Prosiding Seminar Nasional Dan Presentasi Ilmiah
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN KESIAPSIAGAAN BENCANA GUNUNG MERAPI PADA KEPALA KELUARGA DI DUSUN PETUNG DESA KEPUHARJO CANGKRINGAN SLEMAN YOGYAKARTA Muhammad Tahiruddin1, Maryana2, Nazwar Hamdani Rahil3
INTISARI Latar Belakang :Pengetahuan kepala keluarga tentang penanggulangan bencana gunung merapi sangat penting dalam kesiapsiagaan bencana. Masyarakat Dusun Petung sangat rentan terkena dampak erupsi gunung merapi karena daerah rawan bencana. Tujuan : Diketahui hubungan tingkat pengetahuan penanggulangan bencana dengan kesiapsiagaan bencana gunung merapi pada Kepala Keluarga di Dusun Petung Desa Kepuharjo Cangkringan Sleman D.I Yogyakarta. Metode Penelitian : Jenis penelitian ini kuantitatif observasional analistik dengan metode cross sectional.Populasi dalam penelitian ini sebanyak 120 kepala keluaraga dan sampel dalam penelitian ini sebanyak 54 yang diambil dengan cara mengambil nomor ganjil dari kepala keluaraga dan dijadikan sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian. Data diambil pada Kepala Keluarga Di Dusun Petung Kepuharjo Cangkringan pada tanggal 21 april-22 mei 2015. Variabel bebas yaitu pengetahuan penanggulangan bencana dan variabel terikat yaitu kesiapsiagaan bencana. Data dianalisis menggunakan spearman rank. Hasil :Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan kepala keluarga penanggulangan bencana kategori tinggi sebesar 49 (90,7%), dengan kesiapsiagaan rendah sebesar 28 (51,9%). nilai p-value 0,708 (>0,1), sehingga berdasarkan analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan tingkat pengetahuan penanggulangan bencana dengan kesiapsiagaan bencana gunung merapi pada Kepala Keluarga di Dusun Petung Kepuharjo Cangkringan Sleman D.I Yogyakarta Kesimpulan: Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan penanggulangan bencana dengan kesiapsiagaan bencana gunung merapi pada Kepala Keluarga di Dusun Petung Kepuharjo Cangkringan Sleman D.I Yogyakarta Kata Kunci : Pengetahuan, Penanggulangan Bencana, Kesiapsiagaan
1. 2. 3.
Mahasiswa Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta Dosen Ilmu Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Dosen Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta
111
Prosiding Seminar Nasional Dan Presentasi Ilmiah
THE RELATION BETWEEN THE KNOWLEDGE LEVEL OF DISASTER MANAGEMENTAND DISASTER PREPAREDNESS OF MERAPI MOUNT ON FAMILY HEADS ATPETUNG SUB-VILLAGE KEPUHARJO VILLAGE CANGKRINGAN SLEMAN YOGYAKARTA Muhammad Tahiruddin1, Maryana2, Nazwar Hamdani Rahil3
ABSTRACT Background:The knowledge of disaster management on every family head is very crucial in preparing for the eruption of Merapi mount. The communities at Petung sub-village are very vulnerable to get struck by the Merapi eruption because it is a disaster-prone area Research purpose: To know the relation between the knowledge level of disaster management and disaster preparedness of Merapi mount on family heads at Petung sub-village Kepuharjo village CangkringanSleman Yogyakarta. Research Method: The research is quantitative observational analitik research using cross sectionalmethod.The data was taken on 21st April 2015 until 21st May 2015 on family heads at Petung sub-village, Kepuharjo village, Cangkringan. The independent variable was the disaster management and the dependent variable was disaster preparedness. The data was analyzed by SpearmanRank. Result:The research result shows that the knowledge of disaster management on family heads is in high category as much as 49(90.7%), and the disaster preparedness is low as much as 28 (51.9%). P-value score is 0.708 (>0.1). It means that there is no relation between the knowledge of disaster management and disaster preparedness of Merapi mount on every family head at Petung subvillage Kepuharjo village CangkringanSleman Yogyakarta. Conclusion: There is no relation between the knowledge of disaster management and disaster preparedness of Merapi mount on every family head at Petung sub-village Kepuharjo village CangkringanSleman Yogyakarta. Keywords: Knowledge, Disaster Management, Disaster Preparedness
__________________________________________________________________ 1
A student of Nursing Study Program Faculty of Health Sciences Respati Yogyakarta University A lecturer of Nursing Department Poltekkes of Health Ministry Yogyakarta 3 A lecturer of Nursing Study Program Faculty of Health Sciences Respati Yogyakarta University 2
Prosiding Seminar Nasional Dan Presentasi Ilmiah
PENDAHULUAN Tahun 2005, Konferensi Dunia untuk Pengurangan Resiko Bencana (PRB) atau World Conference on Disaster Reduction (WCDR) diselenggarakan di Kobe Jepang. Dari konferensi lintas negara ini disusundan disepakati kerangka kerja aksi bersama untuk pengurangan resiko bencana hingga tahun2015. Kesepakatan tentang misi membangun ketahanan negara dan masyarakat terhadapbencana tersebut dikenal sebagai Platform Global (PG) untuk Pengurangan Resiko Bencana (PRB) denganKerangka Kerja Hyogo 2005-2015 Hyogo Framework for Action (HFA) 2005-20151. Frekuensi kejadian bencana belakangan ini semakin meningkat, terutama di area Asia-Pasifik. Pada tahun 2008 terdapat 40% dari total bencana alam di dunia terjadi di Asia dan lebih dari 80% korban bencana alam tersebut tinggal di daerah ini. Indonesia sebagai salah satu negara Asia-Pasifik menjadi negara dengan resiko bencana terbesar kedua di dunia. Hal ini karena seluruh kawasan kepulauan Indonesia rentan mengalami bencana 2 Indonesia merupakan salah satu negara yang wilayah-wilayahnya rawan terhadap bencana gunung meletus karena kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng utama yaitu, lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Posisi geografis dan kondisi geologis Indonesia tersebut tergolong sangat kompleks, bagian barat sampai selatan Indonesia merupakan daerah sub zona konduksi yang juga merupakan jalur gunung api. Indonesia memiliki sekitar 123 gunungberapi yang masih aktif yang membentang mulai dari Sumatra, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku dengan sebaran gunung berapi tersebut, luas daerah yang terancam terkena
dampak letusan gunung berapi sekitar 16.670 kilometer persegi3 Gunung Merapi memberikan ancaman yang dapat menyebabkan bencana di wilayah lerengnya pada waktu-waktu tertentu. Ancaman Gunung Merapi yang telah menimbulkan bencana misalnya pada beberapa peristiwa erupsi terakhir pada tahun 1994, 2006, dan 2010. Krisis Merapi di Yogyakarta 2010 diawali dengan peningkatan status dari aktif, normal ke waspada pada bulan September 2010, dan terus meningkat sampai situasi darurat mulai tanggal 26 oktober 2010 sampai dengan awal Januari 2010. Material yang dikeluarkan akibat erupsi kurang lebih 140 juta m3 dan mengakibatkan 296 meninggal dunia, dan puncak gelombang pengungsian berjumlah 151.336 orang yang tersebar di 553 titik4. Dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana penanganan pasien gawat darurat akan melibatkan pelayanan pra rumah sakit, pelayanan rumah sakit, maupun pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan kegawatdaruratan memerlukan penanganan secara terpadu dan pengaturan dalam satu sistem. Maka dipelukan Suatu Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpatu sehari hari (SPGDT-S) dan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpatu dalam keadaan bencana (SPGDT-B). Penanggulangan Gawat Darurat Terpatu sehari hari (SPGDT) adalah sebuah sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit kerja dan didukung oleh kegitan berbagai profesi untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gawat darurat sehari-hari maupun bencana5.
Prosiding Seminar Nasional Dan Presentasi Ilmiah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 20 November 2014 bahwa Kecamatan Cangkringan memiliki lima de Desa diantaranya, Desa Umbulharjo, Desa Kepuharjo, Desa Glagaharjo, Desa Argomulyo, dan Desa Wukirsari. Berdasarkan data dari Kecamatan Cangkringan desa yang paling rawan terkena dampak gunung merapi adalah Desa Glagaharjo dan Desa Kepuharjo 6. Berdasarkan data dari Desa Kepuharjo bahwa dusun petung yang paling rawan terkena dampak erupsi gunung merapi.Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dusun Petung bahwa Dusun Petung merupakan desa yang rawan terkena dampak gunung merapi, masyarakat Kepuharjo yang mengungsi 3000 lebih akibat erupsi gunung merapi dan korban sebayak 6 orang dari Dusun Petung. Hasil wawancara dengan beberapa masyarakat bahwa di dusun petung pernah dilakukan pendidikan dan pelatihan simulasi bencana oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sekali setahun namun banyak masyarakat yang belum memahami dengan alasan sudah lupa karena sudah lama sehingga pengetahuan masyarakat terhadap penanggulangan bencana masih rendah dan kesiapsiagaan sebelum bencana terjadi belum maksimal, maka peneliti tertarik untuk meneliti sejauh mana pengetahuan penanggulangan bencana dengan kesiapsiagaan bencana pada Kepala Keluarga di Dusun Petung Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta7. Penanggulangan bencana didefinisikan sebagai istilah kolektif yang mencakup semua aspek perencanaan untuk merespons bencana, termasuk kegiatan-kegiatan sebelum bencana dan setelah bencana yang mungkin juga merujuk pada manajemen risiko dan konsekuensi bencana (Shaluf, 2008). Manajemen bencana meliputi
rencana, struktur serta pengaturan yang dibuat dengan melibatkan usaha dari pemerintah, sukarelawan, dan pihakpihak swasta dengan cara yang terkoordinasi dan komprehensif untuk merespons seluruh kebutuhan darurat. Oleh karena itu, manajemen bencana terdiri dari semua perencanaan, pengorganisasian, dan mobilisasi sumber daya yang dibutuhkan untuk menangani semua fase bencana sebagai peristiwa alam yang unik6. Moe dan Pathranrakul (2006), mengatakan bahwa manajemen bencana meliputi lima tahap umum yaitu, prediksi, peringatan, bantuan darurat, rehabilitasi, dan rekontruksi8. Kesiapsiagaan berarti merencanakan tindakan untuk merespons jika terjadi bencana. Kesiapsiagaan juga sebagai suatu keadaan siap siaga dalam menghadapi krisis, bencana, atau keadaan darurat bencana. Kesiapsiagaan sebagai tindakan yang diambil sebelum kondisi darurat untuk mengembangkan kemampuan operasional dan untuk mempasilitasi respons yang efektif jika keadaan darurat terjadi9. Kesiapsiagaan berkaitan dengan kegiatan dan langkah-langkah yang diambil sebelum terjadinya bencana untuk memastikan adanya respon yang efektif terhadap dampak bahaya termasuk dikeluarkannya peringatan dini secara tepat waktu dan efektif. Tujuan dari kesiapsiagaan ini adalah untuk mengantisipasi masalah dan sumber daya tempat yang diperlukan untuk memeberikan respons secara efektif sebelum bencana terjadi3. METODE PENELITIAN Jenis dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan rancangan penelitian penelitian kuantitatif observasional analitik dengan pendekatan waktu penelitian
Prosiding Seminar Nasional Dan Presentasi Ilmiah
crossectional10. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Petung Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta pada tanggal 21 April 2015 sampai dengan 21 Juni 2015.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang ada di Dusun Petung berjumlah 120 kepala keluargaKriteria inklusi pada penelitian ini adalah: 1. Kepala keluaga Dusun Petung berdomisili yang ditunjukkan dengan KTP minimal dua tahun 2. Pendidikan minimal SD 3. Usia 20 sampai 60 tahun 4. Memiliki pengalaman bencana Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:Anggota BPBD dan kader siaga bencana. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling yaitu dengan menggunakan consecutive sampling10 dengan cara pemilihan sampel yang dilakukan oleh peneliti dengan meminta data seluruh kepala keluarga dari kepala dusun petung, kemudian data kepala keluarga digunakan untuk memilih nomor ganjil dari data kepala keluarga dengan empat RT digabung menjadi satu sehingga berjumlah 120 kepala keluaraga. Jadi setiap kepala keluarga yang bernomor ganjil akan dijadikan sampel dalam penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sampai sampel penelitian memenuhi jumlah sampel yang diinginkan sebesar 54 kepala keluarga sedangkan nomor genap dijadikan peneliti untuk melakukan uji validitas sebanyak 30 kepala keluarga. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data pengetahuan penanggulangan bencana dan kesiapsiagaan bencana gunung merapi. Skala yang digunakan adalah
skala Guttman untuk variabel tingkat pengetahuan dan skala guttman untuk variabel kesiapsiagaan. Analisa data menggunakan analisa univariat dan analisa bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk melihat gambaran karakteristik responden tingkat pengetahuan dan kesiapsiagaan berdasarkan distribusi frekuensi dan proposi. Pada penelitian ini peneliti melakukan analisis bivariat menggunakan uji korelasi Spearman Rank. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Pengalaman Bencana, Pendidikan dan Pelatihan, Simulasi Bencana di Dusun Petung Pada Bulan April-Juni 2015 (n=54) Karakteristik Frekuensi Percentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki 54 100 Total Umur <29 30-39 40-49 >50 Total Pendidikan SD SMP
54
100
2 12 19 21 54
3,7 22,2 35,2 38,9 100
29 13 9 3
53,7 24,1 16,7 5,6
54
100
42 6 4 2
77,8 11,1 7,4 3,7
Total
54
100
Pengalaman Pernah Tidak pernah
54 0
Total
54
100
Penpel Pernah Tidak pernah
34 20
63,0 37,0
Total
54
100
Simulasi Pernah Tidak pernah
34 20
63, 37,0
Total
54
100
SMA Diploma Total Pekerjaan Petani Swasta Wiraswasta PNS
100
Prosiding Seminar Nasional Dan Presentasi Ilmiah
Berdasarkan Tabel. 1 dapat diketahui bahwa jenis kelamin seluruh responden adalah laki-laki sebanyak 54 (100,0%).Kategori umur sebagian besar >50 Tahun sebayak 21 (38,9%)dan kategori umur paling sedikit berada pada rentang umur < 29 tahun sebanyak 2 (3,7%).Pada kategori pendidikan sebagian besar SD sebanyak 29 (53,7%) dan kategori pendidikan responden paling sedikit dengan kategori pendidian diploma atau sarjana sebanyak 3 (5,6%). Sedangkan kategori pengalaman bencana adalah semua responden pernah mengalami bencana gunung merapi sebelumnya sebanyak 54 (100,0%). Kategori pendidikan dan pelatihan bencana sebagian besar pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan bencana sebanyak 34 (63,0%) dan responden yang tidak pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan bencana sebanyak 20 (37,0%).Kategori simulasi bencana sebagian besar pernah mengikuti simulasi bencana sebayak 34 (63,0%).
Tabel 2. Gambaran Penanggulangan Bencana Karakteristik
Pengetahuan
Kategori Pengetahuan Tot Sedang N %
Tinggi N %
Total n
%
Pendidikan SD SMP SMA DIP/S1
0 3 2 0
0 23 22, 2 0
29 10 7 3
53,7 76,9 77,8 100
29 13 9 3
53,7 24,1 16,7 5,6
Total
5
9,3
49
90,7
54
100
Jenis Kelamin Laki-laki
5
9,3
49
90,7
54
100
Total
5
9,3
49
90,7
54
100
Pekerjaan Petani Swasta Wiraswasta PNS
4 1 0 0
38 5 4 2
100 84,6 54,5 100
42 6 4 2
77,8 11,1 7,4 3,7
Total
5
9,5 16, 7 0,0 0,0 9,3
49
90,7
54
100
Umur <29 30-39 40-49 >50
0 2 3 0
2 10 16 21
4,1 20,4 32,7 42,9
2 12 19 21
3,7 22,2 35,2 38,9
Total
5
0,0 40, 0 60, 0 0,0 9,3
39
90,7
54
100
9,3
49 0
90,7 0,0
54 0
100 0,0
Pengalaman Pernah Tidak pernah
Total Penpel Pernah Tidak pernah
5 0
0,0
5
9,3
49
90,7
54
100
1 4
2,9 20, 0 9,3
33 16
97,1 80,0
34 20
63,0 37,0
49
90,7
54
100
Total
5
Simulasi Pernah Tidak pernah
1 4
2,9 20, 0
33 16
97,1 80,0
34 20
63,0 37,0
Total
5
9,3
49
90,7
54
100, 0
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa gambaran karakteristik responden berdasarkan pengetahuan, kategori pendidikan sebagian besar berpendidikan SMA responden dengan pengetahuan tinggi sebanyak 29 (100%). Kategori pendidikan SMA dengan pengetahuan sedang sebnayak 2 (22,2%). Kategori pendidikan Diploma atau Sarjana dengan pengetahuan tinggi sebanyak 3 (100%).
Prosiding Seminar Nasional Dan Presentasi Ilmiah
Kategori pekerjaan sebagian besar bekerja sebagai petani denganpengetahuan tinggi sebanyak 38 (90,5%). Kategori pengalaman bencana sebagian besar pernah mengalami bencana dengan pengetahuan tinggi sebanyak 49 (90.7%). Kategori pengalaman bencana yang pernah mengalami bencana dengan pengetahuan sedang sebanyak 5 (9,3). Kategori pendidikan dan pelatihan bencana sebagian besar pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan bencana dengan pengetahuan tinggi sebanyak 33 (97,1%). Kategori simulasi bencana sebagian besar pernah melakukan simulasi bencana dengan pengetahuan tinggi sebanyak 33 (97,1%). Tabel 3. Gambaran Kesiapsiagaan Bencana Berdasarkan Karakteristik Karakterist Kategori Responden kesiapsiagaan Total Rendah
Sedang
N
%
N
(%)
Total n
(%)
20 6 2 0
69,0 46,2 22,2 0
9 7 7 3
31,0 53,8 77,8 100
29 13 9 3
100 100 100 100
28
51,9
26
48,1
54
100
28
51,9
26
48,1
54
100
28
51,9
26
48,1
54
100
Pekerjaan Petani Swasta Wiraswasta PNS
24 2 2 0
57,1 33,3 50,0 0,0
57,1 18 4 2 2
42,9 66,7 50.0 100,0
42 6 4 2
100 100 100 100
Total
28
51,9
26
48,1
54
100,0
Umur <29 30-39 40-49 >50
1 7 11 9
3,6 25,0 39,3 32,1
1 5 8 12
3,8 19,2 30,8 46,2
2 12 19 21
3,7 22,2 35,2 38,9
Total
28
51,9
26
48,1
54
100
28 0
51,9 0,0
26 0
48,1 0,0
54 0
100 0,0
28
51,9
26
48,1
54
100,0
11 17 28
32,4 85,0 51,9
23 3 26
67,6 15,0 48,1
34 20 54
100,0 100,0 100,0
Pendidikan Terakhir SD SMP SMA DIPL/S1 Total Jenis Kelamin Laki-laki Total
Pengalaman Pernah Tidak Pernah Total PENPEL Pernah Tidak Pernah Total Simulasi Pernah Tidak Pernah Total
16 12
47,1 60,0
18 8
52,9 40,0
34 20
100,0 100,0
28
51,9
26
48,1
54
100,0
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa gambaran karakteristik responden berdasarkan kesiapsiagaan, kategori pendidikan sebagian besar berpendidikan SD responden dengan
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa gambaran karakteristik responden berdasarkan kesiapsiagaan, kategori pendidikan sebagian besarberpendidikan SD responden dengan respondenkesiapsiagaan rendahsebanyak 20 (69,0%). Kategori pekerjaan sebagian besar bekerja sebagai petani dengan kesiapsiagaan rendah sebanyak 24 (57,1%). Kategori pengalaman bencana sebagian besar pernah mengalami bencana dengan kesiapsiagaan rendah sebanyak 28 (51,9%). Kategori pendidikan dan pelatihan bencana sebagian besar pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan bencana dengan kesiapsiagaan sedang sebanyak 23 (67,6%). Kategori simulasi bencana sebagian besar pernah melakukan simulasi bencana dengan kesiapsiagaan sedang sebanyak 18 (52,9%).
Prosiding Seminar Nasional Dan Presentasi Ilmiah
2. Analisis bivariat Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan Penanggulangan Bencana Dengan Kesiapsiagaan Bencana Pengeta huan
Kesiapsiagaan Total Rendah
Sedang
Sedang
N 3
% 60
N 2
% 40, 0
n 5
% 10 0
Tinggi
25
5,1
Total
28
51, 9
2 4 2 6
49, 0 48, 1
4 9 5 4
10 0 10 0
Pvalu e
0,70 8
Berdasarkan Tabel 4 menunjukan bahwa sebagian besar pengetahuan dalam kategori tinggi sebanyak 25 (51,0%) dengan kategori kesiapsiagaan rendah. Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan tingkat pengetahuan penanggulangan bencana dengan kesiapsiagaan bencana gunung merapi pada Kepala Keluarga Di Dusun Petung Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogykaarta dengan Spearman Rank test dengan melihat nilai P-valueSpearman Rank test sebesar 0,708 (>0,1). Hal ini berarti Ho diterima yang artinya tidak ada hubungan tingkat pengetahuan penanggulangan bencana dengan kesiapsiagaan bencana gunung merapi pada Kepala Keluarga Di Dusun Petung Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogykart. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa hubungan tingkat pengetahuan penanggulangan bencana dengan kesiapsiagaan bencana gunung merapi pada kepala keluarga di dusun petung kepuharjo cangkringan sleman yogykaarta dengan Spearman Rank test dengan melihat nilai P-valueSpearman Rank test sebesar 0,708 yang merupakan
nilai p-value tersebut lebih besar atau lebih dari taraf signifikansi atau nilai kesalahan yang ditentukan yaitu 10 % atau 0,1. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima yang artinya tidak ada hubungan tingkat pengetahuan penanggulangan bencana dengan kesiapsiagaan bencana gunung merapi pada Kepala Keluarga Di Dusun Petung Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogykarta. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu obyek tertentu. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau orang lain. Pengetahuan akan berpengaruh terhadap perilaku seperti yang disebutkan oleh teori yang mendukung bahwa bimbingan seseorang dapat mempengaruhi perilaku 6 seseorang . Hasil penelitian yang telah dilaksanakan didukung oleh penelitian Pangesti (2012) meneliti dengan judul “Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Aplikasi Kesiapan Bencana pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan kesiapan bencana berdasarkan karakteristik responden dan aplikasinya. Penelitian ini bersifat crosssectional dengan 100 responden yang diambil secara acak sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa keperawatan memiliki tingkat pengetahuan tentang kesiapan bencana dengan rata-rata skor pengetahuan 15,14 dari maksimal 24
Prosiding Seminar Nasional Dan Presentasi Ilmiah
(95% CI, 14,7;15,6) dan tidak ada hubungan signifikan terhadap karakteristik responden (p>0.05, α=0,05). Sebayak 99% responden belum mampu mengaplikasikan kesiapan bencana. Sosialisasi sarana tanggap darurat dan evaluasi metode pendidikan bencana perlu dilakukan untuk meningkatkan kesiapan bencana mahasiswa keperawatan10. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Ismawan Aditiansyah (2014), meneliti tentang “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Penghuni dan Fasilitas Rumah Susun Terhadap Kesiapan Tanggap Darurat Bencana Kebakaran di Rumah Susun Pekunden Kota Semarang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan anatara tingkat pengetahuan penghuni dan fasilitas rumah susun terhadap kesiapan tanggap darurat bencana kebakaran di rumah susun Pekunden Kota Semarang tahun 2014. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara tingkat pengetahuan penghuni terhadap kesiapan tanggap darurat bencana kebakaran (p value 0,000 < 0,05, r : 0,558). Ada hubungan antara fasilitas rumah susun terhadap kesiapan tanggap darurat bencana kebakaran (p value 0,015 < 0,05, r : 0,268). Jika penelitian Ismawan Aditiansyah (2014) mendapatkan hasil dimana Tingkat kesiapsiagaan penghuni rumah susun Pekunden dalam menghadapi ancaman bahaya kebakaran sudah cukup baik, hal itu terbukti dari jawaban dalam kuesioner kesiapsiagaan yang hasil terendahnya sudah mencapai 59,8% atau lebih dari separuh responden telah mengerti dan siap melakukan tindakan tanggap
darurat jika terjadi bencana kebakaran. Namun demikian jika tingkat kesiapsiagaan tersebut tidak diimbangi dengan fasilitas tanggap darurat kebakaran akan sulit diimplementasikan, karena dalam pelaksanaan tanggap darurat kebakaran harus seimbang antara kesiapan penghuni dan fasilitas yang dimiliki11. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anas Septiadi (2012), yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kesiapan tanggap darurat bencana kebakaran sebelum dan sesudah pemberian pelatihan, selain dengan cara pemberian pelatihan, peningkatan pengetahuan juga bisa dilakukan dengan cara penambahan atau pemberian materi tentang tanggap darurat kebakaran13. Tingginya tingkat pengetahuan tidak membuat kesiapsiagaan masyrakat juga tinggi. Faktor rendahnya tingkat kesiapsiagaan masyrakat di Dusun Petung dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kebijakan pemerintah, sosial budanya, dan faktor ekonomi. Penelitian Wijanarko (2009), Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Bencana Kekeringan Di Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor apa yang mempengaruhi tingkat kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan Weru. Berdasarkan analisis data tingkat ancaman bencana kekeringan di Kecamatan Weru termasuk dalam tingkat sedang, hal tersebut dikarenakan indeks ancaman masuk dalam tingkat rendah dan indeks
Prosiding Seminar Nasional Dan Presentasi Ilmiah
penduduk terpapar dalam tingkat tinggi. Tingkat kerugian Kecamatan Weru terhadap bencana kekeringan masuk dalam tingkat tinggi. Tingkat kapasitas Kecamatan Weru masuk dalam tingkat rendah sedangkan tingkat risiko bencana kekeringan di Kecamatan Weru masuk dalam tingkat tinggi. Kesiapsiagaan masyarakat Kecamatan Weru termasuk dalam tingkat kurang siap. Berdasarkan teknik analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda diperoleh persamaan Y = 0,684+0,268X1+0,212X2, hasil uji t pertama diketahui bahwa pengetahuan berpengaruh positif terhadap kesiapsiagaan. Hasil uji t kedua diketahui bahwa sikap berpengaruh positif terhadap kesiapsiagaan, Berdasarkan uji chi square diketahui bahwa stratifikasi sosial tidak mempunyai pengaruh terhadap kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan Weru. KESIMPULAN 1. Karakteritik responden dengan kategori pendidikan sebagian besar SD dengan pengetahuan tinggi. Kategori jenis kelamin responden semuanya laki-laki. Kategori pekerjaan sebagian besar adalah petani. Kategori umur sebagian besar > 50 tahun. Kategori pengalaman bencana sebagian besar pernah mengalami bencana sebelumnya. Kategori pendidikan dan pelatihan bencana sebagaian besar pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan bencana. Kategori simulasi bencana sebagian besar pernah mengikuti simulasi bencana. 2. Pengetahuanpenanggulangan bencanagunung merapi kepala keluarga dalam kategori tinggi.
3. Kesiapsiagaan kepala keluarga dalam
menghadapi bencana gunung merapi dalam kategori sedang. 4. Tidak ada hubungan Tingkat Pengetahuan Penanggulangan Bencana dengan Kesiapsiagaan Bencana Gunung Merapi Pada Kepala Keluarga di Dusun Petung Kepuharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta SARAN 1. Tenaga keperawatan khususnya
keperawatan gawat darurat Agar memberikan pendidikan kesehatan mengenai penanggulangan bencanake sekolah, masyarakat desa, kota, pekerja, dan tempat-tempat yang cenderung beresiko acamanan bencana erupsi gunung merapi sehingga kesiapsiagaan masyarakat khususnya kepala keluarga menjadi meninggat agar korban jiwa jika sewaktu-waktu terjadi bencana gunung merapi dapat ditekan. Khususnya untuk tenaga keperawatan gawat darurat agar meningkatkan pertolongan awal dengan penatalaksanaan yang tepat dan cepat saat awal kejadian bencana gunung merapi untuk menurukan angka kejadian yang mengancam jiwa. 2. Bagi BPBD Sleman Agar dapat membina masyrakat dusun petung dengan melakukan pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana dengan sering melaksanakan simulasi penyelamatan diri saat bencana sehingga pengetahuan masyarakat menjadi meningkat dan kesiapsiagaan masyarakat menjadi siaga terhadap ancaman erupsi gunung merapi. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Prosiding Seminar Nasional Dan Presentasi Ilmiah
Agar dapat melakukan penelitian pada faktor lain yang menyebabkan kesiapsiagaan masyarakatyang rendah sehingga dapat menyebabkan tingginya dampak yang ditimbulkan oleh erupsi gunung merapi 4. Bagi kepala keluarga Agar kepala keluarga mempertahankan pengetahuan penanggulangan bencana sehingga kesiapsiagaan bencana semakin tinggi dengan sering mengikuti pendidikan bencana, mengikuti pelatihan simulasi benacana, perencanaan tanggap darurat bencana sehingga ketka terjadi benacana masyarakat sudah siaga dengan demikian dampak bencana dapat diminimalkan. DAFTAR PUSTAKA 1. MPBI (2008), “Kerangka Aksi Hyogo: Pengurangan Risiko Bencana 2005-2015, Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana”. 2. Usher, Kim dan Lidia Mayner. (2011). Disaster nursing: a descriptive survey of australian undergraduatenursing curricula. Australian Emergency Nursing Journal, 14, 1-5. 3. Supriyono, P. (2014). Seri Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Gunung Meletus. Yogyakarta: Andi. 4. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Definisi Bencana. Diambil pada 23 oktober 2014 dari http://www.bnpb.go.id/website/asp content.asp?id=30. 5. TIM PUSBANKES 118-PERSI DIY. (2013). Modul Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)/Basic Trauma And Cardiac Life Support
6. 7. 8.
9.
(BTCLS). Yogyakarta: TIM PUSBANKES 118-PERSI DIY Dinkes Prov. DIY. Dokumentasi trantip kecamatan cangkringan 2010 Dokumnetasi Kelurahan kepuharjo tahun 2010 Shaluf, I. M. (2008). Technological Disaster Stages And Managemenet. Disaster prevention and management, 17(1),pp.114-126 Moe, T. L., & Pathranarakul, P. (2006). An Integrated Approach to Natural Disaster Managemenet: Publik Project Management and Its Critical Succes Factors. Disaster Prevention Management, 15(3), 396-413.
10. Dharma,
K.
K.
(2011). Metodologi Penelitian Keperawatan Jilid 1. Jakarta: TIM
11. Notoatmodjo, S . (2012). Prinsip Prinsip Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. 12. Pangesti,A.D. (2012). “Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Aplikasi Kesiapan Bencana pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia”.Skripsi. Universitas Indonesia. 13. Aditiansyah, I . (2014). Hubungan antara tingkat pengetahuan penghuni dan fasilitas rumah susun terhadap kesiapan tanggap darurat bencana kebakaran di rumah susun kepunden kota semarang. Skripsi: Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantor