1
PENGEMBANGAN MODUL INTERVENSI MENGENAI PERLAKUAN ORANG TUA YANG MENGHAMBAT PERKEMBANGAN REMAJA DAN MEMICU KONFLIK DALAM HUBUNGAN ORANGTUA DAN REMAJA (Suatu studi di lembaga kursus Sony Sugema Bandung)
RIN WIDYA AGUSTIN ABSTRAK Karakteristik perkembangan remaja yang meliputi perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif dan perubahan sosial memunculkan perilaku yang dipandang orang tua sebagai perilaku ketidakpatuhan, melawan dan menentang orang tua. Untuk menangani “ketidakpatuhan” ini, orang tua cenderung berusaha mengawasi dengan lebih ketat, mengendalikan dengan lebih kuat dan memberi lebih banyak tekanan agar remaja tidak melarikan diri dan lepas dari genggaman. Perlakuan orang tua yang dilandasi oleh pandangan negatif terhadap karakteristik normal perkembangan remaja ini, menghambat perkembangan remaja dan memicu konflik dalam hubungan orang tua – remaja. Kondisi ini merupakan permasalahan yang perlu dilakukan segera upaya untuk mengatasinya. Peneliti tertarik untuk melakukan kegiatan asesmen guna mendapatkan gambaran aktual yang lebih jelas mengenai perlakuan orang tua ini. Hasil asesmen akan dijadikan dasar analisa kebutuhan belajar orang tua agar dapat memperbaiki perlakuannya terhadap remaja. Selanjutnya, penelitian ini bertujuan menyusun suatu modul intervensi dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar orang tua tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuantitatif. Kegiatan asesmen dilakukan dengan teknik kuesioner mengenai perlakuan orang tua terhadap remaja. Perlakuan tersebut berdasarkan konsep teori yang digunakan merupakan kesalahan karena menghambat pencapaian kecakapan tugas perkembangan remaja dan memicu konflik dalam hubungan orang tua dan remaja. Indikator kesalahan orang tua dalam kuesioner dilihat dari masing-masing karakteristik perkembangan remaja. Populasi penelitian ini adalah orang tua remaja pada lembaga kursus Sony Sugema Bandung, dengan karakteristik orang tua (usia dibawah 50 tahun) remaja (usia 16 sampai 21 tahun). Sampel diperoleh dengan cara accidental sample, dimana peneliti menggunakan seluruh populasi, kepada seluruh populasi diberikan kuesioner, responden yang mengembalikan kuesioner dugunakan sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden orang tua melakukan kelima indikator kesalahan perlakuan terhadap beberapa karakteristik perkembangan remaja, pada tingkat kadang-kadang dan agak sering melakukan. Berdasarkan kebutuhan belajar berupa menyadari kesalahan perlakuan, menyadari pentingnya memberikan perlakuan yang tepat (sesuai isi pokok kesalahan perlakuan) dan belajar cara memberikan perlakuan yang tepat, maka TIU intervensi adalah meningkatnya kemampuan orang tua dalam memberikan perlakuan kepada remaja yang membantu perkembangan remaja dan tidak
2
memicu konflik dalam hubungan orang tua dan remaja. TIK intervensi adalah orang tua mampu memahami karakteristik perkembangan remaja, mampu memahami perasaan – emosi remaja, mampu mendengarkan remaja, mampu memberikan batasan yang masuk akal kepada remaja, dan mampu memberikan pilihan yang memadai kepada remaja. Kelima TIK intervensi dirancang dalam bentuk pelatihan dengan beberapa tahapan pelatihan.
A. PENDAHULUAN Fenomena di masyarakat menunjukkan banyaknya keluhan dan pertanyaan berkaitan hubungan orang tua dan anak remajanya. Orang tua mengeluhkan anakanak remajanya sulit diatur dan sulit Remaja mengungkapkan orang tua suka membandingkan mereka dengan masa muda orang tua dulu sehingga membuat mereka merasa jatuh mental dan merasa hampir setiap tingkahlaku mereka salah dimata orang tua. Tuntutan remaja akan otonomi dan tanggung jawab membingungkan dan membuat marah orang tua. Orang tua melihat remaja mereka melepaskan diri dari genggaman mereka. Mereka mungkin berusaha melakukan pengendalian yang lebih kuat ketika remaja menuntut otonomi dan tanggung jawab. Keadaan emosional yang memanas mungkin dapat terjadi di kedua belah pihak, dimana salah satu pihak mencaci maki,mengancam dan melakukan apa saja yang dirasa perlu untuk memperoleh kendali. Orang tua mungkin nampak frustrasi karena mereka berharap remaja mereka menuruti nasehat mereka dan tumbuh untuk melakukan apa yang benar (Collins & Luebker, 1993 dalam Santrock, 1995). Karakteristik tahap perkembangan masa remaja dan paradigma peran orang tua memang merupakan pertentangan yang menimbulkan konflik antara orang tua dan anak remajanya. Pada masa remaja terjadi perkembangan fisik yang sangat pesat, yang pasti diikuti oleh perkembangan mental yang sangat pesat pula, dan tentu saja kondisi ini tidaklah mudah. Masa remaja, masa dimana individu mencari identitas diri, mereka berusaha menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya, dimana mereka belajar kemandirian mengatur, mengambil kendali atas perilakunya dan bertanggungjawab akan kehidupannya sendiri, belajar
3
menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Di saat konsentrasi dan energi mereka curahkan untuk mengatasi masalah-masalah dalam rangka menyesuaikan diri dengan tugas dan perubahan-perubahan pada tahap perkembangan ini, tuntutan
lingkungan
(terutama
sekali
orang
tua)
semakin
besar
dan
membingungkan. Remaja dituntut untuk tidak lagi bertingkahlaku seperti anakanak akan tetapi mereka belum sepenuhnya dipercaya untuk berperan seperti orang dewasa. Remaja dianggap belum pantas dan belum mampu memegang otonomi, bertanggungjawab, menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan sendiri. Hal ini semakin diperparah oleh aturan, tuntutan dan harapan orang tua yang cenderung memaksa tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan perasaan mereka, apalagi memperlakukan mereka sebagai individu yang memiliki pikiran, keinginan dan harapan sendiri. Orang tua seringkali menilai dan menghakimi kesalahan anak-anak remajanya berdasarkan pandangan dan pengalaman pribadi. Dengan cara yang sama orang tua menentukan jalan keluar terhadap masalahmasalah yang dihadapi anak dan mengambil keputusan bagi mereka (Hurlock, 1994; Santrock, 1995; Intisari, 1996). Jika masalah ini dianggap wajar, hal yang “lumrah” terjadi, dan akan berlalu seiring dengan berjalannya waktu, lalu dari manakah remaja akan memperoleh nilai-nilai yang akan menjadi pegangan dalam mereka berperilaku dan mengembangkan ideology? (salah satu Tugas Perkembangan Masa Remaja Menurut Havighurst, dalam Hurlock, 1994). Siapakah yang akan memenuhi kebutuhan utama mereka untuk mendapat perhatian dan dukungan tanpa pamrih negatif apapun, mendapatkan pengakuan terhadap keunikan alam pikiran dan perasaannya, menerima kebebasan yang wajar dalam mengatur kehidupannya sendiri tanpa dilepaskan sama sekali dari perlindungan keluarga? (Kebutuhan Utama
Remaja
Terutama
Bersifat
Psikologis,
dalam
Winkel,
1991).
Bagaimanakah proses pencarian identitas diri mereka, bagaimana mereka belajar mandiri mengatur kehidupannya, belajar menyelesaikan masalah dan belajar mengambil keputusan jika aturan, jalan keluar masalah dan keputusan sudah ditentukan oleh orang tua dan dipaksakan kepada mereka (Karakteristik Remaja, dalam Hurlock, 1994); Perubahan-perubahan Perkembangan Remaja – Otonomi
4
dan Attachment, dalam Santrock, 1995)? Bagaimanakah dengan pikiran dan harapan mereka sebagai individu yang memiliki cita-cita hidup? (Kebutuhan Utama Remaja Terutama Bersifat Psikologis, dalam Winkel, 1991). Siapakah yang akan melindungi, membimbing dan mengarahkan mereka dari bahaya dan pengaruh buruk di luar lingkungan keluarganya seperti obat-obatan terlarang, pergaulan bebas, kenakalan remaja, kriminalitas dan sebagainya? Sikap dan perlakuan orang tua terhadap remaja yang cenderung mempertahankan kendali dan kekuasaan, memberikan tekanan, menghakimi kesalahan remaja secara subyektif menimbulkan konflik disertai keadaan emosi yang memanas yang akan mengganggu dan menghambat perkembangan remaja, pencapaian identitas diri, kemandirian dan perkembangan emosi yang akan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial individu. Menjadi orang tua bagi remaja merupakan salah satu tugas yang tersulit. Menurut psikiater Daniel Amen (dalam Harry, Yahya & Djati, 1996), konflik antara orang tua dan anak remajanya disebabkan oleh kesalahan-kesalahan penting yang sering dilakukan orang tua terhadap anak remajanya. Kesalahankesalahan tersebut adalah: pertama, kurang memahami perkembangan normal pada remaja; kedua, lupa pada masa remaja dulu, mengenai perasaan-perasaan yang disebabkan masalah-masalah yang biasa dihadapi remaja; ketiga, tidak mendengarkan anak; keempat, tidak menetapkan batasan-batasan yang masuk akal; dan kelima, tidak memberikan pilihan. Seluruh uraian yang telah dikemukakan di atas memunculkan suatu pemikiran untuk melihat lebih jelas kondisi actual kesalahan perlakuan orang tua terhadap remaja. Mengingat bahwa perlakuan-perlakuan ini dapat menimbulkan konflik dalam hubungan orang tua dan remaja, dan yang lebih utama perlakuan dan kondisi konflik ini akan sangat mengganggu dan menghambat pencapaian tugas perkembangan remaja, maka perlu dilakukan suatu kegiatan asesmen untuk melihat lebih jelas kondisi actual tersebut. Selanjutnya berdasarkan data hasil asesmen yang diperoleh akan diketahui kebutuhan belajar orang tua dan akan disusun rancangan program intervensinya.
5
Karakteristik perkembangan masa remaja yang meliputi perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas diri, memunculkan perilaku-perilaku yang dipandang orang tua sebagai sikap yang tidak mau menurut, melawan dan menentang orang tua. Padahal sikap dan perilaku
remaja
akibat
perubahan-perubahan
yang
terjadi
pada
tahap
perkembangan ini merupakan proses bagi remaja untuk mencapai kecakapankecakapan yang merupakan tugas perkembangan mereka. Menghadapi keadaan ini orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan kuat dan keras dan memberi lebih banyak tekanan agar remaja tidak melarikan diri dan tidak lepas dari genggaman mereka. Selain menghambat pencapaian tugas perkembangan, sikap, tindakan dan perlakuan orang tua terhadap remaja ini, justru menimbulkan konflik yang berkepanjangan dengan remaja. Kegagalan orang tua dalam upayanya dengan sekuat tenaga mempertahankan kendali dan kekuasaannya terhadap remaja dapat menimbulkan frustrasi dan kemarahan, yang akan memperburuk keadaan konflik. Apalagi jika dalam prosesnya orang tua cenderung menghakimi kesalahan remaja berdasarkan pandangan dan pengalaman pribadi disertai dengan muatan emosi dan frustrasi, akan dapat melukai harga diri, kepercayaan diri dan kesejahteraan emosi remaja yang akan mempengaruhi keberhasilan remaja dalam membangun hubungan sosial yang sehat dan menyenangkan. Keadaan tersebut juga merupakan akibat dari tidak adanya kedekatan atau attachment remaja dengan orang tua, yang merupakan kebutuhan utama mereka akan perhatian dan dukungan, mendapatkan pengakuan terhadap keunikan alam pikiran dan perasaannya, menerima kebebasan yang wajar dalam mengatur kehidupannya sendiri tanpa dilepaskan sama sekali dari perlindungan keluarga. Fenomena menunjukkan masih banyak orang tua yang memberikan perlakuan-perlakuan yang menghambat pencapaian tugas perkembangan dan memicu terjadinya konflik dalam hubungan orang tua dan remajanya. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat dan mendapatkan gambaran yang lebih jelas kondisi aktual mengenai kesalahan perlakuan orang tua terhadap remaja ini.
6
Dengan demikian dapat diketahui kebutuhan belajar orangtua untuk memperbaiki perlakuannya terhadap remaja, dan dapat mempelajari perlakuan yang lebih tepat dalam
rangka
membantu
remaja
mencapai
kecakapan-kecakapan
tugas
perkembangannya.
B. Dasar Teori Karakteristik Perkembangan Remaja Karakteristik Perkembangan Remaja dalam Santrock, 1995 adalah : a. Perubahan fisik, pubertas Empat perubahan tubuh yang paling menonjol pada perempuan ialah pertambahan tinggi badan yang cepat, menarche (haid pertama), pertumbuhan buah dada dan pertumbuhan rambut kemaluan; empat perubahan tubuh yang paling menonjol pada laki-laki ialah pertambahan tinggi badan yang cepat, pertumbuhan penis, pertumbuhan testis dan pertumbuhan rambut kemaluan. b. Perubahan kognitif Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang membuka cakrawala kognitif dan cakrawala sosial yang baru. Pemikiran mereka semakin abstrak, logis dan idealis; lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain dan apa
yang orang lain lain pikirkan tentang mereka; serta cenderung
menginterpretasikan dan memantau dunia sosial. a) Pandangan Piaget tentang pemikiran masa remaja: Pemikiran Operasional Formal Pemikiran operasional formal lebih abstrak daripada pemikiran kanakkanak. Remaja tidak lagi terbatas oleh pengalaman kongkret aktual sebagai dasar pemikiran. Sebaliknya, mereka dapat membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau dalil-dalil dan penalaran yang benarbenar abstrak. Selain abstrak, pemikiran remaja juga idealistis. Remaja mulai berfikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri, orang lain dan dunia, dan membandingkan diri mereka dengan oranglain dengan standar-standar ideal ini.
7
Pada saat yang sama, ketika remaja berpikir lebih abstrak dan idealistis, mereka juga berpikir lebih logis (Kuhn, 1991). Remaja mulai berfikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis. Tipe pemikiran logis ini disebut “pemikiran deduktif hipotesis”, yaitu konsep operasional formal Piaget yang menyatakan bahwa remaja memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis, atau dugaan terbaik mengenai cara memecahkan masalah, seperti persamaan aljabar. Kemudian mereka menarik kesimpulan secara sistematis, atau menyimpulkan, pola mana yang diterapkan dalam penyelesaian masalah. b) Kognisi sosial pada masa remaja Perubahan-perubahan yang mengesankan dalam kognisi sosial menjadi ciri perkembangan remaja. Remaja mengembangkan suatu egosentrisme khusus. Pemikiran remaja bersifat egosentris. Elkind (1976) yakin bahwa egosentrisme remaja memiliki dua bagian: penonton khayalan dan dongeng pribadi. Penonton
khayalan
ialah
keyakinan
remaja
bahwa
oranglain
memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Perilaku mengundang perhatian, umum terjadi pada masa remaja, mencerminkan egosentrisme dan keinginan untuk tampil di atas pentas, diperhatikan dan terlihat. Dongeng pribadi ialah bagian dari egisentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Rasa unik pribadi remaja membuat mereka merasa bahwa tidak seorangpun dapat mengerti bagaimana perasaan mereka sebenarnya. c) Pengambilan keputusan Dibanding dengan anak-anak, remaja yang lebih muda cenderung menghasilkan
pilihan-pilihan
menguji
situasi
dari
berbagai
perspektif,
mengantisipasi akibat-akibat dari keputusan-keputusan dan mempertimbangkan kredibilitas sumber-sumber (Mann, Harmoni & Power 1995). Remaja perlu punya lebih banyak peluang untuk mempraktekkan dan mendiskusikan pengambilan keputusan yang realistis. Dalam beberapa hal, kesalahan pengambilan keputusan pada remaja mungkin terjadi ketika dalam realitas, yang menjadi masalah adalah
8
orientasi masyarakat terhadap remaja dan kegagalan untuk memberi mereka pilihan-pilihan yang memadai. c. Perubahan sosial a) Otonomi dan attachment Kemampuan remaja untuk meraih otonomi dan memperoleh kendali atas perilakunya dicapai melalui reaksi-reaksi orang dewasa yang tepat terhadap keinginan remaja untuk memperoleh kendali. Ketika remaja menuntut otonomi, orang dewasa yang bijaksana melepaskan kendali di bidang-bidang dimana remaja dapat mengambil keputusan yang masuk akal tetapi terus membimbing remaja untuk mengambil keputusan-keputusan yang masuk akal pada bidang dimana pengetahuan remaja terbatas. Attachment dengan dengan orang tua selama masa remaja dapat berlaku sebagai fungsi adaptif, yang menyediakan landasan yang kokoh di mana remaja dapat menjelajahi dan menguasai lingkungan-lingkungan baru dan suatu dunia sosial yang luas dalam suatu cara yang secara psikologis sehat (Papini, Roggman & Anderson, 1990 dalam Santrock, 1995). b) Identitas Untuk pertama kali dalam perkembangan masa remaja, individu-individu secara fisik, kognitif dan sosial telah cukup dewasa untuk mensintesiskan kehidupan mereka dan mengikuti suatu jalan menuju kedewasaan orang dewasa. Orang tua adalah tokoh penting dalam perkembangan identitas remaja. Pengasuhan yang demokratis yang mendorong remaja berpartisipasi dalam pengambilan keputusan keluarga akan mempercepat dan mempermudah perkembangan identitas pada masa remaja; pengasuhan yang otokratis yang mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi remaja suatu peluang untuk mengemukakan pendapat, akan menghambat pencapaian identitas. Pengasuhan permisif yang memberi bimbingan terbatas pada remaja dan mengijinkan mereka mengambil keputusan-keputusan sendiri akan meningkatkan kebingungan identitas (Bernard, 1981; Enright, dkk, 1980; Marcia, 1980).ahli perkembangan Cooper dan rekan-rekannya (Carlson, Cooper & Hsu, 1990; Cooper & Grotevant, 1989; Grotevant & Coope, 1985) memperlihatkan bahwa pembentukan identitas diperkaya oleh relasi keluarga yang diindividualitaskan (mendorong remaja
9
mengembangkan sudut pandang mereka sendiri) dan dikaitkan (memberi suatu landasan yang aman sebagai dasar untuk menjajaki dunia sosial masa remaja yang lebih luas).
Perlakuan-perlakuan yang menghambat perkembangan dan memicu konflik dalam hubungan orang tua dan remaja Perlakuan-perlakuan yang menghambat pencapaian tugas perkembangan dan memicu terjadinya konflik dalam hubungan orang tua dan remajanya, menurut psikiater Daniel Amen (dalam Harry, Yahya & Djati, 1996) adalah: Pertama, kurang memahami perkembangan normal pada remaja. Karakteristik perkembangan pada remaja sangat berbeda dengan karakteristik perkembangan sebelumnya, yaitu masa kanak-kanak. Perubahan sikap dan perilaku remaja ini membingungkan dan menimbulkan kemarahan orang tua. Orang tua menganggap perubahan sikap dan perilaku remaja sebagai tindakan tidak menurut, melawan dan menentang orang tua. Kedua, lupa pada masa remaja dulu, mengenai perasaan-perasaan yang disebabkan masalah-masalah yang biasa dihadapi remaja. Dengan memahami perasaan-perasaan, emosi-emosi yang dialami remaja,
orang tua dapat menolong remajanya.
Ketiga, tidak
mendengarkan anak. Orang tua seringkali memegang kendali,menentukan jalan keluar bagi permasalahan remaja dan mengambil keputusan bagi mereka. Hal ini dilakukan tanpa mendengarkan pemikiran dan harapan remaja sebagai individu. Keempat, tidak menetapkan batasan-batasan yang masuk akal. Kelima, tidak memberikan pilihan. Menetapkan batasan diperlukan dalam proses pendewasaan remaja secara sehat, batasan yang masuk akal dan pemberitahuan yang jelas tentang apa yang diharapkan dari mereka penting bagi remaja, remaja perlu tahu apa yang diharapkan dari mereka. Dalam memberikan batasan yang masuk akal, bukan berarti mengambil keputusan bagi mereka. Remaja harus diberi pilihan, ini akan membangun harga diri dan kemandirian mereka, jika mereka merasa bisa mengambil keputusan yang baik. Semakin sering remaja diberi kesempatan mengambil keputusan sendiri dengan pengawasan dan bimbingan akan semakin mampu mengambil keputusan di masa depan.
10
Intervention Mapping Acuan yang digunakan dalam menyusun modul pelatihan adalah overview of Intervention Mapping (dalam Barholomew, Parcel, Kok dan Goolieb. 2000), yaitu terdiri dari: 1) Intervention Mapping Step 1: Preparing matrics of proximal program objectives 2) Intervention Mapping Step 2: Selecting theory-based methods and practical strategies 3) Intervention Mapping Step 3: Producing program components and materials 4) Intervention Mapping Step 4: Planning program 5) Intervention Mapping Step 5: Planning for evaluation
METODE
Penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian deskriptif-kuantitatif, dimana penelitian ini bermaksud melakukan kegiatan asesmen melalui teknik kuesioner. Kuesioner ditujukan kepada orang tua remaja, yaitu mengenai perlakuan orang tua remaja terhadap remajanya. Perlakuan tersebut merupakan kesalahan karena menghambat pencapaian kecakapan tugas perkembangan remaja dan pemicu terjadinya konflik dalam hubungan orang tua dan remaja. Indikator kesalahan orang tua dalam kuesioner tersebut dilihat dari masing-masing karakteristik perkembangan remaja. Melalui kegiatan asesmen yang dilakukan akan diperoleh data mengenai kesalahan-kesalahan perlakuan orang tua terhadap remaja pada masing-masing karakteristik perkembangan remaja. Dengan demikian akan diperoleh gambaran mengenai kebutuhan belajar orang tua dalam rangka memperbaiki kesalahan perlakuannya terhadap remaja dan belajar perlakuan yang lebih tepat untuk membantu pencapaian kecakapan-kecakapan tugas perkembangan remaja. Berdasarkan gambaran kebutuhan belajar orang tua
11
dapat disusun suatu rancangan intervensi guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indikator kesalahan perlakuan orang tua terhadap remaja terdiri dari lima pokok penting kesalahan orang tua yaitu tidak memahami karakteristik perkembangan remaja, tidak memahami perasaan dan emosi remaja, tidak mendengarkan remaja, tidak memberikan batasan yang masuk akal dan tidak memberikan pilihan yang memadai. Berdasarkan konsep teori yang digunakan seperti dijelaskan pada bab 1 dan 2, kesalahan-kesalahan perlakuan tersebut merupakan penghambat bagi pencapaian kecakapan-kecakapan tertentu sebagai tugas perkembangan remaja dan sekaligus memicu konflik dalam hubungan orang tua dan remaja. Data hasil asesmen penelitian mengindikasikan bahwa seluruh responden atau subyek penelitian melakukan kelima indikator kesalahan perlakuan terhadap remaja pada beberapa karakteristik perkembangan remaja. Data tersebut menunjukkan bahwa kesalahan perlakuan kadang-kadang dan agak sering dilakukan orang tua. Pada dasarnya, jika indikator kesalahan perlakuan berada pada kategori 5 yaitu “Di atas Rata-rata” (sesuai dengan ketentuan kategori pada bab 3) yang berarti kesalahan perlakuan “sangat jarang” dilakukan orang tua terhadap remaja, kondisi tersebut sudah mengindikasikan bahwa orang tua melakukan kesalahan perlakuan dan berarti bahwa orang tua telah memasuki kategori membutuhkan intervensi. Mempertimbangkan data hasil asesmen penelitian yang menunjukkan indikator kesalahan perlakuan kadang-kadang dan agak sering dilakukan maka sangatlah penting untuk dilakukan suatu upaya merancang modul intervensi guna membantu orang tua menyadari kesalahan perlakuannya terhadap remaja dan mempelajari bagaimana memberikan perlakukan yang lebih tepat terhadap remaja.
12
Dengan memberikan perlakuan yang lebih tepat tersebut berarti orang tua membantu pencapaian kecakapan tugas perkembangan remaja dan menghindari terjadinya konflik dalam hubungan orang tua dan remaja, sebaliknya membangun hubungan yang harmonis dan mesra dengan remaja. Berdasarkan kondisi aktual yang menunjukkan bahwa kelima indikator kesalahan perlakuan dilakukan oleh seluruh responden orang tua terhadap remaja pada beberapa karakteristik perkembangan remaja, maka rancangan modul intervensi diarahkan dan berkonsentrasi pada kelima indikator tersebut.
KESIMPULAN Penelitian ini telah melakukan kegiatan asesmen terhadap orang tua remaja mengenai perlakuan orang tua yang menghambat perkembangan remaja dan memicu terjadinya konflik dalam hubungan orang tua dan remaja. Hasil asesmen yang dilakukan telah menjadi dasar analisa kebutuhan belajar orang tua. Selanjutnya, kebutuhan belajar orang tua dijabarkan dalam Tujuan Instuksional Umum dan Tujuan Instuksional Khusus, yang menjadi landasan Rancangan Program Intervensi atau Modul Intervensi. Isi Rancangan Program Intervensi atau Modul Intervensi disusun berdasarkan Tujuan Instruksional Khusus dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar orang tua untuk memahami mengenai perlakuanperlakuan yang merupakan kesalahan karena menghambat pencapaian kecakapan tertentu sebagai tugas perkembangan remaja dan memicu terjadinya konflik dalam hubungan orang tua dan remaja. Selanjutnya memperlajari perlakuan-perlakuan yang lebih tepat bagi remaja untuk membantu pencapaian kecakapan-kecakapan tugas perkembangan remaja, dalam rangka menjalankan perannya sebagai orang tua remaja dan memenuhi kebutuhan remaja akan dirinya sebagai orang tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua melakukan kelima indikator kesalahan perlakuan terhadap beberapa karakteristik perkembangan remaja, pada kategori kadang-kadang dan agak sering dilakukan. Dengan demikian modul pelatihan berkonsentrasi pada kelima indikator kesalahan perlakuan orang tua yang
13
dituangkan dalam TIK dengan beberapa tahapan pelatihan. TIK 1 terdiri dari 3 tahapan dan TIK 2 sampai 5 terdiri dari 4 tahapan pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA
Bartholomew,L.K, Parcel,G.S, Kok,G. dan Goolieb,H.H. 1988. Intervention Mapping. Designing Theory and Evidence-Saved Health Promition Program. McGraw-Hill.Higher. Education Bloom, B. 1956. Taxonomy of Education Objectives, Handbook I. New York: David McKey Bramley, P. 1996, Evaluating Training Effectiveness. London : McGraw-Hill Publishing Company Graziano, A.M & Raulin, M.L.2000. Research Methods: A Process of Inquiry.. Allyn and Bacon Harry, Yahya & Djati, 1996. Kumpulan artikel Intisari: Psikologi Anak. Jakarta: PT. Gramedia. Hurlock, E.B. 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga Kelly, C. David Kolb. The Theory of Experiential Learning and ESL in The Interest TESL Journal, Vol III, No. 9 [Online], Available: http://www.aitech.ac.jp/~iteslj/ {1999, November 10} Santrock, J.W. 1995. Life-Span Development. Jakarta: Erlangga Walter, G.A. & Marks, S. E. 1981. Experiential Learning and Change. Theory, Design and Practice. New York : John Wiley & Sons, Inc.
Winkel, W.S. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.