MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PRODUSEN DAN PENGECER DENGAN KESALAHAN INSPEKSI, KENDALI WAKTU TUNGGU, DAN LEARNING IN PRODUCTION Bagus Naufal Fauzi, Sutanto, dan Vika Yugi Kurniawan Program Studi Matematika FMIPA UNS
Abstrak. Persediaan dapat dikendalikan menggunakan model persediaan terintegrasi antara produsen dan pengecer. Model persediaan terintegrasi ini mempertimbangkan kesalahan inspeksi, kendali waktu tunggu, dan learning in production. Adanya barang cacat yang diproduksi produsen terdeteksi saat dilakukan inspeksi oleh pengecer, namun dimungkinkan terjadinya kesalahan inspeksi. Diasumsikan permintaan konsumen selama waktu tunggu berdistribusi normal. Waktu tunggu dapat dikendalikan dengan crashing cost. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah peningkatan kecepatan produksi karena peningkatan kemampuan pekerja, biasa disebut learning in production. Tujuan penelitian ini adalah menurunkan model persediaan terintegrasi produsen dan pengecer, menentukan penyelesaian optimal dari model yang diperoleh, dan menerapkannya. Kata Kunci: model persediaan terintegrasi, kesalahan inspeksi, kendali waktu tunggu, learning in production
1. Pendahuluan Persediaan merupakan hal yang penting bagi perusahaan sehingga perlu dikendalikan. Persediaan pada produsen dan pengecer yang diatur masing-masing mengakibatkan biaya total persediaan menjadi besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan koordinasi persediaan antara produsen dan pengecer agar biaya persediaan menjadi minimum. Model persediaan terintegrasi produsen dan pengecer pertama kali diperkenalkan oleh Goyal [3]. Pada model tersebut tidak dipertimbangkan adanya barang cacat yang diproduksi produsen. Pada kenyataannya, produsen dimungkinkan memproduksi barang cacat sehingga perlu dilakukan inspeksi oleh pengecer. Khan et al. [6] menyebutkan bahwa dalam melakukan inspeksi dimungkinkan terjadi kesalahan inspeksi tipe I (barang tidak cacat dianggap cacat) dan tipe II (barang cacat dianggap tidak cacat). Pengecer mendapatkan pengembalian uang secara penuh dari produsen ketika barang cacat dikembalikan (Hsu dan Hsu [4]). Barang yang dikembalikan akan dijual produsen pada pasar sekunder. Model persediaan terintegrasi produsen dan pengecer yang dikembangkan Hsu dan Hsu [4] telah mempertimbangkan adanya barang cacat dan kesalahan inspeksi. Namun, model ini tidak memperhatikan waktu tunggu dan banyak permintaan tidak diketahui secara pasti. Model economic order quantity (EOQ) dikembangkan oleh Al-Salamah [1] dengan mempertimbangkan adanya barang cacat dan kesalahan inspeksi. Pada model tersebut, banyak unit pemesanan dan titik pemesanan kembali (reorder point) digunakan sebagai variabel keputusan. Permintaan konsumen kepada pengecer selama waktu tunggu adalah probabilistik dan berdistribusi uniform. Hal ini dapat mengakibatkan kekurangan barang (shortage). 1
Model Persediaan Terintegrasi . . .
Saat pengecer melakukan pemesanan ke produsen, dimungkinkan adanya waktu tunggu (lead time). Lin [7] menyatakan bahwa waktu tunggu dibagi menjadi m komponen yang saling independen. Waktu tunggu dapat diperpendek dengan menambahkan biaya percepatan pengiriman (crashing cost). Dengan kata lain, crashing cost merupakan kendali waktu tunggu. Ben-Daya dan Raouf [2] mengasumsikan permintaan selama waktu tunggu berdistribusi normal. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengendalian persediaan adalah peningkatan kecepatan produksi karena peningkatan kemampuan pekerja, biasa disebut learning in production. Learning in production pertama kali diperkenalkan oleh Wright [8]. Wright [8] menemukan fakta bahwa jika setiap unit kumulatif produksi bertambah dua kali lipat maka waktu produksi per unit akan berkurang dalam persentase yang konstan. Khan et al. [5] menyatakan bahwa learning in production dapat menurunkan biaya total persediaan secara besar. Pada penelitian ini, diturunkan model persediaan terintegrasi produsen dan pengecer dengan barang cacat dan kesalahan inspeksi yang mengacu pada Hsu dan Hsu [4], kekurangan barang dan kendali waktu tunggu yang mengacu pada Lin [7], dan learning in production yang mengacu pada Khan et al. [5]. Selain itu, banyak permintaan selama waktu tunggu tidak diketahui secara pasti dan berdistribusi normal serta kekurangan persediaan yang terjadi merupakan kasus partial backorder. Kemudian ditentukan penyelesaian optimal untuk meminimumkan biaya total persediaan berdasarkan model yang diperoleh dan menginterpretasikan hasilnya.
2. Penurunan Model Pada bagian ini dijelaskan penurunan model persediaan, yaitu model persediaan produsen, model persediaan pengecer, dan model persediaan terintegrasi produsen dan pengecer. Pengecer memiliki permintaan tahunan sebesar D unit. Produsen memenuhi permintaan pengecer dengan memproduksi Qp unit per siklus produksi. Hasil produksi tersebut dikirimkan produsen kepada pengecer sebanyak n kali pengiriman dengan ukuran Q unit. Panjang siklus produksi (Tc ) 1) adalah nQ(1−γ)(1−e sehingga ekspektasi banyak siklus produksi per tahunnya sebeD 1 D sar E[Tc ] = nQ(1−E[γ])(1−e1 ) . 2.1. Model Persediaan Produsen. Banyaknya barang maksimum yang dapat diproduksi produsen per tahun sebesar P dan mengeluarkan biaya persiapan per siklus produksi sebesar Sv . Produsen dimungkinkan memproduksi barang cacat dengan probabilitas adanya barang cacat sebesar γ. Akibatnya, produsen menanggung biaya produksi barang cacat sebesar cw per unit barang cacat. Kesalahan inspeksi tipe I menyebabkan produsen menjual barang yang sebenarnya tidak cacat di B. N. Fauzi, Sutanto, V. Y. Kurniawan
2
2017
Model Persediaan Terintegrasi . . .
pasar sekunder dan mengalami kerugian sebesar cr per unit akibat kesalahan inspeksi tipe I. Produsen juga menanggung biaya post sale failure sebesar cav per unit dan biaya penyimpanan sebesar hv per unit. Total biaya persediaan produsen per siklus produksi adalah jumlahan dari biaya persiapan produksi, biaya memproduksi barang cacat, biaya kesalahan inspeksi tipe I, biaya post sale failure, dan biaya penyimpanan. 2.2. Model Persediaan Pengecer. Pengecer melakukan pemesanan barang dengan biaya pemesanan SB per pemesanan. Pengecer juga mengeluarkan biaya transportasi sebesar F yang digunakan untuk satu kali pengiriman dan pengembalian barang. Pada saat barang tiba, pengecer melakukan inspeksi dengan biaya inspeksi per unit sebesar cs . Selama inspeksi dimungkinkan terjadi kesalahan inspeksi tipe I dengan probabilitas e1 dan tipe II dengan probabilitas e2 . Kesalahan inspeksi mengakibatkan adanya barang cacat yang diterima konsumen sehingga pengecer mengalami kehilangan kepercayaan dari konsumen. Pengecer harus menanggung biaya post sale failure sebesar caB per unit barang cacat yang dijual. Pengecer melakukan pemesanan kembali ketika persediaan mencapai titik pemesanan kembali (r) dan dimungkinkan adanya waktu tunggu. Banyak permintaan selama waktu tunggu berdistribusi normal (x). Waktu tunggu dapat diperpendek dengan menambahkan biaya pengurangan waktu tunggu (crashing cost) sebesar C(L) per pengiriman. Selama waktu tunggu dimungkinkan banyaknya permintaan melebihi banyak persediaan sehingga terjadi kekurangan persediaan. Biaya kekurangan persediaan terdiri dari biaya pinalti sebesar α per unit kekurangan dan keuntungan marginal yang hilang sebesar α0 per unit. Dalam penyimpanan barang di gudang, pengecer dikenakan biaya penyimpanan sebesar hB per unit. Total biaya persediaan pengecer per siklus produksi adalah jumlahan dari biaya pemesanan, biaya transportasi, biaya inspeksi, biaya post sale failure, biaya pengurangan waktu tunggu (crashing cost), biaya kekurangan persediaan, dan biaya penyimpanan. 2.3. Model Persediaan Terintegrasi Produsen dan Pengecer. Model persediaan terintegrasi produsen dan pengecer per tahun yaitu ET C(n, Q, k, L)
=
√ (α + α0 (1 − β))Dσ Lφ(k) D(SB + nF + nC(L) + Sv ) + nQ(1 − E[γ])(1 − e1 ) Q(1 − E[γ])(1 − e1 ) D(cs + cw E[γ] + ca E[γ]e2 + cr (1 − E[γ])e1 ) (1 − E[γ])(1 − e1 ) ( QD((1 − E[γ])e + E[γ](1 − e )) QE[A] 1 2 +hB + y(1 − E[γ])(1 − e1 ) 2(1 − E[γ])(1 − e1 ) ) ( D(i1−b − (i − 1)1−b )(nQ)1−b √ √ +kσ L + (1 − β)σ Lφ(k) + hv P (2 − b)(1 − E[γ])(1 − e1 ) +
+
DQ1−b ((1 + (i − 1)n)1−b − ((i − 1)n)1−b ) P (1 − b)(1 − E[γ])(1 − e1 )
−
D(nQ)1−b (i1−b − (i − 1)1−b ) Q(n − 1)(2 − (1 − E[γ])(1 − e1 )) ) + , P (1 − b)(1 − E[γ])(1 − e1 ) 2(1 − E[γ])(1 − e1 )
B. N. Fauzi, Sutanto, V. Y. Kurniawan
3
(2.1) 2017
Model Persediaan Terintegrasi . . .
dengan
E[A] = 1 − 2(E[γ] + e1 ) + 4E[γ]e1 + 2E[γ]e2 (1 − e1 ) + E[γ 2 ](1 − 2e1 − 2e2 + 2e1 e2 + e21 ) + e21 (1 − 2E[γ]).
3. Penyelesaian Optimal Total biaya persediaan terintegrasi produsen dan pengecer minimum diperoleh dengan mencari penyelesaian optimal dari varaibel n, Q, k, L. Nilai n∗ dan L∗ ditentukan melalui simulasi. Pada simulasi tersebut, nilai n harus bilangan asli sehingga nilai n∗ ditentukan saat ET C(n∗ , Q, k, L) ≤ ET C(n∗ − 1, Q, k, L) dan ET C(n∗ , Q, k, L) ≤ ET C(n∗ + 1, Q, k, L). Ditentukan nilai ET C untuk setiap Lι , ι = 1, 2, . . . , m, sehingga nilai L∗ dapat dipilih dari nilai ET C yang paling minimum. Jika n dan L tetap, maka nilai Q∗ dan k ∗ diperoleh melalui persamaan (2.1) yang memenuhi syarat perlu untuk titik stasioner yaitu ∇ET C(n, Q, k, L) = 0. Berikut turunan parsial pertama dari persamaan (2.1) terhadap Q dan k yang disamadengankan nol. ∂ET C(n, Q, k, L) =0 ∂Q
√ D(SB + nF + nC(L) + Sv ) (α + α0 (1 − β))Dσ Lφ(k) − ⇒ − nQ2 (1 − E[γ])(1 − e1 ) Q2 (1 − E[γ])(1 − e1 ) ) ( D((1 − E[γ])e + E[γ](1 − e )) E[A] 1 2 + +hB y(1 − E[γ])(1 − e1 ) 2(1 − E[γ])(1 − e1 ) ( D(i1−b − (i − 1)1−b )n1−b (1 − b)Q−b (n − 1)(2 − (1 − E[γ])(1 − e )) 1 +hv + P (2 − b)(1 − E[γ])(1 − e1 ) 2(1 − E[γ])(1 − e1 ) DQ−b ((1 + (i − 1)n)1−b − ((i − 1)n)1−b ) P (1 − E[γ])(1 − e1 ) 1−b −b Dn Q (i1−b − (i − 1)1−b ) ) − = 0, P (1 − E[γ])(1 − e1 ) +
(3.1)
dan ∂ET C(n, Q, k, L) =0 ∂k √ √ √ (α + α0 (1 − β))Dσ L[1 − Φ(k)] + hB {σ L − (1 − β)σ L[1 − Φ(k)]} = 0. ⇒ − Q(1 − E[γ])(1 − e1 )
Penyelesaian optimal dari Q diperoleh melalui persamaan (3.1). Sedangkan penyelesaian optimal dari k yang memenuhi ∂ET C(n,Q,k,L) = 0 yaitu ∂k Φ(k ∗ ) = 1 −
hB Q(1 − E[γ])(1 − e1 ) . hB Q(1 − E[γ])(1 − β) + D[α + α0 (1 − β)]
B. N. Fauzi, Sutanto, V. Y. Kurniawan
4
(3.2)
2017
Model Persediaan Terintegrasi . . .
Bukti bahwa Q∗ dan k ∗ adalah penyelesaian optimal persamaan (2.1) yang meminimumkan total biaya persediaan terintegrasi produsen dan pengecer ditunjukkan melalui nilai principal minor determinant dari matriks Hessian ET C(k, Q) berikut. ( 2 ) 2 ∇2 ET C(k, Q) =
∂ ET C(k,Q) ∂k2 ∂ 2 ET C(k,Q) ∂Q∂k
∂ ET C(k,Q) ∂k∂Q ∂ 2 ET C(k,Q) ∂Q2
(3.3)
Berdasarkan matriks Hessian (3.3), diperoleh nilai |H11 | > 0 dan |H22 | > 0. Hal ini berarti bahwa ET C(k, Q) adalah fungsi konveks. Jadi, Q∗ dan k ∗ adalah penyelesaian optimal persamaan (2.1). Berikut algoritme untuk memperoleh penyelesaian optimal dari n, Q, k dan L. Algoritme 3.1 (1) Menetapkan i = 1. (2) Menetapkan n = 1. (3) Untuk setiap Lι , ι = 1, 2, . . . , m, melakukan langkah berikut. (a) Menentukan nilai awal kι1 = 0, ϕ(kι1 ) = 0.39894, dan Φ(kι1 ) = 0.5. (b) Menentukan nilai φ(kι1 ). (c) Menggunakan nilai φ(kι1 ) untuk menentukan penyelesaian dari persamaan (3.1) sehingga diperoleh nilai Qι1 . (d) Menggunakan nilai Qι1 untuk menentukan nilai Φ(kι2 ). (e) Menentukan nilai Φ(kι2 ) dari tabel normal standar sehingga diperoleh nilai kι2 dan ϕ(kι2 ). (f) Mengulangi langkah (b)-(d) hingga nilai Qι dan kι konvergen ke Q∗ι dan kι∗ . (4) Menghitung nilai ET C(n, Q∗ι , kι∗ , Lι ) untuk ι = 1, 2, .., m. (5) Menetapkan ET C(n, Q∗n , kn∗ , L∗n ) = minι=1,2,...,m {ET C(n, Q∗ι , kι∗ , Lι )} sehingga (n, Q∗n , kn∗ , L∗n ) merupakan penyelesaian optimal untuk nilai n. (6) Menetapkan nilai n = n + 1 dan mengulangi langkah (3)-(5) untuk memperoleh nilai ET C(n, Q∗n , kn∗ , L∗n ). ∗ , L∗n−1 ), maka kembali ke (7) Jika ET C(n, Q∗n , kn∗ , L∗n ) ≤ ET C(n − 1, Q∗n−1 , kn−1 langkah (6), selain itu melanjutkan ke langkah (8). ∗ (8) Menetapkan ET C(n∗ , Q∗ , k ∗ , L∗ ) = ET C(n − 1, Q∗n−1 , kn−1 , L∗n−1 ) sehingga ET C(n∗ , Q∗ , k ∗ , L∗ ) merupakan penyelesaian optimal. Menetapkan i = i+1. ∑ ∗ (9) Mengulangi langkah (2)-(8) hingga Qi ≥ D.
B. N. Fauzi, Sutanto, V. Y. Kurniawan
5
2017
Model Persediaan Terintegrasi . . .
4. Penerapan Penerapan model pada penelitian ini menggunakan nilai parameter yang mengacu pada Hsu dan Hsu [4], Lin [7], dan Khan et al. [5]. Adapun nilai parameternya diberikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai-nilai parameter
Parameter P D y σ Sv SB F hv hB
Nilai Satuan Parameter Nilai Satuan 160000 unit/tahun cs 0.50 $/unit 50000 unit/tahun cw 50.00 $/unit 175200 unit/tahun cr 100.00 $/unit 7 unit/minggu caB 200.00 $/unit 300.00 $/siklus produksi cav 300.00 $/unit 100.00 $/pemesanan α 25.00 $/unit 25.00 $/pengiriman α0 75.00 $/unit 2.00 $/unit/tahun b 0.32 5.00 $/unit/tahun β 0.80
Persentase banyaknya barang cacat (γ) dalam setiap pengiriman mengikuti distribusi uniform dengan {
f (γ) =
1 µ,
0,
0 ≤ γ ≤ µ; untuk yang lainnya.
Nilai E[γ] = µ2 dengan µ = e1 = e2 = 0.04. Data waktu tunggu dengan tiga komponen dan crashing cost diambil dari Lin [7] dan ditunjukkan pada Tabel 2 sehingga diperoleh L = 3, 4, 5, 6, 7, 8 dengan C(L) berturut-turut $57.4, $22.4, $14, $5.6, $2.8, $0. Tabel 2. Data waktu tunggu dan crashing cost
Waktu tunggu Durasi normal Durasi minimum Crashing cost komponen ι bι (hari) aι (hari) cι ($/hari) 1 20 6 0.4 2 20 6 1.2 3 16 9 5.0 Berdasarkan nilai parameter yang telah diketahui, diterapkan algoritme 4.1 pada persamaan (2.1). Diperoleh penyelesaian optimal yang ditunjukkan pada Tabel 3 untuk siklus ke-1 hingga siklus ke-14. Pada Tabel 3, tampak bahwa banyak barang yang dikirimkan produsen semakin bertambah tiap siklusnya serta total biaya persediaan terintegrasi produsen dan pengecer per tahun semakin berkurang. Banyak pengiriman dan waktu tunggu tiap siklus tetap, sedangkan faktor pengaman berkurang karena banyak barang yang diproduksi meningkat. B. N. Fauzi, Sutanto, V. Y. Kurniawan
6
2017
Model Persediaan Terintegrasi . . .
Tabel 3. Hasil ET C(n, Q, k, L) optimal i n 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 1 10 1 11 1 12 1 13 1 14 1
Q 3804.59 3810.52 3811.92 3812.70 3813.23 3813.62 3813.93 3814.18 3814.39 3814.57 3814.73 3814.87 3814.99 3815.10
k L 2.37 4 2.3677 4 2.36755 4 2.36745 4 2.3674 4 2.36735 4 2.3673 4 2.3673 4 2.36725 4 2.36725 4 2.3672 4 2.3672 4 2.3672 4 2.3672 4
ET C(n, Q, k, L) 328258.11 328215.13 328205.05 328199.38 328195.55 328192.72 328190.49 328188.69 328187.17 328185.88 328184.75 328183.76 328182.87 328182.08
5. Kesimpulan (1) Model persediaan terintegrasi produsen dan pengecer dengan kesalahan inspeksi, kendali waktu tunggu, dan learning in production dinyatakan sebagai berikut. ET C(n, Q, k, L)
=
√ D(SB + nF + nC(L) + Sv ) (α + α0 (1 − β))Dσ Lφ(k) + nQ(1 − E[γ])(1 − e1 ) Q(1 − E[γ])(1 − e1 ) D(cs + cw E[γ] + ca E[γ]e2 + cr (1 − E[γ])e1 ) (1 − E[γ])(1 − e1 ) ( QD((1 − E[γ])e + E[γ](1 − e )) QE[A] 1 2 + +hB y(1 − E[γ])(1 − e1 ) 2(1 − E[γ])(1 − e1 ) ) ( D(i1−b − (i − 1)1−b )(nQ)1−b √ √ +kσ L + (1 − β)σ Lφ(k) + hv P (2 − b)(1 − E[γ])(1 − e1 ) +
dengan
+
DQ1−b ((1 + (i − 1)n)1−b − ((i − 1)n)1−b ) P (1 − b)(1 − E[γ])(1 − e1 )
−
D(nQ)1−b (i1−b − (i − 1)1−b ) Q(n − 1)(2 − (1 − E[γ])(1 − e1 )) ) + , P (1 − b)(1 − E[γ])(1 − e1 ) 2(1 − E[γ])(1 − e1 )
E[A] = 1 − 2(E[γ] + e1 ) + 4E[γ]e1 + 2E[γ]e2 (1 − e1 ) + E[γ 2 ](1 − 2e1 − 2e2 + 2e1 e2 + e21 ) +
e21 (1 − 2E[γ]).
(2) Penyelesaian optimal dari model persediaan terintegrasi produsen dan pengecer pada persamaan (2.1) adalah n∗ , Q∗ , k ∗ , dan L∗ . n∗ ditentukan saat ET C(n∗ , Q, k, L) ≤ ET C(n∗ −1, Q, k, L) dan ET C(n∗ , Q, k, L) ≤ ET C(n∗ + 1, Q, k, L). Q∗ ditentukan dengan menyelesaikan persamaan (3.1). k ∗ diperoleh yaitu persamaan (3.2). L∗ ditentukan dari nilai ET C yang paling minimum untuk setiap Lι , ι = 1, 2, . . . , m. (3) Berdasarkan nilai parameter yang telah diketahui, diperoleh penyelesaian optimal yang ditunjukkan pada Tabel 3 untuk siklus ke-1 hingga siklus ke-14. Banyak barang yang dikirimkan produsen semakin bertambah tiap siklusnya B. N. Fauzi, Sutanto, V. Y. Kurniawan
7
2017
Model Persediaan Terintegrasi . . .
serta total biaya persediaan terintegrasi produsen dan pengecer per tahun semakin berkurang. Banyak pengiriman dan waktu tunggu tiap siklus tetap, sedangkan faktor pengaman berkurang karena banyak barang yang diproduksi meningkat. Daftar Pustaka 1. Al-Salamah, M., Economic Order Quantity with Stochastic Demand, Imperfect Quality, and Inspection Errors, Journal of Engineering and Computer Science 5 (2012), no. 2, 131–145. 2. Ben-Daya, M. and A. Raouf, Inventory Model Involving Lead Time as a Decision Variable, The Journal of The Operational Research Society (1994), no. 5, 579–582. 3. Goyal, S. K., An Integrated Inventory Model for a Single Supplier-Single Customer Problem, International Journal of Production Research 15 (1976), no. 1, 107–111. 4. Hsu, J. T. and L. F. Hsu, An Integrated Single-vendor Single-buyer Production Inventory Model for Items with Imperfect Quality and Inspection Errors, International Journal of Industrial Engineering Computations 3 (2012), 703–720. 5. Khan, M., M. Y. Jaber, A. R. Ahmad, An Integrated Supply Chain Model with Errors in Quality Inspection and Learning in Production, The International Journal of Management Science 42 (2014), 16–24. 6. Khan, M., M. Y. Jaber, M. Booney, An Economic Order Quantity (EOQ) for Items with Imperfect Quality and Inspection Errors, International Journal Production Economics 133 (2011), 113–118. 7. Lin, H. J., An Integrated Supply Chain Inventory Model with Imperfect Quality Items, Controllable Lead Time and Distribution Free Demand, Yugoslav Journal of Operations Research (2013), no. 1, 87–109. 8. Wright, T., Factor Affecting the Cost of Airplanes, Journal of Aeronautical Science (1936), no. 3, 122–128.
B. N. Fauzi, Sutanto, V. Y. Kurniawan
8
2017