UNIVERSITAS INDONESIA
EFEK PENGGUNAAN ADITIF ANTIOKSIDAFI TERIIADAP PEMBENTUKAN DEPOSIT BIODIESEL, KAJIAN PADA PLAT PANAS DAN MESIN DIESEL
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik
MUHAMMAD MA'RUF 1306360233
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK JUNI2015
HALAMAII PERNYATAAII ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
Dan semua sumher baik yang dikutip maupun dirujuk Telah saya nyatakan dengan benar
Nama
Muhammad Ma'ruf
NPM Tanda Tangan
Tanggal
l6 Juni
2015
Universitas lndonesia
HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh
Nama
Program Studi Judul Tesis
: Muhammad Ma'ruf : TeknikMesin : EFEK PENGGTINAAI\ ADTTIF
AI\TIOKSIDAI\I TERIIADAP PEMBENTUKAI\I DEPOSIT BIODIESEL, KAJIAN PADA PLAT PANAS DAI\I MESIN DIESEL
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada program studi Teknik Mesin iepartemen Teknik Mesin f'akultas Teknik, Universitas Indonesia
DEWATT
Pembimbing
Prof. Dr.Ir. Banrbang Sugiarto, M. Eng.
Penguji
Prof. Dr. Ir. Adi SuryosatYo, M.Eng.
Penguji
Prof. Dr. Ir. Yulianto S. Nugroho, M.Sc.
Penguji
Yudan Whulanza S.T., M.Sc., PhD-
Penguji
Ditetapkan di Tanggal
:
M. Agung Santoso, S-T-, M.T.
: Depok : 16 Juni 2015
ilt
Universitas lndonesia
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena aks berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi
ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
r) Prof.
Dr. Ir.
Bambang Sugiarto,
M.Sc.,
selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis
ini. 2) Bpk.
Dr. Ir. Rizqon Fajar, M.Sc. selaku kepala Lab. BTMP tempat
pengujiannya
berlangsung dan selaku pembimbing lapangan atas dukungan dan kemudahan fasilitas yang diberikan. 3) Yudan Whulanza, S.T., M.Sc., PhD. , Prof. Dr. [r. Yulianto S. Nugroho, M.Sc., Dr. Ir.
Adi Suryosatyo, M.Sc., M. Agung Santoso, S.T., M.T., selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk penyempurnaan penulisan tesis ini
4) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral serta do'a-do'a yang selalu dipanjatkan.
5) Istri dan anak yang selalu menjadi
inspirasi dan penyemangat untuk
segera
menyelesaikan tesis ini.
6)
Bpk. M. Taufik S, kandidat Doktor Universitas Indonesia, yang telah memulai riset mengenai deposit biodiesel di Universitas Indonesia.
7) Rekan-rekan
di BTMP, Bp. Ali akbar, Endon kumia, Mahmud, Kasa Wijaya,
Safrudin,
Budi Hartono, Moktar, Budi R. dan Ibu Siti Yubaida, sehingga pengujian dapat terlaksana dan berjalan dengan baik. 8)
Pihak-pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikansemua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
IV
Universitas lndonesia
Depok,
16 Juni 2015
,/
hL
ry I
Muhammad Ma'ruf
Universitas lndonesia
HALAMAN PER}IYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
Nama
NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
ini
:
Muhammad Ma'ruf 1306360233 Teknik Mesin Teknik Mesin
Teknik Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
EFEK PENGGUNAAN ADITIF ANTIOKSIDAN TERHADAP PEMBENTUKAN DEPOSIT BIODIESEL, KAJIAN PADA PLAT PANAS DAN MESIN DIESEL
beserta perangkat yang ada
(ika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat
di
: Depok
Padatanggal : 16 Juni
2015
ang menyatakan
4
Muhammad Ma'ruf
VI
Universitas lndonesia
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul Tesis
: Muhammad Ma'ruf : Teknik Mesin : EFEK PENGGUNAAN ADITIF ANTIOKSIDAN TERHADAP PEMBENTUKAN DEPOSIT BIODIESEL, KAJIAN PADA PLAT PANAS DAN MESIN DIESEL
Pada penelitian ini, potensial pembentukan deposit dari bahan bakar biodiesel dengan formulasi berbeda dikaji dengan melakukan proses deposisi dan evaporasi bahan bakar secara berulang pada plat panas stainless steel (SS). Variasi aditif antioksidan dan bahan baku biodiesel dilakukan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan terhadap pembentukan deposit. Antioksidan yang digunakan adalah PG, BHA dan BHT, sedangkan bahan baku biodiesel yang divariasikan adalah biodiesel sawit dan biodiesel jarak. Karakterisasi deposit pada plat dilakukan dengan menggunakan FTIR, hasil FTIR deposit biodiesel sawit menunjukkan adanya kemiripan gugus fungsi bila dibandingkan dengan deposit yang terbentuk pada injektor dari data referensi. Biodiesel sawit yang memiliki ikatan tidak jenuh dan angka asam lebih kecil menghasilkan deposit yang jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan biodiesel jarak dengan ikatan tak jenuh dan angka asam yang tinggi. Penambahan aditif antioksidan pada biodiesel dengan kadar 1000 ppm tidak menyebabkan perubahan beberapa sifat fisik biodiesel secara berarti, meningkatkan stabilitas oksidasi & cenderung menurunkan jumlah deposit yang terbentuk pada plat SS. Biodiesel sawit dan aditif antioksidan BHT dipilih untuk dilakukan pengujian pada engine yang dilakukan selama 70 jam (10 jam perhari) dengan beban konstan 70% load. Efek penambahan aditif BHT pada engine mampu menurunkan emisi smoke sebesar 24%, sedangkan efek terhadap pembentukan deposit bervariasi tergantung komponen tempat terbentuknya deposit. Penurunan deposit terjadi pada piston, silinder head dan exhaust valve berturut turut : 32%, 8% dan 23% , kenaikan deposit terjadi pada intake valve sebesar 11%, dan pada injektor tip berdasarkan data fotografi.
Kata kunci : biodiesel, B100, FAME, degradasi, deposit, antioksidan, BHT
vii
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name Study Program Judul Tesis
: Muhammad Ma'ruf : Mechanical Engineering : INFLUENCE OF ANTIOXIDANT ADDITIVES ON BIODIESEL DEPOSITS FORMATION, A STUDY ON HOT PLATE AND DIESEL ENGINE
In this study, the potential of deposits formation of biodiesel fuels with different formulation studied by conducting the repetitive process of fuel deposition and evaporation on stainless steel (SS) hot plate. Variation of antioxidant additives and biodiesel feedstock was conducted to determine the effects on the deposits formation. Antioxidants used were PG, BHA and BHT, while the biodiesel feedstocks were Palm biodiesel and Jathropha biodiesel. Characterization of the deposit on the plate has been done by using FTIR. The result of FTIR showed that deposits of Palm biodiesel on hot plate have similar functional groups compared to deposits on the injector based on the literature data. Palm biodiesel with low unsaturated bond & acid number produced fewer deposits than Jathropa biodiesel with high unsaturated bond & acid number. The addition of 1000 ppm antioxidant were increasing the oxidation stability and reducing the amount of deposits that form on the plate, but not altering the physical properties of biodiesel significantly. Palm biodiesel and antioxidant BHT were selected for testing on the engine which performed for 70 hours (10 hours per day) with a constant load 70% load. BHT additive could reduce smoke emissions by 24%, while the effect on the formation of deposits was varied depend on the component where deposit formed. The decrease deposits formation occurred on the piston, cylinder head and exhaust valve respectively: 32%, 8% and 23%, whereas the increase ones occurred on the intake valve by 11%. There was also an increase deposit occured on the injector tip based on photography data.
Keywords : biodiesel, B100, FAME, degradation, deposits, antioxidant, BHT
viii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................................. vi ABSTRAK ............................................................................................................................................ vii ABSTRACT ......................................................................................................................................... viii DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................ xii BAB I ...................................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1 I.1. Latar Belakang .............................................................................................................................. 1 I.2. Perumusan Masalah ...................................................................................................................... 3 I.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................................................... 3 I.4. Batasan Masalah ........................................................................................................................... 4 I.5. Sistematika Penulisan ................................................................................................................... 4 BAB II ..................................................................................................................................................... 5 LANDASAN TEORI .............................................................................................................................. 5 II.1 Mesin Diesel ................................................................................................................................. 5 II.1.1 Siklus Diesel Ideal ................................................................................................................. 5 II.1.2 Siklus Diesel Aktual .............................................................................................................. 7 II.2 Bahan Bakar Biodiesel ................................................................................................................. 7 II.3 Proses Pembakaran dan Pembentukan Soot pada Mesin Diesel ................................................. 9 II.4 Deposit ...................................................................................................................................... 10 II.4.1 Mekanisme Pembentukan Deposit dan Pelepasan Deposit ................................................ 10 II.4.2 Pendekatan Pembentukan Deposit pada Engine dengan Plat Panas ................................... 14 II.5. Degradasi Biodiesel dan Pembentukan Deposit ....................................................................... 16 II.5.1 Mekanisme degradasi biodiesel melalui proses oksidasi .................................................... 16 II.5.2 Mekanisme Pembentukan Deposit Melalui Degradasi Biodiesel ....................................... 17 II.5.3 Penelitian Deposit .............................................................................................................. 18 II.6. Aditif Antioksidan ..................................................................................................................... 19
ix
Universitas Indonesia
II.7 Instumentasi untuk Analisa Stabilitas Biodiesel dan Deposit .................................................... 20 II.7.1. Rancimate .......................................................................................................................... 20 II.7.2. FTIR (Fourier Transform Infra Red) ................................................................................ 21 BAB III ................................................................................................................................................. 23 METODE PENELITIAN ...................................................................................................................... 23 III.1. Tempat Penelitian ................................................................................................................... 23 III.2. Bahan Baku .............................................................................................................................. 23 III.3. Alat Uji ..................................................................................................................................... 23 III.3.1. Analisa Properties Bahan Bakar Biodiesel ....................................................................... 23 III.3.1.a.Pengukuran Angka Asam ............................................................................................ 23 III.3.1.b.Pengukuran Densitas ................................................................................................... 23 III.3.1.c.Pengukuran Viskositas ................................................................................................ 23 III.3.1.d.Analisa Komposisi FAME .......................................................................................... 23 III.3.1.e.Analisa Stabilitas Oksidasi Biodiesel .......................................................................... 23 III.3.2. Pengujian Campuran Bahan Bakar dan Aditif pada Simulator Deposit ........................... 24 III.3.2.a.Diameter tetesan bahan bakar ..................................................................................... 24 III.3.2.b.Waktu Evaporasi Bahan Bakar ................................................................................... 24 III.3.2.c.Berat Deposit ............................................................................................................... 24 III.3.2.d. Analisa Gugus Fungsi Deposit ................................................................................... 25 III.3.3. Pengujian Bahan Bakar dan Aditif pada Mesin Genset .................................................... 25 III.3.3.a. Spesifikasi Mesin Uji ................................................................................................. 25 III.3.3.b. Pembebanan ............................................................................................................... 26 III.3.3.c .Siklus Pengujian ......................................................................................................... 26 III.3.3.d. Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar .......................................................................... 27 III.3.3.f. Pengukuran Putaran .................................................................................................... 27 III.3.3.g. Pengukuran Temperatur Oli dan Exhaust .................................................................. 27 III.3.3.h. Pengukuran Smoke .................................................................................................... 27 III.3.3.i. Estimasi Pertumbuhan Volume Deposit pada Injektor ............................................... 28 III.3.3.j. Penimbangan deposit pada komponen engine ............................................................ 28 III.4. Skema Penelitian ...................................................................................................................... 29 III.4.1. Pembentukan Deposit pada Plat Panas ............................................................................. 29 III.4.2. Pengujian pada Engine ...................................................................................................... 29 BAB IV ................................................................................................................................................. 30 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................................. 30
x
Universitas Indonesia
IV.1 Karakterisasi dan Optimasi Pembentukan Deposit Biodiesel Pada Plat Stainless Steel (SS) . 30 IV.1.1 Karakteristik waktu evaporasi tetesan bahan bakar pada plat SS ...................................... 30 IV.1.2 Optimasi Pembentukan Deposit Pada Plat SS ................................................................... 32 IV.1.3 Analisa Gugus Fungsi Deposit Biodiesel Pada Plat SS ..................................................... 33 IV.2 Pengaruh Bahan Baku Biodiesel Terhadap Pembentukan Deposit Pada Plat SS .................... 34 IV.3 Pengaruh Penambahan Antioksidan terhadap Properties Biodiesel dan Pembentukan Deposit Pada Plat SS ......................................................................................................................... 35 IV.3.1 Properties aditif antioksidan biodiesel ............................................................................... 36 IV.3.1.a. Rumus Molekul dan Sifat Fisik Aditif ....................................................................... 36 IV.3.1.b. Nilai Kalor Aditif Sebelum Dilarutkan ...................................................................... 36 IV.3.1.c. Kelarutan Aditif Antioksidan dalam Biodiesel .......................................................... 37 IV.3.2 Pengaruh Penambahan Aditif Antioksidan terhadap properties biodiesel ......................... 38 IV.3.3 Pengaruh Penambahan Aditif Antioksidan terhadap waktu evaporasi biodiesel pada plat SS .................................................................................................................................................. 41 IV.1.5 Pengaruh Penambahan Aditif Antioksidan Terhadap Pembentukan Deposit pada Plat SS ...................................................................................................................................................... 43 IV.2 Pengujian Pada Mesin Diesel .................................................................................................. 45 IV.2.1 Pemilihan Aditif untuk Diuji pada Mesin Diesel ............................................................... 45 IV.2.2 Pengujian pada Mesin dengan Beban Konstan .................................................................. 46 IV.2.3 Deposit pada Komponen Mesin ......................................................................................... 50 BAB V .................................................................................................................................................. 55 KESIMPULAN ..................................................................................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 56 LAMPIRAN .......................................................................................................................................... 58
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 1. Standar dan Mutu (Spesifikasi) BBN Jenis Biodiesel (SNI 7182:2012) .................................. 8 Tabel 2. Penelitian Antioksidan untuk Biodiesel .................................................................................. 20 Tabel 3. Spesifikasi Mesin Uji .............................................................................................................. 25 Tabel 4. Spesifikasi Generator .............................................................................................................. 26 Tabel 5. Properties aditif antioksidan untuk biodiesel .......................................................................... 36
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bagian-bagian injektor tempat ditemukannya deposit biodiesel, berdasarkan referensi [3] gambar (a); referensi [1] gambar (b) dan referensi [2] gambar (c)..................................... 1 Gambar 2. Efek deposit pada sistem injektor terhadap karakteristik spray [4]; Injektor dengandeposit (a), Injektor tanpa deposit (b). ...................................................... 2 Gambar 3. Siklus Diesel Ideal [11]. ........................................................................................................ 6 Gambar 4. Siklus Diesel Aktual [12] ...................................................................................................... 7 Gambar 5. Reaksi pembuatan biodiesel .................................................................................................. 8 Gambar 6. Reaksi Pembakaran Pada Spray Penetration Yang Menghasilkan Soot (sumber : E. Dec, John. Sandia National Laboratories.1997 dalam literatur [14] ) ..................................... 10 Gambar 7. Mekanisme Pembentukan dan Pelepasan Deposit [15]....................................................... 11 Gambar 8. Mekanisme Pelepasan Deposit [15] .................................................................................... 13 Gambar 9. Mekanisme Pembentukan Deposit Pada Engine dan Simulasi pembentukan deposit Pada Plat logam [6] ................................................................................................................... 15 Gambar 10. Grafik perbandingan deposit bahan bakar emulsi biodiesel dengan aditif berbeda, pada injektor (white bar) dan hasil dari simulator deposit (black bar) [5]. ............................. 16 Gambar 11. Mekanisme pengikatan oksigen dan pembentukan dimer (polimerisasi) asam lemak tak jenuh serta tipe polimer yang mungkin terbentuk [10]..................................................... 17 Gambar 12. Mekanisme degradasi biodiesel melalui pengikatan oksigen dan pembentukan radikal menghasilkan senyawa polimerisasi dan senyawa asam [21] .......................................... 17 Gambar 13. Mekanisme pembentukan deposit [2] ............................................................................... 18 Gambar 14. Mekanisme penstabilan radikal oleh antioksidan jenis fenolik [8] ................................... 19 Gambar 15. Skema Alat Uji Stabilitas Oksidasi Biodiesel (Rancimate) [24] ....................................... 21 Gambar 16. Skema Instrumentasi FTIR [27]. ....................................................................................... 22 Gambar 17. Serapan Inframerah Tengah dan Keberadaan Gugus Fungsi Molekul [28]. ..................... 22 Gambar 18.Skema simulator deposit .................................................................................................... 24 Gambar 19. Skema pengujian bahan bakar pada mesin ........................................................................ 25 Gambar 20 . Kurva performance mesin diesel Yanmar L48N6 MTMYI dengan menggunakan bahan bakar B100 [14] ................................................................................................................ 26 Gambar 21. Alur pengolahan data foto injektor dengan MATLAB ..................................................... 28 Gambar 22. Profile waktu evaporasi satu tetes bahan bakar biodiesel dan solar pertamina ................. 31 Gambar 23. Pengaruh temperatur terhadap pembentukan deposit biodiesel pada plat tipis ................. 32
xii
Universitas Indonesia
Gambar 24. Spektra FTIR : Spektra biodiesel sawit dari referensi [30] (a), Spektra deposit pada injektor tip pada mesin genset dengan bahan bakar B100 sawit dari penelitian moktar 2014 (b) , Spektra deposit B100 sawit pada plat tipis stainless steel dengan temperatur 3400C (c). .................................................................................................... 33 Gambar 25. Contoh ikatan rangkap C=C pada biodiesel ..................................................................... 34 Gambar 26. Grafik komposisi FAME biodiesel sawit dan biodiesel jarak berdasarkan jumlah ikatan rangkap ............................................................................................................................. 34 Gambar 27. Deposit biodiesel pada plat tipis stainless steel pada temperatur 3400C dengan deposisi 1000 tetes: deposit biodiesel sawit (a), deposit biodiesel jarak (b). ................................. 35 Gambar 28. Residu Pembakaran Aditif pada Proses Analisa Nilai Kalor ............................................ 36 Gambar 29. Biodiesel + 1000 ppm Aditif, disimpan dalam suhu ruang ............................................... 37 Gambar 30. Presipitasi aditif PG pada biodiesel sawit + 1000 ppm PG (a), biodiesel sawit tanpa aditif (b) ..................................................................................................................................... 38 Gambar 31. Perubahan nilai densitas pada 150C .................................................................................. 38 Gambar 32. Perubahan nilai viskositas kinematik pada 400C ............................................................... 39 Gambar 33. Perubahan nilai kalor bahan bakar biodiesel ..................................................................... 39 Gambar 34. Stabilitas oksidasi biodiesel sawit (PB) dengan metode rancimate .................................. 40 Gambar 35. Jumlah atom H donor pada molekul antioksidan .............................................................. 40 Gambar 36. Stabilitas oksidasi biodiesel jarak (JB) dengan metode rancimate.................................... 41 Gambar 37. Efek penambahan antioksidan terhadap waktu evaporasi satu tetes biodiesel sawit ........ 42 Gambar 38. Efek penambahan antioksidan terhadap waktu evaporasi satu tetes biodiesel jarak ......... 42 Gambar 39. Pengaruh penambahan antioksidan terhadap pembentukan deposit biodiesel sawit pada plat tipis bertemperatur 3400C dengan jumlah deposisi 1000 tetes. ............................... 43 Gambar 40. Pengaruh penambahan antioksidan terhadap pembentukan deposit biodiesel jarak padaplat tipis bertemperatur 3400C dengan jumlah deposisi 250 tetes. ......................... 44 Gambar 41. Grafik power terukur vs waktu pengujian ......................................................................... 46 Gambar 42. Grafik laju aliran bahan bakar (LFF) vs waktu pengujian ................................................ 47 Gambar 43. Grafik konsumsi bahan bakar spesifik vs waktu pengujian .............................................. 47 Gambar 44. Grafik temperatur exhaust dan temperatur pelumas vs waktu pengujian.......................... 48 Gambar 45. Grafik viskositas pelumas setelah 70 jam ......................................................................... 49 Gambar 46. Grafik emisi smoke vs waktu pengujian ........................................................................... 49 Gambar 47. Deposit pada piston dan cylinder head.............................................................................. 50 Gambar 48. Deposit pada Intake Valve ................................................................................................ 51 Gambar 49. Deposit pada Exhaust Valve ............................................................................................. 51 Gambar 50. Kurva deposit pada injektor tip ......................................................................................... 52 Gambar 51. Kurva Pertumbuhan deposit dan foto ujung injektor 70 jam pada referensi pengambilan gambar 900 ........................................................................................................................ 52 Gambar 52. Hubungan pembentukan deposit pada engine dan plat panas ........................................... 53
xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR NOTASI
BHA B100(-)AO BHT BSFC FAME FIE FTIR GC-FID JB LFF PG PB SS
: : : : : : : : : : : : :
Butylatedhydroxyanisole (antioksidan) Biodiesel sawit 100 % tanpa anti oksidan Butylatedhydroxytoluene (antioksidan) Brake Specific Fuel Consumption Fatty Acid Methyl Ester / Metil Ester Asam Lemak / Biodiesel Fuel Injection Equipment Fourier Transform Infra Red Gas Chromatography-Flame Ionization Detector Biodiesel Jarak (Jatropha Biodiesel) Liquid Fuel Flow Propylgallate (antioksidan) Palm Biodiesel Stainless Steel
xiv
Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, industri dan perkembangan teknologi. Sementara itu bangsa Indonesia masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap sumber energi berbasis bahan bakar fosil dengan ketersediaan yang semakin menipis, sehingga perlu dilakukan terobosan untuk memanfaatkan sumber energi lain yang terbarukan. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia sebagai alternatif untuk pengganti bahan bakar diesel. Indonesia yang merupakan negara agraris memiliki berbagai macam sumber bahan baku untuk pembuatan biodiesel dengan ketersediaan yang sangat melimpah, baik berupa tumbuhan penghasil minyak pangan maupun non pangan. Biodiesel sangat menarik perhatian banyak peneliti karena sifatnya yang dapat diperbaharui dan lebih ramah terhadap lingkungan. Meskipun demikian penggunaan biodiesel dengan prosentase lebih besar untuk aplikasi pada mesin diesel masih menyisakan beberapa masalah terkait dengan terjadinya degradasi biodiesel dan terbentuknya deposit ketika digunakan sebagai bahan bakar pada engine. Semenjak digulirkanya penggunaan bahan bakar biodiesel pada engine, terjadi peningkatan pelaporan mengenai terbentuknya deposit baik pada ruang bakar maupun pada injektor [1-3]. (a)
(c)
(b)
Gambar 1. Bagian-bagian injektor tempat ditemukannya deposit biodiesel, berdasarkan referensi [3] gambar (a); referensi [1] gambar (b) dan referensi [2] gambar (c).
1
Universitas Indonesia
2
Deposit pada injektor merupakan bagian yang mendapatkan banyak perhatian dari para peneliti karena efek yang ditimbulkan sangat signifikan terhadap performa engine, mulai dari berubahnya karakteristik spray, penurunan power, meningkatnya konsumsi bahan bakar, meningkatnya emisi, tingginya noise bahkan tersumbatnya lubang injektor.
Gambar 2. Efek deposit pada sistem injektor terhadap karakteristik spray [4]; Injektor dengandeposit (a), Injektor tanpa deposit (b).
Hingga saat ini studi mengenai mekanisme pembentukan deposit biodiesel masih sedikit [2,5,6]. Kemudahan biodiesel untuk terdegradasi merupakan salah satu faktor yang diduga kuat meningkatkan terbentuknya deposit biodiesel [2]. Penambahan aditif antioksidan telah terbukti dapat meningkatkan nilai stabilitas biodiesel yang diuji melalui accelerated test pada keadaan standard 1100C [7,8], akan tetapi efek penggunaan antioksidan tersebut terhadap pembentukan deposit belum banyak dilaporkan. Pembentukan deposit pada engine merupakan fenomena yang cukup kompleks dan sangat tergantung pada kombinasi berbagai macam parameter seperti bahan bakar, permukaan material, temperatur, tekanan, kondisi ruang bakar dll [9]. Selama engine beroperasi terdapat butiran kecil bahan bakar yang tak terhitung jumlahnya yang terjadi pada saat penyemprotan bahan bakar. Pada kondisi high load, lebih dari 50% bahan bakar terdeposisi pada permukaan logam (piston bowl). Interaksi antara butiran bahan bakar dengan permukaan logam akan menyebabkan terbentuknya lapisan film bahan bakar. Pembentukan lapisan film tersebut merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan deposit. Proses penyemprotan bahan bakar akan terus berulang selama engine beroperasi sehingga lapisan film bahan bakar akan terus terbentuk. Kondisi tersebut akan meningkatkan pembentukan deposit, dimana lapisan film akan mengalami perubahan lebih lanjut baik perubahan fisika seperti evaporasi, atau perubahan kimia seperti degradasi termal, polimerisasi dll [9]. Pada penelitian ini, pembentukan deposit pada engine didekati dengan melakukan proses deposisi dan evaporasi bahan bakar secara berulang pada suatu plat panas. Metode sederhana ini dibuat untuk mengatasi kompleksitas pengujian deposit pada engine,
Universitas Indonesia
3
menghemat waktu, biaya serta sampel bahan bakar yang terbatas. Metode yang hampir sama juga pernah digunakan oleh peneliti pada referensi [5,6]. Pembentukan deposit pada plat panas dilakukan untuk variasi bahan bakar biodiesel dengan aditif dan bahan baku berbeda untuk mengetahui bahan bakar biodiesel dengan potensial deposit paling rendah.
I.2. Perumusan Masalah Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab peningkatan jumlah deposit yang terbentuk pada engine ketika menggunakan bahan bakar biodiesel adalah adanya perbedaan karakteristik biodiesel bila dibandingkan dengan petroleum diesel diantaranya : viskositas yang lebih tinggi, karakteristik kurva destilasi yang lebih tinggi, struktur rantai kimia yang lebih panjang, impurities dan kemudahan biodiesel terdegradasi. Salah satu faktor penyebab bertambahnya jumlah deposit pada mesin diesel diduga kuat berasal dari hasil oksidasi ataupun degradasi termal dari FAME biodiesel [2,3,10]. Penambahan aditif antioksidan telah terbukti dapat meningkatkan nilai stabilitas biodiesel yang diuji melalui accelerated test pada keadaan standard 1100C [7,8], akan tetapi efek penggunaan antioksidan tersebut terhadap pembentukan deposit belum banyak dilaporkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek penambahan antioksidan terhadap beberapa properties biodiesel dan pengaruhnya terhadap pembentukan deposit biodiesel.
I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Melakukan karakterisasi dan optimasi pembentukan deposit biodiesel pada plat panas yang akan digunakan sebagai simulator deposit dalam proses seleksi tahap awal terhadap bahan bakar biodiesel dan aditif. 2. Mengetahui efek penggunaan aditif antioksidan terhadap perubahan beberapa sifat fisik biodiesel dan terhadap pembentukan deposit pada simulator yang dibuat. 3. Melakukan seleksi biodiesel & aditif antioksidan untuk dilakukan pengujian durabiliti engine dan mengetahui efek antioksidan tersebut terhadap pembentukan deposit pada komponen engine.
Universitas Indonesia
4
I.4. Batasan Masalah
1. Biodiesel (B100) yang digunakan dalam penelitian ini adalah biodiesel sawit (PT Darmex) dan biodiesel jarak (BRDST). 2. Aditif antioksidan yang digunakan adalah PG, BHA dan BHT dengan kadar 1000 ppm. 3. Seleksi bahan baku biodiesel & aditif antioksidan dilakukan menggunakan simulator deposit dengan cara membandingkan pembentukan deposit setiap bahan bakar pada plat panas. 4. Mesin uji yang digunakan adalah mesin diesel silinder tunggal dengan merk Yanmar L48N6-MTMYI yang dijalankan dengan beban konstan 1.8 KW. 5. Evaluasi pembentukan deposit pada engine dilakukan terhadap, piston, silinder head, valve dan injektor tip
I.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini terdiri dari 5 bab ditambah dengan lampiran yang diperlukan. Untuk setiap babnya mencakup uraian berikut ini : Bab 1 :Pendahuluan Pada bab ini berisi tentang hal yang melatar belakangi penulisan ini, perumusan masalah yang akan dibahas, tujuan penelitian, batasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 :Landasan Teori Meliputi teori dan penjelasan mengenai sifat kimia fisika biodiesel, proses biodiesel, formulasi campuran biodiesel, stabilitas oksidasi dan emisi gas buang. Bab 3 :Metode Penelitian Bab ini menerangkan tentang peralatan yang digunakan untuk penelitian dan proses pengujian yang dilakukan. Bab 4 :Hasil dan Pembahasan Pada bab ini ditampilkan hasil penelitian berupa data dalam bentuk tablel dan grafik serta analisanya. Bab 5 :Kesimpulan Bab ini merupakan akhir dari uraian keempat bab sebelumnya. Dan merupakan kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil perhitungan serta analisa yang diambil.
Universitas Indonesia
BAB II LANDASAN TEORI
II.1 Mesin Diesel Mesin diesel atau yang biasa disebut dengan mesin penyalaan dengan kompresi (compression-ignition engine) adalah mesin pembakaran dalam yang menggunakan panas dari tekanan untuk melakukan penyalaan dan membakar bahan bakar yang telah dimasukkan kedalam ruang bakar. Mesin diesel memiliki efisiensi termal yang paling baik dibandingkan dengan mesin pembakaran dalam maupun pembakaran luar lainnya, karena memiliki rasio kompresi yang sangat tinggi. Mesin diesel kecepatan-rendah (seperti pada mesin kapal) dapat memiliki efisiensi termal lebih dari 50%. Sistem kerja mesin diesel yaitu ketika gas ditekan, temperaturnya akan naik (kondisi stated menurut hukum Charles), jika kondisi ini telah tercapai maka bahan bakar akan terbakar. Udara masuk kedalam silinder dan dikompresi oleh naiknya piston, kondisi ini terjadi pada rasio kompresi yang sangat tinggi dibandingkan spark-ignition engine biasa. Pada posisi TMA dari langkah piston, bahan bakar diinjeksikan kedalam ruang pembakaran pada tekanan tinggi, melalui sebuah atomising nozzle, kemudian bercampur dengan udara bertekanan tinggi. Campuran ini kemudian akan segera terbakar. Ini akan mengakibatkan ledakan karena gas didalam ruang bakar berekspansi, menggerakkan piston ke bawah dan mengakibatkan daya (Power) dalam arah vertikal. Connecting-rod meneruskan gerakan tersebut ke crankshaft, kemudian gaya putar diteruskan ke ujung output dari crankshaft. Scavenging (pendorongan keluar gas buang dari silinder dan penarikan masuk aliran udara segar) dari mesin dilakukan oleh port atau katup. II.1.1 Siklus Diesel Ideal Siklus ini merupakan permodelan ideal untuk menganalisa proses termodinamika pada siklus Diesel. Diasumsikan gas yang terdapat pada silinder adalah udara. Pada persamaan di bawah, udara diasumsikan sebagai gas ideal dengan specific heat konstan. Siklus termodinamika yang terjadi pada siklus ialah :
5
Universitas Indonesia
6
Gaambar 3. Sikllus Diesel Ideeal [11].
Proses 1 – 2 :
kom mpresi isenttropic, Prosees dimulai pada p saat posisi piston berada b di titiik maati bawah (T TMB) dan posisi katup intake dituttup sampai dengan d posiisi pistton berada pada p titik maati atas (TM MA). Proses ini biasanyaa diasumsikaan seb bagai reversiibel adiabatiik, maka sikklus termodinnamika yangg terjadi ialaah isenntropik. Gas yang dikoompresikan merupakann udara yan ng dibawa ke k silinder dari lanngkah intakee
Proses 2 – 3 :
pem manasan revversible tekaanan konstann, Dimulai pada posisi TMA ketikka vollume berada pada nilai m minimum. Tiidak seperti ssiklus sparkk-engine, tidaak adaa bahan bakkar pada siliinder. Selam ma proses ppembakaran, bahan bakaar diinnjeksikan daan dibakar. Pada permoodelan ideall, pembakaraan digantikaan denngan pemanaasan pada teekanan konsstan, dimanaa panas yang g dimasukkaan sam ma dengan ennergy yang dilepaskan d pada p pembakkaran bahan bakar.
Proses 3 – 4 :
eksspansi isentrropic, Meruppakan perpaanjangan darri akhir proses injectionncom mbustion meenuju TMB.
Proses 4 – 1 :
penndinginan reversible voluume konstann
Universittas Indonesia
7
II.1.2 Siklus Diesel Aktual
Gambar 4. Siklus Diesel Aktual [12]
Dari gambar, dapat terlihat bahwa garis volume dibagi menjadi 16 unit. Unit-unit ini menggambarkan rasio kompresi sebesar 16 : 1. Semakin besar rasio kompresi, maka temperatur yang dibutuhkan untuk pembakaran juga semakin meningkat. Bahan bakar diinjeksikan pada titik C, dan proses pembakaran dijabarkan dengan garis CD. Proses pembakaran pada mesin Diesel terjadi dengan volume yang dapat dikatakan konstan dalam waktu yang singkat. Pada periode ini terjadi kenaikan tekanan yang drastic hingga piston mencapai titik sedikit melebihi TDC. Kemudian, proses pembakaran berlanjut dengan tekanan yang relatif konstan yang kemudian turun perlahan hingga proses ini berhenti di titik D. II.2 Bahan Bakar Biodiesel Biodiesel merupakan Bahan Bakar Nabati berupa metil ester dari asam-asam lemak (fatty acid methyl ester, FAME). Biodiesel dibuat melalui reaksi antara asam lemak dengan metanol melalui proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis KOH, hasil yang didapat berupa biodiesel dengan hasil sampingan berupa endapan gliserol.
Universitas Indonesia
8
Gambar 5. Reaksi pembuatan biodiesel
Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Lain yang Dipasarkan di Dalam Negeri diatur berdasarkan Keputusan Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJ EBTKE) Nomor 723 K/10/DJE/2013 yang mengacu pada SNI 7182:2012 – Biodiesel. [13]
Tabel 1. Standar dan Mutu (Spesifikasi) BBN Jenis Biodiesel (SNI 7182:2012) No
SATUAN, min/maks
PERSYARATAN
METODE UJI ASTM D-1298/D-4052/ lihat bag. 9.1 SNI 7182:21012
1
Massa Jenis (@ 40oC)
850-890
kg/m3
2
Viskositas Kinematik (@ 40oC)
2,3-6,0
mm /s (cSt)
ASTM D-445/ lihat bag. 9.2 SNI 7182:2012
3
Angka Setana
51
min.
ASTM D-613/D-6890/ lihat bag. 9.3 SNI 7182:21012
4
Titik Nyala (mangkok tertutup)
100
o
C, min.
ASTM D-93/ lihat bag. 9.4 SNI 7182:21012
5
Titik Kabut
18
o
C, maks.
ASTM D-2500/ lihat bag. 9.5 SNI 7182:21012
1
-
ASTM D-130/ lihat bag. 9.6 SNI 7182:21012
%-massa, maks
ASTM D-4530/D-189/ lihat bag. 9.7 SNI 7182:21012
%-vol., maks
ASTM D-2709/ lihat bag. 9.8 SNI 7182:21012
o
C, maks.
ASTM D-1160/ lihat bag. 9.9 SNI 7182:21012
%-massa, maks
ASTM D-874/ lihat bag. 9.10 SNI 7182:21012
Korosi Lempeng Tembaga (3 jam, 50oC) Residu Karbon, Dalam per contoh asli, atau Dalam 10% ampas distilasi
0,05 0,3
8
Air dan Sedimen
0,05
9
Temperatur Distilasi 90%
360
10
Abu Tersulfatkan
0,02
6 7
PARAMETER UJI
2
Universitas Indonesia
9 No
PARAMETER UJI
PERSYARATAN
11
Belerang
100
12
Fosfor
10
13
Angka Asam
0,6
14
Gliserol Bebas
0,02
15
Gliserol Total
0,24
16
Kadar Ester Metil
96,5
17
Angka Iodium
115
18
Kestabilan Oksidasi Periode Induksi: Metode Rancimat, atau Metode Petro oksi
360 27
SATUAN, min/maks mg/kg, maks mg/kg, maks mg-KOH/g, maks %-massa, maks %-massa, maks %-massa, min %-massa, maks (gr-I2/100 g) menit menit
METODE UJI ASTM D-5453/D-1266/D-4294/D2622 lihat bag. 9.11 SNI 7182:21012 AOCS Ca 12-55/lihat bag. 9.12 SNI 7182:2012 AOCS Cd 3d-63/ASTM D-664/lihat bag. 9.13 SNI 7182:2012 AOCS Ca 14-56/ASTM D6484/lihat bag. 9.14 SNI 7182:2012 AOCS Ca 14-56/ASTM D6484/lihat bag. 9.14 SNI 7182:2012 SNI 7182:2012/lihat bag. 9.15 SNI 7182:2012 AOCS Cd 1-25/lihat bag. 9.16 SNI 7182:2012 EN 15751/lihat bag. 9.17.1 SNI 7182:2012 ASTM D-7545/lihat bag. 9.17 SNI 7182:2012
II.3 Proses Pembakaran dan Pembentukan Soot pada Mesin Diesel
Mesin diesel disebut juga dengan sebutan mesin CI (Compression Ignition). Mesin diesel mengkompresi udara di ruang bakar hingga temperaturnya melebihi titik autoignition dari bahan bakar yang akan disemprotkan oleh injektor. Sehingga ketika bahan bakar disemprotkan, partikel bahan bakar yang mengalami kontak langsung dengan udara akan mengalami reaksi pembakaran. Pembakaran di atas disebut dengan pembakaran secara difusi, yakni pembakaran yang reaksinya bersamaan dengan pencampuran udara dengan bahan bakar. Kekurangan dari pembakaran difusi adalah tingkat campuran udara-bahan bakar (AFR) yang tidak merata. Pada gambar di bawah ini terlihat bahwa pada bagian terluar spray penetration terjadi pembakaran (difusion flame) akibat AFR di daerah tersebut sudah sesuai untuk terjadinya pembakaran. Akan tetapi di area dalam spray penetration AFR-nya tidak sesuai dengan stoikiometri pembakaran karena minimnya udara di area tersebut, sehingga terjadilah incomplete combustion yakni pembakaran yang tidak sempurna yang menghasilkan residu berupa padatan carbon (soot).
Universitas Indonesia
10
Gambar 6. Reaksi Pembakaran Pada Spray Penetration Yang Menghasilkan Soot (sumber : E.
Dec, John. Sandia National Laboratories.1997 dalam literatur [14] ) II.4 Deposit
Lepperhoff, et. al. (1993) menjelaskan bahwa selama penggunaan mesin pembakaran dalam (internal combustion engine), deposit bisa terbentuk pada lokasi yang bervariasi. Pada mesin diesel, deposit terbentuk pada ruang bakar dan nosel injector yang menyebabkan kenaikan kadar emisi khususnya emisi partikulat dan emisi gas. Masalah juga akan muncul terhadap ketahanan mesin. Pada mesin diesel, bore polishing menyebabkan kerusakan mesin. Pembentukan lacquer pada silinder liner menyebabkan peningkatan konsumsi oli. Suhu piston crown naik. Terjadi fouling pada nosel injector baik untuk mesin diesel direct injection maupun indirect injection yang juga akan meningkatkan emisi partikulat. Dengan modifikasi desain mesin dan pengembangan bahan bakar, komposisi pelumas dan aditif maka pembentukan deposit bisa dikendalikan. II.4.1 Mekanisme Pembentukan Deposit dan Pelepasan Deposit
Proses pembentukan deposit dapat dibagi menjadi fase induksi dan fase pertumbuhan deposit. Pada kondisi kering, dinding tidak lengket, tidak ada partikel karbon yang menempel. Untuk membentuk deposit, media kontak antara permukaan dinding dan partikel diperlukan. Media kontak ini adalah komponen yang memiliki titik didih tinggi, sebagian besar komponen tersebut adalah hidrokarbon. Selama fase induksi, pembentukan deposit dimulai dengan kondensasi hidrokarbon dengan titik didih yang tinggi pada dinding. Dalam
Universitas Indonesia
11
lapisan lengket yang sangat tipis ini, partikel-partikel yang tertangkap mirip dengan flypaper effect. Deposit tumbuh terus menerus dengan penambahan dan penggabungan partikel ke lapisan. Dengan meningkatnya ketebalan deposit, efek isolasi terjadi. Hal ini menyebabkan peningkatan suhu permukaan dan kekuatan ikatan yang rendah membatasi deposisi partikel yang berlebih. Komponen gas berdifusi melalui lapisan berpori dan teradsorpsi atau mengembun di lapisan suhu yang lebih rendah. Hal ini menyebabkan peningkatan kepadatan lapisan yang didukung oleh aliran gas.
Gambar 7. Mekanisme Pembentukan dan Pelepasan Deposit [15]
Menurut Lepperhoff, et. al. (1993) deposit terbentuk melalui proses sebagai berikut: 1. Pembentukan lapisan film Lapisan film dapat terbentuk akibat kondensasi dari heavy gaseous component ataupun pembasahan dinding ruang bakar oleh bahan bakar. Reaktifitas dan daya penguapan dari bahan bakar nantinya sangat menentukan hasil deposit di dinding ruang bakar. Dalam kasus kondensasi, kondisi dinding ruang bakar berpengaruh besar terhadap proses ini. Suhu dinding ruang bakar yang relatif lebih rendah dibandingkan bahan bakar akan menyebabkan bahan bakar yang berwujud gas yang menempel di dinding akan mentransfer kalor ke dinding ruang bakar. Akibat kalor dari gas bahan bakar terbuang ke dinding, maka kemudian gas tersebut akan mengalami kondensasi membentuk lapisan film di dinding ruang bahan bakar.
Universitas Indonesia
12
Pembasahan dinding secara langsung juga turut andil dalam pembentukan deposit. Bahan bakar yang disemprotkan oleh injektor sebagian akan terbakar secara difusi, tetapi sebagian tidak terbakar karena AFRnya tidak tercapai, sehingga menempel di dinding ruang bakar. Area yang terkena pembasahan langsung dimungkinkan memiliki deposit dengan jumlah yang cukup besar, antara lain : piston crown dan injector tip. 2. Penempelan / penggabungan / tubrukan partikel Gradien temperatur di dinding menyebabkan gaya termoforesis yang cukup tinggi. Gaya termoforesis ini adalah gaya percampuran, penempelan, atau penggabungan partikel beda fase (padat dan cair) akibat perbedaan suhu. Semakin tinggi gradien temperatur semakin besar gaya termoforesis. Fenomena ini menyebabkan peningkatan konsentrasi partikel di dinding yang suhunya relatif lebih dingin dibandingkan di ruang bakar. Partikel padat akan menempel di tempat-tempat yang relatif dingin tersebut dan bergabung dengan lapisan film cair yang sudah ada. Partikel karbon tidak dapat menempel pada permukaan yang kering. Untuk membentuk suatu deposit dibutuhkan media kontak antara permukaan dinding dan partikel. Media penempelan ini adalah lapisan film. Deposit tumbuh secara terus menerus dengan penempelan lapisan film dan partikel padat terus menerus. 3. Penyerapan gas Penggabungan dan impact partikel memungkinkan perkembangan deposit dengan kadar soot yang tinggi. Fenomena ini menyebabkan porositas deposit menjadi tinggi dan deposit menjadi mudah menyerap gas. Gas tersebut berdifusi dengan deposit melalui poripori yang ada, terserap atau akhirnya terkondensasi pada permukaan bersuhu rendah. Efek peristiwa ini menghasilkan deposit yang memiliki densitas tinggi. 4. Reaksi hidrokarbon Ketika deposit menempel di dinding sangat dimungkinkan reaksi kimia terjadi misalkan oksidasi, pirolisis, dehidrasi, polimerisasi dll. Reaksi kimia ini disebabkan karena pengaruh temperatur disertai dengan masa tinggal yang lama. Jika temperatur dinding relatif rendah, bahan bakar yang terakumulasi di dinding akan menguap oleh panas yang diberikan oleh gas, dan meninggalkan sisa bahan bakar yang mengeras seperting proses coating. 5. Tekanan pada permukaan Tekanan selama mesin bekerja turut mempengaruhi pembentukan deposit. Tekanan dapat mengubah struktur deposit menjadi lebih padat. Setelah mengalami tekanan secara terus menerus, deposit akan terkumpul dan mengeras menjadi suatu gumpalan padat yang
Universitas Indonesia
13
dengan mudah lepas dari permukaan akibat gaya mekanis seperti getaran, impak dari spray, ataupun gaya gesek akibat aliran gas. Selain proses pembentukan, deposit juga memiliki proses deformasi alami yang digambarkan sebagai berikut :
Gambar 8. Mekanisme Pelepasan Deposit [15]
1. Oksidasi soot dan hidrokarbon akibat tingginya temperatur gas di ruang bakar serta temperatur di deposit 2. Evaporasi fraksi volatile ketika temperatur meningkat 3. Desorpsi komponen gas akibat temperatur meningkat 4. Abrasi akibat rendahnya daya adesifitas deposit 5. Break off, terutama pada bagian deposit yang memiliki porositas tinggi akibat shearing stress. 6. Wash off, dimana cairan yang mengalir membawa deposit dan melarutkannya.
Proses deformasi ini dimungkinkan memiliki beberapa mekanisme yang hampir bersamaan. Proses deformasi ini bisa menjadi berbeda tingkatannya berdasarkan mesin yang diuji serta kondisi pengujiannya. Secara garis besar, deformasi diakibatkan oleh tiga mekanisme, yakni mekanisme fisik, mekanisme mekanis, dan mekanisme kimia. • Mekanisme fisik terjadi melalui penguapan dan desorpsi komponen volatile akibat temperatur naik serta melalui mekanisme pembilasan. Penguapan dan desorpsi diawali dengan peningkatan suhu, sebagai contoh ini bisa terjadi pada permukaan deposit dengan
Universitas Indonesia
14
efek isolasi termal dari deposit itu sendiri. Pembilasan terjadi dengan adanya cairan seperti air atau bahan bakar yang dapat membilas deposit yang dapat larut. • Mekanisme mekanis terjadi melalui abrasi dan break off akibat stress yang diakibatkan gerakan piston serta getaran di ruang bakar. Abrasi deposit terjadi ketika gaya aerodinamis melebihi kekuatan ikatan deposit. Efek breaking off diawali dengan perubahan suhu yang mengakibatkan perubahan panjang antara dinding dan lapisan deposit. Perubahan panjang yang tidak seimbang ini diakibatkan karena perbedaan elastisitas, hal ini menyebabkan tekanan geser yang dapat memulai terjadinya mekanisme breaking off. • Mekanisme kimia terjadi melalui proses washing off dan oksidasi soot dan hidrokarbon akibat adanya cairan pelarut yang masuk ke ruang bakar. Pelarut dapat mempengaruhi pelepasan deposit dan mencegah komponen depositable menempel. Air kondensat dapat bekerja sebagai pembilas dari deposit anorganik. Untuk mengoksidasi karbon dan/atau deposit hidrokarbon, lingkungan yang kaya oksigen, dibutuhkan suhu dan waktu tertentu. Oksidasi dimulai pada suhu kurang lebih diatas 200oC untuk hidrokarbon dan 500oC untuk karbon. Suhu tinggi ini dapat disebabkan oleh gas dengan suhu yang tinggi atau suhu dinding deposit yang tinggi. II.4.2 Pendekatan Pembentukan Deposit pada Engine dengan Plat Panas
Pada engine, pada saat bahan bakar disemprotkan, terbentuk butiran butiran kecil bahan bakar dalam jumlah yang sangat banyak. Butiran bahan bakar tersebut akan terevaporasi dan terbakar pada ruang bakar, akan tetapi terdapat sejumlah butiran bahan bakar yang menabrak permukaan logam pada ruang bakar. Interaksi antara butiran bahan bakar dengan permukaan logam menyebabkan terbentuknya lapisan film bahan bakar yang dapat menjadi salah satu faktor terbentuknya deposit pada permukaan logam pada ruang bakar [6]. Proses penyemprotan bahan bakar akan terus berulang selama engine beroperasi sehingga lapisan film bahan bakar akan terus terbentuk. Kondisi tersebut akan meningkatkan pembentukan deposit, dimana lapisan film akan mengalami perubahan lebih lanjut baik perubahan fisika seperti evaporasi, atau perubahan kimia seperti degradasi termal, polimerisasi dll [9]
Universitas Indonesia
15
Gambar 9. Mekanisme Pembentukan Deposit Pada Engine dan Simulasi pembentukan deposit Pada Plat logam [6]
Proses pembentukan deposit pada engine yang terjadi melalui deposisi dan evaporasi secara berulang dapat didekati dengan cara melakukan penetesan berulang butiran bahan bakar pada plat panas dengan kondisi tanpa adanya pembakaran dan dilakukan pada kondisi tekanan konstan (tekanan atmosfir). Komponen volatil dari bahan bakar akan menguap sedangkan komponen non volatil akan tertinggal pada plat. Komponen non volatil akan mengalami perubahan lebih lanjut baik perubahan fisika maupun kimia membentuk deposit. Metode sederhana tersebut dibuat untuk mengatasi kompleksitas pengujian deposit pada engine, menghemat waktu, biaya serta sampel bahan bakar yang terbatas. Metode tersebut pernah digunakan oleh peneliti pada referensi [5,9].
Universitas Indonesia
16
Gambar 10. Grafik perbandingan deposit bahan bakar emulsi biodiesel dengan aditif berbeda, pada injektor (white bar) dan hasil dari simulator deposit (black bar) [5].
Penelitian Lin, et. al, 2011 [5] menunjukkan bahwa deposit bahan bakar yang diuji dengan menggunakan simulator deposit melalui penetesan berulang bahan bakar pada plat panas memiliki trend berat deposit yang sama dengan hasil pengujian melalui durability engine. II.5. Degradasi Biodiesel dan Pembentukan Deposit Salah satu faktor penyebab bertambahnya jumlah deposit pada mesin diesel diduga kuat berasal dari hasil oksidasi ataupun degradasi termal dari FAME biodiesel [2,3,10] . Deposit yang terbentuk khususnya di injektor diidentifikasi sebagai senyawa garam karboksilat dan polimer [2,16-18] yang merupakan produk degradasi dari biodiesel. Pada sistem common rail adanya kondisi ekstrim berupa pressure stress dan thermal stress terhadap bahan bakar dapat meningkatkan terjadinya degradasi biodiesel dan memperburuk terbentuknya deposit [2,16]. II.5.1 Mekanisme degradasi biodiesel melalui proses oksidasi Biodiesel sangat mudah terdegradasi bila dibandingkan dengan petroleum diesel karena adanya ikatan tidak jenuh pada rantai asam lemak [2,8,19]. Ikatan rangkap pada FAME diduga kuat berperan dalam memfasilitasi terbentuknya ikatan oksigen membentuk gugus fungsi eter (C-O-C) atau ikatan peroksida (C-O-O-C). Ikatan peroksida akan membentuk senyawa siklis intermediet yang dapat terbuka membentuk asam karboksilat ataupun aldehid atau dapat juga bereaksi dengan rantai asam lemak lain membentuk dimer (polimer) [10].
Universitas Indonesia
17
Gambar 11. Mekanisme pengikatan oksigen dan pembentukan dimer (polimerisasi) asam lemak tak jenuh serta tipe polimer yang mungkin terbentuk [10]
Degradasi
biodiesel
melalui
proses
oksidasi
terjadi
melalui
pembentukan
hidroperoksida (R-O-O-H). Senyawa peroksida merupakan senyawa yang tidak stabil, reaksi lebih lanjut akan menghasilkan senyawa oksidasi sekunder yang dapat menyebabkan degradasi rantai karbon menjadi lebih pendek seperti asam karboksilat, aldehid, keton, atau menyebabakan rantai karbon menjadi molekul yang lebih besar melalui proses polimerisasi [10,20].
Gambar 12. Mekanisme degradasi biodiesel melalui pengikatan oksigen dan pembentukan radikal menghasilkan senyawa polimerisasi dan senyawa asam [21] II.5.2 Mekanisme Pembentukan Deposit Melalui Degradasi Biodiesel Asam karboksilat hasil dekomposisi biodiesel dapat menyebabkan korosi dan melarutkan material logam pada komponen kendaraan / engine membentuk deposit garam karboksilat. Garam karboksilat memiliki kecenderungan untuk menjebak senyawa polimer
Universitas Indonesia
18
hasil degradasi biodiesel melalui proses adsorpsi fisika yang dapat melekatkan deposit [2]. Mekanisme yang dikemukakan oleh Omori, et. al. disajikan pada Gambar berikut :
Gambar 13. Mekanisme pembentukan deposit [2]
II.5.3 Penelitian Deposit Beberapa riset mengenai deposit iantaranya ;
Martin Mittelbach, 1996 [22] Kandungan gliserin yang tinggi khususnya trigliserida pada biodiesel akan menyebabkan pembentukan deposit pada nosel, piston dan katup. Maka sangat diperlukan untuk menentukan standarisasi prosedur analisa untuk free gliserol dan masing-masing gliserid (mono, di, tri) sehingga mempermudah dalam hal mengetahui effek dari setiap gliserid terhadap pembentukan deposit.
Kinoshita, 1998 (dalam literatur [14]) Solusi terbaik untuk mengontrol deposit pada injektor adalah dengan mengisolasi area yang terpapar deposit. Pengurangan deposit pada katup injeksi dengan menyelubungi bodi nosel dari panas yang berasal dari ruang bakar dengan memasan insulasi panas pada bodi injector.
Yusmady ,2009-2010 [6,9] Dengan menggunakan metode hot plate test untuk mengetahui karakteristik deposit, hubungan antara deposit dengan permukaan basah. Selain itu juga meneliti tentang pengaruh beberapa jenis biodiesel (palm, coconut) terhadap pembentukan deposit.
Universitas Indonesia
19
Yung-Sung Lin &Hai-Ping Lin, 2011 [5] Meneliti spray karakteristik pada emulsified castor biodiesel terhadap emisi dan pembentukan deposit. Dengan meningkatkan tekanan injeksi 5 – 10%, dengan kandungan bahan bakar 82,8% castor biodiesel, 15% air, 2% bioetanol, dan 0,2% komposit Span-Tween surfaktan bisa menjadi kombinasi yang optimal. Penggunaan aditif antioksidan pada bahan bakar emulsi biodiesel castor untuk mampu menurunkan deposit pada injektor tip. Lacey,P., et.al., 2011 [17] Analisa prekursor deposit pada FIE berupa lack polimer dan garam karboksilat Bouilly, J., et.al., 2012 [3] Kenaikan temperatur injektor, mempercepat degradasi biodiesel
pada tanki dan
mempercepat kegagalan FIE. Liaquat, A. M. et.al., 2014 [23] Penggunaan B20 palm meningkatkan terbentuknya deposit pada injektor tip, Elemental analisis menunjukkan unsur penyusun deposit : C,O, Fe, Na dll. II.6. Aditif Antioksidan Aditif merupakan komponen yang ditambahkan ke dalam bahan bakar dalam jumlah kecil untuk meningkatkan atau merubah properties dari bahan bakar. Semenjak biodiesel dijual bebas, terjadi peningkatan kebutuhan aditif untuk meningkatkan stabilitas dan menghambat korosi yang diakibatkan oleh sifat stabilitas biodiesel yang rendah dan inkompatibilitas biodiesel terhadap beberapa material logam [24]. Aditif berupa antioksidan dapat digunakan untuk mencegah prekursor deposit yang timbul melalui pembentukan peroksida. Dari beberapa penelitian antioksidan mampu menghambat proses degradasi biodiesel secara signifikan [7,8,19]. Antioksidan fenolik menjadi pilihan yang cukup baik karena memiliki donor atom hidrogen dan memiliki bentuk intermediet radikal yang stabil. Penstabilan radikal terjadi melalui resonansi/delokalisasi elektron tak berpasangan disekitar cincin aromatik.
Gambar 14. Mekanisme penstabilan radikal oleh antioksidan jenis fenolik [8]
Beberapa penelitian terkait pemanfaatan aditif antioksidan pada biodiesel disajikan pada tabel berikt;
Universitas Indonesia
20
Tabel 2. Penelitian Antioksidan untuk Biodiesel Peneliti
Antioksidan
Konsentrasi
Keterangan
Dunn, 2005 [25]
BHA, PG
1000-5000 ppm
Peningkatan tajam parameter stabilitas oksidasi pada konsentrasi disekitar 1000 ppm
Tang e.t al. , 2008 [7]
PG, PY, TBHQ, BHA, BHT, DTBHQ, and IB
250, 500, 1000 ppm
Meningkatkan stabilitas oksidasi
Lin, Y.S., al.,2011 [5]
et.
TBHQ, BHT, BHA
1000 ppm
Menurunkan deposit yang terbentuk pada simulator deposit & injektor tip, dengan bahan bakar emulsi biodiesel
Serrano al.,2013 [26]
et.
BHT, PG, Tocopherol
1000 ppm
Meningkatkan stabilitas oksidasi untuk memenuhi EN 14214
Dari beberapa penelitian mengenai antioksdian , masih sedikit yang mengkaitkan antara pemnggunaan antioksidan dengan pembentiukan deposit pada mesin . II.7 Instumentasi untuk Analisa Stabilitas Biodiesel dan Deposit II.7.1. Rancimate
Stabilitas oksidasi biodiesel diukur dengan menggunakan metode acceleration
oxidation, dengan peralatan yang disebut dengan rancimate. Sejumlah sampel dipanaskan pada heating block dengan temperatur tertentu dan dialiri dengan udara dengan laju tertentu..
Universitas Indonesia
21
Gambar 15. Skema Alat Uji Stabilitas Oksidasi Biodiesel (Rancimate) [24]
Produk-produk hasil oksidasi biodiesel yang bersifat volatil (berupa asam karboksilat) ditransfer oleh aliran udara ke tabung pengukuran (measuring vessel) dan terlarut dalam aquades yang dapat menyebabkan perubahan nilai konduktivitas. Konduktivitas dari aquades pada measuring vessel terukur secara terus menerus menghasilkan kurva konduktivitas vs waktu induksi. Kondisi kurva dimana terjadi perubahan konduktivitas secara signifikan (titik belok kurva) disebut dengan waktu induksi / stabilitas oksidasi. Metode rancimate memiliki keterbatasan yaitu hanya mengukur perubahan konduktivitas yang disebabkan oleh hasil oksidasi berupa asam karboksilat yang bersifat volatil dan dapat ditransfer ke dalam measuring vessel, sementara hasil degradasi biodiesel berupa deposit / berupa asam yang lebih berat yang mungkin terbentuk selama oksidasi tidak ikut terukur. Meskipun demikian metode ini telah diakui secara internasional yang dituangkan ke dalam bentuk standard pengukuran AOCS Cd 12b-92, ISO 6886, EN 15751 dan telah diadopsi ke dalam standard nasional Indonesia SNI 7182:2012 . II.7.2. FTIR (Fourier Transform Infra Red)
FTIR merupakan metode analisis material dengan menggunakan spektroskopi sinar infra merah. Dalam spektroskopi sinar infra merah, radiasi sinar infra merah ditembakkan ke molekul. Sebagian radiasi sinar infra merah tersebut diserap (diadsorpsi) oleh molekul dan sebagian lagi diteruskan (ditransmisikan) menghasilkan sebuah spektrum yang dapat digunakan untuk identifikasi suatu molekul. Instrumen FTIR memiliki 5 komponen utama. Berikut ini adalah komponen-komponen yang terintegrasi dalam instrument FTIR.
Universitas Indonesia
22
1. Sumber sinar infra merah
4. Detektor
2. Interferometer
5. Komputer
3. Sampel
Gambar 16. Skema Instrumentasi FTIR [27].
Spektrum inframerah didapatkan dengan cara melewatkan radiasi pada sampel dan menentukan fraksi yang terserap pada bilangan gelombang tertentu. Energi dari setiap puncak yang muncul berhubungan dengan frekuensi vibrasi dari molekul tersebut. Spektrum inframerah dapat dibagi menjadi tiga daerah utama, yaitu inframerah jauh (400-40 cm-1), inframerah tengah (4000-400 cm-1) dan inframerah dekat (13.000-4000 cm-1). Aplikasi inframerah banyak menggunakan pada wilayah inframerah tengah, tetapi inframerah daerah dekat dan jauh juga memberikan informasi penting tentang bahan tertentu. Skala ordinat dapat disajikan dalam presentase transmitansi atau absorbansi sebagai ukuran intensitas spektra.
Gambar 17. Serapan Inframerah Tengah dan Keberadaan Gugus Fungsi Molekul [28].
Universitas Indonesia
BAB III METODE PENELITIAN
III.1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Termodinamika Motor dan Propulsi (BTMP-BPPT). III.2. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Bahan bakar biodiesel : biodiesel sawit ( PT Darmex), biodiesel jarak (BRDST) 2. Aditif Antioksidan : PG (merck), BHA (Sigma Aldrich), BHT technical grade (Brataco Chemika) 3. Bahan bakar solar (SPBU Pertamina) 4. Plat tipis stainless steel (SUS 304 55x55x0.02 mm)
III.3. Alat Uji III.3.1. Analisa Properties Bahan Bakar Biodiesel III.3.1.a.Pengukuran Angka Asam Angka asam biodiesel diukur dengan metode titrasi dengan mengunakan buret ukur dan magnetic stirer dengan mengacu pada standard pengujian AOCS Cd 3-63. III.3.1.b.Pengukuran Densitas Pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan alat densitimeter Anton Paar DMA4100M. III.3.1.c.Pengukuran Viskositas Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan Stabinger Viscometer Anton Paar SVM 3000. III.3.1.d.Analisa Komposisi FAME
Komposisi kandungan asam lemak biodiesel dilakukan dengan menggunakan GC-FID di lab. Terpadu IPB. III.3.1.e.Analisa Stabilitas Oksidasi Biodiesel Analisa stabilitas oksidasi biodiesel dilakukan dengan menggunakan perlatan rancimate dengan standard metode uji EN 15751 atau SNI 7182:2012.
23
Universitas Indonesia
24
III.3.2. Pengujian Campuran Bahan Bakar dan Aditif pada Simulator Deposit
Gambar 18.Skema simulator deposit
Keterangan : 1 2 3 4
: : : :
5 6 7 8
: : : :
Modul termokopel tipe K (Max6675) Mikrokontroler Arduino Uno R3 Power Supply 24 V DC & Relay Solenoid Laptop, penyimpan data temperatur & pemrogram mikrokontroler Droping bahan bakar (Prinsip Mariote Siphon ) Valve Termokopel tipe K Solenoid Valve Shako PU220AR02-24V
9 10 11 12 13 14 15 16
: Cover transparan : Jarum : Holder plat tipis stainless steel : Shim Plate Stainless steel SUS 304 (55x55x0.02 mm) : Indikator seting temperatur hot plate : Pengatur temperatur dengan skala 50C : Sensor IR : Video Camera
III.3.2.a.Diameter tetesan bahan bakar
Diameter tetesan bahan bakar diukur dengan menggunakan kamera digital dan
software scion image 4.02 III.3.2.b.Waktu Evaporasi Bahan Bakar
Waktu evaporasi satu tetes bahan bakar dilakukan dengan menggunakan kamera
video. III.3.2.c.Berat Deposit
Berat deposit pada plat tipis ditimbang dengan menggunakan timbangan partikulat
Sartorius M5P dengan range 0-3g deviasi: 1µg.
Universitas Indonesia
2 25
III.3.2.d.. Analisa Gu ugus Fungsi Deposit
A Analisa guguus fungsi deposit d yangg terbentuk pada plat panas dilakkukan dengaan
menggun nakan spektrrofotometer FTIR. F Analisa dilakukann di Lab. Senntra Teknoloogi Polimer. III.3.3. Pengujian P B Bahan Bakarr dan Aditiff pada Mesiin Genset P Pengujian bahan b bakarr biodiesel tanpa dan n dengan aaditif dilakuukan dengaan menjalannkan mesin yang y terhubuung dengan ggenerator daan dummy looad berupa beberapa b buaah lampu yaang dapat diatur d seberaapa besar beeban yang diinginkan d sselama peng gujian. Bahaan bakar di suplai dari tangki yang g dihubungkkan dengan selang ke m mesin dan kee buret untuuk ur konsumsi bahan bakarr. menguku
(Po ower Analyzer))
(Messin & generato or)
(Smooke Meter)
Gambar 19.. Skema penggujian bahan bakar b pada meesin
III.3.3.a.. Spesifikasii Mesin Uji M Mesin yang digunakan d untuk u penguj ujian adalah mesin dieseel satu silindder stationarry dengan sppesifikasi seebagai berikuut : Tabel 3. Spesifikasi S M Mesin Uji En ngine Model Ty ype
L488N 4strooke, vertical cylinder, air cooled diesel engine, dirrect injection Noo.Of Cylinderrs 1 Displacement 0.2119 l Boore x Stroke 70 x 57 (mm) Coontinous Rated 2.8 kW k at 3000 rppm Ouutput Maax Rated Outpput 3.1 kW k at 3000 rppm Fuuel tank capaccity 2.4 l
Universittas Indonesia
26 3.5
Engine Power (KW)
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 1,250 1,500 1,750 2,000 2,250 2,500 2,750 3,000 3,250 3,500 3,750 Putaran Engine (rpm)
Gambar 20 . Kurva performance mesin diesel Yanmar L48N6 MTMYI dengan menggunakan bakar B100 [14]
bahan
III.3.3.b. Pembebanan Untuk pembebanan mesin selama pengujian digunakan generator dan beberapa lampu yang dapat diatur besaran pembebanannya. Besarnya beban pada saat pengujian termonitor dengan menggunakan peralatan power quality analyzer. Spesifikasi generator yang digunakan disajikan dalam Tabel berikut ;
Tabel 4. Spesifikasi Generator Type Power Voltage I Frequency N
ST-3 3 kW 220/110 V 13.5/27.1 A 50hz 1500 rpm
III.3.3.c .Siklus Pengujian
Pengujian bahan bakar biodiesel tanpa dan dengan aditif pada engine dilakukan pada
setting beban konstan sebesar 1.8 KW (70% load dari beban maksimal yang dapat dijalankan mesin dengan menggunakan bahan bakar B100). Pengujian dilakukan selama 10 jam perhari selama 7 hari untuk masing-masing variasi bahan bakar.
Universitas Indonesia
27
III.3.3.d. Pengukuran Konsumsi Bahan Bakar
Pengukuran konsumsi bahan bakar dilakukan dengan menggunakan buret ukur dan
dilakukan pengukuran setiap jam selama pengujian berlangsung. Pengukuran bahan bakar dilakukan dengan menghitung waktu aliran bahan bakar selama volume tertentu. Perhitungan konsumsi bahan bakar atau LFF (liquid fuel flow) adalah sebagai berikut :
3600 1000
dimana : LFF = liquid fuel flow (l/jam) adalah aliran bahan bakar v
= volume bahan bakar yang diukur = 10 mL.
tb
= waktu pengukuran bahan bakar (detik) Untuk perhitungan nilai konsumsi bahan bakar spesifik digunakan nilai densitas
biodiesel B100 hasil pengukuran dengan densitimeter sebesar 875 kg/m3.
III.3.3.f. Pengukuran Putaran Untuk mengukur putaran digunakan tachometer, putaran mesin di setting untuk mendapatkan putaran generator 1500 rpm dengan cara mengatur posisi throttle mesin. Pengecekan putaran generator maupun mesin dilakukan setiap jam untuk memastikan putaran tetap stabil dan memastikan rasio putaran antara putaran mesin dan putaran generator tidak berubah.
III.3.3.g. Pengukuran Temperatur Oli dan Exhaust Termokopel digunakan untuk mengukur temperatur oli dan exhaust selama mesin dijalankan, hasil pengukuran dari termokopel terlihat pada display Autonics T4WM. Pengukuran temperatur oli selain untuk mencegah mesin dari kerusakan dapat digunakan untuk menganalisa kinerja oli pada mesin. III.3.3.h. Pengukuran Smoke
Pengukuran smoke dilakukan dengan menggunakan peralatan smoke meter AVL 415s dengan spesifikasi sebagai berikut : Measurement principle: Measured value output: Measurement range: Detection limit: Resolution:
Measurement of filter paper blackening FSN (filter smoke number) or mg/m³ (soot concentration) 0 to 10 FSN 0.002 FSN or ~ 0.02 mg/m³ 0.001 FSN or 0.01 mg/m³
Universitas Indonesia
2 28
III.3.3.i. Estimasi Peertumbuhan n Volume D Deposit pada a Injektor U Untuk melih hat terjadinyya pertumbuuhan dan pelepasan p deposit padaa injektor tiip dilakukann estimasi volume dep posit mengggunakan meetode fotogrrafi. Pendekkatan dengaan metode image proccessing merrupakan meetode yang paling muungkin dilaakukan untuuk d Peengambilan foto injekktor dilakuukan dengaan mengevaaluasi pertuumbuhan deposit. menggun nakan kamerra makro den ngan intervaal sudut pengambilan gaambar tertenntu. Hasil fotto diolah lebbih lanjut deengan menggunakan sofftware foto editing e dan program p MA ATLAB untuuk mendapaatkan titik-tiitik koordinnat, visualisaasi injektor dalam benntuk grafik dan estimaasi volume melalui m prosees integrasi.
1.Pengam mbilan foto makro m
2.O Output imagee2koordinat.m
3.Outp put koordinaat2volume.m
Gam mbar 21. Alur pengolahan data d foto injek ktor dengan M MATLAB
Untuk melakukan m peengolahan daata foto dibuat 2 buah M file MATL LAB yaitu : 1. im mage2koord dinat.m untuuk mengolahh foto menjaadi data kooordinat untukk setiap suduut pengambilan foto. Input berupa file foto injektorr (*png), suddut pengambbilan gambaar, sk kala gambarr dan setting level im2bw w (0-1). Outpput berupa kkoordinat pollar (Teta, Rhho dan Z) dalam m file *txt dann visualisasi grafik. k olume.m un ntuk estimassi volume deeposit melaluui integrasi, input beruppa 2. koordinat2vo fiile *txt yangg dihasilkann oleh image2koordinat.m. Output berupa visuualisasi grafi fik innjektor 3D dan d estimasi volume v hasiil integrasi.
ponen engin ne III.3.3.j. Penimbanggan deposit pada komp
D Deposit yang g terbentuk pada p piston dan silinderr head dikerrok dengan menggunaka m an
peralatann spatula, haasil deposit ditampung pada kertaas saring paartikulat (Pamflex Emfaab
Universittas Indonesia
2 29
Filter) yaang telah dikketahui beratt awalnya. V Vacuum clea aner mini diggunakan untu uk membanttu menghisaap dan mennampung deposit d yangg sulit diam mbil dengann menggunaakan spatulla. Penimbanngan depossit pada keertas saringg dilakukann dengan m menggunakaan timbangaan partikulaat Sartorius M5P M dengann range 0-3 ggram deviasii 1µg. D Deposit yang g terdapat pada exhaustt dan intakee valve ditim mbang langssung bersam ma dengan komponen k teersebut. Exh haust dan inntake valve yang digunaakan untuk setiap variaasi bahan baakar dalam kondisi k baruu. Penimbanngan kompon nen dilakukkan dengan menggunaka m an timbangaan analitik Adam A dengann range 0-250 gram denggan resolusi 0.1 mg.
kema Penelittian III.4. Sk III.4.1. Pembentuka P an Deposit pada p Plat Paanas
P pada Enginee III.4.2. Pengujian
Universittas Indonesia
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Karakterisasi dan Optimasi Pembentukan Deposit Biodiesel Pada Plat Stainless Steel (SS) Pembentukan deposit biodiesel pada plat SS dilakukan dengan tujuan sebagai seleksi tahap awal terhadap variasi bahan bakar biodiesel yang digunakan, baik itu variasi bahan baku biodiesel maupun variasi aditif antioksidan yang ditambahkan. Penggunaan metode ini sangat dimungkinkan menjadi alternatif pengujian untuk mengetahui potensial deposit dari suatu variasi bahan bakar dengan waktu dan biaya pengujian yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan pengujian menggunakan durabiliti engine. Pembentukan deposit dilakukan dengan cara meneteskan bahan bakar secara berulang pada permukaan plat SS pada temperatur tertentu melalui sebuah jarum. Sebagai tahap awal perlu dilakukan seraingkaian pengujian untuk mengetahui karakteristik & kondisi optimum pembentukan deposit biodiesel pada plat SS. Kondisi optimum tersebut akan digunakan untuk membandingkan deposit dari variasi bahan bakar biodiesel yang berbeda. Karakterisasi deposit yang terbentuk dilakukan dengan menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang ada dan mengetahui kemiripan dengan deposit yang terbentuk pada engine.
IV.1.1 Karakteristik waktu evaporasi tetesan bahan bakar pada plat SS Pada tahap awal dilakukan pengukuran waktu evaporasi dari satu tetes biodiesel. Data waktu evaporasi satu tetes biodiesel digunakan untuk membantu penetapan jeda waktu tetesan saat dilakukan proses deposisi berulang. Apabila jeda tetesan terlalu cepat dari proses evaporasi dimungkinkan terjadi penumpukan biodiesel dalam bentuk cairan yang dapat melebar melebihi luas area dari plat SS. Sedangkan jika waktu jeda terlalu lama, selain menyebabkan waktu pengujian menjadi lebih lama, deposit yang terbentuk dengan kondisi kering berdasarkan data literatur [9] akan lebih sedikit karena terdapat pengurangan massa deposit akibat adanya panas. Pengukuran terhadap massa dan diameter tetesan juga dilakukan. Massa satu tetes bahan bakar diukur dengan menimbang massa biodiesel setelah 1000x tetesan. Sedangkan diameter tetesan diukur dengan menggunakan kamera foto dan software scion image.
30
Universitas Indonesia
31
Gambar 22. Profile waktu evaporasi satu tetes bahan bakar biodiesel dan solar pertamina
Dari grafik terlihat bahwa waktu evaporasi bahan bakar solar lebih cepat bila dibandingkan dengan bahan bakar biodiesel, hal ini berkaitan dengan karakteristik kurva destilasi dan titik didih bahan bakar solar yang lebih rendah bila dibandingkan dengan biodiesel. Profile waktu evaporasi bahan bakar biodiesel yang lebih lama pada plat panas dibandingkan dengan solar dapat menjelaskan mengapa penggunaan bahan bakar biodiesel berdasarkan beberapa laporan literatur mengalami peningkatan dalam pembentukan deposit. Salah satu mekanisme pembentukan deposit diawali dengan terbentuknya lapisan film / pembasahan dinding ruang bakar, waktu tinggal yang lebih lama dan jumlah bahan bakar yang cenderung lebih banyak tertinggal pada permukaan dinding ruang bakar akan mengalami reaksi lebih lanjut dan membentuk deposit dengan kecenderungan lebih banyak. Untuk mendapatkan deposit yang optimum pada plat panas, plat panas harus dikondisikan selalu dalam keadaan basah dengan cara mengatur jeda waktu tetesan bahan bakar. Berdasarkan kurva waktu evaporasi tersebut, maka jeda tetesan pada kondisi temperatur plat lebih besar dari 3100 C harus < 15 sekon. Berdasarkan hasil trial jeda tetesan terkecil yang paling mungkin untuk digunakan adalah 3 sekon. Apabila jeda waktu tetesan diperkecil lagi maka jumlah bahan bakar yang membasahi plat akan terlalu banyak dan melebihi luas area plat yang digunakan.
Universitas Indonesia
32
IV.1.2 Optimasi Pembentukan Deposit Pada Plat SS Optimasi dilakukan untuk mengetahui temperatur paling optimum pembentukan deposit pada plat SS. Range temperatur yang akan divariasikan adalah antara 310 - 4200C yang diperkirakan merupakan range temperatur pada dinding ruang bakar / injektor tip berdasarkan pada data TGA deposit dari literatur [5]. Titik temperatur optimum tersebut akan digunakan untuk pengujian bahan bakar biodiesel dan aditif antioksidan.
a 4.80 mg
9.29 mg
10.97 mg
8.02 mg
0.87 mg
0.93 mg
2.58 mg
4.40 mg
3.84 mg
2.18 mg
1.08 mg
0.58 mg
b 0.25 mg
Gambar 23. Pengaruh temperatur terhadap pembentukan deposit biodiesel pada plat tipis
Pembentukan deposit biodiesel sawit pada plat tipis dengan interval tetesan 3s terjadi pada temperatur mendekati 340oC mendekati titik didih T90 dari FAME biodiesel sawit yang disebutkan pada referensi [29]. Hasil analisa TGA (Termal Gravimetri Analisis) yang pernah dilakukan oleh peneliti [5] terhadap deposit bahan bakar emulsi biodiesel pada injektor menunjukkan bahwa komposisi utama deposit sebagian besar dapat menguap pada temperatur di sekitar 350-400 oC . Hal ini hampir mendekati dengan hasil pada plat SS
Universitas Indonesia
33
dimana pembentukan deposit optimum pada temperatur 340oC, dan menurun secara tajam ketika temperatur dinaikkan antara 350 -400 oC. IV.1.3 Analisa Gugus Fungsi Deposit Biodiesel Pada Plat SS
Karakterisasi deposit biodiesel pada plat stainless steel dilakukan dengan menggunakan FTIR. Kemiripan gugus fungsi yang terbentuk dibandingkan dengan spektra FTIR deposit pada injektor yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya melalui proses durabiliti engine dengan menggunakan bahan bakar B100 sawit. Perbandingan hasil analisa FTIR disajikan pada gambar berikut;
CH2
OH
C‐O ‐C C=O Ester C‐O CH3,CH2, CH
Gambar 24. Spektra FTIR : Spektra biodiesel sawit dari referensi [30] (a), Spektra deposit pada injektor tip pada mesin genset dengan bahan bakar B100 sawit dari penelitian moktar 2014 (b) , Spektra deposit B100 sawit pada plat tipis stainless steel dengan temperatur 3400C (c).
Universitas Indonesia
34
Dari data spektra FTIR, secara umum deposit yang dibuat pada plat stainless steel memiliki kemiripan gugus fungsi dengan deposit yang terbentuk pada injektor tip. Serapan pada bilangan gelombang disekitar 1700 cm-1 menunjukkan adanya gugus fungsi karbonil (C=O) yang sangat karakteristik untuk karbonil dari fatty acid methyl ester (biodiesel). Serapan disekitar 1200 cm-1 merupakan serapan gugus C-O yang juga dimungkinkan dari senyawa ester biodiesel. Serapan disekitar 1100 cm-1 merupakan serapan C-O-C yang kemungkinan besar berasal dari polimerisasi biodiesel melalui pengikatan atom oksigen berdasarkan mekanisme pada referensi [2]. Serapan lebar pada bilangan gelombang disekitar 3400 cm-1 merupakan gugus OH yang dimungkinkan berasal dari asam karboksilat hasil degradasi biodiesel.
IV.2 Pengaruh Bahan Baku Biodiesel Terhadap Pembentukan Deposit Pada Plat SS Bahan baku biodiesel yang berbeda akan memiliki komposisi asam lemak yang berbeda. Stabilitas biodiesel dan kemudahan membentuk prekursor deposit berkaitan dengan komposisi ikatan rangkap pada biodiesel. FAME dengan ikatan rangkap atau dikenal dengan ikatan tidak jenuh, cenderung lebih mudah mengalami degradasi menghasilkan asam dan sludge yang diakibatkan karena adanya oksigen dan panas [2].
Gambar 25. Contoh ikatan rangkap C=C pada biodiesel
Gambar 26. Grafik komposisi FAME biodiesel sawit dan biodiesel jarak berdasarkan jumlah ikatan rangkap
Universitas Indonesia
35
Dari hasil analisa GC-FID, biodiesel jarak memiliki komposisi ikatan rangkap yang lebih banyak bila dibandingkan dengan biodiesel sawit, sehingga biodiesel jarak memiliki potensi untuk lebih mudah terdegradasi dan menghasilkan deposit lebih banyak bila dibandingkan biodiesel sawit. Hasil pengujian biodiesel sawit dan jarak pada plat panas disajikan pada gambar berikut :
(b)
(a)
Berat Deposit Properties Biodiesel: - Acid Number - Unsaturated
5.36 mg
187.27 mg
0.18 49.54
2.92 78.30
Gambar 27. Deposit biodiesel pada plat tipis stainless steel pada temperatur 3400C dengan deposisi 1000 tetes: deposit biodiesel sawit (a), deposit biodiesel jarak (b).
Biodiesel jarak dengan jumlah ikatan rangkap / ikatan tidak jenuh yang lebih tinggi, ditambah dengan kondisi angka asam yang sudah tinggi tampak menghasilkan deposit dengan jumlah yang sangat banyak bila dibandingkan dengan biodiesel sawit. Data deposit pada plat SS tersebut mampu mengkonfirmasi mekanisme pembentukan deposit yang dikemukakan oleh Omori, et.al. dimana polimerisasi ikatan rangkap dan degradasi ikatan rangkap menjadi asam karboksilat merupakan prekursor terbentuknya deposit.
IV.3 Pengaruh Penambahan Antioksidan terhadap Properties Biodiesel dan Pembentukan Deposit Pada Plat SS Aditif antioksidan yang digunakan dalam penelitian ini adalah PG, BHA dan BHT, masing masing ditambahkan ke dalam biodiesel dengan kadar 1000 ppm. Beberapa properties antioksidan dan efek penambahan antioksidan pada biodiesel perlu diketahui sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan seleksi aditif yang akan dipilih untuk pengujian menggunakan engine.
Universitas Indonesia
36
IV.3.1 Properties aditif antioksidan biodiesel IV.3.1.a. Rumus Molekul dan Sifat Fisik Aditif Properties dari aditif antioksidan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut ; Tabel 5. Properties aditif antioksidan untuk biodiesel
Rumus Molekul Struktur Molekul
Propylgallate (PG)
Butylatedhydroxyanisole (BHA)
Butylatedhydroxytoluene (BHT)
Ref.
C10H12O5
C11H16O2
C15H24O
[19]
OH O OH
O
OH
O OH
OH
Nama IUPAC Berat Molekul Melting Point Boiling Point Water solubility
propyl 3,4,5trihydroxybenzoate 212.07
tert-Butyl-4hydroxyanisole 180.24
3,5-di-tert-butyl-4hydroxytoluene 220.35
1500C
48-550C
70-730C
[8,19]
Decompose /
264–2700C Insoluble
2650C 1.1 mg/L (20 0C)
[8,19] [19]
IV.3.1.b. Nilai Kalor Aditif Sebelum Dilarutkan
Aditif Residu HHV
PG BHA BHT melekat pada crus serbuk ringan mudah ditiup bersih, tanpa residu 21.93 MJ/Kg 33.93 MJ/Kg 40.67 MJ/Kg Gambar 28. Residu Pembakaran Aditif pada Proses Analisa Nilai Kalor
Aditif PG dan aditif BHA ketika dibakar dengan menggunakan kalorimeter bomb terlihat meninggalkan residu pembakaran, sedangkan aditif BHT terlihat cukup bersih tanpa
Universitas Indonesia
37
meninggalkan residu. Pengulangan data sebanyak 2x menunjukkan trend yang sama. Dari data tersebut pemakaian aditif PG dan BHA dalam jumlah besar untuk aplikasi engine kemungkinan dapat berpotensi dalam meningkatkan emisi soot. Residu pembakaran hampir tidak ditemukan baik untuk PG, BHA dan BHT ketika sudah dicampurkan dengan biodiesel dengan kadar aditif 1000 ppm.
IV.3.1.c. Kelarutan Aditif Antioksidan dalam Biodiesel Pada penelitian ini aditif antioksidan dilarutkan ke dalam biodiesel dengan menggunakan magnetic stirer. Dari proses pelarutan aditif antioksidan 1000 ppm ke dalam biodiesel diketahui bahwa urutan kemudahan untuk larut dalam biodiesel adalah BHT BHA > PG. Aditif PG sangat sukar larut dalam biodiesel dan dibutuhkan sedikit pemanasan (600C) untuk bisa larut.
Gambar 29. Biodiesel + 1000 ppm Aditif, disimpan dalam suhu ruang
Untuk mengetahui stabilitas larutan biodiesel + aditif 1000 ppm, diambil sejumlah sampel dalam botol vial dan disimpan di dalam temperatur ruang ( 250C). Setelah dibiarkan selama 2 minggu ditemukan adanya presipitasi berupa serbuk putih untuk campuran biodiesel sawit + 1000 ppm PG, sedangkan untuk campuran biodiesel + aditif yang lain tidak ditemukan adanya presipitasi.
Universitas Indonesia
38
Gambar 30. Presipitasi aditif PG pada biodiesel sawit + 1000 ppm PG (a), biodiesel sawit tanpa aditif (b)
Aditif PG memiliki melting point yang cukup tinggi dan memiliki sifat paling sukar larut dalam biodiesel bila dibandingkan dengan aditif lainnya. Hal tersebut menjadi faktor utama penyebab terjadinya presipitasi. Adanya aditif yang tak larut dengan baik dapat berpotensi menyebabkan terjadinya clogging pada fuel filter [31], dengan demikian diperlukan perhatian khusus apabila aditif PG akan diaplikasikan pada engine.
IV.3.2 Pengaruh Penambahan Aditif Antioksidan terhadap properties biodiesel Untuk mengetahui efek penambahan aditif antiokasidan terhadap sifat fisik biodiesel dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter yaitu: densitas @ 150C, Viskositas @ 400C, Nilai kalor
dan stabilitas oksidasi dari biodiesel sebelum dan setelah dilakukan
penambahan antioksidan. Hasil pengujian disajikan dalam Gambar 31-36.
Gambar 31. Perubahan nilai densitas pada 150C
Penambahan antioksidan 1000 ppm tidak menyebabkan perubahan densitas yang cukup berarti.
Universitas Indonesia
39
Gambar 32. Perubahan nilai viskositas kinematik pada 400C
Penambahan aditif antioksidan pada biodiesel cenderung meningkatkan nilai viskositas kinematik. Meskipun demikian penambahan antioksidan dengan konsentrasi 1000 ppm tidak menyebabkan perubahan viskositas yang cukup berarti dimana nilai perubahannya masih dibawah 1%.
Gambar 33. Perubahan nilai kalor bahan bakar biodiesel
Pada biodiesel sawit dengan nilai kalor > 40 MJ/Kg, penambahan antioksidan 1000 ppm cenderung menurunkan nilai kalor biodiesel. Sedangkan pada biodiesel jarak dengan nilai kalor < 39 MJ/Kg, penambahan antioksidan cenderung meningkatkan nilai kalor biodiesel.
Universitas Indonesia
40
Gambar 34. Stabilitas oksidasi biodiesel sawit (PB) dengan metode rancimate
Pada biodiesel sawit (PB) penambahan antioksidan dengan kadar 1000 ppm mampu meningkatkan stabilitas biodiesel cukup signifikan. Terlihat bahwa peningkatan stabilitas biodiesel paling tinggi dicapai dengan menggunakan antioksidan PG, hal ini sesuai dengan struktur kimia yang dimiliki oleh PG dimana terdapat atom hidrogen donor paling banyak bila dibandingkan dengan BHA dan BHT yang dapat digunakan untuk mensubtitusi radikal dari biodiesel dan menstabilkannya. Apabila dilihat dari jumlah atom H donor yang dimiliki maka urutan aktivitas antioksidan adalah sebagai berikut ; PG > BHA BHT. OH O OH
O
O
OH OH
OH
PG : 3 atom H donor
BHA : 1 atom H donor
BHT: 1 atom H donor
Gambar 35. Jumlah atom H donor pada molekul antioksidan
Universitas Indonesia
41
Gambar 36. Stabilitas oksidasi biodiesel jarak (JB) dengan metode rancimate
Pada biodiesel jarak (JB) penggunaan aditif antioksidan tidak dapat menaikkan stabilitas oksidasi biodiesel secara signifikan, hal ini diakibatkan karena sampel biodiesel jarak yang digunakan dalam penelitian ini bukan merupakan sampel fresh. Stabilitas oksidasi biodiesel jarak tanpa aditif memiliki nilai yang sangat kecil (dalam kisaran menit) yang mengindikasikan biodiesel tersebut sudah memiliki tingkat rancidity yang tinggi. Pada kondisi fresh biodiesel jarak memiliki nilai stabilitas oksidasi > 3 jam dan akan terus menurun karena sifatnya yang lebih mudah teroksidasi. Penambahan aditif antioksidan akan berdampak signifikan jika dilakukan sesegera mungkin setelah produksi. Apabila penambahan dilakukan pada saat biodiesel sudah tengik dan memiliki elektron radikal dalam jumlah besar, penambahan sejumlah kecil aditif tidak mencukupi untuk menangkap dan menstabilkan radikal yang ada, selain itu penambahan aditif juga tidak dapat mengembalikan biodiesel yang sudah terdegradasi.
IV.3.3 Pengaruh Penambahan Aditif Antioksidan terhadap waktu evaporasi biodiesel pada plat SS Salah satu mekanisme terbentuknya deposit pada ruang bakar adalah melalui pembentukan lapisan film bahan bakar yang dapat terjadi karena kondensasi ataupun pembasahan dinding ruang bakar oleh bahan bakar. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat terbentuknya deposit adalah dengan mempercepat proses evaporasi kembali bahan bakar yang membasahi dinding sebelum reaksi lebih lanjut terjadi. Berdasarkan penelitian Lin, et. al, 2011 [5] beberapa aditif antioksidan berjenis fenolik yang diaplikasikan
Universitas Indonesia
42
pada bahan bakar emulsi biodiesel mampu mempercepat waktu evaporasi bahan bakar tersebut. Pada penelitian ini untuk melihat pengaruh penambahan aditif antioksidan terhadap waktu evaporasi dilakukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan 1 tetes bahan bakar untuk dapat habis terevaporasi dari permukaan plat panas. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kamera video. Hasil pengukuran waktu evaporasi disajikan pada gambar berikut;
Gambar 37. Efek penambahan antioksidan terhadap waktu evaporasi satu tetes biodiesel sawit
Dari grafik terlihat bahwa penambahan aditif antioksidan pada biodiesel sawit mampu mengeser waktu evaporasi bahan bakar pada beberapa titik temperatur, sehingga diharapkan aditif tersebut mampu menghambat pembentukan deposit dengan cara mengurangi pembasahan dinding ruang bakar oleh bahan bakar.
Gambar 38. Efek penambahan antioksidan terhadap waktu evaporasi satu tetes biodiesel jarak
Universitas Indonesia
43
Dari grafik terlihat bahwa penambahan aditif antioksidan pada biodiesel jarak juga dapat mengeser waktu evaporasi bahan bakar pada beberapa titik temperatur, sehingga diharapkan aditif tersebut mampu menghambat pembentukan deposit dengan cara mengurangi pembasahan dinding ruang bakar oleh bahan bakar. IV.1.5 Pengaruh Penambahan Aditif Antioksidan Terhadap Pembentukan Deposit pada Plat SS
Gambar 39. Pengaruh penambahan antioksidan terhadap pembentukan deposit biodiesel sawit pada plat tipis bertemperatur 3400C dengan jumlah deposisi 1000 tetes.
Dari grafik terlihat bahwa penambahan ketiga antioksidan pada biodiesel sawit mampu menurunkan deposit yang terbentuk dalam plat panas.
Universitas Indonesia
44
Gambar 40. Pengaruh penambahan antioksidan terhadap pembentukan deposit biodiesel jarak padaplat tipis bertemperatur 3400C dengan jumlah deposisi 250 tetes.
Dari grafik terlihat bahwa penambahan ketiga antioksidan pada biodiesel jarak mampu menurunkan deposit yang terbentuk dalam plat panas.
Universitas Indonesia
45
IV.2 Pengujian Pada Mesin Diesel IV.2.1 Pemilihan Aditif untuk Diuji pada Mesin Diesel
Pemilihan aditif untuk diaplikasikan pada mesin dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, bukan hanya kemampuannya dalam meningkatkan stabilitas oksidasi yang merupakan fungsi utama dari antioksidan, namun juga memperhatikan beberapa properties lain yang dapat mempengaruhi kinerja engine seperti kelarutan, kestabilan larutan, residu saat dibakar, kemampuan menurunkan deposit dll. Aditif yang dipilih untuk dilakukan pengujian pada mesin diesel adalah aditif BHT. Aditif tersebut dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut :
Harga yang lebih murah Aditif BHT memiliki harga yang paling murah bila dibandingkan dengan PG dan
BHA, biasa digunakan sebagai bahan pengawet makanan dan mudah didapatkan dalam jumlah besar di pasaran Indonesia. Harga yang lebih murah dapat menekan harga jual bahan bakar biodiesel + aditif di pasaran. Estimasi harga aditif BHT : Rp 867/gram, PG : Rp 2710/gram dan BHA : Rp 3005/gram. Meskipun harga paling murah berdasarkan stuktur kimia maupun hasil pengujian dengan rancimate efektifitas dalam menaikkan stabilitas oksidasi hampir setara dengan aditif BHA.
Tidak meninggalkan residu saat dibakar Hasil pengujian aditif murni dengan menggunakan kalorimeter bomb menunjukkan
bahwa, BHT tidak meninggalkan residu sama sekali pada krus pengujian, berbeda dengan PG dan BHA yang cenderung meninggalkan residu saat dibakar.
Kelarutan dan kestabilan larutan BHT paling mudah larut dalam biodiesel bila dibandingkan dengan PG dan BHA,
untuk aditif PG diperlukan sedikit pemanasan untuk dapat larut ke dalam biodiesel. Selain itu kestabilan larutan aditif BHT pada biodiesel cukup baik yang terbukti dengan tidak ditemukanya presipitasi aditif setelah beberapa minggu penyimpanan pada suhu ruang, berbeda dengan larutan aditif PG dalam biodiesel sawit yang mengalami presipitasi aditif setelah 1 minggu penyimpanan. Adanya presipitasi pada bahan bakar dapat menimbulkan terjadinya filter clogging pada filter bahan bakar.
Penurunan deposit pada plat SS Pengujian pada plat SS menunjukkan ketiga aditif antioksidan cenderung menurunkan
jumlah deposit. Aplikasi BHT pada sawit menunjukkan penurunan deposit pada plat SS paling baik bila dibandingkan dengan PG dan BHT.
Universitas Indonesia
46
IV.2.2 Pengujian pada Mesin dengan Beban Konstan Pengujian pada mesin dilakukan terhadap bahan bakar B100 sawit tanpa aditif dan bahan bakar B100 sawit dengan penambahan aditif BHT 1000 ppm. Proses pengujian untuk masing-masing bahan bakar dilakukan selama 70 jam (10 jam perhari).
2.5
Power (KW)
2.0 1.5 1.0 B100 (‐) AO B100 (+) 1000 ppm BHT
0.5 0.0 0
10
20
30
40
50
60
70 Jam ke ‐
Gambar 41. Grafik power terukur vs waktu pengujian
Pembebanan mesin untuk pengujian bahan bakar B100 dengan dan tanpa aditif
dilakukan dengan menggunakan beban lampu dengan nilai konstan selama pengujian yaitu sebesar 1.8 KW. Besarnya power aktual dapat terukur dengan menggunakan peralatan power quality analyzer. Dari grafik tampak bahwa power terukur relatif cukup stabil selama setting pengujian dijalankan sehingga dapat dikatakan kondisi pembebanan selama pengujian bahan bakar B100(-) AO dan B100 (+) 1000 ppm BHT relatif sama sesuai dengan setting yang diharapkan.
Universitas Indonesia
47 1.00 0.90 LFF (liter/hour)
0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20
B100 (‐) AO
0.10
B100 (+) 1000 ppm BHT
0.00 0
10
20
30
40
50
60
70 Jam ke ‐
Gambar 42. Grafik laju aliran bahan bakar (LFF) vs waktu pengujian
Laju aliran bahan bakar selama pengujian diukur dengan menggunakan peralatan
buret dan stopwatch, data diambil setiap jam dengan pengambilan data sebanyak tiga kali. Laju aliran bahan bakar pada kondisi setting pengujian tampak relatif stabil dan hampir sama antara bahan bakar B100 tanpa aditif antioksidan dan bahan bakar B100 dengan aditif antioksidan. Konsumsi bahan bakar yang relatif sama disebabkan karena kedua bahan bakar masih memiliki physical properties yang masih sama terutama untuk nilai kalor bahan bakar. Berdasarkan hasil pengukuran properties bahan bakar B100, penambahan aditif antioksidan BHT dengan konsentrasi 1000 ppm tidak merubah nilai properties dari bahan bakar secara signifikan (< 1%) seperti densitas, viskositas dan nilai kalor bahan bakar. 500 450 BSFC (g/kw.h)
400 350 300 250 200 150
B100 (‐) AO B100 (+) 1000 ppm BHT
100 50 0 0
10
20
30
40
50
60
70 Jam ke ‐
Gambar 43. Grafik konsumsi bahan bakar spesifik vs waktu pengujian
Universitas Indonesia
48
Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan konsumsi bahan bakar yang diperlukan
per power yang dihasilkan dan dapat menjadi salah satu indikasi kinerja dari sebuah mesin. Dari grafik terlihat bahwa nilai konsumsi bahan bakar spesifik relatif stabil selama 70 jam waktu pengujian baik dengan menggunakan bahan bakar B100 tanpa aditif maupun dengan menggunakan bahan bakar B100 dengan aditif BHT. Hal ini menunjukkan penggunaan bahan bakar B100 dengan dan tanpa aditif belum menganggu kinerja mesin selama waktu pengujian dijalankan. Dengan berdasarkan data BSFC yang stabil, pertumbuhan deposit terutama pada injektor dimungkinkan belum menganggu kualitas maupun bentuk spray bahan bakar yang dihasilkan. 300 Exhaust
Temperature (0C)
250 200 150
Oil 100 B100 (‐) AO
50
B100 (+) 1000 ppm BHT 0 0
10
20
30
40
50
60
70
Jam ke ‐
Gambar 44. Grafik temperatur exhaust dan temperatur pelumas vs waktu pengujian
Berdasarkan data temperatur gas buang dan temperatur pelumas, terlihat bahwa temperatur pelumas dan temperatur gas buang relatif stabil selama 70 jam pengujian. Adanya penambahan aditif antioksidan BHT juga tidak merubah temperatur kerja mesin secara signifikan.
Universitas Indonesia
4 49
Kinematic Viscosity @ 400C (mm2/s)
190 170 150
145.42
138.36 128.65
130 110 90 70 50 Fresh Oil
B100(‐)AO
B100(+)1000 0 ppm BHT
Gambar 45. Grafik viskoositas pelumaas setelah 70 jam j
K Kondisi visko ositas pelum mas setelah 700 jam penguj ujian dengan menggunakkan bahan bakar B100 baik denngan maupunn tanpa antiooksidan masiih masuk dallam batas peeringatan. mesin diesel menurut liteeratur CRC Handbook oof Batas perringatan viskkositas peluumas untuk m Lubricatiion and Tribology [32] adalah a ± 25% % dari visko ositas fresh ooil. 5.0 4.5
Smoke (FSN)
4.0
B B100 (‐) AO
3.5
B B100 (+) 1000 ppm BHT
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0
10
20
3 30
40
50
60
7 70 Jam ke ‐
Gambar 466. Grafik emisi smoke vs waktu w pengujiian
D Dari grafik emisi smooke terlihat bahwa peenambahan aditif antio oksidan BH HT cenderunng menurunkkan emisi sm moke. Nilai smoke rata-rata untuk bbahan bakar B100 (-) AO sebesar 1.918 sedaangkan untuuk bahan bbakar B100((+)1000 ppm BHT seebesar 1.465. n rata-ratta selama 70 jam penggujian sebesaar Prosentasse penurunaan smoke beerdasarkan nilai 24%. Pen nurunan terjjadi dimunggkinkan kareena bahan baakar yang m membasahi dinding d ruanng
Universittas Indonesia
50
bakar dengan adanya aditif dapat lebih cepat terevaporasi, sehingga akan lebih banyak bahan bakar yang terevaporasi kembali dan bercampur dengan udara sehingga pembakaran menjadi lebih sempurna. IV.2.3 Deposit pada Komponen Mesin Deposit pada piston dan silinder head diukur dengan cara dikerok dan ditimbang. Hasil penimbangan deposit menunjukkan adanya pengurangan pembentukan deposit pada kedua komponen tersebut.
Gambar 47. Deposit pada piston dan cylinder head
Penurunan deposit dengan antioksidan BHT dimungkinkan terjadi melalui 2 mekanisme yaitu melalui pencegahan biodiesel terdegradasi sebelum terbakar / pencegahan terbentuknya senyawa polimerisasi dan senyawa asam karboksilat yang merupakan prekursor deposit dan dengan cara mempercepat waktu evaporasi bahan bakar yang membasahi permukaan piston maupun silinder head.
Universitas Indonesia
51
Gambar 48. Deposit pada Intake Valve
Deposit yang terbentuk pada intake valve sedikit mengalami kenaikan dengan adanya penambahan antioksidan BHT. Meskipun demikian perbedaan berat deposit relatif sangat kecil (0.42 mg) bila dibandingkan dengan nilai penurunan deposit pada piston, cylinder head maupun pada exhaust valve dengan adanya penambahan antioksidan BHT.
Gambar 49. Deposit pada Exhaust Valve
Universitas Indonesia
52
Deposit yang terbentuk pada exhaust valve mengalami penurunan dengan adanya penambahan aditif antioksidan BHT terlihat dari foto exhaust valve maupun data timbang deposit. 900 70h
00 70h ‐AO
+ BHT
Gambar 50. Kurva deposit pada injektor tip
Penimbangan deposit pada injektor tip sangat sulit dilakukan karena deposit yang terbentuk sangat sedikit. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan fotografi dan diolah dengan bantuan software MATLAB. Dari data kurva deposit terlihat bahwa deposit dengan menggunakan bahan bakar B100+1000 ppm BHT justru memiliki volume lebih banyak. Trend pertumbuhan volume deposit selama 70 jam pengujian juga menunjukkan volume deposit bahan bakar B100+1000 ppm BHT lebih banyak bila dibandingkan dengan tanpa aditif.
Gambar 51. Kurva Pertumbuhan deposit dan foto ujung injektor 70 jam pada referensi pengambilan gambar 900
Universitas Indonesia
53
Dari foto ujung injektor terlihat bahwa pertumbuhan deposit disekitar lubang injektor untuk bahan bakar B100(+)1000 ppm BHT tampak lebih sempit, meskipun dari data BSFC selama 70 jam dijalankan masih terlihat stabil / belum terlihat adanya penurunan.
Gambar 52. Hubungan pembentukan deposit pada engine dan plat panas
Grafik 52 menunjukkan rasio deposit yang terbentuk dibagi bahan bakar yang digunakan atau dikonsumsi. Deposit pada plat panas memiliki nilai rasio pada kisaran ratusan hingga ribuan per billion sementara deposit pada engine memiliki rasio deposit / bahan bakar pada kisaran dibawah 4 per billion. Deposit pada plat panas merupakan komponen non volatil yang sudah ada pada bahan bakar maupun yang baru terbentuk pada saat proses deposisi tetesan bahan bakar pada permukaan plat panas. Deposit terbentuk pada kondisi tekanan atmosfer, suhu sekitar merupakan suhu lingkungan dan tanpa adanya proses pembakaran. Faktor-faktor tesebut yang menyebabkan rasio deposit yang terbentuk pada plat panas lebih besar bila dibandingkan dengan deposit pada engine. Sementara deposit pada engine terjadi dengan kondisi yang lebih kompleks dan disertai dengan adanya pembakaran yang menyebabkan deposit dapat berkurang. Dari grafik terlihat bahwa deposit pada piston, exhaust valve dan silinder head memiliki trend penurunan dengan adanya penambahan aditif sesuai dengan hasil pada plat panas, sementara pada intake dan injektor memiliki kecenderungan yang berkebalikan dibandingkan pada plat panas. Secara umum jika dihitung secara total, penggunaan aditif antioksidan BHT yang ditambahkan ke dalam bahan bakar B100 mampu menekan jumlah deposit, penurunan efektif
Universitas Indonesia
54
terjadi pada area piston dan silinder head. Deposit yang terdapat pada ujung injektor meskipun dari segi jumlah relatif kecil bila dibandingkan dengan total penurunan deposit yang terjadi pada ruang bakar, trend mulai adanya peningkatan deposit pada area disekitar lubang injektor dengan penggunaan aditif BHT perlu menjadi perhatian khusus. Mekanisme, reaksi yang terjadi & kondisi yang menyebabkan hal tersebut belum dapat diketahui dengan pasti. Diperlukan penelitian lebih lanjut, dengan instrumen analisa yang lebih kompleks dan uji durabiliti yang lebih lama untuk mengetahui dan memastikan dampak yang ditimbulkan akibat pemakaian aditif BHT khususnya pada performa injektor.
Universitas Indonesia
BAB V KESIMPULAN
1. Terdapat kemiripan gugus fungsi senyawa penyusun deposit B100 tanpa aditif yang terbentuk pada plat panas dengan gugus fungsi deposit B100 pada injektor tip dari data referensi. 2. Penambahan antioksidan PG, BHA dan BHT dengan kadar 1000 ppm tidak merubah parameter fisik biodiesel seperti viskositas, densitas dan nilai kalor secara signifikan (perubahan < 1%), kecuali untuk B100 sawit + PG terjadi penurunan nilai kalor 3%. 3. Penambahan antioksidan PG, BHA dan BHT pada biodiesel sawit dengan kondisi relatif fresh mampu menaikkan nilai stabilitas oksidasi secara signifikan (474%, 113%, 171%) , sedangkan pada biodiesel jarak dengan kondisi kurang fresh (angka asam tinggi) kenaikan stabilitas oksidasi tidak cukup signifikan (0%, 14%, 29%). 4. Pada plat panas biodiesel sawit yang memiliki ikatan tidak jenuh dan angka asam lebih kecil menghasilkan deposit yang jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan biodiesel jarak dengan ikatan tak jenuh dan angka asam yang tinggi. 5. Pada pengujian menggunakan plat panas, penambahan antioksidan PG, BHA dan BHT dengan kadar 1000 ppm cenderung memperpendek waktu evaporasi dan cenderung menurunkan jumlah deposit yang terbentuk. 6. Pengujian pada engine dengan kondisi operasional yang diberikan, penambahan aditif
BHT 1000 ppm pada biodiesel sawit mampu menurunkan emisi smoke 24% , sedangkan untuk pembentukan deposit memiliki efek yang berbeda-beda tergantung lokasi komponen tempat terbentuknya deposit :
Piston
: penurunan 32%
Silinder head
: penurunan 8%
Intake Valve
: kenaikan 11%
Exhaust valve
: penurunan 23%
Injektor tip
: terjadi kenaikan deposit berdasarkan data fotografi
55
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3].
[4]. [5]. [6]. [7]. [8].
[9]. [10]. [11]. [12]. [13].
[14]. [15]. [16]. [17]. [18]. [19].
[20].
[21]. [22].
Liaquat, A. M., Masjuki, H. H., Kalam, M. A., Fazal, M. A., Khan, A. F., Fayaz, H., and Varmana, M.,2013, Impact of palm biodiesel blend on injector deposit formation. Applied Energy 111 Omori, T., Tanaka, A., Yamada, K., and Bunne, S.,2011, Biodiesel deposit formation mechanism and improvement of Fuel Injection Equipment (FIE). SAE 2011‐01‐1935 Bouilly, J., Mohammadi, A., Lida, Y., Hashimoto, H., Samaras, Z., and Geivanidis, S.,2012, Biodiesel Stability and its Effects on Diesel Fuel Injection Equipment. SAE Technical Paper 2012‐01‐0860 Claydon, D.,2013, Fuel Additives and their Application in Engines Using Biofuels. goriva i maziva 52 Lin, Y.‐S., and Lin, H.‐P.,2011, Spray characteristics of emulsified castor biodiesel on engine emissions and deposit formation. Renewable Energy 36 Arifin, Y. B. M.,2009, Diesel and Bio‐diesel Fuel Deposits on a Hot Wall Surface. A Thesis, Department Of Mechanical System Engineering Gunma University Japan Tang, H., Wang, A., Salley, S. O., and Ng, K. Y. S.,2008, The Effect of Natural and Synthetic Antioxidants on the Oxidative Stability of Biodiesel. J Am Oil Chem Soc 85, 373–382 Fattah, I. M. R., Masjuki, H. H., Kalam, M. A., M.A. Hazrat, B. M. M., and S. Imtenan, A. M. A.,2014, Effect of antioxidants on oxidation stability of biodiesel derived from vegetable and animal based feedstocks. Renewable and Sustainable Energy Reviews 30, 356–370 Arifin, Y. M., and Arai, M.,2010, The effect of hot surface temperature on diesel fuel deposit formation. Fuel 89 Fang, H. L., and McCormick, R. L.,2006, Spectroscopic Study of Biodiesel Degradation Pathways. SAE 2006‐01‐3300 Wikipedia. Diesel cycle. http://en.wikipedia.org/wiki/Diesel_cycle Sugiarto, B.,2005, Motor Pembakaran Dalam Universitas Indonesia Kementrian ESDM.,2013, Petunjuk Teknis Pencampuran (Blending) Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis Minyak Solar Dengan Bahan Bakar Nabati (BBN) Jenis Biodiesel. Direktorat Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Mokhtar, M.,2014, Analisa Pengaruh Glycerid pada Biodiesel dengan Kadar B50 Dan B100 Terhadap Pembentukan Deposit di Injektor Menggunakan Siklus CECF98‐08. Tesis, FT UI Lepperhoff, G., and Houben, M.,1993, Mechanisms of deposit formation in internal combustion engines and heat exchangers. SAE paper 931032 Kono, N., Yamamori, K., Furukawa, T., and Noorman, M.,2012, FAME Blended Diesel Fuel Impacts on Engine/Vehicle Systems. SAE Int. J. Fuels Lubr. 5(1), 163‐179 Lacey, P., Gail, S., Kientz, J. M., Milovanovic, N., and Gris, C.,2012, Internal Fuel Injector Deposits. SAE Int. J. Fuels Lubr. 5(1), 132‐145 Ullmann, J., Geduldig, M., Stutzenberger, H., Caprotti, R., and Balfour, G.,2008, Investigation into the Formation and Prevention of Internal Diesel Injector Deposits. SAE International Yang, Z., Hollebone, B. P., Wang, Z., Yang, C., and Landriault, M.,2013, Factors affecting oxidation stability of commercially available biodiesel products. Fuel Processing Technology 106, 366–375 Pattamaprom, C., Pakdee, W., and Ngamjaroen, S.,2012, Storage degradation of palm‐ derived biodiesels: Its effects on chemical properties and engine performance. Renewable Energy 37, 412‐418 Kakihara, T.,2014, Items to Be Considered in B20 Verification Test Conditions. Fuel & Lubricants committee, Japan Automobile Manufacturers Association, EBTKE B20 Meeting Mittelbach, M.,1996, Diesel fuel derived from vegetable oils, VI: Specifications and quality control of biodiesel. Bioresource Technology 56, 7‐11
56
Universitas Indonesia
57 [23]. [24].
[25]. [26]. [27]. [28]. [29]. [30].
[31]. [32].
Liaquat, A. M., Masjuki, H. H., Kalam, M. A., and Fattah, I. M. R.,2014, Impact of biodiesel blend on injector deposit formation. Energy 72, 813‐823 Westberg, E.,2012, Qualitative and Quantitative Analysis of Biodiesel Deposits Formed on a Hot Metal Surface. Master Thesis, Linköping University Department of Physics, Chemistry and Biology Dunn, R.,2005, Oxidative stability of soybean oil fatty acid methyl esters by oil stability index (OSI). J Am. Oil. Chem. Soc. 82, 381‐387 Serrano, M., Bouaid, A., Martínez, M., and Aracil, J.,2013, Oxidation stability of biodiesel from different feedstocks: influence of commercial additives and purification step. Fuel 113, 50‐58 ThermoNicolet.2001, Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry. PhotoMetrics.2015. http://photometrics.net/analytical‐techniques/fourier‐transform‐ infrared‐ftir‐spectroscopy Chairil, A., Herizal, Yanni, K., Lutfi , A., and Pallawagau, L. P. Biodiesel From CPO And Application as Blending Components. 3rd Asian Petroleum Technology Symposium Program Sadrolhosseini, A. R., Moksin, M. M., Nang, H. L. L., Norozi, M., Yunus, W. M. M., and Zakaria, A.,2011, Physical Properties of Normal Grade Biodiesel and Winter Grade Biodiesel. International Journal of Molecular Sciences 11 Garcia, C. D.,2010, Repsol´s experience on Filterability Test. Central and Eastern European Refining and Petrochemicals 13th Annual Meeting Booser, E. R.,1994, CRC Handbook of Lubrication and Tribology, . Volume III: Monitoring, Materials, Synthetic Lubricants, and Applications
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peralatan simulator deposit pada plat panas
58
Universitas Indonesia
59
Lampiran 2. Program Mikrokontroler Simulator Deposit /* Solenoid Control, Termocouple Log & Counting Drop Programmer : Muh. Ma'ruf Date Created : 24-09-2014 Revised : 16-11-2014 : add IR sensor 19-11-2014 : Penyederhanaan siklus berulang menjadi void add pin button untuk menjalankan single drop */ // constants won't change. //const int buttonPin = 2; // the number of the pushbutton pin //const int led = 13; // the number of the LED pin const int solenoid =9; // the number of the solenoid pin // variables will change: int buttonState = 0; // variable for reading the pushbutton status int dropset=0; unsigned long startTime = 0; unsigned long now_time=0; //=============================== int IRstate=LOW; volatile int IRcount = 0; int set_n_drop = 1000; int delay_perdrop=3000; // <-- untuk mengubah jeda waktu satu tetes int cmax=0; int sisa_delay=delay_perdrop-(50*cmax); //=============================================================================== == // Max 6675 Cold-Junction-Compensated K-Thermocouple //=============================================================================== === #include "Max6675.h" Max6675 ts(12, 11, 10); // Max6675 module: SO on pin #12, SS on pin #11, CSK on pin #10 of Arduino UNO // Other pins are capable to run this library, as long as digitalRead works on SO, // and digitalWrite works on SS and CSK //=============================================================================== === void setup() { Serial.begin(9600); // initialize serial: Serial.println(" SIMULATOR DEPOSIT BIODIESEL "); Serial.println(" M.Ma'ruf 2014 "); Serial.println("========================================================="); Serial.println(" "); Serial.println("case a : Menjalankan 1000 drop, n drop aktual berdasarkan IR counting"); Serial.println("case b : Menjalankan 1000 drop, n drop berdasarkan bukaan selenoid");
Universitas Indonesia
60 Serial.println("case o : Open solenoid untuk fuel drain"); Serial.println("case c : Close solenoid setelah fuel drain"); Serial.println("Push Pin Button, untuk menghasilkan satu tetes"); Serial.println("========================================================="); Serial.println("SUS 304 Plate Temperature"); pinMode(solenoid, OUTPUT); // initialize the digital pin as an output. // pinMode(buttonPin, INPUT); // initialize the pushbutton pin as an input: pinMode(3, INPUT); // initialize the IR sensor as an input: IRstate=digitalRead(3); ts.setOffset(0); // set offset for temperature measurement. // 1 stannds for 0.25 Celsius attachInterrupt(0,pushbutton, RISING); // create an interrupt : interupt 0 arduino uno on pin 2, (dipasang push button) attachInterrupt(1,IRsensor, RISING); // create an interrupt : interupt 1 arduino uno on pin 3 (dipasang IR sensor) } void siklus_satu_tetes() { cmax=30; // <-- Optimasi untuk mendapatkan satu tetes // Siklus selenoid untuk mendapatkan satu tetesan for (int c=1; c <= cmax; c++){ digitalWrite(solenoid, HIGH); // turn the solenoid on delay(6); // wait for ...milisecond digitalWrite(solenoid, LOW); // turn the solenoid off delay(50); } // End siklus solenoid } void siklus_satu_tetes2() { cmax=0; // mengembalikan nilai cmax=0 untuk koreksi sisa delay digitalWrite(solenoid, HIGH); // turn the solenoid on delay(7); // wait for ...milisecond digitalWrite(solenoid, LOW); // turn the solenoid off }
void report_serial() { Serial.print("Time : "); Serial.print(now_time); Serial.print(" "); Serial.print("Drop set : "); Serial.print(dropset); Serial.print(" "); Serial.print("n drop: "); Serial.print(IRcount); Serial.print(" "); Serial.print("T Plate : ");
Universitas Indonesia
61 Serial.print(ts.getCelsius(), 2); Serial.print(" oC\n"); } // interupt untuk counting tetesan dengan Photo Sensor void IRsensor() { IRcount++; now_time=(millis()-startTime)/1000; report_serial(); //tone(8,1500,6); } //================================================================ // untuk menjalankan single drop, dengan menekan switch button void pushbutton() { dropset=1; siklus_satu_tetes(); report_serial(); } //=================================================================== void loop() { //buttonState = digitalRead(buttonPin); // read the state of the pushbutton value: if(IRcount>=set_n_drop){ tone(8,1500,1000); } if(dropset>=set_n_drop){ tone (8,1000,500); } // Membaca temperatur setiap 3 detik selama berada diluar switch case delay(2000); Serial.print(ts.getCelsius(), 2); Serial.print(" oC\n"); delay(1000); // Menunggu inputan dari keyboard if (Serial.available() > 0) { int inByte = Serial.read(); // Fungsi switch case switch (inByte) { case 'a': // Case a : Counting sensor sebagai kontrol jumlah tetesan Serial.println("case a : running "); // Zeroing ulang sebelum masuk loop IRcount=0; dropset=0; // Lopping berjalan hingga counting IR sensor >= set_n_drop
Universitas Indonesia
62 while (IRcount<=set_n_drop){ dropset++; siklus_satu_tetes(); sisa_delay=delay_perdrop-(50*cmax); delay(sisa_delay); }// end while jumlah tetes // Menuliskan drop set dan IRcount terakhir setelah keluar loop case a //if(IRcount>=set_n_drop){ //report_serial(); //} break; case 'b': // Case b , bukaan selenoid sebagai kontrol jumlah tetesan // Zeroing ulang sebelum masuk loop IRcount=0; dropset=0; Serial.println("case b : running "); for (int d=1; d<=set_n_drop; d++){ dropset++; siklus_satu_tetes(); sisa_delay=delay_perdrop-(50*cmax); delay(sisa_delay); } break; case 'o': Serial.println("case o : running "); digitalWrite(solenoid, HIGH); // turn solenoid on: break; case 'c': Serial.println("case c : running "); digitalWrite(solenoid, LOW); // turn solenoid off: break; } } } Nama File : Max6675.cpp /* * Max6675.cpp */ #include "Max6675.h" Max6675::Max6675(uint8_t pin_so, uint8_t pin_cs, uint8_t pin_clk, int offset) : _pin_so(pin_so), _pin_cs(pin_cs), _pin_clk(pin_clk) { pinMode(_pin_clk, OUTPUT);
Universitas Indonesia
63 pinMode(_pin_cs, OUTPUT); pinMode(_pin_so, INPUT); digitalWrite(_pin_cs, HIGH); _offset = offset; } void Max6675::setOffset(int offset) { _offset = offset; } int Max6675::getValue() { digitalWrite(_pin_cs, LOW); digitalWrite(_pin_clk, LOW); byte cH = shiftIn(_pin_so, _pin_clk, MSBFIRST); byte cL = shiftIn(_pin_so, _pin_clk, MSBFIRST); int temperature = makeWord(cH, cL); digitalWrite(_pin_cs, HIGH); return (temperature >> 3) - _offset; } float Max6675::getCelsius() { float celsius = ((float) getValue() / 4); return celsius; } float Max6675::getFahrenheit() { float fahrenheit = (float) getValue() / 4.0 * 9 / 5.0 + 32.; return fahrenheit; } float Max6675::getKelvin() { float kelvin = (float) getValue() / 4.0 + 235.15; return kelvin; } Max6675::~Max6675() { // TODO Auto-generated destructor stub } ============= File : Max6675.h /*
Universitas Indonesia
64 * Max6675.h * * Arduino Library of Max6675 Cold-Junction-Compensated K-Thermocouple* to-Digital Converter (0°C to +1024°C) */ #ifndef MAX6675_H_ #define MAX6675_H_ #include "Arduino.h" class Max6675 { public: Max6675(uint8_t pin_dt, uint8_t pin_ss, uint8_t pin_clk, int offset = 0); virtual ~Max6675(); float getCelsius(); float getFahrenheit(); float getKelvin(); int getValue(); void setOffset(int offset); private: const uint8_t _pin_so; const uint8_t _pin_cs; const uint8_t _pin_clk; int _offset;
}; #endif /* MAX6675_H_ */
Universitas Indonesia
65
Lampiran 3. Pengukuran diameter tetesan dengan software scion image 4.02 dan profile temperatur plat
pr
Plate Temperature (0 C)
Average : 2.2 mm
345 344 343 342 341 340 339 338 337 336 335 334 333 332 331 330 0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Tetesan Biodiesel ke‐
Universitas Indonesia
66
Lampiran 4. Hasil analisa physical properties biodiesel Hasil Pengujian Physical Properties Biodiesel Palm
Hasil Pengujian Physical Properties Biodiesel Jarak
Universitas Indonesia
67
Lampiran 5. Deposit biodiesel pada plat stainless steel Pembentukan deposit biodiesel sawit pada plat panas
Pembentukan deposit biodiesel jarak pada plat panas
Universitas Indonesia
68
Lampiran 6. Hasil analisa stabilitas biodiesel dengan metode Rancimate.
10,81 jam
Grafik 1. Analisa stabilitas biodiesel sawit tanpa antioksidan dengan metode rancimate
62,07 jam
Grafik 2. Analisa stabilitas biodiesel sawit (+) 1000 ppm PG dengan metode rancimate
Universitas Indonesia
69
23,02 jam
Grafik 3. Analisa stabilitas biodiesel sawit (+) 1000 ppm BHA dengan metode rancimate
29,28 jam
Grafik 4. Analisa stabilitas biodiesel sawit (+) 1000 ppm BHT dengan metode rancimate
Universitas Indonesia
70
0.07 jam
Grafik 5. Analisa stabilitas biodiesel Jarak tanpa antioksidan dengan metode rancimate
0.07 jam
Grafik 6. Analisa stabilitas biodiesel Jarak (+) 1000 ppm PG dengan metode rancimate
Universitas Indonesia
71
0.08 jam
Grafik 7. Analisa stabilitas biodiesel Jarak (+) 1000 ppm BHA dengan metode rancimate
0.09 jam
Grafik 8. Analisa stabilitas biodiesel Jarak (+) 1000 ppm BHT dengan metode rancimate
Universitas Indonesia
72
Lampiran 7. Berat Deposit Pada Komponen Mesin
Universitas Indonesia
73
Lampiran 8. Program MATLAB untuk olah data foto injektor
Universitas Indonesia
74
Universitas Indonesia
75
Universitas Indonesia
76
Universitas Indonesia
77
Universitas Indonesia
7 78
Lampiraan 9. Hasil Estimasi Voolume Depossit dengan MATLAB
Universittas Indonesia
79
Lampiran 10. Rasio deposit / bahan bakar pada engine dan plat panas
10.a Pada Engine
* Estimasi berdasarkan data foto yang diolah dengan MATLAB
10.b. Pada Plat panas
Universitas Indonesia