i
MODEL PERUBAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN BREBES DAN CILACAP UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN BERAS PROVINSI JAWA TENGAH
ANDREAS ARI PUTRO DWINANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016 Andreas Ari Putro Dwinanto NRP A156130391
iv
RINGKASAN ANDREAS ARI PUTRO DWINANTO. Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh KHURSATUL MUNIBAH dan UNTUNG SUDADI. Kabupaten Brebes dan Cilacap termasuk tiga kabupaten utama penghasil beras di Provinsi Jawa Tengah. Namun, terjadinya konversi yang menyebabkan penurunan luas baku lahan sawah telah menurunkan kapasitas produksi dan ketersediaan beras per kapita di kedua kabupaten tersebut. Pemodelan perubahan penggunaan lahan dapat diaplikasikan untuk mengantisipasi perubahan pemanfaatan ruang terkait konversi lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Cilacap. Selanjutnya perlu disusun arahan penggunaan lahan agar produksi dan ketersediaan beras di kedua kabupaten di masa mendatang tetap mampu memenuhi minimal 25% kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pola perubahan penggunaan lahan, memprediksi perubahan penggunaan lahan pada tahun 2030, menyusun neraca beras tahun 2030 dan menyusun arahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk mendukung ketersediaan beras di Provinsi Jawa Tengah. Untuk mencapai tujuan tersebut dibangun model perubahan penggunaan lahan dengan pendekatan cellular automata. Masukan model meliputi data penggunaan lahan, matriks transisi perubahan penggunaan lahan hasil analisis Markov chain, data kesesuaian lahan, serta filter default 5x5. Data penggunaan lahan tahun 2005, 2010 dan 2015 diperoleh dari interpretasi dan klasifikasi data citra Landsat. Uji akurasi klasifikasi dilakukan dengan menghitung overall accuracy dan kappa accuracy. Deteksi pola perubahan penggunaan lahan diperoleh dari hasil cross classification. Analisis kesesuaian lahan didasarkan pada karakteristik fisik lahan menggunakan metode matching dengan pendekatan faktor pembatas. Validasi model didasarkan pada nilai kappa yang merepresentasikan tingkat kesesuaian penggunaan lahan hasil simulasi dengan penggunaan lahan aktual tahun 2015. Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes didominasi perubahan dari penggunaan lahan produktif ke lahan terbangun (permukiman) yang mencapai 85,27% (1.028 ha). Di Kabupaten Cilacap, pola perubahan penggunaan dari lahan kurang produktif ke penggunaan yang lebih produktif mencapai 43,34% (245 ha). Hasil validasi menunjukkan bahwa model dengan 8 iterasi yang menghasilkan nilai kappa 0,9285 merupakan model yang paling optimal. Hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2030 di kedua kabupaten menunjukkan bahwa permukiman semakin berkembang sementara lahan sawah mengalami tekanan yang semakin tinggi. Diprediksi pada tahun 2030 terjadi penurunan area lahan sawah seluas 1.554 ha di Kabupaten Brebes dan 333 ha di Kabupaten Cilacap. Kedua kabupaten hingga tahun 2030 diprediksi masih berstatus surplus beras dengan besaran surplus yang terus menurun. Untuk meningkatkan produksi dan menjaga ketersediaan beras, lahan sawah eksisting diarahkan untuk dilindungi, sementara semak belukar diarahkan untuk dikembangkan menjadi lahan sawah. Kata kunci: cellular automata, konversi sawah, Markov chain, neraca beras
v
SUMMARY ANDREAS ARI PUTRO DWINANTO. Land Use Change Model and Direction in Brebes and Cilacap Regencies to Support Rice Availability of Central Java Province. Supervised by KHURSATUL MUNIBAH dan UNTUNG SUDADI. Brebes Regency and Cilacap Regency are two of the top three rice producers in Central Java Province. Land conversion that resulted in the decrease of paddy field raw area in both regencies, however, has been reducing their production capacity and per capita rice availability. Land use change prediction modeling can be applied to anticipate the spatial utilization change related to paddy field conversion in both regencies. Then, land use direction should be arranged in order to maintain rice production and availability in both regencies in the future owing to be able to fulfill at least 25% of the people’s consumption demand of Central Java Province. The objectives of this research are to analyze pattern of land use change, to predict land use change in year 2030, to set up rice availability balance sheet in 2030 and to arrange land use direction in Brebes and Cilacap regencies to support rice availability of Central Java Province. To achieve these objectives, it was built a land use change prediction model with cellular automata approach. Model inputs used were including land use data, transition matrices of land use change as resulted by Markov chain analysis, land use allocation based on land suitability analysis, and default filter 5x5 representing the neighbourhood function. Land use change data of year 2005, 2010, and 2015 were generated from interpretation and classification of Landsat image data. Accuracy test of the land use classification were executed by determining the overall accuracy and kappa accuracy. Detection of the pattern and direction of land use change was derived from the results of cross classification. Land suitability analysis was based on physical land characteristics using matching method with limiting factor approach. Validation of the model was based on the kappa values that represented the suitability level of land uses generated by simulation for year 2015 and the existing land uses of the same year. The pattern of land use change in Brebes Regency was dominated by the conversion of productive land use into built-up or settlement area that reached 85.27% (1,028 ha). In Cilacap Regency, the conversion pattern from less productive to more productive land use change reached 43.34% (245 ha). Validation results showed that a model that using 8 iterations which resulted in kappa values of 0,9285 represented the optimum model. It was predicted that in year 2030 paddy field area in Brebes and Cilacap regencies will be declining of 1.554 ha and of 333 ha, respectively. The availability of rice in both regencies was predicted to be still in surplus status, but with a diminishing rate. In order to increase and maintain rice availability, the existing paddy fields should be protected, while shrub and bush are directed to be developed as rice fields. Keywords: cellular automata, Markov chain, paddy field conversion, rice balance sheet
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
MODEL PERUBAHAN DAN ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN BREBES DAN CILACAP UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN BERAS PROVINSI JAWA TENGAH
ANDREAS ARI PUTRO DWINANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
viii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus
ix Judul Tesis : Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah Nama : Andreas Ari Putro Dwinanto NRP : A156130391
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Khursatul Munibah, MSc Ketua
Dr Ir Untung Sudadi, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 26 Januari 2016
Tanggal Lulus:
x
xi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 adalah perubahan penggunaan lahan sawah dengan judul Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk Mendukung Ketersediaan Beras Provinsi Jawa Tengah. Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc dan Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc selaku komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis. 2. Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SPS IPB dan penguji luar komisi atas segala masukan dan arahan dalam penyempurnaan tesis ini. 3. Segenap dosen, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SPS IPB. 4. Kementerian Pertanian c.q. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) atas pembiayaan melalui beasiswa BPPSDMP selama penulis menempuh studi. 5. Bapak Ibu staf instansi pemerintahan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. 6. Rekan-rekan PWL angkatan 2013 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis. Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada istri Veronica Rosa Susanti dan anak Maura Velove Andrearosalie dan Mikha Varen Andreano, serta kedua orang tua tercinta dan seluruh keluarga besar atas segala doa, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2016 Andreas Ari Putro Dwinanto
xii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
ii iii iv
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitan 2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Perubahannya Konversi Lahan Sawah dan Dampaknya terhadap Produksi Beras Model Perubahan Penggunaan Lahan 3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Rancangan Alir Penelitian Jenis dan Sumber Data Analisis Data Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Neraca Beras Arahan Penggunaan Lahan Mendukung Ketersediaan Beras 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Wilayah Administrasi Kondisi Umum Wilayah Topografi Iklim Penduduk Pertanian Padi 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Penggunaan Lahan Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Kesesuaian Lahan Validasi Model Prediksi Penggunaan Lahan Tahun 2030 Neraca Beras Arahan Penggunaan Lahan Mendukung Ketersediaan Beras 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
1 1 2 4 5 5 5 7 7 7 10 12 12 13 13 14 14 18 21 21 23 23 24 24 25 26 27 29 29 38 38 39 40 43 44 48 48 48
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
49 53 62
xiii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Jenis dan sumber data yang digunakan Matrik hubungan antara tujuan, data, sumber data, metode analisis dan keluaran Matrik kesalahan klasifikasi Matrik perubahan penggunaan lahan Kriteria kesesuaian untuk lahan sawah Kriteria kesesuaian untuk tegalan/ladang Kriteria kesesuaian untuk kebun/kebun campuran Kriteria kesesuaian untuk tambak Kriteria kesesuaian untuk permukiman Kriteria kesesuaian untuk hutan Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap tahun 1981-1997 Luas panen, produktivitas, produksi dan IP padi sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap tahun 1995-2014 Hasil uji akurasi klasifikasi Penggunaan lahan Kabupaten Brebes tahun 2005, 2010 dan 2015 Penggunaan lahan Kabupaten Cilacap tahun 2005, 2010 dan 2015 Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap Matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010 Matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015 Prediksi penggunaan lahan Kabupaten Brebes tahun 2030 Prediksi penggunaan lahan Kabupaten Cilacap tahun 2030 Neraca beras Kabupaten Brebes Neraca beras Kabupaten Cilacap Kontribusi Kabupaten Brebes terhadap ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah Kontribusi Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah Kontribusi Kabupaten Brebes terhadap ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah hasil simulasi skenario 1 dan 2 Kontribusi Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah hasil simulasi skenario 1 dan 2
14 15 17 18 18 18 19 19 19 19 27 28 29 30 30 32 33 40 41 42 42 44 44 45 45 46 47
xiv
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Hubungan kepadatan penduduk dan proporsi luas sawah terhadap luas wilayah di Provinsi Jawa Tengah Kontribusi produksi beras Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap Kerangka pemikiran Wilayah penelitian Diagram alir penelitian Peta administrasi wilayah penelitian Peta kemiringan lereng wilayah penelitian Peta elevasi wilayah penelitian Peta curah hujan wilayah penelitian Citra sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan kualitas Penggunaan lahan tahun 2005 Penggunaan lahan tahun 2010 Penggunaan lahan tahun 2015 Perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010 Perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015 Konversi lahan sawah tahun 2005-2010 Konversi lahan sawah tahun 2010-2015 Pola konversi lahan sawah terhadap topografi lahan Pola konversi lahan sawah terhadap elevasi Pola konversi lahan sawah terhadap jarak dari jalan Pola konversi lahan sawah terhadap kepadatan penduduk Kesesuaian lahan sawah dan tegalan/ladang Kesesuaian lahan kebun/kebun campuran dan permukiman Kesesuaian lahan tambak dan hutan Nilai kappa pada setiap iterasi Prediksi penggunaan lahan tahun 2030 Arahan penggunaan lahan mendukung ketersediaan beras
3 4 6 12 13 23 24 25 26 29 31 31 32 34 34 36 36 37 37 37 38 38 39 39 40 42 47
xv
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Koreksi geometrik citra satelit Landsat Uji akurasi klasifikasi penggunaan lahan Peta persebaran titik-titik pengamatan lapangan Matrik perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes Matrik perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap Contoh perhitungan validasi model pada iterasi ke-8 (nilai kappa) Hasil perhitungan validasi model (nilai kappa)
54 55 57 58 59 60 61
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pidato Presiden Soekarno tanggal 27 April 1952 pada peletakan batu pertama Gedung Fakultas Pertanian, Universitas Indonesia yang menjadi cikal bakal berdirinya Institut Pertanian Bogor (IPB), memberikan gambaran arti pentingnya ketersediaan pangan bagi suatu bangsa. Di awal pidatonya yang berjudul Soal Hidup atau Mati, Presiden Soekarno mengemukakan sebuah pertanyaan mendasar, “cukupkah persediaan makan rakyat kita dikemudian hari?”. Presiden Soekarno sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menempatkan masalah ketersediaan pangan sebagai kunci hidup atau matinya suatu bangsa. Kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan inilah yang terus diupayakan dari pemerintahan satu ke pemerintahan berikutnya, terutama ketersediaan beras sebagai bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Lahan sawah memegang peranan penting dalam penyediaan kebutuhan beras. Produksi beras di Indonesia 94% dihasilkan dari usahatani padi sawah, sisanya dihasilkan dari usahatani padi lahan kering. Dengan luas wilayah hanya 7% daratan Indonesia, Pulau Jawa masih menjadi penyumbang produksi beras terbesar, mencapai 53% dari total produksi beras nasional (Widiatmaka et al. 2014). Salah satu provinsi di Pulau Jawa dengan kontribusi produksi beras yang signifikan terhadap produksi beras nasional adalah Provinsi Jawa Tengah. Produksi beras Provinsi Jawa Tengah periode tahun 2010-2014 mampu menyumbangkan rata-rata 15% dari total produksi beras nasional (Pusdatin 2014a). Dari 35 jumlah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap termasuk dalam tiga teratas kabupaten dengan kontribusi produksi beras terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Pada periode tahun 2010-2014, Kabupaten Brebes berkontribusi rata-rata 11% dan Kabupaten Cilacap berkontribusi rata-rata 15% dari total kebutuhan konsumsi beras penduduk Provinsi Jawa Tengah (BPS 2015a; BPS 2015b; Pusdatin 2014a). Statistik pertanian menunjukkan laju produksi padi sawah terus berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Pada periode tahun 2010-2014 laju produksi padi sawah di Kabupaten Brebes menurun 4,70% dan di Kabupaten Cilacap menurun 6,50% (BPS 2015a; BPS 2015b). Ketersediaan lahan sawah menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika produksi padi sawah. Penurunan laju produksi padi sawah salah satunya disebabkan oleh ketersediaan lahan sawah yang mengalami pertumbuhan negatif akibat masifnya kegiatan konversi lahan sawah. Konversi lahan sawah mengakibatkan terjadinya pelambatan kapasitas produksi pangan (Sudaryanto 2002). Khakim et al. (2013) dalam penelitiannya menyatakan luas sawah berpengaruh sangat signifikan terhadap produksi padi di Provinsi Jawa Tengah. Koefisien input produksi pada faktor produksi luas sawah 1,08, artinya bahwa jika terjadi pengurangan luas sawah 1% maka ada kecenderungan produksi padi akan menurun 1,08%. Konversi lahan sawah terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian. Persaingan terhadap pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu keterbatasan sumber daya lahan, pertambahan penduduk dan
2
pertumbuhan ekonomi (Irawan 2008). Munibah et al. (2009) dalam penelitiannya menyatakan pertambahan jumlah penduduk akan mempengaruhi luas lahan pertanian dan cenderung mengikuti model linier (menurut persamaan y=0,085x+31.123, dimana y adalah luas lahan pertanian dan x adalah jumlah penduduk, dengan nilai R2 0,72). Data statistik di Kabupaten Brebes menunjukkan kepadatan penduduk pada tahun 1995-2010 meningkat dari 939 jiwa/km2 menjadi 1.044 jiwa/km2, sementara lahan sawah mengalami pengurangan seluas 3.646 ha. Rata-rata Kabupaten Brebes kehilangan produksi beras 1.196 ton per tahun akibat terjadinya konversi lahan sawah. Demikian halnya di Kabupaten Cilacap, pada tahun 1995-2010 kepadatan penduduk meningkat dari 725 jiwa/km2 menjadi 818 jiwa/km2, sementara lahan sawah mengalami pengurangan seluas 223 ha. Rata-rata Kabupaten Cilacap kehilangan produksi beras 103 ton per tahun akibat terjadinya konversi lahan sawah (BPS 2015a; BPS 2015b). Laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan dampak konversi lahan sawah akan semakin mengancam ketersediaan beras per kapita. Terlebih lagi konversi lahan sawah di Pulau Jawa akan memberikan dampak negatif yang lebih besar, yaitu menyebabkan penurunan ketersediaan beras per kapita 8,31%, dibandingkan konversi lahan sawah di luar Jawa yang menyebabkan penurunan ketersediaan beras per kapita 7,50% (Purbiyanti 2013). Penurunan ketersediaan beras per kapita juga terjadi baik di Kabupaten Brebes maupun Kabupaten Cilacap. Ketersediaan beras per kapita pada tahun 2010 di Kabupaten Brebes 210,87 kg/kapita/tahun menurun menjadi 197,20 kg/kapita/tahun di tahun 2014, demikian pula di Kabupaten Cilacap terjadi penurunan ketersediaan beras per kapita dari 294,64 kg/kapita/tahun di tahun 2010 menjadi 272,60 kg/kapita/tahun di tahun 2014 (BPS 2015a; BPS 2015b). Menurunnya laju produksi beras akibat konversi lahan sawah juga mengakibatkan penurunan kontribusi Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah. Periode tahun 2010-2014, rasio produksi beras di Kabupaten Brebes terhadap total ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah menurun dari 11,65% di tahun 2010 menjadi 10,74% di tahun 2014. Rasio produksi beras di Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah pada periode tersebut juga menurun dari 16,39% di tahun 2010 menjadi 14,86% di tahun 2014 (BPS 2015a; BPS 2015b; Pusdatin 2014a).
Perumusan Masalah Sebagai konsekuensi logis dari perkembangan wilayah, secara ekonomi lahan akan dimanfaatkan sesuai kaidah pemanfaatan terbaik dengan hasil tertinggi. Namun fenomena konversi lahan sawah tidak bisa semata-mata hanya ditinjau dari segi ekonomi. Lahan sawah juga memberikan manfaat yang luas dari segi sosial dan lingkungan. Dari segi sosial misalnya terkait dengan ketersediaan pangan, konversi lahan sawah ke lahan non-sawah dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ketersediaan beras. Penurunan ketersediaan beras per kapita di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap menunjukkan laju pertumbuhan produksi beras sudah tidak mampu lagi mengimbangi tingginya laju pertumbuhan penduduk. Laju
3
pertumbuhan produksi beras terus menurun sebagai akibat menurunnya luas baku lahan sawah karena proses konversi lahan sawah. Model perubahan penggunaan lahan bisa menjadi instrumen untuk memahami dinamika konversi lahan sawah dan dampaknya terhadap ketersediaan beras di suatu wilayah. Model perubahan penggunaan lahan dapat dimanfaatkan sebagai sistem peringatan dini terhadap dampak perubahan penggunaan lahan di masa depan (Latuamury 2013). Bila pola perubahan yang berlangsung dalam suatu rentang waktu dimodelkan secara dinamik dan berbasis spasial maka akan diperoleh informasi tentang lokasi (where) dan luas (how much) yang dimungkinkan terjadi di masa depan. Model perubahan penggunaan lahan yang didalamnya memuat prediksi konversi lahan sawah diperlukan sebagai bahan antisipasi terhadap perubahan fungsi pemanfaatan ruang terutama fungsi lahan sawah sebagai penyedia beras.
P roporsi Luas Sawah Terhadap Luas Wilayah (%)
60,00 21
45
21 10 19 28 11
50,00
40,00
30,00
20,00
35
14 18 27 2927 8 8 15 15 5 5 26 1 26 1761 13 17 25 3 6 2513 3 20 20 16 24 22 16 24 22 2 239 23 2 9 127
4
4
1
29
1
30
14 1829
12 7
29
40
10 19 2811
25 700
900
1100
34
34 35
32
10,00
35
32 30 30
33
33
31
31
0,00 0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
Kepadatan P enduduk (Jiwa/km2) Tahun 1995
Tahun 2010
1 Kab. Cilacap
8 Kab. Magelang
15 Kab. Grobogan 22 Kab. Semarang
2 Kab. Banyumas
9 Kab. Boyolali
16 Kab. Blora
23 Kab. Temanggung 30 Kota Magelang
3 Kab. P urbalingga
10 Kab. Klaten
29 Kab. Brebes
17 Kab. Rembang
24 Kab. Kendal
31 Kota Surakarta
4 Kab. Banjarnegara 11 Kab. Sukoharjo
18 Kab. P ati
25 Kab. Batang
32 Kota Salatiga
5 Kab. Kebumen
12 Kab. Wonogiri
19 Kab. Kudus
26 Kab. P ekalongan
33 Kota Semarang
6 Kab. P urworejo
13 Kab. Karanganyar 20 Kab. Jepara
27 Kab. P emalang
34 Kota P ekalongan
7 Kab. Wonosobo
14 Kab. Sragen
28 Kab. Tegal
35 Kota Tegal
21 Kab. Demak
Gambar 1 Hubungan kepadatan penduduk dan proporsi luas sawah terhadap luas wilayah di Provinsi Jawa Tengah Kajian model perubahan penggunaan lahan dipandang perlu dilakukan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes merupakan kabupaten yang saling berbatasan mewakili tipologi Pulau Jawa bagian selatan dan tipologi Pulau Jawa bagian utara. Luas sawah Kabupaten Cilacap kedua terbesar di Provinsi Jawa Tengah (6,39% dari total luas sawah Provinsi Jawa Tengah) dan luas sawah Kabupaten Brebes ketiga terbesar di Provinsi Jawa Tengah (6,32% dari total luas sawah Provinsi Jawa Tengah).
4
Kepadatan penduduk Kabupaten Brebes lebih tinggi daripada Kabupaten Cilacap, dengan laju pengurangan sawah di Kabupaten Brebes lebih besar daripada laju pengurangan sawah di Kabupaten Cilacap (Gambar 1). Arahan penggunaan lahan diperlukan sebagai antisipasi terus menurunnya ketersediaan lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap yang berdampak pada melambatnya kapasitas produksi beras dari usahatani padi sawah. Di masa mendatang, produksi beras dari lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap diharapkan tetap mampu memenuhi minimal 25% ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah, dengan rincian Kabupaten Brebes berkontribusi minimal 10% dan Kabupaten Cilacap berkontribusi minimal 15% (Gambar 2).
Gambar 2 Kontribusi produksi beras Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap Dari beberapa uraian di atas, maka yang menjadi pertanyaan untuk dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap? 2. Bagaimana prediksi perubahan penggunaan lahan pada tahun 2030 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap? 3. Bagaimana prediksi neraca beras pada tahun 2030 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap? 4. Bagaimana arahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk mendukung ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah?
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. 2. Memprediksi perubahan penggunaan lahan pada tahun 2030 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap.
5
3. Menyusun neraca beras pada tahun 2030 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. 4. Menyusun arahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Cilacap untuk mendukung ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan terkait perubahan penggunaan lahan khususnya lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap dalam upaya mendukung tercapainya target kontribusi ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah.
Kerangka Pemikiran Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap termasuk kabupaten penghasil beras utama di Provinsi Jawa Tengah. Produksi beras dari padi sawah yang dihasilkan tidak semata-mata hanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan konsumsi beras penduduk di kedua kabupaten tersebut. Sebagai kabupaten penghasil beras utama, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap mempunyai tanggung jawab untuk berkontribusi terhadap ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk di Provinsi Jawa Tengah. Kapasitas produksi beras di kedua kabupaten diupayakan dapat terus meningkat agar dapat mengimbangi kebutuhan konsumsi beras yang semakin meningkat seiring pesatnya laju pertumbuhan penduduk. Konversi lahan sawah mempengaruhi kapasitas produksi beras dari usahatani padi sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Kecenderungan tersebut terus berlanjut hingga saat ini. Laju pertumbuhan beras menurun, di sisi lain laju pertumbuhan penduduk terus meningkat. Jika fenomena tersebut terus berlangsung, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap terancam tidak lagi menjadi penghasil beras utama di Provinsi Jawa Tengah. Model perubahan penggunaan lahan diperlukan untuk mengetahui kondisi penggunaan lahan di masa yang akan datang, termasuk didalamnya prediksi konversi lahan sawah. Prediksi konversi lahan sawah di masa mendatang menjadi acuan dalam menyusun kemungkinan-kemungkinan arahan penggunaan lahan terbaik untuk mempertahankan tingkat ketersediaan beras di wilayah penelitian. Bagan alir kerangka pemikiran pada penelitian ini tersaji pada Gambar 3.
Ruang Lingkup Penelitan Terkait dengan ketersediaan beras, kajian perubahan penggunaan lahan pada penelitian ini menitikberatkan pembahasan pada tipe penggunaan lahan sawah. Ketersediaan beras pada penelitian ini merupakan ketersediaan untuk kebutuhan konsumsi penduduk yang didasarkan pada kemampuan produksi yang berasal dari lahan sawah dan tidak memperhitungkan ketersediaan untuk pakan, benih dan tercecer serta kegiatan impor ekspor. Pada penelitian ini produksi beras
6
dari usahatani padi ladang tidak diperhitungkan karena rasio produksi beras dari usahatani padi ladang terhadap total ketersediaan beras di kedua kabupaten ratarata hanya 4%.
Gambar 3 Kerangka pemikiran
7
2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Perubahannya Menurut FAO dalam Briassoulis (2000) mendefiniskan lahan sebagai tempat di permukaan bumi yang sifat-sifatnya saling berkaitan satu sama lain, memiliki atribut mulai dari biosfer atmosfer, batuan induk, bentuk-bentuk lahan, tanah dan ekologinya, hidrologi, tumbuh-tumbuhan, hewan dan hasil dari aktivitas manusia pada masa lalu dan sekarang dimana variabel tersebut berpengaruh nyata pada penggunaan oleh manusia saat ini dan akan datang. Arsyad (2010) mendefinisikan penggunaan lahan sebagai setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual Penggunaan lahan dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu: (1) penggunaan lahan pertanian yang dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditas yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut; dan (2) penggunaan lahan non pertanian seperti penggunaan lahan pemukiman kota atau desa, industri, rekreasi, dan sebagainya. Istilah penggunaan lahan berbeda dengan tutupan lahan. Terdapat perbedaan yang prinsip dalam kedua peristilahan tersebut. Penggunaan lahan mengandung aspek menyangkut aktifitas pemanfaatan lahan oleh manusia sedangkan penutupan lahan lebih bernuansa fisik (Rustiadi et al. 2009). Tutupan lahan merupakan keadaan biofisik dari permukaan bumi dan lapisan di bawahnya. Tutupan lahan menjelaskan keadaan fisik permukaan bumi sebagai lahan pertanian, gunung atau hutan (Herold et al. 2006). Tutupan lahan adalah atribut dari permukaan dan bawah permukaan lahan yang mengandung biota, tanah, topografi, air tanah dan permukaan, serta struktur manusia. Sedangkan penggunaan lahan adalah tujuan manusia dalam mengeksploitasi tutupan lahan (Lambin et al. 2003). Lahan digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia dengan tujuan yang beragam. Perubahan penggunaan lahan terjadi ketika pengguna lahan memutuskan untuk mengarahkan sumber daya ke arah tujuan yang berbeda, dengan dampak yang diinginkan dan maupun yang tidak dinginkan. Penyebab dari perubahan penggunaan adalah kelangkaan sumberdaya; perubahan kesempatan akibat pasar; intervensi kebijakan dari luar; hilangnya kapasitas adaptasi dan meningkatnya kerentanan; perubahan dalam organisasi sosial dalam mengakses sumberdaya dan dalam tingkah laku (Lambin et al. 2003). Analisis perubahan penggunaan lahan pada dasarnya analisis hubungan antara orang dan lahan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa, kapan, bagaimana, dan dimana perubahan penggunaan lahan terjadi. Tujuan dari analisis perubahan penggunaan lahan adalah dalam bentuk: deskripsi atau penjelasan, explanation (eksplanasi), prediksi, impact assessment (kajian dampak), prescription dan evaluasi (Briassoulis 2000).
Konversi Lahan Sawah dan Dampaknya terhadap Produksi Beras Salah satu permasalahan akibat meningkatnya perkembangan suatu wilayah adalah persaingan tajam dalam pemanfaatan lahan. Persaingan ini didorong oleh peningkatan kebutuhan sumberdaya lahan untuk berbagai jenis kebutuhan.
8
Kebutuhan pangan membutuhkan lahan untuk produksi sedangkan permukiman dan sarana pelayanan umum membutuhkan kawasan permukiman dan lahan terbangun. Dalam kondisi demikian penggunaan lahan sawah akan berpeluang besar untuk dialihfungsikan (Sitorus et al. 2011). Konversi lahan sawah adalah suatu proses yang disengaja oleh manusia (anthropogenic), bukan suatu proses alami (Agus 2004). Konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius terhadap ketahanan pangan nasional karena dampaknya bersifat permanen. Lahan sawah yang telah terkonversi ke penggunaan lain di luar pertanian sangat kecil peluangnya untuk berubah kembali menjadi lahan sawah (Pasandaran 2006). Beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan masifnya konversi lahan sawah (pertanian lahan basah) seperti di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bandung Barat. Dalam kurun waktu 10 tahun (1997-2007) terjadi konversi lahan sawah 11.078 ha di Kabupaten Tangerang, sementara di Kabupaten Bandung Barat dalam kurun waktu 10 tahun (1998-2008) terjadi konversi lahan sawah 309 ha (Sitorus et al. 2009; Sitorus et al. 2011). Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dampak konversi terhadap produksi beras. Sumaryanto et al. (2001) dalam penelitiannya menyebutkan konversi lahan sawah di Pulau Jawa, sebagai sentra utama penghasil beras Indonesia, rata-rata lebih dari 22.000 ha/tahun. Sebagian besar lahan sawah yang terkonversi merupakan sawah beririgasi teknis/semiteknis dengan produktivitas yang tinggi. Konversi lahan sawah tersebut mempunyai potensi ancaman yang nyata terhadap kapasitas nasional dalam mewujudkan pasokan pangan yang aman untuk mendukung ketahanan pangan. Dampak negatif dari konversi lahan sawah adalah terjadinya degradasi ketahanan pangan nasional. Semakin tinggi produktivitas lahan sawah yang terkonversi, semakin tinggi pula kerugian yang terjadi. Kerugian tersebut berupa hilangnya kesempatan kapasitas untuk memproduksi padi antara 4,5-12,5 ton/ha/tahun, tergantung pada kualitas lahan sawah yang bersangkutan. Irawan dan Friyatno (2002) dalam penelitiannya menyatakan dampak konversi lahan sawah terhadap masalah pangan bersifat kumulatif. Dampak konversi lahan yang terjadi pada tahun tertentu tidak hanya dirasakan pada tahun yang bersangkutan tetapi dirasakan pula pada tahun-tahun selanjutnya. Konversi lahan sawah di Jawa selama kurun waktu 18 tahun (1981-1998) telah menyebabkan hilangnya 50,9 juta ton gabah atau sekitar 2,82 juta ton gabah per tahun. Kehilangan produksi pangan tersebut setara 1,7 juta ton beras per tahun. Jumlah kehilangan produksi beras tersebut hampir sebanding dengan jumlah impor beras pada tahun 1984-1997 yang berkisar antara 1,5 juta hingga 2,5 juta ton beras per tahun. Apabila konversi lahan sawah dapat ditekan maka hal itu akan memberikan dampak besar bagi pengadaan beras nasional. Sebagian besar pengurangan produksi padi akibat konversi lahan sawah terjadi di Jawa Timur dengan proporsi sekitar 44,2 persen (22,5 juta ton Padi) dari total pengurangan produksi di Jawa. Posisi kedua dan seterusnya ditempati oleh Jawa Tengah, Jawa Barat dan Yogyakarta, dimana kehilangan produksi Padi akibat konversi lahan sawah mencapai 15,9 juta, 10,8 juta dan 1,7 juta ton Padi. Sudaryanto (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pada periode 1981-1999, pengurangan lahan sawah di Indonesia mencapai 1.627.514 ha. Di Jawa terjadi konversi ke nonpertanian seluas 1.002.055 ha atau 61,57%, sedangkan di luar Jawa terjadi konversi seluas 625.459 ha atau 38,43%. Konversi lahan yang
9
terjadi selama tahun 1981-1999 telah menyebabkan kehilangan produksi padi 8,89 juta ton dengan rincian kehilangan produksi di Jawa sekitar 6,86 juta ton dan di luar Jawa 2.03 juta ton. Hal ini berarti setiap tahunnya 0,47 juta ton produksi padi hilang akibat konversi lahan sawah. Konversi lahan pertanian ke nonpertanian umumnya terjadi di wilayah perkotaan sebagai konsekuensi perluasan kota yang didorong oleh perbedaan pertumbuhan ekonomi yang terlalu besar antara wilayah perkotaan dengan wilayah pedesaan. Melihat kenyataan dampak kehilangan produksi akibat konversi lahan sawah di Jawa yang mencapai 1 juta ha selama periode 1981-1999, serta mempertimbangkan relatif kecilnya kemungkinan pengembangan lahan sawah di Jawa, maka konversi lahan sawah di Jawa sudah perlu dikendalikan. Penelitian Maulana (2004) menyatakan produksi padi memang meningkat pada periode 1980-1984 32,01 juta ton menjadi 47,62 juta ton pada periode 19952001, tetapi laju pertumbuhan turun dari 6,29% per tahun menjadi 1,01%. Penurunan laju pertumbuhan produksi padi sawah tidak menguntungkan bagi ketahanan pangan nasional di masa datang karena permintaan beras terus meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan. Ketersediaan lahan sawah memiliki peranan sangat penting terhadap dinamika produksi padi sawah. Program pencetakan sawah oleh pemerintah dapat memperluas sawah yang tersedia untuk ditanami. Tetapi luas sawah yang tersedia juga dapat berkurang akibat dikonversi ke penggunaan di luar pertanian seperti untuk pembuatan jalan, kompleks perumahan, kawasan industri dan sebagainya. Luas sawah selama 1980-2001 mengalami pelambatan pertumbuhan, bahkan pada periode 1995-2001 luas sawah Indonesia mengalami pertumbuhan negatif. Khusus di Jawa laju pertumbuhan negatif telah terjadi sejak pertengahan dekade 1980. Pelambatan pertumbuhan luas sawah berpengaruh terhadap produksi padi sawah nasional karena terjadi kehilangan produksi padi akibat alih fungsi lahan dari pertanian ke nonpertanian. Penelitian Irawan (2005) menegaskan bahwa dampak konversi lahan sawah terhadap masalah pangan yang tidak dapat segera dipulihkan, disebabkan oleh 4 alasan, yaitu: (1) lahan sawah yang sudah terkonversi tidak akan bisa kembali menjadi sawah (sifat permanen); (2) pencetakan sawah baru membutuhkan waktu yang panjang, sekitar 10 tahun; (3) sumber daya yang bisa dijadikan sawah semakin terbatas; dan (4) peningkatan produktivitas usahatani padi juga sulit dilakukan akibat stagnasi inovasi teknologi. Swasembada beras secara mandiri tidak akan tercapai apabila laju konversi lahan sawah terus berlanjut sebagaimana keadaan tahun 1992-2002 (0,77%/tahun). Swasembada beras akan tercapai apabila laju konversi lahan di Jawa dan luar Jawa dapat ditekan masing-masing sampai nol persen dan 0,72%/tahun mulai tahun 2010. Kebijakan perluasan areal lahan sawah di luar Jawa sebanyak satu juta hektar selama lima tahun tidak akan cukup untuk mencapai kondisi swasembada beras dalam 15 tahun ke depan selama laju konversi lahan sawah dan tingkat produktivitas padi tetap tidak berubah. Penelitian Purbiyanti (2013) menyatakan lahan sawah merupakan faktor penting dalam meningkatkan ketersediaan beras dalam jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga konversi lahan sawah yang terjadi akan mengancam ketersediaan beras per kapita. Ketersediaan beras per kapita dipengaruhi secara signifikan oleh perubahan harga riil gabah tingkat petani di Indonesia, rasio luas areal panen padi dengan jumlah penduduk total di Indonesia, konversi lahan sawah di Indonesia, jumlah beras impor Indonesia, tren waktu, dan ketersediaan beras per
10
kapita tahun sebelumnya. Tetapi hanya rasio luas areal panen padi dengan jumlah penduduk total di Indonesia yang memiliki respon elastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berdasarkan beberapa temuan empiris dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa konversi lahan sawah berdampak terhadap penurunan kapasitas produksi beras yang berakibat pada penurunan ketersediaan beras.
Model Perubahan Penggunaan Lahan Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik (sebab akibat). Karena model merupakan abstraksi dari suatu realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap bila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas itu sendiri (Marimin 2005). Model perubahan penggunaan lahan dapat didefinisikan sebagai alat untuk mendukung analisis penyebab dan konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan (Verburg et al. 2004). Model perubahan penggunaan lahan dapat memainkan peran penting dalam penilaian dampak dari kegiatan masa lalu di bidang lingkungan maupun sosialekonomi. Pendekatan dan simulasi dari interaksi lokasi dengan lingkungan secara langsung telah terbukti secara empiris menjadi pendorong penting terjadinya perubahan penggunaan lahan (O'Sullivan dan Torrens 2000; Verburg et al. 2004). Secara umum Briassoulis (2000) menggambarkan klasifikasi pemodelan untuk analisis penggunaan lahan dan perubahannya. Model-model ini dikelompokkan ke dalam lima kelompok besar yaitu model statistik dan ekonometrik, model interaksi spasial, model optimisasi, model terpadu (intergrated model) dan pendekatan model lainnya. Sebagai alat pembelajaran dalam mengungkap faktor pendorong dan dinamika sistem perubahan penggunaan lahan, model perubahan penggunaan lahan berperan penting dalam mengeksplorasi perkembangan sistem penggunaan lahan masa depan. Sistem fungsional dari model perubahan penggunaan lahan dapat digali melalui skenario dan visualisasi konfigurasi penggunaan lahan, sehingga menghasilkan keputusan kebijakan dan perkembangan sistem penggunaan lahan. Eksplorasi dan kapasitas proyektif, memungkinkan model penggunaan lahan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan pembelajaran lingkungan bagi para pemangku kepentingan (Latuamury 2013). Penelitian tentang pemodelan penggunaan lahan dan lahan sawah secara khusus telah banyak di lakukan. Oh et al. (2010) memprediksi terjadinya konversi lahan sawah berdasarkan skenario perubahan iklim menggunakan model CLUE di Yongin, Icheon, and Anseong, Korea Selatan. Berdasarkan skenario iklim, sebagian besar lahan sawah di wilayah penelitian terkonversi menjadi permukiman. Warlina (2007) dalam penelitiannya berupaya membangun model perubahan penggunaan lahan untuk konsep penataan ruang dalam kerangka pembangunan wilayah yang berkelanjutan di wilayah Kabupaten Bandung. Dari penelitiannya merekomendasikan bahwa model perubahan penggunaan lahan dan informasi tingkat berkelanjutan wilayah dapat merupakan pelengkap dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai produk dari perencanaan wilayah. Perencanaan wilayah tersebut
11
merupakan bagian dari penataan ruang dalam kerangka pembangunan wilayah berkelanjutan. Salah satu model penggunaan lahan yang saat ini berkembang adalah model dengan menggunakan pendekatan cellular automata. Metode cellular automata (CA) merupakan model matematika yang sangat cocok untuk meniru proses spasial yang kompleks atas dasar aturan keputusan sederhana (Wolfram, 1984). Sesuai dengan namanya, CA berisi sejumlah sel (cell) yang memiliki nilai tertentu. Setiap sel dapat berubah mengikuti suatu prinsip transisi tertentu (transition rule). CA terdiri dari empat komponen yang saling berinteraksi yaitu universe (dimensi ruang dari sel/cell space), states (keadaan /nilai yang mungkin dicapai oleh suatu sel), neigborhood (jumlah sel tetangga yang dipertimbangkan dalam penentuan nilai dari suatu sel) dan transition (seperangkat aturan yang digunakan dalam penentuan nilai dari suatu sel) (Chen et al. 2002). Penelitian tentang pemodelan penggunaan lahan dengan pendekatan cellular automata juga telah banyak dilakukan. Munibah (2008) dalam penelitiannya menyusun model spasial perubahan penggunaan lahan kaitannya dengan arahan penggunaan lahan berwawasan lingkungan di DAS Cidanau Banten dengan pendekatan cellular automata. Dari penelitian ini tersusun arahan penggunaan lahan di wilayah penelitian yang mempertimbangkan aspek konservasi lahan sehingga dapat meminimumkan erosi. Komarudin (2013) dalam penelitiannya menyusun model perubahan penggunaan lahan pesisir dalam upaya mendukung rencana tata ruang wilayah Kabupaten Karawang dengan pendekatan cellular automata. Dari penelitian ini tersusun arahan penggunaan lahan di wilayah pesisir yang mempunyai nilai inkosistensi terendah dan paling kompatibel terhadap implementasi RTRW tahun 2030. Susilo (2013) dalam penelitiannya mengintegrasikan sistem informasi geografis (SIG) dan cellular automata untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran kota Yogyakarta. Integrasi sistem informasi geografi (SIG) dan cellular automata sangat potensial diterapkan untuk keperluan pemodelan spasial. Output model bersifat proyektif dengan mengintegrasikan aspek spasial dan non spasial. Hasil pemodelan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam kegiatan evaluasi maupun perencanaan tata guna lahan. Berbagai skenario dapat disusun untuk meminimalisir dampak negatif dari terjadinya perubahan penggunaan lahan di pinggiran kota Yogyakarta. Amalia (2015) dalam penelitiannya menyusun model perubahan penggunaan lahan sawah di Kabupaten karawang. Dari hasil penelitian ini diprediksi ketersediaan lahan sawah di Kabupaten Karawang akan terus menurun dan terjadi pengurangan 15.486 ha sawah di tahun 2030. Dari beberapa penelitian di atas, penulis mencoba menyusun model perubahan dan arahan penggunaan lahan berbasis pendekatan cellular automata di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap terkait dengan ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah.
12
3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 – Oktober 2015 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. Wilayah penelitian secara geografis terletak di 108o4’30” – 109o30’30” BT dan 6o44’56,5” – 7o45’20” LS serta berbatasan sebelah selatan dengan Samudera Hindia, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tegal dan Kabupaten Banyumas, serta sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat. Peta wilayah penelitian disajikan dalam Gambar 4.
Indonesia
Gambar 4 Wilayah penelitian
Pulau Jawa
13
Rancangan Alir Penelitian Metode penelitian dirancang berdasarkan kerangka pemikiran yang diimplementasikan ke dalam tahapan pekerjaan sebagai proses untuk menjawab tujuan penelitian sebagaimana tersaji pada Gambar 5.
Gambar 5 Diagram alir penelitian
Jenis dan Sumber Data Jenis data primer pada penelitian ini berupa Citra Satelit Landsat tahun perekaman 2005, 2010 dan 2015 dari situs penyedia data citra satelit. Data sekunder berupa peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), peta satuan lahan, peta lereng, peta elevasi, peta curah hujan, data temperatur, data Indeks Pertanaman (IP), data produktivitas, data konsumsi beras dan data jumlah penduduk yang diperoleh
14
dengan melakukan penelusuran ke instansi pemilik data, penelusuran situs internet dan pelaksanaan studi pustaka. Jenis dan sumber data selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan No 1 2 3 4 5 6
Data Citra satelit Landsat tahun 2005, 2010 dan 2015 Peta RBI Peta satuan lahan Peta lereng dan elevasi Peta curah hujan dan data temperatur Data IP, produktivitas, konsumsi beras dan jumlah penduduk
Skala Resolusi 15x15 m 1 : 25.000 1 : 250.000 1 : 50.000 -
Bentuk Digital Digital Digital Digital Digital Digital
Sumber http://earthexplorer.usgs .gov/ BIG BPPSDLP DEM SRTM BMKG dan Bappeda Kabupaten Dinas Pertanian dan BPS Kabupaten
Analisis Data Analisis data dilakukan berdasarkan tujuan penelitian. Hubungan antara tujuan, data, sumber data, metode analisis dan hingga menghasilkan keluaran disajikan pada Tabel 2. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pengolahan Citra Satelit Data citra satelit Landsat digunakan untuk mendapatkan data penggunaan lahan tahun 2005, 2010 dan 2015 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Citra satelit Landsat 7 digunakan untuk mendapatkan penggunaan lahan tahun 2005 dan 2010, sedangkan citra satelit Landsat 8 digunakan untuk mendapatkan penggunaan lahan tahun 2015. Proses pengolahan citra satelit dilakukan untuk menjaga kualitas informasi sesuai sifat dan karakteristik citra sehingga membantu mempermudah pelaksanaan ekstraksi data penggunaan lahan. Proses pengolahan meliputi koreksi geometri, mosaik citra, perbaikan stripping (khusus pada citra satelit Landsat 7) dan fusi/penajaman citra (pan sharpening). Koreksi geometrik dilakukan untuk mengurangi distorsi geometrik selama proses akuisisi citra sehingga geometri citra semaksimal mungkin sesuai dengan keadaan asli di lapangan. Metode yang dipilih dalam proses ini adalah metode image to image dengan memanfaatkan Citra Satelit Ikonos wilayah penelitian yang telah terkoreksi geometrik. Akurasi koreksi geometrik diukur dengan nilai RMSerror (Root Mean Square Error) mengikuti persamaan (Jensen 1996): 𝑅𝑀𝑆 − 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 = √(𝑥 ′ − 𝑥°)2 + (𝑦 ′ − 𝑦°)² dengan x′ dan y′ merupakan koordinat citra/peta acuan yang ditetapkan serta x° dan y° merupakan koordinat baris dan kolom citra asal. Idealnya nilai RMS-error adalah 0 yang berarti tidak ada kesalahan posisi. Pada penelitian ini akurasi koreksi geometri ditunjukkan dengan nilai Root Mean Square (RMS) ≤ 1 (Ardiansyah 2014).
15
Tabel 2 Matrik hubungan antara tujuan, data, sumber data, metode analisis dan keluaran
Wilayah penelitian mencakup 2 scene citra satelit Landsat, yaitu citra dengan nomer path 121 row 065 dan path 120 row 060, sehingga perlu dilakukan mosaik citra. Mosaik citra merupakan proses menggabungkan 2 atau lebih scene citra. Scene citra satelit yang akan digabungkan harus memiliki koordinat dan posisi yang benar serta memiliki sistem koordinat yang sama. Pengolahan citra yang lain adalah
16
perbaikan striping. Proses ini khusus dilakukan pada citra satelit Landsat 7 yang mengalami kegagalan operasi sensor Scan Line Corrector (SLC off) sejak 31 Mei 2003. Konsekuensinya Landsat 7 kehilangan sekitar 22% data akibat adanya gap pada saat perekaman sehingga perlu dilakukan perbaikan stripping (Ali dan Mohammed 2014). Proses pengisian gap dilakukan menggunakan citra pengisi dengan menggunakan modul Landsat Gapfill pada perangkat lunak Envi. Citra pengisi harus mempunyai area penampal yang bersilangan dengan area stripping citra utama. Citra pengisi dipilih pada lokasi path dan row yang sama dengan waktu perekaman tidak berbeda jauh dengan citra utama. Resolusi spasial atau kedetilan citra berperan penting dalam proses interpretasi visual. Usaha interpretasi suatu obyek menjadi lebih mudah jika citra yang tersedia memiliki tingkat kedetilan informasi yang lebih tinggi. Untuk meningkatkan kedetilan informasi, pada penelitian ini dilakukan penajaman citra/fusi data citra Landsat. Proses penajaman citra/fusi memberikan alternatif untuk menghasilkan sebuah klasifikasi penggunaan lahan dengan tingkat akurasi yang lebih baik dengan data citra resolusi rendah yang ekonomis dan mudah didapatkan. Fusi data dilakukan dengan menggabungkan citra pankromatik Landsat 7 dan 8 yang mempunyai resolusi spasial 15 meter dengan data citra multispektral Landsat 7 dan 8 yang mempunyai resolusi spasial 30 meter. Keluaran proses ini adalah citra multispektral landsat 7 dan 8 dengan resolusi spasial 15 meter. Teknik fusi yang digunakan adalah PC Spectral Sharpening (transformasi komponen utama). Pemilihan teknik didasarkan pada analisis visual hasil citra pansharp yang paling banyak menunjukkan informasi obyek-obyek penggunaan lahan di wilayah penelitian. Interpretasi dan Klasifikasi Interpretasi citra satelit untuk mendapatkan data penggunaan lahan tahun 2005, 2010 dan 2015 dilakukan secara visual. Interpretasi visual dilakukan dengan mengamati berbagai kenampakan obyek citra berdasarkan warna/rona (true colour maupun false colour), tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Acuan sekunder berupa peta penggunaan lahan yang sudah ada, citra satelit resolusi tinggi serta pemahaman tentang obyek yang dikaji akan sangat membantu dalam proses interpretasi. Hasil interpretasi kemudian diklaskan sesuai tipe penggunaan lahan yang ada di wilayah penelitian. Verifikasi dan validasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kebenaran proses klasifikasi. Hasil klasifikasi penggunaan lahan diverifikasi dengan titik-titik ground thruth (kenyataan di lapangan) yang diambil secara acak terstratifikasi berdasarkan pengelompokan jenis penggunaan lahan. Validasi hasil klasifikasi dilakukan dengan melakukan uji akurasi. Verifikasi penggunaan lahan tahun lampau (tahun 2005 dan 2010) dilakukan dengan wawancara informal kepada narasumber yang memiliki pengetahuan mengenai kondisi obyek yang dijadikan sampel pada masa lampau. Citra resolusi tinggi perekaman terdahulu (archieve) pada Google Earth digunakan untuk membantu validasi penggunaan lahan tahun lampau (tahun 2005 dan 2010). Uji akurasi klasifikasi penggunaan lahan dilakukan dengan menghitung akurasi keseluruhan (overall accuracy) dan akurasi kappa berdasarkan matrik kesalahan klasifikasi yang tersaji pada Tabel 3.
17
Tabel 3 Matrik kesalahan klasifikasi Klas penggunaan lahan
Hasil klasifikasi
P +i P +i P +i ... P +r Total kolom
Referensi P 1+ Xii
P 1+
P 1+
...
P r+
Xii Xii Xii Xi+
Keterangan
Xi+
Xi+
Xi+
Xii Xi+
Jumlah X+i X+i X+i X+i X+i N
: Piksel benar : Piksel salah
Nilai akurasi keseluruhan (overall accuracy) merupakan rasio antara jumlah keseluruhan piksel yang terklasifikasi secara benar dengan jumlah keseluruhan piksel referensi (Liu dan Mason 2009). Nilai akurasi keseluruhan (overall accuracy) hanya mempertimbangkan data yang benar antara hasil klasifikasi dan kondisi lapangan (referensi), sehingga nilainya biasanya lebih tinggi daripada nilai akurasi kappa yang mempertimbangkan faktor kesalahan proses klasifikasi. Tingkat akurasi kappa termasuk kategori tinggi jika bernilai 0,81-1,00 (Landis dan Koch 1977). Rumus perhitungan nilai akurasi kappa adalah: 𝐾ℎ𝑎𝑡 =
𝑁 ∑𝑟𝑖=1 𝑥𝑖𝑖 − ∑𝑟𝑖=1(𝑥𝑖+ × 𝑥+𝑖 ) 𝑁 2 − ∑𝑟𝑖=1(𝑥𝑖+ × 𝑥+𝑖 )
dimana x+i : Jumlah piksel hasil klasifikasi pada penggunaan lahan ke-i xi+ : Jumlah piksel referensi pada penggunaan lahan ke-i xii : Jumlah piksel referensi pada penggunaan lahan ke-i yang sesuai dengan piksel klasifikasi penggunaan lahan ke-i i : Baris atau kolom r : Jumlah klas penggunaan lahan N : Jumlah keseluruhan piksel referensi Khat : Nilai akurasi kappa Deteksi Pola Perubahan Penggunaan Lahan Peta penggunaan lahan hasil interpretasi dan klasifikasi selanjutnya digunakan untuk melakukan deteksi pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama kurun waktu 2005, 2010 dan 2015. Deteksi pola perubahan penggunaan lahan serta arah perubahannya diperoleh dari hasil klasifikasi silang (cross classification). Teknik ini membandingkan atribut penggunaan lahan antar titik tahun sehingga bisa diketahui wilayah yang tetap dan wilayah yang mengalami perubahan (Trisasongko et al. 2009). Hasil deteksi pola perubahan penggunaan lahan direpresentasikan dalam matrik perubahan penggunaan lahan seperti tersaji pada Tabel 4. Pola perubahan penggunaan lahan didalamnya memuat informasi terkait konversi lahan sawah. Data konversi lahan sawah kemudian ditumpangsusunkan dengan data karakteristik fisik maupun sosial untuk mengetahui pola konversi lahan sawah di wilayah penelitian.
18
Tabel 4 Matrik perubahan penggunaan lahan Penggunaan Lahan
Total
B
C
D
E
F
G
H
1
2
3
4
5
6
7
8
A-Tahun X
B
9
10
11
12
13
14
15
16
B-Tahun X
C
17
18
19
20
21
22
23
24
C-Tahun X
D
25
26
27
28
29
30
31
32
D-Tahun X
E
33
34
35
36
37
38
39
40
E-Tahun X
F
40
41
42
43
44
45
46
47
F-Tahun X
G
48
49
50
51
52
53
54
55
G-Tahun X
H
56
57
58
59
60
61
62
63
H-Tahun X
A
Tahun X
Tahun Y A
Total
A-Tahun Y B-Tahun Y C-Tahun Y D-Tahun Y E-Tahun Y F-Tahun Y G-Tahun Y H-Tahun Y
Ket.
= tidak berubah = berubah ke penggunaan lahan lain
Analisis Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan diperlukan sebagai dasar pengalokasian lahan dalam model perubahan penggunaan lahan. Analisis kesesuaian lahan didasarkan pada karakteristik fisik lahan menggunakan metode matching (pendekatan faktor pembatas). Kriteria analisis kesesuaian lahan yang digunakan disajikan pada Tabel 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Sebagai masukan untuk model, klas kesesuaian masing-masing diterjemahkan ke dalam bilangan integer dengan kisaran 1 (sebagai bobot minimal) sampai dengan 255 ( sebagai bobot maksimal) sesuai dengan tingkat kesesuaiannya. Tabel 5 Kriteria kesesuaian untuk lahan sawah Karakteristik Lahan Suhu rata-rata tahunan (°C) Kelembaban (%) Drainase
Kelas Kesesuaian Lahan S1 24 - 29
33 - 90 agak terhambat, sedang Tekstur halus, agak halus Kedalaman tanah >50 Lereng (%) <3 Penggunaan lahan saat ini sawah Sumber: Djaenudin et al. (2011) dengan modifikasi
S2 22 - 24 29 - 32 30 - 33 terhambat, baik sedang 40 - 50 3-8 -
S3 18 - 22 32 - 35 <30; >90 sangat terhambat, agak cepat agak kasar 25 - 40 8 - 15 -
N <18 >35 cepat kasar <25 >15 -
Tabel 6 Kriteria kesesuaian untuk tegalan/ladang Karakteristik Lahan
Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 Kedalaman efektif (cm) >75 50 - 75 Tekstur halus, agak halus, sedang Ketinggian tempat (mdpl) <500 500-750 Lereng (%) <3 3-8 Drainase baik, agak cepat, agak terhambat sedang Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dengan modifikasi
S3 25 - 50 agak kasar
N < 25 kasar
>750 8 - 15 terhambat
>15 sangat terhambat, cepat
19
Tabel 7 Kriteria kesesuaian untuk kebun/kebun campuran Kelas Kesesuaian Lahan
Karakteristik Lahan
S1 S2 S3 N >100 75 - 100 50 - 75 < 50 Halus, agak halus, agak kasar kasar sedang Ketinggian tempat (mdpl) <500 500-750 >750 Lereng (%) <8 8 - 15 15 - 25 >25 Drainase Baik, sedang Agak terhambat Terhambat, agak Sangat terhambat, cepat cepat Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dengan modifikasi
Kedalaman efektif (cm) Tekstur
Tabel 8 Kriteria kesesuaian untuk tambak Karakteristik Lahan
Kelas Kesesuaian Lahan
Ketinggian tempat (mdpl) Jarak dari garis pantai (m) Jarak dari tambak yang ada (m) Lereng (%) Tekstur Drainase
S1 0 - 10 <100 0 - 250 0-3 Agak halus Sangat buruk
S2 10 - 20 250 - 500
Curah hujan (mm/th)
2500 - 3000
2000 - 2500
Sedang Buruk
S3 20 - 30 -
N >30 >500
Halus Agak kasar, kasar Agak buruk, baik Cepat, sangat cepat 1000 - 2000 <1000 3000 - 3500 >3500
Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dengan modifikasi
Tabel 9 Kriteria kesesuaian untuk permukiman Karakteristik Lahan
Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 Lereng (%) 0 - 15 15 - 25 Jarak dari sungai ordo 1&2 (m) Jarak dari jalan (m) 0 - 500 500 - 1000 Landform Alluvial plains, Fan and lahars alluvial valleys, beaches, plains Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dengan modifikasi
S3 25 - 40 >1000 Hills, mountains
N >40 ≤100 Tidal swamps, water
Tabel 10 Kriteria kesesuaian untuk hutan Karakteristik Lahan
Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 Ketinggian tempat (mdpl) >2000 1000 - 2000 Jarak dari sungai ordo 1&2 (m) ≤100 Jarak dari garis pantai (m) ≤100 Lereng (%) >45 Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dengan modifikasi
S3 ≤1000 -
N -
Model Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan Model perubahan penggunaan lahan pada penelitian ini didasarkan pada kesesuaian penggunaan lahan sebagai dasar pengalokasian lahan dan kecenderungan perubahan penggunaan lahan pada selang waktu tertentu yang dilakukan dengan pendekatan cellular automata (CA). Komponen utama metode cellular automata (CA) adalah cell (piksel), state, ketetanggaan/neighbourhood dan transition rule/transition function (Chen et al. 2002). Setiap sel memiliki fungsi
20
tertentu yang bergerak dalam sebuah koridor aturan transisi, yang dipengaruhi sel tetangga dan karakteristik sel itu sendiri (Koomen dan Stillwell 2007). Aplikasi CA modern berkembang pesat dengan menggabungkan komponen dari disiplin ilmu lain untuk mendapatkan simulasi yang lebih realistis. Sebagai contoh adalah penggabungan dengan model Markov yang menggunakan probabilitas transisi untuk menggambarkan perkembangan perubahan penggunaan lahan (Balzter et al. 1998). Simulasi perubahan penggunaan lahan pada penelitian ini mengacu pada penelitian Munibah (2008) yang dilakukan pada piranti Idrisi dengan modul cellular automata Markov (CA-Markov). CA-Markov merupakan kombinasi dari modul Markov chain dan multi-objective land allocation (MOLA). Masukan dalam model prediksi perubahan penggunaan lahan adalah penggunaan lahan tahun dasar, matrik transisi perubahan hasil dari modul Markov chain, kesesuaian penggunaan lahan serta filter default sebagai representasi dari fungsi ketetanggaan. Validasi Model Validasi model didasarkan pada nilai kappa yang merepresentasikan tingkat kesesuain penggunaan lahan hasil simulasi tahun 2015 dengan penggunaan lahan aktual tahun 2015. Semakin tinggi nilai kappa berarti semakin tinggi tingkat ketepatan penggunaan lahan hasil prediksi dengan penggunaan lahan aktual. Prediksi penggunaan lahan tahun 2015 diperoleh berdasarkan kecenderungan perubahan penggunaan lahan tahun 2005 dan 2010 dengan menjalankan model simulasi cellular automata-Markov (CA-Markov). Masukan pada simulasi prediksi penggunaan lahan tahun 2015 terdiri dari penggunaan lahan tahun 2010 sebagai tahun dasar, kesesuaian penggunaan lahan dan matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010 serta filter default 5x5 pada piranti Idrisi. Simulasi model dilakukan pada berbagai iterasi yang menghasilkan beberapa peta prediksi penggunaan lahan tahun 2015 sesuai iterasi yang digunakan. Tiap peta prediksi tahun 2015 yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan penggunaan lahan tahun 2015 aktual untuk mendapatkan peta prediksi dengan nilai kappa dan jumlah iterasi yang paling optimal. Nilai kappa tiap iterasi dilihat trendnya untuk dapat memastikan pada iterasi berapa terjadi break of slope. Break of slope adalah titik dimana terjadi perubahan yang nyata dan paling efektif untuk menjadi pewakil jumlah iterasi yang digunakan pada model perubahan penggunaan lahan (Munibah 2008). Nilai kappa dari jumlah iterasi yang terpilih mewakili validasi atau kelayakan dari model untuk dapat digunakan sebagai model prediksi penggunaan lahan. Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan Prediksi perubahan penggunaan lahan dilakukan untuk mendapatkan gambaran penggunaan lahan wilayah penelitian pada tahun 2030. Masukan dalam simulasi prediksi penggunaan lahan tahun 2030 terdiri dari penggunaan lahan tahun 2015 sebagai tahun dasar, kesesuaian penggunaan lahan, filter default 5x5 dan matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015. Proses iterasi yang digunakan pada simulasi menggunakan nilai iterasi paling optimal hasil proses validasi model.
21
Analisis Neraca Beras Analisis neraca beras (NBt) dilakukan berdasarkan faktor ketersediaan beras (Qt) dan faktor kebutuhan konsumsi beras (Dt). Faktor ketersediaan beras pada penelitian ini didasarkan pada kemampuan produksi yang berasal dari lahan sawah yang ada di kabupaten wilayah penelitian. Faktor ketersediaan beras (Qt) merupakan fungsi dari luas sawah (At), indeks pertanaman (IPt), produktifitas (Pt) dan konstanta rendemen gabah beras (R). Sedangkan faktor Kebutuhan konsumsi beras (Dt) merupakan fungsi dari jumlah penduduk (Ot) dan konsumsi beras per kapita (Ckap-t) (Irawan 2007). Ketersediaan beras per kapita (Qkap-t) merupakan rasio dari ketersediaan beras (Qt) dengan jumlah penduduk (Ot) (Pusdatin 2014b). 𝑁𝐵𝑡 = 𝑄𝑡 − 𝐶𝑡 𝑄𝑡 = 𝐴𝑡 × 𝑃𝑡 × 𝐼𝑃𝑡 × 𝑅 𝐶𝑡 = 𝑂𝑡 × 𝐶𝑘𝑎𝑝−𝑡 𝑄𝑘𝑎𝑝−𝑡 = 𝑄𝑡 ⁄𝑂𝑡 dimana: 𝑁𝐵𝑡 = 𝑄𝑡 = 𝐶𝑡 . = 𝐶𝑘𝑎𝑝−𝑡 = 𝑄𝑘𝑎𝑝−𝑡 =
neraca beras tahun ke-t ketersediaan beras tahun ke-t kebutuhan konsumsi beras tahun ke-t konsumsi per kapita tahun ke-t ketersediaan beras per kapita tahun ke-t
𝐴𝑡 𝐼𝑃𝑡 𝑅 𝑂𝑡 𝑃𝑡
= = = = =
luas lahan sawah tahun ke-t indeks pertanaman tahun ke-t rendemen gabah beras jumlah penduduk tahun ke-t produktifitas lahan sawah tahun ke-t
Untuk keperluan prediksi neraca beras tahun 2030, luas sawah yang digunakan adalah luas sawah prediksi hasil pemodelan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Jumlah penduduk prediksi tahun 2030 dihasilkan dari pendugaan menggunakan model pertumbuhan dengan mendasarkan pada data jumlah penduduk tahun 1981 sampai tahun 2014. Model yang digunakan adalah model saturasi dengan asumsi bahwa perubahan laju dan persentase pertumbuhan senantiasa berubah, dengan persamaan sebagai berikut (Munibah et al. 2009). 𝑦=
𝑤 ∗ exp(𝛼 + 𝛽𝑥) 1 + exp(𝛼 + 𝛽𝑥)
dimana: 𝑦 = prediksi jumlah penduduk tahun 2030 𝑥 = interval waktu 𝑤 = jumlah maksimum penduduk untuk masing-masing kabupaten 𝛽 = laju pertumbuhan penduduk 𝛼 = parameter intersep exp = eksponensial Arahan Penggunaan Lahan Mendukung Ketersediaan Beras Sebagai kabupaten penghasil beras utama di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap mempunyai tanggung jawab untuk berkontribusi terhadap ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah. Nilai kontribusi merupakan rasio dari ketersediaan beras hasil produksi lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Cilacap terhadap total
22
ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah. Arahan penggunaan lahan diperlukan agar di masa mendatang ketersediaan beras dari produksi lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap tetap mampu memenuhi minimal 25% ketersediaan beras untuk konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah, dengan rincian Kabupaten Brebes berkontribusi minimal 10% dan Kabupaten Cilacap berkontribusi minimal 15%. Skenario arahan penggunaan lahan didasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan Menteri ini merupakan peraturan turunan dari UndangUndang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan.Skenario arahan penggunaan lahan yang dibangun juga didasarkan pada skema program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) mencakup empat strategi pencapaian program yaitu penerapan teknologi, perluasan dan pengelolaan lahan, penurunan konsumsi beras dan penyempurnaan manajemen. Terkait dengan arahan penggunaan lahan, strategi perluasan dan pengelolaan lahan melalui penambahan luas areal tanam dan peningkatan indeks pertanaman (IP) dipilih sebagai dasar dalam pembuatan skenario.
23
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Wilayah Administrasi Wilayah penelitian terdiri dari dua kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Kabupaten Brebes terletak disepanjang pantai utara Laut Jawa yang terbagi menjadi 17 wilayah kecamatan terdiri dari 292 desa dan 5 kelurahan. Secara administrasi Kabupaten Brebes dibatasi sebelah utara Laut Jawa, sebelah timur Kabupaten Tegal dan Kota Tegal, sebelah selatan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap, sebelah barat Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten terluas di Jawa Tengah, 6,2% dari total wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap terletak di sepanjang pantai selatan terbagi dalam 24 kecamatan yang terdiri dari 269 desa dan 15 kelurahan. Batas wilayah Kabupaten Cilacap sebelah selatan adalah Samudra Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kebumen dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar Provinsi Jawa Barat. Peta administrasi wilayah penelitian tersaji pada Gambar 6.
Gambar 6 Peta administrasi wilayah penelitian
24
Kondisi Umum Wilayah Topografi Beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Brebes mempunyai karakteristik topografi yang sama. Wilayah tersebut diantaranya 5 kecamatan berupa daerah pesisir/pantai, 9 kecamatan berupa dataran rendah dan 3 kecamatan berupa dataran tinggi atau pegunungan. Wilayah dengan ketinggian kurang dari 25 mdpl menyebar di seluruh Kabupaten Brebes, kecuali di Kecamatan Salem, Bantarkawung, Bumiayu, Paguyangan, Sirampog dan Tonjong. Wilayah dengan ketinggian lebih besar dari 2000 mdpl terdapat di Kecamatan Sirampog. Berdasarkan kondisi kemiringannya, wilayah Kabupaten brebes 43,04% terdapat pada kemiringan datar, sedangkan wilayah dengan kemiringan lebih besar dari 45% hanya sekitar 15,37%.
Gambar 7 Peta kemiringan lereng wilayah penelitian Topografi wilayah Kabupaten Cilacap terdiri dari permukaan landai dan perbukitan. Wilayah topografi terendah pada umumnya terdapat di bagian selatan yang merupakan wilayah pesisir dengan ketinggian antara 6-12 mdpl. Wilayah pesisir meliputi wilayah Cilacap Timur yaitu Kecamatan Nusawungu, Binangun, Adipala, sebagian Kesugihan, Cilacap Utara, Cilacap Tengah, Cilacap Selatan, Kampung Laut dan sebagian Kawunganten. Wilayah topografi yang termasuk dataran rendah dan sedikit berbukit antara lain Kecamatan Jeruklegi, Maos, Sampang, Kroya, Kedungreja dan Patimuan dengan ketinggian antara 8-75 mdpl. Wilayah topografi yang termasuk dataran tinggi atau perbukitan meliputi wilayah
25
Cilacap bagian barat yaitu Kecamatan Daeyeuhluhur, Wanareja, Majenang, Cimanggu, Karangpucung, dengan ketinggian antara di atas 75 m dpl, dan Kecamatan Cipari, Sidareja, sebagian Gandrungmangu, dan sebagian Kawunganten dengan ketinggian antara 23-75 m dpl. Peta kemiringan lereng wilayah penelitian tersaji pada Gambar 7, sedangkan peta elevasi wilayah penelitian tersaji pada Gambar 8.
Gambar 8 Peta elevasi wilayah penelitian Iklim Suhu udara rata-rata di Kabupaten Brebes Tahun 2014 27,60oC dengan kelembaban rata-rata 79,69%. Jumlah curah hujan rata-rata di Kabupaten Brebes pada tahun 2014 1.945 mm. Rata-rata jumlah curah hujan per bulan 162 mm sedangkan jumlah rata-rata hari hujan per bulan pada tahun 2014 adalah 10 hari. Curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Paguyangan 2.992 mm, sedangkan jumlah hari hujan terbanyak adalah 189 hari terjadi di Kecamatan Bumiayu. Suhu udara rata-rata di Kabupaten Cilacap Tahun 2014 27,70oC dengan kelembaban rata-rata 82,0%. Jumlah curah hujan rata-rata di Kabupaten Cilacap pada tahun 2014 1.770 mm. Curah hujan tertinggi pada tahun 2014 terjadi pada bulan Juli (659.0 mm) dan terendah terjadi pada bulan September (4 mm). Jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember 29 hari, sedangkan jumlah hari hujan paling sedikit terjadi pada bulan September 7 hari hujan. Suhu maksimum tertinggi tercatat 34.4oC terjadi pada bulan April, sedangkan suhu maksimum
26
terendah 21.8 oC terjadi pada bulan Agustus dan September. Peta curah hujan wilayah penelitian tersaji pada Gambar 9.
Gambar 9 Peta curah hujan wilayah penelitian Penduduk Pada akhir tahun 2014 Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes adalah 1.773.739 jiwa. Bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2004 jumlah penduduk Kabupaten Brebes 1.722.306 jiwa. Dalam periode 10 tahun terjadi pertambahan penduduk 51.073 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata per tahun 0,29%. Jumlah penduduk per Kecamatan sangat bervariatif. Distribusi penduduk Kabupaten Brebes belum tersebar secara merata. Tiga kecamatan dengan penduduk terbanyak adalah Kecamatan Bulakamba 165.710 jiwa (9,34%), Kecamatan Brebes 160.407 jiwa (9,04%), dan Kecamatan Wanasari 143.367 jiwa (8,08%). Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling kecil adalah Kecamatan Salem 58.343 jiwa (3,29%). Kecamatan Jatibarang merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi dengan kepadatan penduduk 2.410 penduduk/km2. Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah ditempati oleh Kecamatan Salem dengan kepadatan 384 penduduk/km2. Penduduk Kabupaten Cilacap menurut hasil registrasi penduduk pada akhir tahun 2014 mencapai 1.774.649 jiwa, terdiri dari laki-laki 888.928 jiwa dan perempuan 885.721 jiwa. Selama 5 tahun terakhir rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun 0,35% dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2012 (0,50%). Pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2010 dan 2013 (0,26%), yang merupakan
27
pertumbuhan penduduk terendah sejak tahun 1994. Kecamatan Majenang adalah kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 127.769 jiwa (7,20%), diikuti Kecamatan Gandrungmangu 105.426 jiwa (5,94%) dan Kecamatan Kroya 103.947 jiwa (5,86%). Kecamatan yang berpenduduk paling sedikit adalah Kecamatan Kampunglaut dengan jumlah penduduk 17.181 jiwa (0,97%). Bertambahnya penduduk menyebabkan kepadatan penduduk meningkat, dari 827 jiwa/km2 pada tahun 2013 menjadi 830/km2 pada tahun 2014. Kecamatan berpenduduk terpadat berada di Kecamatan Cilacap Selatan (8.612 jiwa/km2). Kecamatan dengan kepadatan paling rendah adalah Kecamatan Kampunglaut (118 jiwa/km2). Gambaran data jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah penelitian dari tahun 1981-1997 tersaji pada Tabel 11. Tabel 11 Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap tahun 1981-1997 Tahun
1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997
Kabupaten Brebes Kabupaten Cilacap Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk
1.290.385 1.300.988 1.312.849 1.325.805 1.326.718 1.390.224 1.396.302 1.407.153 1.416.851 1.508.525 1.536.534 1.542.775 1.548.878 1.555.424 1.561.329 1.567.044 1.572.878
776 782 789 797 798 836 840 846 852 907 924 928 931 935 939 942 946
1.338.734 1.388.016 1.388.016 1.355.874 1.369.849 1.415.466 1.424.367 1.432.047 1.441.749 1.455.877 1.499.401 1.509.334 1.516.747 1.537.158 1.550.283 1.617.772 1.633.952
626 649 649 634 641 662 666 670 674 681 701 706 709 719 725 756 764
Tahun
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Kabupaten Brebes Kabupaten Cilacap Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk
1.577.631 1.583.426 1.698.635 1.705.433 1.711.657 1.717.067 1.722.306 1.727.708 1.736.401 1.743.195 1.747.430 1.752.128 1.736.331 1.742.511 1.748.510 1.764.648 1.773.379
949 952 1.021 1.026 1.029 1.033 1.036 1.039 1.044 1.048 1.051 1.054 1.044 1.048 1.051 1.061 1.066
1.642.725 1.652.019 1.671.779 1.689.214 1.696.765 1.704.596 1.709.908 1.716.235 1.722.607 1.730.469 1.738.603 1.744.128 1.748.705 1.755.268 1.764.003 1.768.502 1.774.649
768 773 782 790 793 797 800 803 806 809 813 816 818 821 825 827 830
Pertanian Padi Sebagian besar areal sawah di Kabupaten Brebes ditanami padi sawah dengan luas panen pada tahun 2014 97.841 ha, terjadi penurunan seluas 2.418 ha bila dibandingkan dengan tahun 2013. Seiring dengan berkurangnya luas panen, produktifitas padi sawah juga mengalami penurunan. Pada tahun 2013 produktifitas padi sawah 59,93 kw/ha turun menjadi 57,40 kw/ha pada tahun 2014. Turunnya luas panen dan produktifitas menyebabkan produksi padi sawah menurun pada tahun 2014. Produksi padi sawah tahun 2014 561.612 ton, sementara pada tahun 2013 600.867 ton. Selain padi sawah juga dihasilkan padi ladang untuk memenuhi kebutuhan beras di Kabupaten Brebes. Pada tahun 2014 luas panen padi ladang 1.915 ha dan produksinya 9.896 ton, mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2013 dengan luas panen 1.493 ha dan produksinya 6.356 ton. Sektor pertanian di Kabupaten Cilacap masih memberikan sumbangan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat Kabupaten Cilacap khususnya dan masyarakat Jawa Tengah pada umumnya. Produksi padi sawah tahun 2014 tercatat 776.881 ton
28
yang berarti mengalami penurunan 2,07% dari tahun 2013. Hal ini dikarenakan luas panen yang berkurang 1,99% yaitu dari 131.851 hektar di tahun 2013 menjadi 129.222 hektar. Produksi padi gogo tahun 2014 mengalami kenaikan yaitu dari 27.101 ton pada tahun 2013 menjadi 36.549 ton. Hal ini terjadi karena luas panen maupun provitasnya mengalami peningkatan. Luas panen bertambah 24,92% sedangkan produktivitas meningkat 7,96%. Data luas panen, produktivitas, produksi dan intensitas pertanaman (IP) padi sawah di wilayah penelitian tahun 1995-2014 tersaji pada Tabel 12. Tabel 12 Luas panen, produktivitas, produksi dan IP padi sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap tahun 1995-2014 Kabupaten Brebes Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Luas Produktivitas Produksi Panen 75.469 6,67 501.794 78.276 6,49 507.634 74.952 6,34 474.827 83.488 6,15 512.085 81.936 5,95 486.407 82.573 6,00 495.118 85.189 5,91 576.255 84.512 5,75 488.906 81.653 6,20 503.086 80.978 5,68 457.532 83.900 6,16 528.146 83.025 6,25 527.665 83.754 6,13 539.834 85.370 6,00 514.034 90.202 6,43 570.640 91.877 6,45 587.992 89.771 6,82 611.064 89.815 5,76 514.191 100.259 6,01 600.866 97.841 5,74 561.612
IP 1,39 1,21 0,89 1,62 1,22 1,39 1,33 1,15 1,21 1,31 1,44 1,22 1,55 1,48 1,30 1,69 1,31 0,99 1,56 1,54
Luas Panen 118.204 116.144 110.711 127.688 127.269 126.221 125.592 124.019 117.417 117.193 121.656 121.500 121.379 121.151 120.846 138.261 127.823 122.989 131.851 129.222
Kabupaten Cilacap Rata-Rata Produksi Produktivitas 5,42 641.013 5,97 693.058 5,86 648.799 5,52 705.305 5,55 706.827 5,64 712.050 5,48 687.685 5,59 692.763 5,63 661.057 5,72 670.700 5,73 697.478 5,79 703.123 5,88 713.587 5,99 725.452 6,08 734.865 5,98 827.418 5,99 765.874 6,00 737.499 6,02 793.337 6,01 776.882
IP 2,19 1,99 2,03 1,74 2,09
29
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Penggunaan Lahan Pola perubahan penggunaan lahan dianalisis menggunakan peta penggunaan lahan tahun 2005, 2010 dan 2015. Peta penggunaan lahan dihasilkan dari interpretasi dan klasifikasi citra satelit Landsat 7 tahun akuisisi 2005 dan 2010 serta citra satelit Landsat 8 tahun akuisisi 2015. Koreksi geometrik citra menggunakan 8 titik referansi terdistribusi merata di wilayah penelitian. Proses koreksi menghasilkan citra satelit terkoreksi geometrik dengan nilai RMS-error masingmasing adalah 0,75 untuk citra tahun 2005, 0,93 untuk citra tahun 2010 dan 0,90 untuk citra tahun 2015 (Lampiran 1). Berdasarkan Ardiansyah (2014), hasil koreksi geometrik memenuhi tingkat akurasi koreksi dengan nilai RMS-error lebih kecil dari 1 piksel. Proses mosaik citra, perbaikan stripping dan penajaman citra/fusi menghasilkan peningkatan kualitas citra sehingga mempermudah proses interpretasi, seperti tersaji pada Gambar 10.
Gambar 10 Citra sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan kualitas Proses interpretasi dilakukan secara visual. Hasil interpretasi diklaskan menjadi klas-klas penggunaan lahan di wilayah penelitian dan dilakukan uji akurasi klasifikasi berdasarkan titik-titik hasil pengamatan di lapangan. Hasil uji akurasi klasifikasi tersaji pada Tabel 13, sedangkan perhitungan lengkap uji akurasi klasifikasi dan peta persebaran titik-titik pengamatan lapangan terdapat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Tabel 13 Hasil uji akurasi klasifikasi Analisis Akurasi Overall Accuracy Kappa
2005 92,31 0,89
2010 93,37 0,91
2015 93,75 0,91
Uji akurasi menghasilkan nilai kappa masing-masing 0,89 untuk klasifikasi penggunaan lahan tahun 2005 dan 0,91 untuk klasifikasi penggunaan lahan tahun 2010 dan tahun 2015. Ini berarti klasifikasi penggunaan lahan tahun 2005 mempunyai tingkat ketepatan klasifikasi 89% dan penggunaan lahan tahun 2010 serta 2015 mempunyai tingkat ketepatan klasifikasi 91%. Klasifikasi citra satelit di wilayah penelitian menghasilkan 8 (delapan) klas penggunaan lahan yaitu hutan, kebun/kebun campuran, permukiman, sawah, semak
30
belukar, tambak, tegalan/ladang dan tubuh air. Struktur penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap adalah lahan sawah. Lahan sawah sebagian besar tersebar di dataran rendah pesisir bagian utara dan pesisir bagian selatan. Bagian tengah yang merupakan perbatasan kedua kabupaten dengan karakteristik topografi berbukit didominasi oleh penggunaan lahan kebun/kebun campuran. Luas penggunaan lahan di wilayah penelitian disajikan pada Tabel 14 dan 15. Tabel 14 Penggunaan lahan Kabupaten Brebes tahun 2005, 2010 dan 2015 Penggunaan Lahan Hutan Kebun Campuran Permukiman Sawah Semak Belukar Tambak Tegalan/Ladang Tubuh Air Total
Tahun 2005 ha 3.266 54.975 16.004 73.461 276 12.355 13.755 2.630 176.722
% 1,85 31,11 9,06 41,57 0,16 6,99 7,78 1,49 100
Tahun 2010
Tahun 2015
Perubahan
Perubahan
Perubahan
2005-2010 2010-2015 2005-2015 ha % ha % ha % ha % ha % 3.266 1,85 3.266 1,85 0 0,00 0 0,00 0 0,00 54.904 31,07 54.790 31,00 -71 -0,13 -114 -0,21 -185 -0,34 16.425 9,29 17.032 9,64 421 2,63 607 3,70 1.028 6,42 73.021 41,32 72.504 41,03 -440 -0,60 -517 -0,71 -957 -1,30 276 0,16 276 0,16 0 0,00 0 0,00 0 0,00 12.442 7,04 12.497 7,07 87 0,70 55 0,44 142 1,15 13.758 7,79 13.727 7,77 3 0,02 -31 -0,23 -28 -0,20 2.630 1,49 2.630 1,49 0 0,00 0 0,00 0 0,00 176.722 100 176.722 100
Tabel 15 Penggunaan lahan Kabupaten Cilacap tahun 2005, 2010 dan 2015 Penggunaan Lahan Hutan Kebun Campuran Permukiman Sawah Semak Belukar Tambak Tegalan/Ladang Tubuh Air Total
Tahun 2005 ha % 17.757 7,57 73.672 31,43 37.825 16,14 75.565 32,23 4.312 1,84 2.262 0,96 17.054 7,27 5.978 2,55 234.426 100
Tahun 2010
Tahun 2015
Perubahan
Perubahan
Perubahan
2005-2010 2010-2015 2005-2015 ha % ha % ha % ha % ha % 17.757 7,57 17.757 7,57 0 0,00 0 0,00 0 0,00 73.661 31,42 73.609 31,40 -11 -0,02 -52 -0,07 -63 -0,09 37.968 16,20 38.125 16,26 143 0,38 157 0,41 300 0,79 75.443 32,18 75.320 32,13 -122 -0,16 -123 -0,16 -245 -0,32 4.114 1,76 4.059 1,73 -198 -4,60 -56 -1,35 -254 -5,89 2.451 1,05 2.505 1,07 189 8,36 53 2,18 243 10,73 17.054 7,27 17.073 7,28 -1 0,00 19 0,11 19 0,11 5.978 2,55 5.978 2,55 0 0,00 0 0,00 0 0,00 234.426 100 234.426 100
Penggunaan lahan di wilayah penelitian yang mengalami penambahan luasan terbesar dari tahun 2005 sampai tahun 2015 adalah permukiman, sedangkan penggunaan lahan yang mengalami pengurangan luasan terbesar adalah lahan sawah. Permukiman terus meningkat luasannya karena memiliki nilai economic land rent yang paling tinggi sedangkan lahan sawah cenderung terus terkonversi karena memiliki nilai land rent yang paling rendah dibanding dengan penggunaan lahan lainnya. Nasution dan Winoto (1996) dalam penelitiannya menunjukkan rendahnya nilai land rent lahan sawah, masing-masing terhadap permukiman mencapai 1 : 622, terhadap industri 1 : 500, terhadap pariwisata 1 : 14 dan terhadap hutan produksi 1 : 2,6. Penggunaan lahan hutan dan tubuh air di wilayah penelitian tidak mengalami perubahan. Hutan dominan berada di Pulau Nusakambangan Kabupaten Cilacap. Status Pulau Nusakambangan berada di bawah pengelolaan Kementerian Hukum dan HAM dan difungsikan sebagai Lembaga Pemasyarakatan (LP) berkeamanan tinggi. Tingkat aksesibilitas yang rendah memungkinkan hutan di pulau ini terkonservasi dengan baik. Penyebaran spasial penggunaan lahan tahun 2005, 2010 dan 2015 di wilayah penelitian disajikan pada Gambar 11, 12 dan 13.
31
Gambar 11 Penggunaan lahan tahun 2005
Gambar 12 Penggunaan lahan tahun 2010
32
Gambar 13 Penggunaan lahan tahun 2015 Pola perubahan penggunaan lahan diperoleh dari matrik perubahan penggunaan lahan hasil proses klasikasi silang. Matrik perubahan penggunaan lahan periode tahun 2005-2010, 2010-2015 dan 2005-2015 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap tersaji pada Lampiran 4 dan 5. Dari matrik perubahan penggunaan lahan, dapat diketahui pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap sebagaimana tersaji pada Tabel 16 dan 17. Tabel 16 Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes Penggunaan Lahan Tahun 2005 Kebun/Kebun Campuran Kebun/Kebun Campuran Kebun/Kebun Campuran Kebun/Kebun Campuran Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Tambak Tambak Tegalan/Ladang Tegalan/Ladang
Penggunaan Lahan Tahun 2010 Kebun/Kebun Campuran Permukiman Kebun/Kebun Campuran Tambak Permukiman Sawah Tegalan/Ladang Sawah Tambak Sawah Tegalan/Ladang Permukiman Tambak Permukiman Tegalan/Ladang
Penggunaan Lahan Tahun 2015 Permukiman Permukiman Tambak Tambak Permukiman Permukiman Permukiman Tambak Tambak Tegalan/Ladang Tegalan/Ladang Permukiman Permukiman Permukiman Permukiman
Luas (ha) 95 57 19 14 350 460 2 45 78 11 10 4 9 10 40
33
Tabel 17 Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap Penggunaan Lahan Tahun 2005 Kebun/Kebun Campuran Kebun/Kebun Campuran Sawah Sawah Sawah Semak Belukar Semak Belukar Semak Belukar Semak Belukar Tegalan/Ladang Tegalan/Ladang
Penggunaan Lahan Tahun 2010 Kebun/Kebun Campuran Permukiman Permukiman Sawah Sawah Semak Belukar Permukiman Semak Belukar Tambak Permukiman Tegalan/Ladang
Penggunaan Lahan Tahun 2015 Permukiman Permukiman Permukiman Permukiman Tegalan/Ladang Kebun/Kebun Campuran Permukiman Tambak Tambak Permukiman Permukiman
Luas (ha) 54 11 122 103 20 2 9 53 189 1 0,4
Secara umum pola perubahan penggunaan lahan di wilayah penelitian adalah kebun/kebun campuran → permukiman, kebun/kebun campuran → tambak, sawah → permukiman, sawah → tambak, sawah → tegalan/ladang, sawah → tegalan/ladang → permukiman, semak belukar → permukiman, semak belukar → kebun/kebun campuran, semak belukar → tambak, tambak → permukiman dan tegalan/ladang → permukiman. Tingkat perkembangan wilayah terlihat dari pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Berkembangnya suatu wilayah yang diikuti meningkatnya jumlah penduduk memicu peningkatan kebutuhan ruang untuk permukiman dan usaha (lahan terbangun). Kondisi infrastruktur di kawasan utara Pulau Jawa seperti jalur pantura telah mampu mengangkat roda perekonomian, aktivitas sosial, dan mobilitas warga masyarakat, sedangkan akibat keterbatasan infrastruktur, perkembangan wilayah dan tingkat kesejahteraan masyarakat di kawasan selatan masih rendah. Secara fisik kawasan utara Pulau Jawa (Kabupaten Brebes) lebih berkembang dibanding dengan kawasan selatan (Kabupaten Cilacap) (Widjojono 2008). Pola perubahan penggunaan lahan di wilayah yang lebih berkembang ditandai dengan dominasi perubahan dari lahan produktif ke lahan terbangun. Di Kabupaten Brebes, perubahan penggunaan lahan produktif (kebun/kebun campuran, sawah, tambak dan tegalan ladang) menjadi lahan terbangun (permukiman) mencapai 85,27% (1.028 ha). Sedangkan di Kabupaten Cilacap, pola perubahan penggunaan dari lahan produktif (kebun campuran, sawah dan tegalan/ladang) ke lahan terbangun (permukiman) hanya mencapai 53,17% (300 ha). Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap, sebagai wilayah yang perkembangannya lebih rendah dibandingkan Kabupaten Brebes, ditandai masih tingginya perubahan penggunaan lahan kurang produktif ke penggunaan yang lebih produktif, mencapai 43,34% (245 ha). Perubahan penggunaan lahan dalam upaya peningkatan produktifitas lahan di Kabupaten Cilacap sebagian besar terjadi pada penggunaan lahan semak belukar yang dikonversi menjadi tambak dan kebun/kebun campuran. Penyebaran spasial perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010 dan 2010-2015 tersaji pada Gambar 14 dan 15.
34
Gambar 14 Perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010
Gambar 15 Perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015
35
Terjadinya konversi lahan sawah dapat dilihat dari terus berkurangnya luas lahan sawah dari tahun ke tahun. Laju pengurangan sawah dari tahun 2005 sampai tahun 2015 di wilayah penelitian -0,81% atau berkurang seluas 1.202 ha. Laju pengurangan sawah di Kabupaten Brebes -1,30% atau seluas 957 ha, lebih tinggi dari laju pengurangan sawah di Kabupaten Cilacap -0,32% atau seluas 245 ha. Dari matrik perubahan penggunaan lahan (Lampiran 4 dan 5), diketahui lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap dominan terkonversi menjadi permukiman dengan total luas 1.038 ha (86,32%). Hal ini sejalan dengan penelitian Irawan (2008) yang menyebutkan bahwa alokasi konversi lahan sawah untuk penggunaan perumahan di Pulau Jawa memiliki persentase alokasi terbesar (74,96%). Penyebaran spasial konversi lahan sawah tahun 2005-2010 dan 20102015 di wilayah penelitian tersaji pada Gambar 16 dan 17. Pola konversi sawah bisa dilihat juga dengan cara menumpangsusunkan lahan sawah terkonversi dengan faktor karakteristik lahan. Penentuan faktor karakteristik lahan mengacu pada penelitian Gandasasmita (2001) yang mengkaji faktor-faktor karakteristik lahan yang mempengaruhi proporsi penggunaan lahan sawah. Faktor karakteristik lahan pada penelitian ini adalah topografi lahan, elevasi, jarak dari jalan dan kepadatan penduduk. Konversi lahan sawah terhadap berbagai karakteristik lahan mempunyai pola yang relatif sama antara kedua kabupaten. Konversi lahan sawah sebagian besar terjadi pada topografi lahan datar (0-8%) (Gambar 18) dan sebagian besar terjadi pada lahan dengan elevasi <10 mdpl (Gambar 19). Iqbal dan Sumaryanto (2007) pada penelitiannya menyatakan pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar. Pada wilayah dengan topografi datar (terutama di Pulau Jawa) ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan. Dengan infrastruktur wilayah yang pada umumnya berkembang baik, lahan sawah di wilayah bertopografi datar menjadi incaran dalam pengembangan lahan terbangun. Konversi sawah dominan terjadi pada sawah dengan jarak <100 m dari jalan (Gambar 20). Namun pada faktor ini, konversi sawah ke pemukiman tidak selalu dominan pada semua kelas. Lahan sawah yang mengalami konversi menjadi permukiman hanya dominan pada jarak <500 m dari jalan. Konversi lahan sawah >500 m dominan berubah menjadi tambak. Hal ini menunjukkan proses konversi lahan sawah menjadi permukiman sangat mempertimbangkan faktor aksesibilitas. Hal ini sejalan dengan penelitian Dirgahayu (2004) di Kabupaten Bekasi yang menyatakan bahwa konversi lahan sawah terjadi pada kawasan yang memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi terhadap jalan utama. Keberadaan lahan sawah erat juga kaitannya dengan perkembangan penduduk. Hasil analisis menunjukkan konversi lahan sawah dominan terjadi pada daerah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi >1.500 jiwa/km2 (Gambar 21). Iqbal dan Sumaryanto (2007) pada penelitiannya menyatakan kepadatan penduduk di daerah yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya tinggi sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi.
36
Gambar 16 Konversi lahan sawah tahun 2005-2010
Gambar 17 Konversi lahan sawah tahun 2010-2015
37
Proporsi Konversi (%)
100 80 60 40 20 0 Datar Landai Agak Curam Sangat Datar Landai Agak Curam curam curam curam Brebes
Cilacap Topografi
Konversi menjadi: Permukiman Tegalan/Ladang
Tambak
Gambar 18 Pola konversi lahan sawah terhadap topografi lahan
Proporsi Konversi (%)
80 60 40 20 0 < 10
10-100 100-500 500-750
< 10
10-100 100-500 500-750
Brebes
Cilacap Elevasi (mdpl)
Konversi menjadi: Permukiman Tegalan/Ladang
Tambak
Proporsi Konversi (%)
Gambar 19 Pola konversi lahan sawah terhadap elevasi
80 60 40 20 0 <100
100-500
500-1000
>1000
<100
Brebes Jarak dari Jalan (Meter) Konversi menjadi: Permukiman Tegalan/Ladang
100-500 Cilacap
Tambak
Gambar 20 Pola konversi lahan sawah terhadap jarak dari jalan
50 40 30 20 10 >1500
1000-1500
500-1000
<500
>1500
1000-1500
500-1000
0 <500
Proporsi Konversi (%)
38
BREBES CILACAP Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) Konversi menjadi: Permukiman Tegalan/Ladang
Tambak
Gambar 21 Pola konversi lahan sawah terhadap kepadatan penduduk
Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan Analisis Kesesuaian Lahan Pengalokasian lahan pada model diperoleh dari analisis kesesuaian lahan. Proses analisis menghasilkan peta kesesuaian lahan sawah, tegalan/ladang, kebun/kebun campuran, permukiman, tambak dan hutan, dengan 4 kelas kesesuaian yaitu kelas S1 (sangat sesuai), kelas S2 (cukup sesuai), kelas S3 (sesuai marginal) dan kelas N (tidak sesuai) (Gambar 22, 23 dan 24). Klas kesesuaian diterjemahkan ke dalam bilangan integer dengan kisaran 1 sampai dengan 255 berdasarkan tingkat kesesuaiannya. Pendistribusian dilakukan secara normal dengan nilai S1=255 (bobot maksimal), S2=170, S3=85 dan N=1 (bobot minimal).
Gambar 22 Kesesuaian lahan sawah dan tegalan/ladang
39
Gambar 23 Kesesuaian lahan kebun/kebun campuran dan permukiman
Gambar 24 Kesesuaian lahan tambak dan hutan Validasi Model Validasi model didasarkan pada nilai kappa yang merepresentasikan tingkat kesesuain penggunaan lahan hasil simulasi tahun 2015 dengan penggunaan lahan aktual tahun 2015. Masukan pada simulasi penggunaan lahan tahun 2015 terdiri dari penggunaan lahan tahun 2010 sebagai tahun dasar, kesesuaian penggunaan lahan dan matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010 serta filter default 5x5. Matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010, seperti tersaji pada Tabel 18, menunjukkan kemungkinan terjadinya perubahan penggunaan lahan berkisar antara 0,01%-4,13%. Kemungkinan perubahan penggunaan lahan terkecil terjadi pada perubahan kebun/kebun campuran menjadi tambak, sedangkan kemungkinan perubahan penggunaan lahan terbesar terjadi pada perubahan semak belukar menjadi tambak. Penggunaan lahan sawah
40
mempunyai kemungkinan konversi menjadi tegalan/ladang 0,01%, konversi menjadi permukiman 0,32% dan konversi menjadi tambak 0,05%. Tabel 18 Matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010 Penggunaan Lahan Tahun 2010 Penggunaan Lahan Tahun 2005
Hutan
Kebun/Kebun Permukiman Campuran
Sawah
Semak Tegalan/ Tubuh Tambak Belukar Ladang Air
Hutan
1,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
Kebun/Kebun Campuran
0,0000
0,9994
0,0005
0,0000
0,0000
0,0001
0,0000
0,0000
Permukiman
0,0000
0,0000
1,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
Sawah
0,0000
0,0000
0,0032
0,9962
0,0000
0,0005
0,0001
0,0000
Semak Belukar
0,0000
0,0000
0,0020
0,0000
0,9568
0,0413
0,0000
0,0000
0,0000
Tambak
0,0000
0,0000
0,0003
0,0000
0,0000
0,9997
0,0000
0,0000
Tegalan/Ladang
0,0000
0,0000
0,0003
0,0000
0,0000
0,0000
0,9997
0,0000
Tubuh Air
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
1,0000
Iterasi yang digunakan pada simulasi adalah 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18 dan 20. Grafik nilai kappa pada setiap iterasi hasil proses validasi model tersaji pada Gambar 25. Hasil validasi model menunjukkan nilai kappa relatif tinggi yaitu berkisar antara 0,9242-0,9293, Ini berarti hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2015 dengan penggunaan lahan 2015 aktual mempunyai tingkat ketepatan 92,42%92,93%. Gambar 25 menunjukkan break of slope terjadi pada iterasi ke-8. Pertimbangan tersebut digunakan untuk memilih iterasi ke-8 sebagai iterasi yang paling optimal yang akan digunakan sebagai masukan pada model prediksi dengan nilai kappa 0,9285.
Gambar 25 Nilai kappa pada setiap iterasi Prediksi Penggunaan Lahan Tahun 2030 Dari hasil validasi diperoleh nilai persen ketepatan model (kappa) yang baik dan konsisten, yaitu 92,85% serta nilai iterasi yang paling optimal yaitu 8 (delapan). Nilai ketepatan model yang baik dan konsisten mengijinkan dilakukannya analisis lanjutan berupa prediksi penggunaan lahan tahun 2030. Masukan dalam simulasi
41
prediksi penggunaan lahan tahun 2030 terdiri dari penggunaan lahan tahun 2015 sebagai tahun dasar, kesesuaian penggunaan lahan, filter default 5x5 dan matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015. Matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015, seperti tersaji pada Tabel 19, menunjukkan kemungkinan terjadinya perubahan penggunaan lahan berkisar antara 0,04%-3,61%. Kemungkinan perubahan penggunaan lahan terkecil terjadi pada perubahan kebun/kebun campuran menjadi tambak, sedangkan kemungkinan perubahan penggunaan lahan terbesar terjadi pada perubahan semak belukar menjadi tambak. Penggunaan lahan sawah mempunyai kemungkinan mengalami konversi menjadi tegalan/ladang 0,06%, konversi menjadi permukiman 1,13% dan konversi menjadi tambak 0,09%. Tabel 19 Matrik transisi perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015 Penggunaan Lahan Tahun 2015 Penggunaan Lahan Tahun 2010
Hutan
Kebun/Kebun Permukiman Campuran
Sawah
Semak Tegalan/ Tubuh Tambak Belukar Ladang Air
Hutan
1,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
Kebun/Kebun Campuran
0,0000
0,9961
0,0035
0,0000
0,0000
0,0004
0,0000
0,0000
Permukiman
0,0000
0,0000
1,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
Sawah
0,0000
0,0000
0,0113
0,9872
0,0000
0,0009
0,0006
0,0000
Semak Belukar
0,0000
0,0015
0,0000
0,0000
0,9623
0,0361
0,0000
0,0000
0,0000
Tambak
0,0000
0,0000
0,0019
0,0000
0,0000
0,9981
0,0000
0,0000
Tegalan/Ladang
0,0000
0,0000
0,0041
0,0000
0,0000
0,0000
0,9959
0,0000
Tubuh Air
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
1,0000
Hasil prediksi di kedua kabupaten menunjukkan penggunaan lahan di tahun 2030 yang mengalami penambahan luas diantaranya permukiman dan tambak, sedangkan penggunaan lahan yang mengalami pengurangan luas adalah kebun/kebun campuran, sawah dan tegalan/ladang. Penggunaan lahan hutan dan tubuh air diprediksi tetap. Perbedaan terjadi pada penggunaan lahan semak belukar. Semak belukar di Kabupaten Brebes cenderung tetap. Hal ini disebabkan sebaran spasial semak belukar di Kabupaten Brebes hanya tersisa di tepian sungai dengan luasan yang tidak signifikan untuk dilakukan pemanfaatan ke penggunaan lahan lain yang lebih produktif. Berbeda dengan Kabupaten Brebes, semak belukar di Kabupaten Cilacap masih tersedia dalam jumlah luasan yang besar dan diprediksi terus berkurang untuk dialihfungsikan pemanfaatannya ke penggunaan lahan lain yang lebih produktif. Penambahan luasan terbesar di Kabupaten Brebes maupun Kabupaten Cilacap terjadi pada penggunaan lahan permukiman dan pengurangan luasan terbesar terjadi pada penggunaan lahan sawah. Hal ini menunjukkan di masa depan, permukiman akan semakin berkembang sementara lahan sawah akan semakin mengalami tekanan yang tinggi untuk dikonversi. Diprediksi pada tahun 2030 akan terjadi pengurangan lahan sawah seluas 1.554 ha di Kabupaten Brebes dan 333 ha di Kabupaten Cilacap. Hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2030 di Kabupaten Brebes dan Cilacap tersaji pada Tabel 20 dan 21. Persebaran spasial prediksi penggunaan lahan tahun 2030 tersaji pada Gambar 26.
42
Gambar 26 Prediksi penggunaan lahan tahun 2030 Tabel 20 Prediksi penggunaan lahan Kabupaten Brebes tahun 2030 Penggunaan lahan Hutan Kebun campuran Permukiman Sawah Semak belukar Tambak Tegalan/ladang Tubuh Air Total
Tahun 2015 ha % 3.266 1,85 54.790 31,00 17.032 9,64 72.504 41,03 276 0,16 12.497 7,07 13.727 7,77 2.630 1,49 176.722 100
Tahun 2030 ha % 3.266 1,85 54.522 30,85 18.702 10,58 70.950 40,15 276 0,16 12.685 7,18 13.691 7,75 2.630 1,49 176.722 100
Perubahan 2015-2030 ha % 0 0,00 -268 -0,49 1.670 9,81 -1.554 -2,14 0 0,00 187 1,50 -36 -0,26 0 0,00
Tabel 21 Prediksi penggunaan lahan Kabupaten Cilacap tahun 2030 Penggunaan lahan Hutan Kebun campuran Permukiman Sawah Semak belukar Tambak Tegalan/ladang Tubuh Air Total
Tahun 2015 ha % 17.757 7,57 73.609 31,40 38.125 16,26 75.320 32,13 4.059 1,73 2.505 1,07 17.073 7,28 5.978 2,55 234.426 100
Tahun 2030 ha % 17.757 7,57 73.363 31,29 38.704 16,51 74.987 31,99 3.919 1,67 2.644 1,13 17.073 7,28 5.978 2,55 234.426 100
Perubahan 2015-2030 ha % 0 0,00 -246 -0,33 579 1,52 -333 -0,44 -139 -3,43 139 5,57 -0,24 0,00 0 0,00
43
Neraca Beras Hasil simulasi model penggunaan lahan tahun 2030 menunjukkan luas lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap diprediksi akan terus menurun. Hal ini tentunya akan berdampak pada produksi dan ketersediaan beras di kedua kabupaten. Hasil prediksi selanjutnya digunakan sebagai masukan dalam perhitungan neraca beras. Perhitungan neraca beras dipengaruhi oleh faktor produksi dan faktor konsumsi beras. Untuk perhitungan faktor produksi beras tahun 2030 di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap, luas sawah yang digunakan adalah luas sawah prediksi hasil pemodelan. Luas sawah tersebut merupakan luas sawah kotor, sehingga untuk perhitungan produksi beras dikalikan terlebih dahulu dengan faktor konversi luas bersih sawah (konversi galengan) Provinsi Jawa Tengah 0,96. Asumsi lain yang digunakan antara lain : produktivitas sawah Kabupaten Brebes 6,14 ton GKG/Ha dan Kabupaten Cilacap 5,79 ton GKG/Ha (rata-rata produktivitas sawah 20 tahun terakhir tahun 1995-2014); indeks pertanaman (IP) Kabupaten Brebes 1,34 dan Kabupaten Cilacap 2,01 (rata-rata IP sawah 20 tahun terakhir tahun 1995-2014); konversi gabah kering giling (GKG) ke beras 62,27 (konversi GKG ke beras Provinsi Jawa Tengah tahun 2012). Pada perhitungan faktor produksi beras tahun 2030, konsumsi beras per kapita diasumsikan 97,09 kg/kapita/tahun (rata-rata konsumsi beras per kapita Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2011), sementara untuk jumlah penduduk dilakukan pendugaan menggunakan model persamaan pertumbuhan dengan mendasarkan pada data penduduk dari tahun 1981 sampai tahun 2014. Hasil analisis menunjukkan model pertumbuhan penduduk di Kabupaten Brebes mengikuti model saturasi dengan persamaan : 𝑦=
1,8806 × exp((0,631837) + (0,067087 × 𝑥)) (1 + exp((0,631837) + (0,067087 × 𝑥))
dengan nilai R2 0,97. Model pertumbuhan penduduk di Kabupaten Cilacap mengikuti model saturasi dengan persamaan : 𝑦=
1,96719 × exp((0,651627) + (0,049284 × 𝑥)) (1 + exp((0,651627) + (0,049284 × 𝑥))
dengan nilai R2 0,98. Berdasarkan model pertumbuhan penduduk tersebut di atas, prediksi jumlah penduduk tahun 2030 di Kabupaten Brebes 1.846.313 jiwa, sedangkan prediksi jumlah penduduk tahun 2030 di Kabupaten Cilacap 1.883.665 jiwa. Status neraca beras di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap hingga tahun 2030 diprediksi masih surplus dengan besaran surplus yang terus menurun. Prediksi pengurangan lahan sawah di Kabupaten Brebes periode tahun 2015-2030 seluas 1.554 ha, menyebabkan besaran surplus beras diprediksi berkurang 13.147 ton, dari 183.047 ton di tahun 2015 menjadi 169.900 ton di tahun 2030. Demikian halnya di Kabupaten Cilacap, pengurangan lahan sawah periode 2015-2030 seluas 333 ha menyebabkan besaran surplus beras diprediksi berkurang 10.439 ton, dari 348.996 ton di tahun 2015 menjadi 338.557 ton di tahun 2030. Hasil perhitungan neraca memperlihatkan ketersediaan beras per kapita di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap dari tahun ke tahun semakin menurun. Ketersediaan beras per kapita di Kabupaten Brebes diprediksi menurun dari 199 kg/kapita/tahun di tahun 2015 menjadi 189 kg/kapita/tahun di tahun 2030.
44
Demikian pula di Kabupaten Cilacap, ketersediaan beras per kapita diprediksi menurun dari 291 kg/kapita/tahun di tahun 2015 menjadi 277 kg/kapita/tahun di tahun 2030. Hal ini menunjukkan laju ketersediaan beras hingga tahun 2030 baik di Kabupaten Brebes maupaun di Kabupaten Cilacap tidak mampu mengimbangi laju kebutuhan beras yang terus meningkat seiiring dengan berkembangnya penduduk. Hasil perhitungan neraca beras di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap tersaji pada Tabel 22 dan 23. Tabel 22 Neraca beras Kabupaten Brebes Komponen Luas sawah (ha) Ketersediaan beras (ton) Ketersediaan beras per kapita (kg/kapita/tahun) Konsumsi beras per kapita (kg/kapita/tahun) Jumlah penduduk (jiwa) Kebutuhan konsumsi beras (ton) Selisih (ketersediaan - kebutuhan) (ton) Status Neraca Beras
2005 73.461 361.518 209 1.727.708 167.743 193.775 Surplus
Tahun 2010 2015 73.021 72.504 359.352 356.807 207 199 97,09 1.736.331 1.789.686 168.580 173.761 190.771 183.047 Surplus Surplus
2030 70.950 349.159 189 1.846.313 179.259 169.900 Surplus
Tabel 23 Neraca beras Kabupaten Cilacap Komponen Luas sawah (ha) Ketersediaan beras (ton) Ketersediaan beras per kapita (kg/kapita/tahun) Konsumsi beras per kapita (kg/kapita/tahun) Jumlah penduduk (jiwa) Kebutuhan konsumsi beras (ton) Selisih (ketersediaan - kebutuhan) (ton) Status Neraca Beras
2005 75.565 525.463 306 1.716.235 166.629 358.834 Surplus
Tahun 2010 2015 75.443 75.320 524.613 523.760 300 291 97,09 1.748.705 1.800.024 169.782 174.764 354.831 348.996 Surplus Surplus
2030 74.987 521.442 277 1.883.665 182.885 338.557 Surplus
Arahan Penggunaan Lahan Mendukung Ketersediaan Beras Hasil perhitungan neraca beras menunjukkan ketersediaan beras dari produksi lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap diprediksi terus menurun. Ketersediaan beras di Kabupaten Brebes diprediksi menurun dari 356.807 ton di tahun 2015 menjadi 349.159 ton di tahun 2030. Demikian halnya di Kabupaten Cilacap, ketersediaan beras diprediksi menurun dari 523.760 di tahun 2015 menjadi 521.442 ton di tahun 2030. Sebagai penghasil beras utama di Provinsi Jawa Tengah, penurunan ketersediaan beras berdampak pada menurunnya kontribusi Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap terhadap total ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah. Kebutuhan konsumsi beras penduduk Provinsi Jawa Tengah di masa mendatang akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Data proyeksi jumlah penduduk menunjukkan pesatnya peningkatan jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah, dari 33,77 juta jiwa di tahun 2015 meningkat menjadi 36,75 juta jiwa di tahun 2030 (BPS 2013).
45
Tabel 24 Kontribusi Kabupaten Brebes terhadap ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah Komponen Luas sawah (ha) Ketersediaan beras (ton) Jumlah penduduk propinsi (jiwa) Kebutuhan konsumsi beras propinsi (ton) Kontribusi (%)
2005 73.461 361.518 32.908.850 3.195.120 11,31
Tahun 2010 2015 73.021 72.504 359.352 356.807 32.382.657 33.774.100 3.144.032 3.279.127 11,43 10,88
2030 70.950 349.159 36.751.700 3.568.223 9,79
Tabel 25 Kontribusi Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah Komponen Luas sawah (ha) Ketersediaan beras (ton) Jumlah penduduk propinsi (jiwa) Kebutuhan konsumsi beras propinsi (ton) Kontribusi (%)
2005 75.565 525.463 32.908.850 3.195.120 16,45
Tahun 2010 2015 75.443 75.320 524.613 523.760 32.382.657 33.774.100 3.144.032 3.279.127 16,69 15,97
2030 74.987 521.442 36.751.700 3.568.223 14,61
Hasil perhitungan kontribusi seperti tersaji pada Tabel 24 dan 25 menunjukkan pada tahun 2030 Kabupaten Brebes hanya mampu berkontribusi 9,79% dari target 10% dan Kabupaten Cilacap berkontribusi 14,61% dari target 15% kebutuhan konsumsi beras Provinsi Jawa Tengah. Hal ini berarti pada tahun 2030, ketersediaan beras dari produksi lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap tidak mampu memenuhi target kontribusi ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah. Arahan penggunaan lahan diperlukan agar di masa mendatang ketersediaan beras dari produksi lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap tetap mampu memenuhi minimal 25% ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah, dengan rincian Kabupaten Brebes berkontribusi minimal 10% dan Kabupaten Cilacap berkontribusi minimal 15%. Skenario arahan penggunaan lahan didasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan Menteri ini merupakan peraturan turunan dari UndangUndang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. Masalah ketersediaan beras akan semakin kompleks di masa yang akan datang yang dicirikan dengan menyusutnya lahan baku sawah. Di satu sisi kebutuhan beras terus meningkat akibat pertambahan penduduk dan peningkatan daya beli. Upaya mengurangi kehilangan produksi beras yang terjadi akibat konversi lahan sawah menjadi penting untuk mengimbangi stagnasi pertumbuhan produksi beras. Dalam konteks inilah upaya perlindungan atas lahan sawah merupakan alternatif yang harus diperhitungkan (Irawan dan Friyatno 2002). Menurut Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2012, berdasarkan potensi teknis dan kesesuaian lahan untuk pertanian pangan, semua lahan beririgasi dapat ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan. Selain itu, lahan tidak beririgasi dapat ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan memperhatikan besaran curah hujan tahunan minimal 1.000 mm/tahun. Besaran
46
curah hujan tahunan minimal di wilayah penelitian 1.750 mm/tahun (Gambar 9). Dengan asumsi tersebut, berdasarkan potensi teknis dan kesesuaian lahan untuk pertanian pangan, lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Cilacap dapat ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan. Skenario arahan penggunaan lahan yang dibangun juga didasarkan pada skema program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Strategi perluasan dan pengelolaan lahan melalui penambahan luas areal tanam dan peningkatan indeks pertanaman (IP) dipilih sebagai dasar dalam pembuatan skenario. Penambahan luas areal tanam dilakukan dengan melakukan cetak sawah baru pada penggunaan lahan yang tidak produktif, yaitu semak belukar. Semak belukar dengan kesesuaian sawah S1, S2, S3 dan mempunyai peruntukan sebagai kawasan pertanian lahan basah diarahkan untuk menambah luas areal tanam padi. Somantri dan Tahir (2007) pada penelitiannya menerapkan skenario pencetakan sawah baru di Kabupaten Merauke untuk meningkatkan kemampuan pasokan beras Kabupaten Merauke ke kawasan Indonesia bagian timur. Dengan skenario pencetakan sawah baru 2,5% dari luas sawah yang ada setiap tahunnya, maka pasokan beras Kabupaten Merauke ke kawasan Indonesia bagian timur akan meningkat 7,66%. Peningkatan indeks pertanaman (IP) dilakukan melalui optimalisasi alat dan mesin pertanian/alsintan pra panen. Opsi ini dipilih sebagai skenario kebijakan yang paling relevan untuk diterapkan di wilayah penelitian. Melalui optimalisasi alat dan mesin pertanian/alsintan pra panen, diharapkan IP lahan sawah rata-rata akan meningkat 0,07 (Kementan 2011). Skenario arahan penggunaan lahan yang dibangun selengkapnya sebagai berikut. Skenario 1 Lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap dilindungi dan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan serta dilakukan penambahan luas areal tanam (semak belukar dengan kesesuaian sawah S1, S2, S3 dan mempunyai peruntukan sebagai kawasan pertanian lahan basah diarahkan menjadi sawah). Skenario 2 Lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap dilindungi dan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan serta dilakukan penambahan luas areal tanam (semak belukar dengan kesesuaian sawah S1, S2, S3 dan mempunyai peruntukan sebagai kawasan pertanian lahan basah diarahkan menjadi sawah) dan dilakukan peningkatan indeks pertanaman/IP (melalui optimalisasi alat dan mesin pertanian/alsintan pra panen sehingga IP rata-rata akan meningkat 0,07). Tabel 26 Kontribusi Kabupaten Brebes terhadap ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah hasil simulasi skenario 1 dan 2 Komponen Luas sawah (ha) Ketersediaan beras (ton) Jumlah penduduk propinsi (jiwa) Kebutuhan konsumsi beras propinsi (ton) Kontribusi (%)
2015 72.504 356.807 33.774.100 3.279.127 10,88
Tahun 2030 2030 2030 (Business (Skenario 1) (Skenario 2) as usual) 70.950 72.560 72.560 349.159 357.082 375.727 36.751.700 36.751.700 36.751.700 3.568.223 3.568.223 3.568.223 9,79 10,01 10,53
47
Tabel 27 Kontribusi Kabupaten Cilacap terhadap ketersediaan beras Provinsi Jawa Tengah hasil simulasi skenario 1 dan 2 Komponen Luas sawah (ha) Ketersediaan beras (ton) Jumlah penduduk propinsi (jiwa) Kebutuhan konsumsi beras propinsi (ton) Kontribusi (%)
2015 75.320 523.760 33.774.100 3.279.127 15,97
Tahun 2030 2030 2030 (Business (Skenario 1) (Skenario 2) as usual) 74.987 75.343 75.343 521.442 523.919 543.238 36.751.700 36.751.700 36.751.700 3.568.223 3.568.223 3.568.223 14,61 14,68 15,22
Hasil simulasi skenario 1 dan 2 tersaji pada Tabel 26 dan 27. Hasil penerapan skenario 1 menunjukkan Kabupaten Brebes mampu memenuhi target dengan kontribusi 10,01%, namun untuk Kabupaten Cilacap belum mampu memenuhi target dengan kontribusi hanya mencapai 14,68%. Pada penerapan skenario 2, Kabupaten Brebes mampu memenuhi target dengan kontribusi 10,53% dan Kabupaten Cilacap mampu memenuhi target dengan kontribusi 16,28%. Untuk menjaga ketersediaan beras, lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap diarahkan untuk dilindungi dan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan. Penggunaan lahan semak belukar dengan kesesuaian lahan sawah S1, S2, S3 dan mempunyai peruntukan sebagai kawasan pertanian lahan basah di kedua kabupaten diarahkan untuk sawah. Peningkatan indeks pertanaman/IP dilakukan melalui optimalisasi alat dan mesin pertanian (alsintan) pra panen untuk meningkatkan produksi beras. Sebaran spasial arahan penggunaan lahan tersaji pada Gambar 27.
Gambar 27 Arahan penggunaan lahan mendukung ketersediaan beras
48
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
2.
3.
4.
Pola perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes didominasi perubahan dari penggunaan lahan produktif (sawah, kebun/kebun campuran, tambak dan tegalan/ladang) ke lahan terbangun (permukiman), mencapai 85,27% (1.028 ha). Sedangkan pola perubahan dari penggunaan lahan kurang produktif (semak belukar ) ke penggunaan lahan yang lebih produktif (tambak dan kebun/kebun campuran ) masih tinggi terjadi di Kabupaten Cilacap, mencapai 43,34% (245 ha). Lahan sawah di kedua kabupaten dominan terkonversi menjadi permukiman, dengan laju pengurangan sawah di Kabupaten Brebes 1,30% (957 ha), lebih tinggi dari laju pengurangan sawah di Kabupaten Cilacap -0,32% (245 ha). Prediksi tahun 2030 menunjukkan penggunaan lahan di kedua kabupaten yang mengalami penambahan luas adalah permukiman dan tambak, sedangkan yang mengalami pengurangan luas adalah kebun/kebun campuran, sawah dan tegalan/ladang. Penggunaan lahan hutan dan tubuh air diprediksi tetap. Penambahan luasan terbesar di Kabupaten Brebes maupun Cilacap terjadi pada penggunaan lahan permukiman dan pengurangan luasan terbesar terjadi pada penggunaan lahan sawah. Diprediksi pada tahun 2030 akan terjadi pengurangan lahan sawah seluas 1.554 ha di Kabupaten Brebes dan 333 ha di Kabupaten Cilacap. Kabupaten Brebes dan Cilacap hingga tahun 2030 diprediksi masih berstatus surplus beras dengan besaran surplus yang terus menurun. Ketersediaan beras per kapita hingga tahun 2030 di kedua kabupaten diprediksi terus menurun, hal ini mengindikasikan laju ketersediaan beras hingga tahun 2030 diprediksi tidak mampu mengimbangi laju kebutuhan beras yang terus meningkat. Pada tahun 2030 produksi beras di Kabupaten Brebes diprediksi hanya mampu berkontribusi 9,79% dari target 10% dan Kabupaten Cilacap berkontribusi 14,61% dari target 15% ketersediaan beras untuk kebutuhan konsumsi penduduk Provinsi Jawa Tengah. Untuk menjaga kontribusi ketersediaan beras, lahan sawah di Kabupaten Brebes dan Cilacap diarahkan untuk dilindungi dan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan. Selanjutnya, semak belukar dengan kesesuaian lahan sawah S1, S2 dan S3 dan mempunyai peruntukan sebagai kawasan pertanian lahan basah diarahkan menjadi sawah serta dilakukan peningkatan indeks pertanaman (IP) melalui optimalisasi alsintan pra panen pada lahan sawah di kedua kabupaten.
Saran Mengingat besarnya dampak konversi lahan sawah terhadap ketersediaan beras, maka dari hasil penelitian disarankan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap segera melakukan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk menjamin tersedianya lahan sawah untuk produksi beras di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap.
49
DAFTAR PUSTAKA Agus F. 2004. Konversi dan hilangnya multifungsi lahan sawah. Sinar Tani. Jakarta, 29 Jan 2004, Indonesia. Ali SM, Mohammed MJ. 2013. Gap-filling restoration methods for ETM sensor images. Iraqi Journal of Science. 54(1): 206-2014. Amalia IR. 2015. Model perubahan penggunaan lahan padi sawah di Kabupaten Karawang menggunakan cellular automata-Markov chain [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ardiansyah. 2014. Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Menggunakan ENVI 5.1 dan ENVI LiDAR. Jakarta (ID): LABSIG Inderaja. Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air Jilid Kedua (Cetakan Kedua). Bogor (ID): IPB Pres. Balzter H, Braun PW, Kohler W. 1998. Cellular automata models for vegetation dynamics. Ecological Modelling. 107: 113-125. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes. 2015a. Kabupaten Brebes dalam angka 1995-2015. Brebes (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap. 2015b. Kabupaten Cilacap dalam angka 1995-2015. Cilacap (ID): BPS. Briassoulis, H. 2000. Analysis of land Use Change, Theoretical and Modeling Approaches. Regional Research Institute, West Virginia University. Chen J, Gong P, He C, Luo W, Tamura M, Shi P. 2002. Assessment of the urban development plan of Beijing by using a CA-based urban growth model. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing. 68(10): 1063-1071. Dirgahayu D. 2004. Analisis spasial konversi lahan sawah di Kabupaten Bekasi (studi kasus di Kecamatan Cibitung dan Tambun). Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital. 1(1):100-106. Djaenudin D, Marwan H, Subagjo H, Hidayat A. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Ed ke-2. Bogor (ID): BBSDLP Balitbang Kementrian Pertanian. Gandasasmita K. 2001. Analisis penggunaan lahan sawah dan tegalan di daerah aliran Sungai Cimanuk Hulu Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hardjowigeno, S. Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Bogor (ID): Gadjah Mada University Press. Herold M, Latham JS, Gregorio AD, Schumullius CC. 2006. Evolving standards in land cover characterization. Journal of Land Use Science. 1(2-4):157-168. Irawan. 2005. Analisis ketersediaan beras nasional : suatu kajian simulasi pendekatan sistem dinamis. Prosiding Multifungsi Pertanian. Bogor, Indonesia. Irawan. 2007. Valuasi ekonomi lahan pertanian pendekatan nilai manfaat multifungsi lahan sawah dan lahan kering [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Irawan B. 2008. Meningkatkan efektifitas kebijakan konversi lahan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 26(2):116-131.
50
Irawan B, Friyatno S. 2002. Dampak konversi lahan sawah di Jawa terhadap produksi beras dan kebijakan pengendaliannya. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA. 2(2):79-95. Iqbal M, Sumaryanto. 2007. Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian bertumpu pada partisipasi masyarakat. Analisis Kebijakan Pertanian. 5(2):167-182. Jensen RJ. 1996. Introduction Digital Image Processing A Remote Sensing Perspective. 2nd ed. New Jersey (USA): Prentice Hall. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Upaya khusus pencapaian surplus beras nasional 10 juta ton tahun 2011-2015. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. Khakim L, Hastuti D, Widiyani A. 2013. Pengaruh luas lahan, tenaga kerja, penggunaan benih, dan penggunaan pupuk terhadap produksi padi di Jawa Tengah. Mediagro. 9(1):71-79. Komarudin RA. 2013. Model perubahan penggunaan lahan pesisir untuk mendukung rencana tata ruang wilayah Kabupaten Karawang [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Koomen E, Stillwell J. 2007. Modelling Land-Use Change Progress and Applications. The Netherlands: Springer. Lambin EF, Geist HJ, Lepers E. 2003. Dynamics of land-use and land-cover change in tropical regions. Annual Review of Environment and Resources. 28:205241. Landis JR, Koch GG. 1977. The Measurement of observer agreement for categorical data. Biometrics. 33(1): 159-174. Latuamury B. 2013. Kajian konseptual pemodelan perubahan penggunaan lahan untuk studi ilmu lingkungan. Jurnal Teknosains. 3(1): 8-24. Liu GJ, Mason PJ. 2009. Essential Image Processing And GIS for Remote Sensing. West Sussex (UK): John Wiley & Sons Ltd. Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Bogor (ID): IPB Pres. Maulana M. 2004. Peranan luas lahan, intensitas pertanaman dan produktivitas sebagai sumber pertumbuhan padi sawah di Indonesia 1980-2001. Jurnal Agro Ekonomi. 22(1):74-95. Munibah K, Sitorus SRP, Rustiadi E, Gandasasmita K, Hartrisari. 2009. Model hubungan antara jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian dan permukiman (studi kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten). Jurnal Tanah dan Lingkungan. 11(1):32-40. Munibah K. 2008. Model spasial perubahan penggunaan lahan dan arahan penggunaan lahan berwawasan lingkungan (studi kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nasution LB, Winoto J. 1996. Masalah Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya Terhadap Keberlangsungan Swasembada Pangan. Prosiding Lokakarya Persaingan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air. Bogor, Indonesia. Oh YG, Yoo SH, Lee SH, Choi JY. 2011. Prediction of paddy field change based on climate change scenarios using the CLUE model. Paddy Water Environ. (2011)9: 309-323. O´Sullivan D, Torrens PM. 2000. Cellular models of urban systems, CASA Working Paper. University College London.
51
Pasandaran E. 2006. Alternatif kebijakan pengendalian konversi lahan sawah beririgasi di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 25(4). Purbiyanti E. 2013. Wetland convertion in indonesia: determinant factors, impact on the national food availability, and its solutions. Jakarta International Conference of Muslim Intelectuals (JICMI 2013). Jakarta, 14-15 Des 2013, Indonesia. [PUSDATIN] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementan. 2014a. Statistik pertanian 2014. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementan. [PUSDATIN] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementan. 2014b. Buletin Konsumsi Pangan. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementan. Rustiadi E, Saefulhakim S dan Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Sitorus SRP, Putri R, Panuju DR. 2009. Analisis Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Tangerang. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 11(2):41-48. Sitorus SRP, Mulyani M, Panuju DR. 2011. Konversi lahan pertanian dan keterkaitannya dengan kelas kemampuan lahan serta hirarki wilayah di Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 13(2):49-57. Sudaryanto T. 2002. Konversi lahan dan produksi pangan nasional. Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian. Bogor, 2 Okt 2002, Indonesia. Somantri AS, Thahir R. 2007. Analisis sistem dinamik ketersediaan beras di Merauke dalam rangka menuju lumbung padi bagi kawasan timur Indonesia. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 3(2007):28-36 Sumaryanto, Friyatno S, Irawan B. 2001. Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dan dampak negatifnya. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Bogor, 1 Mei 2001, Indonesia. Susilo B. 2013. Simulasi spasial berbasis sistem informasi geografi dan cellular automata untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran kota Yogyakarta. Jurnal Bumi Lestari. 13(2):327-340. Trisasongko BH, Panuju DR, Iman LS, Harimurti, Ramly AF, Anjani V, Subroto H. 2009. Analisis dinamika konversi lahan di sekitar jalur tol cikampek. Publikasi Teknis DATIN. Jakarta (ID). Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Verburg PH, Schot PP, Dijst MJ, and Veldkamp A. 2004. Land use change modelling: current practice and research priorities. GeoJournal. (61): 309324. Warlina L. 2007. Model perubahan penggunaan lahan untuk penataan ruang dalam kerangka pembangunan wilayah berkelanjutan (studi kasus Kabupaten Bandung) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Widiatmaka, Ambarwulan W, Tambunan RP, Nugroho YA, Suprajaka, Nurwadjedi, Santoso PBK. 2014. Land use planning of paddy field using geographic information system and land evaluation in West Lombok, Indonesia. Indonesian Journal of Geography. 46(1):89-98. Widjojono T. 2008. Menunggu jalur lintas selatan Pulau Jawa menjadi kenyataan. Buletin Tataruang. Jakarta, Oktober 2008, Indonesia.
52
Wolfram S. 1984. Cellular automata as models of complexity. Nature. (311): 419– 424.
53
LAMPIRAN
54
Lampiran 1 Koreksi geometrik citra satelit Landsat Hasil koreksi geometrik citra satelit landsat 7 tahun akuisisi 2005 ; ENVI Ground Control Points Table ; ENVI Image to Image GCP Table ; Base (x,y), Warp (x,y), Predict (x,y), Error (x,y), RMS Error ; Total RMS Error: 0.751651 2408.00 1542.75 2410.00 1541.75 2409.91 1542.01 -0.09 0.26 0.27 2727.00 3654.75 2728.75 3654.75 2728.55 3654.40 -0.20 -0.35 0.40 5777.50 3091.50 5781.25 3091.50 5780.55 3091.23 -0.70 -0.27 0.75 2649.00 5158.75 2649.75 5159.00 2650.19 5158.63 0.44 -0.37 0.57 5498.50 5436.75 5500.50 5436.00 5501.98 5435.65 1.48 -0.35 1.52 3067.00 7225.00 3068.50 7224.50 3068.21 7224.91 -0.29 0.41 0.51 5570.75 7296.25 5575.50 7294.25 5574.76 7294.46 -0.74 0.21 0.77 5142.75 2150.00 5145.25 2149.50 5145.35 2149.96 0.10 0.46 0.47 Hasil koreksi geometrik citra satelit landsat 7 tahun akuisisi 2010 ; ENVI Ground Control Points Table ; ENVI Image to Image GCP Table ; Base (x,y), Warp (x,y), Predict (x,y), Error (x,y), RMS Error ; Total RMS Error: 0.925241 2406.50 1621.00 2409.00 1619.25 2408.40 1619.59 -0.60 0.34 0.69 2621.75 3759.75 2622.25 3760.25 2622.78 3759.13 0.53 -1.12 1.24 5301.50 3363.75 5304.00 3363.50 5303.23 3362.95 -0.77 -0.55 0.94 2649.00 5158.75 2648.75 5157.75 2649.46 5158.61 0.71 0.86 1.11 5497.75 5437.00 5499.75 5436.00 5498.97 5436.24 -0.78 0.24 0.82 3067.00 7225.00 3067.50 7225.50 3066.77 7225.38 -0.73 -0.12 0.74 5594.50 7126.25 5594.50 7125.50 5595.30 7125.49 0.80 -0.01 0.80 5142.75 2030.00 5144.00 2028.75 5144.84 2029.12 0.84 0.37 0.91 Hasil koreksi geometrik citra satelit landsat 8 tahun akuisisi 2015 ; ENVI Ground Control Points Table ; ENVI Image to Image GCP Table ; Base (x,y), Warp (x,y), Predict (x,y), Error (x,y), RMS Error ; Total RMS Error: 0.897870 2406.50 1621.00 2408.75 1619.50 2408.37 1620.07 -0.38 0.57 0.69 2726.75 3654.75 2728.50 3655.50 2729.12 3654.44 0.62 -1.06 1.23 5301.50 3363.75 5303.25 3363.00 5303.93 3362.55 0.68 -0.45 0.82 2649.00 5158.75 2651.50 5159.00 2651.70 5158.93 0.20 -0.07 0.21 5545.25 5483.75 5547.00 5482.50 5547.59 5481.52 0.59 -0.98 1.14 2947.25 7445.00 2950.75 7445.00 2950.36 7445.46 -0.39 0.46 0.61 5594.25 7127.00 5597.00 7123.25 5596.49 7123.97 -0.51 0.72 0.88 5142.75 2030.00 5146.00 2028.50 5145.19 2029.31 -0.81 0.81 1.14
55
Lampiran 2 Uji akurasi klasifikasi penggunaan lahan Tabel Lampiran 2-1 Uji akurasi klasifikasi penggunaan lahan tahun 2015 Klas penggunaan lahan
Hasil klasifikasi
Htn Kbc Pmk Swh Sbk Tbk Tgl TA Total kolom
Referensi Htn 1 0 0 0 0 0 0 0 1
Producer's Accuracy Htn 100,00 Kbc 96,97 Pmk 95,12 Swh 94,12 Sbk 100,00 Tbk 75,00 Tgl 80,00 TA 100,00
Kbc 0 32 1 0 0 0 0 0 33
Pmk 0 0 39 2 0 0 0 0 41
Swh 0 1 1 64 0 0 1 1 68
User's Accuracy Htn Kbc Pmk Swh Sbk Tbk Tgl TA
Sbk 0 0 0 0 1 0 0 0 1
Tbk 0 0 1 0 0 3 0 0 4
Tgl 0 1 0 1 0 0 8 0 10
TA 0 0 0 0 0 0 0 2 2
Jumlah 1 34 42 67 1 3 9 3 160
Overall Accuracy
Kappa
93,75
0,91
100 94,12 92,86 95,52 100,00 100,00 88,89 66,67
Tabel Lampiran 2-2 Uji akurasi klasifikasi penggunaan lahan tahun 2010 Klas penggunaan lahan
Hasil klasifikasi
Htn Kbc Pmk Swh Sbk Tbk Tgl TA Total kolom
Referensi Htn 1 0 0 0 0 0 0 0 1
Producer's Accuracy Htn 100,00 Kbc 97,06 Pmk 95,12 Swh 91,78 Sbk 100,00 Tbk 100,00 Tgl 80,00 TA 100,00
Kbc 0 33 1 0 0 0 0 0 34
Pmk 0 0 39 2 0 0 0 0 41
Swh 0 2 1 67 0 0 2 1 73
User's Accuracy Htn Kbc Pmk Swh Sbk Tbk Tgl TA
100 91,67 95,12 95,71 100,00 100,00 80,00 66,67
Sbk 0 0 0 0 1 0 0 0 1
Tbk 0 0 0 0 0 4 0 0 4
Tgl 0 1 0 1 0 0 8 0 10
TA 0 0 0 0 0 0 0 2 2
Jumlah 1 36 41 70 1 4 10 3 166
Overall Accuracy
Kappa
93,37
0,91
56
Lampiran 2 Uji akurasi klasifikasi penggunaan lahan (lanjutan) Tabel Lampiran 2-3 Uji akurasi klasifikasi penggunaan lahan tahun 2005 Klas penggunaan lahan
Hasil klasifikasi
Htn Kbc Pmk Swh Sbk Tbk Tgl TA Total kolom
Referensi Htn 1 0 0 0 0 0 0 0 1
Producer's Accuracy Htn 100,00 Kbc 94,29 Pmk 95,12 Swh 90,67 Sbk 100,00 Tbk 100,00 Tgl 80,00 TA 100,00
Kbc 0 33 1 1 0 0 0 0 35
Pmk 0 0 39 2 0 0 0 0 41
Swh 0 2 2 68 0 0 2 1 75
User's Accuracy Htn Kbc Pmk Swh Sbk Tbk Tgl TA
100 91,67 92,86 94,44 100,00 100,00 80,00 66,67
Sbk 0 0 0 0 1 0 0 0 1
Tbk 0 0 0 0 0 4 0 0 4
Tgl 0 1 0 1 0 0 8 0 10
TA 0 0 0 0 0 0 0 2 2
Jumlah 1 36 42 72 1 4 10 3 169
Overall Accuracy
Kappa
92,31
0,89
57
Lampiran 3 Peta persebaran titik-titik pengamatan lapangan
Gambar 3-1 Peta persebaran titik-titik pengamatan lapangan
58
Lampiran 4 Matrik perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Brebes Tabel Lampiran 4-1 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010
Tahun 2005
Penggunaan Lahan
Tahun 2010 Htn
Kbc
Pmk
Swh
Sbk
Total
Tbk
Tgl
TA
Htn
3.266
0
0
0
0
0
0
0
3.266
Kbc
0
54.904
57
0
0
14
0
0
54.975
Pmk
0
0
16.004
0
0
0
0
0
16.004
Swh
0
0
350
73.021
0
78
13
0
73.461
Sbk
0
0
0
0
276
0
0
0
276
Tbk
0
0
4
0
0
12.350
0
0
12.355
Tgl
0
0
10
0
0
0
13.745
0
13.755
TA Total
0
0
0
0
0
0
0
2.630
2.630
3.266
54.904
16.425
73.021
276
12.442
13.758
2.630
176.722
Ket.
= tidak berubah
= berubah ke penggunaan lahan lain
Tabel Lampiran 4-2 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015
Tahun 2010
Penggunaan Lahan
Tahun 2015 Htn
Kbc
Pmk
Swh
Sbk
Tbk
Tgl
TA
Total
Htn
3.266
0
0
0
0
0
0
0
3.266
Kbc
0
54.790
95
0
0
19
0
0
54.904
Pmk
0
0
16.425
0
0
0
0
0
16.425
Swh
0
0
460
72.504
0
45
11
0
73.021
Sbk
0
0
0
0
276
0
0
0
276
Tbk
0
0
9
0
0
12.433
0
0
12.442
Tgl
0
0
42
0
0
0
13.716
0
13.758
TA
0
0
0
0
0
0
0
2.630
2.630
3.266
54.790
17.032
72.504
276
12.497
13.727
2.630
176.722
Total
Tabel Lampiran 4-3 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2015
Tahun 2005
Penggunaan Lahan
Tahun 2015
Total
Htn
Kbc
Pmk
Swh
Sbk
Tbk
Tgl
TA
Htn
3.266
0
0
0
0
0
0
0
3.266
Kbc
0
54.790
152
0
0
33
0
0
54.975
Pmk
0
0
16.004
0
0
0
0
0
16.004
Swh
0
0
813
72.504
0
123
21
0
73.461
Sbk
0
0
0
0
276
0
0
0
276
Tbk
0
0
14
0
0
12.341
0
0
12.355
Tgl
0
0
50
0
0
0
13.705
0
13.755
TA
0
0
0
0
0
0
0
2.630
2.630
3.266
54.790
17.032
72.504
276
12.497
13.727
2.630
176.722
Total
59
Lampiran 5 Matrik perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap Tabel Lampiran 5-1 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2010
Tahun 2005
Penggunaan Lahan
Tahun 2010 Htn
Kbc
Total
Pmk
Swh
Sbk
Tbk
Tgl
TA
Htn
17.757
0
0
0
0
0
0
0
17.757
Kbc
0
73.661
11
0
0
0
0
0
73.672
Pmk
0
0
37.825
0
0
0
0
0
37.825
Swh
0
0
122
75.443
0
0
0
0
75.565
Sbk
0
0
9
0
4.114
189
0
0
4.312
Tbk
0
0
0
0
0
2.262
0
0
2.262
Tgl
0
0
1
0
0
0
17.054
0
17.054
TA Total
0
0
0
0
0
0
0
5.978
5.978
17.757
73.661
37.968
75.443
4.114
2.451
17.054
5.978
234.426
Tabel Lampiran 5-2 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 2010-2015
Tahun 2010
Penggunaan Lahan
Tahun 2015 Htn
Kbc
Pmk
Swh
Sbk
Tbk
Tgl
TA
Total
Htn
17.757
0
0
0
0
0
0
0
17.757
Kbc
0
73.607
54
0
0
0
0
0
73.661
Pmk
0
0
37.968
0
0
0
0
0
37.968
Swh
0
0
103
75.320
0
0
20
0
75.443
Sbk
0
2
0
0
4.059
53
0
0
4.114
Tbk
0
0
0
0
0
2.451
0
0
2.451
Tgl
0
0
0
0
0
0
17.053
0
17.054
TA Total
0
0
0
0
0
0
0
5.978
5.978
17.757
73.609
38.125
75.320
4.059
2.505
17.073
5.978
234.426
Ket.
= tidak berubah
= berubah ke penggunaan lahan lain
Tabel Lampiran 5-3 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2015
Tahun 2005
Penggunaan Lahan
Tahun 2015 Htn
Kbc
Pmk
Swh
Sbk
Tbk
Tgl
TA
Total
Htn
17.757
0
0
0
0
0
0
0
17.757
Kbc
0
73.607
65
0
0
0
0
0
73.672
Pmk
0
0
37.825
0
0
0
0
0
37.825
Swh
0
0
225
75.320
0
0
20
0
75.565
Sbk
0
2
9
0
4.059
243
0
0
4.312
Tbk
0
0
0
0
0
2.262
0
0
2.262
Tgl
0
0
1
0
0
0
17.053
0
17.054
TA Total
Ket.
0
0
0
0
0
0
0
5.978
5.978
17.757
73.609
38.125
75.320
4.059
2.505
17.073
5.978
234.426
= tidak berubah
= berubah ke penggunaan lahan lain
60
Lampiran 6 Contoh perhitungan validasi model pada iterasi ke-8 (nilai kappa) Mumber of total runs : 2 Multi-resolution VALIDATE : Categorical Image Comparison ========================================================== Comparison image file : M10510_2015_i8 Reference image file : 2015 Strata/Mask image file : N/A Number of valid strata:
1; Number of valid categories:
//Beginning of run: Resolution scale: 1 x 1
9
1
Classification agreement/disagreement According to ability to specify accurately quantity and allocation __________________________________________________________________ Information of Quantity -------------------------------------------------Information of Allocation No[n] Medium[m] Perfect[p] -----------------------------------------------------------------------------------Perfect[P(x)] P(n) = 0.4613 P(m) = 0.9621 P(p) = 1.0000 PerfectStratum[K(x)] K(n) = 0.4719 K(m) = 0.9621 K(p) = 0.9999 MediumGrid[M(x)] M(n) = 0.4553 M(m) = 0.9577 M(p) = 0.9390 MediumStratum[H(x)] H(n) = 0.1111 H(m) = 0.4081 H(p) = 0.4110 No[N(x)] N(n) = 0.1111 N(m) = 0.4081 N(p) = 0.4110 __________________________________________________________________ AgreementChance = 0.1111 AgreementQuantity = 0.2970 AgreementStrata = 0.0000 AgreementGridcell = 0.5496 DisagreeGridcell = 0.0045 DisagreeStrata = 0.0000 DisagreeQuantity = 0.0379 Kno = 0.9524 Klocation = 0.9919 KlocationStrata = 0.9919 Kstandard = 0.9285 //Ending of run: 1
61
Lampiran 7 Hasil perhitungan validasi model (nilai kappa) Tabel Lampiran 6-1 Hasil perhitungan validasi model (nilai kappa) Iterasi ke 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
h 0 1 1 2 2 3 3 3 5 4
Waktu m 42 2 34 11 40 5 24 59 6 55
s 10,71 24,26 56,85 4,98 52,81 58,99 34,25 49,61 4,44 42,17
Waktu (Minute)
Kappa
42,18 62,40 94,95 131,08 160,88 185,98 204,57 239,83 306,07 295,70
0,9242 0,9272 0,9280 0,9285 0,9287 0,9288 0,9289 0,9291 0,9292 0,9293
62
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada 18 Agustus 1983. Penulis merupakan putra kedua dari pasangan Christian E. Suyanto dan Anastasia Murwani. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dari tahun 2000 dan lulus pada Tahun 2004. Pada Tahun 2013 penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Program Magister Sains, Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana IPB melalui beasiswa yang diperoleh dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian. Penulis bekerja sebagai staf fungsional di Sub Direktorat Perluasan Kawasan Tanaman Pangan, Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian sejak tahun 2009 hingga sekarang. Sebelumnya, pada tahun 2004 hingga 2009, penulis bekerja sebagai staf pemetaan di perkebunan sawit PT. SMART, Tbk, Sampit, Kalimantan Tengah. Sebagian dari hasil penelitian tesis sedang dalam proses penerbitan di Jurnal Tata Loka, Jurnal Ilmiah Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro dengan judul Model Perubahan dan Arahan Penggunaan Lahan untuk Mendukung Ketersediaan Beras di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap.