PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA LAKARSANTRI SURABAYA MENGGUNAKAN METODE PRACETAK DENGAN SISTEM DINDING PENUMPU
Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing
: Bagus Darmawan : 3109.106.003 : Teknik Sipil FTSP-ITS : Tavio., ST., MT., Ph.D. Ir. Aman Subakti., M.S. Abstrak
Metode pracetak merupakan metode konstruksi yang mempunyai banyak kelebihan dibanding dengan metode konvensional (Metode cor ditempat). Kelebihan-kelebihan dari metode pracetak antara lain yaitu waktu pelaksanaannya lebih singkat, sehingga bangunan dapat segera difungsikan. Keuntungan yang diharapkan dari pengoperasian bangunan juga bisa segera dinikmati. Mengingat banyaknya kelebihan metode pracetak dibanding dengan metode konvensional, maka dilakukan modifikasi struktur gedung menggunakan metode pracetak. Perancangan modifikasi struktu gedung dalam tugas akhir ini menggunakan Metode Pracetak dengan Sistem Dinding Penumpu untuk wilayah gempa (WG) 4 dan menambah jumlah lantai gedung menjadi 11 lantai dengan konfigurasi denah yang sama untuk tiap lantainya (tipikal), tanpa mengubah fungsi gedung semula. Perancangan struktur beton pada gedung ini berdasarkan “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002)”, Analisa beban gempa pada gedung menggunakan “Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI 03-17262002)” dan Perancangan profil plat baja dan sambungan las sebagai alat penyambung elemen pracetak berdasarkan “Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002)”. Dari hasil perancangan modifikasi struktur gedung, untuk struktur primer adalah dinding struktur beton pracetak setebal 15 cm dengan tulangan vertikal dan horisontal 2 Ø10-150 mm, Balok perangkai dimensi 15 x 100 cm dengan tulangan lentur daerah tumpuan 4 D 19 mm, tulangan lentur daerah lapangan 2 D 19 mm, tulangan transversal 2 Ø10-100 mm, tulangan diagonal 4 Ø12, tulangan transversal diagonal Ø8-35 mm. Untuk struktur sekunder, didapat pelat lantai dan pelat atap tipe 1 dengan tebal 12 cm dengan tulangan arah X Ø 12-100 mm dan tulangan arah Y Ø 12-200 mm, tipe 2 dengan tebal 12 cm dengan tulangan arah X Ø 12-200 mm dan tulangan arah Y Ø 12-200 mm. Balok anak tipe 1, dimensi 30 x 40 cm dengan tulangan lentur daerah lapangan 4 D 19 mm dan tulangan sengkang Ø10-150 mm serta tulangan angkat 2 Ø 12 mm. Balok anak tipe 2, dimensi 20 x 30 cm dengan tulangan lentur daerah lapangan 2 D 19 mm dan tulangan sengkang Ø10-100 mm serta tulangan angkat 2 Ø 12 mm. Sambungan elemen pracetak menggunakan sambungan kering yaitu menggunakan plat baja BJ 41 dengan alat sambung las degan mutu FE70xx. Pondasi menggunakan tiang pancang beton pracetak diameter 60 cm dengan kedalaman 24 m dari permukaan tanah. Metode pelaksanaan yang digunakan adalah metode dirakit Per-Elemen dengan alat utama berupa tower crane. Kemudian hasil perancangan dituangkan dalam bentuk gambar. Kata kunci : Beton Pracetak, Sistem Dinding Penumpu
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Metode pracetak merupakan metode konstruksi yang mempunyai banyak kelebihan dibanding dengan metode konvensional (Metode cor ditempat).
Karena kelebihannya tersebut, penggunaan metode ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia, termasuk di Indonesia dalam dekade terakhir ini. Menurut Nurjaman, Faizal, dan Sidjabat (2010), sejak tahun 1995 para penemu di Indonesia telah mengembangkan, menguji ketahanan terhadap gempa di laboratorium dan menerapkan sistem pracetak dalam bentuk sistem dinding pemikul dan
1
sistem rangka untuk bangunan rumah susun sederhana bertingkat medium sampai 6 lantai. Pada medio tahun 2006, Pemerintah Indonesia menggagas percepatan pembangunan rumah susun sederhana, lewat program pembangunan ‘1000 tower’ rumah susun sederhana bertingkat tinggi sampai 20 lantai. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, para penemu di Indonesia lalu melakukan pengembangan sistem pracetak dalam bentuk sistem rangka yang dikombinasikan dengan dinding geser dan dalam bentuk sistem dinding pemikul, dan mulai diterapkan untuk rumah susun sederhana bertingkat tinggi pada tahun 2007. Kelebihan-kelebihan dari metode pracetak antara lain yaitu waktu pelaksanaannya lebih singkat, sehingga bangunan dapat segera difungsikan. Keuntungan yang diharapkan dari pengoperasian bangunan juga bisa segera dinikmati. Kontrol kualitas berupa mutu beton dan dimensi elemen menjadi lebih akurat karena elemen-elemen gedung sudah dicetak terlebih dahulu di pabrik. Keterbatasan areal lokasi proyek pun tidak menjadi masalah karena pada metode pracetak tidak memerlukan lahan yang luas untuk penyimpanan material selama proses pengerjaan konstruksi berlangsung. Kelebihan lain dari metode ini menurut Wibowo (2006) adalah penghematan dalam acuan dan penopangnya. Namun perlu diingat bahwa sistem struktur pracetak ini baru efektif dan efisien bila diterapkan pada pekerjaan yang sifatnya berulang dan massal (Tjahjono dan Purnomo 2004). Karenanya metode pracetak akan lebih efisien jika diaplikasikan pada gedung tipe tipikal karena pada gedung tipe ini mempunyai elemen yang tipikal sehingga lebih mudah dalam pelaksanaannya. Mengingat banyaknya kelebihan metode pracetak dibanding dengan metode konvensional, maka akan dilakukan modifikasi struktur gedung menggunakan metode pracetak. Sebagai objek pengaplikasian, digunakan gedung Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) Lakarsantri Surabaya. Gedung 5 lantai dengan rangka baja pada atapnya ini telah dibangun di kota Surabaya dengan wilayah gempa (WG) 2 (Sesuai dengan SNI 17262002). Struktur balok, kolom dan pelat menggunakan beton bertulang dengan sistem beton cor di tempat (Cast in situ) dan dirancang menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM). Gedung ini akan dimodifikasi menggunakan Metode Pracetak (Precast) dengan Sistem Dinding Penumpu (Bearing Wall System)
2
untuk wilayah gempa (WG) 4 dan menambah jumlah lantai gedung menjadi 11 lantai dengan konfigurasi denah yang sama untuk tiap lantainya (tipikal), tanpa mengubah fungsi gedung semula. Pemakaian sistem dinding penumpu pada perancangan modifikasi dikarenakan tidak adanya kolom pada sistem ini, yang berarti hanya ada elemen dinding struktur dan pelat lantai serta sedikit elemen balok. Sehingga nantinya pekerjaan dilapangan akan menjadi lebih sederhana dibandingkan dengan penggunaan sistem lain yang memakai balok dan kolom sebagai rangka pemikul beban, dimana pada sistem tersebut juga masih harus melakukan pekerjaan dinding pengisi dan pelat lantai dilokasi proyek. Sedangkan tujuan modifikasi wilayah gempa dari WG 2 menjadi WG 4 yaitu jika gedung ini dirancang dapat dibangun dan sanggup memikul beban-beban yang terjadi baik beban gravitasi maupun beban lateral (Gempa) di wilayah gempa 4, berarti gedung ini juga akan dapat dibangun dan sanggup memikul beban-beban yang terjadi di wilayah gempa 1, 2 dan 3. Karena metode pracetak hanya akan lebih menguntungkan jika diaplikasikan pada gedung tipe tipikal yaitu gedung yang memiliki keseragaman bentuk struktur dalam jumlah yang banyak, maka denah asli gedung Rusunawa Lakarsantri dimodifikasi menjadi denah dengan konfigurasi yang sama untuk tiap lantainya (tipikal). Dan dengan adanya kemungkinan penambahan unit rusunawa dikemudian hari maka dilakukan penambahan jumlah lantai gedung menjadi 11 lantai. RUMUSAN MASALAH Dalam perancangan modifikasi struktur gedung rusunawa menggunakan metode pracetak dengan sistem dinding penumpu terdapat beberapa masalah yang timbul, yaitu : 1. Bagaimana merancang komponen struktur gedung rusunawa menggunakan metode pracetak dengan sistem dinding penumpu? 2. Bagaimana merancang pondasi yang stabil? 3. Bagaimana merancang detailing sambungan komponen beton pracetak? 4. Bagaimana metode pelaksanaan komponen beton pracetak gedung rusunawa? 5. Bagaimana menuangkan hasil perancangan gedung dalam gambar teknik yang baik?
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BATASAN MASALAH Agar Tugas Akhir ini dapat lebih fokus dan selesai sesuai dengan waktu yang direncanakan, maka diperlukan pembatasan pada perancangan modifikasi struktur gedung yang meliputi : 1. Peraturan yang digunakan sebagai acuan : SNI 03-2847-2002 untuk struktur beton SNI 03-1726-2002 untuk pembebanan gempa SNI 03-1729-2002 untuk struktur baja 2. Teknologi pracetak digunakan pada pelat lantai, balok dan dinding struktur. 3. Metode pelaksanaan komponen pracetak yang digunakan adalah dirakit per-elemen 4. Analisa biaya yang digunakan dalam penyelesaian pekerjaan proyek dan perbandingan kecepatan pelaksanaan konstruksi menggunakan metode pracetak dengan metode cor setempat tidak dibahas. 5. Perhitungan analisa struktur menggunakan program bantu ETABS. 6. Penggambaran teknik menggunakan program bantu AutoCAD. TUJUAN Maksud dan tujuan dari Tugas Akhir ini adalah untuk mendapatkan hasil perancangan modifikasi struktur gedung yang memenuhi persyaratan keamanan konstruksi bangunan gedung, antara lain : 1. Merancang komponen struktur gedung rusunawa menggunakan metode pracetak dengan sistem dinding penumpu. 2. Merancang pondasi yang stabil. 3. Merancang detailing sambungan komponen beton pracetak. 4. Menyusun metode pelaksanaan komponen beton pracetak gedung rusunawa. 5. Menuangkan hasil perancangan gedung tersebut ke dalam gambar teknik yang baik. MANFAAT Manfaat dari tugas akhir ini adalah mampu merancang struktur gedung menggunakan metode pracetak dengan sistem dinding penumpu yang memenuhi persyaratan keamanan konstruksi bangunan gedung.
UMUM Beton pracetak adalah beton yang dibuat dipabrik atau di ground floor proyek yang kemudian diangkat untuk dipasang pada tempatnya (Wibowo 2006). Pemakaian beton pracetak semakin dominan digunakan pada pekerjaan struktur dalam bidang teknik sipil ditengah semakin besarnya tuntutan akan pelaksanaan pembangunan konstruksi yang cepat dan efisien. Hal ini disebabkan performa sistem pracetak yang terbukti lebih handal dari sistem konvensional dalam memenuhi kebutuhan pembangunan di era globalisasi yang menuntut profesionalitas dan efisiensi (Nurjaman, Faizal, dan Sidjabat 2010). Namun selain dari kelebihankelebihan metode pracetak yang telah disebutkan sebelumnya, metode ini juga mempunyai kekurangan yaitu pada aspek perancangan yang juga harus memperhatikan cara penyambungan antar komponen, sistem transportasi serta metode pelaksanaan pemasangannya. Faktor yang perlu dipertimbangkan adalah dimensi dan berat setiap komponen yang harus sesuai dengan ketersediaan alat angkat dan alat angkut yang membutuhkan biaya tambahan untuk pengadaannya. Karena jika ketiga aspek tersebut diabaikan, maka akan mengakibatkan biaya konstuksi menjadi mahal. SAMBUNGAN PRACETAK Selain berfungsi sebagai penghubung antar elemen pracetak, menurut Tjahjono dan Purnomo (2004), sambungan merupakan bagian yang sangat penting dalam mentransfer gaya-gaya antar elemen pracetak yang disambung. Karenanya sambungan harus direncanakan dengan baik, baik dari segi penempatan sambungan maupun kekuatannya. Saat ini sudah ada 32 paten sambungan sistem pracetak untuk bangunan bertingkat yang sudah dikembangkan, diuji dan diterapkan untuk rumah susun sederhana di Indonesia (Nurjaman, Faizal, dan Sidjabat 2010). Menurut Ervianto (2006), secara umum sambungan komponen pracetak dibagi menjadi 2 metode, yaitu metode sambungan kering dan metode sambungan basah. Metode sambungan kering adalah metode penyambungan komponen beton pracetak dimana sambungan tersebut dapat segera berfungsi
3
secara efektif. Yang termasuk dalam metode ini adalah alat sambung berupa las dan baut. Sedangkan metode sambungan basah adalah metode penyambungan komponen beton pracetak dimana sambungan tersebut baru dapat berfungsi secara efektif setelah beberapa waktu tertentu. Yang termasuk dalam metode ini adalah sambungan dengan cor ditempat (In situ concrete joint).
proses penyambungan selesai dilakukan maka plat baja tersebut ditutup dengan adukan semen beton.
SAMBUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN LAS Alat sambung jenis ini menggunakan plat baja (Plat sisip) yang ditanam masuk pada daerah tulangan dan ditempatkan pada ujung-ujung beton yang akan disatukan, kemudian di cor pada waktu pembuatan elemen pracetak. Fungsi dari plat baja ini adalah untuk meneruskan gaya-gaya sehingga plat baja ini harus benar-benar menyatu dengan material betonnya (Ervianto 2006). Untuk menyatukan antar plat sisip dari beton yang akan disambung digunakan plat baja (Plat sambung) yang dilas ke plat sisip, seperti pada Gambar 2.1. Setelah dilas, plat disambung tersebut kemudian ditutup dengan menggunakan adukan beton. Hal ini dilakukan untuk melindungi plat penyambung tersebut dari korosi yang membahayakan kekuatan sambungan. Las Sudut Plat Sisip
Pelat Pracetak
Plat Sambung Angker yang dilas ke Plat Sisip Pelat Pracetak
Gambar Sambungan dengan Menggunakan Baut SAMBUNGAN DENGAN COR SETEMPAT Metode penyambungan jenis ini menggunakan tulangan biasa sebagai penyambung antar komponen beton pracetak. Komponen beton pracetak yang sudah berada di tempatnya akan dicor bagian ujungnya untuk menyambungkan komponen satu dengan yang lain, seperti pada Gambar 2.3. Menurut Ervianto (2006) sambungan jenis ini lebih sering digunakan dalam pelaksanaan beton pracetak karena menghasilkan struktur yang lebih kaku jika dibanding dengan menggunakan sambungan jenis lain. Selain itu sambungan jenis ini lebih mudah untuk dikerjakan dilapangan. Tulangan Penyambung Pelat Pracetak
Gambar Sambungan dengan Menggunakan Las SAMBUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN BAUT Metode penyambungan jenis ini dilakukan dengan memberikan plat baja pada ujung-ujung kedua elemen beton pracetak yang akan disambung. Plat baja tersebut ditanam masuk pada daerah tulangan dan dicor pada waktu pembuatan elemen pracetak. Selanjutnya menurut Ervianto (2006) plat baja dari kedua komponen tersebut disatukan menggunakan alat sambung berupa baut dengan kuat tarik tinggi, lihat Gambar 2.2. Untuk menghindari terjadinya korosi pada plat baja, setelah
4
Ruang yang akan dicor di tempat
Tumpuan
Gambar Sambungan dengan Cor Setempat TINJAUAN ELEMEN PRACETAK Menurut Ervianto (2006), sebelum dirakit menjadi sebuah kesatuan sebagai struktur bangunan secara utuh, komponen-komponen beton pracetak mengalami beberapa proses yang memerlukan
perhatian khusus bagi para perencana dalam mendesain elemen pracetak tersebut. Proses-proses tersebut meliputi : 1. Proses Produksi Untuk proses produksi yang dilakukan di lokasi proyek, yang harus diperhatikan adalah area proyek harus tertata dengan baik. Mulai dari tempat penumpukan material dasar, tempat pengecoran, serta tempat penyimpanan komponen beton pracetak. Konsekuensi dari proses produksi yang dilakukan di lokasi proyek adalah harus menyediakan lahan kerja yang cukup luas karena lahan penumpukan bahan dan komponen beton pracetak yang diproduksi memiliki ukuran dan kuantitas yang besar. Yang juga perlu disiapkan adalah cetakan beton. Cetakan beton harus dapat digunakan berulang kali dan dapat dibongkar pasang serta dipindahkan dengan mudah. 2. Proses Penyimpanan Penyimpanan komponen beton pracetak yang baik adalah harus memperhatikan apakah komponen beton pracetak tersebut ditumpuk atau disandarkan pada tiang penyangga yang didesain khusus. 3. Transportasi Transportasi adalah proses memindahkan komponen beton pracetak dari lokasi pabrikasi ke lokasi proyek. Yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah ketersediaan alat angkut dan alat angkat yang berkaitan dengan dimensi dan berat komponen beton pracetak, dan jalur transportasi yang akan dilewati. 4. Proses Pengangkatan Proses pengangkatan adalah proses memindahkan komponen beton pracetak dari tempat penumpukan ke posisi penyambungan (Perakitan). Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah jumlah titik angkat yang diperlukan tiap komponen pracetak agar komponen dapat dengan aman diangkat dan ketersediaan alat angkat, yang semuanya berkaitan dengan dimensi dan berat komponen beton. 5. Proses Pemasangan Proses pemasangan merupakan proses penyatuan komponen beton pracetak menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga membentuk suatu bangunan. Dalam proses ini yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan alat yang digunakan, yang berkaitan
dengan metode pemasangan yang akan digunakan. Metode pelaksanaan yang akan digunakan. Metode pelaksanaan yang digunakan adalah metode Dirakit Per-Elemen. Pada metode ini tiap komponen dari beton pracetak dirakit satu persatu menggunakan crane. Metode ini dibedakan menjadi dua, yaitu metode vertikal dan metode horisontal. Untuk metode vertikal, proses pemasangan pada pelaksanaannya dilakukan pada arah vertikal struktur gedung. Kelebihan metode ini, karena dipemasangan dilaksanakan secara vertikal maka kebutuhan lengan momen untuk crane tidak terlalu besar. Namun karena pelaksanaannya tersebut sambungan-sambungan pada lantai diatasnya harus dapat segera berkerja secara efisien. Sedangkan penyatuan komponen beton pracetak dengan metode horisontal adalah proses pemasangan yang pelaksanaannya tiap satu lantai (Arah horisontal bangunan). Sambungan pada metode ini tidak harus segera dapat berfungsi karena tidak langsung dibebani oleh bangunan pada lantai diatasnya. Untuk kelemahan metode ini, diperlukan crane dengan lengan momen yang cukup besar karena harus dapat mencapai seluruh bagian bangunan. Peralatan yang digunakan pada saat proses pemasangan. → Tower Crane, Mobile Crane : Digunakan untuk mengangkat komponen-komponen beton pracetak. → Scafolding : Untuk menyanggah komponen pelat beton pracetak selama belum bisa menahan beratnya sendiri. → Bracing : Untuk menopang komponen dinding beton pracetak agar benar-benar vertikal dalam segala arah. → Alat leveling (Theodolit, waterpas, atau dengan alat yang lain) : Untuk mengatur ketinggian dan menjamin kepresisian posisi agar sesuai dengan yang direncanakan. SISTEM DINDING PENUMPU Suatu struktur yang menggunakan Bearing Wall System memiliki ciri khas yaitu struktur tersebut dominan terdiri dari dinding geser (Shearwall). Pada sistem ini dinding penumpu atau sistem bresing
5
memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing (Tavio dan Kusuma 2009). Sistem yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap ini (tidak ada balok dan kolom), untuk wilayah gempa 5 dan 6, dinding strukturalnya harus didetail khusus (DSK) sesuai dengan SNI 2847 Pasal 23.6 (6) disamping syarat-syarat yang masih berlaku di Pasal 3 sampai dengan 20. Sedangkan diwilayah gempa 2, 3 dan 4, tidak dituntut detail spesial untuk dinding struktural ini (Purwono 2005).
Mulai
Pengumpulan Data
Study Literatur
Preliminary Desain
Perhitungan Struktur Sekunder
BAB III METODOLOGI
Permodelan Struktur
UMUM Pembebanan
Metodologi ini akan menguraikan dan menjelaskan cara dan urutan pelaksanaan penyelesaian tugas akhir. Mulai dari pengumpulan data, study literatur, preliminary desain, permodelan struktur dan pembebanan, analisa dan perhitungan elemen struktur, perancangan sambungan dan pelaksanaan elemen pracetak, lalu output berupa gambar teknik sampai dengan kesimpulan akhir dari tugas akhir ini.
Analisa Struktur
Perhitungan Struktur Primer Tidak Kontrol
Ya Perancangan Pondasi
Perancangan Sambungan
Pelaksanaan Elemen Pracetak
Gambar Teknik
Selesai
Gambar Diagram Alir Perancangan
6
BAB V HASIL PERANCANGAN STRUKTUR SEKUNDER 1. Pelat Lantai dan Pelat Atap Pelat tipe S1 - Tebal : 12 cm - Tul. arah x : Ø 12 – 100 mm - Tul. arah y : Ø 12 – 200 mm - Tul. angkat : 8 Ø12 mm Gambar Permodelan Pelat Tipe S2 (Atas : Permodelan Pelat Atap, Bawah : Permodelan Pelat Lantai)
Gambar Permodelan Pelat Tipe S1 (Atas : Permodelan Pelat Atap, Bawah : Permodelan Pelat Lantai) Gambar Pengangkatan Pelat dengan 4 Titik 2. Tangga - Tebal pelat bordes : 12 cm - Tul. lentur bordes : D16 – 100 mm - Tul. susut suhu bordes : Ø10 – 200 mm - Tebal pelat anak tangga : 12 cm - Tul. lentur anak tangga : D16 – 100 mm - Tul. susut suhu anak tangga: Ø10 – 200 mm - Tul. angkat : 4 Ø12 mm Gambar Pengangkatan Pelat dengan 8 Titik Pelat tipe S2 - Tebal - Tul arah x - Tul arah y - Tul. angkat
: 12 cm : Ø 12 – 200 mm : Ø 12 – 200 mm : 4 Ø12 mm
Gambar Denah Tangga
7
BAB VI HASIL PERANCANGAN STRUKTUR PRIMER
Gambar Pengangkatan Tangga dengan 4 Titik Angkat 3. Balok Anak Balok Anak tipe 1 - Dimensi - Tul. lentur lap. - Tul sengkang - Tul. angkat Balok Anak tipe 2 - Dimensi - Tul. lentur lap. - Tul sengkang - Tul. angkat
: 30 x 40 cm : 4 D19 mm : Ø10 – 150 mm : 2 Ø12 : 30 x 40 cm : 4 D19 mm : Ø10 – 150 mm : 2 Ø12
Gambar Permodelan Struktur 3 Dimensi Dinding struktur : - Tebal DS - Tul. vertikal - Tul. horisontal
: 15 cm : 2 Ø10-150 mm : 2 Ø10-150 mm
Balok Perangkai - Dimensi : 15 x 100 cm - Tul. Lentur Tump. : 4 D 19 mm - Tul. Lentur Lap. : 2 D 19 mm - Tul. Sengkang : 2 Ø10-100 mm - Tul. Diagonal : 4 Ø12 mm - Tul. Sengkang diagonal : Ø 8 mm-35 mm
Gambar Pengangkatan Balok Anak Tulangan angkat DS 1 Tulangan angkat DS 2 Tulangan angkat DS 3 Tulangan angkat DS 4
: 2 D13 : 2 D16 : 2 D13 : 2 D16
Gambar Pengangkatan DS dengan 2 Titik Angkat
8
BAB VII HASIL PERANCANGAN PONDASI Data tanah Pijin 1 TP
: SPT : 132,54 ton
Tiang pancang - Produksi - Diameter - Kedalaman TP - Jumlah
Mutu profil baja : BJ 41 Fy = 2500 kg/cm2 Fu = 4100 kg/cm2 Mutu las : FE70xx Tabel Rekapitulasi Hasil Perhitungan Profil Plat Baja dan Las Elemen Pracetak
: PT. WIKA beton : Ø 60 cm : 24 m : 153 buah
Poer : - Dimensi Poer : 17 x 50 x 1,0 m3 - Tul. arah X o Penampang atas : D22 – 150 mm o Penampang bawah : D19 – 150 mm - Tul. arah Y o Penampang atas : D19 – 150 mm o Penampang bawah : D22 – 150 mm
Gambar Denah Tiang Pancang BAB VIII HASIL PERANCANGAN SAMBUNGAN Dalam tugas akhir ini semua sambungan yang ada direncanakan menggunakan sambungan kering, yaitu menggunakan plat baja (Plat sisip) yang ditanam masuk pada daerah tulangan dan ditempatkan pada ujung-ujung beton yang akan disatukan, kemudian di cor pada waktu pembuatan elemen pracetak. Untuk menyatukan antar plat sisip dari beton yang akan disambung digunakan plat baja (Plat sambung) yang dilas ke plat sisip. Setelah dilas, plat sambung tersebut kemudian ditutup dengan menggunakan adukan semen untuk melindungi plat penyambung tersebut dari korosi yang membahayakan kekuatan sambungan.
Gambar Sambungan Poer dengan DS
9
BAB IX TAHAP PELAKSANAAN ELEMEN PRACETAK Metode pelaksanaan yang digunakan adalah metode Dirakit Per-Elemen. Pada metode ini tiap komponen dari beton pracetak dirakit satu persatu menggunakan crane. Crane yang digunakan jenis POTAIN MDT 218 A J8. Data-data crane jenis POTAIN MDT 218 A J8 : - Beban angkat maksimum 8,8 ton (8800 kg) - Jarak jangkauan maksimum 213,30 ft (69,98 m) Pemancangan tiang pancang
Gambar Sambungan DS dengan DS Pembuatan bekisting poer Penulangan poer Pengecoran poer
Pemasangan dinding struktur
Pemasangan balok anak
Gambar Sambungan Pelat Lantai dengan DS
Pemasangan pelat lantai
Pemasangan tangga
Gambar Diagram Alir Pelaksanaan Pekerjaan
Gambar Sambungan Pelat Lantai dengan DS
10
Gambar Pekerjaan Pemancangan Tiang Pancang Gambar Pekerjaan Pemasangan Elemen Balok Anak
Ganabr Pekerjaan Pengecoran Poer
Gambar Pekerjaan Pemasangan Elemen Pelat Lantai
Gambar Pekerjaan Pemasangan Elemen DS
Gambar Pekerjaan Pemasangan Elemen Tangga
11
Gambar Hasil Pekerjaan Ketika Mencapai Lantai 2
BAB X PENUTUP
SARAN
KESIMPULAN 1. Dari hasil perancangan modifikasi didapatkan data-data perencanaan sebagai berikut : a. Tebal pelat atap dan pelat lantai : 12 cm Tulangan arah X pelat S1 : Ø 12-100 Tulangan arah Y pelat S1 : Ø 12-200 Tulangan angkat pelat S1 : 8 Ø 12 mm Tulangan arah X pelat S2 : Ø 12-200 Tulangan arah Y pelat S2 : Ø 12-200 Tulangan angkat pelat S2 : 4 Ø 12 mm b. Dimensi Balok Anak Balok Anak 1 Tulangan utama Tulangan sengkang Tulangan angkat Balok Anak 2 Tulangan utama Tulangan sengkang Tulangan angkat
: 30 x 40 cm : 4 D19 mm : Ø10-150 mm : 2 Ø 12 mm : 20 x 30 cm : 2 D19 mm : Ø10-100 mm : 2 Ø 12 mm
c. Dinding Struktur Tebal Dinding Struktur : 15 cm Tulangan vertikal 2 Ø10-150 mm Tulangan horisontal 2 Ø10-150 m Balok Perangkai - Dimensi : 15 x 100 cm - Tul. Lentur Tump. : 4 D 19 mm - Tul. Lentur Lap. : 2 D 19 mm
12
- Tul. Sengkang : 2 Ø10-100 mm - Tul. Diagonal : 4 Ø12 mm - Tul. Sengkang diagonal: Ø 8 mm-35 mm 2. Perencanaan pondasi direncanakan dengan tiang pancang diameter 60 cm kelas C dari PT WIKA Beton dengan kedalaman tiang pancang 24 m dari permukaan tanah. 3. Sambungan elemen pracetak menggunakan sambungan kering, yaitu menggunakan plat baja BJ 41 dengan alat sambung las dengan mutu FE70xx. 4. Metode pelaksanaan yang digunakan adalah metode Dirakit Per-Elemen dengan alat utama berupa tower crane yang berfungsi sebagai alat untuk mengangkat elemen pracetak untuk kemudian dirakit satu persatu.
1. Sebelum melakukan perancangan struktur gedung menggunakan metode pracetak dengan sistem dinding penumpu, sebaiknya diperhatikan terlebih dahulu untuk masalah sambungan antar elemen dan metode pelaksanaannya untuk menghasilkan perancangan struktur yang kuat, ekonomis dan tepat waktu dalam pelaksanaannya 2. Untuk pengaplikasian perancangan gedung menggunakan metode pracetak dengan sistem dinding penumpu masih diperlukan pengembangan teknologi dan riset tentang sambungan kering terutama untuk gedung bertingkat lebih dari 10 lantai.
DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional. 2002. SNI 03-17262002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung. Badan Standardisasi Nasional. 2002. SNI 03-28472002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Departemen Pekerjaan Umum. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971. Jakarta : Direktorat Jenderal Cipta Karya. Departemen Pekerjaan Umum. 1983. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983. Jakarta : Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Ervianto, Wulfram I. 2006. Eksplorasi Teknologi Dalam Proyek Industri : Beton Pracetak dan Bekisting. Yogyakarta : Andi. Nurjaman, Hari Nugraha., Lutfi Faizal, dan Hasiholan R. Sidjabat. 2010. “Perilaku Aktual Bangunan Gedung dengan Sistem Pracetak Terhadap Gempa Kuat”. Seminar dan Pameran HAKI - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia. PCI. 2004. PCI Design Handbook Precast and Prestress Concrete Sixth Edition. Chicago : Illinois. Purwono, Rachmat. 2005. Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa. Surabaya : ITS Press. Tavio dan Benny Kusuma. 2009. Desain Sistem Rangka Pemikul Momen dan Dinding Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa. Surabaya : ITS Press. Tjahjono, Elly., dan Heru Purnomo. 2004. “Pengaruh Penempatan Penyambungan pada Perilaku Rangkaian Balok-Kolom Beton Pracetak Bagian Sisi Luar”. Makara Teknologi 8 (Desember) : 90-97. Wahyudi, Herman. 1999. Daya Dukung Pondasi Dalam, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Wibowo, Fx. Nurwadji. 2006. “Sambungan pada Rangka Batang Beton Pracetak”. Jurnal Teknik Sipil 7 (Oktober) : 80-96.
13