MODIFIKASI PERENCANAAN BENTANG TENGAH JEMBATAN SURAMADU DENGAN DUA LANTAI KENDARAAN UNTUK JALAN KENDARAAN BERMOTOR DAN JALAN REL Dwi Prasetya 3107100030 Mahasiwa Sarjana Reguler Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp 0857 3031 2565, email:
[email protected] ABSTRAK Dari rencana pengembangan jaringan kereta api di wilayah GERBANGKERTOSUSILA, ada rencana akan mengembangkan jaringan rel yang menghubungkan Surabaya dan Madura. Dengan prediksi meningkatnya aktifitas lalulintas Surabaya-Madura, jembatan dengan kapasitas yang lebih besar juga lebih dibutuhkan. Bahkan seiring perkembangan teknologi telah banyak digunakan jembatan dengan dua lantai kendaraan atau lebih dikenal dengan jembatan double deck. Kombinasi lantai kendaraan ini bisa terdiri dari lantai kendaraan untuk jalan raya dan lantai kendaraan untuk jalan rel. Berangkat dari ide tersebut dalam tugas akhir ini akan membahas mengenai “MODIFIKASI PERENCANAAN BENTANG TENGAH JEMBATAN SURAMADU DENGAN DUA LANTAI KENDARAAN UNTUK JALAN KENDARAAN BERMOTOR DAN JALAN REL”. Dengan program bantu MIDAS Civl 2006 untuk menganalisa perilaku struktur secara 3 dimensi. Pembebanan yang dilakukan mengacu dari RSNI T-022005 dan Standart Teknis Kereta Api Indonesia Untuk Jembatan Baja. Selain itu perilaku dinamis jembatan terhadap angin juga dikontrol yang meliputi vortexshedding (yang berkaitan langsung dengan efek psikologis) dan flutter. Kata kunci : jembatan, Suramadu, dua lantai kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah perencanaan jembatan Suramadu sudah dimulai sejak 20 tahun yang lalu. Pada tahun 1990, telah dilakukan studi kelayakan jembatan Suramadu dengan hasil bahwa pengembangan pulau Madura menjadi kunci pokok dalam perluasan kota metropolitan Surabaya. Pelaksanaan pembangunan Jembatan Suramadu juga harus memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Timur dan Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK) Gersik-Bangkalan-MojokertoSurabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbang Kertosusila). Jembatan yang mulai dibangun pada Agustus 2003 dan resmi dibuka pada Juni 2009 ini memiliki panjang total jembatan 5,4 km. Bentang tengah (main span) jembatan ini berbentuk cable stayed dengan panjang 818 m dan jarak pilon 434 m. Jembatan Suramadu kini menjadi trasportasi kendaraan bermotor dari kendaraan beroda dua, mobil, hingga transportasi barang yang berupa truk berroda banyak. Jembatan ini memiliki 8 lajur dan 2 jalur yang terdiri dari 4 lajur mobil, 2 lajur darurat dan 2 lajur sepeda motor. Seiring dengan perkembangan perekonomian masyarakat Madura dapat dipastikan akan terjadi
peningkatan kebutuhan transportasi. Kebutuhan ini meliputi transportasi secara massal baik orang maupun barang dari pulau Jawa ke Madura dan juga sebaliknya. Guna untuk mengatasi masalah kebutuhan transportasi tersebut, dibutuhkan infrastuktur yang memadai. Ada berbagai macam solusi untuk mengatasi masalah tersebut dan salah satu di antaranya adalah MRT (mass rapid transport). Pengembangan MRT yang cocok untuk transportasi Surabaya-Madura adalah jalan rel demi mendukung pengembangan infrastruktur di Surabaya dan Madura serta untuk menghidupkan kembali jaringan rel yang sudah ada di Madura sejak penjajahan Belanda. Pembangunan jalan rel di Madura dimulai pada jaman penjajahan Belanda pada tahun 1898. Pada awalnya, jaringan rel yang ada di Madura digunakan sebagai sarana angkutan garam antara Kalianget dan Kamal maupun sebaliknya. Kereta kemudian tak hanya melayani garam. Penduduk lokal menjadikan sebagai wahana transportasi paling cepat dan murah. Perjalanan KA dari titik awal sampai akhir, di zaman itu berlangsung hampir sehari penuh. Perjalanan dengan KA ini disambung dengan kapal-kapal tambang (feri) yang berlayar antara Kamal dan Surabaya dan antara Kalianget dan Panarukan. Pada jaman penjajahan Jepang, jalur KA Kalianget-Pamekasan dibongkar untuk selanjutnya dijadikan mesin-mesin perang Jepang selama Perang Pasifik (Perang Dunia II). Praktis setelah masa kemerdekaan, tranportasi KA di Madura hanya menyisakan jalur Pamekasan sampai Kamal. (Sumber : Surya, 27 Pebruari 2009) Demi mendukung pengembangan infrastruktur di Surabaya dan Madura serta untuk menghidupkan kembali jaringan rel yang sudah ada di Madura, maka diperlukan adanya jembatan kereta api yang melintasi selat Madura. Oleh karena itu, diperlukan modifikasi ulang jembatan Suramadu yang sudah ada agar lebih efisien menjadi jembatan yang memiliki 2 lantai kendaraan (double deck) pada bentang tengah (main span). Jembatan double deck ini memiliki keunggulan berupa 2 lantai kendaraan sehingga dapat meningkatkan kapasitas dari jembatan tersebut. Pada penggunaannya, jembatan ini dapat digunakan untuk dilalui kendaraan biasa ataupun kereta api. Jembatan double deck sudah banyak digunakan di berbagai negara di dunia, contohnya Oakland Bay Bridge - San Fransisco, Tsing Ma Bridge dan Kap Shui Mun Bridge – Hongkong, Prince Edward Viaduct - Toronto. Di dalam tugas akhir ini akan membahas tentang modifikasi perencanaan bentang tengah (main span) jembatan Suramadu dengan 2 lantai kendaraan di atas untuk jalan tol (highway) dan di bawah untuk jalan rel (railway). 1.2 Perumusan masalah Bagaimana merencanakan bentang tengah (main span) Jembatan Suramadu dengan lantai 2 kendaraan untuk jalan tol (highway) dan jalan rel (railway). Berikut ini adalah detail permasalahannya : 1. Bagaimanakah bentuk lantai kendaraan jembatan setelah modifikasi? 2. Bagaimanakah kombinasi pembebanan yang mungkin terjadi? 3. Bagaimanakah permodelan strukturnya menggunakan MIDAS CIVIL? 4. Bagaimanakah konfigurasi dan dimensi kabelnya?
5. 6. 7. 8. 9.
Bagaimanakah dimensi penampang utama gelagar? Bagaimanakah dimensi struktur pylon? Bagaimanakah perilaku jembatan terhadap beban dinamik? Bagaimanakah metode pelaksanaannya? Bagaimanakah detail struktur jembatan Suramadu setelah mengalami modifikasi?
1.3 Tujuan Tugas Akhir Tujuan utama dari tugas akhir ini untuk mendapatkan modifikasi perencanaan main span jembatan Suramadu menjadi jembatan cable stayed double deck dengan lantai kendaraan atas sebagai highway dan lantai kendaraan bawah untuk railway. 1. Mendapatkan bentuk lantai kendaraan jembatan setelah modifikasi. 2. Mendapatkan kombinasi pembebanan yang mungkin terjadi. 3. Memodelkaan strukturnya menggunakan MIDAS CIVIL. 4. Mendapatkan konfigurasi dan dimensi kabelnya. 5. Mendapatkan dimensi penampang utama gelagar. 6. Mendapatkan dimensi struktur pylon. 7. Perilaku jembatan terhadap beban dinamik yang sesuai dengan teori yang ada. 8. Mendapatkan metode pelaksanaannya. 9. Bagaimanakah detail struktur jembatan Suramadu setelah mengalami modifikasi? 1.4 Batasan masalah 1. Tidak membahas perkembangan ekonomi di Surabaya dan Madura. 2. Tidak merencanakan penambahan stasiun di Surabaya ataupun Madura. 3. Tidak merencanakan struktur jalan rel, kecuali di bentang tengah Suramadu. 4. Hanya merencanakan struktur bangunan atas bentang tengah Suramadu. 5. Tidak melakukan wind tunnel test. 6. Tidak merencanakan pondasi. 7. Tidak membahas Rencana Anggaran Biaya. 8. Tidak membahas aspek arsitektur, mechanical dan electrical. 9. Permodelan struktur utama menggunakan MIDAS CIVIL 2006 dan struktur sekunder dengan SAP 2000 v 14.2.2. 1.5 Manfaat Tugas Akhir Dari tugas akhir ini diharapkan dapat menjadi refrensi untuk merencanakan jembatan cable stayed double deck dan dapat diterapkan di Indonesia pada umumnya. Serta, bermanfaat bagi penulis untuk menambah wawasan tentang bagaimana merencanakan jembatan cable stayed double deck serta perilaku strukturnya terhadap beban dinamik.
Dalam pelaksanaannya, jembatan cable stayed dapat dilaksanakan dengan metode kantilever dari pylon yang didukung oleh kabel sebagai pendukung sementara dan permanen. Tidak membutuhkan pengangkuran pada tanah.
Komponen cable stayed Konstruksi cable stayed yaitu sebuah sistem struktur yang terdiri dari dek orthotropic dan girder menerus yang diikat oleh incline cable dan didistribusikan ke menara yang terletak pada pilar utama (Troitsky 1977). Jembatan cable stayed mempunyai elemen utama yaitu gelagar, kabel, dan pylon pada superstructure serta abutmen dan pondasi. Prinsip dari jembatan ini terdiri dari segmen-segmen gelagar yang menyusun lantai kendaraan bertumpu pada kabel-kabel. Ujung yang lain dari kabel-kabel ini diangker pada satu titik atau lebih pada pylon yang bertumpu pada pondasi jembatan. Dimana pylon sebagai struktur tekan, kabel sebagai struktur tarik, sedangkan gelagar bisa bersifat tekan ataupun tarik. 2.2
2.2.1 Kabel (Cable) Kabel dalam jembatan cable stayed merupakan salah satu komponen yang paling penting. Konfigurasi kabel memegang peranan penting dalam desain jembatan cable stayed. Kabel-kabel ini memikul berat gelagar dan meneruskannya pada pylon. Pemilihan tatanan (konfigurasi) dan jumlah kabel tersebut didasarkan atas berbagai hal (panjang bentang, jenis beban, jumlah lajur atau lebar jembatan, tinggi menara, estetika) dan akan memberikan pengaruh yang berlainan terhadap perilaku struktur terutama pada bentuk menara dan penampang gelagar. Selain itu akan berpengaruh pula pada metode pelaksanaan. (Troitsky 1977). SINGLE
STAY SYSTEM
1
2
3
4
1
DOUBLE 2
TRIPLE 3
MULTIPLE
VARIABLE
4
5
BUNDLE OR CONVERGING OR RADIAL HARP OR PARALEL
FAN
STAR
Gambar 2.1 Konfigurasi kabel arah longitudinal (Troitsky 1977)
(1)
(2)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA (3)
2.1 Umum Keuntungan dari jembatan cable stayed adalah : Memiliki kekakuan yang lebih tinggi dari pada suspension bridge maka deformasi dari jembatan akibat beban hidup dapat direduksi.
(4)
Gambar 2.2 Konfigurasi kabel arah transversal (Troitsky 1977)
Parallel-bar
Parallel-wire
Stranded
Locked-coil
Gambar 2.3 Macam-macam jenis kabel
λ Gambar 2.4 Analisa perkiraan awal luas penampang kabel
(W P) cos Asc f ijin sin 2 / 2 .a
Dimana: Asc = Luas penampang kabel W = Beban mati dan hidup merata P = Beban terpusat λ = Jarak antar angker kabel pada gelagar θ = Sudut kabel terhadap horisontal γ = Berat jenis kabel fijin = Tegangan ijin kabel (0,2% proof stress) a = Jarak dari pylon ke angker kabel pada gelagar Analisa cable stayed bridge didasarkan atas teori elastisitas bahan baja. Asumsi pertama yang telah diambil adalah bahwa gaya kabel bekerja menurut tali busur lengkungan kabel, yang mengikuti garis lengkung tersebut akibat beratnya sendiri. Batang subtitusi yang lurus dengan medulus elastisitas ekivalen, Eeq, harus mempunyai perilaku yang sama dengan kabel sebenarnya yang digantinya. Troitsky (1977) merumuskannya sebagai berikut :
Eeq
Ee
L 2 Ee 1 3 12
Dimana : Eeq = modulus elastisitas kabel ekivalen Ee = modulus elastisitas kabel lurus
L 2.2.2
Types of main girder Types of main girder Arrangement Types of main girder Arrangement Types of main girder Types of main girder Twin Types of main girder Twin 1 Arrangement I Types of main girder Types of main girder 1 Arrangement I Types of main girder girder Twin girder Types of main girder Arrangement Types of main girder Twin 1 I Types of main girder Single 1 Arrangement I Types of main girder girder Twin Single 2 Arrangement rectangular girder Types of main girder 12 I rectangular box girder Twin No Nama Profil Bentuk Profil girder Single 1 box girder I Twin Single rectangular Central girder 12 I box 2 I girder rectangular 1 Twin box girder girder and Central box Single girder 3 box girder single web girder rectangular 32 side Singleand Central box girders webbox boxsingle girder Single rectangular Central box 2 side rectangular Singleand girder 2 3 girders girder girder and box girder Single twin rectangular 32 side singlebox web Central side single web 4 cellular box girder box girder girders Single twin girder and Central box girder and 3 andCentral girders box sloping struts 3 4 cellular box girder side single web side single web girders Single twin girder and box 3 andCentral sloping struts girders Single twin 4 cellular box girder side single web girder and Single twin cellular Single 34 cellular box girder and sloping struts girders Single twin side single web 4 box5 girder and sloping trapezoidal and sloping Single struts 4 cellular box girder girders box girder struts 5 Single twin trapezoidal Single struts and sloping box girder box girder Single Single twin Single trapezoidal box 54 cellular trapezoidal 5 Twin and sloping struts 5 trapezoidal 4 cellular box girder box girder girder Single 6 and rectangular box girder sloping struts Twin 5 rectangular trapezoidal box girder box Twin Single 6 rectangular Twin 6 box girder 5 girder trapezoidal Twin box girder 6 rectangular Single Twin 6 rectangular box 5 trapezoidal box girder girder box trapezoidal Twin Twin 7 trapezoidal box girder 7 boxTwin girder 6 rectangular girder box girder Twin 7 trapezoidal box girder Twin 6 rectangular 7 trapezoidal boxTwin girder steel girders (Troitsky 1977) Gambar 2.5 Macam trapezoidal box girder 67 Jembatan rectangular No. Tipe Deck cross-section Twin box box girder girder 7 trapezoidal Twin box girder 7Highway trapezoidal 1 Twin box girder 7 trapezoidal box girder
Highway and railroad (project)
2
Highway and railroad (project) Highway and railroad (project)
3
4
No.
Gambar 2.6 Macam trusses (Troitsky 1977) Deck cross-section
Tipe Gelagar
Single box girder (Wadi Kuf Bridge, Libya)
1
Twin box girders (River Parana Bridge, Argentina) Twin box girders (River Waal Bridge, Holland) Multiple box girders (Polcevera Viaduct, Italy)
2
3
4
Gambar 2.7 Macam concrete girders (Troitsky 1977) 2.2.3 1
Menara (Pylon) 2
3
4
5
= berat jenis kabel = tegangan tarik dalam kabel = jarak titik gantung kabel Gelagar (Girder)
Gambar 2.8 Jenis-jenis pylon (Troitsky 1977)
6
2.3 Pembebanan Pembebanan yang digunakan dalam jembatan ini adalah beban jalan raya pada lantai kendaraan di atas dan beban jalan rel pada lantai kendaraan di bawah. 2.3.1 Pembebanan jalan raya Pembebanan pada perencanaan jembatan lantai kendaraan atas ini mengacu pada peraturan teknik perencanaan jembatan “RSNI T-02-2005”. Beban-beban ini meliputi:
2.3.1.2.2 Beban truk “T” Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar 2.13. Berat dari masingmasing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubahubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
2.3.1.1 Beban sendiri Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. 2.3.1.2 Beban lalu lintas Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. 2.3.1.2.1
Beban terbagi rata (UDL) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut: L = 30 m : q = 9,0 kPa L > 30 m :
15 q 9.0 0.5 kPa L
dengan pengertian : q adalah intensitas beban terbagi rata (UDL) dalam arah memanjang jembatan L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter) “D”. b.
2.3.1.2.3 Beban kejut (DLA) Beban kejut (DLA) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya DLA tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan. Untuk perencanaan, DLA dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen. Untuk pembebanan "D": DLA merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar 2.14 . Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya.
Beban lajur “D”
Tabel 2.5 Faktor beban akibat beban lajur “D” Faktor Beban Jangka Waktu KSTD KUTD Transien 1,0 1,8 a.
Gambar 2.13 Pembebanan truk “T”
Beban garis (KEL) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, KEL kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.
DLA
Gambar 2.14 Faktor beban dinamis (DLA) untuk beban KEL Untuk pembebanan truk "T": DLA diambil 30%. Harga DLA yang dihitung digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah. 2.3.1.3 Beban rem Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas, tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, digunakan rumus 1: q = 9 kPa.
KP
2.3.2
= Kekakuan gabungan sebagai gaya horizontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kN/m). Pembebanan kereta api
Pembebanan jembatan pada lantai kendaraan bawah ini mengacu pada “Standart Teknis Kereta Api Indonesia Untuk Jembatan Baja”. Gambar 2.15 Gaya rem per lajur 2,75 m
2.3.2.1
Ruang bebas
2.3.1.4 Beban angin Gaya nominal ultimate dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut: Tew = 0.0006 Cw (Vw)2 Ab (kN) Dimana: Vw = kecepatan angin rencana untuk keadaan batas yang ditinjau (m/det). Cw = koefisien seret (Tabel 2.8) Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2) Dan apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti rumus berikut ini : Tew = 0.0012 Cw (Vw)2 (kN/m) Dimana : Cw =1.2 2.3.1.5 Beban gempa Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimate. Dan untuk beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut: T ’EQ = Kh . I . WT (7) Dimana: Kh = C.S (8) Keterangan: T’EQ = Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN) Kh = Koefisien beban gempa horizontal C = Koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat yang sesuai. I = Faktor kepentingan. S = Faktor tipe bangunan. WT = Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN). Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar harus dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan kelekuan dan fleksibilitas dari sistem pondasi. Untuk bangunan yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, memakai rumus sebagai berikut :
T 2
WTP g Kp
(9)
Dimana: T = Waktu getar (detik). g = Percepatan gravitasi (m/dt2). WTP = Berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah setengah berat berat pilar (kN).
Gambar 2.18 Ruang bebas Batas I Batas II
Batas III Batas IV 2.3.2.2
: untuk jembatan dengan kecepatan lebih dari 60 km/jam. : untuk viaduct dan terowongan dengan kecepatan lebih dari 60 km/jam dan untuk jembatan dengan batas kecepatan. : untuk viaduct baru dan bangunan tua kecuali terowongan dan jembatan. : untuk kereta listrik. Beban mati
Berat jenis bahan yang biasanya digunakan dalam perhitungan beban mati adalah sebagai berikut : Tabel 2.13 Berat jenis bahan Jenis Bahan Baja, Baja Cor Besi Cor Kayu Beton Aspal anti air Ballast Gravel atau Batu Pecah
Berat Jenis (kN/m3) 78,50 72,50 8 24 11 19
2.3.2.3 Beban hidup Beban kereta yang akan digunakan sebagai beban hidup adalah 100% RM 1921, sebagaimana tertera pada
tabel di bawah. Perhitungan menunjukkan bahwa biasanya 100% RM 1921 merupakan beban yang paling membahayakan. Tabel 2.14 Skema pembebanan RM 1921
Gambar 2.19 Beban lateral 2.3.2.7 Beban rem dan traksi Beban Pengereman dan Traksi masing-masing adalah 25% dari beban kereta, bekerja pada pusat gaya berat kereta ke arah rel (secara longitudinal). 2.3.2.8 Beban rel panjang longitudinal Beban rel panjang longitudinal pada dasarnya adalah 10 kN/m, maksimum 2,000 kN.
2.3.2.4 Beban kejut Beban kejut diperoleh dengan mengalikan faktor i terhadap beban kereta. Perhitungan paling sederhana untuk faktor i adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : a. untuk rel pada alas balas
i 0,1
22,5 50 L
2.3.2.9 Beban angin Beban angin bekerja tegak lurus rel, secara horisontal, tipikal nilainya adalah; 2
a. 3.0 kN/m pada areal proyeksi vertikal jembatan tanpa kereta di atasnya. Namun demikian, 2.0 2,
kN/m pada areal proyeksi rangka batang pada arah datangnya angin, tidak termasuk areal sistem lantai. 2
b. 1.5 kN/m pada areal kereta dan jembatan, dengan 2
b. untuk rel pada Perletakan kayu
kereta di atasnya, pengecualian 1.2 kN/m untuk jembatan selain gelagar dek/rasuk atau jembatan
c. untuk rel secara langsung pada baja
komposit, sedangkan 0.8 kN/m untuk areal proyeksi rangka batang pada arah datangnya angin.
25 i 0,2 50 L
i 0,3
25 50 L
2
dimana
i = faktor kejut, L = panjang bentang (m)
2.3.3 Konfigurasi pembebanan Konfigurasi pembebanan pada jembatan cable stayed ini terdiri dari beban mati (DL), Superimposed Dead Load (SDL), beban hidup (LL), beban angin (W).
2.3.2.5 Beban sentrifugal Beban sentrifugal diperoleh dengan mengalikan faktor a terhadap beban kereta. Beban bekerja pada pusat gaya berat kereta pada arah tegak lurus rel secara horisontal.
V2 127 R Dimana : α : Koefisien beban sentrifugal V : Kecepatan maksimum pada tikungan (km/jam) R : Radius tikungan (m) 2.3.2.6 Beban lateral kereta Beban lateral kereta adalah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.19 . Beban bekerja pada bagian atas dan tegak lurus arah rel, secara horizontal. Besaran adalah 15% atau 20% dari beban gandar untuk masing-masing lokomotif atau kereta listrik/diesel. Gambar 2.20 Konfigurasi pembebanan (Troitsky 1977)
2.4 Perilaku dinamik struktur cable stayed
N CN q h l
2.4.1 Frekuensi Alami Untuk SDOF:
M CM q h l
Koefisien CT, CN, CM didapat dengan melihat grafik hubungan antara bentuk penampang gelagar dengan arah sudut angin.
p vˆ m vˆ 2 2
Untuk MDOF: Jika pi = g.mi ; dimana g = gravitasi n
g
m vˆ
2
i
i 1 n
m vˆ i 1
i
i
i 2
Untuk massa sendiri balok dan vmaks lentur balok
2
frekuensi
g
Gambar 2.23 Penentuan besar koefisien CT, CN, CM yang ditentukan dengan bentuk gelagar dan besar sudut angin (Walther 1988)
vmaks
1 fB 2
g vmaks
1
2
Untuk cable stayed ada koreksi 10% (karena alasan distribusi massa sepanjang gelagar dan kabel dan bentuk ragam getaran) :
1,1 fB 2
g v maks
1
2.4.3
Osilasi gaya akibat pusaran angin (VortexShedding) 1. Angka Strouhal, S Kecepatan angin yang terjadi V dapat dihitung dari angka Strouhal dari suatu lantai kendaraan :
S
dimana f = frekuensi pusaran h = tinggi lantai kendaraan S = 0,20 untuk silinder dengan diameter h = 0,10-0,20 untuk lantai kendaraan dengan tinggi h = 0,10 : jika udara mengalir pada satu sisi
2
(12)
Frekuensi alam akibat torsi a) Untuk lantai kendaraan fleksibel :
fT dimana :
b fB 2r (13)
b =jarak melintang penopang (kabel) r = jari-jari penampang LK 2.4.2 Perilaku aerodynamic Untuk analisa efek angin yang bekerja pada jembatan bentang panjang dibutuhkan wind tunnel test. Dari wind tunnel test ini akan menunjukkan perilaku aerodynamic dan stabilitas struktur. Ada 2 jenis dari wind tunnel test, yaitu full model test dan section model test. Tetapi di dalam tugas akhir ini tidak melakukan wind tunnel test. (Podolny dan Scalzi 1976)
f h V
2.
Angka Reynold, Re (untuk mengevaluasi efek pusaran) Akibat kecepatan angin yang bekerja besarnya angka Reynold harus memenuhi persyaratan dan besarnya, Re = 105-107:
Re
Dimana : V = kecepatan angin yang dihitung berdasarkan angka Strouhal B = lebar lantai kendaraan
v
= viskositas kinematik udara (0,15 cm2/detik) 3.
Amplitudo akibat osilasi,
v
Dimana :
Gambar 2.22 Efek Angin
v
v statik
= penurunan logaritmik (dumping ratio)
vstatik
T CT q h l
V B v
Fo
= perpindahan statik akibat Fo
V 2 2
ch
0.05
= density/kerapatan udara = 1,3 kg/m3 c
4.
= koefisien gaya angkat penampang, tergantung f dan V Percepatan akibat osilasi,
v
v 4 f v 2
2
Staging method Dipakai bila ruang bebas di bawah jembatan rendah dan pemasangan penyokongan sementara tidak akan mengganggu lalu lintas dibawah jembatan. Keuntungannya : a. Teliti dalam mengikuti bentuk geometrik dan tanjakan yang dipersyaratkan pada erection. b. Biaya rendah pada ruang bebas rendah. 2.4.5
Gambar 2.24 Klasifikasi Efek psikologis berdasarkan amplitudo getaran (Walther 1988)
Gambar 2.25 Klasifikasi Efek psikologis berdasarkan percepatan getaran (Walther 1988)
Gambar 2.28 Prosedur pelaksanaan stagging method (Podolny dan Scalzi 1976)
2.4.4 Efek Ayunan (flutter) Pada struktur jembatan kabel, dimensi gelagar pada bentang utama kebanyakan berukuran besar. Tergantung dari lokasi geografis jembatan, lantai kendaraan dirancang agar dapat menahan kekuatan angin di daerah tersebut. Pergerakan udara dapat mengakibatkan torsi pada sturktur dan osilasi tekuk, dimana pergerakan tersebut mengakibatkan terjadi gaya angkat. Fenomena ini disebut sebagai Flutter (Walther 1988).
2.4.6 Push-Out method Dipakai terutama bila lalu lintas di bawah jembatan tidak boleh diganggu oleh adanya sistem erection jembatan, sedangkan pemakaian cara kantilever dinilai tidak praktis pada situasi yang ada di tempat jembatan.
Gambar 2.26 Efek Ayunan (Flutter) (Walther 1988)
Gambar 2.30 Prosedur pelaksanaan cantilever method Harp Pattern (Wang dkk. 2002) 2.4.7.1 Forward Process Analysis (FPA) Forward Process Analysis (FPA) atau analisa maju dilakukan secara bertahap selama tahap konstruksi. Tahap pendirian satu persatu dimulai dari pylon atau bentang pinggir. Dimulai dengan memasang girder, dilanjut pemasangan kabel. Setelah kabel terpasang, dilanjutkan ke girder pada segmen selanjutnya. Selengkapnya akan dibahas pada gambar 2.31. 2.4.7 Cantilever method Dipakai pada cable stayed, dimana kondisi lapangan tidak memungkinkan dipasang penyokong sementara. Bedanya dengan staging method adalah: bila pada staging method yang memikul beban saat erection bangunan atasnya adalah pilar dan penyokong sementara maka pada cantilever method, pylon dan kabelnya sudah dimanfaatkan untuk memikul beban saat erection.
Gambar 2.31 Tahap urutan Forward Process Analysis (FPA) (Wang dkk. 2002)
2.4.7.2 Backward Process Analysis (BPA) Backward Process Analysis (BPA) atau analisa mundur, adalah suatu metode analisa yang berkebalikan dengan analisa maju (FPA). Analisa mundur dilakukan dengan cara mengetahui besar gaya – gaya yang terjadi pada jembatan secara keseluruhan, lalu secara bertahap dilakukan pelepasan kabel pada bentang tengah atau ujung jembatan. Setelah kabel terlepas, dihitung besarnya gaya yang terjadi dan struktur jembatan dianalisa dan didesain akibat beban mati dan gaya dalam tiap bentang ditentukan pada tahap sebelumnya. Secara bertahap girder dan kabel dilepas dan dihitung dari ujung jembatan sampai ke pylon.
o
192
A
Pengumpulan data-data pendukung : 1. Data Jalur KA di Surabaya 2. Data Jalur KA di Madura 3. Data jembatan Suramadu 4. Peraturan yang berkaitan 5. Buku yang berkaitan
Pembebanan Pylon
Preliminary Design Struktur dan gambar rencana
Kontrol kekuatan pylon
Pembebanan lantai kendaraan
OK Analisa Dinamik
`
Kontrol kekuatan lantai kendaraan
Not OK
Modifikasi Lantai kendaraan
Kontrol kabel saat pelaksanaan
Not OK
Modifikasi Pylon
Modifikasi Perencanaan
Gambar-gambar teknik dan pendetailan
Not OK
Modifikasi kabel
FINISH
OK A
B
Gambar 3.1 Flowchart metodologi tugas akhir BAB IV PRELIMINARY DESAIN 4.1 Data Perencanaan Nama Jembatan : Bentang tengah Suramadu Lokasi Jembatan : Selat Madura Panjang Bentang : 846 m (207 m + 432 m + 207 m) Lebar Jembatan : 30,8 m o
Lantai kendaraan atas 4 Lajur mobil (@ 3,25 m) 2 Lajur darurat (@ 3,25 m) 2 Lajur sepeda motor (@ 2,85 m)
o
Lantai kendaraan bawah 2 Lajur rel (@ 4,7 m) Tinggi Bebas Jumlah Pylon
o o
Material utama Gelagar rangka baja. Kabel strand baja.
: 35 m : 2 buah :
4.3 Kabel Material : Kabel Strand Baja Pola pemasangan kabel pada perencanaan ini menggunakan sistem kipas (fan) pada arah longitudinal dan sistem 2 bidang vertikal pada arah transversal. Dalam perencanaan ini akan digunakan jenis kabel ASTM A 416-74 grade 270 dengan diameter 15,2 mm. Tabel 4.1 Dimensi kabel dan angkur VSL (Walter 1988)
Not OK
Metode Pelaksaanaan
Pembebanan dan analisa kabel
192
B
OK
OK
434
Gambar 4.1 Rencana modifikasi jembatan 4.2 Gelagar Material : Baja Bentuk Gelagar : Rangka Batang Mutu Baja : BJ50 (fu = 500 MPa, fy = 290 MPa) Gelagar yang digunakan dalam perencanaan ini adalah gelagar rangka batang yang terbuat dari baja. Gelagar ini direncanakan untuk dapat dilewati oleh kendaraan bermotor dan kereta api. Oleh karena itu, tinggi awal rencana rangka diambil setinggi 9 m.
BAB III METODOLOGI START
Menara (pylon) beton bertulang.
SIA 162 Dia (mm) As (mm2) fu (MPa) Ukuran Angker
12,7 100 1820
ASTM A 416-74 grade 270 15,2 140 1860
Euronome 138-79
SIA 162
15,7 150 1770
17,8 195 1770
7, 12, 19, 31, 37, 61, dan 91 strand
fijin = 0,2% proof stress 4.4 Menara Material : Beton bertulang Mutu Beton (fc’) : 50 MPa Mutu Tulangan (fy) : 400 MPa Menurut Troitsky 1977, tinggi menara merupakan fungsi dari panjang panel yang ditulis dengan rumus :
H n a tan 25 Dimana : H = tinggi menara n = jumlah kabel a = panjang panel Maka H 22 8 tan 25 82,07 m Jadi digunakan tinggi awal menara 110 m dari atas gelagar.
BAB V STRUKTUR SEKUNDER
Railing
22000
Kerb Pelat Beton 25cm WF 400 x 200 x 8 x 13 2850
2850
9250
9250
2850
Kerb
1060 3700
3700
1690
1510
400
3700 8000 9500 6400
6400
Gambar 5.14 Potongan melintang kantilever 5500
10000 23000 30400
5500
Gambar 5.1 Potongan melintang gelagar Aspal (8 cm) Pelat Cast in Situ (25 cm)
Gambar 5.16 Nomenklatur rangka kantilever 2000
Tabel 5.1 Rekapitulasi profil rangka katilever
2000
Batang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gambar 5.2 Potongan melintang lantai kendaraan Data perencanaan pelat kendaraan : γbeton = 24 kN/m3 γaspal = 22 kN/m3 f’c = 30 MPa fy = 400 Mpa Decking = 45 mm Tulangan = D19 (As = 283 mm2)
Profil JL 110 110 10 JL 110 110 10 JL 140 140 15 JL 130 130 12 JL 160 160 15 JL 180 180 18 JL 90 90 9 JL 90 90 9 JL 90 90 9 JL 90 90 9
Dipasang tulangan positif D19-130 (Aspakai = 2176,923 mm2).
Gelagar Memanjang Bawah Menggunakan profil WF 600 x 200 x 12 x 20
Dipasang tulangan negatif D19-130 (Aspakai = 2176,923 mm2).
5.2
Gelagar Melintang
Dipasang tulangan susut D16-400 (Aspakai = 497,5 mm2). Gelagar Memanjang Atas Gelagar memanjang direncanakan komposit dengan pelat kendaraan. Digunakan profil WF 400 x 200 x 8 x 13 5.1 Kantilever untuk Sepeda Motor Data perencanaan gelagar memanjang : Material : Rangka Batang Baja Mutu Baja : BJ50 (fu = 500 MPa, fy = 290 MPa)
Gambar 5.27 Nomenklatur gelagar melintang Tabel 5.2 Rekapitulasi rangka batang gelagar melintang
Batang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Profil H 400 400 9 12 H 400 400 12 19 H 400 400 16 32 H 400 400 16 32 H 400 400 16 25 H 400 400 16 25 H 400 400 16 32 H 400 400 16 32 H 400 400 12 19 H 400 400 9 12 H 400 400 12 16 H 400 400 16 22 H 400 400 16 28 H 400 400 16 25 H 400 400 16 22 H 400 400 16 22 H 400 400 16 25 H 400 400 16 28 H 400 400 12 22 H 400 400 12 16
Batang No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Profil WF 400 300 12 25 WF 400 300 12 25 WF 400 300 12 19 WF 400 300 12 25 WF 400 200 9 12 WF 400 200 9 12 WF 400 200 9 12 WF 400 200 9 12 WF 400 200 9 12 WF 400 200 9 12 WF 400 200 9 12 WF 400 200 9 12 WF 400 200 9 12 WF 400 200 9 12 WF 400 200 9 12 WF 400 200 9 12 WF 400 200 9 12 WF 400 300 12 25 WF 400 300 12 19 WF 400 300 12 25
Batang No 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Profil WF 400 300 12 25 WF 400 200 9 12 WF 400 300 12 25 WF 400 300 12 25 WF 400 200 9 12 WF 600 200 12 20 WF 400 200 12 19 WF 600 200 12 20 Rangka Utama Rangka Utama
BAB VI PERMODELAN STRUKTUR 6.1 Umum Di dalam bab ini akan dijelaskan mengenai permodelan Tugas Akhir “Modifikasi Perencanaan Bentang Tengah Jembatan Suramadu dengan Dua Lantai Kendaraan untuk Jalan Kendaraan Bermotor dan Jalan Rel.” Di dalam Tugas Akhir ini, model jembatan dimodelkan secara 3 dimensi dengan bantuan program bantu MIDAS 2006.
6.2.1 Kombinasi Pembebanan Tabel 6.4 Kombinasi pembebanan kendaraan atas Kasus
Beban
1
DL+SDL
2
DL+SDL +LL Combi 1
3
DL+SDL +LL Combi 2
4
DL+SDL +LL Combi 3
5
DL+SDL +LL Combi 4
6
DL+SDL +LL Combi 5
7
DL+SDL +LL Combi 6
8
DL+SDL +LL Combi 7
Gambar
Tabel 6.5 Kombinasi pembebanan kendaraan bawah (KA) Kasus
Beban
1)
KA 1
2)
KA 2
3)
KA 3
Gambar
Untuk kombinasi beban angin hanya diperhitungkan terhadap beban mati saja. Tabel 6.6 Kombinasi pembebanan angin
Gambar 6.1 Permodelan 3D MIDAS 2006 Pembebanan Beban-beban yang digunakan dalam permodelan menggunakan MIDAS 2006 terdiri dari beban mati, beban mati tambahan (SDL), beban hidup kendaraan, beban hidup kereta api, beban angin, beban temperatur dan beban gempa.
Kasus
Beban
1*
DL + SDL + Angin Penuh
2*
DL + SDL + Angin Ekstrim
Gambar
6.2
Gambar 6.3 Pembebanan RSNI T-02-2005 zona 2 tanah lunak
6.3
Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan konstruksi jembatan cable stayed ini menggunakan metode balance cantilever dan dipengaruhi langsung oleh beban form traveller. Tahapannya sebagai berikut: 1. Pembangunan pylon menggunakan beton bertulang cast in situ (dicor di tempat) menggunakan slip form (perancah yang bisa bergerak naik pada waktu beton cor sudah setengah keras), sampai seluruh pylon terbangun. 2. Pemasangan gelagar T13 diawali dari sisi terdekat dari pylon dengan kantilever dengan memasang support sementara pada pylon. Lalu pemasanganan gelagar T12 dan T14 lalu dilakukan pen-jacking-an pada angker C23 dan C24. Kemudian pengecoran pelat kendaraan. 3. Dilanjutkan dengan pemasangan gelagar T11 dan T15 selanjutnya yang menggunakan bantuan form traveller. Gelagar T11 dan T15 diangkat dari ponton lalu dipasang dan dilakukan penyambungan gelagar
serta pen-jacking-an pada angker C21, C22 dan C25, C26. Kemudian pengecoran pelat kendaraan. 4. Selanjutnya pemasangan gelagar yang lain menggunakan tahap-tahap yang sama seperti no.2 dan no.3 sampai ke tepi jembatan dan bentang tengah jembatan. 5. Selanjutnya pemasangan midspan closure untuk menyambungkan jembatan pada bentang tengah dengan menggunakan form traveller. 6. Kemudian dilakukan pemasangan fasilitas-fasilitas lainnya. BAB VII ANALISA KABEL Di dalam pelaksanaan, kabel akan mengalami lendutan akibat beban sendiri, tetapi dalam perencanaannya kabel dapat dianggap sebagai batang subtitusi yang lurus dengan modulus ekivalen. Troitsky (1977) merumuskannya sebagai berikut :
Eeq
Ee
L 2 Ee 1 3 12
Tabel 7.2 Modulus elastisitas kabel ekivalen
Untuk gaya stressing awal kabel digunakan kombinasi DL+SDL yang diperbesar dengan faktor 1,3 untuk mendapatkan lendutan kondisi akhir setelah dibebani yang sesuai. Gaya stressing awal kabel yang diberikan sebesar : Tabel 7.4 Gaya stressing awal kabel
Gaya Stressing Kabel Dalam pelaksanaannya, masing-masing kabel diberi gaya tarik (stressing) dahulu sebelum dibebani. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur posisi gelagar agar sesuai dengan posisi finalnya sebelum diberi beban hidup. Apabila gaya tarik ini tidak diberikan pada kabel, pada akhirnya posisi final gelagar sebelum diberi beban hidup akan terlalu melendut kebawah akibat deformasi kabel karena dibebani lantai kendaraan. 7.1
Tabel 7.3 Rekap iterasi penampang kabel (inital stage)
7.2
Analisa Kabel terhadap Metode Pelaksanaan. Untuk analisa kabel, digunakan demolishing procedure yaitu analisa mundur yang dilakukan dengan cara mengetahui besar gaya – gaya yang terjadi pada jembatan secara keseluruhan, lalu secara bertahap dilakukan pelepasan kabel pada bentang tengah atau ujung jembatan. Setelah kabel terlepas, dihitung besarnya gaya yang terjadi dan struktur jembatan dianalisa dan didesain akibat beban mati dan gaya dalam tiap bentang ditentukan pada tahap sebelumnya. Secara bertahap girder dan kabel dilepas dan dihitung dari ujung jembatan
sampai ke pylon. Berikut di bawah ini adalah gaya kabel yang terjadi saat pelaksanaan.
menerima gaya tarik dan gaya tekan yang terjadi dari kombinasi-kombinasi yang ada. Pelat t-40mm 1000
250 1500
250 Gambar 7.1 Gaya kabel C01-C23 saat pelaksanaan
200 Pelat t-40mm Gambar 8.1 Penampang 1000 x 1500 x 40 x 40 dengan 14 rib
700
700 Pelat t-50mm
Gambar 8.2 Penampang Box 700 x 700 x 40 x 40 Gambar 7.2 Gaya kabel C24-C46 saat pelaksanaan Tabel 7.5 Rekap gaya maksimum kabel saat pelaksanaan (construction stage)
BAB IX ANALISA PYLON 9.1
Umum Pylon merupakan salah satu struktur utama jembatan cable stayed yang memikul beban-beban yang terjadi pada lantai kendaraan melalui kabel sebelum ditransferkan ke pondasi. Di dalam perencanaan pylon perlu diperhitungan terhadap kombinasi gaya yang kemungkinan terjadi. Serta perlu diperhatikan adalah perbesaran momen yang mungkin terjadi dari masingmasing kombinasi. 9.2
BAB VIII ANALISA GELAGAR 8.1
Umum Untuk dimensi yang digunakan sebagai rangka utama jembatan ini digunakan 2 ukuran, yaitu box 1000 x 1500 x 40 x 40 dengan 14 rib untuk batang tepi atas dan tepi bawah, dan box 700 x 700 x 40 x 40 dengan untuk batang diagonal dan batang vertikal. Di dalam bab ini akan dibahas tentang kekuatan rangka utama dalam
Analisa Penampang Section A
Gambar 9.2 Data penampang pylon Section A (PCACOL)
Tabel 9.3 Analisa tulangan longitudinal penampang pylon Section A (PCA-COL)
9.4
Analisa Penampang Section C
Gambar 9.6 Data penampang pylon Section C (PCACOL) Tabel 9.9 Analisa tulangan longitudinal penampang pylon Section C (PCA-COL)
9.3
Analisa Penampang Section B
Gambar 9.4 Data penampang pylon Section B (PCACOL) Tabel 9.6 Analisa tulangan longitudinal penampang pylon Section B (PCA-COL)
BAB X PERILAKU DINAMIK 10.1 Umum Pada jembatan bentang panjang, beban yang mempengaruhi kegagalan struktur adalah efek angin. Untuk analisa efek angin yang bekerja pada jembatan bentang panjang dibutuhkan wind tunnel test. Dari wind tunnel test ini akan menunjukkan perilaku aerodynamic dan stabilitas struktur. Ada 2 jenis dari wind tunnel test, yaitu full model test dan section model test. (Podolny dan Scalzi 1976). Tetapi di dalam tugas akhir ini tidak melakukan wind tunnel test dan hanya menggunakan perhitungan dari teori yang ada. 10.2 Frekuensi Alami Frekuensi alami yang dihitung adalah frekuensi lentur (fB) dan frekuensi torsi (fT). Dari analisa struktur dengan program bantu MIDAS didapatkan defleksi maksimum sebesar 0,9274 m. Maka : 1
1,1 9,81 2 fB 0,569 Hz 2 0,9274 22 fT 0,569 1,552 Hz 2 4,033
Pada kecepatan angin tertentu akan terjadi turbulensi atau pusaran angin (Vortex-Shedding). Untuk mendapatkan kecepatan angin yang mengakibatkan pusaran angin dapat dihitung dari angka Strouhal dari suatu lantai kendaraan :
0,569 0,3 9,5 8,108 m s 0,2 8,108 22 Re 1,189 10 7 4 0,15 10
V
(nilai bilangan Reynold 105 ≤ Re < 107), maka, nilai angka Reynold pada jembatan ini sedikit melebihi persyaratan akibat terpaan angin dan akan terjadi uplift atau gaya angkat yang besarnya :
Fo
V2 Ch 2 Gambar 10.2 Klasifikasi Efek psikologis berdasarkan amplitudo getaran
Gambar 10.3 Klasifikasi Efek psikologis berdasarkan percepatan getaran Gambar 10.1 Koefisien CN
Fo 1,3 10
vˆ
vˆ
8,1082 0,4 0,3 9,5 487,13 N m 2
487,13 0,9274 0,055 m 55 mm 0,05 513813,6558
= 42 x f 2 x vˆ = 4π2 x 0,5962 x 0,055 = 0,771 m/s2
Gambar 10.5 Kecepatan kritis teoritis untuk flutter
513813,6558 103,974 13 112
f T 1,552 2,727 f B 0,569
r 4,014 0,365 b 11
4)
5)
0,05
Vcrit.theoritical 10 2 fB b
Sehingga: Vcrit theoritical
6)
= 10 (2 x π x fB x b) = 10 (2 x π x 0,569 x 11) = 393,264 m/s
7)
Gambar 10.6 Grafik Koefisien Koreksi Pada kenyataannya, angin tidak selalu menabrak jembatan dalam arah horisontal sempurna. Terkadang terdapat sudut α yang berkisar antara 3° sampai 9° (ratarata 6°). Maka dari itu, diperlukan lagi koreksi. Untuk lantai kendaraan dengan penampang aerodinamis, koreksi ini sebesar 0.33 untuk box section deck (Walther, 1999). η (α = ±6°) = 0,33 x η (α = ±6°) = 0,33 x 0,6 = 0,198 Sehingga: Vcrit actual α = ±6° = η (α = ±6°) x Vcrit theoritical = 0,198 x 393,264 m/s = 77,866 m/s BAB XI PENUTUP 11.1 Kesimpulan Dari berbagai macam analisa dan kontrol yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil dari perencanaan struktur jembatan cable-stayed ini antara lain: 1) Bentuk lantai kendaraan bertingkat dengan gelagar melintang atas berupa rangka batang dan gelagar melintang bawah berupa profil WF. Pelat kendaraan atas berupa pelat beton dengan tebal 25 cm yang pelaksanaannya menggunakan pelat precast setebal 10 cm. 2) Didalam perencanaan ini menggunakan 7 kombinasi beban hidup yang dikombinasikan tanpa dan dengan 3 kombinasi beban kereta api, 2 kombinasi beban angin, dan 2 kombinasi beban gempa. Dengan total kombinasi sebanyak 33 kombinasi. 3) Permodelan struktur dalam MIDAS CIVIL dimodelkan secara 3 dimensi meliputi gelagar memanjang, gelagar melintang, gelagar utama (rangka), kabel, pylon. Permodelan disertai pembebanan yang telah disebutkan pada butir sebelumnya.
8)
Gaya kabel saat pelaksanaan lebih besar dari pada gaya kabel yang dibutuhkan untuk beban mati saja, tetapi jumlah kabel karena beban hidup telah mencukupi untuk memikul beban pelaksanaan. Untuk dimensi yang digunakan sebagai rangka utama jembatan ini digunakan 2 ukuran, yaitu box 1000 x 1500 x 40 x 40 dengan 14 rib untuk batang tepi atas dan tepi bawah, dan box 700 x 700 x 50 x 50 dengan untuk batang diagonal dan batang vertikal. Untuk struktur Pylon digunakan beton bertulang berongga dengan mutu f’c 50 MPa. Dimensi pylon section A (atas) berukuran 4500 x 6500 mm denga tebal 1000 mm, section B (tengah) dan section C (bawah) digunakan kolom berukuran 5500 x 6500 mm dengan tebal 1200 mm. Sedangkan untuk balok pengaku atas dan tengah digunakan ukuran 6500 x 4000 dengan tebal 800 mm. Khusus untuk balok pengaku bawah digunakan ukuran 6500 x 6000 dengan tebal 1200 mm dengan 8 tendon pratekan karena merupakan balok tarik. Menurut perhitungan perilaku dinamik struktur menggunakan perumusan empiris yang ada, efek angin akan masuk di dalam zona yang dapat diterima berdasarkan psikologis manusia. Tetapi di dalam perumusan reynold, akan terjadi turbulensi dikarenakan penampang yang digunakan dalam perumusan reynold bukanlah rangka batang melainkan gelagar deck. Untuk perhitungan turbulensi sebenarnya, harus dibuktikan dengan wind tunnel test. Metode pelaksanaan konstruksi jembatan cable stayed ini menggunakan metode balance cantilever dan dipengaruhi langsung oleh beban form traveller. Metode pelaksanaan akan mempengaruhi analisa kabel.
11.2 Saran Di dalam laporan Tugas Akhir ini masih tentunya masih terdapat kesalahan-kesalahan. Di bawah ini adalah beberapa saran untuk memperbaiki perencanaan cable stayed double deck sehingga dapat didapatkan hasil yang lebih baik. 1) Dalam laporan Tugas Akhir ini dipergunakan beban UDL dan KEL pada lajur sepeda motor, tetapi pada kenyataannya beban sepeda motor tidak sebesar beban lalu lintas sehingga perlu ditinjau kembali beban yang terjadi akibat lalu lintas sepeda motor saja. 2) Dalam laporan Tugas Akhir ini digunakan 3 kombinasi pembebanan Kereta Api, tetapi untuk perencanaan jembatan kereta api seharusnya dimodelkan dengan beban berjalan (moving load). Kesulitan yang dihadapi penulis adalah beban kereta api berjalan tidak dapat langsung diketahui gaya kabel yang terjadi pada fitur unknown load factor, karena fitur tersebut hanya dapat dipergunakan untuk beban statik saja. Beban berjalan harus dikonversikan menjadi beban statik dan haruslah beban yang memberikan gaya terbesar pada masing-masing kabel. Beban berjalan dapat dikonversikan menjadi beban statik dengan fitur MLV Tracer, lalu diterapkan dengan fitur MCT Command Shell. Sehingga kombinasi pembebanan yang ada harus dikombinasikan dengan beban saat kereta api menghasilkan gaya kabel maksimum.
3) Dalam perencanaan jembatan bentang panjang, analisa dinamis sebaiknya tidak hanya sebatas dari perhitungan teori dan harus dilakukan wind tunnel test. Dari wind tunnel test ini akan menunjukkan perilaku aerodynamic dan stabilitas struktur. Ada 2 jenis dari wind tunnel test, yaitu full model test dan section model test. Untuk full model test dapat dilakukan dengan membuat model keseluruhan dari jembatan dengan ukuran dan kekakuan berskala tertentu. Di dalam full model test perlu ditinjau perilaku struktur setelah semua segmen terpasang serta pada saat pelaksanaan sebelum midspan closure dipasang.