KRITIK KEPEMIMPINAN DAN PERUBAHAN SOSIAL PADA NASKAH DEMONSTRAN KARYA N.RIANTIARNO (STUDI ANALISIS WACANA KRITIS)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh : Tri Amirullah NIM: 109051000212
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
ANALISIS WACANA KRITIK DAN PERUBAHAN SOSIAL PADA NASKAH DEMONSTRAN KARYA N.RIANTIARNO
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh : Tri Amirullah NIM: 109051000212
Di Bawah Bimbingan
Dr. Rulli Nasrullah, M.Si NIP. 19750318200801 1 008
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupaan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar srata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalan penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti kaya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 September 2014
Tri Amirullah
ABSTRAK Tri Amirullah 109051000212 Analisi Wacana Kritik dan Perubahan Sosial Pada Naskah Demonstran Karya N.Riantiarno Naskah Demonstran mengandung unsur kritik sosial terutama kritik terhadap kepemimpinan dan imlplikasinya, penyampaian kritik sosial dinilai cukup efektif melalui pertunjukan seni terutama melalui seni drama teater. Penyampaian sebuah pesan akan memiliki dampak yang yang lebih positif karena seni yang notabene nya adalah sebuah hiburan maka akan memiliki dua manfaat, yaitu mendidik dan menghibur. Dari penjelasan di atas, kemudian peneliti merumuskan sebuah permasalahan sebagai objek pembahasan skripsi ini yaitu, Bagaimana penyampaian wacana kritik dan perubahan sosial yang terkandung dalam naskah Demonstran karya N.Riantiarno? Bagaimana Penyusunan wacana kritik sosial dilihat dari kognisi sosial dan konteks sosial? Kritik sosial yang terkandung dalam naskah Demonstran karangan N.Riantiarno ini, lebih banyak menitik beratkan kepada kisah seorang mantan aktifis yang dipaksa kembali turun kejalan. Kritik yang diangkat adalah mengenai gaya kepemimpinan dan keadaan sosial politik yang berlangsung belakangan ini. Secara kajian teori, peneliti mengambil teoir Tim Dant mengenai kritik sosial dan Robert H. Lauer mengenai perubahan sosial yang keduanya ternyata adalah dua hal yang saling berhubungan antara kaitanya dengan kritik dan perubahan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis wacana Teun A van Dijk dengan penjabaran secara teks, kognisi dan konteks sosial yang merupakan salah satu alternatif dalam menganalisis dengan pendekatan kualitatif. Dalam memformulasikan kritik sosial, penulis naskah di dalam cerita ini menyampaikan pesan sesuai dengan judulnya yaitu melalui jalan demonstrasi. Dalam analsisis kognisi sosial pengarang merupakan sumber utama dalam terbentuknya cerita. Kemudian pada proses analisis melalui pendekatan konteks sosial adlaah melihat bagaimana kecedurungan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi cerita. Dalam naskah Demonstran ini menguraikan bagaimana cerita seorang mantan aktifis sukses yang ketenarannya dipakai sebagai akomodasi politik demi kepentingan golongan partai tertentu.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah serta inayah Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam peneliti sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa Al-Qur’an dan Hadist Nya. Dalam penelitian skripsi, peneliti menyadari bahwa hasil yang diperoleh jauh dari kesempurnaan, diharapkan kritik dan saran yang membangun kepada semua pihak demi kesempurnaan penelitian ini. Dan dalam proses penyusunan, peneliti mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Dr. Suparto, M.Ed, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Jumroni, M.Si, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr. H. Sunandar, M.A. 2. Bapak Rachmat Baihaky, M.A selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Bapak Noor Bekti, SE, M. Si. selaku Penasehat Akademik yang telah memberi saran mengenai judul skripsi. 4. Bapak Dr. Rulli Nasrullah M,Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan masukan dalam penelitian skripsi ini.
ii
5. Para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mewariskan ilmu kepada peneliti selam masa perkuliahan. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi peneliti dan masyarakat serta menjadi amal sholeh yang akan terus mengalir. 6. Bapak N. Riantiarno selaku penulis naskah dan semua pekerja seni di Teater Koma yang dengan baik hati menerima & memberikan izin untuk melakukan penelitian, serta Rangga Bhuana dan Randhika yang membantu peneliti mencari data. 7. Keluarga tercinta Ayahku Mardi Patin yang memberikan pelajaran berharga bahwa dari manapun asal kita setiap orang berhak mendapatkan hidup yang lebih baik dan Ibuku Sri Mumpuni yang mengajari sebuah makna cinta kasih, yang membuatku bertahan dari hidup yang terkadang memihak. Kepada Mardiyanto, Maryanti Astuti dan Rahman Arif juga keponakan tercinta Erisca Amanda, Satrio Almer, Zhafira dan Akbar terima kasih atas segala perhatiannya, kita hanya perlu menjadi sesuatu yang sangat berarti yang perlu orang lain kenang suatu saat nanti. 8. Teman-teman seperjuangan KPI.F 2009. Aryo Bimo Lukito, Abbil Arqham, Gitarama Mahardhika, Fahrizal, Sukma Indrawan, Edy Laras Kasman, Eron Sumantri, Imam Muzni, Azhari Surya Atmaja, Kamaludin, Apriza Ramdhan, Faqihuddin Ahmad, Sadam Hussein, Andika Eka Cahya, Muhammad Anas, Rizki Fadhila, Ilham Kurniawan, Popi Ramadhana,Yuli Astuti, Yunita Dwi Rahmayanti, Silvi Arivianti, Finti Fatimah, dan Suci. Semua yang terjadi 5 tahun belakangan ini adalah sebuah lembaran yang mengajari sisi indah dari toleransi dan persahabatan.
iii
9. Teman-teman angkatan 2009, khususnya Aldi Haryo Sidik dan M Iqbal Zhulfhami dan Fitri Hanani terima kasih atas segala dukungan dan perhatian yang luar biasa kepada peneliti. 10. Kepada keluarga besar KPA KHALNUS, Sigit Ferdiansyah, Ray Sapta, Rafli Teguh (alm), Alawi Al-hasan, Thomas Alvin Gea, Yose Rizal, Ani Agustiani, Nurul Qudsi Hidayah, Aftinike Theresya dan Diajeng Restuning.
Juga
kepada
keluarga
Besar
Teater
Batara
Rangga
Armayansyah dan Ana Sulitianawati, kalian semua memberikan warna indah dalam kehidupan. 11. Kepada semua pihak baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Namun tidak mengurangi rasa hormat, peneliti hanya bisa mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya. Semoga Allah senantiasa membalas semua kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan kepada peneliti, Amin.
Jakarta, 15 September 2014
Tri Amirullah
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ......................................................................................
ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ..................................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................
8
D. Metodologi Penelitian ................................................................
9
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................
9
F. Sistematika Penulisan ................................................................ 16
BAB II
KERANGKA TEORI A. Drama Secara Umum ................................................................. 17 B. Kritik dan Perubahan Sosial ....................................................... 33 C. Analisis Wacana ......................................................................... 37 1. Pengertian Analisis Wacana ................................................. 37 2. Analsis Wacana Teun a Van Dijk ......................................... 43 D. Drama Sebagai Medium Wacana ............................................... 57 E. Wacana Kepemimpinan Dalam Islam ........................................ 60
BAB III
GAMBARAN UMUM TEATER KOMA DAN PROFIL N.RIANTIARNO A. Sejarah Teater Koma ................................................................... 68 B. Profil Teater Koma ...................................................................... 73 C. Menyutradarai Teater Koma ....................................................... 77
BAB IV
TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN A. Wacana Kritik Sosial Pada Naskah Demonstran ........................ 80 1. Struktur Makro ...................................................................... 80 a. Kritik Sosial Kepemimpinan ........................................... 81
v
b. Kritik dan Perubahan Sosial ............................................ 96 B. Super Struktur ............................................................................. 109 C. Mikro Struktur............................................................................. 136 1. Semantik................................................................................ 136 2. Sintaksis ................................................................................ 140 3. Stilistik .................................................................................. 143 4. Retoris ................................................................................... 144 D. Analisis Naskah Melalui Pendekatan Kognisi Sosial ................. 146 E. Analisis Naskah Melalui Pendekatn Konteks Sosial .................. 149
BAB V
KESIMPULAN A. Kesimpulan ................................................................................. 152 B. Saran-saran .................................................................................. 154
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 156 LAMPIRAN
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam mempraktekan komunikasi manusia membutuhkan media tertentu. Secara minimal komunikasi membutuhkan sarana berbicara seperti mulut, bibir dan hal-hal yang berkaitan dengan bunyi ujaran. Ada kalanya dibutuhkan tangan dan anggota tubuh lain (komunikasi non verbal) untuk mendukung komunikasi lisan. Ditinjau secara lebih luas dengan penyebaran komunikasi yang lebih luas pula, maka dipergunakanlah peralatan (media) komunikasi seperti televise, surat kabar, radio, lukisan, patung dan lain-lain.1 Salah satu unsur kebudayaan yang sangat berperan dalam kehidupan manusia adalah kesenian. Sehingga terkadang kebudayaan dan kesenian menjadi tolok ukur untuk mengetahui tingkat peradaban suatu komunitas. Pola perubahan yang menjadi harapan muncul dari segi afektif dan kognitif yang mempengaruhi kehiduan sosial. Kesenian bukan hanya dimanfaatkan dan digunakan sebagai media penyampaian pesan atau sebagai media komunikasi. Tetapi juga menjadi sarana sekaligus metode untuk mempengaruhi komunikan dalam menerima pesan komunikasi. Seni salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan karya yang dapat menyentuh jiwa spriritual manusia. Karya seni merupakan suatu wujud ekspresi yang bernilai dan dapat dirasakan secara visual maupun audio. Seni terdiri dari musik, tari, rupa dan drama/sastra. Kata art memiliki sejarah
1
Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000),
1
2
yang panjang, pada awalnya art berasal dari arten (latin), berarti keterampilan, kecakapan skill. Arti ini masih tetap dipergunakan hingga saat kini. Namun demikian, di Eropa abad pertengahan art dipakai untuk merujuk pada muatan kurikulum pendidikan yang terdiri dari grammar, logic, rhetoric, artimhetic, geometry, music dan astronomy. Di dalam sebuah pertunjukan kesenian biasanya memiliki nilai-nilai kehidupan tertentu atau mengandung pesan moral kehidupan. Pada dasarnya masyarakat awam lebih mudah untuk menangkap sebuah nilai melalu suatu hal yg sifatnya menghibur, seperti dalam penyampaian nilai moral atau nilai agama lebih efektif bila menggunakan metode bercerita. Seiring dengan kebudayaan barat yang sangat mempengaruhi perkembangan media komunikasi mengasilkan sebuah anggapan bahwa penyampaian sebuah pesan umumnya diketahui hanya melalui media cetak dan elektronik. Penciptaan kritik sosial salah satunya dapat diterapkan melauli pertunjukan seni drama teater. Teater adalah sebuah tempat gedung pertunjukan atau auditorium. Dalam arti umum teater ialah segala tontonan yang dipertunjukan di depan orang banyak. Teater juga dapat diartikan sebagai drama, sebuah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media percakapan, gerak dan laku berdasarkan yang telah tertulis pada naskah. Pemilihan bahasa dalam sebuah drama dapat mengartikan atau mengisyaratkan suatu pesan. Beda hal nya seni drama perunjukan teater dan seni rupa, bahasa rupa merupakan bahasa manusia yang paling tua dibandingkan dengan bahasa verbal, sebab melihat sesuatu yang bersifat rupa
3
telah ada sebelum lahir kata-kata ketentuan bahasa rupa diperlihatkan dengan jelas oleh manusia prasejarah sebagaimana pendapat Clarie Holt mengatakan bahwa garis-garis yang mengayun pada dinding gua, bagaikan kata-kata yang disusun dalam satu hubungan tematik yang jelas.2 Begitu juga dengan seni drama teater yang memadukan bahasa rupa (non verbal) dan bahasa Verbal. Kesenian drama menjadi media yang paling mudah dan mulus berkaitan dengan seni sebagai media komunikasi dalam penyampaian kritik sosial. Sebuah permasalahan yang muncul disebabkan karena kepentingan sosial yang berbeda dari setiap golongan (maksud golongan disini adalah para pejabat politik), keadaan sosial politik yang sangat tidak karuan di Indonesia dewasa ini menyebabkan sebuah kekhawatiran masyarakat terhadap keberlangsungan hidup, keamanan dan rasa percaya terhadap pemimpin kelak dikemudian hari. Dari sekian banyaknya golongan kepentingan memberikan sebuah penafsiran tentang keadilan yang relative dan bersifat subyektif. Uraian tersebut yang kemudian menimbulkan protes keras atau kritik, mengkritik ketidak benaraan dalam masyarakat. Kritik dapat dilakukan oleh siapa saja, kritik bisa dilakukan oleh para ilmuan, baik ilmuan bidang sosial, poltik, ekonomi, agama, serta dibidang pendidikan. Namun, kritik tidak melulu dilakukan oleh para ilmuan dapat pula dilakukan oleh ahli seni atau sering disebut juga seniman. Istilah kritik, memiliki arti harfiah yang dapat diperoleh melalui kamus bahasa Indonesia adalah kecaman atau tanggapan yang sering disertai oleh argumentasi baik maupun buruk tentang suatu karya,
2
Claire Holt, Art in Indonesia, Ithaca, (New York: Cornell University, Press, 1967), h. 6.
4 pendapat, situasi maupun tindakan seorang kelompok.3 Istilah sosial sering dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam masyarakat, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan kaum berada, kehidupan kaum nelayan dan seterusnya.4 Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai control terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat.5 Menurut Susetiawan kritik sosial itu ada karena ketimpangan sosial, kebijakan pemerintah yang tidak merakyat, korupsi, dan berbagai konflik yang lain di masyarakat. Konflik dan kritik sosial tidak perlu dipahami sebagai tindakan yang akan membuat proses disintregasi, tetapi dapat memberi kontribusi terhadap harmonisasi sosial. Harmoni sosial maksudnya terdapat keseimbangan kepentingan di masyarakat walaupun esensinya beda.6 Kesenian dalam hal ini menangkap sebuah fenomena yang nampaknya masyarakat sudah bosan dan jenuh untuk menghadapinya, sikap skeptisme yang semakin menjalar membuat para seniman memikirkan sebuah gerakan untuk paling tidak membuka wawasan mereka dari hal yang sebenarnya patut kita perjuangkan dan dari hal yang tidak menyenangkan yang seharusnya kita lawan, berkaitan dengan kritik sosial yang disampaikan pada pertunjukan drama seni teater oleh sanggar Teater Koma yang berdiri sejak 1 maret 1977
3
Susetiawan, “Harmoni, Stabilitas Politik, dan Kritik Sosial”. (Yoyakarta 1997, UII Press), h. 4. 4 Bambang Rudiyanto, Pranata Sosial, Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Padang; Dosen Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung. 5 Akhmad Zaini Akbar, Kritik Sosial, Pers dan Politik Indonesia, (Yogyakarta 1997: UII Press 1999), cet. 2, h. 47. 6 Susetiawan, “Harmoni, Stabilisasi Politik dan Kritik Sosial”. (Yogyakarta 1997, UII Press), h. 27.
5
telah konsisten menampilkan banyak pertunjukan seni drama yang bertemakan kritik sosial. Kelompok teater yang independen dan bekerja lewat berbagai pentas yang mengkritisi situasi sosial politik di tanah air pernah harus menghadapi pelarangan pentas serta pencekalan dari pihak berwenang. Namun kelompok teater tersebut senantiasa berupaya bersikap opitmis. Berharap teater ini berkembang dengan sehat, bebas dari interes politik praktis dan menjadi tontonan yang dibutuhkan berbagai kalangan masyarakat. Peran kesenian drama teater dalam kehidupan sosial dan politik sangat berpengaruh. Bukan hanya sebagai pengawas melainkan sebagai media penyadaran masyarakat terhadap penyimpangan dan ketimpangan yang di tanah air ini. Dengan kata lain kesenian bisa menjadi pihak yang aktif dalam membantu proses perbaikan tatanan sosial dengan berbagai nilai positif yang terkandung disetiap pementasan dan pertunjukannya. Artinya masyarakat dapat mendapatkan media yang baik untuk menerima kritik yang sifatnya menghibur. Teater juga dapat diyakini sebagai salah satu jalan menuju keseimbangan batin dan jembatan bagi terciptanya kebahagiaan manusiawi yang jujur. Bercermin lewat teater yang diyakini pula sebagai salah satu cara untuk mengasah daya akal sehat, daya budi dan hati nurani. Permasalahann yang diangakat oleh kelompok seni drama Teater Koma dalam judul “Deonstran” karya N. Riantiarno ini menjadi sangat menarik untuk diteliti karena persoalan tersebut telah menjadi rahasia umum yang diketahui oleh mayarakat, juga beberapa peristiwa yang digambarkan kembali dalam pementasan tersebut. Seperti yang telah diketahui oleh ribuan warga Indonesia terhadap kinerja para aparatur pemerintahan. Dari
6
penanganan kasus korupsi yang pemberitaannya kian marak karna kebanyakan tersangkanya adalah para pejabat pemerintahan, konspirasi yang dilakukan oleh para golongan dan partai politik yang menghalalkan segala cara demi tercapainya kepentingan juga pemberdayaan dan kesejahteraan sosial yang tidak merata. Dalam memandang persoalan tersebut tentunya tidak bisa hanya dilhat dari satu aspek, oleh karena itu peneliti dalam skripsi ini akan memaparkan tinjauan tentang kritik sosial yang dilihat dari berbagai macam aspek guna memberikan pengetahuan tentang permasalahan yg sebenarnya sedang dihadapi di tanah air ini tidak hanya membahas peristiwa atau kehidupan di lingkungan sekitar yang dikemas dalam bentuk kesenian yang sarat akan nilainilai moral, pendidikan dan kemanusiaan atau human interest. Sehingga para penonton atau audience dalam pertunjukan tersebut tidak terkesan jenuh. Dalam memahami penyampaian pesan juga akan terasa lebih ringan dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna. Penelitian mengenai naskah yang di dalamnya terdapat kritikan terhadap kasus serta peristiwa yang ada di tanah air ini menjadi penting karna naskah ini memiliki nilai sosial yang tinggi. Isi dari naskah ini memiliki kedekatan (proximity) yang tinggi terhadap keberlangsungan masyarakat dalam menanggapi berbagai peristiwa yang belakangan terjadi dalam kaitannya dengan sosial dan juga politik. Naskah dan pertunjukan ini juga dapat berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat dalam menentukan pilhan tahun Pemilu 2014 karna pementasan ini berlangsung pada 1-15 Maret berdekatan satu bulan sebelum pemilihan umum legislatif pada 9 April 2014.
7
Berangkat dari latar belakan diatas, perlu kiranya dilakukan penelitian lebih mendalam pada aspek cerita pertunjukan ini, guna memahami pesan apa yang sebenarnya hendak disampaikan melalui sekenario yang ditulis. Dengan pendekatan wacana Teun A. Van djik sebagai mata pisau, serta untuk memeberikan apresiasi terhadap karya seorang pekerja seni yang tentunya memiliki ideologi dan pemikiran tertentu dalam memandang realitas kehidupan. Kemudian dijadikan sebagai isu untuk ditonjolkan kepada masyarakat. Penelitian diberi judul “Kritik Kepemimpinan dan Perubahan Sosial Pada Naskah Demonstran Karya N.Riantiarno (Studi Analisis WAcana Kritis)” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wacana dan nilai-nilai yang dibangun pada pementasan tersebut untuk menyampaikan sebuah kritik pada kasus dan konflik yang terjadi di Tanah Air dewasa ini.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatsan Masalah Merujuk pada latar belakang yang peneliti telah paparkan sebelumnya, maka dalam hal ini dibuat pembatasan masalah. Untuk lebih memfokuskan penulisan penelitian ini dibatasi hanya pada seputar naskah pementasan teataer yang berjudul “Demonstran”. 2. Perumusan Masalah Untuk mengetahui permasalahan yang akan diteliti, maka peneliti akan merumuskan beberapa masalah sebagai berikut: a. Bagaimana kontruksi wacana pada level teks pada Demonstran?
naskah teater
8
b.
Bagaimana konteks sosial, dan kognisis sosial yang dibangun dalam penyampaian kritik sosial pada naskah teater Demonstran?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk meneliti dan mengetahui kritik sosial yang dibangun pada naskah teater Demonstran. b. Untuk meneliti dan mengetahui kognisi serta konteks sosial yang melatarbelakangi keluarnya wacana dalam naskah teater Demonstran. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Manfaat akademis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dalam penelitian tekstual, khususnya dalam menggunakan metode analisis wacana. Juga dapat memberikan gambaran kepada siapa saja yang akan melakukan penelitian seputar naskah teater. Serta dapat mempermudah dan membantu mahasiswa dalam melakukan penelitian menggunakan analisis wacana. b. Manfaat praktis Kajian tentang kausa bahasa ini diharapkan dapat memberi kontribusi positif dalam penelitian yang berkaitan dalam bidang seni. Juga penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan untuk memperkaya wawasan bagi para praktisi seni pertunjukan.
9
D. Tinjauan Pustaka Beberapa skripsi mahasiswa/I yang mengangkat dan menggunakan metode wacana dantaranya: Analisis Wacana Pemberitaan Harian Republika Tentang Makanan CAlon Haji Berformalin Karya Yusuf Gandang Pamuncak, Analisis Wacana Teun Van Djik Berita Tentang Calon Presiden RI 2009 Partai Keadilan Sejahtera di Harian Republika karya Mochamad Arifin, Analisis Wacana Citra Perempuan Dalam Tabloid Nova Edisi Khusus Kecantikan Tanggal 21-27 november 2011 karya Tiara Mustika. Dari ketiga judul skripsi tersebut memiliki focus penelitian terhadap telaah pemberitaan metode analisis yang digunakan adalah metode analisis wacana Teun A. van Djik. Dari ketiga skrisi tersebut memiliki perbedaan dengan skripsi peneliti yaitu dari segi kasus yang diteliti, dan media yang menjadi objek penelitiannya.
E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian tentang naskah teater Demonstran dari teater koma karya N. Riantiarno ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskripstif dengan metode analisis wacana Teun A. van Djik. Peneliti menganalisis teks drama Demosntran karya N.
Riantiarno lalu
menyimpulkan hasil dari temuan analisis tersebut. Hasil penelitian ini bersifat deskriptif. Dalam mengamati kasus dari berbagai sumber data yang digunakan untuk menelti, menguraikan, dan menjelaskan secara komperhensif, berbagai aspek individu, kelompok suatu program atau peristiwa secara sistematis.7 Dengan menggunakan metode kualitatif
7
Rachmat Kiryanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi. (Jakarta: 2007), Cet. Ke. 2, h. 102
10
deskriptif peneliti berusaha melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik bidang tertentu secara faktual dan cermat.8 Ciri lain dalam metode analisis kualitatif deskriptif adalah titik berat pada observasi dan suasana alamiah (natural setting). Peneliti bertindak sebagai pengamat. Peneliti hanya membuat kategori pelaku, mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku observasinya. Hasil penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang bagaimana naskah teater Demonstran karya N. Riantiarno mengkonstruksi permsalahan dan kritik sosial. Analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil daru suatu praktek yang harus diamati.9 Analisis wacana merupakan salah satu alternatif dari analisis isi selain kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis kuantitatif lebih memfokuskan pada sisi komunikasi yang tampak (tersurat/manifest/nyata). Sedangkan untuk menjelaskan halhal yang tersirat (latent), misalnya ideologi apa yang ada di balik suatu berita, maka dilakukan riset analisis isi kualitatif. Dalam perkembangan Ilmu Komunikasi, metode analisis kualitatif berkembang menjadi beberapa varian metode, analisis wacana salah satunya disamping analisis framing dan semiotic.10 Pretense analisis wacana adalah pada muatan, nuansa dan makna latent (tersembunyi) dalam teks media.11 Wacana oleh Van Djik digambarkan mempunyai tiga dimensi/ bangunan: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Inti analisis Van Djik 8
Jalaludin Rachmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), h. 22. 9 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media ( Yogyakarta: Lkis, 2001 ), 10 Rachmat Kiryanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi. (Jakarta: 2007), Cet. Ke. 2, h. 62 11 Alex Sobur, Analisis Teks Media. (Bandung: Rosadakarya. 2004), Cet. Ke. 4, h. 70
11
adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut kedalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial, dipelajari prosoes produksi naskah yang melibatkan kognisi individu dan pembuat naskah. Sedangkan aspek ketiga menjelaskan dan memepelajari bangunan wacana yang berkembang dimasyarakat akan suatu masalah, dalam penelitian ini tentu saja berkenaan dengan sebuah kritik sosial dan kaitannya dengan perubahan yg sekarang ini marak diperbincangkan. Analisis Van Djik disini menggabungkan analisis tekstual yang memusatkan perhatian selalu kepada teks. 2. Subjek dan Objek Penelitian Untuk melakukan penelitian ini, yang menjadai subjek penelitian adalah kritik sosial dalam pementasan drama. Objek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah “Naskah Drama yang Berjudul Demonstran Karya N. Riantiarno”. Peneliti memilih naskah tersebut karena menilai bahwa ada relevansi dan tujuan yang dimaksud terhadap realitas kehidupan sosial dan politik di Indonesia. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara-cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Pada riset kualitatif ini yang peneliti pakai adalah observasi teks dan dokumentasi. Penelitian ini
12
dengan sengaja memilih forman (atau dokumen atau bahan-bahan visual lain) yang dapat memeberikan jawaban terbaik pertanyaan penelitian.12 a. Obesrvasi Teks Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks dari pada penjumblahan unit kategori, dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretative yang mengandalkan penafsiran peneliti, setiap teks pda dasarnya dapat dimaknai berbeda, dan ditafsirkan secara beragam.13 Dalam hal ini peneliti mengamati dan memeperhatikan secara menyeluruh dengan disesuaikan pada kerangka analisis wacana yang dikemukakan oleh Teun Van Djik. b. Dokumentasi Peneliti mengumpulkan dan mempelajari data melalui literature dan sumber bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan masalah yang dibahas dan mendukung penelitian. Prosedur dokumentasi ini dilakukan karena merupakan sumber yang stabil, dan sangat berguna untuk penguatan terhadap bahan penelitian. 4. Pengolahan Data Dalam pengolahan data peneliti menggabungkan hasil melalui pengumpulan data kemudian diolah melalui kajian analisis wacana Teun Van Djik. Dalam penelitian ini mata pisau yang diangkat adalah metode analisis wacana, model ini kerap disebut kognisi sosial, istilah ini
12
John W. Creswell, Desain Penelitian: Pendekatan kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: KIK Press, 2003) h. 143 13 Sobur, Alex, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik dan Framing (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke. 4, h. 11
13
sebenarnya diadopsi dari pendekatan psikologis sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan terbentuknya teks. Berikut prosedur pengolahan data yang akan dilakukan ole peneliti: a. Pengamatan Struktur Makro Untuk analisis data teks dalam mengamati struktur makro, peneliti memecah tulisan tersebut menjadi makrostruktur sesuai dengan urutan paragraf. Setelah menemukan makrostruktur tingkat pertama yang merupakan tema per paragraf, peneliti mereduksi untuk mendapatkan makrostruktur dengan tingkatan yang lebih tinggi yaitu makrostruktur tingkat kedua. Pengeliminasian terakhir menjadikan makrostruktur tingkat ketiga merupakan tema dari berita tersebut. b. Pengamatan Struktur Mikro Untuk analisis data teks dalam mengamati superstruktur dan struktur mikro, peneliti memberikan nomor pada tiap lima barisnya hal ini diperuntukan agar mempermudah pencarian kalimat atau tulisan yang dimaksud. Setelah itu peneliti meneliti elemen skema untuk mengamati superstruktur serta meneliti elemen latar, detail maksud, bentuk kalimat, koherensi, leksikon, dan grafis untuk mengamati struktr mikro. c. Analisis Kognisis Sosial Untuk analisis kognisi sosial peneliti melakukan observasi dokumen terkait untuk mengetahui latar belakang dan wawasan penulis naskah dalam menyampaian pesan. Setelah itu diolah untuk mengetahui kognisi pembuat berita.
14
d. Analisis Konteks Sosial Untuk analisis konteks sosial peneliti menelusuri literature yang berkembang dimasyarakat mengenai keadaan sosial politik di Indonesia. Setelah itu diolah untuk mengetahui wawasan khalayak tentang kritik sosial yang telah disampaikan. 5. Analisis Data Melihat pengkonstruksian yang dilakukan di dalam naskah “Demonstran” mengenai kritik sosial, peneliti menggunakan metode analisis wacana Teun A. Van Djik. Wacana oleh Van Djik digambarkan mempunyai dimensi/bangunan: teks, kognisis sosial, dan konteks sosial. Inti analisis Van Djik adalah mengabungkan ketiga dimensi wacana tersebut kedalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang akan diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegasakan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial depelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dan wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalm masyarakat akan suatu masalah.14 Pada penelitian ini, peneliti mencoba mengemukakan tentang pesan dari pertunjukan teater yang bertemakan kriik sosial yaitu “Demonstran” yang diproduksi pada tahun 2013-2014 dan dipentaskan pada tanggal 1-15 Maret 2014. Untuk melihat pesan tersebut, peneliti mencoba menganalisa unsur dari pertunjukan tersebut yaitu melalui narasi (sekenario/naskah) yaitu dengan menganalisis teks sekenario pertunjukan
14
Eriyanto, Op. Cit., Analisis Wacana Pengantar Teks Media, h. 4.
15 teater “Demostran” melalui teks tersebut akan diketahui pesan yang terkandung dalam pertunjukan tater tersebut. Selanjutnya, penelitian ini akan menggunakan beberapa referensi dan sumber-sumber yang terkait dengan penelitian, yang akan mendukung penelitian ini. Analisis data teks yang dikemukakan Van Djik dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 1.1 Struktur/Elemen Wacana Model Van Djik Struktur Wacana
Hal yang Diamati
Elemen
Struktur Makro
Tematik (apa yang dikatakan)
Topik
Seperstruktur
Skematik (bagaimana pendapat Skema disususn dan dirangkai)
Strukur Mikro
Semantik (makna yang ingin Latar, Detail, Maksud, ditekankan dakm teks berita)
Pra-anggapan, Nominalisasi.
Sruktur Mikro
Sintaksis (bagaimana pendapat Bentuk disamaikan)
Struktur Mikro
Kalimat,
Koherensi, Kata ganti.
Stilistik (pilihan kata apa yang Leksikon dipakai)
Struktur Mikro
Retoris
(bagaimana
dan Grafis,
Metafora,
dengan cara apa penekanan Ekspresi dilakukan)
Peneliti juga menganalisis data untuk mendapatkan konteks sosial. Hal ini dilakuakn agar peneliti mengetahui wawasan yang berkembang di masyarakat, wacana yang diyakini oleh masyarakat, serta pengetahuan masyarakat tentang sebuah kritik sosial. Konteks sosial memperlihatkan bagaimana teks itu dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial.
16
F. Sistematika Penulisan Penelitian yang akan dibahas terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab, yakni : BAB I
PENDAHULUAN membahas tentang latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. BAB II
LANDASAN TEORI membahas pada ruang lingkup
krangka teori yang akan membangun struktur wacana terhadap objek penelitian. Berdasarkan kerangka teori dalam bab ini, maka terdapat beberapa poin pembahasan yaitu: pembahasan mengenai analisis wacana serta ruang lingkupnya dan yang paling utama adalah pendalaman teori-teori wacana model Teun A. Van Djik. BAB III
GAMBARAN UMUM PROFIL Teater Koma membahas
sekilas tentang biografi sanggar Teater Koma, hasil karya Teater Koma, dan sekilas tentang naskah “Demonstran”. BAB IV
ANALISIS PENELITIAN membahas hasil penelitian yang
berisi tentang analisis lirik sekenario/naskah “Demonstran” karya N. Riantiarno yang dibawakan oleh Teater Koma. BAB V
PENUTUP membahas kesimpulan dan saran-saran.
BAB II KERANGKA TEORI
A. Drama Secara Umum 1. Pengertian Drama Setiap orang tentu mengenal drama. Drama merupakan proyeksi kehidupan manusia yang ditampilkan dalam bentuk pementasan. Sebagai interpretasi kehidupan, drama erat hubungannya dengat berita yang terjadi di kehidupan nyata masyarakat. Drama juga disebut sebagai potret kehidupan, baik potret suka duka, pahit manis, maupun hitam putih kehidupan manusia. Dewasa ini, drama mengalami banyak perkembangan. Berbagai jenis drama banyak dipentaskan. Baik di lingkungan sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Pentas drama semakin berkembang setelah drama dijadikan sebagai salah satu tujuan pembelajaran.1 Juga sebagai media penyampaian kritik sosial. Drama, begitulah orang mengenalnya untuk pertama kali. Di Indonesia drama ini mempunyai istilah tersendiri yang kita kenal dengan kata sandiwara.2 Drama ialah kesenian yang bersifat nyata untuk dilihat, didengar dan dimengerti akan motifasi yang dituju, apa yang diketengahkan seni drama tidak jauh beda dengan kejadian disekeliling kita, ada adegan lucu sedih juga ketegangan yang mencekam. 3 Kata drama berasal dari bahasa yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, dan beraksi. Drama juga berarti perbuatan. Ada orang yang 1
Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati,
2
Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979) Djoddy M, Mengenal Permainan Seni Drama, (Surabaya: Arena Ilmu)
2012) 3
17
18
menganggap drama sebagai lakon yang menyedihkan, mengerikan sehingga dapat diartikan sebagai sandiwara tragedi.4 Namun Djoddy M dalam bukunya yang berjudul Mengenal Permainan Seni Drama beranggapan lain, dia mendefinisikan darama itu sendiri melalui sejarah, yaitu DROOMMA yang berarti lingkaran atau tempat untuk berkumpul hal demikian mengingatkan kita pada cara-cara kuno dalam hal pendidikan budi pekerti dari seorang GURU (Pendeta, Filsuf, Satria) untuk menerima ajaran kehidupan.5 Sedangkan drama dalam buku Dramaturgi memiliki tiga pengertian. Pertama, drama adalah kwualitet komunikasi, situasi aksi (segala apa yang terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, rasa kagum dan ketegangan pada pendengar/penonton. Kedua, menurut Moulton drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action). Maka dalm drama itu kita melihat kehidupan manusia diekspresikan secara langsung dimuka kita sendiri. Dalam kutipan Branden Mathews “konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok dari drama”, Ferdinand Brundtierre ”drama haruslah melahirkan kehendak manusia dengan aksi”, dan Balthazar Verhagen “drama adalah kesenian melukis sifat dan sikap manusia dengan gerak”. Ketiga, drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksi dalam bentuk pementasan dengan menggunakan percakapan dan aksi di hadapan penonton (audience).6
4
Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986) 5 Djoddy M, Mengenal Permainan Seni Drama, (Surabaya: Arena Ilmu), h. 13. 6 Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986), h. 3-4.
19
Demikian pula menurut Ki Hajar Dewantara. Definisi secara bahasa, sandiwara (drama) adalah pengajaran yang dilakukan dengan perlambangan. Sandiwara sebagai pengganti kata ‘toneel” dan ‘toneel’ sebagai pengganti kata ‘drama’. Sebenarnya kata sandiwara lebih kena daripada kata toneel (bahasa belanda). Yang artinya tidak lain adalah pertunjukan. Kata sandiwara mengalami kemerosotan, bahkan kata tersebut menimbulkan rasa hina atau ejekan. Karena seringkali terdapat hal-hal yang kurang baik. Seperti contoh kata seorang guru atau seorang bapak kepada anaknya. “jangan main sandiwara kamu!”.7 Maka dari itu pemilihan kata lebih cenderung kepada drama untuk merepresentasikan sebuah seni aksi (akting). Menurut asal kata dan istilah-istilah yang sering kita ketahui dari drama, beberapa pengertian bisa kita dapatkan.8 a. Drama, drama berarti gerak. Atau dalam baha Inggris lebih lanjut kata drama ini sebagai action atau a thing done. Arti lain dari drama ini adalah suatu konflik sikap dan sifat manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan gerak. b. Sandiwara, istilah kata ini terbentuk dari kata sandhi (rahasia) dan warah (ajaran) yang diambil dari bahasa jawa. Jadi sandiwara adalah suatu pengajaran
yang diberikan secara rahasia atau perlambangan karena
disampaikan secara tidak langsung lewat sebuah bentuk tontonan. c. Tonil, toneel berasal dari bahasa belanda yang mempunyai arti pertunjukan. Istilah ini mulai dikenal di negara kita pada masa penjajahan sekitar sebelum perang dunia ke II. Tapi pada akhirnya banyak orang yang 7
Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986), h. 5 8 Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979)
20
men-sinonimkan dengan komidi, terutama pada bentuk komidi bangsawan dan komidi stambul. d. Komidi, pada saat itu orang mengatakan komidi selalu identik dengan komidi stambul, yaitu suatu bentuk drama yang kebanyakan ceritanya diangkat dari Negara-negara Istambul (bekas ibu negara Turki) dalam setiap pertunjukannya. Jika komidi bangsawan adalah komidi yang hanya disajikan dan dipertunjukan untuk kaum bangsawan, karena di dalamnya ada cerminan kemewahan yang menyolok. e. Lakon, istilah drama yang berasal dari bahasa jawa ini, memiliki arti perjalanan cerita (biasanya dikenakan dalam pementasan wayanag). Di Indonesia sendiri istilah ini tidak begitu terkenal. Hanya dipakai pada beberapa tempat saja seperti di Bali, Jawa, dan Madura. f. Teater, berasal dari bahasa yunani yaitu Theraton. Yang diturunkan dari kata theaomai yang artinya ta’jub melihat atau memandang. Tapi pada akhirnya kini teater itu sendiri kemudian mewakili tiga pengertian. Yaitu: 1) Sebagai gedung tempat pertunjukan, panggung yaitu sejak jaman Thucydides (471-395) dan Plato (428-348). Jelasnya disini teater sebagai gedung tempat pertunjukan dimana sandiwara (drama) diadakan. 2) Sebagai publik atau auditorium. Pengertian ini dikenal pada jaman Herodotus (490/480-224). 3) Sebagai suatu bentuk karangan tonil. Dalam arti kata yg luas, teater adalah segala macam jenis tontonan yang dipertunjukan dihadapan orang banyak. Misalnya wayang orang,
21
ketoprak, ludruk, srandul, membai, randai, mayong, arja, rangda, reog, lenong, topeng, dagelan, pantommim, tari, sulapan, akrobatik dan sebagainya. Dalam arti kata sempit, drama ialah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan, diproyeksikan diatas pentas. Disajikan dengan media percakapan, gerak dan laku, dengan atau tanpa dekor dan didasari pada naskah tertulis (sebagai hasil sastra) atau secara lisan, improvisasi dengan atau tanpa musik, nyanyian maupun tarian.9 Dari beberapa definisi mengenai drama dan beberapa istilah yang melatarbelakangi
gambaran
umum
sebuah
drama.
Peneliti
menarik
kesimpulan bahwa drama, adalah seni gabungan dari seni gerak, tari, dan aksi disajikan dalam satu pementasan disaksikan oleh orang banyak yang latar ceritanya berasal dari dinamika kehidupan manusia. Disampaikan bisa melalui kelompok (kwalitet) ataupun perorangan (monologue). 2. Jenis Drama Drama di Indonesia mengalami beberapa tahap perkembangan, mulai dari jenis drama tradisional, drama klasik, drama transisi, dan drama modern. Selain itu, drama dibagi menjadi beberapa jenis. Pembagian drama tersebut berdasarkan tiga keriteria, yaitu berdasarkan penyajian lakon, berdasarkan sarana pertunjukan, dan berdasarkan keberadaan naskah.10 a. Jenis drama berdasarkan jenis penyajian lakon. Berdasarkan jenis penyajian lakon drama dapat dibedakan menjadi delapan jenis bagian, yaitu:
9
Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979) h. 10-12 Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati,
10
2012)
22
1) Tragedi Tragedi atau duka, merupakan drama yang menceritakan kisah yang penuh kesedihan. Tragedi disebut juga dengan drama duka. Pelaku utama dalam drama tragedi dari awal sampai akhir pertunjukan selalui menemui kegagalan dalam memperjuangkan nasibnya. Drama tragedi diakhiri dengan kedudukan yang mendalam atas apa yang menimpa pelakunya (sad ending). Saat menonton drama tragedi penonton seolah-olah ikut menanggung derita yang dialami pelaku utamanya. Oleh karena itu penonton seringkali merasa sedih. Bahkan ikut menangis ketika menyaksikan drama tragedi. 2) Komedi Komedi disebut juga dengan drama sukacita. Komedi merupakan drama ringan yang sifatnya menghibur. Dalam cerita drama komedi terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan bisaanya berakhir dengan kebahagiaan (happy ending). Sebagian orang mengatakan bahwa komedi adalah drama gelak. Meskipun memiliki unsur tawa, drama komedi tetap mempertahankan nilai-nilai dramatik, seperti setting, alur, konflik, dan lakon. Kelucuan drama komedi sering mengandung sindiran dan kritik kepada anggota masayarakat tertentu secara tersirat. Namun drama komedi yang sama dapat dinilai berbeda oleh beberapa penonton. Penonton yang satu dapat mengatakan drama komedi tersebut lucu. Sebaliknya, penonton lain mengatakan drama komedi tersebut tidak lucu.
23
3) Tragekomedi Tragekomedi adalah perpaduan antara drama komedi dan komedi. Isi drama tragekomedi berisi dengan penuh kesedihan, tetapi juga mengandung hal-hal yang menggelitik dan menimbulkan tawa. Suasana suka dan duka bergantian mengiringi drama tragekomedi. Saat menonton drama tragekomedi penonton dapan merasakan kesedihan dan kegembiraan yang mendalam. Contoh tragekomedi yaitu, “Api” karya Usmar Ismail, “Opera Kecoa” karya N.Riantiarno, dan “Saija dan Adinda” karya Max Havelaar/Multatuli. 4) Melodrama Melodrama merupakan drama yang menampilkan lakon tokoh sentimental, mendebarkan hati, dan menghacurkan. Cerita-cerita dalam melodrama
terkesan
berlebihan
sehingga
kurang
meyakinkan
penonton. Selain itu, penampulan alur dan penokohan dalam melodrama kurang dipertimbangkan secara cermat. Tokoh-tokoh dalam melodrama umumnya merupakan tokoh hitam putih atau stereotip. Maksudnya adalah jika dalam melodrama ada seorang tokoh jahat (hitam), tokoh tersebut seluruhnya digambarkan selalu bersifat buruk. Begitu juga sebaliknya, tokoh baik (putih) merupakan tokoh pujaan yang selalu luput dari kesalahan luput dari kekurangan dan seluruh sifat buruk manusia. 5) Dagelan (farce) Dagelan merupakan jenis drama yang memiliki lakon lucu. Dagelan bersifat entertain sehingga tujuan utamanya yaitu menghibur.
24
Dagelan sering disebut komedi murahan karena isi dagelan ringan, kasar, dan cenderung vulgar. Jika melodrama dihubungkan dengan tragedi, dagelan berhubungan dengan komedi. Meskipun dapat dikatakan hampir sama namun pada prinsipnya berbeda. Dagelan memiliki perbedaan yang mendasar dengan komedi. Jika
dalam
komedi
terdapat
lakon
lucu
tetapi
tetap
mempertahankan nilai-nilai dramatik lain halnya dengan dagelanyang alur dramatiknya bersifat longgar, mudah berubah, dan banyak timbul improvisasi. Dalam dagelan, sekenario tidak begitu diperhatikan. Kekuatan kata-kata dan tindakan merupakan hal utama yang membangkitkan kelucuan. 6) Opera Opera adalah drama yang dialognya beruopa nyanyian dengan iringan musik. Lagu. yang dinyanyikan antara pemain satu dan pemain yang lain berbeda. Opera lebih mementingkan nyanyian dan musik daripada lakonnya. Salah satu contoh opera yaitu drama yang berjudul “Yulius Caesar” (terjemahan Muh. Yasmin S.H). Ada istilah lain yang bersifat ahmpir sama dengan opera, yaitu operet. Operet adalah drama sejenis opera tetapi lebih pendek. 7) Tablo Tablo merupakan jenis drama yang mengutamakan gerak. Jalan cerita tablo dapat dimengerti melalui gerakan-gerakan yang dilakukan para tokoh, seperti pantomime. Untuk memperkuat cerita, gerakangerakan yang dilakukan tablo bisaanya diiringi bunyi-bunyian pengiring.
25
8) Sendatari Sendatari adalah gabungan antara seni drama dan seni tari. Rangkaian cerita dan adegannya diwujudkan dengan gerakan dalam bentuk tarian yang diiringi musik. Sendatari tidak mengandung dialog. Hanya saja kadang-kadang dibantu narasi singkat agar para penonton mengetahui peristiwa yang sedang dipentaskan. Penyajian lakon sebagian besar diangkat dari kisah klasik, seperti kisah “Mahabarata” karya Vyasa dan “Ramayana” karya walmiki.11 b. Jenis Drama Berdasarkan Sarana Pertunjukan Berdasarkan sarana atau alat yang digunakan untuk menyampaikan cerita kepada penonton, drama dibagi menjadi lima, yaitu:12 1) Drama Panggung Drama panggung dimainkan oleh para pemain panggung pertunjukan. Penonton berada disekitar panggung dan dapat menikmati drama secara langsung. Setiap aksi dan ekspresi pemain drama juga dapat dilihat langsung oleh para penonton. Drama panggung didukung oleh tata rias, tata bunyi, tata lampu dan tata dekor yang menggambarkan isi drama yang dipentaskan. 2) Drama Radio Drama radio merupakan jenis drama yang disiarkan di radio. Berbeda dengan drama panggung yang dapat ditonton saat dimainkan, drama radio tidak dapat ditonton. Drama radio dapat disiarkan secara
11
Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012), h. 13-15 12 Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012)
26
langsung dan dapat direkam terlebih dahulu dan disiarkan pada waktu yang dikehendaki. Bahkan, dapat pula disiarkan secara berulang-ulang sesuai permintaan dan selera masyarakat. Dalam penyajiannya terdapar beberapa hal yang perlu diperhatikan, musik pengiring dan jenis suara sangat menentukan kualitas dan keberhasilan siaran drama karena radio hanya dapat didengar secara auditif. Karakter pemain juga harus dapat terdengar berbeda karena hanya melalui suara, karakter atau tokoh dan watak pemain harus dapat tertangkap oleh pendengarnya. 3) Drama Televisi Drama televisi bersifat visual dan auditif. Drama televisi dapat ditayangkan secara langsung atau direkam dahulu, kemudian ditayangkan kapan saja sesuai dengan program acara televisi tersebut. Kelebihannya adalah dalam hal penampilan alur cerita. Jika drama panggung dan radio jarang menampilkan alur mundur (flash back), drama tv akan banyak memunculkan alur mundur. Tujuannya untuk menghidupkan lakon dan menciptakan variasi cerita. 4) Drama Film Drama film hampir sama dengan drama tv. Jika drama tv ditampilkan di layar kaca, drama film ditampilkan menggunakan layar lebar dan bisaanya dipertunjukan dibioskop. 5) Wayang Ciri khas tontonan drama adalah cerita dan dialog. Oleh karena itu, banyak anggapan yang menyatakan semua bentuk tontonan yang
27
mengandung cerita disebut drama, teramasuk tontonan wayang kulit dan wayang golek (boneka kecil) yang dimainkan oleh dalang. Wayang banyak bercerita mengenai acaran agama maupun epos (cerita kepahlawanan) yang mengedepankan sifat kesatriaan, keprajuritan dan ajaran moralitas yang tinggi. c. Jenis Drama Berdasarkan Ada atau Tidaknya Naskah Berdasarkan ada atau tidaknya naskah, drama dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) Drama Tradisional Drama tradisional adalah drama berkembang pada zaman dahulu dan masih terpengaruh kuat dengan adat. Drama tradisional sering ditampilkan dengan lakon tanpa naskah. Keberhasilan pertunjukan sangat ditentukan oleh kepiawaian dan kreatifitas para pemain. Semua pemain dituntut mampu memerankan lakonya dengan baik. 2) Drama Modern Seiring perkembangan zaman, kesenian drama semakin berkembang hingga munculnya berbagai jenis drama modern. Drama modern mampu mengalahkan keberadaan drama tradisional karena struktur dan unsur drama modern lebih lengkap dari drama tradisional. Penyajian drama modern lebih terarah dengan menampilkan tujuan yang lebih jelas. Selain itu unsur pembanguan juga sangat diperhatikan.
28
Unsur pembangunan pementasan drama meliputi naskah, pemain, sutradara, make up, kostum, dekor, lighting, dan tata musik. Naskah yang berisi dialog para pemain merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Sebelum mengadakan pementasan, pemain wajib menghafal dialog dan melakukan berbagai latihan (gerak ekpresi) seperti yang tertuilis dalam nasakah. Dialog yang sudah dihafalkan dengan disertai gerak-gerik atau akting. Tidak jarang sebelum pementasan, para pemain diharuskan berlatih berulang-ulang hingga benar-benar dapat memerankan tokoh yang dimainkan dengan penuh penjiwaan. Itulah beberapa jenis drama berdasarkan penyajian lakon, sarana pertunjukan, dan keberaaan naskah. Selain jenis-jenis tersebut, ada beberapa jenis drama lain. Contohnya sebagai berikut: a. Pantomime (drama yang dilakonkan dengan gerak isyarat penganti dialog). b. Monolog (drama yang dilakoni oleh seorang tokoh). c. Drama Kloset (drama yang lebih enak untuk dibaca daripada dipentaskan). d. Drama pendidikan (drama yang menyampaikan ajaran moral serta pesan pendidikan). e. Drama teaterikal (drama yang tujuan utmanya untuk dipentaskan). f. Drama adat (drama yang menampulkan adat istiadat suatu daerah). g. Drama lingkungan (drama yang lakonya sering mengajak penonton berdialog). h. Drama sejarah (drama yang berisi cerita sejarah). i. Drama romantik (drama yang dialognya menggunakan bahasa puitis).
29
3. Aliran Drama Dari waktu ke waktu drama berkembang sesuai tuntutan sosial masyarakat penikmatnya. Drama yang lahir pada tahun 1980-an tentu tentu berbeda dengan drama masa sekarang, baik dari segi struktur, bahasa, gaya panggung, gaya penyampaian, maupun alirannya. Setiap aliran drama tentu mempunyai cirri. Berikut beberapa aliran drama dengan ciri masing-masing:13 a. Aliran Klasik dan Neo Klasik Aliran klasik merupakan aliran yang tunduk pada aturan yang bersifat konvensional. Aliran ini bersumber pada Hukum Trilogi Aristoteles yang meliputi adanya kesatuan waktu, tempat, dan kejadian. Jadi, sebuah drama dikatakan beraliran klasik jika ketiga unsur tersebut terpenuhi dengan baik, bahkan mendominasi struktur lain. Contoh drama beraliran klasik adalah Mahabarata dan Ramayana. Sejalan dengan pengertian tersebut, di dalam buku Dramaturgi dan Dasar pantomin menjelaskan cirri-ciri drama klasik sebagai berikut:14 1) Materi berdasarkan motif yunani/romawi: baik cerita klasik maupun sejarah. 2) Ditulis dalam sajak berirama. 3) Akting bergaya deklamasi. 4) Laku statis, monolog sangat panjang (untuk memberi kesempatan berdeklamasi yang berlebih-lebihan), akibatnya lakon dramatis terlambat.
13
Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati,
2012) 14
Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986)
30
5) Tunduk kepada trilogy Aristoteles. Aliran Neoklasik merupakan yang berkonsep sebab akibat. Kekuasaan Tuhan sangat dominan di dalam cerita drama beraliran neo klasik. Drama aliran ini bisaanya religius. b. Aliran Romantisme Cirri aliran romantisme ini critanya bersifat fantastis. Selain itu, dalam drama beraliran romantisme terdapat anggapan bahwa nasib seorang ditentukan oleh diri sendiri dan takdirnya. Sedangkan dalam buku Dramaturgi dan Dasar Pantomim member penjelasan bahwa aliran ini berkembang pada akhir abad ke 18, sukar untuk memberi penjelasan secara umum, yang jelas drama romantik berkembang dengan klasik, tidak mematuhi draa hukum yang tetap. Berikut ciri-ciri drama aliran romantisme:15 1) Kebebasan bentuk. 2) Isi yang fantastis, seringkali tidak logis. 3) Materi: bunuh-membunuh, teriakan-teriakan dalam gelap, korban pembunuhan yang hidup kembali, tokoh-tokohnya sentimental. 4) Dipentingkan keindahan bahasa. 5) Dalam penyutradaraan segi visual ditonjolkan. 6) Aktingnya bernafsu, bombastis, dan mimik yang berlebihan. Tokoh tokoh yang mempelopri adalah, Alfred de Musset, Heinrich Von Kleist dramanya: Prinz Fredrich vn Hamburg, Christian Dietriech Grabbe, dramanya “Hannibal”.
15
Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim.
31
c. Aliran Realisme Aliran realisme menggambarkan cerita yang bersifat nyata. Ceritanya dalam drama beraliran ini terkesan lebih mudah ditangkap karena berhubungan dengan kejadian sehari-hari. Contoh drama beraliran realisme, yaitu “Paman Vanya” karya Anton Checkov, “Matinya Seorang Pedagang” karya Arthur Miller, dan “Musuh Masyarakat” karya Hendrik Ibsen.16 Aliran realismee umumnya berusaha mencapai ilusi atas penggambaran kenyataan. Drama realis bertujuan tidak untuk menghibur melulu, tetapi meng Aliran mukakan problem dari suatu masa. Problem ini bisa berasal dari luar (soal sosial) dan kontradiksi yang dialami manusia (soal psikologis), maka dari itu drama realisme dibedakan menjadi ada dua macam, yaitu:17 1) Realisme Sosial Biasanya problem sosial dan psikologis saling mempengaruhi, jarang bisa dipisahkan. Tetapi dalam drama realistis masalah sosial dapat dipisahkan dari masalah psikologis. Ciri-cirinya sebagai berikut: a) Peran utama biasanya rakyat jelata, petani, buruh dan pelaut. b) Aktingnya wajar seperti yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari. c) Banyak memakai bahasa sehari-hari. 2) Realisme psikologis Mengangkat alur ceritanya berdasarkan problema yang lebih spesifik ke aspek psikologis, biasanya pergolakan batin dan kontradiksi yang dialami manusia, ciri-cirinya sebagai berikut: 16
Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati,
2012) 17
Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986)
32
a) Lakunya bebas b) Dalam pementasan banyak ditonjolkan sifat-sifat seseorang seperti pejabat, dan orang tua. c) Ceritanya banyak mengisahkan keadaan yang terjadi dan dialami pada diri seseorang. d. Aliran symbolisme Drama-drama beraliran sembolisme menyajikan cerita tentang kenyataan lain dibalik kenyataan yang tampak. Dengan kata lain menampilkan sisi lain dari sebuah sudut pandang pementasan. e. Aliran Ekspresionisme Aliran ini adalah aliran drama yang menonjolakan faktor psikis atau kejiwaan para tokoh daripada penggambaran kejadianya. Teater-teater pada zaman masakini terdapat pada gedung-gedung yang tertutup. Tata sinar, dekorasi dalam teaer dikembangkan dan menempati kedudukan yang cukup penting. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut: 1) Kebanyakan ceritanya berisi suatu emosi. 2) Aktingnya lebih modern dibandingkan pada masa realisme. 3) Peralatanya cukup lengkap. 4) Terapat jarak antara penonton dan pemain. f. Aliran Naturalisme Aliran naturalisme merupakan perkembangan dari aliran realisme. Akan tetapi, drama beraliran ini lebih menekankan pada unsur fisik alam. Sebagai contoh, sebuah pementasan drama mengambil setting pedesaan, maka suasana panggung benar-benar dibuat mendekati aslinya. Drama beralian naturalisme cenderung terkesan hidup dan tidak dibuat-buat.
33
g. Aliran Eksistensialisme Aliran eksistensialisme ini lebih menekankan pada penggambaran tokoh sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan memiliki kemauan dan kebebasan. h. Aliran Absurd Aliran absurd berkisah tentang tidak adanya kebenaran mutlak dalam kehidupan ini. Manusia adalah “Tuhan” bagi dirinya sendiri. Contoh drama beraliran absurd, misalnya “Kursi-kursi” dan “Mata Pelajar” karya Lonesco.18
B. Kritik Dan Perubahan Sosial Krititsme seperti diungkapkan oleh Rayamond Williams “Fault Finding” atau temuan kesalahan. Dia menemukan asal terminologi dalam bahasa Yunani Kritos, ‘a judge’. Sebuah dugaan dari ‘fault finding’ membawa kepada sebuah pendapat yang negatif, contohnya sesuatu yang salah bisa saja dibenarkan dan bisa saja harus lebih baik dari yang dibenarkan. Namun Theodor Ardono menemukan asal kata dari Yunani yang berbeda yaitu berasal dari kata Kirno, ‘to decide’ and ‘crisis’. Sebuah kritikan adalah salah satu penempatan dalam membuat sebuah justifikasi yang mana
memutuskan
apakah sesuatu itu bagus atau tidak, yang memberi poin kepada yang bersalah kemudian membenarkan untuk menuju hal yang lebih baik. Kritik menyediakan sebuah sistem “checks and balance” yang mencegah dari penyimpangan menuju kelaliman. Kritik dapat membangun 18
Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012) h. 22-24
34
sebuah kemungkinan untuk perlawanan, yaitu membangun sebuah pandangan dan opini. Apa yang implisit disisni dari arti kritik bukan hanya untuk menemukan kesalahan tetapi membentuk sebuah garis perlawanan. Tim Dant mengatakan bahwa “Kita mengkritisi apa yang kita tidak setujui. Ketika kita tidak setuju terhadap pendapat atau tindakan orang lain dan menanyakan ‘mengapa?’, kita sudah mengkritisi mereka”. Untuk menjadi kritis, hal pertama yang kita lakukan adalah membangun sebuah perspektif, sebuah pandangan atau pendapat pada seperti apa dunia ini dan bagaimana seharusnya, termasuk bagaimana kita dan orang lain seharusnya bertindak. Yang ke dua, memberikan sebuah alasan mengapa persepektif atau pendapat itu tepat, dan yang ke tiga melibatkan kecakapan dalam berbicara atau mengemukakan pandangan dan alasan mengenai yang orang lain dengar atau baca.19 Mengkritisi menempatkan kita di dalam sebuah situasi ketertarikan yang sangat luas dan sebuah hubungan antara ketertarikan kita pada hal tersebut dengan persepektif yang kita gunakan ketika kita mengkritik. Objek dari sebuah kritikan bisa saja sebuah tindakan dari individu yang lain atau bisa dari sebuah kebisaaan banyak orang. Krikitkan juga termasuk sebuah refleksi, sebuah kebalikan dan jawaban dari sebuah kejadian dan tindakan yang telah terjadi. 20 Kritik lebih berkonotasi negatif. Dalam KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) disebutkan arti kritik sebagai kecaman atau tanggapan, kadangkadang disertai uaraian pertimbangan akan baik dan buruknya suatu hasil 19
Tim Dant, Critical Social Theory: Culture, society and Critique, (London: SAGE Publication, 2003) 20 Tim Dant, Critical Social Theory: Culture, society and Critique, (London: SAGE Publication, 2003)
35
karya. Kritik juga sering dikaitkan dengan masalah sosial. Istilah sosial dalam KBBI disebutkan dalam dua pengertian yaitu, berkenaan dengan masyarakat dan suka memperhatikan kepentingan umum. Sementara itu sosial memiliki arti “having to do with human beings living together as a group in a situation that they have dealing with another” (Webster, 1983:1723). Berdasarkan dari defenisi dua kata tersebut. Dengan kata lain dapat dikatakan, kritik sosial adalah membandingkan serta mengamati secara teliti dan melihat perkembangan serta secara cermat tentang baik atau buruknya kualitas masyarakat. Adapun tindakan mengkritiki dapat dilakukan oleh siapapun termasuk susastrawan, dan kritik sosial merupakan suatu variable penting untuk memelihara sistem sosial dalam masyarakat. Kritik sosial selalu berkaitan dengan sebuah perubahan, terutama pada perubahan sosial. Seperti yang dikatakan Wilbert Moore misalnya, bahwa perbahan sosial adalah perubahan penting dari struktur sosial. Dalam hal ini yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial21. Dewasa ini yang melatarbelakangi perubahan sosial dapat dipengaruhi oleh faktor sistem sosial yang kaku, ketimpangan sosial yang mencolok, fragmentasi komunitas dan kepentingan terselubung22. Dalam menyampaikan sebuah kritik sosial harus dibarengi dengan ideologi yang mumpuni untuk dapat memepengaruhi dan menimbulkan efek. Seperti yang dikatakan Lerner “ide adalah senjata paling ampuh” dan manusia memiliki ide baik untuk memahami maupun untuk mengendalikan kehidupan
21
Wilbert E. Moore,Order and Change; Essaysin Comparative Sociology, New York, John Wiley & Sons, 1967 : 3 22 Robert H. Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, (Jakarta : PT Rineka Cipta) 2001
36
mereka. Terkadang ide juga dapat menjelma menjadi tukang sihir yang menguasai diri dan menyebabkan manusia melaksanakan perintahnya23. Kedua hal tersebut, antara Kritik dan Perubahan adalah dua hal yang saling berkaitan. Awal dari adanya “social changes” adalah berawal dari sebuah kontruski kritik yang dibangun untuk mempengaruhi dan memberikan respon terhadap penyimpangan. Dalam kaitanya antara perubahan dan kritik, perubahan adalah wujud dari sintesis atas bertemunya tesis dan antithesis. Seperti teori dialektik Hegel, pemikiran seperti ini sebelumnya pernah digunakan juga oleh Socrates, filsuf kuno yang menyatakan bahwa untuk mencari kebenaran harus melalui dialog (debat atau diskusi). Kemudian didukung oleh sistematika teori Hegel jika Tesis dibantah oleh Antitesis, kemudian melahirkan Sintesis baru.24 Isi tesis, antithesis dan sintesis berbedabeda tergantung dari sifat dan aspek-aspek kenyataan dimana pengertian ini diterapkan. Sesuai dengan judul peneliti, dialektik yang dimaksud adalah mengenai kritik sosial terhadap kepemimpinan dan kebijakan politik dalam naskah Demonstran, kemudian meneliti sintesa apa yang muncul dan menjadi makna dari perubahan. C. Analisis Wacana 1. Pengertian Analisis Wacana Ada beberapa macam pengertian analisi wacana yang dipahami oleh masyarakat. Hal ini tergantung pada keilmuan yang dianut oleh seseorang. Wacana dipakai dalam berbagai macam jenis keilmuan. Diantaranya psikologi, sosiologi, politik, studi bahasa, sastra dan 23
Max Lener, Ideas are Weapon, New York, Viking Press. 1939 dikutip dari buku Perspektif Perubahan Sosial. 24 Darsono, Karl Marx Ekonomi dan Aksi Politik, (Jakarta : Diadit Media) 2007
37 komunikasi. Pemakaian istilah “wacana” seringkali diikuti oleh beragam macam definisi. Dalam hal ini wacana yang digunakan adalah dilihat dari definisi keilmuan komunikasi.25 Secara etomologi istilah wacana berasal dari bahasa Sangsekerta wac/wak/uak yang memiliki arti kata ‘berkata’ atau ‘berucap’. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ‘ana’ yang berbentuk sufiks (akhiran) yang bermakna ‘membendakan’ (nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana dapat dikatakan sebagai perkataan atau tuturan.26 Namun, istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para ahli linguistic (ahli bahasa) di Indonesia sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris, ‘discourse’. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa latin, discursus (lari kesana lari kemari). Kata ini diturunkan dari kata ‘dis’ (dan/dalam arah yang berbeda-beda) dan kata ‘curere’ (lari).27 Analisis wacana adalah suatu pencarian prinsip-prinsip yang digunakan
oleh
komunikator
dari
persepektif
mereka,
ia
tidak
memperdulikan ciri atau sifat psikologis tersembunyi atau fungsi otak, namun terhadap problema percakapan sehari-hari yang kita kelola dan kita pecahkan.28 Analisis wacana adalah dua kata yang memiliki arti. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa, penjelasan yang telah dikaji sebaik-baiknya,
25
Eriyanto, Analisis Wacana., h. 1-3 Dedy Mulyana, Kajian wacana: Teori, Metode Aplikasi, dan Prinsip-Prinsip Analisis Wacana, (Yogyakarta:Tiara Wacana, 2005), h. 3 27 Dede Oetomo, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana, (Yogyakarta: Kanisisus, 1993), h. 3 28 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 48-49 26
38
penguraian suatu pokok atas berbagai bagian, serta penguraian karya sastra atau unsur-unsurnya untuk memahami peretalia antar unsur tersebut.29 Dalam buku Eriyanto yang berjudul “Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media” menjelasakan wacana dari berbagai pendapat para tokoh. Diantaranya bersumber dari (Roger Flower 1977) wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari sudut pandang kepercayaan dan nilai. Secara lebih sederhana wacana berarti objek atau ide yang diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas.30 Sobur merangkum pengertian wacana dari berbagai pendapat ahli sebagai “rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa“. Lalu jika dirumuskan, analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Marianne W. Jorgensen dan Louise J. Philips mendefinisikan cara tertentu untuk membicarakan dan memahami dunia ini.31 J.S Badudu dalam tulisan Eriyanto, menyebutkan definisi wacana yaitu: 1. Rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi lainya, membentuk satu kesatuan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu. 2. Kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan 29
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, cet.ke-1 1988), h.
32 30
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 11. Marianne W. Jorgensen dan Louise J. Philips, Analisis Wacana Teori dan Praktik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet- 5, h. 2. 31
39
koherensi dan kohensi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaian secara lisan atau tertulis.32 Menurut Eriyanto, pada studi analisis tekstual. Analisis wacana termasuk ke dalam paradigma kritis yang melihat pesan/teks sebagai petarungan kekuasaan, sehingga teks dipandang sebagai suatu dominasi kelompok kepada kelompok yang lain.33 Ada beberapa tokoh yang mengenalkan model-model analisis wacana. Model Roger Fowler dkk., model Theo van Leeuwen, model Sara Mills, model Teun A. Van Dijk, dan model Norman Fairclough. Dari model-model yang disebutkan diatas, terdapat persamaan dan perbedaannya. Secara singkat, persamaan dari masing-masing model adalah pada ideoligi sebagai posisi penting dari analalisis semua model. Kekuasaan (power) juga menjadi bagian sentral. Poin penting dari analisis semua
model
adalah
kemungkinan
besar
bahwa
wacana
dapat
dimanipulasi oleh kelompok dominan atau kelas yang berkuasa dalam masyarakat untuk memperbesar kekuasaannya. Selain persamaan tersebut, unit Bahasa juga persaman yang digunakan sebagai alat untuk mendeteksi ideologi dalam teks. Perbedaan dari model-model tersebut terlihat pada tingkatan kerangka analisis. Tingkatan tersebut terdiri dari tingkatan Mikro yang menganalisis unsur bahasa pada teks. Kedua, Kognisi yang menganalisis pada diri individu sebagai penghasil atau pemroduksi teks. Dan tingkatan Ketiga, Konteks, yaitu analisis struktur sosial, ekonomi, politik, dan 32 33
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 2. Ibid, h. 18.
40
budaya masyarakat. Model Roger Flowerdkk., Theo van Leeuwen, dan Sara Mills memusatkan penelitianya ditingkatan mikro dan makro. Sementara pada model Van Dijk menggunakan ketiga tingkatan dalam kerangka analisisnya.34 Model Roger Flower, berfokus pada struktur dan fungsi bahasa, dimana tata bahasa itu menyediakan alat untuk dikomunikasikan kepada khalayak. Flower dan kawan-kawan meletakan tata bahasa dan praktik pemakaianya tersebut untuk mengetahui praktik ideologi. Theo van Leeuwen menganalisis bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Kelompok yang dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan peristiwa dan pemaknaannya, sementara kelompok lain yang possisinya lebih rendah cenderung terus menerus sebagai objek yang digambarkan berlawanan. Sara Mills lebih fokus kepada pemberitaan yanag berkaitan dengan feminism, oleh karena itu, penelitian model Sara Mills disebut sebagai perspektif feminis. Titik dari analisis wacana ini adalah menunjukan bagaimana wanita digambarkan dan dimarjinalkan dalam teks berita, dan bagaimana bentuk pola pemarjinalan itu dilakukan. Sedangkan Van Dijk dan Fairclough menghubungkan teks mikro dengan konteks masyarakat yang makro. Fairclough menitik beratkan perhatiannya melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Dari model-model yang disebutkan di atas, model Van Dijk yang paling banyak digunakan. Hal ini didasarkan pada Van Dijk yang menggabungkan elemen-elemen
34
Eriyanto, Analisis Wacana., h 342-356
41
wacana sehingga lebih praktis digunakan. Penelitian ini menggunakan model penelitian Van Dijk. Aalisis wacana Van Dijk melihat penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata. Disini perlu dilihat pula bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga dapat diketahui bagaimana teks bisa menjadi seperti itu. Model Van Dijk ini sering disebut sebagai kognisi sosial.35 Analisis model Van Dijk melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana
kognisi/pikiran
dan
kesadaran
yang
membentuk
dan
berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti dari model ini adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.
2. Analisis Wacana Model Teun A. Van Dijk Teun Adrianus van Dijk adalah seorang sarjana biang linguistik teks, analisis wacana dan analisis kritis. Van Dijk lahir di Naaldwijk, Belanda pada tanggal 7 Mei 1943. Sejak 1980-an karyanya dalam analisis wacana difokuskan terutama pada studi tentang reproduksi diskrusif rasisme dengan apa yang dia sebut ‘elite simbolik’ (politikus, wartawan, sarjana, penulis), studi tentang berita di pers dan pada teori ideologi dan konteks. Teun A. Van Dijk adalah seorang professor studi wacana di Universitas Amsterdam dari
35
Eriyanto, OP. Cit., Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 23.
42
tahun 1968 hingga 2004 dan hingga tahun 1999 ia telah mengajar di Pompeu Fabra University, Barcelona. Meski penelitian-penelitian wacana yang sering diteliti oleh Van Dijk adalah mengenai rasialisme namun tidak menutup kemungkinan terhadap objek penelitian berupa teks berita atau teks sekenario dan naskah. Seperti objek penelitian terhadap naskah drama “Demonstran” ini. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan tokoh Teun A. van Dijk, maka harus diketahui terminologis yang terdapat dalam buku “Crtical Discourse Analysis” dalam pembahasan mengenai “What is Discourse?”: Discourse analysis are, “key to define the concept of discourse.” Such as the definition would have to consist of the whole discipline of discourse studies, in the same way of linguistic provides many definitions of the definition of ‘languages’. In the may view, it hardly makes to define fundamental notion such as ‘discourse, language, cognition, interaction, power, or society. To understand these nations, we need whole theories or discipline of the objects or phenomena we are dealing with. This, discourse is a multidimentional sosial phenomenon.
It is the same tune in linguistic (verbal
grammatical), object (meaningful sequences of words or sentences), an action (as an assertion or a threat), a form of sosial interaction (like conversation), a sosial practice (such as a lecture), a mental representation (a meaning, a mental model, an opinion, knowledge), an interactional communicative event or activity (like parliamentary m), a cultural product (like a telenovela), or even an economic commodity that is being sold and bought (like a novel). In other words, a more or less complete ‘definition’ of the notion of ‘discourse’ would involve many dimentions of consist of many other fundamental notions that need definition, that is theory, such as meaning, interaction and cognition.36
Proses produksi dan pendekatan ini sangat identik dengan Van Dijk, yang melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Istilah ini diadopsi dari pendekatan di lapangan dalam ilmu psikologi sosial, terutama
36
Teun van Dijk, Critical Discourse Studies: A Sociocognitive Approach, (London; Sage, 2002), h. 66-67
43 untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks.37 Van Dijk menjelaskan dalam karyanya yang berjudul Principles of Critical Discourse Analysis “Whereas of management of discourse access represents one of the crucial sosial dimentions of dominance, that is, who is allowed to say/write/hear/read what to/from whom, where, when and how we have stressed that modern power has a major cognitive dimension.”38
Studi analisis wacana ini berasal dari analisis linguistik kritis. Merambah kepada ilmu sosial lainya, seperti analis semiotik kritis, bahasa, wacana, komunikasi, dan ilmu sosial lainya. Meski awalnya berasal dari bahasan wacana linguistik, tetapi tidak menutup kesempatan kepada ilmu sosial lainya untuk diteliti. Van Dijk juga memfokuskan kajiannya pada peranan strategis wacana dalam proses distribusi dan reproduksi, pengaruh hegemoni atau kekuasaan tertentu. Salah satu elemen paling penting dalam proses analisa relasi kekuasaan atau hegemoni dengan wacana adalah pola-pola akses terhadap wacana publik yang tertuju kepada kelompok-kelompok masyarakat. Secara teoritis, bisa dikatakan agar relasi antara suatu hegemoni dengan wacana bisa terlihat dengan jelas, maka kita membutuhkan hubungan kognitif dari bentukbentuk masyarakat, ilmu pengetahuan, ideologi dan beragam representasi sosial lain yang terkait dengan pola pikir sosial, hal ini juga mengaitkan individu dengan masyarakat, serta struktur sosial mikro dengan makro.39 37
Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis, (Bandung: Yrama Widya) cet ke-2. 2013.
H. 86. 38
Teun A. van Dijk, Discourse and Society: Principles of Critical Discourse Analysis, (London. Newbury Park and New Delhi), vol. 4(2) 1993 h. 257. 39 Teun A. van Dijk, Discourse and Society: Vol.4 (2). (London Highburry Park and New Delhi: Sage, 1993), h. 249
44
Menurut Van Dijk, analisis wacana memiliki tujuan ganda yaitu sebuah teori sistematis yang deskriptif, kemudian struktur dan strategi di berbagai tingkatan dan wacana lisan tertulis yang dilihat baik secara objek tekstual juga sebagai bentuk praktik sosial budaya antar tindakan dan hubungan. Sifat teks ini berbicara dengan relevan pada struktur kognitif, sosial, budaya, dan sejarah konteks. Momentum penting dari pendekatan tersebut terletak pada fokus khusus yang terkait pada isu sosial-politik, dan menyampaikan secara eksplisit cara penyalah gunaan kekuasaan kelompok dominan yang mengakibatkan ke tidaksetaraan dan delegitimasi.40 Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi yaitu teks, kognisis sosial, dan konteks sosial. Van Dijk menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut kedalam suatu kesatuan analisis. Dalam teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Kognisis sosial mempelajari proses induksi teks yang melibatkan individu dari penulis. Sedangkan aspek ketiga yaitu konteks sosial yang mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Model analisis Van Dijk ini bisa digambarkan sebagai berikut.41
40
Teun Van Dijk, Menganalisis Rasisme Melalui Analisis Wacana MElalui Beberapa Metodologi Relektif, artikel diakses pada 17 maret 2014 dari http.//www.discourse.org 41 Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis. H. 88.
45
Teks
Kognisi Sosial Konteks Sosial
Sumber; Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta, Lkis, 2001, h. 225. Gambar2.1 Model Analisis Wacana van Dijk a. Teks Van dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya kedalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun secara utuh. Ketiga, struktur mikro. Adalah makna wacana yang dapat diamati melalui bagian kecil dari suatu teks yakni kata-kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase, dan gambar.
46
Tabel 2.2 Struktur Analisis van Dijk
Struktur Makro Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks
Superstruktur Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan.
Struktur Makro Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.
Sumber: Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta, LKiS 2001, h. 227 Menurut van Dijk, meskipun terdisri atas berbagai elemen, semua elemen merupakan suatu kesatuan, saling mendukung. Tabel di atas menunjukan struktur analisis teks van Dijk, berikut adalah penjelasan elemen-elemen yang dianalisa melalui struktur tersebut:42 1) Tematik Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Sering disebut juga sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang
42
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 225
47
utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh penulis dalam naskahnya. Topik menunjukan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu tulisan. Oleh karena itu, ia sering disebut sebagai tema/topik. Topik ini akan didukung oleh subtopik satu dengan subtopik yang lainnya yang saling mendukung terbentuknya topik umum. Subopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan, yang menunjuk dan menggambarkan subtokpik, sehingga dengan sub bagian yang saling mendukung antara bagian satu dengan bagian lainya. Teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh. Gagasan van Dijk ini didaasarkan pada suatu mental pikir tertentu. Kognisi atau mental ini seara jelas dapat dilihat pada topik yang dimunculkan. Karena topik ini dapat dipahami sebagai mental atau kognisi penulis, tidak heran jika semua elemen dalam berita mengacu dan mendukung kepada topik yang diangkat.
2) Skematik Teks atau wawancara umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukan begaimana bagianbagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Jika dalam berita umumnya mempunyai kategori skema besar. Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead begitu juga dengan sebuah drama teater. Elemen skema ini merupakan elemen skema yang dipandang paling penting. Judul dan lead
48
umumnya mempunyai tema yang ingin ditampilkan. Lead ini umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan. Kedua, story yakni isi secara keseluruhan dalam sebuah naskah. Isi ini juga mampunyai dua subkategori. Yang pertama berupa situasi, yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua adalah sebuah komentar ditampilkan dalam teks. Subkategori situasi yang menggambarkan kisah atau peristiwa umunya terdisri atas dua bagian. Yang pertama mengenai episode atau kisah utama dari peristiwa tersebut, dan yang kedua latar untuk mendukung episode yang disajikan kepada khalayak. Sedangkan subkategori komentar yang menggambarkan bagaimana pihak-pihak yang terlibat memberikan komentar atas suatu peristiwa terdiri atas dua bagian. Pertama, reaksi atau komentar verbal dari tokh yang ada dalam cerita drama tersebut. Kedua, kesimpulan dari komentar beberapa tokoh. Menurut van Dijk, arti penting skematik adalah strategi penulis untuk pendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan-urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menepatkan bagian di akhir agar terkesan kurang menonjol. 3) Latar Latar merupakan bagian isi naskah yang dapat dipengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Seorang sutradara ketika menulis naskah biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang dtulis.
49
Latar yang dipilih menentukan kea rah mana panangan masyarkat akan dibawa. Latar umumnya ditampilkan di awal. Oleh karena itu latar membantu menyelidiki bagaimana seorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa. Latar peristiwa itu dipakai untuk menyediakan dasar kehendak ke mana makna teks dibawa. Ini merupakan cerminan ideologis, di mana penulis naskah dapat menyajikan latar belakang dapat juga tidak, tergantung kepada kepentingan mereka. 4) Detail Elemen wacana detail berhubungan dengan control informasi yang ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit kalau hal itu merugikan kedudukannya. Elemen detail merupakan strategi bagaimana penulis naskah mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implicit. Dari detail bagian mana yang akan dikembangkan dan mana yang disampaikan dengan detail yang besar, akan mengembangkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media. 5) Maksud Elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen wacana detail. Dalam detal, informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan dngan detail yang pannjang, elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan kommunkator akan diuraikan secara eksplisit dan jelan. Sebaliknya informasi yang merugikan akan diuraikan secara samar, implicit dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah pubilk hanya disajikan informasi yang menguntungkan komunikator.
50
6) Koherensi Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda apat dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun tidak dapat menjadi berhubungan ketika seorang menghubungkannya. Koherensi merupakan elemen wacana untu melihat bagaimana
seorang
secara
strategis
mengunakan
wacana
untuk
menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan atau malah sebab akibat. Pilihan-pilihan mana yang diambil ditentukan oleh sejauh mana kepentingan komunikator terhadap sesuatu. 7) Koherensi kondisional Koherensi kondisional diantaranya ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas. Di sini ada dua kalimat, dimana kalimat kedua adalah penjelasan atau keterangan dari proposisi kalimat pertama., yang dihubungkan dengan kata penghubung (konjungsi). Kelimat kedua fungsinya dalam kalimat hanya sebagai penjelas (anak kalimat) sehingga ada atau tidak ada anak kalimat itu tidak akan mengurangi arti kalimat. Arti kalimat itu menjadi cermin kepentingan komunikator karena ia dapat memberi keterangan yang baik dan yang buruk terhadap suatu pertanyaan. Koherensi dalam banyak hal seringkali menggambarkan kepada kita bagaimana sikap penulis atas peristiwa, kelompok, atau seorang yang ditulis. Bagaimana sikat tersebut dilekatkan dan tanpa disadari mengiringi pembaca pada pemahaman dan pemaknaan tertentu.
51
8) Koherensi pembeda Koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua
peristiwa
dihubungkan/dijelaskan,
maka
koherensi
pembeda
berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan. Dua buah peristiwa dapat dibuat seolah-olah saling bertentangan dan bersebrangan dengan menggunakan koherensi ini. Efek pemakaian koherensi pembeda ini bermacam-maca,. Akan tetapi, yang terlihat nyata adalah bagaimana pemaknaan yang diterima oleh khalayak berbeda. Karena satu fakta atau realitas dibandingan dengan realitas yang lain. 9) Pengingkaran Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktik wacana yang menggambarkan bagaimana proses penyembunyian apa yang ingin diekspresika secara eksplisit. Dalam arti yang umum pengingkaran menunjukan seorang penulis menyetujui sesuatu, padahal tidak setuju dengan memberikan argumentasi atau fakta yang emnyangkal persetujuan tersebut. Dengan kata lain, pengibgkaran merupakan bentuk strategi wacana bahawa penyampaian pendapat kepada khalayak dilakukan tidak secara tegas. 10) Bentuk Kalimat Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis yaitu prinsip kasualitas. Dimana ia menyatakan apakah A yang menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. logika kasualitas ini jika diterjemahkan kedalam bahasa menjadi susunan objek (yang
52
menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimay yang berstruktur aktif, seorang menjadi subjek dari pernyataan, sedangkan dalam kalimat pasif seorang menjadi objek dari pernyataanya. 11) Kata Ganti Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahas dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan dimana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seorang dapat menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Akan tetapi, ketika memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara
komunikator dengan khalayak
sengaja dihilangkan
untuk
menunjukan apa yang menjadi sikap komunitas secara keseluruhan. Pemakaian katganti yang jamak seperti “kita” atau “kami” mempunyai implikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi serta mengurangi kritik dan oposisi. 12) Leksikon Elemen ini memandang bagaimana seseorang melakukan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pemilihan kata tersebut bukan dilakukan secara kebetulan, tetapi juga seara ideologis emnunjukan bagaimana pemaknaan seorang terhadap fakta/realitas. Pemilihan kata-kata
53
yang dipakai menunjukan sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda-beda. 13) Hiperbola Dalam suatu wacana, pokok pesan tidak hanya disampaikan melalui pesan teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, hiperbola, yang dimaksud dari ornament atau bumbu dari sebuah cerita. Akan tetapi, pemakaian hiperbola tentu saja bisa menjadi petunjuk utama untuk memaknai dan mengerti akan isi suatu teks. b. Kognisi Sosial Van
Dijk
memahami
peristiwa
lewat
skema.
Skema
menggambarkan bagaimana seorang menggunakan informasi yang tersimpan dalam memorinya dan bagaimana peristiwa dipahami, ditafsirkan dan dimasukan sebagai bagian dari pengetahuan kita tentang suatu realitas. Skema yang dapat digunakan dalam analisis ini adalah 1) skema person: bagaimana seorang menggambarkan dan memandang orang lain; 2) skema diri: bagaimana diri sendiri dipahami, dipandang dan digambarkan oleh seseorang; 3) skema peran: bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peranan dan posisi yang ditempati seorang dalam masyaakat; 4) skema peristiwa: setiap peristiwa yang kita tafsirkan dan dimaknai oleh skema tertentu. Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks saja, tetapi juga bagaimana teks itu diproduksi. Van Dijk menyebut sebagai kognisi sosial. Untuk mengetahui bagaimana makna tersembunyi dari suatu teks, diperlukan analisis kognusi dan konteks sosial. Pendekatan
54
kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa.43 Salah satu elemen yang terpenting dalam kognisi sosial adalah memori. Secara umum memori terdapat dua jenis yaitu memori jangka pendek, yang digunakan untuk mengingat peristiwa, kejadian dengan durasi yang pendek. Yang kedua adalah memori jangka panjang, yakni memori yang digunakan untuk mengingat atau mengacu ke peristiwa yang terjadi pada kurun waktu yang lama. Dan yang paling relevan dengan kognisi sosial adalah memori jangka panjang. c. Konteks Sosial Dalam menganalisis wacana perlu dianalisis bagaimana wacana berkembang dalam masyarakat. Penelitian dilakukan dengan menganalisis bagaimana wacana tersebut berkembang di masyarakat lewat buku-buku, pidato dan sebagainya. Titik penting Dari dimensi ini adalah untuk menunjukan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi. Menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini ada dua poin penting: 1) kekuasaan (power) Yang umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumbersumber yang bernilai. Dan poin yang kedua yaitu akses, mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mempunyai akses pada media untuk mempengaruhi kesadaran
43
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.259.
55
khalayak. Selain kontrol yang bersifat langsung kemudian fisik kekuasaan itu dipahami oleh van Dijk sebagai bentuk persuasif. Tindakan seseorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap dan pengetahuan. 2) Akses (acces) Analisis wacana van Dijk memberi perhatian yang besar pada akses, bagaimana akses di antara masing-masing kelompok dalam masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk mengontrol kesadaran, tetapi juga menentukan topik apa dan isi wacana apa yang disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.44
D. Drama Sebagai Medium Wacana Sebuah tulisan adalah sebuah wacana. Tetapi, apa yang dinamakan wacana tidak perlu hanya sesuatu yang tertulis seperti yang diterangkan dalam kamus Webster, sebuah pidato adalah wacana juga. Jadi, kita mengenal wacana lisan dan wacana tertulis. Ini sejalan dengan pendapat Henry Guntur Tarigan bahwa “istilah wacana mencakup bukan hanya percakapan atau obrolan
44
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h 259.
56
Pembatasan yang paling utama dalam sebuah seni adalah sebuah hal yang tidak bisa ditawar lagi oleh seorang seniman sebagai pengorbanan yang cukup tinggi. Sebab drama bukan hanya sebagai seni tapi juga sebagai ilmu. Karna itu untuk melibatkan drama sebagai sebuah ilmu ada persyaratan yang mutlak yang harus dilakukan oleh seniman drama. Disamping itu pula harus memahami dan menyadari bahwa ilmu akan selalu berkembang. Oleh karena itu deperlukan itelegensi (kecerdasan) yang cukup tinggi, yang harus ditempa terus menerus untuk kepentingan perkembangan ilmu pengetahuan. Keindahan dalam seni adalah kenikmatan yang diiterima oleh pikiran akibat pertemuan antara subjek dengan objeknya. Tidak hanya menerima, supaya sampai pada tingkat keindahan seperti ini pikiran harus dilatiih dengan jalan dibantu sedikit atau banyak pengetahuan tentang seni. Sebagai salah satu karya seni, teater memang beda dengan sebuah karya novel, roman atapun lukisan. Sebab seni itu secara relatif tidak merubah apa-apa. Sedangkan tearer justru sebaliknya. Teater baru dianggap exist pada saat aktor melakukannya dalam sebuah petunjukan seni.45 Teater atau drama sebagai medium dakwah adalah variasi baru dalam penyampaian syiar islam dengan cara yang lebih kontemporer untuk mendifusi ajaran islam. Karena drama menjadi aliran baru yg cukup menarik perhatian masyarakat ketimbang tontonan lain yang mainstream. Drama menyajikan sebuah gaya pertunjukan baru dengan materi pertunjukan yang sifatnya dinamis namun mewakili kehidupan yang terjadi sehari-hari. Drama di Indonesia dalam penyampaiannya memerlukan gaya baru yang lebih ringan
45
Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979)
57
dan dapat dinikmati secara umum, tidak melulu melalui khotbah dan majelis ta’lim, pertunjukan drama adalah salah satu cara terbaru. Menurut Keir Elam di dalam bukunya The Semiotic of Theater and Drama, bahwa dalam definisi semiotika, Teater sebenarnya digunakan untuk menunjukan sebuah fenomena yang kompleks yang dihubungkan dengan transaksi antara performer to audience yang dimaksudkan dalam proses komunikasi dari makna sebuah pertunjukan itu sendiri dengan tujuan tertentu yang ingin disampaikan. kemudian Drama dalam arti lain adalah sebuah makna yang artinya konstruksi dan sifatnya tidak nyata diwakili oleh sebuah pertunjukan yang telah diatur secara khusus.46 Secara Bahasa dapat disimpulkan bahwa drama sebagai medium wacana adalah istilah yang dapat digunakan untuk menjelaskan konstruksi wacana yang dibangun dan meneliti pesan dan makna sebuah dari wacana yang diangkan dari sebuah pertunjukan. Laswell membuat sebuah pernyataan seperti berikut : “Who says what in wich chanel to whon in hat effect”. Paradigma tersebut menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Yaitu, komunikator, pesan, media, komunikasi, dan efek. Dari paradigma tersebut dapat diartikan bahwa komunikasi adalah sebuah proes penyampaian pesan yang dilakukan melalui media yang menimbulkan efek. 47 Dalam hal ini, sistem sebuah wacana yang paling penting adalah bahasa dan teks yang meliputi gaya dan pemakaian bentuk kalimatnya. Aspek tersebut sangat dominan dalam proses penyampaiannya. Pada dasarnya ketika 46
Keir Elam, The Semiotic of Theater and Drama, (London and New York: Routledge,
47
Morissan dan Andy Corry Wardhany. Teori Komunikasi. hal. 27.
1987)
58
kita berbicara, menulis atau membaca sebuah hal kita sudah menggunakan mental kita dalam basis kognitif yang disebut “an interface between social beliefs and discourse” ini dapat diasumsikan jika wacana yang diangkat pada sebuah teks akan menimbulkan efek dimana reperesesntasi dari produksi wacana sesuai dengan proporsisi dari si penerima berita.48 Menurut Saussure, dia berpendapat bahwa ada yang namanya penanda dan petanda. Dengan kata lain, penanda dikatakan sebagai bunyi atau coretan yang mempunyai makna. Bisa diartikan aspek material dari bahasa. Contohnya adalah apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang dibaca maupun ditulis. Wacana dan pertanda menurutnya adalah gambaran mental, konsep dan pikiran yang bisa disebut aspek mental dan bahasa. Kedua unsur ini tidak bisa dipisahkan. Saussure menyatakan bahwa penanda dan pertanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari selembar kertas.49
E. Wacana Kepemimpinan Dalam Islam Pemimpin adalah orang yang menjalankan kepemimpinan, dalam Al Qur’an banyak dijumpai istilah kepemimpinan salah satunya adalah imamah. Kepemimpinan dalam islam pada dasarnya adalah prinsip kepercayan. Seringkali merupakan sebuah kontrak sosial (eksplisit) antara pemimpn dan yang dipimpin. Sebuah kontrak yang mengisyaratkan intergritas dan keadilan. Dalam islam kepimimpinan bukanlah milik segolongan kaum elit.50 Tetapi menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Rasulullah Saw bersabda:
48
Teun A. van Dijk, Journal Political and Ideologi. (www.discourse.org) Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal 39–40. 50 Ahmadi Sofyan, Islam of Leadership (Jakarta: Lintas Pustaka, 2006), h. 30. 49
59 “setiap dari kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya “ (H.R Bukhari) Pemilihan pemimpin merupakan suatu proses pemilihan (musyawarah) secara sukarela yang melibatkan setiap kelompok. Dalam proses ini secara samar terlihat bahwa kepemimpinan merupakan sebuah proses dimana pemimpin berperan sebagai pemandu keinginan pengikutnya. Ini berarti seorang pemimpin tidak dapat bertindak sendiri atau memaksakan suatu kehendak tanpa bermusyawarah dengan pengikutnya. Menurut perspektif Islam, ada dua peran yang dimainkan oleh seorang pemimpin, yaitu:51
1. Pelayan, pemimpin adalah pelayan bagi para pengikutnya, maka ia wajib memberikan kesejahteraan bagi para pengikutnya (rakyat) 2. Pemandu, pemimpin adalah pemandu yang memberikan arahan pada pengikutnya untuk menunjukan jalan yang terbaik bagi pengikutnya agar selamat sampai tujuan. Menurut Rafik Beekun dan Jamal Bawadi dalam “The Leadership Process in Islam”, dalam melakukan fungsinya sebagai pemimpin atau pengikut, seorang muslim akan melewati empat tahapan proses dalam pembangunan spiritualnya. Keempat tahapan itu akan mempengaruhi perilaku pemimpinnya, antara lain:52 1. Imam, meyakini pada kepercayaan kepada keesaan Allah dan kenabian Muhammad Saw. Pemimpin yang beriman selalu meyakini bahwa apa
51 52
Ahmadi Sofyan, Islam of Leadership (Jakarta: Lintas Pustaka, 2006) Ahmadi Sofyan, Islam of Leadership (Jakarta: Lintas Pustaka, 2006)
60
yang meruakan kepunyaan Allah, termasuk kekuasaan yang diamanahkan dari rakyat. 2. Islam, berarti pencapaian kedamaian bersama Allah. Al Maududi dalam bukunya: “Gerakan islam: Dinamika Nilai, Kekuasaan dan Perubahan” mengatakan bahwa iman adalah benih dan Islam adalah buahnya. Karena iman tersebut, maka seorang pemimpin yang mempraktekan islam tidak akan pernah merasa dirinya sebagai seseorang yang paling berkuasa. 3. Taqwa, seorang yang tunduk kepada Allah memiliki kesadaran dalam hatinya untuk selalu melakukan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. 4. Ihsan, adalah kecintaan kepada Allah. Kecintaan ini memotivasi seseorang untuk berbuat hanya pada tindakan yang diridhoi Allah SWT. Kecintaan kepada Allah akan membuat seseorang pemimpin berlaku atau berbuat yang terbaik, semampu yang ia bisa. Kata "to lead" diambil dari ekspresi Viking yang menyebutkan kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan orang supaya bekerja sama pada pimpinannya sebagai tim untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan tertentu.53 G.R Terry mengemukakan beberapa teori kepemimpinan, Saladin termasuk dalam Teori Kelakuan Pribadi yaitu kepemimpinan akan muncul berdasarkan kualitas pribadi atau kelakuan para pemimpinnya. Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin melakukan tindakan berbeda dalam berbagai situasi yang berbeda pula.
53
hal. 106.
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin. Islamic Leadership. ( Jakarta: Bumi Aksara. 2009)
61
Dasar kepemimpinan dalam Islam adalah pada manusia itu sendiri, manusia terlahir sebagai pemimpin dan kelak akan dimintai pertanggung jawabannya berkaitan dengan kepemimpinan. Rasulullah SAW bersabda. “ Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi mereka” (HR. Abu Na’im). Pemimpin adalah pelayan ummat orang yang bertugas dan diamanahkan untuk melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan, membimbing dan mengajak ke arah yang lebih baik. Dengan adanya kepemimpinan, maka ada pula tipe kepemimpinan yang terbagi menjadi empat jenis, antara lain adalah otoriter, Laissez-faire, demokratis dan Pseudo-demokratis. Tipe otoriter dalam kepemimpinan ini, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota kelompoknya. Baginya itu adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Batasan kekuasaan pemimpin otoriter hanya dibatasi oleh undang-undang. Bawahan harus patuh dan setia secara mutlak. Sedangkan tipe Laissez-faire, sebenarnya pemimpin tidak memberikan kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya. Untuk para pemimpin tipe demokratis, pemimpin ikut berbaur di tengah anggota kelompoknya. Hubungan pemimpin dengan anggota bukan sebagai majikan dengan bawahan, tetapi lebih seperti kakak dengan saudarasaudaranya. Dalam tindakan dan usaha-usahanya ia selalu berpangkal kepada kepentingan
dan
kebutuhan
kelompoknya,
dan
mempertimbangkan
kesanggupan dan kemampuan kelompoknya. Dan yang terakhir adalah tipe Pseudo-demokratis. Tipe ini disebut juga semi demokratis atau manipulasi diplomatik. Pemimpin yang bertipe pseudo-
62
demokratis hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya dia bersikap otokratis. Misalnya jika ia mempunyai ide-ide, pikiran, atau konsep yang ingin diterapkan di lembaga pendidikannya, maka hal tersebut akan dibicarakan dan dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi situasi diatur dan diciptakan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya bawahan didesak agar menerima ide atau pikiran tersebut sebagai keputusan bersama. Bisa dikatakan sebagai pemerintahan otoriter yang halus54 Sun Tzu menyatakan bahwa kepemimpinan adalah hal yang sangat mutlak dalam membangun negara menuju yang lebih baik. Menurutnya, kepemimpinan mengacu pada kualitas yang harus dimiliki dalam memimpin. Kualitas tersebut mencakup kebijaksanaan, kepercayaan diri, belas kasihan, keberanian dan keteguhan. Selain itu, kepemimpinan mencakup juga sistem imbalan dan ancaman hukuman, logistik dan sebagainya. Hal mendasar ini harus dimengerti sepenuhnya oleh setiap pemimpin. Baginya, mereka yang mengerti akan semua hal tadi akan selalu menang, dan apabila ada salah satu bagian yang tidak mengerti pasti akan kalah.55
1. Kepemimpinan Dalam Islam Dalam
pandangan
Islam,
At-Tabrasi
dalam
tafsirnya
mengemukakan bahwa kata imam mempunyai makna yang sama dengan khalifah. Hanya saja kata imam digunakan untuk keteladanan. Karena ia
54
Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Rajawali Pers. 2008) hal.
72-79. 55
Sun Tzu, diterjemahkan Danan Priyatmoko, The Art of War, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 1993) hal. 41-43
63
diperoleh dari kata yang mengandung arti depan, berbeda dengan khalifah yang terambil dari kata "belakang". Para pakar, setelah menelusuri Al Qur'an dan Hadits menetapkan empat sifat yang harus dipenuhi oleh nabi yang pada hakikatnya pemimpin utamanya. Yang pertama Ash Shidq yang berarti kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap, serta berjuang melaksanakan tugasnya. Ke dua, Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memeliharaa sebaik-baiknya apa yang diserahkan kepadanya, baik dari Tuhan maupun dari orang-orang yang dipimpinnya. Ke tiga, Fathanah, yaitu kecerdasan
yang melahirkan kemampuan menghadapi
dan
menanggulangi persoalan yang muncul seketika sekalipun. Ke empat, Tabligh, yaitu penyampaian yang jujur dan bertanggung jawab atau diistilahkan dengan keterbukaan.56 Ciri pemimpin menurut islam mempunyai beberapa kategori, yaitu adalah setia, antara pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan kepada Allah. Terikat pada tujuan, ketika diberi amanah sebagai pemimpin dalam melihat tujuan bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok. Menjunjung tinggi syariat dan akhlak islam, seorang pemimpin yang baik jika ia merasa terikat dengan peraturan islam akan bisa menjadi pemimpin selama ia tidak menyimpang dari syariah. Memegang teguh amanah, seorang pemimpin ketika menerima kekuasaan menganggap sebagai amanah yang disertai oleh tanggung jawab.57
2. Prinsip kepemimpinan menurut Islam 56 57
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin. Islamic Leadership. 112-113. Ibid, hal. 136.
64
a. Musyawarah Mengutamakan
musyawarah
sebagai
prinsip
yang
harus
diutamakan dalam kepemimpinan Islam. Seperti dalam Al Qur’an berbunyi:
"Maka, berkat rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekap, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal"58 Dalam hal urusan yang dibahas dalam musyawarah dalam ayat tersebut maksudnya adalah urusan peperangan dan hal hal duniawi lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lainnya. Hal ini adalah indikator bahwa pemimpin muslim tidak boleh membedakan pendapat dari segi latar belakang kepercayaannya. Karena seorang muslim diajarkan untuk menghargai sesama manusia tanpa pandang apa pun. b. Adil Pemimpin yang adil tidak berat sebelah dan tidak memihak. Seperti dalam Al Qur’an berbunyi:
58
Surat Ali Imran (3) ayat 159
65
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat”59 c. Kebebasan berpikir Seperti dalam Al Qur’an berbunyi:
"Dan sesunngguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Al Qur'an ini dengan bermacam-macam perumpamaan. Tetapi menusia adalah memang yang paling banyak membantah"60 Manusia diberikan akal untuk berpikir bebas tentang fenomena yang terjadi dalam hidupnya. Berpikir bebas bagi pemimpin Islam tidak lain untuk mensejahterakan rakyatnya.61
59
Surat An Nisa(4) ayat 58 Surat Al Kahfi (18) ayat 54 61 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin. Islamic Leadership, hal. 191. 60
BAB III GAMBARAN UMUM TEATER KOMA DAN PROFIL N.RIANTIARNO
A. Sejarah Teater Koma Pada tanggal 1 Maret 1977, selasa, di Jakarta dua belas seniman yang mempunyai itikad yan sama, mendirikan kelompok Teater Koma. Tekad mendirikan kelompok teater antara lain didorong
oleh keinginan
menghadirkan tontonan teater yang diharapkan memliki warna berbeda dengan kelompok teater yang pernah ada. Teater Koma belajar dari kelompokkelompok teater terdahulu. Mingkin bentuk pementasannya gabungan dari bentuk teater yang sudah pernah ada. Tapi bisa saja bentuknya malah berbeda sama sekali. Titik tolak pembentukan kelompok, didorong oleh kegelisahan pencarian berbagai kemungkinan lain dan upaya mewujudkannya di atas pentas. Teater Koma menganggap, karya pentas teater yang ada selama ini, belum seluruhnya selesai.1 Teater Koma bisa juga disebut teater tanpa selesai. Pencarian wujud dan isi teater yang lebih karya warna, akan menjadi prioritas utama. Dalam menjalani karirnya Teater Koma mempunyai dua tujuan pokok yang menjadi landasan dalam bekerja yaitu pertama, membentuk kelompok menjadi wadah, yang berupaya mencari berbagai kemungkinan lain untuk perkembangannya. Naskah drama yang digali kandungan idenya, lebih diutamakan karya penulis Indonesa. Kemudian akan diarahkan menuju perencanaan pementasan. Kedua, menciptakan calon seniman dan pekerja seni yang tangguh. Pembinaan 1
Sejarah Teater Koma http://teterkoma.org/index.php?option=com_content& view=article&id=44&Itemid=61 dikutip tgl. 5 Mei 2014
68
69
terhadap calon seniman dilakukan secara tidak resmi. Intim dan spontan, tapi intensif melalui diskusi. Kemudian juga diundang seniman dan budayawan di luar kelompok untuk memandu pembahasan sebuah topik yang punya keterkaitan dengan seni budaya. Akan diselenggarakan pula latihan dasar, olah tubuh, nafas, vokal dan berbagai pengetahuan teater.2 Pegangan yang menciptakan kegembiraan dalam bekerja adalah kerjasama yang saling menghargai. Tidak perlu berikrar yang terlalu muluk, misal “hidup dan matiku hanya untuk teater” atau omong kosong lain yang sloganitas. Para anggota diminta untuk tidak berharap banyak dari teater, terutama dari segi pemenuhan materi. Dengan kesungguhan hati, meski dalam keterbatasan, karya teater yang baik juga bisa dilahirkan. Anggota kelompok yang terlanjur memiliki pekerjaan di luar teater, kerjanya tidak boleh terganggu. Tapi begitu ikrar terlibat dalam kegiatan, dia harus menyediakan (mengelola) waktunya dengan sepenuh hati. Artinya, dia harus mencari akal agar semua jadwal tidak terganggu. Untuk membuktikan hal itu, Teater Koma menggelar produksinya yang pertama berjudul Rumah Kertas, awal Agustus 1977, di Teater Tertutup TIM. Dalam buklet pementasan, Teguh Karya, pemimpin-guru-sutradara teater dan film yang sangat dihormati ini, menulis kata pengantar yang berjudul Prospek. Salah satu anjurannya yang kemudian menjadi pegangan adalah “bikin dan lahirkan pembaruan-pembaruan”.3 Hingga 2014, sudah menggelar 132 pementasan termasuk Demonstran yang dipentaskan pada 1-15 Maret 2014. Seiring melakukan kiprah 2
Sejarah Teater Koma http://teterkoma.org/index.php?option=com_content&view= article&id=44&Itemid=61 dikutip tgl. 5 Mei 2014 3 Sejarah Teater Koma http://teterkoma.org/index.php?option=com_content&view= article&id=44&Itemid=61 dikutip tgl. 5 Mei 2014
70
kreatifitasnya di pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, TVRI, dan Gedung Kesenian Jakarta. Perkumpulan kesenian yang bersifat non-provit ini, mengawali kegiatan dengan 12 seniman (kemudian disebut sebagai angkatan pendiri). Kini kelompok didukung oleh sekitar 30 anggota aktif dan 50 anggota
yang langsung
bergabung jika
waktu
dan
kesempatanyya
memungkinkan.4 Teater Koma banyak mementaskan karya N. Riantiarno, antara lain; Rumah Kertas, Maaf.maaf.maaf., J.J, Kontes 1980, Trilogi Opera Kecoa (Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Julini), Opera Primadona, Sampek Engtay, Banci Gugat, Konglomerat Buriswara, Pialang Segi Tiga Emas, Suksesi, RSJ atau Rumah Sakit Jiwa, Semar Gugat, Opera Ular Putih, Opera Sembelit, Samson Delila, Presiden Burung-Burung, Repulbik Bagong, Republik Togog, Tanda Cinta, dan Demonstran. Selain itu Teater Koma juga menggelar beberapa karya dramawan kelas dunia; The Comedy of Error dan Romeo Juliet karya William Shakespeare, Woyzeck/Georg Buchner, The Three Penny Opera dan The Good Person of Shechzwan/Berlot Brecht, Orang Kaya Baru Kena TipuDoea Dara-si Bakil-Tartuffe/Moliere, Woman in Parliament/Aristophanes, The Crucible/Arthur Miller, The Mariage of Figaro/Beaumarcahise, Animal Farm/George Owell, Ubu Roi/Alfred Jarre, The Robber/Friedrich Schiller, The Visit/Der Besuch der Alten Damme/Kunjungan Cinta/Friedrich Durrenmatt, What about Leonardo?/Kenapa Leonardo?/ Evald Flisar.5
4
Sejarah Teater Koma http://teterkoma.org/index.php?option=com_content&view =article&id=44&Itemid=61 dikutip tgl. 5 Mei 2014 5 Sejarah Teater Koma http://teterkoma.org/index.php?option=com_content&view =article&id=44&Itemid=61 dikutip tgl. 5 Mei 2014
71
Pentas-pentas Teater Koma agaknya kena di hati masayarakat. Mengikat kalbu sehingga mereka rela menjadi penonton setia. Menurut sebuah survey yang dilakukan oleh Koma sendiri, penonton Teater Koma yang menonton hingga saat ini
berjumblah sekitar 50% dari seluruh jumlah
penonton. Ternyata telah terjadi regenerasi pula di kalangan penonton. Tiga generasi (kakek, anak, cucu) sering menonton bersama. Hal yang sangat mengharukan dan tentu sangat menggembirakan. Dalam perjalanan memang banyak terjadi hal-hal yang memperihatinkan. Antara lain interograsi aparat terhadap N. Riantiarno, kecurigaan, pencekalan dan pelarangan, juga ancaman bom. Apa boleh buat, semua itu diikhlaskan sebagai sebuah dinamika perjalanan kreatifitas ber-teater dan sejauh ini masih bisa dilakoni dengan tenang dan damai. Teater Koma, kelompok teater independen yang bersifat non-profit (nir laba). Anggotanya tidak hidup dari penghasilan kelompok, tak mengandalkan perolehan dari pagelaran. Sebagian besar memiliki pekerjaan lain diluar kelompok. Bagi sebagian anggota yang memilih teater sebagai “jalan hidup” akibat kegiatanya (yang nyaris tidak menghasilkan uang) diyakini sebagai resiko dari sebuah pilihan. Bukan jaminan Teater Koma didatangi banyak penonton, ataupun keberhasilan dalam meraih sponsor. Seluruh biaya produksi, jika dihitung secara benar dan terperinci, selalu tidak akan bisa ditutup dari hasil perolehan karcis dan penonton sekalipun. Teater Koma adalah paguyuban kesenian, bukan perusahaan. Kegiatannya tetap bersifat amatir, dalam pengertian ‘anggotanya tidak memperoleh hasil dari pekerjaannya sebagai penopang biaya hidup sehari-
72 hari’. Mereka mensubsidi sendiri kegiatnya, sebuah ‘hobi serius’ yang dilakoni secara dedikatif, ikhlas dan gembira. Pada kenyataanya, setiap kali merancang produksi, modal awal kadang dirogoh dari kantong pribadi, atau ‘bantingan’ (ditanggung bersama). Dan itulah yang masih tetap terjaga hingga saat ini. Meski banyak yang menganggap menajemen Teater Koma patut diacungi jempol, kondisi keuangan kelompok, serupa dengan grup teater yang ada di tanah air. Selalu pusing kepala setiap kali merencanakan produksi baru. Keikhlasan hati para anggota dalam menyikapi kondisi tersebut, juga kesetiaan para penonton hadir dalam pentas dengan memebeli karcis, merupakan modal utama. Barangkali, hal ini pula yang membuat Teater Koma mampu bertahan. Dalam kondisi dan situasi sesulit apapun, para anggota berikrar terus merancang kegiatan dan senantiasa berupaya kreatif. Teater Koma, kelompok teater yang independen dan bekerja lewat berbagai pentas yang mengkritisi situasi atau kondisi sosial dan politik di tanah air. Sebagai akibatnya, harus menghadapi larangan pentas serta pencekalan dari pihak yang berwenang. Berbagai upaya juga dilakukan lewat ‘program apresiasi’ (PASTOJAK, Pasar Tontonan Jakarta, yang digelar selama sebulan penuh di PKJ-TIM, Agustus 1997, diikuti oleh 24 kelompok kesenian dari dalam dan luar negeri). Kelompok senantiasa berupaya bersikap optimis. Berharap teater berkembang dengan sehat, bebas dari interest-politik praktis dan menjadi tontonan yang dibutuhkan berbagai kalangan masyarakat.6
6
Sejarah Teater Koma http://teterkoma.org/index.php?option=com_content&view= article&id=44&Itemid=61 dikutip tgl. 5 Mei 2014
73
Teater Koma yakin, teater bisa menjadi slah satu jembatan menuju suatu keseimbangan batin dan jalan bagi terciptanya kebahagiaan yang manusiawi. Jujur, bercermin lewat teater, diyakini pula sebagai salah satu cara untuk mengasah daya akal sehat, daya budi dan hati nurani. Teater Koma adalah kelompok kesenian yang konsisten dan produktif. Pentas-pentasnya sering digelar lebih dari dua minggu oleh karna itu dengan minat dari masyarakat yang banyak menjadikan Teater Koma sebagai salah satu grup teater yang mempunyai pengaruh besar dalam dunia teater.
B. Profil Teater Koma Teater Koma adalah salah satu grup teater yang bisa dikatakan sebagai teater yang paling popular saat ini. Teater ini merupakan teater yang banyak menginspirasi banyak seniman maupun dramawan dalam dunia seni peran. Dapat dilihat dari pendiri sekaligus sutradaranya Nano Riantiarno yang merupakan salah satu penggagas teater kritikan selain Rendra. Disamping itu teater ini memiliki banyak aktor-aktor yang sudah mempuni dalam dunia akting teater sehingga tokoh yang diperankan terlihat seperti sesungguhnya. Teater ini berada di daerah Bintaro, tepatnya di jalan Cempaka Raya No. 15. Galeri teater ini mudah dijumpai karena berada di pinggir jalan yang sangat strategis untuk kegiatan teater ini. Keberadaan teater ini juga didukung oleh sikap dari masyarakat sekitar. Terlihat dari hubungan kekerabatan yang baik dari anggota Teater Koma kepada masyarakat di daerahnya. Suasana galeri yang artistic sangat mendukung bagi para aktor Teater Koma mengeluarkan
energi
positif
dalam
setiap
latihan.
Dalam
struktur
74
organisasinya Teater Koma tidak terlalu seperti organisasi pada umumnya yang bersifat formal. Teater Koma mempunyai stuktur yang sangat sederhana, namun dalam pelaksanaan
sistem
organisasinya,
Teater
Koma
menjalankan
asas
kekeluargaan dan gotong royong kepada anggotanya. Dapat terbentuk bahwa struktur yang terdapat di Teater Koma ialah tidak terlalu sulit. Dimulai dari adanya pimpinan sekaligus pendiri Teater Koma ini juga berperan sebagai sutradara yang menciptakan karya-karyanya utnuk diproduksi kedalam pertunjukan teater. Ratna Riantiarno yang bertugas sebagai manager sangat berperan dari setiap pertunjukan Teater Koma. Untuk melaksanakan pertnjukan, Teater Koma mendapatkan dana melalui sponsor untuk menunjang kegiatan pementasannya. Ada pula sekertaris di sini yang bertugas mengurus keperluan yang dibutuhkan oleh Teater Koma dari penulisan naskah hingga perlengkapan. Yang terakhir adalah terdapatnya Humas yang bertugas mempublikasikan pertunjukan teater melalui media cetak maupun online. Dengan usia Teater Koma yang saat ini sudah menginjak 36 tahun, teater ini sudah banyak memberikan karya-karyanya bagi bidang dunia seni teater Indonesia. Banyaknya pengalaman yang sudah dirasakan Teater Koma maka dapat dilihat pertunjukan Teater Koma yang semakin matang dalam mementaskan seni teater. Selain itu di galeri ini juga terdapat poster-poster produksi pertunjukan yang telah dimainkan oleh Teater Koma sejak 1977 hingga sekarang 2014. Karya pertama yang dipentaskan oleh Teater Koma adalah cerita “Rumah Kertas” karya N. Riantiarno. Disamping itu juga untuk menghormati rekan-rekan seperjuanganya dalam dunia seni peran tertempel
75
photo-photo almarhum Rendra dan sebagian aktor lainya dalam dunia seni teater. Teater Koma bukan merupakan akademi maupun lembaga pendidikan yang formal dalam dunia seni peran. Teater ini merupakan suatu perkumpulan atau kelompok kesenian yang berkumpul untuk mempertunjukan seni teater. Seperti halnya sosio-edukasi, teater ini membimbing aktor maupun penontonya dalam seni pertunjukan. Dalam kesempatan ini penulis melihat bahwa selain komitmenya membawakan tema kritikan politik. Dengan melihat pertunjukan dari Teater Koma masayarakat dapat melihat situasi politik ataupun aspirasi politik dari rakyat yang disampaikan daam pertunjukan teater dengan bahasa dan cerita yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan baik. Dengan melihat sejarah teataer ini, dapat diketahui bahwa perjalanan teater ini tidaklah mudah hingga menjadi seperti saat ini banya pengalaman yang sudah dialami Teater Koma maupun N. Riantiarno dalam membangun Teater Koma dalam dunia seni. Sekilas merupakan gambaran umum mengenai Teater Koma. Dari penulusuran penulis, penulis melihat melihat sesuatu yang unik mengenai galeri Teater Koma. Galeri ini terdapat di halaman belakang rumah N. Riantiarno. Apabila melihat sekilas dari luar tidak terlihat keberadaan galeri ini. Galeri atau sanggar ini cukup kompetitif dalam latihan teater. Dengan bangunan permanen yang dilengkapi panggung yang berornamen seni membuat sanggar ini sangat artistic dan nyaman dalam proses latihan seni peran Teater Koma.
76
Sanggar yang berdiri sejak tahun 1994 ini masih terlihat kokoh dengan arsitektur ala Jawa. Sebelum menjalani latihan di sanggar ini Teater Koma melaksanakan kegiatannya di Setiabudi. Sejak kediaman tempat tinggal N. Riantiarno pindah, maka rumah yang dibuat sekaligus memilki sanggar ini menjadi tempat kegiatan bagi Teater Koma. Sanggar ini memiliki perlengkapan yang lengkap dari perpustakaan kecil milik N. Riantiarno, penyimpanan kostum, dan properti-properti yang digunakan saat pementasan. Namun juga kendala tetap dialami oleh sanggar ini yaitu keterbatasan luas dan atap yang seperti layaknya rumah biasa dapat menghambat latihan produksi teater ini. Tidak jarang juga mereka masih melakukan latihan di luar sanggar. Dalam setiap kegiatan produksinya teater ini tidaklah selalu mudah. Namun kendala tersebut dapat dipecahkan melalui mekanisme kerjasama yang baik. Sejak awal didirikan, grup teater ini lambat atau cepat ternyata dapat membentuk masyarakatnya sendiri. Mereka lahir atau terbentuk mulanya memang hanya sebagai penonton biasa. Belum ada keterkaitan, sebagaimana halnya penonton bioskop. Akan tetapi, lambat laun para penonton itu secara alamiah menyeleksi kelompoknya sendiri. Kemudian sebagian besar dari mereka merasa terikat oleh kebutuhan yang sama dimana terdapat rasa satu keinginan yang sama. Dengan hasil dari setiap produksi yang bisa dikatakan hampir sempurna ini teater tersebut selalu dinantikan oleh para penggemar seni teater. Bahkan baru setelah pementasan selesai tidak sedikit ada yang menanyakan kapan produksi cerita selanjutnya. Dengan sikap konsisten yang seperti ini Teater Koma dapat sedikitnya memproduksi 1 karya dalam setahun. Jadi
77
untuk saat ini Teater Koma seolah-olah masih memegang hegemoni dalam dunia teater karena teater ini banyak menginspirasi bagi kelompok teaterteater lain dan juga masyarakat.
C. Menyutradarai Koma Teater Koma merupakan suatu wadah dalam dunia teater yang didirikan oleh Nano Riantiarno. Selain pendiri Teater Koma N. Riantiarno juga merupakan Sutradara dalam Teater Koma. Pementasan-pementasan yang dilakukan Teater Koma banyak mengangkat cerita yang diusung oleh N. Riantiarno. Beliau lahir di Cirebon tanggal 6 Juni 1949. Berteater sejak 1965, di Cirebon. Tamat SMA, 1967 melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta. Bergabung dengan Teguh Karya dan mendirikan Teater Populer, 1968. Masuk Sekolah TInggi Filsafat Drikarya, 1971. Dengan sejarah singkatnya, N. Riantiarno telah mendirikan Teater Koma sejak 1 Maret 1977 hingga sekarang telah mementaskan sebanyak 132 produksi panggung. Selain memproduksi panggung teater beliau juga aktif dalam menulis banyak sekenario film dan televisi. Karya sekenarionya, ‘Jakarta Jakarta’, meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia di Ujung Pandang, 1978. Karya sinetronya, ‘Karina’ meraih Piala Vidia pada Festival Film Indonesia di Jakarta, 1987. Meraih hadiah sayembara Penulisan Naskah Drama Dewan Kesenian Jakarta (1972-1973-1974-1975 dan 1998). Juga
78
merebut hadiah Sayembara Naskah Drama Anak-anak dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978, berjudul ‘Jujur Itu’.7 Dua novelnya, ‘Ranjang Bayi’ dan ‘Percintaan Senja’ meraih hadiah Sayembara Novelet Majalah FEMINA dan Sayembara Novel Majalah Kartini. Pada 1993, dianugerahi Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari Departemen P&K, atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Film layar lebar perdana karyanya, ‘Cemeng 2005’ (The Last Primadona), 1995, diproduksi oleh Dewan Film Nasional Indonesia. Pada 1999 meraih penghargaan dari Forum Film Bandung untuk serial film televisi berjudul ‘Kupu-kupu Ungu’ sebagai Penulis Sekenario Terpuji 1999. Forum yang sama mematok televisi karyanya (berkisah tentang pembaruan), ‘Cinta Terhalang Tembok’ sebagai Film Miniseri Televisi Terbaik, 2002.8 Salah satu lahirnya teater karena kebutuhan mewujudkan rasa estetik keindahan. Kebutuhan yang lain adalah ‘ingin menyampaikan sesuatu’. Pementasan, sebagai jawaban dari ‘keinginan menyampaikan sesuatu’ itu, sebaiknya lahir karena kebutuhan yang sifatnyalebih kultural. Jika kebutuhan ‘menyampaikan sesuatu’ itu hanya terdorong oleh sesuatu yang diluar kesenian, materi misalnya, maka boleh dibilang kegiatan ini tengah menggali lubang kuburnya sendiri. Seperi yang diungkapkan N. Riantiarno: “Saya punya pengalaman unik saat melakoni masa persiapan produksi Rumah Kertas, pentas perdana Teater Koma itu. Ajakan-ajakan saya kepada beberapa seniman tak dipercaya begitu saja. Niat mendirikan kelompok teater
7
Profil N. Riantiarno dikutip http://teaterkoma.org/index.php?option=com_conten& viewarticle&id=44&Itemid=61&limitstart=3 pada tanggal 6 Mei 2014 pukul 17.10 8 Profil N. Riantiarno dikutip http://teaterkoma.org/index.php?option=com_conten& viewarticle&id=44&Itemid=61&limitstart=3 pada tanggal 6 Mei 2014 pukul 17.10
79
baru, nyaris dicurigai. Seakan-akan saya hendak mendirikan partai baru. Ketika beberapa seniman kemudian ikrar bergabung, masalah yang timbul berbeda pula. Setiap saat, kemampuan saya bersutradara selalu diuji. Nasakah yang sudah ada, bahkan seringkali drama karya saya sendiri tidak begitu memuaskan dan harus selalu dikoreksi.”9 Di lapangan, banyak benturan yang ditemui. Sebagai penulis, pendekatan yang beliau lakukan lebih condong kepada imajinasi. Padahal, kenyataannya panggung dan kemampuan pembiayaan harus diperhitingkan pula. Sebagai sutradara, memang harus menimbang banyak hal dari berbagai sudut. Salah satunya dengan dapat merombak naskah yang disesuaikan dembali kepada realita yang terjadi dilapangan. Dengan peristiwa kreatif itu N. Riantiarno menganggap hal itu semua sebagai aspek pendidikan dalam membangun seni drama yang dipenuhi nilai dan norma yang diterima masyarakat. Selain itu juga dengan menyerap semua fenomena realita sosial yang terjadi di masyarakat menjadikannya sebagai pembelajaran.
9
Profil N. Riantiarno dikutip http://teaterkoma.org/index.php?option=com_conten& viewarticle&id=44&Itemid=61&limitstart=3 pada tanggal 6 Mei 2014 pukul 17.10
BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Wacana kritik sosial pada naskah Demonstran Dalam bab ini akan dibahas mengenai temuan dan analisis dalam naskah Demonstran. Metode analisa yang dipakai adalah metode analsisis wacana Teun Van Dijk. Sebagai sebuah kajian dan analisis, pada bab ini peneliti mencoba memaparkan wacana hasil temuan data, peneliti akan mendeskripsikan
dan
memaparkan
potongan-potongan
kalimat
yang
mengandung kritik sosial kepemimpinan. Berdasarkan teorinya, Van djik melakukan tiga tahapan analisa, yaitu analisis pada dimensi teks, kognisi sosial, dan dimensi konteks sosial. Dalam menganalisis teks, yang menjadi pusat pengamatan adalah intelektualitas atau kajian seputar teks untuk menceritakan atau menggambarkan strukutr pragmatik atau struktur kebahsaan dalam naskah Demonstran. Selanjutnya dalam menganalisis seputar teks, pada metode analisis wacana Teun Van Djik kajian teks ini dibagi menjadi tiga tahapan analisis, yaitu pada tingkatan struktur makro (temantik) , superstruktur (skematik), dan yang terakhir adalah struktur
mikro yang terdiri dari semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris.
Berikut ini penjelasan hasil analisis dan temuan data dalam pembagian tiga level teks tersebut dalam naskah Demosntran. 1. Struktur Makro Dalam struktur makro bagian atau elemen yang menjadi pusat pembahasan adalah unsur tematik. Temantik atau tema ini adalah sebuah gambaran umum terhadap suatu tulisan yang hendak disampaikan oleh
80
81
penulisnya dalam suatu teks, dapat juga dikatakan sebagai premis umum atau gagasan inti dan ringkasan utama sebuah teks. Dalam tulisan Alex Sobur yang mengutip Keraf, mengatakan bahwa tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui penulisannya.1 Tema dan topik dikatan demikian karena sifatnya menunjukan konsep dominan, sentral dan paling penting dari suatu teks. Dalam naskah Demonstran, penulis menemukan beberapa tema besar yang mengandung kritik sosial kepemimpinan, diantaranya adalah: a. Kritik sosial kepemimpinan. Asumsi ini dapat ditemukan pada adegan pertama pertunjukan. Di dalam naskah ketika Sabar, Alun dan Satpam berkumpul di kredo pasar, Sabar yang memulai percakapan dengan muatan dialognya menceritakan keluh kesah rakyat yang sangat mengidamkan sosok pemimpin yang mampu menaungi rakyat kecil dan mampu menerima dan mengakomodir aspirasi mereka. Seperti dalam kutipan dialognya : “..Zaman ini Zaman panik. Orang orang jadi serakah dan gampang curiga. Sebagian besar kita, kena penyakit jiwa dan janji-janji bohong simpang siur di langit. Isu lebih digemari disbanding pidato dan humor menemukan tuahnya disbanding penderitaan. Yang tidak pro langsung dianggap kontra. Usul dan pendapat sering dianggap kritikan. Tapi anehnya, si pengkritik sering tidak tahan kritikan. Zaman ini Zaman bingung. Yang kecewa berkeliaran dimana-mana. Pegangan amat rapuh. Tuhan teralu jauh dan nabi-nabi palsu tersebut pengikut. Orang-orang kaya berkuasa dengan uangnya. Mereka sanggup membeli hati nurani para pejuang. Ekonomi dan teknologi jadi tujuan utama. Pendidikan sangat mahal dan kesenian kadang ada tapi sia-sia, malah lebih dianggap hiburan. Inilah kredo orang bingung di zaman panik. Dilantunkan ketika bumi gonjang ganjing dan sepertinya langit akan segera menimpa kepala. Inilah Kredo orang panik di zaman bingung.” (babak 1)
1
Drs . Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, h. 75.
82
Tema kepemimpinan yang terdapat pada dialog ini umumnya menjelaskan secara implisit bagaimana seharusnya menjadi pemimpin yang ideal, sesuai dengan syarat-sayarat yang perlu dimiliki oleh pemimpin. Bentuk sesungguhnya dalam proses kepemimpinan adalah mengarahkan atau menjadi role model. Persoalan utama dari pemikiran Sabar mengenai dialog yang disampaikannya adalah, mengapa begitu sulitnya untuk membedakan mana pemimpin yang baik dan benar-benar baik. Sabar men-Generalisir bahwa hampir semua pemimpin meng-obral tema kesederhanaan dan kerakyatan. Seperti yang sudah terjadi bahwa rakyat dijadikan sebagai agen suara ketika pemilu berlangsung menjadi lahan emas untuk digali simpati dan empatinya kemudian menjadi kambing hitam di setiap implikasi kegagalan dalam kepemimpinannya. Seharusnya Pemimpin Negara dan pemerintah harus membentuk suatu sistem yang solid dalam proses memperoleh kepercayaan dan paradigma positif dari masyarakat yang dipimpin. Soliditas tidak ditentukan secara (kuantitatif)
angka seberapa banyak anggota yang
bergabung melainkan secara kualitas (kualitatif) pada masing-masing anggotanya.
Ini bisa menajadi sebuah arti penting yang menjadikan
pemimpin sebagai role model yang isnpiratif. Gagasan tersebut didasari dari pengamatan peneliti pada proses pemilu 2014 baik pada saat pemilihan Legislatif maupun pemilihan Presiden. Dalam babak pertama ini Sabar sebagai lakon yang sentral semakin terlihat keresahaannya mengenai kritik sosisal, menjadikan tema krisis kepemimpinan pada babak ini semakin nampak, dengan didukung oleh stimulus yang diberikan oleh Alun dalam dialognya, yaitu:
83 “SABAR
: Ini zaman serba tidak sabar. Zaman serba melompat. Inilah zaman putus asa. Zaman antara tidur dan banggun. Zaman serba menunduk karna terlalu sering melihat hp. Ini zaman cermin pecah.
ALUN
: Dimuliakanlah namamu ya kemunafikan! (TERIAK) Pemimpi-i-i-nn!
SABAR
: Jadi bersembunyi dimana kamu? Keadilan?
ALUN
: Kursi.
SABAR
: Ketika mentalitas abdi Negara ditanyakan kembali dan korupsi merajalela, apa kamu peduli?
ALUN
: Komisi.
SABAR
: Ketika utang dibikin macet dan para penghutang Negara itu jadi isu nasional yang tidak menasional, apa komentar kamu?”(Babak 1).
Ditengah situasi seperti sekarang ini, nampaknya ketegasan pemimpin dalam mengambil keputusan adalah problematika bangsa yang harus segera dituntaskan. Cukup bisa dipahami bahwa penggalan dialog diatas menggambarkan bahwa mentalitas abdi Negara (pemimpin) masih patut dipertanyakan. Memberikan keadilan hanya kepada golongan tertentu yang memiliki kekuasaan poliitik sedangkan hukum adalah milik orang-orang yang rela berbuat kriminal lantaran untuk bertahan hidup dari himpitan ekonomi. Dalam dialog tersebut seharusnya menjadi cermin bahwa masyarakat butuh sosok inspirasional leader. Perlu dicatat bahwa kritik sosial kepemimpinan dalam tatanan sistem demokrasi belakangan ini memberikan sebuah jawaban bahwa seharusnya
masyarakat
dapat
secara
bebas
mengkritisi
proses
perjalanannya baik dalam wujud demonstrasi, tulisan pada media cetak maupun online. Untuk memberikan alasan mengapa dan apa yang menjadi masalah. Pusat perhatian analisa temantik pada dialog ini adalah gaya kepemimpinan yang sudah menyimpang dari tatanan demokrasi. Salah
84
satunya
yang
berkaitan
dengan
dialog
Sabar,
minusnya
nilai
kepemimpinan pada pemerintahan saat ini yaitu menyangkut tidak meratanya persamaan hak dalam segala bidang, kemerdekaan yang tidak menyeluruh merupakan implikasi ke tidak tegasan sebuah Leader dalam menjalankan keputusan. Dalam
mengambil
keputusan,
pemimpin
juga
harus
memperhitungkan seberapa sering dia harus berhubungan dengan rakyat, tidak selalu membedakan hubungan antara masayarakat politik dan masyarakat publik. Keterkaitan masyarakat publik dalam proses policy decide sangat berdampak pada prososes jalannya sistem pemerintahan yang demokratif. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaanya
dapat
mempengaruhi
pengikutnya
untuk
mencapai
achievement yang memuaskan, dalam berbagai situasi para pemimpin dapat
menggunakan
bentuk-bentuk
kekuasaan
atau
pemanfaatan
kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi bawahan dan rakyat. Ada beberapa hal penting yang harus dimiliki oleh seorag pemimpin, yaitu integritas,
responsibilitas,
knowledge,
komitmen,
kepercayaan
(confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain melalu komunikasi (communication). Sabar dan Alun pada babak pertama ini, dalam dialognya dapat dilihat bahwa mereka ibarat memposisikan diri sebagai cawan air yang telah penuh ter-isi oleh tetesan air hitam yang meluber. Tema pada babak ini tidak menjabarkan sebuah tunutan terhadap pemimpin, tetapi tentang
85
bagaimana seharusnya moral pemimpin yang mau memperjuangkan nilai dan kepentingan masyarakat luas. Bukan mengkebiri dan membatasi kebebasan berdemokrasi. Hal lain yang juga dapat dilihat pada babak pertama ini adalah mengenai kecendurungan abused of power oleh pemimpin sebagai “Immamah dan Khalifah”. Pemimpin seharusnya dapat diartikan juga sebagai perisai bagi rakyat, yang akan melindungi rakyat dari berbagai ancaman. Dialog Sabar mengemukakan kontradiksi terhadap realitas yang sedang terjadi sekarang ini, yaitu: “SABAR
: Ketika buruh-buruh diperlakukan lebih buruk dari kuda, dan para TKW kita dilecehkan seksualnya, apa tindakan kamu?
ALUN
: Kita hilang..
SABAR
: Ketika hakim-hakim malah adu tinju, artis-artis berebutan jadi politikus. Mengapa kamu tidak bertindak dan melulu hanya pidato, pidato dan pidato?
ALUN
: (TERIAK) Pemimpi-i-i-nn!
SABAR
: Ketika kebebasan dikebiri, demokrasi dikekang dan kreatifitas dibendung, ketika partai-partai enggan berbeda suara karena ada imbalanya dan wakil-wakil rakyat besar gajinya tapi gentar berfikir untuk rakyat, siapa masih sanggup membela rakyat?
ALUN
: (MENJAJAKAN) Opini obral, seribu tiga!
SABAR
: Ketika sebuah sistem digelar agar masa depan rakyat berubah menjadi robot yang dikekang dan patuh, masih beranikah kita punya nurani?”(Babak 1).
Dalam konteks kritik sosial kali ini dapat mengacu pada dialog Sabar yang pertama yaitu sebuah tema perjuangan kelas dimana ideologi kelas ditentukan oleh kedudukan dan kepentingan. Buruh, TKW dan pemilik modal sama-sama sedang memeperjuang kelas, bedanya hanya kepentingan dan wewenang kedua kelas ini sangat kontradiktif. Buruh dan
86
TKW adalah kelas yang hak nya dirampas oleh kelas pemilik modal atau alat produksi yang besar. Hal ini retan sekali terjadi belakangan ini karena sistem kepemimpinan yang mudah di-intervensi asing dengan mengatas namakan pembangunan. Kemudian pada dialog Sabar berikutnya adalah mengenai mentalitas pemimpin dan para calon pemimpin. Peneliti disini tidaklah mencoba untuk membentangkan rincian dari pertikaian tersebut. Meskipun memang dapat dikatakan bahwa pertikaian yang ada pada dialog tersebut semata hanya soal politk seseorang untuk memperoleh kedudukan. Namun kritik yang ingin disampaikan adalah merujuk pada kecenderungan seorang pemimpin yang dalam menyelesaikan masalah selalu hanya mengedepankan dialog dan mufakat tanpa adanya tindakan tegas dan punishment untuk pelanggar. Begitu juga pada dialog berikutnya yang disampaikan Sabar menyangkut kebebasan berdemokrasi. Kini tanpa disadari kita memang hidup di era semua individu menginginkan kebebasan. Menurut peneliti justru pengebirian kebebasan dan pembatasan demokrasi tidak hanya terjadi pada masa orde baru. Kini di era pasca reformasi justru makna tersebut menjadi anti klimaks. Beberapa dampaknya yaitu, tensi per-politikan yang semakin memanas karna banyak menyalah artikan sebuah makna dari demokrasi, kebebasan berpendapat yang sudah tidak beretika dapat dilihat dari nafsu para pejabat yg ngotot ingin pendapatnya didengar saat sidang di gedung DPR, kemudian demonstrasi mahasiswa yang seharusnya menjadi sarana
87
penyampaian aspirasi justru malah menggangu stabilitas keamanan dan kenyamanan masyarakat dan yang terakhir adalah meningkatnya kerusuhan di masyarakat. Itu semua karena pemimpin dan para pemerintah masih belum mampu menjalankan undang-undang dengan sebagai mana mestinya. Digambarkan pula pada dialog berikutnya keresahan dan gundah sang Sabar, bagaimana dia takut untuk menatap masa depan yang seolaholah sudah tau nantinya akan berakhir seperti apa, seakan-akan semua sudah di-setting sedemikian rupa agar rakyat menjadi boneka mainan bagi para pemimpin. Karena pemimpin searusnya berada pada posisi yang menentukan perjalanan pengikutnya (rakyat). Apabila rakyat memiliki pemimpin yang prima, produktif dan cakap dalam pembangkitan daya juang maka dapat dipastikan rakyat akan mencapai titik keberhasilan. Dalam pandangan islam mengenai hal tersebut sangat sekali jelas digambarkan melalu firman Allah dalam Al-Quran ( Qs. 17 : 16):
“dan jika kami berkehendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah (kaum elit dan konglomerat) di negeri itu (untuk menaati Allah), akan tetapi mereka melakukan kedurhakan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnyalah berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancurhancurnya.”
Tentu jika melirik pada presepktif islami tentang sebuah kepemimpinan, ayat tersebut ada korelasinya dengan dialog sabar pada hampir keseluruhan babak pertama. Dari proses hingga implikasi tertera
88
pada ayat tersebut. Oleh karena itu, dalam memilih peimpin diharapkan masyarakat
mempunyai
calon
pilihan
yang
kredibel,
mengenali
pemimpinya dengan baik supaya tidak lagi memilih pemimpin seperti memilih kucing dalam karung. Barangkali salah satu caranya adalah sosialisai mengenai arah tujuan kepemimpinan yang dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Dengan lebih ringkas Sabar menjelaskan sebuah pergeseran drastis mengenai makna kepemimpinan, dapat dikatakan bahwa setiap manusia mempunyai jurang pemisah masing-masing antara kemauan (ideologi) dan realitas kehidupan. Hal itu seharusnya menjadi tempat seorang pemimpin untuk memposisikan diri sebagai penyambung lidah akyat, penyambung harapan rakyat dan penyambung asa rakyat. Agar dapat meyakinkan bahwa harapan perubahan menuju arah kebaikan itu masih ada. Kemudian dalam Al’Quran bagaimana kita seharunya memilih pemimpin dijelaskan melalui firman Allah pada Q. S Ibrahim (14:4) :
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”
89
Disini dapat peneliti kaitkan dengan pemimpinan yang mampu memahami kehendak dan memperhatikan penderitaan rakyat. Lalu pada Q. S. At-Taubah (9:128):
“sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaumu sendiri, terasa berat baginya penderitaanmu lagi sangat mengharapkan kebaikan bagi kamu, sangat penyantun dan penyayang bagi kaum mukmin.”
Dalam ayat tersebut, jika dikaitkan dengan dialog Sabar pada babak pertama adalah mengenai sikap pemimpin juga harusnya bisa mampu memahamu Bahasa penderitaan rakyatnya dan mengerti kesusahan mereka. Karena pertanggung jawaban atas pemilihan seorang mimpin akan dikembalikan kepada siapa yang mengangkatnya berikut juga implikasinya. Digambarkan pula bahwa pemimpin adalah bukan mengenai kedudukan dan soal posisi strategis untuk memegang kendali atas orang banyak. Pandangan tersebut yang mengakibatkan banyak orang justru mengejar menjadi pemimpin dengan menghalalkan segala cara, seperti pada proses pemilu presiden 2014 yang banyak ditemukan fakta kampanye hitam dan kampanye negatif. Parahnya isu yang diangkat banyak yang menyangkut soal SARA. Bisa dibayangkan mentalias pemimpin yang seperti itu nantinya akan berujung seperti apa. Tentang dialog lain pada naskah ini yang menyangkut kritik sosial dan kepemimpinan ada pada babak ke 5 yaitu dialog yang terjadi di malam hari saat Jiran, Niken dan Wiluta bersama-sama datang ke rumah
90
Topan untuk mengajak kembali turun kejalan, Mereka bertiga adalah akktifis senior anak buah Topan. Pada bagian adegan ini Niken mengajukan pertanyaan kepada topan, yaitu: “NIKEN
:Alat musyawarah itu selalu satu arah. Dari penguasa. Dan mufakat adalah perintah. Rakyat tidak diberi hak untuk bermusyawarah, mereka hanya wajib menjalankan perintah. Siapa berani melawan arah penguasa dan perintah pejabat? Rakyat?” (Babak 5).
Babak tersebut memaparkan sebuah kekecewaan Niken terhadap ceriminan gaya kepemimpinan yang tidak demokratif. Padahal, selama pemimpin masih dalam jaring-jaring demokrasi yang transparan dan kembali pada filosofi demokrasi “dari rakyat untuk rakyat” tatanan sosial akan menjalankan mekanismenya dengan baik. Bukan memberikan kebijakan-kebijakan yang justru membelenggu kebebasan rakyat. Jika terus demikian, tidak mengherankan jika kemudian proses demokrasi harus dibayar dengan banyak demonstrasi yang kadang cenderung berujung kerusuhan. Pada dialog diatas, ter-gambarkan pula sebuah hegemoni penguasa (pemimpin) dalam menentukan sebuah kebijakan tanpa kompromi namun selalu sarat dengan birokrasi yang rumit, peneliti beranggapan bahwa birokrasi adalah bentuk keterasingan rakyat, karena birokrasi dijadikan sebuah perantara antara rakyat dengan kebutuhannya. Ketika rakyat sudah dipengaruhi oleh birokrasi maka rakyat sudah tidak saling menghargai melainkan saling memanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Pada babak ke lima ini, Topan digambarkan adalah seseorang mantan aktifis yang sudah pensiun dari aktifitasnya sebagai seorang
91
demonstran dan kini menjadi seorang pedagang juga pengusaha yang sangat sukses, jadi ajakan ketiga mantan anak buahnya agar mau kembali kejalan menimpin mereka kembali dalam bentuk demonstrasi selalu ditolak dengan alasan-alasan yang cukup realistis untuk ukuran seorang pengusaha. Namun penolakan topan kepada Jiran, Niken dan Wiluta dianggapnya sebagai bentuk penghianatan. Topan menganggap demonstrasi sudah bukan jamannya lagi untuk memberikan alasan kepada pemimpin supaya mau mendengarkan aspirasi mereka, meng-atas namakan “demonstrasi adalah perjuangan rakyat untuk mendapatkan kembali haknya” menurut Topan itu adalah slogan yang semu, tidak menemukan arah pasti, gagasan yang justru masih dapat diperdebatkan. Kemudian ketiga mantan
anak buahnya
tersebut
menganggap jika Topan sebagai pemimpin sudah tidak lagi dapat memberikan arah karena telah terlalu lama asik bersama pengusaha menghitung laba. Seperti yang dikutip dalam naskah demonstran, percakapan antara Topan dengan Jiran, Niken dan Wiluta pada babak ke-lima: “TOPAN
:Tidak bisa, maaf. Saya sudah tua. Saya tidak sanggup lagi jadi Robin Hood. Apa yang pernah saya lakukan, dulu, dan apa yang kalian lakukan sekarang ini, itu permainan anak muda. Saya? Lihat, perut sudah gendut, nafas ngos-ngosan, mata tidak awas lagi. Saya sudah sejarah. Kekuatan saya habis.
NIKEN
:Jadi, Abang tidak mau turun lagi kejalan memimpin kami?
WILUTA
:Apa abang kuatir, kedudukan dan kekayaan abang bisa terganggu? Hidup abang sekarang memang sudah enak. Padahal ini semua hasil dari perjuangan abang, dulu, sebagai demonstran, masa lupa?
TOPAN
:Tenanglah sedikit… jangan paksa saya.
92
NIKEN
:Lalu kemana lagi kami harus pergi? Kami tidak punya pemimpin, kami hanya punya semangat. Kami bergerak kurang teratur. Kami ingin diatur oleh tokoh yang mampu menghadapi apa saja. Tokoh yang selalu ada di barisan paling depan, tokoh yang dikenal sebagai Sang Topan. Abang.
WILUTA
:Semua bekas aktifis tidak mau memimpin kami.
NKEN
:Mereka bilang, hanya buang-buang energi,
sia-sia. Ini
gerakan yang mereka anggap, sudah tidak ada gunanya. WILUTA
:Hanya abang harapan kami.
TOPAN
:Ya, maaf saja, kalian juga sudah terlalu tua. Tidak mungkin lagi.
WILUTA
:Maksudnya, kamu tidak bisa? Inilah saatnya, Abang..
TOPAN
:Maaf…
NIKEN
:Tidak sangka, sekarang abang sudah jadi penakut.
TOPAN
:Saya berhak memilih untuk bilang tidak atau ya. Sekarang, saya atur jalan hidup saya sendiri. Saya sudah finish…
NIKEN
:Egois. Hanya nasib sendiri, yang abang pertimbangkan. Abang tahu Negara makin berengsek. Tapi abang diam saja. Jujur juga, saya menyesal ketemu abang sekarang. Pandangan saya tentang abang hancur berantakan.
TOPAN
:Apa boleh buat. Itu 20 tahun yang lalu… zaman berubah.
NIKEN
: Minggu lalu abang bicara di koran, abang selalu siap jika terpaksa harus turun ke jalan lagi. Sekarang ini waktunya.
TOPAN
:Niken, pengusaha harus butuh publikasi. Masa kamu tidak paham? Saya pengusaha. Itu bagian dari strategi. Tapi jika kenyataan yang harus dihadapi diduga akan sangat pahit, kita harus cepat-cepat menghindar. Ketika korupsi tidak bisa dilawan lagi, kita….
NIKEN
:Lari? Betul.
TOPAN
:Realitas harus dihadapi dengan realistis. Pengusaha tak pernah bermimpi, dia menghitung untung rugi.
WILUTA
:Demi keuntungan pribadi.
TOPAN
:Demi usaha agar
tetap bisa survive. Kepala harus tetap
dingin. Zaman spontanitas otot dan emosi, sudah lewat. Sekarang zaman otak dan strategi. Pikiran. Akal. Hitungan langah adalah uang. Waktu, sangat berharga. WILUTA
:Ah, jadi kami sudah merampok waktu berharga abang.
TOPAN
:Wiluta, Niken, maaf, saya betul-betul tidak bisa ikut. Kondisi tidak memungkinkan. Saya bukan aktivis lagi.
93
JIRAN
:Abang tidak perlu lagi turun lagi ke jalan, sebab kami tidak punya uang untuk membeli payung kalau abang kepanasan. Abang cukup mengatur strategi dan konsep pergerakan. Abang akan lebih banyak duduk di markas saja. Katakanlah, kalau gerakan demonstrasi itu bisa diibaratkan PT, maka abang adalah dirut nya. Kami semua, karyawan operasionalnya. Abang tidak perlu repot membersihkan got, cukup abang pertintahkan, kami yang akan bekerja. Sayangnya, bekerja di PT Demonstrasi tidak ada gaji.” (babak 5).
Dari cuplikan dialog pada babak ke-lima di atas, dari jawabanjawaban yang dilontarkan oleh mantan anak buahnya, maka dapat peneliti katakana bahwa musuh besar dari idealisme adalah harta. Sejauh ini dalam dinamika demokrasi mungkin banyak pengusaha yang justru turut ikut andil dalam bursa pencalonan presiden (pemimpin). Namun, dibalik penyalonannya
terdapat
kecenderungan
yang
mengarah
kepada
kepentingan-kepentingan yang bertolak belakang dengan kepentingan masyarakat luas, konsistensinya dengan tujuan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat masih dipertanyakan. Sementara itu, demonstrasi yang dijalankan oleh ketiga mantan anak buahnya Jiran, Niken dan Wiluta bukan sebagai kekuatan pendobrak atas ke-laliman penguasa dan pemerintah. Sebab fungsinya hanyalah sebagai penguat tuntutan. Walaupun pada era reformasi, ini adalah cara jitu saat itu untuk meruntuhkan rezim akan tetapi kerusuhan bukan menjadi role model dalam merubah sistem dengan cara yang singkat atau revolusi, terlalu beresiko dan tidak ada jaminan untuk perubahan menuju arah yang lebih baik.
94
Kemudian masih di dalam rumah Topan, ketiga anak buahnya terus mendesak agar sang pemimpinnya mau kembali lagi ikut turun ke-jalan. Upaya yang dilakukan Jiran, Niken dan Wiluta saat itu berakhir sia-sia. Topan masih menganggap tujuan mereka kurang jelas dan ter-arah, sepertinya pengetahuan Topan sebagai seorang pemimpin kala itu dijadikan senjata untuk menolak ajakan dengan jawaban yg realistis. Lebih terkesan sebagai seorang pemimpin yang mencari dalih, alasan dan mengelak ketika diajak untuk berbuat sesuatu demi orang banyak (masyarakat). Seperti dalam cuplikan dialog
pada babak ke-lima yaitu
percakapan antara Topan dan Jiran: TOPAN
:Siapa rakyat? Siapa mereka itu? Apa kalian benar-benar tahu apa yang mereka inginkan? Bilang sama saya! Siapa Rakyat? BILANG!
NIKEN
:Rakyat adalah…
TOPAN
:Ya siapa mereka?
NIKEN
:Rakyat adalah…
TOPAN
:Kalian tidak tahu siapa rakyat. Bagaimana bisa berjuang kalau kalian tidak tahu untuk apa? Untuk siapa? Yang kalian rasa, belum tentu dirasakan oleh semua orang. Kalian rakyat, mereka yang digusur juga rakyat, orang miskin dan orang kaya itu – rakyat, saya rakyat, bahkan para pejabat juga rakyat. Tapi siapa rakyat sejati, itu yang harus kalian cari. Kalian terlalu percaya unjuk rasa itu satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah. Padahal seringkali sebaliknya.
JIRAN
:Interogasi? Indoktrinisasi? Intimidasi? Kami mendatangi gedung DPR bersama para petani yang resah karena sawah mereka akan dibikin jadi apartemen dan padang golf. Kami ingin bertanya, mengapa ada rencana macam itu. Dan mengapa ganti rugi yang ditawarkan sangat rendah. Semeter tanah, dihargai sama dengan sekilo ubi kayu. Tapi, orag-orang desa itu dihadang dengan kekerasan. Dan abang tahu, tidak
95
satu koran pun yang berani memuat beritanya. Dan abang pasti bisa menduga mengapa justru pers ketakutan. Derita petani itu menjadi sangat penting. NIKEN
:Untuk apa cerita, Jiran. Dia sudah tidak punya kuping lagi.
JIRAN
:Kami percaya, unjuk rasa adalah salah satu cara agar tuntutan diperhatikan. Lalu, biarakan kebenaran menentukan jalannya.
WILUTA
:Jalan kebenaran selalu kasar, terlalu banyak rambu-rambunya.
TOPAN
:Terlalu banyak kebenaran, sulit memilih mana yang paling asli.
NIKEN
:Lagi-lagi wejangan . Dalih. Dalih!
TOPAN
:hanya emosi, kalian hanya mengikuti emosi. Unjuk rasa jika dijalankan dengan emosi, hasilnya bisa jadi cuman anarki.
JIRAN
:Emosi? Mengapa abang rela buka kedok? Betul. Abang sudah jadi tumpul. Kemana perginya solidaritas abang yang dulu terkenal sangat kental itu? HILANG? HILANG? HILANG?
NIKEN
: Jiran… sudah. Cukup!
JIRAN
:Siapa yang menentukan harga-harga? Siapa yang menipu dan menghisap darah? Pabrik-pabrik siapa yang seenaknya berak limbah tanpa ada sangsinya?
WILUTA
: Jiran
JIRAN
:Siapa yang giat menimbun kekayaan tapi dapat tepuk tangan meriah setiap kali mereka mengguntung pita pembukaan acara-acara sosial? Jenis presiden macam apa yang ada sekarang ini? Masa dia marah sama mentri, terus ngomong di televisi? Supaya rakyat mendengar? Tidak ada yang mendengar. Bahkan mentrinya sendiri berlagak seperti tidak tahu menahu. Rakyat capek mendengarkan itu. Di Zaman dulu, bahkan ada seorang presiden memanggil mentri itu ke rumah, lalu dimarahi. Kalau mentrinya tidak setuju, ya saya pecat. Di zaman presiden pertama, malah ada diskusi, karena mentrinya pinterpinter.
NIKEN
:Jiran, untuk apa memberi tahu dia lagi?
WILUTA
:Siapa sudi mendengar pengulangan? Tapi itulah kenyatan.
JIRAN
:(TIDAK PEDULI) Mereka
bilang,
sedang
memerangi
kebodohan
kemiskinan, padahal mereka justru sedang
dan
menyebarkan
kedua penyakit itu. Kami, adalah orang-orang konyol yang sering diejek seperti itu. Padahal kami Cuma mengingatkan masih banyak
96
persoalanyang
belum
diselesaikan.
Kita
wajib
menyelesaikannya.
Hingga beberapa cuplikan dialog di atas terdapat banyak pesan kritik sosial terhadap kepemimpinan. Dapat peneliti katakan jika kejadiankejadian yang digambarkan diatas dapat diasumsikan bahwa kritik sosial adalah sebagai pemantik dari awal sebuah perubahan. b. Kritik dan Perubahan Sosial Tentang kritik sosial dan perubahan dapat ditemukan dalam bagian cerita drama ini. Bagian ini tidak berpretensi untuk menjelaskan secara urut kritik-kritik yang mengarah dan meyebabkan perubahan sosial mengingat pembahasan pada naskah drama ini tidak menggunakan skema dan mekanisme yang sistematis dari alur cerita pertama ke alur cerita berikutnya yang saling mengaitkan. Melainkan menjabarkan dengan memberikan sketsa adegan dan dialog yang mengandung kritik dengan pembahasan mengenai perubahan sosial. Pada babak ke-sebelas dengan setting adegan yang terjadi di malam hari di ballroom hotel mewah sedang berlangsung reuni para mantan aktifis dan pejabat partai yang diantara mereka saling menyembunyikan kepentingannya masing-masing. Di dalam ballroom dihadiri oleh Mantan demontsran 1-6, Pejabat T, Bujok, Topan dan Bunga. Mantan demonstran 1-6 adalah para sahabat dekat Topan saat mereka masih sama-sama menjadi seorang aktifis. Pejabat T adalah seorang peabat tinggi partai yang memiliki kepentingan untuk pencalonan diri sebagai presiden dan Bujok adalah ajudan kepercayaanya. Lalu Bunga adalah istri Topan.
97
Persoalan utama yang mendasari tema pada sub-bab ini mengenai perubahan sosial adalah mengapa begitu sulitnya menyerukan sebuah perubahan tatanan baru yang bisa menyimpulkan apa yang dimaui masyarakat luas, agar mereka tahu kemana harus menyalurkan keinginan dan kemauannya. Dengan mengkrtisi dan mengkoreksi, perubahan harus menjadi solusi. Seperti yang ada pada cuplikan dialog dalam naskah Demonstran, yaitu percakapan antara Pejabat T dan Bujok: “BUJOK
: Perubahan yang mendasar.
PEJABAT-T
: Betul. Perubahan mendasar. Dari segala sisi. Bagaimana bisa dibilang mereka seakan-akan tengah menanggulangi persoalan? Urusan yang menyangkut korupsi Proyek olahraga itu saja susah, sulit ditangani. Masih mulur-mungkret. Tersangka, seperti sembunyi di mana-mana. Urusan yang menyangkut korupsi kader partai, kok didiamkan. Nah, bahkan bank yang menangani utang sekian triliyun itu pun, malah dibiarkan beku begitu saja. Lenyap!
BUJOK
: Harus ada perubahan. Hanya partai, jawabannya!
PEJABAT-T
: Betul, ada perubahan. Partai. Saya sudah bilang, urusan seperti ini, memang harus ada yang nekad bertindak. Jangan dikira semua bisa ditangani dengan omongan doang. Tindakan. Itu perlu. Dikiranya segala urusan bisa ditangani dengan membikin lagu-lagu. Harusnya ditanggulangi dengan berbagai cara, eh, dia malah bikin konser.
BUJOK
:Betul. Dan lihatlah para calo pejabat itu. Ketika mau diplih rakyat, mereka pasang foto di jalanan. Siapa yang lihat? Semua orang takut karena wajah mereka ternyata… mereka bukan pemimpin. Rasanya, siapapun menghambat jalannya revolusi, harus dihukum.
PEJABAT-T
:Betul. Setuju. Tapi bagaimana mungkin dihukum? Mereka masih bersembunyi dibawah payung partai. Semua seakan dilindungi.
BUJOK
:Partai kita harus berkuasa. Untuk menandingi partai tempat kumpulnya orang-orang yang korupsi. Ya, Jendral, partai kita.
98
Jika cuman itu itu satu-satunya jalan, kenapa tidak? Kekuasaan! PEJABAT-T
:Selalu itu saja yang dipikirkan, partai, partai! Memangnya gampang? Lihat, berapa partai yang sekarang di negeri kita? Banyak sekali. Partai, bukan tindakan cerdas. Kecuali, kalau sangat terpaksa.
TOPAN
:Partai apa pun, malah bisa membikin perkelahian baru. Untuk kita, saya lebih setuju jika ada dua atau tiga partai saja.
PEJABAT-T
:Ya, ya, itu pandangan Bujok. Namanya juga pandangan? Benar atau tidak, kita bisa lihat nanti, ya`kan? Dan saya sudah bikin partai! :Harus ada yang menandingi. Pikiran harus diubah.” (Babak 11).
BUJOK
Hingga akhirnya berlaih keadegan berikutnya, pada babak ke sebelas dengan cuplikan dialog diatas dalam mencapai sebuah perubahan tidak terlepas dari sebuah konflik dan aktifitas kritis dan mengkritisi. Topan yang pada babak tersebut sebagai tamu undangan bersama Bunga, dibujuk oleh Pejabat T untuk merumuskan sebuah formula perubahan dengan
melalui
kepentingan,
perjuangan
partai.
Namun
kepentingan
tetaplah
Pejabat T akan memanfaatkan popularitas Topan dalam
kampanye-nya. Secara keseluruhan dialog pada babak ke-11 memang secara eksplisit memaparkan sebuah seruan untuk perubahan dapat dilihat pada saat awal Bujok mengataan “perubahan yang mendasar” kemudian dilanjutkan oleh Pejabat T. peneliti dapat sedikit menyimpulkan bahwa tema pada dialog tersebut sangat relevan dengan kondisi Indonesia sekarang ini, dari kasus yang diangkat dan kritik kepada perkembangan partai yang memenangkan dua periode pemilu tahun 2006 dan 2009 yang
99
era berkuasanya akan habis pada 2014. Memberikan sebuah alasan akan munculnya langkah perubahan. Dalam kondisi semacam itu, kemudian jika melihat kebelakang saat tirani orde baru yang terjadi lebih kurang selama 32 tahun runtuh oleh rentetan keberanian dan kritis dalam menyuarakan sebuah kepentingan perubahan, hingga akhirnya terjadi reformasi yang dipelopori oleh gerakan mahasiswa 1998 saat itu. Ini adalah sebagai bentuk warisan dari sebuah depresi besar di era orde baru yang nampaknya harus tetap dipandang sebagi sebuah bingkai intelektual bagi perubahan sosial di Indonesia. Kritik sosial terhadap kepemimpinan yang memberikan alasan untuk sebuah perubahan juga terdapat pada babak ke-12, saat itu setting malam hari berada di sebuah jalanan kawasan kumuh dengan tema adegan “Mencari Rakyat Sejati” . Setelah sebuah drama musikal dengan latar para gelandangan dan tuna wisma, juga bandit-bandit kelas teri. Dunia gelap yang tersisa hanya harapan. Pada saat itu sisa malam hanya diisi dengan nyanyi dangdut dan jogetan. Hidup yang keras seakan dicoba untuk dilupakan. Dialog tersebut hanya dilakukan oleh Niken dan Wiluta setelah melihat adegan drama musikal, berikut cuplikan dialognya : “NIKEN
:Apa mereka rakyat sejati?
WILUTA
:Agar mereka bisa hidup lebih baik, adalah bagian dari perjuanga kita.
NIKEN
:Yang jelas, mereka rakyat. Sejati atau bukan itu perkara lain.
NIKEN
:Rakyat itu siapa?
WILUTA
:Rakyat itu kita..
NIKEN
:Kita?
100
JIRAN
:Rakyat adalah mereka yang punya hak untuk berkuasa. Tapi sering, kali tanpa kita sadari, hak itu mendadak sudah beralih tangan ke genggaman para penguasa. Dan para penguasa, yang juga pemimpin partai, punya anak bego pun bisa dibikin jadi pemimin partai. Gak apa goblok, tapi pemimpin partai. Para penguasa itu sering bilang, kekuasan mereka adalah barang pinjaman dari rakyat, tapi kenyataan, rakyat sering dijadikan budak dan kambing hitam.
NIKEN
:Jadi, kita tega dibikin budak dan kambing hitam?
WILUTA
:Tapi harkat mereka, dibikin seolah-olah naik.
JIRAN
:Rakyat punya hak waris, tapi untuk mempertahankan hidup, mereka wajib membayar dengan sangat mahal.
NIKEN
:Siapa menikmati hasil dari tujuan?
WILUTA
: Penguasa.
NIKEN
: Jadi, hanya selalu mereka yang sealu berkuasa.
JIRAN
: Kepentingan rakyat sering jadi dalih kepentingan para penguasa. Tapi kue hasil dari dalih itu, hanya sebagian kecil saja yang sampai ke tangan rakyat.
NIKEN
: Aku ingat dongeng kanak-kanak (MENYANYI PERLAHAN) Dua ekor kelinci berebut roti Lalu mereka minta tolong kera Agar diputuskan siapa berhak dapat bagian Sang kera memotong roti menjadi dua Ditimbang sebelah lalu digigit perlahan Lagi, ditimbang sebelah lalu digigit Begitu seterusnya hingga roti habis Sang kere tertawa kenyang Dua kelinci tak pernah dapat bagian
JIRAN
: Ya, rakyat sering kali jadi kelinci. Yang langsung bisa dipotong.” (babak ke-12).
Untuk tema seperti ini tepatnya pada babak ke-12 dapat digambarkan dalam diri seorang Jiran. Dalam naskah ini Jiran memamng digambarkan sebagai seorang yang sangat kritis dan memiliki jiwa sosial tinggi, tidak jauh berbeda dengan dua teman aktifisnya Wiluta dan Niken.
101
Jiran lebih vokal dan memiliki keberanian yang lebih dalam mengutarakan maksudnya. Pada dialog diatas Jiran mencoba untuk meyakinkan dirinya mengenai konsep sebuah perubahan apa dan siapa yang harus dirubah dalam proses perubahan itu. Pertanyaan yang dilontarkan oleh Topan membuatnya berfikir keras mengenai arti dari rakyat sejati dan siapa mereka sebenarnya. Kemuadian Jiran sebagai tokoh central dalam tema perubahan ini dikuatkan pula dalam beberapa dialognya yang lain, yaitu : “NIKEN
: Tapi di mana harus kita cari rakyat sejati?
JIRAN
: Kita akan terus mencarinya. Sampai ketemu. Karena pencarian kita belum sampai ujung.
NIKEN
: Lalu, di mana ujung yang paling ujung?
JIRAN
: Kita harus mencarinya.
NIKEN
: Sampai kapan?
JIRAN
: Entah. Dasar perjuangan adalah menemukan rakyat sejati, dan tujuan perjuangan adalah mewujudkan apa saja yang di kehendaki oleh mereka. Rakyat sejati! Tak tahu, apa bisa ketemu.
WILUTA
: Prihatin. Prihatin.” (babak 12).
Hal ini ditunjukan kepada Jiran, memang karena pada awal pergerakannya tidak memiliki arah dan target yang pasti untuk diperjuangkan. Saat dia bertemu Topan untuk mengajaknya memimpin justru Jiran diberi wejangan-wejangan dan dalih atas pergerakanya memperjuangkan rakyat yang masih semu itu membuat rasa pesimisme muncul. Untuk mendapatkan arti sebuah perubahan Jiran harus mengetahui sebenarnya rakyat yang akan mereka bela. Karena gambaran objek perjuangannya yang semu justru melemahkan tujuan yang akan dicapai.
102
Hakikatnya perubahan adalah perpindahan dari satu tatanan menuju tatanan baru yang diharapkan lebih baik dari sebelumnya. Pada awalnya perubahan yang mendasar yang harus dilakukan adalah pada sebuah konsep dan gagasan dari munculnya ide perubahan. Jiran menemukan konsep dan gagasan yang melandaskan memperjuangkan rakyat sebagai pondasi utama. Peneliti tidak melihatnya sebagai kesalahan melainkan menimbulkan sebuah persepsi yang dijelaskan sebelumnya pada tema pertama bahwa rakyat selalu diposisikan sebagai kambing hitam. Rakyat dalam konteks kedudukan paling rendah adalah sebagai pelaksana atas kebijakan politik dan rakyat dalam konteks kedudukan paling tinggi adalah sebagai perumus dan penggagas kebijakan tersebut. Jadi semua adalah sama-sama rakyat, jadi perubahan itu untuk rakyat yang seperti apa?. Jelas disampaikan oleh Sabar mengenai kritik perubahan. Dialog ini muncul di akhir babak ke 12 sebelum transisi ke adegan berikutnya, yaitu : “ALUN
: (BERTANYA-TANYA) Apakah Anda, rakyat sejati?
SABAR
: Ssst, salah. Pertanyaannya, apakah Anda rakyat?
ALUN
: (BERTANYA-TANYA) Apakah Anda …. rakyat? (ALUN DAN SABAR MENUNGGU JAWABAN. DIAM LAMA)
SABAR
: Rakyat adalah penonton yang selalu menonton peristiwa dengan diam. Rakyat, memang bukan pemain. Tapi mereka pemain!
ALUN
: Dan rakyat sejati?
SABAR
: Rakyat sejati, ya mereka yang blaburd-blubard.
ALUN
: Lho, kok, masa mereka itu blaburd-blubard.
SABAR
: Ya, jelas, blaburd-blubard.
ALUN
: Mereka cuma bisa blaburd-blubard, pidato-pidato doang ..
103
SABAR
: Saya tidak suka keadaan ini, tidak suka. Bikin prihatin. Menyedihkan.”(babak ke-12).
Dari kutipan-kutipan dialog di atas maka dapat digambarkan bahwa tuntutan perubahan harus tetap dilakukan berdampingan dengan mencari tahu siapa sebenarnya objek yang menjadi pertimbangan dalam sebuah perjuangan setelah alasan kebobrokan mental para pemimpin yang harus segera diubah. Dari tatan moral dan nilai demokrasi yang harus tetap dijadikan pedoman dalam pemerintahan di Indonesia. Aktifitas semacam ini bisa saja menjadi landasan agar sebuah konsep dan gagasan perubahan lebih sistematis. Tidak terburu-buru lantaran terpengaruh oleh sisi emosionalitas dalam menentukan langkah, karena seharusnya ide tersebut muncul dari proses aktifitas pemikiran yang rasional dan ilmiah. Sementara itu, menurut peneliti akutnya kelemahan konsep perubahan seperti yang sudah peneliti jelaskan di paragraf sebelumnya merupakan sebuah produk dari sikap apatis dan ada kaitannya juga dengan minimnya pengetahuan. Ini adalah sebuah sintesa dari kemajemukan asupan-asupan yang diberikan oleh media. Masing-masing disibukan oleh pemenuhan kepentinganya sendiri. Sebenarnya masalah tersebut dapat peneliti katakan juga sebagai persoalan elementer yang harus diubah. Peneliti dapat memberikan sebuah pandangan bahwa perubahan adalah kerja kolektif bukan perorangan maka dari itu dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak. Walaupun dalam prosesnya, perubahan tersebut selalu ada intervensi dari golongan-golongan yang ingin hajatnya tercapai. Pandangan ini dapat dilihat pula pada naskah Demonstran ketika
104
terjadi perselisihan antara Pejabat T denngan Topan. konflik ini disebabkan karena Topan sebagai mantan demonstran dan aktifis merasa dimanfaatkan popularitasnya oleh pejabat T yang sebentar lagi akan mencalonkan diri sebagai seorang presiden dengan membuat patung Topan sang demonstran untuk menarik simpati masyarakat. Namun Topan sadar bahwa patung dengan wujud dirinya dan diikuti patung orang-orang dibelakangnya seperti mengikuti komando dari Topan dan menurutnya itu merupakan hal yang berlebihan. Topan protes keras kepada Pejabat T mengenai patung tersebut yang dianggapnya berpotensi menjadi berhala politik dan segera meminta untuk lekas dihancurkan. Namun Pejabat T menolak keras usulan tersebut dan menganggap itu adalah sebuah hinaan. Karena pembangunan patung tersebut dianggap Pejabat T adalah sebagai sebuah strategi kampanye. Kritikan mulai bermunculan menerpa Topan mengenai patung tersebut, dan Pejabat T tetap membiarkan patung berdiri kokoh. Topan mengancam akan segera merobohkan sendiri patung tersebut bersama dengan temanteman aktifis lainnya. Perdebatan antara Topan dan Pejabat T terjadi pada babak ke-24 saat pagi hari di ruang club house. Konflik yang menggambarkan sebuah kondisi ketika sikap oportunis golongan yang memanfaatkan popularitas orang lain demi kelancaran tujuan dan kepentingan mereka dengan mengatas namakan sebuah perubahan, Berikut cuplikan dialognya : “TOPAN
: Saya tidak ingin dijadikan berhala. Jangan lagi orang menghormati saya, karena perkara demontrasi itu. Saya ingin, patung tentang saya itu dihancurkan. Saya ada di depan patung itu. Wajah saya, muka saya. Dan itu sangat tidak bagus. Para
105
mahasiswa itu yang berjuang. Saya ikut bersama mereka. Berjuang
bersama
mereka.
Patung
itu,
maaf,
sangat
mengganggu saya. PEJABAT-T
: Patung itu sudah didirikan, dengan upacara yang sangat bagus. Mana mungkin dihancurkan? Ya ‘kan? Lalu, saya harus bilang apa kepada masyarakat? Dan jangan lupa, setiap tahun, perjuangan Sang Topan Pembela Bangsa, selalu kita pentaskan. Itu yang tidak pernah kita lupakan. Setiap tahun, Sang Topan menjadi inti cerita. Dari sejak demonstrasi dua puluh tahun lalu itu, sampai sekarang. Mana mungkin kami bisa melupakan Sang Topan? Demi masa depan!
BUJOK
:Tidak mungkin bisa dilupakan. Sang Topan menjadi inspirasi bangsa.
TOPAN
: Bapak tidak perlu menyuruh orang menghancurkan patung itu.
Saya
yang
akan
menghancurkannya.
Dan
untuk
sementara, patung itu akan kami tutup. Sampai ada patung lain yang sesuai. Saya akan menghubungi pematung yang mampu membikin patung yang seharusnya ada. PEJABAT-T
: Tidak bisa begitu. Patung itu didirikan dengan berbagai maksud. Ada hubungannya dengan masa depan bangsa ini. Tidak apa-lah muka patung itu seperti Bung Topan. Bisa saja muka orang sama. Ya ‘kan? Jangan dihiraukan. Anggap orang lain. Pembela Bangsa lain-lah. Kenapa harus repot? Kalau patung
itu dihancurkan, lalu nanti bagaimana saya harus
bicara kepada DPR? Masyarakat? Dan pers? Jangan coba main-main. Patung itu sangat penting. BUJOK
: Anggap saja, Bung Topan adalah orang lain. Dan dia itulah yang sekarang ini menjadi inspirasi bangsa ini.
TOPAN
: Saya bicara kepada dia, bukan kepada Anda. Mengapa Anda harus ikut bicara? Apa Anda ikut juga memutuskan perkara ini?
BUJOK
: Maaf.
TOPAN
: Saya hanya minta izin untuk mengganti patung itu. Dalam tempo pendek, patung yang lain sudah akan ada di situ.
PEJABAT-T
: Tidak bisa, tidak akan saya izinkan.
TOPAN
: Biarpun saya memintanya dengan sangat?
PEJABAT-T
: Bung Topan, patung itu menjadi bagian dari strategi saya. Untuk memimpin bangsa ini, saya harus memiliki berbagai cara yang, katakan saja, paling ampuh. Patung itu, menjadi
106
salah satunya. Ada banyak cara lain, tapi patung itu menjadi salah satunya. Orang harus mencintai pahlawan. Dan salah satu pahlawan itu, sekarang ini, adalah Bung Topan. Dalam pemilihan presiden, yang sebentar lagi akan dilakukan, saya harus ada di depan rakyat. Jika orang tahu saya ada di depan mereka, maka rakyat akan memilih saya. Karena sekarang ini, saya adalah yang satu-satunya memimpin mereka. Para pemimpin lain ketinggalan, karena mereka jauh dari rakyat. TOPAN
: Silahkan Jendral jadi presiden. Segala rencana Jendral tidak akan saya ganggu. Patung itu sangat tidak cocok.
PEJABAT-T
: Tidak bisa. Patung harus tetap berdiri, sampai kapan pun. Bujok, suruh tentara menjaga patung ini. Jangan sampai ada yang berani membongkar patung-patung itu. Siapa pun dia. Bahkan juga Anda.” (babak ke-24).
Melalui
ajudan kepercayaan Pejabat T yaitu Bujok membuat
sebuah konspirasi untuk menjebak Topan masuk kedalam sebuah demonstrasi, Bujok menyamar menjadi mahasiswa dan menyerukan sebuah perubahan memimpin mereka untuk melakukan aksi penetangan terhadap penuntasan kasus-kasus yang terjadi dan mengajak anak buah Jiran, Wiluta dan Niken untuk melancarkan aksi. Pada saat itu kelompok mereka belum memiliki peimpin yang diplot sebagai leader demosntrasi. Aksi ini sebenarnya bertujuan untuk mengeksekusi Topan agar tidak banyak melakukan protes mengenai Patung dirinya dan mencegah Topan melakukan kritikan lain yang menyangkut keberlangsungan hajat Pejabat T. Topan pun terjebak dan akhirnya mati. Gambaran
konflik
tersebut
menunjukan
bahwa
akan
kecenderungan mengenai intervensi dalam aktifitas perubahan. Salah satunya dengan memanfaatkan isu-isu yang mendasar dan kompleks yang
107
bisa menyebabkan emosi para aktifis untuk melakukan aksi mudah terpancing, berikut cuplikan dialog yang ada pada babak ke-22, yaitu: “BUJOK
: Seorang profesor, pakar ekonomi kita, menyatakan blakblakan, bahwa 60% lebih Anggaran Belanja negara kita bocor di tengah jalan. Berapa itu? Berapa itu? Saudara-saudara pasti hanya bisa menggelengkan kepala dan prihatin ‘astagafiruullah alazim’,
BUJOK
: Puluhan kali. Karena hanya itu yang kita bisa. Gelenggeleng
kepala!
Saudara-saudara,
sekian
trilyun,
yang
seharusnya kita nikmati dalam wujud pembangunan sejahtera, lenyap seperti dimakan setan. Lenyap tak tentu rimba. Jadi ajang makanan para koruptor! (TERIAK) Koruptor !! KOOR
: (SEMUA TERIAK) Koruptor !!
BUJOK
: Dan sementara bagian terbesar rakyat kita, tetap lapar melarat, melata seperti kadal, mereka disana, senang, berpestapora dan aman-tentram-damai-sentosa sampai anak cucu mereka kelak. Genjot koruptor! Berantas korupsi sampai habis !!
SEMUA
: Genjot koruptor!
BUJOK
: Dan saya ingin tanya: siapa yang sudah korupsi? Jelas bukan kita, bukan rakyat kecil, bukan kita, tapi mereka! Mereka yang memiliki kekuasaan dan kesempatan untuk korupsi. Siapa mereka? Siapa?
KOOR
: Mereka!
BUJOK
: Penguasa!
KOOR
: Penguasa!!
BUJOK
: Inilah saatnya kita berjuang!
KOOR
: Rakyat berjuang! Rakyat berjuang!
BUJOK
:
Sejak
dulu,
kampus
adalah
ajang
ampuh,
wadah
berkumpulnya para calon intelektual dan cendikia. Tempat lahirnya banyak pemimpin bangsa. Kampus adalah candra dimuka, tempat kita dibangkitkan kesadaran politiknya. Gerakan pembaruan lahir di kampus. Hampir seluruh pemimpin kita lahir di sini! Tapi sekarang silakan tengok! Sekali lagi, maaf saja, astagafirullah alazim. SEMUA
: astagfirullah alazim
108
BUJOK
: Sedih saya. Kenapa? Karena dengan teror yang sistematis, saudara-saudara sudah jadi bonsai. Dikondisikan untuk jadi bonsai dan rela dijadikan bonsai.
KOOR
: Bonsai! Bonsai! Bonsai!
BUJOK
: Apa saudara-saudara punya keberanian untuk bersikap? Tidak. Untuk bebas berpendapat? Tidak. Tidak gentar berpolitik? Tidak. Sudi menggerakan suatu pembaruan? Sama sekali tidak, tidak, tidak! Dan, inilah yang harus jadi prioritas perjuangan saudara-saudara. Kenapa? Karena masa depan bangsa dan negara ada di tangan saudara-saudara!” (babak ke22).
Dari kutipan-kutipan dialog diatas maka dapat digambarkan bahwa secara keseluruhan tema yang diangkat mengenai kepemimpinan dan perubahan sosial adalah dua hal yang berkaitan satu sama lain. Kelaliman dan konflik adalah pemicu/pemantik kemudian pergerakan demonstrasi adala aplikasinya. Walaupun dalam kisah diatas terjadi akhir yang anti klimaks yaitu dengan tewasnya Topan sebagai demonstran. INTERPRETASI Pada naskah ini, idealisme seorang Topan sebagai seorang demonstran masih sama seperti saat ia muda hanya jalannya dan segmentasi perjuangannya sudah berbeda. Kritik sosial yang dibangun pada tema ini berawal dari sebuah keadaan sosial yang penuh dengan kontradiksi. Seperti dikatakan Karl Marx bahwa kesadaran sosial itu dilahirkan dari keadaan sosial. Kesadaran sosial yaitu ide, gagasan dan pikiran yang ada pada manusia. Merupakan sebuah realitas dari interaksi manusia dalam kegiatannya.2 Ini sangat bersangkut paut dengan alur munculnya kritik sosial pada naskah ini. Terutama kritik sosial 2
Darsono, Karl Marx Ekonomi dan Aksi Politik, (Jakarta : Diadit Media) 2007
109
kepemimpinan yang juga disinggung dalam tema awal ini, dalam islam tentu sistem kepemimpinan yang harus dijalankan adalah dengan menerapkan hukum syariah seperti yang diterangkan dalam Al Qur’an surat Annur ayat 1:
“(Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya.”
B. Superstruktur (skematik) Skematik adalah sebuah wacana yang pada umumnya memiliki alur cerita dari awal sampai akhir. Dimana para pembaca disuguhkan bacaan yang telah di-setting sedemikian rupa oleh penulis sehingga memberikan nuansa yang berbeda disetap alurnya. Menurut Alex Sobur dalam tulisannya mengatakan bahwa strukur skematis atau superstrukur menggambarkan bentuk umum dari suatu teks. Bentuk wacana umum itu disusun dengan sejumlah kategori atau pembagian umum seperti pendahuluan isi, kesimpulan, pemecahan masalah, penutup, dan sebagainya.3 Jika topik dan tema telah membeberkan dan menunjukan makna umum dari suatu wacana yang diangkat pada naskah Demonstran ini. Maka kemudian struktur skematis akan menjelaskan sebuah bentuk umum dari suatu teks. Para pembaca akan diberikan sebuah tahapan dan kerangka dari alur cerita pada naskah Demonstran ini. Menceritakan dari awal hingga bagian
3
Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke- 4, h 76.
110
akhir secara sistematis dari awal mengkosntruksi satu peristiwa (adegan) ke peristiwa (adegan) yang lainnya sehingga membentuk sebuah kesatuan cerita. Dalam konteks penyajian cerita, setiap pertunjukan drama memiliki banyak model menyajian alur. Dari penyajian alur maju, alur mundur, alur campuran, alur jamak alur erat, alur longgar alur tertutup, alur terbuka, alur bawahan dan alur menanjak. Namunn dalam bagian skematis kali ini peneliti hanya akan meberikan penjelasan dari point penting yang ada disetiap alur atau biasa disebut plot. Bagian dari plot drama meliputi enam tahapan yaitu, 1). pemaparan (eksposisi) adalah bagian dimana pebebera dari sebuah cerita atau sebagai pengantar ke dalam situasi awal dari lakon atau cerita yang disajikan. Biasanya waktu, tempat, aspek-aspek psikologis dari situasi tokoh disampaikan pada bagian ini. Tentu saja bagian ini sebagai peng-introduksi-an dari awal kejadian dan rangsangan sebuah konflik. 2). Penggawatan (konflik) adalah sebuah insiden permulaan, bagian ini adalah dasarnya dari konflik sebuah drama. Ia adalah tenaga perangsang (exiting force). 3). Penanjakan laku (rising action) disini adalah bagian dari penjelasan sebuah motif. Sebagai pembawa kepada rentetan berikutnya dimana konflik itu kian menjadi. 4). Klimaks adalah bagian ketika sebuah titik perselisihan yang paling ujung yang bisa dicapai oleh sebuah konfrontasi lakon
111
protagonist-antagonis. Ada dua kemungkinan saat sampai pada titik ini konflik bisa semakin menghebat atau menurun. 5). Peleraian atau biasa juga disebut sebagai antiklimak adalah bagian yang menyajkan ketegangan konflik yang sudah tidak tertahankan. Kemudian mulailah diketengahkan suatu pemecahan konlfik. 6). Penyelesaian (conclusion) pada bagian ini biasanya berfungsi sebagai bagian yang mengakhiri segenap kejadian dalam lakon dan memberikan sebuah jawaban yang diperlukan public yang telah mengikuti segala persoalan dan menyaksikan konflik-konflik di dalamnya.4 Kemudian dalam buku Dramaturgi dijelaskan pula istilah mengenai plot dari Aristoteles filsuf yunani dan seorang sastrawan jerman Gustav Freytag pada dasarnya arti dari istilah yang mereka kemukakan itu secara umum menjelaskan mengenai plot, pada penggunaan istilahnya saja yang berbeda. Aristoteles memilki empat istilah Dramatik Plot yaitu, protatis (permulaan), epitasio (jalinan kejadian), catastatis (klimaks), catastrophes (penutupan). Kemudian Gustav Freytag memiliki tujuh istilah yaitu, exposition
(eksposisi),
complication
(komplikasi),
climax
(klimaks),
resolution (resolusi), conclusion (konklusi), catastrophe (penutupan) dan denoument (pelurusan).5
4
Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979) Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986) 5
112
Pada tahap ini di dalam sebuah pertunjuakan teater melalui naskah Demontstran telah diceritakan dari awal hingga akhir sebuah plot yang berkesinambungan hingga membentuk sebuah kesatuan yang padu dari sebuah cerita. Makna yang terkandung dalam cerita sangat mudah untuk ditangkap walaupun akan menimbulkan penafsiran yang berbeda dari setiap penonton yang menonton pertunjukan. Berkaitan dengan tema yang diangkat pada penelitian ini yaitu mengenai sebuah kritik sosial dan sebuah perubahan sosial peneliti ingin memberikan sebuah analiasa skematik melalui perpaduan dari patern skema pada disiplin ilmu skematik dengan dramatik plot yang dikemukakan oleh Aristoteles. Agar lebih mudah untuk meyampaiakan pesan mengenai kritik sosial dan perubahan. Kedua hal tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain pada tahapan yang memberikan penjelasan bahwa sebuah ideologi mempengaruhi sebuah perubahan. Ideologi kali ini dimaksudkan pada ideologi dalam kritik sosial dan pengaplikasiannya. Naskah Demonstran karya N. Riantiarno memberikan sebuah cerita yang menggambarkan kesinambungan dua hal tersebut yaitu kritik sosial dan perubahan. Dalam skematik biasanya menggunakan tiga stuktur yaitu Babak pertama, Konflik dan Resolusi. Dengan ditambahkan teori Aristoteles, peneliti akan memberikan sebuah improvisasi dengan menambahkan spesifikasi disetiap strukturnya yaitu pada babak pertama akan ditambahkan Protatis (perkenalan), pada babak konflik, akan ditambahkan Catasitas (klimaks) dan Epitasitas atau Rising Action (komplikasi). Kemudian pada babak resolusi
113
akan ditambahkan Catastrophe yang di dalamnya terdapat Conclusion (konklusi) dan Denoument (pelurusan). 1. Babak Pertama Di babak pertama ini penulis naskah Demonstran menceritakan sebuah awalan yang unik, tokoh utama tidak diperkenalkan langsung. Melainkan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi sosial Indonesia belakangan ini oleh Sabar dan Alun. Menceritakan sebuah latar belakang demokrasi yang kian carut marut kala itu. Penyampaian yang dilakukan oleh mereka berdua. Melalui bahasa yang menjadi alat komunikasi melahirkan
sebuah
pendapat
mempersatukan
jiwa
untuk
sebuah
pencapaian tertinggi sebuah kedaulatan rakyat. Kemudian dialanjutkan dengan munculnya Niken, Jiran dan Wiluta. Pada babak ini mereka bertiga mendapati kendala mengenai sahabatnya yang ditahan oleh aparat kepolisian akibat dari aksinya yang anarkis. Topan sang Demonstran yang kini sudah sejahtera karena keuntungan aksi yang telah dia lakukan dimasa lalu enggan membantu mereka bertiga dengan dalih sudah bukan umur dan masanya kini hanya seorang
pengusaha
sukses.
Penolakan
tersebut
dianggap
sebuah
penghianatan lantaran Topan adalah mantan ketua pimpinan yang dianggapnya selalu vokal dalam beraksi. Di babak pertama juga digambarkan para sahabat-sahabat topan pada masa perjuangan yang pada naskah ini disebut sebagai mantan demonstran. Mereka ada enam orang dan semuanya telah hidup mewah. Mereka selalu mengadakan perkumpulan rutin guna hanya untuk bincang-
114
bincang, nostalgia atau pamer barang mewah yang baru mereka dapat. Enam orang mantan demonstran ini masih menganggap bahwa topan adalah pemimpin mereka. Ini adalah wujud dari sebuah moral yang baik bahwa mereka tidak melupakan pemimpin yang memperjuangkan mereka hingga hidup mewah. Cita-cita demokrasi menurut Topan telah tercapai setelah perjuangan kerasnya dulu berbuah manis sekarang. Namun ketenaran topan dimanfaatkan oleh oknum tertentu yaitu oleh Pejabat T dan Bujok. Mereka berdua memanfaatkan dalil perubahan dan menunggangi ketenaran Topan agar kepentingannya menjadi presiden terwujud. Disini penonton mulai menemukan titik konflik dari sebuah cerita. Dengan segala upaya Pejabat T membujuk Topan agar mau untuk menjadi bahan propagandanya. Sampai pada bagian ini peneliti menjelaskan sebuah peristiwa di babak awal yang memicu ke babak konflik. Sesuai dengan penjelasan diawal pada pembahasan skematik, peneliti akan menambahkan sebuah protatis atau perkenalan. a. Protatis Protatis atau perkenalan pada bagian ini adalah dimaksudkan untuk menjelaskan karakter tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah cerita. Sejauh pada penjelasan di babak pertama peneliti menemukan peranperan
sentral
yang
diperkenalkan
pada
adegan-adegan
yang
berlangsung. Memproduksi opini untuk kemudian diangkat sebagai sebuah pesan kritik sosial. Pada masing-masing tokoh menggabarkan keadaan yang relevan dengan kondisi saat ini. Hanya saja diimbuhi
115
oleh peran Topan yang menjadi pembeda dan penyeimbang tokohtokkoh lain. Bunga adalah istri Topan yang pada cerita ini disinyalir memiliki hubungan spesial dengan Pejabat T adalah mantan aktifis juga, sosok yang lembut terhadap Topan namun memiliki watak dan idealisme yang kuat. Jiran, Niken dan Wiluta adalah sahabat topan, mereka memiliki karakter yang berbeda Jiran digambarkan pada cerita ini sebagai sosok yang agak pendiam berbeda dengan Niken dan Wiluta yang arogan selalu menggebu untuk menyerukan sebuah aksi. Sabar dan Alun juga bisa dikatakan menjadi sosok karakter penyeimbang, namun beda halnya dengan topan yang masuk dalam inti pokok sebuah cerita Sabar dan Alun seolah-olah sebagai dewa yang disetiap adegan selalu memberi petuah-petuah. Kemudaian ada Pejabat T dengan sosok jenaka yang sangat ambisius bersama Bujok yang lebih mudah dikatakan sebagai kacung dari Pejabat T. Kemudian beberapa adegan yang diselipkan dengan musik bersamaan dengan munculnya koor. Itu adalah beberapa pengenalan dari tokoh-tokoh yang penting di dalam naskah ini. Penjelasan tersebut adalah perkenalan dari permulaan sebuah peran dan motif. Babak pertama yang menjelaskan pelukisan dari cerita. Dalam adegan perkenalan ini banyak sekali terdapat penjelasanpenjelasan mengenai pesan apa yang sebenarnya ingin disampaikan. Pada cerita ini eksposisi berlangsung dalam keadaan yang seimbang karena ini adalah pengantar menuju babak konflik. Peneliti akan
116
memberikan contoh dialog dari bagian babak pertama sebuah protatis dan eksposisi. Pada babak pertama mencangkup protatis dan eksposisi yang menggambarkan sebuah kritik sosial kepimipinan, yaitu : “SABAR
: Zaman ini Zaman panik. Orang orang jadi serakah dan gampang curiga. Sebagian besar kita, kena penyakit jiwa dan janji-janji bohong simpang siur di langit. Isu lebih digemari disbanding pidato dan humor menemukan tuahnya disbanding penderitaan. Yang tidak pro langsung dianggap kontra. Usul dan pendapat sering dianggap kritikan. Tapi anehnya, si pengkritik sering tidak tahan kritikan. Zaman ini Zaman bingung. Yang kecewa berkeliaran dimanamana. Pegangan amat rapuh. Tuhan teralu jauh dan nabi-nabi palsu tersebut pengikut. Orang-orang kaya berkuasa dengan uangnya. Mereka sanggup membeli hati nurani para pejuang. Ekonomi dan teknologi jadi tujuan utama. Pendidikan sangat mahal dan kesenian kadang ada tapi sia-sia, malah lebih dianggap hiburan. Inilah kredo orang bingung di zaman panik. Dilantunkan ketika bumi gonjang ganjing dan sepertinya langit akan segera menimpa kepala. Inilah Kredo orang panik di zaman bingung.” (babak 1)
Pada babak tersebut digambarkan mengenai latar belakang yang mendasar dari sebuah cerita perkenalan melalui penyamapaian fakta menarik yang terjadi dewasa ini. Krisis kepemiminan yang coba disampaikan oleh Sabar menjadi isu menarik walaupun adegan ini hanya sebagai intermezzo dan pembuka wawasan menuju iklim lain yang akan dimasuki pada cerita ini. Sabar dan Alun seperti hidup di dua alam, dia tidak nyata tapi dia ada. Pada bagian tersebut, Sabar memeberikan sebuah perkenalan melalui isu yang sangat relevan dengan kenyataan.
117
Kemudian ada dialog Topan dengan Wiluta, yaitu : “TOPAN
: Tidak bisa, maaf. Saya sudah tua. Saya tidak sanggup lagi jadi Robin Hood. Apa yang pernah saya lakukan, dulu, dan apa yang kalian lakukan sekarang ini, itu permainan anak muda. Saya? Lihat, perut sudah gendut, nafasngos-ngosan, mata tidak awas lagi. Saya sudah sejarah. Kekuatan saya habis.
NIKEN
: Jadi, Abang tidak mau turun lagi kejalan memimpin kami?
WILUTA
: Apa abang kuatir, kedudukan dan kekayaan abanf bisa terganggu? Hidup abang sekarang memang sudah enak. Padahal ini semua hasil dari perjuangan abang, dulu, sebagai demonstran, masa lupa?
TOPAN
: Tenanglah sedikit… jangan paksa saya.
NIKEN
: Lalu kemana lagi kami harus pergi? Kami tidak punya pemimpin, kami hanya punya semangat. Kami bergerak kurang teratur. Kami ingin diatur oleh tokoh yang mampu menghadapi apa saja. Tokoh yang selalu ada di barisan paling depan, tokoh yang dikenal sebagai Sang Topan. Abang.
WILUTA
: Semua bekas aktifis tidak mau memimpin kami.”(babak 5)
Pada dialog tersebut mengandung kontradiksi antagonis, kedua belah pihak sama-sama mempertahankan argumentasinya. Awal mula sebuah perdebatan yang mengarah kepada pecahnya sebuah kesatuan. Karena dalam cerita ini Wiluta, Niken dan Jiran adalah mantan anak buah Topan. Penjelasan singkat dari kedua pihak memberikan gambaran bahwa berikutnya akan ada perdebatan-perdebatan lain untuk memaksa Topan kembali turun ke jalan. Disini juga menggambarkan sosok karakter aktifis yang arogan dan keras kepala. Berikutnya, dialog lanjutan pada babak ke 5, yaitu : “NIKEN
: Alat musyawarah itu selalu satu arah. Dari penguasa. Dan mufakat adalah perintah. Rakyat tidak diberi hak untuk brmusyawarah, mereka hanya wajib menjalankan perintah. Siapa berani melawan arah penguasa dan perintah pejabat? Rakyat?
118
TOPAN
: Siapa rakyat? Siapa mereka itu? Apa kalian benar-benar tahu apa yang mereka inginkan? Bilang sama saya! Siapa Rakyat? BILANG!
NIKEN
: Rakyat adalah…
TOPAN
: Ya siapa mereka?
NIKEN
: Rakyat adalah…
TOPAN
: Kalian tidak tahu siapa rakyat. Bagaimana bisa berjuang kalau kalian tidak tahu untuk apa? Untuk siapa? Yang kalian rasa, belum tentu dirasakan oleh semua orang. Kalian rakyat, mereka yang digusur juga rakyat, orang miskin dan orang kaya itu – rakyat, saya rakyat, bahkan para pejabat juga rakyat. Tapi siapa rakyat sejati, itu yang harus kalian cari. Kalian terlalu percaya unjuk rasa itu satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah. Padahal seringkali sebaliknya.
JIRAN
: Interogasi? Indoktrinisasi? Intimidasi? Kami mendatangi gedung DPR bersama para petani yang resah karena sawah mereka akan dibikin jadi apartemen dan padang golf. Kami ingin bertanya, mengapa ada rencana macam itu. Dan mengapa ganti rugi yang ditawarkan sangat rendah. Semester tanah, dihargai sama dengan sekilo ubi kayu. Tapi, orag-orang desa itu dihadang dengan kekerasan. Dan abang tahu, tidak satu Koran pun yang berai memuat beritanya. Dan abang pasti bisa mendugamengapa justru pers ketakutan. Derita petani itu menjadi sangat penting.” (babak 5)
Pada adegan kali ini lebih menonjolkan kepada Jiran yang awal kemunculannyua lebih banyak sebagai pengikut dari Wiluta dan Niken. Kali ini Jiran menyerukan suaranya untuk mengajak sang Topan Turun ke jalan. Tersampaikan juga secara implisit sebuah penjelasan mengenai kondisi birokrasi yang tidak memihak rakyat kecil, pada dialog terakhir Jiran dijadikan sebuah perkenalan untuk memasuki babak konflik dengan warna lain dari isu-isu yang diangkat pada cerita ini. Sejauh ini kemajemukan sebuah isu yang disampaikan menambah exitment baru untuk berimajinasi apa yang selanjutnya akan terjadi.
119
Kemudian ada dialog yang keberadaannya hanya sebagai pengenalan dan tokoh-tokoh dalam adegan ini sebagai media untuk memunculkan trigger pada babak konflik. Berikut dialognya : “MANTAN-1
: Jangan jadi direktur, apalagi direktur utama. Atau yang sifatnya berhubungan dengan tugas-tugas persahaan. Komisaris, apa lagi komisaris utama. Bahaya. Jadi apa saja asal di luar perusahaan. Tapi yang penting, kita berkuasa. Ada hukumnya. Bisa dicarikan. Penting dan berkuasa, tapi harus selalu berada di luar perusahan.
MANTAN-3
: Penting dan berkuasa.
MANTAN-1
: Jika duitnya datang dari pemerintah, ah itu bagus. Kita semua akan mengurusnya disini. Di komisi. Uang dari pemerintah bisa langsung dilipatgandakan, dengan berbagai cara. Nah, disitu kita main.
MANTAN-6
: Nopp nopo tokorogo somoto
MANTAN-7
: Cici kili piti himiti jiji
MANTAN-6
: Qolomojo totologo kolojo
MANTAN-5
: Ah, paham saya, paham. Kita terima segala tapi diluar perusahaan.
MANTAN-4
: Hal-hal yang seperti itu apa bisa diatur?
MANTAN-1
: Bisa, bisa. Kita yang akan mengaturnya di komisi. Nanti akan diurus oleh yang memang sering menangani perusahaan. Uang itu pasti akan dipencar dan disebar. Dan ingat, jangan sampai ada kwitansi atau bukti yang bisa membuat kita punya hubungan dengan perusahaan. Tanpa kwitansi, tanpa bukti pengeluaran.
MANTAN-2
: Caranya?
MANTAN-1
: Ah, pakai tanya-tanya. Pasti tahu semua diatur. Tanya saja yang sama Pak Ketua. Pasti dia sudah tahu bagaimana mengaturnya.
MANTAN-2
: Heheh, saya kira ada cara lain. Kalau begitu, kita semua tahu.
MANTAN-3
: Penting dan berkuasa, ini yang utama. (MUNCUL PEJABAT-T, BUJOK, TOPAN, BUNGA DAN PENATA RAMBUT)
PEJABAT-T
: Sang Topan tokoh sepanjang masa. Legenda hidup dari zaman perjuangan menumbangkan tirani yang sangat tiran it. Luar bisaa. Anda sama sekali tidak berubah. Semua sama,
120
masih seperti dulu. Tubuh atletis. Gaya tetap garang. Apa kabar? TOPAN
: Baik, Jendral.
PEJABAT-T
: Bunga, apa kabar?
BUNGA
: Baik, Jendral.
PEJABAT-T
: Perkenalkan, Bujok. Sahabat saya. Di rumah, dia ini sudah seperti family. (MEREKA BERSALAMAN) Ah, keadaan ini sudah harus segera diubah. Tidak bisa kita kita biarkan terus begini. Suasananya berengsek. Yang kacau malah dibiarkan merajalela. harus ada perubahan.
TOPAN
: Perubahan, Jendral?
BUJOK
: Perubahan yang mendasar.
PEJABAT-T
: Betul. Perubahan mendasar. Dari segala sisi. Bagaimana bisa dibilang mereka seakan-akan tengah menanggulangi persoalan? Urusan yang menyangkut korupsi Proyek olahraga itu saja susah, sulit ditangani. Masih mulur-mungkret. Tersangka, seperti sembunyi di mana-mana. Urusan yang menyangkut korupsi kader partai, kok didiamkan. Nah, bahkan bank yang menangani utang sekian triliyun itu pun, malah dibiarkan beku begitu saja. Lenyap!
BUJOK
: Harus ada perubahan. Hanya partai, jawabannya!
PEJABAT-T
: Betul, ada perubahan. Partai. Saya sudah bilang, urusan seperti ini, memang harus ada yang nekad bertindak. Jangan dikira semua bisa ditangani dengan omongan doang. Tindakan. Itu perlu. Dikiranya segala urusan bisa ditangani dengan membikin lagu-lagu. Harusnya ditanggulangi dengan berbagai cara, eh, dia malah bikin konser.
BUJOK
: Betul. Dan lihatlah para calo pejabat itu. Ketika mau diplih rakyat, mereka pasang foto di jalanan. Siapa yang lihat? Semua orang takut karena wajah mereka ternyata… mereka bukan pemimpin. Rasanya, siapapun menghambat jalannya revolusi, harus dihukum.
PEJABAT-T
: Betul. Setuju. Tapi bagaimana mungkin dihukum? Mereka masih bersembunyi dibawah payung partai. Semua seakan dilindungi.
BUJOK
: Partai kita harus berkuasa. Untuk menandingi partai tempat kumpulnya orang-orang yang korupsi. Ya, Jendral, partai kita. Jika cuman itu itu satu-satunya jalan, kenapa tidak? Kekuasaan!
121
PEJABAT-T
: Selalu itu saja yang dipikirkan, partai, partai! Memangnya gampang? Lihat, berapa partai yang sekarang di negeri kita? Banyak sekali. Partai, bukan tindakan cerdas. Kecuali, kalau sangat terpaksa.
TOPAN
: Partai apa pun, malah bisa membikin perkelahian baru. Untuk kita, saya lebih setuju jika ada dua atau tiga partai saja.
PEJABAT-T
: Ya, ya, itu pandangan Bujok. Namanya juga pandangan? Benar atau tidak, kita bisa lihat nanti, ya`kan? Dan saya sudah bikin partai!
BUJOK
: Harus ada yang menandingi. Pikiran harus diubah.” (babak 11)
Dari dialog pada babak ke 11 tersebut, dapat peneliti jelaskan bahwa penampilan para Mantan Demonstran hanya sebagai pelengkap dari rangkaian-rangkaian peristiwa supaya lebih berwarna. Adegan ini lebih bertujuan sebagai pemicu konflik yang akan terjadi di babak berikutnya. Dapat dilihat dari dialog Pejabat T dengan topan mengenai perubahan yang hanya dapat dialakukan melalui aktifitas di partai politik. Bujok yang sebagai ajudan sang calon presiden hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh Pejabat T tidak jarang juga sesekali memberi opininya, begitupun Bunga yang sepanjang adegan pada babak ini tidak banyak memiliki percakapan penting. Hanya sebagai pendamping Topan suaminya. Itu adalah beberpa cuplikan dialog yang mengambarkan sebuah perkenalan di babak pertama dalam term semantik. Peneliti menambahkan improvisasi dengan memberi serta protatis sebagai eksposisi. Sehingga menjabarkan secara spesifik apa yang sebenarnya yang terkandung ada pada babak pertama. Protatis memberikan pendapat imbuhan yang masih sesuai dengan pattern semantik.
122
2. Konflik Pada taraf ini peneliti akan menjelaskan sebuah konflik dalam artian dramatik. Pada dasarnya poin dramatik pada bagian ini dapat ditemukan dalam banyak bagian, ada beberapa konflik yang mengikuti konflik utama dari cerita ini. Insiden permulaan konflik ini berkembang dengan baik sesuai dengan jalan ceritanya masing-masing. Seperti konflik antara Topan dengan istrinya Bunga yang dicurigai memiliki hubungan dengan Pejabat T, konflik antara Topan dengan tiga mantan anak buahnya Jiran, Niken dan Wiluta. Juga konflik yang dimiliki Topan dengan Pejabat T lantaran tindakannya yang memanfaatkan ketenaran Topan untuk kepentingan partainya. Pada awalnya Topan yang memutuskan telah pensiun dari dunia demonstrasi dan memilih pelabuhan hidup untuk menjadi seorang pengusaha berjalan sangat lancar dan menghasilkan kekayaan yang berlimpah untuk menghidupi dirinya dan Bunga sang istri. Kemudian di sisi lain mantan anak buahnya Jiran, Wiluta dan Niken masih lengket kakinya dengan jalan demonstrasi. Hingga suatu saat mereka bertiga datang kerumah Topan mengajaknya kembali turun ke jalan agar dapat memimpin lagi untuk mengkritisi pemerintah yang saat itu dianggapnya sangat lalim, disampaikan pula pada dialog mereka mengenai keburukan pemerintah yang relevan dengan realitas per-politikan di Indonesia, berikut cuplikan dialog yang menjadi awal konflik : “TOPAN
: Tidak bisa, maaf. Saya sudah tua. Saya tidak sanggup lagi jadi Robin Hood. Apa yang pernah saya lakukan, dulu, dan apa yang kalian lakukan sekarang ini, itu permainan anak
123
muda. Saya? Lihat, perut sudah gendut, nafasngos-ngosan, mata tidak awas lagi. Saya sudah sejarah. Kekuatan saya habis. NIKEN
: Jadi, Abang tidak mau turun lagi kejalan memimpin kami?
WILUTA
: Apa abang kuatir, kedudukan dan kekayaan abanf bisa terganggu? Hidup abang sekarang memang sudah enak. Padahal ini semua hasil dari perjuangan abang, dulu, sebagai demonstran, masa lupa?
TOPAN
: Tenanglah sedikit… jangan paksa saya.
NIKEN
: Lalu kemana lagi kami harus pergi? Kami tidak punya pemimpin, kami hanya punya semangat. Kami bergerak kurang teratur. Kami ingin diatur oleh tokoh yang mampu menghadapi apa saja. Tokoh yang selalu ada di barisan paling depan, tokoh yang dikenal sebagai Sang Topan. Abang.
WILUTA NKEN
: Semua bekas aktifis tidak mau memimpin kami. : Mereka bilang, hanya buang-buang energy sia-sia. Ini gerakan yang mereka anggap, sudah tidak ada gunanya.
WILUTA
: Hanya abang harapan kami.
TOPAN
: Ya, maaf saja, kalian juga sudah terlalu tua. Tidak mungkin lagi.
WILUTA
: Maksudnya, kmau tidak bisa? Inilah saatnya, Abang..
TOPAN
: Maaf…
NIKEN
: Tidak sangka, sekarang abang sudah jadi penakut.
TOPAN
: Saya berhak memilih untuk bilang tidak atau ya. Sekarang, saya atur jalan hidup saya sendiri. Saya sudah finish…
NIKEN
: Egois. Hanya nasib sendiri, yang abang pertimbangkan. Abang tahu Negara makin berengsek. Tapi abang diam saja. Jujur juga, saya menyesal ketemu abang sekarang. Pandangan saya tentang abang hancur berantakan.
TOPAN
: Apa boleh buat. Itu 20 tahun yang lalu… zaman berubah.
NIKEN
: Minggu lalu abang bicara dikoran, abang selalu siap jika terpaksa harus turun ke jalan lagi. Sekarang ini waktunya.
TOPAN
: Niken, pengusaha harus butuh publikasi. Masa kamu tidak paham? Saya pengusaha. Itu bagia dari strategi. Tapi jika kenyataan yang harus dihadapi diduga akan sangat pahit, kita harus cepat-cepat menghindar. Ketika korupsi tidak bisa dilawan lagi, kita….
NIKEN
: Lari? Betul.
TOPAN
: Realitas harus dihadapi dengan realistis. Pengusaha tak pernah bermimpi, dia menghitung untung rugi.
WILUTA
: Demi keuntungan pribadi.
124
TOPAN
: Demi usaha agar tetap bisa survive. Kepala harus tetap dingin. Zaman spontanitas otot da emosi, sudah lewat. Sekarang zaman otak dan strategi. Pkiran. Akal. Hitungan langah adalah uang. Waktu, sangat berharga.
WILUTA
: Ah, jadi kami sudah merampok waktu berharga abang.
TOPAN
: Wiluta, Niken, maaf, saya betul-betul tidak bisa ikut. Kondisi tidak memungkinkan. Saya bukan aktivis lagi.
JIRAN
: Abang tidak perlu lagi turun lagi ke jalan, sebab kami tidak punya uang untuk membeli paying kalau abang kepanasan. Abang cukup mengatur strategi dan konsep pergerakan. Abang akan lebih banyak duduk di markas saja. Katakanlah, kalau gerakan demonstrasi itu bisa diibaratkan PT, maka abang adalah dirut-nya. Kamu semua, karyawan operasionalnya. Abang tidak perlu repot membersihkan got, cukup abang pertintahkan, kami yang akan bekerja. Sayangnya, bekerja di PT Demonstrasi tidak ada gaji.”(babak 5)
Menelik dari cuplikan diatas, konflik awal yang menjadi permulaan ini adalah sebagai rentetan-rentetan konflik yang saling berhubungan satu sama lain sehingga membuat alur cerita dalam naskah ini sangat bewarna. Sindiran yang disampaikan pada tiap dialognya membuka pikiran para penonton pada saat itu jika pemerintahan yang dijalankan belakangan ini sudah terlalu banyak lubang hitamnya. Setelah itu lanjut lagi ada beberapa cuplikan dialog yang menjadi penerus konflik pada bagian ini. Berikut dialognya : “NIKEN
: Alat musyawarah itu selalu satu arah. Dari penguasa. Dan mufakat adalah perintah. Rakyat tidak diberi hak untuk brmusyawarah, mereka hanya wajib menjalankan perintah. Siapa berani melawan arah penguasa dan perintah pejabat? Rakyat?
TOPAN
: Siapa rakyat? Siapa mereka itu? Apa kalian benar-benar tahu apa yang mereka inginkan? Bilang sama saya! Siapa Rakyat? BILANG!
NIKEN
: Rakyat adalah…
125
TOPAN
: Ya siapa mereka?
NIKEN
: Rakyat adalah…
TOPAN
: Kalian tidak tahu siapa rakyat. Bagaimana bisa berjuang kalau kalian tidak tahu untuk apa? Untuk siapa? Yang kalian rasa, belum tentu dirasakan oleh semua orang. Kalian rakyat, mereka yang digusur juga rakyat, orang miskin dan orang kaya itu – rakyat, saya rakyat, bahkan para pejabat juga rakyat. Tapi siapa rakyat sejati, itu yang harus kalian cari. Kalian terlalu percaya unjuk rasa itu satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah. Padahal seringkali sebaliknya.
JIRAN
: Interogasi? Indoktrinisasi? Intimidasi? Kami mendatangi gedung DPR bersama para petani yang resah karena sawah mereka akan dibikin jadi apartemen dan padang golf. Kami ingin bertanya, mengapa ada rencana macam itu. Dan mengapa ganti rugi yang ditawarkan sangat rendah. Semester tanah, dihargai sama dengan sekilo ubi kayu. Tapi, orag-orang desa itu dihadang dengan kekerasan. Dan abang tahu, tidak satu Koran pun yang berai memuat beritanya. Dan abang pasti bisa mendugamengapa justru pers ketakutan. Derita petani itu menjadi sangat penting.
NIKEN
: Untuk apa cerita, Jiran. Dia sudah tidak punya kuping lagi.
JIRAN
: Kamu percaya, unjuk rasa adalah salah satu cara agar tuntutan diperhatikan. Lalu, biarakan kebenaran menentukan jalannya.
WILUTA
: Jalan kebenaran selalu kasar, terlalu banyak rambu-rambunya.
TOPAN
: Terlalu banyak kebenaran, sulitmemilih mana yang paling asli.
NIKEN
: Lagi-lagi wejangan . Dalih. Dalih!
TOPAN
: hanya emosi, kalian hanya mengikuti emosi. Unjuk rasa jika dijalankan dengan emosi, hasilnya bisa jadi cuman anarki.
JIRAN
: Emosi? Mengapa abang rela buka kedok? Betul. Abang sudah jadi tumpul. Kemana perginya solidaritas abang yang dulu terkenal sangat kental itu? HILANG? HILANG? HILANG?
NIKEN
: Jiran… sudah. Cukup!
JIRAN
: Siapa yang menentukan harga-harga? Siapa yang menipu dan menghisap darah? Pabrik-pabrik siapa yang seenaknya berak limbah tanpa ada sangsinya?
WILUTA
: Jiran
126
JIRAN
: Siapa yang giat menimbun kekayaan tapi dapat tepuk tangan meriah setiap kali mereka mengguntung pita pembukaan acara-acara sosial? Jenis presiden macam apa yang ada sekarang ini? Masa dia marah sama mentri, terus ngomong di televise? Supaya rakyt mendengar? Tidak ada yang mendengar. Bahkan mentrinya sendiri berlagak seperti tidak tahu menahu. Rakyat capek mendengarkan itu. Di Zaman dulu, bahkan ada seorang presiden memanggil mentri itu ke rumah, lalu dimarahi. Kalau mentrinya tidak setuju, ya saya pecat. Di zaman presiden pertama, malah ada diskusi, karena mentrinya pinterpinter.
NIKEN
: Jiran, untuk apa memberi tahu dia lagi?
WILUTA
: Siapa sudi mendengar pengulangan? Tapi itulah kenyatan.
JIRAN
:(TIDAKPEDULI) Mereka bilang, sedang memerangi kebodohan dan kemiskinan, padahal mereka justru sedang menyebarkan kedua penyakit itu. Kami, adalah orang-orang konyol yang sering diejek seperti itu. Padahal kami Cuma mengingatkan masih banyak persoalanyang
belum
diselesaikan.
Kita
wajib
menyelesaikannya.”(babak 5)
Kemudian konflik berikutnya terjadi antara Topan dengan Bunga sang istri tercintanya, awal mula dari terkuaknya konflik ini adalah saat Pejabat T yang mulai mendekati Topan demi kepentingan kampanye partainya. Saat itu Topan yang belum mengetahui jika dirinya sedang diolah untuk menjadi kendaraan politiknya membiarkan saja Pejabat T terus berkomunikasi secara intensif dengan Bunga hingga akhirnya terbongkarlah hubungan tersebut. Bunga selalu menolak mengenai statement yang memojokan dirinya dengan Pejabat T dan berdalih bahwa hubungan tersebut adalah sebatas antara Anak dan Ayah angkat. Berikut adalah cuplikan dialognya :
127 “BUNGA
: Demi Tuhan, tidak ada yang terjadi. Kami hanya saling memegang dan saling memberikan perhatian. Beberapa kali dia mencium pipiku, sudah itu sudah. Bahkan ciuman dengan mulut pun kami belum pernah. Beberapa kali pelukan. Tapi itu hanya pelukan sayang. Tak ada rasa atau keinginan untuk saling memiliki. Memang dia sering terlihat manja. Ya, betul, kadang dia memelukku.
TOPAN
: (DIAM SAJA) ..
BUNGA
: Ya, aku memperhatikan dia. Apa salah? Sejak kami pertama dulu berhubungan, dia betul-betul sudah tidak mampu berbuat apa-apa. Kami hanya saling menyayangi.
TOPAN
: (DIAM SAJA) ..
BUNGA
: Dia tidak punya apa-apa lagi. Dia lumpuh. Orang mengira dia sehat, padahal tidak. Bahkan ingin punya anak pun, dia sudah tidak mampu lagi. Seorang anak dari isterinya, sekolah di luar negeri. Sampai sekarang, isterinya tidak dia ceraikan. Masih tinggal serumah. Meski begitu, dia menyayangi aku. Isterinya juga tahu. Abang tetap nomor satu.
TOPAN
: Ah, ya. Nomor satu.
BUNGA
: Tidak ada orang lain yang aku cintai, hanya abang.
TOPAN
: Dia tidak?
BUNGA
: Hanya abang. Jangan sampai abang merasa, aku seakan-akan meninggalkan abang. Tidak akan.
TOPAN
: Aku hanya merasa, rasanya, kau sudah meninggalkan aku. Tapi kalau salah, lupakan. Atau kau memang sudah meninggalkan aku?
BUNGA
: Bagiku, Abang selalu menjadi nomor satu. Kapan pun, di mana pun, dalam keadaan apa pun, Abang selalu menjadi nomor satu. Ketika kami berhubungan dulu, aku menjadi aman karena dia tidak mampu berbuat apa-apa. Dia hanya minta agar apa pun yang menjadi kelemahannya jangan sampai diketahui oleh umum. Dan aku harus memperhatikan dia.
TOPAN
: Ya, memperhatikan dia ..
BUNGA
: Ya, memperhatikan dia ..
TOPAN
: Memperhatikan dia, dan segalanya ..
BUNGA
: Hanya memperhatikan saja. Apa itu salah?
TOPAN
: Kau punya suami.
BUNGA
: Aku hanya memperhatikan dia. Cuma itu. Salah?
TOPAN
: Sudahlah. Aku tak mau bicara itu lagi.
128
BUNGA
: Jangan aku dianggap lain.
TOPAN
: Bunga, stop! Stop!
BUNGA
: Aku Bunga-mu yang dulu. Sampai sekarang masih seperti dulu. Aku tidak pernah berubah. Inilah aku, dulu dan sekarang, tetap sama.
TOPAN
: (TERIAK) Diam! Coba, dengar aku!
BUNGA
: (TERIAK) Aku harus mendengar apa?
TOPAN
: Kalau dulu dia mampu bikin apa-apa, apa kau masih melanjutkan? Ah, kamu masih tetap bersamanya, sampai sekarang. BUNGA : Jangan bilang begitu ..
TOPAN
: Baru sekarang kau bilang dia tidak mampu berbuat apa-apa. Kalau dia mampu berbuat apa-apa, mana kutahu? Aku tidak tahu apa yang terjadi selama kau bersama dia. Kalapun kau bohong ..
BUNGA
: Aku tak pernah bohong.
TOPAN
: Aku tidak tahu. Baru sekarang kau bilang, dia tak mampu berbuat apa-apa. Sekarang aku ingin dengar, coba saja, jika dulu dia mampu berbuat apa-apa, apa kau masih tetap berhubungan? Apakah masih?
BUNGA
: Tidak.
TOPAN
: Ah, apa yang ada dalam hatimu? Kenapa bicara lain?
BUNGA
: Dia lain. Dia luar biasa. Dia negarawan. Guruku. Aku anaknya, paling tidak dia menganggap aku seperti itu. Sekarang, aku menganggap dia ayahku, apa itu salah? Apa yang aku lakukan? Aku tidak berbuat apa-apa. Anggap ini hubungan biasa saja. Dan dulu, kalau ternyata dia mampu berbuat apa-apa, tentu saja aku akan hati-hati. Aku tidak akan mau ada bersama dia.
TOPAN
: Sudahlah ..
BUNGA
: Aku bersumpah, jika dia mampu berbuat begitu, aku akan hati-hati. Aku akan lebih mengajakmu, supaya kita hanya berteman saja.
TOPAN
: Bagaimana kau bisa tahu, dia mampu? Ataupun tidak mampu? Sudahlah, Bunga. Jika kau merasa sudah harus dihentikan,
hentikan.
Tapi
kalau
kau
masih
terus
berhubungan dengan dia, terserahlah. Itu putusanmu. Aku tidak mau bicara lagi. BUNGA : Tidak ada yang salah. Dia ayahku. TOPAN
: Ya, sudah. Dia ayahmu. Dan aku ini apa?
129
BUNGA
: Abang kekasihku, cintaku, suamiku. Apa itu tidak cukup.
TOPAN
: Bunga, apa yang tadi kuucapkan keluar dari dalam hati. Hatiku. Kau sesungguhnya tahu apa yang harus dilakukan. Kau
bukan
anak
kecil
lagi.
Dan
kau
sudah
mengucapkannya tadi. Dia ayahmu atau gurumu, atau apalah namanya, aku tak peduli. (PERGI. HATINYA SANGAT PILU).”(babak 23)
Cuplikan dialog diatas adalah konflik tambahan dalam cerita ini sehingga membuat alur tidak membosankan, insiden yang terdapat pada adegan tersebut menggambarkan kegusaran Topan yang setelah kesekian kali melihat Bunga dekat dengan Pejabat T. Lalu ada juga konflik utama yang terdapat pada cerita ini yaitu konflik antara Topan dan Pejabat T. mereka bersitegang mengenai pemaknaan simbol dari patung yang didirikan oleh Pejabat T patung tersebut adalah patung Topan Sang Demonstran, topan tidak bisa membiarkan dirinya menjadi akomodasi politik Pejabat T dia sadar bahwa nantinya patung tersebut menjadi berhala demokrasi yang harus selalu diwujudkan melalui aksi dan demonstrasi. Topan meminta untuk segera patung itu dirobohkan namun Pejabat T menolaknya. Oleh karena itu akhirnya Topan memutuskan kembali turun kejalan bersama mantan anak buahnya. Pejabat T yang merasa elektabilitasnya akan terancam dengan runtuhnya patung tersebut kemudian membuat sebuah langkah konspirasi untuk menjebak Topan. Perselisihan tersebut memecah belah hubungan yang tadinya antara Topan dan Pejabat T sangat dekat menjadi panas dan runyam ditambah kecemburuannya terhadap istirnya yang dekat dengan Pejabat T, dan untuk menghentikannya Topan
130
harus
kembali
rela
berpeluh
dan
berpanas-panasan
kembali
berdemonstrasi. Berikut adalah dialog pada bagian konflik antara Topan, Bujok dan Pejabat T : “TOPAN
: Saya tidak ingin dijadikan berhala. Jangan lagi orang menghormati saya, karena perkara demontrasi itu. Saya ingin, patung tentang saya itu dihancurkan. Saya ada di depan patung itu. Wajah saya, muka saya. Dan itu sangat tidak bagus. Para mahasiswa itu yang berjuang. Saya ikut bersama mereka. Berjuang bersama
mereka.
Patung
itu,
maaf,
sangat
mengganggu saya. PEJABAT-T
: Patung itu sudah didirikan, dengan upacara yang sangat bagus. Mana mungkin dihancurkan? Ya ‘kan? Lalu, saya harus bilang apa kepada masyarakat? Dan jangan lupa, setiap tahun, perjuangan Sang Topan Pembela Bangsa, selalu kita pentaskan. Itu yang tidak pernah kita lupakan. Setiap tahun, Sang Topan menjadi inti cerita. Dari sejak demonstrasi duapuluh tahun lalu itu, sampai sekarang. Mana mungkin kami bisa melupakan Sang Topan? Demi masa depan!
BUJOK
: Tidak mungkin bisa dilupakan. Sang Topan menjadi inspirasi bangsa.
TOPAN
: Bapak tidak perlu menyuruh orang menghancurkan patung itu. Saya yang akan menghancurkannya. Dan untuk sementara, patung itu akan kami tutup. Sampai ada patung lain yang sesuai. Saya akan menghubungi pematung yang mampu membikin patung yang seharusnya ada.
PEJABAT-T
: Tidak bisa begitu. Patung itu didirikan dengan berbagai maksud. Ada hubungannya dengan masa depan bangsa ini. Tidak apa-lah muka patung itu seperti Bung Topan. Bisa saja muka orang sama. Ya ‘kan? Jangan dihiraukan. Anggap orang lain. Pembela Bangsa lain-lah. Kenapa harusrepot? Kalau patung itu dihancurkan, lalu nanti bagaimana saya harus bicara
131
kepada DPR? Masyarakat? Dan pers? Jangan coba main-main. Patung itu sangat penting. BUJOK
: Anggap saja, Bung Topan adalah orang lain. Dan dia Itulah yang sekarang ini menjadi inspirasi bangsa ini.
TOPAN
: Saya bicara kepada dia, bukan kepada Anda. Mengapa Anda harus ikut bicara? Apa Anda ikut juga memutuskan perkara ini?
BUJOK
: Maaf.
TOPAN
: Saya hanya minta izin untuk mengganti patung itu. Dalam tempo pendek, patung yang lain sudah akan ada di situ.
PEJABAT-T
: Tidak bisa, tidak akan saya izinkan.
TOPAN
: Biarpun saya memintanya dengan sangat?
PEJABAT-T
: Bung Topan, patung itu menjadi bagian dari strategi saya. Untuk memimpin bangsa ini, saya harus memiliki berbagai cara yang, katakan saja, paling ampuh. Patung itu, menjadi salah satunya. Ada banyak cara lain, tapi patung itu menjadi salah satunya. Orang harus mencintai pahlawan. Dan salah satu pahlawan itu, sekarang ini, adalah Bung Topan. Dalam pemilihan presiden, yang sebentar lagi akan dilakukan, saya harus ada di depan rakyat. Jika orang tahu saya ada di depan mereka, maka rakyat akan memilih saya. Karena sekarang ini, saya adalah yang satu-satunya memimpin mereka. Para pemimpin lain ketinggalan, karena mereka jauh dari rakyat.
TOPAN
: Silahkan Jendral jadi presiden. Segala rencana Jendral tidak akan saya ganggu. Patung itu sangat tidak cocok.
PEJABAT-T
: Tidak bisa. Patung harus tetap berdiri, sampai kapan pun. Bujok, suruh tentara menjaga patung ini. Jangan sampai ada yang berani membongkar patungpatung itu. Siapa pun dia. Bahkan juga Anda.
BUJOK
: Siap. Saya catat, Jendral. Patung itu, tak boleh diganggu. Begitu ..
PEJABAT-T
: Maaf. Ada orang lain yang harus saya temui sekarang ini. Maaf ..
TOPAN
:…(MARAH. HANYA MENGANGGUK DAN PERGI)
132
BUJOK
: Jadi pahlawan, tidak mau. Apa yang dia mau?
PEJABAT-T
:
Apa
yang
harus
kita
lakukan?
Dia
bisa
mempengaruhi yang lain. BUJOK
: Saya sudah tahu caranya. Dia harus jadi tumbal.
PEJABAT-T
: Semua harus bagus. Jangan sampai gerakan kita terhambat. Saya merasa, rakyat sudah memilih saya. Sayalah pemimpin itu. Presiden.”(babak 24)
Jaminan bagi terhindarnya Topan dari pragmatisme Pejabat T adalah dengan melawannya, dan caranya adalah berdemonstrasi. Lalu Pejabat T juga mengantisipasi citra dia yang terancam oleh aksi topan di jalan dengan membuat konspirasi yang telah di-setting sedemikian rupa untuk menjebak Topan kedalamnya kemudian dieksekusi. Sikap tidak sportif tersebut tercermin dalam dinamika perpolitikan Indonesia halnya seperti kasus penculikan terhadap pihak oposisi kerap menjadi tren di era orde baru. Pada cerita ini tokoh yang menjadi central dan pusat adalah Topan, oleh karena akar masalah banyak yang timbul darinya. Sementara itu tingginya tensi yang didapat pada bagian ini memberikan sebuah benang merah kemana cerita ini akan berjalan. Seolah-olah seperti rangkaian yang menjadi satu dari konflik-konflik yang terjadi sebelumnya. Hinggga pada akhirnya Topan mengumpulkan bala bantuan dan bersama Jiran, Wiluta dan Niken. Sebuah kabar segar bagi mereka bahwa Topan Sang Demonstran mau kembali turun ke jalan. Pesan yang akan disampaikan disini menjadi beragam namun tetap akan peneliti kerucutkan. Oleh karena itu penjelasan skematik pada bagian ini menjeleaskan terlebih dahulu rentetan peristiwa-peristiwa yang menjadi pemicu konflik. Kemudian akan kembali dijabarkan melalui penjelasan pada
133
bagian Epitasis dan Catasitaisis sesuai dengan penjelasan di awal bagianbagian skematika. 1) Epitasis Epitasis atau jalinan kejadian yang menimbulkan rangkaian kerumitan kali ini digambarkan pada awal mula Jiran Niken dan Wiluta mengajak topan untuk kembali turun ke jalan. Di dalam sebuah perjuangan memang harus ada pemimpin yang mampu mengarahkan anak buahnya ke arah dan pola yang benar. Disisni mereka bertiga masih menganggap bahwa Topan masih yang terbaik dan hanya dia yang mampu memipin sebuah pergerakan. Namun berulang kali Topan mengingatkan kepada mereka bahwa demonstrasi sudah bukan jamanya lagi kini adalah jaman otak dan kecurangan yang berlaku. Dan juga penolakan Topan sangat realistis bahwa dia kini adalah pengusaha kaya dan sukses, tidaklah berlebihan jika kini dia ingin menikmati hasil jerih payahnya dahulu. Setelah terlewatinya masa muda yang penuh dengan perjuangan dan demonstrasi. Kini hidupnya bersama sahabat-sahabatnya yang juga mantan aktifis sangat sejahtera. Namun, dibalik ketenarannya tersebut muncul lah Pejabat T yang mencoba memanfaatkan ketenaraanya dengan membuat
patung
berhala
untuk
mencari
simpati
masa
demi
kepentingannya di pilpres mendatang. Ini adalah bagian kedua dari jalinan konflik yang terjadi. Kerumitan yang muncul terjadi akibat dari elaborasi sebuah masalah-masalah yang diangkat pada cerita ini. Kemudian masalah yang muncul berikutnya disambungkan kembali melalui Bunga yang semakin hari bertambah dekat dengan
134
Pejabat T. Selanjutnya sebagai sebuah langkah pemulus agar aksinya tidak mendapat hambatan yang berarti, Pejabat T selalu mengajak Topan beserta istrinya untuk berlibur atau sekedar makan malam. Disitulah mulai kecurigaan Topan, berawal dari kecurigaan tersebutlah akumulasi dari konflik-konflik mulai terbangun. Membuat sebuah komplikasi yang diwujudkan dari satu peristiwa ke peristiwa selanjutnya berjalan selaras hingga bertemu titik klimaksnya. 2) Catastatis Catastasis atau klimaks pada bagian ini terdapat pada saat topan yang mulai geram dengan tingkah laku Pejabat T, puncaknya adalah ketika Topan mendapati patungnya telah berdiri megah ditengah kota dan masyarakat menganggap bahwa patung ini sejajar dengan patung pahlawan lainnya yang ada di Jakarta. Itulah hal yang ditakuti Topan, merasa dirinya belum sejajar dengan patung pahlawan lainnya karna dia bukan pahlawan dan hanya seorang mantan aktifis. Topan merasa resah akan hal itu dan mulai melakukan aksi dengan bantuan para anak buahnya untuk berdemonstrasi agar patungnya segera dirobohkan. Penguraian kejadian mulai tergambar pada bagian klimaks ini, dari rentetan awal insiden hingga memuncaknnya sebuah konflik. Sesuai dengan ruh dari skematik, pada tahap konflik atau klimaks ini terfokus pada adegan-adegan utama saja. Implikasi yang terjadi dari bom waktu yang telah di-setting pada awal bagian sampai akhirnya menunggu untuk meledak. Sangat jelas terlihat klimaks dari konflik iniberpusat pada Topan yang menggebu-gebu untuk berdemo kembali.
135
3. Babak Resolusi Pada babak akhir dari cerita ini atau babak penyelesaian, penulis cerita memposisikan Topan seagai korban demokrasi yang kotor. Setelah sekian lama dia berjuang kini hanya dibalas leh penghianatan. Semenjak dia ditunggangi oleh partai politik, hidupnya memasuki sebuah kondisi yang membuatnya gundah. Memang tidak sepatutnya Topan menolak ajakan para mantan anak buahnya di awal cerita. Karena akhirnya tidak Topan saja yang dijadikan sebuah akomodasi untuk modal kampanya, Jiran, Niken dan Wiluta juga dimanfaatkan oleh Pejabat T. Setelah terbongkarnya maksud asli Pejabat T baru lah Topan mau bergabung. Kini pada babak akhir ada kekuatan lain yang timbul dari konflik antara Topan dan Pejabat T yang telat diketahui oleh Jiran, Wiluta dan Niken. Mereka terjebak pada sebuah konspirasi. Pejabat T memerintahkan Bujok di akhir cerita untuk menjadi penyusup di kalangan demonstran bahkan dia juga sempat mengumpulkan masa. Hingga akhirnya dia lah yang menjadi dalang tewasnya Topan Sang Demonstran. Topan ditembak ditengah-tengah demonstrasi yang tengah berlangsung. Hingga ada upacara pemakaman dan pelantikan Pejabat T sebagai presiden, tidak ada yang tahu jika pembunuhnya adalah berasal dari oknum Pejabat T juga. a. Catastrophe Pada bagian ini catastrophe yang dimaksud adalah ending of story yang berakhir duka dapat disaksikan saat kematian Topan yang dibunuh oleh Bujok orang keepercayaan Pejabat T. Dengan demikian para pengikut
136
Topan hanya bisa mengenang patungnya saja tanpa bisa menghakimi siapa pelaku pembunuhan pempinnya itu. b. Denouement Disini denouement berperan sebagai pelurus dari sebuah cerita atau bagian yang memberikan penjelasan mengenai kesimpulan dari peristiwaperistiwa yang terjadi selama adegan berlangsung. Kisah ini tidak mengisahkan sebuah happy ending yang membuat penonton keluar dengan perasaan berbunga-bunga. Justru penulis naskah sengaja membuat akhiran sepert ini sebagai pemicu untuk dapat lebih mengkritisi dan peka terhdap aksi pemimpinya kelak. Semua mendapat jatahnya masing-masing. Penutupan cerita yang diakhiri dengan upacara pelantikan Pejabat T sebagai presiden lalu diselipkan pidato dan berakhir melalui iringan nyanyian dari pemain musik dan pemeran di pertunjukan tersebut semakin dramatis.
C. Mikro struktur Pada bentuk ini akan diarahkan pada beberapa elemen antara lain : Semantik, (apa arti atau pendapat yang ingin disampaikan?, Sintaksis, (bagaimana pendapat disampaikan?), Stilistik, (pilihan kata yang dipakai?), Retoris, (bagaimana bagaimana dan dengan cara apa pendapat disampaikan?). 1. Semantik Elemen ini merupakan instrument penting dalam analisis wacana sebuah teks karena menyangkut makna yang ditekankan. Dalam pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah
137 makna suatu lingual, baik makna lesikal ataupun makna gramatikal.6 Dapat diartikan juga sebagai makna lokal, yaitu makna yang muncul dari hubungan antar kalimat, hubungan antar posisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. Dalam semantik terkandung beberapa unsur, yaitu : a. Latar Latar adalah merupakan bagian dari sebuah teks yang dapat mempengaruhi arti isi pesan yang akan disampaikan. latar juga dapat diartikan sebagai unsur wacana yang menjadi pondasi isi yang kuat untuk menjadi alasan pembenaran yang diajukan dalam suatu teks, ini merupakan bentuk edukatif seorang komunikator dalam menyajikan latar belakang. Latar belakang juga merupakan penjabaran singkat ideologis komunikator dalam kepentingan penulisannya. Latar dari naskah Demonstran ini menggambarkan sebuah fenomena sosial yang terjadi pada atmosfer perpolitikan Indonesia dan juga sebuah kondisi sosial masarakat yang terjadi belakangan ini. Terdapat sebuah kontradiksi dasar yang terjadi saat munculnya kepentingan-kepentingan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Latar belakang dinamika sosial intelektual juga terdapat dalam naskah ini, dimana status mahasiswa saat menjalankan demonstrasi dilabel sebagai aksi onar dan arogansi. Beberapa faktor yang mempengaruhi sebuah latar yang akan disampaikan oleh penulis
6
Drs. Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006). Cet. Ke-4, h. 78
138
naskah Demonstran. Kontradiksi pokok yang dijadikan sebuah poros dari bagian latar ini. b. Detail Pada bagian ini sangat akan terlihat subjektifisme seorang pengarang naskah, seperti dikatakan Alex Sobur yaitu bahwa Detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seorang komunikator. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau itu mengganggu kedudukannya.7 Sebuah ekspresi yang diinterpretasikan sebagai pondasi dan denotasi hal yang sangat individual. Peneliti mencoba memahami kategori interpretasi dari kombinasi structural sehingga peneliti akan dapat memahami sebuah formula dari bahasa yang menjadi tujuan semantik ini. Pada naskah ini secara umum penulis naskah banyak memberikan kritik yang meliputi tatanan pemerintah kepemimpinan dan dinamika sosial yang tidak disampaikan oleh satu tokoh saja. Meskipun Topan adalah tokoh utama dalam naskah ini ada juga beberapa pesan yang sangat baik yang juga disampaikan oleh tokoh lain. Pada naskah Demonstran, N. Riantiarno, dalam hal ini adalah komunikator, menampilkan sebuah pesan detail yang menyampaikan
7
Drs. Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006). Cet. Ke-4, h. 78
139
mengenai keprihatinannya terhadap para pekerja seni belakangan ini. Seperti yang dikatakan oleh Mantan-2 dalam dialognya : “Oo. Bikin bingung orang saja. Kita ini aktivis, mas. Jangan pakai bahasa seniman ah, nanti jadi bingung sendiri. Bahasa kita bahasa kongkrit, bahasa tinju dan yel-yel, bukan bahasa simbolik. Pakai mengutip blaburd-blaburd segala. Jangan ngaco, ah. “ (babak 9).
Menurut peneliti, pada bagian ini ditemukan pandangan yang berbeda yaitu seorang penulis naskah yang mencoba mengontrol sebuah informasi dari fenomena yang sama namun melalui penempatan tokoh yang berbeda seolah-olah ini bisa untuk diri sendirinya juga. Karena dalam hal ini tidak adanya paradigm, model dan sudut pandang yang diterima secara khusus, ini sifatnya universal. Semua interpretasi akan ber-aneka ragam. Disini letak kemampuan dan kegeniusan pengarang sehingga informasi memiliki makna yang kuat namun samar dalam penafsirannya. “Rakyat adalah penonton yang selalu menonton peristiwa dengan diam. Rakyat, memang bukan pemain. Tapi mereka pemain!” (babak 12) “Sabar. Sabar. Di mana kamu? Sabaaaaarrrr !!! Bagaimana? Umur sudah berabad-abad, kelakuan masih kayak anak ingusan. Selalu begini. Kalau sandiwara berkembang dan panas, dia hilang. Padahal kita pasti akan jadi saksi mata. Itu peranan kita”(babak 20)
Kemudian pada bagian ini makna yang disampaikan adalah mengenai peran para seniman di polemik masyarakat. Kedua cuplikan dialog itu merupakan dialog Alun dan Sabar. Pada bagian ini secara detail seorang pengarang memposisikan dirinya dan memnyampaikan sebuah argumetasi melalui kedua tokoh tersebut.
140
c. Maksud Maksud merupakan elemen yang melihat teks atau cerita yang dibuat oleh pengarang disampaikan secara eksplisit atau implisit. Elemen maksud dalam naskah Demonstran ini akan diuraikan informasi yang disampaikan secara eksplisit dan jelas. Dapat dilihat dari cuplikan dialog berikut : “Seorang profesor, pakar ekonomi kita, menyatakan blak-blakan, bahwa 60% lebih Anggaran Belanja negara kita bocor di tengah jalan. Berapa itu? Berapa itu? Saudara-saudara pasti hanya bisa menggelengkan kepala dan prihatin ‘astagafiruullah alazim’, Puluhan kali. Karena hanya itu yang kita bisa. Gelenggeleng kepala! Saudara-saudara, sekian trilyun, yang seharusnya kita nikmati dalam wujud pembangunan sejahtera, lenyap seperti dimakan setan. Lenyap tak tentu rimba. Jadi ajang makanan para koruptor! (TERIAK)
Dan sementara
bagian terbesar rakyat kita, tetap lapar melarat, melata seperti kadal, mereka disana, senang, berpesta-pora dan aman-tentram-damai-sentosa sampai anak cucu mereka kelak. Genjot koruptor! Berantas korupsi sampai habis !! (babak 22)
Dari ungkapan diatas, dialog yang disampaikan oleh Bujok saat dia melakukan pergerakan dan berorasi di depan mahasiswa pengikutnya, mengungkapkan bahwa informasi tersebut diuraikan dengan sangat jelas sehingga tidak perlu lagi penafsiran atau mencari kesimpulan mengenai makna dari teks tersebut, sehingga akan nampak mudah untuk dimengerti oleh pembaca dan penonton. 2. Sintaksis Sintaksis adalah pembicaraan mengenai unit bahasa kalimat.8 Dalam hal ini adalah bagaimana sebuah kata atau kalimat disusun sehingga menjadi satu kesatuan arti. Strategi untuk menampilkan diri 8
Jos Daniel Parera, Sintaksis (Jakarta : Gramedia, 1993), cet.ke-2, h. 1.
141
sendiri secara positif dan lawan secara negatif, itu juga dilakukan dengan memanipulasi politik menggunakan sintaksis (kalimat). Kemudian unsur-unsur dari sintaksis adalah sebagai berikut : a. Koherensi Koherensi adalah pertalian antar kata atau kalimat dan koherensi, dapat secara mudah diamati diantaranya dari kata hubung yang dipakai untuk menghubungkan fakta atau proposisi. Kata hubung atau konjungsi yang dipakai (dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun). Hal ini dapat terlihat pada kutipan : “Kita akan terus mencarinya. Sampai ketemu. Karena pencarian kita belum sampai ujung.” (babak 12) “Rakyat sejati adalah mereka yang jadi sasaran dalam kita berjuang, dalam kita melakukan unjuk rasa, tetapi siapa mereka, Abang mengira aku tidak tahu, dan memang betul, aku tidak tahu. Jadi, selama ini, maaf saja, ternyata aku masih belum tahu untuk apa ikut berjuang.”(babak 19)
Penempatan kata ‘karena’ merupakan kata penghubung yang bermakna menjelaskan. Penggunaan kata penghubung memberikan arti bahwa perjuangan untuk mencari siapa sebenarnya rakyat sejati belum selesai. Sedangkan kata ‘tetapi’ pada dialog berikutnya yang digunakan sebagai kata penghubung berfungsi sebagai penjelasan bahwa pencarianan yang dilakukan oleh Jiran, Wiluta dan Niken mengalami kebuntuan karena sangat sulit menafsirkan apa itu dan siapa rakyat sejati. Lalu,
penempatan
kata
‘dan’
pada
keterangan
diatas
mempunyai fungsi sebagai kata hubung yang menyatakan tambahan
142
atas kalimat sebelumnya. cuplikan dialog Niken dan Topan, bermakna penekanan,
penjelasan
sebelumnya
bahwa
mereka
mengalami
kebuntuan dalam pencarian rakyat sejati. b. Bentuk kalimat Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kasualitas. Menjelaskan tentang porsiporsi yang diatur dalam satu rangkaian kalimat. Logika kasualitas adalah menjelaskan susunan atau struktur kalimat yang terdiri dari subjek, predikat, dan objek. Kalimat berikut dapat menjelaskan dan membedakan sebuah bentuk kalimat : “Dulu, Abang juga pernah mimpi sanggup mengubah dunia” (babak 5)
Dari kutipan di atas maka dapat dijabarkan sebagai berikut : Dulu,
Abang juga pernah mimpi sanggup mengubah dunia.
Ket.wakt
S
P
O
Dari keterangan di atas, dapat terlihat bahwa pengarang mencoba untuk mengikuti Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Sang pengarang juga mencoba untuk menempatkan proposisi mana yang lebih tepat digunakan di awal ataupun diakhir kalimat. c. Kata ganti Kata ganti merupakan alat yang digunakan oleh komunikator untuk menunjukan dimana poros seseorang di dalam sebuah wacana. Dalam menggunakan sikapnya seseorang dapat menggunakan kata ganti “Saya” atau “Kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata.
143
Kata ganti yang digunakan pada naskah Demonstran ini adalah kata “Kami”, berikut dapat dilihat dalam kutipan dialog : “Lalu kemana lagi kami harus pergi? Kami tidak punya pemimpin, kami hanya punya semangat. Kami bergerak kurang teratur. Kami ingin diatur oleh tokoh yang mampu menghadapi siapa saja. Tokoh yang selalu ada di barisan paling depan, tokoh yang dikenal sebagai Sang Topan. Abang.” (babak 5)
Kata ganti “Kami” di atas, menggambarkan bahwa ini adalah pesan pengarang sebagai pemilik karakter, yang direpresentasikan oleh tokoh yang ada di dalam naskah tersebut. Disini juga terlihat bahwa penulis naskah ingi menyerukan bahwa “kami” disini adalah milik semua orang yang sedang berjuang.
3. Stilistik Stilistik adalah cara yang digunakan pengarang untuk menyatakan maksud melalui pemilihan kata yang digunakan. Pusat perhatian stilistika adalah style. Gaya bahasa disini adalah mencakup struktur kalimat, majas, citraan, dan sebagainya. Seperti terdapat pada kutipan berikut : “Emosi? Mengapa Abang rela buka kedok? Betul. Abang sudah jadi tumpul. Kemana perginya solidaritas Abang yang dulu terkenal sangat kental itu? Hilang? Hilang? Hilang?” (babak 5) “Siapa yang menentukan harga-harga? Siapa yang menipu dan menghisap darah? Pabrik-pabrik siapa yang seenaknya berak limbah tanpa ada sangsinya?” (babak 5)
Dengan kutipan gaya Bahasa seperti cuplikan diatas dengan menggunakan kata “kental” pada contoh dialog yang pertama, maka peneliti bisa sampaikan bahwa pengarang ingin menunjukan bahwa sifat dan sikap solidaritas yang dimiliki Topan dulu terhadap para
144
sesama aktifis dalam berjuang sangat erat meskipun sekarang dia dikenal sebagai pengusaha kaya yang sukses. Kemudian gaya bahasa yang ada pada contoh dialog ke dua, yaitu penggunaan kata “penghisap darah” menggunakan majas hiperbola atau melebih-lebihkan kasus yang dilakukan oleh pemerintah pada saat itu agar lebih terkesan dramatis. Lalu kata “berak limbah” cukup bisa dipahami bahwa bagian ini adalah digunakan untuk menjelaskan sektor industri yang main kotor tanpa mementingkan ekosistem sekitar tempat pabrik-pabrik mendirikan dan membuang limbahnya. Dilanjutkan dengan kalimat yang menjelaskan bahwa kegiatan yang merugikan tersebut masih cukup marak terjadi dan pemerintah khususnya pemimpin kurang peka terhadap hal tersebut. 4. Retoris Strategi dalam level retoris adalah gaya yang diungkapkan seorang pengarang ketika menyampaikan pesan melalui menulis dan berbicara. Miisalnya pemakaian kata yang berlebihan (hiperbolik), atau berteletele. Biasanya bagian retroris menyatakan sesuatu dengan sebuah intonasi dan penekanan. Contoh ekspresi lain adalah pada penampilan huruf tebal pada judul “DEMONSTRAN” yang sangat bermakna untuk mengajak dan memberontak. Elemen hiperbola, kalimat yang mendukung kiasan, ungkapan yang dilebih-lebihkan. Semuanya digunakan memperjelas pesan utama, agar lebih mudah untuk memahami dan mengingat isi pesan tersebut. Berikut kutipannya :
145 “Kalau tidak sinting, mana berani kita bikin beginian? Mana berani di bawah todongan bedil kita bilang: “Mas, yang merdeka itu kok cuma sampeyan, kita ‘nggak?” Alla, sampeyan juga sama sintingnya, kok.” (babak 17)
Berdasarkan data-data yang peneliti temukan pada analisis teks di atas, maka peneliti dapat sampaikan secara keseluruhan mengenai kritik sosial kepemimpinan dan kaitannya dengan perubahan sosial yang ada di dalam naskah Demonstran karya N. Riantiarno ini. Banyak menyoroti tentang polemik kehidupan bangsa khususnya pemerintahan dan kepemimpinan. Perjuangan moral nampaknya sulit untuk segera memperoleh hasil. Karena di dalam naskah ini ukuran baik buruk masih sangat umum dan luas.
INTERPRETASI Dalam makro sturktur, penjelasan bagian dari kategori struktur wacana telah dijelaskan secara umum. Secara khusus juga telah terlihat bahwa kondisi dan koherensi Bahasa diformulasikan sebagai topik dari pembahasan. Pada naskah ini terdapat beberapa dialog yang diungkapkan memiliki makna dan maksud secara implisit. Perihal kritik sosial yang diangkat peneliti menemukan bahwa penyampaian pesan yang dilakukan menggunakan Bahasa dan kalimat memiliki perannya masing-masing. Timing yang tepat saat penyampaian dialog juga sangat tepat. Elemen elemen yang terkandung pada kategori semantik, menjelaskan bagaimana kemampuan retotis dari pemilihan kata dan
146
penggunaan kalimat sangat lugas disampaikan, terutama pada dialogdialog panjang yang dialkukan Topan. Dari semua yang telah dijelaskan diatas, perlu diklarifikasi atas status yang mana sebagai topik pembahasan dan topik wacana. Demikian juga naskah ini mencoba untuk menjawab pertanyaan “dalam posisi seperti apa kita mengatakan bahwa sebuah kalimat adalah ‘mengandung sesuatu’?” van Dijk menjelaskan dalam buku Text and context mengenai makro struktur bahwa, topik memerlukan sebuah rangkaian secara keseluruhan. Itu dapat dilihat dari penjabaran dan penjelasan elemen-elemen yang terkandung didalamnya.9
D. Analisis Naskah Demonstran Melalui Pendekatan Kognisi Sosial Dalam analisi naskah Demontran dengan melalui pendekatan kognisi sosial tidak hanya difokuskan pada teks semata, tetapi juga melihat dari pandangan pengarang naskah Demontran yaitu N. Riantiarno dari segi kognisi sosial. Pada analisis kognisi sosial difokuskan pada bagaiman sebuah teks diproduksi, dipahami dan ditafsirkan. Dari judul “Demonstran” ini diambil karena berangkat dari akar sebuah perubahan yang hanya bisa dilakukan dengan perlawanan, meskipun hakikatnya merupakan kontraksi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini. Di sini dapat diamati dan ditafsirkan ideologi dan ide penulis dalam memahami cerita, serta tokoh-tokoh yang terdapat di dalam naskah tersebut.
9
Teun A van Dijk, Teks and Context, (New York: Longman Group, 1992)
147
Pada naskah Demonstran ini penulis berusaha menunjukan sebuah kisah tentang seorang mantan aktifis yang vokal dalam berorasi di mimbar, bebas untuk mengkritik kepemimpinan pemerintah saat itu namun di dalam cerita ini Topan sang mantan aktifis diposisikan sebagai saudagar pengusaha kaya. Penulis memandang sebuah polemik mahasiswa masa pasca reformasi yang aksi dan demonstrasinya lebih cenderung ke arah anarkisme atas nama perubahan. Naskah Demonstran ini berisi bahasa yang sangat lugas, hingga mudah dicerna dan dipahami, mengandung kisah yang menggugah hati serta mendapat sambutan yang luar bisa dari para penonton ketika selesai menonton pertunjukan ini. Menurut peneliti, penulis dalam proses penggarapan naskah ini dibalut penuh dengan pandangan objektif mengenai dinamika sosial, poltik dan ekonomi. Banyak pelajaran yang bisa dipetik untuk dijadikan pola pikir yang kritis dan stigma yang ditampilkan pada naskah ini mengajarkan kita bahwa selamanya poitik akan selalu kotor. Bersamaan dengan itu, secara dialog juga ada beberapa pesan yang secara eksplisit dapat langsung ditangkap dan ditafsirkan yaitu mengenai langkah yang perlu segera diambil oleh pemerintah (pemimpin) untuk memberi jaminan rasa aman bahwa masa depan bangsa tidak separah yang selama ini rakyat bayangkan. Jadi yang terpenting bukanlah dialog dan musyawarah dari usaha untuk menyelesaikan masalah ini melainkan tindakan konkret.
148
Naskah Demonstran banyak menggambarkan dan menceritakan gejolak yang dialami Topan, terlihat kental sekali konflik yang terjadi antara Topan dan Pejabat T yang awalnya adalah kolega politik yang baik. Perlawanan yang dilakukan Topan banyak mengandung pesan kritik begitu juga dialog yang terjadi antara Topan dan anak buahnya mengenai ajakan kembali turun kejalan untuk kembali memimpin demonstrasi. Penulis menggambarkan situasi semacam ini memang masih tetap diharapkan, kehadirannya untuk menjaga era reformasi tidak didominasi oleh kepentingan-kepentingan sempit partai. Penulis juga
mampu
memberi
pelajaran
berharga
bahwa
mengenai
kepemimpinan dan dukungan moral hendaknya selalu diberikan terhadap mereka yang berpotesi untuk memihak kepada rasa keadilan (sense of justice).
INTERPRETASI Menurut penelti, pemahaman mengenai kepemimpinan dalam naskah ini tidak selalu sempurna seperti halnya digambarkan dalam nasakh ini ketika semua orang ingin menjadi pemimpin dan memahami kepemimpinan dalam arti sempit sehingga para tafsiran pemimpin adalah sebatas memimpin Negara, wilayah perusahaan dsb. Ke-tidak sadaran inilah yang megakibatkan orang selalu membatasi diri dengan pemimpin seperti munculnya jargon “saya ini rakyat kecil” padahal secara individu dia adalah pemimpin juga untuk dirinya. Sesuai dengan firman Allah di QS. Al-baqarah Ayat 30 :
149
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"
Pada bagian kognisi sosial menjelaskan adanya hubungan antara wacana dan sosial meskipun hubungannya secara tidak langsung namun harus ditempatkan pada satu rangka, yaitu dalam proses sosial, politik dan reproduksi budaya. Van Dijk dalam sebuah jurnal yang ditulisnya menjelaskan bahwa proses dari reproduksi dan hubungan dari sebuah dominasi tidak hanya diikutsertakan oleh teks dan pembicaraan atau rumor, tapi juga terbagi dari representasi terhadap “social mind”. 10
E. Analisis Naskah Demonstran Melalui Pendekatan Konteks Sosial Menurut Van Dijk bahwa konteks sosial adalah bagian terakhir dari analisis wacana. Peneliti sudah menjelaskan sebelumnya, bahwa konteks sosial adalah faktor eksternal yang mempengaruhi cerita atau teks. Sehingga faktor tersebut menjadi inspirasi dan salah satu alasan bagi penulis dalam menuangkan pemikiriannya pada naskah ini.
10
Teun van Dijk, Discourse and Cognition in Society (jurnal, di-download di situs www.discourse.org )
150
Kemudian penulis dalam hal ini juga menggambarkan fenomena yang diperparah oleh keadaan dan mental para pemimpin yang kerap menunggangi aksi mereka (mahasiswa) sebagai alat propaganda. Kapabilitas antara mahasiswa sebagai agen perubahan dan penerus bangsa berbanding lurus dengan para pemerintah yang memiliki mental kenegaraan yang patut dipertanyakan. Sementara itu mitos perjuangan yang begitu luhur juga mulai luntur karena kini mereka tak layak lagi seprti yang diharapkan. Krisis kepemimpinan makin tidak bisa ditutuptutupi. Mengenai makna demonstrasi pada naskah ini, penulis melihat faktor eksternal berupa gerakan mahasiswa yang selama ini merupakan sebagai wujud keperihatinan terhadap kondisi bangsa dan juga merupakan babak paling dramatis tentang dinamika sosial dan politik bangsa. Ini menjadi indikasi akar pertumbuhan yang mendorong penulis untuk menggarap naskah Demonstran. Biasanya pembahsan yang berbau politik akan terasa sangat kaku dan membosankan namun penulis mengemasnya dengan ditampilkan juga dagelan-dagelan yang menghibur agar tidak melulu serius. Kemudian selain Topan yang menjadi Tokoh utam dalam naskah ini, Sabar dan Alun sangat berperan di dalam cerita meskipun perannya diluar alur namun kaitanya dengan kisah ini sangat relevan. Mereka berdua menjadi penyeimbang sebuah cerita, kemunculannya selalu tidak terduga kadang saat interval kadang pula saat adegan inti berlangsung.
Disini
terlihat
kecerdikan
penulis
yang
mampu
151
mengelaborasikan berbagai macam aspek masyarkat yang terlibat di dalam naskah Demonstran. Peneliti juga melihat konteks sosial lain yang melatar belakangi penulisan naskah ini. Dalam membangun sebuah kritik pada naskah ini penulis sangat jelih melihat fenomena yang berlangsung belakangan ini, adalah mengenai sikap para partai politik yang sering mengatur permainan dalam suatu gelanggang usaha untuk mengurus keperluan dan kepentingannya. Sering mencari tunggangan politik praktis. Pesan yang disampaikan juga menjadi lebih umum, yaitu mengenai sebuah tuntutan politik, ekonomi, hukum, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme bukan hanya disuarakan oleh mahasiswa. Semua kalangan juga harus angkat bicara soal itu, hal tersebut dapat dilihat dari adegan Julini dan Tuminah.
INTERPRETASI Dalam konteks sosial pada naskah Demonstran tersirat dengan jelas bagaimana N. Riantiarno menuliskan dan menggambarkan keadaan masyarakat belakangan ini yaitu mengenai kehidupan politik yang sering kali tidak murni untuk rakyat. Dinamika perpolitikan yang perlu dikritisi, baik dari segi kepemimpinan maupun teknisnya karna implikasi yang dapat merubah tatanan sosial. Dalam hal konteks sosial di dalam naskah ini produksi sebuah gagasan mengenai kritik diimbangi juga dengan pengaruh luar bukan sekedar ideologi pengarang. Kemudian hal ini memberikan gambaran
152
bahwa hubungan luar juga sangat berpengaruh maka dari itu van Djik menjelaskan jika property dari konteks menekankan kepada kedinamisan kharakter. Disini menjelaskan bahwa seorang pengarang naskah harus memiliki fleksibilitas dalam mencangkup dan menerima stimulus dari luar untuk membangun sebuah wacana. Kemudian van Djik mengatakan bahwa “A context is not just possible world-state, but at least a sequence of world states. Moreover,these situations do not remain identical in time, but change”11
11
Teun van Dijk, Text and Context,(jurnal, di-download di situs www.discourse.org )
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah peneliti melakukan penelitian dan melakukan analisis permasalahan-permasalaan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam skripsi ini peneliti mencoba untuk mengelaborasikan dari keterkaitan antara kritik sosial dan perubahan khususnya dalam perkembangan kepemimpinan belakangan ini. Secara lebih spesifik peneliti menggunakan teori analisis wacana Teun Van Dijk untuk menganalisa sebuah teks atau wacana yang dibangun. Ditinjau dari struktur tematik, dari naskah Demonstran, tema utama yang menjadi determinasi adalah mengenai kritik terhadap kepemimpinan. Di dalamnya banyak disebutkan dialog-dialog yang mengandung pesan tersebut, pelanggaran yang menumbuhkan anarkisme. Seperti yang dikatakan Thomas Hobbes “Homo Homini Lupus, Bulkum Omihium Contra Omnus” yang artinya adalah manusia akan menjadi pemangsa manusia lainya. Dalam hal ini perang melawan kelaliman menjadi wajib demi perubahan dan runtuhnya sebuah hegemoni. Kepemimpinan dalam Islam adalah Sunnatullah, yang telah menjadikan manusia sebagai pemimpin. Oleh karena itu Islam memandang bahwa kepemimpinan memilki posisi yang sangat strategis dalam terwujudnya masyarakat yang rukun, disitulah peran pemimpin sebenarnya seperti dalam (QS. 34 : 15) “Apabila kamu mengadakan perjalanan secara berkelompok, maka tunjuklah salah satunya
152
153
sebagai Imam (pemimpin perjalanan). Kemudian ditinjau dari skematik, skema atau alur tulisan dalam naskah dibagi menjadi tiga babak yaitu babak pertama yang menjelaskan mengenai sebuah pengenalan dan preposisi dalam naskah lalu babak kedua yang menggambarkan sebuah konflik yang terjadi hingga mencapai titik klimaks dan yang terakhir adalah babak resolusi yaitu ending of story yang menjelaskan kesimpulan atau pelurus sebuah cerita yang pada naskah ini akhir ceritanya adalah sad ending. Kemudian sintaksis sebagai kata penghubung dalam naskah ini berfungsi sebagimana mestinya sebuah kalimat. Selanjutnya tunjauan dari segi sintaksis bentuk kalimat yang menghubungkan antara gaya kepemimpinan dan proses dalam memperolehnya menjadi poros. Untuk stilistik yang digunakan pada naskah ini cukup menggunakan bahasa yang lugas dalam pemilihan katanya. Kemudian sudut pandang retoris dalam naskah Demonstran ini menggunakan judul yang dicetak tebal untuk menekankan makna sebenarnya yang ada di dalam naskah. 2. Dalam analisis naskah melalui pendekatan kognisi sosial ini difokuskan pada bagaimana sebuah teks dirilis, dipahami, dan ditafsirkan. Dalam penulisan naskah Demonstran, pengarang merupakan sumber utama yang mempunyai peran dalam terbentuknya cerita. Ini diambil karena telah banyak fenomena dari polemik politik dan kepemimpinan yang berujung pada gagalnya sebuah kebijakan. Dalam naskah ini penulisan dialog yang menggunakan pemilihan bahasa dan ditambah dengan adegan jenaka menjadi nilai posistif untuk dapat memberikan pemahaman dengan cara yang mudah ditangkap.
154
3. Dari segi konteks sosial, melihat bagaimana suatu teks dihubungkan lebih jauh dari struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dimasyarakat atas suatu wacana. Konteks sosial dilakukan untuk dapat menghubungkan sebuah pesan yang akan disampaikan, oleh karena itu dalam konteks wacana yang muncul didasari dari berbagai macam peristiwa. Kekuatan kepimipinan demokratif yang menjadi absolut lantaran intervensi dari berbagai macam kepentingan.
B. Saran-saran Dalam sebuah penciptaan kesempurnaan hanya milik Allah, dan kekurangan adalah mutlak milik makhluknya. Maka dalam hal ini peneliti menyampaikan beberapa saran yang berkenaan dengan naskah Demonstran karya N. Riantiarno. 1. Bagi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam hal ini adalah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi
Penyiaran
Islam.
Untuk
lebih
membebaskan
para
mahasiswanya dalam tema dan pemilihan objek skripsi agar menambah khasanah ilmu di lingkungan akademis. Keharusan sebuah unsur Islam dalam pemilihan judul justru akan membatasi pola pikir mahasiswa, latar belakang kampus Islam ini seharusnya tidak menjadi pagar ilmu yang masuk. Kasarnya, kalau sampai demikian pihak kampus tentu memiliki kearifan yang dapat membatasi hal tersebut tanpa harus melarang ilmu yang akan diterima. Kemudian dalam pemilihan teori dan metode analisis, agar pihak fakultas lebih memperhatikan dan memberikan materi yang
155
seharusnya dipelajari agar mahasiswa tidak menemui hambatan dalam pemahamanya. 2. Bagi pengarang, diharapkan agar dapat meningkatkan kreatifitasnya dan terus menunjukan eksistensi di bidang kesenian pertunjukan drama teater. Agar konten yang ingin disampaikan lebih memiliki arti untuk kehidupan masyarakat umum dan semoga selama perjalanan karirnya tidak disusupi oleh kepentingan yang lain yang menyebabkan nilai murni sebuah kesenian terhapus. 3. Untuk penonton dan penikmat hiburan kesenian, hendaknya tidak sekedar menikmati untuk mengisi waktu luang atau menjadikan sebuah opsi pelarian saja. Namun membantu untuk melakukan sesuatu agar para pekerja seni lebih diperhatikan dan dihimbau juga untuk para penikmat seni untuk menelaah sebuah makna dari setiap pertunjukan seni yang mungkin dapat merubah hidup anda setelah memahaminya.
DAFTAR PUSTAKA Akbar, Akhmad Zaini, Kritik Sosial, Pers dan Politik Indonesia, Yogyakarta 1997: UII Press 1999, cet. 2 Asmara, Adhy, Apresiasi Drama, Yogyakarta: Nur Cahya, 1979 Andy Corry Wardhany, dan Morissan. Teori Komunikasi. Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012) Creswell, John W., Desain Penelitian: Pendekatan kualitatif dan Kuantitatif, Jakarta: KIK Press, 2003 Dijk, T. v. (2002). Critical Discourse Studies: A Sociocognitive Approach. London: Sage. Dijk, T. A. (1993). Discourse and Society. London: Sage. Dijk, T. A. (1993). Discourse and Society: Principles of Critical Discourse Analysis. (London. Newbury Park and New Delhi), : vol. 4(2). Dijk, T. A. (n.d.). Journal Political and Ideology. www.discourse.org . Dijk, T. A. (1992). Teks and Context. New York: Longman Group. Dijk, T. v. (2002). Critical Discourse Studies: A Sociocognitive Approach. London: Sage. Dijk, T. v. (n.d.). Discourse and Cognition in Society. www.discourse.org . Dijk, T. V. (n.d.). Menganalisis Rasisme Melalui Analisis Wacana Melalui Beberapa Metodologi Relektif. www.discourse.org . Dijk, T. v. (2002). TCritical Discourse Studies: A Sociocognitive Approach. London: Sage.
156
157
Darma, Yoce Aliah, Analisis Wacana Kritis, Bandung: Yrama Widya, cet ke-2. 2013 Darsono, Karl Marx Ekonomi dan Aksi Politik, Jakarta : Diadit Media, 2007 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, cet.ke1 1988 Djoddy M, Mengenal Permainan Seni Drama, Surabaya: Arena Ilmu Djuroto, Totok, Manajemen Penerbitan Pers, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000 Elam, Keir, The Semiotic of Theater and Drama, London and New York: Routledge, 1987 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: Lkis, 2001 Holt, Claire, Art in Indonesia, Ithaca, New York: Cornell University, Press, 1967 Jorgensen, Marianne W. dan Philips, Louise J., Analisis Wacana Teori dan Praktik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet- 5 Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Rajawali Pers. 2008 Kiryanto, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: 2007, Cet. Ke. 2 Lauer, Robert H., Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2001 Lener, Max, Ideas are Weapon, New York, Viking Press. 1939 dikutip dari buku Perspektif Perubahan Sosial. Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, Ponorogo: Teater Islam Darusalam, cet-1 1986 Moore, Wilbert E., Order and Change; Essaysin Comparative Sociology, New York, John Wiley & Sons, 1967 Mulyana, Dedy, Kajian wacana: Teori, Metode Aplikasi, dan PrinsipPrinsip Analisis Wacana, Yogyakarta:Tiara Wacana, 2005 Oetomo, Dede, Kelahiran Yogyakarta: Kanisisus, 1993
dan
Perkembangan
Analisis
Wacana,
158
Parera, Jos Daniel, Sintaksis, Jakarta : Gramedia, 1993, cet.ke-2 Putra, Bintang Angkasa, Drama Teori dan Pementasan, Yogyakarta: PT Intan Sejati, 2012 Rachmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005 Rudiyanto, Bambang, Pranata Sosial, Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Padang; Dosen Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung. Sobur, Alex, Analisis Teks Media, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, cet. Ke-4 Sobur, Alex, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik dan Framing, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, cet. Ke. 4 Sofyan, Ahmadi, Islam of Leadership, Jakarta: Lintas Pustaka, 2006 Susetiawan, “Harmoni, Stabilisasi Politik dan Kritik Sosial”. Yogyakarta 1997, UII Press Tim Dant, Critical Social Theory: Culture, society and Critique, London: SAGE Publication, 2003 Tzu, Sun, diterjemahkan Danan Priyatmoko, The Art of War, Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 1993 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin. Islamic Leadership. Jakarta: Bumi Aksara. 2009 http://teterkoma.org/ www.discourse.org
LAMPIRAN-LAMPIRAN