Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA DENGAN MODEL INKUIRI MATERI POKOK STRUKTUR DAN FUNGSI SEL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA SMA KABUPATEN MALANG Development Of Student Work Sheet With The Subject Matter Inquiry Model Cell Structure And Function As An Effort To Improve Metacognitive Skills Malang District Student High School Murni Sapta Sari
[email protected] Abstrak Standar proses pendidikan dasar dan menengah dalam PERMEN DIKNAS RI no 65 th 2013 proses pembelajaran diselenggarkan secara: interaktif inspiratif menyenangkan menantang memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dan memberi ruang cukup bagi prakarsa,kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minta, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa Dalam proses pembelajaran, ada beberapa masalah yang sering ditemui guru. Salah satu masalah penting tersebut adalah memilih atau menentukan lembar kerja siswa yang tepat dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran dalam proses penemuan dan juga penting yaitu memberdayakan proses berpikirnya. Tujuan dari penelitian untuk mendesain dan mengembangkan LKS materi pokok Sel dengan model inkuiri terbimbing sebagai upaya meningkatkan ketrampilan metakognitif siswa SMA Kelas XI di Kabupaten Malang. Metode penelitiani termasuk jenis penelitian pengembangan yaitu mengembangkan LKS menggunakan model pengembangan 4-D (Thiagarajan, 1974) yang terdiri dari tahap pendefinisian (define), tahap perencanaan (design), tahap pengembangan (develop), dan tahap penyebaran (disseminate). Hasil dari uji ahli materi, ahli pembelajaran dan praktisi lapangan diperoleh nilai lebih dari 87 % menunjukkan sangat valid. Hasil uji produk terkait peningkatan keterampilan metakognitif diperoleh nilai relatif hanya kecil tetapi akan memberikan pada siswa umpan balik pada penilaian diri untuk mengembangkan keterampilan metakognitifnya Kata Kunci: Pengembangan LKS, Model inkuiri terbimbing, Keterampilan metakognitif Abstract The standard process of primary and secondary education in Permendiknas RI no 65 th 2013 the learning process hosted by: interactive inspiring fun challenge to motivate students to participate actively and provide space enough for initiative, creativity, and independence according to their talents, ask, and physical and psychological development of students in the process of learning, there are some problems that are often encountered teachers. One important issue is to choose or determine appropriate student worksheet to help students achieve the learning objectives in the process of the invention and it is also important that empower the process of thinking. The purpose of the research to design and develop the subject matter LKS cells with guided inquiry model as an effort to improve the metacognitive skills of high school students Class XI in Malang. Penelitiani methods including types of development research is to develop LKS development model 4-D (Thiagarajan, 1974) comprising the steps of defining (define), the planning (design), stage of development (develop), and the deployment phase (disseminate). The results of the test materials experts, learning experts and practitioners in the field values obtained over 87% indicates a very valid. The test results of products related to the development of metacognitive skills acquired relative value only small but it will give the students feedback on the self-assessment to develop metacognitive skill Key words: Development LKS, guided inquiry model, metacognitive skills 234
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
PENDAHULUAN Standar proses pendidikan dasar dan menengah dalam PERMEN DIKNAS RI no 65 th 2013 proses pembelajaran diselenggarkan secara: interaktif inspiratif menyenangkan menantang memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dan memberi ruang cukup bagi prakarsa,kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minta, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Selain itu prinsip pembelajaran adalah 1) dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu 2) dari guru sebagai satu-satunya sumber menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar 3) dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah 4) dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi. Sebagai upaya mewujudkan yang diharapkan dari standar proses diperlukan strategi dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, ada beberapa masalah yang sering ditemui guru. Salah satu masalah penting tersebut adalah memilih atau menentukan lembar kerja siswa yang tepat dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran dan juga penting yaitu mengembangkan proses berpikirnya . Majid (2011) menyatakan bahwa Lembar Kerja Siswa(LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Hasil observasi dan wawancara di beberapa sekolah di Kabupaten Malang LKS yang digunakan adalah yang dikeluarkan penerbit cenderung kurang sesuai dengan konsep yang diajarkan. LKS yang dicetak hanya lebih banyak menekankan pada pelajaran yang bersifat kognitif menimbulkan pembelajaran yang membosankan karena siswa hanya menghafalkan fakta-fakta yang ada tanpa memberikan kesempatan untuk mencari tahu Salah satu model pembelajaran yang akan mengakomodasi siswa dalam proses mencari tahu atau penemuan adalah model inkuiri Llwellyn (2013) menjelaskan model inkuiri dikelompokkan berdasarkan tingkat dominasi peran guru atau siswa. Terdapat 4 tipe yaitu inkuiri demonstrasi (demonstrated inquiry) atau discrepant events , inkuiri terstruktur (structured inquiry), inkuiri terbimbing (guided inquiry), dan inkuiri penuh (full inquiry). Karena guru belum menerapkan proses penemuan dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa belum terbiasa melakukan proses penemuan maupun pemecahan masalah sehingga dalam penelitian yang dipilih inkuiri terbimbing. Menurut Llewellyn (2013) inkuiri terbimbing memiliki tahapantahapan yakni eksplorasi sebuah fenomena, fokus pada pertanyaan, merencanakan penyelidikan, melaksanakan percobaan, menganalisis data, membentuk pengetahuan baru, dan mengkomunikasikan pengetahuan baru. Tahapan dari model inkuiri menunjukkan adanya komponen perencanaan, monitoring, proses kognitif dan kesadaran yang merupakan komponen keterampilan metakognitif oleh karena itu sesuai pula untuk memberdayakan keterampilan metakognitif . Peningkatan keterampilan metakognitif siswa perlu diakomodasi dalam kurikulum. Sejalan dengan pendapat Elis (2013) untuk meningkatkan keterampilan metakognitif dalam proses pembelajaran dapat dikaitkan secara positif melaui kurikulum, asesmen dan model pembelajaran yang konsisten.Salah satu ciri penting dari lingkungan belajar untuk memicu penggunaan strategi metakognitif adalah dengan melibatkan kurikulum. Kurikulum yang mengintegrasikan minat siswa, pembelajaran aktif, dan kolaboratif dapat 235
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
menghasilkan peluang bagi siswa untuk menggunakan keterampilan metakognitif. Eggen dan Kauchak dalam Corebima (2006) menyatakan bahwa ketrampilan metakognitif dapat membantu siswa menjadi self regulated learners yang bertanggung jawab terhadap kemajuan belajarnya sendiri dan mengadaptasi strategi belajarnya mencapai tuntutan tugas untuk menjadi siswa yang lebih mandiri. Oleh karena itu tujuan dari penelitian Untuk mendesain dan mengembangkan LKS materi pokok Sel sebagai upaya meningkatkan ketrampilan metakognitif siswa SMA Kelas XI di Kabupaten Malang METODE Penelitian ini termasuk jenis penelitian pengembangan yaitu mengembangkan LKS. Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4-D (Thiagarajan, 1974) yang terdiri dari tahap pendefinisian (define), tahap perencanaan (design), tahap pengembangan (develop), dan tahap penyebaran (disseminate). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Oktober 2015 . Uji coba terbatas dilakukan di SMA Islam Kepanjen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan lembar Kerja Siswa (LKS) menggunakan model 4 D, meliputi tahap define, design, develop dan disseminate. LKS merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini pada tahap define yaitu analisis kebutuhan meliputi hasil analisis siswa, tugas dan analisis konsep menjadi tujuan pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa guru masih belum menerapkan model pembelajaran inkuiri secara holistik artinya dalam pelaksanaannya sudah dilakukan metode diskusi dan praktikum tetapi merupakan bagian yang terpisah dampaknya siswa belum melakukan proses penemuan. Oleh karena itu dalam pengembangan LKS mrnggunakan model inkuiri terbimbing, selain mengakomodasi siswa dalam proses penemuan pada kegiatan pembelajaran juga dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan metakognitif siswa. Tahap berikutnya adalah tahap design, tujuan tahap ini menyiapkan prototipe perangkat pembelajaran terdiri dari RPP, LKS dan instrumen asesmen kinerja. Tahap develop dalam penelitian dan pengembangan perangkat pembelajaran dilakukan uji ahli/pakar untuk menilai perangkat pembelajaran yang sudah dibuat. Apabila sudah dinyatakan valid oleh para ahli kemudian dilakukan uji coba pengguna produk melalui kegiatan lesson study. Data penelitian pengembangan yang dideskripsikan berikut ini meliputi: (1) hasil uji pakar/ahli dan praktisi di lapangan dan (2) hasil uji coba pengguna produk (guru dan siswa) melalui kegiatan lesson study Uji validitas dari para ahli dianalisis secara deskriptif kualitatif, analisis deskriptif persentase, dan analisis deskriptif kuantitatif dari hasil uji pakar/ahli dan praktisi di lapangan serta hasil uji coba pengguna produk Secara kuantitatif hasil validasi LKS berdasarkan syarat kesesuaian pembuatan LKS menurut Darmojo dan Kaligis (1992) meliputi aspek didaktik, aspek konstruksi dan aspek teknik. Syarat didaktik mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal dapat digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai. LKS lebih 236
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan yang terpenting dalam LKS ada variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa. LKS juga diharapkan mengutamakan pada pengembangan kemampuan komunikasi sosial, emosional,moral, dan estetika. Pengalaman belajar yang dialami siswa ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa. Selain itu syarat didaktik penyusunan LKS yang berkualitas harus memenuhi syarat- syarat didaktik yang dapat dijabarkan sebagai berikut :1). mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran 2) memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep 3). memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa sesuai dengan Kurikulum 2013 4). dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa 5). pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi. Sedangkan syarat konstruks terkait dengan validasi kostruk LKS yang meliputi delapan aspek yaitu 1) kesesuaian tujuan dengan kompetensi dasar 2) ketepatan kegiatan dengan tujuan 3) kejelasan petunjuk kegiatan 4) mengajak siswa aktif dalam pembelajaran 5) menghubungkan ilmu pengetahuan dan teknologi 6) kualitas tampilan gambar 7) pemilihan komposisi warna dan 8) pemilihan jenis/ ukuran font memperoleh nilai rata-rata 88,08 % dari validator sehingga kriterianya sangat valid. Syarat teknis menekankan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan, gambar dan penampilannya dalam LKS Validasi teknis dinyatakan valid karena LKS menggunakan tulisan yang mudah dibaca dan gambar-gambar yang jelas serta menarik minat siswa dalam belajar, sesuai dengan pendapat Danim (2010:25) bahwa ukuran tulisan yang serasi, kalimat yang ringkas dan gambar yang berwarna lebih menarik perhatian siswa sewaktu belajar Secara keseluruhan syarat kesesuaian penyusunan LKS memperoleh nilai 90,36 artinya kriterianya sangat valid. Selain itu kualitas LKS yang disusun juga harus memenuhi aspek validasi materi, meliputi (1) aspek kebenaran konsep biologi (2) aspek kedalaman konsep (3) aspek keluasan konsep (4) aspek bahasa menunjukkan nilai rata-rata 94,77 % dari validator sehingga kriterianya sangat valid. Berdasarkan hasil validasi semua aspek tersebut maka LKS dinyatakan sangat valid oleh ketiga validator..Hasil penilaian LKS disajikan pada tabel 1 Tabel 1 Hasil validasi LKS No Validasi I 1 2 3
Validasi materi LKS Validasi konstruk LKS Validasi kesesuaian LKS
Skor validator (%) II III
Rata-rata
95.09 90,35
93.75 86,56
95.49 87,34
94,77 88,08
90,23
88,54
92,32
90,36
Kriteria Sangat valid Sangat valid Sangat valid
Hasil uji coba melalui lesson study tahap refleksi diperoleh temuan oleh para guru yang menarik terkait proses pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing, karena dalam proses pembelajaran siswa dapat mengembangkan materi pengetahuan baik 237
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
factual,konseptual, procedural maupun metakognitif . Contohnya dalam LKS ditunjukkan kegiatan awal siswa mengeksplorasi fenomena alam berdasarkan fakta yaitu focus pada pertanyaan dari guru, merencanakan percobaan dan melaksanakan percobaan. Dalam langkah melaksanakan percobaan melalui pengamatan secara mikroskopik daun Hydrilla, siswa dapat menemukan bahwa struktur sel tumbuhan memiliki dinding sel, organel kloroplas, sitoplasma dan vakuola. Sebagai upaya melengkapi struktur sel yang ada siswa mengamati pada gambar yang hanya dapat diamati dengan mikroskop electron. Proses pembelajaran seperti ini penting karena siswa memperoleh pengetahuan secara factual tidak abstrak dan dapat mengkaitkan antara pengetahuan factual, konseptual, procedural dan metakognitif. Hal ini sejalan dengan standar kompetensi lulusan (SKL) pada kurikulum 2013 tingkat satuan pendidikan SMA kompetensi pengetahuan tidak hanya factual dan procedural tetapi juga metakonitif. Temuan lain pada saat penerapan asesmen untuk mengukur keterampilan metakognitif siswa melalui angket diperoleh baik pada siklus pertama, siklus kedua dan ketiga menunjukkan peningkatan yaitu rata-rata nilai keterampilan perencanaan siswa sebesar 43,47, 52,05 menjadi 54,05. dan monitoring 42,30; 46,37 menjadi ketiga 49,05 , nilai rata-rata keterampilan strategi kognitif sebesar 39,55 menjadi 44,05 dan ketiga 48,05 dan kesadaran siswa sebesar 25,67 menjadi 36,25 dan 37,5 (Gb 1). meliputi keterampilan merencanakan, keterampilan memonitor, dan keterampilan strategi kognitif dan kesadaran. Meskipun kenaikan keterampilan metakognitif hanya kecil tetapi akan memberikan pada siswa umpan balik pada penilaian diri untuk mengembangkan keterampilan metakognitifnya. Suherman (2001) menyatakan bahwa perkembangan metakognisi dapat diupayakan melalui cara dimana anak dituntut untuk mengobservasi tentang apa yang mereka ketahui dan kerjakan, dan untuk merefleksi tentang apa yang diobeservasi. Guru atau pendidik oleh karena itu perlu untuk mengembangkanketerampilan metakognisi melalui proses pembelajaran Masalah penskoran penilaian menggunakan angket penilaian diri seringkali siswa memilih skor yang tinggi, oleh karena itu dalam pengukuran keterampilan metakognitif perlu didukung dengan rubrik ketrampilan metakognitif menggunakan rubrik metakognitif yang terintegrasi dengan tes essay yang telah dikembangkan oleh Corebima (2008). Pompham (2011) menyatakan ada tiga sumber kesalahan dalam penskoran penilaian asesmen kinerja yang harus diperhatikan (a) masalah penskor yang bias artinya penskor cenderung untuk sukar menghilangkan masalah personal bias. Sewaktu menskor hasil pekerjaan peserta tes ada kemungkinan penskor mempunyai masalah generosity error artinya penskor cenderung memberi nilai yang tinggi-tinggi atau severity error artinya penskor cenderung member nilai yang rendah-rendah (b) masalah dalam instrument artinya instrument pedoman penskoran tidak jelas sehingga sukar untuk digunakan penilai. Selain itu komponen yang harus dinilainya sukar untuk diskor, misalnya komponen tersebut sukar diamati. Hal yang demikian akan mengakibatkan hasil penskoran yang tidak valid dan tidak akurat (c) Masalah procedural Prosedur yang digunakan dalam penilaian tidak baik sehingga mempengaruhi hasil penskoran. Masalah sering terjadi adalah penskor(rater) harus menskor komponen keterampilan terlalu banyak. Masalah lain dari prosedur ini adalah umumnya penskor hanya satu orang, akan menimbulkan subyektifitas dalam 238
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
penilaian. Oleh karena itu dalam penerapan instrument kinerja penskor jumlahnya lebih dari satu orang sehingga diharapkan hasil penilaian menjadi lebih valid dan reliable. Dalam kegiatan refleksi diketahui banyak diperoleh temuan yang menarik dalam penerapan perangkat pembelajaran RPP dan LKS dengan model inkuiri terbimbing dan instrument asesmen kinerja untuk meningkatkan keterampilan metakognitif siswa. Para guru dapat langsung mengamati contoh penerapan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan Tahap refleksi merupakan tahap penting karena pada tahap inilah setiap peserta akan mengemukakan berbagai pengalaman dan temuan berharga yang dianalisis guru dan tim peneliti untuk dimanfaatkan memperbaiki hasil penelitian pengembangan perangkat pembelajaran biologi yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil refleksi guru dapat memahami dan implementasi penerapan perangkat pembelajaran biologi model inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan metakognitif. Kegiatan open class(do) dan refleksi merupakan keunggulan kegiatan lesson study dalam meningkatkan keprofesional guru dibandingkan kegiatan pelatihan yang sering dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan keprofesionalan guru. Alasannya karena hasil pelatihan hanya menjadi pengetahuan saja tidak diterapkan pada pembelajaran di kelas. Menurut Stigler dan Hiebert(1999 dalam Susilo 2010) Lesson study memberikan kata kunci dari reformasi pendidikan yaitu cara efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pengembangan keprofesionalan dengan pelaksanannya secara kolaboratif berdasarkan praktik pembelajaran secara langsung. Kegiatan lesson study perlu dilanjutkan terutama pada tahap open class dan refleksi khususnya untuk materi yang dianggap sulit. Dalam penerapan model inkuiri diperlukan asesmen yang sesuai yaitu instrumen asesmen kinerja. Asesmen kinerja selain digunakan untuk meningkatkan keterampilan metakognitif juga dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pada kurikulum 2013 ditunjukkan penilaian tidak hanya pada kompetensi pengetahuan tetapi juga kompetensi sikap dan keterampilan. Menurut Anderson (2008) asesmen kinerja dapat didefinisikan sebagai bentuk asesmen yang meminta siswa untuk mendemonstrasikan dan menerapkan kompetensi sikap, pengetahuan, ketrampilan kerjanya ke dalam berbagai tugas yang bermakna dan melibatkan siswa sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Siswa diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam suatu aktivitas seperti melakukan kegiatan praktikum, penggunaan alat, dan sebagainya. Sementara siswa melakukan tugas yang ditentukan, guru melakukan penyekoran ketrampilan kinerja siswa dengan menggunakan kriteria yang telah ditentukan yang disebut rubrik kinerja. Guru dapat mengetahui dengan pasti apakah seorang siswa memiliki keterampilan kerja yang diharapkan atau tidak, dengan memanfaatkan asesmen kinerja, Asesmen kinerja dilakukan untuk menilai tugas yang dilakukan siswa sehingga guru dapat memiliki informasi yang lengkap tentang siswa. Tugas kinerja menghendaki (1) penerapan konsep IPA dan informasi penunjang penting lainnya,(2) kerja ilmiah yang penting bagi siswa,(3) sikap ilmiah. Asesmen kinerja harus mencakup hasil akhir dan proses untuk mencapai hasil itu. Apabila hanya melihat hasil akhir seperti laporan atau karya ilmiah, guru tidak memperoleh gambaran seberapa banyak ide asli yang berasal dari siswa yang dinilai. Hasil studi pendahuluan dan implementasi uji coba yang dilakukan di SMA Negeri dan swasta di Kabupaten Malang menunjukkan bahwa siswa telah dikelompokkan atau 239
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
mengelompok secara alami berdasarkan kemampuan akademik (nilai UASBN SMP) pada saat rekrutmen masuk ke SMA. Hal ini tentu berimplikasi pada adanya sekolah-sekolah yang siswanya rata-rata berkemampuan akademik tinggi, sedang atau rendah. Pada kondisi alami semacam ini tentu diperlukan implementasi strategi pembelajaran yang sesuai pada tingkat kemampuan akademik siswa yang berbeda. Hal ini mengingat model pembelajaran inkuiri terdapat 4 tipe yaitu inkuiri demonstrasi (demonstrated inquiry) atau discrepant events , inkuiri terstruktur (structured inquiry), inkuiri terbimbing (guided inquiry), dan inkuiri penuh (full inquiry). Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut tentang pengaruh penerapan LKS dalam meningkatkan ketrampilan metakognitif pada siswa berkemampuan akademik atas dan bawah di SMA kelas XI di Kabupaten Malang. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan (1) pengembangan LKS, dan Instrumen Asesmen Kinerja diperoleh nilai lebih dari 87 % artinya sangat valid (2) Dalam mengembangkan LKS diperlukan asesmen yang sesuai yaitu asesmen kinerja (3) Keterampilan metakognitif perlu diberdayakan agar siswa menjadi mandiri Saran Berdasarkan hasil penelitian pengembangan yang telah dilakukan perlu dikakukan penelitian eksperimen untuk mengetahui pengaruh penerapan LKS dalam meningkatkan hasil belajar dan ketrampilan metakognitif pada siswa berkemampuan akademik atas dan bawah di SMA Kabupaten Malang. DAFTAR RUJUKAN Anderson , L. W, 2008. Classroom Assesment. USA: McGraw-Hill. Corebima, AD. 2006. Metakognisi: Satu Ringkasan Kajian. Makalah Disampaikan pada Pelatihan Strategi Metakognitif pada Pembelajaran Biologi untuk Guru-guru Biologi SMA, Palangkaraya, 23 Agustus 2006 Darmojo & Kaligis. 1992. Pendidikan IPA II. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Ellis,A.K., Denton.W.D & Bond,J.B. 2013. An analysis of research on metacognitive teaching strategies. Sosial and behavior Science 116 (2014) 4015-4024 Kemendikbud, 2013. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, Llewellyn, D. 2013. Teaching High School Science Through Inquiry and Argumentation. USA: Crown. Majid, Abdul. 2011. Perencanaan Pembela-jaran. Bandung: Remaja Rosda-karya. O‘Neil, H. F., Jr., & Abedi, J. (1996). Reliability and validity of a state metacognitive inventory: Potential for alternative assessment. Juornal of Educational Research, 89. 234 – 245. Popham,W. James,2011. Clasroom Assessment:What Teachers Need to Know. Needham Heights, MA; Allyn & Bacon, A. Simmon & Schuster Company. Sanjaya,W., 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana Prenada Media. 240
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Susilo, H. 2010. Lesson Study. Berbasis MGMP sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru. Malang: Penerbit Surya Pena Gemilang Thiagarajan, S. Semmel, D.S. & Semmel,M.I, 1974. Instructional Development for Training Teachers of Expectional Children. Minnepolis, Minnsota: Ladhership Training Institute Special Education, University of Minnesota.
241