Mendirikan Masjid
PADA awal 1982, telepon di kantor berdering. Dari Pak Ginandjar kata suara di seberang telepon. Ini ada petunjuk Pak Harto, Pak Sulastomo diharapkan bersedia duduk dalam pengurus yayasan yang akan diprakarsai oleh Pak Harto, kata Pak Ginandjar. Apa Pak Sulastomo bersedia? Begitu kira-kira percakapan singkat dengan Pak Ginandjar pagi hari itu. Insya Allah, jawab kami. Demikianlah, dengan akta notaris Soeleman Ardjaasmita S.H., Yayasan Amal bhakti Muslim berdiri. Dalam akta itu, pendiri yayasan terdiri dari Bapak Soeharto, H. Alamsyah Ratu Perwiranegara, Prof. Dr. Widjojo Nitisastro, Sudharmono S.H., Amir Machmud, dan Bustanil Arifin S.H. Modalnya sebesar Rp45 juta. Pada bulan puasa tahun 1982 itu, kami diundang rapat pertama yayasan. Jumlah pengurusnya ada 45 orang. Ada menteri, tokoh-tokoh, direktur bank, dan lain sebagainya. Pada malam hari itu dijelaskan seluk beluk yang terkait yayasan. Seluruh yang hadir setuju dengan rencana pendirian yayasan itu, yang kemudian diketahui bernama YAMP (Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila).
Tahun 2000, setelah Pak Harto berhcnti sebagai presiden, kepengurusan YAMP menghadapi permasalahan yang tidak mudah. YAMP juga dipersoalkan keberadaannya, bahkan dikaitkan dengan KKN. Banyak pengurus YAMP yang tidak bisa aktif. Karena itu, ada gagasan untuk memperbaharui susunan pengurus. Demikianlah, ketika diselenggarakan rapat pleno untuk perubahan pengurus, yang hadir dalam rapat di bawah 10 orang. Yang tidak hadir, ada yang memberi surat beserta alasannya dan ada yang sama sekali tidak memberi alasan. Beberapa alasan yang dikemukakan, antara lain sedang sakit atau sedang keluar kota. Namun, ada juga yang merasa tidak menjadi pengurus sehingga tidak merasa perlu untuk hadir. Dengan terbatasnya pengurus yang hadir, perubahan pengurus dengan sendirinya juga sangat terbatas. Hasilnya, penulis mendapat tugas sebagai sekretaris baru. Pak Harto tetap sebagai Ketua, sedangkan wakilnya adalah Pak Dhar (Sudharmono).
Motivasi Pendirian YAMP Sejak sebagai Sekretaris YAMP, penulis semakin menge-tahui hal-hal yang terkait YAMP, baik dari Pak Harto maupun dari Pak Dhar. Motivasi berdirinya YAMP, dilandasi adanya keterbatasan umat Islam di dalam mendirikan saranasarana keagamaan, sementara yang diperlukan masih sangat banyak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengerahan kemampuannya untuk memungkinkan memenuhi kebutuhannya yang men-dasar itu. Pak Harto mengajak umat Islam, untuk memberi sedekah bagi pendirian sarana-sarana keagamaan tersebut. Demikianlah, pada tanggal 8 November 1982, selaku Ketua Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Pak Harto mengirimkan
surat himbauan kepada Ketua Dewan Pembina Korpri Pusat mengajak anggota Korpri untuk menjadi penyumbang YAME Himbauan ini, kemudian direspons oleh Korpri. Dalam Rapat Kerja Korpri Pusat (27 November 1982), diambil Kepu-tusan untuk menyetujui himbauan itu. Setiap anggota Korpri yang beragama Islam memberikan amal jariah sedekah dan disalurkan melalui YAMP. Besarnya amal jariah/sedekah adalah: 1.
Anggota Korpri golongan I Rp 50,-(lima puluh rupiah).
2.
Anggota Korpri golongan II Rp 100,- (Seratus Rupiah).
3.
Anggota Korpri golongan III Rp 500,- (lima ratus rupiah).
4.
Anggota Korpri golongan IV Rp 1.000,- (seribu rupiah).
Surat Keputusan Rapat Kerja Korpri Pusat itu, kemudian diikuti oleh Surat Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Jenderal B Moerdani, sebagai partisipasi anggota Abri, maka ditetapkan agar anggota Abri juga memberikan amal/sedekah setiap bulannya, sebesar: 1.
Tamtama Rp50,- (lima puluh rupiah).
2.
Bintara RplOO,- (seratus rupiah).
3.
Pama Rp500,- (lima ratus rupiah).
4.
Pamen Rpl.OOO,- (seribu rupiah).
5.
Pati Rp2.000,- (dua ribu rupiah).
Demikianlah, dengan keputusan tersebut pengumpulan amal/sedekah itu diambil langsung setiap bulan dari gaji pega-wai negeri sipil dan anggota Abri, sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran tertanggal 20 Desember 1982 bagi pegawai negeri sipil dan bagi anggota Abri, sesuai dengan surat Panglima Abri, melalui aparat keuangan masing-masing di ling-kungan Abri. Dengan sedekah dari anggota Korpri dan Abri itu, YAMP
menyelenggarakan kegiatannya. Kegiatan utama adalah men-dirikan masjid, selain membantu kegiatan penyebaran Da'i daerah transmigrasi MUI dan kegiatan dakwah di daerah terpencil Majelis Dakwah Islamiah serta membantu pendirian RS Haji. Selain itu, juga membantu pendirian masjid di New York (masjid Al-Hikmah) dan masjid di Port Moresby di Papua Nugini. Bentuk masjid adalah khas masjid YAMP. Masjid itu ber-cungkup tiga, yang rnelukiskan perjalanan manusia mengbadap Allah Swt. Cungkup pertama melukiskan kehidupan manusia sebelum lahir (alam purwo), cungkup kedua melukiskan ke-hidupan manusia di bumi (alam madyo) dan cungkup ketiga melukiskan kehidupan di akhirat (alam wusono). Di puncak masjid terpampang tulisan Allah (dalam bahasa Arab), dengan segi lima, yang melukiskan masjidnya orang Indonesia (Pan-casila). Dengan bentuk masjid yang seragam, biaya pembangunan masjid juga bisa dihemat sebab bahan bangunannya bisa dipesan bersama dalam jumlah yang besar sehingga harganya bisa lebih murah.
Jumlah masjid Sampai tahun 2007, jumlah masjid yang sudah dibangun adalah 966 (sembilan ratus enam puluh enam) Pak Harto, mencita-citakan dapat membangun 999 (sembilan ratus sem-bilan puluh sembilan) masjid, yang diharapkan dapat selesai pada tahun 2009. Angka 999 ini berawal dari angka 99, yang diambil dari asma Tuhan (Asma'ul Husna) dan ditambah angka 9 lagi. Meskipun bisa menimbulkan pertanyaan, Pak Harto mengatakan, bahwa penambahan angka 9 itu karena angka 9 dianggap sebagai angka istimewa. Secara filosofis angka 9
dikalikan berapa saja jumlahnya 9, di samping angka 10 (kesempurnaan) itu hanya milik Allah Swt. Demikianlah, dengan wafatnya Pak Harto tanggal 27 Januari yang lalu, berarti Pak Harto tidak bisa melihat terwujudnya pembangunan masjid sejumlah 999 itu selesai. Selain YAMP, Pak Harto juga memprakarsai yayasan yang lain, yaitu: 1. 2.
3. 4. 5. 6.
Yayasan Dharmasi yang kegiatan utamanya adalah menyantuni anak yatim; Yayasan Supersemar yang'kegiatan utamanya adalah memberikan beasiswa bagi siswa yang tidak mampu, namun cerdas agar dapat melanjutkan pendidikannya; Yayasan Dakab yang kegiatan utamanya adalah ikut serta dalam mengentaskan kemiskinan; Yayasan Damandiri yang kegiatan utamanya memberi bantuan pengusaha kecil melalui pinjaman bunga rendah; Yayasan Gotong Royong yang kegiatan utamanya adalah untuk membantu korban bencana alam; Yayasan Trikora yang kegiatan utamanya adalah untuk memberi bantuan korban Trikora, Serodja, dan daerah bergolak.
Semua yayasan itu, meskipun sumbernya tidak sebesar ketika Pak Harto masih menjabat presiden, masih tetap melaksanakan tugasnya. Sedekah dari anggota Korpri dan anggota TNI/Abri telah dihentikan sejak tahun 1999 sehingga kemampuannya semakin terbatas. Dengan terbitnya UU tentang Yayasan, ketujuh yayasan itu juga telah menyesuaikan diri dengan UU tentang Yayasan (UU No. 28/2004) di mana ditegaskan bahwa yayasan adalah milik publik bukan milik perorangan.