MODEL PENILAIAN CEPAT KINERJA INDUSTRI GULA
Nur Cahyadi F03498132
2005 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
MODEL PENILAIAN CEPAT KINERJA INDUSTRI GULA
Nur Cahyadi F03498132
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Pada Fakultas Teknologi Pertanian
2005 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN MODEL PENILAIAN CEPAT KINERJA INDUSTRI GULA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: Nur Cahyadi F03498132
Disetujui, Bogor,
September 2005
Dr. Ir. Hartrisari Hadjomidjojo, DEA. Dosen Pembimbing
iv
Untuk Emak dan Bapak (Alm.) Terimalah bakti dari anakmu.
Untuk Mas Yayak, Adik Siswanto dan Iwan, serta Yulia.
v
Nur Cahyadi. F03498132. Model Penilaian Cepat Kinerja Industri Gula. Di bawah bimbingan Hartrisari Hadjomidjojo. RINGKASAN Beberapa tahun terakhir ini Indonesia sedang mengalami krisis gula nasional. Krisis gula ini ditunjukkan dengan besarnya gula impor terutama impor ilegal yang masuk ke Indonesia. Krisis gula nasional terjadi karena pabrik gula (PG) di Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah, salah satunya adalah rendahnya kinerja PG baik dalam bidang pabrikasi maupun manajemen. Terjadinya krisis gula nasional dan rendahnya kinerja industri gula menunjukkan bahwa saat ini dibutuhkan upaya-upaya bagi peningkatan kinerja industri gula di Indonesia. Salah satu hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pergulaan nasional adalah dengan memperbaiki kinerja PG yang ada. Peningkatan manajemen dan proses pabrik gula diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan produksi gula nasional, sehingga ke depan diharapkan Indonesia dapat memenuhi kebutuhan gula dalam negeri tanpa harus tergantung pada gula impor. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan model penilaian cepat kinerja industri gula ke dalam sebuah perangkat lunak aplikatif yang dapat digunakan untuk menilai kinerja PG secara cepat. Model penilaian cepat industri gula di rancang dalam sebuah paket perangkat lunak yang diberi nama “MPG 1.0”. Model ini tersusun atas empat belas sub-model penilaian kinerja (SMPK), yaitu: 1. SMPK Stasiun Penerimaan dan Persiapan 2. SMPK Stasiun Penggilingan 3. SMPK Stasiun Pemurnian 4. SMPK Stasiun Penguapan 5. SMPK Stasiun Kristalisasi. 6. SMPK Stasiun Sentrifugasi. 7. SMPK Stasiun Pengeringan dan Pengemasan 8. SMPK Stasiun Energi 9. SMPK Produk 10. SMPK Keuangan 11. SMPK Formasi SDM 12. SMPK Ekonomi 13. SMPK Sosial 14. SMPK Lingkungan Judgment penentuan kinerja dilakukan dengan menghitung nilai penyimpangan (deviasi). Penyimpangan maksimal adalah sebesar 10%. Jika nilai deviasi suatu kriteria kurang dari atau sama dengan 10% maka kriteria tersebut dinyatakan baik, dan sebaliknya kriteria tersebut dinyatakan kurang baik. Keluaran dari Model Penilaian Cepat Industri Gula berupa tiga kategori penilaian kinerja, yaitu: penilaian kinerja internal PG, penilaian kinerja eksternal PG, dan penilaian kinerja keseluruhan PG. Penilaian kinerja internal PG terdiri dari hasil penilaian kinerja sub-model 1 sampai dengan sub-model 11. Penilaian kinerja eksternal terdiri dari hasil penilaian kinerja dari sub-model 12 sampai dengan sub model 14. Penilaian kinerja keseluruhan PG merupakan gabungan dari penilaian kinerja internal dan penilaian kinerja eksternal PG. Model ini diverifikasi menggunakan data tiga PG, yaitu PG. Candi Baru, PG. Lestari, dan PG. Ngadirejo. Ketiga PG tersebut mewakili PG skala kecil, sedang, dan besar. Dari hasil verifikasi model diperoleh nilai deviasi kinerja PG. Candi Baru adalah sebesar 12.99 %, PG. Lestari 14.79 %, dan PG. Ngadirejo 12.14%, sehingga dapat dinyatakan bahwa kinerja ketiga PG tersebut kurang baik. i
Nur Cahyadi. F03498132. Rapid Assessment Model of Sugarcane Industry Performance. Under supervision of Hartrisari Hardjomidjojo.
ABSTRACT Cane sugar industries are the potential sectors for economics development in Indonesia. The development of cane sugar industries which integrates industrial sectors and sugarcane farmers might be one of the government programs for poverty alleviation. The production of sugar industries in Indonesia for 2005 (2 million tones/year) could not satisfy sugar consumtion (3.6 millions tones per year). This phenomenon causes illegal import of sugar to Indonesia. The main problem is lack of raw material and sugar industrial performance. The capacity used in industries is only about 60% from optimal capacity. Farmers would plan sugarcane if there is a continuous demand from sugar industries. On the other hand, performance of sugar industries should be increased. Rapid assessment model for sugar industry performance is developed for basic evaluation of sugar industrial performance. Based on the evaluation, strategic recommendation is represented in software application.
ii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam karya ilmiah ini adalah tentang peningkatan produktivitas industri gula Indonesia, dengan judul Model Penilaian Cepat Kinerja Industri Gula. Tema ini diangkat dengan latar belakang terjadinya krisis gula di Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Rasa terima kasih dan penghargaan yang setulusnya penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Hartrisari H., DEA selaku pembimbing yang telah memberikan dorongan studi.
dan
pengarahan
Rasa terima kasih
kepada
penulis
selama
proses
penyelesaian
penulis ucapkan kepada Drs. Purwoko, MSi dan
Dr.Ir. Endang Warsiki, MT selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi. Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada semua Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan banyak bekal ilmu selama penulis menempuh studi di Jurusan TIN. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada warga PDK terutama Nata dan Bang Gultom yang telah banyak membantu dalam penyuntingan naskah. Kepada teman-teman satu jurusan: Budi, Arfi, Yunita, dan Esti terima kasih atas bantuan dan saran yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2005
Nur Cahyadi
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 15 Februari 1980 dari Ibu Paenah dan Ayah Sadjuri (Alm.). Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 1998 penulis lulus dari SMUN 1 Genteng di Banyuwangi. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui tes Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis memilih Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum mata Kuliah Penerapan Komputer pada tahun ajaran 2000/2001. Penulis juga pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu: Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, dan Tim Independen Otonomi Kampus Keluarga Mahasiswa IPB sebagai koordinator biro penelitian dan pengembangan.
ii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................viii I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1 B. RUANG LINGKUP ..................................................................................... 3 C. TUJUAN ....................................................................................................... 3 D. MANFAAT ................................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4 A. INDUSTRI GULA ....................................................................................... 4 1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Industri Gula .................................... 4 2. Manajemen Pabrik Gula ............................................................................ 6 3. Proses Produksi........................................................................................ 10 B. PENGUKURAN KINERJA...................................................................... 14 1. Definisi ................................................................................................... 15 2. Ukuran Kinerja ....................................................................................... 16 3. Teknik Pengukuran Kinerja .................................................................... 18 C. PENDEKATAN SISTEM ......................................................................... 19 III. METODOLOGI .......................................................................................... 23 A. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................... 23 B. PENDEKATAN SISTEM ......................................................................... 23 1. Analisis Kebutuhan.................................................................................. 23 2. Formulasi Permasalahan .......................................................................... 24 3. Identifikasi Sistem ................................................................................... 25 C. TEKNIK ANALISIS ................................................................................. 26 IV. PEMODELAN SISTEM ............................................................................. 29 A. KONFIGURASI SISTEM ....................................................................... 29
iii
B. RANCANG BANGUN SISTEM .............................................................. 32 1. Sistem Manajemen Basis Data ................................................................ 32 2. Model Penilaian Kinerja ......................................................................... 36 C. IMPLEMENTASI SISTEM .................................................................... 50 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 52 A. MODEL PENILAIAN CEPAT INDUSTRI GULA 1.0 (MPG 1.0) ...... 52 1. Manajemen Dialog ................................................................................. 53 2. Manajemen Basis Data ........................................................................... 56 B. VERFIKASI MODEL ............................................................................... 58 C. REKOMENDASI ..................................................................................... 80 1. Rekomendasi Khusus............................................................................... 80 2. Rekomendasi Umum................................................................................ 84 VI. KESIMPULAN ............................................................................................ 86 A. KESIMPULAN .......................................................................................... 86 B. SARAN ....................................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 87 LAMPIRAN......................................................................................................... 89
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Penerimaan dan Persiapan.................... 37 2. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Penggilingan......................................... 38 3. Paramer Penilaian Kinerja Stasiun Pemurnian Nira. ...................................... 39 4. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Penguapan ............................................ 40 5. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Kristalisasi ............................................ 40 6. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Putaran.................................................. 41 7. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Pengeringan dan Pengemasan .............. 42 8. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Energi ................................................... 42 9. Parameter Penilaian Kinerja Produk ............................................................... 43 10. Parameter Kinerja Formasi Tenaga Kerja Pada Tiga Skala PG...................... 44 11. Parameter Penilaian Kinerja Keuangan pada Tiga Jenis Skala PG................. 45 12. Parameter Penilaian Kinerja Ekonomi ............................................................ 46 13. Parameter Penilaian Kinerja Linkungan ......................................................... 48 14. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Bahan Baku PG. Candi baru. ....................... 60 15. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Bahan Baku PG. Lestari............................... 60 16. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Bahan Baku PG. Ngadirejo. ......................... 60 17. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penggilingan PG. Candi baru....................... 61 18. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penggilingan PG. Lestari. ............................ 61 19. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penggilingan PG. Ngadirejo. ....................... 62 20. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pemurnian di PG. Candi Baru...................... 62 21. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pemurnian di PG. Lestari. ............................ 63 22. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pemurnian PG. Ngadirejo. ........................... 63 23. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penguapan PG. Candi Baru.......................... 63 24. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penguapan PG. Lestari. ................................ 64 25. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penguapan PG. Ngadirejo. ........................... 64 26. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Kristalisasi PG. Candi Baru. ....................... 64 27. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Sentrifugasi PG. Candi Baru. ....................... 65 28. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pengeringan dan Pengemasan PG. Candi Baru. .............................................................................................. 67 29. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pengeringan dan Pengemasan PG. Lestari. ..................................................................................................... 67
v
30. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pengeringan dan Pengemasan PG. Ngadirejo.................................................................................................. 67 31. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Energi PG. Candi Baru (Ketel Tipe Baru). .. 68 32. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Energi PG. Lestari (Ketel Tipe Baru). ......... 68 33. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Energi PG. Ngadirejo (Ketel Tipe Lama). ... 68 34. Hasil Penilaian Kinerja Produk PG. Candi Baru. ........................................... 69 35. Hasil Penilaian Kinerja Produk PG. Lestari.................................................... 69 36. Hasil Penilaian Kinerja Produk PG. Ngadirejo............................................... 70 37. Hasil Penilaian Keuangan PG. Candi Baru (PG. skala kecil). ....................... 70 38. Hasil Penilaian Keuangan PG. Lestari (PG. skala sedang). ........................... 71 39. Hasil Penilaian Keuangan PG. Ngadirejo (PG. skala besar)........................... 71 40. Hasil Penilaian Kinerja Formasi Tenaga Kerja PG. Candi Baru (PG. skala kecil). ............................................................................................. 72 41. Hasil Penilaian Kinerja Ekonomi PG. Candi Baru. ........................................ 73 42. Hasil Penilaian Kinerja Ekonomi PG. Lestari................................................. 74 43. Hasil Penilaian Kinerja Ekonomi PG. Ngadirejo............................................ 74 44. Hasil Penilaian Kinerja Sosial pada PG. Candi Baru, PG. Lestari, dan PG. Ngadirejo.................................................................................................. 75 45. Hasil Penilaian Kinerja Lingkungan PG. Candi Baru..................................... 76 46. Hasil Penilaian Kinerja Lingkungan PG. Candi Baru..................................... 76 47. Hasil Penilaian Kinerja Lingkungan PG. Candi Baru..................................... 76 48. Hasil Penilaian Kinerja Pada Verifikasi Model di Tiga PG............................ 78
vi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Bagan Umum Struktur Organisasi PG ............................................................ 8
2.
Tahap Pendekatan Sistem (Eriyatno, 1999) .................................................. 21
3.
Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno, 1999) .................................................... 22
4.
Gambar Input-Output Model Penilaian Cepat Industri Gula. ....................... 26
5.
Konfigurasi Model MPG 1.0 ......................................................................... 29
6.
Diagram Alir Data (DFD) Level 0 Basis Data MPG 1.0. ............................. 33
7.
Diagram Alir Data (DFD) Level 1 ................................................................ 34
8.
Model Konseptual Basis Data MPG 1.0........................................................ 35
9.
Model Fisik Basis Data MPG 1.0.................................................................. 36
10. Skema Eksekusi Program MDB 1.0. ............................................................. 51 11. Tampilan Otorisasi Masuk MPG 1.0............................................................. 53 12. Tampilan Formulir Utama MPG 1.0. ............................................................ 54 13. Tampilan Formulir Alur Penilaian Kinerja PG. ............................................ 55 14. Tampilan Formulir Kesimpulan Penilaian Kinerja PG. ............................... 56 15. Representasi Fisik Basis Data MPG 1.0........................................................ 57 16. Formulir Identifikasi PG................................................................................ 59
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Daftar Keterangan Simbol Syarat Persamaan Pada Tabel Standar Kinerja. .. 90 2. Tampilan Hardcopy Hasil Penilaian PG. Ngadirejo. ...................................... 91 3. Contoh Formulir Penilaian Kinerja. ................................................................ 92 4. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Kristalisasi PG. Lestari................................ 93 5. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Kristalisasi PG. Candi Baru. ....................... 94 6. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Sentrifugasi PG. Lestari. .............................. 94 7. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Sentrifugasi PG. Ngadirejo. ......................... 95 8. Hasil Penilaian Kinerja Formasi Tenaga Kerja PG. Lestari............................ 96 9. Hasil Penilaian Kinerja Formasi Tenaga Kerja PG. Ngadirejo ....................... 97 10. Tampilan Hardcopy Hasil Penilaian PG. Lestari. ........................................... 98 11. Tampilan Hardcopy Hasil Penilaian PG. Ngadirejo ....................................... 99
viii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Tebu merupakan sumberdaya biologis yang bernilai tinggi dalam perekonomian Indonesia. Tebu merupakan bahan baku utama bagi industri gula di Indonesia. Industri gula menempati posisi yang penting dalam sejarah perkembangan perekonomian Indonesia sejak jaman penjajahan. Sumbangan industri gula terhadap perekonomian ekspor pada jaman kolonial relatif tinggi dibandingkan industri lainnya. Pada tahun 1930 Indonesia menjadi negara pengekspor gula terbesar kedua setelah Kuba. Sejak akhir tahun 1960-an, industri gula mengalami penurunan produktivitas dari tahun ke tahun. Pada akhirnya sejak tahun 1967, Indonesia tidak lagi mampu mencapai swasembada gula dan menjadi salah satu negara pengimpor gula (Mubyarto, 1968). Kebutuhan gula nasional dengan jumlah penduduk yang relatif besar seperti Indonesia diprediksi akan senantiasa meningkat. Data konsumsi gula nasional pada tahun 2004 adalah sebesar 3,5 juta ton, namun kebutuhan yang terpenuhi baru 55 % atau sebesar 1,93 juta ton (Latifah, 2004). Untuk mencukupi kekurangan gula sebesar 1.56 juta ton (45 %), Indonesia tergantung pada pasokan gula impor dari pasar internasional. Peningkatan konsumsi gula nasional pada tahun 2005 diperkirakan sebesar 2.7%, sehingga konsumsi gula nasional mencapai 3.6 juta ton (Susila, 2004).
Pada masa mendatang diproyeksikan
konsumsi gula nasional akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi (Susila, 2004).
Meningkatnya pasokan gula impor yang diperlukan
berarti meningkatkan risiko ketergantungan penyediaan gula nasional terhadap situasi pasar gula dunia yang dikenal labil (Bakrie, 2003). Besarnya impor gula disebabkan oleh produksi industri gula Indonesia yang saat ini relatif tidak optimal, baik ditinjau dari kapasitas sumberdaya alam maupun kapasitas terpasang pabrik gula. Secara umum dapat dikatakan bahwa kapasitas pabrik gula (PG) yang ada saat ini baru termanfaatkan sekitar 60 % saja. Hal ini terjadi karena PG-PG menghadapi berbagai masalah. Salah satu masalah yang dihadapi adalah rendahnya efisiensi manajemen dan rendahnya efisiensi pabrikasi PG (Tim Studi P3GI, 2005). Persoalan lain yang dihadapi PG
1
di Indonesia adalah lemahnya kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap segala perubahan
yang terjadi baik secara internal maupun eksternal
(Kusumo, 1993). Guna mengatasi masalah pergulaan nasional, pada tahun 2002 Menteri Pertanian RI mengeluarkan Program Akselerasi Peningkatan Produktivitas Gula Nasional 2002-2007. Program ini bertujuan untuk mencari solusi fundamental atas permasalahan sistem produksi dan agribisnis pergulaan (Deptan, 2005). Dengan digulirkannya program tersebut maka terbuka peluang baru bagi industri gula untuk melakukan perbaikan-perbaikan, baik perbaikan dalam kegiatan perkebunan tebu maupun perbaikan dalam pabrik gula. Salah satu perbaikan yang perlu kemampuan manajemen PG yang ada.
dilakukan adalah meningkatkan Manajemen PG yang baik akan
memberikan dampak positif kepada seluruh pihak. Upaya perbaikan manajemen PG diharapkan dapat menghasilkan standar pengelolaan ideal bagi pengelolaan pabrik gula secara nasional (Tim Studi P3GI, 2005) Saat ini belum ada standar nasional pengelolaan PG yang dapat dijadikan pedoman bagi pemerintah dan pelaku industri gula untuk meningkatkan kinerja PG. Oleh karena itu, perlu disusun suatu “standar penilaian kinerja” yang dapat dijadikan acuan bagi pelaku industri gula untuk melakukan perbaikan kinerja PG. Penilaian secara cepat (rapid asessment system) kinerja industri gula dapat digunakan sebagai dasar evaluasi kinerja industri gula saat ini, sehingga dapat ditentukan strategi perbaikan yang perlu dilakukan oleh indutri gula tersebut.
2
B. RUANG LINGKUP Model penilaian cepat (rapid assessment) kinerja industri gula dibatasi pada kegiatan pabrikasi gula, yaitu pada pabrik yang menghasilkan gula kristal dari tebu. Kegiatan perkebunan tebu dan diversifikasi produk selain gula belum dicakup dalam penyusunan model penilaian cepat kinerja industri gula.
C. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan perangkat lunak aplikatif yang dapat digunakan untuk menilai kinerja pabrik gula. Perangkat lunak yang dibangun dilengkapi dengan teknik analisis sehingga hasil penilaian kinerja pabrik gula dapat diketahui secara langsung dari luaran sistem.
D. MANFAAT Penelitian ini merupakan kajian terhadap kinerja pabrik gula yang menggunakan tebu sebagai bahan baku. Hasil kajian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai alat untuk melakukan penelitian tentang kinerja pabrik gula di Indonesia. Beberapa manfaat dari luaran model penilaian cepat industri gula adalah : 1. Bagi pemerintah, hasil penilaian kinerja pabrik gula secara umum dapat dijadikan sebagai masukan dan sebagai dasar evaluasi penentuan strategi pengembangan industri gula ke depan. 2. Bagi produsen gula, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat kinerja pabrik saat ini (self assessment). Berdasarkan hasil penilaian diharapkan manajemen pabrik gula dapat mengetahui prioritas utama yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerjanya. 3. Bagi lembaga penelitian atau asosiasi pergulaan, hasil penilaian kinerja seluruh PG di Indonesia dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk penyusunan program kerja dan kebijakan pergulaan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. INDUSTRI GULA 1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Industri Gula Sejarah moderen industri gula di Indonesia dimulai pada tahun 1673, ditandai dengan berdirinya sebuah PG di Batavia. Pada tahun 1930, industri gula Indonesia mencapai puncak produksi dan produktivitasnya. Pada saat itu produksi gula mencapai 2,9 juta ton dengan luas areal 198.592 hektar, sementara produktivitas hablur mencapai 148 kuintal per hektar. Pada tahun 2003, luas areal tebu sekitar 335 ribu ha, di mana 209 ribu ha berada di Jawa dan 126 ribu ha sisanya terdapat di luar Jawa, dengan total produksi gula sebanyak 1,63 juta ton. Industri gula menempati posisi yang penting di dalam sejarah perkembangan perekonomian Indonesia sejak jaman kolonial Hindia Belanda sampai saat ini. Sumbangan industri ini terhadap perekonomian ekspor pada jaman kolonial bahkan tergolong paling tinggi dibandingkan industri lainnya. Peran ini masih sangat penting pada saat ini, meskipun sejak akhir tahun 1960-an industri gula mengalami pasang surut dalam perkembangannya, bahkan saat ini tidak lagi mampu memberikan sumbangan pada perekonomian ekspor Indonesia (Tim Studi P3GI, 2005). Industri gula dipandang sebagai industri yang strategis oleh pemerintah baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Perhatian pemerintah terhadap industri gula dari waktu ke waktu relatif besar, sehingga industri ini sering disebut sebagai the most regulated commodity (Bakrie, 2003). Industri gula diatur dari sisi produksi, sistem distribusi hingga penentuan harga dengan keberadaan monopoli Bulog sejak tahun 1971, program TRI sejak tahun 1975, operasi model Bimas dan berbagai kebijakan penetapan harga yang diberlakukan. Meskipun demikian, kebijakan pemerintah tentang peningkatan produksi gula dipercepat pada tahun 1980-an yang mencakup penyehatan BUMN, rehabilitasi pabrik gula dan pengembangan pabrik gula baru di luar Jawa untuk meningkatkan
4
produksi gula nasional telah mampu menghasilkan swasembada gula di tahun 1984 dan 1987 (Tim Studi P3GI, 2005) Walaupun dari sisi produksi telah dibuktikan bahwa Program TRI telah berhasil, namun program tersebut tidak dapat meningkatkan kesejahteraan petani tebu. Berbagai masalah muncul setelah tahun 1993 terutama setelah diundangkannya Undang-undang Budidaya Tanaman tahun 1992. Krisis industri gula menjadi lebih rumit lagi setelah terjadinya krisis ekonomi nasional pada tahun 1997. Sejak itu, pemerintah tidak lagi mampu membiayai program TRI dan program pergulaan umumnya, terlebih lagi desakan IMF terhadap monopoli Bulog serta persoalan kesejahteraan petani yang mengharuskan adanya reformasi kebijakan industri gula secara menyeluruh. Keberadaan Inpres No. 5 tahun 1997 yang kemudian diganti dengan Inpres No. 5 tahun 1998 yang menghapus TRI menyebabkan gula tidak lagi menjadi program pemerintah.
Monopoli Bulog dihapuskan
dengan SK Menperindag No. 25 tahun 1998 (Samhoedi, 1987). Era baru industri gula pasca 1998 telah mendorong dinamika industri gula nasional pada kancah perdagangan dunia. Terbukanya pasar gula domestik terhadap pasar dunia mengakibatkan masuknya gula impor secara berlebihan. Neraca gula nasional mengalami defisit besar, karena sejak tahun 1998 impor gula telah melebihi total produksi gula nasional (Tim Studi P3GI, 2005). Petani tebu dan perusahaan gula mengalami kerugian sangat besar, dan sebagian besar terancam terpaksa menghentikan usahanya di bidang ini. Pada tahun 1999, hampir seluruh produsen gula di Indonesia mengalami kerugian. Pengaturan tataniaga dilakukan kembali oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan, seperti penetapan harga provenu (Kepmenhutbun 282/1999), dan pengaturan impor gula (Kepmenperindag 363/1999, 643/2002). Walaupun demikian, berbagai masalah di bidang tataniaga masih berlangsung hingga saat ini, terutama kasus-kasus yang terjadi dikaitkan dengan gula impor ilegal. Produksi, produktivitas serta efisiensi kinerja industri gula nasional pada umumnya masih berada pada tingkatan yang rendah. Likuiditas perusahaan pada industri gula antara 2000-2001 memburuk, karena pabrik
5
gula bekerja di bawah kapasitas dan terjadinya kerugian pada tahun-tahun sebelumnya (Samhoedi, 1987). Studi P3GI tahun 2001 menunjukkan bahwa kinerja sebagian besar pabrik gula di Jawa tergolong rendah, yaitu rata-rata di bawah 5 ton hablur per hektar. Menurut ukuran P3GI, daya saing pabrik gula dapat dicapai jika produktivitas lebih tinggi dari 6 ton hablur per hektar.
2. Manajemen Pabrik Gula PG tidak menangani seluruh aspek manajemen produksi namun hanya terfokus pada cara pelaksanaan proses produksi gula secara murah. PG hanya menyediakan bahan baku dan memprosesnya menjadi gula. Aspek pemasaran dan aspek penyediaan uang dikelola oleh perusahaan PTP/PT Gula (Tim Studi P3GI, 2005). Keberhasilan suatu perusahaan bergantung dari sejauh mana segenap sumberdaya yang dimiliki (modal, tenaga/SDM, peralatan/bahan baku, lahan) dapat diorganisir secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dari sumberdaya yang ada tersebut, ketersediaan SDM yang berkualitas akan menjadi faktor penentu keberhasilan usaha. Tuntutan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya juga diperlukan di industri gula dan bahkan terasa lebih kompleks. Hal ini tidak lepas dari kenyataan bahwa PG dalam melakukan usahanya mengelola dan mengintegrasikan kegiatan (on farm) dan pabrikasi (off farm). Menurut Tim Studi P3GI (2005) secara umum kegiatan PG dicirikan sebagai berikut : a. Memerlukan biaya modal investasi dan modal kerja tinggi b. Membutuhkan teknik budidaya yang efektif bergantung kondisi fisik lingkungan c. Memerlukan pengalaman yang cukup dalam aplikasi teknologi pengolahan/ prosesing d. Membutuhkan penjadwalan yang baik, mengingat sifatnya yang kompleks dan saling terkait satu sama lain, dari kegiatan-kegiatan pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman, tebang muat angkut (panen) dan pengolahan hasil/prosesing.
6
PG dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan berdasarkan kapasitas giling (Tim Studi P3GI, 2005), yaitu : PG Kecil
: PG dengan kapasitas sampai 2.000 TTH (Ton Tebu/Hari)
PG Sedang : PG dengan kapasitas 2.000 TTH sampai 4.000 TTH PG Besar
: PG dengan kapasitas 4.000 TTH ke atas
2.1. Pasokan Bahan Baku Pada umumnya PG di Jawa memperoleh bahan baku tebu dari tebu rakyat (TR) dan hanya sebagian kecil yang berasal dari tebu sediri (TS) yaitu tebu hasil pengelolaan tanaman PG sendiri, baik di lahan hak guna (HGU) maupun di lahan sewa/kerjasama operasional (KSO). Sementara itu di luar Jawa hampir semua bahan baku tebu berasal dari TS. Sebagian besar PG mempunyai pasokan bahan baku campuran antara tebu sendiri (TS) dan tebu rakyat (TR). PG yang mengelola TS berarti melaksanakan kegiatan on farm. Pada PG yang mengelola TS, pengelolaan TS tersebut diekivalensikan dengan pengelolaan TR. PG dengan pola TR tidak mempunyai kegiatan on farm, sehingga biaya produksi terdiri dua hal pokok yaitu biaya pabrikasi dan biaya pelayanan.
2.2. Struktur organisasi Struktur
organisasi PG erat hubungannya dengan sumber
bahan baku. Struktur umum organisasi PG biasanya hanya berbeda di bagian tanaman. Struktur umum organisasi PG dapat dilihat pada Gambar 1. Pada PG yang didominasi TS, biasanya memiliki divisi mekanisasi pada Bagian Tanaman, sementara pada PG yang didominasi TR divisi tersebut tidak ada.
7
ADMINISTRATUR
KEPALA BAGIAN TANAMAN
KEPALA BAGIAN INSTALASI
KEPALA BAGIAN PENGOLAHAN
KEPALA BAGIAN A.K.U.
SKK/KEPALA RAYON
WAKIL KABAG MASINIS
WAKIL KABAG/ AJUN KEPALA PENGOLAHAN
STAF URUSAN KEUANGAN
KEPALA TEBANG ANGKUT
STAF URUSAN PEMBUKUAN
KEPALA LITBANG
STAF URUSAN HAK & UMUM
Gambar 1. Bagan Umum Struktur Organisasi PG Organisasi PG pada umumnya terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu (1) Bagian Tanaman, (2) Bagian Instalasi, (3) Bagian Pengolahan, dan (4) Bagian Akuntansi, Keuangan dan Umum (AKU). PG dipimpin oleh seorang Administratur (ADM) atau General Manager (GM) yang mengelola kegiatan operasional produksi seharihari serta melaporkan hasil-hasil yang diperoleh kepada Direksi.
2.3. Keuangan Pengelolaan keuangan sangat berpengaruh bagi kinerja perusahaan karena dengan pengelolaan yang baik input yang berkualitas dapat terbeli secara tepat sehingga kelancaran produksi terjamin. Selain itu, pengelolaan keuangan yang baik dapat mendukung kelancaran investasi dan perbaikan mesin sesuai waktu ekonomisnya sehingga tidak terjadi jam berhenti yang tidak perlu. Disamping itu gaji karyawan dapat dibayar tepat waktu sehingga memberikan kenyamanan kerja bagi mereka. Ada tiga ukuran keuangan perusahaan yang umum untuk diperhatikan yaitu solvabilitas, rentabilitas atau likuiditas. Ketiga ukuran kinerja tersebut berlaku bagi perusahaan. Namun ukuran tersebut tidak berlaku bagi PG karena PG bukan merupakan Strategic Business Unit (SBU) dalam arti sebenarnya sehingga PG tidak
8
mengelola keuangan (Tim Studi P3GI, 2005). Dalam industri gula, kinerja aspek keuangan diukur dari dua hal yaitu biaya SDM tiap ton kapasitas PG dan biaya non SDM tiap kg gula. Parameter pertama mencerminkan kehematan pemanfaatan SDM, sedang parameter kedua mencerminkan kehematan penggunaan input non SDM.
2.4. Pemasaran Seperti dikemukakan di depan bahwa PG tidak menangani pengelolaan
pemasaran
output
(gula).
Pengelolaan
pemasaran
dilaksanakan oleh perusahaan yang melingkupi PG tersebut. Idealnya hal ini akan menguntungkan PG, karena dengan demikian perusahaan akan menguasai volume gula yang lebih besar sehingga akan lebih menguasai pasar dan akan menjadi price setter. Agar perusahaan dapat mengeksploitasi surplus konsumen, pemasaran gula dilaksanakan secara lelang sehingga secara rata-rata perusahaan akan menerima harga yang lebih tinggi. Tugas PG dalam pemasaran adalah menyediakan gula dengan kualitas yang dapat diserap oleh pasar (Tim Studi P3GI, 2005).
2.5. Produk Gula kristal atau sukrosa dikenal masyarakat luas sebagai gula, gula pasir, atau gula putih. Sukrosa adalah suatu zat disakarida yang pada hidrolisa menghasilkan glukosa dan fruktosa (Moerdokusumo, 1993). Produksi gula kristal di Indonesia sebagian besar (90 %) berupa gula kristal putih (GKP) atau secara internasional disebut dengan plantation white sugar. Produksi gula tersebut dihasilkan langsung dari tebu dengan proses karbonatasi, sulfitasi atau proses lainnya. Jenis gula semacam ini biasanya digunakan untuk konsumsi langsung namun kurang memenuhi syarat untuk keperluan industri makananminuman (Moerdokusumo, 1993).
9
3. Proses Produksi Secara garis besar proses produksi gula meliputi: penerimaan dan persiapan bahan baku, penggilingan tebu, pemurnian nira, penguapan, kristalisasi, pemisahan kristal (sentrifugasi), pengeringan dan pengemasan. Pada setiap tahapan proses atau stasiun tersebut terdapat standar output yang dapat digunakan sebagai tolok ukur. Dengan demikian, selain OR sebagai tolok ukur kinerja pabrik secara keseluruhan dapat pula diketahui stasiun mana yang beroperasi secara tidak efisien.
Rincian dari tiap proses
pabrikasi gula adalah sebagai berikut: 3.1. Stasiun Penerimaan dan Persiapan Target dari stasiun ini adalah mengatur suplai tebu sedemikian rupa sehingga: (1) proses giling dapat berjalan dengan lancar dan berkesinanbngan, (2) tebu dapat digiling dengan azas first in first out (FIFO) agar tebu yang digiling selalu dalam kondisi segar, dan (3) sisa tebu
diupayakan
seminimum
mungkin
untuk
menghindari
penumpukan dan pembusukan tebu (Meade dan Chen, 1977). Tebu yang masuk dalam tempat penampungan (emplasement) sebelum masuk ke meja tebu (direct feeding) harus dilakukan analisa terhadap kotoran (trash) terlebih dahulu.
Apabila trash diketahui
berlebihan maka biasanya tebu diturunkan dan dilakukan pembersihan. Tebu yang masuk ke emplasement pabrik tersebut ditimbang beratnya terlebih dahulu, selanjutnya sebagian tebu diumpankan ke meja tebu dan sebagian diarahkan untuk stok tebu untuk giling dimalam hari. Selain analisa kotoran, sebelum tebu masuk dalam emplasemen biasanya dilakukan pengukuran terhadap % pol tebu, nira perahan pertama, dan persentase brix tebu terhadap nira perahan pertama. Tujuan dari analisa ini adalah agar dapat diketahui kualitas tebu yang akan digiling (TIM). 3.2. Stasiun Penggilingan Stasiun penggilingan merupakan unit yang berfungsi untuk mengekstrak nira tebu.
Nira adalah jus hasil ekstraksi tebu yang
10
mengandung gula. Nira yang dihasilkan dari unit proses ekstraksi disebut nira mentah dan biasanya berwarna cokat keruh. Sasaran yang ingin dicapai adalah mendapatkan jumlah nira sebagai hasil ekstraksi yang maksimal dari tebu yang digiling, dengan ampas yang mengadung gula seminimal mengkin (Meade dan Chen, 1977). Prinsip kerja dari stasiun penggilingan adalah penghancuran tebu. Penghancuran bertujuan untuk memperkecil ukuran bahan bahan yang akan diekstrak sehingga semakin banyak sel yang terbuka sehingga akan semakin mudah nira dikeluarkan (Meade dan Chen, 1977).
Sebelum masuk dalam unit gilingan pertama tebu dicacah
terlebih dahulu sampai pada tingkat pencacahan tertentu.
Untuk
meminimalkan kehilangan nira dalam ampas, ampas yang telah digiling pada gilingan pertama akan ditambah air imbibisi dan digiling pada penggilingan berikutnya sehingga nira dapat semaksimal mungkin lepas dari ampasnya. Nira ekstraksi dari proses penggilingan disebut sebagai nira mentah. 3.3. Stasiun Pemurnian Tujuan utama proses pemurnian adalah untuk menghilangkan atau membuang bahan organik dan anorganik bukan gula yang terdapat dalam nira mentah, sehingga diperoleh kadar sukrosa maksimum dalam nira tersebut.
Nira yang dihasilkan dari proses pemurnian
disebut nira jernih (Meade dan Chen, 1977). Secara umum terdapat tiga jenis metode pemurnian yang digunakan dalam proses pembuatan gula, yaitu metode defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi.
Pada awalnya proses pemurnian yang
dominan di Indonesia adalah proses karbonatasi dan sulfitasi. Dalam perkembanganya proses karbonatasi mulai ditinggalkan karena membutuhkan bahan pembantu yang lebih mahal dan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak. Saat ini jumlah PG karbonatasi di Indonesia tinggal empat PG dan sisanya adalah PG dengan proses sulfitasi (TI).
11
3.4. Stasiun Penguapan Tujuan stasiun penguapan (evaporasi) adalah memekatkan nira dengan cara mengurangi kandungan air nira hingga mendekati jenuh (Meade dan Chen, 1977). Nira hasil dari stasiun penguapan disebut sebagai nira kental. Dalam penguapan diupayakan brix nira kental harus tinggi agar nantinya proses kristalisasi dapat berjalan dengan efisien.
Selain itu warna nira kental diupayakan tidak gelap agar
nantinya dihasilkan gula bermutu baik (TIM). 3.5. Stasiun Kristalisasi Tujuan stasiun kristalisasi adalah mengubah gula yang berada dalam larutan jenuh menjadi bentuk kristal gula (Meade dan Chen, 1977). Dalam proses kristalisasi diupayakan diperoleh jumlah kristal gula yang maksimum dan mendapatkan seminimal mungkin molase. Proses kristalisasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan bahan murni dalam bentuk padat (kristal) dan juga memisahkan kotoran yang masih terlarut dalam bahan. Nira kental hasil proses pemurnian dan penguapan masih mengandung 20-25 % dari zat terlarut (kemurnian 60-75), dan kadar airnya mencapai 34-40 %. Kandungan bahan kering dalam nira 60-65 % agar konsentrasinya mendekati jenuh. Prinsip kerja stasiun kristalisasi adalah perlakuan suhu dan tekanan untuk menguapkan air dalam nira kental. Perlakuan tekanan dimaksudkan untuk mengendalikan suhu agar kerusakan gula dapat dicegah.
Larutan gula diuapkan secara pelan-pelan dalam bejana
vakum sampai pada tingkat kejenuhan (supersaturasi) tertentu, kemudian ditambahkan bibit gula ukuran tertentu secukupnya sehingga pada kondisi tersebut kristal gula akan tumbuh membesar dengan mengambil molekul sukrosa dari larutan.
Kondisi tersebut dijaga
dengan mengatur penguapan dan masukan nira kental secara seimbang. Setelah kristal mencapai ukuran tertentu, penguapan dilanjutkan hingga mencapai brix tertentu. Untuk memperoleh kristal gula yang maksimal dilakukan pemasakan bertingkat A, C, dan D.
12
Masakan A Hasil proses masak tingkat pertama menggunakan bahan utama nira kental disebut masakan A. Bibit yang digunakan untuk masak A biasanya adalah gula C dengan ukuran sekitar 0,4 mm. Kristal yang dihasilkan disebut gula A dan sirupnya disebut sirup A. Gula A dicampur dengan air atau klare dipisahkan dengan mesin sentrifugal menghasilkan gula putih dan larutan klare. Gula putih selanjutnya dikeringkan dan dikemas sebagai gula produk. Masakan C Sirup A masih banyak mengandung sukrosa sehingga sukrosa tersebut harus diambil dengan cara kristalisasi melalui proses masak dengan bahan utama sirup A. Masakan dengan bahan utama sirup A disebut masakan C. Pada proses masak C, bibit yang digunakan adalah gula D dengan ukuran sekitar 0,2 mm. Proses masak berjalan seperti pada masakan A, namun karena kemurnian bahan lebih rendah maka proses masak berjalan lebih lambat. Pemisahan kristal dilakukan dengan mesin sentrifugal. Gula C kemudian digunakan sebagai bibit masak A, sedangkan sirup C dipakai sebagai bahan masak D. Masakan D Masakan D berasal dari bahan campuran sirop C dan sirup A atau bahan lain. Proses masak D minimal 8 jam lebih lama dibanding masak A karena kemurnian bahan yang digunakan rendah. Khusus untuk masakan D, setelah turun dari bejana masak dilanjutkan dengan kristalisasi lanjut dengan pendinginan di palung pendingin sampai lebih dari 24 jam. Setelah dipisahkan di mesin sentrifugal, gula D dilebur kembali dan dicampur dengan nira kental dan sirup D atau lebih dikenal dengan tetes.
13
3.6. Stasiun Sentrifugasi Stasiun sentrifugasi atau stasiun putaran berfungsi untuk memisahkan kristal gula dengan cairan induknya (stroop) melalui gaya sentrifugal. penyaringan.
Prinsip kerja dari stasiun ini adalah pemutaran dan Pemutaran bertujuan agar kristal gula terpisah dari
stroop-nya. Pada putaran high grade putarannya bersifat diskontinu dan lambat, putaran ini digunakan untuk memisahkan masakan yang memiliki nilai kemurnian tinggi. Sementara pada putaran low grade putarannya bersifat kontinu dan cepat, putaran ini digunakan untuk masakan yang memiliki nilai kemurnian rendah.
Penyaringan
berfungsi untuk memisahkan kristal gula sesuai dengan butir ukuran kristal. Pada tahap akhir dilakukan pencucian untuk menghilangkan film kotoran yang menempel pada kristal sukrosa.
3.7. Stasiun Pengeringan dan Pengemasan Tahap ini merupakan tahap akhir untuk mendapatkan produk kristal gula. Produk gula yang turun dari mesin sentrifugal masih basah, dengan kadar air sekitar 1 % sehingga perlu dikeringkan. Pengeringan yang lazim digunakan di PG adalah menggunakan talang goyang. Gula produk kemudian didinginkan atau dikondisikan dalam silo hingga suhunya di bawah 40 oC, sementara gula halus dan gula krikilan dilebur kembali. Pada tahap akhir gula produk dikemas dalam karung plastik dengan berat rata-rata 50 kg/karung.
B. PENGUKURAN KINERJA Sistem pengukuran kinerja (measurement performance system) telah dikenal lama dalam dunia industri. Pada awalnya sistem pengukuran kinerja pertama kali diperkenalkan oleh sebuah perusahaan bernama Dupont pada tahun 1919. Sistem pengukuran kinerja tersebut dikenal dengan nama skema Dupont. Pengukuran kinerja Dupont adalah pengukuruan kinerja yang berkaitan dengan
14
penilaian kinerja keuangan, yaitu kinerja pada pengembalian investasi (return on investment). Metode pengukuran kinerja berkembang dengan pesat pada periode 1980-an sampai 1990-an. Pesatnya perkembangan ini ditandai dengan munculnya berbagai teknik pengukuran kinerja perusahaan, baik kinerja ekonomi maupun kinerja proses.
Berberapa teknik pengukuran kinerja yang sering digunakan
adalah: Activity-Based-Costing (ABC), Blanced Score Card (BSC), Selfassestment, Competitive Benchmarking, Statitistical Process Control (SPC), Work-flow Based Monitoring, Capability Maturity Model, dan lain-lain (Kueng dan Krahn, 2004). 1. Definisi Sistem pengukuran kinerja adalah suatu cara atau alat (tools) yang terorganisasi untuk mendefinisikan (defining), mengumpulkan (collecting), menganalisis (analyzing), melaporkan (reporting), dan membuat keputusan berkenaan dengan ukuran-ukuran kinerja dalam suatu proses atau produk. Ukuran kinerja merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyatakan basis kuantitatif dari penilaian atau pengukuran kinerja suatu proses atau produk terhadap terhadap tujuan dan standar yang telah ditetapkan (PBM-SIG, 1995). Ukuran-ukuran kinerja merupakan bagian penting dari konsep Total Quality Management (TQM). Sebagai sebuah proses, konsep pengukuran kinerja tidak hanya menitik beratkan pada standar dan pengumpulan data. Lebih dari itu, pengukuran kinerja merupakan pola pikir manajemen sistem terhadap keseluruhan proses yang bermula dari pencegahan (prevention) dan deteksi yang ditujukan untuk memenuhi standar permintaan dari proses atau produk (PBM-SIG, 1995). Fokus pengukuran kinerja adalah optimalisasi proses, yaitu untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas suatu proses atau produk. Pengukuran kinerja merupakan suatu program yang harus dijalankan secara kontinu. Selanjutnya hasil pengukuran kinerja dapat ditingkatkan sampai pada taraf perluasan dan pengembangan teknik kerja. Prinsip-prinsip dasar sistem pengukuran kinerja meliputi: a. Mengukur hanya yang penting. b. Fokus kepada kebutuhan pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.
15
c. Melibatkan karyawan dalam proses desain dan implementasi sistem pengukuran kinerja. Salah satu fungsi penting pengukuran kinerja adalah untuk mengurangi atau menghilangkan variasi yang terjadi di dalam proses atau produk kerja. Target pengukuran kinerja adalah sampai pada tahap pengambilan keputusan tindakan atau perbaikan proses dan outputnya. Keuntungan pengukuran kinerja adalah : a. Mengetahui apakah proses atau produk telah sesuai dengan permintaan konsumen. b. Membantu mengetahui masalah dan keadaan yang terjadi di dalam proses. c. Membantu mengambil keputusan berdasarkan fakta. d. Mengatahui peningkatan-peningkatan aktual yang terjadi.
2. Ukuran Kinerja Ukuran kinerja tersusun atas nilai dan satuan.
Nilai berfungsi untuk
menunjukkan besar atau jarak, dan satuan berfungsi untuk memberi arti pada nilai. Ukuran-ukuran kinerja selalu berhubungan dengan target (objective) dan tujuan (goal).
Secara umum ukuran kinerja dapat dikelompokkan menjadi enam
kategori: 1. Efektivitas
: karakteristik
proses
yang
menunjukkan
derajat
pemenuhan output atau proses terhadap permintaan (spesifikasi). 2. Efisiensi
: karakteristik yang menunjukkan derajat di mana proses menghasilkan output pada tingkat biaya minimum.
3. Kualitas
: derajat di mana produk atau pelayanan sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan.
4. Timeliness
: menunjukkan ketepatan waktu, yaitu ukuran apakah sebuah unit kerja telah dikerjakan dengan benar dan tepat waktu.
16
5. Produktivitas: ukuran besarnya nilai tambah yang dihasilkan proses dibagi dengan jumlah modal dan tenaga kerja yang dikonsumsi. 6. Keamanan
: keseluruhan ukuran aspek kesehatan dari organisasi dan lingkungan kerja untuk karyawan.
Hasil pengukuran kinerja diperlukan untuk mengontrol suatu aktivitas atau proses, tanpa pengukuran yang akurat dan terpercaya maka kita tidak akan dapat membuat keputusan dengan baik. Terdapat tiga dasar teknik pengukuran kinerja (BPM-SIG, 1995), yaitu: 1. Perencanaan dan pengembangan standar operasi yang akan dicapai 2. Pendeteksian penyimpangan (deviasi) terhadap ukuran kinerja yang telah ditetapkan 3. Memperbaiki kinerja proses sehingga kembali memenuhi tingkat standar kinerja yang telah ditetapkan Prinsip-prinsip dan dasar teknik pengukuran kinerja selanjutnya dijabarkan
dalam
pedoman
(guideline)
langkah-langkah
umum
proses
pengembangan sistem pengukuran kinerja. Pedoman berikut merupakan pedoman umum proses pengembangan sistem pengukuran kinerja yang disusun oleh BPM-SIG (1995): 1. Identifikasi aliran proses 2. Identifikasi aktivitas kritis 3. Mengembangkan standar atau tujuan kinerja yang ingin dicapai 4. Mengembangkan ukuran kinerja 5. Identifikasi bagian yang bertanggung jawab dalam proses pengukuran kinerja 6. Mengumpulkan data 7. Analisis atau melaporkan kinerja aktual 8. Membandingkan kinerja aktual dengan tujuan atau standar 9. Identifikasi apakah diperlukan tindakan perbaikan, dan 10. Tindakan perbaikan jika diperlukan. Menurut BPM-SIG (1995), langkah-langkah yang telah dikembangkan tersebut bukanlah suatu kerangka kerja yang bersifat mutlak, setiap organisasi dapat
17
memodifikasi dan mengembangkan kerangka tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
3. Teknik Pengukuran Kinerja Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja industri secara cepat adalah teknik “studi kapabilitas jangka pendek (short term capability study”. Studi kapabilitas jangka pendek merupakan dasar dari statistical process control (SPC) dan manajemen kualitas total (TQM). Studi ini berguna untuk mempelajari kondisi suatu proses seiring berjalannya waktu apakah tetap akurat dan tetap berada dalam spesifikasi (standar) yang telah ditentukan (Alsup dan Watson, 1993). Studi kapabilitas jangka pendek dapat digunakan untuk menentukan ukuran tingkat penyimpangan sistem (measurement system error) dan ukuran kapabilitas suatu mesin atau proses dalam memenuhi standar. Menurut Alsup dan Watson (1993), studi kapabilitas jangka pendek dilakukan karena beberapa alasan sebagai berikut: 1. Terlalu banyak inspeksi yang diperlukan 2. Menentukan ukuran penyimpangan dengan cepat 3. Menemukan penyebab khusus dari masalah kontrol dengan cepat 4. Menemukan sumber-sumber penyimpangan sistem dengan cepat 5. Mengurangi waktu dan biaya studi. Terdapat empat langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan studi kapabilitas jangka pendek: 1. Mengumpulkan data 2. Kalkulasi data 3. Analisis hasil 4. Melakukan tindakan berdasarkan hasil. Salah satu parameter sederhana yang sering digunakan dalam studi kapabilitas jangka pendek adalah akurasi (Alsup dan Watson, 1993). Dalam PBM-SIG (1995), akurasi didefinisikan sebagai kedekatan nilai pengukuran terhadap nilai standar. Semakin kecil perbedaan antara nilai pengukuran dengan nilai standar, maka nilai tersebut akan semakin akurat. Dalam Alsup dan Watson (1993) akurasi didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-rata data aktual
18
(average) dengan nilai standar (true value).
Akurasi dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut: Accuracy Average TrueValue
Selanjutnya nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan rentang nilai standar kualitas yang dapat diterima (acceptability). Acceptability adalah persen maksimum variasi yang masih dapat diterima (Besterfield, 1990).
Nilai
acceptability biasanya ditentukan berdasarkan kontrak kerja atau karena sebagai tanggung jawab produsen.
Menurut Besterfield (1990) secara teoritis nilai
acceptability dapat ditentukan berdasarkan: 1. Data historis 2. Pengalaman (Empirical judgment) 3. Informasi Teknik (engineering information) 4. Percobaan 5. Kemampuan produsen, dan 6. Keinginan konsumen. Dalam praktek rentang nilai akseptabiltas bervariasi antara ± 0.01 % sampai dengan ± 10 % (Besterfield, 1990). Jika akurasi masih berada dalam rentang standar maka nilai variasi diterima, dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai standar maka nilai variasi tidak diterima.
C. PENDEKATAN SISTEM Sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau gugus dari tujuan-tujuan (Manetsch dan Park dalam Eriyatno, 1999). Pendekatan sistem (system approach) muncul karena adanya kenyataan yang mendasar dari persoalan aktual yaitu kompleksitas, di mana unitnya adalah keragaman. Keragaman yang begitu besar tidak dapat dikaji atau dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja. Oleh karena itu teori sistem menyatakan bahwa kesisteman adalah meta-konsep, di mana formalitas dan proses dari keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial dapat dipadukan (Eriyatno, 1999). Pendekatan sistem merupakan suatu kerangka
19
berfikir yang berusaha mencari perpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh. Menurut Simatupang (1995), sistem mencakup lima unsur utama yaitu : (1) Elemen-elemen (2) Interaksi antar elemen (3) Adanya suatu faktor yang mengikat elemen-elemen menjadi satu kesatuan (4) Adanya tujuan bersama (5) Berada dalam lingkungan yang kompleks
Menurut Eriyatno (1999), terdapat tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok dalam menganalisis suatu permasalahan menggunakan pendekatan sistem yaitu: (1) Cybernetic, artinya cara pandang berorientasi tujuan (2) Holistic, artinya cara pandang yang menyeluruh terhadap keutuhan sistem (3) Efectiveness, yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna operasional serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan. Pengkajian permasalahan menggunakan pendekatan sistem ditandai dengan ciriciri : 1. Mencari faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan permasalahan. 2. Adanya model kuantitatif untuk membantu menyelesaikan permasalahan secara rasional. Metodologi pendekatan sistem erat kaitanya dengan pronsip dasar ilmu manajemen, yaitu merupakan aktivitas yang mentransformasikan sumber daya (input) menjadi hasil yang dikehendaki (output), secara sistematis dan terorganisasi guna mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi yang dirancang (Eriyatno, 1999).
Dalam aplikasi manajemen, teknik pendekatan sistem
dipersyaratkan menggunakan beberapa teori dasar yang bersifat kuantitatif
20
meliputi : (1) model matematik, (2) analisis fungsi terhadap model matematik yang digunakan, (3) teori kontrol, (4) teori estimasi, dan (5) teori keputusan. Metode untuk menyelesaikan persoalan menggunakan pendekatan sistem terdiri dari beberapa tahap proses. Tahap-tahap tersebut meliputi analisis, rekayasa model, implementasi rancangan, implementasi dan operasi sistem. Setiap tahap dalam proses tersebut diikuti oleh suatu evaluasi berulang guna mengetahui apakah hasil dari masing-masing tahap telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Diagram alir metode pendekatan sistem disajikan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Tahap Pendekatan Sistem (Eriyatno, 1999)
21
Metodologi pendekatan sistem pada prinsipnya dilakukan melalui enam tahap analisis sebelum tahap rekayasa, meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, dan (6) penentuan kelayakan ekonomi dan finansial.
Langkah pertama sampai keenam umumnya dilakukan dalam satu
kesatuan kerja yang disebut sebagai analisis sistem. Model tahap analisis sistem disajikan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno, 1999)
22
III. METODOLOGI
A. KERANGKA PEMIKIRAN Dari berbagai gambaran mengenai kinerja industri gula menunjukkan bahwa saat ini dibutuhkan upaya-upaya bagi peningkatan kinerja industri gula nasional. Industri gula menghadapi berbagai masalah teknis produksi yang berkaitan dengan rendahnya tingkat produktivitas, dan masalah-masalah manajemen yang berkaitan dengan efisiensi penyelenggaraan industri gula, selain masalah-masalah sosial kelembagaan lainnya. Upaya-upaya peningkatan kinerja tersebut bermuara pada cara memperbaiki dan meningkatkan produktivitas dan meningkatkan efisiensi manajemen penyelenggaraan pabrik gula.
B. PENDEKATAN SISTEM Metode yang digunakan dalam penyusunan sistem penilaian cepat kinerja industri gula adalah pendekatan sistem. Tahapan dalam pendekatan sistem meliputi: (1) analisis kebutuhan antar pelaku, (2) formulasi permasalahan, (3) identifikasi sistem, (4) permodelan sistem, (5) verifikasi dan validasi model serta (5) implementasi model. 1. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem. Dalam tahap ini dicari secara selektif apa saja yang dibutuhkan dari masing-masing pelaku yang terlibat dalam sistem. Hasil analisis kebutuhan menunjukkan adanya kebutuhan-kebutuhan yang ada atau yang akan terjadi. Aktor (pelaku) yang telibat dalam sistem produksi gula adalah pihak pabrik gula (PG), petani tebu rakyat, pemerintah, lembaga penelitian dan asosiasi pergulaan. Analisis kebutuhan dari masing-masing aktor adalah sebagai berikut: 1. Pihak PG Mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam PG dengan cepat Meningkatkan produktivitas PG
23
Meningkatkan pendapatan PG meningkat Mendapat pasokan bahan baku yang baik Kontinuitas pasokan bahan baku terjaga. 2. Pemerintah Meningkatkan produktivitas gula nasional Mencukupi kebutuhan gula dalam negeri Mendapatkan input yang akurat untuk menyusun kebijakan pergulaan nasional yang tepat. 3. Lembaga Penelitian atau Asosiasi Pergulaan Mengetahui masalah-masalah yang terjadi di dalam PG-PG di Indonesia Mendapatkan input yang akurat untuk menyusun program kerja. Hasil analisis kebutuhan diperlukan untuk menentukan kebutuhankebutuhan mana saja yang dapat dipenuhi oleh sistem yang dikembangkan. Hasil analisis kebutuhan selanjutnya digunakan sebagai input untuk mengidentifikasi
permasalahan-permasalahan
yang
dihadapi
dalam
pengembangan sistem.
2. Formulasi Permasalahan Formulasi permasalahan merupakan tahapan untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dari masing-masing aktor.
Untuk meningkatkan kinerja
industri gula, pelaku dalam PG perlu meningkatkan efisiensi PG dengan cara meningkatkan efisiensi teknis dan efisiensi manajemen. Hal ini berarti para pelaku industri gula perlu menerapkan standar pengelolaan bagi PG. Karena saat ini belum ada standar nasional pengelolaan industri gula maka perlu disusun standar pengelolaan PG yang dapat diterapkan secara nasional. Agribisnis gula paling tidak meliputi empat subsistem, yaitu: subsistem pasar input, subsistem usahatani (on farm), subsistem pabrikasi
24
(off farm) dan subsistem pasar produk (output). Untuk meningkatkan kinerja industri gula, standar pengelolaan PG seharusnya disusun mencakup seluruh subsistem tersebut.
Namun karena kompleksnya
masalah pergulaan, maka saat ini penyusunan standar perlu diprioritaskan pada kegiatan pabrikasi terlebih dahulu. Dengan pengelolaan pabrikasi PG yang baik, kedepan diharapkan akan dapat menarik dan meningkatkan kinerja sektor off-farm dan juga output.
3. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem dilakukan dengan menghubungkan antara pernyataan-pernyataan masalah dengan kebutuhan-kebutuhan aktor yang terlibat dalam sistem.
Identifikasi sistem bertujuan untuk mencari
pemecahan terbaik dari permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya hasil identifikasi sistem digambarkan dalam sebuah diagram input-output. Diagram input-output Model Penilian Cepat Kinerja Industri Gula digambarkan dalam diagram pada Gambar 4. Output dikehendaki merupakan pemecahan dari pemenuhan kebutuhan spesifik yang diperoleh pada tahap analisis kebutuhan. Output tak dikehendaki adalah hasil samping yang dapat timbul bersamaan dengan output yang dikehendaki. Oleh kerena itu sistem penilaian kinerja industri gula harus dapat berperan dalam mengukur kinerja yang dihasilkan sistem PG apakah telah sesuai dengan standar yang diharapkan.
25
Gambar 4. Gambar Input-Output Model Penilaian Cepat Industri Gula
C. TEKNIK ANALISIS Ukuran kinerja aktivitas atau proses dapat dianalisis menggunakan parameter tingkat akurasi. Menurut Besterfield (1990) akurasi didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-rata data aktual (average) dengan nilai standar (true value). Akurasi dihitung menggunakan persamaan: A X S
….. Persamaan 1.
Di mana: A = X = S =
Akurasi Rata-rata hasil pengukuran Standar pabrikasi
26
Variasi (penyimpangan) maksimum akurasi dihitung menggunakan persamaan berikut: Amax VS % * S …… Persamaan 2. Di mana: Amax = VS = S =
Akurasi maksimum Variasi standar yang masih dapat diterima (%) Standar pabrikasi
Persentase variasi yang digunakan adalah 10 %.
Nilai 10 %
merupakan nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima (acceptable) dalam dunia industri. Jika nilai akurasi (A) kurang dari atau sama dengan ± akurasi maksimum (Amax) maka variasi dari suatu aktivitas yang diukur dinyatakan diterima (baik), dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai variasi maksimum maka variasi dari aktivitas yang diukur dinyatakan ditolak (kurang baik). Dalam implementasi, standar penilaian yang akan digunakan sebagai justifikasi kondisi kinerja aktivitas atau proses adalah nilai persentase (%) dari variasi (penyimpangan). Nilai persentase digunakan karena nilai ini akan memudahkan untuk dibaca oleh pengguna model. Suatu aktivitas akan dinilai baik jika persentase variasi kurang dari atau sama dengan nilai VS, dan sebaliknya aktivitas akan dinilai kurang baik jika persentase variasi lebih dari nilai VS. Justifikasi baik atau tidaknya suatu proses atau stasiun produksi dalam pabrik gula (PG) dihitung berdasarkan nilai rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas yang terdapat dalam stasiun tersebut. Jika nilai rata-rata persentase variasi tiap aktivitas kurang dari atau sama dengan VS maka kinerja stasiun tersebut dinyatakan baik. Sebaliknya jika rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas lebih dari VS maka kinerja stasiun tersebut dinyatakan kurang baik.
Demikian juga dengan penghitunga rata-rata
persentase dari variasi proses pada level PG dihitung sama halnya dengan justifikasi penilaian kinerja stasiun produksi.
Persentase variasi aktivitas
dihitung menggunakan persamaan berikut:
27
X
%Vact
act
S
S
…… Persamaan 3.
Di mana: %Vact = X act = S =
Persentase variasi aktivitas Rata-rata hasil pengukuran variasi aktivitas Standar pabrikasi
Persentase variasi stasiun produksi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut: n
%V
%Vst
act i
i 1
…… Persamaan 4.
n
Di mana: %Vst = Persentase variasi stasiun produksi %Vact i = Persentase variasi aktivitas yang ke-i n = Jumlah aktivitas Persentase variasi pada tingkat PG dihitung menggunakan persamaan berikut: m
%V
%V pg
j1
m
st j
…… Persamaan 5.
Di mana: %Vpg = Persentase variasi pabrik gula %Vst j = Persentase variasi stasiun yang ke-i n = Jumlah aktivitas
28
IV. PEMODELAN SISTEM
A. KONFIGURASI SISTEM Model Penilaian Cepat Industri Gula dirancang dalam bentuk perangkat lunak yang diberi nama MPG 1.0. MPG 1.0 adalah singkatan Model Penilaian Cepat Industri Gula Versi 1.0. MPG 1.0 tersusun atas empat bagian utama, yaitu antar “muka pengguna”, “pusat pengolahan”, “model penilaian kinerja”, dan “sistem manajemen basis data”. Konfigurasi sistem
MPG 1.0 digambarkan
dalam diagram pada gambar di bawah ini.
Gambar 5. Konfigurasi Model MPG 1.0
29
Bagian pertama adalah “Antar Muka Pengguna” atau user interface. Antar muka pengguna merupakan bagian yang berfungsi untuk menghubungkan pengguna dengan sistem MPG 1.0. Antar muka pengguna dirancang dengan prinsip user friendly untuk mempermudah pengguna (user) dalam berinteraksi dengan sistem MPG 1.0 dalam proses penilaian kinerja PG.
Antar muka
pengguna dapat menerima masukan (input) dari pengguna dan menampikan keluaran (output) sesuai yang diinginkan oleh pengguna. Input dari pengguna dapat berupa suatu perintah atau masukan data empirik nilai pengukuran parameter kinerja PG. Keluaran yang ditampilkan oleh antar muka pengguna berupa informasi dalam bentuk pertanyaan, pernyataan, tabel, dan informasi dalam bentuk cetak (hardcopy). Bagian kedua adalah “Pusat Pengolahan”. Pusat pengolahan merupakan modul utama yang berfungsi mengendalikan antar muka pengguna (user interface), mengendalikan akses data ke modul sistem manajemen basis data, dan mengendalikan analisis kuntitatif pada setiap sub-model penilaian kinerja. Bagian pengolahan terpusat merupakan modul yang berperan mengintegrasikan bagianbagian yang lain sehingga membentuk sistem perangkat lunak MPG 1.0. Bagian ketiga adalah “Model Penilaian Kinerja”.
Model penilaian
kinerja tersusun dari empat belas sub-model penilaian kinerja (SMPK). Setiap sub-model tersusun atas beberapa kriteria penilaian kinerja. Keempat belas sub model pendukung tersebut adalah: 1. Stasiun Bahan Baku 2. Stasiun Penggilingan Tebu 3. Stasiun Pemurnian Nira 4. Stasiun Penguapan 5. Stasiun Kristalisasi 6. Stasiun Sentrifugasi 7. Stasiun Pengeringan 8. Konsumsi Energi 9. Produk 10. Keuangan 11. Formasi Tenaga Kerja (SDM)
30
12. Faktor Ekonomi 13. Faktor Sosial 14. Faktor Lingkungan Model penilaian kinerja berfungsi sebagai bagian yang melakukan penilaian kuantitatif terhadap data empirik PG yang dimasukkan ke dalam sistem MPG 1.0. Penilaian dimulai dengan pembandingan data empirik dengan standar ideal level parameter), penilaian pada level stasiun (unit kerja), dan terakhir adalah penilaian pada level PG. Bagian yang keempat adalah “Sistem Manajemen Basis Data”. Sistem basis data merupakan modul yang berfungsi untuk mengelola data, baik data empirik yang dimasukkan (di-input) oleh pengguna (data dinamis), maupun datadata penunjang yang berfungsi sebagai keterangan (data statis). Bagian sistem manajemen basis data memiliki fasilitas pengelolaan data yang diperlukan untuk mendukung kerja sistem MPG 1.0. Fasilitas pengelolaan data meliputi fasilitas penambahan data baru, edit data, hapus data, dan permintaan (query) atau seleksi pencarian data.
Sistem manajemen basis data MPG 1.0 terdiri dari lima
komponen data utama, yaitu: 1. Kriteria, berisi data kriteria penilaian yang dibutuhkan untuk meniliai kinerja suatu stasiun produksi. 2. Nilai Ideal, berisi data nilai standar suatu kriteria.
Nilai standar
berfungsi sebagai pembanding terhadap nilai aktual kinerja PG. 3. Data Pabrik Gula, berisi data-data identifikasi umum PG seperti nama PG, alamat, proses, dan kapasitas PG. 4. Nilai pengukuran, berisi data-data aktual kriteria pengukuran kinerja suatu PG. 5. Kinerja, berisi data hasil penilaian kinerja. Penilaian kinerja dilakukan dengan membandingkan antara data hasil pengukuran dengan data nilai ideal.
31
B. RANCANG BANGUN SISTEM 1. Sistem Manajemen Basis Data Basis data merupakan tempat untuk menyimpan dan mengelola data yang diperlukan oleh model. Basis data dirancang dengan memperhatikan kebutuhan dan ketersediaan informasi yang diperlukan oleh model.
Konsep basis data
dibangun dengan menganalisis aliran data yang masuk dan aliran data yang keluar dari sistem.
Basis data dirancang dalam dua tahap, tahap pertama adalah
merancang model data konseptual (conceptual data model) dan tahap kedua adalah merancang desain data fisik (physical data model). 1.1. Model Data Konseptual (Conceptual Data Model) Analisis aliran data dilakukan menggunakan pendekatan desain terstruktur (structured design). Hasil analisis aliran data digambarkan dalam “diagram alir data” atau “data flow diagram” (DFD). Diagram alir data (DFD) merupakan alat yang dapat digunakan untuk menggambarkan logika aliran data. DFD digambarkan tanpa melihat lokasi fisik di mana data disimpan. Pengembangan basis data MPG 1.0 dilakukan dengan menguraikan aliran data sampai pada level 1. DFD level 0 menggambarkan garis besar aliran data, selanjutnya DFD level 1 mejelaskan proses yang digambarkan dalam DFD level 0 secara lebih terperinci. DFD level 0 menggambarkan garis besar hubungan antara sumber data, proses, dan pengguna. Sumber data digolongkan menjadi dua, yaitu sumber data internal (pabrik gula) dan sumber data eksternal (lingkungan). Pengguna MPG 1.0 adalah pihak PG, pemerintah, dan lembaga penelitian atau lembaga pergulaan. Desain diagram alir data level 0 dapat dilihat pada Gambar 6. Input data yang masuk pada DFD level 0 di atas adalah data-data parameter umum dan parameter teknis PG, serta data-data yang berasal dari parameter lingkungan. Output yang dihasilkan berupa hasil analisis kinerja PG. Pihak PG memerlukan informasi mengenai kinerja PG saat ini, dan juga informasi mengenai kinerja PG-PG lain di Indonesia sebagai acuan perbadingan (benchmark).
Pihak pemerintah serta lembaga penelitian dan
asosiasi pergulaan memerlukan informasi mengenai kinerja keseluruhan PG
32
yang ada di Indonesia sebagai masukan untuk merumuskan program kerja serta kebijakan yang tepat.
Gambar 6. Diagram Alir Data (DFD) Level 0 Basis Data MPG 1.0 Proses yang digambarkan dalam DFD level 0 di atas selanjutnya diperinci untuk mengetahui proses-proses yang terjadi di dalamnya secara lebih rinci dan kemudian digambarkan dalam DFD level 1. Proses yang terjadi di dalam DFD level 1 antara lain input data, pemilahan data (sortasi), penyimpanan data ke dalam basis data, penilaian kinerja aktivitas, penilaian kinerja unit proses, penilaian kinerja PG, dan pelaporan.
DFD level 1
diilustrasikan dalam Gambar 7.
33
Data IdentifikasiPG
Input Data PG
Data Empirik PG
Data Identitas PG
Input Data PK
Pemilahan Data
Standar Ideal
Data Empirik PG
Hitung Kinerja Aktivitas
Kinerja aktivitas
Hitung Kinerja Stasiun
Kinerja Stasiun
Hitung Kinerja PG
Kinerja PG
Pelaporan
Kinerja PG
Kinerja Industri Gula
Gambar 7. Diagram Alir Data (DFD) Level 1
Aliran data dan proses yang terdapat dalam DFD level 1 sudah cukup menggambarkan keseluruhan model MPG 1.0, sehingga pada tahap selanjutnya DFD level 1 ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun desain konseptual basis data atau conceptual data mode (CDM). CDM merupakan
34
model dasar yang menggambarkan struktur logika dari suatu basis data. Diagram CDM diilustrasikan dalam gambar di bawah ini.
Proses
Pabrik Gula
Nama Proses A30
Nama TXT Proses TXT Pemilik TXT Lokasi TXT Kapasitas Giling N Skala TXT ID Pabrik Gula
Kinerja Stasiun
ID Proses
Nilai Stasiun Kesimpulan
0,n Tahapan Proses 0,1
0,1 Penilaian Stasiun 0,n
DC TXT
ID Stasiun ID PG 0,1
0,n
Stasiun
0,1
Nama Stasiun TXT Rata rata Stasiun Rata rata aktivitas
ID Stasiun ID Proses
Pabrik Gula 0,1
0,n
0,n Identifikasi Stasiun Kerja 0,1
0,1 Kinerja Aktivitas
Kriteria Nama Kriteria Syarat Nilai Batas Bawah Batas
Kinerja PG
A50 DC DC DC DC
0,1 Standar 0,n
Input Nilai Aktivitas Penilaian Keterangan
DC DC TXT TXT
Nilai PG DC Penilaian TXT ID PG
ID Kriteria ID Stasiun
ID Kriteria ID Stasiun
Gambar 8. Model Konseptual Basis Data MPG 1.0
1.2. Model Data Fisik (Physical Data Model) Model
data
fisik
merupakan
penggambaran
dari
implementasi
penyimpanan dan pengaksesan data dalam perangkat penyimpanan komputer. Rancangan data fisik dikembangkan berdasarkan rancangan data konseptual yang telah dibuat. Tahap perancangan fisik data merupakan tahap akhir dari tahap desain basis data. Rancangan fisik data digambarkan dalam bentuk hubungan (relasi) antar entitas data.
Dalam rancangan ini setiap kelompok data di
gambarkan menjadi sebuah tabel. hubungan-hubungan antar tabel.
Hasil akhir desain fisik adalah berupa Hubungan antar tabel digambarkan sesuai
dengan sifat hubungan entitas (entity relationship). Hubungan antar entitas dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hubungan one to many digambarkan dengan simbol ” 1_______∞ ”, one to one digambarkan dengan simbol ” 1_______1 ”, many to one digambarkan dengan simbol ”
∞
_______1 ”, dan many to many
digambarkan dengan simbol ” ∞_______∞”. Desain relasi antar tabel selanjutnya diimplementasikan ke dalam perangkat lunak DBMS. Desain relasi antar tabel menunjukkan struktur fisik penyimpanan dan pengaksesan (query) tabel-tabel data
35
dalam file basis data komputer. Rancangan fisik data MPG 1.0 dimplementasikan dalam DBMS Access 2000. Rancangan fisik data MPG 1.0 digambarkan dalam Gambar 9.
Gambar 9. Model Fisik Basis Data MPG 1.0
2. Model Penilaian Kinerja Jenis model yang digunakan dalam sistem ini adalah berupa model simbolik (matematik).
Format model yang dipakai adalah berupa persamaan
(equation). Model sistem penilaian cepat kinerja industri gula tersusun atas dua kategori input penilaian, yaitu: input penilaian kinerja internal dan input penilaian kinerja eksternal PG. Penilaian kinerja internal PG meliputi penilaian kinerja penyediaan bahan baku, kinerja proses produksi, kinerja pembangkit dan pemanfaatan energi, kinerja
produk, kinerja SDM, dan kinerja keuangan.
Penilaian kinerja eksternal meliputi penilaian kinerja ekonomi, kinerja sosial, dan kinerja lingkungan (limbah). Masing-masing kategori penilaian kinerja di atas selanjutnya diterapkan menjadi sub model - sub model penilaian kerja. Prinsip kerja utama setiap submodel penilaian kinerja adalah menghitung penyimpangan (deviasi) data empirik setiap parameter terhadap nilai standar ideal. Nilai standar yang dijadikan sebagai parameter ideal merupakan nilai standar ideal bagi pengelolaan PG. Nilai ini diperoleh berdasarkan studi pustaka dan berdasarkan referensi para pakar.
36
Model penilaian cepat industri gula terdiri dari empat belas sub-model penilaian kinerja (SMPK).
Setiap SMPK tersusun atas beberapa parameter
penilaian kinerja. Masing-masing SMPK dijelaskan sebagai berikut: 1. SMPK Stasiun Bahan Baku Sub-model ini digunakan untuk menilai kinerja penyediaan bahan baku produksi di stasiun penerimaan dan persiapan (bahan baku). Target utama stasiun bahan baku adalah menyediakan suplai tebu sehingga proses giling dapat berjalan dengan lancar. Bahan baku yang diharapkan adalah tebu yang masak, segar, dan bersih.
Sebelum tebu masuk dalam stasiun gilingan
biasanya akan dilakukan analisis bahan pengotor (trash) terlebih dahulu, jika bahan pengotor berlebihan maka tebu harus segera dibersihkan.
Selain
analisis trash, untuk mengetahui kualitas tebu yang akan digiling juga dilakukan analisis terhadap % pol (kandungan sukrosa) tebu, nira perahan pertama (NPP), dan persentase brix tebu terhadap NPP.
Parameter
pengukuran kinerja stasiun penerimaan dan persiapan bahan baku adalah seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Penerimaan dan Persiapan Bahan Baku. STANDAR
PAREMETER Tingkat kemasakan tebu (%) Jumlah bahan pengotor (trash) Kesegaran tebu Pol tebu Kadar nira tebu Kemurnian nira perahan pertama (npp)
Syarat
Nilai
Satuan
<= <= <= >= >=
24 - 40 5 24 12 80 85
% jam % % %
(Keterangan mengenai simbol “syarat” nilai yang digunakan dalam setiap tabel parameter penilaian kinerja dapat dilihat dalam daftar pada Lampiran 1). 2. SMPK Stasiun Penggilingan Sub-model ini digunakan untuk menilai kinerja stasiun penggilingan. Stasiun penggilingan
merupakan unit proses
yang berfungsi untuk
mengekstrak nira dari batang tebu. Target dari stasiun penggilingan adalah
37
mendapatkan ekstraksi nira tebu semaksimal mungkin dengan ampas seminimal mungkin yang mengandung gula. Prinsip kerja dari stasiun ini adalah: pertama penghancuran; yaitu memperkecil ukuran bahan yang akan diekstrak sehingga semakin banyak sel yang terbuka, semakin luas permukaan sel tebu yang terbuka maka akan semakin cepat dan banyak nira yang dapat dikeluarkan, kedua ekstraksi; yaitu memeras nira sebanyak-banyaknya dari tebu dengan meminimalkan kehilangan nira yang terikat dalam ampas (baggase), ketiga penyaringan; yaitu memisahkan nira dari kotoran, dan yang keempat adalah imbibisi; yaitu menambahkan air ke dalam ampas setelah proses penggilingan pertama sehingga semaksimal mungkin nira lepas dari ampasnya.
Parameter yang digunakan untuk menilai kinerja stasiun
penggilingan adalah seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Penggilingan STANDAR PAREMETER
Nilai Syarat
Kadar sabut Tingkat pencacahan > (Prepration index) Fibre loading = Imbibisi persen sabut >= Persentase nira mentah tebu >= Persentase ekstraksi nira > Kapasitas giling >= Keterangan: (TCD = Ton tebu per hari)
PG. Kecil
1500
PG. Sedang
PG. Besar
Satuan
14-16
%
90
%
200 200 100 96 3000
4500
g/dm2 % % % TCD
3. SMPK Stasiun Pemurnian Nira Tujuan utama stasiun pemurnian nira adalah menghilangkan bahan organik dan anorganik bukan gula yang terdapat dalam nira mentah, sehingga diperoleh nira dengan kadar sukrosa maksimum. Berdasarkan sifat fisiknya bahan yang terdapat dalam nira hasil gilingan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: pertama adalah bahan kasar terdispersi, seperti sabut, tanah, lilin, lemak, protein, gum, tanin, pigmen, dan pektin.
Bahan-bahan ini akan
dipisahkan sebagai blotong. Kedua adalah molekul terlarut dalam nira seperti
38
sukrosa dan unsu-unsur yang terdapat dalam kadar abu.
Ketiga
adalah
kotoran yang terlarut dalam nira berupa bahan organik seperti bahan-bahan koloid dan anorganik seperti silikat dan magnesium. Bahan-bahan pengotor ini jika tidak dibersihkan akan mengganggu proses perjalanan nira menjadi kristal gula. Oleh karena itu kotoran pengganggu tersebut harus dipisahkan dari nira.
Kapur tohor (CaO) digunakan untuk mengendapkan kotoran,
menjernihkan dan memurnikan nira mentah. Namun kandungan kapur tohor yang tinggi dalam nira dapat menyebabkan inkrutasi (pembentukan kerak) dalam pan masak.
Kerak yang terbentuk dalam pan masak yang dapat
menghambat perpindahan panas sehingga konsumsi uap akan meningkat. Selain itu, kandungan kapur tohor yang tinggi akan mempersulit proses kristalisasi, mempersulit proses pemasakan, serta meningkatkan pembentukan molase. Dengan demikian kandungan kapur tohor dalam nira hasil pemurnian harus diusahakan seminimal mungkin.
Parameter yang digunakan untuk
mengukur kinerja stasiun pemurnian adalah seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Paramer Penilaian Kinerja Stasiun Pemurnian Nira . STANDAR
PAREMETER Turbidity nira Kadar CaO dalam nira Jumlah bahan pengasingan bukan gula Persentase pol blotong Persentase blotong terhadap tebu
Syarat
Nilai
Satuan
<= <= <= <= <=
50 80 14 2 3
ppm ppm % % %
4. SMPK Stasiun Penguapan Tujuan utama stasiun penguapan (evaporasi) adalah memekatkan nira dengan cara mengurangi kandungan air nira hingga mendekati jenuh. Untuk menguapakan air dalam nira, nira jernih dari stasiun pemurnian dipanaskan pada suhu 105-110 oC, sehingga diharapkan suhu minimal mencapai 100 oC. Hasil dari stasiun penguapan berupa nira kental. Nira kental yang dihasilkan harus memiliki kekentalan tinggi (60-65
o
brix) agar tahap kristal-isasi dapat
berjalan dengan lancar. Selain itu warna nira kental diupayakan tidak gelap agar nantinya dihasilkan gula kristal berwarna jernih dan bermutu baik.
39
Parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja stasiun penguapan adalah seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Penguapan
PAREMETER
STANDAR Syarat
Nilai
Satuan
Tingkat kekentalan nira Warna nira kental
>= <=
% brix
Suhu nira jernih
>=
65 Kuning kecoklatan 100
o
c
5. SMPK Stasiun Kristalisasi Tujuan stasiun kristalisasi adalah mengubah gula yang terdapat dalam larutan nira kental (jenuh) menjadi bentuk kristal gula. Gula yang dihasilkan dalam proses kristalisasi harus diupayakan semaksimal mungkin, dan molase yang dihasilkan diupayakan seminimal mungkin.
Prinsip kerja stasiun
kristalisasi adalah perlakuan suhu dan tekanan untuk menguapkan air dalam nira kental. Perlakuan ini bertujuan untuk mengendalikan suhu agar kerusakan pada gula dapat dicegah. Larutan nira kental diuapkan perlahan-lahan dalam bejana vakum sampai mencapai tingkat kejenuhan tertentu, kemudian ditambahkan bibit gula hingga kekentalan mencapai lebih dari 93 o brix. Hal lain yang harus diperhatikan dalam proses kristalisasi adalah ukuran dan kerataan kristal gula yang terbentuk. Parameter kinerja stasiun kristalisasi disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Kristalisasi STANDAR
PAREMETER Kekentalan masakan Tingkat kemurnian masakan Purity drop Kerataan kristal Ukuran kristal
Syarat
Nilai
Satuan
>= -
93-94 85 10-15 rata 0.8-1.1
% Brix % %
-
mm
40
6. SMPK Stasiun Putaran Stasiun putaran (sentrifugasi) berfungsi untuk memisahkan kristal gula dari cairan induknya (mother liquor). Prinsip kerja dari stasiun ini adalah pemutaran dan penyaringan. Pemutaran bertujuan untuk memisahkan kristal gula dari cairan induknya melalui gaya sentrifugal, dan penyaringan berfungsi untuk memisahkan kristal gula sesuai dengan butir ukuran kristal. Parameter penting kristal gula yang dihasilkan dalam stasiun putaran adalah kadar air harus serendah mungkin, ukuran kristal harus seragam, dan warna kristal harus putih jernih. Parameter yang digunakan untuk menilai kinerja stasiun putaran (sentrifugasi) adalah seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Putaran STANDAR
PAREMETER Syarat
Nilai
Satuan
<=
1 Putih 0.8-1.1
%
Kadar air Warna Ukuran kristal
-
mm
7. SMPK Stasiun Pengeringan dan Pengemasan Produk yang telah diturunkan dari stasiun putaran masih basah dengan kadar air mencapai 1% sehingga perlu dikeringkan lebih lanjut. Pengeringan ini bertujuan untuk menguapkan air yang terkandung dalam kristal gula dan mencegah gula lengket dan menggumpal. Setelah gula selesai dikeringkan, sebelum dimasukkan dalam karung kemasan, suhu gula dikondisikan terlebih dahulu dalam silo. Pada tahap akhir gula dikemas dalam karung dengan ukuran berat 50 kg.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan
adalah suhu gula sebelum masuk dalam karung tidak boleh terlalu tinggi untuk mencegah terjadinya pengembunan dalam kemasan, kemasan harus kuat dan aman dari pengaruh kelembaban luar, serta berat gula perkarung harus benar. Parameter yang digunakan untuk menilai stasiun pengeringan dan pengemasan adalah seperti pada Tabel 7.
41
Tabel 7. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Pengeringan dan Pengemasan STANDAR
PAREMETER Syarat
Nilai
Satuan
<= <= =
1 40 50 Karung plastik, inner bag
% o c Kg
Kadar air gula sentrifugal Suhu gula sebelum masuk karung Berat gula per karung Kemasan
8. SMPK Stasiun Energi Energi yang diperlukan untuk menggerakkan peralatan dan proses dalam PG dapat dipenuhi dari pembakaran sebagian ampas gilingan akhir. Pemanfaatan energi dalam PG dapat berlangsung secara efisien melalui sistem cogeneration, yaitu energi potensial uap dari ketel pembakaran ampas digunakan sebagai penggerak generator listrik, gilingan, blower, dan pompa ketel dalam siklus tertutup. Terdapat dua tipe ketel yang digunakan PG di Indonesia saat ini, yaitu (1) ketel tipe lama; jenis pipa api dan pipa air dengan dapur tipe step grate, horse shoe, dutch oven, dan ward, (2) ketel tipe baru; jenis pipa air dengan dapur tipe spreader stocker. Parameter yang digunakan untuk menilai kinerja stasiun energi adalah seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Parameter Penilaian Kinerja Stasiun Energi STANDAR PAREMETER
Efisiensi ketel Produksi uap per kg ampas Persentase konsumsi energi dengan mesin uap (terhadap tebu) Persentase konsumsi energi dengan turbin uap (terhadap tebu).
Nilai Syarat
Ketel
Ketel
Tipe Lama
Tipe Baru
>= >= <=
68 1.95 65
78 2.10 65
<=
60
60
Satuan
% kg/kg Uap % tebu %
42
9. SMPK Produk Agar dapat dikonsumsi secara langsung, gula harus memenuhi syarat SNI gula yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tampilan gula adalah ukuran butir, kadar air, warna, serta kandungan bahan-bahan anorganik di dalamnya.
Ukuran butir gula harus
seragam, kadar air harus rendah karena gula yang basah akan lengket dalam kantung dan tidak tahan lama disimpan. Warna kristal yang disukai adalah warna kristal yang putih dan mengkilat. Beberapa parameter penilaian kinerja produk ditampilkan dalam Tabel 9. Tabel 9. Parameter Penilaian Kinerja Produk STANDAR PAREMETER
Syarat
Nilai
Satuan
GKP 1
GKP 2
GKP 3
70 250
65 350
60 450
0.8-1.2
0.8-1.2
0.8-1.2
<=
0.1
0.15
0.2
mm b/b
Polarisasi ( Z, 20, C), Z
>=
99.6
99.5
99.4
oZ
Gula reduksi, % b/b
<=
0.1
0.15
0.2
% b/b
Abu konduktiviti, % b/b
<=
0.1
0.15
0.2
% b/b
Zat tidak larut, derajat Belerang dioksida (SO2), mg/kg
<= <=
5 30
5 30
5 30
derajat
Timbal (Pb), mg/kg Tembaga (Cu), mg/kg Arsen (As), mg/kg
<= <= <=
2 2 1
2 2 1
2 2 1
Warna kristal, % Warna larutan (ICUMSA), IU Besar jenis butir, % b/b Susut pengeringan, mm b/b o
o
o
>= <= -
% IU % b/b
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
10. SMPK Formasi Tenaga Kerja Standar formasi tenaga kerja (SDM) digunakan untuk menilai kecukupan jumlah tenaga kerja pada setiap tingkatan fungsi dalam PG. Formasi karyawan tergantung pada besarnya kapasitas giling PG, dan berkorelasi dengan luas tanaman tebu yang dikelola. Standar formasi tenaga kerja ditentukan berdasarkan skala kapasitas giling, yaitu standar formasi untuk PG kecil, PG sedang, dan standar formasi untuk PG Besar. Organisasi PG umumnya terdiri dari empat bagian, yaitu: bagian akuntansi, keuangan dan umum (AKU), instalasi, pengolahan, dan tanaman.
43
Secara umum karyawan PG dapat digolongkan menjadi lima strata, yaitu karyawan strata I, II, III, IV, dan karyawan pelaksana. Karyawan pelaksana digolongkan menjadi tenaga tetap dan musiman. Parameter untuk menilai kinerja pada standar formasi tenaga kerja PG ditampilkan dalam Tabel 10. Tabel 10. Parameter Kinerja Formasi Tenaga Kerja Pada Tiga Skala PG Strata (Golongan Jabatan)
Lingkup PG
Pimpinan & AKU
Jumlah Standar Kecil 1
Sedang 1
Besar 1
II III IV
4 10 27
4 11 32
4 15 48
Jumlah I – IV
I
42
48
68
Pelaksana : - Tetap
411
467
607
- Musiman Jumlah Pelaksana
372 783
366 833
284 891
Total
825
881
959
I II
1 1
1 1
1 1
III IV
1 9
3 8
3 10
Jumlah I – IV Pelaksana :
12
13
15
- Tetap Jumlah Pelaksana
99 99
104 104
153 153
111 1 4 12
117 1 5 12
168 1 8 24
Jumlah I – IV
17
18
33
Pelaksana : - Tetap
85
108
179
Jumlah Pelaksana
85
108
179
102 2 7
126 2 8
212 3 13
5 14
6 16
7 23
- Tetap - Musiman
227 372
255 366
315 284
Jumlah Pelaksana
559
621
599
Total
613
637
622
Total II III IV
Total II III IV Jumlah I – IV Pelaksana :
44
11. SMPK Keuangan Terdapat tiga jenis ukuran keuangan perusahaan, yaitu: solvabilitas, rentabilitas, dan likuiditas. Ketiga ukuran tersebut berlaku bagi perusahaan pada umumnya, namun ketiga ukuran tersebut tidak berlaku bagi PG. PG bukan merupakan sebuah strategic business unit (BSU), PG hanya bertugas memproduksi gula dan urusan keuangan ditangani oleh perusahaan yang melingkupinya. Ukuran kinerja yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan PG adalah tingkat efisiensi pemanfaatan biaya. Parameter kinerja keuangan yang digunakan adalah biaya total SDM dan biaya total non-SDM. Biaya total SDM menunjukkan efisiensi pemanfaatan input SDM, dan biaya total non-SDM menunjukkan efisiensi penggunaan input non-SDM. Parameter yang digunakan untuk menilai kinerja keuaangan PG ditunjukkan dalam tabel di bawah ini. Tabel 11. Parameter Penilaian Kinerja Keuangan pada Tiga Jenis Skala PG STANDAR PAREMETER
Syarat
Nilai
Satuan
PG. Kecil
PG. Sedang
PG. Besar
Biaya produksi per kg gula
<=
2,546.00
1,851.00
1,598.00
Rp.
Biaya SDM per ton kapasitas
<=
7,454,416.00
4,042,826.00
2,806,932.00
Rp.
Biaya non-SDM per kg
<=
1,172.00
1,106.00
1,081.00
Rp.
12. SMPK Ekonomi Kebijakan demonopoli Bulog pada tahun 1998 telah membuat pasar gula domestik menjadi terbuka bagi pasar gula dunia. Akibatnya daya saing industri gula Indonesia ditentukan oleh perbandingan antara biaya produksi gula domestik dengan harga gula dunia.
Apabila biaya produksi gula
domestik lebih tinggi dari pada harga paritas impor (HPI), maka industri gula nasional tidak akan mampu menahan banjir masuknya gula dari luar negeri. Hal ini berarti bahwa industri gula Indonesia memiliki daya tahan yang lemah. Sebaliknya apabila biaya produksi gula domestik lebih rendah dari harga paritas impor, berarti industri gula nasional dapat menahan masuknya gula impor yang berarti industri gula domestik dapat bertahan.
45
Pada saat industri gula dapat bertahan, belum berarti industri gula domestik dapat bersaing di pasar global. Untuk dapat bersaing di pasar global, industri gula domestik harus mampu mengekspor gula. Hal ini akan terjadi apabila biaya produksi gula domestik berada di bawah harga paritas ekspor (HPE). Menurut Tim Studi P3GI (2005) pasar gula dunia masih mungkin terdistorsi seperti sekarang atau bahkan lebih kompetitif. Saat ini harga gula internasional berkisar 240 USD per ton. Namun apabila pasar menjadi agak kompetitif maka harga gula akan cenderung mengarah pada biaya produksi negara-negara yang efisien seperti Brazil, Thailand, Australia, dan lain-lain yaitu sebesar 275 USD per ton. Jika pasar gula menjadi sangat kompetitif maka harga akan mendekati pada biaya produksi rata-rata dunia yaitu sebesar 360 USD per ton. Parameter kinerja ekonomi PG ditampilkan dalam tabel di bawah ini. Harga pada Tabel 12 tersebut menggunakan asumsi kurs dollar sebesar Rp. 9000,-. Tabel 12. Parameter Penilaian Kinerja Ekonomi STANDAR
PAREMETER HPE harga berlaku HPE biaya produksi produsen efisien HPE biaya rata-rata dunia HPI harga berlaku HPI biaya produksi produsen efisien HPI biaya rata-rata dunia
Syarat
Nilai
Satuan
<= <= <= <= <= <=
1.607,17 1.908,06 2.549,21 2.716,83 3.058,44 3,935,79
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
13. SMPK Sosial PG
berada
pada
lingkungan
berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
sosial
kemasyarakatan
sehingga
Eksistensi PG ditentukan oleh
transaksi ekonomi dan transaksi sosial. Transaksi ekonomi adalah transaksi yang berlangsung melalui pasar dan secara langsung berpengaruh terhadap kinerja perusahaan seperti jual beli input dan output. Disisi lain, PG juga melakukan transaksi yang bersifat tidak langsung, yaitu adanya efek eksternalitas PG seperti pencemaran lingkungan dan perubahan sosial
46
masyarakat sekitar.
Pada umumnya eksternalitas perusahaan terhadap
lingkungan sekitar bersifat negatif, dan dampak negatif ini tidak diinternalisasi dalam biaya produksi. Kemajuan pemikiran masyarakat akan menimbulkan konflik antara masyarakat sekitar dengan PG. Konflik yang muncul akan dapat mengganggu ketrentraman kerja karyawan dan pada akhirnya akan menurunkan efisiensi perusahaan. yang negatif
Untuk mencegah terjadinya efek sosial
sebagai dampak dari eksternalitas PG, maka PG perlu
mengeluarkan biaya eksternalitas untuk kepentingan sosial masyarakat sekitar. Biaya eksternalitas biasanya sulit dikalkulasi, mengingat keinginan untuk menerima dan keinginan untuk memberi antara masyarakat dan perusahaan sangat bervariasi. Namun secara umum biaya eksternalitas dikatakan baik apabila PG telah mengeluarkan biaya sebesar 1.5% dari biaya produksi. Angka tersebut merupakan angka yang masih akan diverifikasi dan divalidasi berdasarkan data empirik PG.
14. SMPK Lingkungan PG merupakan salah satu perusahaan yang melakukan kegiatan dalam pengolahan produk pertanian. Sebagai perusahaan, orientasi ideal PG adalah keuntungan (profit). Namun untuk menjaga keberlanjutannya, PG juga harus memperhatikan kondisi sosial dan menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya. Tujuan mencapai keuntungan secara ekonomis harus diupayakan seiring dengan menjaga lingkungan (ekosistem) dan memberi manfaat kepada mayarakat sekitar. Sebagian besar limbah yang dihasilkan oleh PG adalah limbah cair. Untuk menjaga agar limbah yang dihasilkan PG tetap di bawah ambang batas, PG harus mentaati baku mutu limbah cair yang ditetapkan oleh pemerintah. Baku mutu limbah cair diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 03/MENLH/1998. Pengukuran kinerja PG terhadap pelestarian lingkungan dilakukan berdasarkan pada baku mutu limbah cair tersebut. Parameter pengukuran kinerja lingkungan PG disajikan dalam tabel berikut:
47
Tabel 13. Parameter Penilaian Kinerja Linkungan PAREMETER BOD 5 COD TSS pH Debit limbah cair maksimum
STANDAR Syarat
Nilai
Satuan
= = <= <=
50 100 200 6.0-9.0 1
mg/l mg/l mg/l l/s/ha
Penghitungan kinerja pada masing-masing parameter diatas dilakukan menggunakan model persamaan matematik yang sama. Persamaan umum untuk menghitung kinerja pada level parameter, level stasiun, dan kinerja pada level PG adalah sebagai berikut: Model persamaan untuk menghitung kinerja (variasi) parameter:
X
%Vact
S S
act
Di mana: %Vact = Persentase variasi aktivitas X act = Rata-rata hasil pengukuran variasi aktivitas
S
= Standar pabrikasi
Model persamaan untuk menghitung kinerja (variasi) pada level stasiun (unit kerja): n
%V
%Vst i 1
act i
n
Di mana: %Vst = %Vact i = n =
Persentase variasi stasiun produksi Persentase variasi aktivitas ke-i Jumlah aktivitas
48
Model persamaan untuk menghitung kinerja (variasi) pada level PG: m
%V
%V pg
st j
j1
m
Di mana: %Vpg = %V sti = n =
Persentase variasi pada PG Persentase variasi stasiun kerja ke-i Jumlah stasiun
49
C. IMPLEMENTASI SISTEM Tahap implementasi sistem adalah kegiatan mentransformasikan model yang telah dibuat ke dalam program komputer. Perangkat lunak MPG 1.0 dibuat dalam lingkungan sistem operasi Windows menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. Diagram alir model MPG 1.0 adalah sebagai berikut:
Gambar 10. Diagram Alir MPG 1.0
50
MPG 1.0 dirancang dengan tampilan grafis (window) yang bersifat interaktif (user friendly).
Manajemen basis data MPG 1.0 dibangun menggunakan sistem
menejemen basis data Access 2000. Sistem MPG 1.0 ini dapat dijalankan pada PC (personal computer) dengan kecepatan minimum 233 MHz dan memori 32 MB.
Paket perangkat lunak MPG 1.0 membutuhkan ruang kosong hardisk
sebesar 10 MB. Paket program MPG 1.0 terdiri dari dua modul aplikasi, yaitu modul aplikasi utama (Mpg.exe) dan modul basis data (Mpg10.mdb). Modul aplikasi utama terdiri dari bagian “antar muka pengguna (user interface)”, “pusat pengolahan”, dan “model penilaian kinerja”. Skema eksekusi program MPG 1.0 digambarkan dalam diagram di bawah ini.
PC Sistem Operasi Windows
DBMS Access 2000
MPG 1.0.exe
MPG1.0.mdb
Pengguna
Gambar 11. Skema Eksekusi Program MDB 1.0
51
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. MODEL PENILAIAN CEPAT INDUSTRI GULA 1.0 (MPG 1.0) Model Penilaian Kinerja Industri Gula diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak yang diberi nama MPG 1.0.
MPG 1.0 merupakan program
aplikasi yang dirancang untuk menilai kinerja pabrik gula secara cepat (rapid asessment).
Perangkat lunak ini diharapkan dapat memberi kemudahan bagi
pengelola PG dan para peneliti untuk mengetahui kesenjangan (gap) antara kinerja PG dengan standar ideal pengelolaan PG. Output yang dapat diperoleh dari model penilaian cepat industri gula ini adalah berupa nilai penyimpangan (variasi) kinerja PG terhadap standar ideal. Lingkup penilaian yang dilakukan oleh model ini meliputi penilaian kinerja bahan baku, proses produksi, energi, produk, keuangan, organisasi, dan informasi penyimpangan kinerja eksternal (ekonomi, sosial, lingkungan). Teknik analisis yang digunakan untuk mengukur penyimpangan proses dalam model MPG 1.0 adalah teknik pengukuran akurasi.
Analisis dimulai
dengan melakukan penilaian pada level parameter, level stasiun (unit proses), dan terakhir penilaian pada level PG. Nilai toleransi penyimpangan maksimum yang digunakan dalam penilaian adalah 10 %. Jika nilai penyimpangan (akurasi) suatu parameter atau stasiun terhadap standar lebih kecil atau sama dengan 10 % maka kinerja parameter atau stasiun tersebut dinilai ”baik”.
Sebaliknya jika
penyimpangan lebih besar dari 10 %, maka kinerja parameter atau stasiun tersebut dinilai ”kurang baik”. Lingkup penilaian yang dilakukan oleh MPG 1.0 meliputi aspek internal (pabrikasi) PG dan aspek eksternal (ekonomi-lingkungan-sosial) PG.
Aspek
pabrikasi PG meliputi mulai dari bagian penerimaan bahan baku, proses produksi, SDM, keuangan, dan produk. Khusus untuk proses produksi penilaian kinerja dirinci pada masing-masing stasiun, yaitu: stasiun penggilingan, stasiun pemurnian nira, stasiun penguapan, stasiun kristalisasi, stasiun putaran (sentrifugasi), stasiun pengeringan dan pengemasan, serta stasiun energi. Penilaian aspek pengelolaan perkebunan tebu belum dicakup dalam MPG 1.0. Komponen yang berkaitan dengan faktor eksternal antara lain faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pengukuran kinerja pada aspek ekstenal bertujuan untuk
52
mengetahui efek eksternalitas yang ditimbulkan oleh keberadaan PG pada lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat sekitar, seperti: timbulnya pencemaran lingkungan dan terjadinya perubahan-perubahan sosial yang negatif. Selain itu pengukuran aspek eksternal juga dimaksudkan untuk mengetahui dampak keadaan ekonomi luar terhadap keberadaan PG saat ini, yaitu untuk mengetahui sejauh mana PG dapat bersaing di pasar gula internasional. Desain MPG 1.0 terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: manajemen dialog, model, dan manajemen basis data. 1. Manajemen Dialog Manajemen dialog (user interface) merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan pengguna. Pengguna MPG 1.0 dibedakan menjadi dua, yaitu pengguna umum dan peneliti. ”Pengguna umum” memiliki hak untuk hanya mengakses baca informasi dan tidak memiliki hak untuk mengubah basis data (read only). Pengguna umum juga tidak memiliki hak untuk menjalankan model perhitungan kinerja.
Sedangkan pengguna ”peneliti” merupakan
pengguna yang memiliki akses penuh terhadap data dan model.
Untuk
membedakan hak akses masuk pengguna ke dalam MPG 1.0, maka bagi pengguna peneliti disediakan kunci akses berupa ”nama peneliti” dan ”kata sandi”. Sedangkan bagi pengguna umum dapat langsung masuk ke dalam sistem.
Tampilan otorisasi akses pengguna MPG 1.0 ditampilkan dalam
Gambar 11:
Gambar 10. Tampilan Otorisasi Masuk MPG 1.0
53
Informasi yang ditampilkan bagi pengguna umum dan pengguna peneliti adalah sama, perbedaan terdapat pada hak akses terhadap modifikasi data.
Lingkup informasi MPG 1.0 digambarkan dalam formulir tampilan
pertama seperti ditampilkan dalam Gambar 12:
Gambar 11. Tampilan Formulir Utama MPG 1.0
Pada tahap selanjutnya pengguna dapat melihat alur penilaian kinerja PG pada formulir ”Kinerja Pabrik Gula”. Dalam formulir tersebut pengguna dapat melihat dan mengakses berbagai sub-model penilaian kinerja MPG 1.0. Dalam formulir ini pengguna secara langsung dapat melihat alur penilaian kinerja PG. Alur penilaian PG berawal dari pengisian (input) data identitas PG, dilanjutkan dengan entry data parameter penilaian pada masing-masing stasiun atau unit kerja, penilaian pada level stasiun, dan terakhir adalah penilaian pada level PG. Tampilan formulir kinerja PG ditampilkan dalam Gambar 13.
54
Gambar 12. Tampilan Formulir Alur Penilaian Kinerja PG Setelah selesai melakukan penilaian pada setiap stasiun atau unit kerja, pada tahap akhir pengguna dapat melihat kesimpulan hasil penilian kinerja PG. Contoh tampilan formulir kesimpulan kinerja PG disajikan pada gambar di Gambar 14. Pada Gambar 14 tersebut pengguna dapat melihat kesimpulan penilaian kinerja dalam level PG, stasiun, dan pada level detail setiap parameter. Pada tabel pertama, pengguna dapat melihat ringkasan kesimpulan kinerja dari setiap stasiun atau unit proses. Pada tabel kedua, pengguna dapat melihat ringkasan penilaian setiap parameter kinerja sesuai dengan stasiun atau unit kerja yang di pilih pada tabel pertama. Melalui formulir ini pengguna dapat mencetak hasil analisis ke dalam hardcopy menggunakan printer melalui perintah ”Print”. Contoh tampilan hardcopy hasil penilaian PG ditampilkan pada Lampiran 3.
55
Gambar 13. Tampilan Formulir Kesimpulan Penilaian Kinerja PG
2. Manajemen Basis Data Basis data berfungsi untuk mengelola data dan informasi yang diperlukan oleh model.
Sistem manajemen basis data memiliki fasilitas
pengelolaan data yang dapat menunjang kerja model. Beberapa fasilitas yang dimiliki oleh sistem manajemen basis data antara lain fasilitas tambah, edit, update, refresh, pemilihan dan permintaan data (query), dan fasilitas hapus data. Hak akses terhadap basis data dibedakan melalui otorisasi cara masuk (login) pengguna. Desain
manajemen
basis
data
MPG
1.0
diimplementasikan
menggunakan sistem manajemen basis data Access 2000. Hasil implementasi basis data dinamakan “MPG10.mdb”. Basis data MDB10.mdb terdiri dari enam buah tabel utama dan lima tabel pendukung. Tabel utama terdiri dari tabel PG_0, Proses, Stasiun, Kriteria, Kinerja Aktivitas, dan tabel Kinerja
56
Stasiun. Tabel utama berperan sebagai penyedia data dan untuk menyimpan data penilaian kinerja PG. Tabel pendukung terdiri tabel Keterangan dan tabel strata organisasi (OrStrataJml, OrFormasi, OrJabatan, OrStrata).
Tabel
pendukung berfungsi sebagai penyedia informasi statis. Informasi statis terdiri dari informasi deskripsi yang menjelaskan suatu sub-model, berisi data dan spesifikasi alat yang digunakan dalam stasiun produksi, atau berisi keteranganketerangan lainnya. Representasi fisik basis data MPG10.mdb diambarkan dalam Gambar 15.
Gambar 14. Representasi Fisik Basis Data MPG 1.0 dalam Access 2000 DBMS
57
B. VERFIKASI MODEL Verifikasi MPG 1.0 dilaksanakan terhadap tiga PG yaitu: PG. Candi Baru mewakili skala kecil, PG. Lestari mewakili skala sedang, dan PG. Ngadirejo mewakili skala besar. PG. Candi Baru merupakan PG yang dikelola oleh PT. RNI dan berlokasi di Jawa Timur. Pasokan bahan baku sebagian besar berasal dari tebu rakyat (TR) dan sebagian kecil dari tebu sendiri (TS).
PG. Lestari
merupakan PG yang dikelola oleh PTPN X dan berlokasi di Jawa Timur. Sebagian besar bahan baku berasal dari TR dan sebagian kecil berasal dari TS. PG. Ngadirejo merupakan PG yang dikelola oleh PTPN X dan berlokasi di Jawa Timur. Bahan baku PG. Ngadirejo kebanyakan juga berasal dari TR dan sebagian kecil berasal dari TS. Verifikasi bertujuan untuk mengetahui apakah model penilaian kinerja PG yang telah disusun dapat digunakan untuk melakukan penilaian kinerja PG dengan benar.
Dari hasil verifikasi model akan diperoleh informasi tentang
pencapaian level kinerja pengelolaan PG atau penyimpangan PG terhadap standar ideal.
Dengan membandingkan antara data empirik PG dengan standar
pengelolaan PG, maka akan diperoleh nilai deviasi antara PG dengan standar. Dari parameter-parameter yang mempunyai deviasi yang signifikan selanjutnya dapat disusun suatu rekomendasi. Verifikasi dimulai dengan memasukkan data identitas PG. Informasi yang dimasukkan dalam identifikasi PG adalah nomer urut identifikasi PG, nama PG, dan kapasitas giling PG yang dinyatakandalam TCD (ton cane day). Formulir input identifikasi PG ditampilkan dalam Gambar 16.
58
Gambar 15. Formulir Identifikasi PG
MPG 1.0 terdiri dari empat belas sub-model penilaian kinerja (SMPK) yang berkaitan dengan aspek penilaian internal dan eksternal.
Data yang
digunakan untuk verifikasi model adalah data sekunder yang diperoleh dari P3GI.
Verifikasi dimulai dengan memasukkan data-data parameter yang
berkaitan dengan aspek pengelolaan internal PG, dan kemudian dilanjutkan dengan memasukkan data-data yang berkaitan dengan aspek pengelolaan eksternal PG. Berikut ini adalah hasil verifikasi setiap SPMK yang dilakukan pada tiga PG tersebut: 1. SMPK Stasiun Bahan Baku SMPK Stasiun Bahan Baku merupakan sub-model yang pertama dari Model Penilaian Cepat Kinerja Industri Gula. Sub-model ini bertujuan untuk mengukur pencapaian kualitas bahan baku yang akan masuk ke dalam PG. Mutu bahan baku (tebu) yang baik sangat diperlukan untuk mencapai tingkat efisiensi pabrikasi yang tinggi. Contoh formulir penilaian kinerja stasiun ditampilkan dalam Lampiran 3. Data empirik parameter
59
penilaian kinerja stasiun bahan baku dari ketiga PG ditampilkan dalam Tabel 14, 15, dan 16. Tabel 14. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Bahan Baku PG. Candi baru. KRITERIA
IDEAL
Tingkat Kemasakan Tebu (%)
25-40%
Trash (%) Kesegaran Tebu, tebang giling, (jam)
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
26.50
0
Baik
<= 5
6.00
20
Kurang Baik
<= 24
19.00
0
Pol tebu (%)
>= 12
8.62
28.17
Kadar nira tebu (%)
>= 80
90.00
0
Kemurnian nira npp (%)
>= 85
78.00
8.24
Baik
Rendemen (%)
10.50
6.42
38.86 13.61
Kurang Baik Kurang Baik
KESIMPULAN
Baik Kurang Baik Baik
Tabel 15. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Bahan Baku PG. Lestari. KRITERIA
IDEAL
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
Tingkat Kemasakan Tebu (%)
25-40%
26.00
0
Baik
Trash (%)
<= 5
7.00
40
Kurang Baik
Kesegaran Tebu, tebang giling, (jam)
<= 24
16.00
0
Baik
Pol tebu (%)
>= 12
9.09
24.25
Kadar nira tebu (%)
>= 80
82.00
0
Baik
Kemurnian nira npp (%)
>= 85
89.00
0
Baik
10.50
6.93
34 14.04
Rendemen (%) KESIMPULAN
Kurang Baik
Kurang Baik Kurang Baik
Tabel 16. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Bahan Baku PG. Ngadirejo. KRITERIA
IDEAL
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
Tingkat Kemasakan Tebu (%)
25-40%
30.00
0
Baik
Trash (%)
<= 5
5.20
4
Baik
Kesegaran Tebu, tebang giling, (jam)
<= 24
14.00
0
Baik
Pol tebu (%)
>= 12
9.52
20.67
Kadar nira tebu (%)
>= 80
78.00
2.5
Baik
Kemurnian nira npp (%)
>= 85
78.50
7.65
Baik
10.50
7.23
31.14 9.42
Kurang Baik Baik
Rendemen (%) KESIMPULAN
Kurang Baik
Pada tabel 16 ditunjukkan bahwa pencapaian kinerja bahan baku pada PG. Ngadirejo sudah mencapai lebih dari 90%, yaitu sebesar 90.58% dari standar ideal. Pencapaian ini sudah termasuk dalam kategori ”baik”. Sebaliknya pada Tabel 14 dan Tabel 15 didapatkan bahwa kinerja PG. Lestari dan PG. Candi Baru tergolong rendah. Pencapaian kinerja bahan baku kedua PG tersebut di bawah nilai 90% terhadap standar. Sehingga pencapaian kinerja stasiun bahan baku kedua PG tersebut
60
tergolong kurang baik. Berdasarkan verifikasi pada ketiga PG tersebut dapat diketahui penyebab utama rendahnya kinerja stasiun bahan baku setiap PG adalah karena faktor kecilnya pol (kandungan sukrosa) tebu, rendemen tebu rendah, serta tingginya pengotor (trash) dalam tebu yang diangkut ke dalam PG.
2. SMPK Stasiun Penggilingan Tebu Sub-model ini berfungsi untuk mengukur kinerja ekstraksi nira mentah dari tebu pada unit operasi penggilingan.
Sasaran yang ingin
dicapai dalam stasiun penggilingan adalah mendapatkan jumlah nira sebagai hasil kestraksi tebu yang maksimal dari tebu yang digiling, dengan ampas yang mengandung kadar gula seminimal mungkin. Data empirik parameter penilaian
kinerja stasiun penggilingan pada ketiga PG
ditampilkan dalam Tabel 17, 18 dan 19. Tabel 17. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penggilingan PG. Candi baru. KRITERIA
INPUT
DEVIASI
14 - 16 >= 90
13 83
6.67 7.78
Baik Baik
Fibre loading (g/dm2): untuk +- 200 semua unit gilingan Imbibisi % sabut >= 200 Nira mentah % tebu >= 100 Ekstraksi gula (%) > 96 Kapasistas Giling (TCD) >=1500 KESIMPULAN
180
10
Baik
195 200 82 1660
2.5 0 14.58 0 5.93
Kadar sabut (%) Preparation Index (%)
STANDAR
KESIMPULAN
Baik Baik Kurang Baik Baik Baik
Tabel 18. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penggilingan PG. Lestari. KRITERIA
INPUT
DEVIASI
14 - 16 >= 90
15 81.69
0 9.22
Fibre loading (g/dm2): untuk +- 200 semua unit gilingan Imbibisi % sabut >= 200 Nira mentah % tebu >= 100 Ekstraksi gula (%) > 96 Kapasistas Giling (TCD) >=3000 KESIMPULAN
180
Kadar sabut (%) Preparation Index (%)
STANDAR
225 100.20 85 3612
10
KESIMPULAN Baik Baik Baik
0 0 11.46 0 4.38
Baik Baik Kurang Baik Baik Baik
61
Tabel 19. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penggilingan PG. Ngadirejo. KRITERIA Kadar sabut (%) Preparation Index (%)
STANDAR 14 - 16 >= 90
Fibre loading (g/dm2): untuk +- 200 semua unit gilingan Imbibisi % sabut >= 200 Nira mentah % tebu >= 100 Ekstraksi gula (%) > 96 Kapasistas Giling (TCD) >= 4000 KESIMPULAN
INPUT
DEVIASI
15 83.29
0 7.46
190 224 99.52 85 5117
5
KESIMPULAN Baik Baik Baik
0 0.47 11.46 0 3.48
Baik Baik Kurang Baik Baik Baik
Dari hasil penilaian diperoleh bahwa kinerja unit operasi penggilingan pada setiap PG adalah baik, yaitu pencapaian kinerja mencapai rata-rata di atas 95 %. Namun dari ketiga tabel di atas didapatkan bahwa kinerja pada parameter ekstraksi gula pada ketiga PG berada di bawah standar. Hal ini terjadi dimungkinkan karena pengaruh dari rendahnya pol dan rendemen dari bahan baku yang menjadi input PG.
3. SMPK Stasiun Pemurnian Nira Sub-model ini digunakan untuk mengukur kinerja unit operasi pemurnian nira.
Tujuan utama stasiun pemurnian nira adalah
menghilangkan bahan organik dan anorganik bukan gula yang terdapat dalam nira mentah, sehingga diperoleh nira dengan kadar sukrosa maksimum. Hasil pengukuran kinerja unit operasi pemurnian nira pada ketiga PG ditampilkan dalam Tabel 20, 21, dan 22. Tabel 20. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pemurnian di PG. Candi Baru. KRITERIA
STANDAR
Turbidity (ppm) <= 50 Kadar CaO (ppm) <= 80 Pengasingan bukan gula (%) <= 14 Pol blotong (%) <= 2 Blotong/tebu (%) <= 3 KESIMPULAN
INPUT
DEVIASI
53.5 60 15 2.25 3.2
7 0 7.14 12.5 6.67 6.66
KESIMPULAN Baik Baik Baik Kurang Baik Baik Baik
62
Tabel 21. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pemurnian di PG. Lestari. KRITERIA
STANDAR
INPUT
DEVIASI
53 75.2 15 2.3 3.8
6 0 7.14 15 26.67 10.96
Turbidity (ppm) <= 50 Kadar CaO (ppm) <= 80 Pengasingan bukan gula (%) <= 14 Pol blotong (%) <= 2 Blotong/tebu (%) <= 3 KESIMPULAN
KESIMPULAN Baik Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik
Tabel 22. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pemurnian PG. Ngadirejo. KRITERIA
STANDAR
INPUT
DEVIASI
53.5 78 17.5 2.1 2.8
7 0 25 5 0 7.40
Turbidity (ppm) <= 50 Kadar CaO (ppm) <= 80 Pengasingan bukan gula (%) <= 14 Pol blotong (%) <= 2 Blotong/tebu (%) <= 3 KESIMPULAN
KESIMPULAN Baik Baik Kurang Baik Baik Baik Baik
Rata-rata pencapaian kinerja stasiun pemurnian dari ketiga PG tersebut adalah baik, yaitu sebesar 91.66 %. Kecuali pada PG. Lestari, hasil penilaian menunjukkan bahwa kinerja stasiun pemurnian kurang baik. Nilai pencapaian PG. Lestari sebesar 89.04 %, dengan sedikit lagi memperbaiki kinerja pada parameter limbah (blotong), maka pencapaian di PG. Lestari akan dapat dinaikkan sampai pada status ”baik”. Dari ketiga penilaian tersebut diketahui bahwa tingginya limbah yang terbentuk diperkirakan karena jumlah bahan pengotor (trash) dalam bahan baku yang masuk ke PG cukup tinggi, terutama di PG. Candi Baru dan PG. Lestari.
4. SMPK Stasiun Penguapan Sub-model ini digunakan untuk menilai kinerja unit operasi penguapan. Tujuan utama unit operasi penguapan adalah memekatkan nira dengan mengurangi kandungan air sampai mendekati jenuh.
Hasil
penilaian stasiun penguapan ketiga PG disajikan dalam Tabel 23, 24, dan 25. Tabel 23. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penguapan PG. Candi Baru. KRITERIA
STANDAR
Nira kental, % brix >= 65 Nira kental, warna kuning kecoklatan Nira jernih, suhu (oC) >= 100 KESIMPULAN
INPUT
DEVIASI
66 95 103
0 5 0 1.67
KESIMPULAN Baik Baik Baik Baik
63
Tabel 24. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penguapan PG. Lestari. KRITERIA
STANDAR
INPUT
DEVIASI
69 90 102
0 10 0 3.33
Nira kental, % brix >= 65 Nira kental, warna kuning kecoklatan Nira jernih, suhu (oC) >= 100 KESIMPULAN
KESIMPULAN Baik Baik Baik Baik
Tabel 25. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penguapan PG. Ngadirejo. KRITERIA
STANDAR
INPUT
DEVIASI
65 90 103
0 10 0 3.33
Nira kental, % brix >= 65 Nira kental, warna kuning kecoklatan Nira jernih, suhu (oC) >= 100 KESIMPULAN
KESIMPULAN Baik Baik Baik Baik
Dari ketiga tabel di atas diketahui bahwa rata-rata pencapian kinerja unit operasi penguapan pada masing-masing PG ”baik”. Tiga parameter penilaian dapat dipenuhi dengan baik. Sehingga kedepan pencapaian pada stasiun ini harus pertahankan.
5. SMPK Stasiun Kristalisasi Sub-model ini digunakan untuk mengukur kinerja stasiun kristalisasi. Penilaian yang dilakukan dalam sub-model ini terdiri dari penilaian operasi pada masakan A, masakan C, masakan D, dan tetes. Tujuan unit operasi kristalisasi adalah mengubah nira kental jenuh menjadi bentuk kristal gula. Hasil penilaian stasiun kristalisasi pada PG. Candi Baru ditampilkan dalam Tabel 26, dan hasil penilaian pada PG. Lestari dan PG. Ngadirejo ditampilkan dalam Lampiran 5 dan 6. Tabel 26. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Kristalisasi PG. Candi Baru. KRITERIA MASAKAN A Brix, % Kemurnian, % Purity drop, % Kerataan kristal Ukuran kristal, mm MASAKAN C Brix, % Kemurnian, % Purity drop, % Kerataan kristal Ukuran kristal, mm
STANDAR
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
93-94 >= 85 10-15 rata 0,8-1,1 KESIMPULAN
93 87 11 90 1
0 0 0 10 0 2.00
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
94-95 >= 70 15-20 rata >= 0,4 KESIMPULAN
96 68 14 90 0.36
1.06 2.86 5.71 10 10 5.93
Baik Baik Baik Baik Kurang Baik Baik
64
Tabel 26. (Lanjutan) KRITERIA MASAKAN D Brix, % Kemurnian, % Purity drop, % Kerataan kristal Ukuran kristal, mm TETES Kemurnian, % Brix, % Tetes/tebu. %
STANDAR
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
> 96 >= 60 30-35 rata >= 0,2 KESIMPULAN
97 63 32 95 0.23
0 0 0 5 0 1.00
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
<= 30 >= 80 <= 2.5 KESIMPULAN
28 78.9 2.1
0 1.39 0 0.46
Baik Baik Baik Baik
2.35
Baik
KESIMPULAN
Dari hasil penilaian di atas diperoleh bahwa kinerja unit operasi kristalisasi PG. Candi Baru adalah ”baik”.
Pencapaian kinerja stasiun
kristalisasi PG. Candi baru mencapai 97.56 % dari nilai ideal. Demikian juga dengan kinerja dua PG yang lain juga diperoleh hasil penilaian yang ”baik”.
Dari hasil penilaian diperoleh kinerja stasiun kristalisasi PG.
Lestari sebesar 94.33 % dan pencapaian kinerja stasiun kristalisasi PG. Ngadirejo sebesar 92.18 %.
6. SMPK Stasiun Sentrifugasi Sub-model
ini
sentrifugasi (putaran).
digunakan
untuk
mengukur
kinerja
stasiun
Tujuan stasiun sentrifugasi adalah memisahkan
kristal gula dari cairan induknya.
Hasil pengukuran kinerja stasiun
sentrifugasi PG. Candi baru ditampilkan dalam Tabel 27, dan hasil penilaian PG. Lestari dan Pg. Ngadirejo ditampilkan dalam Lampiran 7 dan Lampiran 8. Tabel 27. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Sentrifugasi PG. Candi Baru. KRITERIA MASAKAN A Kadar air maksimal (%) Warna Ukuran kristal (mm)
STANDAR <= 1,0 Putih 0,8 - 1,1 KESIMPULAN
INPUT
DEVIASI
0.08 95 0.9
0 5 0 1.67
KESIMPULAN Baik Baik Baik Baik
65
Tabel 27. (Lanjutan) KRITERIA MASAKAN A Kadar air maksimal (%) Warna Ukuran kristal (mm) MASAKAN C Kadar air maksimal (%) Warna Ukuran kristal (mm) MASAKAN D Kadar air maksimal (%) Warna Ukuran kristal (mm)
STANDAR
INPUT
DEVIASI
<= 1,0 Putih 0,8 - 1,1 KESIMPULAN
0.08 95 0.9
0 5 0 1.67
Baik Baik Baik Baik
<= 1,0 Putih kekuningan 0,4 KESIMPULAN
0.9 95 0.35
0 5 12.5 5.83
Baik Baik Kurang Baik Baik
<= 1,0 Kuning 0,2 KESIMPULAN
0.9 95 0.16
0 5 20 8.33
Baik Baik Kurang Baik Baik
5.28
Baik
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Dari hasil penilaian pada tabel di atas diperoleh bahwa kinerja stasiun sentrifugasi di PG. Candi Baru telah mencapai 94.72 %. Hasil penilaian kriteria pada masakan A menunjukkan hasil yang baik. Pada masakan C dan masakan D hasil penilaian juga menunjukkan hasil baik, hanya pada parameter ukuran kristal masih perlu diperbaiki karena masih berada di bawah standar. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja stasiun sentrifugasi pada PG. Lestari dan PG. Ngadirejo juga didapatkan hasil yang baik. Pencapaian kinerja PG. Lestari mencapai 92.78 % dan pencapaian PG. Ngadirejo mencapai 94.72 %.
7. SMPK Stasiun Pengeringan dan Pengemasan. Sub-model
ini
digunakan
pengeringan dan pengemasan.
untuk
mengukur
kinerja
stasiun
Stasiun pengeringan dan pengemasan
merupakan unit operasi terakhir dalam aliran produksi gula. Dalam stasiun ini gula kristal yang dihasilkan dari proses sentrifugasi akan dikeringkan lebih lanjut dan dikemas dalam karung dengan berat tertentu.
Hasil
penilaian kinerja stasiun pengeringan dan pengemasan pada ketiga PG ditampilkan dalam Tabel 28, 29, dan 30.
66
Tabel 28. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pengeringan dan Pengemasan PG. Candi Baru. KRITERIA
STANDAR
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
Kadar air gula sentrifugal (%)
<= 1
0.9
0
Baik
Suhu gula sebelum masuk karung (oC)
<= 40
38
0
Baik
Berat gula per karung (kg)
50
50
0
Baik
Kemasan
Karung plastik, inner bag
100
0
Baik
0
Baik
KESIMPULAN
Tabel 29. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pengeringan dan Pengemasan PG. Lestari. KRITERIA
STANDAR
Kadar air gula sentrifugal (%)
<= 1
Suhu gula sebelum masuk karung ( oC) Berat gula per karung (kg)
Kemasan
Karung plastik, inner bag
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
0.96
0
Baik
<= 40
42
5
Baik
50
50
0
Baik
0
Baik
100
KESIMPULAN
1.25
Baik
Tabel 30. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pengeringan dan Pengemasan PG. Ngadirejo. KRITERIA
STANDAR
Kadar air gula sentrifugal (%)
<= 1
Suhu gula sebelum masuk karung ( oC) Berat gula per karung (kg)
Kemasan
Karung plastik, inner bag
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
0.98
0
Baik
<= 40
38
0
Baik
50
50
0
Baik
100
0
Baik
0
Baik
KESIMPULAN
Dari ketiga tabel di atas diperoleh bahwa kinerja stasiun pengeringan dan pengemasan pada ketiga PG tersebut baik.
Rata-rata pencapaian
kinerja ketiga PG tersebut telah sesuai dengan standar. Kondisi ini harus dipertahankan oleh masing-masing PG.
8. SMPK Stasiun Energi Model ini digunakan untuk menilai kinerja efisiensi pembangkitan dan konsumsi energi uap yang dihasilkan oleh bagian instalasi energi PG. Tugas stasiun energi adalah memproduksi energi dari ampas gilingan akhir untuk menggerakkan peralatan dan proses. Ketel yang digunakan sebagai
67
pembangkit energi PG di Indonesia dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu ketel tipe lama dan ketel tipe baru. Contoh PG yang menggunakan ketel tipe lama adalah PG. Ngdirejo, dan PG yang menggunakan ketel tipe baru adalah PG. Lestari dan PG. Candi Baru. Efisiensi produksi energi ketel tipe baru lebih tinggi dari pada efiesiensi ketel tipe lama.
Hasil penilaian
kinerja stasiun energi dari ketiga PG ditampilkan dalam Tabel 31, 32, dan 33. Tabel 31. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Energi PG. Candi Baru (Ketel Tipe Baru). KRITERIA
STANDAR
Efisiensi Ketel (%)
>= 78
Produksi uap per kg ampas (kg/kg)
>= 2,10
Konsumsi Energi (uap % tebu) dengan mesin uap (%)
<= 65
Konsumsi Energi (uap % tebu) dengan turbin uap (%)
<= 60
INPUT
DEVIASI
75
3.85
Baik
2.3
0
Baik
70
7.69
Baik
70
16.67
Kurang Baik
7.05
Baik
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Tabel 32. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Energi PG. Lestari (Ketel Tipe Baru). KRITERIA
STANDAR
INPUT
DEVIASI
60
23.08
Kurang Baik
1.8
14.29
Kurang Baik
<= 65
60
0
Baik
<= 60
60
0
Baik
9.34
Baik
Efisiensi Ketel (%)
>= 78
Produksi uap per kg ampas (kg/kg)
>= 2,10
Konsumsi Energi (uap % tebu) dengan mesin uap (%) Konsumsi Energi (uap % tebu) dengan turbin uap (%) KESIMPULAN
KESIMPULAN
Tabel 33. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Energi PG. Ngadirejo (Ketel Tipe Lama). KRITERIA
STANDAR
INPUT
DEVIASI
55 1.83
19.12 6.15
<= 65
58
0
Baik
Konsumsi Energi (uap % tebu) dengan turbin uap (%) <= 60 KESIMPULAN
14.4
0
Baik
Efisiensi Ketel (%) Produksi uap per kg ampas (kg/kg)
>= 68 >= 1,95
Konsumsi Energi (uap % tebu) dengan mesin uap (%)
6.3175
KESIMPULAN Kurang Baik Baik
Baik
Hasil penilaian kinerja stasiun energi pada ketiga PG menunjukkan hasil yang baik. Parameter yang perlu mendapat perhatian adalah efisiensi ketel, baik pada ketel tipe lama atau pun ketel tipe baru. Pada ketiga PG tersebut terlihat bahwa efisiensi ketel bekerja rata-rata berada di bawah
68
standar. Hal ini perlu diperbaiki agar ketel dapat beroperasi dengan lebih optimal.
9. SMPK Produk Sub-model ini digunakan untuk menilai apakah kualitas gula yang dihasilkan oleh PG telah sesuai dengan SNI yang berlaku. SNI ini harus dipenuhi oleh setiap PG, karena gula kristal yang dihasilkan adalah gula kristal yang akan dikonsumsi langsung oleh rumah tangga.
Dalam
verifikasi sub-model ini digunakan data GKP 1. Hasil penilaian kinerja produk dari ketiga PG ditampilkan dalam Tabel 34, 35, dan 36. Tabel 34. Hasil Penilaian Kinerja Produk PG. Candi Baru. KRITERIA
STANDAR
Warna kristal (%) Warna larutan (ICUMSA) (IU) Besar jenis butir (% b/b) Susut pengeringan (mm b/b) Polarisasi ( oZ, 20, oC) (oZ) Gula reduksi (% b/b) Abu konduktiviti (% b/b ) Zat tidak larut (derajat) Belerang dioksida (SO2) (mg/kg) Timbal (Pb) (mg/kg) Tembaga (Cu) (mg/kg) Arsen (As) (mg/kg)
Min 70 Maks. 250 0,8-1,2 Maks.0,10 Min 99,6 Maks.0,10 Maks.0,10 Maks. 5 Maks. 30 Maks 2,0 Maks 2,0 maks 1,0
INPUT
DEVIASI
72.00 234.00 0.82 0.04 99.40 0.06 0.07 6.00 24.00 1.20 1.40 0.23
0 0 0 0 0.2 0 0 20 0 0 0 0
1.68
KESIMPULAN
KESIMPULAN Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Kurang Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Tabel 35. Hasil Penilaian Kinerja Produk PG. Lestari. KRITERIA
STANDAR
Warna kristal (%) Min 70 Warna larutan (ICUMSA) (IU) Maks. 250 Besar jenis butir (% b/b) 0,8-1,2 Susut pengeringan (mm b/b) Maks.0,10 Polarisasi ( oZ, 20, oC) (oZ) Min 99,6 Gula reduksi (% b/b) Maks.0,10 Abu konduktiviti (% b/b ) Maks.0,10 Zat tidak larut (derajat) Maks. 5 Belerang dioksida (SO2) (mg/kg) Maks. 30 Timbal (Pb) (mg/kg) Maks 2,0 Tembaga (Cu) (mg/kg) Maks 2,0 Arsen (As) (mg/kg) maks 1,0 KESIMPULAN
INPUT
DEVIASI
72.00 245.00 0.85 0.08 98.00 0.08 0.06 5.20 27.80 1.20 0.80 0.30
0 0 0 0 1.61 0 0 4 0 0 0 0
0.47
KESIMPULAN Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
69
Tabel 36. Hasil Penilaian Kinerja Produk PG. Ngadirejo. KRITERIA
STANDAR
Warna kristal (%) Warna larutan (ICUMSA) (IU) Besar jenis butir (% b/b) Susut pengeringan (mm b/b) Polarisasi ( oZ, 20, oC) (oZ) Gula reduksi (% b/b) Abu konduktiviti (% b/b ) Zat tidak larut (derajat) Belerang dioksida (SO2) (mg/kg) Timbal (Pb) (mg/kg) Tembaga (Cu) (mg/kg) Arsen (As) (mg/kg)
Min 70 Maks. 250 0,8-1,2 Maks.0,10 Min 99,6 Maks.0,10 Maks.0,10 Maks. 5 Maks. 30 Maks 2,0 Maks 2,0 maks 1,0
INPUT
DEVIASI
72.30 235.00 0.90 0.09 99.30 0.05 0.07 3.70 18.45 1.25 1.30 0.02
0 0 0 0 0.3 0 0 0 0 0 0 0
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
0.03
Baik
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Hasil penilaian produk pada ketiga PG menunjukkan hasil baik. Setiap parameter SNI gula tersebut merupakan kriteria standar konsumsi yang sangat penting, sehingga jika salah satu standar parameter tidak terpenuhi maka produk tersebut dapat dikatakan tidak layak untuk di konsumsi.
10. SMPK Keuangan Sub-model ini digunakan untuk menilai kinerja PG dalam efisiensi pemanfaatan sumber daya keuangan untuk keperluan SDM dan dan nonSDM. Standar penilaian keuangan dibedakan menjadi tiga sesuai dengan kategori skala PG, yaitu standar untuk PG kecil, PG sedang, dan PG besar. Hasil penilaian kinerja keuangan pada ketiga PG ditampilkan dalam Tabel 37, 38, dan 39. Tabel 37. Hasil Penilaian Keuangan PG. Candi Baru (PG. skala kecil). KRITERIA
STANDAR
Biaya produksi per kg gula (Rp)
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
1.589
2,355.57
48.24
Kurang Baik
Biaya SDM tiap ton kapasitas (Rp)
2.806.932
3,357,663.50
19.62
Kurang Baik
Biaya non SDM tiap kg gula (RP)
1.081
1,394.68
29.02
Kurang Baik
32.29
Kurang Baik
KESIMPULAN
70
Tabel 38. Hasil Penilaian Keuangan PG. Lestari (PG. skala sedang). KRITERIA
STANDAR
Biaya produksi per kg gula (Rp)
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
1,851
3,545.89
91.57
Biaya SDM tiap ton kapasitas (Rp)
4,042,826
3,005,352.75
0
Biaya non SDM tiap kg gula (RP)
1,106
2,469.69
123.3
Kurang Baik
71.62
Kurang Baik
KESIMPULAN
Kurang Baik Baik
Tabel 39. Hasil Penilaian Keuangan PG. Ngadirejo (PG. skala besar). KRITERIA
STANDAR
Biaya produksi per kg gula (Rp)
INPUT
DEVIASI
2,546
3,830.39
50.45
Biaya SDM tiap ton kapasitas (Rp)
7,454,416
5,585,723.00
0
Biaya non SDM tiap kg gula (RP)
1,172
2,258.47
92.7
47.72
KESIMPULAN
KESIMPULAN Kurang Baik Baik Kurang Baik Baik
Hasil penilaian kinerja keuangan pada ketiga PG menunjukkan bahwa kinerja keuangan masing-masing PG rendah, bahkan masih jauh berada di bawah standar. Rata-rata pencapaian kinerja keuangan ketiga PG tersebut hanya mencapai 50.54 %.
Pencapaian terendah terjadi di
PG. Lestari, yaitu hanya mencapai 28.38 %. Selanjutnya PG. Ngadirejo 52.28 %, dan PG. Candi Baru 67.71 %. Pencapaian kinerja keuangan dari ketiga PG tersebut perlu mendapat perhatian serius dan harus segera diperbaiki, karena baik buruknya pengelolaan keuangan akan sangat berpengaruh bagi kinerja perusahaan. Dengan pengelolaan keuangan yang baik diharapkan berbagai input yang berkualitas dapat dibeli secara tepat sehingga kelancaran produksi akan terjamin.
11. SMPK Formasi Tenaga Kerja (SDM) Sub-model ini digunakan untuk menilai kecukupan jumlah tenaga kerja pada setiap tingkatan fungsi dalam PG. Standar formasi tenaga kerja dalam sub-model ini disusun sesuai dengan golongan skala PG, yaitu standar formasi tenaga kerja untuk PG kecil, PG sedang, dan standar formasi untuk PG besar.
Hasil penilaian kinerja formasi SDM pada
71
PG. Candi Baru ditampilkan dalam Tabel 40, dan hasil penilaian pada PG. Lestari dan PG. Ngadirejo di tampilkan dalam Lampiran 9 dan 10. Tabel 40. Hasil Penilaian Kinerja Formasi Tenaga Kerja PG. Candi Baru (PG. skala kecil). KRITERIA
STANDAR
INPUT
LINGKUP PG Strata I 1 Strata II 4 Strata III 10 Strata IV 27 Pelaksana Tetap 411 Pelaksana Musiman 372 KESIMPULAN LINGKUP Pimpinan dan AKU Strata I 1 Strata II 1 Strata III 1 Strata IV 9 Pelaksana Tetap 99 Pelaksana Musiman KESIMPULAN LINGKUP Tanaman Strata I Strata II 1 Strata III 4 Strata IV 12 Pelaksana Tetap 85 Pelaksana Musiman KESIMPULAN LINGKUP Instalasi dan Pengolahan Strata I Strata II 2 Strata III 7 Strata IV 5 Pelaksana Tetap 227 Pelaksana Musiman 372 KESIMPULAN KESIMPULAN
1 3 9 27 418 380
1 1 1 8 94
1 3 10 86
DEVIASI 0 25 10 0 1.7 2.15
Baik Kurang Baik Baik Baik Baik Baik
6.48
Baik
0 0 0 11.11 5.05
Baik Baik Baik Kurang Baik Baik -
3.23
Baik
0 25 16.67 1.18
Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik -
10.71
2 6 5 225 367
KESIMPULAN
0 14.29 0 0.88 1.34
3.30 5.93
Baik Baik Kurang Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Dari hasil penilaian formasi tenaga kerja diperoleh bahwa kinerja formasi tenaga kerja pada ketiga PG adalah baik. Pencapaian terhadap standar pada PG. Candi Baru sebesar 94.07 %, PG. Lestari sebesar 91.8 %, dan pencapaian pada PG. Nadirejo sebesar 93.11 %. Rata-rata pencapaian kinerja formasi pada setiap lingkup PG dalam ketiga PG tersebut adalah baik.
Kecuali pada PG. Lestari perlu
diperhatikan pada lingkup pimpinan dan AKU, pencapaian pada lingkup ini masih kurang baik. Nilai pencapaian masih di bawah 90 %, yaitu sebesar
72
89.68 %. Penyebabnya karena terdapat kelebihan jumlah karyawan pada strata III. Hal ini perlu diperhatikan lagi oleh manajemen PG. Lestari sehingga kedepan pencapaian terhadap standar formasi dapat ditingkatkan.
12. SMPK Ekonomi Sub-model ini digunakan untuk menilai daya saing PG dipasaran gula internasional. Dalam sub model ini efisiensi biaya produksi PG akan dibandingkan dengan harga pararitas ekspor (HPE) dan harga paritas impor (HPI) harga gula internasional yang berlaku saat ini, biaya produksi produsen gula efisien, dan biaya rata-rata produksi gula dunia. Apabila biaya produksi gula PG lebih tinggi dari pada nilai HPI, maka PG tersebut dinilai tidak akan mampu bersaing dipasaran gula domestik dengan gula luar negeri yang masuh ke Indonesia. Selanjutnya bila PG telah mampu bersaing di dalam negeri, dengan parameter HPE akan dilihat apakah PG dapat bersaing di pasaran ekspor internasional.
PG dapat bersaing di
pasaran internasonal jika biaya produksi lebih kecil dari HPE.
Hasil
penilaian sub-model ini akan menunjukkan sejauh mana PG dapat bersaing dipasaran internasional. Hasil penilaian kinerja ekonomi pada ketiga PG ditampilkan dalam Tabel 41, 42, dan 43. Tabel 41. Hasil Penilaian Kinerja Ekonomi PG. Candi Baru. STANDAR
INPUT
DEVIASI
HPE (Harga berlaku) (Rp)
KRITERIA
<= 1.607,17
3,830.39
138.33
Kurang Baik
HPE (Biaya produksi produsen efisien) (Rp)
<= 1.908,06
3,830.39
100.75
Kurang Baik
HPE (Biaya produksi ratarata dunia) (Rp)
<= 2.549,21
3,830.39
50.26
Kurang Baik
HPI (Harga berlaku) (Rp)
<= 2.716,83
3,830.39
75.96
Kurang Baik
HPI (Biaya produksi produsen efisien) (Rp)
<= 3.058,44
3,830.39
25.24
Kurang Baik
HPI (Biaya produksi ratarata dunia) (Rp)
<= 3.935,79
3,830.39
0
KESIMPULAN
65.09
KESIMPULAN
Baik Kurang Baik
73
Tabel 42. Hasil Penilaian Kinerja Ekonomi PG. Lestari. STANDAR
INPUT
DEVIASI
HPE (Harga berlaku) (Rp)
KRITERIA
<= 1.607,17
3,545.89
120.63
Kurang Baik
HPE (Biaya produksi produsen efisien) (Rp)
<= 1.908,06
3,545.89
85.84
Kurang Baik
HPE (Biaya produksi ratarata dunia) (Rp)
<= 2.549,21
3,545.89
39.1
Kurang Baik
HPI (Harga berlaku) (Rp)
<= 2.716,83
3,545.89
62.89
Kurang Baik
HPI (Biaya produksi produsen efisien) (Rp)
<= 3.058,44
3,545.89
15.94
Kurang Baik
HPI (Biaya produksi ratarata dunia) (Rp)
<= 3.935,79
3,545.89
0
54.07
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Baik Kurang Baik
Tabel 43. Hasil Penilaian Kinerja Ekonomi PG. Ngadirejo. STANDAR
INPUT
DEVIASI
HPE (Harga berlaku) (Rp)
KRITERIA
<= 1.607,17
2,355.57
46.57
Kurang Baik
HPE (Biaya produksi produsen efisien) (Rp)
<= 1.908,06
2,355.57
23.45
Kurang Baik
HPE (Biaya produksi ratarata dunia) (Rp)
<= 2.549,21
2,355.57
0
Baik
HPI (Harga berlaku) (Rp) HPI (Biaya produksi produsen efisien) (Rp)
<= 2.716,83
2,355.57
8.21
Baik
<= 3.058,44
2,355.57
0
Baik
<= 3.935,79
2,355.57
0
Baik
HPI (Biaya produksi ratarata dunia) (Rp)
KESIMPULAN
13.04
KESIMPULAN
Kurang Baik
Hasil penilaian pada aspek ekonomi pada ketiga PG diperoleh bahwa rata-rata kinerja ekonomi ketiga PG tersebut masih berada jauh di bawah standar. Pencapaian terendah terdapat pada PG. Candi Baru yaitu sebesar 34.91 %, selanjutnya PG. Lestari sebesar 45.93 %, dan yang tertinggi adalah PG. Ngadirejo dengan pencapaian kinerja ekonomi sebesar 86.96 %. Nilai-nilai pencapaian ini mengindikasikan bahwa daya saing PG Indonesia di pasaran internasional masih rendah. Hasil penilaian di atas menunjukkan bahwa daya saing PG. Candi Baru adalah yang paling rendah. PG. Candi Baru merupakan PG skala kecil. Daya saing tertinggi di capai oleh PG. Ngadirejo. PG. Ngadirejo merupakan PG skala besar. Rendahnya nilai daya saing ini perlu mendapat perhatian yang serius baik dari pengelola PG atau pun pemerintah, karena sebagian besar PG di Indonesia merupakan PG skala kecil dan menengah.
74
13. SMPK Sosial Sub-model ini digunakan untuk menilai kontribusi PG terhadap pengembangan lingkungan sosial di sekitar PG. Nilai kinerja sosial PG dinilai berdasarkan besarnya kontribusi materi yang dikeluarkan oleh PG. Hasil penilaian kinerja sosial pada ketiga PG ditampilkan dalam Tabel 44. Tabel 44. Hasil Penilaian Kinerja Sosial pada PG. Candi Baru, PG. Lestari, dan PG. Ngadirejo. KRITERIA PG. Candi Baru
STANDAR
Biaya untuk kepentingan sosial
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
1.5%
0.19
87.33
Kurang Baik
1.5%
0.32
78.67
Kurang Baik
1.5%
1.5
0
PG. Lestari Biaya untuk kepentingan sosial
PG. Ngadirejo Biaya untuk kepentingan sosial
Baik
Biaya sosial merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh PG sebagai
kompensasi
terhadap
ekses-ekses
negatif
eksternal
yang
ditimbulkan oleh PG terhadap masyarakat sekitar. Besarnya biaya sosial sulit untuk dinilai, karena menyangkut besar-kecilnya toleransi dari masyarakat
dan
keinginan
dari
perusahaan
untuk
mengeluarkan
kompensasi. Secara umum nilai kisaran biaya sosial yang dikeluarkan PG dikatakan baik apabila telah mengeluarkan biaya sosial sebesar 1.5 % dari biaya produksi. Hasil penilaian kinerja sosial pada ketiga PG diketahui hanya PG. Ngadirejo yang menunjukkan pencapaian kinerja sosial yang baik. Sedangkan di PG. Candi Baru dan PG. Lestari pencapaian kinerja sosial masih berada di bawah standar, sehingga ke depan manajemen kedua PG ini dapat meninjau kembali apakah kontribusi sosial yang diberikan kepada masyarakat telah sesuai dengan ekses-ekses negatif yang dikeluarkan oleh PG.
75
14. SMPK Lingkungan Sub-model ini digunakan untuk menilai kinerja instalasi penangan limbah cair PG. Parameter penilaian sub-model ini dibatasi hanya dalam lingkup limbah cair, karena limbah cair merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan oleh PG. Pencapaian kinerja instalasi limbah dinilai berdasarkan pemenuhan terhadap standar bakuk mutu efluen limbah cair yang ditetapkan oleh pemerintah. Hasil penilaian kinerja lingkungan dari ketiga PG ditampilkan dalam Tabel 45, 46, dan 47. Tabel 45. Hasil Penilaian Kinerja Lingkungan PG. Candi Baru. KRITERIA
STANDAR
BOD5: Kadar maksimum (mg/l) COD: Kadar maksimum (mg/l) TSS: Kadar maksimum (mg/l) PH: Kadar maksimum (mg/l) Debit limbah cair maksimum (l/s/ha)
INPUT
DEVIASI
50
10.00
0
Baik
100
19.00
0
Baik
200
20.00
0
Baik
6.0 - 9.0
7.00
0
Baik
1 l / detik / ha lahan kawasan yang terpakai
0.90
0
Baik
0
Baik
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Tabel 46. Hasil Penilaian Kinerja Lingkungan PG. Candi Baru. KRITERIA
STANDAR
BOD5: Kadar maksimum (mg/l) COD: Kadar maksimum (mg/l) TSS: Kadar maksimum (mg/l) PH: Kadar maksimum (mg/l) Debit limbah cair maksimum (l/s/ha)
INPUT
DEVIASI
50
18.00
0
Baik
100
38.00
0
Baik
200
36.00
0
Baik
6.0 - 9.0
6.90
0
Baik
1 l / detik / ha lahan kawasan yang terpakai
0.80
0
Baik
0
Baik
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Tabel 47. Hasil Penilaian Kinerja Lingkungan PG. Candi Baru. KRITERIA
STANDAR
BOD5: Kadar maksimum (mg/l) COD: Kadar maksimum (mg/l) TSS: Kadar maksimum (mg/l) PH: Kadar maksimum (mg/l)
50
Debit limbah cair maksimum (l/s/ha)
INPUT 21.5
DEVIASI
KESIMPULAN
0
Baik
100
41.70
0
Baik
200
30.80
0
Baik
6.0 - 9.0
7.20
0
Baik
1 l / s / ha lahan kawasan yang terpakai
1.12
12
Kurang Baik
KESIMPULAN
2.40
Baik
76
Sebagai sebuah perusahaan, orientasi ideal bagi PG adalah mencapai keuntungan (profit) yang maksimal. diupayakan
seiring
dengan
menjaga
Namun tujuan tersebut harus kelestarian
memberikan manfaat kepada masyarakat.
lingkungan
dan
Hasil penilaian kinerja
lingkungan pada ketiga PG di atas menunjukkan bahwa ketiga PG tersebut sudah memperhatikan standar baku mutu limbah dengan baik. Rata-rata pencapaian penanganan limbah sudah memenuhi standar yang ada. Kondisi ini perlu dipertahankan oleh masing-masing PG, sehingga ke depan kelestarian lingkungan di sekitar PG akan tetap dapat dijaga.
Hasil akhir verifikasi pada ketiga PG dirangkum dalam Tabel 48. Dari tabel tersebut diketahui terdapat beberapa masalah utama yang ditemukan pada ketiga PG, yaitu: kinerja kuangan dan kinerja faktor eksternal. Masalah pada kinerja keuangan merupakan masalah dominan dan terjadi pada ketiga PG. Pengelolaan keuangan berpengaruh bagi kinerja suatu perusahaan. Pengelolaan keuangan yang baik dapat mendukung kelancaran investasi dan perbaikan mesin, sehingga tidak terjadi jam henti yang tidak perlu. Selain itu pengelolaan keuangan yang baik akan dapat menjamin bahwa gaji dapat dibayar tepat waktu sehingga memberikan kenyamanan kerja bagi karyawan. Besarnya deviasi kinerja keuangan pada ketiga PG terutama disebabkan oleh besarnya biaya produksi dan biaya non-SDM. Rata-rata besar deviasi biaya produksi pada ketiga PG mencapai 63.42 % di atas standar. Rata-rata besar deviasi biaya non-SDM adalah 81.67 % di atas standar. Salah satu penyebab besarnya biaya produksi adalah karena terjadinya kelebihan jumlah karyawan pada PG, seperti yang terjadi di PG. Ngadirejo. Pada PG. Ngadirejo jumlah total karyawan mencapai 35.53 % lebih banyak dari pada kebutuhan, sedangkan pada kedua PG yang lain besarnya biaya produksi yang terjadi perlu diteliti lebih lanjut pada masing-masing PG, karena dari data yang ada tidak dapat disimpulkan apa penyebabnya sehingga terjadi pembengkakan biaya produksi. Demikian juga dengan besarnya biaya non-SDM
77
yang terjadi pada ketiga PG belum dapat disimpulkan penyebabnya, sehingga perlu diverifikasi lebih lanjut ke masing-masing PG. Tabel 48. Hasil Penilaian Kinerja Pada Verifikasi Model di Tiga PG. PG. CANDI BARU
PROSES / STASIUN
RATARATA PENYIMPANGAN (%)
KESIMPULAN KINERJA
PG. LESTARI RATARATA PENYIMPANGAN (%)
KESIMPULAN KINERJA
PG. NGADIREJO RATARATA PENYIMPANGAN (%)
KESIMPULAN KINERJA
BAHAN BAKU
13.61
KURANG BAIK
14.04
KURANG BAIK
9.42
BAIK
Bahan Baku
13.61
Kurang Baik
14.04
Kurang Baik
9.42
Baik
PROSES PRODUKSI
3.59
BAIK
5.84
BAIK
5.38
BAIK
Penggilingan
5.93
Baik
4.38
Baik
3.48
Baik
Pemurnian Nira
6.66
Baik
10.96
Kurang Baik
7.4
Baik
Penguapan Nira
1.67
Baik
3.33
Baik
3.33
Baik
Kristalisasi Masakan A
2
Baik
6.88
Baik
7.24
Baik
Kristalisasi Masakan C
5.93
Baik
4.43
Baik
8
Baik
Kristalisasi Masakan D
1
Baik
6.49
Baik
4.42
Kristalisasi Tetes
0.46
Baik
4.89
Baik
11.64
Sentrifugasi Masakan A
1.67
Baik
3.33
Baik
1.67
Baik
Sentrifugasi Masakan C
5.83
Baik
3.33
Baik
9.17
Baik
Sentrifugasi Masakan D
8.33
Baik
15
Kurang Baik
5
Baik
0
Baik
1.25
Baik
0
Baik
7.05
BAIK
9.34
BAIK
6.37
BAIK
7.05
Baik
9.34
Baik
6.32
Baik
1.68
BAIK
0.47
BAIK
0.03
BAIK
1.68
Baik
0.47
Baik
0.03
Baik
Pengeringan dan Pengemasan ENERGI Ketel Baru
PRODUK Gula Kristal Putih 1
KEUANGAN Biaya Produksi
ORGANISASI
Baik Kurang Baik
47.72
KURANG BAIK
71.62
KURANG BAIK
32.29
KURANG BAIK
47.72
Kurang Baik
71.62
Kurang Baik
32.29
Kurang Baik
5.93
BAIK
8.2
BAIK
35.53
KURANG BAIK
Formasi pada lingkup PG
6.48
Baik
3.21
Baik
46.12
Kurang Baik
Formasi pada lingkup Pimpinan dan AKU
3.23
Baik
10.32
Kurang Baik
25.05
Kurang Baik
9.26
Baik
24.95
Kurang Baik
10
Baik
46
Kurang Baik
Formasi pada lingkup Tanama n Formasi pada lingkup Pabrik
FAKTOR EKSTERNAL
10.71 3.3
Kurang Baik Baik
50.81
KURANG BAIK
44.25
KURANG BAIK
Ekonomi
65.09
Kurang Baik
54.07
Kurang Baik
Sosial
87.33
Kurang Baik
78.67
Kurang Baik
Lingkungan
0
KESIMPULAN
12.99
Baik
KURANG BAIK
0
14.79
5.15 13.04
Baik
KURANG BAIK
BAIK Kurang Baik
0
Baik
2.4
Baik
12.14
Masalah lain yang ditemukan pada Tabel 48 di atas adalah masalah rendahnya pencapaian kinerja PG pada lingkungan eksternal. Rendahnya kinerja PG pada faktor eksternal terutama disebabkan oleh rendahnya daya saing PG secara konomi dan rendahnya kontribusi sosial PG terhadap masyarakat sekitar.
78
KURANG BAIK
Pada kriteria ekonomi ditunjukkan bahwa besar biaya produksi PG di Indonesia rata-rata lebih tinggi sebesar 44.01 % dari pada biaya produksi rata-rata PG di dunia. Tingginya biaya produksi tersebut menunjukkan bahwa saat ini harga gula yang dihasilkan oleh PG di Indonesia sulit bersaing dengan gula luar negeri. Murahnya harga gula impor yang masuk ke dalam negeri merupakan saingan yang berat bagi PG di Indonesia. Maraknya gula impor akan memicu terjadinya penurunan harga, sehingga kondisi ini menimbulkan tantangan yang berat bagi sistem dan usaha agribisnis gula di Indonesia (Deptan, 2004). Jika daya saing ekonomi PG di Indonesia tetap rendah, dalam jangka panjang keadaan ini dikhawatirkan akan dapat mengancam kelangsungan industri gula nasional (Bakrie, 2003). Pada kriteria sosial ditunjukkan bahwa rata-rata deviasi kinerja sosial ketiga PG adalah sebesar 55.33 % di bawah standar.
Kontribusi sosial PG
terhadap masyarakat sekitar diperlukan dalam upaya meningkatkan tanggung jawab sosial dan mengurangi terjadinya konflik antara PG dengan masyarakat (Tim P3GI, 2005). PG berada pada lingkungan sosial kemasyarakatan sehingga berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Eksistensi PG ditentukan oleh transaksi ekonomi dan transaksi sosial. Transaksi sosial dalam hal ini terjadi karena selain memberikan manfaat bagi masyarakat, PG juga mengeluarkan dampak eksternal negatif terhadap lingkungan masyarakat sekitar. Dengan kemajuan pemikiran masyarakat, dampak-dampak negatif tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik antara masyarakat dengan PG.
Terjadinya konflik antara perusahaan
dengan masyarakat biasanya akan mengganggu ketentraman bekerja para karyawan sehingga dapat menurunkan efisiensi kinerja perusahaan. Penanganan konflik yang berasal karena dampak negatif perusahaan tersebut dapat dilakukan dengan menekan dampak negatif dan memberikan kontribusi sosial yang sesuai kepada masyarakat.
79
C. REKOMENDASI Rekomendasi
yang
dimaksudkan
adalah
rekomendasi
untuk
meningkatkan kinerja PG. Rekomendasi dikemukakan berdasarkan penelusuran kinerja setiap parameter.
Penyusunan rekomendasi dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu rekomendasi khusus dan rekomendasi umum.
Rekomendasi
khusus adalah rekomendasi spesifik yang ditujukan pada satu PG. Rekomendasi umum adalah rekomendasi yang disusun berdasarkan kesimpulan dari penilaian kinerja PG-PG yang ada di Indonesia. Rekomendasi umum terutama bermanfaat bagi para pengambil kebijakan yaitu pemerintah.
Rekomendasi umum juga
bermanfaat bagi lembaga penelitian gula dan asosiasi pergulaan. 1. Rekomendasi Khusus 1.1. PG. Ngadirejo Secara umum kinerja PG. Ngadirejo masih kurang baik. Nilai penyimpangan PG. Ngadirejo adalah sebesar 11.42 % terhadap standar. Laporan hasil penilaian kinerja PG. Ngadirejo dapat dilihat pada Lampiran 3. Rendahnya kinerja PG. Ngadirejo terutama disebabkan oleh tingginya nilai simpangan pada strata organisasi (formasi tenaga kerja) yaitu sebesar 35.53 %, dan tingginya nilai simpangan pada segi ekonomi yaitu sebesar 32.29 %. Dari sisi bahan baku, PG. Ngadirejo telah mencapai kinerja baik. Namun nilai yang dicapai sangat tipis Penyimpangan yang terjadi pada stasiun ini hampir mencapai ambang batas toleransi, yaitu sebesar 9.42 %. Rendahnya kinerja pada stasiun bahan baku disebabkan karena pencapaian pol tebu dan rendemen masih berada di bawah standar. Oleh karena itu PG. Ngadirejo perlu melakukan perbaikan pengelolaan kebun sehingga nantinya dapat diperoleh bahan baku yang lebih berkualitas. Dari segi pengelolaan keuangan, nilai simpangan (deviasi) PG. Ngadirejo mencapai 32.29 %. Besarnya nilai simpangan ini karena terjadi pembengkakan pada semua parameter biaya.
Peningkatan
efisiensi biaya perlu dilakukan dengan melakukan penghematan terutama pada biaya SDM. Total karyawan PG. Ngadirejo berjumlah 1.375 orang atau 43.4 % lebih banyak dibandingan dengan standar (959 orang).
80
Besarnya jumlah SDM tersebut karena terjadi kelebihan jumlah karyawan pada level pelaksana sebanyak 49 %. Lingkup yang perlu diperhatikan adalah lingkup tanaman serta lingkup instalasi dan pengolahan.
Pada kedua lingkup tersebut terjadi kelebihan jumlah
karyawan pelaksana yang cukup besar. Dari sisi pembangkit energi, efisiensi ketel dan produksi uap PG. Ngadirejo masih berada di bawah standar. Efisiensi ketel hanya mencapai 55 % (standar 68 %) dan produksi uap hanya mencapai 1.83 kg (standar 2.1 kg). Rendahnya kinerja ketel dapat disebabkan oleh kondisi instalasi yang kurang baik, karena pemeliharaan yang kurang memadai, atau karena pengoperasian yang kurang terkendali. Dari sisi ekonomi, nilai penyimpangan terhadap standar di PG. Ngadirejo adalah sebesar 13.04 %. Dari segi HPI, PG. Ngadirejo sudah menunjukkan kinerja yang cukup baik.
Biaya produksi yang
dicapai sudah dapat bersaing dengan HPE biaya produsen efisien dan biaya rata-rata produksi dunia, sehingga dapat dikatakan bahwa daya saing PG. Ngadirejo dalam menghadapi serbuan gula impor adalah baik. Dari segi HPE menunjukkan bahwa PG. Ngadirejo belum dapat bersaing dipasaran gula internasional.
Namun efisiensi PG. Ngadirejo telah
berada di atas HPE rata-rata dunia.
Dengan segera menanggulangi
beberapa masalah kesenjangan kinerja terhadap standar di atas, diharapkan PG. Ngadirejo dapat meningkatkan nilai efisiensi sehingga daya saing dapat meningkat sampai pada taraf HPE produsen efisien dan HPE harga berlaku dunia. Jika kondisi ini tercapai maka posisi daya saing ekonomi PG. Ngadirejo akan sangat kuat untuk menghadapi persaingan gula internasional yang sangat tinggi.
1.2. PG. Lestari Secara umum kinerja PG. Lestari masih rendah.
Nilai
penyimpangan terhadap standar PG. Lestari mencapai 14.79 %. Hasil penilaian kinerja PG. Lestari dapat dilihat pada Lampiran 11. Rendahnya kinerja PG. Lestari terutama disebabkan oleh terjadinya rendahnya
81
kinerja dalam stasiun bahan baku, stasiun penguapan nira, stasiun sentrifugasi, keuangan, faktor ekonomi, dan faktor sosial. Dari segi bahan baku kinerja PG. Lestari kurang baik. Nilai simpangan kinerja stasiun bahan baku mencapai 14.04 %. Jumlah bahan pengotor dalam tebu (trash) relatif tinggi yaitu 7 %, nilai standar adalah maksimal 5 %. Pol tebu hanya mencapai 9.1 %, nilai standar adalah minimal 12 %. Dan nilai rendemen tebu hanya sebesar 6.93 % masih jauh di bawah standar, nilai standar adalah minimal 10.5 %. Oleh karena itu
PG.
Lestari
perlu
segera
mengidentifikasi
permasalahan-
permasalahan yang terjadi di kebun dan meningkatkan kinerja kebun sehingga dapat diperoleh tebu dengan kualitas yang lebih baik. Kinerja stasiun pemurnian PG. Lestari masih di bawah standar, nilai simpangan yang terjadi sebesar 10.96 %. Rendahnya kinerja stasiun pemurnian disebabkan oleh tingginya sukrosa yang terbuang dalam blotong dan tingginya persen blotong terhadap tebu. Nilai pol blotong mencapai 2.3 %, nilai standar adalah maksimal 2 %. Nilai blotong/tebu mencapai 3.8 %, nilai standar adalah 3 %. Tingginya jumlah bahan pengotor dan jumlah sukrosa yang hilang dalam blotong dapat menurunkan produktivitas gula PG. Lestari.
Tingginya blotong
dimungkinkan karena kualitas bahan baku yang masuk ke dalam PG rendah, oleh karena itu peningkatan pengelolaan kebun dan kualitas bahan baku merupakan prioritas bagi PG. Lestari. Kinerja stasiun sentrifugasi PG. Lestari sudah cukup baik, nilai penyimpangan hanya sebesar 7.22 %. Namun terdapat dua parameter yang perlu diperhatikan dalam sentrifugasi masakan D, yaitu kandungan air dalam gula dan ukuran kristal. Kadar air gula masih tinggi, yaitu 10 % diatas standar maksimal. Ukuran kristal sentrifugasi masakan D hanya mencapai 0.15 mm, nilai standar adalah 0.2 mm. Masakan D merupakan masakan yang akan dijadikan umpan dalam masakan C, dan masakan C merupakan masakan yang diumpankan pada masakan A untuk menghasilkan kristal gula sebagai produk gula dari PG. Oleh
82
karena itu dengan adanya masalah pada kedua parameter masakan D tersebut akan menghambat proses kristalisasi gula produk. Dari segi kinerja keuangan kinerja PG. Lestari masih jauh berada di bawah standar, nilai penyimpangan terhadap standar biaya mencapai 71.62 %. Biaya produksi per kg gula hampir mencapai dua kali lipat dari standar dan biaya non-SDM mencapai lebih dari dua kali lipat dari standar.
Tingginya biaya dimungkinkan karena rendemen
perolehan gula yang dicapai oleh PG. Lestari rendah. Dari sisi komponen ekonomi, kinerja PG. Lestari berada jauh di bawah standar, yaitu sebesar 54.07 % di bawah standar.
Dengan nilai
seperti ini PG. Lestari tidak dapat bersaing baik dalam menghadapi gula impor di dalam negeri terlebih lagi dalam pasaran gula internasional. Daya saing PG. Lestari saat ini berada dalam posisi yang sangat rendah, karena rata-rata biaya produksi mencapai 50 % lebih tinggi dari pada harga paritas impor dan ekspor. Dari segi komponen sosial, pencapaian PG. Lestari juga masih jauh di bawah standar, nilai simpangan mencapai 78.67 %. Kondisi ini terjadi dimungkinan karena kinerja biaya dan efisiensi produksi PG. Lestari masih rendah. Dengan memperbaiki efisiensi secara umum, kedepan diharapkan kontribusi sosial PG. Lestari dapat ditingkatkan. 1.3. PG. Candi Baru Secara umum kinerja PG. Candi Baru masih berada di bawah standar. Nilai penyimpangan PG. Candi Baru terhadap standar mencapai 12.99 %. Hasil penilaian kinerja PG. Candi Baru dapat dilihat pada Lampiran 12. Penyebab rendahnya kinerja PG. Candi Baru terutama ditemukan dalam stasiun bahan baku, biaya (keuangan), komponen ekonomi, dan komponen sosial. Kinerja stasiun bahan baku PG. Candi Baru masih rendah, nilai penyimpangan terhadap standar adalah sebesar 13.01 %. Penyebabnya dapat ditemukan dalam parameter trash, pol tebu, dan rendemen. Sama halnya dengan kedua PG sebelumnya, kondisi ini terjadi karena kualitas bahan baku yang dihasilkan dari kebun masih rendah.
Sehingga
83
perbaikan kebun merupakan hal yang perlu diprioritaskan oleh PG. Candi Baru. Dari segi keuangan, kinerja PG. Candi Baru berada cukup jauh di bawah standar, nilai penyimpangan adalah sebesar 32.29 %. Penyimpangan ini terutama dapat dilihat dari parameter biaya produksi per kg gula. Tingginya biaya produksi dimungkinkan karena rendemen yang dicapai oleh PG. Candi Baru masih sangat rendah yaitu sebesar 6.42 %, standar minimum rendemen adalah 10.5 %. Sehingga produksi gula PG. Candi Baru berada di bawah standar kapasitas. Dilihat dari faktor ekonomi, kinerja PG. Candi Baru berada jauh di bawah standar. Nilai penyimpangan PG. Candi Baru terhadap standar ekonomi mencapai 65.09 % di atas harga paritas gula impor dan ekspor. Dengan kondisi seperti ini PG. Candi Baru menghadapi posisi yang kritis dalam persaingan gula di dalam negeri.
PG. Candi Baru berpotensi
menhadapi kerugian jika tidak dapat meningkatkan efisiensi baik dari proses maupun dari pemanfaatan biaya. Dari segi komponen sosial, kinerja PG. Candi Baru juga masih jauh di bawah standar.
Nilai simpangan terhadap standar mencapai
87.33 %. Nilai ini terjadi dimungkinkan karena PG. Candi Baru masih menghadapi masalah efisiensi dalam segi keuangan. Sehingga dengan memperbaiki efisiensi pemanfaatan biaya diharapkan PG. Candi Baru kedepan dapat lebih meningkatkan kontribusi sosial terhadap masyarakat sekitar.
2. Rekomendasi Umum Berdasarkan verifikasi model terhadap tiga contoh PG di atas diketahui ada beberapa permasalahan umum yang bersifat teknis dan nonteknis yang terjadi di dalam PG, baik dalam PG kecil, sedang, atau pun PG besar. Kesimpulan cepat yang dapat ditarik dari hasil verifikasi pada ketiga contoh PG tersebut adalah adalah:
84
1) Kualitas tebu yang digiling PG rendah. Rendahnya kualitas tebu ditunjukkan dengan rendahnya pol (kadar sukrosa) dan rendemen tebu di stasiun bahan baku pada ketiga PG. 2) Rendemen PG rendah. Kecilnya rendemen PG disebabkan oleh kecilnya pol dan rendemen tebu yang masuk ke dalam PG. 3) Adanya inefisiensi biaya (keuangan).
Rata-rata nilai penyimpangan
standar biaya pada ketiga contoh PG mencapai 50.54 %. Besarnya biaya produksi terutama disebabkan oleh terjadinya kelebihan jumlah tenaga kerja yang dimiliki PG. 4) Daya saing ekonomi PG di pasaran internasional rendah. Rata-rata biaya produksi gula dari ketiga PG berada di atas 44.07 % dari rata-rata harga paritas impor dan ekspor dunia. Dari verifikasi ketiga PG didapatkan bahwa daya saing PG kecil sangat jauh berada di bawah standar dunia, biaya produksi PG kecil 65.09 % lebih besar dari harga paritas impor dan ekspor dunia. Demikian juga dengan PG sedang, biaya produksi gula mencapai 54.04 % lebih besar dari pada harga paritas impor dan ekspor. Untuk PG besar, daya saing terhadap harga paritas impor dan ekspor sudah relatif lebih baik. Namun biaya produksi gula PG besar masih sebesar 13.04 % lebih tinggi dari harga paritas impor dan ekspor.
Berdasarkan beberapa permasalahan diatas, dapat disimpulkan bahwa prioritas pembangunan industri gula Indonesia harus diarahkan pada: 1) Peningkatan pengelolaan perkebunan tebu, sehingga dapat dihasilkan tebu dengan pol dan rendemen yang tinggi sesuai dengan standar. 2) Peningkatan kemampuan manajemen PG, sehingga PG dapat melakukan pemanfaatan penggunaan sumber daya dengan lebih efisien. 3) Meningkatkan kebijakan-kebijakan yang mendukung industri gula, sehingga industri gula dapat beroperasi dengan lebih efisien dan dapat bersaing dengan industri gula Internasional.
85
VI. KESIMPULAN
A. KESIMPULAN Model penilaian cepat kinerja industri gula terdiri dari empat belas submodel penilaian kinerja (SMPK), yaitu: 1. SMPK Stasiun Bahan Baku 2. SMPK Stasiun Penggilingan Tebu 3. SMPK Stasiun Pemurnian Nira 4. SMPK Stasiun Penguapan 5. SMPK Stasiun Kristalisasi 6. SMPK Stasiun Sentrifugasi 7. SMPK Stasiun Pengeringan 8. SMPK Stasiun Energi 9. SMPK Produk 10. SMPK Keuangan 11. SMPK Formasi Tenaga Kerja (SDM) 12. SMPK Ekonomi 13. SMPK Sosial 14. SMPK Lingkungan Model penilaian cepat kinerja industri gula diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak komputer berbasis Windows dan diberi nama MPG 1.0 (Model Penilaian Cepat Kinerja Pabrik Gula Versi 1.0).
B. SARAN Model Penilaian Cepat Kinerja Industri Gula yang dirancang dalam penelitian ini perlu diverifikasi lebih lanjut untuk mendapatkan model sampai pada taraf valid, sehingga dapat benar-benar diaplikasikan di lapanggan sebagai sebuah acuan standar bagi pengukuran kinerja PG.
86
DAFTAR PUSTAKA Alsup, F dan Watson, RM. 1993. Practical Statistical Quality Control: A Tool for Quality Manufacturing. Van Nostrand Reinhold, New York. Baikow, V.E. 1982. Manufacturing and Refining of Raw Cane Sugar. Elsevier. Amsterdam. Bakrie, F. 2003. Kondisi Terkini Industri Gula dan Strategi Mengatasi Kendala Yang Ada. Asosiasi Gula Indonesia. Berterfield, D.H. 1980. Quality Control. Prentice Hall.Inc, New Jersey. Delden, E. 1981. Standard Fabrication Practices For Cane Sugar Mils. Elsevier, Amsterdam. Deptan. 2005. Perkembangan Pelaksanaan Program Akselerasi Peningkatan Produktivitas Gula Dari Sisi Produksi Tebu 2004. http:/www.deptan.go.id Eriyatno. 1999. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press, Bogor. Latifah, F.N. 1994. Antara Peluang Bisnis dan Kesejahteraan Petani Gula. Paper. Lembaga Riset perkebunan Indonesia, Bogor (http :// www. ipard.com/ art_perkebun). Meade, G.P. dan Chen, J.C.P. 1977. Cane Sugar Handbook: A Manual For Cane Sugar manufacturers and Their Chemists. John Wiley & Sons. New York. Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di Indonesia. Penerbit ITB, Bandung. Mubyarto. 1968. Usahatani Tebu dan Industri Gula di Jawa. Pusat Dokumentasi Ilmiah, Jakarta. Mundel, PE. 1983. Improving Productivity and Efectiveness. Prentice Hall.Inc, New Jersey. P Kueng dan A.J.W. Krahn. 2004. Building a Process Performance Measurement System: some early experiences. University of Fribourg, Switzerland. PBM-SIG. 1995. How To Measure Performance: A Handbook of Techniques and Tools. U.S. Department of Energy, USA. Simatupang, T.M. 1995. Teori Sistem: Suatu Perspektif Industri. Penerbit and Offset, Yogyakarta. Stoner, J.A.F. 1980. Management. Prentice Hall.Inc, New Jersey.
87
Susila, W.R. 1994. Peningkatan Efisiensi Industri Gula Indonesia Melalui Perbaikan Sistem Bagi Hasil Antara Petani dengan PG. Paper. Lembaga Riset perkebunan Indonesia, (http :// www. ipard.com/ art_perkebun). Susila, W.R. 1994. Perkembangan dan Prospek Industri Gula 2004/2005. Paper. Lembaga Riset perkebunan Indonesia, (http :// www. ipard.com/ art_perkebun). Tim Studi P3GI. 2005. Pengembangan Sistem Pengelolaan Terunggul Industri Gula. Laporan Kerjasama Departemen pertanian dan P3GI, Jakarta.
88
LAMPIRAN
89
Lampiran 1. Daftar Keterangan Simbol Syarat Persamaan Pada Tabel Standar Kinerja.
No.
Simbol Syarat
Keterangan
1
=
Sama dengan
2
-
Rentang nilai
3
>=
Minimal sama dengan
4
<=
Maksimal sama dengan
90
Lampiran 2. Tampilan Hardcopy Hasil Penilaian PG. Ngadirejo.
91
Lampiran 3. Contoh Formulir Penilaian Kinerja.
92
Lampiran 4. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Kristalisasi PG. Lestari. KRITERIA MASAKAN A Brix, % Kemurnian, % Purity drop, % Kerataan kristal Ukuran kristal, mm MASAKAN C Brix, % Kemurnian, % Purity drop, % Kerataan kristal Ukuran kristal, mm MASAKAN D Brix, % Kemurnian, % Purity drop, % Kerataan kristal Ukuran kristal, mm TETES Kemurnian, % Brix, % Tetes/tebu. %
KESIMPULAN
STANDAR
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
93-94 >= 85 10-15 rata 0,8-1,1 KESIMPULAN
92 83 8 85 0.85
1.07 2.35 16 15 0 6.88
Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik Baik
94-95 >= 70 15-20 rata >= 0,4 KESIMPULAN
94 69 14 85 0.42
0 1.43 5.71 15 0 4.43
Baik Baik Baik Kurang Baik Baik Baik
> 96 >= 60 30-35 rata >= 0,2 KESIMPULAN
95 58 29 80 0.19
1.04 3.33 3.08 20 5 6.49
Baik Baik Baik Kurang Baik Baik Baik
<= 30 >= 80 <= 2.5 KESIMPULAN
32 82.5 2.7
6.67 0 8 4.89
Baik Baik Baik Baik
5.67
Baik
93
Lampiran 5. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Kristalisasi PG. Candi Baru. KRITERIA MASAKAN A Brix, % Kemurnian, % Purity drop, % Kerataan kristal Ukuran kristal, mm MASAKAN C Brix, % Kemurnian, % Purity drop, % Kerataan kristal Ukuran kristal, mm MASAKAN D Brix, % Kemurnian, % Purity drop, % Kerataan kristal Ukuran kristal, mm TETES Kemurnian, % Brix, % Tetes/tebu. %
STANDAR
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
93-94 >= 85 10-15 rata 0,8-1,1 KESIMPULAN
94 84 7.5 85 0.9
0 1.18 20 15 0 7.24
Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik Baik
94-95 >= 70 15-20 rata >= 0,4 KESIMPULAN
94 72 18 85 0.3
0 0 0 15 25 8.00
Baik Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik
> 96 >= 60 30-35 rata >= 0,2 KESIMPULAN
94 62 32 80 0.3
2.08 0 0 20 0 4.42
Baik Baik Baik Kurang Baik Baik Baik
<= 30 >= 80 <= 2.5 KESIMPULAN
35 75 2.8
16.67 6.25 12 11.64
Kurang Baik Baik Kurang Baik Baik
KESIMPULAN
7.82
Baik
Lampiran 6. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Sentrifugasi PG. Lestari. KRITERIA MASAKAN A Kadar air maksimal (%) Warna Ukuran kristal (mm) MASAKAN C Kadar air maksimal (%) Warna Ukuran kristal (mm) MASAKAN D Kadar air maksimal (%) Warna Ukuran kristal (mm)
KESIMPULAN
STANDAR <= 1,0 Putih 0,8 - 1,1 KESIMPULAN
INPUT
DEVIASI
KESIMPULAN
0.9 90 0.9
0 10 0 3.33
Baik Baik Baik Baik
<= 1,0 Putih kekuningan 0,4 KESIMPULAN
0.98 95 0.42
0 5 5 3.33
Baik Baik Baik Baik
<= 1,0 Kuning 0,2 KESIMPULAN
1.1 90 0.15
10 10 25 15.00 7.22
Kurang Baik Baik Kurang Baik Baik Baik
94
Lampiran 7. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Sentrifugasi PG. Ngadirejo. MASAKAN A Kadar air maksimal (%) Warna Ukuran kristal (mm) MASAKAN C Kadar air maksimal (%) Warna Ukuran kristal (mm) MASAKAN D Kadar air maksimal (%) Warna Ukuran kristal (mm)
KESIMPULAN
<= 1,0 Putih 0,8 - 1,1 KESIMPULAN
0.86 95 0.9
0 5 0 1.67
Baik Baik Baik Baik
<= 1,0 Putih kekuningan 0,4 KESIMPULAN
0.98 85 0.35
0 15 12.5 9.17
Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik
<= 1,0 Kuning 0,2 KESIMPULAN
0.98 95 0.18
0 5 10 5.00
Baik Baik Kurang Baik Baik
5.28
Baik
95
Lampiran 8. Hasil Penilaian Kinerja Formasi Tenaga Kerja PG. Lestari (PG. skala sedang). KRITERIA
STANDAR
LINGKUP PG Strata I 1 Strata II 4 Strata III 11 Strata IV 32 Pelaksana Tetap 467 Pelaksana Musiman 366 KESIMPULAN LINGKUP Pimpinan dan AKU Strata I 1 Strata II 1 Strata III 3 Strata IV 8 Pelaksana Tetap 104 Pelaksana Musiman KESIMPULAN LINGKUP Tanaman Strata I Strata II 1 Strata III 5 Strata IV 12 Pelaksana Tetap 108 Pelaksana Musiman KESIMPULAN LINGKUP Instalasi dan Pengolahan Strata I Strata II 2 Strata III 8 Strata IV 6 Pelaksana Tetap 255 Pelaksana Musiman 366 KESIMPULAN KESIMPULAN
INPUT 1 4 10 30 450 365
DEVIASI 0 0 9.09 6.25 3.64 0.27
3.21 1 1 2 7 98
0 0 33.33 12.5 5.77
10.32 1 1 5 9 95
0 0 25 12.04
9.26
1 8 6 255 366
50 0 0 0 0
10.00 8.20
KESIMPULAN Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
96
Lampiran 9. Hasil Penilaian Kinerja Formasi Tenaga Kerja PG. Ngadirejo (PG. skala besar). KRITERIA
STANDAR
INPUT
LINGKUP PG Strata I 1 Strata II 4 Strata III 15 Strata IV 48 Pelaksana Tetap 607 Pelaksana Musiman 284 KESIMPULAN
1 4 10 31 503 826
LINGKUP Pimpinan dan AKU Strata I 1 Strata II 1 Strata III 3 Strata IV 10 Pelaksana Tetap 153 Pelaksana Musiman KESIMPULAN
1 1 1 8 94 37
LINGKUP Tanaman Strata I Strata II 1 Strata III 8 Strata IV 24 Pelaksana Tetap 179 Pelaksana Musiman KESIMPULAN LINGKUP Instalasi dan Pengolahan Strata I Strata II 3 Strata III 13 Strata IV 7 Pelaksana Tetap 315 Pelaksana Musiman 284 KESIMPULAN KESIMPULAN
1 4 15 157 178
2 5 7 252 611
DEVIASI
KESIMPULAN
0 0 33.33 35.42 17.13 190.85
Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik
46.12
Kurang Baik
0 0 66.67 20 38.56
Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik -
25.05
Kurang Baik
0 50 37.5 12.29
Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik -
24.95
Kurang Baik
33.33 61.54 0 20 115.14
Kurang Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik
46.00 35.53
Kurang Baik Kurang Baik
97
Lampiran 10. Tampilan Hardcopy Hasil Penilaian PG. Lestari.
98
Lampiran 11. Tampilan Hardcopy Hasil Penilaian PG. Ngadirejo
99