JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
1
MODIFIKASI DESAIN GEDUNG HOLYDAY INN EXPRESS SURABAYA MENGGUNAKAN SISTEM STRUKTUR PRACETAK Fristi Nandasari, Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA, Dr. techn. Pujo Aji, ST., MT. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak— Beton pracetak adalah beton yang tidak dicor ditempat atau beton siap pasang. Gedung Holiday Inn Express merupakan salah satu gedung di Surabaya yang konstruksinya menggunakan metode cor di tempat (cast in situ). Pada Tugas Akhir ini, mencoba untuk memodifikasi Gedung Holiday Inn Express Surabaya menggunakan metode dual system dan dilaksanakan dengan beton pracetak. Komponen-komponen pracetak terdiri dari pelat, tangga, dan balok, sedangkan elemen yang lain seperti kolom, dinding geser, dan poer didesain menggunakan metode cast in situ. Gedung ini berada di zona gempa menengah (zona 3). Beban gravitasi dan beban gempa didesain sesuai dengan SNI 03-1726-2002. Untuk perhitungan penulangan lentur, geser, dan torsi elemen pracetak sesuai ketentuan SNI 03-2847-2002. Gaya-gaya dalam yang terjadi akibat proses pemasangan elemen pracetak dihitung sesuai ketentuan dari PCI Design HandBook Fourth Edition. Analisa gedung ini menggunakan sistem frame tiga dimensi dan pembebanan gempanya menggunakan metode analisis respons dinamik. Hasil perencanaan struktur gedung Holiday Inn Express terdiri dari elemen pracetak pelat dengan tebal 14 cm, tangga, tiga jenis balok anak, tiga jenis balok induk, dan pondasi menggunakan tiang pancang beton pracetak, sedangkan elemen cast in situ terdiri dari empat jenis kolom, dua jenis dinding geser, serta poer. Kata Kunci—Beton Pracetak, Dual System
I. PENDAHULUAN ENINGKATAN kebutuhan pembangunan di Indonesia mendorong berkembangnya metode konstruksi di bidang teknik sipil. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut, tuntutan akan pekerjaan konstruksi yang cepat, efektif, dan efisien makin besar. Sistem beton pracetak atau precast merupakan salah satu metode pelaksanaan pekerjaan, di samping metode cor setempat (cast in situ). Sistem beton pracetak telah banyak digunakan sebagai sistem struktur untuk bangunan rumah susun, apartemen, atau hotel. Beton pracetak adalah beton atau elemen yang dicetak tidak di tempat atau beton yang di cor terlebih dulu kemudian setelah mengering dipasang sesuai dengan fungsinya. Pada dasarnya sistem ini melakukan pengecoran komponen di tempat khusus di permukaan tanah (fabrikasi), lalu dibawa ke lokasi (transportasi) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh (ereksi). Metode ini kini makin banyak digunakan dalam pengembangan bangunan-bangunan sipil. Hal ini dikarenakan
P
metode ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode cor setempat (cast in situ). Beberapa keunggulannya adalah kecepatan dalam pelaksanaan pembangunannya sehingga durasi proyek menjadi lebih singkat, dicapainya tingkat fleksibilitas dalam proses perancangan, pekerjaan di lokasi proyek lebih sederhana, pihak yang bertanggung jawab lebih sedikit karena tidak membutuhkan pekerja yang banyak karena beton telah dicetak di pabrikasi, mempunyai aspek positif terhadap skedul terutama kemudahan di dalam pengawasan dan pengendalian biaya serta jadwal pengerjaan, produksinya hampir tidak terpengaruh oleh cuaca, menghasilkan bangunan dengan akurasi dimensi dan mutu yang lebih baik, kontinuitas proses konstruksi dapat terjaga sehingga perencanaan kegiatan dapat lebih akurat, dan tidak membutuhkan tempat penyimpanan material terlalu luas (Wulfarm I. Erivianto, 2006). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Tinjauan pustaka ini akan menjelaskan beberapa referensi pustaka yang berhubungan dengan tugas akhir ini. Referensi pustaka tersebut terdiri dari pengertian beton pracetak, jenis-jenis beton pracetak, keuntungan dan kendala yang dihadapi pada sistem pracetak, pengangkutan dan pemasangan beton pracetak, serta sambungan beton pracetak. B. Teknologi Beton Pracetak Pada pembangunan struktur dengan bahan beton dikenal 3 (tiga) metode pembangunan yang umum dilakukan yaitu sistem konvensional, sistem formwork dan sistem pracetak. Sistem konvensional adalah metode yang menggunakan bahan tradisional kayu dan tripleks sebagai formwork dan perancah, serta pengecoran beton di tempat, dimana beton di cor langsung pada tempatnya. Sistem formwork sudah melangkah lebih maju dari sistem konvensional dengan digunakannya sistem formwork dan perancah dari bahan metal (Nilson, 2003). Teknologi beton pracetak telah lama diketahui dapat menggantikan operasi pembetonan tradisional yang dilakukan di lokasi proyek pada beberapa jenis konstruksi karena beberapa potensi manfaatnya. Beberapa prinsip yang dipercaya dapat memberikan manfaat lebih dari teknologi beton procetak ini antara lain terkait dengan waktu, biaya, kualitas, predicability, keandalan, produktivitas, kesehatan, keselamatan, lingkungan, koordinasi, inovasi, reusability, serta relocatability (Gibb, 1999).
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 C. Jenis-jenis Beton Pracetak Beton pracetak untuk elemen struktural dapat dibagi dalam dua jenis berdasarkan jenis penahan tariknya, yakni beton bertulang biasa dengan beton bertulang pratekan. (Lin dan Burns, 1982). D. Keuntungan dan Kendala-kendala yang Dihadapi pada Sistem Beton Pracetak 1. Keuntungan Penggunaan Sistem Beton Pracetak (Wulfarm I. Ervianto) adalah sebagai berikut: a. Durasi proyek menjadi lebih singkat b. Mereduksi biaya produksi c. Kontinuitas proses konstruksi dapat terjaga d. Produksi massal e. Mengurangi biaya pengawasan f. Mengurangi kebisingan g. Dihasilkan kualitas beton yang lebih baik h. Pelaksanaan produksi hampir tidak terganggu cuaca 2. Kelemahan Penggunaan Sistem Beton Pracetak (Wulfarm I. Ervianto) adalah sebagai berikut: a. Transportasi b. Pelaksanaan Konstruksi c. Sambungan E. Pengangkutan dan Pemasangan Beton Pracetak Proses pengangkatan dan pemasangan juga merupakan hal yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan karena kesalahan dan tidak baiknya proses ini dapat mengakibatkan keretakan pada beton dan tentunya dapat mengurangi kekuatan struktur beton itu sendiri. Beban kerja pada saat pengangkatan beton pracetak, seharusnya berdasarkan pada faktor keamanan. Pemilihan alat angkut ini harus benar-benar diperhatikan dan pemilihan alat angkut ini dipengaruhi beberapa faktor seperti tinggi bangunan, kondisi lokasi proyek, serta berat dan jumlah komponen beton pracetak. F. Sambungan pada Beton Pracetak Menurut PCI (1992) desain sambungan adalah hal yang paling penting dalam perencanaan struktur beton pracetak dan harus diperhatikan dengan teliti dari segi desain dan pelaksanaannya. Selain itu sambungan harus sesederhana mungkin untuk menghemat biaya dan memungkinkan pemasangan yang cepat (Libby, 1990), adapun fungsi dari sambungan ini adalah untuk mentransfer beban-beban yang bekerja dan menyatukan masing-masing komponen beton pracetak menjadi kontinuitas monolit sehingga dapat mengupayakan stabilitas struktur bangunannya (Wijanto, 2005). Dalam pemilihan jenis sambungan pada beton pracetak, ada beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan (PCI, 2004) yakni : Kekuatan (strength), daktilitas (ductility), perubahan volume (change volume accommodation), ketahanan (durability), tahan bakar (fire resistance), dan mudah dilaksanakan. Terdapat dua jenis sambungan untuk beton pracetak yakni sambungan kering (dry connection), dan sambungan basah (wet connection). (Angelia Haratawan dan Ludovicus Budiono, 2008).
2 III. METODE A. Umum Langkah perhitungan struktur ini akan mengikuti diagram alur sebagai berikut : MULAI
PENGUMPULAN DATA DAN STUDI LITERATUR
MODIFIKASI DAN PENENTUAN KRITERIA DESIGN
PRE-ELIMINARY DESIGN
ANALISA STRUKTUR SEKUNDER 1. ELEMEN PELAT PRACETAK 2. ELEMEN TANGGA PRACETAK 3. ELEMEN BALOK ANAK PRACETAK
PEMBEBANAN
ANALISA STRUKTUR (PROGRAM BANTU ETABS V 9.6.0)
TIDAK OK
KONTROL
OK ANALISA STRUKTUR PRIMER 1. BALOK PRACEATK 2. KOLOM 3. DINDING GESER 4. PONDASI
TIDAK OK KONTROL
OK GAMBAR TEKNIK
SELESAI
Gambar 3.1 Diagram Alur Metodologi
B. Data Bangunan Data-data yang digunakan pada analisa struktur pracetak adalah sebagai berikut :
Nama Proyek : Gedung Hotel Holiday Inn Express. Lokasi : Jl. Kedungdoro 54-58 Surabaya. Fungsi : Hotel Zona gempa : 3 (menengah) Tinggi bangunan : 53,30 m Jumlah lantai : 15 lantai Struktur utama : Beton bertulang Mutu beton ( ) : 30 MPa dan 35 MPa Mutu baja (fy) : BJTP 240 dan BJTD 400
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
3 Mutu Baja (fy) Ketinggian (h) Elevasi Lantai Elevasi Lantai Bordes Bentang Tangga Lebar Bordes Lebar Tangga Lebar Injakan ( i ) Tinggi Injakan ( t ) Tebal Pelat Tangga Tebal Efektif Pelat Tangga Tebal Pelat Bordes
: 400 : 340 : 340 : 170 : 300 : 130 : 175 : 30 : 17 : 15 : 23 : 15
Mpa cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm
D10 - 150
lubang sambungan
Gambar 3.2 Denah
D10 - 250 D10 - 250
D10- 150
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preliminary Design Balok BI1 (45/90), BI2 (50/100), BI3 (35/70), BA1 (40/85), BA2 (35/70), BA3 (30/60), Pelat 14 cm, Kolom C1 (80/120), C2 (70/100), C3 (50/700), C4 (40/40), Tangga 15 cm Dinding Geser 35cm B. Perencanaan Struktur Sekunder 1. Pelat lantai : Data perencanaan : Dimensi tipe A elemen pelat pracetak =100cmx350cm Tebal pelat = 14 cm (pelat pracetak t = 7 cm & Overtopping t = 7 cm) Tebal Decking = 20 mm Diameter tulangan rencana = 10 mm Mutu beton, f’c = 30 Mpa Mutu tulangan, fy = 400 Mpa Qu (sebelum komposit) = 361,6 kg/m2 Qu (sesudah komposit) = 1010,80 kg/m2 Dari hasil perhitungan kebutuhan tulangan maka dipakai Tulangan : Arah X = 10 – 150 mm Arah Y = 10 – 250 mm
Gambar 4.3 Denah Penulangan Tangga
Dari hasil perhitungan kebutuhan tulangan maka dipakai tulangan : Arah X = 10 – 150 mm Arah Y = 10 – 250 mm
Ø10-150
Ø10-250
tulangan titik angkat Ø8 shear connector Ø10-500 Ø10 - 150 Ø10 - 250
Gambar 4.4 Penulangan Tangga
Gambar 4.1 Potongan Melintang Pelat Lantai Sebelum Komposit shear connector Ø10-500 tulangan titik angkat Ø8 Ø10 - 150
Gambar 4.2 Potongan Memanjang Pelat Lantai Sebelum Komposit
2. Tangga As tangga Mutu Beton ( )
: 6’-7/F-G : 30 Mpa
3. Balok Lift Merk lift Tipe lift Kapasitas
: Hitachi : VFI-1150-CO150 : 1150 kg : 17 orang Kecepatan : 150 m/min Lebar pintu (opening width) : 1000 mm Dimensi sangkar (car size) : 1800 x 1500 mm2 Dimensi ruang luncur (Hoistway) : 2320 x 2210 mm2 Dimensi ruang mesin (Duplex) : 3020 x 4000 mm2 Overhead (OH) : 5450 mm Pit depth (P) : 2450 mm Dari hasil perencanaan, balok penggantung lift menggunakan profil WF 500 x 300 x 11 x 18.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 4. Balok Anak : Dimensi balok anak 40/85 Bentang balok Tebal selimut beton Diameter tulangan utama Diameter tulangan sengkang fy
=8700 mm = 40 mm = 22 mm = 12 mm = 30 Mpa = 400 Mpa
4 Dari hasil perhitungan kebutuhan tulangan maka dipakai tulangan : Tulangan lentur tumpuan : Tul tarik = 7D22 Tul tekan = 4D22 Tulangan lentur lapangan : Tul tarik = 4D22 Tul tekan = 2D22
Gambar 4.9 Dimensi Balok Induk Sebelum Komposit Gambar 4.5 Dimensi Balok Anak Sebelum Komposit
Dari hasil perhitungan kebutuhan tulangan maka dipakai tulangan : Tulangan lentur tumpuan : Tul tarik = 4D22 Tul tekan = 2D22 Tulangan lentur lapangan : Tul tarik = 4D22 Tul tekan = 2D22
Momen setelah komposit di hitung dengan cara menghitung momen seluruh komponen gedung, setelah itu di pakai momen yang terbesar dari semua balok induk dari lantai 1 – 15.
Gambar 4.10 Potongan Melintang Balok Induk (Tumpuan)
Gambar 4.6 Potongan Melintang Balok Anak (Tumpuan)
Gambar 4.11 Potongan Melintang Balok Induk (Lapangan)
Gambar 4.7 Potongan Melintang Balok Anak (Lapangan)
Gambar 4.12 Potongan Memanjang Balok Induk
Gambar 4.8 Potongan Memanjang Balok Anak
C. Perencanaan Struktur Primer 1. Balok Induk Dimensi balok anak 45/90 Bentang Balok = 8700 mm = 30 MPa fy = 400 MPa Dia. tul. utama = D 22 Dia. tul. sengkang = 13 mm Dia. tul torsi = 12 mm Decking = 40 mm
2. Kolom Dimensi kolom = 800 1200 mm2 Tinggi kolom = 3500 mm2 Mutu beton ( ) = 35 Mpa Mutu baja (fy) = 400 Mpa Decking = 40 mm Tulangan utama = D25 Tulangan sengkang = 13 Dari hasil perencanaan kolom C1 (Interior) maka kebutuhan tulangan kolom tersebut adalah : Tulangan utama = 28D25 Tulangan geser tumpuan = 13-100 Tulangan geser lapangan = 13-150
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 Dari hasil perencanaan kolom C1 (Eksterior) maka kebutuhan tulangan kolom tersebut adalah : Tulangan utama = 26D25 Tulangan geser tumpuan = 13-100 Tulangan geser lapangan = 13-150
5 fy = 400 MPa Posisi sloof sejajar dengan pile cap. Penulangan sloof : Tumpuan = 7D25 Geser = 2Ø12-150mm Lapangan = 7D25 Geser = 2Ø12-300mm
Gambar 4.16 Penulangan Sloof
5. Pondasi Direncanakan dengan menggunakan tiang pancang dengan diameter 60 cm pada kedalaman 30 m. Pondasi direncanakan menggunakan tiang pancang produksi PT. WIKA Klas A1 dengan : Diameter = 60 cm Daya dukung tiang pancang tunggal menggunakan metode Luciano Decourt. Data yang diperoleh dan digunakan dalam merencanakan pondasi adalah data tanah berdasarkan hasil Standard Penetration Test (SPT).
D25-100
3. Dinding geser (shearwall) Tinggi lantai = 3,5 m Tebal Dinding = 35 cm Mutu Beton ( ) = 30 Mpa Mutu Baja (fy) = 400 Mpa Tinggi bangunan = 53,3 m Tipe I :
D25-100
Gambar 4.13 Penulangan Kolom
D25-100
Gambar 3.14 Penulangan Geser Tipe I D22-200
D25-100
D13-200
Gambar 4.18 Tulangan Arah X dan Y pada Poer
Gambar 4.17 Kebutuhan Pondasi Tiang Pancang KOLOM 80/120 25D-100
25D-250
SPUN PILE WIKA Ø 600mm
8D13
Gambar 3.15 Penulangan Geser Tipe H
4. Sloof Dimensi = 40/85 = 30 MPa
Gambar 4.20 Potongan B-B
Gambar 4.19 Potongan A-A Pondasi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 V. KESIMPULAN Berdasarkan keseluruhan hasil analisa yang telah dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Perencanaan pre-eliminary design didapat sebagai berikut : a. Tebal Pelat 1) Pelat lantai : 140 mm 2) Pelat tangga : 230 mm 3) Pelat bordes : 150 mm b. Dimensi Balok 1) Balok Induk (BI1) : 45 cm x 90 cm 2) Balok Induk (BI2) : 50 cm x 100 cm 3) Balok Induk (BI3) : 35 cm x 70 cm 4) Balok Anak (BA1) : 40 cm x 85 cm 5) Balok Anak (BA2) : 35 cm x 70 cm 6) Balok Anak (BA3) : 30 cm x 65 cm 7) Balok Bordes : 20 cm x 40 cm 8) Balok Penggantung Lift : WF 500x300x11x18 9) Sloof : 40 cm x 85 cm c. Dimensi Kolom 1) Kolom (C1) : 80 cm x 120 cm 2) Kolom (C2) : 70 cm x 100 cm 3) Kolom (C3) : 50 cm x 70 cm 4) Kolom (C4) : 40 cm x 40 cm d. Dimensi Dinding Struktur : 35 cm e. Struktur bawah bangunan menggunakan tiang pancang pracetak dengan diameter 60 cm. 2. Prosentase struktur beban gempa adalah 75% dipikul dinding geser dan 25% dipikul frame, sehingga konfigurasi struktur gedung ini telah memenuhi syarat sebagai dual system. 3. Hasil analisa struktur didapat gaya dalam berupa momen, geser, torsi, dan gaya aksial dengan bantuan program bantu ETABS v 9.6.0. 4. Perencanaan struktur sekunder didapat hasil sebagai berikut : a. Pelat lantai dan atap pracetak tulangan arah X Ø10150mm dan tulangan arah y Ø10-250mm. Tulangan titik angkat Ø8 dan shear connector Ø10-500mm, b. Pelat tangga pracetak Ø10-150mm dan Ø10250mm, c. Balok anak pracetak tulangan utama D22, sengkang Ø12, dan torsi Ø12. 5. Perencanaan struktur sekunder didapat hasil sebagai berikut : a. Balok induk pracetak tulangan utama D22, sengkang Ø13, dan torsi Ø12, b. Kolom tulangan utama D25 dan sengkang Ø13, c. Dinding geser tulangan utama D22, sengkang D16 dan D13. d. Sloof tulangan utama D25 dan sengkang Ø12. 6. Perencanaan struktur bawah terdiri dari dua jenis tiang pancang yaitu diameter 30 cm dan 60 cm. Sedangkan poer terdiri dari empat jenis poer untuk kolom dan dua jenis poer untuk dinding geser. Dalam merencanakan struktur gedung perlu dilakukan studi yang lebih mendalam untuk menghasilkan perencanaan struktur dengan mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi, dan estetika, sehingga diharapkan perencanaan dapat
6 dilaksanakan mendekati kondisi sesungguhnya di lapangan dan hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan perencanaan. Demi efektifitas dan efisiensi dari metode pracetak, pembatasan jumlah elemen seragam yang dibuat perlu diperhatikan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Keluarga dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah mensuport Tugas Akhir ini hingga selesai. DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7] [8] [9]
[10] [11] [12]
[13]
[14] [15]
Bowles E. Joseph. 1999. Analisa dan Desain Pondasi Jilid 2. Jakarta: Erlangga Budiono, L dan A. Hartawan. 2008. Tugas Akhir Beton pracetak sistem beam column slab: teori dan aplikasinya, Universitas Kristen Petra, Indonesia Departemen Pekerjaan Umum. 1983. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG 1983). Bandung: Ditjen Cipta Karya Diroktorat Masalah Bangunan Departemen Pekerjaan Umum. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI 1971). Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan Departemen Pekerjaan Umum. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002). Jakarta: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan Departemen Pekerjaan Umum. 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002). Bandung: Badan Standardisasi Nasional (BSN) Ervianto, I. Wulfarm. 2006. Eksplorasi Teknologi dalam Proyek Konstruksi Beton Pracetak dan Bekisting. Yogyakarta: Andi Gibb, A.G.F. 1999. Off-Site Fabrication : Prefabrication, Preassembly and Modularisation. New York : John Wiley and Son Nurjaman, H.N. 2002. Penentuan Model dan Parameter untuk Analisis dan Perencanaan Tahan Gempa Struktur Pracetak Rangka Beton, Disertasi Doktor,Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia Imran, Iswandi dan Fajar Hendrik. 2009. Perencanaan Struktur Gedung Beton Bertulang Tahan Gempa. Bandung: Penerbit ITB Purwono, Rachmat. 2005. Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa. Surabaya: ITS Press Suprobo, Priyo. 2003. ―Sistem Struktur Beton Pracetak”. Surabaya, 28 Januari. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Rekayasa Struktur Tavio, dan Benny Kusuma. 2009. Desain Sistem Rangka Pemikul Momen dan Dinding Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa. Surabaya : ITS Press Wang, C.K, dan Salmon, C.G. 1990. Desain Beton Bertulang Edisi ke 4 Jilid 2. Jakarta: Erlangga Wilden, P. E. Helmuth. 1992. PCI Design Handbook Precast and Prestressed Concrete, Fourth Edition. Chicago