MODEL SISTEM USAHATANI BERBASIS KONSERVASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN DAN PENYULUHAN BAGI PETANI LAHAN KERING DI KABUPATEN ENDE Yohanes Leki Seran, Medo Kote dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT ABSTRAK Kketersediaan teknologi cukup banyak namun tidak semua teknologi dapat diterima secara utuh oleh petani. Hal ini disebabkan karena tidak semua teknologi sampai ke petanai akibat dari terbatasnya tenaga penyuluh pertanian yang berfungsi sebagai mediator teknologi tersebut hingga sampai ke petani dan pelaku usaha pertanian. Model usahatani konservasi yang merupakan perbaikan terhadap sistem konservasi kebekolo dapat dijadikan sebagai media pembelajaran petani dan penyuluhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah biomas yang dihasilkan dari konservasi vegetatif, pengembangan model oleh petani, serta respon petani terhadap model konservasi yang dikembangkan Penelitian ini dilaksanakan di desa Nualise sejak tahun 2004 sampai sekarang. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan partisipatif. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa usahatani lahan kering yang dikembangkan dengan menerapkan model konservasi vegetasi dapat menambah ketersediaan pakan hijaan ternak, dan mempertahankan kesuburan lahan sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Model usahatani konservasi dapat dijadikan sebagai media pembelajaran petani dan media penyuluhan petani baik petani di dalam desa maupun petani di luar desa. Petani kooperator berfungsi sebagai penyuluh bagi teman petani lainnya yang berkunjung ke lokasi lahan usahatani konservasi. Kata kunci:Model, konservasi, penyuluhan, lahan kering PENDAHULUAN Salah satu metode untuk meningkatkan kapasitas petani adalah melakukan kegiatan penelitian bersama dengan petani. Dalam kegiatan ini, petani, peneliti dan penyuluh melakukan idenifikasi permasalahan yang dihadapi dan berbagai potensi yang dimiliki serta merencanakan kegiatan lapangan secara partisipatif dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pendapatannya. Salah satu implementasi dari metode penelitian bersama petani yakni melakukan pengkajian perbaikan terhadap sistem konservasi Kebekolo yang selama ini diterapkan oleh petani dalam pengelolaan sistem usahatani lahan kering berlereng. Di Kabupaten Ende umumnya petani mengembangkan sistem usahatani pada lahan kering dan berlereng (tingkat kemiringan > 45%). Untuk mencegah dampak negatifnya seperti terjadinya erosi dll, petani membuat suatu metode konservasi yang dikenal sebagai metode kenservasi Kebekolo. Teknologi konservasi Kebekolo merupakan pemanfaatan batang dan ranting pohon kering yang ditata searah dengan garis kontur lahan untuk mencegah terjadinya erosi dan memanfaatkan lahan di antara barisan Kebekolo untuk membudidayakan tanaman pangan. Kebekolo yang banyak terdapat di NTT khususnya di daerah 525
Ende ternyata cukup efektif menahan erosi selama tumpukan kayu dan ranting itu belum membusuk/lapuk dan menjadi rapuh/hancur. Dalam rangka mengatasi persoalan tersebut maka dilakukan kajian perbaikan sistem konservasi Kebekolo dengan mengintroduksi tanaman rumput vetiver, turi dan gamal serta kaliandra sehingga membentuk suatu sistem konservasi lahan secara vegetatif. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah biomas yang dihasilkan dari konservasi vegetatif, pengembangan model oleh petani, serta respon petani terhadap model konservasi yang dikembangkan. METODOLOGI PENGKAJIAN Kagiatan pengkajian ini dilaksanakan di desa Nualise Kebupaten Ende – NTT. Kegiatan ini telah berlangsung sejak tahun 2005 hingga sekarang. Metode pendekatan yang digunakan dalam pengkajian ini yakni menggunakan metode pendekatan “on farm research client oriented” (OFCOAR), yaitu suatu pendekatan pengkajian yang berorientasi kepada pengguna (Merrill Sand, 1989 dalam Sumarno, 1997). Kajian ini menggunakan model pendekatan partisipatif, sehingga petani bersama peneliti dan penyuluh berdiskusi untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan model usahatani yang dikembangkan berdasarkan keinginan dan kemampuan petani (farmer circumstance). Kajian dilaksanakan melalui tahapan sbb: - Pelaksanaan kegiatan pengkajian didahului oleh survei kelayakan secara teknis dan kelayakan secara sosial. Kelayakan secara tek-nis meliputi lahan usahatani yang sementara dikembangkan oleh petani dengan menerapkan sistem kebekolo. Kelayakan secara sosial meliputi kesediaan masyarakat untuk menerapkan jenis teknologi perbaikan pada sistem kebekolo yang dikembangkan sebagai upaya mengatasi lahan yang terdegradasi. - Sistem usahatani yang terbentuk dijadikan model dan acuan dalam mereplikasi teknologi konservasi oleh petani lain - Model usahatani konservasi dijadikan sebagai media informasi praktis bagi petani. Prosedur pengumpulan data dilakukan secara berkala disesuaikan dengan jenis kegiatan dalam usahatani. Data yang dikumpulkan dapat meliputi data teknis, dan data yang berhubungan dengan pembelajaran dan penyuluhan. Wawancara dan pengamatan langsung digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relavan dengan kegiatan usahatani. Data yang terkumpul diaianisis secara statistik deskriptif (Gomez and Gomez, 1983). HASIL DAN PEMBAHASAN Perbaikan Model Usahatani Kebekolo Berbasis Konservasi Teknologi Kebekolo merupakan teknologi yang diwariskan oleh para pendahulu dan dipraktekkan hingga saat ini walaupun tidak menetap pada lahan tertentu. Jenis teknologi ini dikerjakan oleh para petani setiap dua tahun sekali. Hal ini disebabkan oleh karena batang-batang pohon sudah mulai lapuk dan kemampuan untuk menahan erosi sudah menurun sehingga mengakibatkan 526
rendahnya kesuburan lahan pertanian. Konsekuensinya adalah petani meninggalkan lahan tersebut kemudian membuka lahan baru bagi perladangan dengan mengaplikasikan teknologi kebekolo. Namun demikian jenis teknologi konservasi ini tetap dipraktekkan oleh petani di desa Nualise sebagai alternatif untuk mencegah terjadinya erosi pada lahan yang diusahakan. Sistem usahatani yang menerapkan sistem kebekolo perlu dilakukan perbaikan dengan mengintroduksi tanaman penguat teras dalam memperkuat kebekolo yang telah dibentuk pada awal pembukaan lahan usahatani. Jenis tanaman yang diintroduksikan adalah tanaman rumput vetiver, tanaman gamal, turi. Tanaman-tanaman ini dapat pula dijadikan sebagai pakan bagi ternak terutama ternak ruminansia. Beberapa nilai positif dari sistem konservasi dengan menggunakan tanaman pakan adalah: (1) tanaman penguat teras membentuk lorong dan menghasilkan pakan ternak; (2) tanaman penguat teras dapat memperbaiki kesuburan lahan melalui pengingkatan nitrogen dari udara dan sumbangan biomas; serta (3) sumber kayu bakar. Tanaman legum termasuk legum pohon umumnya memiliki kemampuan untuk mengikat nitrogen bebas dari udara melalui simbiosa antara Rhisobium dengan bintil akar yang dihasilkan oleh tanaman legum. Menurut Sutanto (2002) rhizobium melakukan simbiose dengan akar tanaman legum, membentuk bintil akar yang berperan dalam pengikatan nitrogen. Legum memiliki kemampuan yang sama untuk mengikat nitrogen bebas dari udara. Kemampuan tanaman legum pohon yang diuji dalam menyediakan nitrogen dalam tanah dapat mencapai 0,133%. Kandungan Nitrogen dalam tanah selain bersumber dari proses fixasi nitrogen dari udara bebas juga bersumber dari bahan organik yang dihasilkan baik oleh biomas rumput vetiver dan dari biomas tanaman legum pohon. Hal ini berdampak meningkatnya kandungan N tanah. Introduksi Tanaman pakan dalam sistem budidaya lorong dapat menyediakan pakan berkualitas bagi ternak yang dipelihara. Setiap jenis pakan yang dintroduksikan selain berfungsi sebagai penguat teras juga mampu memberikan kontribusi terhadap penyediaan pakan bagi ternak yang dipelihara. Kontribusi pakan yang paling baik dari setiap jenis pakan dan dari konbinasi tanaman pakan yang digunakan sebagai tanaman penguat teras dan tanaman penyedia pakan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi biomas Pakan pada Model Sistem Usahatani konservasi Perlakuan Vetiver Gamal + Vetiver Turi + Vetiver Turi + Gamal + Vetiver
Rata-Rata Biomas Kering (kg/m) 0,07 0,183 2,246 1,141
Rata-rata kontribusi pakan (biomas kering) pada perlakuan vetiver 0,07 kg/meter , Gamal + Vetiver sebanyak 0,183 kg/meter, Turi + Vetiver sebanyak 2,246 kg/meter, Turi + Gamal + Vetiver sebanyak 1,141 kg/meter. Kontribusi penyediaan pakan terbaik adalah perlakuan Turi + Vetiver. Pertumbuhan tanaman turi pada perlakuan ini sangat baik sehingga mampu menyediakan 527
biomas pakan yang lebih banyak. Hal ini disebabkan karena tanaman turi + vetiver merupakan dua jenis tanaman yang memiliki sistem perakaran yang berbeda sehingga persaingan untuk mendapatkan unsur hara sangat rendah. Namun sebaliknya kontribusi penyediaan pakan pada perlakuan gamal + Vetiver lebih rendah dari pada kombinasi perlakuan tanaman turi + vetiver walaupun memiliki sistem perakaran yang sama (tanaman turi memiliki sistem perakaran dalam dan vetiver memiliki sistem perakaran dangkal). Hal ini disebabkan oleh karena pada musim kemarau tanaman gamal mengalami keguguran daun sehingga biomas pakan yang dihasilkan berkurang. Produktivitas biomas kering yang dihasilkan oleh perlakuan tanaman rumput vetiver secara tunggal hanya mencapai 0,07 kg/meter, sangat rendah jika dinbandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan oleh tanaman rumput vetiver memiliki kemampuan yang terbatas dalam menghasilkan biomas pakan. Sebaliknya produktivitas biomas kering yang dihasilkan oleh perlakuan tanaman Turi + gamal + rumput vetiver mencapai 1,141 kg/meter, sangat rendah jika dinbandingkan dengan perlakuan Turi + rumput vetiver. Hal ini disebabkan karena antara tanaman turi dan gamal bersaing mendapatkan unsur hara dan sinar matahari, sehingga pertumbuahannya tidak optimal. Media Pembelajaran dan Penyuluhan Sistem usahatani konservasi yang dikembangkan oleh petani di desa Nualise merupakan suatu model yang cukup baik dalam tatanan sistem usahatani lahan kering berlereng. Model ini dapat direplikasikan di berbagai lokasi lahan kering berlereng dalam kerangka mempertahankan kesuburan lahan dari sistem usahatani tersebut. Oleh karenanya model ini dapat dijadikan sebagai media pembelajaran petani. Dalam menjadikan suatu model sebagai media pembelajaran petani, perlu menampilkan bahwa model tersebut mampu mengatasi atau menekan permasalahan erosi pada lahan usahatani dan mampu meningkatkan kesuburan lahan sehingga petani yang mengelolanya tidak lagi melakukan perladangan. Beberapa hal yang dapat menjadikan model sistem ussahatani konservasi sebagai media pembelajaran dan media penyuluhan adalah : 1. Model sistem usahatani konservasi dapat menekan laju erosi 2. Meningkatkan kesuburan lahan 3. Sumber pakan 4. Sumber kayu bakar 5. Terbentuknya Iklim mikro bagi pertanaman 6. Petani dapat memanfaatkan secara berkelanjutan 7. Mudah dikerjakan petani Kondisi yang terbentuk pada sistem usahatani yang berbasis konservasi ini berpotensi sebagai media pembelajaran petani dan media penyuluhan. Petani kooperator yang terlibat pada kegiatan ini sering bertindak baik dengan penuh kesadaran ataupun tidak telah melakukan proses alih teknologi kepada petani lain di dalam desa sendiri maupun petani lain di luar desa. Proses pembelajaran dan penyuluhan bagi petani dalam desa di tandai oleh minat petani untuk menerapkan sistem usahatani konservasi tersebut di lahan usahatani yang dikem528
bangkannya. Keragaan petani dalam desa yang mengemabangkan sistem usahatani konservari dan jenis tanaman yang diusahakan dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 tampak bahwa jumlah petani dan kelompok dalam desa semakin bertambah dalam menerapkan teknologi sistem usahatani berbasis konservasi. Sebaliknya komoditas yang diusahakan terutama lamtoro yang diperkenalkan tidak dapat diaplikasikan lagi sebagai tanaman penguat teras. Hal ini disebabkan karena tanaman ini menjadi sumber hama bagi tanaman lain yang diusahakan sehingga kehadiran tanaman lamtoro digantikan dengan tanaman marungga. Tanaman pangan yang diusahakan semakin beragam. Pada lahan usahatani juga diusahakan atau dikembangkan sayur-sayuran untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Tabel 2. Keragan petani yang mengembangkan sistem usahatani konservasi dan jenis tanaman yang diusahakan di lahan usahatani di desa Nualise No. 1. 2. 3. 4.
Uraian Jumlah Kelompok tani Jumlah petani Tanaman penguat teras Jenis tanaman yang diusahakan
Kondisi Awal Kegiatan 1 15 Rumput vetiver, gamal, turi, lamtoro Jagung, padi, kacang tanah, kacang hijau
Kondisi Sekarang 2009 2 29 Rumput vetiver, gamal, turi,marunga Jagung, padi, kacang tanah, kacang hijau dan sayuran
Lahan usahatani yang dikembangkan oleh petani kooperator juga menjadi tempat kunjungan dari petani lain di luar desa. Petani dari luar desa berkunjung ke lokasi ini untuk melihat secara langsung dan mempelajari model yang diterapkan oleh petani di desa Nualise. Dalam konteks ini petani kooperator berfungsi sebagai penyuluh bagi petani lainnya dan menggunakan model usahatani tersebut sebagai media pembelajaran dan media penyuluhan untuk memberikan informsi kepada petani lain di luar desa. Keragaan kunjungan petani dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah petani yang berkunjung dan materi yang dipelajari No. 1. 2. 3. 4. 5.
Asal Petani Wolotopo Nangapenda Ngesabiri Zozozea Botutenda
Jumlah Petani 40 40 40 10 10
Materi yang dipelajari Sistem konservasi lahan, jenis tanaman penguat teras Sistem konservasi lahan, jenis tanaman penguat teras Sistem konservasi lahan, jenis tanaman penguat teras Sistem konservasi lahan, jenis tanaman penguat teras Sistem konservasi lahan, jenis tanaman penguat teras
Dari Tabel 3 terlihat bahwa berbagai desa mengunjungi lokasi yang dikembangkan dengan sistem usahatani konservasi lahan. Dalam kunjungan tersebut petani kooperator menjadi penyuluh bagi teman petaninya sendiri dengan menggunakan model tersebut sebagai media untuk melakukan komunikasi. Respon petani yang mengunjungi lokasi cukup baik, terlihat dari sering adanya kunjungan, dan pengunjung membawa pulang tanaman rumput vetiver untuk mengembangkan di desanya. KESIMPULAN Usahatani lahan kering yang dikembangkan dengan menerapkan model konservasi vegetasi dapat menambah ketersediaan pakan hijaan ternak, dan 529
mempertahankan kesuburan lahan sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Model usahatani konservasi dapat dijadikan sebagai media pembelajaran petani dan media penyuluhan petani baik petani di dalam desa maupun petani di luar desa. Petani kooperator berfungsi sebagai penyuluh bagi teman petani lainnya yang berkunjung ke lokasi lahan usahatani konservasi. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2007. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan yang dikelola oleh petani (Farmer Managed Extention Activity-FMA). FEATI, Farmer Empowerment through Agricultural Tecnology and Informastion. Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian. Badan Pengembangan SDM Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Basuki et al 2007. Primatani Berbasis Padi Sawah di Noelbaki- Kupang. Laporan Hasil Pengkajian BPTP NTT. Hosang E. Y. 2004. Pengkajian Teknologi Perbenihan Jagung Di NTT. Laporan Hasil Penelitian BPTP NTT. Naibonat. Gomes K. A. and A. A. Gomes. 1983. Statistical Prosedures for Agricultural Research.. Second Edition. The International Rice Research Institute. Los Banos. Philippines Hanafi. 1987. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya. Sumarno. 1997. Pengkajian Adaptif di lahan petani dengan orientasi pengguna (PAOP). BPTP Karangploso. Tubbs, L. Stewart dan S. Moss. 2000. Human Communication. Mc. Graw-Hill, Inc. Singapore. 314pp.
530