BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Transportasi Sejak dahulu manusia sudah mengenal transportasi dengan cara sederhana, misalnya sistem transportasi barang diatas kepala atau menjinjing barang/muatan menggunakan gerobak barang yang ditarik oleh hewan. Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, kebutuhan akan sarana transportasi juga meningkat
sehingga
bermunculan
penemuan-penemuan
baru
dibidang
infrastruktur dan suprastruktur transportasi yang seperti kita alami saat ini. Transportasi atau perangkutan adalah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan (kuda, sapi, kerbau), atau mesin. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan (trip) antara asal (origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan orang dan barang antara dua tempat kegiatan yang terpisah untuk melakukan kegiatan perorangan atau kelompok dalam masyarakat. Perjalanan dilakukan melalui suatu lintasan tertentu yang menghubungkan asal dan tujuan, menggunakan alat angkut atau kendaraan dengan kecepatan tertentu. Jadi perjalanan adalah proses perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain.(Sukarto, 2006). Transportasi merupakan komponen utama bagi berfungsinya suatu kegiatan masyarakat. Transportasi berkaitan dengan pola kehidupan masyarakat lokal serta daerah layanan atau daerah pengaruh aktivitasaktivitas produksi dan sosial, serta barang-barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Kehidupan
masyarakat yang maju ditandai dengan mobilitas yang tinggi akibat tersedianya fasilitas transportasi yang cukup. Sebaliknya daerah yang kurang baik sistim transportasinya, biasanya mengakibatkan keadaan ekonomi masyarakatnya berada dalam keadaan statis atau dalam tahap immobilitas. Transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu Negara atau wilayah tercermin dari peningkatan intensitas transportasinya. Transportasi memiliki peran strategis terhadap aspek ekonomi, sosial, guna lahan atau kewilayahan, politik, keamanan, dan budaya.
II.1.1 Unsur-unsur Dasar Transportasi Ada lima unsur pokok transportasi, yaitu: 1. Manusia, yang membutuhkan transportasi 2. Barang, yang diperlukan manusia 3. Kendaraan, sebagai sarana transportasi 4. Jalan, sebagai prasarana transportasi 5. Organisasi, sebagai pengelola transportasi Pada dasarnya, ke lima unsur di atas saling terkait untuk terlaksananya transportasi, yaitu terjaminnya penumpang atau barang yang diangkut akan sampai ke tempat tujuan dalam keadaan baik seperti pada saat awal diangkut. Dalam hal ini perlu diketahui terlebih dulu ciri penumpang dan barang, kondisi sarana dan konstruksi prasarana, serta pelaksanaan transportasi. (Sukarto, 2006).
II.1.2 Moda Transportasi Moda transportasi terbagi atas tiga jenis moda, yaitu: 1. Transportasi darat: kendaraan bermotor, kereta api, gerobak yang ditarik oleh hewan (kuda, sapi, kerbau), atau manusia. Moda transportasi darat dipilih berdasarkan faktor-faktor: •
Jenis dan spesifikasi kendaraan
•
Jarak perjalanan
•
Tujuan perjalanan
•
Ketersediaan moda
•
Ukuran kota dan kerapatan permukiman
•
Faktor sosial-ekonomi
2. Transportasi air (sungai, danau, laut): kapal, tongkang, perahu, rakit. 3. Transportasi udara: pesawat terbang. Transportasi udara dapat menjangkau tempat-tempat yang tidak dapat ditempuh dengan moda darat atau laut, di samping mampu bergerak lebih cepat dan mempunyai lintasan yang lurus, serta praktis bebas hambatan. (Sukarto, 2006).
II.1.3 Fungsi dan manfaat Transportasi Transportasi perlu untuk mengatasi kesenjangan jarak dan komunikasi antara tempat asal dan tempat tujuan. Untuk itu dikembangkan sistem transportasi dan komunikasi, dalam wujud sarana (kendaraan) dan prasarana (jalan). Dari sini timbul jasa angkutan untuk memenuhi kebutuhan perangkutan (trans-portasi) dari satu tempat ke tempat lain. Di sini terlihat, bahwa transportasi dan tata guna lahan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kegiatan transportasi yang
diwujudkan dalam bentuk lalu lintas kendaraan, pada dasarnya merupakan kegiatan yang menghubungkan dua lokasi dari tata guna lahan yang mungkin sama atau berbeda. Memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain, berarti memindahkannya dari satu tata guna lahan ke tata guna lahan yang lain, yang berarti pula mengubah nilai ekonomi orang atau barang tersebut. (Sukarto, 2006). Transportasi dengan demikian merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan cara mengubah letak geografis barang atau orang. Jadi salah satu tujuan penting dari perencanaan tata guna lahan atau perencanaan sistem transportasi, adalah menuju ke keseimbangan yang efisien antara potensi tata guna lahan dengan kemampuan transportasi. Untuk wilayah perkotaan, transportasi memegang peranan yang cukup menentukan. Suatu kota yang baik dapat ditandai, antara lain dengan melihat kondisi transportasinya. Transportasi yang baik, aman, dan lancar selain mencerminkan keteraturan kota, juga memperlihatkan kelancaran kegiatan perekonomian kota. Perwujudan kegiatan transportasi yang baik adalah dalam bentuk tata jaringan jalan dengan segala kelengkapannya, berupa rambu-rambu lalu lintas, marka jalan, penunjuk jalan, dan sebagainya. Selain kebutuhan lahan untuk jalur jalan, masih banyak lagi kebutuhan lahan untuk tempat parkir, terminal, dan fasilitas angkutan lainnya. (Sukarto, 2006). Perkembangan teknologi di bidang transportasi menuntut adanya perkembangan teknologi prasarana transportasi berupa jaringan jalan. Sistem transportasi yang berkembang semakin cepat menuntut perubahan tata jaringan jalan yang dapat menampung kebutuhan lalu lintas yang berkembang tersebut.
Perkembangan tata jaringan jalan baru akan membutuhkan ketersediaan lahan yang lebih luas, seperti antara lain untuk pelebaran jalan, sistem persimpangan tidak sebidang, jalur pemisah, dan sebagainya. Kebutuhan lahan yang sangat luas untuk sistem transportasi (terutama transportasi darat) ini mempunyai pengaruh besar terhadap pola tata guna lahan, terutama di daerah perkotaan. Di sini masalah lingkungan perlu diperhatikan. Perubahan tata guna lahan akan berpengaruh terhadap kondisi fisik tanah (terutama muka air tanah), serta masalah sosial dan ekonomi, sehingga perlu dilakukan studi yang bersifat komprehensif lebih dahulu (menyangkut masalah lingkungan). (Sukarto, 2006). Haryono Sukarto (2006) menyatakan manfaat transportasi meliputi manfaat sosial, ekonomi, politik, dan fisik. a. Masalah Sosial. Dalam kehidupan sosial / bermasyarakat ada bentuk - bentuk hubungan yang bersifat resmi, seperti hubungan antara lembaga pemerintah dengan swasta, maupun hubungan yang bersifat tidak resmi, seperti hubungan keluarga, sahabat, dan sebagainya. Untuk kepentingan hubungan sosial ini, transportasi sangat membantu dalam menyediakan berbagai fasilitas dan kemudahan, seperti: •
Pelayanan untuk perorangan maupun kelompok
•
Pertukaran dan penyampaian informasi
•
Perjalanan pribadi maupun sosial
•
Mempersingkat waktu tempuh antara rumah dan tempat bekerja
•
Mendukung perluasan kota atau penyebaran penduduk menjadi kelompokkelompok yang lebih kecil.
b. Manfaat Ekonomi. Manusia memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannya akan pangan, sandang, dan papan. Sumberdaya alam ini perlu diolah melalui proses produksi untuk menjadi bahan siap pakai yang perlu dipasarkan, di mana terjadi proses tukar menukar antara penjual dan pembeli. Produksi merupakan bagian dari kegiatan ekonomi, dimana sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dipadukan untuk menghasilkan barang yang dapat dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan ekonomi adalah gabungan dari tiga “faktor produksi”, yaitu: tanah (bumi), tenaga kerja, dan modal. Tanah bagi ahli ekonomi berarti semua sumber daya alam non manusia, dan modal berarti semua peralatan, perlengkapan, teknologi, dsb. Tujuan dari kegiatan ekonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia dengan menciptakan manfaat. Transportasi adalah salah satu jenis kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan manusia melalui cara mengubah letak geografi orang maupun barang. Dengan transportasi, bahan baku dibawa ke tempat produksi, dan dengan transportasi pula hasil produksi dibawa ke pasar. Para konsumen datang ke pasar atau tempat-tempat pelayanan yang lain (rumah sakit, pusat rekreasi, dan seterusnya) dengan menggunakan transportasi.
c. Manfaat Politik. Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, maka transportasi memegang peranan penting, antara lain dari segi politik. Beberapa manfaat politik dari transportasi, adalah:
•
Transportasi menciptakan persatuan nasional yang semakin kuat dengan meniadakan isolasi.
•
Transportasi
mengakibatkan
pelayanan
kepada
masyarakat
dapat
dikembangkan atau diperluas secara lebih merata pada setiap bagian wilayah negara. •
Keamanan negara sangat tergantung pada transportasi yang efisien untuk memudahkan mobilisasi kemampuan dan ketahanan nasional, serta memungkinkan perpindahan pasukan selama masa perang atau untuk menjaga keamanan dalam negeri.
•
Sistem transportasi yang efisien memungkinkan perpindahan penduduk dari daerah bencana.
d. Manfaat Fisik. Transportasi mendukung perkembangan kota dan wilayah sebagai sarana penghubung. Rencana tata guna lahan kota harus didukung secara langsung oleh rencana pola jaringan jalan yang merupakan rincian tata guna lahan yang direncanakan. Pola jaringan jalan yang baik akan mempengaruhi perkembangan kota yang direncanakan sesuai dengan rencana tata guna lahan. Ini berarti transportasi mendukung penuh perkembangan fisik suatu kota atau wilayah.
II.2 Peranan Transportasi dalam Pengembangan Kota dan Wilayah Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan
kota
dan
wilayah.
Rencana
sarana
transportasi
tanpa
mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjadi sebagai
akibat dari rencana itu sendiri, akan menghasilkan kesemrawutan lalu lintas di kemudian hari. Akibat lebih lanjut adalah meningkatnya jumlah kecelakaan, pelanggaran, dan menurunnya sopan-santun berlalu-lintas, serta meningkatnya pencemaran udara. (Sukarto, 2006).
II.3 Transportasi Merupakan Tolok Ukur Interaksi antar Wilayah Suatu wilayah tertentu bergantung pada wilayah lain. Demikian juga wilayah lain memiliki ketergantungan pada wilayah tertentu. Diantara wilayahwilayah tersebut, terdapat wilayah-wilayah tertentu yang memiliki kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk pada radius tertentu akan mendatangi wilayah tersebut untuk memperoleh kebutuhan yang diperlukan. Morlok mengemukakan bahwa akibat adanya perbedaan tingkat pemilikan sumberdaya dan keterbatasan kemampuan wilayah dalam mendukung kebutuhan penduduk suatu wilayah menyebabkan terjadinya pertukaran barang, orang dan jasa antar wilayah. (Ashry Fendi dan kawan, 2007) Pertukaran ini diawali dengan proses penawaran dan permintaan. Sebagai alat bantu proses penawaran dan permintaan yang perlu dihantarkan menuju wilayah lain diperlukan sarana transportasi. Sarana transportasi yang memungkinkan untuk membantu mobilitas berupa angkutan umum. Dalam menyelenggarakan kehidupannya, manusia mempergunakan ruang tempat tinggal yang disebut permukiman yang terbentuk dari unsur-unsur working, opportunities, circulation, housing, recreation, and other living facilities
(Ashry Fendi dan kawan, 2007). Unsur circulation adalah jaringan transportasi dan komunikasi yang ada dalam permukiman. Sistem transportasi dan komunikasi meliputi sistem internal dan eksternal. Jenis yang pertama membahas sistem jaringan yang ada dalam kesatuan permukiman itu sendiri. Jenis yang kedua membahas keadaan kualitas dan kuantitas jaringan yang menghubungkan permukiman satu dengan permukiman lainnya di dalam satu kesatuan permukiman. Perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain selalu melalui jalur-jalur tertentu. Tempat asal dan tempat tujuan dihubungkan satu sama lain dengan suatu jaringan (network) dalam ruang. Jaringan tersebut dapat berupa jaringan jalan, yang merupakan bagian dari sistem transportasi. Transportasi merupakan hal yang penting dalam suatu sistem, karena tanpa transportasi perhubungan antara satu tempat dengan tempat lain tidak terwujud secara baik (Ashry Fendi dan kawan, 2007). Hurst mengemukakan bahwa interaksi antar wilayah tercermin pada keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang, barang, maupun jasa. Transportasi merupakan tolok ukur dalam interaksi keruangan antar wilayah dan sangat penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan suatu wilayah (Ashry Fendi dan kawan, 2007). Wilayah dengan kondisi geografis yang beragam memerlukan keterpaduan antar jenis transportasi dalam melayani kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya, sistem transportasi dikembangkan untuk menghubungkan dua lokasi guna lahan yang mungkin berbeda. Transportasi digunakan untuk memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih meningkat.
Dengan transportasi yang baik, akan memudahkan terjadinya interaksi antara penduduk lokal dengan dunia luar. Keterisolasian merupakan masalah pertama yang harus ditangani. Transportasi berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan produsen dengan konsumen dan meniadakan jarak diantara keduanya. Jarak tersebut dapat dinyatakan sebagai jarak waktu maupun jarak geografis. Jarak waktu timbul karena barang yang dihasilkan hari ini mungkin belum dipergunakan sampai besok. Jarak atau kesenjangan ini dijembatani melalui proses penggudangan dengan teknik tertentu untuk mencegah kerusakan barang yang bersangkutan. Transportasi erat sekali dengan penggudangan atau penyimpanan karena keduanya meningkatkan manfaat barang. Angkutan menyebabkan barang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga bisa dipergunakan di tempat barang itu tidak didapatkan. Dengan demikian menciptakan manfaat tempat. Penyimpanan atau penggudangan juga memungkinakan barang disimpan sampai dengan waktu dibutuhkan dan ini berarti memberi manfaat waktu (Schumer, Ashry Fendi dan kawan, 2007). Pembangunan suatu jalur transportasi maka akan mendorong tumbuhnya fasilitas-fasilitas lain yang tentunya bernilai ekonomis. Perbedaan sumberdaya yang ada di suatu daerah dengan daerah lain mendorong masyarakat untuk melakukan mobilitas sehingga dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam proses mobilitas inilah transportasi memiliki peranan yang penting untuk memudahkan dan memperlancar proses mobilitas tersebut. Proses mobilitas ini tidak hanya sebatas oleh manusia saja, tetapi juga barang dan jasa. Dengan demikian nantinya interaksi antar daerah akan lebih mudah dan dapat mengurangi tingkat kesenjangan antar daerah.
Ullman mengungkapkan ada tiga syarat untuk terjadinya interaksi keruangan, yaitu : •
Complementarity atau ketergantungan karena adanya perbedaan demand dan supply antar daerah
•
Intervening opportunity atau tingkat peluang atau daya tarik untuk dipilih menjadi daerah tujuan perjalanan
•
Transferability atau tingkat peluang untuk diangkut atau dipindahkan dari suatu tempat ketempat lain yang dipengaruhi oleh jarak yang dicerminkan dengan ukuran waktu dan atau biaya perjalanan. (Ashry Fendi dan kawan, 2007). Kebutuhan akan pergerakan bersifat merupakan kebutuhan turunan.
Pergerakan terjadi karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Pergerakan tidak akan terjadi seandainya semua kebutuhan tersebut menyatu dengan permukiman. Namun pada kenyataannya semua kebutuhan manusia tidak tersedia di satu tempat. Atau dengan kata lain lokasi kegiatan tersebar secara heterogen di dalam ruang. Dengan demikian perlu adanya pergerakan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan. Dalam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, penduduk mempunyai dua pilihan yaitu bergerak dengan moda transportasi dan tanpa moda transpotasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda tranportasi biasanya berjarak pendek, sedangkan pergerakan dengan moda transportasi berjarak sedang atau jauh. Transportasi merupakan penghubung utama antara dua daerah yang sedang berinteraksi dalam pembangunan. Tanpa adanya jaringan transportasi tidak
mungkin pembangunan dapat diperkenalkan ke luar daerah. Jalan merupakan akses transportasi dari suatu wilayah menuju ke wilayah. Aktivitas penduduk yang meningkat perlu dijadikan perhatian dalam merumuskan kebijakan di bidang transportasi karena manusia senantiasa memerlukan transportasi. Hal ini merupakan sesuatu hal yang merupakan ketergantungan sumberdaya antar tempat. Hal ini menyebabkan proses interaksi antar wilayah yang tercermin pada fasilitas transportasi.
II.3.1 Transportasi di dalam Lingkungan Pedesaan Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang sangat berperan dalam
pembangunan
ekonomi
yang
menyeluruh.
Perkembangan
sektor
transportasi akan secara langsung mencerminkan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang berjalan. Namun demikian sektor ini dikenal pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan dalam cakupan spasial dan temporal yang besar. (Sukarto, 2006). Transportasi sebagai salah satu sektor kegiatan pedesaan, merupakan kegiatan yang potensial mengubah kualitas udara pedesaan. Perkembangan pedesaan berjalan secara dinamik, mengikuti perkembangan sosial-ekonomi pedesaan itu sendiri. Dengan semakin berkembangnya pedesaan dalam hal wilayah spasial (ruang) dan aktivitas ekonominya, akan semakin besar pula beban pencemaran udara yang dikeluarkan ke atmosfer pedesaan. Dampak ini akan semakin terasa di daerah-daerah pusat kegiatan pedesaan. (Sukarto, 2006). Transportasi yang berwawasan lingkungan perlu memikirkan implikasi / dampak terhadap lingkungan yang mungkin timbul, terutama pencemaran udara
dan kebisingan. Ada tiga aspek utama yang menentukan intensitas dampak terhadap lingkungan, khususnya pencemaran udara dan kebisingan, dan penggunaan energi di daerah perkotaan (Moestikahadi, Sukarto, 2006), yaitu: •
Aspek perencanaan transportasi (barang dan manusia).
•
Aspek rekayasa transportasi, meliputi pola aliran moda transportasi, sarana jalan, sistem lalu lintas, dan faktor transportasi lainnya.
•
Aspek teknik mesin dan sumber energi (bahan bakar) alat transportasi. (Sukarto,2006).
Sistem transportasi di perkotaan adalah faktor utama yang menentukan pola ruang (spatial pattern), derajat kesemrawutan, dan tingkat pertumbuhan ekonomi dari suatu daerah perkotaan. Ada tiga jenis utama transportasi yang digunakan orang di perkotaan (Miller, Sukarto, 2006) : •
Angkutan pribadi (individual transit), seperti mobil pribadi, sepeda motor, sepeda, atau berjalan kaki,
•
Angkutan masal (mass transit), seperti kereta api, bis, opelet, dan sebagainya.
•
Angkutan sewaan (para transit), seperti mobil sewaan, taksi yang menjalani rute tetap atau yang disewa untuk sekali jalan, dan sebagainya. Setiap jenis angkutan mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri.
Sistem transportasi perkotaan yang berhasil, memerlukan gabungan dari cara angkutan pribadi, massal, dan sewaan, yang dirancang memenuhi kebutuhan daerah perkotaan tertentu. (Sukarto, 2006).
II.3.2 Pola Perjalanan di Daerah Pedesaan Kebanyakan orang memerlukan perjalanan untuk mencapai tempat-tempat tujuan bekerja, bersekolah atau ke tempat-tempat pendidikan yang lain, berbelanja, ke tempat-tempat pelayanan, mengambil bagian dalam berbagai kegiatan sosial dan bersantai di luar rumah, serta banyak tujuan yang lain. Hal yang utama dalam masalah perjalanan adalah adanya hubungan antara tempat asal dan tujuan, yang memperlihatkan adanya lintasan, alat angkut (kendaraan) dan kecepatan. Pola perjalanan di daerah pedesaan dipengaruhi oleh tata letak pusat-pusat kegiatan di perkotaan (permukiman, perbelanjaan, perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain).
II.3.3 Kebijakan Transportasi Pola jaringan jalan dapat mempengaruhi perkembangan tata guna lahan. Jaringan jalan yang direncanakan secara tepat akan merupakan pengatur lalu lintas yang baik. Jadi ada kaitan antara perencanaan kota dengan perencanaan transportasi.
Perencanaan
kota
mempersiapkan
kota
untuk
menghadapi
perkembangan dan mencegah timbulnya berbagai persoalan agar kota menjadi suatu tempat kehidupan yang layak. Sedangkan perencanaan transportasi mempunyai sasaran mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan orang atau barang bergerak dengan aman, murah, cepat, dan nyaman, dan mencegah terjadinya kemacetan lalu lintas di jalan-jalan dalam kota. Penyusunan
kebijakan
transportasi
dilakukan
oleh
Departemen
Perhubungan, setelah berkoordinasi dengan beberapa departemen lain yang terkait, misal: Departemen Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan Umum,
Departemen Pertahanan, dan Departemen Keuangan. Selanjutnya pelaksanaan dari kebijakan transportasi tersebut dilakukan secara terpadu oleh unsur-unsur pelaksana di daerah, seperti Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Dinas Bina Marga, Polisi Lalu Lintas, dan instansi lain yang terkait, serta pihak swasta (perusahaan perangkutan).
II.4 Transportasi dan Lingkungan Pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development) sebagaimana didefinisikan sebagai: Pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini, tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka (World Commission on Environment and Development, Sukarto, 2006), telah diterima secara luas di banyak negara di dunia. Namun demikian transportasi dengan memakai kendaraan bermotor merupakan pengguna terbesar dari sumberdaya alam yang tidak terbaharukan (nonrenewable resources), terutama minyak bumi, di samping menghasilkan gas buang yang berbahaya (bagi kesehatan manusia) dan tidak dapat dikurangi / dihilangkan. Transportasi juga merupakan penyumbang terbesar dalam pencemaran udara, khususnya di perkotaan.
II.4.1 Pengaruh Transportasi terhadap Lingkungan Transportasi dalam bentuk lalu lintas kendaraan bermotor di jalan-jalan di dalam kota dapat menyebabkan terjadinya: •
kemacetan (traffic congestion)
•
kecelakaan (traffic accident)
•
pencemaran udara (air pollution)
•
kebisingan (traffic noise) Unsur-unsur utama pencemaran lingkungan yang berasal dari lalu lintas
kendaraan bermotor adalah pencemaran udara, kebisingan, dan getaran. Untuk itu hanya dibicarakan tentang pengaruh transportasi berupa pencemaran udara dan kebisingan.
II.4.1.1 Pencemaran udara Pencemaran udara adalah hadirnya di dalam atmosfer / udara luar, satu atau lebih kontaminan (bahan pencemar) udara, atau kombinasinya dalam jumlah dan waktu sedemikian yang cenderung melukai / menyakiti manusia, tanaman, hewan, atau benda milik manusia. Pencemaran udara akibat transportasi terutama terpusat di sekitar daerah perkotaan dan pada prinsipnya disebabkan oleh lalu lintas di perkotaan. Kendaraan bermotor yang berhenti dan mulai berjalan (di kebanyakan jalan-jalan arteri kota) mempunyaipengaruh yang sangat besar dalam emisi gas-gas hidrokarbon dan karbon monoksida dari kendaraan. Dispersi pencemaran udara tergantung pada beberapa kondisi, seperti meteorologi, topografi, dan aerografi dari daerah perkotaan. Polutan (bahan pencemar) yang dominan adalah CO, SOx, NOx, THC (Total Hydro Carbon), dan TSP (Total Suspended Particulate) atau debu partikulat, dengan kontribusi CO, NOx, dan hidrokarbon berasal dari transportasi, SOx dari kegiatan industri, dan TSP umumnya dari kegiatan permukiman. Pencemaran udara di banyak kota-kota besar pada umumnya berhubungan dengan pembangunan dari kegiatan-kegiatan di sektor transportasi dan industri,
meskipun sektor perdagangan dan permukiman tetap memberikan kontribusi yang cukup besar pula.
II.4.1.2 Gangguan Kebisingan Bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki, atau tenaga getaran yang tidak terkendali. Umumnya ada tiga sumber kebisingan : 1. Kebisingan lalu lintas/transportasi 2. Kebisingan pekerjaan atau industri 3. Kebisingan penduduk/permukiman Semua kebisingan tersebut dapat menghasilkan kerusakan fisik dan psikologis. Kebisingan lalu lintas adalah konstan dan menyebar luas, karena itu menimbulkan masalah-masalah yang lebih serius. Pada umumnya kecepatan kendaraan yang lebih tinggi akan menghasilkan tingkat kebisingan yang lebih tinggi pula, dan permukaan jalan yang makin kasar juga akan menghasilkan kebisingan yang makin tinggi. Bunyi yang paling keras ditimbulkan di daerah persimpangan (intersection area) dengan adanya kendaraan yang berhenti atau mengerem, serta kendaraan yang mulai berjalan.
II.5 Sistem Kegiatan Transportasi Pendekatan secara makro (komprehensif/holistik) mengenai sistem kegiatan transportasi, dapat dilihat pada gambar II.I:
Gambar II.1 Sistem Kegiatan Transportasi Sumber : Sukarto, 2006
II.6 Aksesibilitas Konsep yang mendasari hubungan antara tataguna lahan dan transportasi adalah aksesibilitas. Dalam konteks yang paling luas, aksesibilitas berarti kemidahan melakukan pergerakan di antara dua tempat. Aksesibilitas meningkat dari segi waktu dan uang. Ketika pergerakan menjadi lebih murah. Selain itu, kecendrungan untuk berinteraksi juga akan meningkat ketika biaya pergerakan menurun. Aksesibilitas perorangan biasanya diukur dengan cara menghitung jumlah lokasi kegiatan (disebut juga peluang-opportunity) yang tersedia pasa jarak tertentu dari rumah orang tersebut dan memfaktorkan jumlah tersebut dengan jarak diantaranya. Perhitungan aksesibilitas dapat dilakukan untuk berbagai jenis peluang, seperti belanja atau bekerja. Pembangunan perdesaan pun menjadi kian lambat dan terhambat hanya karena minimnya sarana transportasi yang ada (Hensi Margaretta, Ashry Fendi dan kawan, 2007).
Dengan adanya transportasi dapat membuka jalan komunikasi antar daerah sehingga terjadi aliran barang, jasa, manusia, dan ide-ide sebagai modal bagi suatu daerah untuk maju dan berkembang. Transportasi dapat menjadi fasilitator bagi suatu daerah untuk maju dan berkembang karena transportasi meningkatkan aksesibilitas suatu daerah. Transportasi sering dikaitkan dengan aksesibilitas suatu wilayah. Dalam pembangunan perdesaan keberadaan prasarana dan sarana transportasi tidak dapat diabaikan dalam suatu rangkaian program pembangunan. Terjadinya proses produksi yang efisien, selalu didukung oleh sistem transportasi yang baik, investasi dan teknologi yang memadai sehingga tercipta pasar dan nilai. Aksesibilitas yang baik juga akan mendorong minat swasta dan masyarakat untuk menanamkan modalnya dalam rangka pengembangan wilayah. Dengan demikian akan memajukan kegiatan perekonomian masyarakat, dan dapat mengentaskan atau setidaknya dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah yang memiliki potensi sama atau berbeda . Agar perencanaan aksesibilitas berjalan dengan baik dan dapat dimanfaatkan secara optimal maka dapat dipakai pedoman antara lain : 1. Perencanaan tersebut diintegrasikan dengan mempertimbangkan semua aspek kebutuhan rumah tangga, baik kebutuhan hidup sehari-hari, ekonomi, maupun kebutuhan sosial. 2. Perencanaan tersebut berdasarkan pada sistem pengumpulan data yang cermat 3. Menggunakan rumah tangga sebagai fokus dalam proses perencanaan
4. Mengembangkan seperangkat set informasi yang komprehensif pada semua aspek infrastruktur perdesaan 5. Mengidentifikasi intervensi-intervensi antara perbaikan sistem transportasi lokal (jalan dan pelayanan transportasi lokal) dan untuk lokasi pelayanan yang paling cocok 6. Perencanaan tersebut mudah diaplikasikan 7. Perencanaan tersebut murni menggunakan perencanaan pendekatan sistem bottom-up
II.7 Pengertian Desa dan Kota II.7.1 Pengertian Desa Desa, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Yang
dimaksud
dengan
desa
menurut
Sutardjo
Kartodikusuma
mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri. Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi, sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Atau dalam UU Nomor 32 tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memuliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan menurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan usul-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedang menurut Landis : Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut : •
mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
•
Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
•
Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition
artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari defenisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh. Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern. Sayangnya sederet tujuan tersebut mandek diatas kertas. Karena pada kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek pembangunan, yang keuntungannya direguk oleh actor yang melaksanakan pembangunan di desa tersebut : bisa elite kabupaten, provinsi, bahkan pusat. Di desa, pembangunan fisik menjadi
indicator
keberhasilan
pembangunan.
Karena
itu,
Program
Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan secara teoritis memberi kesempatan pada desa untuk menentukan arah pembangunan dengan menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananya pun lebih untuk pembangunan fisik. Bahkan, di Sumenep (Madura), karena kuatnya peran kepala desa (disana disebut klebun) dalam mengarahkan dana PPK untuk pembangunan fisik semata, istilah PPK sering dipelesetkan menjadi proyek para klebun. Menyimak realitas diatas, memang benar bahwa yang selama ini terjadi sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan pembangunan untuk,
dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah bangsa (nation) bernama Indonesia. Kalaupun derap pembangunan merupakan sebuah program yang diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya jika menerapkan konsep :”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah sering dilontarkan oleh banyak kalangan, tetapi belum dituangkan ke dalam buku yang khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.
II.7.2 Pengertian Kota Seperti halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacammacam seperti pendapat beberapa ahli berikut ini: 1. Wirth Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. 2. Max Weber Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal. 3. Dwigth Sanderson Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih. Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan
komunitas
tertentu
dengan
tingkatan
dalam
struktur
pemerintahan. (riska;2007) Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut Kota, karena memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat individualistik. Marilah sekarang
kita meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang diantaranya mempunyai ciri-ciri : A. Netral Afektif Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan halhal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya. B. Orientasi Diri Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik. C. Universalisme Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme. D. Prestasi Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya. E. Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya.
Kota adalah satuan wilayah yang merupakan simpul jasa distribusi, berperan memberikan pelayanan pemasaran terhadap wilayah pengaruhnya, luasnya ditentukan oleh kepadatan jasa distribusi yang bersangkutan. Pengertian lain menyebutkan kota adalah satuan pemukiman bukan pedesaaan yang berperan didalam satuan-satuan wilayah pengembangan dan atau wilayah nasional sebagai simpul jasa menurut pengamatan tertentu (RUU Tata Ruang Kota). Kota adalah system jaringan kehidupan manusia yang ditandai oleh strata sosial ekonomi yang heterogen serta corak materialisti. Pengertian lain menyebutkan bahwa kota adalah satuan wilayah yang merupakan simpul jasa distribusi, berperan memberikan pelayanan pemasaran terhadap wilayah pengaruhnya,
luasnya
ditentukan
oleh
kepadatan
jasa
distribusi
yang
bersangkutan. Rancangan Tata Ruang Kota Medan menyebutkan kota adalah satuan pemukiman bukan pedesaaan yang berperan didalam satuan-satuan wilayah pengembangan dan atau wilayah nasional sebagai simpul jasa menurut pengamatan tertentu. Kota merupakan suatu kumpulan sistem dengan membentuk suatu kesatuan sistem yang cukup kompleks dan akan terus berkembang seiring dengan waktu. Perkembangan kota tersebut sebagian besar karena adanya peningkatan jumlah penduduk baik alami maupun migrasi beserta aktivitasnya sehari-hari, sehingga membutuhkan adanya wadah atau ruang aktivitas. Dalam hal ini ruang diterjemahkan dalam suatu wujud riil yaitu berupa lahan. Dengan adanya peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk inilah yang menyebabkan adanya
permintaan (demand) akan lahan sehingga dibutuhkan penyediaan lahan yang semakin besar pada pusat kota.
II.7.3 Perbedaan Antara Desa dan Kota Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual. Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan" pula. Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Daerah pedesaan kekuasaankekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat sebagai berikut: Tabel II.3 Karakteristik Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan Masyarakat Pedesaan
Masyarakat Kota
Perilaku homogen
Perilaku heterogen
Perilaku yang dilandasi oleh konsep Perilaku kekeluargaan dan kebersamaan
yang
dilandasi
oleh
konsep
pengandalan diri dan kelembagaan
Perilaku yang berorientasi pada tradisi Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan status Isolasi sosial, sehingga dan fungsi Mobilitas sosial, sehingga statik Kesatuan dan keutuhan kultural
dinamik
Kebauran
dan
diversifikasi
Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
kultural
Kolektivisme
Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular Individualisme
Sumber : Riska dan kawan - kawan, 2007
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan. Ciri ciri tersebut antara lain :
1. jumlah dan kepadatan penduduk 2. lingkungan hidup 3. mata pencaharian 4. corak kehidupan sosial 5. stratifiksi sosial 6. mobilitas sosial 7. pola interaksi sosial 8. solidaritas sosial 9. kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional. II.7.4 hubungan pedesaan - perkotaan. Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
“Interface”, dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpangtindih dengan kawasan perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan,
pasar,
dan
rumah
makan
dan
lain
sebagainya,
yang
mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan. Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan. Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa cara, seperti: (i) Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam; (ii) Invasi kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan; (iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi; (iv) kooperasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.
II.7.4.1 Sistem Kependudukan Kepadatan penduduk (population density) tinggi (metropolitan), sedang (kota), rendah (desa), nol (kawasan hutan). Dari sini muncul kebijakan mengenai kepadatan (density policy) yang dituangkan dalam sistem Tata Ruang, meliputi kawasan budidaya (terdiri atas kawasan terbangun dan budidaya) dan kawasan lindung. Sistem Tata Ruang lebih lanjut dijabarkan dalam Struktur Ruang, meliputi Struktur Wilayah (regional/rural/desa) dan Struktur kota (simpul / pusat/urban). Density policy berpengaruh terhadap sistem kependudukan. Skala: lingkungan, desa, kota kecil, kota, metropolitan, regional. Proses : cepat (pesat), sedang, lambat, stagnan (tetap), tertinggal mengenai tingkat pertumbuhan (rate of growth) atau tingkat pengembangan (level of development), seperti antara lain : •
Kawasan tertinggal
•
Kawasan yang lambat bertumbuh
•
Kawasan dengan pertumbuhan yang cepat
II.7.4.2 Sistem Kegiatan Terdiri atas kegiatan dasar dan kegiatan jasa yang meliputi jasa pendidikan, jasa perkantoran, jasa niaga, dengan tujuan / sasaran : tempat kerja ; fasilitas sosial fasilitas umum. Sebagai contoh : Lingkungan terdiri dari 500 KK (kepala keluarga), 1 unit KK (Scale Neighbourhood Unit) dianggap terdiri atas 5 jiwa (keluarga dengan 3 anak). Pergerakan per KK, terdiri atas : 1 trip/perjalanan ke tempat kerja 1 trip/perjalanan ke fasilitas sosial 1 trip/perjalanan ke fasilitas umum
Berarti ada 3 trip per KK, untuk 500 KK terdapat : berangkat (pagi) 500 x 3 trip = 1500 trip dan untuk pulang (sore) = 1500 trip, jadi total ada 3000 trip/hari Jadi untuk satu lingkungan yang terdiri atas 500 KK, terjadi perjalanan sejumlah 3000 trip/hari.
II.7.4.3 Sistem Pergerakan Dalam skala sistem pergerakan ada tiga kategori sistem pergerakan : •
Nasional : mengikuti Sistranas (Sistem Strategi Nasional) yang merupakan kebijakan (policy) nasional yang dikembangkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), meliputi antara lain Rencana Induk Perhubungan sebagai masterplan perhubungan nasional.
•
Regional: berupa Sistem dan Strategi Transportasi Regional, yang merupakan acuan dari Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan
•
Lokal: berupa Sistem dan Strategi Transportasi Perkotaan (Urban Transportation Policy). Sasaran dari Sistem Pergerakan/Transportasi adalah: cepat (fast), murah
(cheap), aman dan selamat (safe), nyaman (comfortable), lancar, handal (reliable), tepat guna (efektif), berdaya guna (efisien), terpadu (integrated), menyeluruh (holistik), menerus (continue), berkelanjutan dan berkesinambungan (sustainable). Proses dari sistem pergerakan: sangat cepat, cepat, sedang, lambat, terisolir (ini melahirkan angkutan - angkutan perintis).
II.8 Pengertian Peri-Urban Istilah “peri” merupakan kata sifat yang dapat diberi makna pinggiran atau sekitar dari sesuatu objek tertentu. Sementara itu istilah “urban” juga merupakan kata sifat yang berarti sifat kekotaan atau sesuatu yang berkenaan dengan kota. Penggabungan istilah peri dan urban membentuk kata sifat baru yang secara harfiah berarti sifat kekotaan dan sekitar. Oleh karena makna kata sekitar sangat tidak jelas luasannya, maka perlu penjelasan agar penggunaan istilah tersebut tepat penggunaannya. Oleh karena kata sekitar selalu dikaitkan dengan pengaruh kota, maka kata kunci inilah yang kemudian digunakan oleh para peneliti untuk mengenalinya. Kemudian dikemukakan bahwa wilayah peri urban itu sebenarnya merupakan wilayah yang berada diantara wilayah kekotaan dan wilayah kedesaan. (Yunus, 2008) Jalur wilayah yang dekat dengan kota akan didominasi oleh kenampakan kekotaan dan begitu pula sebaliknya, makin dekat dengan desa, akan makin kental kenampakan kedesaannya. Untuk itu, sarana tersebut menggunakan istilah urban fringe dan rural fringe. Seperti dikemikakan sebelumnya, bahwa pemaknaan wilayah peri urban adalah suatu wilayah yang bersifat kekotaan sepenuhnya (the real urban region) dan wilayah yang bersifat kedesaan sepenuhnya (the real rural region). Sementara itu pengertian kekotaan maupun kedesaan itu sendiri adah suatu sifat yang bersifat multi dimensional yang dapat ditinjau dari segi isik, social, ekonomi, dan cultural. Sementara itu batas-batas pengertian kekotaan maupun kedesaan dalam dimensi-dimensi tersebut tidak selalu konsiden dan tidak akan pernah dapat konsiden. Kota sebagai pusat inovasi dianggap sumber dari segala bentuk pengaruh social, ekonomi dan cultural terhadap daerah
pinggirannya. Penjalaran informasi social. Ekonomi dan cultural jelas sangat dipengaruhi oleh keberadaan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi yang berkembang di daerah tersebut. Semakin baik sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi yang ada semakin jauh pengaruh kemampuan jangkau dari sifat kekotaan atas daerah kedesaan. Atau dengan kata lain diungkapkan bahwa semakin baik sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi akan semakin luas wilayah yang terpengaruh oleh kota dalam hal dimensi social, ekonomi, dan culturalal sehingga semakin luas pula wilayah peri urbannya. (Yunus, 2008) Daerah pinggiran kota adalah suatu daerah yang juga dikenal sebagai daerah “urban fringe” atau daerah “peri-urban” atau nama lain yang muncul kemudian merupakan daerah yang memerlukan perhatian yang serius karena begitu pentingnya daerah tersebut terhadap peri kehidupan penduduk baik desa maupun kota di masa yang akan dating. Wilayah peri urban merupakan wilayah yang terletak diantara dua wilayah yang sangat berbeda kondisi lingkungan, yaitu antara wilayah yang memepunyai kenampakan kekotaan di satu sisi dan kenampakan kedesaan di sisi lain. Oleh karena wilayah kota dan desa mempunyai dimensi kehidupan yang sedemikian kompleks yang pada umumnya menunjukkan atribut yang saling berbeda, maka di daerah antara ini kemudian muncul atribut khusus yang merupakan hibrida dari yang lainnya. (Yunus, 2008) Secara konprehensif Yunus juga menyatakan defenisi tersebut dapat diungkapkan bahwa wilayah peri urban atau rural urban fringe merupakan zona peralihan pemanfaatan lahan, peralihan karakteristik social dan peralihan karakteristik demokrafis yang terletak antara :
1. Wilayah kekotaan terbangun yang menyatu dengan permukiman kekotaan utamanya dan merupakan bagian yang tidaj terpisahkan dari pusat kota. 2. Daerah buriloka (hinterland) kedesaannya dicirikhasi oleh nyaris langkanya tempat tinggal penduduk bukan petani, mata pencaharian bukan kedesan dan pemanfaatan lahan bukan kedesaan. Di dalamnya terdapat percampuran orientasi secara ekonomi kedesaan dan kekotaan dan mulai terjadi penetrasi utilitas dan fasilitas kekotaan serta dicirikhasi oleh adanya aplikasi peraturan zoning dan perencanaan yang tidak terkoordinasi dengan baik. Sementara itu perkembangan fisikal kekotaan telah melampaui batas-batas administrasi kota dan di wilayah tersebut sangat berpotensial terjadinya kenaikan kepadatan penduduk yang signifikan dan menciptakan kepadatan penduduk yang tinggi dari rata-rata kepadatan penduduk di daerah kedesaan di sekitarnya, namun masih lebih rendah dari rata-rata kepadatan penduduk di bagian dalam kota. Di pihak lain, wilayah peri urban juga berbatasan langsung dengan daerah pedesaan dan sementara itu, di dalamnya masih banyak penduduk desa yang masih menguntungkan kehidupan dan penghidupannya pada sector pertanian. Pada hal sudah diketahui bahwa wilayah peri urban ini merupakan sasaran perkembangan fisikan baru dari kota. Suatu keniscayaan yang muncul di dalamnya adalah hilangnya lahan pertanian. Konflik antara mempertahankan lahan pertanian untuk kepentingan sector kedesaan di satu sisi dan melepaskan lahan pertanian di sisi lain untuk kepentingan perkembangan fisikal baru sector kekotaan merupakan bentuk konflik pemanfaatan lahan yang paling mencolok. Tidak berlebihan kiranya mengatakan bahwa wilayah peri urban ini seolah-olah
merupakan ajang pertempuran (battle front) antara sector kedesaan dan sector kekotaan, dimana tidak pernah ada kenyataan empiris yang mengemukakan bahwa sector kedesaan memenangkan peperangan ini. (Yunus, 2008)
II.8.1 Sifat Wilayah Peri Urban Berbagai studi telah banyak dilakukan mengenai wilayah peri urban karena wilayah ini bersifat multi dimensional sehingga sangat menarik berbagai disiplin ilmu. Ciri khas wilayah ini sangat istimewa yang tidak dimiliki wilayah lain yaitu dalam hal keterkaitan yang begitu besar dengan aspek kehidupan kota maupun desa yang tercipta secara simultan. Hal ini sangat wajar, karena lokasi wilayah peri urban berada diantara wilayah desa di satu sisi dan wilayah kota di sisi lain sehingga sangat wajar apabila wilayah peri urban mempunyai karakter hibrida antara sifat kekotaan dan sifat kedesaan. Dalam beberapa hal sifat kedesaan terlihat lebih menonjol namun dalam beberapa hal lain sifat kekotaan terlihat lebih menonjol. Perpaduan sifat kedesaan dan kekotaan inilah yang menarik untuk dibahas.(Yunus, 2008)
II.8.2 Dampak Perkembangan Wilayah Peri Urban Dengan adanya perkembangan di daerah peri-urban berdampak pada berubahnya penggunaan lahan sebagai bentuk dari perubahan fisik serta perubahan aktivitas dan kehidupan sosial. Pada awalnya daerah peri-urban ini masih bersifat pedesaan (rural) kemudian berkembang menjadi daerah peralihan dan terus berkembang menjadi peri-urban yang pada akhirnya akan menjadi suatu daerah urban. Pada dasarnya penggunaan lahan pada daerah pinggirian kota/peri-
urban identik dengan penggunaan pertanian, perkebunan, lahan kosong atau permukiman dengan tingkat kepadatan yang cukup rendah. Seiring dengan perkembangan kota ke daerah pinggiran/peri-urban mengakibatkan perubahan fungsi (konversi) lahan pada daerah peri-urban tersebut. Perubahan fungsi lahan ini merupakan suatu transformasi dalam pengalokasian sumber daya lahan dari satu penggunaan/fungsi kepada penggunanaan lainnya dikarenakan adanya faktor internal maupun eksternal. Proses perubahan penggunaan lahan ini sangat erat kaitannya dengan manusia, aktivitas dan lokasi. Hal ini mengakibatkan terjadi suatu alih fungsi atau akan terjadi suatu aktivitas baru di daerah pinggiran kota yang nantinya akan memunculkan pusat-pusat kota yang baru, baik terencana maupun tidak direncanakan. Perkembangan kota dan perubahan penggunaan lahan pada daerah pinggiran/peri-urban merupakan suatu proses yang dinamis. Dimana perubahan tersebut terjadi secara bertahap dan faktor-faktor penyebab perubahan tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk suatu kesatuan sistem. Perubahan penggunaan lahan di daerah peri-urban merupakan perubahan guna lahan dengan nilai rendah, berubah menjadi aktivitas kota dengan nilai lahan yang lebih tinggi. Jadi, perubahan penggunaan lahan kota terjadi karena pergantian kegiatan yang kurang produktif menjadi kegiatan lain yang lebih produktif. Perkembangan suatu perkotaan tidak lepas dari unsur-unsur pendorong di dalamnya. Kota atau perkotaan. Suatu kota tidak terlepas dari kekuatan - kekuatan dinamis yang mempengaruhi penggunaan lahan kotanya, kota tidak bersifat statis karena selalu berubah seiring dengan beberapa faktor yang terdapat di dalamnya
seperti
penambahan
ataupun
pengurangan
bangunan,
penambahan
dan
pengurangan fungsi-fungsi, perubahan penduduk dari sisi demografisnya berupa perubahan dalam hal jumlah penduduk, perubahan struktur penduduk, komposisi penduduk, tuntutan masyarakat, perubahan nilai-nilai kehidupan (sosial, politik, ekonomi, budaya, teknologi dsb) yang berlangsung dari waktu ke waktu yang menyebabkan kota berubah demikian pula dengan penggunaan lahannya. Secara garis besarnya kekuatan-kekuatan dinamis yang tercipta dari timbulnya perubahan tersebut dapat di identifikasikan karena dua hal yaitu kekuatan menuju ke dalam (centrifugal) dan kekuatan menuju keluar (centripetal) dari kota tersebut. Dengan adanya centrifugal tersebut menyebabkan pergerakan penduduk dan fungsi perkotaan dari bagian dalam menuju bagian luar kotanya. Sedangkan dengan adanya kekuatan centripetal ialah kebalikan dari kekuatan centrifugal yaitu kekuatan yang menyebabkan pergerakan penduduk dan fungsi perkotaan dari bagian luar kebagian dalamnya. Kekuatan tersebut terjadi karena adanya faktor penarik dan pendorongnya, faktor penarik akibat adanya kekuatan didaerah tujuan pergerakan (Place of Destination) sedangkan faktor pendorong ialah karena faktor-faktor yang terdapat didaerah asal pergerakan. Keduanya menyebabkan terjadinya perpindahan silang (cross movement) dari kegiatan di dalam suatu kota. Dari adanya kegiatan tersebut timbul suatu pembentukan morfologi suatu kota atau perkotaan dimana timbul akibat beberapa rangkaian tindakan yang mempengaruhi nilai-nilai yang menimbulkan perubahan suatu kota. Perubahan suatu kota berdasar dari pola atau prilaku dari dinamika pergerakan manusia yang kemudian di dalam proses imbal dayanya mengakibatkan terciptanya pola-pola keruangan tertentu di dalam suatu kota (morfologi kota).
Perkembangan dari suatu morfologi suatu kota sangat mempengaruhi suatu pola atau kondisi transportasi di dalamnya dimana bahwa setiap kategori perkembangan selalu bersifat kumulatif dari perkembangan pada masa-masa sebelumnya mewarnai ciri perkembangan pada masa berikutnya. Perkembangan dari tiap-tiap perubahan yang ada di dalam suatu guna lahan yang ada disuatu wilayah tersebut menyebabkan bangkitan kegiatan orang dalam dampak tarikan yang terjadi akibat timbulnya gejala tersebut. Analoginya perjalanan terbentuk karena adanya suatu aktivitas yang di lakukan. Karena manusia melakukan aktivitasnya di tempat yang berbeda dengan tempat mereka tinggal, sehingga pola sebaran yang timbul akibat berbagai macam perubahan morfologi suatu kota atau perkotaan akan sangat mempengaruhi pola perjalanan dari setiap manusianya. Pola penyebarannya sangat berkaitan antara pola hubungan dari distribusi spasial dan distribusi non spasial tata guna lahannya. Konsep dasar bahwa suatu perjalanan di lakukan untuk melakukan kegiatan tertentu dilokasi yang dituju, dan lokasi kegiatan tersebut ditentukan oleh pola tata guna lahan tersebut. Sehingga pola tata guna lahan mempengaruhi pola distribusi barang, jasa dan orangnya. Sistem transportasi di dalam suatu wilayah terbentuk dari berbagai aktivitas sebagai bangkitannya seperti bekerja, sekolah, belanja dsb, yang berlangsung diatas sebidang guna lahan. Di dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan terhadap hal tersebut, hal ini yang disebut sebagai pergerakan dengan menggunakan sistem transportasi. Dari
kegiatan yang di lakukan oleh manusia ini menyebabkan berbagai interaksi. Semua interaksi tersebut membutuhkan perjalanan dengan adanya perjalanan akan menghasilkan pergerakan arus lalulintas, oleh karena itu sasaran dari perencanaan transportasi ialah membuat suatu pergerakan lalu lintas menjadi mudah, seefisien dan seefektif mungkin. Jika melihat dari lingkup yang lebih besar pola pergerakan tidak hanya sekedar antar tata guna lahan sekitar namun interaksinya sampai kepada interaksi yang lebih besar. Jika kita melihat kota-kota besar seperti Jakarta perkembangan kotanya semakin melebar secara horizontal tanpa batas yang jelas. Sesuai dengan pendekatan bahwa percepatan pertumbuhan kenampakan fisik kekotaan, bentuk morfologinya selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu sementara batas administratif kota relatif sama untuk periode waktu yang lama. dalam mendukung pembangunan yang efisien dan perjalanan yang efektif tepat sasaran yang menyentuh setiap titik pergerakan yang ada disetiap pusat-pusat kegiatannya. (LPM ITB 1997).
Gambar II.2 Permasalahan Transportasi
II.9 Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi Angkutan antar kota dalam Propinsi (AKDP)merupakan salah satu bentuk dari angkutan umum yang mempunyai fungsi sebagai sarana pergerakan manusia untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, yang juga merupakan sarana transportasi alternatif antar wilayah, terutama bagi masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Sehingga kebutuhan akan sarana dan prasarana ini sangat diperlukan di wilayah pedesaan, dalam hal ini termasuk Kecamatan Gomo yang letaknya tidak jauh dari Kecamatan Lahusa. Bus AKDP ini diharapkan mampu menyediakan aksesibilitas yang baik bagi penggunanya, dimana hal ini dapat dilihat dari dua faktor yang menentukan tingkat tinggi rendahnya akses dari suatu tempat asal tujuan. Faktor tersebut adalah faktor waktu tempuh dan faktor biaya perjalanan. Dengan semakin kecilnya kedua faktor tersebut bila dibandingkan dengan penggunaan kendaraan pribadi, maka tingkat aksesibilitas dengan menggunakan angkutan AKDP menjadi semakin tinggi, sehingga diharapkan penggunaan moda kendaraan pribadi akan berkurang dan beralih ke moda angkutan AKDP. Penentuan jalur atau rute angkutan AKDP menjadi tanggung jawab Sub Dinas Angkutan, Dinas Perhubungan Darat yang mempunyai tugas mengatur dan merencanakan rute-rute angkutan kota berdasarkan jenis, asal dan tempat tujuan yang berbeda-beda. Pada saat ini pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan belum menggunakan suatu aplikasi yang spesifik untuk perencanaan jaringan trayek. Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan suatu aplikasi khusus perencanaan jaringan trayek, dimana dalam pembuatannya didasarkan pada ilmu transportasi yang ada, parameter-parameter yang terkait
dengan kondisi Kecamatan Gomo, dan juga didasarkan pada analisis kebutuhan sistem untuk memenuhi keinginan pengguna terhadap sistem yang baru dalam rangka memperbaiki sistem yang ada selama ini.
II.9.1 Konsep Pergerakan Dalam sistem tranportasi terdapat konsep dasar pergerakan dalam daerah perkotaan yang merupakan prinsip dasar dan titik tolak kajian di bidang transportasi. Konsep tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Ciri pergerakan tidak spasial (tanpa batas ruang) di dalam kota, misalnya yang menyangkut pertanyaan mengapa orang melakukan perjalanan, kapan orang melakukan perjalanan, dan jenis angkutan apa yang digunakan. Contohnya pergerakan ekonomi seperti mencari nafkah, aktifitas social seperti menjaga hubungan baik, aktifitas pendidikan seperti sekolah, aktifitas rekreasi dan hiburan seperti jalan-jalan, bertamasya dll. 2. Ciri pergerakan (dengan batas ruang) di dalam kota, termasuk pola tata lahan, pola perjalanan orang dan pola perjalanan barang.
II.10 Sistem Tataguna Lahan/Transportasi Transportasi merupakan salah satu sektor kegiatan yang sangat penting, karena berkaitan dengan kebutuhan setiap orang. Transportasi berkaitan dengankebutuhan pekerja untuk mencapai lokasi pekerjaan dan sebaliknya, kebutuhan para pelajar untuk mencapai sekolah, untuk mengunjungi tempat perbelanjaan dan pelayanan lainnya, mencapai tempat hiburan dan bahkan untuk bepergian ke luar kota. Di samping kebutuhan untuk memindahkan orang, maka
transportasi juga melayani kebutuhan untuk memindahkan barang dari satu tmpat ke tempat yang lain. (Sinulingga, 2005). Fasilitas transportasi yang baru atau yang lebih maju akan menyediakan aksesibilitas yang lebih baik. Dengan sendirinya, permintaan untuk membangun lahan
akan
meningkat
karena
adanya
peningkatan
aksesibilitas,
yang
menyebabkan nilai lahan juga akan meningkat. Pada akhirnya, tata guna lahan akan berubah dari semula (biasanya menjadi lebih padat), mencerminkan kondisi permintaan pasar atas lahan tersebut; sehingga siklus berulang kembali. Perencanaan tataguna lahan sesungguhnya dapat dipandang dalam dua konteks. Pertama perencanaan tataguna lahan mencakup seluruh bentuk perencanaan sebagai contoh perencanaan transportasi dapat dianggap sebagai salah satu bentuk perencanaan tataguna lahan karena perencanaan transportasi yang sebenarnya adalah perencanaan terhadap sebagian lahan yang akan digunakan untuk transportasi. Kedua, perencanaan tataguna lahan adalah sebuah disiplin ilmu tersendiri, yang dimiliki seperangkat teori dan praktik.
II.10.1 Teori Land Use Triangle: Continuum Konsepsi wilayah peri urban yang dikemukakan merupakan suatu temuan yang aplikatif untuk kota-kota di Negara berkembang khususnya untuk kota-kota yang mempunyai peralihan gradual dari kenampakan fisikal kekotaan ke kenampakan kedesaan. WPU merupakan wilayah yang ditandai oleh percampuran kenampakan fisikal kekotaan dan kedesaan. Dalam wilayah ini terlihat variasi proporsi percampuran tersebut dengan kisaran < dari 100% kenampakan kedesaan maupun <100% kenampakan kekotaan. Secara kontinum, makin kearah lahan
kekotaan terbangun utama, makin besar proporsi lahan kekotaan dan makin jauh dari lahan terbangun utama makin proporsi lahan kedesaannya. WPU mempunyai rentangan wilayah yang berawal dari daerah dengan 100% lahan kekotaan terbangun utama sampai daerah yang ditandai oleh 100% kenampakan bentuk pemanfaatan lahan kedesaan dan perubahan mata pencaharian. Dengan demikian, karakteristik utama yang digunakan sebagai pegangan adalah adanya percampuran kenampakan fisikal kekotaan di satu sisi dan dengan kenampakan fisikal kedesaan di sisi lain dalam wilayah ini.
II.10.2 Perspektif Mata Pencaharian Perubahan yang mencolok dalam hal mata pencaharian adalah perubahan dari petami menjadi bukan petani. Dalam beberapa hal, transformasi struktur mata pencaharian di WPU merupakan berkah tersendiri namun dalam beberapa hal yang lain akan mengakibatkan dampak negative. Makin banyak golongan petani yang berubah menjadi non petani, mengakibatkan perilaku ekonomi, social, cultural yang berubah pula. Dalam hal besarnya proporsi non-petani yang meningkat di WPU di samping ada perubahan petani menjadi non-petani, namun juga ada pertambahan jumlah penduduk non petani sendiri yang menetap di WPU. Dari perspektif mata pencarian penduduk, golongan penduduk petani mempunyai bermacam pendapat. Secara garis besar ada dua golongan besar mereka, yaitu (1) golongan petani yang tetap mempunyai komitmen tinggi terhadap mata pencahariannya, (2) golongan petani yang moderat dan (3) golongan petani yang memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai petani.
Golongan petani yang mempunyai komitmen tinggi terhadap bidang pekerjaannya ada dua golongan, yaitu mereka yang tetap menjadi petani di WPU dan mereka yang akan pindah kewilayah pedesaan yang lebih jauh lagi dengan mengusahakan lahan pertaniannya. Golongan yang tetap bertahan di WPU mempunyai alasan bahwa mereka hanya mampu menjadi petani dan golongan ini terdapat di WPU yang belum secara intensif mengalami perubahan fisikal, khususnya untuk pemanfaatan lahan.
II.11 Transformasi Wilayah Peri Urban Wilayah peri urban merupakan suatu wilayah yang paling dinamis kondisinya dibandingkan dengan bagian-bagian lain baik dibagian dalam kota maupun di daerah pedesaan. Hal ini sangat wajar karena bagian ini merupakan sasaran pendatang baik penduduk maupun fungsi-fungsi yang barasal dari bagian dalam kota, kota-kota lain maupun dari wilayah pedesaan untuk bertempat tinggal atau berkedudukan. Sebagai akibat kedatangan penduduk dan fungsi yang terus menerus ke daerah ini sudah dapat dipastikan bahwa daerah ini akan mengalami perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan inilah yang diartikan sebagai transformasi wilayah. Pada hakikatnya transformasi spasial yang terjadi khususnya di WPU adalah suatu transformasi sifat-sifat kedesaan menjadi sifat kekotaan dalam berbagai matra. Hal inilah yang menjadi cirri khas WPU dibandingkan dengan wilayah lainnya. Transformasi lingkungan dari satu matra/sebagian matra saja akan tercermin sebagai transformasi spasial dan aktualisasinya akan berwujud
sebagai transformasi spasial dalam hal lingkungan fisikal saja, lingkungan ekonomi saja, lingkungan cultural saja dan lain-lain.
II.11.1 Transformasi Fisikal WPU Transformasi fisikal terkait dengan bentuk-bentuk atau gejala kemanusiaan yang bersifat maujud/tangible. Transformasi fisikal yang terjadi adalah merupakan pencerminan dinamika kehidupan penduduk itu sendiri. Makin mendekati kota maka pengaruh yang ditimbulkannya terhadap kondisi lingkungan juga makin kuat. Demikian juga halnya dengan pengaruh kota yang timbul terhadap kondisi fisikalnya. Namun demikian, variasi keruangan yang terjadi di bagian-bagian tertentu dalam WPU juga cukup besar, karena pengaruh-pengaruh tertentu. Sebagai contuh adalah pengaruh pusat pendidikan yang dibangun agak jauh dari pusat kota. Maka intensitas pembangunan fisikal yang terjadi di sekitarnya, kemungkinan besar akan lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa bagian WPU yang jaraknya ke kota lebih dekat. Terkait dengan konsepsi morfologi kota (urban morphology) ada empat hal pokok yang selalu digunakan sebagai bahan pembahasan, yaitu (1) karakteristik bentuk pemanfaatan lahan (land use characteristics), (2) karakteristik bangunan (building characteristics), (3) karakteristik pemukiman (settlement characteristics), (4) karakterstik sirkulasi (sirculation characteristics) (Yunus, 2008)
II.11.2 Transformasi Bentuk Pemanfaatan Lahan Pada dasarnya, bentuk pemanfaatan lahan adalah artikulasi kegiatan manusia yang ada di atas sebidang lahan. Hal ini yang membedakan antara bentuk
pemanfaatan lahan non-urban dan urban adalah orientasi pemanfaatan lahan yang bersangkutan.
Secara
tepat
dan
terinci
memang
sangat
sulit
untuk
membedakannya, khususnya di WPU karena pada bagian ini terlihat aneka bentuk hibrida antara bentuk pemanfaatan lahan non-urban dan bentuk pemanfaatan lahan urban. Karena pada dasarnya WPU merupakan wilayah yang berada diantara dua kutub pemanfaatan lahan yang berbeda, yaitu wilayah yang seratus persen ditamdai oleh bentuk pmanfaatan lahan urban dan wilayah yang seratus persen ditandai oleh bentuk pemanfaatan lahan non-urban. Kebutuhan akan lahan untuk menampung kebutuhan akan pemukiman dan non pemukiman (fungsi lain) selalu meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan fungsi dan sementara itu open spaces di bagian dalam wilayah perkotaan nyaris habis atau mungkin sudah habis. Atas dasar inilah maka tidak ada pilihan lain kecuali membangun pemukiman dan fungsi-fungsi yang baru dibagian
luar
kawasan
terbangun
yang
masih
merupakan
daerah
persawahan/pertegalan/perkebunan atau bentuk pemanfaatan lahan pertanian lainnya.
II.11.3 Tataguna Lahan dan Transportasi Pergerakan manusia dan barang disebuah kota, disebut arus lalu lintas (traffic flow), merupakan konsekuensi gabungan dari aktivitas lahan (permintaan) dan kemampuan system transportasi dalam mengatasi masalah arus lalu lintas (penawaran) ini. Biasanya terdapat interaksi langsung antara jenis dan intensitas tataguna lahan dengan penawaran fasilitas-fasilitas transportasi yang tersedia. Salah satu tujuan utama perencanaan setiap tataguna lahan dan system transportasi
adalah untuk menjamin adanya keseimbangan yang efisien antara aktivitas tataguna lahan dan kemampuan transportasi. Hubungan antara transportasi dengan pengembangan lahan dapat dijelaskan dalam tiga konteks berikut ini : (1) hubungan fisik dalam skala makro, yang memiliki pengaruh jangka panjang dan umumnya dianggap sebagai bagian dari proses perencanaan; (2) hubungan fisik dalam skala mikro, yang memiliki pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dan umumnya dianggap sebagai masalah desain wilayah perkotaan (seringkali pada skala lokasi-lokasi atau fasilitas-fasilitas tertentu); dan (3) hubungan proses, yang berhubungan dengan aspek hukum, administrasi keuangan, dan aspek-aspek institusional tentang pengaturan lahan dan pengembangan transportasi. Potensi tataguna lahan adalah satu ukutan dari skala aktivitas sosioekonomi yang terjadi pada suatu lahan tertentu. Cirri khas dari tataguna lahan adalah kemampuan atau potensinya untuk membangkitkan lalu lintas. Dengan demikian, sudah sewajarnyalah apabila kita menghubungkan potensi tataguna lahan dari sepetak lahan, yang memiliki aktivitas tertentu, untuk membangkitkan sejumlah tertentu arus lalu lintas per hari. Dalam pengertian yang umum tataguna lahan berarti distribusi ruang atau pola geografis dari kota: daerah pemukiman, kawasan industry, daerah komersial, daerah bisnis eceran, dan lahan yang
disiapkan
untuk
tujuan-tujuan
kepemerintahan,
institusional
dan
rekreasional. Jika manfaat lahan disetiap daerah untuk suatu kota telah diketahui, maka ini memungkinkan kita untuk memperkirakan lalu lintas yang dihasilkan. Bangkitan perjalanan menyediakan hubungan antara tataguna lahan dan perjalanan. Tataguna lahan untuk tujuan membangkitkan perjalanan biasanya
dijelaskan dalam bentuk intensitas tataguna lahan., cirri-ciri tata guna lahan, dan lokasi di dalam lingkungan perkotaan.
II.11.4 Model Pembangunan Tataguna Lahan Perencanaan tataguna lahan untuk sebuah kota adalah pekerjaan yang rumit. Pada kebanyakan Negara demokrasi, lahan adalah salah satu dari antara beberapa alternative terutama dalam pasar swasta dengan aturan public yang sedang-sedang saja. Hasilnya adalah kota yang berkembang lebih berdasarkan keputusan keputusan lokasional yang dibuat oleh sebagian besar pengembang dan pembeli swasta. Masing-masing berupaya untuk mengedepankan kepentingannya sendiri. Model-model tataguna lahan memiliki dua tujuan utama: (1) memperkirakan aktivitas total disuatu wilayah perkotaan, dan (2) mengalokasikan aktivitas tersebut kedalam perangkat yang telah ditentukan sebelumnya.
II.11.5 Transformasi Karakteristik Bangunan Bangunan yang dimaksud dalam hal ini tidak hanya meliputi bangunan untuk pemukiman atau tempat tinggal semata, namun juga meliputi bangunan yang dimanfaatkan untuk mengakomodasikan kegiatan manusia. Upaya untuk memahami karakteristik bangunan, seseorang dapat bertitik tolak dari berbagai tinjauan, antara lain luas bangunan, tinggi bangunan, kondisi material bangunan, tampilan arsitektural bangunan, proses pembangunan, tata letak dll. Oleh karena transformasi bangunan dalam WPU selalu berkaitan dengan sifat kekotaan dan sifat kedesaan, maka karakteristik yang telah disebutkan diatas adalah
karakteristik pemanfaatan bangunan. Sementara itu, karakteristik lainnya tidak mampu mengindikasikan sifat kedesaan atau kekotaan. Pola penyebaran penggunaan tanah banyak di pengaruhi oleh faktor – faktor pembentuk wilayah. Salim (Koestoer, 1996) menyebutkan bahwa dalam mengungkapkan pola pembangunan kota berlanjut ada lima faktor yang berperan, yaitu penduduk, pertumbuhan industri, jasa, pendapatan, dan simpul-simpul aksesibilitas terhadap aktivitas ekonomi kota. Pada dasarnya kelima faktor tersebut merupakan komponen sosial – ekonomi. Perkembangan kota berkaitan erat dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan penduduk. Sementara itu, kegiatan ekonomi
tersebut diduga
merupakan daya tarik masuknya sejumlah penduduk sehingga pertumbuhan penduduk kota relatif tinggi. Dan peningkatan jumlah penduduk pada akhirnya memerlukan lahan yang luas untuk areal pemukiman dan aktivitas kehidupan masyarakat, dan memicu semakin besarnya kebutuhan akan sarana transportasi yang baik.