9
BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakikat Program Paket B Program paket B adalah program pendidikan dasar pada jalur pendidikan nonformal yang dapat didikuti oleh peserta didik yang ingin menyelesaikan pendidikan setara SMP/MTs. Penyelenggaran program paket B merupakan upaya untuk melayani masyarakat yang memerluan pelayanan pendidikan terutama untuk menyelesaikan pendidikan ditingkat SMP, namum pelaksanaanya diluar sistim persekolahan. Dilaksanakan diluar persekolahan karena pembelajaran diluar pendidikan non formal tidak seketat belajar di sekolah formal dimana warga belajarnya terutama adalah warga belajar yang tidak tertampung di sekolahan karena mereka yang belajar samibil bekerja, bahkan sebagian warga belajarnya yang tidak sekolah karena drop out SMP maupun SD tapi tidak melanjutkan karena tidak mampu dari segi biaya. Program paket B yang setara SMP adalah program pendidikan pada jalur non formal yang ditunjukan bagi masyarakat yang karena keterbatasan ekonomi, waktu, kesempatan, dan georafi tidak dapat mengikuti pendidikan di SMP atau sederajat luluisan program paket B setara SMP mendapat ijasah SMP. Program paket B setara SMP adalah sutu program pendidikan luar sekolah yang dikembangkan; 1) untuk memberi kesempatan pendidikan bagi warga masyarakat yang ingin meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan 9
10
penampilanya yang memiliki pendidikan setara dengan sekolah menengan pertama melalui paket B, 2) untuk memberikan kesempatan pendidikan bagi warga masyarakat yang tergolong kurang mampu agar memiliki pengetahuan, kemampuan, sikap dan keterampilan sebagai bekal untuk meningkatkan taraf hidupnya, antara lain melalui kerja usaha, magang, serta keterampilan-keterampialan khusus bagi kaum perempuan (Depdiknas, 2000:8) Dengan adanya program paket B setara SMP adalah satu program pendidikan luar sekolah. Maka masyarakat yang telah menyelesaikan paket A setara SD Dan mereka yang putus SLTP khususnya SMP dapat melanjutkan ke paket B setara SMP. Pelaksanaan program paket B setara SLTP harus dilakukan dengan baik dan terencana. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan program pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal adalah kualitas warga belajarnya, karena warga belajar adalah faktor yang sangat menetukan keberhasilan dari satu program pembelajaran. Proses pembelajaran di PKBM khususnya dalam program paket B sangat erat kaitanya dengan tempat belajar dan penciptaaan iklim lingkungan yang kondusif untuk kelancaran proses pembelajaran. Kegiatan ini juga perlu mendapatkan dukungan dari beberapa faktor antara lain: tutor atau fasilitator, pengelola PKBM, tokoh masyarakat, pemerintah sarana dan prasarana pendukung dan lingkungan sosialnya.
11
Paket B memiliki kurikulum yang wajib diikuti oleh warga belajar. Menurut Depdiknas (2008:1) bahwa Kurikulum paket B terdiri mata pelajaran berorientasi: a) akademik yang menekankan penguasaan pengetahuan (60%), b) kecakapan hidup yang menekankan pada keterampilan dan kepribadian fungsional (40%). Kurikulum tersebut disusun untuk pembelajaran tutorial, mandiri, ataupun moduler. Untuk penetapan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran dan beban belajar selama satu tahun dapat disesuaikan dengan potensi daerah, kondisi peserta didik, dan budaya daerah. Dalam aplikasinya kurikulum program paket B diarahkan untuk membentuk kecakapan personal (kepribadian) yaitu keimanan dan akhlak mulia, Kecakapan sosial (berinteraksi) yaitu bekerjasama dan tanggung jawab bersama, kecakapan intelektual (pengetahuan dan keterampilan) yaitu berpengetahuan, bersikap dan bertindak ilmiah, serta Kecakapan vokasional (kejuruan dan keterampilan fungsional) yaitu kejuruan seperti tenaga teknisi, tenaga IT,dan Fungsional seperti tenaga terampil umum, wira usaha 2.2 Hakikat Pendekatan Pembelajaran Partisipatif 2.2.1 Pengertian Pendekatan Pembelajaran Partisipatif Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental atau perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha yang bersangkutan. Menurut Knowles (2007:42) dalam Sihombing (2006 :23) partisipasi berarti keterlibatan dalam hal: a. Proses pengambilan keputusan
12
b.
Menentukan tujuan
c. Keuntungan dan konsekuensi d. Evaluasi Partisipasi menyangkut keterlibatan diri atau ego dan tidak semata-mata keterlibatan fisik dalam pekerjaan atau tugas saja, tapi mempunyai unsur tanggung jawab dan sumbangan kepada kelompok. Kegiatan partisipatif muncul sebagai akibat penggunaan strategi pembelajaran partisipatif. Kegiatan pembelajaran partisipatif dapat diartikan sebagai upaya pendidik untuk mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian kegiatan pembelajaran partisipatif mengandung arti ikut sertanya peserta didik di dalam program pembelajaran partisipatif. Keikutsertaan peserta didik itu diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran yaitu : perencanaan, pelaksanaan program, penilaian kegiatan pembelajaran. Menurut Sudjana (2000:51) menyatakan bahwa proses pembelajaran partisipatif adalah interaksi antara masukan sarana, terutama pendidik dengan masukan mentah yaitu peserta didik. Pihak pendidik (pembimbing, pengajar, atau pembelajar, pelatih atau pamong belajar) berperan untuk membantu peserta didik melakukan belajar yang berdaya guna dan berhasil guna. Pihak peserta didik (warga belajar atau peserta didik) yang melakukan kegiatan belajar. Tekanan dalam proses pendidikan adalah pada peserta
13
didik yang melibatkan diri dalam kegiatan belajar, dan tidak mengutamakan pada kegiatan mengajar yang secara penuh didominasi oleh pendidik. Dalam pembelajaran, peserta didik tidak melakukan kegiatan belajar seorang diri melainkan bersama orang lain dengan berpikir dan bertindak di dalam dan di dunia kehidupannya. Proses pendidikan dijabarkan dalam proses pembelajaran yaitu kegiatan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran partisipatif merupakan proses kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga subyek didiknya betul-betul berperan aktif kegiatan belajar mengajar Sihombing (2006:24) 2.2.2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Partisipatif Sudjana (2000:172-175) mengemukakan beberapa prinsip pembelajaran partisipatif sebagai berikut : a) Berdasarkan kebutuhan belajar Kegiatan belajar partisipatif didasarkan atas kebutuhan belajar. Kebutuhan belajar adalah setiap keinginan atau kehendak yang dirasakan dan dinyatakan oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap tertentu melalui kegiatan belajar. Sumber informasi tentang kebutuhan belajar ini didasarkan atas asumsi bahwa warga belajar akan belajar secara efektif apabila semua komponen program belajar dapat membantu warga belajar untuk memenuhi kebutuhannya. Upaya untuk memenuhi kebutuhan belajar inilah yang menjadi pancang tolak penyusunan dan pengembangan program kegiatan belajar partisipatif.
14
b) Berpusat pada peserta didik. Kegiatan belajar yang dilakukan didasarkan atas dan disesuaikan dengan latar belakang kehidupan peserta didik. Latar belakang ini meliputi latar belakang pendidikan, tugas, dan pekerjaan, pergaulan, agama, status sosial ekonomi dan lain sebagainya. Peserta didik memegang peranan utama dalam menyusun proses kegiatan, sehingga mereka dapat merasakan bahwa kegiatan belajar itu menjadi milik mereka sendiri dan mereka bertanggung jawab untuk melakukan proses yang telah ditetapkan oleh mereka. c) Berpusat pada tujuan kegiatan pembelajaran Kegiatan pembelajaran partisipatif direncanakan, dilaksanakan, dan diarahkan untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan belajar disusun dan dirumuskan berdasarkan kebutuhan belajar dengan mempertimbangkan latar belakang pengalaman peserta didik, potensi yang dimilikinya, sumber-sumber yang tersedia pada lingkungan kehidupan mereka serta kehidupan mereka serta kemungkinan hambatan dalam kegiatan belajar. d) Berangkat berdasarkan pengalaman belajar Kegiatan belajar partisipatif disusun dan dilaksanakan dengan berangkat dari hal-hal yang telah dipelajari serta pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta didik. Proses kegiatan belajar dilakukan secara bersama di dalam situasi pengalaman nyata baik pengalaman dalam tugas yang dilakukan sehari-hari maupun pengalaman yang diangkat dari tugas ataupun pekerjaan mereka. Untuk itu pendekatan yang digunakan
15
dalam proses kegiatan belajar belajar mengutamakan pendekatan pemecahan masalah. Prinsip belajar memberi arah bahwa kegiatan belajar partisipatif disusun dan dilaksanakan berawal dari pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta didik. Jadi proses kegiatan belajar partisipatif dilakukan dengan berawal dari pengetahuan, nilai, keterampilan yang telah dimiliki oleh peserta didik dan lebih menitikberatkan pada pendekatan pemecahan masalah. 2.2.3 Ciri-Ciri Pembelajaran Partisipatif Proses pembelajaran partisipatif di tandai dengan interaksi antara pendidik dan peserta didik Sudjana, (2009:1) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran partisipatif adalah sebagai berikut : 1) Pendidik menempatkan diri pada kedudukan yang tidak serba mengetahui terhadap semua bahan belajar. Ia memandang peserta didik sebagai sumber yang mempunyai nilai bermanfaat dalam kegiatan pembelajaran, 2) Pendidik memainkan peran untuk membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran itu didasarkan atas kebutuhan belajar yang dirasakan perlu, penting, dan mendesak oleh peserta didik, 3) Pendidik melakukan motivasi terhadap peserta didik supaya berpartisipasi dalam menyusun tujuan belajar, bahan ajar, dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam kegiatan pembelajaran, 4) pendidik sekaligus menempatkan dirinya sebagai peserta didik selama kegiatan pembelajaran. Ia memberikan dorongan dan bimbingan terhadap peserta didik untuk selalu memikirkan, mempelajari, melakukan, dan menilai kegiatan pembelajarannya, 5) Pendidik bersama peserta didik melakukan kegiatan saling belajar dengan cara bertukar pikiran mengenai isi, proses, dan hasil kegiatan pembelajaran, serta tentang cara-cara dan langkah-langkah pengembangan pengalaman belajar untuk masa berikutnya. Pendidik memberikan pokok-pokok informasi dan mendorong peserta didik untuk mengemukakan dan mengembangkan pendapat serta gagasannya secara kreatif, 6) pendidik berperan untuk membantu peserta didik dalam menciptakan situasi yang kondusif untuk belajar, mengembangkan semangat belajar bersama, dan saling tukar pikiran dan pengalaman secara terbuka sehingga para peserta didik melibatkan diri
16
secara aktif dan bertanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran, 7) pendidik mengembangkan kegiatan pembelajaran berkelompok, memperhatikan minat perorangan, dan membantu peserta didik untuk mengoptimalkan respon terhadap stimulus yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran, 8) pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat berprestasi yaitu senantiasa berkeinginan untuk paling berhasil, semangat berkompetisi, tidak melarikan diri dari tantangan, dan berorientasi pada kehidupan yang lebih baik dimasa datang, 9) pendidik mendorong dan membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah yang diangkat dari kehidupan peserta didik sehingga mereka mampu berpikir dan bertindak terhadap dan di dalam dunia kehidupannya. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa pembelajaran partisipatif memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Keberadaan pendekatan pembelajaran partisipatif ini sangat diharapkan dalam membantu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kepada warga belajar. 2.2.4
Metode Dalam Pembelajaran Partisipatif Penerapan pembelajaran partisipatif mensyaratkan tersedianya berbagai
metode dan teknik pembelajaran yang cocok untuk itu. Menurut Sudjana (2005:2) metode adalah kegiatan atau cara umum penggolongan peserta didik, sedangkan teknik pembelajaran adalah langkah atau cara khusus yang digunakan pendidik dalam masing-masing metode pembelajaran. Metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran partisipatif dibagi dalam tiga kategori, yaitu metode pembelajaran kelompok, metode pembelajaran individual dan metode pembangunan masyrakat. (Knowles,1977:133) dalam Sudjana (2005:14). Format pembelajaran perorangan mencakup teknik magang dan intership, studi korespondensi, bimbingan belajar, tutorial, pengajaran berprogram (modul), dan supervisi. Format belajar kelompok
17
meliputi teknik : proyek laksana, studi klinis dan loka karya, kelompok belajar dan perkumpulan, konfrensi dan konvensi, kursus, demonstrasi, pameran, pekan raya, dan festival. Format pembelajaran pembangunan masyarakat terdiri antara lain atas bantuan kepada masyarakat untuk mengenal masalah yang dihadapi dan usaha pemecahannya, pemberian layanan konsultasi, dan nara sumber (pendidik) bagi masyarakat, pembinaan masyarakat sebagai laboratorium belajar dan pendidikan perluasan. Berdasarkan daya dukungnya terhadap kegiatan belajar partisipatif maka metode yang dipilih adalah metode pembelajaran kelompok. Metode pembelajaran kelompok ini dipandang lebih cocok untuk digunakan dalam kegiatan belajar membelajarkan partisipatif. Metode pembelajaran kelompok dapat didefinisikan sebagai cara dan pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk dan dalam kelompok. Untuk dan dalam kelompok mengandung arti bahwa metode pembelajaran itu dipilih dan ditetapkan untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar secara bersama yang terikat pada aturan-aturan kelompok. 2.3 Hakikat Pembelajaran Orang Dewasa 2.3.1 Pengertian Pembelajaran Orang Dewasa Pembelajaran orang dewasa sering dikenal dengan istilah andragogi. Secara etimologis, andragogi berasal dari bahasa Latin “andros” yang berarti orang dewasa dan “agogos“ yang berarti memimpin atau melayani. Knowles (Sudjana, 2005: 62) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu peserta didik
18
(orang dewasa) untuk belajar. Berbeda dengan pedagogi karena istilah ini dapat diartikan sebagai seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak.. Malik (2012:1) mengemukakan bahwa orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dilihat dari segi sosial dan psikologis. Secara biologis,
seseorang
disebut
dewasa
apabila
ia
telah
mampu
melakukan
reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut dewasa apabila ia telah melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil. Sudjana (2005:63) mengemukakan bahwa pembelajaran orang dewasa adalah suatu model proses pembelajaran peserta didik yang terdiri atas orang dewasa. pembelajaran orang dewasa disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam pembelajaran. Proses pembelajaran dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran melibatkan peserta didik. Keterlibatan diri (ego peserta didik) adalah kunci keberhasilan dalam pembelajaran orang dewasa. untuk itu pendidik hendaknya mampu membantu peserta didik untuk: (a) mendefinisikan kebutuhan belajarnya, (b) merumuskan tujuan belajar, (c) ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan penyusunan pengalaman belajar, dan (d) berpartisipasi dalam mengevaluasi proses dan hasil kegiatan belajar. Dengan demikian setiap pendidik harus melibatkan peserta didik seoptimal mungkin dalam kegiatan pembelajaran.
19
Prosedur yang perlu ditempuh oleh pendidik dalam proses pembelajaran orang dewasa sebagaimana dikemukakan Knowles (dalam Sudjana (2005:64) adalah sebagai berikut: (a) menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar melalui kerjasama dalam merencanakan program pembelajaran, (b) menemukan kebutuhan belajar, (c) merumuskan tujuan dan materi yang cocok untuk memenuhi kebutuhan belajar, (d) merancang pola belajar dalam sejumlah pengalaman belajar untuk peserta didik, (e) melaksanakan kegiatan belajar dengan menggunakan metode, teknik dan sarana belajar yang tepat dan (f) menilai kegiatan belajar serta mendiagnosis kembali kebutuhan belajar untuk kegiatan pembelejaran selanjutnya. Inti teori andragogi adalah teknologi keterlibatan diri (ego) peserta didik. Artinya kunci keberhasilan daam proses pembelajaran peserta didik terletak pada keterlibatan diri mereka dalam proses pembelajaran. Darkenwald dan Meriam (Sudjana, 2005: 62) memandang bahwa seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah melewati masa pendidikan dasar dan telah memasuki usia kerja, yaitu sejak umur 16 tahun. Dengan demikian orang dewasa diartikan sebagai orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan. Namun kedewasaan seseorang akan bergantung pula pada konteks sosio-kulturalnya.Kedewasaan itupun merupakan suatu gejala yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan untuk menjadi dewasa. Istilah “andogogi” berasal dari “andr” dan “agogos”berarti memimpin, mengamong, atau membimbing.
20
Pembelajaran adalah suatu perubahan yang dapat memberikan hasil jika (orang-orang) berinteraksi dengan informasi (materi, kegiatan, pengalaman) Botkins (dalam Utami, 2009:11) menganjurkan perlunya kegiatan yang berdasarkan atas upaya menghubungkan yang baru dengan yang telah dikenal dengan merefleksikan. Luasnya rentangan teori dan definisi “pembelajaran” yang ada hanya dapat menibulkan pandangan yang sama yaitu ada unsure hal yang baru menurut APP(dalam Utami, 2009:10) perolehan informasi merupakan tempat pembelajaran yang paling rendah tingkatnya meskipun kegiatan pembelajaran merupakan sesuatu yang rumit. Melibatkan pikiran dan perasaan sehingga sulit didefinisakan, namun istilah tersebut memperoleh batasan yang terbiasa, kita biasanya “mengetahui bila kita melihatnya” kita cenderung menerima fungsinya yang kritis dalam kehidupan. Sebenarnya hampir seluruh perilaku manusian dapat dikatakan hasil belajar dalam uraian ini disoroti beberapa hasil observasi yang diterima namun mengenai pembelajaran untuk memehami warga belajar. Smith (2007:35) mengemukakan 6 hal pembelajaran bagi orang dewasa: a. Belajar berlangsung sepanjang hayat. Belajar bukanlah suatu tugas, tetapi suatu cara untuk mengetahui perkembangan dunia. Belajar dapat dikehendaki, namun dapat juga tanpa dikehendaki kita belajar melalui sosis, sejak dari pengasuhan keluarga, teman sebaya, pekerjaan, permainan, wajib militer dan media masa. b. Belajar merupakan suatu proses yang bersifat pribadi dan alamiah tak seorang pun yang dapat melakukan belajar untuk kita. Belajar terjadi pada diri kita belajar
21
merupakan proses merupakan proses yang dilakukan setiap langkah sepanjang perjalanan hidup kita demikian dikemukakan Ferguson (1980:288) belajar nampaknya ditingkatkan oleh pengadopsian sikap mental “pro aktif” dan penerimaan tanggung jawab personal untuk belajar. c. Belajar mencakup perubahan suatu yang di tambahkan atau di kurangi tidak belaja kadang-kadang di peroleh terutama dalam masa kedewasaan perubahan mungkin kecil sekali seperti menulis suatu kata pada selembar kertas atau perubahan dalam seperti pendalaman resentasi dalam nilai suapersepsi atau dengan apa yang disebut oleh Majiorow (1978) transpormasi persepsi, atau yang disebut: tamasya budaya oleh taylor (1980:193) ketakutan, kehawatiran, dan resintensi (perlawanan) kadang-kadang menyertai dan mencegah perubahan. d. Belajar dibatasi oleh tingkat perkembangan manusia belajar dipengaruhi dan mempengaruhi oleh perubahan biologis dan fisik dalam kepribadian nilai peranan dan tugas yang biasanya terjadi sepanjang rentang kehidupan normal belajar dapat memberikan makna kepada tahap-tahap perkembangan manusia dengan periode yang berubah-ubah antara kestabilan dan transisi diyakini bahwa belajar membantu belangsungnya gerakan cepat dari suatu tahap ketahap berikutnya. e. Berkaitan dengan pengalaman dengan mengalami belajar adalah mengalami, yaitu berinteraksi dengan lingkungan belajar adalah pengalaman belajar pendidik menganjurkan menganjurkan
dilakukanya dilakukanya
belajar belajar
berpengalaman berpengalaman
belajar.
kita
belajar
Pendidik melalui
22
pengalaman dan kadang-kadang kita belajar dari pengalaman orang dewasa mempunyai pengalaman yang lebih besar dan luas dibandingkan dengan anakanak orang dewasa biasanya melalui pengalaman yang berbeda urutanya seperti: melahirkan anak-anak terlibat dalam pertempuran memperoleh dan kehilangan pekerjaan. Usia dewasa merupakan suatu masa bagi seseorang untuk memantapkan kemampuan dan keterampilan dasar yang telah diperolah dimasa kanak-kanak pada usia dewasa kemampuan dan keterampilan dasar yang telah diperoleh selain dimantapkan juga dikembangkan sehingga semakin banyak pengetahuan dan keterampilan baru yang di peroleh. Pada hakikatnya semua orang dewasa cenderung memperlihatkan demikian gaya belajarnya dengan melakukan kegiatan belajar membedakan dengan rekan sesama. 2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran Orang Dewasa Secara
garis
besar faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi proses
pembelajaran orang dewasa dapat dikelompokan atas faktor internal dan faktor external. Faktor internal ialah segala faktor yang bersumber dari dalam diri warga belajar seperti faktor lingkungan belajar yang mencakup lingkungan alam fisik dan social serta faktor system penyajian yang memcakup kurikulum bahan belajar dan metode penyajian.
23
Prinsip-prinsip ini diterapkan oleh Knowles dalam sujana (2000;20) pada proses pembelajaran yang menurutnya mempunyai tujuh tahap yaitu : a) menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar, b) mengadakan struktur untuk saling merencanakan, c) mendiagnosis kebutuhan belajar, d) merumuskan arah belajar, e) merancang pola pengalaman belajar, f) mengelola pelaksanaan pengalaman belajar dan g) mengevaluasi hasil dan mendiaknosis kembali kebutuhan belajar. Heru (2010:2) mengemukakan beberapa faktor internal yang mempengaruhi proses belajar yaitu 1)
Minat Seorang yang tidak berminat mempelajari sesuatu tidak akan berhasil dengan
baik, tetapi kalau seseorang memiliki minat terhadap objek masalah maka dapat diharakan hasilnya baik. Masalahnya adalah bagaimana seorang pendidik selektif dalam menentukan atau memilih masalah atau materi pelajaran yang menarik warga belajar. Berikutnya mengemas materi yang dipilih dengan metode yang menarik. Karena itu pendidik/ pengajar perlu mengenali karakteristik warga belajar, misalnya latar belakang sosial ekonomi, keyakinan, kemampuan, dan lain-lain. 2) Kecerdasan Kecerdasan memegang peranan penting dalam menentukan berhasil tidaknya warga belajar. Orang pada umumnya lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas. Berbagai penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara tingkat kecerdasan dan hasil belajar (Sumadi, 2009: 11).
24
3) Bakat Bakat merupakan kemampuan bawaan sebagai potensi yang perlu dilatih dan dikembangkan agar dapat terwujud (Utami, 1992: 17). Bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Selain kecerdasan bakat merupakan faktor yang menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar (Sumadi, 2009: 12). Belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya akan memperbesar kemungkinan seseorang untuk berhasil. 4) Motivasi Motivasi merupakan dorongan yang ada pada diri warga belajar untuk melakukan sesuatu tindakan. Besar kecilnya motivasi banyak dipengaruhi oleh kebutuhan individu yang ingin dipenuhi (Suharsimi, 1993: 88). Ada dua macam motivasi yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan dari dalam diri orang yang bersangkutan. Sedangkan, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul oleh rangsangan dari luar atau motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, misalnya angka, ijazah, tingkatan, hadiah, persaingan, pertentangan, sindiran, cemoohan dan hukuman. Motivasi ini tetap diperlukan di sekolah karena tidak semua pelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan warga belajar. Dengan memiliki kemampuan pada suatu mata pelajaran, baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mampu dikembangkan, warga belajar diharapkan dapat mengalih gunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam
25
mengahadapi masalah-masalah dalam berbagai bidang pelajaran. Kemampuan bernalar, kemampuan memilih strategi yang cocok dengan permasalahannya, maupun kemampuan menerima dan mengemukakan suatu informasi secara tetap dan cermat merupakan kemampuan umum yang dapat digunakan dalam berbagai bidang. Di samping itu terdapat sejumlah faktor eksternal yang ikut mempengaruhi belajar warga belajar. Heru (2010:1) mengidentifikasi beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi proses pembelajaran warga belajar. 1)
Faktor yang berasal dari orang tua Faktor yang berasal dari orang tua ini utamanya adalah sebagi cara mendidik
orang tua terhadap warga belajarnya. Dlam hal ini dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua mendidik secara demokratis, pseudo demokratis, otoriter, atau cara laisses faire. Cara atau tipe mendidik yang dimikian masing-masing mempunyai kebaikannya dan ada pula kekurangannya. Menurut hemat peneliti, tipe mendidik sesuai dengan kepemimpinan Pancasila lebih baik dibandingkan tipe-tipe diatas. Karena orang tua dalam mencampuri belajar warga belajar, tidak akan masuk terlalu dalam. Prinsip kepemimpinan Pancasila sangat manusiawi, karena orang tua akan bertindak ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Dalam kepemimpinan Pancasila ini berarti orang tua melakukan kebiasaan-kebiasaan yang positif kepada warga belajar untuk dapat diteladani. Orang tua juga selalu memperhatikan warga belajar selama belajar baik langsung maupun tidak langsung,
26
dan memberikan arahan-arahan mwarga belajarala akan melakukan tindakan yang kurang tertib dalam belajar. Dalam kaitan dengan hal ini, Tim Penyusun Buku Sekolah Pendidikan Tutor Jawa Timur (2009: 8) menyebutkan, “Di dalam pergaulan di lingkungan keluarga hendaknya berubah menjadi situasi pendidikan, yaitu bila orang tua memperhatikan warga belajar, misalnya warga belajar ditegur dan diberi pujian….” Pendek kata, motivasi, perhatian, dan kepedulian orang tua akan memberikan semangat untuk belajar bagi warga belajar. 2)
Faktor yang berasal dari sekolah Faktor yang berasal dari sekolah, dapat berasal dari tutor, mata pelajaran yang
ditempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor tutor banyak menjadi penyebab kegagalan belajar warga belajar, yaitu yang menyangkut kepribadian tutor, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan warga belajar memusatkan perhatianya kepada yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan kemauan belajar warga belajar tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu menjadi tugas tutor untuk membimbing warga belajar dalam belajar. 3)
Faktor yang berasal dari masyarakat Warga belajar tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Faktor masyarakat
bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan warga belajar. Pengaruh
27
masyarakat bahkan sulit dikendalikan. Mendukung atau tidak mendukung perkembangan warga belajar, masyarakat juga ikut mempengaruhi. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa proses pembelajaran orang dewasa dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor yang bersifat internal dan faktor yang bersifat eksternal. 2.3.3 Tipe-Tipe Belajar Orang Dewasa Danial (2010:1) mengemukakan beberapa macam tipe belajar orang dewasa dikaitkan jenis pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari secara berturut-turut yaitu: a) belajar informasi yaitu belajar dari berbagai informasi dan selanjutnya mengolah informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan b) belajar konsep, belajar konsep
yaitu
belajar
menganalisis
dan
mengkaji
konsep
selanjutnya
mengaktualisasikan konsep tersebut dalam konteks kehidupannya c) belajar keterampilan yaitu mempelajari berbagai keterampilan yang diperlukan, d) belajar sikap, dan e) belajar pemecahan masalah. Menurut Gagne (dalam Malik, 2012:1) pendidikan
orang
dewasa
terutama
yang
bahwa yang terpenting bagi berkaitan
dengan
kondisi
belajar. Menurutnya ada delapan hierarki tipe belajar seperti diuraikan sebagai berikut: a. Belajar Berisyarat; belajar berisyarat dapat pada tingkatan mana saja dari hierarki sebagai suatu bentuk: Classical Conditioning. Tipe belajar ini dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa dalam bentuk sikap dan prasangka.
28
b. Belajar Stimulus Respon; belajar stimulus respon adalah sama dengan Operant Conditioning, yang responnya berbentuk ganjaran. Dua tipe berikutnya adalah rangkaian motorik dan verbal, berbeda pada tingkatan yang sama dalam hierarki. c. Rangkaian motorik tidak lain dari belajar keterampilan, d. Rangkaian verbal adalah belajar dengan cara menghafal (rote learning). e. Diskriminasi Berganda; dalam belajar diskriminasi ganda, memasuki kawasan keterampilan intelektual berupa kemampuan membedakan antara beberapa jenis gejala yang serupa. Dengan tipe belajar ini, peserta belajar diharapkan memiliki kemampuan untuk menetapkan mana di antara tipe tersebut yang tepat untuk sesuatu situasi khusus. f. Belajar Konsep; adalah kemampuan berpikir abstrak yang mulai dipelajari pada masa remaja (adolesence). Belajar konsep merupakan salah satu unsur yang membedakan antara pendidikan orang dewasa dibandingkan dengan pendidikan anak-anak dilihat dari tingkatan pemikiran tentang konsep. g. Belajar Aturan; merupakan kemampuan merespon terhadap keseluruhan isyarat, merupakan tipe belajar yang penting dalam pendidikan orang dewasa. Belajar pemecahan masalah merupakan tingkat tertinggi dalam tipe belajar menurut hierarki Gagne. h. Pemecahan Masalah; tipe pemecahan masalah bertujuan untuk menemukan jawaban terhadap situasi problematik.
29
Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa tipe belajar memiliki jenis yang berbeda sesuai dengan karakteristik yang dimiliki setiap orang. 2.3.4 Metode dan Teknik Pembelajaran Orang Dewasa Metode dan teknik pembelajaran memegang peranan penting dalam penyusunan strategi dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Metode dapat diartikan cara yang berkaitan dengan pengoranisasian kegiatan belajar bagi warga belajar seperti kegiatan belajar, individual, kegiatan belajar kelompok atau kegiatan belajar masal teknik dapat diartikan sebagai prosedur atau langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan pengorganisasian warga belajar sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah diterapkan dalam rencana. Pembelajaran adalah upaya yang direncanakan dan dilaksanakan dengan sengaja untuk memungkinkan terjadinya kegiatan belajar pada diri warga belajar. Teknik pembelajaran dapat digolongkan kepada tiga bagian yaitu teknik yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran, kegiatan pembelajaran kelompok dan kegiatan pembelajaran bagi orang banyak. 1) Teknik Yang Dapat Digunakan Dalam Kegiatan Pembelajaran, Teknik yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran identik dengan strategi. Malik
(2012:5) mengemukakan bahwa strategi belajar-membelajarkan pada
hakikatnya adalah rencana kegiatan belajar dan membelajarkan yang dipilih oleh fasilitator untuk dilaksanakan, baik oleh warga belajar maupun oleh sumber belajar dalam rangka usaha pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
30
2) Teknik Kegiatan Pembelajaran Kelompok Teknik pembelajaran kelompok merupakan salah satu strategi dengan cara berkelompok-kelompok untuk menyelesaikan suatu tugas yang dirasa perlu dikerjakan secara bersama-sama. Teknik pembelajaran kelompok sangat berpengaruh dalam memotifasi belajar bagi para warga belajar. Dikatakan sedemikian, karena disebabkan para warga belajar akan lebih terpacu untuk mencari hal-hal yang belum mereka ketahui dengan cara berdiskusi dengan para satuan kelompok mereka. Teknik pembelajaran kelompok mengandung pengertian bahwa para warga belajar dilatih membentuk suatu kepribadian kesatuan serta kebersamaan, karena dengan cara seperti ini warga belajar yang kemampuannya kurang pandai dapat bekerja sama saling tukar pengetahuan dengan warga belajar yang lebih pandai. Pengkelompokan dapat dilakukan oleh warga belajar sendiri, namun biasanya dalam pemilihan kelompok seperti ini didasarkan atas pemilihan teman yang lebih dekat atau lebih intim. Pengelompokan dapat pula dilakukan oleh tutor atas pertimbanganpertimbangan, diantaranya untuk membedakan warga belajar yang cerdas, normal, dan lemah. Akan tetapi untuk pengkelompokan seperti ini tugas seorang tutor sebagai pembimbing akan tersa lebih berat, karena harus secara cermat memperhatikan warga belajar yang lemah agar jangan sampai terlalu dirugikan. Sedangkan bagi yang cerdas jangan ada anggapan bahwa dengan adanya kelompok tidak memberi manfaat baginya. Maka dalam hal ini tutor harus memberikan tugas kepada yang lebih cerdas untuk membantu rekan-rekannya yang dibawahnya (lemah).
31
Tutor dalam menentukan katagori anak yang cerdas dan yang lemah tidak hanya melihat dari nilai yang ada dalam rapor atau hasil tugas sehari-hari, tetapi harus dilihat juga dari kepribadian warga belajar yang bersangkutan. 3) Teknik Kegiatan Pembelajaran Bagi Orang Banyak. Teknik pembelajaran bagi orang banyak sering disebut juga dengan teknik klasikal. Teknik klasikal dilakukan jika materi yang akan diajarkan sifatnya umum dan dapat diceramahkan. Prose pembelajaran dalam teknik kegiatan pembelajaran bagi orang banyak, atau klasikal ini sering memiliki kelemahan oleh karenanya teknik ini perlu menggunakan media sehingga tidak menjenuhkan warga belajar dan memudahkan mereka dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh para tutor. 2.3.5 Penilaian Program Pembelajaran Sumadi (2009:8) mengemukakan bahwa penilaian program pembelajaran adalah kegiatan sistematis dalam pengumpulan, pengolahan dan penyajian data atau dalam informasi untuk dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan itu akan berkaitan dengan pengehentian, perbaikan, perluasan, atau pengembangan program pembelajaran. Sumadi (2009:8) mengemukakan bahwa Aspek- aspek yang dinilai dapat terdiri atas; a) perencanaan, b) proses pelaksanaan, c) hasil atau dampak program pembelajaran Mengenai langkah-langkah pembelajaran orang dewasa, bahwa penilaian dapat pula dilakukan secara perorangan kelompok atau kelembagaan sesuai dengan
32
penjelasan stuffelbean dan sub maka penilian program dapat dilakukan terhadap empat komponen sisten pembelajaran yaitu: a) isi, b) masukan, c) proses, dan d) hasil. Menurut Sudjana (2009:19) bahwa terdapat beberapa ragam evaluasi yang sering digunakan dalam mengukur dan menilai tingkat ketercapaian hasil dari suatu proses pembelajaran yakni antara lain : 1.Penilaian Acuan Patokan (PAP) Dalam pengukuran ini siswa dibandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Penilaian ini menekankan pada penguasaaan materi siswa atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional. 2.Evaluasi Formatif Suatu proses menyediakan dan menggunakan informasi untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas produk atau program instruksional. Evaluasi formatif dilaksanakan ketika program masih berlangsung atau ketika program masih dekat dengan permulaan kegiatan. 3.Evaluasi Sumatif Adalah evaluasi yang diberikan sesudah menyelesaikan kegiatan belajar dalam satu periode tertentu, dengan tujuan untuk mengumpulkan data/informasi
33
dalam mengenai taraf serap pebelajar terhadap pelajaran yang telah diberikan. 4. Evaluasi Program Evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan. Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa penilaian program pembelajaran apada dasarnya merupakan kegiatan sistematis dalam pengumpulan, pengolahan dan penyajian data atau dalam informasi untuk dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan itu akan berkaitan dengan pengehentian, perbaikan, perluasan, atau pengembangan program pembelajaran 2.4 Pentingnya Penerapan Pembelajaran Partisipatif pada Program Paket B Sumadi (2009:4) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga
34
dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik. Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan warga belajar melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar. Kegiatan pembelajaran partisipatif terdiri atas kegiatan belajar dan membelajarkan secara partisipatif. Partisipatif merupakan kata sifat dari kata partisipasi atau keterlibatan dalam suatu program atau kegiatan tertentu dalam berbagai
tahapan
tindakan,
yakni:
keterlibatan
dalam
tahap
perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program/kegiatan.. Kegiatan belajar partisipatif adalah keikutsertaan peserta didik (warga belajar) dalam kegiatan belajar sejak dari kegiatan merencanakan, melaksanakan dan menilai kegiatan belajar membelajarkan. Sedangkan kegiatan membelajarkan partisipatif adalah upaya pendidik (sumber belajar) untuk memotivasi dan melibatkan warga belajar dalam kegiatan merencanakan, melaksanakan dan menilai kegiatan belajar
35
yang dilakukan bersama di dalam kelompok oleh warga belajar, dengan bantuan dari sumber belajar. Pendapat yang senada dikemukakan Sudjana (2009:7)
bahwa strategi
pembelajaran partisipatif adalah suatu proses pemberdayaan peserta dididk melalui berbagai
kegiatan
pembelajaran
mulai
dari
kegiatan
identifikasi
masalah,
perencanaan, hingga pada pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan serta tindak lanjut dari hasil pembelajaran.. Berdasarkan pada kedua pandangan di atas, dapat dikatakam bahwa strategi pembelajaran partisipatif pada umumnya menuntut peserta didik untuk ikut serta secara aktif dalam kegiatan belajar membelajarkan dengan berpikir dan berbuat secara kreatif, bebas, terbuka dan bertanggung jawab untuk mempelajari hal-hal yang bermakna dalam memenuhi kebutuhan belajar dan kepentingan bersama. Sudjana (2009:7) terdapat beberapa aspek yang menjadi fokus perhatian dalam menggunakan strategi pembelajaran partisipatif, yaitu: a. Faktor utama dalam strategi pembelajaran partisipatif adalah: faktor manusia, faktor tujuan, faktor bahan ajar, fasilitas waktu dan fasilitas sarana belajar. b. Tahapan kegiatan pembelajaran terdiri atas: tahap pembinaan keakraban, tahap identifikasi kebutuhan, sumber dan kemungkinan hambatan, tahap perumusan tujuan belajar, tahap penyusunan program kegiatan belajar, tahap pelaksanaan kegiatan belajar, dan tahap evaluasi hasil yang dapat dicapai dalam proses pembelajaran.
36
c. Peserta atau anggota, aturan kegiatan, upaya belajar, kegiatan membelajarkan, tujuan belajar. d. Faktor manusia yang merupakan perhatian utama dalam penggunaan strategi pembelajaran partisipatif adalah peserta didik, sumber belajar, tenaga lain yang terkait. Sudjana (2009:5) mengemukakan bahwa kegiatan pembelajaran partisipatif ditempuh melalui 6 langkah kegiatan, yaitu: (1) tahap pembinaan keakraban, (2) tahap identifikasi kebutuhan, sumber dan kemungkinan hambatan, (3) tahap perumusan tujuan belajar, (4) tahap penyusunan program kegiatan belajar, (5) tahap pelaksanaan kegiatan pembelajaran, (6) tahap penilaian proses, hasil dan pengaruh kegiatan pembelajaran. Dalam pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran tersebut, maka pihak yang memegang peranan utama, adalah tutor sebagai pihak pengelola pembelajaran atau pihak yang membelajarkan dan pihak warga belajar sebagai peserta belajar. Kedua pihak ini masing-masing memiliki peran yang berbeda namun memiliki hubungan atau keterkaitan yang erat dalam proses pembelajaran. Untuk jelasnya, peranan kedua unsur tersebut akan diuraikan satu persatu berikut ini. 1) Peran Tutor dalam Strategi Pembelajaran Partisipatif Dalam pembelajaran partisipatif, tutor sebagai pengelola proses pembelajaran. Dalam kaitan dengan hal tersebut, tutor berperan sebagai motivator, fasilitator, dan partner dalam proses pembelajaran. Peran tutor seperti ini menuntut tutor memiliki kemampuan untuk menciptakan kondisi sedemikian rupa untuk melibatkan warga
37
belajar dalam mengidentifikasi, menyusun dan mengembangkan materi, serta menilai bahan (materi) pembelajaran sesuai kebutuhan warga belajar dan tujuan-tujuan belajar, Dengan demikian, berarti guru harus memiliki kemampuan yang lebih tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan pembelajaran, sehingga perannya sebagai motivator dan fasilitator dapat terlaksana dengan baik. Tutor harus mampu membawa warga belajar untuk membuka wawasan mereka terhadap masalah-masalah yang dihadapi mereka baik secara lokal maupun secara global, baik secara parsial dan maupun secara multi dimensi dengan keterkaitan di antara aspek-aspek tersebut. Tutor harus mampu membawa warga belajar untuk menganalisis berbagai tujuan yang bermakna dalam kegiatan menyusun tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai dalam setiap proses pembelajaran yang berlangsung. Hal ini mengisyaratkan bahwa guru harus mampu membuka pikiran dan wawasan warga belajar untuk dapat menganalisis kebutuhan mereka, sehingga mampu menyusun tujuan yang sesuai kebutuhan warga belajar itu sendiri. Selanjutnya, guru harus membuka pikiran dan wawasan warga belajar untuk memahami metode-metode pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Selain itu, hal yang paling urgen adalah guru harus mampu menciptakan iklim belajar yang kondusif, rasa kebersamaan kelompok dan tanggung jawab bersama (Within Working) untuk melakukan berbagai kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, tutor dituntut memiliki berbagai kompetensi, baik kompetensi pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial, serta kompetensi
38
daya juang yang tinggi. Dengan kompetensi yang dimiliki tersebut, guru akan mampu mengelola pembelajaran secara partisipatif untuk mencapai tujuan-tujuan belajar secara efektif. 2) Peran Warga belajar dalam Pembelajaran Partisipatif Proses pembelajaran partisipatif sebagaimana telah dipaparkan di atas, mengandung makna bahwa keaktifan warga belajar sebagai peserta belajar adalah dominan, guru berfungsi sebagai motivator dan fasilitator dalam mengarahkan, membimbing
warga
belajar
mulai
dari
identifikasi
masalah,
perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi hingga kegiatan tindak lanjut dari hasil yang dicapai. Bertitik dari hal tersebut, warga belajar yang terlibat dalam proses pembelajaran harus memahami tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mereka dalam hubungan dengan pemecahan masalahmasalah yang dihadapi untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan pemahaman tujuan-tujuan belajar, diharapkan warga belajar dapat dibimbing dan dimotivasi ke arah pemahaman meode dan teknik pembelajaran yang akan ditempuh, fasilitas belajar, sumber-sumber belajar yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan demikian, aktivitas warga belajar dalam proses pembelajaran merupakan partisipan aktif melalukan berbagai kegiatan untuk memperoleh berbagai pengalaman belajar sesuai tuntutan tujuan belajar yang ingin dicapai.
39
Demikian pula dalam kegiatan evaluasi, warga belajar bersama dengan guru merumuskan dan menyusun instrumen evaluasi sesuai dengan jenis proses kegiatan pembelajaran yang ditempuh dan hasil yang diharapkan dicapai. Dan selanjutnya, bersama-sama menganalisis target capaian hasil yang diperoleh dan melakukan rencana tindak lanjut dari hasil-hasil yang telah dicapai.