MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK ANAK TIDAK BERSEKOLAH USIA KURANG 15 TAHUN DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Oleh MUSFIKA RATI 080803038
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
0
MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK ANAK TIDAK BERSEKOLAH USIA KURANG 15 TAHUN DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
MUSFIKA RATI 080803038
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
0
PERSETUJUAN
Judul
Kategori Nama Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Departemen Fakultas
: MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK ANAK TIDAK BERSEKOLAH USIA KURANG 15 TAHUN DI KOTA MEDAN : SKRIPSI : MUSFIKA RATI : 080803038 : SARJANA (S1) MATEMATIKA : MATEMATIKA : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, 2 Februari 2013 Komisi Pembimbing
:
Pembimbing 2
Pembimbing 1
Dr. Sutarman M.Sc NIP. 19631026 199103 1 001
Dr. Esther S.M. Nababan, M.Sc NIP. 19610318 198711 2 001
Diketahui/Disetujui oleh Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,
Prof. Dr. Tulus, M.Si NIP. 196209011988031 002
ii
PERNYATAAN
MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK ANAK TIDAK BERSEKOLAH USIA KURANG 15 TAHUN DI KOTA MEDAN SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, 2 Februari 2013
MUSFIKA RATI 080803038
iii
PENGHARGAAN
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan, nikmat ilmu, nikmat waktu sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Model Regresi Spasial untuk Anak Tidak Bersekolah Usia Kurang 15 Tahun di Kota Medan dengan baik dan lancar.
Penulisan skripsi ini terselesaikan dengan bantuan pelbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Esther S.M. Nababan, M.Sc sebagai pembimbing pertama dan Bapak Dr. Sutarman, M.Sc sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dari awal hingga akhir penyusunan skripsi penulis. 2. Bapak Drs. Marihat Situmorang, M.Kom dan Bapak Drs. Pasukat Sembiring, M.Si sebagai Dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi penulis. 3. Bapak Prof. Dr.Tulus.Voldipl.Math.,M.Si.,Ph.D dan Ibu Dra. Mardiningsih, M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU. 4. Dr. Sutarman, M.Sc sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Nurman dan Bapak Andri dari Departemen Geografi UNIMED yang telah membantu dan mengajarkan di dalam pembuatan peta untuk penyelesaian skripsi ini. 6. Orang tua tercinta Ayahanda Tumirin dan Ibunda Sri Rahayu, Kakanda tersayang Willy Suhendra dan kedua adik tersayang Imam Surya dan Wawan Kurniawan serta keluarga dekat lainnya yang telah memberikan segalanya baik dukungan moril, motivasi dan do’anya sehingga penulis selalu bersemangat. 7. Para sahabat dan teman-teman yaitu CICILANWIFI (Aci, Uci, Ulan, dan Wika), teman-teman ASRI (Asrama Putri), teman-teman kampus yaitu Ugi, Ibel, Meli, Anum, dan teman-teman dari Bank Muamalat yaitu Bang Ondo dan Putri serta yang lainnya yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang selalu memberikan semangat dan bantuan kepada penulis. iv
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan dari semua pihak yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki kekurangan dan ketidaksempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Medan, 2 Februari 2013 Penulis
MUSFIKA RATI 080803038
v
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan model anak tidak bersekolah anak usia kurang 15 tahun di kota Medan menggunakan regresi spasial, menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhinya serta mengkaji efektifitas metode regresi spasial dalam menganalisis kasus tersebut. Analisis yang digunakan yaitu Spatial Autoregresive Model (SAR). Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel prediktor yang mempengaruhi variabel respon adalah jumlah penduduk prasejahtera, jumlah sekolah SD dan rasio antara anak yang bersekolah dengan anak tidak bersekolah (ATB) kurang 15 tahun. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah 95.70%.
Kata kunci: Regresi spasial, Spatial Autoregresive Model (SAR), anak tidak bersekolah
vi
Spatial Regression Model for Non Schooled Children Less Than 15 Years in Medan
ABSTRACT
The research is done to determine the model of non schooled children less than 15 years in Medan with spatial regression, to analyze the factors that affect it and to definite the effective spatial regression in analyzing it. Spatial regression used is Spatial Autoregressive Model (SAR). The result shows that predictor variables which affect the response variable is the number of underprivileged population, the number of elementary schools and the ratio of children attending the ATB less than 15 years. Value of R2 is 95.70%.
Keyword : Spatial Regression, Spatial Autoregressive Model (SAR), school drop out.
vii
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran
ii iii iv vi vii viii x xi xii
Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Batasan Masalah 1.5. Manfaat Penelitian 1.6. Metodologi Penelitian 1.7. Tinjauan Pustaka
1 1 2 2 3 3 3 4
Bab 2 Landasan Teori 2.1. Metode Kuadrat Terkecil 2.2. Matriks Keterkaitan Spasial (Spatial Weight Matrices) 2.3. Regresi Spasial 2.4. Spatial Autoregresive Model (SAR) 2.5. Spatial Error Model (SEM) 2.6. Signifikansi Parameter Regresi Spasial 2.7. Efek Spasial 2.6.1. Efek Heterokedastisitas (Spatial Heteroginity) 2.6.2. Efek Dependensi Spasial (Spatial Dependence) 2.7.2.1. Moran’s I 2.7.2.2. Lagrange Multiplier (LM) Test
6 6 7 9 10 11 11 12 12 13 13 15
Bab 3 Analisis Data dan Pembahasan 3.1. Data 3.2. Statistik Deskriptif Variabel Respon di Medan 3.3. Model Regresi Sederhana 3.4. Regresi Spasial 3.4.1. Pengujian Efek Spasial 3.4.2. Uji Lagrange Multiplier (LM) 3.5. Matriks Keterkaitan Spasial (Spatial Weight Matrices) 3.6. Model Regresi Spasial 3.6.1. Spatial Autoregresive Model (SAR)
17 17 19 21 22 22 25 26 35 35
viii
Bab 4 Kesimpulan dan Saran 4.1. Kesimpulan 4.2. Saran
41 41 41
Daftar Pustaka
43
Lampiran
ix
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Data Variabel Prediktor dan Variabel Respon Tabel 3.2 Jumlah ATB Berdasarkan Wilayah Tabel 3.3 Estimasi Parameter Model Regresi Sederhana Tabel 3.4 Perhitungan Nilai Moran’s I pada Variabel Y Tabel 3.5 Moran’s I Tabel 3.6 Hasil Analisis Dependensi Spasial Tabel 3.7 Banyak Tetangga dengan Banyak Kecamatan Tabel 3.8 Tetangga Setiap Kecamatan Tabel 3.9 Pengaruh Jumlah Tetangga dengan ATB Tabel 3.10 Estimasi Parameter Model SAR Tabel 3.11 Hasil Estimasi Regresi pada OLS dan SAR
x
18 20 21 24 25 25 27 28 30 35 39
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Ilustrasi dari Contiguity Gambar 3.1 Kecamatan Kota Medan Gambar 3.2 Peta Tematik ATB di Kota Medan Gambar 3.3 Diagram Scatter plot antara Variabel Bebas dan Bergantung Gambar 3.4 Moran Scatter Plot Gambar 3.5 Histogram Ketetanggan (Contiguity) Gambar 3.6 Graph Contiguity
xi
8 19 19 21 23 27 29
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran A : Model SAR Setiap Kecamatan di Kota Medan Lampiran B : Tabel Perbandingan Residu pada OLS dan SAR Lampiran C : Hasil Output dari Program OpenGeoda Lampiran D : Data dari Balitbang Lampiran E : Surat Izin Pengambilan Data
xii
44 46 47 52
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Regresi spasial merupakan hasil pengembangan dari metode regresi linier klasik. Pengembangan itu berdasarkan adanya pengaruh tempat atau spasial pada data yang dianalisis (Anselin, 1988). Data spasial adalah suatu data yang mengacu pada posisi, objek, dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Mapping Science Committee (1995) dalam Rajabidfard (2001) menerangkan mengenai pentingnya peranan posisi lokasi yaitu pengetahuan mengenai lokasi dari suatu aktifitas memungkinkan hubungannya dengan aktifitas lain atau elemen lain dalam daerah yang sama atau lokasi yang berdekatan. Tobler (1979) juga menyatakan dalam hukum geografi pertamanya bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh (Anselin, 1988). Fenomena-fenomena yang termasuk data spasial diantaranya ialah penyebaran suatu penyakit, penentuan harga jual rumah, pertanian, kedokteran, pemilihan seorang pemimpin, kriminalitas, kemiskinan, anak tidak bersekolah dan lain-lain.
Banyaknya anak yang putus sekolah ataupun yang tidak bersekolah di Indonesia masih menjadi masalah di negara berkembang seperti Indonesia. Pada tahun 2007, anak putus sekolah di Indonesia mencapai 11,7 juta jiwa (Robert, 2008). Pada tahun 2011, anak putus sekolah di Sumatera Utara sebanyak 14.901 siswa walaupun jumlah ini jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya, yakni mencapai angka 41.110 siswa (www.tribunnews.com). Kondisi ini mengindentifikasikan bahwa program pendidikan dasar 9 tahun belum berhasil. Selain itu, banyak penduduk tidak mampu
1
2
melakukan partisipasi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang biasanya terhambat karena masalah kesulitan ekonomi. Banyaknya anak tidak bersekolah di suatu daerah sangat mungkin dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi geografis daerahnya, termasuk posisinya terhadap daerah lain. Ini berarti bahwa, kasus anak tidak bersekolah sudah memenuhi syarat untuk dianalisis menggunakan metode regresi spasial.
Di dalam suatu observasi yang mengandung informasi ruang atau spasial, maka analisis data tidak akan akurat jika hanya menggunakan analisis regresi sederhana (Anselin, 1988). Jika menggunakan analisis regresi sederhana maka akan terjadi pelanggaran asumsi seperti nilai sisa berkorelasi dengan yang lain dan varian tidak konstans. Jika informasi ruang atau spasial diabaikan pada data yang memiliki informasi ruang atau spasial dalam analisis, maka koefisien regresi akan bias atau tidak konsisten, R2 berlebihan, dan kesimpulan yang ditarik tidak tepat karena model tidak akurat.
1.2.
Rumusan Masalah
Regresi linier sederhana kurang tepat digunakan untuk memodelkan kasus anak tidak bersekolah, karena data mengandung faktor spasial sehingga model akan kurang akurat dan menyebabkan kesimpulan yang kurang tepat karena asumsi eror saling bebas dan asumsi hemoginitas tidak terpenuhi. Oleh karena itu, perlu adanya suatu analisis yang lebih akurat pada data spasial yaitu regresi spasial. Dalam penelitian ini, analisis dan pemodelan untuk data yang di dalamnya ada faktor spasial dapat digunakan regresi spasial.
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk menentukan model anak yang tidak bersekolah di bawah usia 15 tahun di kota Medan dengan model regresi spasial, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya serta mengkaji efektifitas metode regresi spasial dalam menganalisis kasus anak tidak bersekolah.
3
1.4.
Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penelitian dilakukan di kota Medan. Data yang diperoleh dari Kantor Walikota Medan dan data yang digunakan adalah data sekunder, yakni: 1. Jumlah anak tidak bersekolah usia kurang 15 tahun tiap kecamatan 2. Jumlah penduduk prasejahtera tiap kecamatan 3. Jumlah sekolah SD tiap kecamatan 4. Jumlah anak bekerja di bawah usia 15 tahun tiap kecamatan 5. Jumlah anak yang bersekolah tiap kecamatan Data diolah menggunakan regresi spasial. Metode spasial yang digunakan adalah pendekatan area yaitu Spatial Autoregressive Model (SAR), Spatial Error Model (SEM), dan Mixture Model. Untuk mengetahui depedensi spasialnya dilakukan perhitungan statistik Moran’s I dan uji identifikasi model yang sesuai dengan uji dependensi lag maupun erornya yaitu menggunakan uji Lagrange Multiplier (LM). Matrik Queen contiguity adalah matrik yang digunakan sebagai matrik penimbang baik pada uji identifikasi model yang sesuai maupun dalam pemodelan.
1.5.
Manfaat Penelitian
Model anak tidak bersekolah usia kurang 15 tahun yang diperoleh dapat digunakan untuk membuat suatu prediksi, antisipasi, kebijakan dan langkah awal yang dilakukan untuk mengurangi bertambahnya anak yang tidak bersekolah usia kurang 15 tahun di kota Medan.
1.6.
Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian akan dilakukan di Kota Medan 2. Metode Pengumpulan Data
4
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari Pemko Medan pada tahun 2011 yakni: a. Jumlah anak tidak bersekolah usia kurang 15 tahun tiap kecamatan b. Jumlah penduduk prasejahtera tiap kecamatan c. Jumlah sekolah SD tiap kecamatan d. Jumlah anak bekerja usia kurang 15 tahun tiap kecamatan e. Jumlah anak yang bersekolah tiap kecamatan 3. Urutan Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan urutan (Septiana, 2009 ) sebagai berikut : a. Melakukan eksplorasi peta tematik untuk mengetahui pola penyebaran dan dependensi pada masing-masing variabel serta scatterplot untuk mengetahui pola hubungan variabel X dan Y. b. Melakukan pemodelan regresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) yang meliputi estimasi parameter dan estimasi signifikansi model. c. Uji dependensi atau korelasi. d. Identifikasi keberadaan efek spasial dengan uji Lagrange Multiplier (LM) dan Moran’s I Statistics (Anselin, 1988). e. Proses pemodelan, yaitu data dimodelkan dengan Spatial Autoregresive Model (SAR), Spatial Error Model (SEM), atau Spatial Autoregresive Moving Average (SARMA).
1.7.
Tinjauan Pustaka
Regresi spasial telah dikembangkan oleh beberapa peneliti, beberapa diantaranya ialah Anselin, et al. (2004), LeSage dan Pace (2007). Regresi ini telah banyak digunakan dalam ilmu-ilmu regional (Cressie, 1993), ekonomi (LeSage dan Polasek, 2006), real estate (Pavlov, 2000), maupun di dalam pengolahan citra (Halim, 2007).
Selain pengembangan dari sisi metode, metode ini juga telah banyak digunakan sebagai alat analisis data pada beberapa bidang, diantaranya ialah Siana Halim et al (2008). Dia menggunakan metode regresi spasial ini untuk memodelkan harga jual apartemen di Surabaya. Nurvita Arumsari dan Sutikno (2010) memodelkan
5
kejadian diare menggunakan pendekatan titik dengan studi kasus Kabupaten Tuban Jawa Timur.
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Metode Kuadrat Terkecil
Analisis regresi merupakan analisis untuk mendapatkan hubungan dan model matematis antara variabel dependen (Y) dan satu atau lebih variabel independen (X). Hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen dapat dinyatakan dalam model regresi linier (Draper dan Smith, 1992). Secara umum hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :
Y 0 1 X 1 ... p X p
(2.1)
dengan Y : variabel dependen, βi : koefisien regresi Xi : variabel bebas µ : nilai eror regresi µ~ IIDN (0, σ2I) i = 1, 2, …, p
Jika dilakukan pengamatan sebanyak n, maka model persamaan regresi linier berganda ke-i adalah (2.2) p = 1, 2, …, n
Persamaan estimasi regresi linier berganda adalah
7
(2.3)
Secara matriks, bentuk penaksir kuadrat terkecil (least square) dari parameter tersebut adalah: (2.4) dengan : vektor dari parameter yang ditaksir (p+1) x 1 X : matriks variabel bebas berukuran n x (p+1) Y : vektor observasi dari variabel respon berukuran (n x 1) k : banyaknya variabel bebas (k = 1, 2, …, p)
Uji signifikansi parsial yaitu uji untuk mengetahui variabel mana saja yang mempengaruhi variabel bergantung secara signifikan. Hipotesis yang digunakan adalah H0 : βk = 0 H1 : βk ≠ 0 dengan k = 1, 2, 3, …, p Dengan taraf signifikansi adalah α = 5% Dengan statistik uji yang digunakan adalah
t hit
ˆ k ~ t n 2k SE ( ˆ k )
Dengan keputusan tolak H0 jika |thit| > t(df,
(2.5) 1-α/2).
Variabel yang tidak berpengaruh
secara signifikan dapat dihilangkan dalam model. di mana df : n-2-k n : jumlah pengamatan k : jumlah variabel bebas
2.2.
Matrik Keterkaitan Spasial (Spatial Weight Matrices)
8
Bentuk umum matrik spasial (W) adalah (2.6)
Pembentukan matriks keterkaitan spasial yang sering disebut matrik W dapat menggunakan berbagai teknik pembobotan. Anselin (2002) mengusulkan 3 (tiga) pendekatan untuk mendefinisikan matriks W, yaitu contiguity, distance, dan general. Matriks W berdasarkan persentuhan batas wilayah (contiguity) menyatakan bahwa interaksi spasial terjadi antar wilayah yang bertetangga, yaitu interaksi yang memiliki persentuhan batas wilayah (common boundary). Sebuah matrik W yang dibentuk adalah simetrik dan diagonal utama selalu bernilai nol seperti jika Wmn diberi nilai 1, maka Wnm bernilai 1 juga. Pada prakteknya, definisi batas wilayah tersebut memiliki beberapa alternatif. Secara umum terdapat berbagai tipe interaksi, yaitu Rook contiguity, Bishop contiguity dan Queen contiguity.
Gambar 2.1: Ilustrasi dari Contiguity Sumber : ( James P. Lesage, 1998)
a.
Rook contiguity ialah persentuhan sisi wilayah satu dengan sisi wilayah yang lain yang bertetanggaan. Pada gambar 2.1, wilayah 1 bersentuhan dengan wilayah 2 sehingga W12 = 1 dan yang lain 0 atau pada wilayah 3 bersentuhan dengan wilayah 4 dan 5 sehingga W34 = 1, W35 = 1 dan yang lain 0.
9
b.
Bishop contiguity ialah persentuhan titik vertek wilayah satu dengan wilayah tetangga yang lain. Pada gambar 2.1, wilayah 2 bersentuhan titik dengan wilayah 3 sehingga W23 = 1 dan yang lain 0.
c.
Queen contiguity ialah persentuhan baik sisi maupun titik vertek wilayah satu dengan wilayah yang lain yaitu gabungan rook contiguity dan bishop contiguity. Contoh W32 = 1, W34 = 1, W35 =1 dan yang lain 0.
Matriks W yang merefleksikan queen contiguity pada gambar 2.1 adalah
Matrik Queen contiguity atau Rook contiguity yang sudah diperoleh, dibentuk kedalam bentuk matrik normalitas, yaitu matrik dimana jumlah dari setiap barisnya adalah satu, sehingga matrik normalitas dari matrik Wqueen tersebut adalah
2.3.
Regresi Spasial
Regresi spasial adalah suatu metode untuk memodelkan suatu data yang memiliki unsure spasial. Model umum regresi spasial atau juga biasa disebut Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) dalam bentuk matriks (Lesage 1999; Anselin 2004) dapat disajikan sebagai berikut:
dengan
y Wy Xβ u
(2.7)
u Wu ε
(2.8)
10
y
= vektor variabel dependen dengan ukuran n x 1
X
= matriks variabel independen dengan ukuran n x (k+1)
β
= vektor koefisien parameter regresi dengan ukuran (k+1) x 1
ρ
= parameter koefisien spasial lag variabel dependen
λ
= parameter koefisien spasial lag pada error
u, ε
= vektor error dengan ukuran n x 1
W
= matriks pembobot dengan ukuran n x n
n
= jumlah amatan atau lokasi
k
= jumlah variabel independen ( k = 1, 2, …, l )
I
= matriks identitas dengan ukuran n x n
Pada persamaan (2.7) dapat dinyatakan dalam bentuk y Wy Xβ u atau (I W)y Xβ u
(2.9)
Sedangkan pada persamaan (2.8) dapat dinyatakan dalam bentuk (I W)u ε atau
u (I W) 1 ε
(2.10)
Persamaan (2.9) dan (2.10) disubtitusi ke persamaan (2.7), maka akan diperoleh bentuk persamaan yang lain yaitu: (I W)y Xβ (I W) 1 ε
(2.11)
Pendugaan parameter pada model umum persamaan regresi spasial dalam bentuk matrik (Anselin, 1988) yaitu: βˆ (XT X) 1 XT (I W)y
2.4.
(2.12)
Spatial Autoregresive Model (SAR)
Pada persamaan (2.7) jika nilai ρ ≠ 0 dan λ = 0 maka model regresi spasial akan menjadi model regresi spasial Mixed Regressive-Autoregressive atau Spatial Autoregressive Model (SAR) atau disebut juga Spatial lag Model (SLM) (Anselin, 1988) dengan bentuk persamaannya yaitu
11
(2.13)
Model persamaan (2.13) mengasumsikan bahwa proses autoregressive hanya pada variabel dependen. Pada persamaan tersebut, respon variabel y dimodelkan sebagai kombinasi linier dari daerah sekitarnya atau daerah yang berimpitan dengan y, tanpa adanya eksplanatori variabel yang lain. Bentuk penaksir dari metode SAR adalah βˆ (XT X) 1 XT (I W)y
2.5.
(2.14)
Spatial Error Model (SEM)
Pada persamaan (2.7) jika nilai λ ≠ 0 atau ρ = 0 maka model regresi spasial akan menjadi model Spatial Error Model (SEM) dengan bentuk persamaannya yaitu (2.15)
λW2u menunjukkan spasial terstruktur λW2 pada spatially dependent error (ε). Model SEM adalah model regresi linier yang pada peubah galatnya terdapat korelasi spasial. Bentuk parameter penduga dari model SEM adalah
1 T T βˆ X WX X WX X Wy y Wy
2.6.
(2.16)
Signifikansi Parameter Regresi Spasial
Anselin (2003) menyatakan bahwa salah satu prinsip dasar penduga Maksimum Likelihood adalah asymptotic normality, artinya semakin besar ukuran n maka kurva akan semakin mendekati kurva sebaran normal. Pengujian signifikansi parameter regresi (β) dan autoregresif (ρ dan λ) secara parsial yaitu didasarkan pada nilai ragam galat (σ2), sehingga statistik uji signifikansi parameter yang dipergunakan yaitu
12
Z hitung
ˆ s.b(ˆ )
Dimana
merupakan asymptotic standard error. Melalui uji parsial masing-
masing parameter
dengan hipotesis
H 0 : ˆ 0 H : ˆ 0 1
Dimana
merupakan parameter regresi spasial ( yaitu β, λ, dan ρ), apabila
Zhitung ≥ Z(α/2) atau p-value < α/2, maka keputusan tolak H0, artinya koefisien regresi layak digunakan pada model.
2.7.
Efek Spasial
Pada bagian ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan efek spasial yaitu:
2.7.1. Efek Heteroskedastisitas (Spatial Heterogenity)
Efek heterogenitas adalah efek yang menunjukkan adanya keragaman antar lokasi. Jadi setiap lokasi mempunyai struktur dan parameter hubungan yang berbeda. Pengujian efek spasial dilakukan dengan uji heterogenitas yaitu menggunakan uji Breusch- Pagan test (BP test). Pembentukan model yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan titik. Regresi spasial pendekatan titik yaitu Geographically Weighted Regression (GWR). Rumus persamaan Geographically Weighted Regression (GWR) adalah
dengan yi
= nilai pengamatan variabel respon ke- i
xk
= nilai pengamatan variabel prediktor k pada pengamatan ke-i
βk (ui, vi) = realisasi fungsi kontinu βk (ui, vi) pada pengamatan ke-i (ui, vi)
= titik koordinat (longitude, latitude) lokasi ke-i
13
εi
= eror yang diasumsikan identik, independen dan berdistribusi normal dengan mean nol dan varian konstan σ2
yang kedua adalah Geographically Weighted Poisson Regression (GWPR), adapun model GWPR adalah
Dan yang terakhir adalah Geographically Weighted Logistic Regression (GWLR), bentuk model GWLR adalah
2.7.2. Efek Dependensi Spasial (Spatial Dependence)
Dependensi spasial terjadi akibat adanya dependensi dalam data wilayah. Spatial dependence muncul berdasarkan hukum Tobler I (1979) yaitu segala sesuatu saling berhubungan dengan hal yang lain tetapi sesuatu yang lebih dekat mempunyai pengaruh yang besar. Penyelesaian yang dilakukan jika ada efek dependensi spasial, adalah dengan pendekatan area.
Anselin (1988) menyatakan bahwa uji untuk mengetahui spatial dependence di dalam error suatu model adalah dengan menggunakan statistik Moran’s I dan Langrange Multiplier (LM). 2.7.2.1 Moran’s I Moran’s I adalah sebuah tes statistik lokal untuk melihat nilai autokorelasi spasial, yang mana digunakan untuk mengidentifikasi suatu lokasi dari pengelompokan spasial atau autokorelasi spasial. Menurut Lembo (2006) dalam Kartika (2007) autokorelasi spasial adalah korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang. Cliff dan Ord (1973, 1981) menghadirkan uji statistik Moran’s I untuk sebuah vektor
14
pada n lokasi. Rumus Moran’s I untuk matrik pembobot
observasi
(W) tidak dalam bentuk normalitas, adalah
I
n n
n
w i 1 j 1
Dengan ei Yi
.
e'We e' e
(2.17)
ij
1 n Yi adalah sebuah vektor deviasi untuk rata-rata sampel dan n i 1
W [ wij ] adalah matrik bobot spasial. Rumus Moran’s I dengan matrik pembobot
(W) dalam bentuk normalitas, persamaan (2.17) di reduksi menjadi
I
e'We e' e
(2.18)
Nilai ekspektasi dari Moran’s I ( Lee dan Wong, 2001) adalah E(I ) I o
1 n 1
(2.19)
Jika I > Io, maka nilai autokorelasi bernilai positif, hal ini berarti bahwa pola data membentuk kelompok (cluster), I = Io artinya tidak terdapat autokorelasi spasial, dan I < Io artinya nilai autokorelasi bernilai negatif, hal ini berarti pola data menyebar. Uji statistik Moran’s I, dibatasi oleh 1.0 (yang berarti klaster spasial bernilai autokorelasi positif) dan -1.0 (yang berarti klaster spasial bernilai autokorelasi negatif). Nilai autokorelasi spasial dikatakan kuat, apabila nilai tinggi dengan tinggi atau nilai rendah dengan rendah dari sebuah variabel berkelompok dengan daerah sekitarnya (common side). Moran’s I scatterplot adalah sebuah diagram untuk melihat hubungan antara nilai amatan pada suatu lokasi (distandarisasi) dengan rata-rata nilai amatan dari lokasi-lokasi yang bertetanggan dengan lokasi yang bersangkutan (Lee dan Wong, 2001). Jika I > Io maka nilai autokorelasi bernilai positif, sedangkan jika I < Io maka nilai autokorelasi bernilai negatif. Pembagian kuadrannya (Perobelli dan Haddad, 2003) adalah
15 0. 50 0. 25
Kuadran II Low-High
Kuadran I High-High
0. 00 0.25
Kuadran III
Kuadran IV
Low-Low
High-Low
0.50
0. -0. 0. 50 0.25 00 0.5 25 0 Kuadran I disebut High-High, menunjukkan nilai observasi tinggi dikelilingi
oleh daerah yang mempunyai nilai observasi yang tinggi berlawanan dengan Kuadran III disebut Low-Low, menunjukkan nilai observasi rendah dikelilingi oleh daerah yang mempunyai nilai observasi rendah. Kuadran II disebut Low-High menunjukan nilai observasi rendah dikelilingi oleh daerah yang mempunyai nilai observasi tinggi berkebalikan dengan kuadran IV disebut High-Low, menunjukkan nilai observasi tinggi dikelilingi oleh derah yang mempunyai nilai observasi yang rendah (Kartika, 2007).
2.7.2.2. Lagrange Multiplier (LM) Test
Uji LM (Lagrange Multiplier) adalah uji untuk menentukan apakah model memiliki efek spasial atau tidak. Lagrange Multiplier (LM) yang mana pada tes ini, nilai sisa diperoleh dari kuadrat terkecil dan hitungan matrik bobot spasial yang dignakan adalah W. Bentuk tes LM (Anselin, 1988), yaitu Pada SEM :
(2.20)
Pada SAR:
(2.21)
16
dengan e = nilai residu dari hasil OLS n = banyak observasi C = Matrik standard dari Wqueen *. = operasi perkalian titik pada elemen matriks
Pada Uji Lagrange Multiplier (LM), ada tiga hipotesis yang dilakukan, yaitu : 1. Untuk SAR, H0 : λ = 0 dan H1 : λ ≠ 0 2. Untuk SEM, H0 : ρ = 0 dan H1 : ρ ≠ 0 3. Untuk mixture Model, H0 : ρ, λ = 0 dan H1 : ρ, λ ≠ 0 Dalam mengambil keputusan, tolak H0 jika LM > χ2 (1) atau p-value < α.
17
BAB 3
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dilakukan suatu pemodelan dengan menggunakan metode yang telah dikemukakan pada Bab 2. Sebagai dasar untuk melakukan pemodelan digunakan data yang terdapat pada Tabel 3.1.
3.1.
Data
Data pada Tabel 3.1 merupakan data yang akan digunakan dalam bab ini yaitu data berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap anak yang tidak bersekolah di bawah 15 tahun di Medan pada tahun 2011 dan faktor-faktornya. Data yang diperoleh di Tabel 3.1 akan diolah dengan metode regresi spasial.
18
Tabel 3.1. Data Variabel Prediktor dan Variabel Respon
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Nama Kecamatan M. Tuntungan M. Johor M. Amplas M. Denai M. Area M. Kota M. Maimun M. Polonia M. Baru M. Selayang M. Sunggal M. Helvetia M. Petisah M. Barat M. Timur M. Perjuangan M. Tembung M. Deli
Y
X1
X2
X3
X4
150 234 96 293 96 68 92 128 18 143 376 227 57 202 135 140 249 464 643 685 946
2547 5017 3711 5634 2267 2142 1926 2048 566 2784 3650 4015 1473 2377 3571 3649 4529 6821 6512 7707 9201
36 47 38 69 41 40 22 16 24 28 40 52 22 27 43 32 41 51 46 49 41
9 30 1 10 10 1 8 9 0 13 19 27 12 4 8 6 20 77 16 38 53
14,99 21,34 41,43 21,18 24,92 31,66 21,05 16,78 30,00 17,17 9,31 17,41 24,30 11,39 23,17 25,79 19,04 15,47 10,28 11,53 10,48
M. Labuhan M. Marelan M. Belawan Sumber: BAPEDDA Kota Medan
Keterangan : Y = Jumlah anak tidak bersekolah (ATB) di bawah usia 15 tahun X1 = Jumlah status kesejahteraan X2 = Jumlah sekolah SD X3 = Jumlah anak bekerja di bawah usia 15 tahun X4 = Rasio anak bersekolah dengan ATB di bawah usia 15 tahun
19
3.2.
Statistik Deskriptif Variabel Respon di Medan
Gambar 3.1 adalah sebuah peta kecamatan kota Medan. Pada peta tersebut terlihat bahwa jumlah kecamatan di kota Medan terdiri dari 21 kecamatan.
Gambar 3.1. Kecamatan Kota Medan Sumber : Medan dalam Angka 2011
Gambar 3.2. Peta Tematik ATB di kota Medan Sumber: OpenGeoda
20
Gambar 3.2 adalah peta tematik ATB di kota Medan yaitu pengelompokan ATB di setiap kecamatan. Berdasarkan peta tersebut, wilayah kota Medan dibagi menjadi 5 bagian. Daerah-daerah tersebut disajikan dalam Tabel 3.2 berikut : Tabel 3.2. Jumlah ATB Berdasarkan Wilayah No
Wilayah 1
Wilayah 2
Wilayah 3
Wilayah 4
Wilayah 5
(18 : 92)
(96 : 135)
(140 : 227)
(234 : 376)
(464 : 946)
1
M. Petisah
M. Timur
M. Helvetia
M. Sunggal
M. Belawan
2
M. Baru
M. Area
M. Perjuangan
M. Johor
M. Labuhan
3
M. Maimun
M. Polonia
M. Tuntungan
M. Tembung
M. Marelan
4
M. Kota
M. Amplas
M. Barat
M. Denai
M. Deli
5
-
-
M. Selayang
-
-
Berdasarkan letak geografis pada peta tematik dari Gambar 3.2 tersebut bahwa masing-masing kecamatan pada wilayah tersebut adalah cenderung berdekatan. Secara geografis, hal ini diindikasikan bahwa ada pengaruh spasial atau tempat pada data jumlah anak yang tidak bersekolah.
Diagram scatter plot pada Gambar 3.3, akan memperlihatkan pola hubungan antara variabel bebas yang terdiri dari 4 variabel bebas dan satu variabel terikat. Secara grafis terlihat bahwa keseluruhan variabel bebas memiliki pola yang tidak menyebar.
21
Gambar 3.3. Diagram Scatter plot antara variabel bebas dan bergantung
3.3.
Model Regresi Sederhana
Estimasi parameter pada model regresi sederhana disajikan pada Tabel 3.3, yaitu :
Tabel 3.3. Estimasi Parameter Model Regresi Sederhana Variabel
Koefisien
Konstanta
165,8063
Std. Error 68,5434
X1
0,114067
0,0135
* 8,427988 0,0000003
X2
-4,77438
1,7014
*-2,806235 0,0126772
X3
-1,31687
1,2625
-1,043054 0,3124279
X4 -7,65185 R square = 93,72 % *T(16, 0.95) = 2,11991 **T(16, 0.90) = 1,74588
2,2209
*-3,445393 0,0033258
T Stat.
Prob
2,418998 0,0278451
22
Berdasarkan Tabel 3.3 dapat ditunjukan hasil pengujian bahwa terdapat tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel bergantung karena pada variabel bebas tersebut memiliki nilai Thitung < T(16; 0,950) atau nilai p-value > α (0,05). Variabel tersebut adalah X1 (jumlah penduduk prasejahtera), X2 (jumlah sekolah SD), dan X4 (rasio anak bersekolah dengan ATB usia kurang 15 tahun). Dari hasil analisis data tersebut, nilai R2 sebesar 93,72% yang artinya model yang terbentuk mewakili data sebesar 93,72%.
Dari tabel 3.3 diperolehlah model persamaan regresi linier berganda yaitu :
yˆ 165,81 0,1141X 1 4,774 X 2 7,652 X 4 Model pada OLS dapat diinterpretasikan bahwa apabila faktor lain dianggap konstan, jika jumlah penduduk prasejahtera di suatu kecamatan (X1) naik sebesar 1 satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun sebesar 0,1141, jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X2) naik 1 satuan maka mengurangi ATB sebesar 4,774, dan rasio anak bersekolah dengan ATB (X4) naik 1 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 7,652.
3.4.
Regresi Spasial
3.4.1. Pengujian Efek Spasial
Pengujian efek spasial dilakukan untuk melihat apakah data setiap variabel memiliki pengaruh spasial pada lokasi. Pengujian spasial dependence menggunakan statistik Moran’s I. Gambar 3.4 merupakan gambar diagram Moran’s I untuk setiap variabel baik variabel bebas maupun terikatnya.
23
Gambar 3.4. Moran’s Scatterplot
Pada Gambar 3.4 tersebut menunjukkan bahwa pola data berada pada kuadran I dan III. Hal ini berarti bahwa kecamatan dengan nilai yang tinggi pada setiap variabel mengelompok pada daerah yang nilainya tinggi juga dan daerah dengan nilai yang rendah berkelompok dengan daerah yang memiliki nilai rendah pula. Pada variabel Y, kecamatan yang memiliki ATB yang tinggi berkelompok dengan kecamatan yang memiliki ATB yang tinggi juga dan kecamatan yang memiliki ATB yang rendah berkelompok dengan ATB yang rendah pula. Adapun nilai masingmasing Moran’s I pada variabel-variabel tersebut disajikan pada Tabel 3.5. Sebagai contoh untuk nilai Moran’s I pada variabel Y diperoleh dengan menggunakan rumus pada persamaan (2.18) yaitu
I
e n 'Wn e n en ' en
24
Tabel 3.4. Perhitungan Nilai Moran’s I pada Variabel Y No
Y
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Jumlah Rata-rata
150 234 96 293 96 68 92 128 18 143 376 227 57 202 135 140 249 464 643 685 946 5442 259,143
en = Y-
en’Wn
en’Wnen
-109 -27,36667 2986,876 -25 -215,5083 5418,495 -163 -21,24167 3465,426 34 -159,675 -5406,14 -163 -40,875 6668,464 -191 -195,3 37330,2 -167 -99,30833 16598,68 -131 -154,6833 20285,61 -241 -53,81667 12977,5 -116 -115,8667 13457,09 117 -123,5167 -14433,8 -32 14,766667 -474,643 -202 -108,4 21912,29 -57 -118,0083 6743,333 -124 -17,55833 2179,742 -119 -95.40833 11367,22 -10 -37,66667 382,0476 205 242,93333 49766,63 384 536,75 206035,3 426 522,75 222616,8 687 270 185451,4 805328,6
en’en 11912,16327 632,1632653 26615,59184 1146,306122 26615,59184 36535,59184 27936,73469 17198,44898 58149,87755 13489,16327 13655,59184 1033,163265 40861,73469 3265,306122 15411,44898 14195,02041 102,877551 41966,44898 147346,3061 181354,3061 471772,7347 1151196,571
Sehingga nilai Moran’s I adalah
I
805328,6 1151196,571
I 0,699558 Secara lengkap hasil Moran’s I dikerjakan dengan menggunakan software OpenGeoda sebagai berikut:
25
Tabel 3.5. Moran’s I Y X1 X2 X3 X4
Moran's I 0,69958 0,640032 0,298701 0,249088 0,285518
Berdasarkan Tabel 3.5 dan nilai I0 terlihat bahwa semua nilai Moran’s I bernilai lebih besar dari I0 yang artinya semua variabel baik bebas maupun terikat memiliki autokorelasi positif. Sama seperti yang terlihat pada gambar 3.5, bahwa data berkelompok pada kuadran I dan III yang menandakan memiliki autokorelasi positif.
3.4.2. Uji Lagrange Multiplier (LM)
Pemilihan model spasial dilakukan dengan uji LM sebagai indentifikasi awal. Lagrange Multiplier digunakan untuk mendeteksi dependensi spasial dengan lebih spesifik yaitu dependensi lag, eror atau keduanya (lag dan eror). Hasil Pengujian LM disajikan pada Tabel 3.6 dengan menggunakan bantuan software OpenGeoda yaitu
Tabel 3.6. Hasil Analisis Dependensi Spasial Uji Dependensi Spasial Moran's I (eror) Lagrange Multiplier (lag) Lagrange Multiplier (eror) Lagrange Multiplier (SARMA) Taraf signifikan α = 0.05
Nilai 2,1297 5,9335 0,6934 5,9444
Prob 0,0332 0,0149 0,4050 0,0512
26
Berdasarkan Tabel 3.6, diketahui bahwa nilai dari probabilitas dari Moran’s I sebesar 0,0332 dan lebih kecil dari α. Sehingga H0 ditolak artinya ada dependensi spasial dalam eror regresi.
Uji Lagrange Multiplier (lag) bertujuan untuk mengidentifikasi adanya keterkaitan antar kecamatan. Berdasakan Tabel 3.6 dapat diketahui bahwa nilai probabilitas dari Lagrange Multiplier (lag) sebesar 0,0149 dan lebih kecil dari α. Sehingga H0 ditolak artinya terdapat dependensi lag sehingga perlu dilanjutkan ke pembuatan Spatial Autoregressive Model (SAR). Nilai probabilitas dari Lagrange Multiplier (eror) adalah 0,4050 dan lebih besar dari α. Sehingga terima H0 artinya tidak terdapat dependensi spasial dalam eror sehingga pada kasus ini tidak perlu dilanjutkan pada pembuatan model Spatial Error Model (SEM).
Uji Lagrange Multiplier (SARMA) digunakan untuk mengidentifikasi adanya fenomena gabungan, yaitu mengidentifikasi adanya dependensi lag maupun eror antar kabupaten kota. Berdasarkan Tabel 3.6 dapat diketahui bahwa nilai probabilitas dari Lagrange Multiplier (SARMA) sebesar 0,0511 dan lebih besar dari α. Sehingga terima H0 artinya tidak terdapat dependensi lag dan eror sehingga pada kasus ini tidak perlu melanjutkan pada pembuatan model SARMA.
Berdasarkan uji LM, telah diketahui bahwa pada kasus ATB di kota Medan terdapat pengaruh spasial dalam data. Hal ini mengidentifikasikan bahwa pemodelan kurang akurat dengan menggunakan metode OLS karena pada OLS mengabaikan unsus spasial dalam data. Maka pemodelan akan diselesaikan dengan menggunakan regresi spasial.
3.5. Matriks Keterkaitan Spasial (Spatial Weight Matrices)
Berdasarkan Gambar 3.1, dibuat sebuah matriks berukuran 21 x 21. Matriks tersebut adalah matrik keterkaitan spasial (Spatial Weight Matrices). Metode yang digunakan
27
dalam pembuatan matrik adalah metode Queen Contiguity. Adapun jumlah masingmasing tetangga (contiguity) dari masing-masing kecamatan dilihat pada Tabel 3.7 berikut.
Tabel 3.7. Banyak Tetangga dengan Banyak Kecamatan Warna Kelompok
Banyak Tetangga
Nama Kecamatan
Kel 1
2
M. Tuntungan, M. Belawan
Kel 2
3
M. Amplas, M. Area, M. Tembung, M. Labuhan, M. marelan
Kel 3
4
M. Baru, M. Sunggal, M. Deli
Kel 4
5
M. Denai, M. Maimun, M. Polonia, M. Selayang, M. Helvetia, M. Barat, M. Perjuangan
Kel 5
6
M. Johor, M. Petisah, M. Timur,
Kel 6
8
M. Kota
Dari Tabel
3.7
dijelaskan
bahwa
kecamatan
yang
paling
banyak
ketetanggaannya (contiguity) terletak pada kecamatan Medan Kota sedangkan jumlah ketetanggaan yang paling sedikit terletak pada Medan Tuntungan dan Medan Belawan. Tabel 3.7 dapat diliat secara histogram pada Gambar 3.5 berikut.
Gambar 3.5. Histogram Ketetanggaan (Contiguity)
Adapun masing-masing dari tetangga dari setiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.8.
28
Tabel 3.8. Tetangga Setiap Kecamatan No Nama Kecamatan
Jumlah Tetangga 2
1
M. Tuntungan
2
M. Johor
6
3
M. Amplas
3
4
M. Denai
5
5
M. Area
3
6
M. Kota
8
7
M. Maimun
5
8
M. Polonia
5
9
M. Baru
4
10
M. Selayang
5
11
M. Sunggal
4
12
M. Helvetia
5
13
M. Petisah
6
14
M. Barat
5
15
M. Timur
6
16
M. Perjuangan
5
17
M. Tembung
3
18
M. Deli
4
19 20 21
M. Labuhan M. Marelan M. Belawan
3 3 2
Nama Kec. Tetangga M. Johor M Selayang M. Tuntungan, M. Amplas, M. Kota, M. Maimun, M. Polonia, M. Selayang M. Johor, M. Denai, M. Kota M. Amplas, M. Area, M. Kota, M. Perjuangan, M. Tembung M. Denai, M. Kota M. Perjuangan M. Amplas, M. Denai, M. Area, M. Maimun, M. Johor, M. Barat, M. Timur, M. Perjuangan M. Johor, M. Kota, M. Polonia, M. Petisah, M. Barat M. Johor, M. Maimun, M. Baru, M. Selayang, M. Petisah M. Polonia, M. Selayang, M. Sunggal, M. Petisah M. Tuntungan, M. Johor, M. Polonia, M. baru, M. Sunggal M. Baru, M. Selayang, M. Helvetia, M. Petisah M. Sunggal, M. Petisah, M. Barat, M. Timur, M. Deli M. Maimun, M. Polonia, M. Baru, M.Sunggal, M. Helvetia, M. Barat M. Kota, M. maimun, M. Helvetia, M. Petisah, M. Timur M. Kota, M. Helvetia, M. Barat, M. Perjuangan, M. Tembung, M. Deli M. Denai, M. Area, M. Kota, M. Timur, M. Tembung M. Denai, M. Timur, M. Perjuangan M. Helvetia, M. Timur, M. Labuhan, M. Marelan M. Deli, M. Marelan, M. Belawan M. Deli, M. Labuhan, M. Belawan M. Labuhan, M. Marelan
29
Berdasarkan Tabel 3.8, hubungan ketetanggaan setiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar 3.6. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa masing-masing kecamatan dipengaruhi oleh kecamatan lain yang saling berdekatan (common side). Contoh pada kecamatan Medan Kota (6) terlihat bahwa terdapat 8 kecamatan yang mempengaruhinya secara spasial.
Gambar 3.6. Graph Contiguity
Berikutnya dari Tabel 3.8 diperlihatkan pengaruh jumlah tetangga dengan anak tidak bersekolah pada Tabel 3.9.
30
Tabel 3.9. Pengaruh Jumlah Tetangga dengan ATB Nama Kecamatan M. Tuntungan M. Johor M. Amplas M. Denai M. Area M. Kota M. Maimun M. Polonia M. Baru M. Selayang M. Sunggal M. Helvetia M. Petisah M. Barat M. Timur M. Perjuangan M. Tembung M. Deli M. Labuhan M. Marelan M. Belawan
Jlh Banyak Anak Tetangga Tidak Bersekolah 2 150 6 234 3 96 5 293 3 96 8 68 5 92 5 128 4 18 5 143 4 376 5 227 6 57 5 202 6 135 5 140 3 249 4 464 3 643 3 685 2 946
Dari Tabel 3.9 memperlihatkan bahwa semakin banyak jumlah tetangga pada suatu kecamatan relatif mengakibatkan semakin sedikitnya jumlah anak tidak bersekolah di kecamatan tersebut. Sebagai contoh pada M. Belawan yang memiliki 2 tetangga merupakan kecamatan yang paling banyak jumlah anak tidak bersekolah yaitu 946 anak. Begitu pula pada kecamatan M. Baru yang memiliki 4 tetangga yang merupakan kecamatan yang paling rendah jumlah anak tidak bersekolah yaitu 18 anak.
Berdasarkan Gambar 3.6, matrik keterkaitan spasial (WQueen) dengan ordo 21x21 yang terbentuk adalah
31
WQueen
0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0
Matrik pembobot yang akan digunakan adalah matrik W yang merupakan bentuk normalitas dari Matrik WQueen. Matriks W tersebut adalah
32
W
0 1 6 0 0 0 0 0 0 0 1 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 2
0
0
0
0
1 6
0
0
1 3
0
1 3
0
0
1 5
0
1 5
0
0
1 8 1 5 1 5
0
0
0
0
1 6 1 3 1 5 1 3
1 6
1 6
0
0
0
0
0
0
0
1 2 1 6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 8 1 5
1 8
1 5 1 3 1 8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 5 1 6
1 5
0
0
1 5
0
0
0
0
0
0
0
0
1 8
1 3 1 8
1 8
0
1 8
0
0
0
0
0
0
0
0
1 5
0
1 5
0
0
0
0
0
0
0
0
1 5
0
1 5
0
0
0
0
0
0
0
0
1 5 1 4
1 5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 5
0
0
1 5 1 3
1 5 1 6 1 5
0
0
0
0
0
0
0 0
0
1 4 1 5
0
1 4 1 5
1 5 1 4
1 4
0
0
0
1 6 1 5
1 6
1 6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 1 5 1 6
0
1 5 1 5 1 4
0
0
1 4
1 4 1 5
0 1 6 1 5 1 6
1 5
0
1 5
0
0
0
0
0
0
1 6
0
1 6
1 6
0
0
0
0
0
0
1 6 1 5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Matrik Wy adalah hasil perkalian matrik W dengan
0
1 5 1 3 1 4
1 3
0
0
0
0
0
0
0
1 4
0
0
0
0
1 4 1 3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
yaitu
0
1 3 1 3 0
0 1 3 1 2
0 1 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3 1 3 0
33
0 1 6 0 0 0 0 0 0 0 1 5 Wy 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 2
0
0
0
0
1 6
0
0
1 3
0
0
1 5
0
0
1 8 1 5 1 5
1 8
1 0 3 1 0 5 1 0 3 1 1 8 8
0
0
0
0
0
0
0
0
1 6 1 3 1 5 1 3
1 6
1 6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 5
1 2 1 6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 8
0
0
0
0
0
0
1 8
0
0
0
1 5
0
1 5
0
0
0
0
1 8 1 5
1 5 1 3 1 8
0
0
0
0
0
0
0
1 5
0
1 5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 5 1 4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 5
0
0
1 5
0
0
0
0
0
0
1 5 1 6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
1 4 1 5
0
1 4 1 5
1 5 1 4
1 4
0
0
0
1 6 1 5
1 6
1 6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 1 5 5 1 0 3
1 5 1 6 1 5
0
0 1 5 1 6
0
1 5 1 5 1 4
0
0
1 4
1 4 1 5
0 1 6 1 5 1 6
1 5
0
1 5
0
0
0
0
0
1 6
0
1 6
1 6
0
0
0
0
0
1 6 1 5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 5 1 3 1 4
1 3
0
0
0
0
0
0
1 4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1 3 1 3 0
0 1 3 1 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 4 1 1 3 3 1 0 3 1 0 2 0
y 1 y 2 y 3 y 4 y 5 y 6 y 7 y 8 y 9 y 10 y 11 y 12 y 13 y 14 y 15 y 16 y 17 y 18 y 19 y 20 y 21
34
1 1 Wy1 y 2 y10 2 2 1 1 1 1 1 1 Wy y y y y y y 2 6 1 6 3 6 6 6 7 6 8` 6 10 Wy 1 y 1 y 1 y 3 3 2 3 4 3 6 1 1 1 1 1 Wy 4 y 3 y 5 y 6 y16 y17 5 5 5 5 5 1 1 1 Wy 5 y 4 y 6 y16 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 Wy 1 6 8 y 2 8 y 3 8 y 4 8 y 5 8 y 7 8 y14 8 y15 8 y16 Wy 7 1 y 2 1 y 6 1 y 8 1 y13 1 y14 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 Wy 8 y 2 y 7 y 9 y10 y13 5 5 5 5 5 1 1 1 1 Wy 9 4 y 8 4 y10 4 y11 4 y13 Wy 1 y 1 y 1 y 1 y 1 y 10 1 2 8 9 11 5 5 5 5 5 1 1 1 1 Wy11 y 9 y10 y12 y13 4 4 4 4 1 1 1 1 1 Wy12 y11 y13 y14 y15 y18 5 5 5 5 5 Wy 1 y 1 y 1 y 1 y 1 y 1 y 13 6 7 6 8 6 9 6 11 6 12 6 14 1 1 1 1 1 Wy14 y 6 y 7 y12 y13 y15 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 Wy15 y 6 y12 y14 y16 y17 y18 6 6 6 6 6 6 1 1 1 1 1 Wy y y y y y 16 5 4 5 5 5 6 5 15 5 17 1 1 1 Wy y y y 17 3 4 3 15 3 16 1 1 1 1 Wy18 y12 y15 y19 y 20 4 4 4 4 1 1 1 Wy19 y18 y 20 y 21 3 3 3 Wy 1 y 1 y 1 y 20 3 18 3 19 3 21 1 1 Wy 21 y19 y 20 2 2
35
3.6. Model Regresi Spasial
Berdasarkan pengujian Lagrange Multiplier (LM), model yang akan dibentuk hanya Spatial Autoregressive Model (SAR) sedangkan Spatial Error Model (SEM) maupun SARMA tidak perlu dilakukan karena berdasarkan hasil uji LM nilai probabilitas lebih besar dari nilai signifikan (α) 5%.
3.6.1. Spatial Autoregressive Model (SAR)
Estimasi parameter pada model SAR disajikan pada Tabel 3.8 berikut.
Tabel 3.10. Estimasi Parameter Model SAR Variabel
Koefisien Std Eror
Wy 0,3048 konstanta 128,3035 X1 0,0842 X2 -3,0008 X3 -0,9627 X4 -7,3893 R square = 95,699% Z(0.025) = 1,96
0,0993 50,5915 0,0138 1,3399 0,9175 1,607
z_value
Prob
3,0707 2,5361 6,1049 -2,2396 -1,0493 -4,5983
0,002136 0,0112105 0,0000000 0,0251169 0,2940404 0,0000043
Berdasarkan pada Tabel 3.10, beberapa variabel memiliki nilai |Zhitung| > Z0,025 (1,96) atau nilai probabilitas > α, yaitu X1, X2, dan X4. Itu artinya jumlah penduduk prasejahtera (X1), jumlah sekolah (X2), dan rasio anak bersekolah dengan ATB (X4) memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel bergantung.
Dari tabel 3.10, dibentuklah sebuah persamaan (2.13) yaitu Spatial Autoregressive Model (SAR) adalah yi 128,3035 0,3048
n
w
j 1,i j
ij
y j 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4
(3.1)
36
Secara umum, model SAR dapat diinterpretasikan, bahwa apabila faktor lain dianggap konstan maka ketika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan (X 1) naik sebesar 1 satuan maka bisa menambah Anak Tidak Bersekolah (ATB) usia kurang 15 tahun sebesar 0,0842. Jika jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X 2) naik 1 satuan maka mengurangi ATB sebesar 3,0008, dan jika rasio anak bersekolah dengan ATB (X4) naik 1 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 7,3893.
Berdasarkan pada Tabel 3.7, pada persamaan 3.1 terdapat 2 persamaan model SAR untuk kecamatan yang memiliki 2 tetangga salah satunya adalah pada kecamatan M. Belawan yaitu kecamatan dengan jumlah anak tidak bersekolah usia kurang 15 tahun terbanyak yaitu 946 anak. Modelnya adalah sebagai berikut:
yˆ 21 128,3035 0,3048(0,5 y19 0,5 y20 )0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4
yˆ 21 128,3035 0,1524 y19 0,1524 y 20 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4
Persamaan SAR pada kecamatan M. Belawan tersebut terlihat bahwa apabila faktor lain dianggap konstan, maka ketika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan (X1) naik sebesar 100 satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun di M. Belawan sebesar 8 anak, jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X 2) naik 100 satuan maka mengurangi ATB sebesar 300 anak, rasio anak bersekolah dengan ATB (X 4) naik 100 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 739. Selanjutnya banyak ATB di kecamatan M. Belawan juga dipengaruhi kecamatan tetangganya yaitu M. Labuhan dan M. Marelan sehingga jika banyak ATB usia kurang 15 tahun pada M. Labuhan naik sebesar 100 satuan maka akan menambah ATB usia kurang 15 tahun pada kecamatan M. Belawan sebesar 15,2 anak dan apabila banyak ATB usia kurang 15 tahun pada M. Marelan naik sebesar 100 satuan maka akan menambah ATB usia kurang 15 tahun pada kecamatan M. Belawan sebesar 15,2 anak.
. Terdapat 5 persamaan model SAR untuk kecamatan yang memiliki 3 tetangga. Salah satunya adalah model SAR di kecamatan M. Amplas yaitu
yˆ 3 128,3035 0,1016 y2 0,1016 y4 0,1016 y6 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4
37
Persamaan SAR pada kecamatan M. Amplas tersebut terlihat bahwa apabila faktor lain dianggap konstan, maka ketika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan (X1) naik sebesar 100 satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun di M. Amplas sebesar 8 anak, jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X 2) naik 100 satuan maka mengurangi ATB sebesar 300 anak, rasio anak bersekolah dengan ATB (X4) naik 100 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 739 anak. Selanjutnya banyak ATB di kecamatan M. Amplas juga dipengaruhi kecamatan tetangganya yaitu M. Johor, M. Denai, dan M. Kota sehingga jika banyak ATB usia kurang 15 tahun pada M. Johor, M. Denai dan M. Kota naik sebesar 100 satuan maka masing-masing akan menambah ATB usia kurang 15 tahun pada kecamatan M. Amplas sebesar 10,2 anak. Terdapat 3 persamaan model SAR untuk kecamatan yang memiliki 4 tetangga. Salah satunya adalah model SAR di kecamatan M. Baru yang merupakan kecamatan yang paling sedikit jumlah ATB-nya adalah
yˆ 9 128,3035 0,076 y8 0,076 y10 0,076 y11 0,076 y13 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4 Persamaan SAR pada kecamatan M. Baru tersebut terlihat bahwa apabila faktor lain dianggap konstan, maka ketika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan (X1) naik sebesar 100 satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun di M. Baru sebesar 8 anak, jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X 2) naik 100 satuan maka mengurangi ATB sebesar 300 anak, rasio anak bersekolah dengan ATB (X4) naik 100 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 739 anak. Selanjutnya banyak ATB di kecamatan M. Baru juga dipengaruhi kecamatan tetangganya yaitu M. Polonia, M. Selayang, M. Sunggal, dan M. Petisah sehingga jika banyak ATB usia kurang 15 tahun pada M. Polonia, M. Selayang, M. Sunggal, dan M. Petisah naik sebesar 100 satuan maka masing-masing akan menambah ATB usia kurang 15 tahun pada kecamatan M. Baru sebesar 8 anak.
Terdapat 7 persamaan model SAR untuk kecamatan yang memiliki 5 tetangga. Salah satunya adalah model SAR di kecamatan M. Maimun adalah
yˆ 7 128,3035 0,061y 2 0,061y 6 0,061y8 0,061y13 0,061y14 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4
38
Persamaan SAR pada kecamatan M. Maimun tersebut terlihat bahwa apabila faktor lain dianggap konstan, maka ketika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan (X1) naik sebesar 100 satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun di M. Maimun sebesar 8 anak, jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X 2) naik 100 satuan maka mengurangi ATB sebesar 300 anak, rasio anak bersekolah dengan ATB (X 4) naik 100 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 739 anak. Selanjutnya banyak ATB di kecamatan M. Maimun juga dipengaruhi kecamatan tetangganya yaitu M. Johor, M. Kota, M. Polonia, M. Petisah, dan M. Barat sehingga jika banyak ATB usia kurang 15 tahun pada M. Johor, M. Kota, M. Polonia, M. Petisah, dan M. Barat naik sebesar 100 satuan maka masing-masing akan menambah ATB usia kurang 15 tahun pada kecamatan M. Baru sebesar 6,1 anak.
Terdapat 3 persamaan model SAR untuk kecamatan yang memiliki 6 tetangga. Salah satunya adalah model SAR di kecamatan M. Johor adalah
yˆ 2 128,3035 0,0508 y1 0,0508 y3 0,0508 y 6 0,0508 y 7 0,0508 y8 0,0508 y10 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7.3893 X 4
Persamaan SAR pada kecamatan M. Johor tersebut terlihat bahwa apabila faktor lain dianggap konstan, maka ketika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan (X1) naik sebesar 100 satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun di M. Johor sebesar 8 anak, jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X 2) naik 100 satuan maka mengurangi ATB sebesar 300 anak, rasio anak bersekolah dengan ATB (X 4) naik 100 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 739 anak. Selanjutnya banyak ATB di kecamatan M. Johor juga dipengaruhi kecamatan tetangganya yaitu M. Tuntungan, M. Amplas, M. Kota, M. Maimun, M. Polonia, dan M. Selayang sehingga jika banyak ATB usia kurang 15 tahun pada M. Tuntungan, M. Amplas, M. Kota, M. Maimun, M. Polonia, dan M. Selayang naik sebesar 100 satuan maka masing-masing akan menambah ATB usia kurang 15 tahun pada kecamatan M. Johor sebesar 5 anak.
Model persamaan SAR untuk ATB yang memiliki 8 tetangga hanya terdapat 1 model yaitu pada kecamatan M. Kota adalah
39
yˆ 6 128,3035 0,0381y 2 0,0381y3 0,0381y 4 0,0381y5 0,0381y 7 0,0381y14 0,0381y15 0,0381y16 0,0842 X 1 3,0008 X 2 7,3893 X 4
Persamaan SAR pada kecamatan M. Kota tersebut terlihat bahwa apabila faktor lain dianggap konstan, jika tingkat kesejahteraan di suatu kecamatan (X 1) naik sebesar 100 satuan maka bisa menambah ATB usia kurang 15 tahun di M. Kota sebesar 8 anak, jumlah sekolah SD di suatu kecamatan (X2) naik 100 satuan maka mengurangi ATB sebesar 300 anak, rasio anak bersekolah dengan ATB (X4) naik 100 satuan maka juga akan mengurangi jumlah ATB sebesar 739 anak. Selanjutnya banyak ATB di kecamatan M. Kota juga dipengaruhi kecamatan tetangganya yaitu M. Amplas, M. Denai, M. Area, M. Maimun, M. Johor, M. Barat, M. Timur, dan M. Perjuangan jadi jika banyak ATB usia kurang 15 tahun pada M. Amplas, M. Denai, M. Area, M. Maimun, M. Johor, M. Barat, M. Timur, dan M. Perjuangan naik sebesar 100 satuan maka masing-masing akan menambah ATB usia kurang 15 tahun pada kecamatan M. Kota sebesar 4 anak. Model persamaan SAR untuk kecamatan yang lain dapat dilihat pada Lampiran A.
Berikut disajikan tabel-hasil estimasi dari persamaan model OLS dan SAR yaitu
Tabel 3.11. Hasil Estimasi Koefisien Regresi pada OLS dan SAR Metode OLS Konstanta 165,8063 X1 0,1141 X2 -4,7744 X3 -1,3169 X4 -7,6518 2 R 0,9372 Rho (ρ) Jmlh kuadrat eror 74364,7300 Taraf signifikansi (α) = 5%
SAR 128,3035 0,0842 -3,0008 -0,9627 -7,3893 0,9570 0,3048 53566,7820
Pada Tabel 3.11 dapat dilihat bahwa model SAR memiliki nilai R 2 sebesar 95,70% dan jumlah kuadrat eror yang kecil dar model OLS yaitu sebesar 53566,782. Jumlah variabel yang berpengaruh pada OLS dan SAR adalah sama yaitu jumlah
40
penduduk prasejahtera (X1), jumlah sekolah (X2) dan Rasio anak bersekolah dengan ATB di bawah 15 tahun (X4) sedangkan pada jumlah anak yang bekerja usia kurang 15 tahun (X3) tidak menjadi variabel yang mempengaruhi di dalam pemodelan kasus anak tidak bersekolah usia kurang 15 tahun di kota Medan.
41
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Model SAR adalah model regresi spasial yang digunakan karena pada kasus anak putus sekolah usia di bawah 15 tahun di kota Medan hanya bergantung pada lag saja. 2. Model SAR di setiap kecamatan adalah berbeda satu dengan yang lain karena memliki ketergantungan spasial yang berbeda-beda. 3. Koefisien determinasi pada model SAR sebesar 95,70% dan jumlah kuadrat eror sebesar 53566,782. 4. Semakin banyak jumlah tetangga pada suatu kecamatan relatif mengakibatkan semakin sedikitnya jumlah anak tidak bersekolah di kecamatan tersebut.
4.2 Saran
Berikut saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian: 1. Dari model yang di hasilkan, perlunya penambahan jumlah sekolah SD untuk mengurangi jumlah anak tidak bersekolah di bawah usia 15 tahun, khususnya di kecamatan M. Belawan yang merupakan kecamatan yang paling banyak jumlah anak yang putus sekolahnya. 2. Dalam penulisan tugas akhir ini, faktor sosial tidak diteliti sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi ATB di bawah usia 15 tahun. Dalam penelitian selanjutnya perlu menambahkan faktor sosial agar diharapkan nilai R2 semakin besar.
42
3. Regresi spasial dengan pendekatan area yang digunakan peneliti adalah Spatial Autoregresive Model (SAR). Dengan menambahkan faktor lain didalam penelitian selanjutnya memungkinkan model spasial dengan pendekatan area yang lain seperti Spatial Error Model (SEM) atau SARMA dapat digunakan. 4. Matriks ketetanggaan yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan matrik Queen Contiguity, peneliti selanjutnya dapat menggunakan matrik Rook Contiguity sebagai matriks penimbang.
43
DAFTAR PUSTAKA
Anselin, L., Syabri, I., dan Youngihn, K. 2004. GeoDa: An Introduction to Spatial Data Analysis. Urbana: University of Illinois. Cristhopher S. F. 2011. Spatial Regression. CSDE Statistics Workshop. University of Washington. Halim., S., Anastasya, S., Evalina, A., Tobing, A. F. 2008. Penentuan harga jual hunian pada apartemen di Surabaya dengan menggunakan metode regresi spasial. Jurnal Teknik Industri 10(2): hal. 151-157. LeSage, J. P. 1998. Spatial Econometrics. Departement of Economics. University of Toledo. Safrizal, M. R. 2011. Prosedur Generalized Spatial Two Stage Least Squares untuk Mengestimasi Model Spatial Autoregressive With Autoregressive Disturbances Studi Kasus Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Timur. Surabaya: Program Magister FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November. Septiana, L. dan Wulandari, S.P. 2009. Pemodelan Remaja Putus Sekolah Usia SMA di Provinsi Jawa Timur dengan Menggunakan Metode Regresi Spasial. digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16199-Cover_id-pdf.pdf. Ward, M.D. dan Gleditsch. 2007. An Introduction to Spatial Regression Models in the Social Sciences. Barcelona, Seattle, San Diego, Oslo, & Colchester. www.tribunnews.com/2012/06/11/14.901-siswa-putus-sekolah-di-sumut. tanggal 10 Desember, 2012.
di
akses
44
LAMPIRAN A: Model SAR Setiap Kecamatan di Kota Medan
yˆ1 128,3035 0.1524 y 2 0.1524 y10 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 2 128,3035 0.0508 y1 0.0508 y 3 0.0508 y 6 0.0508 y 7 0.0508 y8 0.0508 y10 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
yˆ 3 128,3035 0.1016 y 2 0.1016 y 4 0.1016 y 6 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 4 128,3035 0.061y 3 0.061y 5 0.061y 6 0.061y16 0.061y17 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
yˆ 5 128,3035 0.1016 y 4 0.1016 y 6 0.1016 y16 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 6 128,3035 0.0381y 2 0.0381y 3 0.0381y 4 0.0381y 5 0.0381y 7 0.0381y14 0.0381y15 0.0381y16 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 7 128,3035 0.061y 2 0.061y 6 0.061y 8 0.061y13 0.061y14 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 8 128,3035 0.061y 2 0.061y 7 0.061y 9 0.061y10 0.061y13 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 9 128,3035 0.076 y8 0.076 y10 0.076 y11 0.076 y13 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 10 128,3035 0.061y1 0.061y 2 0.061y8 0.061y 9 0.061y11 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 11 128,3035 0.076 y 9 0.076 y10 0.076 y12 0.076 y13 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 12 128,3035 0.061y11 0.061y13 0.061y14 0.061y15 0.061y18 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 13 128,3035 0.0508 y 7 0.0508 y8 0.0508 y 9 0.0508 y11 0.0508 y12 0.0508 y14 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 14 128,3035 0.061y 6 0.061y 7 0.061y12 0.061y13 0.061y15 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 15 128,3035 0.0508 y 6 0.0508 y12 0.0508 y14 0.0508 y16 0.0508 y17 0.0508 y18 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
45
yˆ 16 128,3035 0.061y 4 0.061y 5 0.061y 6 0.061y15 0.061y17 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
yˆ17 128,3035 0.1016 y 4 0.1016 y15 0.1016 y16 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ18 128,3035 0.076 y12 0.076 y15 0.076 y19 0.076 y 20 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ19 128,3035 0.1016 y18 0.1016 y 20 0.1016 y 21 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4 yˆ 20 128,3035 0.1016 y18 0.1016 y19 0.1016 y 21 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
yˆ 21 128,3035 0.1524 y19 0.1524 y 20 0.0842 X 1 3.0008 X 2 7.3893 X 4
46
LAMPIRAN B: Tabel Perbandingan Residual pada OLS dan SAR OLS No
SAR e2
Y
e2
1
150
158.00222
-8.0022
64.035525
172.756993
-22.757
517.88073
2
234
311.06802
-77.068
5939.4797
257.520238
-23.52
553.2016
3
96
89.48374
6.51626
42.461644
25.683101
70.3169
4944.4663
4
293
304.00404
-11.004
121.0889
269.087726
23.9123
571.79685
5
96
24.88286
71.1171
5057.6476
53.285344
42.7147
1824.5418
6
68
-24.32712
92.3271
8524.2971
2.792762
65.2072
4251.9839
7
92
108.928
-16.928
286.55718
103.237735
-11.238
126.28669
8
128
182.84924
-54.849
3008.4391
153.259546
-25.26
638.04466
9
18
-113.7454
131.745
17356.85
-64.2335
82.2335
6762.3485
10
143
201.28656
-58.287
3397.3231
194.570519
-51.571
2659.5184
11
376
295.05188
80.9481
6552.5981
262.335817
113.664
12919.546
12
227
206.89318
20.1068
404.28421
230.958287
-3.9583
15.668036
13
57
27.1037
29.8963
893.78875
48.18451
8.81549
77.712864
14
202
215.70342
-13.703
187.78372
194.729373
7.27063
52.862017
15
135
180.14626
-45.146
2038.1848
189.615619
-54.616
2982.8658
16
140
224.14582
-84.146
7080.519
194.478453
-54.478
2967.9018
17
249
314.80082
-65.801
4329.7479
284.375028
-35.375
1251.3926
18
464
480.82666
-16.827
283.13649
489.590529
-25.591
654.87517
19
643
589.49064
53.5094
2863.2516
660.063896
-17.064
291.17655
20
685
672.97914
12.0209
144.50108
716.997271
-31.997
1023.8254
21
946
869.91614
76.0839
5788.7538
853.919136
92.0809
8478.8855
Jumlah
74364.73
53566.782
47
LAMPIRAN C: Hasil Output dari Program OpenGeoda
Regression SUMMARY OF OUTPUT: ORDINARY LEAST SQUARES ESTIMATION Data set
: admin3
Dependent Variable
:
Y Number of Observations: 21
Mean dependent var :
259.143 Number of Variables : 5
S.D. dependent var
234.134 Degrees of Freedom : 16
:
R-squared
: 0.937226 F-statistic
:
59.7207
Adjusted R-squared
: 0.921533 Prob(F-statistic)
: 2.049e-009
Sum squared residual :
72265.1 Log likelihood
: -115.305
Sigma-square
:
4516.57 Akaike info criterion
:
240.61
S.E. of regression
:
67.2054 Schwarz criterion
:
245.833
Sigma-square ML
:
3441.2
S.E of regression ML :
58.6617
----------------------------------------------------------------------Variable
Coefficient
Std.Error
t-Statistic
Probability
----------------------------------------------------------------------CONSTANT
165.8063
68.5434
X1
0.1140673
0.01353434
X2
-4.774384
1.701349
-2.806235
X3
-1.316867
1.262511
-1.043054 0.3124279
2.220894
-3.445393 0.0033258
X5
-7.651852
2.418998
0.0278451
8.427988 0.0000003
-----------------------------------------------------------------------
0.0126772
48
REGRESSION DIAGNOSTICS MULTICOLLINEARITY CONDITION NUMBER 12.069651 TEST ON NORMALITY OF ERRORS TEST
DF
VALUE
Jarque-Bera
2
1.471593
PROB 0.4791237
DIAGNOSTICS FOR HETEROSKEDASTICITY RANDOM COEFFICIENTS TEST
DF
Breusch-Pagan test
4
VALUE
Koenker-Bassett test 4
PROB
1.806
0.7713845
2.572461
0.6317092
SPECIFICATION ROBUST TEST TEST White
DF 14
VALUE
PROB
17.7973
0.2161695
DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE FOR WEIGHT MATRIX : admin3.gal (row-standardized weights) TEST
MI/DF
VALUE
Moran's I (error)
0.127325
N/A
Lagrange Multiplier (lag)
1
5.9334893
0.0148558
Robust LM (lag)
1
5.2510548
0.0219335
Lagrange Multiplier (error)
1
0.6933650
0.4050222
Robust LM (error)
1
0.0109306
0.9167335
Lagrange Multiplier (SARMA) 2
5.9444199
PROB N/A
0.0511901
========================= END OF REPORT ==============================
49
Regression SUMMARY OF OUTPUT: SPATIAL LAG MODEL - MAXIMUM LIKELIHOOD ESTIMATION Data set
: admin3
Spatial Weight
: admin3.gal
Dependent Variable :
Y Number of Observations
: 21
Mean dependent var :
259.143 Number of Variables
: 6
S.D. dependent var
:
234.134 Degrees of Freedom
: 15
Lag coeff. (Rho)
: 0.304814
R-squared
: 0.956995 Log likelihood
: -111.584
Sq. Correlation
:-
Akaike info criterion
:
235.167
Sigma-square
:
2357.49 Schwarz criterion :
241.434
S.E of regression :
48.554
----------------------------------------------------------------------Variable
Coefficient
Std.Error
z-value
Probability
----------------------------------------------------------------------W_Y
0.3048144
CONSTANT 128.3035
0.09926653
3.070667 0.0021360
50.59147
2.536069
0.0112105 0.0000000
X1
0.08421594 0.01379471
6.104945
X2
-3.000773
1.339871
-2.239599 0.0251169
X3
-0.9627318
0.9174996
-1.049299 0.2940404
X5
-7.389294
1.606955
-4.59832
-----------------------------------------------------------------------
0.0000043
50
REGRESSION DIAGNOSTICS DIAGNOSTICS FOR HETEROSKEDASTICITY RANDOM COEFFICIENTS TEST
DF
Breusch-Pagan test
4
VALUE 1.388285
PROB 0.8462286
DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE SPATIAL LAG DEPENDENCE FOR WEIGHT MATRIX : admin3.gal TEST
DF
Likelihood Ratio Test
1
VALUE 7.443377
PROB 0.0063670
========================= END OF REPORT ==============================
Regression SUMMARY OF OUTPUT: SPATIAL ERROR MODEL - MAXIMUM LIKELIHOOD ESTIMATION Data set
: admin3
Spatial Weight
: admin3.gal
Dependent Variable
:
Y Number of Observations: 21
Mean dependent var : 259.142857 Number of Variables : 5 S.D. dependent var
: 234.134330 Degrees of Freedom : 16
Lag coeff. (Lambda)
: 0.687965
R-squared
: 0.952868 R-squared (BUSE)
:-
Sq. Correlation
:-
: -113.918531
Sigma-square
:
S.E of regression :
Log likelihood
2583.75 Akaike info criterion :
237.837
50.8306 Schwarz criterion
243.06
:
51
----------------------------------------------------------------------Variable
Coefficient
Std.Error z-value
Probability
----------------------------------------------------------------------CONSTANT
132.2869
74.68421
1.771283
0.0765135
X1
0.09784754
0.01451933 6.739122
0.0000000
X2
-2.872564
1.309913
-2.192942 0.0283114
X3
-1.305787
0.9120519
-1.431703 0.1522291
X5
-6.118617
1.776425
-3.444342 0.0005725
0.6879645
0.1549486
4.439954 0.0000090
LAMBDA
-----------------------------------------------------------------------
REGRESSION DIAGNOSTICS DIAGNOSTICS FOR HETEROSKEDASTICITY RANDOM COEFFICIENTS TEST Breusch-Pagan test
DF 4
VALUE 4.051938
PROB 0.3990224
DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE SPATIAL ERROR DEPENDENCE FOR WEIGHT MATRIX : admin3.gal TEST
DF
Likelihood Ratio Test
1
VALUE 2.773422
PROB 0.0958411
========================= END OF REPORT ==============================