MULTIKULTURALISME DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH SURAH AL ANBIYA’ AYAT 107 DAN SURAH AL HUJURAT AYAT 9-13)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh ABU CHANIFAH NIM : 12106022
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAM ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2012 ii
iii
MULTIKULTURALISME DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH SURAH AL ANBIYA’ AYAT 107 DAN SURAH AL HUJURAT AYAT 9-13)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh ABU CHANIFAH NIM : 12106022
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAM ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2012 iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara: Nama
: Abu Chanifah
NIM
: 12106022
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Judul
:MULTIKULTURALISME PERSPEKTIF (Telaah
Surah
DALAM
PENDIDIKAN al-Anbiya’
Ayat
ISLAM 107
Surah al-Hujurat Ayat 9-13). Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 17 Januari 2012 Pembimbing
Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag NIP. 19541002 1984031 1 001
v
dan
vi
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Tidak ada perjuangan yang sia-sia selagi kita mau berdoa dan berusaha
PERSEMBAHAN
Skripsi
ini
penulis
persembahkan kepada : Ø Bapak dan Ibu tercinta, yang tidak pernah bosan mendo’akan dengan
tulus
ikhlas
senantiasa
dan
memberikan
dukungan baik secara moril maupun materiil. Terimakasih ku ucapkan pengorbanan,
untuk kesabaran
canda tawa bersama.
viii
segala dan
Ø Adik-adikku tercinta: Adik Jamal dan adik Angelina tetap semangat belajar, pantang menyerah untuk menggapai citacitamu. Ø Mas Ja’far, Mas Gozali, Mas Fahrodin.
Terimakasih
atas
motifasi, saran dan masukannya. Ø Keponakan-keponakanku saya
yang
sayangi; Silvie, Vava,
Noufal dan Galih. Ø Teman-teman kontrakan, good luck and suces. Ø Some ONE (De.Al-Mae), thanks for d'love, care, spirit, support an everything.
ix
KATA PENGANTAR
ِﺑِﺴﻤِﺎﻟﻠﻬِﺎﻟﺮﺣﻤﻨِﺎﻟﺮﺣِﻴﻢ
Alhamdulillahi robbil alamin. Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penelitian dan penulisan skripsi dengan judul "MULTIKULTURALISME DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM (Telaah Surah al-Anbiya’ Ayat 107 dan Surah al-Hujurat Ayat 9-13)" telah dapat dilaksanakan dan diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi kewajiban dan melengkapi syarat akhir guna memperoleh gelar sarjana dalam ilmu-ilmu Tarbiyah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Memang tidak dapat penulis ingkari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak menghadapi kesulitan-kesulitan. Namun berkat pertolongan Allah SWT dan bimbingan, saran, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Maka dari itu, perkenankanlah penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga dalam kesempatan ini, kepada : 1. Bapak dan Ibu yang terhormat, atas kasih sayang dan doanya. 2. Bapak Drs. Imam Sutomo, M.Ag, selaku Ketua STAIN Salatiga 3. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag, selaku Dosen Pembimbing, atas segala bimbingan dan petunjuk yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini 4. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag, selaku Pembimbing Akademik
x
5. Teruntuk pemilik mata terindah, senyum terindah yang senantiasa menemani indah mimpiku, memberikan inspirasi disaat aku haru akan arti pendamping hidupku nanti, thanks for kaisku. 6. Arif, malik, Matyang telah memberikan banyak masukan dan semangat dalam hal apapun, serta adik-adikku (dhik Jamal& dhik Angel). 7. Om Budi, Mas Imam,Mas Hadi, Mas Jumino, Mas Khusaini, Pak Dien, Mbak Laeli, &Mbak Hajar yang selalu memberikan doa serta selalu memberikan masukanmasukan dalam hidup. 8. My best friend Om Azis, Ulfis, Gufron, Ustadundan teman-teman Kontrakan; Nastain, Abi, Muzun, Ipuldan Nizar. You my special friends. 9. Keluarga besar Formatas gali terus ilmu yang sedalam-dalamnya untuk meraih citacitamu. 10. Sahabat-sahabati PMII Salatiga,Ustadun yang telah memberikan banyak pelajaran tentang berorganisasi. Saat-saat makan, tidur, berkumpul, senang, susah, prihatin, kelaparan bersama-sama yang tak bisa terlupakan. I love you fuul sobat. 11. DEMA 2008-2011 yang memberi pengetahuan tentang peta politik. Kesuksesan senjadi milik kita bersama. 12. KKN Pakis, Magelang thanks for togetherness and our swcet memories. 13. Teman-teman Rentalthanks for their help. 14. Teman-teman PAI C, Sofi, Nasroh, Yasin, Fa’la, Haris, Kosim. Selamat berjuang kawan. 15. Teman-teman seperjuangan PBA dan PAI C angkatan 2006. 16. Tim futsal Sapu Angin selalu menang, jaga selalu sportifitasmu. 17. seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moral dan material hingga selesainya proses belajar.
xi
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih bnyk kesalahn dan kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Akhirnya penulis harapkan semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan cakrawala baru bagi pengembangan ilmu pendidikan.
ِّ ﻟﻌﺎﻟﻤِﻴﻦ
ِﻟﺤﻤﺪ ﻟِﻠّﻪ
xii
ABSTRAK Chanifah, Abu. 2012. Multikulturalisme dalam Perspektif Pendidikan Islam (Telaah Surah Al-Anbiya' Ayat 107 dan Surah Al-Hujurat Ayat 9-13). Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program studi Pedidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agam Islam Negeri Salatiga : Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag. Kata kunci: Multikulturalisme dalam Perspektif Pendidikan Islam Indonesia, sebagaimana negara berkembang lainnya memiliki permasalahan sosial yang tidak sederhana. Namun, penting untuk dipertanyakan mengapa Indonesia lebih tertinggal dari Malaysia atau Singapura, padahal Indonesia lebih awal merdeka. Padahal konon Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang sangat baik. Tetapi mengapa kualitas sumber daya manusia Indonesia saat ini hanya berada pada peringkat ke-109 dari 174 negara di dunia. Bahkan yang paling mengerikan, Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Perkembangan masyarakat yang sangat dinamis serta masalah-masalah sosial yang dewasa ini terus berkembang membutuhkan perhatian dan kepekaan dari seluruh elemen bangsa tidak hanya dari para pakar dan pemerhati masalah sosial namun juga dunia pendidikan yang punya peran sangat strategis sebagai wahana dan “agent of change” bagi masyarakat. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan di Indonesia baik melalui substansi maupun model pembelajaran.Hal ini dipandang penting untuk memberikan pembekalan dan membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian serta melatih kepekaan peserta didik dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial sosial yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kajian pustaka yang akan penulis fokuskan pada permasalahan: Bagaimana konsep multikulturalisme yang ada di Indonesia? Bagaimana multuikulturalisme dalam prespektif pendidikan Islam? Bagaimana ajaran multikultural yang terkandung dalam al Qur’an surah Al Anbiya’ ayat 107 dan Al Hujurat ayat 9-13? Dengan indikatornya Untuk mengetahui konsep multikulturalisme di Indonesia. Untuk mengetahui multikulturalisme dalam prespektif pendidikan Islam. Untuk mengetahui ajaran multikultural yang terkandung dalam al Qur’an surah al Anbiya’ ayat 107 dan al Hujurat ayat 9-13 Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Pendidikan multikultural lebih mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan baik ras suku, budaya maupun agama antar anggota masyarakat. Indonesia adalah salah satu bangsa di dunia yang memiliki heteroginitas masyarakat baik dalam hal budaya dan lainnya, jika hal ini tidak dikelola dengan baik, maka akan menjadi mala petaka yang dahsyat.
xiii
Di satu sisi multikultural masyarakat dapat menjadi kekuatan jika dikelola dengan baik dan profesional, namun jika tidak, perbedaan cara pandang antar individu bangsa yang multikultural ini akan menjadi faktor penyebab disintegrasi bangsa dan konflik yang berkepanjangan. Kerusuhan dan kekerasan yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan bahwa keragaman itu belum dapat dikelola dengan baik. Fenomena ini (kekerasan) menunjukkan masih belum adanya sikap yang arif dan bijak dari elemen masyarakat Indonesia untuk menghormati perbedaan baik yang bersifat intern maupun ekstern. Pendidikan Islam yang merupakan sub sistem pendidikan nasional mempunyai andil yang cukup besar dalam upaya transformasi nilai-nilai religiusitas kepada peserta didik. Dari hasil penelitian terebut di atas, maka peneliti merekomendasikan perlunya penggunaan metode pembelajaran Multikulturalisme dalam Perspektif Pendidikan Islam yang mengedepankan akan pentingnya nilai-nilai kearifan universal. Hendaknya pendidikan Indonesia dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terkait dengan kesejahteraan masyarakat yang terdiri dari beberapa kultur budaya, ras, agama yang sangat beragam, serta terciptanya suatu keadaan masyarakat yang dinamis, yang menjunjung tinggi akan nilai-nilai persatuan dan kesatuan serta kearifan dalam bermayarakat. Maka pendidikan multikulturalisme menjadi solusi untuk menjadi bahan pijakan dalam rangka menata pendidikan Indonesia untuk lebih baik yang kaitannya dengan pluralitas yang sangat beragam dalam masyarakat Indonesia.
xiv
DAFTAR ISI
LEMBAR BERLOGO .................................................................................. i HALAMAN SAMPUL ................................................................................ ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. iii PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................. vi KATA PENGANTAR .................................................................................. viii ABSTRAK ................................................................................................... xi DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xvi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 B. Rumusan Masalah............................................................... 6 C. Tujuan Penelitian................................................................ 6 D. Kegunaan Penelitian ........................................................... 6 E. Kerangka Teoritik............................................................... 7 F. Metode Penelitian ............................................................... 21 G. Penegasan Istilah ................................................................ 24 H. Sistematika Pembahasan..................................................... 27
xv
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Multikulturalisme .............................................. 28 B. Sejarah Multikulturalisme................................................... 30 C. Sejarah dan Perkembangan Multikulturalisme di Indonesia.
34
1... Sejarah Multikulturalisme di Indonesia
34
2... Perkembangan Masyarakat Multikultural
38
3... Hak Asasi Manusia dan Keanekaragaman
41
D. Konsep Pendidikan Multikulturalisme di Indonesia ............ 42 1... Wacana Pendidikan Multikultural di Indonesia
42
2... Pendidikan Berbasis Multikultural
44
3... Karakteristik Masyarakat terhadap Globalisasi Pendidikan.................................... 46
BAB III
PAPARAN DAN TEMUAN PENELITIAN A. Multikulturalisme dalam Perspektif pendidikan Islam……. 50 1... Multikulturalisme dan Kearifan Universal
50
2... Islam Menyerukan Perdamaian
53
B. Masyarakat dan Pendidikan Islam di Indonesia ................... 57 1... Pendidikan Islam di Masyarakat
57
2... Humanisme dalam Pendidikan Islam
60
C. Analisa serta Reorientasi Paradigma Pendidikan Islam ....... 67 1. Makna dan Prisip Pendidikan Islam .............................. 67 2. Islam Mendamaikan Dunia ........................................... 77 3. Paradigma Pendidikan Islam ......................................... 82 xvi
BAB IV
PEMBAHASAN A. Penafsiran Surah Al Anbiya’ Ayat 107 Dan Surah Al Hujurat Ayat 9-13......................................... 87 B. Penjelasan Surah Suarat al Anbiya’ Ayat 107 ..................... 106 1... Asbabun Nuzul
106
2... Munasabah
107
C. Penjelasan Surah al Hujurat Ayat 9-13................................ 117 1. Asbabun Nuzul ............................................................. 117 2. Munasabah.................................................................... 124
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ...........................................................................
148
B. Saran .....................................................................................
150
C. Penutup..................................................................................
151
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 152 LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................ 155
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup
……………………………………. 155
2. Nota Pembimbing
……………………………………. 156
3. Lembar Konsultasi Pembimbing
……………………………. 157
4. Lapoaran SKK
……………………………. 158
xviii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Wacana tentang pendidikan multikultural saat ini memang sering diperbincangkan disetiap kalangan, baik dari kalangan politik, agama, sosial, budaya dan khususnya dikalangan para stakeholders pendidikan. Fenomena konflik etnis, sosial, budaya yang kerap muncul di tengah-tengah masyarakat yang berwajah multikultural. Wajah multikulturalisme di negeri ini hingga kini ibarat api dalam sekam, yang suatu saat bisa muncul akibat suhu politik, agama, sosio budaya yang memanas, yang memungkinkan konflik tersebut muncul kembali. Tentu saja penyebab konflik tersebut banyak sekali, tetapi kebanyakan disebabkan oleh perbedaan suku, agama, ras, etnis, dan budaya. Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang ini jumlah pulau yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjulmah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta sebagai macam aliran kepercayaan.
2
Lebih khusus lagi, apabila dilihat dari cara pandang tindak dan wawasan setiap individu yang ada terhadap berbagai macam fenomena sosial, budaya, ekonomi, politik dan terhadap hal-hal lainnya, tak dapat dipungkiri, mereka mempunyai pandangan yang beragam. Contohnya, masyarakat kitadengan berbagai macam latar belakang yang berbeda-beda seperti pendidikan, etnis, agama, kelas sosial dan ekonomi-mempunyai tindakan dan pandangan yang berbeda-beda pula tentang berbagai macam fenomena sosial seperti kesetaraan gender, demokrasi, hak asasi manusia dan terhadap hal-hal lainnya. Ada anggota masyarakat yang kurang mendukung adanya proses demokrasi di negara ini, namun disisi lain tidak sedikit masyarakat yang menginginkan adanya demokrasi. Ada anggota masyarakat yang sangat peduli dan selalu memperjuangkan hak-hak asasi manusia, namun disisi lain, tidak sedikit masyarakat yang tidak peduli terhadap masalah tersebut. Bahkan mereka dengan sengaja menggilas hak-hak asasi orang lain. Ada anggota masyarakat yang merespon baik dan bahkan mendukung adanya kesetaraan gender, namun tidak sedikit masyarakat yang menentangnya. (Yaqin, 2005:3-4). Keragaman ini, diakui atau tidak, akan dapat menimbulkaan berbagai persoalan seperti yang sekarang dihadapi bangsa ini. Korupsi, kolusi, nepotisme,
premanisme,
perseturuan
politik,
kemiskinan,
kekerasan,
separatism, perusakan lingkungan dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu menghormati hak-hak orang lain, adalah bentuk nyata sebagai bagian dari multikulturalisme itu. Contoh yang lebih kongkrit dan sekaligus menjadi pengalaman pahit bagi bangsa ini adalah terjadinya pembunuhan besar-
3
besaran terhadap masa pengikut partai komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965, kekerasan terhadap etnis cina di Jakarta pada Mei 1998 dan perang Islam Kristen di Maluku Utara pada tahun 1999-2003. Rangkaian konflik itu tidak hanya merenggut korban jiwa yang sangat besar, akan tetapi juga telah mengancurkan ribuan harta benda penduduk, 400 gereja dan 30 masjid. Perang etnis antara warga Dayak dan Madura yang terjadi sejak tahun 1931 hingga tahun 2000 telah menyebabkan kurang lebih 2000 manusia melayang sis-sia. Dan masih banyak lagi ratusan bahkan ribuan kasus yang belum kita ketahui karena tidak diinformasikan oleh media masa. Maka, menjadi keharusan bagi kita bersama untuk memikirkan upaya pemecahannya (solution). Termasuk pihak yang harus bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya pemerintah pada umumnya, tapi para kalangan pendidikan. Pendidikan sudah selayaknya berperan dalam menyalesaikan masalah konflik yang terjadi di masyarakat. Minimal, pendidikan harus mampu memberikan penyadaran (consciousness) kepada masyarakat bahwa konflik bukan suatu hal yang baik untuk dibudayakan. Dan selayaknya pula, pendidikan mampu memberikan tawaran-tawaran yang mencerdaskan, antara lain dengan mendesign materi, metode, hingga kurikulum yang mampu menyadarkan masyarakat akan pentingnya sikap saling toleran, menghormati perbedaan suku, agama, ras, etnis dan budaya masyarakat Indonesia yang multikultural. Sudah selayaknya pendidikan berperan sebagai media transformasi sosisal budaya dan multikulturalisme. (Mahfud, 2004:2).
4
Multikulturalisme dimaknai sebagai paham yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikulturalisme juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan kultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya dalam hal ini dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain. Munculnya istilah ini awalnya dikenal dengan istilah pluralisme yang mengacu pada keragaman etnis dan budaya dalam suatu daerah atau negara. Selanjutnya, ketika memaknai pendidikan Islam multikultural, kita akan dibawa pada sebuah premis logis yang menyatakan bahwa sebelum adanya konsep multikultural ini, Islam tidak menghargai perbedaan yang ada dalam bentuk budaya, wajah, bahasa, suku dan tidak mengembangkan pendidikan agama yang menghormati keragaman budaya masyarakat. Padahal sesungguhnya, Islamlah yang paling pertama menghargai perbedaan yang terjadi antar ummat manusia ini. Terlebih dalam bidang pendidikan, dimana warganegara dari negara Islam (Khilafah Islamiyyah) diberikan jaminan seluas-luasnya untuk menimba ilmu dengan biaya murah atau bebas biaya baik bagi Muslim dan non-Muslim, karena hal ini menjadi salah satu kebijakan strategis negara yang terkait dengan pendidikan. Pendidikan bagi
5
warganegara Khilafah Islamiyyah ini tentulah dijamin oleh negara secara gratis hingga perguruan tinggi dengan fasilitas sebaik mungkin. Potret lain dalam sejarah yang menunjukkan bahwa sesungguhnya dalam Islam sangat menghargai perbedaan antar umat manusia ini dapat dilihat ketika tranfer ilmu pengetahuan sangat pesat dari Kekhalifahan Umayyah Andalusia ke Eropa pada abad 10-13 yang ditandai dengan ilmuwan Eropa yang pertama yang mempelajari astronomi yaitu Gerbert dari Aurillac yang kemudian menjadi Paus Silvester II dalam Transmission of Muslim Astronomy to Europe. Jika memang Islam tidak menghargai perbedaan budaya dari Eropa (berikut agamanya), bagaimana mungkin Gerbert dari Aurillac diperbolehkan menimba ilmu di negara Islam? Melihat dari potret sejarah ini, sungguh premis logis dari multikulturalisme yang menghakimi Islam
tidak
memberikan
penghargaan
terhadap
budaya
lain.
(http://www.republika.co.id). Telah termaktub dalam al Qur’an surah al Hujurat ayat 9-13 dan surah al Anbiya’ ayat 107 yang menjelaskan tentang hakikat manusia diciptakan laki-laki dan permpuan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku tak lain agar supaya mengenal dan saling menghargai antar sesama. Islam mengajarkan hormat menghormati antar manusia satu dengan yang lain, tidak ada perselisihan diantara manusia, Islam adalah agama yang mengajarkan nilainilai universal dengan tujuan untuk memberikan rahmat bagi semesta alam, (rahmatan lil’alamin) sehingga terdapat ayat-ayat al Qur’an yang mengajarkan
6
tentang perdamaian, kasih sayang, menghormati perbedaan, dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep multikulturalisme yang ada di Indonesia? 2. Bagaimana multuikulturalisme dalam prespektif pendidikan Islam? 3. Bagaimana ajaran multikultural yang terkandung dalam al Qur’an surah Al Anbiya’ ayat 107 dan Al Hujurat ayat 9-13?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui konsep multikulturalisme di Indonesia. 2. Untuk mengetahui multikulturalisme dalam prespektif pendidikan Islam. 3. Untuk mengetahui ajaran multikultural yang terkandung dalam al Qur’an surah al Anbiya’ ayat 107 dan al Hujurat ayat 9-13.
D. Kegunaan Penelitian 1. Menambah khasanah pengetahuan tentang pentingnya miltikulturalisme bagi bangsa Indonesia. 2. Memperkaya pemahaman ajaran Islam sebagai agama yang berwawasan multikultural (rahmatan lil’alamin). 3. Merumuskan konsep pendidikan islam yang berwawasan multikultural.
7
E. Kerangka Teoritik 1. Multikulturalisme a. Multikulturalisme dalam Kemajemukan Budaya Kemajemukan bangsa Indonesia baik suku, ras, agama maupun perbedaan pandangan dan pendapat dalam melihat realitas merupakan kekayaan dan kebanggaan tersendiri yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun dengan keragaman akan perbedaan itu sering membawa kepada disintegrasi bangsa, karena truth claim dari kelompok satu kepada kelompok lain akan memicu perang ide dan ujung-ujungnya sampai pada perang fisik. Dalam kaitannya dengan masalah multikulturalisme, Masdar Hilmy berpandangan, (Hilmy, 2003:332-342) bahwa bagi bangasa Indonesia, adanya keragaman budaya merupakan pernyataan sosial yang sudah niscaya. Meski demikian, hal itu tidak secara otomatis diiringi dengan penerimaan yang positif pula. Bahkan bahwa fakta yang menunjukkan fenomena yang sebaliknya: beragam budaya yang telah memberi sumbangan terbesar bagi munculnya ketegangan dan konflik. Sehingga tak pelak modal sosial (social capital) itu justru menjadi kontraproduktif bagi penciptaan tatanan kehidupan berbangsa yang damai, harmonin dan toleran. Untuk itu diperlukan upaya untuk menumbuhkembangkan kesadaran multikulturalisme agar potensi positif yang terkandung dalam keragaman tersebut dapat teraktualisasi secara benar dan tepat.
8
Serta terbentuknya tatanan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kearifan, toleransi, tenggang rasa, dan dialog antar masyarakat. Pendidikan merupakan wahana yang paling tepat untuk membangun kesadaran multikulturalisme. Karena, dalam tataran ideal, pendidikan seharusnya bisa berperan sebagai “juru bicara” bagi terciptanya fundamen kehidupan multikultural yang terbebas dari kooptasi negara. Hal itu dapat berlangsung apabila ada perubahan paradigma dalam pendidikan, yakni dimulai dari penyeragaman menuju
identitas
penghargaan
tunggal,
keragaman
kemudian
identitas
kearah
dalam
pengakuan
kerangka
dan
penciptaan
harmonisasi kehidupan. (Hilmy, 2003:332-333). Raymond
Williams
multikulturalisme
yaitu
multikulturalisme
juga
menyatakan
kemajemukan mengacu
pada
bahwa
istilah
budaya
dan
akhirnya
sikap
khas
terhadap
kemajemukan budaya tersebut. (Taryadi, 1997:163-194). Lawrence Blum (Caloria, 2001:2) menawarkan definisi sebagai berikut: “Multikulturalisme meliputi sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis lain. Multikulturalisme meliputi sebuah penilaian terhadap budaya-budaya orang lain, bukan dalam arti menyetujui seluruh aspek dari budaya-budaya tersebut, melainkan melihat bagaimana sebuah budaya yang asli dapat mengekspresikan
9
nilai
bagi
anggota-anggotanya
sendiri.
Ada
lima
jenis
multikulturalisme: (Taryadi, 1997:163-194). 1) Multikulturalisme isolasionis: mengacu pada visi masyarakat sebagai tempat kelompok-kelompok budaya yang berbeda, menjalani hidup mandiri dan terlibat dalam saling-interaksi minimal sebagi syarat yang niscaya untuk hidup bersama. 2) Multikulturalisme akomodatif: mengacu pada visi masyarakat yang bertumpu pada satu budaya dominan, dengan penyesuaianpenyesuaian dan pengaturan yang pas untuk kebutuhan budaya minoritas. 3) Multikulturalisme mandiri: mengacu pada visi masyarakat dimana kelompok-kelompok budaya besar mencari kesetaraan dengan budaya dominan dan bertujuan menempuh hidup mandiri dalam satu kerangka politik kolektif yang dapat diterima. 4) Multikulturalisme kritis atau interaktif: merujuk pada visi masyarakat sebagai tempat kelompok-kelompok kultural kurang peduli untuk menempuh hidup mandiri, dan lebih peduli dalam menciptakan satu budaya kolektif yang mencerminkan dan mengakui perspektif mereka yang berbeda-beda. 5) Multikulturalisme kosmopolitan: mengacu pada visi masyarakat yang berusaha menerobos ikatan-ikatan kultural dan membuka peluang bagi para individu yang kini tidak terikat pada buadaya
10
khusus, cara bebas bergiat dalam eksperimen-eksperimen antar kultur dan mengembangkan satu budaya milik mereka sendiri. Multikulturalisme berhadapan dengan dua aspek yang harus mendapatkan perhatian seimbang. Keanekaragaman di satu pihak, dan kesamaan dipihak lain. Yang menjadi tujuan dalam masyarakat multikultural adalah menciptakan kehidupan bersama yang harmonis dan dinamis dalam keberagaman. Maka hanya memperhatikan aspek keberagaman, atau hanya memperhatikan kesamaan, akan menjadi sikap
yang
tidak
berimbang
dalam
membangun
masyarakat
multikultural. Dengan kata lain, pembentukan identitas diri oleh kebudayaan tidak hanya menekankan aspek perbedaan melainkan kesamaan. Esensi kebudayaan akan kita kenal ketika berbicara tentang kebudayaan dan; kebudayaan sebagai identitas diri; keragaman budaya dan nilai-nilai bersama. b. Devinisi Kebudayaan Dalam kamus inggris, Oxford, kebudayaan diartikan sebagai ‘kultur’ yang berarti perkembangan pemikiran (mind) dan kerohanian (spirit) sekelompok manusia, melalui latihan dan pengalaman. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan menjadi pedoman tingkah laku manusia. Selain itu kebudayaan juga
11
dapat diartikan sebagai penciptaan, penertiban dan pengolahan nilainilai insani sehingga menjadi semakin sempurna, dimana di dalamnya tercakup usaha memanusiakan diri di dalam alam lingkungan hidup, baik secara fisik maupun sosial. Pengertian kebudayaan disini sepadan dengan kata “culture” dalam Bahasa Inggris. Cultur sendiri berasal dari bahasa Latin colere yang berarti merawat, memelihara, menjaga, mengolah. Beberapa pendapat para pakar antropologi (anthropolog) melayu, mereka sepakat
bahwa
kebudayaan
berasal
dari
bahasa
sangsekerta
buddhayah. Kata buddhayah adalah bentuk jamak dari buddhi yang berarti ‘budi’ atau ‘akal’. Secara etimologis kebudayaan berarti halhal yang berkaitan dengan akal-budi. Edrard Burnett Tylor seorang antropolog Ingris merumuskan kebudayaaan sebagai ‘keseluruhan yang kompleks, yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan
serta
kebiasaan-kebiasaan
lain
yang
dipelajari oleh seseorang selaku anggota masyarakat’. Melville Jean Herskovitz seorang antropolog Amerika, merumuskan kebudayaan sebagai ‘bagian lingkungan manusia yang diciptakan oleh manusia’. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah pengetahuan yang dimiliki manusia dalam proses untuk menginterpretasikan dunianya, sehingga manusia dapat menghasilkan tingkah laku tertentu.
12
c. Unsur-Unsur Kebudayaan Dengan memperhatikan kebudayaan, akan tampak bagi kita bahwa ada unsur-unsur dasar dan umum (universal) yang ada dalam kebudayaan. Unsur-unsur tersebut antara lain: bahasa, kepercayaan, pengetahuan, teknologi, nilai, norma dan sanksi, simbol, kesenian. d. Lapisan Kebudayaan. Memahami kebudayaan dapat diibaratkan dengan usaha manusia untuk menyelami lautan (samudera). Lapisan-lapisan air harus dilewati mulai dari paling atas saamapi yang paling dalam. Demikian
pula
dengan
kebudayaan.
Dengan
mengeksplorasi
kedalaman budaya, maka pada lapisan atas (1) kita melihat artifak dan perilaku, aspek yang paling tampak dari kebudayaan metode eksplorasinya adalah observasi. Pada lapisan (2) yang lebih dalam adalah keyakinan dan nilai (beliefs and values) dengan metode eksplorasinya adalah wawncara dan survei. Keyakinan menyangkut mana perbuatan yang baik dan yang buruk. Lapisan (3) yang paling dalam
adalah
asumsi
dengan
metode
eksplorasinya
adalah
penyimpulan dan interpretasi misalnya waktu merupakan sumber terbatas atau tidak, manusia pada dasarnya baik atau jahat, mana yang akan diutamakan kebenaran atau keharmonisan. (Schneider, 1997:3044).
13
e. Kebudayaan sebagai Identitas Diri Tidak bisa disangkal bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendiri. Sejak awal bahkan untuk adanya saja manusia membutuhkan orang lain.interaksi dan korelasi dengan sesama membuat setiap orang sanggup membangun kepribadiannya sebagaimana adanya. Walaupun setiap orang memiliki perbedaan karena sejak adanya selalu membentuk ruang dan waktu sendiri yang tak pernah bisa direbut oleh orang lain, manusia selalu masuk dalam satu komunitas budaya tertentu. Kesamaan lingkungan seperti geografis, kesamaan nasib, keluarga, nilai-nilai, praktik keagamaan, kebiasaan, adat istiadat dari komunitas budaya ikut membentuk identitas komunitasnya. Komunitas membuat dia tidak hanya memiliki identitas diri sebagai personal tetapi juga mempunyai ciri-ciri yang bisa sama dengan orang lain dari komunitasnya. Karena dengan menjadi anggota komunitas budaya seseorang membentuk personalitasnya tetapi sekaligus juga dilingkupi oleh budaya dan diidentifikasikan dengan kelompok orang dalam budayanya. Pengaruh budaya itu bukan pilihan melainkan merupakan satu keterlemparan. Secara otomatis setiap orang dibesarkan dalam satu lingkup budaya tertentu. Dan tentu sekali orang tidak dapat dipersalahkan karena keterlemparan itu. Dan konsekuen dengan itu orang juga tidak dapat membanggakan secara berlebihan karena keterlemparan tersebut, apa lagi sampai tidak menyenangi orang lain
14
hanya karena dia berbudaya lain, dan bertindak laku sesuai dengan budayanya. f. Keaneka-ragaman Budaya dan Nilai-nilai Bersama Perbedaan-perbedaan atau keanekaragaman terbentuk oleh situasi dan konteks yang tidak terpatok mati dalam sejarah, melainkan selalu berkembang. Terkadang perbedaan juga ditemukan pada perbedaan
penekanan.
Misalnya
bahwa
budaya
timur
lebih
menekankan keharmonisan. Karena itu dalam praktik, kejujuran sedikit dikorbankan demi keharmonisan. Muncul budaya high context. Mengatakan “Ya” atau haik pada orang Jepang tidak selalu berarti setuju, melainkan bisa saja berarti mendengar tetapi belum tentu setuju. Sementara budaya barat lebih menekankan kejujuran daripada keharmonisan. Muncul budaya yang lebih low context. Mengatakan “Ya” artinya mendengar sekaligus setuju. (Sissela, 1995:10-40). Bisa juga perbedaannya hanya pada nilai instrumental tetapi bukan pada nilai terminal. Nilai kesopanan sebagai terminal bisa sama tetapi perwujutannya dalam nilai instrumental bisa sangat berbeda dari satu budaya kebudaya yang lain. Maka sesungguhnya dalam keanekaragaman budaya selalu tedapat nilai-nilai bersama yang menjadi titik temu dalam membangun relasi sosial. Tetapi titik temu ini seperti sudah dikemukakan dalam essensialisme budaya, bukan merupakan upaya untuk memaksa pola dan paradigma dari budaya tertentu agar menjadi satu nilai yang
15
diterima secara universal, melainkan melihat apa yang sesungguhnya merupakan nilai yang dikejar tanpa apriori (pendekatan antiessensialist.) 2. Pendidikan Islam Tugas yang diemban oleh pendidikan adalah mewariskan nilainilai luhur budaya kepada peserta didik sebagai upaya membentuk kepribadian yang intelek serta bertanggung jawab. Dengan kata lain pendidikan merupakan usaha pewarisan nilai-nilai yang dimiliki oleh suatu
masyarakat
kepada
generasi
selanjutnya.
Dengan
melalui
pendidikanlah nilai-nilai luhur tersebut termasuk didalamnya nilai-nilai luhur agama, idiologi, budaya dari suatu bangsa akan ditransformasikan kepada generasi penerus dan menjadi bagian dari kepribadiannya. a. Pengertian Pendidikan Islam Pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. kepribadian yang memiliki nilainilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikan adalah mewujudkan tujuan ajaran Allah.
16
Menurut Hasan Langgulung yang dikutip oleh Djamaluddin Pendidikan Islam ialah pendidikan yang memiliki empat macam fungsi yaitu: 1) Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup masyarakat sendiri. 2) Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda. 3) Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradaban. 4) Mendidik anak agar beramal di dunia ini untuk memetik hasil di akhirat. An-Naquib Al-Atas mengatakan pendidikan Islam ialah usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaan. Adapun Mukhtar Bukhari yang dikutip oleh Halim Soebahar mengatakan pendidikan Isalam adalah segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa dan keseluruhan lembaga-
17
lembaga pendidikan yang mendasarkan program pendidikan atau pandangan dan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraan didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam baik yang tercermin dalam nama lembaga maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Kendati dalam peta pemikiran Islam upaya menghubungkan Islam dengan pendidikan masih diwarnai banyak perdebatan namun yang pasti relasi Islam dengan pendidikan bagaikan dua sisi mata uang mereka sejak awal mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar baik secara ontologis epistimologis maupun aksiologis. Yang dimaksut dengan pendidikan Islam disini adalah: pertama ia merupakan suatu upaya atau proses yang dilakukan secara sadar dan terencana membantu peserta didik melalui pembinaan asuhan bimbingan dan pengembangan potensi mereka secara optimal supaya nanti dapat memahami menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sebagai keyakinan dan pandangan hidup demi keselamatan di dunia dan akhirat. Kedua merupakan usaha yang sistematis pragmatis dan metodologis dalam membimbing anak didik atau tiap individu dalam memahami menghayati dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh demi terbentuk kepribadian yang utama menurut ukuran Islam. Dan ketiga merupakan segala upaya pembinaan dan pengembangan potensi anak didik untuk diarahkan mengikuti jalan yang islami demi
18
memperoleh keutamaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. (http://blog.re.or.id/pendidikan-islam-indonesia.htm).
b. Pentingnya Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia supaya mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Tak heran apabila kini pemerintah mewajibkan program belajar 9 tahun agar masyarakat menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan. Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu: tilawah (membacakan ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa) dan ta’limul kitab wa sunnah (mengajarkan al kitab dan al hikmah). Pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik disebabkan pendidikan mempunyai kelebihan. Pendidikan mempunyai ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh, pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang diperolehnya dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal. Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah (pemahaman/pemikiran)
dan amaliyah (aktivitas).
Nilai Islam
19
ditanamkan dalam individu membutuhkan tahpan-tahapan selanjutnya dikembangkan kepada pemberdayaan di segala sektor kehidupan manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan kepada pengaktualan potensi dengan memasuki berbagai bidang kehidupan. Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya bersumber kepada Al Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan tarbiyah akan membentuk masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah saja. Kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga diri, kekuatan dan persatuan. Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh. Interaksi di dalam diri ini memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlak yang baik. Akhlak ini perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah, berhubungan kepada keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka semakin banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan. Selain itu latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang akhirnya menjadi gaya hidup sehari-hari.
20
c. Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Dalam tiap aktivitas manusia sebagai instrumen transformasi ilmu pengetahuan budaya dan sebagai agen perubahan sosial pendidikan memerlukan satu landasan fundamental atau basik yang kuat. Adapaun dasar yang di maksud adalah dasar pendidikan Islam suatu totalitas pendidikan yang wajib bersandar pada landasan dasar sebagaimana yang akan dibahas dalam bagian berikut ini. Pendidikan Islam baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh paripurna atau syumun memerlukan suatu dasar yang kokoh.
d. Tujuan Pendidikan Islam
Sebelum kita mengetahui tujuan pendidikan Islam maka seyogyanya kita cari dahulu tentang tujuan hidup manusia karena tujuan pendidikan merupakan cerminan tujuan hidup manusia. Adapun tujuan pendidikan itu berbeda-beda sesuai dengan pemahaman seseorang berkaitan dengan arti hidup. Oleh karena itu tujuan hidup pasti berbeda antar orang komunis dengan agamawan dan itu mempengaruhi tujuan pendidikan yang diselenggarakannya. Menurut Fadlil Aljamali tujuan pendidikan Islam sebagai berikut: Pertama mengenalkan manusia akan peran diantara sesama (makhluk) dan tanggung jawab pribadinya. Kedua mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawab dalam tata hidup
21
bermasyarakat. Ketiga mengenalkan manusia akan alam ini dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakan serta memberi kemungkinan untuk mengambil manfaat dari alam tersebut. Keempat mengenalkan
manusia
akan
pencipta
alam
ini
(Allah)
dan
memerintahkan beribadah kepada-Nya. Tujuan pengalaman
pendidikan pembiasaan
kebenarannya.
Sedangkan
Islam
adalah
penghayatan menurut
tercapai
dan
pengajaran
keyakinan
akan
Dzarajat
tujuan
Zakiyah
pendidikan Islam yaitu membentuk insan kamil dengan pola taqwa dapat mengalami perubahan bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itulah tujuan pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk mengembangkan memelihara dan mempertahankan nilai-nilai dalam pedidikan Islam. (http://blog.re.or.id/pendidikan-islam-indonesia.htm).
F. Metode Penelitian Metode
penelitian
ialah
cara
kerja
meneliti,
mengkaji
dan
menganalisis objek sasaran penelitian untuk mencari hasil atau kesimpulan tertentu. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
22
1. Jenis Penelitiaan Dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian pustaka (library research) dengan bahan pustaka yang berkaitan pembahasannya dalam penelitian ini, baik bahan primer maupun bahan skunder. 2. Pendekatan Dalam pencapaian hasil yang maksimal, maka metodologis penelitian ini menggunakan pendekatan kajian tafsir Maudlu’i dengan maksud untuk menghimpun ayat-ayat Al-Qur;an dari berbagai surah yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan. Kemudian peneliti membahas dan menganalisis kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Serta mendapatkan pemahaman tentang esensi dari kandungan surah al Anbiya’ ayat 107 dan surah al Hujurat ayat 9-13, untuk kemudian memperoleh suatu konsep yang lebih relevan. (http://kumpulancontohmakalah,blogspot.com/2009/10/penertian-tafsirda-fungsinya.html). 3. Metode Pengumpulan Data Karena penelitian ini tergolong penelitian pustaka atau kajian tafsir yang bersifat kualitatif, maka data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari dokumen-dokumen atau transkip yang telah ada. Adapun data penelitian ini dibagi menjadi menjadi dua, yaitu: a. Data primer Yaitu data yang diperoleh baik dari buku, al Qur’an, makalah, artikel
dan
tulisan-tulisan
lainnya.
Misalnya,
buku:
1)
23
Multikulturalisme “Belajar Hidup Bersama dalam Perbedaan,” 2) pendidikan multikultural “Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan”, 3) Pendidikan Multikulturalisme. 4) Paradigma Pendidikan Islam, 5) Tafsir Ibnu Katsier, 6) pendidikan Tanpa Kekerasan, 7) Pembaharuan Pendidikan Islam. b. Data sekunder Yaitu data yang berupa bahan pustaka yang memiliki kajian yang sama yang dihasilkan dari beberapa sumber lain. Sehingga ini dapat membantu memecahkan permasalahan yang menjadi fokus penelitian skripsi ini. 4. Metode Analisis Data Setelah data-data penelitian terkumpul, maka langkah selanjutnya penulis menentukan metode analisis. Metode analisis yang digunakan ialah Content Analysis (analisis isi), yaitu upaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan literature
tafsir.
menafsirkan
multikulturalisme
dalam
perspektif
pendidikan Islam dalam kandungan surah al Anbiya’ ayat 107 dan surah al Hujurat ayat 9-13, kemudian dari hasil penafsiran surah tersebut dianalisa secara mendalam dan seksama guna memperoleh nilai positif untuk menjawab masalah krusial tentang keanekaragaman budaya dan pendidikan agama Islam saat ini.
24
G. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul skripsi, maka penulis memberikan pengertian dan batasan skipsi ini, yaitu: 1. Multikulturalisme Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. (Mahfud, 2006:75). Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak),
kultur
(budaya)
dan
isme
(aliran/paham).
(http://www.grasindo.co.id/Detail.asp,). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. Sedang bagi H.A.R. Tilaar, multikulturalisme merupakan “upaya untuk menggali potensi budaya sebagai kapital yang dapat membawa suatu komunitas dalam menghadapi masa depan yang penuh resiko”. (Tilaar, 2004: 93-94). Pengertian lain juga diusulkan oleh Dwicipta dalam tulisannya
yang
berjudul
“Sastra
Multikultural”
sebagai
berikut
“multikulturalisme jangan dipahami sebagai suatu doktrin politik dengan suatu kandungan program, maupun suatu aliran filsafat dengan suatu keketatan teori tentang ruang hidup manusia di dunia, melainkan sebagai suatu perspektif atau suatu cara pandang tentang kehidupan manusia”. (kompas, 28 januari 2007:28). Dalam definisi pandangan para ahli lain juga disebutkan bahwasanya multikulturalisme disatu pihak merupakan suatu paham dan di lain pihak merupakan suatu pendekatan, yang menawarkan paradigma
25
kebudayaan untuk mengerti perbedaan-perbedaan yang selama ini ada di tengah-tengah masyarakat kita dan di dunia. pengertian kebudayaan diantara para ahli harus dipersamakan atau setidak-tidaknya, tidak dipertentangkan antara satu konsep yang dipunyai oleh seorang ahli lainnya. Karena multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. (Mahfud, 2006:75-76). Multikulturalisme sebagai sebuah paham yang menekankan pada kesederajatan dan kesetaraan budaya-budaya lokal tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang lain. Sebuah konsep di mana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagamaan, perbedaan dan kemajemukan budaya, ras, suku, etnis, agama dan lain sebagainya. Sebuah konsep yang memberikan pemahaman bahwa sebuah bangsa yang plural dan majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan budaya-budaya
yang
beragam (multikultural).
Dan bangsa
yang
multikultural adalah bangsa yang kelompok-kelompok etnjik atau budaya (ethnic and cultural grouph)-nya yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co-existensi yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain. (Mahfud, 2005:4).
26
2. Pendidikan Islam Pendidikan islam yaitu proses pembinaan dan pengarahan bagi pembentukan kepribadian, sikap mental, moral dan etika manusia lewat pemberian pengetahuan dan pengalaman yang sesuai dengan ajaran Islam. Ahmad Tafsir menyatakan bahwa pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba dihadapan sang Khaliq dan sebagai 'pemelihara' (khalifah) pada alam semesta. Menurut Fadlil Al-Jamali yang dikutip oleh Muzayyin Arifin pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaan sesuai dengan kemampuan
dasar
(fitrah)
dan
kemampuan
ajar.
(http://blog.re.or.id/pendidikan-islam-indonesia.htm). Maka dengan demikian pendidikan Islam adalah sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia baik dari aspek rohaniah jasmaniah dan juga harus berlangsung secara hirarkis. Oleh karena itu pendidikan Islam merupakan suatu proses kematangan perkembangan atau pertumbuhan baru yang dapat tercapai apabila berlangsung melalui proses demi proses kearah tujuan transformatif dan inovatif. .
27
H. Sistematika Pembahasan Bab I, dalam bab ini berisi tentang pendahuluan. Hal ini mencakup akan latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah dan di akhiri dengan sistematika pembahasan. Bab II, dalam bab ini berisikan pengertian multikulturalisme, sejarah multikuilturalisme.,
sejarah
dan
perkembangan
multikulturalisme
di
Indonesia, konsep pendidikan multikulturalisme di Indonesia. BAB
III,
multikulturalisme
dalam
bab
ini
dalam
perspektif
berisikan
penjelasan
pendidikan
Islam.
mengenai Meliputi:
multikulturalisme dalam perspektif Islam, masyarakat dan pendidikan Islam, dan reorientasi paradigma pendidikan Islam BAB IV, dalam bab ini merupakan bagian inti dari penelitian skripsi yang berisikan mengenai pembahasan tentang otentisitas multikulturalisme dalam telaah surah al Anbiya’ ayat 107 dan surah al Hujurat ayat 9-13, yang meliputi: penafsiran surah al Anbiya’ ayat 107, dan surah al Hujurat ayat 9-13 secara umum, kajian tafsir surah al Anbiya’ ayat 107, dan surah al Hujurat ayat 9-13, Asbabun Nuzul dan Munasabah surah al Anbiya’ ayat 107 dan alHujurat 9-13. Islam adalah (rahmatan lil’alamin) rahmat bagi seluruh alam semesta, pengajaran tentang perdamaian, kasih sayang, dan menghormati perbedaan pendapat. BAB V adalah berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang spenulis lakukan, diteruskan dengan saran-saran dan diakhiri dengan penutup.
28
BAB II MULTIKULTURALISME
A. Pengertian Multikulturalisme Multikulturalisme sebagai sebuah kata benda mengacu pada doktrin atau paham yang berbasis kepada kepercayaan akan budaya dan pentingnya menghargai sekaligus mengakui (recognition) (Cornell, 2002:419-420) keanekaragaman budaya (cultural diversity). (Bhikhu, 2000:3). Sementara itu, ‘multikultural’ sebagai kata sifat mengacu pada jenis masyarakat yang terdiri dari beraneka macam kelompok budaya. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai sebuah ajaran sosial yang menjadi alternatif dari kebijakan sosial yang mendahuluinya yaitu kebijakan
‘asimilasi.’ Multikulturalisme
mensyaratkan sebuah politik
pengakuan (a politics of recognition) atas hak-hak warganegara dan identitas kultural dari kelompok minoritas etnis yang beraneka macam, (Kimlicka, 1995), dan sebuah afirmasi atas nilai ‘keanekaragaman budaya’ (cultural
diversity). Multikulturalisme adalah sebuah konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis, agama dan lain sebagainya. Sebuah konsep yang memberikan pemahaman bahwa sebuah bangsa yang plural dan majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan budaya-budaya
29
yang beragam (multikultural). Dan bangsa yang multikultural adalah bangsa yang berkelompok-kelompok etnik atau budaya (etnic and cultural groups) yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co existensi yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain. (Abdurrahman, 2001:11). Dari beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli, terdapat pengertian yang cukup mendunia, yaitu pengertian multikulturalisme sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam Politic of Recognition. Hal seperti itu juga disampaikan oleh Parekh dalam buku-nya National Culture and Multiculturalism, yang secara jelas membedakan lima macam multikulturalisme, kelima macam multikulturalisme tersebut adalah: Pertama,
multikulturalisme
isolasions
yang
mengacu
kepada
masyarakat di mana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain. Kedua, multikulturalisme akomodatif, yakni masyarakat plural yang memiliki kultur dominan, yang membuat penyesuaian dan akomodasiakomodasi bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Ketiga, multikulturalisme otonomis, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan mengangankan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif dapat diterima. Kepedulian pokok kelompok-kelompok kultural terakhir ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok yang
30
dominan. Merka menentang kelompok kultural dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok dapat eksis sebagai mitra sejajar. Keempat, multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural di mana kelompok-kelompok tidak terlalu peduli dengan kehidupan kultural otonom, tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka. Kelima, multikulturalisme kosmopolitan, yakni paham yang berusaha menghapuskan batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana sebuah individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu. Sebaliknya, mereka secara bebas terlibat dalam eksperimen-eksperimen interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masingmasing.
B. Sejarah Multikulturalisme Multikulturalisme pertama kali digunakan secara luas pada tahun 1970-an, pertama-tama oleh negara Kanada (1971), kemudian disusul oleh Australia (1973), sebagai bagian dari kebijakan negara untuk mendampingi dan
mengelola
pemerintahannya.
keanekaragaman Dilihat
dari
etnis
konteks
yang ini,
beada munculnya
di
wilayah
terminologi
multikulturlisme adalah sebentuk kesadaran kolektif yang kemudian dituangkan dalam bentuk kebijakan negara (state’s policy) atas lahirnya sejumlah konsekuensi baik sosial maupun kultural, terutama konsekuensi-
31
konsekuensi yang ‘tidak diinginkan’ (unintended), sebagai akibat dari gelombang migrasi berskala besar yang terjadi pada dekade 1960-an akhir dan 1970-an awal. Sejak pertama kali dicetuskan oleh Komisi Kerajaan Kanada (Canadian Royal Commission) pada 1965, penggunaan ‘multikulturalisme’ secara formal oleh negara mendapatkan dukungan dari para politikus dan akademisi yang menggagas dan mempromosikannya, mereka menyebut kebijakan ini sebuah ‘keharusan’ (imperatif) politik yang bersifat progresif dan ekspresi resmi dari keyakinan akan keunggulan nilai-nilai liberal seperti kesamaan, toleransi dan sifat inklusif (inclusiveness) terhadap para pendatang (migrants) yang berasal dari latar belakang etnis yang berbeda-beda. Multikulturalisme yang diberlakukan di Kanada adalah sesuatu yang fundamental bagi kepercayaan kita bahwa setiapa warganegara adalah ‘sama’ (equal). Multikulturalisme menjamin setiap warganegara untuk tetap dapat mempertahankan identitas mereka, berbangsa atas leluhur mereka, dan mempunyai ras kepemilikan yang mendalam. Sementara di, Australia mendeklarasikan diri multikultural dan memeluk paham multikulturalisme di awal 1970-an sebagai tanggapan terhadap ‘meningkatnya jumlah orang-orang asia yang datang dan bermukim di situ’ (Asianization) dan kehadiran ‘para pendatang dari wilayah di luar Australia yang tidak bias digolongkan kedalam tipe atau katagori tertentu’ (nonassimilable types). (Parekh, 2000:5).
32
Pada awal abad ke-21 sudah lazim bagi negara-negara Barat yang menganut paham demokrasi liberal untuk menyambut diri mereka sebagai masyarakat multikultural (multicultural societis), meskipun tidak semuanya menerapkan ‘kebijakan multikultural yang resmi’ (official policies of multiculturalism). Bahkan sejumlah negara-negara yang secara tradisional dikenal sebagai masyarakat yang homogen secara budaya, seperti Jerman dan Jepang, tidak lagi bisa menyangkal fakta bahwa populasi mereka diwarnahi dan dipengaruhi oleh kemajemukan rasional dan etnis yang relatif tinggi dalam dua-tiga dekade terakhir ini. Sebagai salah satu dampak akut dari migrasi global yang sangat intensif, “dunia menjadi tempat bagi negaranegara yang multi etnis, dengan komposisi lebih dari 30% populasi berasal dari masyarakat di luar negara tersebut.” (Alastair, 1997:6). Dilihat dari perspektif ini, multikulturalisme sering disejajarkan dengan kemajemukan etnis (miltiethnic) dalam wacana publik, dan pada gilirannya, disejajarkan juga dengan multi-rasialisme. Jangkauan yang luas dari wacana multikulturalisme adalah sebuah refleksi atas kenyataan sosial yang terjadi di masyarakat Barat kontemporer dimana kehadiran kaum pendatang yang membentuk komunitas-komunitas khusus. (non-white migrant communities) menjadi faktor yang siknifikan, yang tidak lagi bisa diabaikan, dalam dinamika interaksi antar kelompok dalam masyarakat yang tadinya (hanya) didominasi oleh orang-orang berkulit putih. Dalam konteks inilah multikulturalisme dipahami sebagai sebuah tanggapan terhadap kebutuhan
33
nyata untuk mencegah, mengantisipasi, meminimalisasi potensi ketegangan atau gesekan antar etnis atau antar ras yang teramat mungkin terjadi. Pada tahun 1998, Komisi Masa Depan bagi Multi-Etnis didirikan di Inggris lewat perjanjian the Runnymede Trust. Tujuan dari didirikannya Komisi ini adalah “untuk mempromosikan keadilan rasial dan mengupayakan cara-cara
untuk
membuat
masyarakat
Inggris
menjadi
masyarakat
multikultural yang percaya diri dan akrab dengan keanekaragamannya.” Laporan yang dibuat oleh komisi yang diketahui oleh Bhikhu Parekh, (Runnymede Trust Commission on the Future of Multi-Ethnic Britain, 2000), menyatakan bahwa “Inggris adalah komunitas warga negara sekaligus komunitas dari beraneka ragam komunitas, baik yang berpaham liberal maupun multikultural, dan oleh karena itu seyogianya mendamaikan beragam kepentingan yang terkadang saling berkonflik.” Di Amerika Serikat, multikulturalisme mulai sering digunakan secara publik diawal tahun 1980-an dalam konteks reformasi kurikulum sekolah publik. Sebelumnya, kurikulum sekolah di Amerika Serikat dikritik karena bias Eropa (Eurocentrism) dan kegagalannya mengakui peran dan pencapaian perempuan, kaum kulit berwarna dan orang-orang dari luar tradisi peradaban Barat. Yang paling kontroversial dari konteks ini adalah gerakan yang menyebut diri mereka Afrosentrisme, yang mencoba mencari pendasaran penting dan sentralnya tradisi-tradisi budaya Afrika dalam pembentukan sejarah Amerika dan Barat, sekaligus merayakan tradisi Afrika supaya dapat
34
meningkatkan rasa percaya-diri dan kesuksesan dibidang pendidikan bagi siswa-siswa berdarah Afrika-Amerika. Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa meluasnya penggunaan istilah
multikulturalisme
dalam
wacana
politik,
budaya,
sosial-
kemasyarakatan sehari-hari menunjukkan adanya peningkatan kesadaran menyangkut masalah yang terkait dengan ras, etnis, identitas nasional di abad ke-20 dan ke-21.
C. Sejarah dan Perkembangan Multikulturalisme di Indonesia 1. Sejarah Multikulturalisme di Indonesia Secara
historis,
sejak
jatuhnya
Presiden
Soeharto
dari
kekuasaannya yang kemudian diikuti dengan masa yang disebut sebagai “era
reformasi”,
kebudayaan
Indonesia
cenderung
mengalami
disintegrasi. Dalam pandangan Azyumardi Azra, bahwa krisis moneter, ekonomi dan politik yang bermula sejak akhir 1997, pada gilirannya juga telah mengakibatkan terjadinya krisis sosio-kultural di dalam kehidupan bangsa dan negara. Jalinan tenun masyarakat (fabric of socirty) tercabikcabik
akibat
berbagai
krisis
yang
melanda
masyarakat.
(http://kongres.budpar.go.id/agenda/precongres/makalah/abstrak/azyumar di. htm). Krisis sosio budaya yang meluas itu dapat disaksikan dalam berbagai bentuk disorientasi dan dislokasi banyak kalangan masyarakat kita, misalnya: disintegrasi sosio-politik yang bersumber dari euphoria
35
kebebasan yang nyaris kebablasan, lenyapnya kesabaran sosial (social temper) dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah melakukan tindakan kekerasan dan anarki, merosotnya penghargaan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial, semakin meluasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya, berlanjutnya konflik dan kekerasan yang bersumber atau sedikitnya bernuansa politis, etnis dan agama seperti terjadi di Aceh, Kalimantan Barat dan Tengah, Maluku Sulawesi Tengah, dan lain-lain. Dari perspektif politik Indonesia,
berakhirnya sentralisme
kekuasaan yang pada masa Orde Baru memaksakan “mono-kulturalisme”, monokulturalitas, keseragaman, memunculkan reaksi balik, yang bukan tidak tidak mengandung sejumlah implikasi negatif bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang pada hakikatnya multi-kultural. Bersamaan dengan proses otonomisasi dan desentralisasi kekuasaan pemerintahan, terjadi pula peningkatan gejala “provinsialisme dan etnisitas”. Pemahaman terhadap kultur subjektif masyarakat menjadi sangat penting mengingat selama 32 tahun perbedaan dianggap memiliki potensi destruktif yang berbahaya dan mengancam kesatuan bangsa. Sehingga, realitas
sosiologis
dari keberagamaan
masyarakat
direpresi dan
didekonstruksi sesuai dengan arah kebijakan negara Orde Baru. Rekonstruksi wacana etnisitas gaya Orde Baru memandang bahwa perbedaan dan keanekaragaman etnis merupakan penghambat utama pembangunan nasional.
36
Derivasi dari kebijakan yang unfairness tersebut menyumbat terciptanya ruang publik (free public sphere) bagi masyarakat dalam membangun dialog lintas kultural, bersosialisasi, berinteraksi, dan saling komunikasi
antar
kelompok
masyarakat
multi-etnik.
Padahal,
penyeragaman dan penihilan entitas lokal justru menjadi “bara dalam sekam” yang setiap saat siap meledak, menjelma menjadi konflik sosialkamanusiaan yang menelan korban jiwa anak bangsa. Cultural engineering yang dilakukan negara lewat meretraadisionalisasi budaya etnis selama masa pembangunan Orde Baru, diredusir untuk mengikuti laju perkembangan proyek modernisasi politik negara.
Salah
satunya,
mencampuradukkan
komposisi
penduduk
Indonesia agar bisa menjaga pertahanan nasional (lewat program wawasan nusantara) yang berdampak langsung pada proses inkulturasi antar etnis di Indonesia menjadi kurang alamiah. Sehingga, solidaritas bangsa sebagai unit budaya dan politik yang berangkat dari pengakuan cultural
distinctiveness
unsur-unsur
pembentukan
bangsa
tidak
berkembang dengan baik. Pemerintahan Orde Baru secara sistematik telah mengkooptasi potensi kelompok etnis untuk berkembang secara optimal. Tidak hanya itu, distribusi kekuasaan dan marginalisasi pembangunan melalui eksploitasi sumber daya alam dan ekonomi, membangun struktur penindasan baru yang sangat hegemonik. Kekerasan politik yang dibangun negara menjadi precipitating event
terbentuknya herarki
37
kekerasan dilapisan masyarakat bawah. Benih disintegrasi sosial yang tumbuh dan berkembang dalam tubuh masyarakat ikut dibentuk oleh kekuatan negara melalui pranata sosial dan instrument politiknya yang tidak berfungsi secara maksimal. Berangkat dari asumsi historis di atas, dibutuhkan rekonstruksi paragdimatik dalam memaknai perbedaan dan pergeseran yang berlaku dalam komunitas kultur. Membangun pemahaman kultur subjektif antar kelompok etnik adalah salah satu pondasi dalam upaya membangun jalan resolusi konflik dan perdamaian dalam masyarakat. Menurut
analisis
Muhaemin
.
el-Ma’hady,
akar
sejarah
multikulturalisme bisa dilacak secara historis, bahwa sedikitnya selama tiga dasa warsa kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul karena adanya perbedaan secara terbuka, rasional dan damai. (Muhaemin, 2004:1-3). Kenyataan yang sulit diingkari, bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari sejumlah besar kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain, sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat multikultural Walaupun multikulturalisme itu telah digunakan oleh para pendiri bangsa ini untuk mendesain kebudayaan Indonesia, bagi pada umumnya orang Indonesia kini multikulturalisme adalah sebuah konsep yang masih
38
asing. (Suparlan, 1999:35-42). Karena itulah, perlu adanya tulisan-tulisan yang lebih banyak oleh para ahli yang berkompeten mengenai multikulturalisme di media massa daripada yang sudah ada selama ini. Hal ini dimaksudkan untuk membumikan wacana multikulturalisme yang masih menggantung tinggi di ‘langit’. Konsep multikulturalisme di sini tidaklah dapt disamakan dengan kinsep keanekaragaman suku bangsa atau kebudayaan yang menjadi ciri masyarakat
majemuk
(plural
society).
Karena,
multikulturalisme
menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. 2. Perkembangan Masyarakat Multikultural Masyarakat Indonesia yang multikultural. Untuk menciptakan tatanan masyarakat Indonesia yang multikultural tentu tidak mudah. Paling tidak, dibutuhkan beberapa konsep yang mendukung demi terwujudnya tatanan multikultural yang benar-benar berpijak pada konsep yang kuat dan tidak mudah terombang-ambing oleh kondisi lingkungan. Telah dikemukakan oleh tulisan Wahyu, dosen Sosiologi Universitas Lampung Banjarmasin, tentang masyarakat Indonesia yang multikultural, (http://.indonesia.
com/bpost/082004/11/opini/opini1.htm.),
bahwa
sebenarnya kita saat ini baru saja keluar dari kepungan pemerintah Orde Baru. Kita hendak meninggalkan sepenuhnya seluruh kebudayaan politik Orde Baru yang bercorak otoriterisme, nepotisme dan korupsi. Untuk membangun Indonesia baru, harus dilakukan dengan cara membangun kembali tatanan yang dibangun oleh rezim Orde Baru yang rapuh.
39
Inti cita-cita spirit reformasi adalah terbentuknya sebuah masyarakat
sipil
yang
demokratis,
ditegakkannya
hukum,
terselenggaranya pemerintahan yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial, terciptanya rasa aman, terjaminnya kelancaran produktifitas
warga
masyarakat
dan
kehidupan
ekonomi
yang
mensejahterakan rakyat Indonesia. Hasil reformasi ini adalah, bahwa masyarakat Indonesia yang bercorak majemuk (plural society) yang berisikan potensi kekuatan primordial yang otoriter-militeristik harus digeser manjadi ideoligi keanekaragaman kebudayaan atau idiologi multikulturalisme. Dalam idiologi ini, kelompok-kelompok budaya tersebut berada dalam kesetaraan derajat, demokratis dan toleransi sejati. Dengan sendirinya, masyarakat majemuk (plural society) belum tentu dapat dinyatakan sebagai masyarakat multikultural (multicultural society), karena bisa saja di dalamnya terdapat hubungan antarkekuatan masyarakat varian budaya yang tidak simetris yang selalu hadir dalam bentuk dominasi, hegemoni dan kontestasi. Konsep masyarakat multikultural sebenarnya relatif baru. Sekitar 1970-an, gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada. Kemudian diikuti Australia, Amerika Serikat, Inggris, dan lain sebagainya (Suparlan, 2004). Bagi masyarakat Indonesia yang telah melewati reformasi, konsep masyarakat multikultural bukan hanya sebuah wacana, atau sesuatu yang
40
dibayangkan. Tetapi. Konsep ini adalah sebuah idiologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, konsep multikultural ini tidak henti-hentinya selalu dikomunikasikan di antara ahli sehingga ditemukan kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan idiologi ini. Cita-cita reformasi sekarang ini tampaknya mengalami kemacetan, dan menemukan kenyataan yang menjemukan. Kehidupan politik dari hari ke hari semakin tanpa arah. Persaingan antar-elit berlangsung tanpa kontribusi bagi pelembagaan demokrasi. Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan hanya mungkin terwujud dalam praktik nyata apabila ada pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol secara hakekat dan adil yang mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip demokrasi dalam kehidupan nyata. Demikian pula, prinsip masyarakat sipil demokratis yang dicitacitakan reformasi hanya dapat berkembang dan hidup secara mantap dalam masyarakat Indonesia apabila warganya mempunyai toleransi terhadap perbedaan dalam bentuk apa pun. Karena itulah, diskriminasi sosial, politik, budaya, pendidikan dan ekonomi yang berlaku di masa pemerintahan Orde Baru secara bertahap maupun radikal harus dikikis oleh
kemauan
untuk
menegakkan
kemanusiaan sebagai Bangsa Indonesia.
demokrasi
demi
kesejajaran
41
Di Indonesia, terdapat berbagai macam kebudayaan yang berasal dari hampir seluruh suku bangsa. Dengan keanekaragaman ini dapat mewujudkan masyarakat multikultural, apabila warganya dapat hidup berdampingan, toleran dan saling menghargai. Nilai budaya tersebut bukan hanya sebuah wacana, tetapi harus menjadi patokan penilaian atau pedoman etika dan moral dalam bertindak yang benar dan pantas bagi orang Indonesia. Nilai tersebut harus dijadikan acuan bertindak, baik dalam bidang sosial, politik maupun dalam tindakan individual. Di antara konsep atau prinsip-prinsip dasar dari demokrasi yang patut dikembangkan di Indonesia adalah: kesetaraan derajat individu, kebebasan, toleransi terhadap perbedaan, konflik dan konsensus, hukum yang adil dan beradab, dan peri kemanusiaan. Konsep demokrasi tersebut dapat berkembang hanya dalam masyarakat multikultural, yang dilandasi kesetaraan, demokrasi dan toleransi sejati. 3. Hak Asasi Manusia dan Keanekaragaman Menjadi manusia dengan sendirinya menurut pengakuan terhadap hak-hak sebagai manusia, entah hak-hak sendiri berhadapan dengan hakhak orang lain, atau hak-hak sendiri berhadapan dengan hak-hak bersama. Sudah disadari bahwa manusia itu sama, walaupun memiliki persona yang berbeda. Pengakuan terhadap hak orang sebagai manusia, berarti juga pengakuan terhadap hak orang sebagai persona. Setiap orang memiliki hidupnya sendiri, keyakinan sendiri, pola hidup sendiri, kebebasannya sendiri, pandangan hidupnya sendiri, yang walaupun dijalankan bersama dengan orang lain, tetap menjadi yang khas pada orang itu.
42
Maka pengakuan akan hak asasi manusia sebenarnya tidak bisa lepas dari pengakuan akan keberagaman manusia. Artinya masyarakat multikultural harus menjadi lingkungan yang kondusif bagi pengakuan akan hak asasi manusia. Pengakuan akan pluralitas dan kemajemukan mengandaikan juga pengakuan akan hak asasi manusia; berarti juga pengakuan bahwa setiap orang sebagai manusia di dunia ini memiliki hak untuk berbeda. Dalam konteks multikulturalisme, itu berarti bahwa setiap orang mempunyai hak untuk masuk dalam budaya tertentu, dan ikut serta dibentuk dan membentuk budaya itu. UNESCO Universal Declaration on Cultural Diversity, menegaskan bahwa hak asasi merupakan jaminan bagi keanekaragaman budaya. Pembelaan terhadap keanekaragaman budaya merupakan imperatif etis yang tidak dapat dilepaskan dari penghargaan terhadap martabat manusia.
D. Konsep Multikulturalisme di Indonesia 1. Wacana Pendidikan Multikultural di Indonesia Hingga saat ini wacana pendidikan multikultural di Indonesia belum tuntas dikaji oleh berbagai kalangan, termasuk oleh para pakar dan pemerhati pendidikan sekalipun. Perlu diketahui, bahwa di Indonesia pendidikan multikultural relatif baru di kenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen, plural. Terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru diberlakukan sejak 1999 hingga saat
43
ini. Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia sejalan dengan pengembangan demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah (otoda). Apabila hal itu dilaksanakan dengan tidak berhati-hati, justru mungkin akan menjerumuskan kita ke dalam perpecahan nasional (disintegrasi bangsa dan separatisme). Menurut Azyumardi Azra, (Ika, 2003:1,2), pada level nasional, berakhirnya sentralisme kekuasaan
yang pada masa Orde Baru
memaksakan ”monokulturalisme” yang nyaris seragam, memunculkan reaksi balik, yang mengandung implikasi negatif bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang multikultural. Berbarengan dengan proses otonomisasi dan desentralisasi kekuasaan pemerintahan, juga terjadi peningkatan fenomena / gajala “provinsialisme” yang hampir tumpang tindih dengan “etnisitas”. Kecenderungan ini, jika tidak terkendali, akan dapat menimbualkan tidak hanya disintegrasi sosio-kultural yang amat parah, bahkan juga disintegradi politik. Model pendidikan multikultural tidak sekedar merevisi materi pembelajaran, tetapi juga melakukan reformasi dalam sistem pembelajaran itu sendiri. Affirmative Action dalam seleksi siswa sampai rekrutmen tenaga pengajar, di Amerika adalah salah satu strategi untuk membuat perbaikan ketimpangan struktural terhadap kelompok minoritas. Iskandar Muda di Medan yang memfasilitasi interksi siswa dari berbagai latar belakang budaya dan menyusun program anak asuh lintas kelompok.
44
Bersamaan dengan masuknya wacana tentang multikulturalisme, dilakukan berbagai lokakarya di sekolah-sekolah maupun di masyarakat luas untuk meningkatkan kepekaan sosial (sense of crisis), toleransi dan mengurangi prasangka antar kelompok. Untuk
mewujudkan
model-model
tersebut,
pendidikan
multikultural di Indonesia perlu memakai kombinasi model yang ada, pendidikan multikultural dapat mencakup tiga jenis transformasi: transformasi diri, transformasi sekolah dan proses belajar mengajar, dan transformasi masyarakat. Selain itu, wacana pendidikan multikultural dimungkinkan akan terus berkembang seperti bola salju (snow ball) yang menggelinding semakin membesar dan ramai diperbincangkan. Dan yang lebih penting dan diharapkan adalah, wacana pendidikan multikultural akan dapat diberlakukan dalam dunia pendidikan di negeri yang multikultural ini. 2. Pendidikan Berbasis Multikultural Sejak kemunculannya sebagai sebuah disiplin ilmu pada dekade 1960-an dan 1970-an, pendidikan berbasis muktikulturalisme, selanjutnya di singkat (MBE), telah didefinisikan dalam banyak cara dan dari berbagai perspektif. Dalam terminology ilmu-ilmu pendidikan dikenal dengan peristilahan yang hampir sama dengan MBE, yakni pendidikan multikultural (multicultural education) seperti yang dipakai dalam konteks kehidupan multikultural negara-negara Barat. Sejumlah definisi terikat dalam disiplin ilmu tertentu, seperti pendidikan antropologi, sosiologi, psikologi dan lain sebagainya.
45
Dalam buku multicultural education: A thecher Guide to Lingking Context, Process, and Content, karya seorang pakar pendidikan multikultural dari California State University, Amerika Serikat, Hilda Hernandez, telah diungkap dua definisi ’klasik’ untuk menekankan dimensi konseptual MBE yang penting bagi para pendidik. Definisi pertama menekankan esensi MBE sebagai perspektif yang mengakui realitas politik, sosial dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam (plural) secara kultur. Definisi ini juga bermaksud merefleksikan pentingnya budaya, ras, gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan. Kaitannya dengan anak didik, MBE menyoal tentang etnisitas, gender, kelas, bahasa, agama, dan perkecualian-perkecualian yang mempengaruhi, membentuk, dan mempola tiap-tiap individu sebagai makhluk budaya. MBE adalah hasil perkembangan seutuhnya dari konstelasi/interaksi
unik
masing-masing
individu
yang
memiliki
kecerdasan, kemampuan, dan bakat. MBE mempersiapkan anak didik bagi kewarganegaraan (citizenship) dalam komunitas budaya dan bahasa yang majemuk dan saling terkait. MBE juga mengajarkan dengan perubahan pendidikan yang signifikan. Menggambarkan realitas budaya, politik, sosial, dan ekonomi yang kompleks, yang secara luas dan sistematis memengaruhi segala sesuatu yang terjadi di dalam sekolah dan luar ruangan. Menyangkut
46
seluruh asset pendidikan yang termanifestasikan melalui konteks, proses, dan muatan (content). MBE menegaskan dan memperluas kembali praktik yang patut dicontoh, dan berupaya memperbaiki berbagai kesempatan pendidikan optimal yang tertolak. Memperbincangkan seputar penciptaan lembaga-lembaga pendidikan yang menyediakan lingkungan pembelajaran yang dinamis, yang mencerminkan cita-cita persamaan, kesetaraan dan keunggulan. 3. Karakteristik Masyarakat terhadap Globalisasi Pendidikan Menurut A. W. Pratikya, beberapa kecenderungan perkembangan masyarakat pada era global adalah sebagai berikut: Pertama, masyarakat fungfsional, yaitu masyarakat yang masingmasing warganya dalam berhubungan sosial hanya terjadi karena adanya kegunaan atau fungsi tertentu. Ini berarti, hubungan antar manusia akan lebih diwarnai oleh motif-motif kepentingan (fungsional), yang biasanya berkonotasi ‘fisik materil’. Hal-hal yang berada diluar itu, dengan sendirinya kurang mendapatkan perhatian yang sewajarnya. Kedua, masyarakat teknologis, yaitu masyarakat yang semua urusan dan kegiataanya harus dikerjakan menurut tekniknya masingmasing, yang cenderung sudah baku. Pola kehidupan yang teknologis membawa konsekuensi nilai, yaitu makin dominannya pertimbangan efesiensi,
produktivitas
dan
sejenisnya
yang
pada
umumnya
menggambarkan cirri-ciri materialistik. Ketiga, masyarakat saintifik, yaitu masyarakat yang dalam menghargai manusia lebih diwarnai oleh seberapa jauh hal itu bernilai
47
rasional objektif, provable (dapat dibuktikan secara empirik dan kaidahkaidah ilmiah yang lain). Dalam masyarakat semacam ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin lama akan menunjukkan peran yang semakin penting. Keempat, masyarakat terbuka, yaitu suatu masyarakat yang sepenuhnya berjalan dan diatur oleh sistem. Dinamika kehidupan diatur oleh sistem, bukan diatur oleh orang. Dan sistem ini tidak saja bersifat lokal, nasional, atau regional, tetapi bersifat global. Kelima, meletakkan
transendentalisasi
agama
agama,
semata-mata
yaitu
sebagai
masyarakat masalah
yang
individu
(personal/pribadi). Tuhan tidak lagi diberi otoritas untuk mengatur dinamika alam dan kehidupan. Agama seolah disisihkan dari dinamika sosial masyarakat. Keenam, masyarakat serba nilai, yaitu berkembangnya nilai-nliai budaya masyarakat yang timbul akibat modernisasi itu sendiri. Beberapa kecenderungan
tersebut
antara
lain:
sekulerisme,
materialisme,
individualisme, hedonisme, dan sebagainya. Ketika bangsa Indonesia sedang berkembang meniju cit-cita suatu masyarakat yang adil dan makmur, modernisasi dan industrialisasi menjadi suatu yang tidak dapat dielakkan, dengan menempatkan sains dan teknologi sebagai tulangpunggungnya. Perkembangan ini, di samping membawa banyak manfaat, ternyata juga menyertakan akses mudharatnya bagi umat manusia.
48
Kemajuan sains dan teknologi memang telah mampu membuka semakin lebar rahasia alam semesta. Komunikasi semakin mendekatkan pemahaman dan saling pengertian antar berbagai kebudayaan, tata nilai dan norma. Akan tetapi, gerak kemajuan dan modernisasi rupanya juga membawa limbah peradaban yang dapat mencemari akhlak mulia. Kemajuan itu ternyata juga sarat beban pergeseran tata nilai yang dapat menjerumuskan manusia. Industrialisasi membawa berbagai perubahan pada banyak aspek kehidupan manusia. Perubahan cara kerja, gaya hidup, tata ekonomi, dan kebijakan politik, pada akhirnya membawa pula dampak sosial yang sulit diperkirakan, di antara berbagai kecenderungan sosial pada era ini, yang menonjol adalah berkembangnya orientasi yang berlebihan terhadap materi (fasilitas) berikut konsumerismenya. Bila tidak terkendali, kecenderungan ini dapat mengguncang keseimbangan antara orientasi keduniaan (inner worldly) dan keakhiratan (other worldly). Banyak anggota masyarakat yang terperangkap ke dalam arus materialisme, hedonistik atau, sebaliknya, sufisme yang terlalu jauh. Pada masyarakat yang di satu tingkat persaingan untuk dapat hidup layak sedemikian ketat, dan pembagian pendapatan tidak merata, di sana sikap ananiyah berkembang sedemikian pesat. Ironinya, dalam sebuah masyarakat di mana komunikasi mudah dilakukan, justru di sana hubungan antar manusia menjadi semakin merenggang relasi umumnya baru terjadi manakala terdapat kepentingan materi tertentu. Karena itu, dapatlah
49
dipahami jika Eisenberg dan Stayer menyebutkan bahwa salah satu permasalahan serius dunia modern sekarang ini adalah kurangnya komunikasi dan pemahaman antar individu dan antar kelompok, rendahnya kepedulian sosial serta seringnya terjadi berbagai perilaku yang tidak manusiawi. Kompleksitas masyarakat dunia modern seperti itu, bagi banyak orang, membawa konsekuensi meningkatnya kesulitan dalam adaptasi. Sehingga, fenomena kebingungan, ketegangan, kecemasan, dan konflikkonflik berkembang begitu rupa, yang pada akhirnya menyebabkan orang mengembangkan pola-pola perilaku yang menyimpang dari norma-norma umum, berbuat semaunya sendiri dan mengganggu orang lain. Fenomena demikian, tambah lagi dengan berbagai kenyataan sosial yang terjadi belakangan ini, semakin menambah kekhawatiran orang tua berkenaan dengan masa depan anak cucu mereka. Meningkatnya angka kriminalitas
yang
disertai
tindak
kekerasan,
pemerkosaan
dan
penyelewengan seksual, pembunuhan sadis, semakin meningkatnya hubungan seks pra-nikah, perkelahian pelajar, narkotika, minuman keras dan lain sebagainya yang sudah menjadi berita harian di media cetak dan elektronik, semakin mendorong banyak keluarga untuk berfikir ulang mengenai
efektifitas
pendidikan
formal
dalam
mengembangkan
kepribadian anak di dalam masyarakat yang beraneka ragam serta di tengah-tengah era globalisasi.
50
BABIII MULTIKULTURALISME DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
A. Multikulturalisme dalam Perspektif Pendidikan Islam 1. Multikulturalisme dan Kearifan Universal Multikulturalisme adalah kearifan untuk melihat keanekaragaman budaya sebagai realitas fundamental dalam kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural sebagai kemestian hidup yang kodrati, baik dalam kehidupan dirinya sendiri yang multidimensional maupun dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih kompleks, dan karenanya muncul kesadaran bahwa keanekaragaman dalam realitas dinamika kehidupan adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa ditolak, diingkari, apalagi dimusnahkan. Multikulturalisme sesungguhnya tidaklah datang secara tibatiba.Sebagai satu kearifan, multikulturalisme sesungguhnya merupakan buah dari perjalanan intelektual yang panjang, setelah sekian lama bergulat dan terlibat dalam berbagai gejolak dan konflik.Karena itu, multikulturalisme bukan barang dagangan untuk memperjual belikan kepada funding seperti yang dituduhkan oleh sejumlah kalangan yang mencurigainya.Multikulturalisme
adalah
posisi
intelektual
yang
menyatakan keberpihakannya pada pemaknaan terhadap persamaan,
51
keadilan, dan kebersamaan, untuk memperkecil ruang konflik yang destruktif. Kecurigaan terhadap multikulturalisme di tengah masyarakat konflik, ketidakadilan dan tajamnya kesenjangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum dan keagamaan seperti sekarang ini memang bisa dimengerti. Dalam setiap konflik sosial, apalagi yang berkembang manjadi kekerasan terbuka, akan muncul sikap-sikap yang hitam-putih, kita dan mereka, atau minna wa minhum. Pada tahap ini, multikulturalisme akan dipandang oleh mereka yang terlibat dalam konflik sebagai sikap oportunistik, egoistik, tidak ada kepedulian, dan pertanda dari lemahnya kepercayaan pada Tuhan (iman). Karena itu, multikulturalisme harus diletakkan pada posisinya yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Multikulturalisme seharusnya bukan ditempatkan pada posisi untuk keberpihakan negatif yang akan memperparah konflik sehingga makin meluas dan tak terkendali, tetapi pada keberpihakan positif untuk mencari solusi. Solusi tidak mungkin akan dicapai, jika pandangan multikulturalisme tidak dijiwai dengan baik. Multikulturalisme
harus
dibangun
dengan
berbasis
pada
pandangan filsafat yang memandang konflik sebagai fenomena permanen yang lahir bersama-sama dengan keanekaragaman dan perubahan yang dengan sendirinya selalu terbawa oleh kehidupan itu sndiri, di mana pun, kapan pun dan siapa pun.Multikulturalisme memandang bahwa adanya
52
keanekaragaman, perubahan dan konflik sebagai suatu yang positif untuk memperkaya spiritualitas dan memperkuat iman.Dengan demikian, multikulturalisme seperti burung yang terbang mengangkasa dan melangit keluar dari batas-batas keberpihakan yang destruktif, melintasi batas-batas konflik untuk memberikan solusi alternatif yang mecerdaskan dan mencerahkan. Pada tahap ini, multikulturalisme sesungguhnya menjadi anugerah dan rahmat bagi kehidupan semesta, karena memungkinkan harmoni kehidupan semesta itu tetap terjaga, lestari dan berkesinambungan dengan semangat berlomba-lomba dalam kebajikan dengan menumbuhkan persaingan
sehat
dan
kreatif
(fastabiqu
al-khyirat).Sebagaimana
ditegaskan dalam QS. 5:48, yang maknanya sebagai berikut: “Untuk tiaptiap umat diantara kamu kami berikan aturan (syariah) dan jalan yang terang (minhaj). Sekiranya Allah SWT menghendaki niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja).Tetapi, Allah hendak menguji kamu atas pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan. Multikulturalisme itu ibarat perjalanan mendaki puncak gunung untuk mendapatkan cakrawala pandangan yang amat luas sehingga tidak terpenjara dalam pandangan yang sempit.Bisa juga dikatakan sebagai perjalanan spiritual dan iman untuk menyatu dengan kesemestaan ilahi dan melihat anugerah-Nya yang sangat luas dan beranekaragam yang
53
kompleks dalam kehidupan yang dinamis, dan kemudian membuahkan suatu kesalehan sosial yang aktual membangun harmoni kehidupan bersama-sama menghentikan kekerasan, penindasan dan fanatisme sempit. Pada tahapan ini multikulturalisme sesungguhnya merupakan proses pengkayaan spiritual dan menjadi penjelmaan iman yang cerdas. Iman bukan kata benda, tetapi kata kerja, kreativitas dan moralitas. Iman pada hakikatnya merupakan proses penghayatan dan penjiwaan yang cerdas atas keanekaragaman yang tergenggam dalam sunatullah yang perkasa, sebagai penampakan kebesaran ilahi, sehingga iman tidak berada dalam ruang yang seragam, statis dan kosong, tetapi dalam keterlibatan yang kreatif dalam dinamika keanekaragaman, perubahan dan konflik, untuk menerangi jalan menuju ke masa depan kehidupan bersama yang lebih damai, sejahtera dan berkeadilan. Oleh karena itu, multikulturalisme bukanlah sekedar wacana tetapi realitas dinamika, bukan kata-kata, tetapi tindakan, bukan simbol kegenitan intelektual, tetapi keberpihakan yang cerdas untuk mencari solusi yang mencerahkan. 2. Islam Menyerukan Perdamaian Lintasan sejarah penyebaran Islam, baik pada masa Nabi SAW maupun sesudahnya, memang ditemui peristiwa-peristiwa peperangan dan kekerasan.Sejarah agama-agama dan negara-bangsa manapun di dunia juga tidak pernah sepi dari konflik dan kekerasan.Jika demikian, apakah
54
Islam
mendorong
terjadinya
kekerasan
dan
kerusuhan
ataukah
perdamaian? Kiranya perlu dicermati terlebih daulu sebab-sebab, latar belakang, motif, kondisi dan proses berlangsungnya peristiwa peperangan dan kekerasan tersebut. Jika tidak, berarti bahwa semua agama dan bangsa di dunia
ini
berpotensi
konflik
dan
menimbulkan
kekerasan.Suatu
peperangan juga tidak mungkin berlangsung secara sepihak. Dalam Islam memang terdapat ajaran tentang perang (harb, qital).Akan tetapi perang yang diijinkan oleh Islam ialah perang untuk membela diri, untuk mempertahankan diri atau defensif, bukan perang yang sifatnya ofensif. Jika bukan karena mendapat gangguan dari pihak lain, kaum muslimin tidak dibenarkan mengangkat senjata. Rasulullah SAW pun terlibat dalm perang, dan semuanya dilakukan untuk membela diri, bukan menyerang atau tindakan agresi.Hal ini dikarenakan ajaran Islam berpegang pada prinsip perdamaian. Dalam kegiatan dakwah sekalipun, Al-Qur’an telah menggariskan:
ﻳﻦِ ﻗﺪ ﺗﺒﻴﻦ ﻟﺮﺷﺪ ﻣِﻦ ﻟﻐﻲ ﻵِﻛﺮ ﻓِﻲ ﻟﺪ “Tidak
ada
paksaan
untuk
(memasuki)
agama
(Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”. (QS. Al-Baqarah, 2:256). Perintah untuk berperang yang diterima oleh Nabi SAW terjadi setelah beliau hijrah ke Madinah, dan ini pun dilakukan setelah melakukan
55
jihad damai (jihad al-silmi) terhadap intimidasi kaum Qurays. Dalam AlQur’an disebutkan:
ﻗﺎﺗِﻠﻮ ﻓِﻲ ﺳﺒِﻴﻞِ ﷲِ ﻟّﺬِﻳﻦ ﻳﻘﺎﺗِﻠﻮﻧﻜﻢ ﻻ ﺗﻌﺘﺪ ِ ّ ﷲَ ﻻ ﻳﺤِﺐ ﻟﻤﻌﺘﺪِﻳﻦ “Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al-Baqarah, 2:190). Ada dua catatan penting yang dalam Perang Badr.Pertama, Perang Badr merupakan perjuangan (jihad al-harbi) yang luar biasa. Sebab karena dari segi kualitas dan kuantitas pasukan muslim jauh di bawah perlengkapan lawan, dan kaum muslimin dapat memenangkannya. Kedua, karakter perang versi Nabi SAW ternyata tidak melakukan sebagai pembantaian (slaughtering).Sebagai buktinya, Nabi SAW memperlakukan para tawanan secara manusiawi. Di medan tempur pun Nabi SAW tetap menjaga tatakrama perang. Misalnya, Nabi berpesan agar tidak membunuh kaum perempuan, anak-anak, orang tua, memotong pohon atau merobohkan bangunan. (‘Umar, 59-60). Semua ini menihilkan anggapan bahwa perang Nabi SAW bersifat barbar, brutal atau berperilaku sebagai penjahat perang. Di samping itu, perang yang dilakukan oleh Nabi SAW sama sekali bukan bentuk legitimasi atas kekerasan oleh agama, sebab motif, latar belakang, faktor, pemicu, kondisi dan proses perang yang dilakukan oleh Nabi SAW tidak demikian. Perang versi Nabi SAW dilakukan ketika
56
gangguan telah memuncak dan tidak ada jalan lain kecuali membela diri secara konfrontatif, sebab jika perang tidak dilakukan, Nabi SAW dan para pengikutnya akan mengalami kepunahan. Di atas itu semua, ajaran islam tentang ajakan perdamaian dan perbaikan merupakan esensi ajaran yang harus didahulukan. Islam dapat disebut sebagai agama yang sangat menekankan kedamaian dan memberikan.Allah SWT sendiri selalu mengajak pada kedamaian dan memberikan penghargaan yang setinggitingginya kepada orang yang berusaha dan mengajak kepada kedamaian. Allah SWT berfirman:
ﷲُ ﻣﻌﻜﻢ ﻟﻦ ﻳﺘِﺮﻛﻢ ﻋﻤﺎﻟﻜﻢ
ﻓﻼ ﺗﻬِﻨﻮ ﺗﺪﻋﻮ ِﻟﻰ ﻟﺴﻠﻢِ ﻧﺘﻢ ﻻﻋﻠﻮ
“Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah (pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi (pahala) amal-amalmu.”(QS. Muhammad, 47:35). Islam
tidak
menyerukan
perang,
tetapi
justru
mengajak
damai.Akan tetapi bila terdesak atau terpaksa karena gangguan dan lainlain, maka Islam member semangat dan motifasi untuk membela diri dan membela yang benar.Perihal perang dan kekerasan fisik dalam pandangan Islam di atas penting dikemukakan untuk meluruskan kesan negatif yang sering kurang dipahami secara komprehensif tentang ajaran Islam.
57
B. Masyarakat dan Pendidikan Islam di Indonesia 1. Pendidikan Islam di Masyarakat Pendidikan Islam di lingkungan masyarakat sangat beragam.Ada yang bercorak individual tidak melembaga.Dan tidak sedikit yang bercorak kelompok lembaga. Pendidikan Islam yang bercorak individual itu misalnya apabila seseorang anggota masyarakat datang berkunjung kepada seorang ulama untuk meminta fatwa tentang sesuatu masalah yang dihadapinya.Hal yang demikian ini termasuk juga dalam kerangka pendidikan Islam. Pendidikan luar sekolah (non formal) di lingkungan masyarakat, diantaranya sebagai berikut: a. Pondok Pesantren Ada beberapa jenis pondok pesantren, yaitu: jenis pertama, pondok pesantren yang paling sederhana. Di sini masjid digunakan sebagai tempat pendidikan agama Islam. Jenis ini khas bagi pesantren sufi (pesantren tarekat) dengan pengajian-pengajian yang teratur dalam masjid dengan mengajarkan pribadi oleh kiai kepada anggota kaum. Jenis kedua, bentuk dasar dilengkapi dengan suatu pondok yang terpisah. Yakni asrama bagi para santri yang sekaligus menjadi ruangan untuk tinggal dan tempat belajar yang sederhana.Jenis ini mempunyai semua komponen pesantren klasik.
58
Jenis ketiga, pesantren itu dengan komponen-komponen klasik yang telah diperluas dengan suatu madrasah. Kurikulum madrasah berorientasi kepada sekolah-sekolah pemerintah yang resmi. Jenis keempat, di samping perluasan komponen pesantren klasik dengan suatu madrasah, juga mempunyai program tanbahan pendidikan ketrampilan dan terapan bagi para santri maupun remaja desa sekitar,.Seperti program pertanian, pertenakan, pertukangan, elektro, menjahit, dan lain-lain. Jenis kelima, pesantren modern yang disamping sektor pendidikan keislaman klasik, juga mencakup semua tingkat sekolah umum dari sekolah dasar hingga pendidikan tinggi. Pararel dengan itu diselenggarakan juga pendidikan ketrampilan.(Manfed Ziemek, 1986: 104-107). Materi pendidikan pesantren biasanya terdiri atas kitab-kitab klasik dan ulama modern, baik yang berasal dari Indonesia sendiri maupun dari timur tengah. Urutan atau sekuensi penyampaian materi, lazimnya dilakukan secara konvensional (kebiasaan yang tak tertulis, namun mendekati baku). Penentuan materinya di luar itu, biasanya ditentukan lewat musyawarah antara santri dan kiai. b. Masjid dan Mushalla Masjid sebagai ajang tempat pendidikan Islam di lingkungan masyarakat sudah digunakan semenjak zaman Rasulullah saw masih hidup. Hal ini sejalan dengan penjelasan Dr. Asma Hasan Fahmi
59
bahwa masjid dapat dianggap sebagai lembaga ilmu pengetahuan yang tertua dalam Islam, dalam masjd inilah dimulai pengajaran Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam pada masa Rasulullah SAW, di samping tugasnya yang utama sebagai tempat untuk menunaikan sembahyang dan beribadah. (Asma Hasan Fahmi, 1979: 33). Sedangkan mushalla adalah tempat shalat yang bangunan fisiknya relatif lebih kecil dibandingkan dengan masjid.Namun fungsi dan aktifitas di mushalla sebenarnya dengan masjid.Hanya saja di mushalla tidak lazim digunakan untuk shalat Jum’at dan I’tikaf. c. Taman Pendidikan Al-Qur’an Taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) muncul pertama kali pada tahun 1986 di Semarang.Yakni TPQ Roudhotul Mujawwidin yang didirikan oleh H. Dahlan Salim Zarkasyi.Dua tahun kemudian berdiri TPQ
AMM
di
Kotagede
Yogyakarta,
yakni
pada
tahun
1990.Kemudian diikuti di daerrah di Indonesia. Tujuan yang hendak dicapai TPQ ini, peserta didik diharapkan telah memiliki bekal dasar untuk menjadi generasi yang mencintai AlQur’an, menjadikan Al-Qur’an sebagai bacaan dan pandangan seharihari. Materi pokoknya adalah buku Qiroati atau buku Iqro’.Sedang materi penunjangnya meliputi hafalan surat-surat pendek, hafalan bacaan shalat dan praktiknya, hafalan doa-doa sehari-hari, dan menulis huruf Al-Qur’an.Sistem yang digunakan yaitu campuran antara
60
klasikal dan individual.Sedang metode yang dihunakan adalah CBSA dengan tidak meninggalkan prinsip CBM (cerita, bermain, dan menyanyi). 2. Humanisme dalam Pendidikan Islam HAM versi Islam. Cukup banyak prinsip-prinsip Islam yang mempunyai keterkaitan dengan HAM.Bahkan jumlahnya lebih banyak daripada prinsip-prinsip Islam tentang demokrasi.(Halim, 1986:32). Problem HAM muncul karena manusia adalah makhluk sosial, tidak bias hidup sendiri, tetepi saling berinteraksi dengan manusia lain. Saat berinteraksi itulah isu HAM selalu menyertai.Bisa dimengerti betapa isu HAM menjadi begitu penting bila dikaitkan dengan interaksi manusia sebagai kelompok menurut bangsa, bahasa, suku, adat, seks, ras, dan agama.
Interaksi
antar
sesama
manusia
secara
harmonis
akan
menentramkan kehidupan antar kelompok. Sebaliknya, jika terjadi konflik akibat pelanggaran HAM oleh salah satu kelompok, bisa memecah belah kerukunan dan persatuan.Padahal untuk mengembalikan ke situasi semula tidaklah mudah dan memerlukan waktu lama, di samping membutuhkan semangat toleransi dan sikap arif antar kelompok. Itu sebabnya internalisasi pendidikan berwawasan HAM perlu dilakukan sejak dini agar tertanan kesadaran menghargai hak manusia lain. Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peran penting dalam HAM ini.PAI berwawasan HAM merupakan upaya preventif dalam menangani kinflik dan kekerasan, seperti terjadinya kerusuhan massal,
61
ketegangan sosial dan pelanggaran HAM. Sebagaimana diketahui, pada Desember 1948 PBB teklah menyusun Deklarasi HAM. Namun karena tidak semua statement dalam deklarasi tersebut sesuai dengan ajaran Islam, maka para tokoh Islam sedunia menyusun Deklarasi HAM fersi Islam.Deklarasi HAM yang diadopsi dari ajaran Islam ini ditetapkan di Kairo pada 19 September 1981, yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Kairo.Namun demikian, kehadiran deklarasi ini tidak menyurutkan jumlah kasus pelanggaran HAM di dunia Islam.Salah satu penyebabnya, deklarasi tersebut tidak segera diikuti oleh imperativeaction untuk menegakkan HAM.(Tilaar, 1945:154-155). Ketidakselarasan antara Deklarasi HAM yang disusun PBB (Deklarasi PBB) denagn ajaran Islam bisa dilihat pada contoh berikut.Dalam konsep Islam, sebuah kewajiban pada hakikatnya melahirkan hak.(Marcel A, 1980:111). Sementara di Barat, tidak dijelaskan demikian. Di samping itu, Deklarasi PBB menyatakan bahwa semua orang berhak memperoleh sesuatu seimbang dengan kerjanya. Sementara Deklarasi Kairo, yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis, memang membenarkan prinsip itu, tetapi menolak sistem monopoli. Ajaran Islam menolak monopoli karena monopoli merusak kehidupan dan memecah belah bangsa. Sistem monopoli membuat masyarakat tidajk puas satu sama lain. Contoh lain lagi adalah pada perbedaan tentang kebebasan beragama. Deklarasi PBB memandang, keluar-masuk suatu agama
62
merupakan kebebasan.Tetapi, di dalam Islam hal ini justru tidak diperbolehkan karena hal itu dianggap murtad. (QS. Al-Baqarah, 2:217). Di samping contoh perbedaan tersebut, pada kedua deklarasi HAM tersebut
dijumpai
pulapersamaan-persamaan
dalam
pelaksanaannya.Misalnya, keseimbangan antara hak dan kewajiban, keseimbangan
antara
kepentingan
individu
dan
kolektif,
dan
keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab. (Baharuddin, 194195). Beberapa hak yang dicakup dalm Deklarasi Kairo.Pertama, hak untuk hidup dan tidak diperlakukan semena-mena.Al-Qur’an memandang bahwa hidup merupakan karunia Allah yang harus dijaga. Pada prinsipnya setiap orang dilarang membunuh orang/jiwa lain apalagi dirinya sendiri. Sebab, barang siapa membunuh satu orang (jiwa), seolah-olah ia telah membunuh seluruh umat manusia. Sebaliknya, barangsiapa menghidupi seseorang (jiwa), seolah-olah ia telah menghidupi seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman dalam (QS. Al-Maa’idah, 5:32):
ﻓﺴﺎ ٍ ﻓِﻲ
ٍﻣِﻦ ﺟﻞِ ﻟِﻚ ﻛﺘﺒﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﺑﻨِﻲ ِﺳﺮ ﺋِﻴﻞ ﻧﻪ ﻣﻦ ﻗﺘﻞ ﻧﻔﺴﺎ ﺑِﻐﻴﺮِ ﻧﻔﺲ
ﻻ ِ ﻓﻜﺎﻧﻤﺎ ﻗﺘﻞ ﻟﻨﺎ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻣﻦ ﺣﻴﺎﻫﺎ ﻓﻜﺎﻧﻤﺎ ﺣﻴﺎ ﻟﻨﺎ ﺟﻤِﻴﻌﺎ ﻟﻘﺪ ﻨﺎ ِ ﺛﻤﺎِ ﱠ ﻛﺜِﻴﺮ ﻣِﻨﻬﻢ ﺑﻌﺪ ﻟِﻚ ﻓِﻲ ﻻ ِ ﻟﻤﺴﺮِﻓﻮ ﺟﺎَﺗﻬﻢ ﺳﻠﻨﺎ ﺑِﺎﻟﺒﻴ “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang
63
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.”(QS. Al-Maa’idah, 5:32). Pada dasarnya manusia itu tidak ada, kemudian diadakan (dihidupkan) dari ketiadaan, lalu dimatikan dan dibangkitkan kembali dari kematiannya. (QS. Al-Baqarah, 2:28):
ِﺑِﺎﷲِ ﻛﻨﺘﻢ ﻣﻮ ﺗﺎ ﻓﺎﺣﻴﺎﻛﻢ ﺛﻢ ﻳﻤِﻴﺘﻜﻢ ﺛﻢ ﻳﺤﻴِﻴﻜﻢ ﺛﻤﺎِﻟﻴﻪ
ﻛﻴﻒ ﺗﻜﻔﺮ ﺗﺮﺟﻌﻮ
"Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah, 2:28). Allah lah yang menghidupi makhluk hidup, dan menjadikan sesuatu itu hidup atau mati dengan seijin-Nya. (QS. Al-Hajj, 22:66):
ﻫﻮ ﱠﻟﺬِ ﺣﻴﺎﻛﻢ ﺛﻤﻴﻤِﻴﺘﻜﻢ ﺛﻢ ﻳﺤﻴِﻴﻜﻢ ِ ﱠ ﻻِﻧﺴﺎ ﻟﻜﻔﻮ “Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), sesungguhnya manusia itu, benar-benar sangat mengingkari nikmat.”(QS. Al-Hajj, 22:66). Kedua, hak bebas untuk memilih agama dan keyakinan.Tidak ada paksaan dalam agama (QS. Al-Baqarah, 2:256):
64
ﻳﻦِ ﻗﺪ ﺗﺒﻴﻦ ﻟﺮﺷﺪ ﻣِﻦ ﻟﻐﻲ ﻵِﻛﺮ ﻓِﻲ ﻟﺪ “Tidak
ada
paksaan
untuk
(memasuki)
agama
(Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”. (QS. Al-Baqarah, 2:256). Setiap orang berhak untuk bebas melaksanakan ibadah dan keyakinannya sesuai dengan agama yang dianutnya.(Mahmood, 169). Tak seorang pun diperkenankan menghina atau mengejek kayakinan agama dari umat lain, atau menanamkan permusuhan bagi mereka. Menghormati perasaan umat beragama lain merupakan kewajiban bagi setiap muslim.Sikap demikian bukan berarti bahwa Islam memandang semua agama itu sama atu mencampur-adukkan keyakinan umat beragama, melainkan sikap saling menghormati antar umat beragama, tanpa meninggalkan identitas agamanya sendiri. Termasuk hak di sini adalah mengeluarkan pendapat menurut keyakinannya serta mendapatkan pendidikan agama menurut agama yang dianutnya oleh guru yang menganut agama yang sama dengannya. Ketiga, hak berpendapat dan berkumpul.Tiap orang berhak ikut serta, baik secara individual atau kolektif, di dalam kehidupan suatu agama, masyarakat, budaya maupun politik, dan juga berhak mendirikan badan atau lembaga yang dimaksudkan untuk terlibat dalam melaksanakan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Di samping itu, menuntut ilmu dan meneliti kebenarannya bukan saja merupakan hak tetapi juga kewajiban bagi setiap muslim. Setiap orang berhak menerima pendidikan
65
sesuai dengan kemampuan alaminya.Ia pun bebas memilih profesi dan karir, serta kesempatan bagi pengembangan karunia alam yang ada dalam dirinya. Termasuk dalam katagori ini adalah hak dan kewajiban tiap muslim untuk melakukan protes dan gerakan (dalam batas yang telah ditentukan oleh hukum) terhadap penindasan, termasuk yang melibatkan perlawanan terhadap pihak kekuasaan tertinggi dalam satu negara. Keempat, hak memiliki harta. Islam, di samping mengakui adanya hak milik pribadi dengan prinsip bahwwa segala yang diciptakan oleh Allah adalah untuk kesejahteraan manusia, juga mengajarkan adanya hak orang lain terhadap pribadi. Wujudnya disalurkan melalui insentif, zakat, infaq, sedekah, hibah, wakaf, warisan, hadiah atu lainnya. Jadi, tidak ada monopoli sepihak, tetapi justru menciptakan solidaritas sosial sesama manusia, dan mengharmoniskan antara hak pribadi dengan hak orang lain. (Qutb, 1964:154).Islam juga melarang kepemilikan harta secara tidak sah (KKN, suap, perjudian, pungli, riba’ dan lain-lain). (QS. An-Nisa’, 4:29):
ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ﻻ ﺗﺄﻛﻠﻮ ﻣﻮ ﻟﻜﻢ ﺑﻴﻨﻜﻢ ﺑِﺎﻟﺒﺎﻃِﻞِ ِﻵ ﺗﻜﻮ ﺗِﺠﺎ ﻋﻦ ﺗﺮ ٍ ﻣِﻨﻜﻢ ﻻ ﺗﻘﺘﻠﻮ ﻧﻔﺴﻜﻢ ِ ﱠ ﷲَ ﻛﺎ ﺑِﻜﻢ ﺣِﻴﻤﺎ "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisa’, 4:29).
66
Kelima, hak memperoleh kehormatan dan reputasi. Menurut AlQur’an, manusia adalah makhluk terhormat atau paling mulia. (QS. AlIsraa, 17:70):
ِ ﺒﺎ ﻗﻨﺎﻫﻢ ﻣِﻦ ﻟﻄﱠﻴ
ِ ﻟﺒﺤﺮ ﺣﻤﻠﻨﺎﻫﻢ ﻓِﻲ ﻟﺒﺮ
ﻟﻘﺪ ﻛﺮّﻣﻨﺎ ﺑﻨِﻲ
ﻓﻀّﻠﻨﺎﻫﻢ ﻋﻠﻰ ﻛﺜِ ٍ ﻣِﻤﻦ ﺧﻠﻘﻨﺎ ﺗﻔﻀِﻴﻼ “Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”(QS. Al-Israa, 17:70). Itulah sebabnya seseorang dilarang mencela atau mengumpat orang lain. (QS. Al-Humazah, 104:1-3):
ﻳﺤﺴﺐ ﱠ ﻣﺎﻟﻪ ﺧﻠﺪ, ﻟﱠﺬِ ﺟﻤﻊ ﻣﺎﻻ ﻋﺪ,ٍﻳﻞ ﻟِﻜﻞﱢ ﻫﻤﺰٍ ﻟﻤﺰ “Kecelakaanlah bagi
setiap
pengumpat lagi
pencela,yang
mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.”(QS. Al-Humazah, 104:1-3). Seseorang muslim adalah bersaudara bagi muslim yang lain. Satu sama lain tidak saling menghianati dan melecehkan kehormatannya, hartanya
dan
darahhya.
(Subhi,
1977:209).
Pelecehan
martabat,
pencemaran nama baik, penodaan citra seseorang/lembaga dan fitnah merupakan pelanggaran HAM. Al-Qur’an menggambarkan semua perilaku tersebut bagaikan memakan mayat saudaranya sendiri, suatu perilaku nista yang bahkan dinilai lebih rendah dari binatang.
67
C. Analisa Serta Reorientasi Paradigma Pendidikan Islam 1. Makna dan Prisip Pendidikan Islam a. Islam itu Damai kata “Islam” berasal dari dari bahasa Arab yang memiliki beberapa makna. Pertama: Islam merupakan akar kata aslamayuslimu-islaman,
yang
berarti
khadla’a,
atau
inqaada
yaitu
submission, resignation, surrender, submissiveness, yielding, giving up, giving in (Baalbaki, 1988:91-107) atau tunduk, pasrah, menyerah, ketundukan, atau menyerahkan diri. Hal ini berarti bahwa segala sesuatu, baik pengetahuan, sikap, perilaku maupun gaya hidup yang menunjukkan ketundukan dan kepatuhan terhadap kehendak Allah, sedang menurut Mahmud Yunus dalam kamus bahasa arab yakni Islam berasal dari kata aslama amrohu ilallah, yaitu menyerahkan (urusan kepada Allah) dan istaslama yang artinya tunduk/patuhkepada Allah SWT. Penyerahan terhadap kehendak Allah di sini bersifat mutlak, bulat, dan total dengan memenuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Islam dalam arti yang demikian berlaku bagi seluruh alam semesta. Bumi, matahari, bulan, planet, udara, air, tumbuh-tumbuhan, binatang dan lain sebagainya semuanya menyerah kepada kehendak Allah dengan jalan tunduk kepada
68
ketentuan Allah (sunnatullah, natural law). Oleh karenanya, seluruh alam semesta ini sesungguhnya juga adalah muslim. Allah berfirman:
ﻟِﻠّﻪِ ﻳﺴﺠﺪ ﻣﻦ ﻓِﻲ ﻟﺴﻤﺎ ِ ﻻ ِ ﻃﻮﻋﺎ ﻛﺮﻫﺎ ﻇِﻼ ﻟﻬﻢ ﺑِﺎﻟﻐﺪ ِ ﻵﺻﺎ “Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari”. (QS. Al-Ra’d, 13:15). Kedua, kata Islam berasal dari kata salima yang artinya selamat.Maksudnya sealamat dunia-akhirat.Juga, menurut Mahmud Yunus kata islam dari kata salima yaslamu salamatan salaman yang artinya selamat sentosa. Islam merupakan jalan keselamatan bagi manusia untuk meraih kebahagiaan dunia-akhirat.Sesungguhnya orang mukmin adalah orang yang membuat orang lain menjadi aman, dan orang muslim adalah orang yang dapat menyelamatkan orang muslim lain dari gangguan lisan dan tangannya, dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan perbuatan jelek. Demi Allah, yang jiwaku ada di tangan-Nya, tak akan masuk surga seorang hamba yang menjadikan tetangganya tidak aman dari gangguannya”.Hadis ini diriwayatkan ileh Ahmad, Abu Ya’la dan al-Bazzar. Ketiga, kata Islam berasal dari kata salimun artinya damai, yakni damai dengan Allah, damai dengan makhluk, dan damai dengan
69
sesama. Damai dengan Allah tidak lain adalah taat kepada Allah dan tidak bermaksiat kepada-Nya. Taat kepada Allah berarti menjalankan perintah-Nya
dan
menjauhi
larangan-Nya.Jika
perintah
Allah
dilanggar dan larangan Allah dikerjakan, maka berarti telah bermaksiat atau bermusuhan dengan Allah, tidak damai dengan-Nya.Damai dengan makhluk berarti memperlakukan alam semesta (flora, fauna, mineral dan lainnya baik makhluk hidup maupun mati) sebagai sesama makhluk
Allah,
berinteraksi
secara
santun,
melindungi
dan
melestarikan alam.Bukan sebaliknya, justru merusak atau menguras kekayaan alam yang dikaruniakan oleh Allah secara semena-mena untuk kepentingan pribadi atau kelompok tanpa memperhatikan kelestarian alam dan keseimbangan ekologis. (Mahmud, 2010: 179). Damai dengan sesama berarti hidup rukun dengan sesama manusia, tidak berbuat jahat, bahkan berbuat baik terhadap sesama manusia tanpa memandang perbedaan agama, warna kulit, ras, seks, suku, bangsa, bahasa, keturunan, kekayaan, pangakat atau kedudukan, dan lain sebagainya. Hubungan sesama manusia ini merupakan perwujudan ajaran Islam tentang persaudaraan (ukhuwah), baik antar sesama muslim (ukhuwah Islamiyah), sesama bangsa (ukhuwah wathaniyah), maupun manusia sedunia (ukhuwah insaniyah). Allah berfirman:
70
ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﻨﺎﺳﺎِﻧﺎﺧﻠﻘﻨﺎﻛﻤﻤِﻨﺬﻛﺮٍ ﻧﺜىﻮﺟﻌﻠﻨﺎﻛﻤﺸﻌﻮﺑﺎ ﻗﺒﺎﺋِﻠﻠِﺘﻌﺎ ﻓﻮ ِﻧﺎﻛﺮﻣﻜﻤﻌِﻨ ﻟﻠﻬِﺎﺗﻘﺎﻛﻤﺎِﻧﺎﻟﻠﻬﻌﻠِﻴﻤﺨﺒِﻴﺮ “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah maha menhetahui lagi maha mengenal.”(QS. Alhujurat, 49:13). Menurut al-Jurjani, makna Islam adalah ketundukan dan kepatuhan terhadap apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Sementara dalam tafsir al-Kasysyaf disebutkan bahwa Islam adalah tiap pengakuan yang diikrarkan secara lisan.Meski tanpa didukung oleh oleh sepenuh hati, ikrar ini termasuk Islam.Akan tetapi bila ikrar lisan didukung oleh sepenuh hati, maka ikrar itu termasuk iman.Hal ini sesuai pula dengan pendapat Imam al-Syafi’i.namun beberapa dengan Imam al-Syafi’i, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa kedua hal tersebut, yakni Islam dan iman, tidak ada bedanya. Al-Allamah
Sayyid
Muhammad
Husain
Thabathaba’i
berpendapat bahwa agama Islam adalah agama wahyu terakhir dan karena itu ia merupakan yang paling lengkap, yang diturunkan untuk kepentingan umat manusia melalui Rasulullah Muhammad SAW. Pintu gerbang keselamatan dan kebahagiaan dibuka untuk umat manusia di dunia agar masyarakat manusia meninggalkan masa-masa ketidak
matangan
dan
kekurangmampuan
pemikiran
mereka,
71
mempersiapkan diri untuk mencapai kemanusiaan mereka secara utuh, dan menumbuhkan kesadaran untuk menerima ajaran-ajaran spiritual yang luhur serta melaksanakannya dalam praktik. (‘Allamah, 1989:41). b. Prinsip dalam Islam Islam merupakan agama yang memiliki prinsip nilai luhur yang menghargai kemanusiaan, sesuai dengan fitrahnya, dan mengutamakan keselamatan, kesejahteraan, kebahagiaan dan perdamaian. Dari uraian di atas, ada beberapa prinsip dari ajaran Islam sebagai berikut: Pertama, sumber normatif Islam adalah Al-Qur’an dan Hadis. Meskipun kata Al-Qur’an dapat diartikan sebagai “bacaan” atau “kumpulan firman Allah”, namun fungsi Al-Qur’an itu sendiri bukan untuk sekedar “dibaca” dan “dikumpulkan” sebagai pajangan. Lebih dari itu, Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk (hudan) bagi yang bertaqwa ke jalan yang lurus.(QS. Al-Baqarah, 2:3):
ﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻳﺆﻣِﻨﻮ ﺑِﺎﻟﻐﻴﺐِ ﻳﻘِﻴﻤﻮ ﻟﺼﻼ ﻣِﻤﺎ ﻗﻨﺎﻫﻢ ﻳﻨﻔِﻘﻮ “(yaitu)mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah, 2:3). serta kabar gembira bagi orang yang beramal saleh. Dalam (QS. Al-Isra’, 17:9):
72
ﺮ ﻟﻤﺆﻣِﻨِﻴﻦ ﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻳﻌﻤﻠﻮ ﻳﺒﺸ
ﻟِﻠﱠﺘِﻲ ﻫِﻴﺎﻗﻮ
ِﻳﻬﺪ
ِ ﱠ ﻫﺬ ﻟﻘﺮ
ِﻟﺼﺎﻟِﺤﺎ ِ ﱠ ﻟﻬﻢ ﺟﺮ ﻛﺒ "Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orangorang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”(QS. Al-Isra’, 17:9). Ibaratnya, rambu-rambu lalu lintas, traffic light di perempatan jalan, atau zebra cross penyeberangan, dibuat bukan sekedar untuk dibaca oleh pemakai jalan, melainkan sebagai petunjuk yang harus dipatuhi dan dipraktikkan.Bila rambu-rambu tersebut tidak dipatuhi, maka lalu lintas menjadi kacau dan rentan terhadap kecelakaan. Demikian pula halnya dengan Al-Qur’an, sebagai petunjuk ke jalan yang lurus dan penuntun bagi orang yang beramal saleh, bila tidak diamalkan, orang akan tersesat dalam kehidupan dunia dan akhirat. Sebagai petunjuk, Al-Qur’an memiliki kandungan menyeluruh tentang kehidupan ini.Diantaranya adalah perihal keimanan, syari’ah, kisah-kisah umat terdahulu, janji dan ancaman, prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Al-Qur’an memuat semua itu secara prinsipal, sementara hadis Nabi member rincian penjelasan atas makna Al-Qur;an tersebut. Dalam kaitannya dangan Al-Qur’an tersebut, Hadis memiliki beberapa fungsi, yakni menguatkan (ta’kid) hukum yang dijelaskan
73
oleh Al-Qur’an, memberi penjelasan (tabyin) terhadap ayt Al-Qur’an, merinci lebih detail (tashrih) ayat Al-Qur’an yang umum, memberi batasan (taqyid) atas ayat Al-Qur’an yang mutlak, menjelaskan kekhususan suatu masalah (takhshish), dan menentukan hukum sendiri (tahkim) atas suatu yang tidak disebut di dalam Al-Qur’an. Kedua, ajaran pokok Islam meliputi keimanan (aqidah), hukum (syari’ah), dan moral Islami (akhlak). Inti dari keimanan adalah tauhid atau menegaskan Tuhan dalam segala hal, yakni beriman kepada Allah, kepada malaikat, kepada Kitab Allah, kepada utusan Allah,kepada hari kemudian, dan kepada ketentuan Allah. Bertauhid atau mengesakan Tuhan ini mewujud pada sikap tunduk, patuh, pasrah dan berserah diri kepada dan karena Allah semata.Tiada yang patut disembah selain Allah, laa ma’buda illa Allah.Sikap bertauhid seperti ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran bahwa semua manusia adalah sama-sama sebagai makhluk. Perbedaan warna kulit, ras, seks, bangsa, agama, bahasa, keturunan, status sosial, dan lain sebagainya merupakan sunnarullah, dan sejarusnya tidak boleh dijadikan sebagai pengesahan untuk permusuhan dan konflik kekerasan. Ajaran tentang syari’ah atau hukum Islam yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya (hablun mia Allah) terwujud pada ketaatan dan ketaqwaan seorang hamba terhadap Tuhannya, yakni dalam bentuk ibadah seperti syahadat, shalat, puasa,
74
zakat, haji dan lain-lain.Sedangkan hukum Islam yang mengatur hubungan antara sesama manusia (hablun min al-nas) terwujud dalam interaksi sosial antar sesama manusia dalam bentuk mu’amalat seperti jual beli, nikah, kepemimpinan, waris, hutang-piutang, kriminalitas, damai-perang, dan lain sebagainya. Dengan demikian syari’ah mengatur hak dan kewajiban manusia kepada Tuhannya dan manusia yang lain agar tercapai keselamatan dan kebahagiaan hidup di duniaakhirat. Ajaran tentang akhlak bersangkut paut dengan gejala jiwa yang dengannya dapat menimbulkan perilaku.Bilamana perilaku yang timbul adalah baik, maka dikatakan akhlak yang baik.Sebaliknya, bila perilaku yang timbul adalah buruk, maka dikatakan akhlak yang buruk.Akhlak berbeda dengan moral.Dalam akhlak, ukuran baik dan buruk mengacu pada ketentuan agama, sedangkan moral berdasarkan budaya masyarakat dan akal pikiran manusia. Ketiga, diaktualisasikan
sumber
dan
ajaran
Islam
sudah
semestinya
dalam kehidupan. Aktualisasi ini menyangkut
pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang kepada Tuhannya, Rasulnya, sesama manusia, masyarakat dan alam semesta. Aktualisasi hak dan kewajiban kepada Tuhan berwujud pada pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup yang dipenuhi dengan kesadaran tauhid kepada Allah sebagaimana dibuktikan dengan amal saleh, ketaqwaan, ketaatan dan ibadah kepada Allah semata. Allah berfirman:
75
ﺪﻳﻦ ﺣﻨﻔﺎَ ﻳﻘِﻴﻤﻮ ﻟﺼﻼ ﻳﺆﺗﻮ ﻣﺎ ﻣِﺮ ِﻻﱠ ﻟِﻴﻌﺒﺪ ﷲَ ﻣﺨﻠِﺼِﻴﻦ ﻟﻪ ﻟ ِﻤﺔ ﻟِﻚ ِﻳﻦ ﻟﻘﻴ
ﻟﺰﻛﺎ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalm (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah, 98:5). Bentuk aktualisasi sumber dan ajaran Islam seseorang kepada Rasul dilakukan dengan jalan mengikutu sunnah Nabi, menziarahi makam Rasul dan mengucapkan shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya. Allah berfirman:
ُﻗﻞ ِ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﺤِﺒﻮ ﷲَ ﻓﺎﺗﺒِﻌﻮﻧِﻲ ﻳﺤﺒِﺒﻜﻢ ﷲُ ﻳﻐﻔِﺮ ﻟﻜﻢ ﻧﻮﺑﻜﻢ ﷲ ﻏﻔﻮ ﺣِﻴﻢ “Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosadosamu”.Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran, 3:31). Menurut Sayyidina Ali r.a., orang yang berdo’a tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali apabila dimulai dan diakhiri dengan membaca shalawat atas Nabi dan keluarganya. (Nurdin, 1995:229). Bentuk aktualisasi sumber dan ajaran Islam dari seseorang terhadap sesama manusia terwujud dalam bentuk solidaritas sosial, toleransi, demokrasi, saling menghargai, membantu, gotong royong,
76
dan lain sebagainya. Untuk menjaga agar seseorang benar-benar menghormati orang lain, maka sikap kemunafikan, sombong, mencela, bohong harus ditinggalkan. Bentuk aktualisasi sumber dan ajaran Islam oleh seorang terhadap masyarakat terwujud melalui upaya penegakkan hukum, sikap keadilan, kejujuran, persamaan hak, demokrasi dan lain sebagainya yang merupakan perbuatan baik antar sesama manusia dalam sebuah masyarakat. Allah berfirman:
ِ ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟّﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ﻛﻮﻧﻮ ﻗﻮ ﻣِﻴﻦ ﺑِﺎﻟﻘِﺴﻂِ ﺷﻬﺪ َ ﻟِﻠّﻪِ ﻟﻮ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴِﻜﻢ ﻓﻘِﻴﺮ ﻓﺎﷲُ ﻟﻰ ﺑِﻬِﻤﺎ ﻓﻼ ﺗﺘﺒِﻌﻮ ﻟﻬﻮ
ﻟﻮ ﻟِﺪﻳﻦِ ﻻ ﻗﺮﺑِﻴﻦ ِ ﻳﻜﻦ ﻏﻨِﻴﺎ
ﺗﻌﺮِﺿﻮ ﻓﺎِ ﱠ ﷲَ ﻛﺎ ﺑِﻤﺎ ﺗﻌﻤﻠﻮ ﺧﺒِﻴﺮ
ﺗﻌﺪِﻟﻮ ِ ﺗﻠﻮ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.Dan jika kamu memutar-balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”. (QS. An-Nisaa, 4:135). Mengaktualisasikan ajaran Islam terhadap alam berarti manusia harus berperan sesuai dengan fungsi diciptakannya manusia tersebut, yakni sebagai khalifah fi al-ardl atau pemimpin, mengelola dan pemakmur bumi. Allah berfirman:
77
ﻲ ﺟﺎﻋِﻞ ﻓِﻲ ﻻ ِ ﺧﻠِﻴﻔﺔ ﻗﺎﻟﻮ ﺗﺠﻌﻞ ﻓِﻴﻬﺎ ﻣﻦ ﺑﻚ ﻟِﻠﻤﻼﺋِﻜﺔِ ِﻧ
ِ ﻗﺎ
ﻲ ﻋﻠﻢ ﻟﻚ ﻗﺎ ِﻧ ﺒﺢ ﺑِﺤﻤﺪِ ﻧﻘﺪ ﻣﺎَ ﻧﺤﻦ ﻧﺴ ﻳﻔﺴِﺪ ﻓِﻴﻬﺎ ﻳﺴﻔِﻚ ﻟﺪ ﻣﺎ ﻻ ﺗﻌﻠﻤﻮ “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: ‘sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’, mereka berkata: ‘mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuatkerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbihdengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah, 2:30). 2. Islam Mendamaikan Dunia a. Etika Pendidikan Islam Ajaran Islam sarat dengan nilai kasih sayang. Islam mendidik umatnya agar memiliki karakter sebagai manusia yang penuh kasih sayang, penyantun, pengampun atau pemaaf, membawa berkah bagi yang lain dan menjalin tali silaturrahim sehingga tercapai perdamaian antara sesama manusia. Allah berfirman:
ﺑﻴﻨِﻜﻢ ﻃِﻴﻌﻮ ﷲَ ﺳﻮﻟﻪ ِ ﻛﻨﺘﻢ ﻣﺆﻣِﻨِﻴﻦ
ﺻﻠِﺤﻮ
“…dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu, dan taatilah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anfal, 8:1). Juga firman-Nya dalam (QS. Al-Hujurat, 49:10):
78
ِﻧﻤﺎ ﻟﻤﺆﻣِﻨﻮﻧﺎِﺧﻮ ﻓﺎﺻﻠِﺤﻮ ﺑﻴﻨﺎﺧﻮﻳﻜﻤﻮ ﺗﻘﻮ ﻟﻠﻬﻠﻌﻠﱠﻜﻤﺘﺮﺣﻤﻮ “sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaranu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (QS. Al-Hujurat, 49:10). Perilaku kasih sayang, santun, kelembutan, pemaaf dan sikap damai merupakan moralitas islami yang mulia. Nabi SAW pun diutus dengan misi menyempurnakan akhlak mulia ini. Sebaliknya, perilaku yang jelek sepeti kekerasan, permusuhan, iri, dendam dan sebagainya tidak
disukai
Allah.(Al-Burjulaini,
1991:37-40).
Allah
pun
memerintahkan agar perilaku saling memaafkan dan berbuat baik, sebagaimana firman-Nya:
ﻋﻦِ ﻟﺠﺎﻫِﻠِﻴﻦ
ِﺧﺬِ ﻟﻌﻔﻮ ﻣﺮ ﺑِﺎﻟﻌﺮ ِ ﻋﺮ
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhklah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”.(QS. Al-A’rraf, 7:199). Kasih sayang pada dasarnya membawa nikmat, sebab, dengan kasih sayang, kebencian bisa berubah menjadi kecintaan, menjaga persaudaraan antar sesama, serta mendahulukan kebersamaan dengan jalan hidup damai diantara sesama mereka sesuai dengan nilai-nilai universal kemanusiaan dan pendidikan Islam.Nilai-nilai universal yang sesuai dengan karakter pendidikan Islam itulah yang dimaksudkan
79
sebagai etika pendidikan Islam.Sedangkan nilai-nilai universal kemanusiaan yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis. b. Moralitas Islami Daya jiwa yang dapat membangkitkan perilaku, kehendak dan perbuatan baik dan buruk, indah dan jelek, dan yang secara alami dapat menerima pendidikan, disebut dengan akhlak atau moralitas Islami. Maka, daya jiwa seseorang mempengaruhi perbuatanya sehingga menjadi perilaku utama, perilaku yang benar, cinta kebaikan, suka berbuat baik, terlatih pada kesukaan atas keindahan, sehingga menjadi watak pribadinya dan mudah baginya melakukan perbuatan yang baik tanpa paksaan, maka itulah yang disebut dengan akhlak positif. Senbaliknya, daya jiwa yang tidak mempedulikan pentingnya penanaman unsur-unsur kebaikan dalam diri seseorang, bahkan mendidikanya dengan pendidikan yang jelek sehingga kejelekan itu disukainya sedang keindahan justru dibencinya,dan perkataan, perilaku tercela menjadi watak pribadinya dan mudah baginya berbuat yang demikian itu, maka itulah yang disebut dengan akhlak negatif. (Al-Jazairi, 1987:193). Islam mengajarkan agar kita berakhlak positif dengan mencontoh perilaku Nabi SAW karena dalam diri beliau terdapat suri teladan yang baik. (QS. Al-A’raaf, 33:21). Dalam konflik, Islam pun menganjurkan tindakan yang preventif dengan cara menghadapi perbuatan buruk dengan perbuatan yang baik sedemikian hingga
80
permusuhan dapat berubah menjadi persahabatan. Akhlak positif menjadi hal uyang teramat penting, bukan hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi orang lain, karena akhlak menyangkut interaksi antar sesama manusia.Kehidupan zaman modern dan dunia cyber ini pun menghadirkan substansi yang semakin kompleks sebagai tantangan
bagi
penegakan
akhlak
atau
moralitas
Islami.Ini
mengingatkan pada relevansi misi utama diutusnya Nabi SAW. Diriwayatkan dari Imam Bukhari bahwasannya Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya aku ini diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik” (positif).Bagi sebuah bangsa yang beradab, akhalak positif ini memilikki peran penting untuk menyelamatkan bangsa tersebut dari kerusakan. Untuk mencegah kekerasan dalam pendidikan, pendidik diharapkan mampu menerapkan akhlak positif dan meninggalkan akhlak negatif.Berikut disampaikan kiat-kiat berakhlak positif. Pertama,penyelesaian persoalan dengan sabar. Persoalan yang sederhana bisa jadi akan berubah menjadi hal yang besar dan serius ketika tidak ada kesabaran dari pihak yang bermasalah. Kesabaran memang
ada
batasnya,
tetapi
tergesa-gesa
pun
tidak
akan
menyelesaikan masalah. Islam memerintahkan agar manusia saling mengajak pada kesabaran. Dalam konteks ini, sesungguhnya sangat menakjubkan karakter dari seorang mukmin: apabila dikaruniai
81
kesenangan ia bersyukur, dan hal itu baik baginya, sebaliknya jika tertimpa musibah, ia pun bersabar, dan itupun baik baginya. Kedua, cintai kebaikan, jauhi keburukan! Pada beberapa hal, perkara kebaikan sebenarnya telah jelas, sama jelasnya dengan perkara keburukan. Tugas kita adalah mencintai dan mengamalkan kebaikan seraya menjauhi keburukan. Namun, pada beberapa perkara lain, terkadang ada hal samar antara kebaikan dan keburukan, yang tidak semua orang tahu hal tersebut baik atau buruk. Hanya orang yang berhati-hati yang tidak terjerumus dalam perilaku buruk. Niat berbuat baik akan dicatat sebagai amal kebaikan, sedang perbuatan buruk tidak dihitung sebagai perbuatan buruk sebelum terlaksana dalam perbuatan. Ketiga, siapa jujur akan makmur.Sebelum diangkat menjadi Rasul, Nabi Muhammad terkenal dengan sebutan al-amin atau orang yang dapt dipercaya.Jujur berarti mengajak seseorang kepada kebaikan, sedang kebaikan mengajak kepada surga. Maka, barang siapa jujur niscaya akan dicatat sebagai orang yang baik dan mendapat surga. Sebaliknya, bohong mengajak seseorang kepada kejahatan, sedang kejahatan mengajak kepada neraka. Maka, barangsiapa berbohong niscaya akan dicatat sebagai pembohong dan dimaukkan neraka. Orang yang tidak jujur termasuk dalam salah satu tanda-tanda munafik.Ada empat perkara jika seseorang mempunyai empat perkara
82
tersebut, maka dia merupakan orang munafik. Barangsiapa yang bersifat dengan salah satu dari padanya berarti dia bersifat munafik, sampau ia meninggalkannya, yaitu apabiala bercakap dia berbohong, apabila membuat persetujuan dia khianati, apabila berjanji dia menyalahi dan apabila terjadi pertikaian dia melampaui batas. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa tanda-tanda munafik itu tiga. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. “Tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara, yaitu apabila berkata dia berbohong, apabila berjanji dia memungkiri dan apabila diberi amanah dia menghianatinya.” Keempat, bersikap pemurah dan santun.Dalam bahasa Arab, sikap murah hati dan dermawan ini disebut dengan itsar, artinya mengutamakan orang lain. Al-Ghozali dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din berpendapat bahwa itsar adalah kesediaan seseorang untuk untuk mendermakan hartanya di jalan Allah,
meskipun ia sendiri
membutuhkannya.Itsar, merupakan kedermawaan pada tingkat yang paling tinggi.Tak ada kedermawaan di atasnya. Makna bahwa itsar merupakan salah satu bentuk dari kualitas moral Islami (akhlak al-karimah) yang sangat tinggi, yang menuntut bukan hanya kepedulian, tetapi juga pengorbanan.Karena itu, menurut Suhrawarfi dalm Awarif al-Ma’arif, seseorang tak mungkin memiliki sifat itu, kecuali seseorang itu memiliki dua sifat. Yakni, Pertama, ia memiliki hati dan jiwa yang bersih serta keluhuran budi pekerti. Kedua, ia berpendapat bahwa segala yang ada di muka bumi, termasuk
83
harta kekayaan yang dimiliki, adalah milik Allah SWT. Untuk itu, ia memandang harta kekayaannya sebagai titipan Tuhan (amanah) yang harus diteruskan dan disampaikan kepada yang lebih berhak menerimanya. (Ismail, 1997:142-144). 3. Paradigma Pendidikan Islam Paradigma, Orientasi dan Peran Pendidikan Islam.Pendidikan Islam
harus
berorientasi
pengembangan kreativitas,
kepada
pembangunan
intelektualitas,
dan
keterampilan,
pembaruan, kecakapan
penalaran yang dilandasai dengan “keluhuran moral” dan “kepribadian”, sehingga pendidikan Islam akan mampu mempertahankan relevansinya di tengah-tengah laju pembangunan dan pembaruan paradigma sekarang ini, sehigga pendidikan Islam akan melahirkan manusia yang belajar terus (long life education), mandiri, disiplin, terbuka, inovatif, mampu memecahkan dan menyelesaikan berbagai problem kehidupan serta berdayaguna bagi kehidupan dirinya dan masyarakat. Paradigma baru pendidikan Islam harus diorientasikan kepada pembangunan, pembaruan, pengembangan kreativitas, intelektualisme, keterampilan, kecakapan, penalaran, inovatif, mandiri, disiplin dan taat hukum, terbuka dalam masyarakat plural, dan mampu menghadapi serta menyelesaikan persoalan pada era globalisasi dengan dilandasi moral dan akhlak dalam usaha membangun manusia dan masyarakat yang berkualitas bagi kehidupan dalam masyarakat madani Indonesia.
84
Paradigma pendidikan Islam yang strategis adalah paradigma yang sangat terkait dengan peranan pendidikan Islam itu sendiri. John C. Bock, dalam Educational and Development: A Conflict Meaning (1992), mengidentifikasi
peranan
pendidikan
Islam,
yaitu:
petama,
memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa, kedua, mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial, ketiga, untuk meratakan kesempatan dan pendapatan. Paran yang pertama merupakan fungsi politik pendidikan Islam dan dua peran yanglain merupakan fungsi ekonomi. Dari pandangan ini berbagai paradigma dirumuskan, misalnya peranan pendidikan Islam dalam pembangunan nasional muncul dua paradigma yang menjadi kiblat bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan pendidikan Islam, yaitu paradigma fungsional dan sosialisasi.Paradigma fungsional melihat keterbelakangan dan kemiskinan dikarenakan
masyarakat
tidak
mempunyai
cukup
pengetahuan,
kemampuan dan sikap modern.Sedangkan paradigma sosialisasi melihat peran
pendidikan
Islam
dalam
pembangunan
adalah
pertama,
mengembangkan kompotensi individu, kedua, kompotensi yang lebih tinggi tersebut diperlukan untuk meningkatkan produktivitas, dan ketiga, secara umum, meningkatkan kemampuan warga masyarakat. Paradigma fungsional dan paradigma sosialisasi telah melahirkan dua pandangan.Pertama, paradigma pendidikan Islam yang bersifat analismekanisasi dengan mendasarkan pada doktrin reduksionisme dan
85
mekanistik.Doktrin reduksionisme melihat pendidikan Islam sebagai barang yang dapat dipecah-pecah dan dipisah-pisah satu dengan lain. Doktirn mekanistik melihat pecahan-pecahan atau bagian-bagian tersebut memiliki keterkaitan linier fungsional.Akibatnya, pendidikan Islam direduksi sedemikian rupa ke dalam serpihan-serpihan kecil, terpisah dan tidak saling berhubungan, seperti kurikulum, kredit SKS, pokok bahasan, program pengayaan, pekerjaan rumah, dan lain-lain. Kemudian muncul paradigma pendidikan Islam Input-Proses-Output, menjadikan sekolah sebagai proses produksi, murid diperlakukan bagaikan masukan material suatu
pabrik.
Guru,
kurikulum,
dan
fasilitas
pendidikan
Islam
diperlakukan sebagai instrumental input. Paradigma pendidikan Islam diperlakukan sebagai sistem yang bersifat mekanik yang perbaikannya dapat bersifat parsial. Paradigma ini tidak pernah melihat pendidikan Islam sebagai suatu proses yang utuh dan bersifat organik yang merupakan bagian dari proses kehidupan masyarakat”. Kedua, “para pengambil kebijakan pemerintah menjadikan pendidikan Islam sebagai engine of growth (mesin pertumbuhan) yakni pendidikan
Islam
pembangunan.Kemudian
sebagai agar
penggerak berhasil
dan
melaksanakan
lokomotif fungsinya,
pendidikan Islam harus diorganisir dalam suatu lembaga pendidikan Islam formal sistem persekolahan, yang bersifat terpisah dan berada di atas dunia yang lain, khusunya dunia ekonomi. Pendidikan Islam harus
86
menjadi panutan dan penentu perkembangan dunia yang lain, bukan sebaliknya. Dalam lembaga pendidikan Islam formal berbagai ide dan gagasan akan dikaji, berbagai teori diuji, berbagai metode akan dikembangkan, dan berbagai tenaga kerja dengan berbagai jenis kemampuan akan dilatih. Namun, pengalaman selama ini menunjukkan, pendidikan Islam dengan sistem persekolahan tidak dapat berperan sebagai penggerak dan loka pembangunan. Goss (1984) dalam Education versus Qualifications, menyatakan pendidikan Islam telah menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan teknologi, dengan berbagai kesenjangan: kultural, sosial, dan khususnya
kesenjangan
vakasional
dalam
bentuk
melimpahnya
pengangguran terdidik. Berbagai problem pendidikan Islam yang muncul tersebut bersumber pada kelemahan sistem pendidikan Islam yang tidak mungkin disempurnakan hanya lewat upaya pembaruan yang bersifat tambal sulam, tetapi harus dimulai dari mencari paradigma peran pendidikan Islam dalam upaya memberdayakan masyarakat.Pertama, pendidikan Islam menuju tercapainya sikap dan perilaku "toleransi", lapang dada dalam berbagai hal dan bidang, terutama toleran dalam perbedaan pendapat dan penafsiran ajaran, tanpa melepaskan pendapat atau prinsipnya yang diyakini.
Kedua,
pendidikan
Islam
yang
mampu
menumbuhkan
kemampuan untuk berswadaya dan mandiri dalam kehidupan.Ketiga, pendidikan Islam yang menumbuhkan ethos kerja, mempunyai aspirasi
87
pada kerja, disiplin dan jujur.keempat, pendidikan Islam didesain untuk mampu menjawab tantangan masyarakat global.Untuik itu kiranya perlu mewarnai bidang-bidang kajian tingkat tinggi yang rasional dan logis dengan mengaktualisasikan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
87
BAB IV MULTIKULTURALISME DALAM TELAAH SURAH AL-ANBIYA’ AYAT 107 DAN SURAH AL-HUJURAT AYAT 9-13
A. Penafsiran Surah Al-Anbiya’ Ayat 107 dan Surah Al-Hujurat Ayat 9-13 1. Surah al-Anbiya’ Ayat 107
ﻣﺂ ﺳﻠﻨﺎ ِﻻﱠ ﺣﻤﺔ ﻟِﻠﻌﺎﻟﻤِﻴﻦ “Tidaklah Kami mengutusmu, melainkan (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Ayat yang menegaskan bahwa Al-Qur’an merupakan peringatan, atau bekal menuju kebahagiaan abadi serta kecukupan bagi siapa yang siap untuk menjadi pengabdi yang tulus kepada Allah SWT. Al-Qur’an turun kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia. Atas dasar itulah agaknya maka Allah SWT menegaskan dalam ayat ini bahwa: Tidaklah Kami mengutusmu wahai Nabi Muhammad, melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam. Pada pembahasan dalam tema utama surah ini yaitu tentang kenabian, al-Anbiya’ yang menguraikan kisah dan keistimewaan enam belas orang diantara mereka, diakhiri dengan keistimewaan Nabi Isa As dan ibu beliau, maka sangat wajar pula bila keistimewaan Nabi terakhir, Nabi Muhammad SAW juga dikemukakan di sini. Keistimewaan tersebut adalah kepribadian beliau yang merupakan rahmat di samping ajaranajaran yang beliau sampaikan dan terapkan. 87
88
Redaksi ayat yang sangat singkat, tetapi mengandung makna yang sangat luas. Hanya dengan lima kata yang terdiri dari dua puluh lima huruf termasuk huruf penghubung yang terletak pada awalnya, ayat ini menyebut empat hal pokok. Pertama, Rasul / utusan Allah SWT dalam hal ini Nabi Muhammad SAW. Kedua, yang mengutus beliau dalam hal ini Allah SWT. Ketiga, yang diutus kepada mereka (al-alamin). Keempat, risalah, yang kesemuanya mengisyaratkan sifat-sifatnya yakni Rahmat yang sifatnya sangat besar sebagaimana dipahami dari bentuk nakirah/ indifinitif dari kata tersebut. Ditambah lagi dengan menggambarkan ketercakupan sasaran dalam semua waktu dan tempat. Rasul SAW adalah rahmat, beliau bukan hanya membawa ajaran saja, tetapi sosok dan kepribadian beliau
adalah rahmat
yang
dianugerahkan Allah SWT kepada beliau. Ayat ini tidak menyatakan bahwa: “Kami tidak mengutus engkau untuk membawa rahmat, tetapi sebagai rahmat atau agar engkau menjadi rahmat bagi seluruh alam.” Ketika menafsirkan firman-Nya dalam (QS. al-Imran 3:159):
ﻓﺒِﻤﺎ ﺣﻤﺔٍ ﻣِﻦ ﷲِ ﻟِﻨﺖ ﻟﻬﻢ “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka,” Penulis antara lain mengemukakan bahwa penggalan ayat ini dapat menjadi salah satu bukti bahwa Allah SWT sendiri yang mendidik dan membentuk kepribadian Nabi Muhammad SAW, sebagaimana sabda beliau: Aku dididik oleh Tuhan-Ku, maka sungguh baik hasil pendidikan-
89
Nya.” Kepribadian beliau dibentuk sehingga bukan hanya pengetahuan yang Allah SWT limpahkan kepada beliau melalui wahyu-wahyu alQur’an, tetapi juga kalbu beliau disinari bahkan totalitas wujud beliau merupakan rahmat bagi seluruh alam. Beliau juga merupakan rahmatun muhdab sebagaimana pengakuan
beliau
yang
diriwayatkan oleh
Muhammad Ibn Thahir al-Maqdasi melalui Abu Hurairah yakni beliau adalah rahmat yang dihadiahkan oleh Allah kepada seluruh alam. Tidak ditemukan dalam al-Qur’an seorang pun yang dijuluki dengan rahmat, kecuali rasulullah Muhammad SAW, dan tidak juga satu makhluk yang disifati dengan sifat Allah ar-Rahim kecuali Rasulullah Muhammad SAW. Allah berfirman:
ﻟﻘﺪ ﺟﺎَﻛﻢ ﺳﻮ ﻣِﻦ ﻧﻔﺴِﻜﻢ ﻋﺰِﻳﺰ ﻋﻠﻴﻪِ ﻣﺎ ﻋﻨِﺘﻢ ﺣﺮِﻳﺺ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺑِﺎﻟﻤﺆﻣِﻨِﻴﻦ ﺣِﻴﻢ
ُ
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang rasul dari diri kamu sendiri, berat terasa olehnya apa yang telah menderitakan kamu; sangat menginginkan (kebaikan) bagi kamu; terhadap orang-orang mukmin Rauf dan Rahim / amat kasih lagi penyayang” (QS. at-Taubah 9:128). Ketika menafsirkan ayat at-Taubah ini, penulis antara lain mengemukakan bahwa, “Kalaulah beliau bersikap tegas, atau ada tuntutan yang sepintas terlihat atau terasa berat, maka itu adalah untuk kemaslahatan umatnya juga. Sebenarnya hati beliau lebih dahulu teririsiris melihat ada kesulitan atau penderitaan yang dialami manusia.
90
Pembentukan kepribadian Nabi Muhammad SAW sehingga menjadikan sikap, ucapan, perbuatan, bahkan seluruh totalitas beliau adalah rahmat, bertujuan mempersamakan totalitas beliau dengan ajaran yang beliau sampaikan, karena ajaran beliau pun adalah rahmat yang menyeluruh. Kerena itulah Rasulullah SAW adalah penjelmaan kongkrit dari akhlak al-Qur’an sebagaimana dilukiskan oleh Aisyah ra. (HR. Ahmad Ibn Hanbal, 520). Kata al-‘alamin telah penulis jelaskan maknanya antara lain penulis kemukakan bahwa para pakar memahami kata ‘alam dalam arti kumpulan sejenis makhluk Allah SWT yang hidup, baik hidup sempurna maupun terbatas. Jadi ada alam manusia, alam malaikat, alam jin, alam hewan dan tumbuh-tumbuhan. Semua itu memperoleh rahmat dengan kehadiran Nabi Muhammad SAW membawa ajaran Islam. Dengan rahmat itu terpenuhilah hajat batin manusia untuk meraih ketenangan, ketentraman, serta pengakuan atas wujud, hak, bakat dan fitrahnya, sebagaimana terpenuhi pula hajat keluarga kecil dan besar, menyangkut perlindungan, bimbingan dan pengawasan serta saling pengertian dan penghormatan. Jangankan
manusia,
binatang
dan
tumbuh-tumbuhan
pun
memperoleh rahmat-Nya. Sebelum Eropa mengenal organisasi pecinta binatang, Rasulallah SAW telah mengajarkan perlunya mengasihi binatang. Banyak sekali pesan beliau menyangkut hal ini, dimulai dari perintah tidak membebaninya melebihi kemampuannya sampai dengan
91
perintah mengasah pisau terlebih dahulu sebelum menggunakannya untuk menyembelih. Beliau juga memperingatkan bahwa ada seorang wanita masuk ke neraka karena mengurung seekor kucing hingga akhirnya mati tanpa memberinya makan dan tidak pula melepaskannya mencari makan sendiri (HR. Bukhari, 62). Dalam ajaran Nabi Muhammad SAW Pembawa rahmat itu, terlarang memetik bunga sebelum mekar, atau buah sebelum matang, karena tugas manusia adalah mengantar semua makhluk menuju tujuan penciptaanya. Kembang diciptakan antara lain agar mekar sehingga lebah datang mengisap sarinya, dan mata menjadi senang memandangnya, bahkan benda-benda tak bernyawa pun mendapat kasih sayang beliau. (Shihab, 2002:518-581). 2. Surah al-Hujurat Ayat 9-13 a. Al-Hujurat Ayat 9
ِ ﻃﺂﺋِﻔﺘﺎ ِ ﻣِﻦ ﻟﻤﺆﻣِﻨِﻴﻦ ﻗﺘﺘﻠﻮ ﻓﺎﺻﻠِﺤﻮ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﺎِ ﺑﻐﺖ ِﺣﺪ ﻫﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﻓﺎﺻﻠِﺤﻮ
َ ﻻﺧﺮ ﻓﻘﺎﺗِﻠﻮ ﻟﱠﺘِﻲ ﺗﺒﻐِﻲ ﺣ ﺗﻔِﻲ َ ِﻟﻰ ﻣﺮِ ﷲِ ﻓِﺎ ﻓﺂ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺑِﺎﻟﻌﺪ ِ ﻗﺴِﻄﻮ ِ ﱠ ﷲَ ﻳﺤِﺐ ﻟﻤﻘﺴِﻄِﻴﻦ
"Apabila ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya m enurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
92
Dalam ayat 9 ini, Allah SWT berfirman, bahwa jika ada dua golongan orang mukmin berperang, hendaklah didamaikan. Jika salah satu di antara golongan itu berbuat aniaya dan menzalimi golongan yang lain, maka perangilah golongan yang zalim dan berbuat aniaya itu sampai mereka kembali kepada perintah Allah SWT dan menghentikan kezaliman dan penganiayaannya. Dan jika mereka telah menyadari akan kesalahannya dan kembali kepada perintah Allah SWT, maka damaikanlah kedua golongan itu dengan adil, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. b. Al-Hujurat Ayat 10
ِﻧﻤﺎ ﻟﻤﺆﻣِﻨﻮ ِﺧﻮ ﻓﺎﺻﻠِﺤﻮ ﺑﻴﻦ ﺧﻮﻳﻜﻢ ﺗﻘﻮ ﷲَ ﻟﻌﻠﱠﻜﻢ ﺗﺮﺣﻤﻮ “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” Allah SWT menegaskan dalam ayat 10 bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara seperti hubungan persaudaraan antara orang-orang seketurunan karena sama-sama menganut unsur keimanan yang sama dan kekal. Setiap muslim memiliki hak atas saudaranya yang sesama muslim. Dalam hadits riwayat Bukhari dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, “Orang muslim itu adalah saudara orang muslim, jangan berbuat aniaya kepadanya, jangan membuka aibnya, jangan menyerahkannya kepada musuh, dan jangan meninggikan
93
bagian rumah sehingga menutup udara tetangganya kecuali dengan izinnya, jangan mengganggu tetangganya dengan asap makanan dari periuknya kecuali jika ia memberi segayung dari kuahnya. Jangan membeli
buah-buahan
untuk
anak-anak,
lalu
dibawa
keluar
(diperlihatkan) kepada anak-anak tetangganya kecuali jika mereka diberi buah-buahan itu. “Kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda, “Peliharalah (norma-norma pergaulan) tetapi (sayang) hanya sedikit di antara kamu yang memeliharanya. “Dalam hadits shahih lain yang dinyatakan, “Apabila seorang muslim mendoakan saudaranya yang ghaib, maka malaikat berkata ‘Amin’, dan semoga kamu pun mendapat seperti itu.” c. Al-Hujurat Ayat 11
ﻳﻜﻮﻧﻮ ﺧﻴﺮ ﻣِﻨﻬﻢ ﻻ
ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟّﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ﻻ ﻳﺴﺨﺮ ﻗﻮ ﻣِﻦ ﻗﻮٍ ﻋﺴﻰ
ﻳﻜﻦ ﺧﻴﺮ ﻣِﻨﻬﻦ ﻻ ﺗﻠﻤِﺰ ﻧﻔﺴﻜﻢ ﻻ ﺗﻨﺎﺑﺰ
ﻧِﺴﺎٌ ﻣِﻦ ﻧِﺴﺎٍ ﻋﺴﻰ
ﺑِﺎﻻﻟﻘﺎ ِ ﺑِﺌﺲ ﻻِﺳﻢ ﻟﻔﺴﻮ ﺑﻌﺪ ﻻِﻳﻤﺎ ِ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺘﺐ ﻓﺎ ﻟﺌِﻚ ﻫﻢ ﻟﻈﱠﺎﻟِﻤﻮ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
94
Dalam ayat ke-11 ini Allah SWT menetapkan dua larangan dalam konsep persaudaraan dalam Islam. Janganlah memandang rendah karena sifat ini lahir dari perasaan riya’ dan ujub (bangga dan sombong serta menilai diri lebih tinggi dari orang lain dari sudut harta, pangkat, ilmu dan sebagainya). Namun begitu ada riya’ dan bangga diri yang dibenarkan yaitu bangga menganut agama Islam dan mendukung segala prinsip dan syariat Islam dan berasa ujub (superior) dengan lengkap Islam berbanding dengan agama yang lain, dan tidak merasa malu-malu atau rendah-diri mengenainya. Inilah bangga diri yang dibenarkan dan digalakkan. Janganlah mengamalkan tabiat gemar mempersendakan orang lain. Termasuk mempersendakan ialah menghina, memalukan, melekehkan, mengutuk, mencaci dan lain sebagainya. Tabiat memanggil dengan panggilan yang buruk, ‘character assassination’ dan sebagainya sudah menjadi hal yang wajar dalam suasana hidup zaman sekarang. d. Al-Hujurat Ayat 12
ِﺛﻢ ﻻ ﺗﺠﺴﺴﻮ ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ﺟﺘﻨِﺒﻮ ﻛﺜِ ﻣِﻦ ﻟﻈﱠﻦِّ ِ ﱠ ﺑﻌﺾ ﻟﻈﱠﻦ ﻳﺎﻛﻞ ﻟﺤﻢ ﺧِﻴﻪِ ﻣﻴﺘﺎ
ﻻ ﻳﻐﺘﺐ ﺑﻌﻀﻜﻢ ﺑﻌﻀﺎ ﻳﺤِﺐ ﺣﺪﻛﻢ ﺣِﻴﻢ
ﻓﻜﺮِﻫﺘﻤﻮ ﺗﻘﻮ ﷲَ ِ ﱠ ﷲَ ﺗﻮ
95
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” Dalam ayat 12 Allah SWT memberi peringatan kepada orangorang yang beriman, supaya mereka menjauhkan diri dari su’uzhan/ prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar sebuah kalimat yang keluar dari saudaranya yang mukmin maka kalimat itu harus diberi tanggapan dan ditujukan kepada pengertian yang baik, jangan sampai timbul salah paham, apalagi menyelewengkannya sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka. Kemudian Allah SWT menerangkan penyebab wajibnya orang mukmin menjauhkan diri dari prasangka yaitu karena sebagian prasangka itu mengandung dosa. Allah SWT melarang pula ghibah, namimah, dan mencari-cari aib orang lain. Mengenai definisi ghibah, Rasulullah SAW bersabda, “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci. “Si penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu bila yang diceritakannya itu benar ada padanya? “Rasulullah SAW menjawab, “Kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar engkau berbuat buhtan (dusta).” (HR.Muslim, Tirmizi, Abu Daud, dan Ahmad). Sedangkan namimah
96
dapat dibagi menjadi hamz (mencaci maki) dan lamz (mencela). (QS.Al-Humazah:1). Rasulullah SAW mengecam orang yang suka ghibah dan mencari-cari kesalahan orang. Diriwayatkan oleh Abi Barzah alIslami, sabda Rasulullah SAW, “Wahai orang-orang yang beriman dengan lidahnya, tetapi iman itu belum masuk juga dalam hatinya, jangan sekali-kali kamu berghibah (bergunjing) terhadap kaum muslimin dan jangan sekali-kali mencari noda atau auratnya. Karena barang siapa mencari-cari noda mereka, maka Allah SWT akan membalas pula dengan membuka noda-nodanya. Dan barang siapa yang diketahui kesalahannya oleh Allah SWT, niscaya Dia akan menodai kehormatannya dalam lingkungan keluarganya sendiri.” Adapun beberapa pengecualian dibolehkannya ghibah adalah sebagai berikut: 1) Orang yang mazlum (dianiaya) menceritakan keburukan orang yang menzaliminya dalam rangka menuntut haknya 2) Jika bertujuan memberi nasehat pada kaum muslimin tentang agama dan dunia mereka. 3) Dilakukan dengan niat baik dan mengharapkan ridha Allah semata.
97
e. Al-Hujurat Ayat 13
ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﻨﺎ ِﻧﺎ ﺧﻠﻘﻨﺎﻛﻢ ﻣِﻦ ﻛ ٍﺮ ﻧﺜﻰ ﺟﻌﻠﻨﺎﻛﻢ ﺷﻌﻮﺑﺎ ﻗﺒﺎﺋِﻞ ﻟِﺘﻌﺎ ﻓﻮ ِ ﱠ ﻛﺮﻣﻜﻢ ﻋِﻨﺪ ﷲِ ﺗﻘﺎﻛﻢ ِ ﱠ ﷲَ ﻋﻠِﻴﻢ ﺧﺒِﻴﺮ “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” Pada ayat 13, Allah SWT menjelaskan bahwa manusia diciptakan-Nya bermacam-macam bangsa dan suku supaya saling mengenal dan saling menolong dalam kehidupan bermasyarakat. Dan tidak ada kemuliaan seseorang di sisi Allah SWT kecuali dengan ketakwaannya. Ayat ini juga menyatakan bahwa persaudaraan Islam berlaku untuk seluruh umat manusia tanpa dibatasi oleh bangsa, warna kulit, kekayaan dan wilayah melainkan didasari oleh ikatan aqidah. Persaudaraan merupakan pilar masyarakat Islam dan salah satu basis kekuatannya. “Seorang mukmin terhadap mukmin yang lainnya bagaikan bangunan yang saling mengikat dan menguatkan serta bagaikan jalinan antara jari-jemari.” (HR.Muttafaq’alaih dari Abu Musa r.a.) Rasulullah SAW pernah menganggap persaudaraan antar umat Islam adalah basis yang sangat penting sehingga hal yang dilakukan
98
beliau adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar secara formal satu dengan yang lainnya ketika hijrah ke Madinah. 3. Ayat-ayat tentang Multikultural
ِﻟﻰ ﺑِّﻚ
ِﻟِﻜﻞِّ ﻣّ ٍﺔ ﺟﻌﻠﻨﺎ ﻣﻨﺴﻜﺎ ﻫﻢ ﻧﺎﺳِﻜﻮ ﻓﻼ ﻳﻨﺎ ِﻋﻨّﻚ ﻓِﻲ ﻷﻣﺮ ٍِﻧّﻚ ﻟﻌﻠﻰ ﻫﺪ ﻣﺴﺘﻘِﻴﻢ
“Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syariat) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus”. (QS. al-Hajj 22:67). Pendidikan multikultural mempunyai beberapa karakteristik dalam pengimplementasiannya, karekteristik dari pendidikan multikultural tersebut meliputi lima komponen, yaitu belajar hidup dalam perbedaan, membangun tiga aspek mutual (saling percaya, saling pengertian, dan saling menghargai), terbuka dalam berpikir, apresiasi dan interdependensi, serta resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan. (Zakiyyudin, 2005:78). Kemudian dari karakteristik-karakteristik tersebut, diformulasikan dengan ayat-ayat al-Qur’an sebagai back up strategis, bahwa konsep pendidikan multikultural ternyata selaras dengan ajaran-ajaran Islam dalam mengatur tatanan hidup manusia di muka bumi ini, terutama dalam konteks pendidikan.
99
a. Karakteristik Belajar Hidup dalam Perbedaan Pendidikan selama ini lebih diorientasikan pada tiga pilar pendidikan, yaitu menambah pengetahuan, pembekalan keterampilan hidup (life skill), dan menekankan cara menjadi “orang” sesuai dengan kerangka berpikir peserta didik. Realitasnya dalam kehidupan yang terus berkembang, ketiga pilar tersebut kurang berhasil menjawab kondisi masyarakat yang semakin mengglobal. Maka dari itu diperlukan satu pilar strategis yaitu belajar saling menghargai akan perbedaan, sehingga akan terbangun relasi antara personal dan intra personal. Dalam terminology Islam, realitas akan perbedaan tak dapat dipungkiri lagi, sesuai dengan (QS. al-Hujurat 49:13):
ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﻨﺎ ِﻧﺎ ﺧﻠﻘﻨﺎﻛﻢ ﻣِﻦ ﻛ ٍﺮ ﻧﺜﻰ ﺟﻌﻠﻨﺎﻛﻢ ﺷﻌﻮﺑﺎ ﻗﺒﺎﺋِﻞ ﻟِﺘﻌﺎ ﻓﻮ ِ ﱠ ﻛﺮﻣﻜﻢ ﻋِﻨﺪ ﷲِ ﺗﻘﺎﻛﻢ ِ ﱠ ﷲَ ﻋﻠِﻴﻢ ﺧﺒِﻴﺮ “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat 49:13). yang menekankan bahwa Allah SWT menciptakan manusia yang terdiri dari berbagai jenis kelamin, suku, bangsa, serta interprestasi yang berbeda-beda.
100
b. Karakteristik Membangun Tiga Aspek Mutual. Ketiga hal tersebut yaitu membangun saling percaya (mutual trust), memahami saling pengertian (mutual understanding), dan menjunjung sikap saling menghargai (mutual respect). Tiga hal ini sebagai konsekuensi logis akan kemajemukan dan kehegemonikan, maka diperlukan pendidikan yang berorientasi kepada kebersamaan dan penanaman sikap toleran, demokratis, serta kesetaraan hak. Implementasi menghargai perbedaan dimulai dengan sikap saling menghargai dan menghormati dengan tetap menjunjung tinggi rasa persatuan dan persaudaraan. Hal tersebut dalam Islam lazim disebut tasamuh (toleransi). Ayat-ayat al-Qur’an yang menekankan akan pentingnya saling percaya, pengertian, dan menghargai orang lain, diantaranya ayat yang menganjurkan untuk menjauhi berburuk sangka dan mencari kesalahan orang lain yaitu (QS. al-Hujurat 49: 12):
ِﺛﻢ ﻻ ﺗﺠﺴﺴﻮ ِ ﱠ ﺑﻌﺾ ﻟﻈﱠﻦ ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ﺟﺘﻨِﺒﻮ ﻛﺜِﻴﺮ ﻣِﻦ ﻟﻈﱠﻦ ﻻ ﻳﻐﺘﺐ ﺑﻌﻀﻜﻢ ﺑﻌﻀﺎ “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.” (QS. al-Hujurat 49:12). Tidak mudah menjatuhkan vonis dan selalu mengedepankan klarifikasi (tabayyun) dalam (QS. al-Hujurat 49: 6) yang berbunyi:
101
ٍﺗﺼِﻴﺒﻮ ﻗﻮﻣﺎ ﺑِﺠﻬﺎﻟﺔ
ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟّﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ِ ﺟﺎَﻛﻢ ﻓﺎﺳِﻖ ﺑِﻨﺒﺎٍ ﻓﺘﺒﻴﻨﻮ ﻓﺘﺼﺒِﺤﻮ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻓﻌﻠﺘﻢ ﻧﺎ ِﻣِﻴﻦ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al-Hujurat 49: 6). Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, (QS. alBaqarah 1: 256) yang berbunyi :
ﻳﻦِ ﻗﺪ ﺗﺒﻴﻦ ﻟﺮﺷﺪ ﻣِﻦ ﻟﻐﻲ ﻵِﻛﺮ ﻓِﻲ ﻟﺪ “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah.” (QS. al-Baqarah 1: 256). c. Karakteristik Terbuka dalam Berpikir Pendidikan seyogyanya memberi pengetahuan baru tentang bagaimana berpikir dan bertindak, bahkan mengadopsi dan beradaptasi terhadap kultur baru yang berbeda, kemudian direspons dengan pikiran terbuka dan tidak terkesan eksklusif. Peserta didik didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir sehingga tidak ada kejumudan dan keterkekangan dalam berpikir. Penghargaan al-Qur’an terhadap mereka yang mempergunakan akal, bisa dijadikan bukti representatif bahwa konsep ajaran Islampun sangat responsif terhadap konsep berpikir secara terbuka. Salah satunya ayat yang menerangkan betapa
102
tingginya derajat orang yang berilmu yaitu (QS. al-Mujaadillah 58:11) yang berbunyi:
ُﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟّﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ِ ﻗِﻴﻞ ﻟﻜﻢ ﺗﻔﺴﺤﻮ ﻓِﻰ ﻟﻤﺠﺎﻟِﺲِ ﻓﺎﻓﺴﺤﻮ ﻳﻔﺴﺢِ ﷲ ﻟﻜﻢ ِ ﻗِﻴﻞ ﻧﺸﺰ ﻓﺎﻧﺸﺰ ﻳﺮﻓﻊِ ﷲُ ﻟّﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ﻣِﻨﻜﻢ ﻟّﺬِﻳﻦ ﺗﻮ ﻟﻌِﻠﻢ ﺟﺎ ٍ ﷲُ ﺑِﻤﺎ ﺗﻌﻤﻠﻮ ﺧﺒِﻴﺮ “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Mujaadillah 58: 11). Ayat
yang
menjelaskan
bahwa Islam tidak
mengenal
kejumudan dan dogmatisme, hal ini dijelaskan dalam (QS. al-Baqarah 1:170) yang berbunyi:
ِ ﻗِﻴﻞ ﻟﻬﻢ ﺗﺒِﻌﻮ ﻣﺂ ﻧﺰ ﷲُ ﻗﺎﻟﻮ ﺑﻞ ﻧﺘﺒِﻊ ﻣﺂ ﻟﻔﻴﻨﺎ ﻋﻠﻴﻪِ ﺑﺂ َﻧﺎ ﻟﻮ ﻛﺎ ﺑﺂ ﻫﻢ ﻻ ﻳﻌﻘِﻠﻮ ﺷﻴﺌﺎ ﻻ ﻳﻬﺘﺪ “Apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. al-Baqarah 1:170).
103
d. Karakteristik Apresiasi dan Interdependensi. Karakteristik ini mengedepankan tatanan sosial yang care (peduli), dimana semua anggota masyarakat dapat saling menunjukkan apresiasi dan memelihara relasi, keterikatan, kohesi, dan keterkaitan sosial yang rekat, karena bagaimanapun juga manusia tidak bisa survive tanpa ikatan sosial yang dinamis. Konsep seperti ini banyak termaktub dalam al-Qur’an, salah satunya QS. al-Maidah 5: 2 yang menerangkan betapa pentingnya prinsip tolong menolong dalam kebajikan, memelihara solidaritas dan ikatan sosial (takwa), dengan menghindari tolong menolong dalam kejahatan.
ﻻ ﺗﻌﺎ ﻧﻮ ﻋﻠﻰ ﻻِﺛﻢِ ﻟﻌﺪ ِ ﺗﻘﻮ ﷲَ ِ ﱠ
ﺮ ﻟﺘﻘﻮ ِﺗﻌﺎ ﻧﻮ ﻋﻠﻰ ﻟﺒ ِ ﷲَ ﺷﺪِﻳﺪ ﻟﻌِﻘﺎ
“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah 5: 2). Redaksi ayat tersebut mengisyaratkan bahwa tolong menolong yang dapat mengantarkan manusia, baik sebagai individu atau kelompok, kepada sebuah tatanan masyarakat yang kokoh dalam bingkai persatuan dan kebersamaan adalah tolong menolong dalam hal kebaikan, kejujuran dan ketaatan.
104
e. Karakteristik Resolusi Konflik dan Rekonsiliasi Nirkekerasan. Konflik dalam berbagai hal harus dihindari, dan pendidikan harus mengfungsikan diri sebagai satu cara dalam resolusi konflik. Adapun resolusi konflik belum cukup tanpa rekonsiliasi, yakni upaya perdamaian
melalui
sarana
pengampunan
atau
memaafkan
(forgiveness). Pemberian ampun atau maaf dalam rekonsiliasi adalah tindakan tepat dalam situasi konflik komunal. Dalam ajaran Islam, seluruh umat manusia harus mengedepankan perdamaian, cinta damai dan rasa aman bagi seluruh makhluk. Juga secara tegas al-Qur’an menganjurkan untuk memberi maaf, membimbing ke arah kesepakatan damai dengan cara musyawarah, duduk satu meja dengan prinsip kasih sayang. Hal tersebut terdapat dalam QS. asy-Syuura 42: 40 yang berbunyi :
ﻴﺌﺔ ﻣِﺜﻠﻬﺎ ﻓﻤﻦ ﻋﻔﺎ ﺻﻠﺢ ﻓﺎﺟﺮ ﻋﻠﻰ ﷲِ ِﻧﻪ ﻻ ﻳﺤِﺐ ﺌﺔٍ ﺳ ﺟﺰ ُ ﺳﻴ ﻟﻈﱠﺎﻟِﻤِﻴﻦ “Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim.” (QS. asy-Syuura 42: 40).
Apabila terjadi perselisihan, maka Islam menawarkan jalur perdamaian melalui dialog untuk mencapai mufakat. Hal ini tidak membedakan ras, warna kulit, etnik, kebudayaan dan bahkan agama.
105
Kesadaran terhadap kehidupan yang multikultural pada akhirnya akan menjelma menjadi suatu kesatuan yang harmonis yang memberi corak persamaan dalam spirit dan mental. Untuk memperoleh keberhasilan bagi terealisasinya tujuan mulia yaitu perdamaian dan persaudaraan abadi di antara orang-orang yang pada realitasnya memang memiliki agama dan iman berbeda, perlulah kiranya adanya keberanian mengajak pihak-pihak yang berkompenten melakukan perubahan-perubahan di bidang pendidikan terutama sekali melalui kurikulumnya yang berbasis keanekaragaman. Paradigma tentang pendidikan multikultural dan upaya-upaya untuk penerapannya di Indonesia kini mendapat perhatian yang semakin besar karena relevansi dan urgensinya yang tinggi. Pengembangan pendidikan multikultural tersebut diharapkan dapat mewujudkan masyarakat multikultural, yaitu suatu masyarakat yang majemuk dari latar belakang etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai tekad dan cita-cita yang sama dalam membangun bangsa dan negara.
106
B. Penjelasan Surah al-Anbiya’ Ayat 107 1. Asbabun Nuzul Tujuan diturunkannya ayat ini, yakni, Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW yang membawa agama-Nya itu, tidak lain hanyalah agar mereka berbahagia di dunia dan di akhirat. Orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk agama itu akan memperoleh rahmat dari Allah SWT berupa rezeki dan karunia di dunia dan di akhirat nanti mereka akan memperoleh rahmat berupa surga yang disediakan Allah SWT bagi mereka yang beriman kepada Allah AWT. Sedang orang-orang yang tidak beriman akan memperoleh rahmat pula, karena dengan cara yang tidak langsung mereka mengikuti sebagian ajaran-ajaran agama itu, sehingga mereka
memperoleh
kebahagiaan
hidup
di
dunia.
(http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?SuratKe=21&start=101). Jika dilihat sejarah manusia dan kemanusiaan, maka agama Islam adalah agama yang berusaha sekuat tenaga menghapuskan perbudakan dan penindasan oleh manusia terhadap manusia yang lain. Seandainya dibuka pintu perbudakan hanyalah sekedar untuk mengimbangi perbuatan orangorang kafir terhadap kaum Muslimin itu. Sedangkan jalan-jalan untuk menghapuskan perbudakan dibuat sebanyak-banyaknya. Demikian pula prinsip-prinsip musyawarah yang ditetapkan agama Islam lebih tinggi nilainya dari prinsip-prinsip demokrasi yang selalu diagung-agungkan. Perbaikan perbaikan tentang kedudukan wanita yang waktu itu hampir sama dengan binatang, dan pengakuan terhadap
107
kedudukan anak yatim, perhatian terhadap fakir dan miskin, perintah melakukan jihad untuk memerangi kebodohan dan kemiskinan, semuanya diajarkan oleh Al-Quran dan Hadits, kemudian dijadikan sebagai dasar perjuangan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dengan demikian seluruh umat manusia memperoleh rahmat, baik yang langsung atau tidak langsung dari agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Tetapi kebanyakan manusia masih mengingkari padahal rahmat yang mereka peroleh itu adalah rahmat dan nikmat Allah SWT. 2. Munasabah Dan tidaklah Kami mengutus kamu Wahai Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat yakni merupakan rahmat bagi seluruh alam. Benar bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Namun banyak orang menyimpangkan pernyataan ini kepada pemahamanpemahaman yang salah kaprah. Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek beragama bahkan dalam hal yang sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah. Pernyataan bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari firman Allah Ta’ala,
ﻣﺂ ﺳﻠﻨﺎ ِﻻﱠ ﺣﻤﺔ ﻟِﻠﻌﺎﻟﻤِﻴﻦ “Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. al-Anbiya: 107).
108
Nabi Muhammad SAW diutus dengan membawa ajaran Islam, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia. Rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba (Lihat Lisaanul Arab, Ibnul Mandzur). Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah bentuk kasih sayang Allah SWT kepada seluruh manusia. a. Pengertian tentang ar-Rahman dan ar-Rahim Ar-Rahmaan adalah isim 'alam, tiada yang dapat menyandang nama tersebut selain Allah SWT sendiri. Sehingga dapat dipahami bahwa ruang lingkup asma ini sangat luas dan besar serta waktu yang sangat panjang mencakup kehidupan dari dunia hingga kehidupan di akhirat. Sedangkan asma Ar-Rahiim dapat ditujukan kepada Allah SWT dan kepada selainnya, Sedangkan asma Ar-Rahiim dapat ditujukan kepada Allah SWT dan kepada selainnya, sementara diketahui selain Allah akan hancur, binasa dan hanya sebatas di dunia saja tidak mencakup ke akhirat kelak. Ar-Rahmaan adalah Asma Dzat Allah SWT yang memiliki nikmat panjang dari dunia hingga akhirat sementara Ar-Rahiim adalah asma Dzat Allah SWT yang memiliki nikmat pendek sebatas kehidupan di dunia saja. 1) Ar-Rahman Ar-Rahman dan Ar-Rahim, keduanya berasal dari kata rahima. Ar-Rahman menghendaki adanya sesuatu yang dikasihani,
109
dan tidaklah sesuatu itu dikasihi kecuali dia membutuhkan. Rahmat yang sempurna ialah memberikan kebaikan kepada semua hamba tanpa pandang bulu, baik yang berhak menerimanya maupun tidak. Kesimpulannya adalah, bahwa rahmat Allah SWT itu bersifat menyeluruh, dunia dan akhirat. Pendapat lainnya mengatakan bahwa Ar-Rahman itu maksudnya adalah “Dzat Yang Menutupi (Merahasiakan dosa-dosa hamba-Nya) di dunia,” sedangkan ArRahim maksudnya adalah “Dzat Yang Mengampuni dosa-dosa hamba-Nya di akhirat.” Dikatakan bahwa Ar-Rahman itu ialah Dzat Yang Berbuat Baik (Al-Muhsin) atau Dzat Yang Menghendaki kebaikan, yakni rahmat yang merupakan kebajikan dan kebaikan.” Ism Ar-Rahman itu lebih khusus dari pada Ar-Rahim. Karena itu ia tidak dinisbatkan kepada selain Allah SWT. Sedangkan Ar-Rahim kadang-kadang diberikan kepada selain Allah. Dari segi ini ia lebih dekat kepada lafal Jalalah (Allah). Karena itulah Allah menghimpunkan keduanya dalam firman-Nya yang artinya:
ﻗﻞِ ﻋﻮ ﷲَ ِ ﻋﻮ ﻟﺮﺣﻤﻦ ﻳﺎﻣﺎ ﺗﺪﻋﻮ ﻓﻠﻪ ﻻﺳﻤﺎُ ﻟﺤﺴﻨﻰ Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai namanama yang terbaik … ” (QS. al-Isra’: 110).
110
Rahmat yang dipahami dari kata Ar-Rahman itu sangat sulit sekali dijangkau oleh kemampuan manusia, sebab Ar-Rahman adalah: Pertama, kasih sayang terhadap hamba dalam bentuk eksistensi. Kedua, petunjuk kepada iman dan menjadikannya sebagai kebahagiaan di akhirat. Ketiga, pemberian nikmat dengan memandang Wajah-Nya yang mulia pada hari akhirat kelak. Dalam menerapkan maksud dari ism Ar-Rahman ini, hendaklah seseorang mengasihi hamba-hamba Allah yang lalai dengan jalan memalingkan mereka dari jalan kelalaian itu kepada jalan Allah dengan nasihat dan wejangan, serta membantu kesulitan-kesulitan
yang
mereka
hadapi
sesuai
dengan
kemampuannya. Dan hendaklah ia menganggap perbuatan maksiat yang dilakukan orang itu juga sebagai perbuatannya sendiri, dan dengan sekuat tenaga ia berusaha menghilangkannya, karena kasihan terhadap orang yang berbuat maksiat tersebut. Ism Ar-Rahman dapat melenyapkan segala sesuatu yang tak disukai oleh orang yang berdzikir dengannya. Barangsiapa membacanya seratus kali tiap-tiap selesai mengerjakan shalat fardhu, maka dengan izin Allah, akan hilanglah sifat lalai dan lupa dari dalam dirinya 2) Ar-Rahim Ism ini, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, sama dengan lafal Ar Rahman, berasal dari kata rahima, yaitu
111
mencurahkan kebaikan kepada hamba. Karena itu, sebagian besar penjelasan yang telah diberikan untuk lafal Ar Rahman sesuai pula untuk ism ini. Bedanya hanyalah: Rahmat yang terkandung di dalam lafal Ar Rahman mencakup orang beriman dan orang kafir serta untuk seluruh makhluk; sedangkan rahmat yang terkandung di dalam lafal Ar Rahim itu khusus untuk kaum yang beriman (Mukmin) saja. Hal ini di dasarkan pada firman Allah SWT yang artinya:
ﻛﺎ ﺑِﺎﻟﻤﺆﻣِﻨِﻴﻦ ﺣِﻴﻤﺎ “… Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. al-Ahzab: 43) Ulama lainnya menyatakan pula pendapat mereka dalam hal perbedaan lafal Ar Rahman dan Ar Rahim itu sebagai berikut: “Ar-Rahman itu adalah Pemberi Nikmat secara global. Dan Ar-Rahim itu adalah Pemberi Nikmat secara terperinci.” Diantara
khasiat
ism
ini
adalah
bahwasanya
ia
melembutkan hati orang yang berdzikir dengannya, sehingga orang itu
menjadi
kasihan
terhadap
dirinya
dengan
jalan
taat
melaksanakan segala perintah-Nya, dan menyayangi semua makhluk Allah dengan jalan bersikap belas-kasihan terhadap mereka. Barangsiapa takut terjerumus kepada perbuatan yang tidak disukainya, maka hendaklah ia berdzikir dengan ism ini dan ism
112
sebelumnya (Ar Rahman) sebanyak seratus kali, maka insya’ Allah ia tidak akan terjerumus ke dalam perbuatan yang tidak disukainya itu. Berakhlak dengan ism ini menjadikan seseorang suka menolong orang-orang miskin dan bersikap belas-kasihan terhadap hamba-hamba Allah semuanya, baik yang taat maupun yang durhaka. Dalam kaitannya dengan hal ini, sebagian orang arif berpesan : “Sayangilah mereka yang ada di bumi, niscaya engkau akan disayangi oleh mereka yang ada di langit.(http://blog.muslimindonesia.com/asmaul-husna/ar-rahim). b. Beberapa pendapat Penafsiran Para Ahli Tafsir, yakni: 1) Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Tafsir Ibnul Qayyim Pendapat yang lebih benar dalam menafsirkan ayat ini adalah bahwa rahmat disini bersifat umum. Dalam masalah ini, terdapat dua penafsiran: Pertama: Alam semesta secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW. Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus. Orang kafir yang memerangi beliau, manfaat yang mereka dapatkan adalah disegerakannya pembunuhan dan maut bagi mereka, itu lebih baik bagi mereka. Karena hidup mereka hanya akan menambah kepedihan adzab kelak di akhirat. Kebinasaan
113
telah ditetapkan bagi mereka. Sehingga, dipercepatnya ajal lebih bermanfaat bagi mereka daripada hidup menetap dalam kekafiran. Orang kafir yang terikat perjanjian dengan beliau, manfaat bagi mereka adalah dibiarkan hidup di dunia dalam perlindungan dan perjanjian. Mereka ini lebih sedikit keburukannya daripada orang kafir yang memerangi Nabi SAW. Orang munafik, yang menampakkan iman secara zhahir saja, mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan hukum yang lain. Dan pada umat manusia setelah beliau diutus, Allah SWT tidak memberikan adzab yang menyeluruh dari umat manusia di bumi. Kesimpulannya, semua manusia mendapat manfaat dari diutusnya Nabi Muhammad SAW. Kedua: Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir menolaknya. Sehingga bagi orang kafir, Islam tetap dikatakan rahmat
bagi
mereka,
namun
mereka
enggan
menerima.
Sebagaimana jika dikatakan ‘Ini adalah obat bagi si fulan yang sakit’. Andaikan fulan tidak meminumnya, obat tersebut tetaplah dikatakan obat.
114
2) Muhammad bin Ali Asy Syaukani dalam Fathul Qadir Makna ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, dengan membawa hukum-hukum syariat, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia tanpa ada keadaan atau alasan khusus yang menjadi pengecualian’. Dengan kata lain, ’satusatunya alasan Kami mengutusmu, wahai Muhammad, adalah sebagai rahmat yang luas. Karena kami mengutusmu dengan membawa sesuatu yang menjadi sebab kebahagiaan di akhirat’. 3) Muhammad bin Jarir Ath Thabari dalam Tafsir Ath Thabari Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna ayat ini, tentang apakah seluruh manusia yang dimaksud dalam ayat ini adalah seluruh manusia baik mu’min dan kafir? Ataukah hanya manusia mu’min saja? Sebagian ahli tafsir berpendapat, yang dimaksud adalah seluruh manusia baik mu’min maupun kafir. Pendapat ahli tafsir yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang beriman saja. Mereka membawakan riwayat dari Ibnu Zaid dalam menafsirkan sebagai berikut: “Dengan
diutusnya
Rasulullah,
ada
manusia
yang
mendapat bencana, ada yang mendapat rahmat, walaupun bentuk penyebutan dalam ayat ini sifatnya umum, yaitu sebagai rahmat bagi seluruh manusia. Seluruh manusia yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang beriman kepada Rasulullah SAW, membenarkannya dan menaatinya.”
115
Pendapat ahli tafsir yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang beriman saja. Mereka membawakan riwayat dari Ibnu Zaid dalam menafsirkan sebagai berikut: Dengan diutusnya Rasulullah, ada manusia yang mendapat bencana, ada yang mendapat rahmat, walaupun bentuk penyebutan dalam ayat ini sifatnya umum, yaitu sebagai rahmat bagi seluruh manusia. Seluruh manusia yang dimaksud di sini adalah orangorang yang beriman kepada Rasulullah SAW, membenarkannya dan menaatinya. Pendapat yang benar dari dua pendapat ini adalah pendapat yang pertama, sebagaimana riwayat Ibnu Abbas. Yaitu Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh manusia, baik mu’min maupun kafir. Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah SWT memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah SAW. Beliau memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah SWT. Sedangkan rahmat bagi orang kafir, berupa tidak disegerakannya bencana yang menimpa umat-umat terdahulu yang mengingkari ajaran Allah SWT.” 4) Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi dalam Tafsir Al Qurthubi Said bin Jubair berkata: dari Ibnu Abbas, beliau berkata:
ﻣﺂ ﺳﻠﻨﺎ ِﻻﱠ ﺣﻤﺔ ﻟِﻠﻌﺎﻟﻤِﻴﻦ
116
“Tidaklah Kami mengutusmu Muhammad SAW adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam”. Bagi yang beriman dan membenarkan ajaran beliau, akan mendapat kebahagiaan. Bagi yang tidak beriman kepada beliau, diselamatkan dari bencana yang menimpa umat terdahulu berupa ditenggelamkan ke dalam bumi atau ditenggelamkan dengan air. 5) Ash Shabuni dalam Shafwatut Tafasir: Maksud ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh makhluk’.(http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?SuratKe =21&start=101). Allah SWT tidak mengatakan ‘rahmatan lilmu’minin‘, namun mengatakan ‘rahmatan lil ‘alamin‘, karena Allah ingin memberikan rahmat bagi seluruh makhluknya dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW. Beliau diutus dengan membawa kebahagiaan yang besar. Beliau juga menyelamatkan manusia dari kesengsaraan yang besar. Beliau menjadi sebab tercapainya berbagai kebaikan di dunia dan akhirat. Beliau memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada menusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah SWT bagi seluruh manusia. Bahkan orang-orang kafir mendapat manfaat dari rahmat ini, yaitu ditundanya hukuman bagi
117
mereka. Selain itu mereka pun tidak lagi ditimpa azab berupa diubah menjadi binatang, atau dibenamkan ke bumi, atau ditenggelamkan dengan air.”
C. Penjelasan Surah al-Hujurat Ayat 9-13 1. Asbabun Nuzul a. Al-Hujurat Ayat 9-10 Riwayat yang menyebutkan bahwa ayat 9 turun berkaitan dengan pertengkaran yang
mengakibatkan perkelahian dengan
menggunakan alas kaki, antara kelompok Aus dan Khazraj. Itu dimulai ketika Rasul SAW. yang mengendarai Keledai melalui jalan di mana Abdullah Ibn Ubay Ibn Salul sedang duduk dan berkumpul dengan rekan-rekannya. Saat itu Keledai Rasulullah SAW buang air, lalu Abdullah yang merupakan tokoh kaum munafikin itu berkata: “Lepaskan keledaimu karena baunya menggangu kami”. Sahabat Nabi SAW., Abdullah Ibn Rawahah ra. menegur Abdullah sambil berkata: “Demi Allah, bau air seni Keledai Rasulullah SAW lebih wangi dari minyak wangimu”. Dan terjadilah pertengkaran yang mengundang kehadiran kaum masing-masing. (HR. Bukhari dan Muslim melalui Anas Ibn Malik). Riwayat ini tidak berarti bahwa peristiwa itulah yang dikomentari atau mengakibatkan turunya ayat di atas. Ini ditegaskan oleh riwayat lain yang juga disebut dalam Shaih Bukhari. Kasus di atas
118
disebut sebagai Sabab Nuzul, dalam arti kejadian di atas temasuk salah satu contoh yang dicakup pengertiannya oleh ayat di atas.
ِﻧﻤﺎ ﻟﻤﺆﻣِﻨﻮ ِﺧﻮ ﻓﺎﺻﻠِﺤﻮ ﺑﻴﻦ ﺧﻮﻳﻜﻢ ﺗﻘﻮ ﷲَ ﻟﻌﻠﱠﻜﻢ ﺗﺮﺣﻤﻮ “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. al-Hujuraat: 10). Implikasi dari persaudaraan ini ialah hendaknya rasa cinta, perdamaian, kerja sama dan persatuan menjadi landasan utama masyarakat muslim. Hendaklah perselisihan atau perang merupakan anomali yang mesti dikembalikan kepada landasan tersebut begitu suatu kasus yang terjadi. Dibolehkan memerangi kaum mukmin lain yang bertindak zalim kepada saudaranya agar mereka kembali kepada barisan muslim. Juga agar mereka melenyapkan anomali itu berdasarkan prinsip dan kaidah Islam. Itulah penanganan yang tegas dan tepat. Diantara tuntutan kaidah di atas ialah tidak bermaksud melukai orang dalam kancah penegakan hukum, tidak membunuh tawanan, tidak menghukum orang yang melarikan diri dari perang dan menjatuhkan senjata, dan tidak mengambil harta pihak yang melampaui batas sebagai ghanimah. Sebab tujuan memerangi mereka bukanlah untuk menghancurkannya. Tetapi, untuk mengembalikan mereka ke barisan dan merangkulnya di bawah bendera persaudaraan Islam.
119
Prinsip utama dalam sistem umat Islam ialah hendaknya kaum muslimin diberbagai belahan dunia memiliki satu kepemimpinan. Sehingga, jika telah berbaiat kepada seorang imam, maka imam yang kedua wajib dibunuh, sebab dia dan pera pendukungnya dianggap sebagai kelompok yang memberontak terhadap kelompok lain (bughat). Kaum mukmin hendaknya memerangi kelompok itu dibawah pimpinan imam. Berdasarkan atas prinsip ini, Imam Ali ra. Bangkit untuk memerangi bughat dalam peristiwa Unta dan Peristiwa Shifin. (http://tahajjuds.blogspot.com/p/pembinaan-masayarakat-tafsir-surahal.html). b. Al-Hujurat Ayat 11 Ada riwayat yang menyebutkan bahwa ayat 11 ini diturunkan mengenai Shafiyah binti Huyai ibn Akhthab. Beliau datang mengadu kepada Rasulullah, bahwa isteri-isteri Rasul yang lain mengatakan padanya: “Hai orang Yahudi, hai anak dari orang Yahudi.” Mendengar itu pun Rasul pun berkata: “Mengapa kamu tidak menhawab: ‘Ayahku Harun, pamanku Musa, sedangkan suamiku Muhammad.” Menurut suatu riwayat yang lain, ayat ini diturunkan mengenai suatu kaum dari Bani Tamim, yang menghina beberapa sahabat Rasul, Amar, Shuhaib, Bilal, Khabbab, Ibn Fuhairah, Salman, dan Salim Maula Abi Hudzaifah, karena mereka berpakaian yang penuh tambalan.
120
Dalam riwayat lain juga dikatakan sebab turunnya bagian awal ayat
ini
ialah
bila
sekumpulan
sahabat
dari
bani
Tamim
mempersendakan Bilal, Salman dan Ammar yang kesemuanya adalah bekas hamba. Dalam ayat ini Allah SWT menegaskan kepada orang beriman bahawa di sisi Allah SWT Bilal, Salman dan Ammar adalah lebih mulia dari golongan yang mempersendakan mereka. Allah SWT tidak memandang asal keturunan mereka tapi pengorbanan mereka untuk agama-Nya. Dan janganlah pula kamu panggil-memanggil antara satu dengan yang lain dengan gelaran yang buruk” dalam ayat ke-11 ini adalah sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadis yang dikatakan oleh Abu Jubayrah ibn Ad-Dahhaak di mana satu ketika Rasulullah SAW pernah memanggil seorang sahabat dengan nama yang biasa beliau dipanggil, maka beberapa sahabat yang lain memberitahu Rasulullah SAW sebenarnya sahabat yang dipanggil itu tidak berapa menyukai panggilan tersebut. Maka bahagian ayat ini pun diturunkan tidak lama kemudian. Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud.(http://prana21jaya.blogdetik.com/kbi/makna-basmallah/tadabural-hujarat-10-13/). c. Al-Hujurat Ayat 12 Ayat ini diturunkan tentang 2 orang sahabat Nabi Muhammad SAW yang menggunjing seorang temannya. Peristiwa itu bermula dari kebiasaan Nabi Muhammad SAW saat melakukan perjalanan, dimana
121
Rasulullah SAW selalu menggabungkan seorang lelaki miskin kepada dua orang lelaki kaya, dimana lelaki miskin ini bertugas untuk melayani mereka. Dalam kasus ini, Rasulullah SAW kemudian menggabungkan Salman kepada dua orang lelaki kaya. Pada saat 2 orang lelaki kaya tersebut lapar (tidak ada lauk maupun makanan yang dapat dimakan) maka mereka menyuruh Salman untuk meminta makan kepada Nabi Muhammad SAW. Setelah bertemu Nabi, Rasulullah SAW berkata kepada Salman, "Pergilah engkau kepada Usamah bin Zaid, katakanlah padanya, jika dia mempunyai sisa makanan, maka hendaklah dia memberikannya kepadamu." Setelah bertemu dengan Usamah, beliau mengatakan bahwa beliau tidak memiliki apapun. Akhirnya Salman kembali kepada kedua lelaki kaya tersebut dan memberitahukan hal itu (tidak adanya makanan). Namun kedua lelaki tersebut berkata, "Sesungguhnya Usamah itu mempunyai sesuatu, tapi dia itu kikir". Selanjutnya mereka mengutus Salman ketempat sekelompok sahabat, namun Salman tidak menemukan apapun di tempat mereka. (http://mencarimardhatillahansarullah.blogspot.com/2011/06/ringkasan-tafsir-surah-al-hujuratayat.html). Akhirnya kedua lelaki tersebut memata-matai Usamah untuk melihat apakah Usamah memiliki sesuatu atau tidak. Tindakan mereka ini akhirnya terlihat oleh Nabi Muhammad SAW, dan Rasulullah SAW
122
bersabda, "Mengapa aku melihat daging segar di mulut kalian berdua?" Mereka berkata, "Wahai Nabi Allah, demi Allah, hari ini kami tidak makan daging atau yang lainnya." Rasulullah SAW bersabda, "Tapi, kalian sudah memakan daging Usamah dan Salman". Maka turunlah ayat ini". Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa." Ayat ini dimulakan dengan larangan Allah SWT terhadap sifat berprasangka (dengan persangkaan buruk – su’ul dzan). Persaudaraan yang kukuh mustahil dapat dibentuk kalau wujudnya sikap berprasangka buruk terhadap satu sama lain. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda “Jauhilah berprasangka kerana ianya satu penipuan dalam berkata-kata” (riwayat Bukhari, Muslim dan Abu Daud). Syak wasangka yang dizahirkan dengan ucapan mudah tergelincir kepada fitnah dan mengumpat (ghibah). Dapatlah disimpulkan bahawa keburukan fitnah dan mengumpat (ghibah) itu sebenarnya adalah berakar umbi dari sifat-sifat syak-wasangka. Ayat ke-12 ini diakhiri dengan larangan mengumpat (ghibah, berbicara buruk) yang lahir dari perasaan syak-wasangka. Perbuatan ghibah ini adalah antara faktor utama yang meruntuhkan persaudaraan (ukhwah) sesama Islam. Rasulullah SAW pernah ditanya “Wahai Rasulullah, apa sebenarnya Ghibah itu?” Rasulullah SAW menjawab, “Iaitu berkata sesuatu tentang saudaramu yang dia tidak suka”, ditanya
123
lagi “Bagaimana kalau ianya benar?” Rasulullah SAW menjawab “Sekiranya apa yang kau katakan itu benar engkau telah melakukan ghibah dan sekiranya tidak engkau telah melakukan fitnah.” d. Al-Hujurat Ayat 13 Dalam suatu hadits riwayat Abu Hatim yang bersumber dari Ibnu Mulaikah berkenaan turunnya ayat 13 ini ialah bahwa ketika fathu Makkah, Bilal naik ke atas Ka’bah untuk adzan. Beberapa orang berkata, “Apakah pantas budak hitam adzan di atas Ka’bah?”. Maka berkatalah yang lain, “Sekiranya Allah SWT membenci orang ini, pasti Allah SWT akan menggantinya. “Maka datanglah malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah SAW apa yang mereka ucapkan. Maka turunlah ayat ini yang melarang manusia menyombongkan diri karena kedudukan, pangkat, kekayaan, dan keturunan dan bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah SWT dinilai dari derajat ketakwaannya. Dan juga dijelaskan oleh Abu Daud bahwa ayat ini turun mengenai Abu Hind, seorang tukang bekam. Rasulullah menyuruh Bani Bayadhah mengawinkan Abu Hind dengan salah seorang gadis mereka. Bani Bayadhah menjawab: “Apakah kami harus mengawinkan anak gadis kami dengan bekas golongan budak kami sendiri?” Berkenaan dengan itu kemudian turunlah ayat ini.
124
2. Munasabah a. Surah al-Hujurat Ayat 9.
ِ ﻃﺂﺋِﻔﺘﺎ ِ ﻣِﻦ ﻟﻤﺆﻣِﻨِﻴﻦ ﻗﺘﺘﻠﻮ ﻓﺎﺻﻠِﺤﻮ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﺎِ ﺑﻐﺖ ِﺣﺪ ﻫﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﻓﺎﺻﻠِﺤﻮ
َﻻﺧﺮ ﻓﻘﺎﺗِﻠﻮ ﻟﱠﺘِﻰ ﺗﺒﻐِﻰ ﺣﺘﻰ ﺗﻔِﻰ َ ِﻟﻰ ﻣﺮِ ﷲِ ﻓِﺎ ﻓﺂ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺑِﺎﻟﻌﺪ ِ ﻗﺴِﻄﻮ ِ ﱠ ﷲَ ﻳﺤِﺐ ﻟﻤﻘﺴِﻄِﻴﻦ
“Jika dua golongan dari dua orang-orang yang beriman itu berperang (berbunuh-bunuhan), maka hendaklah kamu berusaha mendamaikan diantara keduanya. Jika salah satu dari keduanya (menzalimi) orang lain, maka perangilah golongan yang menganiaya itu, samapi mereka kembali kepada perintah Allah. Karenanya, jika golongan yang menganiaya itu telah kembali kepada perintah Allah, damaikanlah keduanya dengan cara yang adil serta berlaku jujurlah kamu; sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku jujur.” (QS. al-Hujurat: 9).
ِ ﻃﺂﺋِﻔﺘﺎ ِ ﻣِﻦ ﻟﻤﺆﻣِﻨِﻴﻦ ﻗﺘﺘﻠﻮ ﻓﺎﺻﻠِﺤﻮ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ "Jika ada dua golongan dari orang-orang yang beriman itu berperang (berbunuh-bunuhan), maka hendaklah kamu berusaha mendamaikan di antara keduanya." Jika dua golongan dari orang-orang mukmin berperang atau berbunuh-bunuhan,
maka
kewajiban
atas
umat
Islam
untuk
mendamaikan dua golongan yang berperang ini. mengajak mereka menerima hukum Allah SWT, baik hukum itu berbentuk qisas maupun berbentuk diat. Kewajiban yang umum dilaksanakan oleh pemerintah. Pemerintah yang mengajak dua golongan yang bersengketa itu menerima ketetapan Allah SWT.
125
Ayat ini, menurut riwayat Ibn Abbas, diturunkan mengenai dua orang atau dua golongan umat Islam yang karena suatu sebab permusuhan.
ِﻓﺎِ ﺑﻐﺖ ِﺣﺪ ﻫﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﻻﺧﺮ ﻓﻘﺎﺗِﻠﻮ ﻟﱠﺘِﻰ ﺗﺒﻐِﻰ ﺣﺘﻰ ﺗﻔِﻰ َ ِﻟﻰ ﻣﺮِ ﷲ "Jika salah satu dari keduanya menganiaya (menzalimi) orang lain, maka perangilah golongan yang menganiaya itu, sampai mereka kembali kepada perintah Allah." Jika salah satu dari dua golongan itu merusak atau melanggar perdamaian, lalu menyerang kembali golongan yang lain dengan tidak ada satu sebab yang membolehkan, maka wajiblah atas pemerintah dan umat Islam memerangi golongan yang merusak perdamaian dan mengembalikannya kepada kitab Allah SWT.
ِ ﻓﺎِ ﻓﺂَ ﻓﺎﺻﻠِﺤﻮ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺑِﺎﻟﻌﺪ "Karenanya, jkia golongan yang menganiaya itu telah kembali kepada perintah Allah, damaikan keduanya dengan cara yang adil." Jika golongan itu kembali berdamai, maka wajiblah bagi kita mendamaikan keduanya dengan adil dan tidak memihak.
ﻗﺴِﻄﻮ ِ ﱠ ﷲَ ﻳﺤِﺐ ﻟﻤﻘﺴِﻄِﻴﻦ "Serta berlaku jujurlah kamu; sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku jujur." Berlaku adillah kamu dalam segala tindak tandukmu, karena Allah SWT menyukai orang yang berlaku adil. Selain itu, Allah SWT
126
akan memberikan pembalasan yang sebaik-baiknya kepada mereka. Menurut Ibn Arabi, ayat inilah yang menjadi dasar pegangan dalam memerangi golongan bughah. (Muslim, 1996:4242). Mengenai peperangan dalam hal ini telah dijelaskan hukumhukumnya yang khusus dalam kitab-kitab fiqh. Diantaranya adalah: laskar-laskar Bughah yang menderita luka-luka tidak boleh dibunuh, demikian pula mereka yang tertawan. Orang yang melarikan diri dari medan pertempuran tidak boleh terus menerus diburu, dan hartanya tidak boleh dirampas. Harta mereka yang dirusak di luar medan pertempuran haruslah diganti. Beberapa ayat al-Qur’an yang memerintah berbuat adil. Misalnya, Allah SWT berfirman: Berlaku adillah! Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. (QS. al-Ma-idah, 5: 8):
ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟّﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ﻛﻮﻧﻮ ﻗﻮ ﻣِﻴﻦ ﷲِ ﺷﻬﺪ َ ﺑِﺎﻟﻘِﺴﻂِ ﻻ ﻳﺠﺮِﻣﻨﻜﻢ ﺷﻨﺂ ﺗﻘﻮ ﷲَ ِ ﱠ ﷲَ ﺧﺒِﻴﺮ ﺑِﻤﺎ
ﻗﻮٍ ﻋﻠﻰ ﻻ ﺗﻌﺪِﻟﻮ ِﻋﺪِﻟﻮ ﻫﻮ ﻗﺮ ﻟِﻠﺘﻘﻮ ﺗﻌﻤﻠﻮ
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orangorang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. alMa-idah, 5: 8).
127
Dijelaskan ayat ini, keadilan itu sangat dekat dengan ketakwaan. Orang yang berbuat adil berarti orang yang bertakwa. Orang yang tidak berbuat adil alias zalim berarti orang yang tidak bertakwa. Dan, hanya orang adil-lah (berarti orang yang bertakwa) yang bisa mensejahterakan masyarakatnya. Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:
ِ ﻻﻣﺎﻧﺎ ِ ِﻟﻰ ﻫﻠِﻬﺎ ِ ﺣﻜﻤﺘﻢ ﺑﻴﻦ ﻟﻨﺎ
ﺗﺆ
ِ ﱠ ﷲَ ﻳﺎﻣﺮﻛﻢ
ﺗﺤﻜﻤﻮ ﺑِﺎﻟﻌﺪ ِ ِ ﱠ ﷲَ ﻧِﻌِﻤﺎ ﻳﻌِﻈﻜﻢ ﺑِﻪِ ِ ﱠ ﷲَ ﻛﺎ ﺳﻤِﻴﻌﺎ ﺑﺼِﻴﺮ “Sesungguhnya Allah telah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil). Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-sebaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. alNisa, 4:58).
ِ ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ﻛﻮﻧﻮ ﻗﻮ ﻣِﻴﻦ ﺑِﺎﻟﻘِﺴﻂِ ﺷﻬﺪ َ ﻟِﻠﻪِ ﻟﻮ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴِﻜﻢ ﻓﻘِﻴﺮ ﻓﺎﷲُ ﻟﻰ ﺑِﻬِﻤﺎ ﻓﻼ ﺗﺘﺒِﻌﻮ ﻟﻬﻮ
ﻟﻮ ﻟِﺪﻳﻦِ ﻻﻗﺮﺑِﻴﻦ ِ ﻳﻜﻦ ﻏﻨِﻴﺎ
ﺗﻌﺮِﺿﻮ ﻓﺎِ ﱠ ﷲَ ﻛﺎ ﺑِﻤﺎ ﺗﻌﻤﻠﻮ ﺧﺒِﻴﺮ
ﺗﻠﻮ
ﺗﻌﺪِﻟﻮ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orangorang yang benar-benar menegakkan Keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri ataupun ibu bapakmu dan keluargamu. Jika ia kaya ataupun miskin, Allah lebih mengetahui keadaan keduanya, maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, sehingga kamu tidak berlaku adil. Jika kamu memutar balikkan, atau engggan menjadi saksi, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Nisa’, 4:135).
128
Ayat-ayat yang telah disebutkan di atas, itulah ayat-ayat yang memerintahkan untuk menegakkan keadilan hukum, kendati pada diri dan keluarga kita sendiri. Ketegasan tanpa pandang bulu inilah yang juga diteladankan Nabi Muhammad Saw. Diriwayatkan, pada masa beliau, seorang perempuan dari keluarga bangsawan Suku al-Makhzumiyah bernama Fatimah alMakhzumiyah ketahuan mencuri bokor emas. Pencurian ini membuat jajaran pembesar Suku al-Makhzumiyah gempar dan sangat malu. Apalagi, jerat hukum saat itu mustahil dihindarkan, karena Nabi Muhammad SAW sendiri yang menjadi hakim-nya. tangan terus menghantui mereka. Dan jika hukum potongan tangan ini benar-benar diterapkan, mereka akan menanggung aib maha dahsyat, karena dalam pandangan mereka seorang keluarga bangsawan tidak layak memiliki cacat fisik. Lobi-lobi politis pun digalakkan supaya hukum potong tangan itu bisa diringankan atau bahkan diloloskan sama sekali dari Fatimah al-Makhzumiyah. Uang berdinardinar emas dihamburkan untuk upaya itu. Usamah bin Zaid, cucu Nabi Muhammad SAW dari anak angkatnya yang bernama Zaid bin Haritsah, lantas dinobatkan sebagai pelobi oleh Suku al-Makzumiyah. Kenapa Usamah? Karena Usamah adalah cucu yang sangat disayangi Nabi. Melalui orang kesayangan Nabi ini, diharapkan lobi itu akan menemui jalan mulus tanpa
129
rintangan apapun, sehingga upaya meloloskan Fatimah dari jerat hukun bisa tercapai. Apa yang terjadi? Upaya lobi Usamah bin Zaid, orang dekatnya, itu justru mendulang dampratan keras dari Nabi Muhammad SAW, bukannya simpati. Ketegasan Nabi dalam menetapkan hukuman tak dapat ditawar sedikitpun, hatta oleh orang dekatnya. Untuk itu, Nabi lantas berkata lantang: “Rusaknya orang-orang terdahulu, itu karena ketika yang mencuri adalah orang terhormat, maka mereka melepaskannya dari jerat hukum. Tapi ketika yang mencuri orang lemah, maka mereka menjeratnya dengan hukuman. Saksikanlah! Andai Fatimah bint Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Itulah ketegasan Nabi dalam menegakkan hukum. b. Surah al-Hujurat Ayat 10
ِﻧﻤﺎ ﻟﻤﺆﻣِﻨﻮ ِﺧﻮ ﻓﺎﺻﻠِﺤﻮ ﺑﻴﻦ ﺧﻮﻳﻜﻢ ﺗﻘﻮ ﷲَ ﻟﻌﻠﱠﻜﻢ ﺗﺮﺣﻤﻮ “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara. Karena itu damaikanlah antara saudara-saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”.
ِﻧﻤﺎ ﻟﻤﺆﻣِﻨﻮ ِﺧﻮ “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara,” Semua orang mukmin dipandang sebagai datu keluarga, sebab mereka semua mempunyai asas tunggal, yaitu iman.
130
Perilaku seorang mukmin dengan sesame mukmin yakni, hendaklah kasih-mengasihi dan cinta menyintai. Jangan ada hasad dengki dan buruk sangka. Pandanglah manusia lain sebagaimana kita memandang diri kita sendiri. Kalau kita suka dihormati, orang lain juga suka begitu. Kalau kita tidak mahu dicaci-maki, orang lain juga tidak suka begitu. Oleh itu hormatilah orang lain, dan tidaklah mencari kekurangannya untuk diumpat dan dicaci. Kalau kita suka mencaci orang, orang lain pula akan suka mencaci kita, kerana sebenarnya kita pun ada kelemahan dan kekurangan sebagaimana orang lain juga ada kekurangan dan kelemahannya. Tidak ada seseorang pun daripada kita yang tidak bersalah. Oleh itu perlu apa gunanya caci-mencaci dan dengki-mendengki. Tidak ada sedikit pun kebaikan yang diperoleh, yang ada ialah bertambah-tambahnya kebencian dan kemurkaan Allah SWT pada kita. Saling tolong menolong dan saling membantu sesama muslim dalam hal kebaikan adalah kewajiban kita. Jadi hendaknya kita selalu siap membantu saudara kita sesama muslim apabila dibutuhkan, terutama sekali jika tidak bertentangan dengan syariat islam. Muslim itu bersaudara. Maka tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menyerahkannya ke tangan musuh. Barangsiapa yang berkenan memenuhi hajat kebutuhan saudaranya, maka Allah SWT pasti memenuhi hajatnya. Barangsiapa melepaskan suatu kesulitan
131
muslim, maka Allah SWT akan melepaskan darinya salah satu kesulitannya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi aib muslim, maka Allah akan menutupi aib nya pada hari kiamat. (Muslim 1996, no. 2580). Hubungan keimanan lebih dekat daripada hubungan keturunan. (Bukhari 1996, no. 1202).
ﻓﺎﺻﻠِﺤﻮ ﺑﻴﻦ ﺧﻮﻳﻜﻢ “karena itu, damaikanlah antara saudar-saudaramu.” Oleh karena semua dipandang sebagai orang yang bersaudara, maka damaikanlah diantara saudara-saudaramu yang seagama itu, sebagaimana kamu mendamaikan saudaramu yang seketurunan.
ﺗﻘﻮ ﷲَ ﻟﻌﻠﱠﻜﻢ ﺗﺮﺣﻤﻮ “Dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan rahmat.” Ketahuilah, bahwa bertakwa kepada Allah SWT itu merupakan obat
yang
dapat
meleraikan
pertengkaran
dan
melenyapkan
permusuhan. Itulah jalan memberikan rahmat dan kelepasan. Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bagaimana orangorang
mukmin mendamaikan dua golongan yang bersengketa dan
menyuruh orang-orang mukmin untuk memerangi golongan yang kembali membuat aniaya (zalaim) sesudah diadakan perdamaian,
132
sehingga dengan demikian mereka bisa kembali kepada perdamaian yang mereka langgar. Perdamaian, sebagaimana wajib kita lakukan antara dua golongan yang bermusuhan, begitu pula antara dua orang bersaudara yang bersengketa. Pada akhirnya, Allah SWT menyuruh kita bertakwa kepada-Nya dan mengakui hukum-Nya. Allah memerintahkan untuk melaksanakan amanat kepada yang berhak menerimanya. Dalam hal ini adalah semisal memberikan perlindungan hukum terdapat yang memintanya. Dalam menghukum, haruslah dengan keadilan. Adil di sini memiliki banyak arti, bisa berupa memberikan sesuatu yang hak terhadap yang berhak memilikinya. Bisa juga berarti seimbang antara dua orang. Dalam berperadilan, Islam menuntut untuk terjadi keadilan di antara kedua orang yang berperkara. Keadilan ini adalah bermakna kedua mereka sama ada kaya atau miskin, kuat atau lemah haruslah tetap diperlakukan sama tanpa melihat siapa mereka. Ini ditetapkan walaupun terhadap orang yang lemah sekalipun. Dalam Islam, peradilan bukan hanya diperuntuk bagi orang Islam. Ia juga haruslah diberikan bagi orang non Islam. Dalam hal cara menghukumi Islam menentukan ia tetap memakai hukum mereka. Akan tetapi, ini hanya terbatas pada hukum perdata bukan pidana, menurut mazhab Imam al-Syafi’i.
133
c. Surah al-Hujurah Ayat 11
ﻳﻜﻮﻧﻮ ﺧﻴﺮ ﻣِﻨﻬﻢ ﻻ
ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ﻻﻳﺴﺨﺮ ﻗﻮ ﻣِﻦ ﻗﻮٍ ﻋﺴﻰ
ﻳﻜﻦ ﺧﻴﺮ ﻣِﻨﻬﻦ ﻻ ﺗﻠﻤِﺰ ﻧﻔﺴﻜﻢ ﻻ ﺗﻨﺎﺑﺰ
ﻧِﺴﺎٌ ﻣِﻦ ﻧِﺴﺎٍ ﻋﺴﻰ
ﺑِﺎﻻﻟﻘﺎ ِ ﺑِﺌﺲ ﻻِﺳﻢ ﻟﻔﺴﻮ ﺑﻌﺪ ﻻِﻳﻤﺎ ِ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺘﺐ ﻓﺎ ﻟﺌِﻚ ﻫﻢ ﻟﻈﱠﺎﻟِﻤﻮ “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu golongan orang lelaki merendahkan suatu golongan yang lain, boleh jadi golongan yang direndahkan itu lebih baik daripada mereka. Janganlah suatu golongan perempuan merendahkan suatu golongan yang lain, boleh jadi golongan yang direndahkan itu lebih baik daripada mereka, dan janganlah kamu mencela dirimu dan janganlah kamu saling memanggil diangtara kamu dengan gelar (sebutan) yang mengandung ejekan. Sejahatjahat sebutan sesudah beriman adalah memanggil orang dengan gelaran fasik. Barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka orang-orang yang menzalimi diri sendiri.” (Q.S alHujurat, 11).
ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ﻻﻳﺴﺨﺮ ﻗﻮ “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu golongan orang lelaki merendahkan suatu golongan yang lain.” Hai orang-orang yang beriman. Janganlah suatu golongan menghina golongan yang lain, baik dalam membeberkan keaiban (kecacatan) golongan itu, dengan cara mengejek atau dengan cara menghina, baik dengan ucapan ataupun isyarat seperti menertawakan orang yang dihina apabila timbul kesalahan. (S.9: at-Taubah, 79).
134
ﻳﻜﻮﻧﻮ ﺧﻴﺮ ﻣِﻨﻬﻢ
ﻋﺴﻰ
“Boleh jadi golongan yang direndahkan itu lebih baik daripada mereka.” Sebab, boleh jadi orang yang dihina itu lebih baik di sisi Allah daripada orang yang dihinanya. Dalam salah satu hadis, Nabi SAW bersabda:
ﺷﻌﺚ ﻏﺒﺮ ِ ﻃِﻤﺮﻳﻦِ ﻻ ﻳﺆ ﺑﻪ ﻟﻪ ﻟﻮ ﻗﺴﻢ ﻋﻠﻰ ﷲِ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻻﺑﺮ
ﻓﺮ
“Banyak sekali orang yang berpakaian compang-camping, akan tetapi bila mereka bersumpah dengan nama Allah, maka Allah memenuhi sumpahnya itu.” (at-Turmudzi 1996 no. 2125).
ﻳﻜﻦ ﺧﻴﺮ ﻣِﻨﻬﻦ
ﻻ ﻧِﺴﺎٌ ﻣِﻦ ﻧِﺴﺎٍ ﻋﺴﻰ
“Janganlah suatu golongan perempuan merendahkan suatu golongan yang lain, boleh jadi golongan yang direndahkan itu lebih baik daripada mereka.” Jangan pula suatu golongan perempuan menghina dan mengejek golongan perempuan yang lain. Sebab, kerapkali golongan yang dihina itu lebih baik di sisi Allah SWT.
ﻻ ﺗﻠﻤِﺰ ﻧﻔﺴﻜﻢ “Dan janganlah kamu mencela dirimu.”
135
Janganlah kamu saling mencela, baik dengan ucapan, isyarat ataupun dengan mencibir. Firman Allah SWT “Janganlah kamu mencela dirimu” memberi pengertian bahwa mencela orang lain sama artinya dengan mencela diri sendiri. Hal ini mengingat, semua orang mukmin itu dipandang bagaikan satu tubuh, yang apabila salah satu anggotanya sakit, maka terasa sakit pula seluruh tubuh.
ِ ﻻ ﺗﻨﺎﺑﺰ ﺑِﺎﻻﻟﻘﺎ “Dan janganlah kamu saling memanggil diantara kamu dengan gelaran (sebutan) yang mengandung ejekan.” Janganlah sebagian kamu memanggil sebagian yang lain dengan gelaran (sebutan) buruk. Misalnya: Hai munafik, hai fasik, hai pencopet, hai tukang tipu. Atau memanggil orang yang telah masuk Islam dengan panggilan: hai Yahudi, hai Nasrani. Ibn Abbas berkata: “Memanggil orang lain dengan gelarangelaran yang mengandung ejekan adalah menjelekkan seseorang dengan sesuatu yang telah diperbuatnya, padahal dia telah bertobat. Adapun gelaran (panggilan) yang mengandung pujian dan tepat pula memakainya, hal itu tidaklah dibenci, seperti member gelaran Umar alFaaruq, Utsman dzun Nur’ain, Ali Abu Turaab, Khalid Saifullah, dan Abu Bakar ash-Shiddiq.”
ِ ﺑِﺌﺲ ﻻِﺳﻢ ﻟﻔﺴﻮ ﺑﻌﺪ ﻻِﻳﻤﺎ
136
“Sejahat-jahat sebutan sesudah beriman adalah memanggil orang dengan gelaran fasik.” Sebutan yang paling buruk yang dipakai untuk memanggil seseorang yang sudah beriman adalah dengan memanggil nama fasik. Semua ulama berpendapat bahwa haram kita memanggil seseorang dengan gelaran (sebutan) yang tidak disukai, misalnya, dengan menyebut sifat yang tidak disukai, baik itu sifat diri sendiri, sifat orang tua, ataupun sifat keluarganya.
ﻟﻢ ﻳﺘﺐ ﻓﺎ ﻟﺌِﻚ ﻫﻢ ﻟﻈﱠﺎﻟِﻤﻮ “Barangsiapa tidak bertaubat, maka merekalah orang-orang yang menzalimi diri sendiri.” Barangsiapa tidak berhenti mengejek (memandang rendah orang lain), mengaibkan orang lain dan memanggil orang lain dengan nama-nama yang tidak disukai, maka orang-orang itulah yang menganiaya diri sendiri. d. Surah al-Hujurah Ayat 12
ِﺛﻢ ﻻ ﺗﺠﺴﺴﻮ ِ ﱠ ﺑﻌﺾ ﻟﻈﱠﻦ ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ﺟﺘﻨِﺒﻮ ﻛﺜِﻴﺮ ﻣِﻦ ﻟﻈﱠﻦ ﻳﺄﻛﻞ ﻟﺤﻢ ﺧِﻴﻪِ ﻣﻴﺘﺎ
ﻻ ﻳﻐﺘﺐ ﺑﻌﻀﻜﻢ ﺑﻌﻀﺎ ﻳﺤِﺐ ﺣﺪﻛﻢ ﺣِﻴﻢ
ﻓﻜﺮِﻫﺘﻤﻮ ﺗﻘﻮ ﷲَ ِ ﱠ ﷲَ ﺗﻮ
“Wahai orang-orang yang beriman. Jauhilah persangkaanpersangkaan; sesungguhnya sebagian persangkaan itu adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari keburukan orang dan janganlah sebagian kamu mempergunjingkan sebagian yang
137
lain. Apakah salah seorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah meninggal? Jika sekiranya diberikan kepadamu, tentu kamu membencinya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Maha Menerima taubat dan Maha Kekal rahmat-Nya.” (Q.S al-Hujurat, 12).
ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﺬِﻳﻦ ﻣﻨﻮ ﺟﺘﻨِﺒﻮ ﻛﺜِﻴﺮ ﻣِﻦ ﻟﻈﱠﻦ “Wahai orang-orang yang beriman. Jauhilah persangkaanpersangkaan.” Hai
mereka
yang
beriman.
Hindarilah
persangkaan-
persangkaan negatif terhadap orang-orang yang beriman. Sesudah Allah SWT menjelaskan beberapa hak orang Islam yang harus kita penuhi ketika kita berhadapan dengan mereka, tidak menghina, tidak mencacat, (mencela), dan tidak pula memanggilnya dengan nama atau panggilan yang tidak disukainya, maka di sini Allah SWT menjelaskan hak-hak muslim yang wajib kita penuhi di belakangnya. Kita menjauhkan diri dari sikap suka menuduh orang lain berbuat buruk, padahal tidak ada bukti-bukti yang nyata untuk membenarkan tuduhan itu. Kita haram berprasangka buruk (negatif) terhadap orang yang secara lahiriah tampak baik dan memegang amanat, apalagi menuduhnya melakukan suatu kejahatan sebalum ada bukti yang nyata. Sebaliknya, terhadap orang yang nyata-nyata berbuat curang
138
dan selalu memasuki tempat-tempat pelacuran, tentu kita tidak haram berprasangka buruk kepada dirinya.
ِﺛﻢ ِ ﱠ ﺑﻌﺾ ﻟ ﱠﻈﻦ “Sesungguhnya sebagian persangkaan itu adalah dosa.” (QS. Al-Fat, 48:12). Mengapa Allah SWT melarang kita berburuk sangka terhadap orang lain, karena sebagian dari berburuk sangka itu adalah dosa. Zhan atau persangkaan yang dilarang di sini adalah berprasangka yang buruk sehingga timbul tuduhan kepada orang lain. Karena itu, apabila kita melihat seseorang berbuat sesuatu pekerjaan yang dapat dipandang bertujuan baik dan dapat pula bertujuan buruk, jangnlah kita langsung berprasangka bahwa dia bermaksud buruk. Adapun persangkaan yang bermakna perkiraan, seperti suatu usaha akan berhasil jika kita melakukan suatu tindakan tertentu atau kita menyangka bahwa jalan yang kita tempuh akan menghasilkan apa yang kita maksudkan tentu saja tidak dilarang.
ﻻ ﺗﺠﺴﺴﻮ “Janganlah kamu mencari-cari keburukan orang.” Janganlah kamu mencari-cari keaiban (kecacatan) orang lain dan jangan pula menyelidiki rahasia batin orang lain. Kita hendaknya
139
mencukupkan diri kepada apa yang tampak pada lahirnya saja. Akan tetapi apabila kita perlu memata-matai seseorang untuk menolak suatu kerusakan (mudarat) yang lebih besar atau mendatangkan kemanfaatan yang besar, hal yang seperti itu tentu tidak diharamkan. Misalnya kita ingin mengetahui adanya beberapa orang yang merencanakan suatu pembunuhan, lalu kita memata-matainya untuk mencegah terjadinya kejahatan nyawa atau menangkap pelakunya. Demikian pula mematamatai orang setelah melakukan kejahatan untuk bisa menangkapnya, tentu tidak dilarang.
ﻻ ﻳﻐﺘﺐ ﺑﻌﻀﻜﻢ ﺑﻌﻀﺎ “Dan janganlah sebagian kamu mempergunjingkan sebagian yang lain.” Janganlah
kamu
mencela
atau
memperbincangkan
dibelakangnya tentang sesuatu yang tidak disukainya. Nabi Muhammas SAW sendiri telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan celaan itu. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Hurairah, berkata:
: ﻗِﻴﻞ, ﺧﺎ ﺑِﻤﺎﻳﻜﺮ ﻗﺪِ ﻏﺘﺒﺘﻪ
ِﻛﺮ: .
ﷲِ ﻣﺎ ﻟﻐِﻴﺒﺔ؟ ﻗﺎ
ﻳﺎ ﺳﻮ:ﻗِﻴﻞ
ِﻧﻜﺎ ﻓِﻴﻪِ ﻣﺎ ﺗﻘﻮ:. ﻓﺮ ﻳﺖ ِ ﻛﺎ ﻓِﻰ ﺧِﻰ ﻣﺎ ﻗﻮ ؟ ﻗﻞ . ﻓﻘﺪﺑﻬﺘﻪ، ِ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓِﻴﻪِ ﻣﺎﺗﻘﻮ “Seseorang bertanya: ‘Ya Rasulullah, apakah celaan itu?’ Rasul menjawab: ‘Engkau memperbincangkan saudaramu
140
mengenai apa yang tidak disenanginya.’ Dia bertanya lagi: ‘bagaimana pendapat tuan, jika apa yang saya percakapkan itu benar ada pada dirinya?’ Jawab Nabi: ‘juka benar apa yang kamu katakana itu, maka berartilah kamu telah mencela. Jika tidak ada padanya mengenai apa yang kamu percakapkan itu berartilah kamu telah membuat suatu kebohongan terhadap dirinya.” Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ulama bahwa mencela itu adalah suatu dosa besar. (Bukhari, 1996:2125). Yang dimaksud mencela yang dilarang disini adalah mencela yang bertujuan menyakiti. Adapun menyebut-nyebut keburukan orang lain tetapi tidak sampai pada taraf menyakiti atau melukai perasaan, menurut pendapat al-Ghazali, tidak termasuk dalam dosa besar. Karena mencela termasuk dosa besar, maka wajib bagi orang yang mencela untuk segera bertaubat. Para ulama membenarkan mencela, jika cara itu memang merupakan jalan yang harus ditempuh untuk memperoleh sesuatu yang benar, yaitu: 1) Untuk mencari keadilan. Seseorang yang teraniaya diperbolehkan mengadu
dan
menjelaskan
keburukan-keburukan
orang
menganiaya. 2) Untuk menghilangkan kemungkaran. Kita boleh menyebut atau mengungkapkan keburukan seseorang, yang menurut kita akan mampu menghilangkan kemungkraran itu. 3) Untuk meminta fatwa. Seseorang boleh mengatakan kepada mufti tentang keburukan orang lain untuk mendapatkan fatwanya.
141
4) Untuk mencegah manusia berbuat salah, seperti menjelaskan cacatcacat saksi, para perawi hadis dan orang-orang yang menjadi mufti (pemberi fatwa). 5) Membeberkan kejalekan yang tidak malu-malu melakukan kemaksiatan. 6) Memperkenalkan seseorang dengan gelarannya yang buruk, apabila tidak mungkin diperkenalkan dengan gelaran yang lain.
ﻳﺄﻛﻞ ﻟﺤﻢ ﺧِﻴﻪِ ﻣﻴﺘﺎ ﻓﻜﺮِﻫﺘﻤﻮ
ﻳﺤِﺐ ﺣﺪﻛﻢ
“Apakah salah seorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah meninggal? Jika sekiranya diberikan kepadamu, tentu kamu membencinya.” Apakah tega salah seorang dari kamu memakan bangkai saudaranya? Allah SWT meyerupakan perbuatan mencela sama dengan memakan daging saudaranya, karena kedua perbuatan itumerupakan penghancuran pribadi saudara yang dicela itu.
َﺗﻘﻮ ﷲ “Bertaqwalah kepada Allah.” Berbaktilah kepada Allah SWT dengan meninggalkan apa yang tersebut dalam ayat-ayat ini.
ﺣِﻴﻢ
ﷲ ﺗﻮ َ ِﱠ
“Sesungguhnya Allah itu Maha Menerima taubat dan Maha Kekal rahmatn-Nya.”
142
Allah SWT Maha Menerima taubat hamba-hamba-Nya, dan tetap merahmati hamba-hamba-Nya. Dalam ayat-ayat ini Allah SWT menjelaskan adab-adab (pekerti) yang harus dilakukan di antara sesame mukmin. Seorang tidak
seyogianya
menghina
temannya,
mengaibkannya,
atau
memanggilnya dengan felaran (panggilan) yang menyakiti hatinya. Allah SWT juga menjrlaskan beberapa fakta yang menambah kukuhnya persatuan umat Islam. Pertama, menjauhkan diri dari berburuk sangka kepada orang lain. Kedua, menahan diri dari mematamatai keaiban orang lain. Ketiga, menahan diri dari mencela dan menggunjing orang lain. e. Surah al-Hujurah Ayat 13
ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﻨﺎ ِﻧﺎ ﺧﻠﻘﻨﺎﻛﻢ ﻣِﻦ ﻛ ٍﺮ ﻧﺜﻰ ﺟﻌﻠﻨﺎﻛﻢ ﺷﻌﻮﺑﺎ ﻗﺒﺎﺋِﻞ ﻟِﺘﻌﺎ ﻓﻮ ِ ﱠ ﻛﺮﻣﻜﻢ ﻋِﻨﺪ ﷲِ ﺗﻘﺎﻛﻢ ِ ﱠ ﷲَ ﻋﻠِﻴﻢ ﺧﺒِﻴﺮ “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa supaya kamu saling mengenal; sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling takwa. Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha Dalam pengertianNya.” (Q.S al-Hujurat, 13).
ﻳﺂ ﻳﻬﺎ ﻟﻨﺎ ِﻧﺎ ﺧﻠﻘﻨﺎﻛﻢ ﻣِﻦ ﻛ ٍﺮ ﻧﺜﻰ “Wahai manusia, sesunguhnya Kami menjadikan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan.”
143
Hai manusia, Allah SWT telah menjadikan kamu seorang lelaki dan seorang perempuan, maka bagaimanakah sebagian kamu menghinakan sebagian yang lain, sedangkan kamu sebenarnya adalah orang-orang yang seketurunan.
ﺟﻌﻠﻨﺎﻛﻢ ﺷﻌﻮﺑﺎ ﻗﺒﺎﺋِﻞ ﻟِﺘﻌﺎ ﻓﻮ ”Dan Kami menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa supaya kamu saling mengenal.” Kami
(Allah)
menjadikan
kamu
bersuku-suku
dan
bergolongan-golongan supaya kamu saling mengenal, bukan untuk bermusuh-musuhan. Jelasnya, Allah SWT menjadikan kamu terdiri dari beberapa bangsa dan warna kulit supaya kamu lebih tertarikuntuk saling berkenalan. Inilah dasar demokrasi yang benar di dalam Islam, yang menghilangkan kasta-kasta dan perbedaan-perbedaan bangsa. Masih adanya perbedaan rasial (apartheid) sangat ditentang oleh agama Islam.
ِ ﱠ ﻛﺮﻣﻜﻢ ﻋِﻨﺪ ﷲِ ﺗﻘﺎﻛﻢ “Sesunggyhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling takwa.”
144
Orang paling mulia di sisi Allah SWT dan yang paling tinggi kedudukannya di dunia dan di akhirat adalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya. Takwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup: takut kepada Allah SWT dan mengerjakan apa yang diridhai-Nya, yang melengkapi kebajikan dunia dan kebajikan akhirat. Abu Malik al-Asy’ari mengatakan bahwa Rasulullah SAW sersabda:
ِ ﱠ ﷲَ ﻻﻳﻨﻈﺮ ِﻟﻰ ﺣﺴﺎﺑِﻜﻢ ﻻ ِﻟﻰ ﻧﺴﺎﺑِﻜﻢ ﻻ ِﻟﻰ ﺟﺴﺎﻣِﻜﻢ ﻻ ِﻟﻰ ِ ﻓﻤﻦ ﻛﺎ ﻟﻪ ﻗﻠﺐ ﺻﺎﻟِﺢ ﺗﺨﻨﻰ ﷲُ ﻋﻠﻴﻪ.ﻣﻮ ﻟِﻜﻢ ﻟﻜِﻦ ﻳﻨﻈﺮ ِﻟﻰ ﻗﻠﻮ ﺑِﻜﻢ . ﺣﺒﻜﻢ ِﻟﻴﻪِ ﺗﻘﺎﻛﻢ
ِﻧﻤﺎ ﻧﺘﻢ ﺑﻨﻮ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada kemegahan orang tuamu, tidak melihat tubuhmu, dan tidak melihat hartahartamu, akan tetapi melihat hatimu (jiwamu). Barangsiapa mempunyai hati yang saleh, pastilah Allah mengasihinya. Kamu semua hanyalah anak adam yang paling dikasihi oleh Allah diantara kamu adalah yang paling bertakwa kepadaNya.” (Bukhari 60:8 h. 1587).
ِ ﱠ ﷲَ ﻋﻠِﻴﻢ ﺧﺒِﻴﺮ “Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha Dalam pengertian-Nya.” Allah SWT mengetahui semua perbuatanmu dan mengetahui semua rahasia dirimu. Karena itu bertakwalah kepada-Nya dan jadikanlah takwa itu sebagai perbekalan untuk hari akhirat nanti.
145
Allah SWT menjelaskan bawha semua manusia berasal dari satu keturunan, dari seorang ayah dan seorang ibu. Karena tidak selayaknya seorang menghina saudaranya sendiri. Allah SWT menjadikan mereka berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan bergolonggolongan, agar saling mengenal dan saling menolong di antara mereka. Ketakwaan, kesalehan, dan kesempurnaan jiwa itulah bahan-bahan kelebihan seseorang atas yang lain. Dalam ayat ini mengandung dua penafsiran, yaitu : Pertama, Seluruh manusia diciptakan pada mulanya dari seorang laki-laki, yaitu Adam dan dari seorang perempuan, yaitu Hawa. Kedua, Segala manusia sejak dulu sampai sekarang terjadi dari seorang laki-laki dan perempuan. Allah SWT menjadikan manusia dari berbagai macam suku dan bangsa agar kita saling mengenal. Ayat ini merupakan dasar demokrasi yang benar di dalam Islam, dengan menghilangkan kasta dan perbedaan. Semua manusia di sisi Allah SWT itu sama, yang membedakan hanyalah ketaqwaannya. Taqwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup takut kepada Allah SWT dan mengerjakan apa yang diridhoinya yang melengkapi kebaikan dunia dan akhirat. Kemuliaan hati yang di anggap bernilai adalah kemuliaan hati, budi, perangai, dan ketaatan pada Allah SWT.
146
ُﺑِﻲ ﻋﺒ ِﺪ ﻟﺮﺣﻤﻦِ ﻣﻌﺎ ِ ﺑﻦ ﺟﺒﻞٍ ﺿِﻲ ﷲ
ﺟﻨﺪ ﺑﻦِ ﺟﻨﺎ
ﻋﻦ ﺑِﻲ
،ِﺗﻖِ ﷲَ ﺣﻴﺜﻤﺎ ﻛﻨﺖ: ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻋﻦ ﺳﻮ ِ ﷲِ ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ ﻋﻠﻴﻪِ ﺳﻠﱠﻢ ﻗﺎ ﺧﺎﻟِﻖِ ﻟﻨﺎ ﺑِﺨﻠﻖٍ ﺣﺴ ٍﻦ،ﺌﺔ ﻟﺤﺴﻨﺔ ﺗﻤﺤﻬﺎ ﺗﺒِﻊِ ﻟﺴﻴ “Dari Abu Dzar bin Junadah dan Abu Abdurrahman Muadz bin Jabal radhiyallahu’anhuma, dari Rasulullah SAW beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada .Iringilah kejelakan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskannya. Dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi, 1996:5083). “Bertakwalah kepada Allah SWT” adalah fi’il ‘amr (kata perintah) dari kata at taqwa. Takwa adalah membuat perlindungan dari siksa Allah SWT, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintahNya, dan menjauhi larangan-laranganNya. Inilah yang disebut takwa. Dan ini adalah batasan yang terbaik untuk mengartikan kata “takwa.” Bertakwalah kepada Allah SWT di mana pun engkau berada, yakni di tempat di mana pun engkau berada. Engkau tidak hanya bertakwa kepada Allah SWT di tempat yang di sana orang-orang melihatmu saja .Dan tidak hanya bertakwa kepadaNya di tempattempat yang engkau tidak dilihat oleh seorang pun, karena Allah SWT senantiasa melihatmu, di tempat manapun engkau berada. Oleh karena itu, bertakwalah di mana pun engkau berada. Iringilah kejelekan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskannya), yakni jadikanlah kebaikan itu mengiringi kejelekan. Jadi, jika engkau melakukan kejelekan, maka iringilah
147
dengan kebaikan. Dan termasuk dalam hal itu yakni mengiringi kejelekan dengan kebaikan-, adalah engkau bertaubat kepada Allah dari kejelekan tersebut, karena taubat adalah suatu kebaikan. Dan sabdanya, “Niscaya akan menghapuskan”, yakni kebaikan itu jika dilakukan setelah kejelekan, maka ia akan menghapuskannya. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman,
ِ ﺌﺎ ِ ﱠ ﻟﺤﺴﻨﺎ ِ ﻳﺬﻫِﺒﻦ ﻟﺴـﻴ “Sesungguhnya perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Q.S Huud: 114). Bahwasanya Allah SWT Maha mengetahui segala sesuatu baik yang tampak ataupun tersembunyi. Dan bahwa Allah SWT adalah sebaik-baiknya Sang Pencipta.
148
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Konsep pendidikan multikulturalisme yang ada di Indonesia yaitu pada dasarnya adalah penegakkan akan “Bineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda
tapi
satu
tujuan.
Upaya
untuk
mensinergiskan
keanekaragaman menjadi satu kesatuan yang utuh untuk mewujudkan citacita bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi akan nilai-nilai kearifan universal. Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Pendidikanmultikulturallebihmengedepankanpenghormatanterhadapperbe daanbaikrassuku,
budayamaupun
agama
antaranggotamasyarakat.Indonesia adalahsalahsatubangsa di dunia yang memilikiheteroginitasmasyarakatbaikdalamhalbudayadanlainnya, jikahalinitidakdikeloladenganbaik,makaakanmenjadi mala petaka yang dahsyat.
Di
satusisimultikulturalmasyarakatdapatmenjadikekuatanjikadikeloladenganb aikdanprofesional, perbedaancarapandangantarindividubangsa
namunjikatidak, yang
multikulturaliniakanmenjadifaktorpenyebabdisintegrasibangsadankonflik
149
yang berkepanjangan. Kerusuhandankekerasan yang terjadi di Indonesia akhirakhirinimenunjukkanbahwakeragamanitubelumdapatdikeloladenganbaik. Fenomenaini(kekerasan)
menunjukkanmasihbelumadanyasikap
arifdanbijakdarielemenmasyarakat
yang
Indonesia
untukmenghormatiperbedaanbaik yang bersifat intern maupunekstern. 2. Pendidikan
Islam
yang
merupakan
sub
sistempendidikannasionalmempunyaiandil
yang
cukupbesardalamupayatransformasinilainilaireligiusitaskepadapesertadidik, mengingat
Islam
haliniharusdimulaidariumat
sebagai
Perubahanparadigmapendidikan
Islam
agama
Islam,
mayoritas.
harusdilakukan.
inidikarenakanparadigma
Hal yang
selamainidipakaiternyatalebihmembentukmanusia yang egois, tertutup (eksklusif),
intoleran,
danberorientasipadakesalehan
personal.
Dalammenghadapimasyarakat yang multikultural, multi etnikdan multi religi
yang
dibutuhkanadalahparadigmapendidikan
yang
toleran,
inklusifdanberorientasipadakesalehansosialdengantidakmelupakankesaleha n individual. 3. Allah
AWT
mengutusNabi
Muhammad
SAW
tidaklainuntukmemberirahmatuntuksemestaalam. menyerukankepadaumatmanusiauntukberbuatbaikdengansesama.
Nabi
Muhammad SAWdiutusdenganmembawaajaran Islam, karena Islam
150
adalahrahmatanlil’alamin,
Islam
adalahrahmatbagiseluruhmanusia.Rahmatartinyakelembutan
yang
berpadudengan
kata
rasa
iba.
Ataudengan
lainrahmatdapatdiartikandengankasihsayang. Muhammad
Jadi,
SAWadalahbentukkasihsayang
diutusnyaNabi Allah
SWT
kepadaseluruhmanusia. Dan telahdijelaskandalam QS.al-Hujuratayat 13, bahwasanyamanusiadiciptakanlaki-lakiperempuan, sukudanberbangsa-bangsatak
bersuku-
lain
salingkenalmengenaldansalingberbuatbaik,
agar
amarma’rufnahimungkar.
Berbuat yang baikdanmeniggalkan yang buruk.
B. Saran Berdasarkankesimpulan
yang
telahpenyusunuraikan
di
atas,
selanjutkanpenyusunmenyampaikan saran-saran sebagaiberikut: 1. Hendaknyapendidikan
Indonesia
dalamrangkameningkatkanmutupendidikanterkaitdengankesejahteraanmas yarakat
yang
terdiridaribeberapakulturbudaya,
ras,
agama
yang
sangatberagam, sertaterciptanyasuatukeadaanmasyarakat yang dinamis, yang
menjunjungtinggiakannilai-
nilaipersatuandankesatuansertakearifandalambermayarakat. Makapendidikanmultikulturalismemenjadisolusiuntukmenjadibahanpijaka ndalamrangkamenatapendidikan
Indonesia
untuklebihbaik
yang
151
kaitannyadenganpluralitas
yang
sangatberagamdalammasyarakat
Indonesia. 2. Perbedaan
yang
sangatberagaminiharusnyamenjadikekuatan
yang
dimilikibangsakita, bukanmalahandinodaidengankekerasandankriminalitasdalambermasyaraka tyang akanmenghambatpembangunandankemajuanbangsa.Dijelaskandalamfirma n
Allah:
Q.S
al-Hujuratayat
13; Allah
lakidanperempuan,
menciptakanmanusialaki-
sertaberbangsa-bangsadanbersuku-
sukuuntuksalingmengenal, bukanuntukberselisihdanberbuatkezaliman.Keberagamandalammendapatk anhakpendidikandankesejahteraandalammasyarakatharusmenjadiprioritasb agiparastakeholderspendidikanuntukmenjadikanbangsainimenjadibangsa yang menjunjungtinggiakannilai-nilaikearifanbermasyarakat yang adil, damai,amandannyamanyang mengedepankanakanpentingnyapengetahuandanmengimplementasikantent angkebersamaan, solidaritas, kerjasama, tolerasiantarberagama, akhlak yang
baik,
sopansantundanberbudipekerti
yang
itusemuatidaklepasdarikonseppendidikan
yang
relevandengankeberadaanmasyarakat
yang
bercirikandengankeberagamansosialmasyarakat.
C. Penutup
152
Pujisyukur Alhamdulillah kami panjatkankehadirat Allah SWT yang denganrahmatsertahidayahNyapenulisanskripsiinidapatdiselesaikandengantanpamendapatkesulitan yang berarti. Dalampenululisanskripsiini,
Penulismenyadaribahwaskripsi
yang
dipersembahkaninimasihjauhdarikesempurnaan.Lebihlanjut, penulisberharapadakritikdan
saran
yang
membangunsertaadanyatindaklanjutdaripenenilitianini.Penulisberharapbahwas kripsi
yang
singkatinidapatdijadikanrenunganbagisemuapihakuntukmelakukanrekontruksi ataskebijakanpendidikan
Islam
baikmengenaimetodologi,
kurikulum,maupunmateri yang lebihdapatmengelolakemajemukanmasyarakat Indonesia.Dan penulisberharapkaryainimemberimanfaatbagisemuapihakkhususnyapadadiripe nulis.Amin yarabbalalamin.
DAFTAR PUSTAKA Al-Shalih, Subhi. 1977. Munhil al-Waridin Syarh Riyadhu al-Shalihin. Beirut: Dar al-‘llm lil Malayin. Azra,
Azyumardi. 2004. Identitas Dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia, (Online), (http://kongres. budpar.go.id/agenda/precongres/makalah/abstrak/azyumardi. Htm, diakses 01 September 2001).
Baalbakai, Rohi. 1988. Al-Mawarid. Beirut: Dar el-Ilmi Limalayin. Bhikhu, Parekh. 2000. Rethingking Multiculturalism: Cultural Diversity and Political Theory. New York (USA): Palgrave. Carolina, Sinta. 2001. Etika Terapan l. Sebuah Pendekatan Multikultural, Yogyakarta: Tiara Wacana. Cornell dan Sara. 2002. Anti-racism, Multiculturalism and the Athis of Identification. London Thusand Oask, Ca and New Delhi: PHILOSOPHY & SOCIAL CRITICISM. Davidson, Alatsair. 1887. From Subject to Citizen: Australian Citizenship in the Twentieth Century. Cambridge: University Press. Halim, Ridwan. 1986. Tindak Pidana dalam Pendidikan dalam Asas-asas Hukum Pidana Indonesia (Suatu Tinjauan Yuridis Edukatif). Graha: Ghalia, Hilmy,
Masdar. 2003. Menghagas Multikulturalisme, Ulumuna.
Paradigma
Pendidikan
Berbasis
http://blog.muslim-indonesia.com/asmaul-husna/ar-rahim: Ar-Rahman itu Adalah Pemberi Nikmat. http://blog.re.or.id/pendidikan-islam-indonesia.htm: Nilai-Nilai dalam Pendidikan Islam. http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?SuratKe=21&start=101: Allah SWT mengutus Nabi Muhammad. http://kumpulancontohmakalah.blogspot.com.html: Fungsinya.
pengertian
Tujuan
tafsir
dan
http://tahajjuds.blogspot.com/p/pembinaan-masayarakat-tafsir-surah-al.html: Sesama Muslim Adalah Saudara. Ichsani, Rasyid. 2004. Pendidikan Islam Menjawab Tantangan Multikultural, (Online), (http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana, diakses 21 juli 2011).
Ika. 2003. Menggagas Pendidikan Multikultural. Jakarta: Tsaqafah UIN Syarif Hidayatullah. Ismail, Ilyas. 1997. Pintu-Pintu Kebaikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Jabir, Abu Bakar. 1987. Munhaj al-Muslim. Makkah: Dar al-Syuruk. Kimlicka. 1995. Will, Multicultural Citizenship: A Liberal Theory of Minority Rights. Oxford: Clarendom Press. Mahfud, Chairul. 2002. Menuju Masyarakat Multicultural. Denpasar Bali. Mahfud, Choirul. 2004. Menggagas Pendidikan Multikultural. Surabaya: Radar. Mahfud, Choirul. 2005. Mewujudkan Kesetaraan Budaya. Harian Jawa Pos. Mahmood, Tahir & Tilaar. 1993. Human Right in Islamic Law. New Delhi: Genuine Publications Pvt. Mahmud, Yunus. 2010. Kamus Bahasa Arab Indonesia. Jakarta. Marcel A. boisard. 1980. L’Humanisme De L’Islam dalam M. Rasyid (terj.), Humanisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, Muhammad, Imam. 1991. Kitab al-Karam wa al-Jid wa al-Sakha’ al-Nufus. Beirut: Dar ibn Hazm. Nurdin, Muslim. 1995. Moral dan kognisi Islam. Bandung: Alphabeta. Qutb, M. 1964. Islam the Misunderstood Religion. Kuwait: Ministry of Awqaf. Suparlan, Parsudi. 1999. Kemajemukan Amerika: Dan Monokulturalisme ke Multikulturalisme. Jurnal Studi Amerika, vol.5. Susan, C. Schneider. 1997. Managing Across Cultures. Jakarta: Gramedia. Sissela. 1995. Common Values. Columbia and London: University of Misouri Press. Taryadi, Alfons. 1997. Dimensi Multicultural dalam Pendidikan Tinggi di Atma Jaya. Depok: Tifa. Thabathaba’i, Husain. 1989. Inilah Islam: Upaya Memahami Seluruh Konsep Secara Mudah. Jakarta: Pustaka Hidayah. Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme, Tantangan Global Masa Depan, (Online), (http://www.grasindo.co.id/Detail.asp? ID=50104457, diakses 21 Juli 2011).
Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme. Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo. Wahid, Abdurrahman. 2001. Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan. Depok: Desantara. Wahyu. 2004. Menciptakan konsep tatanan masyarakat Indonesia yang multikultural, (Online), (http://.indonesia.com/bpost/082004/11/opini/opini1.htm. diakses 01 September 2011).
LAPORAN SKK Nama
: Abu Chanifah
NIM
: 12106022
Jurusan / Progdi
: Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam
No 1
Jenis Kegiatan Opspek 2006
Keterangan Peserta
Pelaksanaan 26-29 Agustus
Nilai 3
2006 2
Mapaba PMII 2006
Peserta
14-16 September
3
2006 3
Pelatihan Kewirausahaan
Peserta
16-19 Juli 2007
3
Panitia
06 November
2
Mahasiswa STAIN Salatiga 2007 4
Konsolidasi Alumni Kader dan Tabligh Kerakyatan
2007
PMII Salatiga 5
Bakti Sosial II Forum
Panitia
Mahasiswa Temanggung di
18-20 Desember
2
2007
Salatiga (FORMATAS) 6
Seminar Nasional HMJ
Peserta
28 Februari 2008
6
Panitia
04-06 April 2008
3
Panitia
10 Juni 2008
3
Syari’ah 7
Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) II PMII Salatiga
8
Musabaqoh Fi Lughoh Al Arabiyah ITTAQO dan JQH STAIN Salatiga
9
Opspek 2008
Panitia
25-27 Agustus
4
2008 10
Sarasehan Keagamaan tema
Panitia
Aktualisasi Nilai-nilai
09 September
3
2008
Spiritual Puasa di Bulan Ramadhan 11
Bedah Buku judul Kaum
Panitia
Muda Menatap Masa
27 November
3
2008
Depan Indonesia 12
Seminar dan Silaturrahim
Peserta
Nasional Forum Mahasiswa
15-17 Desember
6
2008
Syari’ah Se-Indonesia 13
SK Pengangkatan Pengurus
Pengurus
29 Juni 2009
5
Dewan Mahasiswa (DEMA) STAIN Salatiga 2009-2010 14
OPAK 2009
Panitia
18-20 Agustus
4
15
Sarasehan Keagamaan
Panitia
14 September
3
DEMA dan HMJ Syari’ah 16
Workshop Kepemimpinan
2009 Panitia
19-21 Oktober
4
2009 17
Seminar Kebangsaan
Panitia
02 Desember
3
2009 18
Pelatihan Karya Tulis
Panitia
Ilmiah 19
Seminar Nasional
30-31 Maret
4
2009 Panitia
02 Juni 2010
7
Panitia
16-18 Oktober
3
Pendidikan 20
Bakti Sosial V tema Sadar Pendidikan Desa Berkembang
2010
21
Seminar Nasional dan
Peserta
15 Juli 2011
6
Panitia
08 Agustus 2011
4
Panitia
30 Nevember
5
Bedah Buku 22
SK Pengangkatan Panitia OPAK 2011
23
Seminar Regional Kebangsaan
2011 Jumlah
89