KUALITAS SEMEN BEKU KERBAU RAWA YANG DIKRIOPRESERVASI DENGAN PENGENCER NIRA AREN (Quality of Swamp Buffalo Frozen Semen Cryopreserved with Sugar Palm Juice Extender) Muhammad Rizal* dan Muhammad Riyadhi Laboratorium Reproduksi dan Pemuliaan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Jenderal Ahmad Yani Km 36 Banjarbaru *Penulis untuk korespondensi, email:
[email protected]
ABSTRACT Sugar palm juice can using as semen extender because its containing various nutrients which needed spermatozoa for preservation. The objective of this research was to examine effectivity of lactose and sugar palm juice extenders on quality of swamp buffalo frozen semen. Semen of swamp buffalo were collected using an artificial vagina for seven times as replication. Fresh semen were evaluated and divided in equal volume into two tubes and diluted with lactose and sugar palm juice extenders, respectively. Semen was loaded in 0.25 ml mini straw with the concentration of 25 million motile spermatozoa. Semen was equilibrated at 5oC for four hours, then frozen and stored in liquid nitrogen container. Quality of spermatozoa including percentages of motile spermatozoa (MS), live spermatozoa (LS), and intact plasma membrane (IPM) were evaluated after diluting, equilibrating, and thawing. Data were analyzed using t test. The result showed that percentage of MS, LS, and IPM after thawing in lactose (45%, 58.57%, and 57.08%) (44%) were significantly higher than sugar palm juice (30%, 47%, and 48.14%). In conclusion, frozen semen quality of swamp buffalo diluted with lactose is better than diluted with sugar palm juice. Swamp buffalo frozen semen diluted with lactose and sugar palm juice are suitable using in the artificial insemination program. Key words: sugar palm juice, lactose, frozen semen, swamp buffalo. ABSTRAK Nira aren dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengencer semen karena mengandung berbagai nutrien yang dibutuhkan oleh spermatozoa selama preservasi. Tujuan penelitian ini adalah menguji efektivitas pengencer laktosa dan nira aren terhadap kualitas semen beku kerbau rawa. Semen kerbau rawa dikoleksi menggunakan vagina buatan sebanyak tujuh kali sebagai ulangan. Semen segar segera dievaluasi dan dibagi ke dalam dua buah tabung reaksi dengan volume yang sama, kemudian diencerkan menggunakan dua jenis pengencer berbeda sebagai perlakuan, yakni pengencer laktosa dan nira aren. Semen dikemas di dalam straw mini (0,25 ml) dengan konsentrasi 25 juta spermatozoa motil. Semen diekuilibrasi pada suhu 5oC selama 4 jam, kemudian dibekukan dan disimpan di dalam kontainer nitrogen cair. Kualitas spermatozoa meliputi: persentase spermatozoa motil, spermatozoa hidup, dan membran plasma utuh (MPU) dievaluasi setelah tahap pengenceran, ekuilibrasi, dan thawing. Data dianalisis dengan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap setelah thawing, persentase spermatozoa motil, spermatozoa hidup, dan MPU perlakuan laktosa (45%, 58,57%, dan 57,08%) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan nira aren (30%, 47%, dan 48,14%). Dapat disimpulkan bahwa kualitas semen beku kerbau rawa yang diencerkan dengan pengencer laktosa lebih baik daripada yang diencerkan dengan nira aren. Semen beku kerbau rawa yang diencerkan dengan pengencer laktosa dan nira aren memenuhi syarat untuk digunakan dalam program IB. Kata kunci: nira aren, laktosa, semen beku, kerbau rawa. 28
Seminar Nasional Peternakan 2, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, 25 Agustus 2016
PENDAHULUAN Kerbau rawa (Bubalus bubalis carabanensis) merupakan kerbau yang dipelihara secara tradisional pada daerah-daerah berawa-rawa yang tergenang air hampir selama enam bulan pertahun di Kalimantan Selatan (Hamdani et al., 2006). Populasi kerbau rawa di Kalimantan Selatan semakin menurun, tercatat pada tahun 2004 sebanyak 38.488 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, 2004) dan pada tahun 2011 tercatat 23.843 ekor (Sulaiman et al., 2012), atau menurun sebesar 38,05%. Pada tahun 2014, populasi ternak kerbau di Kalimantan Selatan sebanyak 25.314 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, 2015). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat peningkatan populasi ternak kerbau adalah dengan penerapan teknologi reproduksi inseminasi buatan (IB). Melalui teknologi IB, potensi reproduksi jantan unggul dapat dioptimalkan, sehingga berperan penting dalam peningkatan kualitas genetik ternak secara umum (Harshan et al., 2005). Hal ini karena salah satu teknologi yang terintegrasi dengan IB adalah teknologi pengolahan semen. Tujuan utama pengolahan semen adalah meningkatkan kapasitas semen untuk melayani lebih banyak ternak betina. Untuk mencapai tujuan ini, semen diencerkan dengan bahan-bahan pengencer tertentu, yang memenuhi syarat seperti: sumber energi, penyangga, tidak toksik, mencegah kerusakan pada spermatozoa, murah, dan mudah diperoleh (Toelihere, 1993). Penerapan teknik IB terlebih dahulu harus diawali dengan upaya pengolahan semen menjadi semen cair atau semen beku. Semen beku disimpan di dalam kontainer berisi nitrogen cair bersuhu -196C selama puluhan tahun dengan tetap mempertahankan kondisi fisologik spermatozoa, sehingga mampu membuahi oosit. Berbagai penelitian telah dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas semen beku kerbau (Kumaresan et al., 2006; Andrabi et al., 2007; Rasul et al., 2007; Shukla dan Misra, 2007). Selama ini yang lazim dimanfaatkan sebagai komponen pengencer semen adalah senyawa-senyawa kimia sintetik. Senyawa kimia tersebut umumnya berharga cukup mahal dan tidak mudah diperoleh di daerah-daerah tertentu, karena merupakan produk impor. Indonesia sebagai negara tropis sebenarnya memiliki berbagai macam sumber daya alam yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengencer semen berbasis alami. Pemanfaatan berbagai bahan pengencer alternatif berbahan alami telah dilaporkan, seperti air kelapa muda pada sapi American brahman (Rizal, 1989), kerbau belang (Toelihere, 1993), dan domba garut (Rizal et al., 2006), nira aren pada domba garut (Farhan, 2003), serta ekstrak buah melon dan wortel pada domba garut (Yulnawati et al., 2005). Nira aren dapat digunakan sebagai bahan pengencer semen karena mengandung berbagai nutrien seperti karbohidrat, protein yang dibutuhkan oleh spermatozoa selama proses preservasi semen. Nira aren juga memiliki pH yang sama dengan pH semen yakni sekitar 6–7, sehingga tidak menjadi masalah bagi spermatozoa. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas pengencer laktosa dan nira aren terhadap kualitas semen beku kerbau rawa. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi solusi dalam mengatasi mahalnya harga bahan kimiawi sintetik yang selama ini lazim digunakan sebagai pengencer semen. MATERI DAN METODE Penampungan dan Pengolahan Semen Semen ditampung menggunakan vagina buatan dari pejantan kerbau rawa di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIB-D) Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru. Proses kriopreservasi semen dan evaluasi kualitas spermatozoa dilakukan di Laboratorium Reproduksi dan Pemuliaan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas 29
Muhammad Rizal dan Muhammad Riyadhi
Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Semen dikoleksi satu kali dalam satu minggu sebanyak lima kali penampungan sebagai ulangan. Semen segar kemudian dievaluasi kualitasnya, dan jika memenuhi syarat seperti memiliki gerakan massa ++, persentase spermatozoa motil 70%, dan persentase spermatozoa abnormal <15% diencerkan dengan pengencer sesuai perlakuan. Semen segar dibagi ke dalam dua buah tabung reaksi dengan volume yang sama, kemudian diencerkan menggunakan dua jenis pengencer berbeda sebagai perlakuan, yakni: 73% pengencer dasar laktosa + 20% kuning telur ayam ras + 7% gliserol (laktosa) dan 73% nira aren + 20% kuning telur ayam ras + 7% gliserol (nira aren). Komposisi pengencer dasar laktosa terdiri atas 9,3 g laktosa + 1,24 g fruktosa dilarutkan dengan akuabidestilata hingga mencapai volume 100 ml. Proses penyiapan nira aren sebagai pengencer dilakukan dengan memanaskan nira aren yang baru disadap hingga mendidih kemudian disaring dengan kertas saring. Semua pengencer ditambahkan antibiotik berupa penisilin sebanyak 1.000 IU dan streptomisin sebanyak 1.000 µg per mililiter pengencer. Spermatozoa diencerkan hingga mencapai konsentrasi 120 juta spermatozoa motil per mililiter. Semen yang telah diencerkan dievaluasi kualitasnya, kemudian dikemas di dalam straw mini (0,25 ml) dengan konsentrasi 25 juta spermatozoa motil per straw. Selanjutnya semen yang telah dikemas tersebut diekuilibrasi di dalam lemari es pada suhu 5oC selama empat jam. Setelah ekuilibrasi, setiap sampel semen masing-masing perlakuan dievaluasi kualitasnya. Pembekuan semen dilakukan dengan cara meletakkan straw 10 cm di atas permukaan nitrogen cair di dalam styrofoam yang ditutup rapat (suhu sekitar -130oC) selama 15 menit. Selanjutnya straw dimasukkan ke dalam nitrogen cair (suhu sekitar -196oC) dan disimpan di dalam kontainer nitrogen cair. Setelah disimpan selama empat hari, setiap sampel straw masing-masing perlakuan dicairkan kembali (thawing) untuk dievaluasi kualitasnya. Semen beku dicairkan kembali dengan cara memasukkan straw ke dalam air bersuhu 37oC selama 30 detik. Peubah kualitas semen yang dievaluasi Peubah kualitas spermatozoa yang diamati adalah: persentase spermatozoa motil, persentase spermatozoa hidup, dan persentase spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh (MPU) masing-masing setelah tahap pengenceran, ekuilibrasi, dan thawing. Persentase spermatozoa motil: persentase spermatozoa yang bergerak progresif (bergerak ke depan). Dievaluasi secara subyektif pada delapan lapang pandang yang berbeda dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x (Rasul et al., 2001). Angka yang diberikan berkisar antara 0 dan 100% dengan skala 5%. Persentase spermatozoa hidup: persentase spermatozoa yang hidup. Sedikitnya 200 spermatozoa dievaluasi dengan pewarnaan eosin-nigrosin menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400x (Felipe-Perez et al., 2008). Spermatozoa yang hidup ditandai oleh kepala berwarna bening, sedangkan yang mati ditandai oleh kepala berwarna merah (Gambar 1). Persentase MPU: persentase spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh. Dievaluasi dengan metode hypoosmotic swelling (HOS) test (Jeyendran et al., 1984). Komposisi larutan hipoosmotik terdiri atas: 1,35 g fruktosa + 0,73 g natrium sitrat yang dilarutkan dengan akuabidestilata hingga mencapai volume 100 ml. Sebanyak 200 l larutan hipoosmotik ditambahkan dengan 20 l semen dan dicampur hingga homogen kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 45 menit. Preparat ulas tipis dibuat pada gelas objek kemudian dievaluasi dengan bantuan mikroskop cahaya pembesaran 400x, terhadap minimum 200 spermatozoa. Spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh ditandai oleh ekor melingkar atau menggelembung, sedangkan yang rusak ditandai oleh ekor lurus (Gambar 2). 30
Seminar Nasional Peternakan 2, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, 25 Agustus 2016
b
a
Gambar 1. Spermatozoa hidup (a) dan spermatozoa mati (b).
a
a a
a
b
a Gambar 2. Spermatozoa dengan membran plasma utuh (a) dan membran plasma rusak (b)
Analisis data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t (Steel dan Torrie, 1993).
31
Muhammad Rizal dan Muhammad Riyadhi
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik semen segar kerbau rawa Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik semen segar kerbau rawa adalah volume rata-rata 1,71 ml, gerakan massa rata-rata ++, konsentrasi spermatozoa rata-rata 1.376,67 juta sel/ml, persentase spermatozoa motil rata-rata 73,57%, persentase spermatozoa abnormal rata-rata 5,71%, dan persentase MPU rata-rata 87,33% (Tabel 1). Semen segar yang baik harus memiliki persentase spermatozoa motil 70% dan gerakan massa ++ (Evans dan Maxwell, 1987), persentase spermatozoa abnormal 6–10% (Delgadillo, 1992; Ax et al., 2000), dan persentase MPU 60% (Revell dan Mrode, 1994). Tabel 1. Karakteristik semen segar kerbau rawa Unsur Volume (ml) Warna Derajat keasaman (pH) Konsistensi (kekentalan) Gerakan massa Konsentrasi spermatozoa (juta/ml)
Ukuran 1,71 ± 0,49 Putih keruh 6,83 ± 0,17 Encer – Sedang ++ 1.376,67 ± 155,26
Spermatozoa motil (%)
73,57 ± 2,44
Spermatozoa hidup (%)
87,43 ± 2,07
Spermatozoa abnormal (%)
5,71 ± 1,11
MPU (%)
87,33 ± 1,03
MPU = membran plasma utuh.
Yulnawati et al. (2009) melaporkan karakteristik semen segar kerbau lumpur adalah volume rata-rata 0,225 ml, konsentrasi spermatozoa rata-rata 2.950 juta sel/ml, persentase spermatozoa motil 70%, persentase spermatozoa abnormal 6,5%, dan persentase MPU 77,5%. Karakteristik semen segar kerbau jaffrabadi dari India adalah volume rata-rata 5,11 ml, konsentrasi spermatozoa 838,99 juta sel/ml, persentase spermatozoa motil rata-rata 79,41%, dan persentase spermatozoa hidup 85,38% (Ghodasara et al., 2016) Pengaruh perlakuan terhadap kualitas semen beku Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap semua peubah kualitas spermatozoa (persentase spermatozoa motil, persentase spermatozoa hidup, dan persentase MPU) setelah tahap pengenceran dan ekuilibrasi, akan tetapi hal berbeda ditunjukkan pada tahap setelah thawing. Pada tahap setelah thawing, persentase spermatozoa motil, spermatozoa hidup, dan MPU perlakuan laktosa (45%, 58,57%, dan 57,08%) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan nira aren (30%, 47%, dan 48,14%) (Tabel 2). Hasil yang didapatkan menjelaskan bahwa pengencer laktosa yang komposisinya terdiri atas bahan senyawa kimiawi sintetik lebih mampu mempertahankan integritas sel spermatozoa selama proses pembekuan dibandingkan dengan pengencer yang berbasis bahan alami seperti nira aren. Hal ini diduga karena bahan-bahan yang terkandung di dalam nira aren mengalami kerusakan pada saat proses pembekuan, dan berakibat pada menurunnya daya protektif bahan-bahan tersebut terhadap sel spermatozoa. Sebagaimana diketahui pada saat proses pembekuan, spermatozoa mengalami tekanan yang sangat berat karena ditempatkan pada suhu ekstrim 32
Seminar Nasional Peternakan 2, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, 25 Agustus 2016
rendah (-196oC). Pada suhu seperti ini bahan-bahan yang terkandung di dalam pengencer semen mengalami perubahan secara fisik dan kimiawi yang sangat signifikan, sehingga dapat merusak sel spermatozoa. Tabel 2. Rataan persentase spermatozoa motil, spermatozoa hidup, dan MPU spermatozoa kerbau rawa setelah pengenceran, ekuilibrasi, dan thawing Peubah
Tahap pengolahan semen
Perlakuan
Spermatozoa motil (%)
Laktosa Nira aren
Setelah pengenceran 73,57 ± 2,44 73,57 ± 2,44
Spermatozoa hidup (%)
Laktosa Nira aren
87,43 ± 2,07 87,43 ± 2,07
82,43 ± 0,97 81,14 ± 2,19
58,57 ± 4,50a 47,00 ± 2,71b
MPU (%)
Laktosa Nira aren
87,33 ± 1,03 87,33 ± 1,03
81,43 ± 1,90 80,71 ± 1,50
57,08 ± 2,29a 48,14 ± 2,97b
Setelah ekuilibrasi
Setelah thawing
68,57 ± 2,44 68,57 ± 2,44
45,00 ± 4,08a 30,00 ± 0,00b
a,b Superskrip
dalam kolom yang sama masing-masing peubah menunjukkan perbedaan nyata MPU = membran plasma utuh.
Hasil penelitian ini mendukung hasil yang diperoleh peneliti sebelumnya. Rizal et al. (2006) melaporkan bahwa bahan pengencer berupa air kelapa muda tidak dapat mempertahankan kualitas semen beku domba garut. Persentase spermatozoa motil semen beku domba garut yang diencerkan dengan air kelapa muda (10–15%) sangat nyata lebih rendah daripada yang diencerkan dengan pengencer Tris (rata-rata 42,5%) yang berbasis bahan senyawa kimiawi sintetik. Kemampuan laktosa dalam melindungi spermatozoa selama proses kriopreservasi terlihat pada peubah persentase MPU yang nyata lebih tinggi daripada semen beku yang diencerkan dengan nira aren pada tahap setelah thawing. Perbaikan membran plasma sel akan berdampak positif terhadap daya hidup dan motilitas spermatozoa. Hal ini karena daya hidup dan motilitas spermatozoa sangat bergantung pada suplai energi berupa adenosin trifosfat (ATP) hasil metabolisme. Metabolisme dapat berlangsung dengan baik jika membran plasma sel berada dalam keadaan yang utuh, sehingga mampu mengatur lalu lintas masuk dan keluar dari sel semua substrat dan elektrolit yang dibutuhkan dalam proses metabolisme. Pada membran plasma sel terdapat banyak makromolekul seperti protein, lipoprotein, glikoprotein, dan lain-lain yang dapat berfungsi sebagai enzim, reseptor, saluran, atau pembawa (carrier) (Lehninger, 1994). Makromolekul-makromolekul inilah yang berfungsi memfasilitasi lalu lintas masuk dan keluar dari sel seluruh substrat dan elektrolit tersebut. Substrat dan elektrolit harus difasilitasi karena tidak dapat menembus secara difusi bebas membran plasma sel spermatozoa yang bersifat semipermeabel. Lehninger (1994) menyatakan laktosa merupakan salah satu senyawa pereduksi dan memiliki struktur yang stabil. Sebagai senyawa pereduksi, laktosa memiliki fungsi yang mirip dengan senyawa antioksidan karena mampu meredam senyawa-senyawa pengoksidasi, sehingga juga berperan dalam memimalkan terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi bersifat merugikan karena menghasilkan produk yang dapat merusak integritas membran plasma sel. Sebagai senyawa yang stabil, laktosa tidak mudah mengalami perubahan struktur menjadi bentuk ion yang dapat mengubah tekanan osmotik larutan pengencer semen. Perubahan tekanan osmotik larutan pengencer menjadi hipoosmotik atau hiperosmotik dapat menyebabkan kematian spermatozoa. Menurut Soylu et al. (2007) penambahan zat terlarut seperti karbohidrat dalam jumlah banyak ke dalam pengencer akan meningkatkan tekanan osmotik pengencer tersebut. Spermatozoa yang berada di dalam 33
Muhammad Rizal dan Muhammad Riyadhi
larutan bertekanan osmotik tinggi akan menyebabkan spermatozoa tersebut membengkak, sehingga berpengaruh terhadap kondisi fisiologik, dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semen beku kerbau rawa yang diencerkan dengan pengencer laktosa dan nira aren memenuhi syarat untuk digunakan dalam program IB, karena memiliki persentase spermatozoa motil ≥30%. Standar Nasional Indonesia menetapkan persyaratan bahwa semen beku kerbau yang layak digunakan dalam program IB harus memiliki persentase spermatozoa motil ≥30% (SNI 4869.2:2008). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semen segar yang dihasilkan oleh kerbau rawa memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut menjadi semen beku. Kualitas semen beku kerbau rawa yang diencerkan dengan pengencer laktosa lebih baik daripada yang diencerkan dengan nira aren. Semen beku kerbau rawa yang diencerkan dengan pengencer laktosa dan nira aren memenuhi syarat untuk digunakan dalam program IB. Dalam kondisi sulit mendapatkan bahan kimiawi buatan, disarankan untuk memanfaatkan nira aren sebagai bahan pengencer alternatif pengganti pengencer berbasis bahan kimiawi buatan, sehingga dapat menekan biaya pembuatan semen beku. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2016 (tahun kedua) yang dibiayai oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dengan nomor kontrak 244/UN8.2/PL/2016. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala dan Staf Balai Inseminasi Buatan Daerah Kalimantan Selatan dan Pengelola Laboratorium Reproduksi dan Pemuliaan Ternak, Jurusan Peternakan, Universitas Lambung Mangkurat atas bantuan berbagai bahan dan peralatan laboratorium sehingga penelitian ini dapat berlangsung dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Andrabi, S.M., M.S. Ansari, N. Ullah, M. Anwar, A. Mehmood, and S. Akhter. 2008. Duck egg yolk in extender improves the feezability of buffalo bull spermatozoa. Anim Reprod. Sci., 104: 427-433. Ax RL, M. Dally, B.A. Didion, R.W. Lenz, C.C. Love, D.D.Varner, B. Hafez, and M.E. Bellin. 2000. Semen evaluation. In: Hafez B, Hafez ESE. Reproduction in Farm Animals 7th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia. pp 365-375. Delgadillo, J.J., B. Leboeuf, and P. Chemineau. 1992. Abolition of seasonal variations in semen uality and maintenance of sperm fertilizing ability by photoperiodic cycles in goat bucks. Small Rum. Res., 9: 47-59. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan. 2015. Laporan Tahunan. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru. Evans, G. and W.M.C. Maxwell. 1987. Salamon’s Artificial of Sheep Goats. Butterworths, London. Farhan. 2003. Kajian Nira Sebagai Pengencer Alternatif Semen Domba Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 34
Seminar Nasional Peternakan 2, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, 25 Agustus 2016
Felipe-Perez, Y.E., M. L. Juarez-Mosqueda, E.O. Hernandez-Gonzalez, and J.J. Valencia. 2008. Viability of fresh and frozen bull sperm compared by two staining techniques. Acta Vet. Bras., 2: 123-130. Ghodasara, S.N., P.U. Gajbhiye, A. R. Ahlawat, and K.S. Murthy. 2016. Evaluation of fresh semen quality and predicting the number of frozen semen doses in Jaffrabadi buffalo bull. Buffalo Bulletin, 35: 65-72. Hamdani, A., S.R. Eni, S. Muhammad. 2006. Karakteristik Kerbau Rawa Kalimantan Selatan. Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional. Harshan, H.M., L.P. Singh, A. Arangasamy, M.R. Ansari, and S. Kumar. 2005. Effect of buffalo seminal plasma heparin binding protein (HBP) on freezability and in vitro fertility of buffalo cauda spermatozoa. Anim. Reprod. Sci., 93: 124-133. Jeyendran, R.S., H. H. van der Ven, M. Perez-Pelaez, B.G. Crabo, and L.J.D. Zaneveld. 1984. Development of an assay to assess the functional integrity of the human sperm membrane and its relationship to other semen characteristics. J. Reprod. Fertil., 70: 219–228. Kumaresan, A., M.R. Ansari, A. Garg, and M. Kataria. 2006. Effect of oviductal proteins on sperm functions and lipid peroxidation levels during cryopreservation in buffaloes. Anim. Reprod. Sci., 93: 246-257. Lehninger, A.L. 1994. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Alih bahasa: Thenawijaya M. Erlangga, Jakarta. Hlm 358-367. Rasul, Z., N. Ahmad, and M. Anzar. 2001. Changes in motion characteristics, plasma membrane integrity and acrosome morphology during cryopreservation of buffalo spermatozoa. J. Androl., 22: 278-283. Rasul, Z., N. Ahmed, and M. Anzar. 2007. Antagonist effect of DMSO on the cryoprotection ability of glycerol during cryopreservation of buffalo sperm. Theriogenology, 68: 813819. Revell, S.G., and R.A. Mrode. 1994. An osmotic resistance test for bovine semen. Anim. Reprod. Sci., 36: 77-86. Rizal, M. 1998. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Jenis Pengencer terhadap Peningkatan Kualitas Semen Beku Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rizal, M., R.K. Achjadi, Herdis, M. Surachman, dan Yulnawati. 2006. Kriopreservasi semen domba garut menggunakan pengencer air kelapa muda. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Peranan Bioteknologi Reproduksi dalam Pembangunan Peternakan dan Perikanan di Indonesia, Bogor, 8 April 2006. Hlm 69-72. Shukla, M.K. and A. K. Misra. 2007. Effect of bradykinin on Murrah buffalo (Bubalus bubalis) semen cryopreservation. Anim. Reprod. Sci., 97: 175-179. Soylu, M.K., Z. Nur, B. Ustuner, I. Dogan, H. Sagirkaya, U. Gunay, and A.K. Kemal. 2007. Effects of various cryoprotective agents and extender osmolality on post-thawed ram semen. Bulletin of the Veterinary Institute in Pulawy, 51: 241-246. Standar Nasional Indonesia (SNI). Nasional, Jakarata.
2008.
Semen Beku Kerbau.
Badan Standardisasi
35
Muhammad Rizal dan Muhammad Riyadhi
Steel, R.G.D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hlm 168-174. Sulaiman, A., G. Rusmayadi, M. Septiani, dan M. Riyadhi. 2012. Kajian Aspek Kesehatan Lingkungan Kerbau Rawa di Desa Bajayau Tengah, Kecamatan Daha Barat, Hulu Sungai Selatan (HSS). Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung. Hlm 55-56. Yulnawati, M.A. Setiadi, dan Herdis. 2005. Pemanfaatan sari buah melon dan sari wortel sebagai media pengencer alternatif semen cair domba Garut. Protein, 12: 151-160. Yulnawati, Gunawan M, Herdis, Maheshwari H, dan Rizal M. 2009. Peranan gula sebagai krioprotektan ekstraseluler dalam mempertahankan kualitas semen beku kerbau lumpur. Prosiding Seminar Nasional Potensi dan Pengembangan Peternakan Maluku dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Ambon, 2 Maret 2009. Hlm 236-250.
36