MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN MANOKWARI
Y.P.Karafir1, A.Girik Allo2, M.R.Maspaitella, T.M.Suruan3, J.Aninam4 Abstract: In 2005 Manokwari Regency has 8,892 citizens aged 5-15 years old who have no access to education. One of the factors that influenced this figure is the low of the studying interest of children for going to school and the parents’ paradigm which assume that education is not an investment for the future. The motivation of Elementary students was influenced by externals factors, such as, education system, education budgeting; and internals factors such as, home studying facilities. The research method used in this article is descriptive method. The result of this research shows that the frequency of studying in the city area is higher than in rural area. The same condition is happen at the students’ attendance factor in class and in the supporting facilities at home. In addition, the independency for home studying is significantly depending on homework that given by schools. Key words: studying interest, elementary students, Manokwari regency
Pendahuluan Menurut UU Sisdiknas peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Sebagai input peserta didik memiliki hubungan yang yang signifikan dengan hasil belajar yang dicapai. Ini artinya semakin baik input sekolah maka semakin baik pula hasil belajar siswa (Koster, 2000 dalam Chamidi, 2007). Jika dikaitkan dengan program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah berarti dasar, maka warga negara yang berusia pendidikan dasar antara 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan. Penduduk di Kabupaten Manokwari tahun 2005 berjumlah 171.222 jiwa, dimana 43.094 jiwa atau 25,17% diantaranya adalah penduduk berusia 5-15 tahun yang perlu mendapat akses pendidikan. Jumlah anak berusia 5-12 tahun yang belum menerima akses pendidikan sebesar
1
Staf peneliti bidang ekonomi pertanian pada jurusan ekonomi pembangunan FE-UNIPA. Staf peneliti bidang perencanaan wilayah pada jurusan ekonomi pembangunan FE-UNIPA. 3 Staf peneliti bidang manajement bisnis pada jurusan ekonomi pembangunan FE-UNIPA. 4 Staf peneliti bidang manajement bisnis pada jurusan ekonomi pembangunan FE-UNIPA 2
6.817 jiwa dan 2.075 jiwa anak usia 13-15 tahun. Menurut Bupati Manokwari5, penyebab anak usia sekolah tidak mendapat akses pendidikan antara lain (1) kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung dalam membiayai anak bersekolah; (2) jauhnya jarak tempat tinggal dengan tempat pelayanan pendidikan (sekolah); dan (3) adanya hambatan kultural yang menimbulkan rendahnya kesadaran pendidikan. Selain itu, ketersediaan tenaga kependidikan di Kabupaten Manokwari masih sangat terbatas, baik kuantitas maupun kualitasnya, selain itu kondisi sarana pendidikan dan sarana penunjang pendidikan lainnya masih belum memadai. Kabupaten Manokwari memiliki sumber pendanaan bidang pendidikan tidak hanya dari APBD dan APBN tetapi juga bersumber dari dana Otonomi Khusus. Besarnya dana pendidikan tidak secara otomatis akan mendongkrak mutu pendidikan di kabupaten ini. Hal ini dapat dilihat dari Angka Partisipasi Kasar (APK) pada tahun 2005 untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar sebesar 79,39% sedangkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama sebesar 79,27%. Pencapaian ini sangat jauh dari Indikator Keberhasilan/Milestones yang ditetapkan secara nasional yaitu sebesar 99% untuk kedua tingkatan sekolah tersebut. Penyebabnya adalah masyarakat masih menganggap bahwa pendidikan belum sepenuhnya mampu memberikan nilai tambah sehingga pendidikan belum dinilai sebagai bentuk investasi. Di samping itu, fasilitas pelayanan pendidikan khususnya untuk jenjang pendidikan sekolah dasar dan menengah pertama belum tersedia secara merata khususnya di daerah terpencil. Selain faktor-faktor eksternal diatas juga terdapat faktor-faktor internal yang menyebabkan rendahnya motivasi siswa terhadap dunia pendidikan. Faktor-faktor internal tersebut yang merupakan tujuan dari penelitian ini. Menurut Crawford motivasi berasal dari kata motive yang berarti tenaga penggerak yang mempengaruhi kesiapan untuk memulai melakukan rangkaian kegiatan dalam suatu perilaku (Crawford, 1987: 155). Dapat dikatakan bahwa motivasi adalah dorongan yang menimbulkan kemauan pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Adanya motivasi pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu mengakibatkan seseorang mau melakukan sesuatu dengan sungguhsungguh, sebaliknya ketiadaan motivasi membuat seseorang melakukan sesuatu dengan terpaksa atau tidak melakukan sama sekali. Motivasi adalah suatu dorongan berupa keinginan untuk mencapai harapan atau tujuan. Manusia memiliki harapan dan harapan menimbulkan motivasi untuk merealisasikan. 5
Disampaikan pada “Acara Pembukaan Asrama Jayapura di Manokwari pada bulan Desember 2008”
Sehubungan dengan itu Csikszentmihalyi menyatakan pengharapan yang tinggi (expecting high performance) merupakan stimulus penting untuk mendorong tingkat pencapaian yang paling baik dan stimulus untuk tercapainya kreativitas yang tinggi (Czikszentmihalyi, 1996: 331-332). Motivasi merupakan daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang dapat berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan. Siswa yang mempunyai motivasi belajar intrinsik dan ekstrinsik mempunyai hasil belajar yang berbeda dalam kondisi penguatan dan hukuman. Siswa yang mempunyai motivasi intrinsik memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi apabila konsekuensi perilakunya berupa hukuman daripada penguatan. Sekurangnya terdapat dua alasan yang mendasarinya. Pertama, pengalaman mendapatkan hukuman meningkatkan usahanya agar tetap mencapai sasaran belajarnya dan terhindar dari kegagalan yang memalukan. Orang yang mencapai keberhasilan dengan menghindari kegagalan akan berusaha keras untuk menghindari kegagalan untuk mencapai prestasi yang baik (Winkel, 1999: 176). Oleh karena rasa tanggung jawabnya terhadap prestasi belajarnya sendiri dan prestasi itu harus dicapainya dengan cara yang lebih sulit dan lebih banyak tantangan maka pencapaian tujuan membutuhkan usaha yang lebih keras. Dalam kondisi hukuman, siswa yang mempunyai motivasi belajar intrinsik akan belajar lebih keras untuk dapat merealisasikan tujuan belajar dan memenuhi kepuasan pribadinya dalam belajar. Kedua, hasil belajar siswa yang mempunyai motivasi intrinsik lebih tinggi pada kondisi hukuman daripada kondisi penguatan dipengaruhi oleh tingkat keterangsangan (arousal). Perasaan tanggung jawab terhadap prestasi belajar membuat siswa yang mempunyai motivasi belajar intrinsik mempunyai tingkat keterangsangan yang tinggi. Penguatan tidak mampu membangkitkan
keterangsangan
lebih
kuat
dibandingkan
hukuman.
Misalnya
untuk
membangkitkan keterangsangan perilaku tertentu seperti penanaman disiplin dalam kemiliteran maka hukuman jauh lebih efektif untuk membentuk perilaku yang diinginkan daripada penguatan. Hukuman memberi tantangan siswa yang mempunyai motivasi intrinsik untuk mengubahnya menjadi peluang sehingga kesuksesan menjadi sesuatu yang lebih bernilai sebagai sumber harga diri. Penghargaan ekstrinsik dapat merusak minat intrinsik, sedang hukuman dapat meningkatkan minat intrinsik. Pelaksanaan tugas demi penghargaan yang tinggi akan menjurus pada atribusi eksternal. Penghargaan menjauhkan orang secara aktual dari aktivitas yang mungkin mereka nikmati. Sebaliknya, ancaman internal yang mencegah keterlibatan dalam
perilaku tertentu akan meningkatkan minat. Hukuman dapat membuat aktivitas terlarang menjadi lebih menarik (Sears, Freedman dan Peplau, 1999: 106). Dalam penelitian ini yang dikaji adalah bagaimana motivasi dari dalam diri sendiri siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Manokwari. Motivasi tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Kemandirian Belajar di Rumah; (2) Aktivitas Lain di Luar Jam Sekolah; (3) Sarana dan Prasarana Penunjang Belajar di Rumah; dan (4) Tingkat Kehadiran Siswa di Kelas, seperti terlihat pada Gambar 1 berikut.. Motivasi Belajar Siswa SD
Kemandirian Belajar di Rumah
Aktivitas Lain di Luar Jam Sekolah Sarana dan Prasarana Penunjang Belajar di Rumah
Tingkat Kehadiran Siswa di Kelas
Gambar 1. Hubungan Antar Variabel Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Sekolah Dasar (SD) yang ada di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat. Wilayah penelitian ditentukan berdasarkan jarak dari pusat kota sehingga wilayah penelitian dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah urban, sub urban, dan rural. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan cara purposive sampling. Dimana, jumlah sampel untuk Sekolah Dasar (SD) sebanyak 30 sekolah Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif untuk menggambarkan secara komprehensip faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Manokwari. Variabel-variabel yang diamati antara lain: (1) Kemandirian Belajar di
Rumah; (2) Aktivitas Lain di Luar Jam Sekolah; (3) Sarana dan Prasarana Penunjang Belajar di Rumah; dan (4) Tingkat Kehadiran Siswa di Kelas.
Hasil dan Pembahasan Kesesuaian Umur Siswa Pada Saat Masuk Sekolah Sesuai dengan UU Sisdiknas, maka anak umur 7-12 tahun adalah umur dimana seorang anak berada pada tingkat pendidikan SD. Dengan demikian maka umur 7 tahun adalah umur bagi seorang anak mulai masuk pada jenjang pendidikan SD, terlihat seperti Gambar 2. Gambar 2. Persentase kesesuaian umur siswa pada saat masuk SD
> 7 Tahun <= 7 Tahun
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata usia siswa yang masuk sekolah dasar di Kabupaten Manokwari pada kawasan urban sebesar 5.28 tahun, untuk kawasan sub urban sebesar 6.01 tahun, sedangkan kawasan rural sebesar 6.48 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh wilayah tersebut dari wilayah urban maka semakin terlambat pula siswa masuk pendidikan dasar. Fasilitas Pendidikan Anak Usia Dini, Taman Kanak-kanak, dan fasilitasfasilitas lainnya yang berada di wilayah urban turut mempengahurhi peningkatan kemampuan
anak usia sekolah. Sedangkan wilayah rural fasilitas-fasilitas tersebut masih terbatas baik dari segi jumlahnya maupun kualitasnya. Kemampuan Membayar Biaya Sekolah Kemampuan orang tua untuk membayar uang sekolah pada tiga kategori wilayah yaitu 100%, artinya biaya sekolah (uang SPP dan uang lainnya) bukan merupakan kendala bagi orang tua dalam menyekolahkan anaknya. Hal ini disebabkan oleh biaya pendidikan untuk tingkat pendidikan Sekolah Dasar telah ditanggung oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah Kabupaten Manokwari. Namun seringkali siswa masih dipungut iuran yang besarnya merupakan hasil kesepakatan bersama antara pihak sekolah dengan orang tua siswa.
Kemandirian Belajar di Rumah Keberhasilan siswa di sekolah tidak hanya tergantung dari proses belajar di sekolah saja, tetapi mempunyai kaitan yang erat dengan kemandirian belajar di rumah. Kemandirian yang dimaksudkan adalah apakah siswa secara terus-menerus mengulangi apa yang dipelajari di sekolah, mengerjakan pekerjaan rumah, atau apakah siswa secara sadar ingin menambah pengetahuannya dengan mempelajari buku-buku atau sumber lain, seperti Gambar 3. Gambar 3. Kemandirian siswa SD belajar di rumah
Belajar Sendiri Belajar karena ada PR dan disuruh Orang Tua Tidak Pernah Belajar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum motivasi untuk belajar siswa Sekolah Dasar di rumah masih relatif rendah. Sebagian besar siswa hanya belajar jika disuruh oleh orang tua atau karena ada pekerjaan rumah yang harus dikumpulkan pada hari berikutnya. Ini menunjukkan bahwa siswa SD masih perlu didorong lagi untuk memahami bahwa belajar merupakan hal penting yang harus dilakukan dengan senang hati tanpa harus dipaksa atau disuruh oleh orang tua. Selain itu, guru bertanggung jawab pula untuk lebih kreatif dalam hal memacu motivasi siswa untuk belajar.
Aktivitas Lain di Luar Jam Sekolah Selain belajar, siswa mempunyai kegiatan lain di luar jam sekolah. Kegiatan di luar jam sekolah ini dapat berupa kegiatan bermain, kegiatan yang merangsang kemampuan/hobi seperti musik dan olahraga, kegiatan keagamaan, kegiatan menumbuhkan kemampuan bekerja sama dengan orang lain bahkan kegiatan membantu orang tua, dapat disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Aktivitas siswa SD di luar jam sekolah
Kegiatan Olahraga dan Musik Kegiatan Keagamaan Membantu Orang Tua Bermain
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang menghabiskan waktu di luar jam sekolah untuk bermain, kemudian diikuti oleh kegiatan membantu orang tua atau
kegiatan keagamaan. Hanya sebagian kecil saja yang menghabiskan waktu untuk melakukan hobi olah raga atau musik. Sarana dan Prasarana Penunjang Belajar di Rumah Kemauan belajar di rumah harus ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai misalnya penerangan dan meja belajar. Pada wilayah urban kelengkapan sarana dan prasarana penunjang ini telah tercukupi, seperti Gambar 5. Gambar 5. Kelengkapan sarana dan prasarana penunjang belajar siswa SD di rumah
Lengkap Kurang Lengkap Tidak Lengkap
Namun pada wilayah sub urban dan rural sarana dan prasarana ini masih belum tercukupi misalnya belum adanya listrik, sehingga waktu belajar untuk malam hari menjadi hambatan. Sarana seperti buku pelajaran pun masih sangat terbatas. Selain itu, fasilitas meja belajar yang seharusnya dimiliki oleh siswa pada kedua wilayah ini rata-rata siswa tidak memilikinya, sehingga hal ini sering dijadikan siswa sebagai alasan untuk tidak belajar di rumah. Tingkat Kehadiran Siswa di Kelas Kehadiran siswa di kelas akan mempengaruhi kemampuan siswa terhadap saya serap ilmu yang diajarkan oleh guru, karena dengan kehadiran siswa maka akan mempermudah proses interaksi maupun transfer ilmu pengetahuan yang diberikan oleh para guru. Dari Gambar 6
terlihat bahwa secara umum tingkat kehadiran siswa di daerah perkotaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan di daerah sub urban dan rural. Berdasarkan kehadiran pada mata pelajaran maka baik pada wilayah urban, sub urban maupun rural rata-rata kehadiran siswa pada mata ajaran umum (agama, kewarganegeraan, seni dan budaya, olahraga, keterampilan, dan muatan lokal), bahasa indonesia, dan bahasa inggris hanya ¾ dari total siswa dalam setiap kelas. Khusus untuk mata ajaran bahasa inggris pada wilayah sub urban dan urban belum diberikan pada tingkat Sekolah Dasar, hal ini disebabkan oleh kurangnya tenaga guru bahasa inggris pada masing-masing sekolah pada kedua wilayah tersebut. Gambar 6. Tingkat kehadiran siswa SD di kelas
semua siswa hadir 3/4 siswa hadir 1/2 siswa hadir
Persoalan kehadiran siswa pada mata ajaran matematika, IPA, dan IPS juga sama dengan persoalan pada mata ajaran lainnya, dimana rata-rata siswa yang hadir dalam kelas pada setiap kali pertemuan hanya ¾ dari total siswa. Namun, pada wilayah rural, tingkat kehadiran siswa untuk mata ajaran matematika hanya ½ dari total siswa. Simpulan 1. Dari segi waktu dan kemandirian belajar di rumah, sebagian besar siswa di kota menghabiskan waktu untuk bermain. Sedangkan di perdesaan dipakai untuk membantu orang tua. Siswa yang belajar atas dasar kemauan diri sendiri masih rendah, lebih banyak siswa yang belajar hanya pada saat ada pekerjaan rumah atau dipaksa orang tua.
2. Fasilitas belajar siswa seperti sarana penerangan, buku dan alat tulis di daerah perdesaan masih terbatas. 3. Tingkat kehadiran siswa di kelas untuk wilayah urban lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat kehadiran di wilayah sub urban dan rural.
Saran Orang tua harus berperan besar dalam membimbing anak agar belajar sejak anak di rumah dan guru harus memberikan tugas-tugas rumah agar dapat mendorong anak didik untuk belajar secara mandiri.
Daftar Pustaka
Chamidi. S.; 2007; Model Analisis Sederhana tentang Hubungan antara Sumber Daya Persekolahan dengan Prestasi Belajar (UAN) 2004/2005; Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi Khusus I (Tahun ke-13) Agustus 2007 http://www.depdiknas.go.id/publikasi/balitbang/jek1/editorial%20khusus%201. html tanggal 24 Maret 2009. Crawford, J. 1987. The Psychology Learning and Interaction. New Delhi: Prentice Hall. Czikszentmihalyi, Mihaly 1996. Creativity : Flaw and the Psychology of Discovery and Invention. New York: Harper Collins Publisher. Sears, David O; Freedman, Jonathan L dan Peplau, L Anne. 1999. Psikologi sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga. Winkel, WS. 1999. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Grasin