HUBUNGAN PENGETAHUAN PENGASUH TENTANG DEMENSIA DENGAN PERAWATAN LANSIA YANG MENGALAMI DEMENSIA DI PANTI WREDHA PENGAYOMAN DAN PANTI WREDHA USIA BETANI DI KOTA SEMARANG
Manuscript
Oleh :
Moh. Yasir Al Imron G2A008088
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2013
1
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Manuscript dengan judul
HUBUNGAN PENGETAHUAN PENGASUH TENTANG DEMENSIA DENGAN PERAWATAN LANSIA YANG MENGALAMI DEMENSIA DI PANTI WREDHA PENGAYOMAN DAN PANTI WREDHA USIA BETANI DI KOTA SEMARANG
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan Semarang,
.
Pembimbing I
Ns. Tri Nurhidayati, S.Kep, M.Med.Ed
Pembimbing II
Ir. Agustin Syamsianah, M.Kes.
2
HUBUNGAN PENGETAHUAN PENGASUH TENTANG DEMENSIA DENGAN PERAWATAN LANSIA YANG MENGALAMI DEMENSIA DI PANTI WREDHA PENGAYOMAN DAN PANTI WREDHA USIA BETANI DI KOTA SEMARANG Moh. Yasir Al Imron 1, Tri Nurhidayati2, Agustin Syamsianah 3 1
Mahasiswa Program Studi Sl Keperawatan Fikkes UNIMUS Dosen Keperawatan Gerontik Fikkes UNIMUS 3 Dosen Fikkes UNIMUS 2
Abstrak Latar belakang: Perjalanan penyakit demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah, sehingga keadaan ini pada mulanya tidak disadari. Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Peranan dari pengasuh sangat penting dan harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang demensia dan mau belajar terus untuk mendapatkan cara-cara efektif dalam mengasuh pasien. Kurangnya kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan perawatan terhadap penderita demensia dapat dikarenakan kurang pengetahuan yang dimiliki khususnya tentang demensia. Tujuan penelitian: tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan pengetahuan pengasuh unit rehabilitasi sosial tentang demensia dengan perawatan lansia yang mengalami demensia. Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah analitik korelasionaldenga pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua pengasuh di Panti Wredha Pengayoman dan Panti Wredha Usia Betani yang berjumlah 60 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah sampel jenuh. Hasil Penelitian: Hasil pengetahuan mendapatkan bahwa pengetahuan pengasuh sebagian besar dalam kategori kurang yaitu 46,7%, perawatan yang dilakukan pengasuh sebagian besar dalam kategori memberikan perawatan yaitu 53,3%. Hasil korelasi Rank Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,594 dengan nilai p sebesar 0,000 (P< 0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan pengasuh tentang demensia dengan perawatan lansia yang mengalami demensia di panti Wredha Pengayoman dan Panti Wredha Usia Betani Semarang. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka diharapkan kepada Panti Wredha seharusnya dapat memberikan pelatihan kepada pengasuh tentang penanganan dan perawatan kepada lanjut usia khususnya penanganan terhadap lanjut usia yang mengalami demensia..
Kata kunci : Pengetahuan, Perawatan lansia, Demensia. Abstract Background: The course of dementia usually begins slowly and progressively getting worse, so that this situation did not at first realize. Early symptoms are usually oblivious to the events that had just happened, but it could be started as depression, fear, anxiety, decreased emotional or other personality changes. The role of caregiver is very important and should have adequate knowledge about dementia and willing to learn continue to find ways to care for patients effectively. Lack of skilled health attendants in the treatment of patients with dementia may be due to lack of knowledge about dementia in particular.
3
Research purposes: research goal was to determine the relationship of social rehabilitation unit caregiver knowledge about dementia care for the elderly with dementia. Methods: The study was cross sectional analytic approach korelasionaldenga. The study population was all caregivers in Panti Panti Wredha Pengayoman and Bethany are Wredha age was 60. The sampling technique used was a saturated sample. Results: The results of caregiver knowledge gain that knowledge is mostly in the category that is 46.7% less, maintenance is done mostly in the category of caregivers providing care that is 53.3%. Spearman Rank correlation results obtained correlation coefficient of 0.594 with a p-value of 0.000 (P <0.05), meaning that there is a significant association between caregiver knowledge about dementia care for the elderly with dementia in nursing Wredha Pengayoman Wredha Age Bethany Home and Semarang. Based on these results, it is expected to Panti Wredha should be able to provide training to caregivers about treatment and care to the elderly in particular the handling of the elderly who have dementia.
Keywords: Knowledge, elderly care, dementia
PENDAHULUAN
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Demensia bukanlah suatu penyakit yang spesifik. Demensia merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kumpulan gejala yang bisa disebabkan oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi otak. Seorang penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya. Penderita demensia juga kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi. Seseorang didiagnosa demensia bila dua atau lebih fungsi otak, seperti ingatan dan keterampilan berbahasa menurun secara signifikan tanpa disertai penurunan kesadaran (Turana, 2006).
Nugroho (2008) berpendapat bahwa demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian berat sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial. Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya ingat (pelupa). Demensia terutama yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer berkaitan erat dengan usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60% menyebabkan kepikunan atau demensia dan diperkirakan akan meningkat terus.
4
Demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal, Sering pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau pada metabolisme seperti yang ditemukan pada penyakit alzheimer dan demensia senilis (Nugroho, 2008).
Perjalanan penyakit demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah, sehingga keadaan ini pada mulanya tidak disadari. Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk mengingat waktu dan kemampuan untuk mengenali orang, tempat dan benda. Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata yang tepat dan dalam pemikiran abstrak (misalnya dalam pemakaian angka). Sering terjadi perubahan kepribadian dan gangguan perilaku. Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara sehingga penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan dan pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya (Turana, 2006).
Demensia ini terjadi oleh berbagai penyebab seperti demensia idiopatik disebabkan karena gangguan degenerasi primer atau metabolik serta penyakit kronis seperti: alzhaimer, stroke. Demensia vaskuler ialah sindrom demensia yang disebabkan oleh disfungsi otak yang diakibatkan oleh penyakit serebrovaskuler. Demensia sekunder memiliki kriteria disebabkan oleh penyakit yang sebelumnya telah diderita serta penyebab-penyebab lain seperti nutrisi dan vitamin yang diperoleh, infeksi, gangguan metabolik dan endokrin, lesi desak ruang, stress, gangguan nutrisi, obat-obatan, gangguan oto-imun, intoksikasi, dan trauma (Nugroho, 2008).
Menurut laporan Access Economics (2006), pada tahun 2005 penderita demensia di kawasan Asia Pasifik berjumlah 13,7 juta orang dan diperkirakan menjelang tahun 2050 jumlah ini akan meningkat menjadi 64,6 juta orang. Di Indonesia menurut laporan yang sama diketahui prevalensi demensia pada tahun sebanyak 600.100 orang dan diperkirakan pada tahun 2020 prevalensi demensia sebanyak 1.016.800 orang. Prevalensi demensia di Indonesia pada tahun 2005 sebanyak 191.400 orang dan diperkirakan pada tahun 2020, diperkirakan sebanyak 314.100 orang akan mengalami demensia (Access Economics, 2006).
5
Penyakit demensia menyerang usia manula, bertambahnya usia maka makin besar peluang menderita penyakit demensia. Peningkatan angka kejadian dan prevalensi kasus demensia mengikuti meningkatnya usia seseorang setelah lewat usia 60 tahun, prevalensi dari demensia berlipat dua kali setiap kenaikan 5 tahun usia. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik. Perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2007).
Demensia seringkali luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium (Wati, 2012).
Merawat pasien dengan demensia sangat penting peranan dari perawat. Apakah ia anggota keluarga atau tenaga yang diupah, ia harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang demensia dan mau belajar terus untuk mendapatkan cara-cara efektif dalam mengasuh pasien. Perawat perlu berdiskusi dan berkonsultasi dengan dokter yang merawat pasien sehingga dapat dibuat suatu program pengobatan yang tepat. (Turana, 2006).
Pemberian obat anti demensia pada fase demensia dini akan lebih jelas manfaatnya dibandingkan demensia fase berat. Karenanya semakin cepat didiagnosa adalah semakin baik hasil terapinya. Kadang-kadang orang takut mengetahui kondisi yang sebenarnya, lalu menunda mencari pertolongan dokter. Pemeriksaan kondisi mental dan evaluasi kognitif yang rutin (6 bulan sekali) sangat dianjurkan bagi orang yang berusia sekitar 60 tahun supaya dapat segera diketahui jika ada kemunduran kognitif yang mengarah pada demensia, dan dapat segera dilakukan intervensi guna mencegah kondisi yang lebih parah (Turana, 2006).
Kurangnya kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan perawatan terhadap penderita demensia dapat dikarenakan kurang pengetahuan yang dimiliki khususnya tentang demensia. Sehingga pengetahuan tentang demensia sangat penting guna untuk melakukan perawatan
6
terhadap lansia yang mengalami demensia. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat dan tingkat pengalaman dalam penanganan lansia yang mengalami demensia sangat dibutuhkan didalam pemberian asuhan keperawatan terhadap lansia yang mengalami demensia. Penanganan lansia dengan demensia membutuhkan perhatian yang besar dari perawat, sehingga bainya pengetahuan yang dimiliki perawat mengenai demensia sangat membantu meningkatkan taraf kesehatan lansia (Wati, 2012).
Penelitian mengenai hubungan pengetahuan dengan perawatan lansia pernah dilakukan, penelitian Melda Elvarida (2010), menelitian hubungan karakteristik perawat dengan asuhan keperawatan lanjut usia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan perawat dengan asuhan keperawatan lansia. Penelitian tersebut menunjukkan semakin baik pengetahuan perawat akan semakin baik asuhan keperawatan yang dihasilkan. Sri Astuti Nurohim (2005), meneliti hubungan karaketristik, pengetahuan dan sikap ibu terhadap praktik dalam merawat lansia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan praktik ibu dalam merawat lansia.
Studi pendahuluan yang dilakukan di Panti Wredha Pengayoman dengan melakukan wawancara terhadap 6 orang pengasuh, diketahui 3 orang pengasuh (60%) belum mengetahui dengan baik mengenai pengertian demensia, tanda dan gejalanya, tahapan-tahapan lansia mengalami demensia dan cara pencegahan yang harus dilakukan agar lansia tidak mengalami demensia serta perawatan yang harus dilakukan jika lansia telah mengalami demensia. Banyaknya pengasuh yang belum mengetahui dengan baik tentang demensia ini akan berdampak pada kurang tepatnya cara-cara perawatan yang harus dilakukan pada lansia yang mengalami demensia. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan juga menemukan bahwa pengasuh dalam memberikan perawatan terhadap lansia yang mengalami demensia ternyata diberikan perlakuan yang sama dengan lansia yang tidak mengalami demensia. Hal ini menyebabkan lansia yang mengalami demensia sering kali mengalami kebingungan karena tidak memahami instruksi dari pengasuh
Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan Pengetahuan Pengasuh Tentang Demensia Dengan Perawatan Lansia Yang Mengalami Demensia di Panti Wredha Pengayoman dan Panti Wredha Usia Betani di Kota Semarang.
7
METODE Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pengasuh di Panti Wredha Pengayoman dan Panti Wredha Usia Betani yang berjumlah 60 orang, yang terdiri dari pengasuh di Panti Wredha Pengayoman sebanyak 25 orang dan pengasuh Panti Wredha Usia Betani sebanyak 35 orang. Teknik sampel yang digunakan adalah sampel jenuh. Analisis korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Rank Spearman.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian diperoleh bahwa umur responden rata-rata adalah 28,95 tahun, dengan umur termuda adalah 21 tahun dan umur tertua adalah 37 tahun. Berdasrkan pendidikan sebagian besar responden pendidikannya adalah SLTA atau sederajat yaitu sebanyak 42 orang (70,0%), dan yang paling sedikit berpendidikan S1 yaitu sebanyak 2 orang (3,3%). Analisi univariat dapat dijelaskan sebagai berikut: Tabel 1 Distribusi frekuensi pengasuh berdasarkan pengetahuan tentang demensia di Panti Wredha Pengayoman dan Usia Betani Kota Semarang Bulan Maret 2013 (n=60) Pengetahuan
Frekuensi (f)
Persentase (%)
Kurang
28
46,7
Cukup
7
11,7
Baik
25
41,7
Jumlah
60
100
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa pengetahuan pengasuh sebagian besar adalah dalam kategori kurang yaitu sebanyak 28 orang (46,7%), dan yang yang paling sedikit adalah kategori cukup sebanyak 7 orang (11,7%). Tabel 2 Distribusi frekuensi berdasarkan perawatan lansia yang dilakukan oleh pengasuh di Panti Wredha Pengayoman dan Usia Betani Kota Semarang Bulan Maret 2013 (n=60) Frekuensi (f)
Persentase (%)
Kurang Baik
28
46,7
Baik
32
53,3
Jumlah
60
100
Perawatan lansia
8
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar pengasuh melakukan perawatan dengan baik kepada lanjut usia yaitu sebanyak 32 orang (53,3%) dan yang kurang baik sebanyak 28 orang (46,7%). Grafik 1 Hubungan pengetahuan pengasuh tentang demensia dengan perawatan lansia yang mengalami demensia di Panti Wredha Pengayoman dan Usia Betani Kota Semarang Bulan Maret 2013 (n=60)
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,594 dengan nilai p sebesar 0,000 (P< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan pengasuh tentang demensia dengan perawatan lansia yang mengalami demensia di panti Wredha Pengayoman dan Panti Wredha Usia Betani Semarang. Berdasarkan nilai korelasi sebesar 0,594 tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang cukup atau sedang. Berdasarkan diagram scater plot dapat diketahui bahwa kemiringan garis linier bergerak dari bawah ke atas yang menunjukkan adanya hubungan yang positif antara kedua variabel. Artinya apabila pengetahuan pengasuh meningkat maka perawatan yang dilakukan oleh pengasuh juga meningkat.
9
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa pengetahuan pengasuh tentang demensia sebagian besar adalah dalam kategori kurang yaitu sebanyak 46,7. Pengetahuan responden yang kurang ini dikarenakan tingkat pendidikan responden yang masih setingkat SLTA atau sederajat serta pendidikan responden ini masih dalam kategori pendidikan dengan disiplin ilmu yang umum.
Pengetahuan yang kurang ini tercermin dari pertanyaan kuesioner tentang lansia yang mengalami demensia biasanya mudah menangis, marah besar, rasa takut dan gugup yaitu sebanyak 61,7% menjawab tidak tepat. Pengetahuan lain tentag penderita demensia sulit untuk berbicara dengan benar yaitu sebanyak 50,0% yang menjawab tidak tepat.
Pengetahuan responden ini mempengaruhi tingkat pengetahuan responden dimana dengan pendidikan umum responden penelitian kurang memahami tentang asuhan keperawatan terhadap lanjut usia terutama pada lanjut usia yang sudah mengalami demensia. Sebagaimana disebutkan oleh Notoatmodjo (2007) yang menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan responden adalah tingkat pendidikan, dimana seseorang yang memiliki pendidikan yang mengajarkan disiplin ilmu tentang keperawatan akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan seseorang tentang asuhan keperawatan termasuk asuhan keperawatan terhadap lanjut usia yang mengalami demensia. Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti berpendapat bahwa masih banyak ditemukan pengetahuan responden yang kurang tentang demensia. Hal ini dikhawatirkan akan dapat mempengaruhi pelaksanaan pemberian perawatan yang baik terhadap lanjut usia yang demensia sehingga tidak dapat memberikan bantuan yang terbaik terhadap lansia. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar pengasuh melakukan perawatan dengan baik kepada lanjut usia yaitu sebanyak 53,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagai bentuk kewajiban pengasuh maka sudah sewajarnya jika melakukan perawatan dengan benar, namun demikian ternyata masih ditemukan pengasuh yang tidak melakukan perawatan dengan benar.
Perawatan yang baik ditunjukkan oleh pengasuh menemani lansia untuk mengobrol, pengasuh menemani lansia untuk menonton TV, pengasuh memberikan rasa keteraturan
10
kepada penderita dengan selalu mengingatkan untuk menjalani kegiatan mandi, buang air besar, buang air kecil secara rutin.
Menurut Turana (2006) penanganan terhadap lanjut usia yang mengalami demensia dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan kemampuan yang masih ada, berupaya mengatasi masalah prilaku, membantu keluarga atau orang yang merawat dengan memberikan informasi yang tepat dan memberikan dukungan melalui lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa pengasuh yang belum melakukan perawatan terhadap lanjut usia yang mengalami demensia lebih banyak ditemukan pada perawatan non farmakologis seperti menemani lanjut usia, mengajak beraktifitas dan membantu memulihkan daya ingat dengan membuat catatan-catatan kecil.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan pengasuh tentang demensia dengan perawatan lansia yang mengalami demensia di panti Wredha Pengayoman dan Panti Wredha Usia Betani dengan didapatkan nilai p sebesar 0,000 (0,05). Bentuk hubungan adalah positif yang artinya semakin baik pengetahuan pengasuh maka semakin baik pula perawatan yang dilakukan terhadap lanjut usia yang demensia. Hasil korelasi Rank Spearman didapatkan sebesar 0,594 yang artinya tingkat hubungan yang cukup atau sedang.
Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Elvarida (2010) yang mendapatkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan asuhan keperawatan lansia. Penelitian tersebut menunjukkan semakin baik pengetahuan perawat akan semakin baik asuhan keperawatan yang dihasilkan. Penelitian lain dilakukan oleh Nurohim (2005) yang menemukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan praktik ibu dalam merawat lansia.
Perawat yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan psiklogis khususnya demensia harus menggabungkan keterampilan keperawatan jiwa dengan pengetahuan gangguan fisiologis, proses penuaan yang normal, dan sosiokultural pada lansia dan keluarganya. Sebagai pemberi pelayanan perawatan primer, perawat lansia harus pandai dalam mengkaji kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status perilaku. Perencanaan dan intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada pasien dan keluarganya atau pemberi pelayanan lain.
11
Keterbatasan penelitian ini terletak pada pengukuran pengetahuan dan perawatan yang dlakukan pengasuh berdasarkan hasil kuesioner yang diisi oleh responden dimana pengukuran perawatan dapat lebih detail apabila dilakukan observasi, namun pelaksanaan observasi terhadap satu persatu pada pengasuh membutuhkan waktu yang sangat lama. Kelemahan yang lain adalah tidak ditelitinya variabel perancu lain seperti pengalaman dan lama masa kerja menjadi pengasuh lansia.
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan pengasuh sebagian besar dalam kategori kurang yaitu sebanyak 46,7%, kategori cukup sebanyak 11,7%, dan kategori baik sebanyak 41,7%. Perawatan yang dilakukan pengasuh terhadap lansia yang mengalami demensia sebagian besar dalam kategori baik yaitu sebanyak 53,3% dan yang kurang baik sebanyak 46,7%. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan pengasuh tentang demensia dengan perawatan lansia yang mengalami demensia di panti Wredha Pengayoman dan Panti Wredha Usia Betani Semarang.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa pengetahuan pengasuh sebagian besar dalam kategori kurang, oleh karena itu bagi Panti Wredha seharusnya dapat memberikan pelatihan kepada pengasuh tentang penanganan dan perawatan kepada lanjut usia khususnya penanganan terhadap lanjut usia yang mengalami demensia. Panti Wredha juga perlu mempekerjakan pengasuh dari lulusan keperawatan sehingga memahami perawatan terhadap lansia dengan baik terutama pada lansia yang mengalami demensia.
Pengasuh dapat meningkatkan pengetahuannya dengan cara ikut serta dalam program pelatihan yang diadakan oleh instansi tempat bekerja serta belajar dengan membaca buku tentang perawatan lansia. Pengasuh juga diharapkan dapat memberikan perawatan yang terbaik kepada lansia yang demensia dan membantu daya ingat lansia dengan cara membuat catatan kecil.
Peneliti selanjutnya dalam pengukuran perawatan terhadap lanjut usia diharapkan dapat melakukan observasi sehingga dapat diketahui tindakan pengasuh secara jelas. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat melalukan penelitian dengan menyertakan variabel lain seperti pengalaman dan lama masa kerja pengasuh.
12
KEPUSTAKAAN Access Economics, (2006), Demensia Di Kawasan Asia Pasifik: Sudah Ada Wabah, Dementia in the Asia Pacific Region. Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi 6. Jakarta : Rineka Cipta Elvarida, M. (2010) Hubungan pengetahuan dengan perawatan lansia. Skripsi. Semarang : UNDIP Hurley, A. C. (1998). Membenahi Penyakit Demensia Pada Lansia. Diambil dari website http://www.documents BKKBN. Hurlock, E.B. (1999), Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta : Erlangga. Kusumawati, D.N. (2012), Mengenal Demensia pada Lanjut Usia, dikutip dari www.kamusilmiah.com/ Maryam, (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta : Salemba Medika Notoatmodjo S. (2005), Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta _____________. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka Cipta. _____________. (2010). Ilmu Perilaku kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta. Nugroho, Wahyu. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Jakarta : EGC Nurohim, S.A.(2005). Hubungan Karaketristik, Pengetahuan Dan Sikap Ibu Terhadap Praktik Dalam Merawat Lansia (Studi Pada Ibu-Ibu Anggota Kelompok Bina Keluarga Lansia Di Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Skripsi. Semarang: UNDIP. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Stanley, M., (2007), Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Jakarta : EGC Turana, Yuda, (2006) Merawat Demensia, RS. Atmajaya : Artikel. Watson, Roger, (2003), Perawatan pada lansia. Jakarta : EGC
13