berani melakukan perubahan untuk negeri ini sesuai dengan kemampuan yang kita punya dan juga sekaligus berani untuk meninggalkan doktrin-doktrin dan hegemoni Orde Baru yang terus dirasakan rakyat Indonesia. Bentuk-bentuk hegemoni Orde Baru itu yang membuat rakyat Indonesia selalu bungkam terhadap perubahan, tidak peduli terhadap sesama dan masalah-masalah di negeri ini, karena menurut mereka semua itu adalah tugasnya pemerintah. Padahal rakyat juga bisa meringankan tugas pemerintah itu dengan cara melakukan perubahan yang dimulai dari sekitarnya. Pandji juga mengkritik rakyat Indonesia untuk lebih peka lagi dalam permasalahan sosial. Kritik itu berupa cibiran kepada ormas-ormas yang mengatasnamakan
agama
tetapi
bertingkah
layaknya
preman
dengan
menggunakan cara-cara kekerasan. Padahal ormas-ormas itu juga bukan representasi dari masyarakat tetapi justru bentukan pemerintah. Pemerintah sengaja membentuk ormas-ormas ini agar apabila ada konflik di masyarakat tidak
79
terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer, sehingga ormas-ormas ini yang akan turun ke jalan dan konflik tersebut bisa diarahkan ke konflik sosial. 4 Keresahan Pandji mengenai masalah diatas dituangkan dalam bait pertama dan didukung dengan bagian penjelas dalam bait kedua dan ketiga dalam lagu ini. E yo! 32 tahun gua hidup, kita masih dibayang-bayangi oleh 32 tahun kepemimpinan "The Smiling General" itu. Hooo..! Berhenti membandingkan hari ini dengan masa lalu. Tanggung jawab hanya di elu dan di gua untuk membuat bangsa ini maju. Tutup kedua matamu, hindari kenyataan yang ada di depanmu. Bungkam mulutmu, simpan suara lantangmu yang bisa kau gunakan tuk bela mreka yang lebih lemah darimu. Sumpal telingamu agar teriakan rakyat tak perlu kau indahkan. Dudukkan tubuhmu, tak usah berdiri dan berjuang selain untuk dirimu, hanya hidupmu Ketidakpedulianmu akan berbalik kepadamu dalam wujud setan berjubah berbambu. Berjuang untuk siapapun yang isi kantong dgn kemewahan semu dan palsu. Jangan kau lawan mereka, Sesungguhnya mereka tawanan sangkar emas para penguasa. Bukalah mata, buka telinga dan berani teriak, berjuang untuk bangsa Indonesia. Aaww!! Bagian penekanan dalam lagu ini terdapat di bagian reff dan akhir dalam lagu ini, yaitu sebagai berikut: Reff Bangun bangsaku! Dari tidurmu! Hidup bukan di masa lalu, mari melaju! Bangun bangsaku! Dari tidurmu! Hidup bukan di masa lalu, mari melaju! 4
http://www.tribunnews.com/nasional/2011/09/03/bocoran-wikileaks-fpi-itu-attack-dog-polri diakses tanggal 10 maret 2015 pukul 11.00 WIB
80
Mau kau kemanakan rakyat yang jadi korban? Mau kau kemanakan segala keberagaman? Mau kau kemanakan 350 Trilyun yang selama 32 tahun menghilang? Mau kau kemanakan media yang jadi korban? Mau kau kemanakan mahasiswa yang menghilang, yang diperjuangkan setiap kamisan? Mau kau kemanakan? Mau kau kemanakan!
3. Struktur Mikro Pada analisis struktur mikro elemen semantik digunakan untuk melihat wacana dari suatu teks. Semantik adalah makna yang ingin ditekankan dalam teks dari hubungan antar kalimat, hubungan antar proposisi yang membangun makna tertentu dalam bangunan teks. Elemen semantik merupakan elemen terkecil dalam sebuah teks wacana, namun tetap memiliki keterkaitan dan porsi yang sama dengan elemen lain (tematik dan skematik) dalam menentukan arah makna suatu teks wacana. a. Lirik lagu – Menolak Lupa Berkaitan dengan tema utama album ini, yaitu melawan hegemoni Orde Baru, Pandji memasukkan nama Widji Thukul dan Munir untuk mengingatkan rakyat Indonesia khususnya anak muda bahwa kedua orang tersebut sangat berjasa dalam melawan dan meruntuhkan rezim Orde Baru. Dari pesan yang ingin disampaikan Pandji dalam lagu Menolak Lupa, bisa dilihat dari latar yang digunakan dalam lagu ini, yaitu di bagian awal lirik. Tidakkah kita merasa kehilangan, Orang-orang yang selama ini kita andalkan? Mari kita melawan lupa Mari kita menolak lupa
81
Latar tersebut menegaskan bahwa pesan dari lagu ini adalah agar kita jangan pernah melupakan jasa-jasa dari sosok-sosok yang selama ini telah berkorban demi kemajuan Indonesia. Sosok-sosok yang berkorban demi kemajuan Indonesia itu selama ini telah dilupakan banyak orang, karena mereka tidak seterkenal dan seheroik tokoh-tokoh yang lain. Bahkan dua sosok dalam lagu ini yaitu Widji Thukul dan Munir, kasus hilang dan pembunuhannya belum terungkap dengan jelas hingga saat ini. Oleh karena itu pada bagian awal lagu Pandji memulai dengan lirik “Mari Kita Melawan Lupa, Mari Kita Menolak Lupa”. Elemen detil juga memperkuat pesan dan makna dalam lagu ini. Bagian reff dalam lagu ini mendapatkan porsi detil yang banyak karena diulang sebanyak 8 kali dan ditempatkan diantara perpindahan bait. Adapun bagian reff itu adalah sebagai berikut: Pahlawan, kami merindukan kamu Pejuang, kami merindukan kamu Pahlawan, kami merindukan kamu Selain itu elemen detil lain yang kental dengan unsur perlawanan adalah bait yang menceritakan Widji Thukul. Lirik “Hanya satu kata, "LAWAN!"” sebanyak 3 kali, dan diakhiri dengan lirik “Terima Kasih Kawan, Kami Lanjutkan Perjuangan”. Dalam melakukan perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru dan ajakan untuk menolak lupa yang ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat bisa dilihat dalam bait lirik yang menceritakan sosok Widji Thukul. Dalam bait tersebut dijelaskan bahwa biasanya orang yang melakukan perlawanan terhadap suatu rezim itu yang memiliki wawasan yang luas, tingkat pendidikan yang tinggi, serta
82
aktivis yang dikenal luas. Dengan menggunakan elemen pengingkaran bisa dilihat bagaimana seseorang yang sederhana, dan bukan siapa-siapa juga bisa menjadi terdepan dalam melakukan perlawanan terhadap rezim Orde
Baru. Bentuk
pengingkaran itu bisa dilihat dalam lirik berikut ini: Widji Thukul nama yang sederhana, hidup yang sederhana, tapi nyali luar biasa Bagaimana bisa anak seorang tukang becak Jadi pemuda yang berbahaya di mata penguasa Elemen metafora wacana perlawanan untuk menolak lupa juga bisa dilihat di bait yang menceritakan sosok Munir pada penggalan lirik berikut ini. Mereka bisa meracuni satu gelas saja Tapi takkan bisa meracuni gelas sebangsa Kupastikan mereka kan slalu ingat Itu perjuanganku melawan lupa Pesan yang ingin disampaikan dengan menggunakan elemen metafora ini adalah bahwa Munir seseorang yang sangat vokal dalam mengungkap kebenaran dan membela orang-orang tertindas bisa saja dibungkam dengan cara dibunuh (diracun), tetapi masih ada orang lain atau masyarakat yang meneruskan perjuangan Munir untuk mengungkap kebenaran dan melakukan perlawanan setiap tindak kejahatan di negeri ini. b. Lirik Lagu – Terjebak Latar dalam lagu ini bisa dilihat dari bait awal dalam lagu ini, yaitu sebagai berikut: Berkubang dalam lumpur, Merasa nyaman dalam kotor dan dosa berumur Terlalu kusam tuk dibersihkan, Terlalu dalam tuk diselamatkan Terlalu ingin rakyat dibuat senang, Walau semu dan lahir dari kebohongan Dibuat percaya di masa lalu kita berjaya,
83
Dibuat rindu ingin seperti dulu Latar dalam penggalan lirik lagu diatas menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia masih banyak yang tenggelam dalam romantisme Orde Baru. Romantisme ini diartikan sebagai keinginan untuk mengulang kembali masa lalu yang dibayangkan atau diingat sebagai masa-masa yang lebih baik dibandingkan saat ini. Pandji menggambarkan bahwa selama ini rakyat telah terkecoh dengan jargon-jargon Orde Baru yang banyak mensejahterakan rakyat. Kenyataannya kesejahteraan itu hanya semu belaka. Kesejahteraan yang dirasakan rakyat saat Orde Baru itu hanya segelintir orang saja yang merasakan. Kemajuan pembangunan yang dirasakan saat Orde Baru dijadikan kampanye dalam menarik simpati masyarakat padahal kenyataannya pembangunan itu tidak dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dan juga tidak merata ke seluruh wilayah Indonesia. Rakyat yang selama 32 tahun dipimpin Orde Baru sudah terlalu sulit untuk disadarkan dari segala kebohongan dan hegemoni Orde Baru. Elemen detil yang mendukung pesan dalam lagu ini bahwa rakyat telah diperdaya dengan jargon-jargon “masa Orde Baru lebih enak dibandingkan saat ini” adalah bisa dilhat dari penggalan lirik berikut ini: Berdalih harga naik bersungut-sungut kenapa pada dasarnya semua panik Tanpa paham apa itu inflasi? Apa makna kalo pertumbuhan ekonomi negatif? Ketidaktahuan rakyat dimanfaatkan oleh wakilnya Ketakutannya jadi senjata tuk ciptakan ilusi kebutuhan kepada mereka Maksud penggalan lirik tersebut adalah ketidaktahuan rakyat yang panik dengan kenaikan harga barang-barang pokok yang terjadi pada saat ini, Padahal kenaikan harga itu akibat dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
84
meningkat. Kenaikan harga-harga itu juga diiringi dengan kenaikan pendapat per kapita, Sehingga tidak adil kalau dibandingkan dengan harga-harga bahan pokok yang murah pada zaman Orde Baru. Era Orde Baru barang-barang pokok bisa murah karena juga dibantu dengan utang luar negeri yang berlimpah dari IMF. Sehingga sebenarnya pembangunan ekonomi Orde Baru itu mudah sekali runtuh sewaktu-waktu. Bahkan angka pertumbuhan ekonominya minus 13 persen.5 Dan puncak dari ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negeri adalah krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998. Ketidaktahuan rakyat yang mayoritas merupakan kelas menengah-bawah mengenai keadaan ekonomi Indonesia yang sebenarnya terjadi pada waktu itu dijadikan alat kampanye oleh sebagian politisipolitisi kita untuk mencari dukungan politik dan simpati dalam pemilu 2014. Elemen metafora dalam mendukung wacana perlawanan dan kritik sosial juga bisa dilihat dalam penggalan lirik berikut ini: Kita diyakinkan bahwa kita tak berdaya, kita tidak berkuasa Jadilah kita singa-singa yang dipimpin para domba Saatnya berontak, saatnya ilmu kita jadikan manfaat Jangan takut untuk berpendapat Kalo kebenaran terungkap mereka kan luluh lantak Kalimat “Jadilah Kita Singa-Singa Yang Dipimpin Para Domba” mempunyai arti bahwa selama ini sebenarnya rakyat mempunyai kekuasaan dan kemampuan untuk melakukan perubahan menuju Indonesia yang lebih baik, tetapi justru rakyat malah diperdaya oleh wakil-wakilnya di eksekutif dan legislative yang tidak mempunyai kompetensi untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Bahkan selama ini rakyat terus diperdaya dengan banyaknya korupsi yang dilakukan oleh elit-elit politisi kita sehingga banyak uang negara yang hilang, 5
http://www.indonesia-2014.com/read/2014/04/01/gincu-orde-baru-masih-laku#.VSs21dyUeSo diakses pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 11.00
85
yang seharusnya uang tersebut bisa mensejahterakan rakyat. Kalimat “Saatnya berontak, saatnya ilmu kita jadikan manfaat.Jangan takut untuk berpendapat” merupakan ajakan kepada rakyat Indonesia untuk lebih vokal lagi dalam mengungkap kebenaran dan perlawanan kepada wakil-wakilnya yang tidak kompeten dan merugikan masyarakat. Caranya, dengan bersikap terbuka terhadap segala informasi dan ilmu pengetahuan dan juga mau mengemukakan pendapat, kebenaran, dan kritik kepada pemerintah. c. Lirik Lagu – Demokrasi Kita Latar dari wacana kritik sosial yang ingin disampaikan dalam lagu ini bisa dilihat dalam penggalan lirik berikut ini: Kecewa kita akan negara. Janji tak sama dengan yang dipandang mata. Di mana-mana rakyat tak puas, Kesetaraan tiada, tak lagi kita merasa sebangsa. Dalam lagu ini, Pandji mengkritik keadaan demokrasi Negara Indonesia saat ini yang tidak bisa mensejahterakan rakyatnya dan justru malah kondisi sosial saat ini yang semakin memburuk karena konflik-konflik yang ditimbulkan oleh elit-elit politisi kita. Kekecewaan rakyat kepada Negara timbul karena elit-elit politisi kita yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongannya saja, sedangkan kepentingan rakyat dilupakan begitu saja. Diantara faktor penyebab kekecewaan rakyat terhadap kondisi demokrasi Indonesia saat ini adalah masih banyaknya kasus korupsi di Indonesia. Selain itu pembangunan ekonomi dan infrastruktur yang masih belum merata ke seluruh wilayah Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari elemen koherensi kondisional dalam penggalan lirik beikut ini: Demokrasi terlantar karena, Tikus-tikus politik gerogoti negara.
86
Di sana sini merintih minta merdeka, Pemuda, inikah hasil terbaik demokrasi kita?! Elemen praanggapan bisa digunakan dalam melihat wacana kritik sosial dalam lagu ini. Eriyanto mengungkapkan bahwa elemen praanggapan adalah pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Praanggapan hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan. 6 Elemen pranggapan dalam melihat wacana kritik sosial di lagu ini adalah bahwa kondisi demokrasi pasti akan mensejahterakan rakyatnya apabila elit-elit politisi kita tidak mementingkan pribadi mereka dan lebih mengutamakan kepentingan rakyat. Dan kondisi demokrasi seperti itu pasti akan ada di Indonesia dan membutuhkan proses yang tidak sebentar, karena Negara yang menggunakan system demokrasi pasti mengalami siklusnya sendiri. Adapun praanggapan dalam penggalan lirik lagu ini sebagai berikut: Demokrasi akan berjalan baik, Kalau ada toleransi pemimpin politik. Walau tertindas kebebasan sendiri, Tapi kelak insyaf dan demokrasi kan bangkit kembali. Sejarah telah beri pelajaran kita, Demokrasi kan dihargai kembali, setelah... Dia lama menghilang dari pandangan bangsa. Dewasalah Indonesia untuk demokrasi kita! Demokrasi takkan sirna dari Indonesia. Tersingkir sementara, lalu kembalilah ia dengan tegapnya, Karena berurat dalam kehidupan kita. Tak mudah membangun demokrasi kita, Takkan pula lancar perjalanannya. Tapi bahwa ia akan muncul kembali, Bung Hatta berkata: "Itu takkan dapat dibantah." d. Lirik Lagu – Pemuda Bodoh 6
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, (Yogyakarta: LKIS, 2011) h.256
87
Elemen latar dalam lagu ini bisa dilihat pada penggalan lagu beikut ini: Pemuda bodoh sedikit-sedikit terlalu mudah roboh. Kerjanya hanya selalu bersenang-senang tanpa memikirkan dampaknya untuk lingkungan. Pemuda bodoh tak mau mengisi dirinya dengan hal-hal yang bisa membuatnya lebih kokoh. Seperti pengalaman dan juga berharganya kegagalan Pada penggalan lirik tersebut ditegaskan bahwa latar belakang dari wacana kritik sosial dalam lagu ini adalah kritik terhadap pemuda-pemuda Indonesia yang hidupnya penuh dengan hedonisme dan tidak peduli terhadap masalah-masalah sosial di sekitarnya. Selain itu latar yang menjadi wacana kritik sosial dalam lagu ini adalah rakyat Indonesia khususnya anak mudanya yang selalu saja percaya informasi-informasi yang beredar di media, khususnya media sosial seperti twitter dan facebook tanpa mengecek dulu kevalidan informasi tersebut. Itu semua terjadi karena anak-anak muda ini malas dalam mencari infomasi dan menambah ilmu dan wawasan mereka. Akibatnya mereka sering diperdaya oleh politisi-politisi jahat di negeri ini dengan informasi-informasi yang tidak benar, bahkan informasi-informasi atau berita yang tidak pernah dicek kebenarannya itu menimbulkan keresahan di masyarakat. Lirik lagu ini juga diwarnai dengan pemakaian kosakata (leksikon) yang semuanya dipakai untuk menegaskan kegeraman Pandji terhadap anak-anak muda yang malas dalam mencari informasi juga anak muda yang tidak peduli terhadap masalah sosial di lingkungan sekitarnya. Misalnya ungkapan yang sama dengan judul lagu ini yaitu “pemuda bodoh” dan juga ungkapan dalam penggalan lirik berikut ini: Udah bego terus malas, mendingan elo jadi alas kaki biar bisa diinjek.
88
Dasar lo dam digi dam! Dam! Bisanya cuma ngeluh, ini kok gini ini kok gitu. Sini gua tabok biar lo sadar... elo trakodam digi dam! Dam! Dam! Elemen kata ganti juga mendukung wacana dari lagu ini yang khusus ditujukan kepada rakyat Indonesia khususnya anak muda yang sudah disebutkan ciri-cirinya dalam latar diatas, seperti dalam penggalan lirik berikut ini: Para pemalas, jangan sekali-sekali merasa kau pantas Menikmati semua keindahan alam ini dan juga kemajuan yang ada di negeri ini. Para pemalas, ketahuilah bahwa kata "Bebas" diperjuangkan oleh mereka yang seumurmu. Berjuang dan bahkan mati hanya untukmu. Kata Para Pemalas dalam lagu ini digunakan untuk lebih spesifik kritik yang ingin ditujukan oleh lagu ini. Kata-kata sindiran digunakan agar pesan kritik sosial yang disampaikan dalam lagu ini lebih efektif. Elemen metafora juga digunakan untuk mendukung wacana kritik sosial dalam lagu ini. Seperti dalam penggalan lirik berikut ini: Para pemalas, kau buat negeri ini bagai bis patas. Berisi penumpang tanpa kesadaran, membuat bis ini suka berhenti sembarangan. Penggalan lirik tersebut merupakan sindiran yang menggambarkan bahwa Negara Indonesia diibaratkan seperti bis patas, dimana di dalam bis patas para penumpangnya banyak yang egois dan tidak peduli terhadap orang lain. Artinya di Negara ini banyak sekali rakyat khususnya anak mudanya yang tidak peduli terhadap kondisi masalah sosial di lingkungan sekitarnya. Sehingga Indonesia susah untuk maju karena banyaknya anak muda yang tidak peduli dan tidak mau turun tangan dalam membantu masalah sosial di negeri ini.
89
e. Lirik Lagu – Berani Mengubah Latar dalam lagu ini mendukung tema utama dalam album 32. Wacana perlawanan dan kritik sosial dalam lagu ini bisa dilihat dari latar dalam penggalan lirik berikut ini: 32 tahun gua hidup, kita masih dibayang-bayangi oleh 32 tahun kepemimpinan "The Smiling General" itu. Berhenti membandingkan hari ini dengan masa lalu. Tanggung jawab hanya di elu dan di gua untuk membuat bangsa ini maju Penggalan lirik diatas menggambarkan latar dalam lagu ini yang ditujukan untuk mengkritik rakyat Indonesia yang masih terjebak atau dibayang-bayangi hegemoni Orde Baru. Pandji juga menyampaikan wacana perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru dengan cara berhenti membandingkan kondisi saat ini dengan zaman Orde Baru. Karena masa depan Indonesia ada di tangan rakyatnya masing-masing. Indonesia bisa maju apabila rakyatnya mau membantu pemerintah dan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Pesan yang ingin disampaikan dalam lagu ini agar rakyat Indonesia mau melakukan perubahan dan peduli terhadap masalah sosial di negeri ini bisa dilihat dari elemen detil. Seperti dalam penggalan lirik berikut ini: Sesungguhnya Indonesia adalah sebuah konsep persatuan luhur dalam keragaman. Keberhasilannya di tangan rakyatnya seperti halnya kesaktian Pancasila. Nafasnya hanya akan sepanjang gandengan tangan yang memperjuangkannya. Para pesimis hanya bergunjing di belakang, cuma bisa numpang sambil berpangku tangan.
90
Lirik lagu ini juga diwarnai dengan pemakaian metafora yang menggambarkan akibat dari ketidakpedulian masyarakat terhadap masalah sosial di negeri ini. Seperti dalam penggalan lirik berikut ini: Ketidakpedulianmu akan berbalik kepadamu dalam wujud setan berjubah berbambu. Berjuang untuk siapapun yang isi kantong dengan kemewahan semu dan palsu. Jangan kau lawan mereka, Sesungguhnya mereka tawanan sangkar emas para penguasa. Bukalah mata, buka telinga dan berani teriak, berjuang untuk bangsa Indonesia Maksud dari penggalan lirik diatas adalah masyarakat yang tidak peduli terhadap masalah sosial di Negara ini akan menjadi kesempatan yang baik bagi ormas-ormas yang mengatasnamakan agama dalam mencari simpati atau bisa memperkeruh masalah di negeri ini. Sebagai contoh, dalam beberapa kasus ormas-ormas Islam yang sering menggunakan kekerasan ini beberapa kali menyerang kelompok-kelompok agama minoritas. Padahal dalam UU Negara kita dijelaskan bahwa hak kebebasan beragama di negeri ini dilindungi oleh Negara. Kalaupun terjadi pelanggaran karena kasus pelecehan agama oleh sekelompok orang, seharusnya bisa diproses secara hukum bukan dengan main hakim sendiri oleh ormas-ormas itu. B. Analisis Kognisi Sosial Album 32 Analisis kognisi sosial adalah analisis yang digunakan peneliti guna mengetahui kognisi atau kesadaran mental produsen teks/penulis lirik lagu tersebut. Kesadaran mental ini akan berpengaruh terhadap produksi suatu wacana lirik lagu. Pendekatan kognitif ini didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak memiliki makna, namun makna itu diberikan oleh pemakai bahasa.
91
Terkait dengan kognisi sosial, pemahaman penulis lirik lagu dalam hal ini yaitu Pandji Pragiwaksono sangat berpengaruh terhadap sesuatu yang dituangkan ke dalam album 32. Dalam analisis kognisi sosial, peristiwa dipahami dan dimengerti didasarkan pada skema. Van Dijk menyebut skema ini sebagai model. Eriyanto mengungkapkan bahwa model yang tertanam dalam ingatan tidak hanya berupa gambaran pengetahuan, tetapi juga pendapat atau penilaian tentang peristiwa. Skema ini kemudian di konseptualisasikan sebagai struktur mental di mana tercakup di dalamnya bagaimana kita memandang manusia, peranan sosial dan peristiwa. 7 Dalam menganalisis album 32 dari dimensi kognisi sosial, peneliti menemukan beberapa skema/model yang digunakan Pandji sebagai penulis lirik dalam album 32. Skema pertama yang bisa dilihat dalam menganalisis album 32 ini adalah skema person. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan Pandji ditemukan bagaimana Pandji dalam memandang Orde Baru atau pemerintahan yang dipimpin Soeharto ini. Menurut Pandji, era Orde Baru penuh dengan korupsi besarbesaran, bahkan dampak dari korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto dan kroni-kroninya ini masih terasa hingga sekarang, seperti semerawutnya kota Jakarta dan ketimpangan sosial dan pembangunan yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal diatas tercakup dalam wawancara peneliti dengan musisi sekaligus penulis lirik lagu dalam album 32, yaitu Pandji Pragiwaksono.
“Korupsi besar-besaran yang tidak pernah terungkap, karena siapapun yang berusaha untuk mengungkap itu pasti “dihilangkan”. Jadi itu sih legacy terbesar dan terburuk dari eranya Soeharto.”8 “Hari ini masih terasa banget dampak korupsinya Soeharto karena dia sentralistik banget kebijakan yang dikeluarkan, jadi Cuma Jakarta 7
8
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.262 Wawancara Peneliti dengan Pandji Pragiwaksono di Balai Kartini, pada 20 Maret 2014
92
dan pulau jawa saja yang maju dan daerah lain itu jadi terbengkalai. Dampaknya sangat terasa sampai hari ini, bahkan kota Jakarta yang butut ini karena dampak korupsi besar-besaran masa Soeharto. Korupsi, kolusi, nepotisme, gratifikasi, itu sudah jadi sesuatu yang biasa disaat ini karena dimulai dari eranya Soeharto.”9 Pandji juga memiliki pandangan terhadap tokoh-tokoh yang sangat berjasa pada negeri ini tetapi mereka malah dilupakan bahkan tidak dikenali oleh rakyat Indonesia. Bahkan diantara tokoh yang dikagumi Pandji ini sangat berani menentang pemerintahan Orde Baru saat itu. Hasilnya, karena terlalu vokal dalam melawan Orde Baru, tokoh itu “dihilangkan” dan sampai saat ini belum diketahui keberadaannya. Tokoh-tokoh itu dituangkan dalam lagu Menolak Lupa. Berikut hasil wawancara peneliti dengan Pandji Pragiwaksono mengenai pandangannya terhadap Mohammad Hatta, Gus Dur, Widji Thukul, dan Munir. “Kalau Hatta, gue emang mengidolai dia dari lama. Kalau Gus Dur, gue pengen tahu perspektif gue ke orang tentang gusdur. Dan juga gue baru dapet komik gusdur pada waktu itu. Kalau Widji Thukul karena gue yakin ga banyak orang kenal dengan sosok Widji Thukul. Padahal menurut gue dia sosok yang penting untuk dibicarakan dan diketahui banyak orang. Dan Munir adalah wajah perjuangan untuk membela Hak Asasi Manusia. Jadi kalau di Indonesia ada wajah perjuangan HAM di Indonesia, ya itu wajahnya Munir. Dan wajah itu harus didorong kedepan karena perjuangan penegakan HAM di Indonesia masih berantakan.”10 Skema kedua yaitu skema diri. Dalam setiap karyanya Pandji selalu mengusung tema-tema nasionalisme, kritik sosial dan perlawanan. Tidak heran kalau Pandji kerap disebut sebagai anak muda yang nasionalis dan sering dijadikan sebagai idola bagi anak muda jaman sekarang. Disinggung mengenai hal itu Pandji mengungkapkan bahwa karya-karya yang dia hasilkan merupakan apa yang dia
9
Ibid Ibid
10
93
rasakan saat itu. Berikut hasil wawancara peneliti dengan Pandji ketika disinggung mengenai hal tersebut.
“Karena yang terasa pada saat gue bikin album ya kebanyakan tema-tema itu. Gue selalu kalau mau berkarya yang keluar apa yang urgent pengen keluar dari apa yang gue rasakan. Jadi setiap nulis lagu yang keluar ya apa yang bener-bener gue resahkan. Kalau mau tahu gambarannya, di album yang mixtape yang baru ini contohnya ada lagu tentang politik, tapi politiknya yang memang lagi rame-ramenya dibahas pada saat itu.Konteknya jaman sekarang banget atau kekinian banget. Terus juga di lagu “dengan tenang” lagu yang menceritakan apa yang gue rasakan saat itu kehidupan gue dan keluarga gue. Jadi ga harus nasionalisme dan kebangsaan.”11 Skema ketiga yang peneliti temukan dalam analisis kognisi sosial terhadap album 32 adalah skema peran. Dalam album 32, Pandji menyuarakan bahwa tanggung jawab kita sebagai musisi atau seniman untuk menyuarakan kebenaran dan perlawanan terhadap rezim yang penuh dengan kejahatan. Banyak rakyat Indonesia yang tertipu atau terlena dalam kebangkitan Orde Baru menjelang pemilu 2014 ini. Untuk itu dalam album ini dominan sekali wacana perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru. Berikut hasil wawancara peneliti dengan Pandji yang mengemukakan bahwa tanggung jawab musisi atau seniman untuk menyuarakan kebenaran dalam karyanya:
“Karena gue pengen anak muda kenal tokoh-tokoh tersebut, jadi gue mau membuat semacam minibiografi aja. Selain itu juga alasannya karena di Amerika Serikat ada grup hiphop yang namanya public enemy, terus mereka bikin poster bergambar Malcolm X sambil pegang senjata. Terus ada anak muda yang ngefans sama public enemy dan nanya “itu siapa sih Malcolm kesepuluh?” padahal itu Malcolm X. terus personelnya Chuck D bilang mungkin tanggung jawab kita juga untuk memperkenalkan anak-anak jaman sekarang siapa itu tokohtokoh sejarah yang yang menurut mereka ga penting dan itu jadi alasan yang sama juga kenapa gue menciptakan lagu menolak lupa.”12 11 12
Ibid Ibid
94
Dalam album ini Pandji juga mengkritik rakyat Indonesia yang mudah lupa terhadap dosa-dosa dari wakil-wakil rakyat dan pemimpin Indonesia, sehingga banyak rakyat Indonesia yang terjebak atau tertipu pada jargon-jargon politik yang menyesatkan. Pandji mengungkapkan tugas dari kita sebagai rakyat Indonesia mau mencari tahu Informasi yang sebenarnya dan mengkritik wakilwakilnya dan pemimpin yang melakukan penyelewengan kebijakan dan melakukan tindak kejahatan. Seperti dalam kutipan wawancara berikut ini: “Kalau dibilang salah mereka itu ga juga. Tapi bisa jadi salah mereka kalau mereka ga mau mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada masa Soeharto. Misalnya, ini yang gue tahu tentang A terus mereka ga mau mencari tahu hal yang lain, nah itu baru salah. Kalau mereka mau mencari tahu hal yang lain dari Soeharto, itu yang gue inginkan.”13 Pandji yang setiap karyanya selalu menyisipkan pesan kepada masyarakat khususnya anak muda untuk mengambil peran dalam melakukan perubahan untuk Indonesia yang lebih baik, mempunyai pandangan agar perubahan yang diimpikan itu dapat tercapai. “Modal yang paling kuat untuk melakukan perubahan, sadar atau tidak ya dia sedang melakukan perubahan adalah dengan tahu dia itu bagusnya dimana, dia itu bisanya apa, sukanya apa. Kalau dia paham bisanya apa dan sukanya apa, terus dia bisa jujur jalaninya walaupun tampak jalan yang dia lalui berat. Ini yang kaya gini yang bisa berdampak untuk perubahan buat Indonesia. Orang apa yang tahu apa passionnya, akan tahu kemana dia bisa berjalan, walau tahu jalannya panjang dan lama karena itu kecintaanya terhadap passion itu. Dan gue percaya, Indonesia bisa dibangkitkan dengan karya demi karya dan perubahan itu akan datang.”14
13 14
Ibid Ibid
95
Skema keempat yaitu skema peristiwa. Berikut ini adalah hasil wawancara peneliti dengan Pandji Pragiwaksono yang menggambarkan fenomena kebangkitan semangat Orde Baru dan masyarakat Indonesia yang tertipu dan terjebak dalam romantisme Orde Baru.
“Karena pada masa itu keresahan utamanya adalah ketidaktahuan orang pada masanya Soeharto/Orde Baru. Orang belum paham apa yang terjadi pada Orde Baru. Terus juga, itu kan lagi mau pemilu tuh, dan orang lagi nyebar-nyebarnya di truk dan stiker yang bertuliskan”masih enakan jamanku toh?” dan di sosial media juga lagi banyaknya yang omongin soal “enakan jaman Soeharto/Orde Baru”. Itu juga gue ga tau di sosial media siapa yang mulai awalnya, apa Tommy Soeharto atau partai golkarnya? Jadi, yaudah karena gue tau apa yang sebenarnya terjadi pada masa Soeharto, gue lawan balik wacana itu dengan album ini. Dan juga di tur stand up comedy merdeka dalam bercanda juga gue bahas mengenai Orde Baru/Soeharto. Ini penting banget gue suarakan karena justru jaman Soeharto itu ga ada enak-enaknya. Cuma bagi banyak orang, bahkan di kampus trisakti, kampus yang termasuk berjasa dalam menurunkan Soeharto, mahasiswanya banyak yang berpikir enakan jaman Soeharto. Jadi gue berpikir, ini pasti ada yang salah dan harus dilawan balik”15 Fenomena mengenai kebangkitan Orde Baru dan masyarakat Indonesia yang terjebak dalam romantisme Orde Baru didukung juga oleh hasil wawancara peneliti dengan Pandji ketika ditanyakan mengenai latar belakang dari lagu terjebak. “Lagu terjebak itu sangat mewakili semangat gue untuk kasih tahu orang supaya tidak terjebak dengan anggapan era Soeharto itu lebih enak. Makanya kan “terjebak masa lalu, bangsaku susah maju” itu adalah gambaran dari orang-orang yang menganggap era Soeharto itu lebih enak. Lagu ini paling pas mewakili album ini.”16 Selain skema/model, unsur lain yang berperan penting dalam proses kognisi sosial adalah memori. Eriyanto mengungkapkan bahwa lewat memori kita 15 16
Ibid Ibid
96
bisa berpikir tentang sesuatu dan mempunyai pengetahuan tentang sesuatu pula. Dalam setiap memori terkandung di dalamnya pemasukan dan penyimpanan pesan-pesan, baik saat ini maupun dahulu yang terus menerus digunakan oleh seseorang dalam memandang suatu realitas. 17 Dalam wawancara yang peneliti lakukan dengan Pandji Pragiwaksono, peneliti menemukan memori atau pengalaman pribadi yang membuat Pandji Pragiwaksono sangat menentang kebangkitan Orde Baru ini. “Pertama, bapak gue di INKAI.INKAI itu organisasi karate pertama di Indonesia. Terus juga ada beberapa organisasi lain. Tapi pemerintah juga bikin FORKI, dimana diatas FORKI ada jenderal.Terus INKAI disuruh pemerintah untuk masuk FORKI.Waktu itu bapak menolak, dan banyak pembesar INKAI juga menolak.Waktu itu hubungan antara bapak dan rezim militernya Soeharto ga pernah akur. Terus yang kedua, hari ini masih terasa banget dampak korupsinya Soeharto karena dia sentralistik banget kebijakan yang dikeluarkan, jadi Cuma Jakarta dan pulau jawa saja yang maju dan daerah lain itu jadi terbengkalai. Dampaknya sangat terasa sampai hari ini, bahkan kota Jakarta yang butut ini karena dampak korupsi besarbesaran masa Soeharto. Korupsi, kolusi, nepotisme, gratifikasi, itu sudah jadi sesuatu yang biasa disaat ini karena dimulai dari eranya Soeharto.Mau ga mau, itu juga berdampak pada hidup gue.”18 Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti melihat bahwasanya memori atau pengalaman pribadi yang selama ini Pandji rasakan ketika Orde Baru berkuasa maupun dampak dari kebijakan Orde Baru yang dia rasakan saat ini banyak memberikan kontribusi dalam setiap karya yang dia hasilkan, baik itu Musik, Stand Up Comedy, maupun buku.
17
18
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 264 Wawancara Peneliti dengan Pandji Pragiwaksono di Balai Kartini, pada 20 Maret 2014
97
C. Analisis Konteks Sosial Album 32 Analisis konteks sosial dimaksudkan untuk melihat konteks atau latar belakang terbentuknya teks tersebut. Menurut Eriyanto, wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat.19 Dalam penelitian ini peneliti membahas mengenai perlawanan dan kritik sosial mengenai semangat kebangkitan dan hegemoni Orde Baru menyambut pemilu 2014, maka kita perlu melihat bagaimana masyarakat memandang hal ini pula dan apa yang melahirkan pandangan tersebut.
Terkait dengan konteks sosial maka berdasarkan teks/lirik lagu dalam album 32 dapat diketahui bagaimana Pandji mencoba mengkritik atau melawan balik semangat kebangkitan Orde Baru dalam menyambut pemilu 2014 lewat lagu-lagu yang dia ciptakan dalam album 32. Dalam wawancara yang peneliti lakukan dengan Pandji Pragiwaksono, dia mengungkapkan bahwa latar belakang dari album ini adalah untuk merespon dari orang-orang yang tidak paham dan tidak tahu pada era kepemimpinan Soeharto.20 Pada saat album ini dibuat pada tahun 2012, ramai sekali perbincangan di media sosial dan kehidupan sehari-hari yang mulai membandingkan era Reformasi dengan era Orde Baru. Ditambah pula dengan berbagai rilisan hasil survey dari beberapa lembaga survey di Indonesia yang menyatakan sebagian mayoritas rakyat Indonesia menyatakan lebih suka kondisi saat era Orde Baru dibandingkan era Reformasi. 21 Fenomena ini juga
19
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.271 Wawancara Peneliti dengan Pandji Pragiwaksono di Balai Kartini, pada 20 Maret 2014 21 http://sorot.news.viva.co.id/news/read/221667-survei--daripada--soeharto/1 diakses pada tanggal 23 Maret 2014 Pukul 10.00 WIB 20
98
dijadikan peluang politik di pemilu 2014 bagi sebagian para politisi di negeri ini dalam menggunakan semangat Orde Baru untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat. Dalam menganalisis fenomena yang berkembang di masyarakat seperti konteks sosial di atas, Van Dijk dalam Eriyanto mengemukakan bahwa ada dua poin penting yang bisa digunakan dalam analisis konteks sosial, yaitu Kekuasaan (power) dan akses (Acces). 22 1. Kekuasaan Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai suatu kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol kelompok (atau anggota) kelompok lain. Masih menurut Van Dijk apa yang dimaksud dengan kepemilikan adalah selain memiliki sumber-sumber yang bernilai seperti modal, status atau pengetahuan juga memiliki kontrol atas tindakan-tindakan persuasif yang secara tidak langsung mampu mempengaruhi kesadaran mental, kepercayaan dan sikap.23 Dalam konteks praktik kekuasaan mengenai fenomena kebangkitan dan kerinduan masyarakat terhadap Orde Baru, bisa dilihat dari kepemilikan atas sumbersumber yang digunakan oleh sekelompok orang yang mempunyai kekuasaan di negeri ini untuk mengkampanyekan dan menggulirkan kembali semangat kebangkitan Orde Baru di masyarakat. Salah satu orang yang pertama kali menggulirkan semangat untuk membangkitkan Orde Baru adalah Tommy Soeharto, dengan mendirikan Partai Nasional Republik (NasRep) pada tahun 2011. Tommy yang merupakan anak bungsu dari Soeharto, jelas-jelas dalam dalam kampanye-kampanye politiknya mengusung kebangkitkan dan semangat Orde Baru. Penggunaan partai politik merupakan salah 22 23
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.272 Ibid
99
satu contoh praktik kekuasaan, dimana seseorang yang memiliki kekuatan modal dan uang seperti Tommy Soeharto bisa membuat partai untuk mencapai tujuannya. Tommy mencoba merangkul massa yang kecewa dengan era reformasi dan merindukan masa Orde Baru. 24 Jargon-jargon politik yang mengusung kembali
semangat Orde Baru ini juga didukung oleh hasil survey yang dilakukan beberapa lembaga survey seperti IndoBarometer dan Puskaptis pada tahun 2011 yang menyatakan mayoritas rakyat Indonesia lebih suka kondisi di era Orde Baru ketimbang era reformasi. Walaupun diakhir proses verifikasi partai peserta pemilu 2014, partai NasRep tidak lolos verifikasi untuk ikut serta dalam pemilu 2014 dan hasil survey-survey itu diragukan dan belum terbukti validitas metode dan datanya secara ilmiah. Tetapi, walaupun Partai NasRep gagal untuk ikut serta dalam pemilu 2014, semangat Orde Baru masih digunakan oleh partai lain untuk dijadikan branding politik mereka dalam meraih simpati massa. Partai Hanura dan Golkar merupakan partai yang mengusung semangat dan kejayaan Orde Baru untuk meraih simpati massa pada pemilu 2014. Partai Hanura dan Golkar itu sengaja memanfaatkan kekecewaan kelas menengah-bawah terhadap pembangunan ekonomi di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dengan alasan itu, mereka ingin menyampaikan pesan bahwa Orde Baru lebih baik dari sistem politik saat ini. Ekonomi tumbuh, harga sembako terjangkau, lapangan kerja tersedia, infrastuktur banyak dibangun.25
24
http://sorot.news.viva.co.id/news/read/221667-survei--daripada--soeharto/1 diakses pada tanggal 23 Maret 2014 Pukul 10.00 WIB 25 http://www.indonesia-2014.com/read/2014/04/01/gincu-orde-baru-masihlaku#.VRFRWzSsXHQ diakses pada tanggal 23 Maret 2014 Pukul 10.00 WIB
100
Selain partai politik, pada pemilu 2014, calon presiden yang diusung oleh Partai Gerindra dan Koalisi Merah Putih yaitu Prabowo Subianto, juga mencoba mengusung kebangkitan Orde Baru dengan berjanji akan memperjuangkan pemberian gelar pahlawan nasional bagi Soeharto jika ia jadi presiden.26 Dengan memberikan gelar pahlawan bagi Soeharto, Prabowo seperti membenarkan pola pemerintahan otoriter yang merenggut hak asasi manusia serta sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) itu. Prabowo memang tampak ingin menampilkan diri sebagai bagian dari Orde Baru. Bahkan saat menghadiri sebuah diskusi di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, secara terang-terangan, Prabowo menyebut Soeharto akan menang di Pemilu 2014 jika ia masih hidup. Prabowo menegaskan hal itu di hadapan ratusan rektor, guru besar, dan profesor.27 Fenomena-fenomena diatas merupakan contoh praktik kekuasaan yang digunakan untuk melanggengkan hegemoni Orde Baru pada pemilu 2014. Hegemoni Orde Baru ini yang coba dilawan Pandji dengan music hiphopnya. Seperti dalam wawancara dengan peneliti, pandji mengungkapkan album 32 merupakan upaya pandji untuk memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi di era Orde Baru kepada orang-orang yang tidak tahu atau awam terutama anak muda yang belum lahir pada zaman Orde Baru, tetapi mengatakan era Orde Baru lebih baik daripada era reformasi.28 2. Akses
Eriyanto mengungkapkan bahwa kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu,
26
http://www.indonesia-2014.com/read/2014/06/19/kebangkitan-orde-baru-kemundurandemokrasi#.VRFfADSsXHQ diakses pada tanggal 23 Maret 2014 Pukul 10.00 WIB 27 Ibid 28 Wawancara Peneliti dengan Pandji Pragiwaksono di Balai Kartini, pada 20 Maret 2014
101
mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempunyai akses pada media, dan kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak.29 Dalam kasus hegemoni Orde Baru pada pemilu 2014 ini, survey merupakan salah satu akses yang bisa digunakan untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Walaupun survey-survey itu belum terbukti valid atau tidaknya metode dan data yang digunakan, hasil survey memang mampu mempengaruhi opini publik baik itu secara langsung ataupun tidak langsung. Masyarakat akan cenderung mengikuti opini yang sedang di bangun oleh lembaga survey. Salah satu hasil survey yang digunakan untuk menggiring opini public untuk membangkitkan Orde Baru pada pemilu 2014 adalah hasil survey yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga survey, seperti LSI pada tahun 2010 dan IndoBarometer di tahun 2011 yang menyatakan bahwa era Orde Baru lebih baik daripada era reformasi. Survey IndoBarometer menyatakan bahwa sebanyak 55,4 persen rakyat menganggap kondisi umum di era reformasi tak lebih baik dari era Orde Baru. Survei menunjukkan mayoritas rakyat (40,9 persen) merasa kondisi pemerintahan Soeharto lebih baik daripada kondisi saat ini. Cuma 22,8 persen beranggapan sebaliknya. Lebih spesifik lagi, mayoritas masyarakat (36 persen) bahkan lebih menyukai Soeharto daripada Susilo Bambang Yudhoyono (20,9 persen) atau Soekarno (9,2 persen) sebagai Presiden. 30 Walaupun belum diketahui survey ini terbukti valid atau tidak metode dan datanya, lalu juga apakah survey ini murni hasil ilmiah atau survey bayaran yang dilakukan oleh elite-elite penguasa di negeri ini untuk meraih kekuasaan. 29
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.272 www.detik.com/news/read/2011/09/14/081404/1721928/471/bangsa-yang-melupakan-sejarah/ diakses pada tanggal 23 Maret 2014 Pukul 10.00 WIB
30
102
Selain survey, media massa juga akses yang digunakan untuk menggulirkan wacana kebangkitan hegemoni Orde Baru. Salah satu elite politik di negeri ini sekaligus pemimpin partai Golkar yaitu Aburizal Bakrie atau biasa disapa ARB ini mempunyai media massa seperti ANTV, TVONE, dan Vivanews.com yang digunakan untuk meraih simpati masyarakat dalam pemilu 2014. Begitupun dengan hegemoni Orde Baru yang coba dibangkitkan lewat akses media massa, ARB dan Partai Golkar secara terang-terangan mencoba membangkitkan hegemoni Orde Baru lewat kampanye-kampanye politik di media massa yang dimilikinya.31 Bahkan kampanye-kampanye politik yang mengusung semangat Orde Baru ini tetap berlanjut walaupun ARB tidak jadi Calon Presiden di pemilu 2014 dan balik mendukung Prabowo sebagai calon presiden di pemilu 2014. Akses yang dimiliki para elite-elite penguasa di negeri ini seperti contoh di atas berbanding terbalik dengan korban-korban dari kejahatan dan ketidakadilan dari kebijakan Orde Baru yang tidak mempunyai akses informasi untuk melawan wacana hegemoni Orde Baru ini. Sebagai contoh, aksi kamisan yang dilakukan oleh keluarga korban tragedi 1998, baik itu yang anggota keluarganya yang meninggal ataupun hilang, menuntut keadilan dan penegakan hukum kepada pelaku-pelaku atau dalang dibalik terjadinya tragedi 1998, sampai sekarang hampir tidak pernah diliput secara rutin oleh media massa. Padahal mereka sudah melakukan aksi kamisan itu dari tahun 2007 tetapi sampai sekarang kasus ini belum terungkap kebenaran dan penegakan hukumnya oleh pemerintah.
31
http://politik.kompasiana.com/2014/02/11/misi-golkar-dalam-pemilu-2014-bangkitkan-ordebaru-dan-soehartoisme-632441.html diakses pada tanggal 23 Maret 2014 Pukul 10.00 WIB
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan oleh peneliti mengenai musik sebagai media perlawanan dan kritik sosial terkait dalam album 32 karya Pandji Pragiwaksono, maka dapat disimpulkan bahwa proses pemaknaan atas pesan yang disampaikan, yaitu melalui struktur teks (makro, superstruktur, dan struktur mikro), kognisi sosial dan konteks sosial adalah perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru dan juga kritik terhadap masyarakat Indonesia yang masih terjebak dalam romantisme Orde Baru. Wacana perlawanan dan kritik sosial terhadap hegemoni Orde Baru ini diambil Pandji dalam album keempatnnya untuk melawan wacana kebangkitan Orde Baru yang sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh elit-elit politisi Indonesia untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat dalam Pemilu 2014. Pandji sebagai musisi mempunyai peran untuk memberi tahu masyarakat tentang apa yang sebenarnya terjadi di rezim Orde Baru. Pandji menggunakan nilai fungsional musik yaitu sebagai gambaran realitas sosial politik di suatu Negara dan juga sebagai simbol pergerakan dan kritik sosial. Dari analisis data yang telah peneliti lakukan, ditemukan bahwa melalui analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk dengan tiga level analisis yaitu sebagai berikut: 1. Dilihat dari segi teks, album 32 menunjukkan wacana perlawanan dan kritik sosial terhadap hegemoni Orde Baru dengan mengidentifikasikan
103
104
lagu-lagu yang bertemakan perlawanan dan kritik sosial seperti Menolak Lupa, Terjebak, Demokrasi Kita, Pemuda Bodoh dan Berani Mengubah dengan penekanan makna dan pemilihan kata atau kalimat yang mendukung wacana tersebut. Seperti bisa dilihat dalam unsur makro dalam teks (lirik lagu) dalam album ini, topik-topik yang dibahas untuk mendukung tema sentral dalam album ini yaitu, romantisme masyarakat dan kebangkitan Orde Baru, lemahnya penegakkan hukum di indonesia, ajakan melakukan perubahan, dan ketimpangan sosial dan praktik korupsi. Selain itu, tema sentral dalam album ini juga didukung dengan unsur mikro dalam teks album ini seperti latar lagu, metafora, detil, praanggapan, koherensi kondisional, kata ganti, dan kosakata (leksikon). 2. Dari segi kognisi sosial, pembuat teks (lirik lagu) dalam album 32 yaitu Pandji Pragiwaksono memiliki peran yang penting dalam menentukan wacana yang ingin disampaikan dalam album ini. Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Pandji didapati bahwa apa yang selama ini Pandji ketahui tentang rezim Orde Baru adalah hasil dari pengalaman pribadi, memori, dan interaksi dengan lingkungan sekitar dia mengenai rezim Orde Baru. Menurut Pandji, Orde Baru lebih banyak memberikan keburukan daripada kesejahteraan pada rakyat Indonesia. Keburukan atau kejahatan pada masa Orde Baru menurut Pandji seperti kasus pelanggaran HAM berat dan korupsi besar-besaran. Bahkan dampak dari korupsi besarbesaran yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto dan kroni-kroninya ini dampaknya masih terasa hingga sekarang, seperti semrawutnya kota Jakarta dan ketimpangan sosial dan pembangunan yang tidak merata di seluruh
105
wilayah Indonesia. Unsur-unsur tersebut yang menjadikan penilaian dalam
segi kognisi sosial 3. Dari segi konteks sosial, bisa dilihat dari wacana yang berkembang di masyarakat pada saat album 32 ini dibuat. Wacana yang berkembang di masyarakat Indonesia pada waktu itu adalah masyarakat Indonesia yang mulai membandingkan pemerintahan saat itu, yaitu SBY-Boediono dengan rezim Orde Baru. Fenomena itu bisa dilihat langsung di masyarakat, seperti banyaknya stiker di kendaraan umum ataupun tembok-tembok bangunan yang bertuliskan “penak zamanku toh?” dengan gambar Soeharto diatasnya yang mempunyai pesan bahwa masyarakat mulai merindukan masa Orde Baru yang lebih memberikan kesejahteraan dibandingkan pada masa pemerintahan SBY-Boediono. Selain itu juga memasuki tahun-tahun politik menyambut pemilu 2014, elit-elit politisi tanah air juga mulai menggunakan wacana kebangkitan dan semangat Orde Baru untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat. Itu dibuktikan dari hasil-hasil survey yang mengatakan bahwa masyarakat lebih memilih era Soeharto dibandingkan era Reformasi. Lalu, didukung pula dengan kampanye-kampanye di media sosial dan media massa nasional yang mengkampanyekan kebangkitan dan semangat Orde Baru. B. Saran Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang dapat menjadi saran baik kepada segenap akademisi Fakultas Ilmu Komunikasi, khususnya Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ingin melakukan penelitian mengenai musik, yaitu sebagai berikut:
106
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan metode analisis wacana yang beragam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan agar bisa mengkaji lebih dalam dan mendapat perhatian lebih guna memperkaya khasanah keilmuan komunikasi. 2. Bagi masyarakat ini bisa menjadi gambaran mengenai musik yang bisa dijadikan media perlawanan dan kritik sosial dan bukan hanya sebagai media hiburan semata. 3. Semoga hal-hal yang baik dalam penelitian ini menjadi masukan yang dapat mengembangkan musik di Indonesia yang sarat dengan nilai-nilai dan pesan kritik sosial yang tertuang di dalamnya agar dapat diserap dengan baik.
107
DAFTAR PUSTAKA
Buku Al-Baghdadi, Abdurrahman. Seni dalam pandangan Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 1991. Ali, Abdullah. Konflik Ideology Dalam Perkembangan Tradisi Kliwongan Gunung Jati. Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, 2003. Barker, Chris. Cultural Study: Theory and Practice. London-Thousand Oaks-New Delhi: Sage Publications, 2000. Denzin, Norman K. dan Guba, Egon. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Penyunting Agus Salim. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001. Djohan. Psikologi Musik. Yogyakarta: Buku Baik, 2003. Effendi, Onong. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994. Eriyanto. Analisis Wacana; Pengantar Analisis Media. Yogyakarta: LKIS, 2011. Fiske, John. Introduction To Communication Studies, Second Edition. London and New York: Routledge, 1990. Gramsci, Antonio. Selections from the Prison Notebooks. London: Lawrence and Wishart, 1971. Kendal, Gavin & Wickam, Gary. Using Foucault Method. London: Sage Publications, 1999. Kustiyono, Purnomo Sidik. Strategi Resistensi Terhadap Budaya Populer Pada Kolom “Parodi” Samuel Mulia Di Harian Kompas; Sebuah Analisis Wacana Kriti. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010. Lull, James. Popular Music and Communication. Newburry Park: Sage publications, 1989. Machin, David. Analysing Popular Music; Image, Sound, Text. London: Sage, 2012. Merriam, Alan P. The Antrofology of music. North Western University Press, 1964. Muhaya, Abdul. Bersufi Melalui Musik Sebuah Pembelaan Musik Sufi Oleh Ahmad al-Ghazali. Yogyakarta: Gama Media, 2003. Nakagawa, Shin. Musik dan Kosmos; Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2000.
108
Pandji, Yearry. Komunikasi Dan Konstruksi Masayarakat Konsumen; Suatu Perspektif Cultural Studies. Jakarta: Kencana 2011. Pasaribu, Amir. Analisis Musik Indonesia. Jakarta : PT Pantja Simpati, 1986. R.E, Asher, dan Simpson, J.M.Y. (ed.). The Encyclopedia of Language and Linguistics, Volume 2. Oxford: Pergamon Press, 1994. Renkema, J, Discourse Studies: An Introductory Textbook. Amsterdam: John Benjamin and Co. Publishing, 1993. Rio, Robin. Connecting Through Music With People With Dementia. London : Jessica Kingsley, 2009. Sabin, Roger. Punk Rock : So What? London : Routledge, 1999. Schiffrin, D. Tannen D, & Hamilton, H. Handbook of Discourse Analysis. Oxford: Blackwell, 2001. Shihab, M. Quraish. Wawasan Al Qur’an: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan Pustaka, 2007. Simon, Roger. Gagasan-gagasan politik Gramsci. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Smieers, Joost. Art Under Pressure. Yogyakarta: Insist Press, 2009. Sobur, Alex. Analisis teks media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012. Sutrisno, Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1989. Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication. Edisi ke-5. BelmontCalifornia: Wadsworth, 1996. Weiss, Richard Piero. & Taruskin. Music in the Western World; A History in Documents. New York : Schirmer Books, 1984. Williams, Raymond. Keywords: A Vocabulary of Culture & Society. London: HarperCollins, 1976.
Website dan lainnya Teun Van Dijk, “The Interdiciplinary Study Of News as Discourse”, Artikel diakses pada tanggal 25 Februari 2015 www.discourses.org/articles / “Anak Muda Tentukan Pemenang Pemilu 2014 ” Artikel diakses tanggal 10 maret 2015 http://news.okezone.com/read/2013/11/06/373/892681/anak-mudatentukan-pemenang-pemilu-2014
109
“Musik Sebagai Medium Perlawanan.” Artikel diakses pada tanggal 12 Januari 2015 http://moxeb.blogspot.com/2011/11/seni-sebgai-mediumperlawanan.html “Hip-Hop Sebagai Media Protes Yang Membantu Saya.” Artikel diakses pada tanggal 12 Januari 2015 http://hiphopindo.net/pandji-hip-hop-media-protesyang-membantu-saya/ http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php diakses pada tanggal 27 Februari 2015 Mohammad Zaki Husein, “Ideologi dan Reproduksi Masyarakat Kapitalis.” Artikel diakses pada tanggal 25 Februari 2015 http://indoprogress.com/2012/01/ideologi-dan-reproduksi-masyarakatkapitalis Saptono, “Teori Hegemoni Sebuah Teori Kebudayaan Kontemporer.” Artikel diakses pada tanggal 25 Februari 2015 https://jurnal.isi.dps.ac.id/index.php/artikel/article/view/ “Hegemoni” Artikel diakses pada tanggal 27 Februari 2015 https://www.academia.edu/9872122/Hegemoni “Cultural Studies” Artikel diakses pada tanggal 3 Januari 2015 https://fitrianapd.lecture.ub.ac.id/files/2013/05/Cultural-Studies.pptx “Gincu Orde Baru Masih Laku.” Artikel diakses pada tanggal 11 Maret 2015 http://www.indonesia-2014.com/read/2014/04/01/gincu-orde-baru-masihlaku#.VSs21dyUeSo “Misi Golkar Dalam Pemilu 2014.” Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2014 http://politik.kompasiana.com/2014/02/11/misi-golkar-dalam-pemilu-2014bangkitkan-orde-baru-dan-soehartoisme-632441.html “Hasil Survey Tentang Soeharto” Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2014 http://sorot.news.viva.co.id/news/read/221667-survei--daripada--soeharto/1 Wawancara Peneliti dengan Pandji Pragiwaksono di Balai Kartini Jakarta, pada 20 Maret 2014
TRANSKRIP WAWANCARA Narasumber
: Pandji Pragiwaksono
Tanggal Wawancara : 20 Maret 2015 Tempat
: Balai Kartini, Jakarta
Waktu
: 16.00 WIB
1. Kapan dan berapa lama pembuatan album 32? Jawab: Album 32 paling lama dibuatnya dibandingkan album-album yang lain, dimulai april 2012 dan selesai Desember 2012. Rekaman albumnya itu sendiri dikerjakan setiap bulan 1-2 lagu dimulai dari bulan april dan kelar produksi cdnya desember 2012. Pengerjaan album ini juga dicicil karena lagi tur stand up comedy merdeka dalam bercanda. 2. apa yang melatar belakangi dibuatnya album 32 ini? Apakah karena pas dengan masuknya tahun-tahun politik yang saat itu rakyat Indonesia mau memilih pemimpin baru? Jawab: karena pada masa itu keresahan utamanya adalah ketidaktahuan orang pada masanya Soeharto/orde baru. Orang belum paham apa yang terjadi pada orde baru. Terus juga, itu kan lagi mau pemilu tuh, dan orang lagi nyebarnyebarnya di truk dan stiker yang bertuliskan”masih enakan jamanku toh?” dan di social media juga lagi banyaknya yang omongin soal “enakan jaman soeharto/orde baru”. Itu juga gue ga tau di social media siapa yang mulai awalnya, apa tommy soeharto atau partai golkarnya? Jadi, yaudah karena gue tau apa yang sebenarnya terjadi pada masa soeharto, gue lawan balik wacana itu dengan album ini. Dan juga di tur stand up comedy merdeka dalam bercanda juga gue bahas mengenai orde baru/soeharto. Ini penting banget gue suarakan karena justru jaman soeharto itu ga ada enak-enaknya. Cuma bagi banyak orang, bahkan di kampus trisakti, kampus yang termasuk berjasa dalam menurunkan soeharto, mahasiswanya banyak yang berpikir enakan jaman soeharto. Jadi gue berpikir, ini pasti ada yang salah dan harus dilawan balik. 3. Apa yang ada dipikiran bang pandji mengenai Orde Baru?
Jawaban: korupsi besar-besaran yang tidak pernah terungkap, karena siapapun yang berusaha untuk mengungkap itu pasti “dihilangkan”. Jadi itu sih legacy terbesar dan terburuk dari eranya soeharto. 4. Dalam press release, bang pandji bilang kalau “Konsep besar dari album 32 adalah 32 tahun rezim Soeharto yang berdampak kepada 32 tahun kehidupan saya”, bisa dijelaskan maksudnya? Apa bang pandji punya pengalaman atau memori mengenai rezim soeharto/orde baru? Jawab: pertama, bapak gue di INKAI. INKAI itu organisasi karate pertama di Indonesia. Terus juga ada beberapa organisasi lain. Tapi pemerintah juga bikin FORKI, dimana diatas FORKI ada jenderal. Terus INKAI disuruh pemerintah untuk masuk FORKI. Waktu itu bapak menolak, dan banyak pembesar INKAI juga menolak. Waktu itu hubungan antara bapak dan rezim militernya Soeharto ga pernah akur. Terus yang kedua, hari ini masih terasa banget dampak korupsinya Soeharto karena dia sentralistik banget kebijakan yang dikeluarkan, jadi Cuma Jakarta dan pulau jawa saja yang maju dan daerah lain itu jadi terbengkalai. Dampaknya sangat terasa sampai hari ini, bahkan kota Jakarta yang butut ini karena dampak korupsi besar-besaran masa soeharto. Korupsi, kolusi, nepotisme, gratifikasi, itu sudah jadi sesuatu yang biasa disaat ini karena dimulai dari eranya soeharto. Mau ga mau, itu juga berdampak pada hidup gue. 5. Kenapa bang pandji disetiap albumnya selalu memasukkan atau kental unsur kritik sosial, nasionalisme dan perlawanan? Jawab: karena yang terasa pada saat gue bikin album ya kebanyakan tematema itu. Gue selalu kalau mau berkarya yang keluar apa yang urgent pengen keluar dari apa yang gue rasakan. Jadi setiap nulis lagu yang keluar ya apa yang bener-bener gue resahkan. Kalau mau tahu gambarannya, di album yang mixtape yang baru ini contohnya ada lagu tentang politik, tapi politiknya yang memang lagi rame-ramenya dibahas pada saat itu. Konteknya jaman sekarang banget atau kekinian banget. Terus juga di lagu “dengan tenang” lagu yang menceritakan apa yang gue rasakan saat itu kehidupan gue dan keluarga gue. Jadi ga harus nasionalisme dan kebangsaan.
6. Bagaimana tanggapan para pendengar music bang pandji mengenai album 32? positif atau negative? Jawab: positif sih kayanya, tapi kalau gue ngeraba, mereka rata-rata masih memilih album merdesa sebagai album yang lebih baik. Cuma istri gue bilang album 32 jauh lebih baik dari album yang lain. Kalau gue sendiri sih ga tau ya, gue sih seneng semuanya. Tapi gue setuju kalo merdesa lebih focus dalam pengerjaan albumnya. Dan itu kenapa gue pengen lebih focus lagi kalau mau ngerjain album ke-5. 7. Mengenai lagu menolak lupa, kenapa bang pandji mengambil M.Hatta, Gusdur, Widji Thukul, Dan Munir sebagai sosok pahlawan dalam lagu ini? Jawab: kalau Hatta, gue emang mengidolai dia dari lama. Kalau gus dur, gue pengen tahu perspektif gue ke orang tentang gusdur. Dan jug ague baru dapet komik gusdur pada waktu itu. Kalau widji thukul karena gue yakin ga banyak orang kenal dengan sosok widji thukul. Padahal menurut gue dia sosok yang penting untuk dibicarakan dan diketahui banyak orang. Dan munir adalah wajah perjuangan untuk membela Hak Asasi Manusia. Jadi kalau di Indonesia ada wajah perjuangan HAM di Indonesia, ya itu wajahnya Munir. Dan wajah itu harus didorong kedepan karena perjuangan penegakan HAM di Indonesia masih berantakan. 8. Apa yang melatar belakangi bang pandji sampai harus membuat lagu menolak lupa? Jawab: karena gue pengen anak muda kenal tokoh-tokoh tersebut, jadi gue mau membuat semacam minibiografi aja. Selain itu juga alasannya karena di Amerika Serikat ada grup hiphop yang namanya public enemy, terus mereka bikin poster bergambar Malcolm X sambil pegang senjata. Terus ada anak muda yang ngefans sama public enemy dan nanya “itu siapa sih Malcolm kesepuluh?” padahal itu Malcolm X. terus personelnya Chuck D bilang mungkin tanggung jawab kita juga untuk memperkenalkan anak-anak jaman sekarang siapa itu tokoh-tokoh sejarah yang yang menurut mereka ga penting dan itu jadi alasan yang sama juga kenapa gue menciptakan lagu menolak lupa.
9. Menurut bang pandji apa yang menyebabkan rakyat kita mudah lupa terhadap kasus atau dosa-dosan para pemimpinya? Jawab: kayanya mungkin tidak hanya rakyat Indonesia, secara umum diseluruh dunia juga mudah teralihkan kalau bisa dibilang dengan hal-hal yang lebih penting ketimbang mudah lupa. Jadi padahal mah masyarakat itu ingat, Cuma teralihkan oleh hal lain aja, dan informasikan yang masuk ke orang juga pasti banyak dan cepat, sehingga mudah masyarakat lupa dan keteteran untuk hal yang lain danlebih penting. Kaya hari ini kita lagi rame-ramenya ngebahas ahok omong “tai”, sehingga lupa bahwa masalah utamanya itu kasus DPRD DKI masukin dana siluman yang ada di RAPBD 2015 DKI Jakarta. Jadi mau ga mau kita kerjanya ingetin orang terus masalah yang sebenarnya itu apa. Karena informasi yang kenceng yang masuk ke satu kepala itu didorong oleh uang pemasaran yang kenceng juga. Sehingga itu juga pasti harus sampai masuk ke kepala lu. Sehingga hal-hal lain yang tidak didukug oleh uang pemesaran yang sama, jadi ga bisa masuk ke kepala lu dan keteteran di luar. 10. Bagaimana menurut bang pandji mengenai kasus-kasus HAM berat terutama yang menimpa Widji Thukul Dan Munir ini? Apakah optimis bisa diselesaikan oleh pemerintah kita sekarang? Jawab: yang gue ragu adalah penegakan dari sisi hukumnya. Yang gue masih optimis adalah bakal dibongkar dari sisi kebenarannya. Itu 2 hal yang berbeda. Dibongkar kebenarannya berarti ya betul soeharto waktu itu korup atau bersalah. Tapi orangnya ga bisa dihukum karena sudah meninggal dan maafkanlah masalah itu. Dan dikasus HAM nih, ya benar penjahatnya bersalah, munir dibunuh dengan cara seperti ini tapi yaudahlah ga usah kita nengok ke masa lalu dan itu ga usah dihukum. Jadi, karena yang membuat masalah ini tidak selesai adalah keinginan untuk menuntut orang-orang yang bersalah ini dihukum, sementara orang-orang ini masih sangat kuat kekuasaanya. Gue tuh masih sangat percaya kalau jokowi pengen menegakkan masalah HAM ini Negara ini bakal perang terus, jadi ga sempet ada pembangunan buat negeri ini. Jadi ada kompromi. Kalau mau nanti nuntutnya kalau orang-orang yang bersalah itu udah meninggal. Karena kan Negara ini
masih muda kan, masih 70 tahun, orang-orang yag bersalah itu masih ada, mungkin masih sekitar 2 generasian baru selesai masalah itu. 11. Lagu ini diciptakan berdua oleh raptamasta atau bang pandji sendiri? dan bagaimana proses penciptaannya? Jawab: pertama waktu itu gue berjanji kalau dia menangin lomba buat lirik lagu Untuk Indonesia, mereka bakal gue ajak di lagu selanjutnya. Dan waktu gue bikin lagu terjebak, terus juga beatnya gue rasa cocok dengan gaya mereka, yaudah gue ajak mereka featuring di lagu ini. Jadi proses penciptaannya gue nulis lirik verse gue dulu diatas beat gue dan bagian mereka gue kosongin abis itu di email ke mereka biar mereka sendiri yang isi verse bagian mereka. 12. Apa yang melatarbelakangi bang pandji menciptakan lagu ini? Jawab: lagu terjebak itu sangat mewakili semangat gue untuk kasih tahu orang supaya tidak terjebak dengan anggapan era soeharto itu lebih enak. Makanya kan “terjebak masa lalu, bangsaku susah maju” itu adalah gambaran dari orang-orang yang menganggap era soeharto itu lebih enak. Lagu ini paling pas mewakili album ini. (PERISTIWA) 13. Menurut bang pandji, salahkah orang yang mengidam2kan kembali ke masa orde baru? Karna kan banyak juga rakyat kita yang ingin kembali ke masa orde baru? klo dilihat dari factor kesejahteraan hidup semasa orba yang katanya barang2 lebih murah dan hidupnya yang sejahtera. Jawab: kalau dibilang salah mereka itu ga juga. Tapi bisa jadi salah mereka kalau mereka ga mau mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada masa soeharto. Misalnya, ini yang gue tahu tentang A terus mereka ga mau mencari tahu hal yang lain, nah itu baru salah. Kalau mereka mau mencari tahu hal yang lain dari soeharto, itu yang gue inginkan. 14. Lalu apa harapan bang pandji mengenai masih banyaknya orang yang terjebak pada romantisme orba ini? Jawab: ya gue berharap mau mencari tahu, dan terbuka terhadap informasiinformasi baru.
15. Lagu ini terinspirasi dari tulisan/Risalah yang ditulis M.Hatta dengan judul yang sama, apa yang melatar belakangi bang pandji sampai membuat lagu ini? Jawab: sebenarnya ada banyak pidato/tulisan yang gue baca-baca, yang paling masuk akal tinggal Indonesia Free sama Demokrasi Kita. Sebeneranya tiga sih. Satu gue lupa. Yang lupa ini ga nemu beat yang cocok buat pidato itu. Jadi Cuma Indonesia Free da Dmeokrasi kita yang dibuat lagu. Dan demokrasi kita itu gue pilih karena relevan banget jaman sekarang. Tentang terbelenggu sama kebebasan yang kita sediakan untuk rakyat. Tapi bung hatta yakin nanti akan ada siklusnya. Lu minta kebebasan, kebebasan dikasih. Terus kebebasan lu manfaatkan dengan tidak bijak. Terus lu berantakan. Terus lama-lama lu merasakan, “oiya, kita butuh lagi kebebasan dengan kebijakan yang selaras. Jadi inti demokrasi kita itu kan seperti itu. Terus ketemu beat yang pas. Yaudah gue kawinin dengan beat itu, jadilah lagu demokrasi kita. 16. Dalam album ini bisa dilihat Bang Pandji sangat mengagumi M.Hatta, apa yang menjadikan M.Hatta begitu istimewa atau berkesan bagi bang Pandji? Kenapa tidak sosok atau tokoh pahlawan lainya? Jawab: cerita pertama yang gue kagumi sama Hatta adalah soal dia simpan foto gambar sepatu bally. Yang setelah gue konfirmasi sama keluarganya ternyata emang benar itu kejadian. Jadi, cerita itu bisa dipahami sama siapapun yang menginginkan sesuatu. Semua orang pengen beli sesuatu tapi ga punya uangnya. Kadang-kadang gue mempertimbangkan gue pengen banget beli ini barang, gue harus ambil cara curang ga ya untuk bisa beli ini barang. Nah, Hatta pengen banget punya sepatu bally tapi dengan tidak curang. Saking ga mau curangnya sampai mati tuh ga kebeli sepatu. Dan itu kita banget. Kadang kita lihat barang di handphone terus pengen tapi ga mampu, apa gue harus curang untuk mendapatkan barang ini. Nah, Hatta dikasih sama orang juga ga mau. Karena gratifikasi, dan dia ga mau terima barang gratifikasi. Karena orang udah kasih barang terus kita punya tanggung jawab moral buat nolong lu nantinya. Hatta ga mau seperti itu. Sementara saat itu dia udah pension dari wakil presiden dan terima gaji dari pekerjaannya sebagai guru. Jadi dia hidup dari gaji guru dan sampai akhir hayatnya dia jadi
guru dengan gaji yang kecil, terus kalau berangkat naik bis kota, padahal dia mantan wakil presiden RI. Yang mana itu ga akan terjadi di jaman sekarang. Nah gue mengagumi itu. Setelah gue pelajari orangnya lebih dalem, makin banyak lagi yang gue kagumi. Seperti, kegilaannya pada ketepatan waktu, kegilaannya terhadap buku, itu kaya misalkan orang minjemin buku, terus bukunya kesobek, dia bisa ngamuk-ngemuk gitu. Terus gue bisa ngerasaain, apa yang dia rasain waktu bukunya kesobek. Gue seneng sama fakta bahwa, Hatta itu yang bikin jeroaannya Republik Indonesia. Jadi itu yang membuat makin mengidolai Hatta. (PERSON) 17. Bagaimana bang pandji menilai sistem demokrasi di Negara ini? Jawab: sama dalam lagu demokrasi kita. demokrasi yang kita miliki sekarang tidak diimbangi dengan kemampuan yang baik untuk berdemokrasi. Demokrasi itu kaya, mobil balap tapi disetir sama orang yang mentalnya masih nyetir bajaj. Jadi, masih belum bisa dilengkapi dengan kemampuan berdemokrasi dengan baik. Kemampuan berdemokrasi dengan baik itu adalah kemampuan untuk berbeda pendapat, berargumen dengan sehat walaupun berbeda pendapat. Terus kemampuan untuk tidak menelan informasi dari satu pihak. Nah, orang Indonesia itu belum siap skillnya untuk berdemorasi. Demokrasi kan pada dasarnya, lu nentuin apa yang baik untuk lu, tapi kalau nyatanya lu ga cukup dewasa, lug a cukup terdidik, lu ga cukup berwawasan untuk menentukan yang baik untuk diri lu, pilihan malah jadi buruk. Istilahnya “Tirany by majority”. Yang mayoritas, yang goblok-goblok ini malah menjajah yang minoritas yang pinter-pinter berdemokrasi, karena yang goblok-goblok ini ga tau apa-apa. Itu kondisi yang saat ini terjadi tapi sedang diusahakan untuk berubah. 18. Seberapa optimis bang pandji menilai sistem demokrasi di Negara ini akan memberikan kesejahteraan bagi rakyat? Jawab: masih lama, karena salah satu masalah terbesar
di Indonesia itu
kepemimpinan yang buruk diseluruh sector, dari RT sampai presiden yang ga baik. Dan itu kasih dampak kemampuan Negara ini untuk berdemokrasi. Karena pertama-pertama kalau lu mau demokrasi berjalan dengan baik, pendidikannya mesti bener. Sedangkan mau benerin pendidikan aja susahnya
setengah mati. Diberantemin terus. Jadi panjang, tapi ini adalah perjuangan yang layak untuk dilakukan karena kalau ga dijalanin terus ga akan berubahubah. Sama aja kaya ngelawan penjajahan, kalau menurut sejarah 350 tahun kan? Selama 350 tahun untuk bisa merdeka. Kalau berhenti di tahun ke-100 aja, ah udahlah ini ga akan berubah, yaudah diam aja. Yaudah ga bakal merdeka bangsa ini. Tapi karena mereka melawan terus, akhirnya kejadian kemerdekaan bangsa ini. Sama kaya memperjuangkan demokrasi berjalan dengan baik harus dilakukan terus menerus supaya kesampaian tujuan itu. Karena kalau lu berhenti ya ga akan kejadian. Berani Mengubah 19. Berani mengubah merupakan juga salah satu lagu yang mewakili album ini selain terjebak, apa sih pesan yang mau disampaikan dari lagu ini? Jawab : berani mengubah itu gue baru sadar, tujuan utama lagu ini ada dibagian bridgenya. “Mau kau kemanakan rakyat yang jadi korban?! Mau kau kemanakan segala keberagaman?! Mau kau kemanakan 350 Trilyun yang selama 32 tahun menghilang?!” inti dari lagunya tuh sebenarnya ada di bagian itu. Tapi di verse 1 dan 2 meracau banyak soal politik dan sosial. Tapi tetep jadi lagu favorit gue dialbum ini. 20. Menurut bang pandji, apakah bangsa Indonesia bangsa yang optimis atau bangsa yang pesimis untuk bisa menjadi Negara yang maju? Jawab: bangsa itu sebenarnya ya ga bisa dibilang bangsa yang optimis. Tapi lebih tepatnya bangsa yang festive. Festive itu maksudnya bangsa yang seneng perayaan. Sekilas, wah ini happy banget nih berarti ini mereka bangsa yang optimis. Tapi kenyataannya ga juga, kadang-kadang festivitiannya itu dipakai untuk melupakan masalah. Jadi masalahnya tetep ada. Menurut pengalaman gue sih itu pengalaman yang akurat tentang bangsa Indonesia. Dimana-mana ada kecenderungan berpesta, disaat bersama ada kebingungan. Gue tuh setiap keliling Indonesia ada kebingungan dengan apa yang harus mereka lakukan. Kaya nuggu untuk dikasi tahu. Tapi kalau udah dikasih tahu juga ga mau karena ga mau disuruh-suruh. Makanya gue sempet nulis, “enggan jadi pemimpin tapi malu untuk jadi followers.” Itu tuh kecenderungan rakyat Indonesia. Tapi festivity itu adalah sebuah semangat yang baik kalau
diarahkan dengan baik dengan kepemimpinan yang baik juga. Gue juga pernah bilang Indonesia veregnighing itu kan asalnya dari tongkrongan party, terus dating orang-orang yang ada bobotnya, terus geser-geser, terus jadi sadar dan jadi sebuah gerakan. semangat yang berapi-apinya itu harus diarahin dengan baik. 21. Apa yang seharusnya dimiliki oleh bangsa ini untuk bisa berubah menjadi lebih baik seperti yang diinginkan dalam lirik lagu ini? Jawab: modal yang paling kuat untuk melakukan perubahan, sadar atau tidak ya dia sedang melakukan perubahan adalah dengan tahu dia itu bagusnya dimana, dia itu bisanya apa, sukanya apa. Kalau dia paham bisanya apa dan sukanya apa, terus dia bisa jujur jalaninya walaupun tampak jalan yang dia lalui berat. Ini yang kaya gini yang bisa berdampak untuk perubahan buat Indonesia. Orang apa yang tahu apa passionnya, akan tahu kemana dia bisa berjalan, walau tahu jalannya panjang dan lama karena itu kecintaanya terhadap passion itu. Dan gue percaya, Indonesia bisa dibangkitkan dengan karya demi karya dan perubahan itu akan datang. 22. Bagaimana proses penciptaan lagu ini? Dari latar belakang dan proses penciptaannya dengan endrumarch? Jawab: pemuda itu sebenarnya freestyle. Jadi gue abis selesai rekaman, terus endru kasih denger beat yang mau ga dibuat lagu. Terus gue bilang gue udah selesai nulisnya. Tapi gue disuruh dengerin dulu. Dan gue tahu ini harus bahas tentang apa. Yaudah gue masuk ruang rekaman, terus gue nge-freestyle. Jadi gue ga nulis sama sekali, gue bener spontan aja dalam ruang rekaman. Dan gue juga ga ada diskusi sama endru. Jadi selesai gue rekaman, gue Cuma bilang di lagu ini gue featuring sama endru, terus dia isi bagian chorusnya aja. 23. Pesan apa yang ingin disampaikan lagu ini? Jawab: ya supaya mereka ga bodoh aja. Pemuda-pemuda ini cepet ambil kesimpulan dari apa yang mereka terima. Jadi cepet emosi. Karena apa yang mereka terima ini sangat berjalan cepat di kehidupan mereka. Sehingga mereka kaya autopilot yang harus dilakukan secara cepat, padahal ada sesuatu yang harus dilakukan dengan cermat dan diperhatikan dengan baik, harus dikroscek dulu sebelum dia melakukan sesuatu.
24. Apakah bang pandji punya pengalaman dengan Pemuda bodoh yang ciricirinya ada dalam lagu ini? Jawab: sering, di twitter terutama. 25. Pertanyaan terakhir, sebagai seorang seniman di Indonesia, apa harapan bang pandji buat musisi/seniman di Indonesia? Jawab: harapan gue adalah agar mereka bisa terus menemukan cara untuk mengeluarkan karya. Karena hal penting pertama adalah gue bisa ga ya berkarya atau mengeluarkan karya? Hal penting kedua adalah gue bisa ga ya untuk terus mengeluarkan karya? Dan harapan gue adalah dia bisa terus nemuin cara untuk terus mengeluarkan karya. Contohnya yang membuat band U2 itu jadi band legendaris adalah bukan karena album-album mereka sukses semua. Tapi dengan cara mereka terus mengeluarkan karya, bagaimanapun caranya. Karena kalau mereka ngeluarin album yang ga sukses mereka masih bisa berpikir untuk bagaimana caranya muterin duit yang mereka punya supaya tetap bisa memproduksi album selanjutnya. Jadi, kuncinya adalah kecerdasan itu, untuk membuat orang berpikir untuk terus berkarya.
DOKUMENTASI FOTO
Foto Bersama Pandji Pragiwaksono
Foto Pandji Pragiwaksono Seusai Wawancara