Hukum Harus Dirombak Total
Tuesday, 15 December 2009 16:33
{mosimage}
Ahmad Wirawan Adnan Anggota Tim Pengacara Muslim (TPM)
Sepak terjang mafia peradilan mudah dirasakan tapi sulit dibuktikan. Mereka sangat lihai dalam memainkan perkara. Ini karena mereka memiliki jaringan yang sangat luas. Ada di kepolisian, kejaksaan, pengadilan, hingga Mahkamah Agung. Sejauh mana mafia peradilan ini beraksi dan mengapa praktik mafia ini terus berlangsung? Wartawan Media Umat Joko Prasetyo mewawancarai Ahmad Wirawan Adnan, anggota Tim Pengacara Muslim. Berikut petikannya.
Benarkah mafia peradilan itu ada?
Wah itu sudah menjadi rahasia umum. Mafia peradilan bisa kita rasakan suasananya. Adanya sogok, jual beli perkara, itu semua hanyalah gejala atau tanda keberadaannya. Kita bisa yakini keberadaannya. Buktinya kita sudah punya bukti lengkap tetapi di dalam sidang kok kita bisa kalah? Berarti kan ada mafia yang bermain.
Namun susah untuk memperkirakan. Kita tahu ini pasti si terdakwa A bermain dengan hakim B, terus kita teriak-teriak bahwa si A telah kongkalikong dengan si B. Malah kita yang kena delik pencemaran nama baik. Jadi mafia peradilan itu telah membeli pengadilan sehingga perkaranya belum disidangkan sudah ketahuan apa hasilnya.
Gejala lainnya?
Gejala lainnya yang membuktikan adanya mafia peradilan adalah ketika kita akan mengunjungi klien di tahanan dikenai pungutan uang. Padahal kan seharusnya gratis. Itu gejalanya.
1/5
Hukum Harus Dirombak Total
Tuesday, 15 December 2009 16:33
Polisi juga sering memaksa-maksa saksi untuk mengatakan sesuatu. Memaksanya kan tidak harus menggunakan pistol. Disuruh nunggu tanpa kejelasan berapa lama, dibuatnya si saksi itu merasa tidak nyaman. Karena ingin cepat beres dan segera pulang, akhirnya saksi menuruti apa yang diarahkan polisi.
Dikatakan pula sidang akan dilaksanakan jam 10 tetapi ditunggu sampai jam 14 hakimnya belum datang juga. Tapi kalau perkara yang akan disidangkannya diliput media massa si hakim tepat waktu. Itu juga bagian dari adanya mafia peradilan.
Tahanan dimintai uang kebersihan setiap bulan Rp 25.000; memang sepertinya sipir tidak memaksa. Tapi kalau tahanan tidak ngasih, tahanan itu dikumpulkan dalam satu sel 8 orang.
Ke kantor polisi pun demikian, bikin surat kehilangan KTP atau SIM misalnya, kita kan keluar uang. Polisi itu maksa minta uang? Kan tidak. Cuma kalau kita tidak memberinya duit, polisinya bilang, “Ini bukan jam kerja Mas, nanti sore saja”.
Kalau mafianya?
Birokrasi yang membiarkan hal itu terjadi. Tidak mungkinlah ketua pengadilan tidak tahu adanya panitera dan petugas-petugas yang begitu semangat minta uang. Kemudian kalau kita disuruh membuktikan, nanti mereka berkata, “Siapa yang maksa kan kamu yang ngasih!”. Jadi mafia itu tidak kelihatan memaksa tetapi membuat kita terpaksa.
Contoh kongkretnya?
Misalnya kasus Muchdi PR. Itu sudah ketahuan dia bakal dibebaskan, padahal sidangnya saja belum. Pollycarpus Budihari Priyanto (pilot Garuda yang dipidana dalam kasus Munir) bakal dihukum. Sebelum PK (peninjauan kembali) saja sudah terasa akan seperti itu. Mafia ini juga bisa membayar LSM untuk menekan agar Pollycarpus ditahan.
2/5
Hukum Harus Dirombak Total
Tuesday, 15 December 2009 16:33
Benar saja ditahan. Sampai-sampai merekayasa yang namanya saksi. Si saksi ini dipaksa oleh polisi untuk mengaku bahwa dirinya telah melihat Pollycarpus di Coffee Bean. Karena kalau tidak, si saksi ini akan dijadikan tersangka. Karena takut dia turuti keinginan polisi itu sehingga di BAP ditulislah seperti apa yang diinginkan polisi.
Namun di pengadilan dia takut untuk berkata bohong. Ia pun bersumpah bahwa ia dipaksa untuk mengatakan itu oleh yang namanya Matius Salempang (saat itu Brigjen Pol yang bertugas sebagai penyidik). Karena yang sebenarnya dia tidak melihat Pollycarpus di Coffee Bean. Jadi mirip Wiliardi Wizard kan? Antara omongannya di BAP dengan di pengadilan berbeda. Nah itu menunjukkan keberadaan mafia.
Memang modusnya banyak yang mirip ya?
Iya. Adanya hakim tinggi dari Yogyakarta yang tertangkap KPK membawa uang Rp 5 milyar yang katanya untuk Bagir Manan. Adanya kasus itu menunjukkan Mahkamah Agung juga bermain. Perkara uangnya tidak sampai ya itu karena keburu ketangkap.
Kadang-kadang suka ada juga panitera yang mengaku disuruh hakim untuk meminta sejumlah uang kepada terdakwa untuk memenangkan perkara atau meringankan vonis hukuman. Si terdakwa pun pastinya ngasih uang meskipun ragu apakah benar tidak hakimnya minta.
Kalau tidak ngasih takut keputusannya memberatkan. Tapi kalau sudah ngasih namun oleh si paniteranya tidak disampaikan kepada hakim kan si terdakwa marah-marah. Sehingga kita melihat dalam beberapa sidang, ketika hakim ketuk palu, terdakwa mencak-mencak atau melempar sandal karena sudah merasa bayar tapi vonisnya tetap berat.
Kasus Anggodo juga mirip seperti itu. Anggodo merasa sudah ngasih duit ke pimpinan KPK tetapi pimpinan KPK membantah telah menerima uang. Kasusnya terputus sampai Ari Mulyadi dan sosok yang belum diketahui keberadaannya yakni Yulianto. Jadi memang tidak bisa dibuktikan.
3/5
Hukum Harus Dirombak Total
Tuesday, 15 December 2009 16:33
Kalau kasus Bank Century?
Nuansa mafia peradilannya akan lebih terasa lagi bila melihat ternyata kasus ini terjadi setelah KPK berupaya untuk mempermasalahkan kasus Bank Century.
Kasus ini terjadi saat Boediono jadi Gubernur BI dan Sri Mulyani Menteri Keuangannya. Itu adalah fakta atas pengetahuan dan persetujuan merekalah dana sebesar Rp 6,7 trilyun bisa cair.
Pada waktu itu KPK menyelidik kasus pencairan dana itu. Itu juga fakta. Tetapi ketika KPK mau menyidik, KPK langsung dilemahkan karena kasus Massaro yang terhenti. Karena dianggap ada sogokan ke KPK maka pimpinan KPK diberhentikan sehingga KPK tidak bisa lagi menindak kasus Bank Century.
Soalnya kalau diteruskan akan merembet ke penguasa yang lebih tinggi lagi. DPR yang diharapkan benar-benar sebagai wakil rakyat tampaknya lebih memilih sebaliknya. Lihat saja suara yang bergaung di Komisi III di DPR RI itu juga sebenarnya suaranya kejaksaan dan kepolisian.
Tim 8 yang dibentuk untuk mengumpulkan fakta terkait masalah ini sebenarnya hanya tisu saja bagi pemerintah. Untuk membersihkan, cuma membersihkan kulitnya saja, hanya agar masyarakat melihatnya bahwa pemerintah bagus.
Sebenarnya itu hanya untuk mengamankan presiden. Sehingga bisa berdalih, “Lho saya kan sudah membentuk Tim 8”. Perkara rekomndasinya Tim 8 tidak digubris kejaksaan dan kepolisiankan namanya juga rekomendasi. Nah, itulah yang dimaksud dengan tisu.
Tujuannya, SBY di mata masyarakat akan tetap bersih. Padahal dia membawa suatu masalah yaitu masalah Bank Century, yaitu keterlibatan Boediono dan Sri Mulyani.
4/5
Hukum Harus Dirombak Total
Tuesday, 15 December 2009 16:33
Lantas harus bagaimana masyarakat agar mendapat keadilan?
Jelaslah ini semua harus dirombak total. Saya sudah tidak percaya lagi dengan sistem seperti ini. Orangnya diganti tetapi sistemnya seperti ini ya akan tetap sama, mafia merajalela.
Jadi sebenarnya kalau ingin mafia ini hilang harus ditegakkan syariah Islam dengan sistem kekhalifahan Islam. Itulah satu-satunya yang kita percayai bisa menyelamatkan kita dari kemelut ini.[]
5/5