APLIKASI REGRESI SPASIAL UNTUK PEMODELAN ANGKA HARAPAN HIDUP (AHH) DI PROVINSI JAWA TENGAH
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh : Anastasia Indri Tri K NIM. 10305144011
PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014
ii
iii
HALAMAN PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama
: Anastasia Indri Tri K
NIM
: 10305144011
Program Studi
: Matematika
Jrusan
: Pendidikan Matematika
Fakultas
: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Judul Skripsi
: APLIKASI REGRESI SPASIAL UNTUK PEMODELAN ANGKA HARAPAN HIDUP (AHH) DI PROVINSI JAWA TENGAH
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali pada bagian-bagian tertentu yang diambil sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim. Apabila ternyata terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya, dan saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Yogyakarta, 25 September 2014 Yang Menyatakan,
Anastasia Indri Tri K NIM. 10305144011
iv
MOTTO Segala perkara dapat kutanggung didalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi,4:13) Sabar dalam mengatasi kesulitan dan bertindak bijaksana dalam mengatasinya adalah sesuatu yang utama.
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sebuah karya sederhana ini ku persembahkan kepada: Ibu Susi Indrawati dan Alm.P. Triyono yang telah memberi semua yang dipunya untuk putra-putrinya Terima kasih atas semua kasih sayang, cinta dan doa yang telah diberikan. Dhani, Putri, dan Vita Terima kasih untuk semua dukungan dan semangat yang diberikan. Semua teman-teman Matswa 2010 yang telah mewarnai hidupku. Terima kasih untuk kebersamaannya selama ini.
vi
APLIKASI REGRESI SPASIAL UNTUK PEMODELAN ANGKA HARAPAN HIDUP (AHH) DI PROVINSI JAWA TENGAH Oleh : Anastasia Indri Tri K 10305144011
ABSTRAK Angka Harapan Hidup (AHH) menjadi tolak ukur untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian AHH yaitu lokasi antar wilayah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan regresi spasial untuk memodelkan AHH di Provinsi Jawa Tengah. Model regresi spasial terdiri dari Spatial Autoregressive (SAR) dan Spatial Error Model (SEM). Pemilihan model regresi spasial menggunakan uji Langrange Multiplier (LM). Matriks pembobot yang dapat digunakan untuk pemodelan regresi spasial yaitu Rook contiguity, Bishop contiguity, dan Queen contiguity. Matriks pembobot tersebut menggambarkan ukuran kedekatan antar wilayah pengamatan. Variabel prediktor yang digunakan untuk pemodelan AHH yaitu angka kematian bayi ( ), angka melek huruf ( ), pengeluaran per kapita ( ), rata-rata lama sekolah ( ), laju ekonomi ( ), banyak posyandu ( ), pemberian ASI eksklusif ( , gizi buruk ( ), dan persentase pengangguran ( ) Analisis regresi spasial untuk pemodelan AHH di Provinsi Jawa Tengah menggunakan model Spatial Autoregressive (SAR) dengan matriks pembobot Queen contiguity. Hasil persamaan regresi spasial dengan metode SAR adalah: ̂
∑
dengan faktor rata-rata lama sekolah ( ), banyak posyandu ( ), pemberian ASI eksklusif ( , dan persentase pengangguran ( ) yang memiliki pengaruh signifikan terhadap AHH. Regresi spasial dengan model SAR menghasilkan R2 = 58,55% sehingga model dianggap cukup baik. Kata kunci: AHH, Regresi spasial, Spatial Autoregressive, Regresi Linear, Langrange Multiplier
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME karena telah melimpahkan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Aplikasi Regresi Spasial untuk Pemodelan Angka Harapan Hidup (AHH) di Provinsi Jawa Tengah”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta. Penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan penuh ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta atas izin penulisan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Sugiman selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan persetujuan penulisan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Agus Maman Abadi, M.Si selaku Ketua Program Studi Matematika atas izin dan bimbingan penulisan skripsi. 4. Ibu Retno Subekti, M.Sc selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah berkenan memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi. 5. Dewan Penguji yang telah memberikan saran dalam penulisan skripsi ini. 6. Bapak Nur Hadi W, M.Eng sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan serta motivasi selama studi.
viii
7. Vita Susilo Dewi, Kusuma Wardhani, dan Diah Saputri untuk selalu mendampingi, menguatkan dan memberi semangat. 8. Teman-teman Matematika Swadana 2010 untuk kebersamaan, cerita dan halhal menakjubkan yang pernah kita lakukan. 9. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini hingga selesai. Penulis menyadari adanya ketidaktelitian, kekurangan dan kesalahan dalam penulisan tugas akhir skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang terkait.
Yogyakarta, 25 September 2014 Penulis
Anastasia Indri Tri K NIM.10305144011
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i PERSETUJUAN ..................................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iv MOTTO .................................................................................................................. v HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv BAB I ...................................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4 BAB II ..................................................................................................................... 6 A. Matriks ......................................................................................................... 6 B. Metode Maksimum Likelihood .................................................................... 9 C. Regresi Linear Berganda .............................................................................. 9 D. Ordinary Least Square (OLS) .................................................................... 11 E. Uji Asumsi Regresi Linear ......................................................................... 15 F.
Koefisien Determinasi (R2) ........................................................................ 20
G. Akaike’s Information Criterion (AIC) ....................................................... 21 H. GeoDa ........................................................................................................ 21 I.
Angka Harapan Hidup................................................................................ 22
x
BAB III ................................................................................................................. 25 A. Pola Spasial ................................................................................................ 25 B. Matriks Pembobot Spasial (Spatial Weight Matrices) ............................... 26 C. Moran’s I .................................................................................................... 30 D. Regresi Spasial ........................................................................................... 31 1.
Model Spatial Autoregressive (SAR) ..................................................... 33
2.
Model Spatial Error (SEM) ................................................................... 39
3.
Uji Lagrange Multiplier (LM test) ......................................................... 44
4.
Uji Signifikansi Parameter Regresi Spasial ............................................ 45
5.
Uji Asumsi Model Regresi Spasial ........................................................ 46
E. Aplikasi Regresi Spasial AHH di Provinsi Jawa Tengah .......................... 48 1.
Deskripsi Data ........................................................................................ 48
2.
Analisis Regresi Linear Data AHH di Provinsi Jawa Tengah ............... 51
3.
Analisis Regresi Spasial Data AHH di Provinsi Jawa Tengah ............. 57
4.
Perbandingan Model Regresi Linear dan Model Regresi Spasial .......... 66
BAB IV ................................................................................................................. 68 A. Kesimpulan ................................................................................................ 68 B. Saran ........................................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 70 LAMPIRAN .......................................................................................................... 74
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Uji Signifikansi Parameter .................................................................. 11 Tabel 2. 2 Pedoman Interpretasi Koefisien Determinasi ……………………... . 20 Tabel 3. 1 Daftar Variabel Prediktor AHH .......................................................... 51 Tabel 3. 2 Koefisien Determinasi Hasil Regresi .................................................. 52 Tabel 3. 3 Hasil Analisis Variansi ....................................................................... 53 Tabel 3. 4 Hasil Signifikansi Uji t ........................................................................ 53 Tabel 3. 5 Output Variance Inflation Factor (VIF) ............................................ 55 Tabel 3. 6 Hasil Uji Breusch-Pagan ..................................................................... 55 Tabel 3. 7 Hasil Moran’s I ................................................................................... 56 Tabel 3. 8 Hasil Analisis Moran’s I ..................................................................... 57 Tabel 3. 9 Hasil Analisis Dependensi Spasial LM ............................................... 58 Tabel 3. 10 Estimasi Parameter pada Model SAR ............................................... 59
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Bentuk software Mortpak ................................................................. 23 Gambar 3. 1 Illustrasi persinggungan wilayah pada peta ..................................... 27 Gambar 3. 2 Illustrasi pola cluster sampai disperse ............................................. 31 Gambar 3. 3 Komparasi koseptual antara regresi linear dan model regresi spasial............................................................................................... 33 Gambar 3. 4 Tahapan Pemodelan Regresi Spasial................................................ 47 Gambar 3. 5 Kerangka Hubungan Variabel Prediktor Terhadap Variabel Respon AHH ................................................................................................. 50 Gambar 3. 6 Peta Persebaran AHH Jawa Tengah ................................................. 56 Gambar 3. 7 Persebaran wilayah berdasarkan AHH dan Rata – Rata Lama Sekolah............................................................................................. 64 Gambar 3. 8 Persebaran wilayah berdasarkan AHH dan Pemberian ASI Eksklusif .......................................................................................... 65
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data AHH dan Variabel Prediktor Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 ................................................................................................. 75 Lampiran 2. Output SPSS Regresi Linear Data AHH .......................................... 77 Lampiran 3. Output K-S ........................................................................................ 79 Lampiran 4. Langkah Analisis Regresi dengan Software GeoDa ......................... 80 Lampiran 5. Output Analisis Moran’s I dan Lagrange Multiplier dengan GeoDa ........................................................................................... 82 Lampiran 6. Output Geoda metode SAR .............................................................. 83 Lampiran 7. Output prediktor model SAR............................................................ 85 Lampiran 8. Output K-S model penduga SAR ..................................................... 89 Lampiran 9. Peta Kondisional variabel RLS ( persentase
pemberian
pengangguran(
ASI
), banyak posyandu(
eksklusif(
),
dan
),
persentase
) ........................................................................... 90
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan usia hidup yang dapat dicapai oleh penduduk pada suatu wilayah (Haryati dkk, 2007). Tinggi rendahnya AHH menjadi salah satu kriteria penggolongan negara maju dan negara berkembang. Negara maju cenderung memiliki AHH lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang maupun negara tertinggal. Indonesia merupakan negara berkembang dengan nilai AHH diantara 64 tahun sampai 71 tahun pada tahun 1990 sampai tahun 2012 dan berada dalam urutan ke-117 dari 222 negara di dunia pada tahun 2013 (WHO, 2013). AHH digunakan sebagai salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat suatu negara. Derajat kesehatan masyarakat adalah tingkat kesehatan yang mungkin pada suatu periode sesuai kondisi, situasi dan kemampuan masyarakat (Sibarani, 2013). Derajat kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan melalui program-program kesehatan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Oleh karena itu, AHH dapat menjadi tolak ukur untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam bidang kesehatan, sosial dan ekonomi. Upaya peningkatan AHH yang dilakukan pemerintah dipengaruhi oleh letak suatu wilayah. Faktor lokasi antar wilayah diduga akan memberikan efek ketergantungan spasial (lokasi) terhadap pencapaian AHH di suatu wilayah. Ketergantungan spasial tersebut terjadi pada wilayah yang
1
mempunyai keterbatasan potensi dalam melaksanakan program – program peningkatan derajat kesehatan, sehingga perlu adanya kerjasama dengan wilayah lain. Ketergantungan spasial yang terjadi pada AHH akan menyebabkan data antar pengamatan sulit untuk memenuhi asumsi regresi klasik yaitu asumsi independen. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan regresi spasial yang memasukkan hubungan antar lokasi ke dalam model. Regresi spasial merupakan hasil pengembangan dari metode regresi linier klasik. Regresi spasial pertama kali diperkenalkan oleh Anselin (1988) yang berdasarkan hukum pertama geografi menyatakan bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh. Beberapa model regresi spasial yaitu Spatial Autoregressive Model (SAR), Spatial Error Model (SEM), Spatial Durbin Model (SDM), Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) (Anselin, 1988). Metode regresi spasial menggunakan data cross section. Data cross section merupakan data yang dikumpulkan dalam kurun waktu tertentu dari sampel (Widarjono, 2007). Komponen yang mendasar pada regresi spasial adalah matriks pembobot spasial (matriks weighting spatial). Matriks pembobot spasial didapat dari informasi jarak antara wilayah satu dengan wilayah lainnya (LeSage, 1999). Fungsi dari matriks pembobot adalah untuk menentukan atau menaksir parameter yang berbeda pada setiap lokasi pengamatan. Semakin dekat lokasinya maka semakin besar nilai pembobot pada elemen yang bersesuaian.
2
Penelitian yang telah dilakukan mengenai AHH diantaranya Lusi (2010) memodelkan AHH di Jawa Timur dan Jawa Tengah menggunakan metode Geographically Weighted Regression (GWR), Rakhmawati (2011) melakukan analisis AHH di Jawa Barat menggunakan regresi panel, Sugiantari dan Budiantara (2013) menganalisis faktor - faktor yang mempengaruhi AHH di Jawa Timur menggunakan regresi semiparametrik spline, dan Lukman (2013) memodelkan AHH di Jawa Timur dengan menggunakan regresi terboboti geografis dengan fungsi pembobot kernel gaussian dan kernel bisquare. Semua penelitian tersebut mengambil objek di Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pulau dengan jumlah penduduk terpadat di Indonesia yang dihuni oleh 60% penduduk Indonesia. Secara administratif Pulau Jawa terbagi menjadi empat provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten, serta dua wilayah khusus yaitu DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Terdapat tiga provinsi yang mempunyai wilayah terluas dengan populasi terbesar di Pulau Jawa yaitu Jawa Barat di posisi pertama, Jawa Timur di posisi kedua dan Jawa Tengah di posisi ketiga. Akan tetapi AHH di Provinsi Jawa Tengah lebih tinggi dibanding Jawa Barat dan Jawa Timur. AHH Provinsi Jawa Tengah secara nasional menduduki posisi ke-6 dengan 71,71 tahun sedangkan Jawa Barat menduduki posisi ke-9 dengan 70,09 tahun dan Jawa Timur diposisi ke-14 dengan 68,80 tahun (BPS, 2013). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat AHH di Jawa Tengah meningkat dari 71,25 tahun menjadi 71,71 tahun pada tahun 2009 sampai tahun 2012. Kondisi ini
3
menunjukkan semakin meningkat kualitas hidup dan kesehatan masyarakat Jawa Tengah. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk memodelkan AHH di wilayah Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan metode regresi spasial. Selain itu akan diidentifikasi faktor – faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pencapaian AHH di Provinsi Jawa Tengah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dirumuskan adalah bagaimana hasil aplikasi regresi spasial dalam pemodelan AHH di Provinsi Jawa Tengah. C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui hasil aplikasi regresi spasial dalam pemodelan AHH di Provinsi Jawa Tengah. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Memberikan pengetahuan dasar tentang alternatif model regresi dengan memperhatikan variasi spasial serta menambah wawasan tentang analisis regresi spasial. 2. Sebagai masukan bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, khususnya Dinas Kesehatan, dalam rangka pengambilan kebijakan program peningkatan derajat kesehatan masyarakat
4
3. Sebagai tambahan referensi bagi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.
5
BAB II KAJIAN TEORI
Pada bab ini akan dibahas mengenai teori – teori yang mendukung pada bab selanjutnya. Beberapa teori yang dibahas mengenai matriks, metode maksimum likelihood, regresi linear, metode AIC, Geoda, dan AHH. A. Matriks Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks. Ukuran matriks dijelaskan dengan menyatakan banyaknya baris dan banyaknya kolom yang terdapat dalam matriks tersebut. (Anton, 1991:22) Secara umum matriks A didefinisikan sebagai
[
Matriks A tersebut berukuran
]
. Bilangan
dari matriks A. Elemen pertama (i) pada subscript
disebut entri atau elemen menyatakan baris ke-i
dan elemen kedua (j) menyatakan kolom ke-j. Matriks yang hanya mempunyai satu kolom atau satu baris disebut vektor. Matriks A dapat juga dituliskan sebagai berikut : [
]
Jenis – jenis matriks dan beberapa hal tentang matriks yang sering digunakan adalah sebagai berikut :
6
Definisi 2. 1 (Anton, 1991:23) Sebuah matriks dengan n baris dan n kolom dinamakan matriks persegi berode n, dan entri – entri
dikatakan berada pada diagonal
utama A. Secara umum dapat dituliskan sebagai
[
]
Definisi 2. 2 (Harville, 2008 : 6) Matriks diagonal adalah matriks persegi yang semua elemennya bilangan nol kecuali pada diagonal utama. Matriks diagonal dinotasikan sebagai
[
]
Definisi 2. 3 (Anton, 1991:29) Matriks identitas disimbolkan
adalah matriks n x n yang entrinya dalam
baris i dan kolom j adalah
1 jika i j 0 jika i j Contohnya
[
]
7
Definisi 2. 4 (Anton, 1991:28) Jika A adalah sebarang matriks
, maka transpose A dinyatakan dengan
dan didefiniskan sebagai matriks
yang kolom pertamanya adalah
baris pertama dari A, kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juga dengan kolom ketiga adalah baris ketiga dari A, dan seterusnya.
[
Misalkan
] adalah matriks berukuran
[
maka
,
] adalah matriks berukuran
Definisi 2. 5 (Anton, 1991: 34) Jika
matriks persegi dan jika terdapat suatu matriks
yang sama sedemikian sehingga identitas, maka
dengan merupakan matriks
invertible (dapat dibalik) dan
adalah invers dari . Jika
dapat dibalik, maka inversnya dinotasikan dengan dan
dengan ukuran
, sehingga
.
Contoh: * *
maka
+*
+
*
+
+
Definisi 2. 6 (Anton & Rorres, 2004:37) Jika
adalah sebuah matriks persegi, maka trace dari A, yang dinyatakan
sebagai Trace dari
(
, didefinisikan sebagai jumlah elemen pada diagonal utama . tidak dapat didefinisikan jika
8
bukan matriks bujur sangkar.
[
]
( ∑
B. Metode Maksimum Likelihood Metode maksimum likelihood digunakan untuk melakukan penaksiran titik dari suatu parameter dalam fungsi probabilitas. Definisi 2. 7 (Bain & Engelhard, 1992:293) Misalkan . Apabila
∏
,
yaitu fungsi peluang bersama dari
dipandang sebagai fungsi dari maka (
(
sampel acak dengan fungsi peluang
(
dan
sebagai bilangan tertentu
disebut sebagai fungsi likelihood.
Definisi 2. 8 (Bain & Engelhard, 1992:294) Misalkan fungsi
sampel acak dengan fungsi peluang likelihood
memaksimumkan (
(
.
Setiap
yakni (
nilai (
(
(
dan yang
dinamakan Maximum Likelihood
Estimatior (MLE). C. Regresi Linear Berganda Bentuk umum model regresi linear berganda dengan k variabel prediktor adalah (Kutner et al, 2005: 222) (2. 1)
9
dengan : k
:
banyaknya variabel prediktor
:
variabel respon ke-i
:
variabel prediktor ke-k pada pengamatan ke-i
:
error ke-i
:
paramater regresi ke-k
Bentuk regresi linear ganda juga dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut (Kutner et al, 2005:222) Dalam bentuk matriks :
[ ]
[
][
]
[ ]
Jika dituliskan kembali dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut: (2. 2) dengan : vektor variabel respon berukuran nx1 : matriks variabel prediktor berukuran nx(k+1) : vektor parameter berukuran (k+1)x1 : vektor error berukuran nx1 Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon dilakukan pengujian signifikansi parameter, baik secara bersama-sama maupun secara individu/parsial. Pengujian parameter model regresi linear berganda secara bersama-sama dilakukan dengan menggunakan statistik uji F sedangkan secara parsial dengan uji t
10
Tabel 2. 1 Uji Signifikansi Parameter Jenis Uji
Hipotesis
Statistik Uji
Daerah Kritis
Uji Bersama
(
Uji Parsial
(
(
̂ (̂
√
dengan Jumlah Kuadrat Regresi :
∑( ̂
̂)
Jumlah Kuadrat Galat
∑(
̂)
:
Kuadrat Tengah Regresi :
Kuadrat Tengah Galat
:
∑( ̂ (
( ∑(
(
̂
̂
(
: parameter model regresi ̂
: estimator untuk (̂
: variansi ̂
D. Ordinary Least Square (OLS) Estimasi parameter untuk
dapat diperoleh dengan metode kuadrat
terkecil (Ordinary Least Square). Prinsip dasar OLS adalah meminimumkan jumlah kuadrat galat. Untuk memperoleh estimator bagi
yang
dilambangkan dengan ̂ dilakukan dengan menggunakan persamaan (2.2). Matriks error dapat diperoleh dengan (2. 3) dengan menggunakan prinsip dasar OLS dan persamaan (2.3) maka
11
∑ (
( (2. 4)
Oleh karena
adalah matriks berukuran 1x1 maka matriksnya akan sama
dengan matriks transposenya (
(2. 5)
Dengan substitusi persamaan (2.5) ke dalam persamaan (2.4) maka persamaannya akan menjadi
(2. 6) Untuk mendapatkan estimator ̂ , persamaan (2.6) dideferensialkan terhadap maka (
(
(
(
(
(
12
sehingga diperoleh estimator ̂
(
(2. 7)
Menurut Teorema Gauss-Markov, jika ( estimator kuadrat terkecil
dan
(
mempunyai variansi minimum diantara semua
estimator linear dan tak bias. Jadi sifat penduga kuadrat terkecil adalah sebagai berikut: 1. Linear dan Tak Bias (̂)
Jika
maka ̂ adalah estimator yang tak bias untuk
Akan
ditunjukkan bahwa ̂ adalah penduga linear tak bias dari . ̂
( (
(
(
( (
Sehingga ̂ adalah fungsi linear dari
dan
Dengan ( (̂)
[(
]
( (
( (
(
Karena ( ̂ )
maka ̂ adalah estimator yang tak bias untuk
2. Varian Minimum Jika ̂ adalah estimator terbaik maka ̂ mempunyai variansi yang minimum diantara variansi estimator tak bias linear yang lain. Misalkan ̂
13
adalah estimator yang tak bias dan ̂ adalah estimator tak bias yang lain, (̂)
maka ditunjukkan (̂)
*(( ̂
(̂
( ̂ )) ( ̂
( ̂ ))) +
(
[(
(
[((
(
((
[(
]
] (
(
(
]
(
(
( ( (̂)
(
(2. 8)
Matriks ̂ dinyatakan oleh ̂
[(
] ; dengan c adalah matriks konstanta
[(
][
]
(
( ( (
karena diasumsikan ̂
merupakan estimator tak bias dari
( ̂ ) seharusnya sama dengan , dengan kata lain merupakan matriks nol, atau Jadi diperoleh ̂ (̂ )
*( ̂
((
( )( ̂
) +
[(( ((
( ( (
14
( (
]
maka
seharusnya
( (
((( ((
(
) (
(
(( (̂)
(2. 9)
Berdasarkan persamaan (2.8) dan (2.9) di atas menunjukkan bahwa (̂)
(̂
.
Karena itu Estimator parameter ̂ model regresi linear ganda yang diperoleh dengan metode kuadrat terkecil yang baik adalah estimator yang memenuhi BLUE (Best Linear Unbiased Estimated) yaitu tak bias, linear dan variansi minimum (Rawlings, Pantula and Dickey,1998:77). E. Uji Asumsi Regresi Linear Ada beberapa asumsi yang perlu dipenuhi dalam model regresi. Apabila asumsi tersebut diabaikan maka dapat mengganggu model yang telah ditetapkan bahkan dapat membuat kesimpulan menjadi keliru. Oleh karena itu, uji asumsi perlu dilakukan pada model. Beberapa asumsi yang harus dipenuhi pada model regresi linear berganda , antara lain sebagai berikut : 1. Nilai rata-rata error, ( 2.
(
untuk i= 1, 2, …, n
artinya error mengikuti distribusi normal dengan rata-rata 0
dan varians 3. Tidak ada multikolinieritas atau korelasi antar variabel prediktor
15
4. Error
mempunyai
varians
(
yang konstan,
(asumsi
homokedastisitas) 5. Tidak ada autokorelasi atau
(
)
Pengujian asumsi regresi terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, uji autokorelasi. 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk error dari model. Salah satu cara untuk menguji asumsi normalitas error adalah dengan uji KolmogorovSmirnov. Langkah untuk uji normalitas Kolmogorov-Smirnov suatu data sampel adalah sebagai berikut (Siegel, 1986:59): a. Menentukan hipotesis H0 : Error berdistribusi normal H1 : Error berdistribusi tidak normal b. Menentukan Statistik Uji | (
–
(
|
(2. 10)
dengan (
merupakan kumulatif data sampel.
(
merupakan kumulatif data sampel berdistribusi normal.
c. Menentukan kriteria keputusan Pengambilan keputusan adalah H0 ditolak jika nilai d. Melakukan perhitungan Nilai
diperoleh dari tabel harga kritis uji Kormogorov-
Smirnov dengan menggunakan nilai KS yang telah dicari dengan
16
persamaan (2.10) dan banyaknya data yang digunakan. Apabila menggunakan program SPSS maka kriteria keputusannya adalah error > α dengan
berdistribusi normal jika
diperoleh
dari output program tersebut. e. Membuat kesimpulan 2. Uji Multikolinearitas Multikolinieritas adalah terjadinya hubungan linier antara variabel bebas dalam suatu model regresi linier berganda (Gujarati, 2003). Jika antar variabel prediktor memiliki korelasi maka mengakibatkan koefisienkoefisien regresi menjadi tidak dapat diperkirakan atau tidak dapat ditarik kesimpulan statistik apapun tentang hasil regresi dari sampel yang ada (Gujarati, 2006:63). Selanjutnya untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dalam model regresi linier berganda dapat digunakan nilai variance inflation factor (VIF) dengan ketentuan jika nilai VIF melebihi angka 10, maka terjadi multikolinieritas dalam model regresi. Secara manual perhitungan VIF dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut: (2. 11) dengan
adalah koefisien determinasi, dimana variabel prediktor yang
dipilih digunakan sebagai respon dan variabel prediktor lainnya digunakan sebagai variabel prediktor.
17
3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari galat satu pengamatan ke pengamatan lain (Imam Ghozali, 2013:139). Heterokedastisitas sering terjadi pada data cross section dibanding data time series. Seringkali terdapat perbedaan yang cukup besar pada perbandingan data antar negara, provinsi, perusahaan maupun industri. Selain itu ditemukan bahwa masalah heteroskedastisitas tidak mempengaruhi model yang dibangun atau tidak bias, namun akan kehilangan estimator yang bersifat
BLUE
sehingga persamaan sulit diandalkan sebagai alat
estimasi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam model regresi pada data cross section adalah dengan uji Breusch-Pagan (BP test) . Menurut Breusch dan Pagan (1979), kehomogenan variansi terpenuhi jika persamaannya sebagai berikut: ( Dengan nilai
(2. 12)
bernilai nol (j = 2,3,…k ),
yang selalu bernilai satu dan
adalah konstanta regresi
adalah variabel prediktor ke-2
sampai ke-k. Berdasarkan kriteria tersebut, hipotesis uji kehomogenan variansi dari error sebagai berikut :
18
Jika
tidak ditolak maka kehomogenan variansi dari residual terpenuhi
sehingga [
]
[
]
. Adapun statistik uji
BP sebagai berikut: ⁄ (∑ (̅
dengan
),
(∑
(∑ ̅
(
1988). Uji statistik BP menyebar
(2. 13)
), dan ̂ (
parameter regresi. Jika BP lebih besar dari
∑
(Anselin,
dengan k adalah banyaknya (
maka tolak
.
4. Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui gejala korelasi antara anggota serangkaian data observasi time-series atau cross section. Uji autokorelasi bertujuan untuk memenuhi asumsi independen yang ada pada model regresi (Hanke and Winchern, 2005: 332). Autokorelasi pada regresi spasial disebut autokorelasi spasial yaitu penilaian korelasi antar pengamatan/lokasi pada suatu variabel. Salah satu pengujian Autokorelasi spasial yaitu menggunakan metode Moran’s I. Adapun dampak dari adanya autokorelasi dalam model regresi adalah sama dengan dampak dari heteroskedastisitas yang telah diuraikan di atas, yaitu walaupun estimator OLS masih linier dan tidak bias, tetapi tidak lagi mempunyai variansi yang minimum dan menyebabkan perhitungan
standard
error
metode
OLS
tidak
bisa
dipercaya
kebenarannya. Selain itu interval estimasi maupun pengujian hipotesis yang didasarkan pada distribusi t maupun F tidak bisa lagi dipercaya untuk evaluasi hasil regresi. Akibat dari dampak adanya autokorelasi dalam
19
model regresi menyebabkan estimator OLS tidak menghasilkan estimator yang BLUE dan hanya menghasilkan estimator OLS yang LUE. F. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar nilai variabel respon dijelaskan oleh variabel prediktor. Koefisien determinasi biasa digunakan untuk mengukur kelayakan model, yang dinotasikan dengan R2. Nilai R2 diperoleh dengan rumus sebagai berikut : ∑ (̂ ∑ (
̅ ̅
Nilai R2 yang mendekati 0 (nol) menunjukkan bahwa data tidak cocok dengan model regresi yang ada. Sebaliknya, jika nilai R2 mendekati 1 (satu) menunjukkan bahwa data cocok terhadap model regresi (Johnson & Wichern, 1996:292). Pengaruh tinggi rendahnya koefisien determinasi tersebut dikemukakan oleh Hatcher (2003:296) adalah sebagai berikut : Tabel 2. 2 Pedoman Interpretasi Koefisien Determinasi Interval koefisien
Keterangan
0,00 – 0,199
Sangat rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,00
Sangat kuat
20
G. Akaike’s Information Criterion (AIC) Metode AIC adalah metode yang dapat digunakan untuk memilih model regresi terbaik yang ditemukan oleh Akaike. Metode ini didasarkan pada metode estimasi maksimum likelihood (MLE). Untuk menghitung nilai AIC digunakan rumus sebagai berikut (Akaike, 1974): ( dengan = jumlah parameter yang diestimasi dalam model regresi = nilai maksimum fungsi likelihood Menurut metode AIC, regresi terbaik adalah model regresi yang mempunyai nilai AIC terkecil. H. GeoDa SPSS, SAS, Minitab, Eviews, LISREAL, dan program-R adalah beberapa program yang digunakan untuk membantu perhitungan dalam bidang statistika. Program – program tersebut berfungsi untuk membantu dalam memproses data secara tepat dan cepat. Selain program tersebut terdapat program statistika bernama GeoDa yang khusus digunakan untuk regresi spasial. Bentuk program GeoDa sama seperti SPSS yang mampu memberikan kemudahan penerapan, kecepatan proses analisis, serta ketepatan hasil. GeoDa adalah program yang digunakan untuk melakukan analisis data spasial, geovisualization, autokorelasi spasial dan pemodelan spasial berbentuk free lisence sehingga bebas untuk digunakan siapapun tanpa
21
dipungut biaya (Comar, Gasperoni, & Dewar, 2003). Program GeoDa serta seluruh informasi mengenai program dapat diakses dan diunduh secara gratis oleh seluruh kalangan dengan mengunjungi situs https://geodacenter.asu.edu. Program tersebut dapat digunakan di beberapa sistem operasi yang berbeda yaitu Windows (XP, Vista, dan 7), Mac OS, dan Linux. Fungsi GeoDa diklasifikasikan menjadi 6 kategori yaitu analisis spasial, eksplorasi data, mapping, analisis multivariat, autokorelasi spasial, dan regresi spasial. Selain itu GeoDa juga dapat melakukan perhitungan regresi linear klasik. Metode regresi spasial yang terdapat pada GeoDa yaitu metode spatial autoregressive dan spatial error dengan menggunakan estimasi maksimum likelihood (Luc, Syabri, & Kho, 2006). Langkah – langkah regresi spasial menggunakan software GeoDa dapat dilihat pada lampiran 4. I. Angka Harapan Hidup Angka Harapan Hidup menurut (BPS, 2013) adalah rata- rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Situasi mortalitas yang dimaksud adalah situasi kematian yang terjadi pada masyarakat. Pada umumnya kematian dewasa disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif, kecelakaan atau gaya hidup yang berisiko terhadap kematian (Utomo, 1985). AHH saat lahir adalah rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu disimbolkan dengan sebagai
(
. Simbol AHH biasanya ditulis
yaitu expectation of life at age x.
22
Idealnya AHH dihitung berdasarkan Angka Kematian Menurut Umur (Age Specific Death Rate/ASDR). ASDR diperoleh dari registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan dibuat Tabel Kematian. Akan tetapi karena sistem registrasi penduduk di Indonesia belum berjalan dengan baik maka untuk menghitung AHH, BPS menggunakan program khusus yang disebut Mortpak. Data yang dibutuhkan untuk menghitung AHH dengan Mortpak adalah rata – rata jumlah anak lahir hidup dan rata –rata jumlah anak masih hidup. Gambar 2.1 memperlihatkan bentuk dari software Mortpak.
Gambar 2. 1 Bentuk software Mortpak AHH memiliki nilai maksimum harapan hidup sesuai standar United Nations Development Programme (UNDP) yaitu angka tertinggi sebagai batas atas untuk penghitungan dipakai 85 tahun dan terendah 25 tahun (BPS, 2013). Beberapa faktor yang menjadi penyebab meningkatnya derajat kesehatan masyarakat dan AHH yaitu meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat yang akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi
23
kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai (BPS, 2013). Berbagai penelitian telah dilakukan terkait dengan faktor – faktor AHH diantaranya Rakhmawati (2011) yang meneliti faktor – faktor yang mempengaruhi AHH yaitu rasio dokter per 100.000 penduduk, persentase posyandu purnama-mandiri, angka melek huruf, dan pengeluaran per kapita. Sugiantari & Budiantara (2013) melakukan pemodelan AHH dengan variabel penelitian yang digunakan antara lain angka kematian bayi, angka buta huruf penduduk usia 10 tahun keatas, persentase bayi berusia 0-11 bulan yang diberi ASI selama 4-6 bulan, laju pertumbuhan ekonomi, persentase balita berusia 1-4 tahun yang mendapatkan imunisasi lengkap, dan tingkat partisipasi angkatan kerja. Penelitian Waryono (2002) menggunakan faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pencapaian AHH yaitu angka melek huruf, rata rata lama sekolah, rumah tangga pengguna air bersih, balita berstatus gizi baik, penolong persalinan bayi oleh tenaga medis, balita yang pernah mendapat imunisasi, penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, PDRB perkapita, pekerja di sektor pertanian, angka pengangguran terbuka, persentase penduduk perkotaan, persentase berumur 65 tahun atau lebih, rata –rata pengeluaran perkapita, jumlah dokter dan puskesmas per 100.000 penduduk.
24
BAB III PEMBAHASAN
Angka Harapan Hidup (AHH) di suatu wilayah berbeda dengan wilayah lainnya tergantung dari kualitas hidup yang mampu dicapai oleh penduduk. Pada bab ini akan dibahas penggunaan regresi spasial untuk mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi AHH. A. Pola Spasial Menurut Lee & Wong (2001), pola spasial adalah sesuatu yang berhubungan dengan penempatan atau susunan benda-benda di permukaan bumi. Setiap perubahan pola spasial akan mengillustrasikan proses spasial yang ditunjukkan oleh faktor lingkungan atau budaya. Menurut (Mcgarigal & Marks, 1994), pola spasial adalah sebuah parameterisasi kuantitatif dari komposisi dan konfigurasi objek spasial.Pola spasial menjelaskan tentang bagaimana fenomena geografis terdistribusi dengan fenomena - fenomena lainnya. Statistik spasial banyak digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pola spasial, yaitu bagaimana objek-objek geografis terjadi dan berubah di suatu lokasi. Pola spasial dapat ditunjukkan dengan autokorelasi spasial. Autokorelasi spasial adalah penilaian korelasi antar pengamatan pada suatu variabel. Jika pengamatan
menunjukkan saling ketergantungan terhadap
ruang, maka data tersebut dikatakan berkorelasi secara spasial. Sehingga autokorelasi spasial digunakan untuk menganalisis pola spasial dari
25
penyebaran titik-titik dengan membedakan lokasi dan atributnya atau variabel tertentu. Pengujian dalam spasial autokorelasi spasial adalah Moran’s I (Lee & Wong, 2001). B. Matriks Pembobot Spasial (Spatial Weight Matrices) Matriks pembobot spasial disimbolkan wilayah pengamatan berukuran nxn.
menyatakan hubungan antar
adalah elemen dari matriks
pada
baris ke-i kolom ke-j untuk i,j=1,2,…,n yang merupakan lokasi disekitar wilayah pengamatan i. Bentuk matriks
adalah sebagai berikut (LeSage,
1999) :
[
Nilai
]
didasarkan pada persinggungan batas wilayah (contiguity) yang
terjadi antar wilayah yang bertetangga. Pemberian nilai
adalah dengan
kode biner. Rumus pembobot dalam kode biner sebagai berikut (Thaib,2008:3): , Terdapat beberapa jenis persinggungan batas wilayah yaitu Rook contiguity, Bishop contiguity dan Queen contiguity. a. Rook contiguity ialah persinggungan sisi wilayah satu dengan sisi wilayah yang lain yang bertetanggaan. Rook contiguity didefinisikan:
26
= 1, jika lokasi i dan j bersinggungan sisi = 0, lainnya b. Bishop contiguity ialah persinggungan titik sudut wilayah satu dengan wilayah tetangga yang lain. Bishop contiguity didefinisikan: = 1, jika lokasi i dan j bersinggungan titik sudut = 0, lainnya c. Queen contiguity ialah persinggungan sisi atau titik sudut wilayah satu dengan wilayah yang lain yaitu gabungan rook contiguity dan bishop contiguity. Queen contiguity didefinisikan: = 1, jika lokasi i dan j bersinggungan sisi atau titik sudut = 0, lainnya Gambar di bawah ini merupakan illustrasi persinggungan wilayah pada peta untuk mempermudah pemahaman dari contiguity.
Rook Contiguity
Queen Contiguity
7
7 1
1 2
2
5
6
6 3 3
4
4
Gambar 3. 1 Illustrasi persinggungan wilayah pada peta
27
5
Matriks
yang merefleksikan Rook contiguity pada gambar 3.1 adalah 1
2
3 4
5
6
[ Matriks
]
1 2 3 4 5 6 7
yang merefleksikan Bishop contiguity pada gambar 3.1 adalah 1
2
3 4
5
6
[ Matriks
7
7
]
1 2 3 4 5 6 7
yang merefleksikan Queen contiguity pada gambar 3.1 adalah 1
2
3 4
[
5
6
7
]
1 2 3 4 5 6 7
Matriks Rook contiguity, Bishop contiguity, atau Queen contiguity yang sudah diperoleh kemudian dibentuk dalam matriks yang telah distandarisasi baris, yaitu matriks dimana jumlah dari setiap barisnya adalah satu. Stadarisasi digunakan agar pembobot matriks proporsional jika kasus memiliki jumlah
28
tetangga yang tidak sama. Rumus standarisasi matriks
dengan elemen
dinyatakan dengan
(3. 1)
∑
dengan = nilai
yang telah distandarisasi
= elemen dari matriks
pada baris ke-i kolom ke-j
Sebagai contoh standarisasi dari matriks
queen contiguity adalah
(LeSage, 1999)
[
]
dengan menggunakan persamaan 3.1 untuk lalu
, dst
sehingga secara keseluruhan didapat matriks
[
sebagai berikut:
]
29
C. Moran’s I Moran’s I adalah sebuah tes statistik lokal untuk mengetahui nilai autokorelasi spasial, yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu lokasi dari pengelompokkan spasial atau autokorelasi spasial. Autokorelasi
spasial
adalah korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang (Lembo, 2006). dimana i ≠ j, i = 1, 2,…, n, j = 1, 2,
Misal terdapat variabel
…,n dengan banyak data sebesar n, maka formula dari Moran’s I adalah (Lee & Wong, 2001): ∑
∑
(
(∑
∑
)∑
̅ ( (
̅) ̅
(3. 2)
dengan: ̅
: rata – rata dari variabel X : elemen dari matriks pembobot
Nilai ekspektasi dari Moran’s I adalah (Lee & Wong, 2001): ( Jika
(3. 3)
maka nilai autokorelasi bernilai positif, hal ini berarti pola data
membentuk kelompok (cluster), spasial, dan
artinya tidak terdapat autokorelasi
artinya nilai autokorelasi bernilai negatif, hal ini berarti
pola berpencar (disperse). Gambar 3.2 merupakan contoh peta persebaran cluster sampai disperse (Mitchell, 2009).
30
Gambar 3. 2 Illustrasi pola cluster sampai disperse Hipotesis yang digunakan pada statistik uji Moran’s I adalah (tidak ada autokorelasi antar lokasi) (ada autokorelasi antar lokasi) Statistik uji (Lee & Wong, 2001:157) ( √
(3. 4)
(
dengan: I adalah indeks Moran’s I ( adalah nilai ekspektasi indeks Moran’s I ( adalah variansi Moran’s I Kriteria keputusan:
ditolak jika |
|
⁄
.
D. Regresi Spasial Pembahasan analisis regresi sudah sangat luas, namun seringkali ditemukan bahwa terdapat pola spasial (lokasi) yang mempengaruhi model. Pengabaian pola spasial dalam model seringkali dapat menyebabkan kesimpulan yang dihasilkan kurang tepat dikarenakan terdapat pelanggaran
31
asumsi independen atau autokorelasi dalam model. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini dengan menggunakan regresi spasial. Regresi spasial merupakan teknik sederhana yang dikembangkan dari regresi linear klasik dimana setiap parameter dihitung pada setiap lokasi pengamatan sehingga setiap lokasi pengamatan mempunyai nilai parameter regresi yang berbeda – beda. Misal diamati variabel observasi pada lokasi i, dinotasikan dengan pada lokasi j, dinotasikan dengan
pada suatu lokasi , data
, dipengaruhi oleh observasi
, dimana lokasi j merupakan suatu
himpunan lokasi yang bersinggungan dengan lokasi i dengan j≠i (Andra, 2007). Regresi spasial memiliki dua model utama yaitu Spatial Autoregressive (SAR) atau Spatial Lag dan Spatial Error (SEM) (Astuti, 2013). SAR memiliki dependensi nilai respon antar lokasi, sedangkan SEM memiliki dependensi nilai error antar lokasi. Untuk mengetahui adanya dependensi spasial atau spatial dependence pada data dan untuk mengetahui model regresi spasial yang sesuai dapat diuji dengan menggunakan uji Langrange Multiplier. Berikut ini adalah gambaran konsep model regresi spasial SAR dan SEM dengan regresi linear (Baller, Anselin, Messner, Deane, & Hawkins, 2001).
32
OLS
Tidak terdapat pengaruh keterkaitan lokasi
SAR
Pada variabel respon terdapat pengaruh keterkaitan antar lokasi
SEM
Pada error terdapat pengaruh keterkaitan antar lokasi
Gambar 3. 3 Komparasi koseptual antara regresi linear dan model regresi spasial Selanjutnya akan dibahas mengenai Uji Lagrange Multiplier, SAR, SEM beserta uji signifikansinya. 1. Model Spatial Autoregressive (SAR) Model Spatial Autoregressive atau Spatial Lag Model (SLM) adalah model yang mengkombinasikan model regresi linear dengan lag spasial pada variabel respon dengan menggunakan data cross section (Anselin, 1988). Spasial lag muncul saat nilai observasi variabel respon pada suatu lokasi berkorelasi dengan nilai observasi variabel respon di lokasi sekitarnya atau dengan kata lain terdapat korelasi spasial antar variabel respon. Pada model ini terdapat fungsi dari variabel respon pada lokasi j yang digunakan sebagai variabel prediktor untuk memprediksi nilai dari variabel respon pada lokasi i.
33
Model SAR dapat dinyatakan sebagai berikut: (Anselin, 1988) ∑
∑
(3. 5)
(
dengan keterangan:
: variabel respon pada lokasi i : variabel prediktor pada lokasi i : elemen dari matriks bobot spasial W pada baris ke-i kolom ke-j : error pada lokasi i yang berdistribusi normal dan independen dengan mean nol dan variansi : parameter koefisien spasial lag variabel respon : parameter koefisien regresi Model SAR dalam bentuk matriks:
[ ]
[
][ ]
[
][
]
[ ]
Jika dituliskan kembali dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut : (3. 6) dengan: : vektor variabel respon berukuran nx1 : matriks variabel prediktor berukuran nxk : vektor error
34
: vektor parameter berukuran kx1 : koefisien spatial autoregressive : matriks bobot spasial berukuran nxn variabel respon dalam lokasi tetangga (WY) dimasukkan sebagai variabel prediktor (Briggs, 2014). a. Estimasi Parameter
Model SAR
Estimasi parameter model SAR dilakukan dengan menggunakan metode maksimum likelihood (MLE). Inti dari metode ini adalah mencari statistik yang memaksimalkan fungsi likelihood yang dibentuk (
dilakukan melalui . Pada model SAR diasumsikan (
Sehingga berdasarkan asumsi tersebut
dimana
error pada lokasi i. Fungsi peluang bersama dari [
(
]
√
,
Fungsi peluang bersama bersama dari n peubah acak adalah (
(
(
[
√
]
)(
(
(
[
√
35
]
)
(
[
√
]
)
. adalah
*
∑
+
(
*
+
( Fungsi peluang bersama dari variabel respon Y diperoleh dengan mentransformasi persamaan (3.6) sebagai berikut:
(
dengan
| |
sehingga diperoleh fungsi
yaitu: (Andra, 2007:19-20) (
( *
(
(
+
( *
(
(
[
]
+
( sehingga fungsi likelihood dari variabel respon Y adalah (
[
(
(
]
(
logaritma natural dari fungsi likelihood pada persaman (3.7) yaitu:
36
(3. 7)
( (
( *
(
+
)
( (
(
(
(3. 8) kemudian menurunkan fungsi logaritma natural likelihood pada persamaan (3.8) (
(
(
(
)
(3. 9) dimisalkan ( (
(
(
(
(
(
(
karena matriks
berukuran 1 x 1 dan (
(
)
(
(
menghasilkan nilai skalar yang sama,
maka (
(
(
(
sehingga diperoleh : ( (
(
̂
(
)
̂
( ̂
(
( (
(3. 10)
37
Sehingga didapat parameter ̂ adalah estimator untuk b. Estimasi Parameter
Model SAR
Estimasi parameter ̂ menggunakan optimalisasi fungsi persamaan (3.10) ( ( ( (
(
( (
( (
(
( (
(
((
)
(
(( ((
) (
(
((
)
) (
(
))
)) (3. 11)
dengan: (
(
38
( ( dengan menghitung nilai log likelihood pada persamaan (3.11) diperoleh ̂ yaitu taksiran dari
yang memaksimumkan fungsi
likelihood tersebut. Pace dan Barry (1997) menggunakan direct sparse matrix algorithms seperti dekomposisi LU atau Cholesky untuk menghitung nilai log determinan (ln
) yang menggunakan
bantuan program MATLAB. (Andra, 2007) 2. Model Spatial Error (SEM) Model Spatial Error muncul saat nilai error pada suatu lokasi berkorelasi dengan nilai error di lokasi sekitarnya atau dengan kata lain terdapat korelasi spasial antar error. Pada model Spatial Error, bentuk error pada lokasi i merupakan fungsi dari error pada lokasi j dimana j merupakan suatu lokasi yang terletak disekitar lokasi i. Definisi model regresi Spatial Error secara umum yaitu (Anselin, 1988) ∑
∑
(3. 12)
(
dengan keterangan:
: variabel respon pada lokasi i : variabel prediktor pada lokasi i : elemen dari matriks bobot spasial W pada baris ke-i kolom ke-j
39
: error pada lokasi i yang berdistribusi identik normal dan independen dengan mean nol dan variansi : error pada lokasi j : parameter koefisien spasial error : parameter koefisien regresi Model SEM dalam bentuk matriks:
[ ]
[
][
]
[
][
]
[ ]
Jika dituliskan kembali dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut : (3. 13) dengan: : vektor variabel respon berukuran nx1 : matriks variabel prediktor berukuran nxp : vektor error : vektor parameter berukuran kx1 : koefisien spatial error : matriks bobot spasial berukuran nxn nilai error di lokasi tetangga (Wu) termasuk sebagai variabel prediktor dalam persamaan (Briggs, 2014).
40
a. Estimasi Parameter Estimasi
Model Spatial Error (SEM)
parameter
untuk
model
SEM
diperoleh
dengan
menggunakan metode maksimum likelihood (MLE). Inti dari metode ini adalah mencari statistik yang memaksimalkan fungsi likelihood yang dibentuk dari persamaan yang dilakukan melalui . Pada model (
SEM diasumsikan (
tersebut
. Sehingga berdasarkan asumsi
dimana
adalah error pada lokasi i.
Fungsi peluang bersama dari [
(
]
√
,
Fungsi peluang bersama dari n peubah acak (
(
(
[
√
]
(
)(
adalah
(
[
]
√ *
)
(
∑
[
√
]
)
+
(
*
+
( Fungsi peluang bersama dari variabel respon Y diperoleh dengan mentransformasi persamaan (3.13) sebagai berikut
41
( ( ( (
( (
dengan
( | |
sehingga diperoleh fungsi dari
adalah (Andra, 2007: 32-33) (
( *
(
(
(
((
)
( *
(
(
((
(
)
( sehingga fungsi likelihood dari variabel respon Y adalah ( (
(
*
((
(
((
)
+
)
Logaritma natural fungsi likelihood yaitu: ( (
((
*
(
((
42
(
)
+
)
+
+
[
]
(
(
(
(
(3. 14) kemudian menurunkan fungsi logaritma natural likelihood persamaan (3.14) terhadap (
(
(
(
((
(
( ̂
(
(
̂
(
(
(
̂)
(
[(
(
] (
(
Sehingga didapat parameter ̂ adalah estimator untuk b. Estimasi Parameter
Model SEM
Selanjutnya estimasi parameter ̂ dengan optimalisasi fungsi ( ( ((
(
) ((
(
43
)
(3. 15)
)
Estimasi parameter ̂ tidak didapat dengan meminimukan persamaan (3.15). Hal ini disebabkan adanya
yang perhitungannya
memerlukan bantuan program MATLAB (Andra, 2007). 3. Uji Lagrange Multiplier (LM test) Uji Lagrange Multiplier (LM test) digunakan sebagai dasar untuk memilih model regresi spasial yang sesuai (LeSage,2009:156). Uji Lagrange Multiplier terdiri dari LM lag dan LM error. LM lag digunakan untuk identifikasi model SAR pada persamaan (3.5) dan LM error digunakan untuk identifikasi model SEM pada persamaan (3.12). Apabila keduanya signifikan maka model yang sesuai adalah Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA). Hipotesis yang digunakan pada uji Lagrange Multiplier Lag(
) yaitu:
(tidak ada ketergantungan spasial lag) (ada ketergantungan spasial lag) Statistik uji (Anselin, 1988): (
) (
((
dengan : ( ((
Keterangan: : matriks variabel prediktor berukuran nxk
44
)
(3. 16)
: matriks bobot spasial berukuran nxn : vektor error Kriteria
keputusan
yaitu
ditolak
jika
atau
(
artinya model yang sesuai untuk digunakan yaitu SAR. Sedangkan hipotesis uji Lagrange Multiplier Error (
) untuk
identifikasi model SEM yaitu: (tidak ada ketergantungan spasial error) (ada ketergantungan spasial error) Statistik uji (Anselin, 1988): (
)
(3. 17) dengan (( Kriteria
keputusan
yaitu
ditolak
jika
(
atau
artinya model yang sesuai untuk digunakan yaitu SEM.. Jika hipotesis uji sama yaitu
dan
memiliki kriteria keputusan yang
ditolak maka model yang sesuai untuk digunakan adalah
model SAR dan SEM atau biasa disebut SARMA. 4. Uji Signifikansi Parameter Regresi Spasial Salah satu prinsip dasar penduga Maksimum Likelihood adalah asymptotic normality, artinya semakin besar ukuran n maka kurva akan semakin mendekati kurva sebaran normal. Pengujian parameter model regresi spasial secara parsial dilakukan untuk mengetahui parameter mana
45
yang signifikan mempengaruhi variabel respon. Pengujian parameter regresi (
dan regresi spasial (
pada nilai variansi error (
secara parsial yaitu didasarkan
, sehingga statitik uji signifikansi parameter
yang dipergunakan yaitu ̂
(3. 18)
(
dengan
(
merupakan standard error. Melalui uji parsial masing –
masing parameter ̂ dengan hipotesis (Parameter tidak signifikan) (Parameter signifikan) merupakan parameter
.
ditolak jika
( ⁄
atau
⁄ , artinya koefisien regresi signifikan sehingga layak digunakan pada model (Rati, 2013). 5. Uji Asumsi Model Regresi Spasial Pengujian asumsi pada model SAR meliputi uji kehomogenan variansi dari error dan kenormalan error seperti pada regresi linear (Astuti, 2013).
46
Tahapan dalam penerapan pemodelan regresi spasial yang disajikan dalam diagram alur sebagai berikut:
Pemodelan variabel respon menggunakan regresi linear dengan metode OLS
Pemilihan contiguity untuk pembobotan spasial Pengujian autokorelasi spasial dengan Moran’s I Moran’s I signifikan Pemilihan model regresi spasial mengunakan uji LM (Uji LM Lag, Uji LM Error)
LM Lag signifikan SAR
LM Error signifikan
LM lag dan error signifikan
SEM
Estimasi parameter model
Uji signifikansi parameter model
Uji asumsi model regresi spasial Gambar 3. 4 Tahapan Pemodelan Regresi Spasial
47
SARMA
E. Aplikasi Regresi Spasial AHH di Provinsi Jawa Tengah 1. Deskripsi Data Berdasarkan penetian sebelumnya
faktor AHH banyak dipengaruhi
oleh bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Oleh karena pada itu penelitian ini akan digunakan faktor AHH dari bidang tersebut. a. Bidang Pendidikan Pada bidang pendidikan untuk mengukur dimensi pengetahuan penduduk digunakan dua indikator yaitu rata – rata lama sekolah dan angka melek huruf. Rata – rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun belajar penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah diselesaikan dalam pendidikan formal (tidak termasuk tahun yang mengulang). Perhitungan Rata-rata Lama Sekolah menggunakan informasi
lama
sekolah, jenjang dan jenis pendidikan yang pernah/sedang diduduki, ijasah tertinggi yang dimiliki, dan tingkat/kelas tertinggi yang pernah/sedang diduduki. Angka melek huruf adalah presentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menuilis huruf latin serta huruf lainnya (BPS, 2013). b. Bidang Kesehatan Pada bidang ini yang akan dilihat dan digambarkan adalah
%
persalinan balita dibantu tenaga medis, banyaknya penduduk per puskesmas, banyaknya dokter per 10.000 penduduk, angka kematian bayi, angka kematian balita, % balita dengan status gizi, % balita diimunisasi, %
48
penduduk sakit, jumlah bayi yang diberi ASI Eksklusif, jumlah posyandu, Rata-rata lama sakit (Faqihudin, 2013). c. Bidang Ekonomi 1) Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang. 2) Pendapatan Kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran perkapita sebagai
pendekatan
pendapatan
yang
mewakili
capaian
pembangunan untuk hidup layak. Tingkat kesejahteraan dikatakan meningkat jika terjadi peningkatan konsumsi riil perkapita, yaitu peningkatan nominal pengeluaran rumah tangga lebih tinggi dari tingkat inflasi pada periode yang sama (Kumalasari, 2011). 3) Ketenagakerjaan Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumberdaya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan pada globalisasi. Pada bidang ini yang akan dilihat dan digambarkan masalah partisipasi dan kesempatan kerja dengan indikator tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat kesempatan kerja, % penduduk
49
bekerja menurut sektor ekonomi, sektor pertanian /primer, sektor industri/sekunder, sektor jasa/tersier serta masalah pengangguran dengan indikator angka pengangguran terbuka, % yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu (Faqihudin, 2013). Berdasarkan uraian diatas, berikut ini adalah kerangka hubungan variabel prediktor terhadap variabel respon AHH yang akan digunakan pada penulisan skripsi ini: Faktor Pendidikan : Angka Harapan Hidup
1. Angka Melek Huruf 2. Rata – Rata Lama Sekolah Faktor Kesehatan : 1. 2. 3. 4.
Faktor Ekonomi:
Angka Kematian Bayi Banyak Posyandu Pemberian ASI Eksklusif Gizi Buruk
1. Pengeluaran Riil per kapita 2. Laju Ekonomi 3. Pengangguran
Gambar 3. 5 Kerangka Hubungan Variabel Prediktor Terhadap Variabel Respon AHH
Data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil dari buku “Jawa Tengah Dalam Angka” tahun 2012 terbitan BPS yaitu variabel AHH, angka melek huruf, pengeluaran per kapita, rata-rata lama sekolah, laju pertumbuhan ekonomi, persentase pengangguran terbuka dan buku “ Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah” tahun 2012 terbitan Dinas Kesehatan Jawa Tengah yaitu variabel angka kematian bayi, banyak posyandu, pemberian ASI ekslusif, persentase gizi buruk.
50
2. Analisis Regresi Linear Data AHH di Provinsi Jawa Tengah Analisis regresi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan variabelvariabel prediktor terhadap AHH. Variabel prediktor AHH yang digunakan adalah sebagai berikut : Tabel 3. 1 Daftar Variabel Prediktor AHH Kode
Variabel
Satuan
Keterangan
Angka Kematian
AKB per 1000
Angka Kematian Bayi
Bayi (AKB)
kelahiran hidup
(AKB) tiap kabupaten/kota
Angka Melek
Persen ( %)
Huruf (AMH)
persentase Angka Melek Huruf (AMH) tiap kabupaten/kota
Pengeluaran Riil
Rupiah
Pengeluaran Riil per
per kapita
kapita pada tiap
(PPRKPT)
kabupaten/kota yg disesuaikan
Rata – rata lama
Tahun
Rata-rata lama sekolah tiap kabupaten/kota
sekolah (RLS)
dalam tahun Laju Ekonomi
Persen ( %)
Persentase laju pertumubuhan ekonomi
(LJUEKO)
tiap kabupaten/kota Banyak Posyandu
Unit
kabupaten/kota
(BNYKPOS) Pemberian ASI
Jumlah posyandu tiap
Persen ( %)
Perentase bayi diberi
Ekslusif
ASI Ekslusif tiap
(ASIEKS)
kabupaten/kota
51
Kode
Variabel
Satuan
Gizi Buruk
Keterangan
Persen ( %)
Presentase Gizi Buruk tiap kabupaten/kota
(GIZIBRK) Presentase
Persen ( %)
Pengangguran
Presentase pengangguran tiap kabupaten/kota
(PNGGURAN)
Terdapat 35 kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang digunakan sebagai sampel. Variabel respon dan variabel prediktor AHH dari 35 kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada lampiran 1. Berikut ini persamaan regresi linear dugaan yang diperoleh menggunakan bantuan program SPSS (lampiran 2):
(3. 19) Berikut adalah
yang dihasilkan dalam analisis regresi AHH di
Provinsi Jawa Tengah (lampiran 2): Tabel 3. 2 Koefisien Determinasi Hasil Regresi Standard Error 0,53
1,064
Dari Tabel 3.2 didapat nilai
sebesar 0,53 ini berarti sebesar 53%
variasi AHH dapat dijelaskan oleh variabel prediktor yang telah ditentukan. Setelah itu dilakukan uji parameter dan uji asumsi model regresi.
52
a. Uji Parameter Bersama (Uji F) Output uji statistik F dari program SPSS pada lampiran 2 didapat hasil sebagai berikut : Tabel 3. 3 Hasil Analisis Variansi db
JK
KT
F
p-value
Regresi
9
31,83
3,537
3,126
0,012
Error
25
28,28
1,131
Total
34
60,12
Berdasarkan Tabel 3.3 diketahui nilai F hitung sebesar 3,126 dengan p-value F sebesar 0,012. Nilai p-value F lebih kecil daripada α (0,05) maka disimpulkan variabel-variabel prediktor secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel respon. b. Uji Parameter Parsial (Uji t) Dengan menggunakan program SPSS didapat output uji t seperti berikut (lampiran 2): Tabel 3. 4 Hasil Signifikansi Uji t Variabel Konstanta
Koefisien
S.E
T.stat
p-value
100,649
25,4291
3,95800
0,000552
-0,067
0,0665
-1,00341
0,325276
-0,118
0,0784
-1,50478
0,144912
-0,045
0,0377
-1,20549
0,239301
0,826
0,3285
2,51625
*0,018649
0,119
0,4068
0,29137
0,773171
0,001
0,0004
1,73381
0,095269
0,062
0,0196
3,15693
*0,004129
5,655
6,6130
0,85510
0,400616
0,175
0,1156
1,51218
0,143028
53
Pada Tabel 3.4 variabel prediktor yang signifikan yaitu dan
(RLS)
(persentase pemberian ASI ekslusif), hal ini dapat dilihat dari
p-value yang kurang dari 0,05. Selanjutnya dilakukan pengujian lebih lanjut untuk melihat ada tidaknya pelanggaran asumsi pada model. c. Uji Asumsi Regresi Linear Pada regresi linear terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi diantaranya normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. 1) Uji Normalitas Uji non-parametrik kolmogrorov smirnov (K-S) bertujuan untuk menguji model regresi distribusi normal. Output SPSS tabel Kolmogorov-Smirnov Test pada lampiran 3 diperoleh nilai signifikan
sebesar 0,921 dimana lebih dari α (0,05) maka
diterima artinya error data berdistribusi normal. 2) Uji Multikolinearitas Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) . Jika nilai VIF ≥ 10 maka terjadi multikolinearitas (Imam Ghozali, 2013: 106). Output SPSS sebagai berikut (lampiran 2)
54
Tabel 3. 5 Output Variance Inflation Factor (VIF) Variabel
VIF 2,293 4,505 2,111 1,330 1,419 1,805 1,239 1,633 1,392
Tabel 3.5 memperlihatkan tidak terdapat nilai VIF yang lebih tinggi dari 10 pada variabel artinya tidak terjadi multikolinieritas antar variabel prediktor pada model. 3) Uji Heteroskedastisitas Uji
Breusch-Pagan
mendeteksi
ada
atau
tidaknya
heteroskedastisitas. Model dianggap baik jika tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji
Breusch-Pagan
(BP)
menggunakan
program GeoDa pada lampiran 4 menghasilkan output sebagai berikut : Tabel 3. 6 Hasil Uji Breusch-Pagan
Breusch-Pagan test
55
Db
Nilai
p-value
9
7,342
0,602
p-value BP untuk model ini adalah 0,602 lebih besar dari nilai α (0,05), sehingga
diterima maka asumsi kehomogenan variansi
tidak dilanggar. 4) Autokorelasi Pendeteksian autokorelasi pada data spasial menggunakan Moran’s I. Hasil output nilai Moran’s I menggunakan program Geoda pada lampiran 4 yaitu sebagai berikut : Tabel 3. 7 Hasil Moran’s I No Spatial Dependence 1
Moran’s I
Didapat nilai I = 2,403 >
Nilai 2,403
sehingga terdapat autokorelasi positif,
hal ini berarti pola data membentuk kelompok (cluster). Berikut peta kelompok (cluster) persebaran AHH di Provinsi Jawa Tengah
Gambar 3. 6 Peta Persebaran AHH Jawa Tengah
56
Selanjutnya
akan
diuji
autokorelasi
antar
lokasi
menggunakan uji Moran’s I. Hipotesis yang diuji adalah :I=0
(Tidak ada autokorelasi antar lokasi)
:I≠0
(Ada autokorelasi antar lokasi)
Tabel 3. 8 Hasil Analisis Moran’s I No Spatial Dependence 1
Moran’s I
Nilai
P-value
Keputusan
2,403
0,0163
Tolak
Berdasarkan hasil analisis Moran’s I diketahui bahwa nilai dari probabilitas Moran’s I sebesar 0,0163 dan lebih kecil dari α, sehingga
ditolak artinya ada autokorelasi antar lokasi sehingga
asumsi kebebasan error tidak terpenuhi. Regresi Spasial akan digunakan untuk mengatasi autokorelasi spasial pada kasus tersebut. 3. Analisis Regresi Spasial Data AHH di Provinsi Jawa Tengah Pemilihan model regresi spasial dilakukan dengan uji LM sebagai indentifikasi awal. Berdasarkan pengujian Lagrange Multiplier (LM), model yang akan dibentuk yaitu Spatial Autoregressive Model (SAR), Spatial Error Model (SEM) atau keduanya. Matriks pembobot spasial yang digunakan dalam penulisan ini adalah Queen contiguity yang merupakan gabungan antara Rook contiguity (persinggungan sisi) dengan Bishop contiguity (persinggungan sudut). Pembobot ini dirasa cukup tepat
57
mengingat bahwa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah mempunyai wilayah yang bersinggungan baik sisi ataupun sudut. a. Uji Lagrange Multiplier (LM) Lagrange Multiplier digunakan untuk mendeteksi dependensi spasial dengan lebih spesifik yaitu SAR, SEM atau keduanya yang biasa disebut SARMA. Pada lampiran 4 didapat hasil pengujian LM dengan menggunakan bantuan program GeoDa yaitu : Tabel 3. 9 Hasil Analisis Dependensi Spasial LM No
Uji Spatial Dependence
Nilai
P-value
Ket
1
Lagrange Multiplier(lag)
4,002
0,0365
SAR
2
Lagrange Multiplier(error)
2,308
0,1111
SEM
4,120
0,1059
SARMA
Lagrange Multiplier 3 (SARMA)
Berdasakan Tabel 3.14 diketahui bahwa p-value dari Lagrange Multiplier (lag) sebesar 0,0365 dan lebih kecil dari α (0,05) sehingga perlu dilanjutkan ke model Spatial Autoregressive Model (SAR). P-value Lagrange Multiplier (error) adalah 0,1111 dan lebih besar dari α sehingga pada kasus ini tidak perlu dilanjutkan pada model Spatial Error Model (SEM). b. Spatial Autoregressive Model (SAR) Output estimasi parameter pada model SAR dengan mengunakan program GeoDa disajikan pada Tabel 3.9 berikut (lampiran 5)
58
Tabel 3. 10 Estimasi Parameter pada Model SAR Variabel
Koefisien Std.Error Z_value
Konstanta 71,5615
Prob
23,7698
3,01060
0,002607
-0,0590
0,0527
-1,11790
0,263611
-0,0656
0,0641
-1,02376
0,305951
-0,0417
0,0299
-1,39361
0,163435
0,6476
0,2625
2,46658
*0,013641
0,1664
0,3251
0,51179
0,608796
0,0008
0,0003
2,39288
*0,016717
0,0640
0,0156
4,11762
*0,000038
7,0686
5,2686
1,34164
0,179714
0,2206
0,0925
2,38392
*0,017129
0,317462
0,171175
1,85460
0,0636532
R square = 58,55%
Hasil persamaan model SAR yang didapat dari Tabel 3.9 yaitu: ̂
∑
(3. 20) Penentuan variabel prediktor pada model SAR dapat diuji secara formal dengan menggunakan uji signifikansi dengan hipotesis sebagai berikut : (Parameter tidak signifikan) (Parameter signifikan)
59
Statistik uji yang digunakan adalah persamaan (3.18) dan taraf signifikansi 5 %. Berdasarkan pada Tabel 3.9, beberapa variabel memiliki nilai yaitu RLS (
,
dan
), banyak posyandu (
persentase pengangguran (
. Jadi dapat disimpulkan bahwa
), pemberian ASI eksklusif (
dan
) memiliki pengaruh signifikan terhadap
variabel respon. Selanjutnya variabel prediktor yang signifikan diregresi kembali sehingga didapat persamaan penduga model Spatial Autoregressive (SAR) yang terbentuk adalah (lampiran6): ̂
∑ (3. 21) Setelah diperoleh persamaan regresi spasial dengan model SAR,
maka dilakukan uji asumsi pada regresi spasial tersebut. Pengujian asumsi pada model SAR meliputi uji normalitas dan heterokedastisitas. 1) Uji Normalitas Uji Kolmogorov-Smirnov (KS) dengan bantuan program SPSS pada lampiran 7 didapatkan output nilai KS sebesar 0,876 lebih dari 0,05
dengan demikian
diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa error berdistribusi normal. 2) Tidak adanya heterokedastisitas Output program Geoda pada lampiran 6 menunjukkan p-value pada uji BP untuk model ini adalah 0,862 lebih besar dari nilai α
60
(0,05), karena p-value lebih kecil dari α maka asumsi kehomogenan ragam error tidak dilanggar. c. Interpretasi Koefisien Model SAR Model regresi yang digunakan untuk memodelkan AHH di Jawa Tengah adalah model SAR dengan persamaan: ̂
∑ (3. 22) Koefisien
yang nyata menunjukkan bahwa jika suatu wilayah
yang dikelilingi oleh wilayah lain sebanyak n, maka pengaruh dari masing-masing wilayah yang mengelilinginya dapat diukur sebesar dikali rata-rata variabel respon disekitarnya. Persamaan 3.22 dapat digambarkan dalam suatu wilayah. Akan diambil dua wilayah yang diamati yaitu Kabupaten Brebes dan Kabupaten Kudus adalah sebagai berikut: 1) Kabupaten Brebes pada lampiran 1 memiliki kode wilayah 29 berbatasan dengan Kabupaten Cilacap dengan kode 1, Kabupaten Banyumas dengan kode 2 dan Kabupaten Tegal dengan kode 28. Sehingga persamaan regresi dugaan yang diperoleh sebagai berikut : ̂
(
61
Jika dijabarkan : ̂ (3. 23) Interpretasi persamaan 3.23 tersebut apabila faktor lain dianggap konstan , maka ketika RLS (
) naik sebesar 1% maka
prediksi nilai rata-rata AHH di Kabupaten Brebes akan naik sebesar 0,381 tahun. Selanjutnya AHH di Kabupaten Brebes juga dipengaruhi oleh
kabupaten
tetangganya
yaitu
Kabupaten
Cilacap,
Banyumas dan Tegal. Jika AHH pada Kabupaten Cilacap naik sebesar 1 tahun maka prediksi nilai rata-rata AHH pada Kabupaten Brebes akan naik sebesar 0,121 tahun. 2) Pada lampiran 1 Kabupaten Kudus memiliki kode wilayah 19 berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dengan kode 15, Kabupaten Pati dengan kode 18, Kabupaten Jepara dengan kode 20, Kabupaten Demak dengan kode 21, Sehingga persamaan regresi dugaan yang diperoleh sebagai berikut : ̂
(
Jika dijabarkan : ̂ (3. 24)
62
Interpretasi persamaan 3.24 yaitu apabila faktor lain dianggap konstan , maka ketika RLS (
) naik sebesar 1% maka
prediksi nilai rata-rata AHH di Kabupaten Brebes akan naik sebesar 0,381 tahun. Selanjutnya AHH di Kabupaten Kudus juga dipengaruhi oleh kabupaten tetangganya yaitu Kabupaten Grobogan, Pati, Demak, dan Jepara. Jika AHH pada Kabupaten Grobogan naik sebesar 1 tahun maka diprediksi nilai rata-rata AHH pada Kabupaten Kudus akan naik sebesar 0,09 tahun. d. Persebaran faktor – faktor AHH di Provinsi Jawa Tengah Pada analisis regresi spasial dapat dilihat pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon pada wilayah pengamatan yang digambarkan dalam sebuah peta kondisional. Hasil persebaran wilayah berdasarkan RLS ( pemberian ASI eksklusif(
), banyak posyandu(
), persentase
), dan persentase pengangguran(
)
terhadap AHH dapat dilihat pada peta kondisional yang didapat dengan menggunakan bantuan program GeoDa. Peta kondisional RLS ( eksklusif(
), banyak posyandu(
), persentase pemberian ASI
), dan persentase pengangguran(
) terhadap AHH
dibagi atas tiga kategori nilai yaitu tinggi sedang dan rendah (lampiran 8). Warna biru tua sampai merah pada wilayah menggambarkan tingkat AHH dari nilai rendah ke tinggi.
63
Berikut hasil output peta kondisional variabel RLS ( pemberian ASI eksklusif(
) dan
) dengan bantuan program Geoda: Kategori 2
1
3
RLS Tinggi
5
4
6 Sedang
8
7
9 Rendah
Gambar 3. 7 Persebaran wilayah berdasarkan AHH dan Rata – Rata Lama Sekolah Terdapat 9 peta pada gambar 3.7 yang 6 diantaranya tidak ada isinya. Peta 3 berisi 8 kabupaten yang mempunyai nilai rata-rata sekolah tinggi diantaranya Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Semarang, Kota Semarang dan Kota Surakarta. Peta 5 berisi 11 kabupaten memiliki nilai rata-rata sekolah sedang. Beberapa kabupaten pada Peta 5 yaitu Kabupaten Pati, Sragen, Demak, dan Temanggung. Peta 7 berisi 12 kabupaten memiliki nilai rata – rata lama sekolah rendah salah satunya yaitu Kabupaten Wonogiri. Daerah dengan rata-rata lama sekolah rendah banyak yang memiliki nilai
64
AHH rendah terlihat dari banyak daerah yang berwarna biru tua dan muda. Kategori 2
1
3
ASI Eks Tinggi
6
5
4
Sedang
7
8
9 Rendah
Gambar 3. 8 Persebaran wilayah berdasarkan AHH dan Pemberian ASI Eksklusif Terdapat 9 peta pada gambar 3.8 yang 6 diantaranya tidak ada isinya. Peta 3 berisi 12 wilayah dengan karakteristik pemberian ASI eksklusif yang tinggi. Beberapa wilayah pada peta 3 yaitu Kabupaten Blora, Wonogiri dan Purweorejo. Hampir seluruh wilayah dengan pemberian ASI ekslusif tinggi memiliki nilai rata-rata AHH yang tinggi pula terlihat dari warna merah yang dominan pada peta. Peta 5 berisi 10 wilayah dengan pemberian ASI eksklusif kategori sedang. Beberapa wilayah pada peta 5 yaitu Kabupaten Kendal, Purbalingga dan Sragen.
65
Peta 7 berisi 10 wilayah dengan pemberian ASI eksklusif rendah. Beberapa wilayah pada peta 7 yaitu Kabupaten Pekalongan, Semarang, Demak dan Grobogan. 4. Perbandingan Model Regresi Linear dan Model Regresi Spasial Regresi spasial merupakan hasil pengembangan dari metode regresi linier klasik. Pengembangan itu berdasarkan adanya pengaruh tempat atau spasial pada data yang dianalisis (Anselin, 1988). Berdasarkan hal tersebut peneliti membandingkan hasil persamaan regresi yang diperoleh dari kedua metode tersebut. Koefisien determinasi menentukan model terbaik. Semakin nilai
dapat digunakan untuk mendekati satu maka semakin
tinggi pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon, yang berarti semakin baik kecocokan model dengan data (Sembiring, 2003). Selain metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan model regresi terbaik, salah satunya adalah dengan metode Akaike’s Information Criterion (AIC). Menurut metode AIC, model regresi terbaik adalah model regresi yang mempunyai nilai AIC terkecil (Widarjono, 2007). Perbandingan sebagai berikut : Tabel 3. 1 Nilai
dan AIC metode OLS dan SAR
Model
AIC
OLS
53%
111.869
SAR
58,55%
110,294
66
dan AIC
Secara keseluruhan nilai
yang dihasilkan model SAR lebih besar
daripada model OLS. Selain itu, nilai AIC yang dihasilkan pada model SAR juga lebih kecil dibandingkan model OLS. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model SAR lebih baik digunakan dalam memodelkan faktor AHH di Jawa Tengah.
67
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan mengenai aplikasi regresi spasial untuk pemodelan AHH di Provinsi Jawa Tengah, maka dapat diambil kesimpulan : Model regresi spasial yang cocok digunakan pada AHH di Provinsi Jawa Tengah adalah model SAR. Persamaan regresi dugaan dengan model SAR yang diperoleh sebagai berikut: ̂
∑
dengan rata-rata lama sekolah ( ASI eksklusif (
), banyak posyandu (
dan persentase pengangguran (
), pemberian
) yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap variabel respon yaitu AHH. Koefisien determinasi (R2) dan Akaike’s Information Criterion (AIC) yang dihasilkan regresi spasial dengan SAR yaitu R2 = 58,55% dan AIC = 110,294 sehingga model dianggap cukup baik. B. Saran Dalam penulisan skripsi ini, regresi spasial yang digunakan peneliti adalah Spatial Autoregresive Model (SAR) dengan matriks pembobot adalah matriks Queen contiguity. Bagi pembaca yang berminat pada
68
pemodelan menggunakan regresi khususnya regresi spasial, dapat menambahkan faktor lain didalam penelitian selanjutnya sehingga memungkinkan model spasial dengan pendekatan area yang lain seperti Spatial Error Model (SEM) atau SARMA dengan menggunakan matriks Rook contiguity sebagai matriks pembobot.
69
DAFTAR PUSTAKA
Akaike, H. (1974). A New Look at Statistical Model Identification. IEEE Transaction on Automatic Control, Vol. 19, 328-347 Andra, N. (2007). Model Regresi Linear Pada Data Spasial Dependen. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Anselin, L. (1988). Spatial Econometrics : Methods and Models. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Anton, H. (1991). Aljabar Linear Elementer. Jakarta: Erlangga. Astuti, R. D. (2013). Aplikasi Model Spatial Autoregressive Untuk Pemodelan Angka Partisipasi Murni Jenjang Pendidikan Sma Sederajatdi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Prosiding Seminar Nasional Statistika Isbn: 978-602-14387-0-1 (Pp. 547-560). Semarang: Universitas Diponegoro. Ayuni, N. W. (2013). Pemodelan Angka Harapan Hidup di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 dan 2011 Berdasarkan Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah, dan Pengeluaran Perkapita. Jurnal Matematika Vol. 3 No. 1, 1223. Bain, L. J., & Engelhard, M. (1992). Introduction to Probability and Mathematical Statistics. California: Duxburry Press. Baller, R., Anselin, L., Messner, S., Deane, G., & Hawkins, D. (2001). Structural covariates of US County homicide rates: incorporating spatial effects. Criminology vol.39 no.3, 561-590. BPS. (2013). Angka Harapan Hidup. Jakarta: Badan Pusat Statistik. BPS. (2013). Profil Kesehatan 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Breusch, T. S. and Pagan, A. R. (1979). A simple test for heteroscedasticity and random coefficient variation. Econometrica vol.47 no. 5, 1287–1294. Briggs, R. (2014, June Senin). Home page of Ronald Briggs, Ph.D., GISP. Retrieved June Minggu, 2014, from University of Texas at Dallas: http://www.utdallas.edu/~briggs/
70
Comar, C., Gasperoni, F., & Dewar, R. (2003). Benefits and Misunderstandings of Free Software in the European Space Industry. Cambridge: Harvard University. Faqihudin, M. (2013). Human Development Index ( HDI ) Salah Satu Indikator Yang Populer Untuk Mengukur Kinerja Pembangunan Manusia. Tegal: Prodi Manajemen FE. UPS Tegal. Firdial, L. (2010). Pemodelan Angka Harapan Hidup di Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan Metode Geographically Weighted Regression (GWR). Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Gujarati, Damodar N. (2006). Dasar – Dasar Ekonometrika Jilid 2. Jakarta: Erlangga Hanke, John W, & Winchern, Dean W. (2005). Business Forecasting. New Jersey: Pearson Harville, David A. (2008). Matrix Algebra From a Statistician’s Perspective. New York : Springer Hatcher, Larry. 2003. Step By Step Basic Statistics Using SAS: Student Guide, Volume 1. NC,USA: SAS Institute Inc. Imam, G. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi Edisi 7. Semarang: Universitas Diponegoro. Kumalasari, M. (2011). Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Rata-Rata Lama Sekolah, Pengeluaran Perkapita Dan Jumlah Penduduk Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah. Skripsi. Universitas Dipenegoro. Kutner, M. H. (2004). Applied Linear Statistical Models. New York: Mc GrawHill. Lee, J., & Wong, D. W. (2001). Statistical analysis with ArcView GIS. Canada: John Wiley & Sons, Inc. Lembo, A. J. (2006). Spatial Autocorrelation. Retrieved Oktober 25, 2008, from Cornel University Departement of Crop and Soil Sciences: http://www.css.cornell.edu/courses/620/lecture9.ppt LeSage. (1999). The Theory and Practice of Spatial Econometrics. Toledo: Department of Economics University of Toledo.
71
Luc, A., Syabri, I., & Kho, Y. (2006). GeoDa: An Introduction to Spatial Data Analysis. Geographical Analysis volume 38 issue 1, 5-22. Lynch, S. (2003). Alternative Estimation Strategies. New Jersey: Priceton University. Mcgarigal, K., & Marks, B. J. (1994). Spatial Pattern Analysis Program For Quantifying Landscape Structure. Corvallis: Forest Science Department, Oregon State University. Mitchel, A.. (2009). The ESRI Guide to GIS Analysis : Vol 2 Spatial Measurements & Statistics. New York, USA: ESRI Inc R.Baller, L.Anselin, S.Messner, G.Deane, & Hawkins, D. (2001). Structural covariates of US County homicide rates: incorporating spatial effects. Criminology 39, 561-590. Rajuliaddin Ramadhan, H. P. (2013). Pemodelan Spatial Autoregressive With Autoregressive Disturbances Dengan Prosedur Generalized Spatial Two Stage Least Squares (Gs2sls). Jurnal Mahasiswa Statistik Vol 1, No 3 (2013), pp.169-172. Rakhmawati, D. P. (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Angka Harapan Hidup Di Provinsi Jawa Barat, 2007-2009.Skripsi. Universitas Gadjah Mada. Rati, M. (2013). Model Regresi Spasial Untuk Anak Tidak Bersekolah Usia Kurang Dari 15 Tahun. Skripsi.Universitas Sumatra Utara. Sembiring, R. (2003). Analisis Regresi Edisi Kedua. Bandung: ITB Bandung. Siegel, S. (1986). Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Penerjemah : Zanzawi Suyuti dan Landung Simatupang. Jakarta : Gramedia Sparks, P. J. (2009). An application of spatially autoregressive models to the study of US county mortality rates. Population, Space and Place Volume 16 Issue 6, 465–481. Sugiantari, A. P., & Budiantara, I. N. (2013). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angka Harapan Hidup di Jawa Timur Menggunakan Regresi Semiparametrik Spline. Jurnal Sains Dan Seni Pomits Vol. 2, No.1, 37 - 41. Thaib, Z. (2008). Pemodelan Regresi Logistik Spasial dengan Pendekatan Matriks Contiguity. Skripsi. Institut Pertanian Bogor
72
Utomo, B. (1985). Mortalitas:pengertian dan Contoh kasus di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia. WHO. (2013). Life expectancy: Life expectancy Data by country. Retrieved Mei 3, 2014, from World Health Organization: http://apps.who.int/gho/data/node.main.688?lang=en Widarjono, A. (2007). Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Waryono, Edi. (2002). Model Regresi Untuk Menduga Angka Harapan Hidup Penduduk Waktu Lanir. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Yusuf, L. M. (2013). Regresi terboboti geografis dengan fungsi pembobot kernel gaussian dan kernel bisquare pada angka harapan hidup (Studi kasus: angka harapan hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
73
LAMPIRAN
74
Lampiran 1. Data AHH dan Variabel Prediktor Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 Kode Kabupaten 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal
71.34 69.83 70.68 69.36 69.43 71.04 70.48 70.23 70.49 71.84 70.36 72.42 72.36 72.95 70.05 71.48 70.34 72.95 69.73 71.13 71.95 72.60 72.77 69.10 70.57 69.56 68.12 69.38 68.26 70.34 72.35 71.25 72.24 70.63
91.49 94.24 93.25 88.49 91.54 92.79 91.43 93.31 87.97 89.93 90.73 84.32 88.95 84.41 90.94 85.06 91.37 87.61 93.74 93.29 92.54 94.20 95.97 89.77 89.93 92.11 90.80 90.64 86.69 97.52 96.73 96.55 96.98 95.94
6.87 7.79 7.23 6.35 6.93 7.93 6.56 7.55 7.43 8.31 8.53 6.65 8.27 7.22 6.83 6.46 7.05 7.01 8.49 7.58 7.62 8.07 7.10 7.11 6.73 6.80 6.54 6.62 6.07 10.36 10.49 9.98 10.30 8.72
639.78 641.78 638.41 641.53 641.78 638.51 632.71 641.45 634.86 649.49 652.39 653.07 651.05 633.90 638.68 645.28 646.90 652.22 642.02 639.89 635.62 640.67 640.56 642.55 634.28 646.96 641.52 646.19 640.06 655.08 658.92 653.16 652.80 647.14
11.48 9.31 11.80 18.16 10.51 14.95 12.98 6.75 11.17 10.36 9.69 6.58 8.78 9.34 10.60 14.69 16.61 10.34 6.93 10.02 5.62 13.19 14.41 9.59 13.14 10.72 10.20 8.11 14.94 16.49 5.33 7.14 10.66 11.15
5.47 5.88 6.26 5.25 5.47 5.04 5.14 5.84 5.66 5.54 5.03 5.89 5.82 6.60 6.16 5.03 4.88 5.92 4.33 5.79 4.64 6.02 5.04 5.54 5.02 5.32 5.28 5.25 5.21 6.48 6.12 5.73 6.42 5.60
2148.00 2509.00 1194.00 1528.00 2104.00 1626.00 1316.00 2256.00 1783.00 2224.00 1156.00 2132.00 1380.00 1577.00 1620.00 1278.00 1225.00 1601.00 777.00 1096.00 1241.00 1626.00 1490.00 1397.00 1206.00 1377.00 1137.00 1508.00 1673.00 197.00 602.00 282.00 1875.00 399.00
69.12
94.91
8.30
656.99
9.69
5.07
195.00
75
Kode
Kabupaten
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal
71.34 69.83 70.68 69.36 69.43 71.04 70.48 70.23 70.49 71.84 70.36 72.42 72.36 72.95 70.05 71.48 70.34 72.95 69.73 71.13 71.95 72.60 72.77 69.10 70.57 69.56 68.12 69.38 68.26 70.34 72.35 71.25 72.24 70.63 69.12
91.49 94.24 93.25 88.49 91.54 92.79 91.43 93.31 87.97 89.93 90.73 84.32 88.95 84.41 90.94 85.06 91.37 87.61 93.74 93.29 92.54 94.20 95.97 89.77 89.93 92.11 90.80 90.64 86.69 97.52 96.73 96.55 96.98 95.94 94.91
Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2012 dan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
76
Lampiran 2. Output SPSS Regresi Linear Data AHH DATASET ACTIVATE DataSet1. REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT AHH /METHOD=ENTER AMH RLS PPRKPT AKB LJUEKO BNYKPOS ASIEKS GIZBUR PNGGURN. Regression [DataSet1] C:\Users\Mini\Documents\skripsi.sav Variables Entered/Removed Model 1
Variables Entered
Variables Removed
PNGGURN,
Method . Enter
GIZBUR, LJUEKO, AMH, ASIEKS, AKB, PPRKPT, BNYKPOS, RLSa a. All requested variables entered.
Model Summaryb Std. Error of the Model 1
R
R Square .728a
Adjusted R Square
.530
.360
Estimate 1.06366
a. Predictors: (Constant), PNGGURN, GIZBUR, LJUEKO, AMH, ASIEKS, AKB, PPRKPT, BNYKPOS, RLS b. Dependent Variable: AHH
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Regression
31.832
9
3.537
Residual
28.284
25
1.131
Total
60.117
34
77
Sig. 3.126
.012a
a. Predictors: (Constant), PNGGURN, GIZBUR, LJUEKO, AMH, ASIEKS, AKB, PPRKPT, BNYKPOS, RLS b. Dependent Variable: AHH
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Standardized
Collinearity
Coefficients
Statistics
Std. Error
Beta
100.649
25.429
AMH
-.118
.078
RLS
.826
PPRKPT AKB
t
Sig.
Tolerance
VIF
3.958
.001
-.313
-1.505
.145
.436
2.293
.328
.733
2.516
.019
.222
4.505
-.045
.038
-.240
-1.205
.239
.474
2.111
-.067
.066
-.159
-1.003
.325
.752
1.330
LJUEKO
.119
.407
.048
.291
.773
.705
1.419
BNYKPOS
.001
.000
.320
1.734
.095
.554
1.805
ASIEKS
.062
.020
.482
3.157
.004
.807
1.239
GIZBUR
5.655
6.613
.150
.855
.401
.612
1.633
.175
.116
.245
1.512
.143
.719
1.392
PNGGURN a. Dependent Variable: AHH
Residuals Statisticsa Minimum Predicted Value
Maximum
Mean
Std. Deviation
N
69.0981
72.8288
70.7637
.96760
35
-1.60241
2.47036
.00000
.91208
35
Std. Predicted Value
-1.721
2.134
.000
1.000
35
Std. Residual
-1.506
2.323
.000
.857
35
Residual
a. Dependent Variable: AHH
78
Lampiran 3. Output K-S NPAR TESTS
/K-S(NORMAL)=RES_1
/MISSING ANALYSIS.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardiz ed Residual N Normal Parameters
35 a,,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
.0000000 .91208253
Absolute
.093
Positive
.093
Negative
-.065
Kolmogorov-Smirnov Z
.552
Asymp. Sig. (2-tailed)
.921
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
79
Lampiran 4. Langkah Analisis Regresi dengan Software GeoDa 1. Buka File – Open – jateng.shp
2. Pilih menu Tools – Weights – Create
3. Klik Add ID variable… - pilih POLY ID – Add variable lalu pilih queen contiguity atau rook contiguity . Selanjutnya klik create lalu save jateng.gal
80
4. Pilih Methods – Regression kemudian masukan variabel setelah itu centang weights dan pilih classic untuk mengetahui nilai moran’s I sehingga dapat ditentukan apakah regresi linear dapat dilanjutkan ke regresi spasial lalu run.
5. Jika dapat dilanjutkan , pilih model regresi spasial yang sesuai lalu run
81
Lampiran 5. Output Analisis Moran’s I dan Lagrange Multiplier dengan GeoDa DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE FOR WEIGHT MATRIX : jateng.gal (row-standardized weights) TEST
MI/DF
VALUE
Moran's I (error)
0.195467
2.4029286
PROB 0.0162644
Lagrange Multiplier (lag)
1
4.3757351
0.0364541
Robust LM (lag)
1
1.9519381
0.1623782
Lagrange Multiplier (error)
1
2.5392571
0.1110470
Robust LM (error)
1
0.1154601
0.7340115
Lagrange Multiplier (SARMA)
2
4.4911952
0.1058643
========================= END OF REPORT ==================
82
Lampiran 6. Output Geoda metode SAR SUMMARY OF OUTPUT: SPATIAL LAG MODEL - MAXIMUM LIKELIHOOD ESTIMATION Data set
: jateng
Spatial Weight
: jateng.gal
Dependent Variable :
AHH
Mean dependent var :
70.7637
Number of Variables : 11
S.D. dependent var :
1.31058
Degrees of Freedom
: 24
Lag coeff. (Rho) :
0.317462 Log likelihood
:
-44.1469
Akaike info criterion :
110.294
Schwarz criterion
127.403
R-squared
:
0.585486
Sq. Correlation
:-
Sigma-square
:
0.711977
S.E of regression :
0.843787
Number of Observations : 35
:
----------------------------------------------------------------------Variable
Coefficient
Std.Error
z-value Probability
----------------------------------------------------------------------W_AHH CONSTANT
0.317462
0.1711754
1.8546
0.0636532
71.5615
23.76983
3.010602
0.0026074
AKB
-0.05896698
0.05274813
-1.117897
0.2636110
AMH
-0.06560885
0.0640865
-1.023755
0.3059512
PPRKPT
-0.04171615
0.02993381
-1.393613
0.1634346
RT2LS
0.6475987
0.2625495
2.466577
0.0136412
LJUEKO
0.1664082
0.3251479
0.5117924
83
0.6087963
JMLPOS
0.0008007876 0.00033465
2.392876
0.0167169
ASIEKS
0.06404166
0.01555306
4.117624
0.0000383
GIZIBUR
7.068572
5.26862
1.341636
0.1797141
PNGGURN
0.2206047
0.09253879
2.383916
0.0171295
----------------------------------------------------------------------REGRESSION DIAGNOSTICS DIAGNOSTICS FOR HETEROSKEDASTICITY RANDOM COEFFICIENTS TEST
DF
VALUE
PROB
Breusch-Pagan test
9
5.93163
0.7467411
DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE SPATIAL LAG DEPENDENCE FOR WEIGHT MATRIX : jateng.gal TEST Likelihood Ratio Test
DF 1
VALUE
PROB
3.575682
0.0586314
========================= END OF REPORT================
84
Lampiran 7. Output prediktor model SAR SUMMARY OF OUTPUT: SPATIAL LAG MODEL - MAXIMUM LIKELIHOOD ESTIMATION Data set Spatial Weight
: jateng : jateng.gal
Dependent Variable :
AHH
Mean dependent var :
70.7637
S.D. dependent var : Lag coeff. (Rho) : R-squared
1.31058
Number of Observations: 35 Number of Variables : 6 Degrees of Freedom : 29
0.3618
: 0.534298
Log likelihood
: -46.3227
Sq. Correlation
:-
Akaike info criterion :
104.645
Sigma-square
: 0.799899
Schwarz criterion
113.977
:
S.E of regression : 0.894371 ----------------------------------------------------------------------Variable Coefficient
Std.Error
p-value Probability
----------------------------------------------------------------------W_AHH
0.3617998
0.1706879
2.119658 0.0340348
CONSTANT
37.65917
12.23681
3.07753 0.0020874
RT2LS
0.3807094
0.1473003
2.58458 0.0097498
JMLPOS
0.0009730703 0.0003188496 3.051816 0.0022748
ASIEKS
0.07048958
0.0154214
4.570895 0.0000049
PNGGURN
0.2388213
0.09365674
2.549964 0.0107735
----------------------------------------------------------------------REGRESSION DIAGNOSTICS DIAGNOSTICS FOR HETEROSKEDASTICITY RANDOM COEFFICIENTS
85
TEST
DF
Breusch-Pagan test
VALUE 4
PROB
1.293854
0.8624175
DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE SPATIAL LAG DEPENDENCE FOR WEIGHT MATRIX : jateng.gal TEST
DF
Likelihood Ratio Test
VALUE 1
PROB
5.11753
0.0236853
COEFFICIENTS VARIANCE MATRIX CONSTANT
RT2LS
JMLPOS
ASIEKS
PNGGURN
149.739611 -0.219578 -0.000154 -0.017543 -0.183545 -0.219578 0.021697 0.000020 -0.000152 -0.000578 -0.000154 0.000020 0.000000 0.000000 0.000010 -0.017543 -0.000152 0.000000 0.000238 0.000395 -0.183545 -0.000578 0.000010 0.000395 0.008772 -2.070699 0.000477 -0.000003 0.000135 0.001591 W_AHH -2.070699 0.000477 -0.000003 0.000135 0.001591 0.029134
86
OBS
AHH
PREDICTED
RESIDUAL
PRED ERROR
1
71.34
71.58962
0.20732
-0.24962
2
69.83
71.37781
-1.22178
-1.54781
3
70.68
71.22855
-0.22792
-0.54855
4
69.36
70.00642
-0.43435
-0.64642
5
69.43
70.63390
-1.01843
-1.20390
6
71.04
70.95652
0.19330
0.08348
7
70.48
70.68291
-0.12674
-0.20291
8
70.23
69.73382
0.33164
0.49618
9
70.49
70.48669
-0.24407
0.00331
10
71.84
71.83385
0.03443
0.00615
11
70.36
71.09395
-0.92878
-0.73395
12
72.42
71.37156
0.85452
1.04844
13
72.36
70.55412
1.64707
1.80588
14
72.95
70.90181
1.83358
2.04819
15
70.05
70.07966
-0.34577
-0.02966
16
71.48
70.91201
0.63666
0.56799
17
70.34
71.18729
-1.00568
-0.84729
18
72.95
72.64242
0.30087
0.30758
19
69.73
69.68108
-0.10686
0.04892
20
71.13
70.77724
0.17812
0.35276
21
71.95
70.85838
0.95835
1.09162
22
72.6
70.55159
1.95728
2.04841
23
72.77
71.05423
1.64139
1.71577
24
69.1
70.61942
-1.70635
-1.51942
87
25
70.57
70.96924
-0.29538
-0.39924
26
69.56
69.17446
0.59342
0.38554
27
68.12
69.94662
-1.59990
-1.82662
28
69.38
70.17576
-0.42665
-0.79576
29
68.26
69.29717
-0.78986
-1.03717
30
70.34
70.81068
-0.65019
-0.47068
31
72.35
72.52125
-0.30093
-0.17125
32
71.25
70.41414
0.09475
0.83586
33
72.24
72.81869
-0.77414
-0.57869
34
70.63
70.08204
0.55044
0.54796
35
69.12
69.26094
0.19064
-0.14094
========================= END OF REPORT==================
88
Lampiran 8 Output K-S model penduga SAR NPAR TESTS
/K-S(NORMAL)=RES_1
/MISSING ANALYSIS.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test VAR00001 N Normal Parameters
35 a,,b
Most Extreme Differences
Mean
.01
Std. Deviation
.983
Absolute
.100
Positive
.100
Negative
-.073
Kolmogorov-Smirnov Z
.591
Asymp. Sig. (2-tailed)
.876
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
89
Lampiran 9 Peta Kondisional variabel RLS ( ), banyak posyandu( ), persentase pemberian ASI eksklusif( ), dan persentase pengangguran( ) Geoda – file –open jateng.shp – explore – parallel conditional plot Output Geoda
90
91