MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING KELUARGA PENANGGULANGAN NAFZA
BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA
DISUSUN OLEH YUSI RIKSA YUSTIANA
BADAN PENANGGULANGAN NAFZA, KENAKALAN REMAJA, PROSTITUSI JAWA BARAT 2000
A. PEDOMAN APA ITU KONSELING KELUARGA Proses komunikasi antara konselor dengan klien (Keluarga : remaja dan orang tua remaja) dalam hubungan yang membantu, sehingga keluarga dan atau masing-masing anggota keluarga mampu membuat keputusan, merubah perilaku secara positif dan mengembangkan suasana kehidupan keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi secara keseluruhan, meningkatkan
ketahanan
keluarga
serta
mengembangkan
potensi
masing-masing anggota keluarga sebagai pribadi maupun sebagai anggota keluarga.
APA TAHAPAN KONSELING KELUARGA Tahapan pada konseling keluarga adalah : 1. membangun relasi dengan keluarga dan masing-masing anggota keluarga 2. mendiskusikan prinsip-prinsip konseling membuat komitmen 3. menetapkan tujuan konseling serta peran masing-masing anggota keluarga untuk mencapai tujuan 4. menggali permasalahan 5. personalisasi 6. menyusun rancangan tindakan, monitoring dan evaluasi
TUJUAN Klien (keluarga) memiliki pengetahuan, pemahaman dan ketahanan keluarga berkenaan dengan nafza sehingga konstelasi keluarga berfungsi optimal.
PRINSIP KONSELING KELUARGA 1. keluarga adalah suatu sistem, anggota keluarga adalah bagian integral yang satu sama lain saling membutuhkan dan harus saling mendukung
2. Penyimpangan perilaku atau gangguan emosional anggota keluarga disebabkan oleh sistem keluarga yang sakit atau terganggu 3. keluarga adalah suatu kesatuan tetapi masing- masing anggota keluarga adalah individu yang memiliki perbedaan individual 4. Landasan serta prinsip keluarga perlu dipahami dan disepakati bersama oleh seluruh anggota keluarga
KONSELOR 1. konselor harus mampu mendorong setiap anggota keluarga untuk berperan serta menciptakan keluarga yang harmonis, aman dan tentram, penuh cinta kasih serta saling menghormati 2. konselor harus mengembangkan pribadi dan kemampuan : empati, menjaga rahasia, hangat, respek, menghargai tanpa syarat dan percaya diri. 3. Konselor harus memiliki keterampilan : berkomunikasi, dinamika kelompok, sugesti, dan leadership.
SASARAN KONSELING KELUARGA 1. Keluarga 2. Anggota keluarga
KONSELOR KELUARGA PENANGGULANGAN NAFZA ADALAH 1. Konselor/ Guru pembimbing 2. Sosial Worker/ Pekerja sosial 3. Psikolog 4. Psikiater 5. Tokoh atau kader yang ada di masyarakat yang memahami konseling
TEMPAT Dapat dilakukan dimana saja, dengan prasyarat : nyaman, aman, tenang, menjamin privasi dan kerahasiaan serta dapat menampung seluruh anggota keluarga
Teknik Curah fikir, Curah hati, dinamika kelompok, bermain peran, assertif training, kursi kosong, konfrontasi.
EVALUASI 1. bersifat langsung dalam bentuk lisan dan observasi 2. bentuk evaluasi : a. proses dengan fokus keterlibatan seluruh anggota keluarga dalam mengembangkan suasana keluarga dan menyelesaikan masalah b. Hasil dengan fokus keputusan tindakan dan pelaksanana tindakan 3. Instrumen evaluasi : berbentuk portofolio bagi keluarga dan setiap anggota keluarga yang didalamnya mendeskripsikan perkembangan dan dampak konseling.
PENCATATAN 1. Dituliskan pada buku konsultasi, didalamnya memuat : hari, tanggal, tempat, identitas, fokus atau bahasan konseling, proses konseling dan rancangan tindak lanjut 2. pencatatan dilakukan segera setelah konseling berarhir 3. pencatatan digunakan sebagai catatan pelayanan dan bahan rujukan konseling berikutnya.
B. MATERI 1. Definisi Konseling keluarga adalah : proses komunikasi antara konselor dengan klien (Keluarga : remaja dan orang tua remaja) dalam hubungan yang membantu, sehingga keluarga dan masing-masing anggota keluarga mampu membuat keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan suasana kehidupan keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi secara
keseluruhan,
meningkatkan
ketahanan
keluarga
serta
mengembangkan potensi masing-masing anggota keluarga sebagai pribadi maupun sebagai anggota keluarga. Pada dasarnya konseling keluarga dilakukan terhadap individu angggota keluarga sebagai bagian dari sistem keluarga. Implikasinya klien pada konseling keluarga adalah masing-masing anggota keluarga dan keluarga sebagai satu kesatuan sistem. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan individual dalam arti masalah keluarga dilihat atau dipersepsi, dipahami dari aspek individu serta pendekatan sistem dalam arti masalah keluarga adalah dilihat sebagai masalah sistem keluarga. Hubungan yang membantu adalah hubungan yang dilandasi oleh kebutuhan untuk memperoleh bantuan dan memberikan bantuan bantuan pada orang lain. Persyaratan yang harus terpenuhi agar terjalin hubungan yang membantu adalah kesiapan dan kesediaan memberikan bantuan, kepercayaan klien terhadap pemberi bantuan, saling menghargai, saling pengertian dan kerjasama.. Keterlibatan seluruh anggota keluarga untuk terlibatan dalam kegiatan konseling merupakan tujuan yang harus dicapai dalam hubungan yang membantu. Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan konseling keluarga adalah mendorong setiap anggota keluarga agar
mampu membuat
keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan suasana kehidupan keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi secara keseluruhan, meningkatkan ketahanan keluarga serta mengembangkan potensi baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota keluarga.
Fokus
konseling
keluarga
adalah
keberfungsian
konstelasi
keluarga sehingga keluarga dan anggota keluarga didalamnya dapat memenuhi kebutuhan insani secara fisik, sosial emosional, psikologis, pendidikan dan religius. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang terdiri atas suami, istri dan anak yang terbentuk atas ikatan pernikahan dalam rangka memelihara harkat dan martabat kemanusiaan, mencapai kesejahteraan lahir dan batin serta kebahagiaan dunia akhirat. Keluarga berperan dalam pengembangan pribadi anak, institusi yang dapat memenuhi kebutuhan insani serta lingkungan yang kondusif bagi perkembangan psikologis anak. Secara psisosiologis keluarga berfungsi : memberi rasa aman, sumber pemenuhan kebutuhan, sumber kasih sayang dan penerimaan, model pola perilaku bermasyarakat, pengembangan perilaku sosial, tempat belajar memecahkan masalah, menyesuaikan diri dalam kehidupan, keterampilan motor, verbal dan sosial, stimulator pengembangan kemampuan/potensi untuk berprestasi, menembangkan aspirasi dan sumber persahabatan. Keluarga merupakan pranata sosial yang memberikan legalitas memenuhi kebutuhan dasar biologis, berfungsi ekonomis, lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak, penyemaian masyarakat masa depan karena keluarga adalah miniatur masyarakat, pelindung bagi anggota keluarga dari acaman fisik maupun psikologis, lingkungan yang memberi kenyamanan, kehangatan serta keceriaan, penanam nilai-nilai agama kepada anggota keluarga agar memiliki pedoman hidup yang benar.
2. Tahapan 1) membangun relasi. Kunci proses konseling adalah jalinan relasi yang harmonis antara konselor dengan Konseli. Konselor harus mampu menyapa Konseli dengan baik sehingga Konseli merasa dirinya diterima. Semua atribut yang akan mengganggu harus diminimalkan, baik itu berhubungan dengan tempat, pakaian, status sosial ekonomi,
persepsi dan pemikiran Konselor tentang Konseli. Observasi terhadap keberadaan Konseli harus dilakukan dengan hati-hati sehingga Konseli tidak merasa dinilai. Hal yang harus diobservasi dari Konseli adalah : penampilan
fisik,
motivasi,
indikator-indikator
kecemasan
atau
penolakan. Melalui tahapan ini diharapkan konseli terlibat dalam proses konseling, sehingga konseli mampu mengekpresikan dan menyatakan apa yang terjadi dalam pikiran maupun perasaannya. Membangun relasi dalam konseling keluarga harus dilakukan dengan keluarga secara keseluruhan maupun dengan orang perorang anggota keluarga. Proses ini memerlukan waktu dan kesabaran karena minat dan kepentingan individual masing-masing anggota keluarga akan sangat beragam. 2) mendiskusikan prinsip-prinsip dan tujuan konseling. Konseli harus tahu apa hak, kewajiban dan peran selama proses konseling, karena subjek dna objek konseling adalah Konseli. Tujuan konseling harus ditetapkan bersama-sama dengan Konseli, sehingga tumbuh rasa tanggung jawab untuk
menyelesaikan
permasalahan,
mengubah
perilaku
dan
berkeinginan untuk mengembangkan diri. Berapa lama waktu konseling dilakukan dan kapan konseling akan dilaksanakan perlu disepakati oleh seluruh anggoat keluarga. Pada tahap ini
kesepatan seluruh
anggota keluarga terhadap
permasalahan yang akan dibahas merupakan hal fokus kajian. Menanamkan pemikiran dan perasaan bahwa permasalahan yang dihadapi merupakan permasalahan bersama dan akan mengganggu sistem keluarga manakala tidak diselesaikan. Kesediaan dan ketulusan anggota
keluarga
untuk
terlibat,
bahu-membahu
saling
Bantu
menyelesaikan permasalahan keluarga merupakan modal awal untuk menggali permasalahan secara komprehensif. 3) menggali
permasalahan.
Pada
tahapan
ini
konselor
harus
mengembangkan berbagai pertanyaan maupun pernyataan yang akan mendorong Konseli untuk menggali permasalahan yang dihadapi.
Tujuan yang ingin dicapai melalui tahapan ini adalah pemahaman Konseli tentang masalah yang dihadapi serta bagaimana hubungan atau dampak masalah terhadap diri. Pertanyaan maupun pernyataan dapat dikembangkan dari lima kata kunci yaitu 5WH, What (apa), why (mengapa), when (kapan), where (dimana), who (siapa) dan How (bagaimana). Pernyataan maupun pernyataan sebagai respon terhadap ungkapan atau pernyataan Konseli serta umpan balik dapat berupa sebab
akibat,
mengurutkan
berdasarkan
kepentingan
Konseli,
mengurutkan berdasarkan waktu kejadian serta makna peristiwa bagi Konseli.
Melalaui
tahapan
ini
diharapkan
konseli
mampu
menggambarkan secara nyata situasi yang dihadapi, memberi makna terhadap situasi tersebut serta menggali perasaan dalam peristiwa yang dialami. Penggalian anggota
masalah keluarga
diawali
dengan
memandang
bagaimana
permasalahan
masing-masing dan
dampak
permasalahan terhadap dirinya secara pribadi. Langkah yang kedua adalah mengembangkan persepsi dan saling keterkaitan atau hubungan permasalahan tehadap masing-masing anggota keluarga dan langkah yang ketiga adalah menarik simpulan akar permasalahan baik secara individual maupun keluarga sebagai suatu sistem. 4) personalisasi.
Prinsip
personalisasi
adalah
kien
menyadari
permasalahan dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan. Besarnya kecilnya permasalahan sangat tergantung pada persepsi Konseli tentang masalah, sehingga kita dapat mengurangi kegelisahan, frustasi ataupun stress dalam diri Konseli dengan menempatkan permasalahan secara proporsional serta mendorong Konseli untuk berfikiran positif tentang dirinya. Pada tahap ini diharapkan klien memiliki pemahaman sehingga mampu menterjemahkan kesadaran, perasaan dan penalaran kedalam makna yang lebih pribadi menurut perspektif sendiri. Dengan kata lain konseli mampu memahami keadaan lack of psychological strength serta merumuskan tujuan untuk mengatasinya.
Kesadaran akan pentingnya keluarga dan keberfungsian keluarga bagi kelangsungan kehidupan anggota keluarga merupakan hal yang harus dicapai pada tahapan ini. Masing-masing anggota keluarga harus mampu melihat dan menempatkan diri dalam posisi peran dan tanggung jawab sebagai anggota keluarga dan sebagai pribadi. Sebagai pribadi tidak boleh kehilangan integritas diri tetapi sebagai anggota keluarga harus memiliki konsep diri dan konsep anggota komunitas. 5) menyusun rancangan tindakan serta monitoring atau evaluasi tindakan. Tugas konselor pada tahap ini adalah mendukung konseli untuk dapat membuat rancangan tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan
yang
dihadapi.
Dimulai
dengan
menetapkan tujuan yang ingin dicapai, tahapan kegiatan yang akan dilakukan, waktu pelaksanaan, keterlibatan orang lain, penggunaan alat bantu
serta
bagaimana
konselor
dapat
membantu
memonitor
ataumemberikan balikan terhadap usaha yang dilaksanakan oleh Konseli. Konselor harus mampu memberikan support agar Konseli memiliki kekuatan mental untuk dapat melakukannya. Secara tegas menetapkan kapan kegiatan akan dimulai. Jika memungkinkan konselor dapat membantu tanpa sepengetahuan Konseli menciptakan berbagai kondisi yang mendukung terlaksananya kegiatan. Perencanan yang disusun terdiri atas perencanaan : pertama pribadi masing-masing anggota keluarga sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing
dan kedua perencanaan keluarga untuk
membangun keberfungsian konstelasi keluarga serta memperbaharui budaya keluarga.
3. Tujuan dan Prinsip Konseling diarahkan terbentuknya keluarga yang fungsional. Karakteristik Keluarga yang fungsional adalah : saling memperhatikan, mencintai, menghormati, menghargai dan penuh kasih sayang; bersikap terbuka dan jujur; orang tua
mendengarkan, menerima perasaan,
menghargai pendapat dan melindungi anak; anggota keluarga berbagi permasalahan dan atau pendapat; mampu berjuang mengatasi masalah kehidupan, beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dan minimnya perselisihan antara orang tua dan anak; anggota keluarga saling menyesuiakan diri dan mengakomodasi; komunikasi antar anggota keluarga berlangsung baik, ada kesempatan untuk menyatakan keinginan dan musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan; kesempatan untuk bersikap mandiri dalam berperilaku, berdisplin; keluarga memenuhi kebutuhan psikososial, mewariskan nilai-nilai budaya, berkecukupan dalam bidang ekonomi, mengamalkan nilai-nilai moral dan agama dan orang tua memiliki stabilitas ekonomi. Keluarga yang mengalami disfungsi memiliki resik yang besar untuk bermasalah baik sebagai suatu sistem maupun bagi individuindividu yang ada didalamya. Dampak pertama disfungsi keluarga adalah terganggungnya proses tumbuh kembang anak. Hubungan interpersonal dalam keluarga yang tidak sehat merupakan faktor utama permasalahan mental. Melalui Konseling, keluarga didorong untuk menjadi keluarga yang efektif yaitu keluarga yang memiliki budaya keluarga yang indah. Budaya keluarga yang indah ditandai dengan rasa memiliki dari seluruh anggota keluarga dengan tulus dan penuh cinta kasih, pemberian kesempatan bagi semua anggota untuk tumbuh dan berkembang, membangun masa depan keluarga, menjadikan keluarga sebagai prioritas, anggota keluarga saling mendukung dan menghormati dengan prinsip win-win solution, mengembangkan
kekuatan
dan
ketahanan
keluarga
serta
selalu
memperbaharui semangat keluarga. Prinsip peranan keluarga menurut Covey (Syamsu Yusuf, 2000:3537) adalah : a. modeling, orang tua adalah contoh atau model yang pertama dan terdepan serta merupakan pola bagi cara hidup anak.
Pada
kehidupan keluarga terjadi pewarisan cara berfikir dan bertindak dari orang tua terhadap anak. b. mentoring, kemampuan untuk menjalin
atau membangun
hubungan, investasi emosional atau pemberian perlindungan kepada orang lain secara mendalam, jujur, pribadi dan tidak bersyarat.
Terwujud dalam bentuk empati, berbagi, memebri
kepercayaanketegasan dan dorongan, mendoakan secara ikhlas serta berkorban untuk orang lain. c.
organizing, keluarag merupakan tim kerja, sehingga antar anggota keluarga harus bekerjasama dalam menyelesaikan tugas dan memenuhi kebutuhan keluarga.
d. teaching, orang tua berperan sebagai guru bagi anak-anak tentang hukum-hukum
dasar
memberdayakan memahami,
kehidupan.
prinsip-prinsip
melaksanakan
dan
Orang
kehidupan
tua
berusaha
sehingga
mempercayai
anak
prinsip-prinsip
tersebut dan pada akhirnya memiliki conscious competence atau kemampuan untuk
4. Konselor Aspek penting yang harus dimiliki dan diperhatikan oleh/ dari seorang konselor adalah kepribadian dan keterampilan. Keduanya harus seimbang dan harus terintegrasi sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. 1). kepribadian : a) menerima Konseli apa adanya, artinya konselor harus siap menerima konseli bagaimanapun kondisi dan latar belakangnya. Menerima dan menghargainya sebagai menusia yang utuh tanpa label-label yang lebih bersifat negatif tentang dirinya, tetapi melihat sesuatu yang positif pada konseli. b) hangat, seseorang akan memiliki keberanian untuk menyampaikan sesuatu jika orang yang dihadapinya bersikap hangat dan penuh perhatian.
Menyapa
Konseli
dengan
ketulusan
hati
untuk
membantu
membuat
komunikasi
menjadi
menyenangkan.
Kehangatan tertampilkan melalui intonasi suara, ekspresi mata, posture (sikap tubuh) dan gesture (mimik muka serta gerakangerakan fisik). Tingkatan emosinal konselor- maupun konseli dapat dilihat dari keempat dimensi tersebut. c) respek, menghormati Konseli dengan memperlakukan Konseli sebagai
teman
dan
tamu
yang
diharapkan
kehadirannya.
Menghargai perbedaan dan kemampuan yang dimiliki konseli. d) Emphati (pemahaman), menunjukkan sikap menghargai dan memahami apa yang difikirkan dan dirasakan oleh Konseli. Mencoba
menempatkan
diri
melalui
suatu
kesadaran
dan
pemahaman tentang sesuatu yang terjadi pada diri klien, serta sebagai orang yang siap untuk mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh Konseli. e) ramah, klie akan merasa terganggu dan kehilangan kepercayaan diri
jika merasa dirinya di tolak. Konselor harus mampu
menggunakan kata-kata serta mimik muka yang menentramkan Konseli. f) berteman/ bersahabat, sikap bahwa konselor peduli akan apa yang difikirkan dan dirasakan oleh Konseli. Kehadiran konselor sebagai teman atau sahabat yang siap untuk membantu. g) mampu menjaga rahasia, kunci memperoleh kepercayaan dari Konseli adalah kemampuan menjaga rahasia, konselor tidak boleh menceritakan apa yang disampaikan oleh Konseli tanpa seijin Konseli atau dianggap membahayakan jiwa. Konselor harus memiliki kualiatas pribadi yang membuat orang lain percaya pada dirinya dengan berkomunikasi secara confidential, menjamin kebebasan pribadi dan jujur. h) Kejujuran, konselor merupakan orang yang transparan, otentik dan asli
i) Kekongkritan, konselor merespon apa yang disampaikan konseli sesuai dengan kebutuhan, tanpa banyak basa-basi. j) Sensitif, memiliki kepekaan yang tajam terhadap kondisi-kondisi sosial psikologis yang dialami konseli, sehingga mampu melihat permasalahan secara lebih tajam buka hanya gejala-gejala yang nampak saja. 2) Konselor yang efektif adalah konselor yang memiliki : a) rasa percaya diri. Sulit bagi Konseli untuk mempercayai dan memperoleh jaminan konselor dapat membantu jika konselor tidak percaya diri. Percaya diri artinya siap untuk menghadapi orang lain dan percaya bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan apa yang dihadapi b) berpengetahuan. Konselor harus memmiliki pengetahuan yang cukup tentang nafza dan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari dan melepaskan diri adaru ketergantungan terhadap nafza. Konselor juga harus memiliki pengetahuan yang luas tentang perilaku manusia, kondisi sosial budaya, norma dan aturan agama, komunikasi dan menjalin relasi sosial, upaya mengemas informasi serta penggunkan media komunikasi. c) memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Bagaimana menyapa seseorang, kalimat apa yang harus digunakan, kapan waktu yang tepat untuk menyampaikan sesuatu, sikap dan bahasa tubuh apa yang harus tertampilkan adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang konsulatan pada saat memberikan konseling. d) mampu memahami persepsi Konseli, konselor perlu memahami kerangka fikir Konseli tentang apa yang sedang dihadapinya. Apa landasan yang digunakan Konseli, prasangka-prasangka apa yang difikirkan Konseli, kecemasan- ketakutan apa yang dialami oleh Konseli, bagaimana Konseli memandang permasahannya serta apa makna permasalahan bagi dirinya.
e) menciptakan suasana yang bersahabat, relasi akan berjalan lancar jika tercipta atmosfir yang bersahabat diantara konselor dengan Konseli. Pemilihan tempat, pakaian, waktu serta alat bantu yang digunakan akan membantu penciptaan suasana. f)
Memahami prinsip dan konsep tentang keluarga, sikap atau perlakuan orang tua dan dampaknya terhadap kepribadian anak, perkembangan
anak,
serta
upaya-upaya
mensejahterakan
keluarga. Tabel I Sikap atau perlakuan orang tua dan dampaknya terhadap kepribadian anak Pola perlakuan
Perilaku Orang tua
Profile Tingkah laku anak
orang tua 1. Overprotection (terlalu melindungi)
1. Kontak yang berlebihan dengan anak 2. Perawatan/
2. Agresif dan dengki pemberian
bantuan kepada yang
terus
meskipun
4. melarikan
menerus,
kenyataan
sudah
mampu merawat dirinya sendiri
anak
diri
dari
5. sangat tergantung 6. ingin
menjadi
pusat
perhatian kegiatan
anak secara berlebihan 4. memecahkan
3. mudah merasa gugup
anak
anak
3. mengawasi
1. perasaan tidak aman
masalah
7. bersikap menyerah 8. lemah egostrengh,
adalam aspirasi
dan toleransi terhadap frustasi 9. kurang
mampu
mengendalikan emosi 10. menolak
tanggung
jawab 11. kurang percaya diri 12. mudah terpengaruh 13. peka terhadap kritik 14. bersikap yesmen 15. egiois/selfish
16. suka bertengkar 17. troublemaker (pembuat onar) 18. sulit untuk bergaul 19. mengalami homesick 2. permissiveness
1.
memberikan kebebasan untuk
berfikir
atau
berusaha 2.
mencari
jalan
keluar 2. dapat bekerja sama
menerima
gagasan/
pendapat 3.
1. pandai
3. percaya diri 4. penuntut
membuat anak merasa diterima
dan
dan
tidak
sabaran
merasa
kuat 4.
toleran dan memahami kelemahan anak
5.
cenderung
lebih
suka
memberi yang diminta anak daripada menerima 3. rejection
1.
bersikapmasa bodoh
1. Agresif
2.
bersikap kaku
gelisah, tidak patuh/ keras
3.
kurang
kepala, suka bertengkar
mempedulikan
menampilkan
sikap
permusuhan
atau
dominansi
marah,
dan nakal)
kesejahteraan anak 4.
(mudah
2. Submissive (kurang dapat mengerjakan
terhadap
tugas,
pemalu,
anak
suka
mengasingkan
diri,
mudah tersinggung dan penakut) 3. sulit bergaul 4. pendiam 5. sadis 4. Acceptance
1.
2.
Memberi perhatian dan
1.
mau bekerjasama
cinta kasih yang tulus
2.
bersahabat
kepada anak
3.
loyal
menempatkan
anak
4.
emosi stabil
dalam
yang
5.
ceria
posisi
penting di dalam rumah
optimis
dan
bersikap
3.
mengembangkan
6.
hubungan yang hangat dengan anak 4.
bersikap
respek
terhadap anak 5.
menerima
tanggung jawab 7.
jujur
8.
dapat dipercaya
9.
memiliki
perencanaan
mendorong anak untuk
yang
menyatakan
mencapai masa depan
perasaan
atau pendapatnya 6.
mau
berkomunikasi
jelas
untuk
10. bersikap
dengan
realistic
(memahami
kekuatan
anak secara terbuka dan
dan kelemahan dirinya
mau
secara objektif)
mendengarkan
masalahnya 5. Domination
1. mendominasi anak
1.
bersikap
sopan
dan
sangat berhati-hati 2.
pemalu, penurut, inferior dan mudah bingung
3.
tidak
dapat
bekerja
sama 6. Submission
1.
Senantiasa memberikan
1.
tidak patuh
sesuatu
2.
tidak bertanggung jawab
3.
agresif dan lalai
anak
4.
bersikap otoriter
berperilaku semaunya di
5.
terlalu percaya diri
1.
implusif
2.
tidak dapat mengambil
yang
diminta
anak 2.
membiarkan
rumah 7.
Punitiveness/
1.
overdisciplin
Mudah
memberikan
hukuman 2.
menanamkan kedisplinan secara keras
keputusan 3.
nakal
4.
sikap bermusuhan atau agresif
3) Selama proses konseling, konselor mendorong Konseli memiliki kemampuan untuk : a) mengungkap masalah, seseorang akan sanggup mengungkapkan masalah jika merasa menemukan orang yang dapat dipercaya,
tidak berada dalam suasana yang tertekan, memperoleh stimulasi atau arahan tentang apa yang harus dibicarakan b) memahami masalah, penggalian masalah yang dilakukan melalui pertanyaan atau pernytaan tentang 5 WH akan membantu Konseli memahami proporsi masalah dalam kehidupannya, c) mengambil keputusan yang tepat, Konseli perlu memperolah gambaran yang komprehensif tentang apa yang dialaminya serta berbagai alternatif solusi. Pembuatan keputusan harus didasarkan pada kepentingan dan analisis sisi positif maupun negatif solusi dalam pemikiran Konseli bukan pemikiran konselor. 2. Konseli Seseorang yang datang pada konselor untuk meminta bantuan disebut konseli. Konselor harus memahami kedaan konseli. Konseli datang pada konselor karena menghadapi permasalahan atau hambatan psikologis atau berada dalam kedaan lack of psychological strength. Dimensi dari lack of psychological strength adalah : a) pemenuhan kebutuhan, individu merasakan kebutuhan psikologis : memberi dan menerima, merasa bebas menentukan pilihan, memiliki kesenangan, menerima kemungkinan atau stimulasi baru, menemukan harapan, menemukan tujuan yang jelas dalam hidup. b) kompetensi intrapersonal, yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan
orang
lain.
Terdiri
atas
kompetensi
memahami
diri,
mengarahkan diri dan penerimaam diri. c) kompetensi
interpersonal,
merupakan
kemampuan
dalam
berhubungan dengan orang lain dengan cara-cara yang baik dan saling memenuhi. Antara lain kepekaan, assertif, kenyamanan berdampingan, bebas dari tekanan. d) kompetensi religius, kemampuan untuk melaksanakan kewajiban dan tuntutan kehidupan sebagai ibadah sesuai keyakinan.
Individu dan keluarga yang tidak memiliki kompetensi atau tidak mampu memenuhi keempat dimensi tersebut berarti memiliki lack of psychological strength.
5. Rujukan Bolton, Robert. 1988, People Skills, Australia : Simon & Schuster Jones & Nelson, 1995, Counselling and Personality, Australia :Allen & Unwin Oā€¯Donohue & Krasner, 1995, Handbook of Psychological Skills Training, Boston : Allyn and Bacon Syamsu Y, Anne, Yusi, 2000, Bimbingan Keluarga, Makalah Pelatihan Bimbingan dan konseling Pusdiktek DepKimbangwil, Bandung : Jurusan PPB FIP UPI