MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT
Oleh : THOMAS MAILINTON F34102008
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : THOMAS MAILINTON F34102008
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : THOMAS MAILINTON F34102008
Dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1984
Tanggal lulus :
Agustus 2007
Menyetujui, Bogor,
Agustus 2007
Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Pembimbing I
Ir. Chamidun Daim, MM Pembimbing II
Thomas Mailinton. F34102008. Rapid Assesment Model for Waste Management in Palm Oil Mill. Supervised by Hartrisari Hardjomidjojo and Chamidun Daim. 2007 SUMMARY Palm oil mill is an industrial sector that has good potential to develop as one of leading industry in Indonesia. In 2005 noted, palm crop field in Indonesia reach 4.2 millions acre and among 2.9 millions acre has been productive field. At the end of 2007, Indonesia has been predicted will be the largest producer of palm crop and crude palm oil in the world. In 2005, amount of palm oil mill in Indonesia is 320 units with any production capacity. Total production capacity of palm oil mill in Indonesia is 13520 tones/hour. At the side of produce crude palm oil and palm kernel oil as main product, palm oil mill also produces waste mill that are palm oil mill effluent, empty fruit bunch, shell, and fiber. Shell and fiber have been used by palm oil mill as alternative energy but palm oil mill effluent and empty fruit bunch not used very well yet. Annually, palm oil mill in Indonesia produced palm oil mill waste water 5.678 millions m3, sludge 1.135 millions ton, and empty fruit bunch 1.869 millions ton. The outsized amount of waste palm oil mill pushed each palm oil mill has a good waste management that will keep the environmental sustainability. The objective of this research is to identify the variety and the amount of waste at palm oil mill and build a rapid assesment model for waste management in palm oil mill. Waste management technology that usually used at palm oil mill in Indonesia could be categorized as three group of waste management technology. First, palm oil mill effluent treats by pond technology and empty fruit bunch used as mulsa. Second, palm oil mill effluent treats by land application technology to be liquid fertilizer and empty fruit bunch use as mulsa. Third, palm oil mill effluent an empty fruit bunch used as compost by composting technology. Rapid assesment model for waste management in palm oil mill implemented into computer software that called MPC LIKESWIT 1.0. This software contains fifteen sub-model penilaian kinerja (SMPK), (1) SMPK waste water characteristic, (2) SMPK waste water substances, (3) SMPK sludge characteristic, (4) SMPK empty friut bunch characteristic as group of variety and waste characteristic; (5) SMPK pond technology, (6) SMPK land application technology, (7) SMPK mulsa technology, (8) SMPK composting technology as group of waste management technology; (9) SMPK waste water product, (10) SMPK liquid organic fertilizer, (11) SMPK mulsa product, (12) SMPK compost as group of waste management product; (13) SMPK Economic, (14) SMPK Social, dan (15) SMPK Environmental. The judgement of the performances assesment is done by calculating the deviation. The maximum deviation value is 10 %. If the deviation of the criteria is less or equal to 10% then the criteria value is ‘good’. If the deviation of the criteria is between 10% to 30%, then the criteria value is ‘less good’. And If the deviation of the criteria is greater than 30%, then the criteria value mean ’bad’.
The result of overall analysis as validation process, palm oil mill PTPN IV Medan that used pond technology and mulsa technology perform PTPN IV Medan waste management was ‘less good’ by deviation value is 23.71%. Palm oil mill PT AIP Teluk Siak that used land application technology and mulsa technology perform PT AIP Teluk Siak waste management was ‘good’ by deviation value is 9.88%
Thomas Mailinton. F34102008. Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Dibawah bimbingan Hartrisari Hardjomidjojo dan Chamidun Daim. 2007 RINGKASAN Industri pengolahan kelapa sawit merupakan sektor industri yang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai salah satu industri unggulan Indonesia. Tahun 2005 tercatat luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4,2 juta ha, dengan lahan produktif mencapai 2,9 juta. Pada akhir tahun 2007, Indonesia diprediksi akan menjadi produsen tanaman kelapa sawit dan produk olahan CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia. Pada tahun 2005, jumlah pabrik kelapa sawit di Indonesia mencapai 320 unit dengan berbagai kapasitas produksi pabrik. Total kapasitas olahan pabrik kelapa sawit di Indonesia adalah 13520 ton/jam. Selain menghasilkan CPO dan PKO (Palm Kernel Oil) sebagai produk utama, pabrik kelapa sawit juga menghasilkan limbah produksi berupa air limbah dan lumpur (Palm Oil Mill Effluent), tandan kosong sawit, cangkang, dan serat. Cangkang dan serat telah dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan bakar industri tetapi penanganan limbah cair kelapa sawit dan tandan kosong sawit masih belum optimal. Apabila dilakukan konversi dari kapasitas pabrik kelapa sawit di Indonesia maka setiap tahunnya akan dihasilkan air limbah sebanyak 5,678 juta m3, lumpur sebanyak 1,135 juta ton, dan 1,869 juta ton tandan kosong sawit. Banyaknya limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit menuntut adanya instalasi penanganan limbah yang dapat menjaga kelestarian lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dalam pabrik kelapa sawit dan membangun model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Teknologi penanganan limbah yang lazim digunakan pada pabrik kelapa sawit di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga jenis kelompok penanganan limbah. Pertama, air limbah dan lumpur ditangani dengan teknologi sistem kolam dan tandan kosong sawit dimanfaatkan sebagai mulsa. Kedua, air limbah dan lumpur dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik dan tandan kosong sawit digunakan sebagai mulsa. Ketiga, air limbah dan lumpur serta tandan kosong sawit diolah menjadi kompos dengan menggunakan teknologi pengomposan. Model penilaian cepat kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak komputer dengan nama MPC LIKESWIT 1.0. Perangkat lunak ini terdiri dari limabelas sub-model penilaian kinerja (SMPK), yaitu (1) SMPK karakteristik limbah cair, (2) SMPK kandungan hara limbah cair, (3) SMPK karakteristik lumpur, (4) SMPK karakteristik TKS sebagai kelompok kinerja jenis dan karakteristik limbah; (5) SMPK teknologi sistem kolam, (6) SMPK teknologi aplikasi lahan, (7) SMPK teknologi mulsa, (8) SMPK teknologi pengomposan sebagai kelompok kinerja teknologi penanganan limbah; (9) SMPK buangan sistem kolam, (10) SMPK produk pupuk cair organik, (11) SMPK produk pupuk mulsa, (12) SMPK produk kompos sebagai kelompok kinerja produk limbah; (13) SMPK Ekonomi, (14) SMPK Sosial, dan (15) SMPK Lingkungan.
Penentuan kinerja dilakukan dengan menghitung nilai penyimpangan (deviasi). Pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini penyimpangan maksimal yang dapat diterima adalah 10%. Jika penyimpangan suatu kriteria kurang dari atau sama dengan 10% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘baik’. Jika penyimpangan kriteria lebih besar dari 10% dan kurang dari atau sama dengan 30% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘kurang baik’. Jika penyimpangan kriteria lebih dari 30% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘buruk’. Hasil analisis kinerja keseluruhan sebagai tahap validasi yang dilakukan pada pabrik kelapa sawit PTPN IV Medan yang menggunakan teknologi sistem kolam dan mulsa sebagai teknologi penanganan limbahnya menunjukkan kinerja penanganan limbah PTPN IV Medan adalah ‘kurang baik’ dengan penyimpangan (deviasi) sebesar 23,71%. Pabrik kelapa sawit PT Aneka Inti Persada Teluk Siak yang menggunakan teknologi aplikasi lahan dan mulsa menunjukkan kinerja penanganan limbah yang ‘baik’ dengan penyimpangan deviasi sebesar 9,88%.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan dosen pembimbing atau dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Agustus 2007 Yang menyatakan,
Thomas Mailinton F34102008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 11 Mei 1984 dan merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara dari pasangan Yosia Rutgers Sera dan Barbara Shinta Gerson. Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SD Negeri Langkai 6 Palangkaraya pada tahun 1996, selanjutnya penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 4 Selat Kuala Kapuas dan selesai pada tahun 1999. Setelah lulus pada tahun 2002 dari SMU Negeri 5 Palangkaraya, penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah skripsi ini dapat diselesaikan. Banyak pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama pelaksanaan penelitian dan juga penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada : •
Ibu Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA, selaku dosen pembimbing I atas segala dorongan, masukan, arahan, dan nasehat selama masa perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini.
•
Bapak Ir. Chamidun Daim, MM, selaku dosen pembimbing II yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
•
Bapak Dr. Ir. Sukardi, MM, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.
•
Ayah, Ibu, dan seluruh anggota keluarga penulis atas doa, dukungan serta bantuan moril dan materiil sampai selesainya skripsi ini.
•
Ferryza, Iwal, Askam, Wahyu, Amin, Parlan, Sanz, Berry, Tedy, Nope, dan Ednan atas persahabatan dan suasana kekeluargaan yang telah terjalin selama ini.
•
Rekan-rekan TIN 39 atas kebersamaan dan semangatnya selama ini.
•
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian hingga penyelesaian skripsi. Semoga karya ini dapat berkenan dan bermanfaat bagi seluruh pihak yang
memerlukannya.
Bogor,
Agustus 2007
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Ruang Lingkup .............................................................................................. 3 C. Tujuan ............................................................................................................ 3 D. Manfaat .......................................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5 A. Pabrik Kelapa Sawit ..................................................................................... 5 1. Tanaman Kelapa Sawit .............................................................................. 5 2. Pabrik Kelapa Sawit................................................................................... 7 3. Proses Produksi ......................................................................................... 7 4. Jenis dan Karakteristik Limbah Pabrik Kelapa Sawit ............................. 10 5. Sistem Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit ................................... 12 B. Pengukuran Kinerja ..................................................................................... 21 1. Definisi ................................................................................................... 22 2. Ukuran Kinerja ....................................................................................... 23 3. Teknik Pengukuran Kinerja .................................................................... 25 C. Pendekatan Sistem ....................................................................................... 27 III. METODOLOGI ............................................................................................. 32 A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 32 B. Kerangka Pemikiran .................................................................................... 32 C. Pendekatan Sistem ....................................................................................... 33 1. Analisis Kebutuhan .................................................................................. 33 2. Formulasi Permasalahan .......................................................................... 35 3. Identifikasi Sistem ................................................................................... 34
C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 36 D. Teknik Analisis ............................................................................................ 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 39 A. Konfigurasi Model ....................................................................................... 39 B. Struktur Model ............................................................................................. 42 C. Arsitektur Model.......................................................................................... 44 D. Rancang Bangun Model .............................................................................. 52 E. Validasi ........................................................................................................ 72 VI. KESIMPULAN .............................................................................................. 86 A. Kesimpulan .................................................................................................. 86 B. Saran ............................................................................................................ 87 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 88 LAMPIRAN .......................................................................................................... 91
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tahap proses, fungsi dan limbah pengolahan minyak sawit ............ 10 Gambar 2. Konsep pengolahan limbah terpadu ................................................. 16 Gambar 3. Teknologi penanganan sistem kolam ................................................ 17 Gambar 4. Teknologi aplikasi lahan .................................................................. 19 Gambar 5. Teknologi Pengomposan .................................................................. 21 Gambar 6. Feedback system ............................................................................... 28 Gambar 7. Tahap Pendekatan Sistem ................................................................ 30 Gambar 8. Tahapan Analisis Sistem .................................................................. 31 Gambar 9. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................ 33 Gambar 10. Diagram input-output sistem penanganan limbah PKS ................... 36 Gambar 11. Konfigurasi Model ........................................................................... 41 Gambar 12. Struktur Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah PKS ............. 42 Gambar 13. Arsitektur Model Aliran Limbah Pabrik Kelapa Sawit ................... 45 Gambar 14. Arsitektur Model Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit........... 47 Gambar 15. Arsitektur Model Faktor Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan ......... 51 Gambar 16. Halaman pengguna MPC LIKESWIT 1.0........................................ 53 Gambar 17. Form Lingkup Informasi MPC LIKESWIT 1.0............................... 53 Gambar 18. Form Tahapan I, II, III ..................................................................... 54 Gambar 19. Form Profil Pabrik atau Perusahaan................................................. 56 Gambar 20. Kesimpulan kinerja MPC LIKESWIT 1.0 ....................................... 57 Gambar 21. Kajian faktor sosial model penilaian cepat limbah PKS .................. 71 Gambar 22. Kinerja Keseluruhan Penanganan Limbah PTPN IV Medan ........... 83 Gambar 23. Kinerja Keseluruhan Penanganan Limbah PT AIP Teluk Siak ....... 84
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Komposisi kimia tandan kosong sawit ................................................ 11
Tabel 2.
Karakteristik lumpur limbah cair industri kelapa sawit ....................... 12
Tabel 3.
Analisa kebutuhan stakeholders sistem penanganan limbah PKS ....... 34
Tabel 4.
Kriteria karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit ......................... 59
Tabel 5.
Kriteria kandungan hara limbah cair pabrik kelapa sawit.................... 59
Tabel 6.
Kriteria karakteristik drab lumpur pabrik kelapa sawit ....................... 60
Tabel 7.
Kriteria karakteristik tandan kosong pabrik kelapa sawit .................... 61
Tabel 8.
Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 1) ............... 62
Tabel 9.
Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 1I) .............. 62
Tabel 10. Kriteria penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan .............................. 63 Tabel 11. Kriteria penilaian kinerja teknologi mulsa ........................................... 63 Tabel 12. Kriteria penilaian kinerja teknologi pengomposan .............................. 65 Tabel 13. Kriteria parameter mutu buangan sistem kolam .................................. 65 Tabel 14. Kriteria penilaian produk pupuk cair organik ...................................... 66 Tabel 15. Kriteria penilaian produk pupuk mulsa................................................ 67 Tabel 16. Kriteria penilaian produk pupuk kompos ............................................ 68 Tabel 17. Kriteria penilaian investasi teknologi penanganan limbah .................. 69 Tabel 18. Kriteria penilaian biaya penanganan limbah dan peningkatan keuntungan ........................................................................................... 70 Tabel 19. Kriteria penilaian faktor lingkungan .................................................... 72 Tabel 20. Penilaian karakteristik limbah cair PTPN IV Medan........................... 73 Tabel 21. Penilaian karakteristik limbah cair PT AIP Teluk Siak ....................... 74 Tabel 22. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PTPN IV Medan ............ 75 Tabel 23. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PT AIP Teluk Siak......... 75 Tabel 24. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet) 1 PTPN IV Medan............ 76 Tabel 25. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet 2) PTPN IV Medan............ 76 Tabel 26. Penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan PT AIP Teluk Siak ............ 77 Tabel 27. Penilaian kinerja teknologi mulsa PTPN IV Medan ............................ 77 Tabel 28. Penilaian kinerja teknologi mulsa PT AIP Teluk Siak ........................ 78
Tabel 29. Penilaian buangan sistem kolam PTPN IV Medan .............................. 78 Tabel 30. Penilaian produk pupuk cair organik PT AIP Teluk Siak .................... 79 Tabel 31. Penilaian produk pupuk mulsa PTPN IV Medan ................................. 80 Tabel 32. Penilaian produk pupuk mulsa PT AIP Teluk Siak ............................. 80 Tabel 33. Penilaian kinerja lingkungan PTPN IV Medan.................................... 82 Tabel 34. Penilaian kinerja lingkungan PT AIP Teluk Siak ................................ 82
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Pohon industri tanaman kelapa sawit ............................................ 91 Lampiran 2. Proses produksi minyak kelapa sawit ............................................. 92 Lampiran 3. Diagram alir implementasi model penilaian cepat pabrik kelapa sawit ............................................................................................... 93 Lampiran 4. Contoh hardcopy kinerja keseluruhan MPC LIKESWIT 1.0......... 94 Lampiran 5. Investasi dan biaya penanganan teknologi sistem kolam ............... 95 Lampiran 6. Investasi, biaya operasional, dan keuntungan pada teknologi pengomposan .................................................................................. 96 Lampiran 7. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PTPN IV Medan ................... 97 Lampiran 8. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak ............... 98 Lampiran 9. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PTPN IV Medan ............. 99 Lampiran 10. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak ....... 100 Lampiran 11. Hasil penilaian kinerja sosial PTPN IV Medan ............................ 101 Lampiran 12. Hasil penilaian kinerja sosial PT AIP Teluk Siak ........................ 102 Lampiran 13. Hasil Kinerja Keseluruhan PTPN IV Medan ............................... 103 Lampiran 14. Hasil Kinerja Keseluruhan PT AIP Teluk Siak ............................ 104
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberi manfaat sebagai bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri dan untuk ekspor sebagai penghasil devisa negara. Perkebunan dan industri pemanfaatan kelapa sawit menyediakan kesempatan kerja bagi lebih dari 2 juta tenaga kerja di berbagai subsistem. Dari sisi upaya pelestarian lingkungan hidup, tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan berbentuk pohon (tree crops) dapat berperan dalam penyerapan efek gas rumah kaca seperti (CO2), dan mampu menghasilkan O2. Keunggulan komperatif berupa sumber daya alam dengan lahan yang luas dan subur, Indonesia berpotensi untuk menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Tahun 2003 tercatat luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4,9 juta hektar, dengan lahan produktif mencapai 2,9 hektar (Dirjen Perkebunan-Deptan, 2006). Diprediksi akhir tahun 2007 atau awal 2008, Indonesia akan menjadi produsen tanaman kelapa sawit dan produk olahan CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia. Ekspor CPO pada tahun 2005 memberikan devisa negara sebesar US$ 2,348 milyar serta peningkatan nilai hingga diatas 10% setiap tahunnya (Dirjen Perkebunan-Deptan, 2006). Pabrik kelapa sawit merupakan sektor industri yang memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai salah satu industri ungggulan Indonesia. Pada tahun 2005 menurut data BP3-Deptan, jumlah pabrik kelapa sawit di Indonesia mencapai 320 unit dengan berbagai kapasitas produksi pabrik. Total kapasitas olahan pabrik kelapa sawit di Indonesia adalah 13520 ton TBS/jam. Selain menghasilkan CPO dan PKO (Palm Kernel Oil) sebagai produk utama, pabrik kelapa sawit juga menghasilkan limbah produksi berupa limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS), tandan kosong sawit (TKS), cangkang, dan serat. Cangkang dan serat telah dimanfaatkan oleh pabrik sebagai alteratif bahan bakar tetapi penanganan LCPKS dan TKS masih belum optimal. Apabila dilakukan konversi dari kapasitas pabrik kelapa sawit di Indonesia maka setiap tahunnya
akan dihasilkan limbah cair sebanyak 5,678 juta m3, lumpur sebanyak 1,135 juta ton, dan 1,865 juta ton TKS. Banyaknya limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit menuntut adanya instalasi penanganan limbah yang dapat menjaga kelestarian lingkungan. Dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat dunia tentang pelestarian lingkungan hidup serta adanya persaingan pada pasar global, maka mutu produk tidak hanya dilihat dari aspek fisik dan kimianya saja, tetapi juga aspek lingkungan. Sampai saat ini kebijakan pengelolaan lingkungan di bidang industri perkebunan, khususnya industri minyak sawit masih belum mampu menyentuh akar permasalahan. Banyak kendala masalah lingkungan yang muncul di lapangan dan berpotensi menurunkan kualitas lingkungan pada jangka panjang. Bila kondisi ini berlanjut, tidak saja kualitas sumberdaya alam dan lingkungan yang seharusnya dapat dijaga kelestariannya akan rusak, tetapi juga hambatanhambatan non tarif pada perdagangan dunia khususnya untuk minyak sawit akan sangat sulit diatasi dimasa-masa mendatang. Kuantitas limbah yang besar pada pabrik kelapa sawit menuntut pihak manajemen harus memiliki kinerja penanganan limbah dengan teknologi yang ramah terhadap lingkungan, biaya penanganan yang murah, dan mampu memberikan nilai tambah terhadap limbah sehingga dapat dijadikan sebagai by product pada pabrik kelapa sawit. Penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit dapat memberikan informasi kepada para stakeholders untuk melakukan evaluasi/audit, koreksi maupun perbaikan terhadap sistem penanganan limbah sehingga membantu dalam menciptakan penanganan limbah yang optimal bagi keuntungan pabrik kelapa sawit dan kelestarian lingkungan.
B. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian model penilaian cepat (rapid assessment) penanganan limbah pabrik kelapa sawit (PKS) adalah pada lingkup sistem penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) dan limbah padat berupa tandan sawit kosong (TKS). Model penilaian cepat yang disusun akan dibatasi pada empat alternatif penanganan limbah,
yaitu teknologi sistem kolam,
teknologi mulsa, teknologi aplikasi lahan, dan teknologi pengomposan.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dalam pabrik kelapa sawit. 2. Membangun model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang dikembangkan dalam sebuah perangkat lunak aplikatif.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini merupakan penilaian terhadap kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai alat (tool) untuk melakukan pengukuran tentang kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit di Indonesia. Beberapa manfaat dari keluaran model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah : 1. Bagi pemerintah, secara umum dapat dijadikan sebagai masukan dan sebagai dasar evaluasi penentuan strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit pada masa mendatang. 2. Bagi pengusaha dan pabrik kelapa sawit, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat kinerja penanganan limbah pabrik saat ini (self assessment). Dengan demikian diharapkan manajemen pabrik kelapa sawit dapat mengetahui prioritas utama yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit.
3. Bagi lembaga penelitian, hasil penilaian kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menyusun program kerja pada masa yang akan datang, sehingga dapat diperoleh teknologi penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang paling tepat dan ekonomis. 4. Bagi auditor, perangkat lunak aplikatif yang dihasilkan dari penelitian ini dapat menjadi alternatif alat analisis (tools) dalam melakukan evaluasi dan audit kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pabrik Kelapa Sawit 1. Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili Palmae dan berasal dari Afrika Barat. Meskipun demikian, kelapa sawit dapat tumbuh di luar daerah asalnya, termasuk di Indonesia. Hingga kini tanaman ini telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit (Fauzi et al., 2006). Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) termasuk dalam kelas tanaman keras dengan produk primer buah dari tanaman ini adalah minyak nabati dan sumber vitamin A (Mangoensoekarjo et al., 2003). Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20 - 75 cm. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15 – 18 m, sedangkan yang di alam mencapai 30 m. Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20 – 22 tandan/tahun (Fauzi et al., 2006). Buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama adalah perikarpium yang terdiri dari epikaprium dan mesokarpium, sedangkan yang kedua adalah biji, yang terdiri dari endokaprium, endosperm, dan lembaga atau embrio. Epikaprium adalah kulit buah yang keras dan licin, sedangkan mesokaprium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi. Endokaprium merupakan tempurung berwarna hitam dan keras. Endosperm atau disebut juga kernel merupakan penghasil inti sawit, sedangkan lembaga atau embrio merupakan bakal tanaman (Fauzi et al., 2006). Tanaman Kelapa Sawit secara umum memiliki waktu tumbuh rata-rata 20 – 25 tahun. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam tahun. Pada usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagi periode matang, dimana pada periode tersebut mulai menghasilkan tandan buah segar (TBS). Tanaman kelapa sawit pada usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai
mengalami penurunan produksi TBS dan terkadang pada usia 20-25 tahun tanaman kelapa sawit mati (Anonim, 2005). Pada tahun 1968, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia baru 120 ribu ha dan menjadi 4,926 juta ha pada tahun 2003. Selain dari pertumbuhan areal yang cukup besar tersebut, hal lain yang lebih mendasar lagi adalah penyebarannya, yang semula hanya ada pada 3 propinsi saja di Sumatera, tetapi saat ini telah tersebar di 17 propinsi di Indonesia. Sumatera masih memiliki areal terluas di Indonesia, yaitu mencapai 75,98% diikuti Kalimantan dan Sulawesi, masing-masing 20,53% dan 2,81%. Komposisi pengusahaan kelapa sawit juga mengalami perubahan, yaitu dari sebelumnya hanya perkebunan besar, tetapi saat ini telah mencakup perkebunan rakyat dan perkebunan swasta. Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%). Sumatera mendominasi ketiga jenis pengusahaan, sedangkan Kalimantan dan Sulawesi menjadi lokasi pengembangan perkebunan swasta dan perkebunan rakyat (Goenadi et al., 2005). Tanaman kelapa sawit menghasilkan tandan buah sawit (TBS) yang merupakan bahan baku bagi industri pengolahan di pabrik kelapa sawit. Pabrik kelapa sawit (PKS) mengolah TBS menjadi produk minyak sawit mentah (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil). Crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO) merupakan bahan baku industri hilir kelapa sawit, industri hilir ini dapat dikategorikan menjadi 2 jenis, pertama industri pangan yang berupa industri minyak goreng, kedua industri nonpangan yang meliputi industri oleokimia seperti, fatty acid, fatty alcohol, stearin, gyserin, dan metallic soap (Goenadi et al., 2005). Pada Lampiran 1 ditunjukkan pohon industri tanaman kelapa sawit.
2. Pabrik Kelapa Sawit Pabrik kelapa sawit adalah industri pengolahan tanaman kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit. Tidak semua usaha perkebunan kelapa sawit mempunyai pabrik untuk mengolah tandan buah segar (TBS). Dalam hal ini menurut luas atau kapasitas pabriknya usaha perkebunan kelapa sawit dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu : Perusahaan besar
: kapasitas pabrik lebih dari 10 ton TBS/jam
Perusahaan menengah
: kapasitas pabrik kurang dari 10 ton TBS/jam
Perusahaan kecil
: tanpa pabrik, luas perkebunan kurang dari 200 ha
(Mangoensoekarjo et al.,2003).
3. Proses Produksi Minyak Sawit (CPO) dan Minyak Inti Sawit (PKO) Proses produksi minyak kelapa sawit diawali dengan penerimaan TBS di pabrik, perebusan, penebahan, pengadukan, pemisahan dan pemurnian minyak, pengambilan minyak dari sludge dan pengolahan inti (Lampiran 2). 3.1 Penerimaan TBS di Pabrik TBS yang sudah ditimbang di looding ramp dan selanjutnya dicurahkan pada lori-lori (kapasitas 2,5, ton) sebelum dibawa ke tempat perebusan. Letak looding ramp lebih tinggi dari pada letak lori. 3.2 Perebusan Rebusan merupakan bejana besar terbuat dari besi yang dapat memuat beberapa lori. TBS dalam lori yang telah selesai direbus diangkat dengan hoisting crane ke bak penebah. Tujuan perebusan adalah agar enzim sebagai katalis yang dapat menguraikan minyak menjadi asam lemak bebas (ALB) dan gliserin rusak. Lendir dikeluarkan agar minyak lebih mudah terpisah dari air dalam proses pemurnian minyak. Lama perebusan 90 menit dengan suhu 135-150 oC dan tekanan uap 2,5-3,0 atm. 3.3 Penebahan Pelepasan buah dari tandannya dilakukan oleh mesin penebah. Buah yang sudah lepas akan jatuh ke ularan dan dibawa ke stasiun pengadukan. Pada proses ini menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong sawit.
3.4 Pengadukan Di tempat pengadukan, buah dilumatkan untuk melepaskan daging buah dari biji. Selanjutnya dilakukan pemanasan dengan suhu 85-95 oC untuk menjaga minyak tidak membeku. 3.5 Pengempaan Minyak yang berbentuk bubur yang masuk dari tangki pengadukan kemudian dikempa. Alat yang dipakai adalah scew press dengan tekanan 50 kg/cm, suhu 85-90 oC, selama 6-10 menit. Pada tekanan 50 kg/cm minyak dapat terpisah dari ampasnya dengan baik dan biji yang pecah akan minimal. Minyak kasar yang keluar dari mesin kempaan ditampung pada tangki setelah melalui saringan getar untuk memisahkan sabut dan biji. Biji dan serat akan dikirim ke deperikarper. Mengingat pengoperasian scew press berpengaruh terhadap presentase biji yang pecah, yang menyebabkan rendemen inti sawit menjadi rendah, maka untuk meningkatkan ekstraksi minyak dan inti pada saat ini sudah diterapkan pengempaan dua tahap (double pressing). Penerapan pengempaan dua tahap dapat meningkatkan ektraksi inti sebesar 23,02% atau 1,15% terhadap TBS, selain itu metode ini dapat menurunkan kadar minyak dalam ampas (Naibaho, 1998). 3.6 Pemisahan dan pemurnian minyak Minyak yang masih bercampur serat dan kotoran ditampung pada bak pengendap. Minyak yang ada dibagian atas disalurkan ke tangki minyak kasar setelah mengalami penyaringan di ayakan getar. Minyak yang akan dimasukan ke dekanter dipanaskan terlebih duhulu dengan uap panas. Fraksi padat (non oil solid) dan fraksi cair (minyak dan air) dipisahkan dalam dekanter ini dengan gaya sentrifugal. Fraksi padat yang masih mengandung 80% air dikeringkan atau dibuang ke lapangan sebagai buangan lumpur (sludge effluent). Fraksi padat yang sudah dikeringkan (kadar air 9%) disebut lumpur kering (dry sludge). Penggunaan dekanter ini adalah untuk mengurangi limbah, tetapi penggunaannya belum disertai persiapan alat pembantu, misalnya alat angkut bahan padatan yang diproduksi. Minyak yang terpisah dari fraksi padat dialirkan ke continous
settling tank. Minyak pada bagian atas tangki ini dialirkan ke tangki minyak sebelum masuk ke pemurnian. Pada bagian bawah continous settling tank akan terkumpul lumpur yang akan dialirkan ke tangki lumpur. Untuk menghindari hidrolisis, minyak yang keluar dari pemurnian masuk ke alat pengering, sedangkan kotoran dialirkan ke fat pit (tempat pengutipan minyak dari kotoran). 3.7 Pengambilan minyak dari lumpur Lumpur yang berasal dari continous settling tank masih mengandung minyak. Suhu lumpur pada tangki lumpur dinaikkan menjadi 95 oC, lalu dialirkan ke tabung penyaring minyak dari serabut (self cleaning strainer) dan diteruskan ke pemisah minyak dari pasir (desanding cyclone). Minyak yang sudah bebas serabut dan pasir sebelum masuk ke continous settling tank, disaring lagi dari kotoran pada pemisah lumpur. Air dan kotoran dari pemisah lumpur, pemurnian dan rebusan yang masih mengandung minyak dialirkan ke fat pit. Dengan cara pemanasan, minyak dapat dipisahkan dari lumpur, sedangkan air dan kotoran dialirkan ke kolam limbah. 3.8 Pengolahan inti sawit Ampas yang nerupakan campuran serat dan biji dibawa ke deperikarper dengan alat cake breaker conveyor. Ampas halus dikeluarkan melalui fibre cyclone, yang selanjutnya dipakai sebagai bahan bakar ketel uap, sedangkan biji dikeluarkan melalui polishing drum. Biji yang bersih diangkut ke silo biji dan dipanaskan agar inti mudah lepas dari cangkang. Selanjutnya bijih dipecah, dipisahkan dan keringkan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rendemen minyak dan inti kelapa sawit normal adalah masing-masing sebesar 22% dan 5%, sedangkan kehilangan minyak dan inti kelapa sawit normal masing-masing sebesar 1,23% dan 0,27% (Naibaho, 1998). Pada beberapa PKS di Indonesia, rendemen minyak dan inti kelapa sawit bervariasi, selain oleh faktor tanaman dan iklim, juga sering ditemui akibat peralatan yang sudah tua dan tidak standar lagi (Turner et al., 1974).
4. Jenis dan Karakteristik Limbah Pabrik Kelapa Sawit Industri minyak kelapa sawit yang beroperasi saat ini pada umumnya sudah berusaha meminimumkan limbah yang dihasilkan, akan tetapi masih menghasilkan limbah yang cukup potensial mencemari lingkungan, seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tahap proses, fungsi dan limbah pengolahan minyak sawit (Anonim, 1998) Limbah industri minyak sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas (Fauzi et al., 2006). a. Limbah Padat (tandan kosong sawit) Sa’id (1996) menyebutkan bahwa limbah padat industri kelapa sawit mempunyai kekhasan tersendiri pada komposisinya. Komponen bahan terbesar dari limbah padat adalah selulosa disamping hemiselulolsa dan lignin
dalam jumlah yang lebih kecil. Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit yang terbesar adalah tandan kosong sawit (TKS). Komposisi kimiawi TKS terlihat seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia tandan kosong sawit Jenis Komponen
Komposisi (%)
Kadar abu Selulosa Lignin hemiselulosa Sumber : Pratiwi, et al. (1995)
15 40 21 24
b. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (air limbah dan lumpur) Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan juga limbah cair (palm oil mill effluent) yang berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi dan dari hidrosiklon. Sebagaimana hasil limbah pertanian lainnya, limbah cair kelapa sawit mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Tingginya bahan organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Salah satu limbah cair industri kelapa sawit yang penting karena diduga sebagai penyebab pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge) yang berasal dari proses klarifikasi atau disebut lumpur primer (Sa’id, 1996). Seperti halnya limbah cair industri hasil pertanian lainnya, limbah cair industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang sangat tinggi, sehingga kadar bahan pencemar akan semakin tinggi. Limbah cair industri minyak kelapa sawit umumnya mengandung minyak dan lemak. Hal ini disebabkan proses ekstraksi minyak kelapa sawit menggunakan uap air, sehingga air buangan dari proses ini akan mengandung minyak, disamping itu, sifatnya yang cenderung asam jika dibiarkan lama pH akan turun mencapai lebih kecil dari empat (Anonim, 1998). Semakin banyak bahan-bahan organik pada limbah cair, maka semakin besar pula nilai biological oxygen demand (BOD) limbah tersebut (Anonim, 1995). Pengaruhnya apabila limbah dibuang langsung tanpa di tangani terlebih dahulu akan mengakibatkan dampak lingkungan yang menyebabkan
pengurangan kadar oksigen di dalam badan air yang menerimanya sebagai akibat dari terjadinya pemecahan bahan-bahan organik (Anonim, 1995). Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan makhluk hidup yang membutuhkan oksigen di dalam air akan terganggu dan menghambat perkembangannya (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005). Nurcahyo (1993) dalam Sa’id (1996) menyebutkan karakteristik lumpur limbah cair industri minyak sawit seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik lumpur limbah cair industri kelapa sawit Parameter pH Padatan tersuspensi (ppm) Padatan volatil (ppm) COD (ppm) Nitrat (ppm) Fosfat (ppm)
Kolam primer 3,75 80.720 64.760 28.220 31 106
Kolam sekunder 4,54 243.670 233.730 16.320 3 3
Sumber : Nurcahyo (1993) dalam Sa’id (1996) 5. Sistem Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Perhitungan besarnya beban pencemaran yang masuk ke lingkungan tergantung pada kegiatan yang ada disekitar lingkungan tersebut. Untuk daerah pemukiman beban pencemaran biasanya diperhitungkan melalui kepadatan penduduk dan rata-rata perorang membuang limbah. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan ukuran industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, dan derajat pengolahan air limbah yang ada. Selain limbah cair, limbah padat (sampah) juga merupakan beban pencemaran yang dapat masuk ke lingkungan baik secara langsung maupun tak langsung. Secara konvensional pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) dilakukan dengan sistem kolam yang terdiri dari kolam anaerobik
dan aerobik dengan total waktu retensi sekitar 90-120 hari (Wulfert et al., 2000). Keuntungan dari cara ini antara lain adalah: •
Sederhana
•
Biaya investasi untuk peralatan rendah
•
Kebutuhan energi rendah Akan tetapi bila ditelaah lebih lanjut, sistem kolam mempunyai
beberapa kerugian antara lain : •
Kebutuhan areal untuk kolam cukup luas, yaitu sekitar 5 ha untuk pabrik kelapa sawit (PKS) dengan kapasitas 30 ton/jam.
•
Perlu biaya pemeliharaan untuk pembuangan dan penanganan Lumpur dari kolam. Untuk PKS yang menggunakan separator 2 fase, praktis semua lumpur (sludge) yang berasal dari buah mengalir ke kolam. Padatan tersuspensi dari Lumpur ini tidak akan/sedikit didegradasi sehingga konsentrasinya akan semakin meningkat dan akan mengendap di dasar kolam akan semakin menurun sehingga waktu retensi limbah akan turun dan kapasitas perombakkan kolam juga turun. Disamping itu pembuangan lumpur juga tidak dapat dilakukan pada semua bagian kolam karena luas dan dalamnya kolam.
•
Hilangnya nutrisi Semua nutrisi yang berasal dari limbah (N, P, K, Mg, Ca) akan hilang pada waktu limbah dibuang ke sungai.
•
Emisi gas metana ke udara bebas Hampir semua bahan organik terlarut dan sebagian bahan organik tersuspensi didegradasi secara anaerobik menjadi gas metana dan karbondioksida. Emisi gas metana ke udara bebas dapat menyebabkan efek rumah kaca yang besarnya 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan karbon dioksida. Jumlah gas metan yang diproduksi kolam limbah anaerobik sekitar 10 m3 setiap ton TBS diolah. Dengan memperhatikan kerugian pada penggunaan sistem kolam,
maka perlu dikembangkan konsep alternatif pengolahan LCPKS secara terpadu.
Konsep Alternatif Pengolahan LCPKS Pada tahap pertama, lumpur/padatan tersupsensi dipisahkan dengan dekanter atau dissolved air floatation dengan tujuan : •
Mengurangi kandungan COD, BOD, nitrogen dan pasir
•
Mengurangi masalah pada proses pengolahan berikutnya seperti foaming, sedimentasi dan penyumbatan pipa outlet reaktor karena adanya lumpur. Setelah lumpur dipisahkan, limbah cair yang kandungan utamanya
adalah padatan terlarut di pompakan ke reaktor anaerobik (unggun tetap/fixed bed, up flow anaerobic sludge blanket atau lainnya), dimana akan terjadi : •
Perombakan bahan organik menjadi biogas
•
Proses perombakan terjadi dalam waktu yang singkat dengan kinerja yang tinggi
•
Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dan disimpan LCPKS yang telah didegradasi secara anaerobik dapat digunakan
sebagai air irigasi (aplikasi lahan/land application) untuk : •
memanfaatkan nutrisi dalam limbah
•
menghemat areal untuk kolam
•
meminimalisasi pencemaran dan konsumsi energi Apabila aplikasi lahan tidak dapat dilakukan, limbah dapat diolah lebih
lanjut secara aerobik (kolam aerobik atau activated sludge system) sampai memenuhi baku mutu lingkungan sebelum dibuang ke sungai. Apabila energi menjadi faktor yang penting, fraksi lumpur dapat diolah secara anaerobik dalam reaktor anaerobik berpengaduk untuk produksi biogas. Lumpur yang sudah diolah dapat digunakan sebagai pupuk bersama dengan limbah cair untuk memanfaatkan nutrisinya. Lumpur juga dapat dikeringkan dengan drum drier untuk dijadikan pakan ternak. Pemanfaatan lain dari lumpur adalah untuk produksi kompos bersama-sama dengan tandan kosong sawit. Lumpur dicampur dengan TKS yang telah dirajang dan dibiarkan beberapa minggu sampai menjadi kompos. Dengan cara ini akan terjadi penguapan air pada lumpur. Tumpukan kompos ini harus dibalik secara periodik agar proses penguapan maksimal.
Pada Gambar 2 terlihat beberapa variasi dan konsep alternatif pengolahan LCPKS. Apabila pabrik menggunakan sistem dekender 3 fase, maka tidak diperlukan proses pemisahan lumpur, tetapi proses pengolahan lumpur dan limbah cair adalah serupa. Proses utama dari konsep ini adalah pengolahan secara anaerobik dan pemisahan lumpur.
Gambar 2. Konsep pengolahan limbah terpadu (PKS dengan separator 2 fase) (BAPEDAL, 1998)
16
Pengelolaan limbah cair dan lumpur dengan teknologi sistem kolam Teknologi sistem kolam merupakan penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang dianggap paling mudah dan murah bagi pabrik kelapa sawit karena limbah diolah dengan menggunakan prinsip instalasi penanganan air limbah (IPAL) yang bersifat end of pipe. Gambar 3 menunjukkan proses penanganan limbah cair kelapa sawit dengan menggunakan teknologi sistem kolam (PPKS, 2000).
Recovery Tank
Aerobic Pond
Deoiling Tank
Facultative Pond
Cooling Pond/Tower
Secondary Anerobic Pond
Netralization
Primary Anerobic Pond
FinalPond
Public River
Seedling Pond
Gambar 3. Teknologi penanganan sistem kolam (PPKS, 2000) •
Recovery Tank Berfungsi untuk mengurangi kadar minyak dari dalam limbah.
•
Deoiling Pond Berfungsi untuk menangkap minyak yang masih tersisa di dalam limbah, sehingga hanya tersisa 0,4% - 0,6%.
•
Cooling Pond Berfungsi untuk menurunkan suhu limbah menjadi 20-40 0C, agar mikroorganisme dapat menguraikan limbah. Cooling Pond dapat digantikan dengan Cooling Tower, yang memiliki fungsi sama namun lebih menghemat lahan.
39
•
Netralization Pond Berfungsi untuk menaikan pH limbah dari 4 menjadi 7,0 – 7,5, dengan menambahkan kaustik soda (NaOH) atau kapur tohor (CaO).
•
Seedling Pond Berfungsi untuk mengembangbiakan bakteri. Jika sudah siap akan dialirkan ke kolam anaerobik.
•
Primary Anaerobic Pond Berfungsi untuk mengubah bahan organik majemuk oleh bakteri menjadi asam-asam organik yang mudah menguap.
•
Secondary Anaerobic Pond Merupakan kelanjutan dari Primary Anaerobic Pond, yang berfungsi untuk mengubah asam organik mudah menguap terutama asam asetat menjadi gas seperti metan, karbondioksida dan hidrogen sulfida.
•
Facultative Pond Berfungsi untuk menguraikan limbah oleh bakteri fakultatif yang pada penguraian sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh bakteri obligat. Dan sebagai kolam transisi sebelum masuk ke aerobic pond.
•
Aerobic Pond Berfungsi untuk menguraikan senyawa kompleks menjadi sederhana oleh aktivitas mikroorganisme yang memiliki. Bahan organik disintesis menjadi sel-sel baru, dan hasilnya berupa produk akhir (CO2, H2O, dan NH3) yang stabil.
•
Final Pond Berfungsi sebagai penampungan sementara limbah yang telah diolah, dan untuk menguji apakah baku mutunya sesuai dengan peraturan pemerintah pusat dan atau daerah, sebelum dikeluarkan dari sistem pengolahan air limbah.
Pengelolaan limbah cair dengan teknologi aplikasi lahan Pemanfaatan limbah cair PKS dengan teknologi aplikasi lahan dilakukan dengan cara mengalirkan limbah yang berasal dari kolam penanganan limbah cair ke parit-parit yang ada di perkebunan kelapa sawit. Pemanfaatan limbah cair PKS menjadi pupuk dikarenakan
40
komposisi limbah cair yang masih banyak mengandung unsur-unsur hara yang tinggi. Proses pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum dialirkan ke lahan-lahan (flat bed) perkebunan sama dengan teknologi sistem kolam hingga pada proses pengendapan di kolam anaerobik. Penanganan ini dilakukan bertujuan untuk menurunkan nilai parameter limbah cair seperti BOD (< 5000 ppm) dan COD (< 10000 ppm) sehingga lahan dapat menyerap limbah tersebut sebagai pupuk cair organik. Gambar 4 berikut ini adalah yang menunjukkan teknologi yang menggunakan aplikasi lahan (PTPN IV, 2004).
Gambar 4. Teknologi aplikasi lahan (PTPN IV, 2004)
Pengelolaan limbah padat dengan teknologi mulsa Penanganan limbah padat berupa tandan kosong sawit dengan menggunakan tekologi mulsa merupakan teknologi penanganan yang paling mudah dan murah diantara sistem penanganan limbah padat lainnya. Proses teknologi mulsa hanya dilakukan dengan meletakkan dan mengatur tandan kosong sawit pada bagian-bagian dari lahan perkebunan sebagai pupuk organik. Penyebaran TKS harus sesuai dengan prosedur
41
agar tidak memicu pembususkan pada tanaman kelapa sawit (PPKS, 2000). Selain pemanfaatan nilai haranya, dengan teknologi mulsa juga dapat diperoleh keuntungan sebagai berikut. •
Perbaikan struktur tanah oleh mikroorganisme pada pelapukan tandan buah sawit
•
Pengurangan erosi tanah karena pembentukan lapisan pelindung
•
Perbaikan penahanan air dan pengurangan penguapan oleh lapisan yang terbentuk. Ada beberapa kerugian pemanfaatan mulsa sebagai pengganti
pupuk anorganik, yaitu dapat terjadinya pembentukan jamur karena masih memiliki nilai hara yang tinggi sehingga menimbulkan pencemaran bau pada areal perkebunan. Kontrol yang kurang terhadap nilai-nilai parameter juga dapat memicu proses anaerob yang menyebabkan kematian tanaman kelapa sawit. Pengelolaan limbah cair dan limbah padat (TKS) dengan teknologi pengomposan Teknologi pembuatan kompos (Gambar 5) pada pabrik kelapa sawit terdiri dari 5 tahapan proses, yaitu : (PTPN IV, 2003) i) Pencacahan Tandan Kosong Sawit Pencacahan dilakukan untuk mengecilkan ukuran tandan kosong sawit sehingga bidang kontak proses dapat menjadi lebih besar dan proses pengomposan dapat berjalan dengan baik. ii) Pembuatan Tumpukan Pembuatan tumpukan dimaksudkan agar bahan pembuatan dapat ditangani dengan mudah dan bahan tidak bercecer ke mana-mana. Pembuatan tumpukan umunya memiliki lebar 3 meter dan tinggi mencapai 1,2 meter, sedangkan panjangnya tergantung ketersediaan lahan dan produksi kompos. iii) Pembalikan Pembalikan dilakukan agar seluruh bagian tumpukan memperoleh aerasi yang cukup sehingga pengomposan dapat berjalan dengan baik.
42
Pembalikan dilakukan 3 – 5 kali dalam seminggu. iv) Penyiraman Limbah Cair PKS Penyiraman dengan menggunakan limbah cair PKS bertujuan untuk menambah unsur hara dalam produk pengomposan. Penyiraman dilakukan 3 - 5 kali seminggu. v) Pengeringan/Penjemuran Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran dimaksudkan untuk mengurangi kadar air pada produk kompos yang diproduksi. Beberapa keuntungan penggunaan teknologi kompos, yaitu proses terjadi secara aerobik, tanpa penambahan mikroorganisme,
waktu
pengomposan 6-8 minggu, mutu produk tinggi dan homogen, resiko kegagalan kecil, memanfaatkan limbah cair, dan kebutuhan tenaga kerja rendah.
Gambar 5. Teknologi Pengomposan (PPKS, 2000)
B. Pengukuran Kinerja Sistem pengukuran kinerja (measurement performance system) telah dikenal lama dalam dunia industri. Pada awalnya sistem pengukuran kinerja pertama kali diperkenalkan oleh sebuah perusahaan bernama Dupont pada tahun
43
1919. Sistem pengukuran kinerja tersebut dikenal dengan nama skema Dupont. Pengukuran kinerja Dupont adalah pengukuruan kinerja yang berkaitan dengan penilaian kinerja keuangan, yaitu kinerja pada pengembalian investasi (return on investment). Metode pengukuran kinerja berkembang dengan pesat pada periode 1980an sampai 1990an. Pesatnya perkembangan ini ditandai dengan munculnya berbagai teknik pengukuran kinerja perusahaan, baik kinerja ekonomi maupun kinerja proses.
Berberapa teknik pengukuran kinerja yang sering digunakan
adalah: Activity-Based-Costing (ABC), Blanced Score Card (BSC), Selfassestment, Competitive Benchmarking, Statitistical Process Control (SPC), Work-flow Based Monitoring, Capability Maturity Model, dan lain-lain (Krueng et al., 2004). 1. Definisi Sistem pengukuran kinerja adalah suatu cara atau alat (tools) yang terorganisasi untuk mendefinisikan (defining), mengumpulkan (collecting), menganalisis (analyzing), melaporkan (reporting), dan membuat keputusan berkenaan dengan ukuran-ukuran kinerja dalam suatu proses atau produk. Ukuran kinerja merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyatakan basis kuantitatif dari penilaian atau pengukuran kinerja suatu proses atau produk terhadap tujuan dan standar yang telah ditetapkan (PBM-SIG, 1995). Ukuran-ukuran kinerja merupakan bagian penting dari konsep Total Quality Management (TQM). Sebagai sebuah proses, konsep pengukuran kinerja tidak hanya menitikberatkan pada standar dan pengumpulan data.
Lebih dari itu,
pengukuran kinerja merupakan pola pikir manajemen sistem terhadap keseluruhan proses yang bermula dari pencegahan (prevention) dan deteksi yang ditujukan untuk memenuhi standar permintaan dari proses atau produk (PBM-SIG, 1995). Fokus pengukuran kinerja adalah optimalisasi proses, yaitu untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas suatu proses atau produk. Pengukuran kinerja merupakan suatu program yang harus dijalankan secara kontinu. Selanjutnya hasil pengukuran kinerja dapat ditingkatkan sampai pada taraf perluasan dan pengembangan teknik kerja. Prinsip-prinsip dasar sistem pengukuran kinerja meliputi:
44
a. Mengukur hanya yang penting. b. Fokus kepada kebutuhan pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. c. Melibatkan karyawan dalam proses desain dan implementasi sistem pengukuran kinerja. Salah satu fungsi penting pengukuran kinerja adalah untuk mengurangi atau menghilangkan variasi yang terjadi di dalam proses atau produk kerja.
Target pengukuran kinerja adalah sampai pada tahap
pengambilan keputusan tindakan atau perbaikan proses dan outputnya. Keuntungan pengukuran kinerja adalah : a. Mengetahui apakah proses atau produk telah sesuai dengan permintaan konsumen. b. Membantu mengetahui masalah dan keadaan yang terjadi di dalam proses. c. Membantu mengambil keputusan berdasarkan fakta. d. Mengatahui peningkatan-peningkatan aktual yang terjadi.
2. Ukuran Kinerja Ukuran kinerja tersusun atas nilai dan satuan. Nilai berfungsi untuk menunjukkan besar atau jarak, dan satuan berfungsi untuk memberi arti pada nilai. Ukuran-ukuran kinerja selalu berhubungan dengan target (objective) dan tujuan (goal).
Secara umum ukuran kinerja dapat dikelompokkan
menjadi enam kategori: a. Efektivitas
: karakteristik
proses
yang
menunjukkan
derajat
pemenuhan output atau proses terhadap permintaan (spesifikasi). b. Efisiensi
: karakteristik yang menunjukkan derajat dimana proses menghasilkan output pada tingkat biaya minimum.
c. Kualitas
: derajat dimana produk atau pelayanan sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan.
45
d. Timeliness
: menunjukkan ketepatan waktu, yaitu ukuran apakah sebuah unit kerja telah dikerjakan dengan benar dan tepat waktu.
e. Produktivitas : ukuran besarnya nilai tambah yang dihasilkan proses dibagi dengan jumlah modal dan tenaga kerja yang dikonsumsi. f. Keamanan
: keseluruhan ukuran aspek kesehatan dari organisasi dan lingkungan kerja untuk karyawan.
Hasil pengukuran kinerja diperlukan untuk mengontrol suatu aktivitas atau proses, tanpa pengukuran yang akurat dan terpercaya maka kita tidak akan dapat membuat keputusan dengan baik. Terdapat tiga dasar teknik pengukuran kinerja (PBM-SIG, 1995), yaitu: 1. Perencanaan dan pengembangan standar operasi yang akan dicapai. 2. Pendeteksian penyimpangan (deviasi) terhadap ukuran kinerja yang telah ditetapkan. 3. Memperbaiki kinerja proses sehingga kembali memenuhi tingkat standar kinerja yang telah ditetapkan.
Prinsip-prinsip dan dasar teknik pengukuran kinerja selanjutnya dijabarkan dalam pedoman (guideline) langkah-langkah umum proses pengembangan sistem pengukuran kinerja. Pedoman berikut merupakan pedoman umum proses pengembangan sistem pengukuran kinerja yang disusun oleh PBM-SIG (1995): 1. Identifikasi aliran proses 2. Identifikasi aktivitas kritis 3. Mengembangkan standar atau tujuan kinerja yang ingin dicapai 4. Mengembangkan ukuran kinerja 5. Identifikasi bagian yang bertanggung jawab dalam proses pengukuran kinerja 6. Mengumpulkan data 7. Analisis atau melaporkan kinerja aktual
46
8. Membandingkan kinerja aktual dengan tujuan atau standar 9. Identifikasi apakah diperlukan tindakan perbaikan, dan 10. Tindakan perbaikan jika diperlukan. Menurut
PBM-SIG
(1995),
langkah-langkah
yang
telah
dikembangkan tersebut bukanlah suatu kerangka kerja yang bersifat mutlak, setiap organisasi dapat memodifikasi dan mengembangkan kerangka tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
3. Teknik Pengukuran Kinerja Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja industri secara cepat adalah teknik “studi kapabilitas jangka pendek (short term capability study)”.
Studi kapabilitas jangka
pendek merupakan dasar dari statistical process control (SPC) dan total quality management (TQM). Studi ini berguna untuk mempelajari kondisi suatu proses seiring berjalannya waktu apakah tetap akurat dan tetap berada dalam spesifikasi (standar) yang telah ditentukan (Alsup et al., 1993). Studi kapabilitas jangka pendek dapat digunakan untuk menentukan ukuran tingkat penyimpangan sistem (measurement system error) dan ukuran kapabilitas suatu mesin atau proses dalam memenuhi standar. Menurut Alsup, et al. (1993), studi kapabilitas jangka pendek dilakukan karena beberapa alasan sebagai berikut: 1. Terlalu banyak inspeksi yang diperlukan. 2. Menentukan ukuran penyimpangan dengan cepat. 3. Menemukan penyebab khusus dari masalah kontrol dengan cepat. 4. Menemukan sumber-sumber penyimpangan sistem dengan cepat. 5. Mengurangi waktu dan biaya studi. Terdapat empat langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan studi kapabilitas jangka pendek: 1. Mengumpulkan data 2. Kalkulasi data 3. Analisis hasil 4. Melakukan tindakan berdasarkan hasil.
47
Salah satu parameter sederhana yang sering digunakan dalam studi kapabilitas jangka pendek adalah akurasi (Alsup et al., 1993). Dalam PBMSIG (1995), akurasi didefinisikan sebagai kedekatan nilai pengukuran terhadap nilai standar. Semakin kecil perbedaan antara nilai pengukuran dengan nilai standar, maka nilai tersebut akan semakin akurat.
Dalam
Alsup, et al. (1993) akurasi didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-rata data aktual (average) dengan nilai standar (true value). Akurasi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut: Accuracy = Average − TrueValue
Selanjutnya nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan rentang nilai standar kualitas yang dapat diterima (acceptability). Acceptability adalah persen maksimum variasi yang masih dapat diterima (Besterfield, 1990).
Nilai acceptability biasanya ditentukan berdasarkan
kontrak kerja atau karena sebagai tanggung jawab produsen.
Menurut
Besterfield (1990) secara teoritis nilai acceptability dapat ditentukan berdasarkan: 1. Data historis 2. Pengalaman (Empirical judgment) 3. Informasi Teknik (engineering information) 4. Percobaan 5. Kemampuan produsen, dan 6. Keinginan konsumen. Dalam praktek rentang nilai acceptabiltas bervariasi antara ±0.01% sampai dengan ±10% (Besterfield, 1990). Jika akurasi masih berada dalam rentang standar maka nilai variasi diterima, dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai standar maka nilai variasi tidak diterima.
48
C. Pendekatan Sistem Pada dasarnya sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan elemenelemen yang saling berhubungan melalui berbagai bentuk interaksi dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang berguna. Berdasarkan pengertian ini, maka perumusan ciri-ciri atau karakteristik sistem, yaitu : (Gaspersz, 2001) 1. Terdiri dari elemen-elemen yang membentuk satu kesatuan 2. Adanya tujuan dan saling ketergantungan 3. Adanya interaksi antar elemen 4. Mengandung
mekanisme,
kadang-kadang
disebut
juga
sebagai
transformasi 5. Adanya lingkungan yang mengakibatkan dinamika sistem.
Tujuan sistem adalah menciptakan atau mencapai sesuatu yang berharga, memiliki nilai, dengan memadukan dan mendayagunakan berbagai macam bahan atau masukan dengan suatu cara tertentu (Amirin et al., 1993 dalam Budihardjo, 1995). Tujuan sistem biasanya lebih dari satu yang sering disebut dengan tujuan jamak (multiple purposes), sekalipun ada urut-urutan prioritasnya. Untuk menentukan peringkat tujuan yang dicapai oleh suatu sistem, digunakan empat tolak ukur, yaitu kualitas atau mutu, kuantitas, waktu, dan biaya. Dalam menentukan tujuan sistem harus memperhatikan kepentingan sistem sebagai keseluruhan harus lebih diutamakan daripada kepentingan subsistemnya. Keadaan sistem, selain dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam sistem juga dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di luar sistem. Lingkungan sistem digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan suatu lingkungan di luar sistem yang merupakan tempat bagi terjadinya perubahan-prubahan yang dapat mempengaruhi sistem. Aktifitas-aktifitas yang terjadi di dalam sistem disebut endogenus, sedangkan aktifitas-aktifitas yang terjadi di luar sistem disebut eksogenus (Sushil, 1993). Ditinjau dari hubungan antara objek maupun unsur objek yang ada dalam suatu sistem, maka sifat hubungannya dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :
49
1. Sistem yang mempunyai hubungan searah yang sering disebut nonfeedback system. Sifat hubungan antara objek yang satu dengan objekobjek yang lain ataupun unsur-unsur dari objek tersebut merupakan hubungan yang searah. 2. Sistem yang mempunyai hubungan bolak balik (feedback system). Sifat hubungan antara objek yang satu dengan objek-objek yang lain ataupun unsur-unsur dari objek tersebut bukan merupakan hubungan yang searah. Antara satu objek dengan yang lain mempunyai hubungan bolak balik yang disebabkan adanya aksi yang datang darisesuatu objek, dimana timbulnya aksi tersebut akan diikuti oleh reaksi yang kembali ke arah objek semula (Gambar 6).
X
Y Gambar 6. Feedback system (Sabari et al., 1991)
Menurut Marimin (2004), terdapat tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok dalam menganalisis suatu permasalahan menggunakan pendekatan sistem yaitu: 1. Cybernetic, artinya cara pandang berorientasi tujuan 2.
Holistic, artinya cara pandang yang menyeluruh terhadap keutuhan sistem
3. Efectiveness, yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna operasional serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan.
Pengkajian permasalahan menggunakan pendekatan sistem ditandai dengan ciri-ciri : (Marimin, 2004) 1. Mencari faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan permasalahan. 2. Adanya model kuantitatif untuk membantu menyelesaikan permasalahan secara rasional.
50
Metodologi pendekatan sistem erat kaitannya dengan prinsip dasar ilmu manajemen, yaitu merupakan aktivitas yang mentransformasikan sumber daya (input) menjadi hasil yang dikehendaki (output), secara sistematis dan terorganisasi guna mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi yang dirancang (Eriyatno, 1999).
Dalam aplikasi manajemen, teknik pendekatan sistem
dipersyaratkan menggunakan beberapa teori dasar yang bersifat kuantitatif meliputi : (1) model matematik, (2) analisis fungsi terhadap model matematik yang digunakan, (3) teori kontrol, (4) teori estimasi, dan (5) teori keputusan. Model adalah simplifikasi atau penyederhanaan sistem. Model harus memiliki 3 elemen penting dalam proses rancang bangunnya, yaitu pemahaman proses, peramalan, dan mampu membantu stakeholders dalam mengambil kebijakan. Pemahaman proses merupakan kegiatan yang dilakukan agar model yang dibangun mampu mewakili sistem dengan verifikasi dan validitas yang baik. Peramalan merupakan salah satu alat untuk melakukan simulasi yang berarti menirukan tingkah laku sistem. Apabila suatu model mampu melakukan simulasi dengan baik dan akurasi yang tepat maka model tersebut dapat dinilai baik. Model juga harus mampu memberikan informasi kepada para stakeholders sehingga dapat membantu dalam hal pengambilan kebijakan/keputusan. Metode untuk menyelesaikan persoalan menggunakan pendekatan sistem terdiri dari beberapa tahap proses. Tahap-tahap tersebut meliputi analisis, rekayasa model, implementasi rancangan, implementasi dan operasi sistem. Setiap tahap dalam proses tersebut diikuti oleh suatu evaluasi berulang guna mengetahui apakah hasil dari masing-masing tahap telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Diagram alir metode pendekatan sistem disajikan dalam Gambar 7.
51
Gambar 7. Tahap Pendekatan Sistem (Eriyatno, 1999) Metodologi pendekatan sistem pada prinsipnya dilakukan melalui enam tahap analisis sebelum tahap rekayasa, meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, dan (6) penentuan kelayakan ekonomi dan finansial.
Langkah pertama sampai keenam umumnya dilakukan dalam satu
kesatuan kerja yang disebut sebagai analisis sistem. Model tahap analisis sistem disajikan dalam Gambar 8.
52
Gambar 8. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno, 1999)
53
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2006 hingga bulan April 2007 sedangkan tempat penelitian dilakukan dibeberapa tempat, yaitu Bogor, Medan, dan Teluk Siak (Riau). Di PT Perkebunan Negara IV Medan dan PT Aneka Inti Persada Teluk Siak dilakukan verifikasi dan validasi terhadap model penilaian cepat penanganan limbah pabrik yang dihasilkan.
B. Kerangka Pemikiran Pabrik kelapa sawit merupakan industri pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Rendemen yang dihasilkan kedua produk tersebut adalah 30%, artinya ada 70% dari bahan baku yang merupakan limbah pabrik. Semakin rendah rendemen yang dihasilkan maka semakin besar limbah pabrik yang dihasilkan. Limbah tidak hanya berasal dari bahan baku, bahan penunjang seperti air pengolahan juga merupakan sumber limbah pabrik yang besar. Apabila limbah pabrik kelapa sawit tidak ditangani dengan baik dan benar maka buangan limbah dapat merusak kelestarian lingkungan bahkan mengganggu kehidupan masyarakat sekitar pabrik. Kualitas buangan limbah atau produk olahannya bergantung pada karakteristik dan sistem penanganan yang digunakan pada pabrik kelapa sawit. Berdasarkan hal tersebut maka dibuat suatu model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Karakteristik, kinerja penanganan, dan nilai tambah produk olahan limbah dibangun menjadi nilai-nilai standar sebagai bahan ukuran kinerja penanganan pabrik. Dengan memasukkan nilai-nilai parameter tersebut maka model mampu mengukur kinerja suatu penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Kerangka pemikiran penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 9 berikut.
54
Gambar 9. Kerangka Pemikiran Penelitian
C. Pendekatan Sistem Metode penelitian yang digunakan dalam membuat model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini adalah pendekatan sistem. Pendekatan sistem terdiri atas beberapa tahapan kegiatan, yaitu analisa kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan, verifikasi dan validasi serta implementasi. Penelitian ini dibatasi hanya pada tahap verifikasi dan validasi. 1. Analisa Kebutuhan Analisa kebutuhan menunjukkan apa saja hal-hal utama yang diharapkan aktor-aktor (stakeholders) di dalam sistem yang menjadi kebutuhan yang dikehendaki. Hasil analisa kebutuhan pada sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit stakeholders yang terkait dalam sistem adalah pemerintah pusat dan daerah, pabrik kelapa sawit (pengusaha/manajemen), perguruan tinggi dan pihak akademisi lainnya, masyarakat dan lembaga swadaya. Analisa kebutuhan stakeholders dalam sistem penanganan limbah PKS disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
55
Tabel 3. Analisa Kebutuhan Stakeholders Sistem Penanganan Limbah PKS No.
Pelaku Sistem
1.
Pemerintah Pusat dan Daerah
2.
3.
4.
Pabrik Kelapa Sawit
Perguruan Tinggi dan Akedemisi
Masyarakat dan Lembaga Swadaya
Kebutuhan Pelaku Sistem •
Kesejahteraan masyarakat
•
Peningkatan devisa negara
•
Pemanfaatan sumberdaya lingkungan secara optimal dan tidak terjadi pencemaran
•
Keamanan investasi
•
Biaya pengelolaan limbah rendah
•
Peraturan atau regulasi yang jelas
•
Fasilitas sarana atau prasarana memadai
•
Tersedia teknologi yang tepat
•
Profit yang lebih tinggi
•
Mampu memberikan masukan untuk diaplikasikan kepada pihak industri kelapa sawit
•
Adanya network antara akademisi dengan dunia usaha dan pemerintah
•
Tidak terjadi konflik sosial
•
Kepercayaan atau dukungan masyarakat
•
Infrastruktur fisik yang memadai
•
Sarana pembuangan limbah
•
Tingkat pencemaran rendah
•
Kelestarian lingkungan hidup
•
Produk yang ramah lingkungan
•
Air bersih
•
Aksesibilitas informasi dan data
•
Dukungan lembaga donor
56
2. Formulasi Permasalahan Formulasi permasalahan merupakan tahapan untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi stakeholders berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi. Berdasarkan hasil analisa kebutuhan yang dibandingkan
dengan
keadaaan
yang
sekarang
maka
permasalahan-
permasalahan yang timbul dalam sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah sebagai berikut. •
PKS belum menggunakan teknologi penanganan limbah yang efektif dan efisien.
•
Keterbatasan sarana dan prasarana, SDM , modal, mekanisme dan informasi transfer teknologi dalam sistem penanganan limbah PKS.
•
Terjadi pencemaran lingkungan (penurunan kualitas lingkungan) di sekitar lokasi PKS.
•
Peraturan perundang-undangan
bidang lingkungan hidup yang tidak
operasional. 3. Identifikasi Sistem Secara garis besar ada enam kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja suatu sistem, yaitu : (1) variabel output yang dikehendaki, yang ditentukan berdasarkan hasil analisa kebutuhan, (2) variabel output yang tidak dikehendaki, (3) variabel input yang terkontrol, (4) variabel input yang tidak terkontrol, (5) variabel input lingkungan dan (6) variabel kontrol sistem. Pada sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit, variabel-variabel yang mempengaruhi sistem tersebut adalah sebagai berikut (Gambar 10).
57
Input Lingkungan Input Tidak Terkontrol — — — —
Jenis Limbah PKS Kualitas Limbah Cuaca dan Iklim Kondisi Kebun
—
Kebijakan Pemerintah Globalisasi Kondisi SDA
— —
Output Dikehendaki — — — — —
Tidak Ada Pencemaran Biaya Penanganan Limbah yg Rendah Profit lebih Tinggi limbah yg Minimal Limbah Termanfaatkan
Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Input Terkontrol
Output Tidak Dikehendaki —
—
Teknologi Penanganan & Pemanfaatan Limbah — Biaya Penanganan Limbah — Sarana & Prasarana — Kuantitas Limbah — Kapasitas Produksi Pabrik Kelapa Sawit
—
Umpan Balik
— — —
Terjadi Pencemaran Biaya Penanganan Limbah yg Tinggi Kerusakan Lingkungan Limbah yang tidak Dimanfaatkan Limbah yang Banyak
Gambar 10. Diagram Input-Output Sistem Penanganan Limbah PKS
D. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data pengukuran pada proses penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Data primer ini berasal dari dua pabrik kelapa sawit, yaitu PT Perkebunan Negara IV Medan dan PT Aneka Inti Persada Teluk Siak. Data primer ini digunakan untuk melakukan verifikasi dan validasi terhadap model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Data sekunder diperoleh dari badan-badan yang melakukan pengumpulan data, pusat penelitian, studi pustaka, dan publikasi hasil penelitian. Data sekunder ini digunakan sebagai nilai standar kriteria pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit.
E. Teknik Analisis Ukuran kinerja aktivitas atau proses dapat dianalisis menggunakan parameter tingkat akurasi. Akurasi merupakan perbedaan antara rata-rata data
58
aktual (average) dengan nilai standar (true value).
Akurasi dihitung
menggunakan persamaan: A= X − S
…................................................. Persamaan 1
Dimana: A =
Akurasi
X =
Rata-rata hasil pengukuran
S =
Standar pabrikasi
Variasi (penyimpangan) maksimum akurasi dihitung menggunakan persamaan berikut: Amax = ± VS % * S
....................................…… Persamaan 2
Dimana: Amax =
Akurasi maksimum
VS =
Variasi standar yang masih dapat diterima (%)
S
Standar pabrikasi
=
Persentase variasi yang digunakan adalah 10%. Nilai 10% merupakan nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima (acceptable) dalam dunia industri. Jika nilai akurasi (A) kurang dari atau sama dengan ± akurasi maksimum (Amax) maka variasi dari suatu aktivitas yang diukur dinyatakan diterima (baik), dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai variasi maksimum maka variasi dari aktivitas yang diukur dinyatakan ditolak (kurang baik atau buruk). Dalam implementasi, standar penilaian yang akan digunakan sebagai justifikasi kondisi kinerja aktivitas atau proses adalah nilai persentase (%) dari variasi (penyimpangan).
Nilai persentase digunakan karena nilai ini akan
memudahkan untuk dibaca oleh pengguna model. Suatu aktivitas akan dinilai baik jika persentase variasi kurang dari atau sama dengan nilai VS, dan sebaliknya aktivitas akan dinilai kurang baik atau buruk jika persentase variasi lebih dari nilai VS.
59
Justifikasi baik atau tidaknya suatu proses penanganan limbah pada pabrik kelapa sawit (PKS) dihitung berdasarkan nilai rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas yang terdapat dalam sistem penanganan limbah tersebut. Jika nilai rata-rata persentase variasi tiap aktivitas kurang dari atau sama dengan VS maka kinerja penanganan limbah tersebut dinyatakan baik. Sebaliknya jika rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas lebih dari VS maka kinerja stasiun tersebut dinyatakan kurang baik atau buruk.
Persentase variasi aktivitas dihitung menggunakan persamaan berikut:
(X
%Vact =
act
S
−S)
........................................…… Persamaan 3
Dimana: %Vact =
Persentase variasi aktivitas
X act =
Rata-rata hasil pengukuran variasi aktivitas
S
Standar pabrikasi
=
Persentase variasi stasiun produksi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut: n
%Vst =
∑ %V
act i
i =1
...............................................…… Persamaan 4
n
Dimana: %Vst = Persentase variasi stasiun produksi %Vacti = Persentase variasi aktivitas yang ke-i
n = Jumlah aktivitas Persentase variasi pada tingkat PKS dihitung menggunakan persamaan berikut: m
%V pg =
∑ %V j =1
m
pg j
..............................................…… Persamaan 5
Dimana: %Vst = Persentase variasi stasiun produksi %Vst j = Persentase variasi aktivitas yang ke-i n = Jumlah aktivitas
60
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Konfigurasi Model
Konfigurasi model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit terdiri atas basis data dan model penilaian kinerja. Model basis data dan model penilaian kinerja akan diolah pada pengolahan terpusat yang membentuk rancangan
antarmuka
pengguna
(user
interface).
Antarmuka
pengguna
selanjutnya yang menghubungkan antara penguna dengan model yang dibuat sehingga antarmuka pengguna merupakan salah satu faktor yang penting dalam implementasi model dalam sebuah perangkat lunak. Basis data pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit terdiri dari 4 elemen data, yaitu data pabrik kelapa sawit, data kriteria, data nilai ideal, dan data pengukuran. Data pabrik kelapa sawit meliputi profil pabrik sebagai informasi umum dan kapasitas pabrik sebagai input dalam perhitungan neraca massa. Data kriteria adalah jenis-jenis kriteria yang menjadi parameterparameter penilaian dalam penentuan kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Data nilai ideal merupakan nilai kriteria yang menjadi standar dalam perhitungan nilai deviasi dengan nilai pengukuran. Data pengukuran adalah data yang dimiliki pabrik kelapa sawit yang akan menjadi input untuk menilai kinerja tiap-tiap kriteria. Model penilaian cepat merupakan bagian yang berfungsi sebagai kerangka model yang akan menganalisis input data pengukuran dengan data nilai ideal sehingga dapat diketahui ukuran kinerja pabrik dalam melakukan penanganan limbah. Model penilaian terdiri atas beberapa sub-model yang mewakili sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini tersusun atas
limabelas sub-model penilaian
kinerja (SMPK), yaitu : 1. SMPK Karakteristik limbah cair 2. SMPK Kandungan hara limbah cair 3. SMPK Karakteristik lumpur 4. SMPK Karakteristik TKS 5. SMPK Teknologi sistem kolam
61
6. SMPK Teknologi mulsa 7. SMPK Teknologi aplikasi lahan 8. SMPK Teknologi pengomposan 9. SMPK Buangan sistem kolam 10. SMPK Produk pupuk mulsa 11. SMPK Produk pupuk cair organik 12. SMPK Produk pupuk kompos 13. SMPK Ekonomi 14. SMPK Sosial 15. SMPK Lingkungan
Pengolahan terpusat merupakan kendali utama dalam konfigurasi model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Pengolahan terpusat merupakan bagian yang berfungsi untuk mengkombinasikan nilai data pada basis data yang digunakan dalam model penilaian kinerja serta mengatur tampilannya sebagai antarmuka pengguna sehingga pengguna memperoleh informasi yang dibutuhkannya serta mudah untuk dipahami. Antarmuka
pengguna
atau
user
interface
adalah
bagian
yang
menghubungkan pengguna dengan model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit pada tampilan perangkat lunak. Perangkat lunak yang baik harus
memiliki
tampilan
antarmuka
pengguna
yang
mudah
dalam
pengoperasiannya dan memberikan penjelasan yang mudah dipahami tentang model yang ada didalam perangkat lunak tersebut. Antarmuka pengguna pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit diutamakan kepada auditor maupun pihak perusahaan yang cukup memahami proses dalam penanganan limbah pabrik. Antarmuka pengguna juga disesuaikan dengan kebutuhan perangkat lunak yang dirancang untuk melakukan penilaian auditor maupun self assessment yang dilakukan pabrik kelapa sawit. Berikut Gambar 11 yang menunjukkan konfigurasi model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit.
62
Model Penilaian Cepat Limbah PKS
Basis Data
Model Penilaian Kinerja
- Data Pabrik Kelapa Sawit
- SMPK Parameter kimia limbah cair - SMPK Kandungan hara limbah cair - SMPK Karakteristik lumpur - SMPK Karakteristik TKS - SMPK Teknologi sistem kolam dan mulsa - SMPK Teknologi aplikasi lahan dan mulsa - SMPK Teknologi pengomposan - SMPK Produk limbah - SMPK Ekonomi (Investasi dan analisa biaya penanganan) - SMPK Sosial - SMPK Lingkungan
- Data Kriteria - Data Nilai Ideal - Data Pengukuran
Pengolahan Terpusat
Antarmuka Pengguna
Pengguna
Gambar 11. Konfigurasi Model
63
B. Struktur Model
Struktur model merupakan desain yang menunjukkan kerangka dasar model. Kerangka dasar model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit terdiri dari kombinasi objek kajian penelitian yaitu, input, proses, dan output sebagai kajian internal; faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan sebagai kajian eksternal; dan gabungan antara kajian internal dan kajian eksternal penanganan limbah pabrik kelapa sawit sebagai kajian kinerja keseluruhan. Gambar 12 menunjukkan struktur model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit (PKS).
Gambar 12. Struktur Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah PKS
Kajian internal model adalah objek penelitian penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang meliputi proses penanganan limbah pada pabrik kelapa sawit. Elemen-elemen pembentuk kajian internal model terdiri dari input, proses, dan output. Limbah pabrik kelapa sawit merupakan elemen input pada kajian internal. Input berasal dari produk samping proses pengolahan pabrik kelapa sawit yang tidak termanfaatkan lagi bagi proses pengolahan CPO maupun PKO. Produk samping ini adalah limbah padat berupa tandan kosong sawit (TKS) dan limbah cair (Palm Oil Mill Effluent).
64
Elemen proses menunjukkan sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang digunakan untuk mengolah input menjadi produk olahan limbah (output). Elemen proses pada model ini mencakup 3 kelompok alternatif penanganan limbah dengan 4 sistem penanganan limbah yang dapat digunakan. Kelompok pertama, limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) ditangani dengan teknologi sistem kolam dan tandan kosong sawit (TKS) ditangani dengan teknologi mulsa. Kelompok kedua, LCPKS ditangani dengan teknologi aplikasi lahan (land aplikasi) dan TKS ditangani dengan teknologi mulsa. Kelompok ketiga, LCPKS dan TKS ditangani dengan teknologi pengomposan. Selain melakukan penilaian kinerja proses penanganan limbah terpasang, kajian proses dapat memberikan informasi sistem penanganan limbah yang paling tepat untuk diterapkan berdasarkan kinerja prosesnya. Empat sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit menghasilkan produk limbah sebagai elemen output pada kajian internal. Teknologi sistem kolam menghasilkan produk limbah berupa air buangan sistem kolam yang kemudian akan dialirkan ke lingkungan (sungai, laut, dll). Pupuk cair organik adalah produk penanganan limbah dengan sistem teknologi aplikasi lahan, produk ini dialirkan ke lahan perkebunan. Tekonologi mulsa menghasilkan pupuk organik yang disebar pada lahan perkebunan. Teknologi pengomposan menghasilkan pupuk kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk alternatif pada lahan pertanian atau dapat pula dikomersialisasikan. Kinerja internal merupakan penilaian akumulatif terhadap kajian internal pada elemen input, elemen proses, dan elemen output. Kinerja internal menyimpulkan penilaian keseluruhan kriteria pada sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit dengan merata-ratakan nilai deviasi setiap elemen kajian internal. Faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan adalah bagian kajian eksternal pada struktur model. Biaya investasi dan biaya operasional penanganan limbah merupakan komponen yang membentuk penilaian faktor ekonomi. Nilai tambah, kemungkinan pencemaran, bau yang dihasilkan, potensi dampak sosial, dan pemenuhan program produksi bersih merupakan komponen pembentuk penilaian faktor sosial. Laju respirasi, penyerapan karbondioksida, produksi
65
biomassa merupakan komponen-komponen utama pada penilaian kinerja faktor lingkungan. Seperti halnya kinerja internal, kinerja eksternal merupakan kesimpulan penilaian kajian eksternal dengan merata-ratakan nilai deviasi faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan. Rata-rata deviasi kinerja internal dan kinerja eksternal akan menghasilkan kinerja keseluruhan model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Kinerja keseluruhan merupakan informasi akumulatif dari kajian internal dan kajian eksternal. Kinerja keseluruhan menunjukkan detail tiap sub-model penilaian kinerja sebagai laporan keseluruhan penilaian kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit. C. Arsitektur Model
Berdasarkan struktur model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit dibuat sebuah rancangan detail model untuk memudahkan pemahaman dalam mengimplementasikan model dalam perangkat lunak komputer. Rancangan detail model penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini digambarkan pada sebuah arsitektur model yang secara umum merupakan rancangan aliran limbah (jenis dan jumlah limbah) dan rancangan sistem penanganan limbah. Aliran limbah yang terdiri atas jenis dan jumlah limbah adalah produk samping yang tidak diharapkan dalam proses produksi pada pabrik kelapa sawit. Akan tetapi, aliran limbah ini tidak mungkin dihilangkan dalam proses produksi pengolahan kelapa sawit. Hal yang mungkin dilakukan adalah meminimalisasi produk samping ini, melakukan penanganan limbah yang baik dan ramah lingkungan atau memanfaatkanya kembali menjadi by product yang memiliki nilai tambah bagi pabrik kelapa sawit. Pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini tidak mencakup kegiatan yang berhubungan dengan minimalisasi limbah karena kegiatan tersebut terintegrasi dengan sistem proses produksi pengolahan kelapa sawit. Aliran limbah pada arsitektur model bertujuan memberikan informasi jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan sehingga dapat ditentukan sistem penanganan limbah yang paling tepat untuk diterapkan pada pabrik kelapa sawit. Selain itu, dapat pula diketahui by product yang berpotensi untuk diproduksi dari aliran limbah pabrik kelapa sawit tersebut.
66
Kapasitas PKS
Cangkang TBS Perebusan Penebahan
Pemisahan Cangkang Limbah Cair
Limbah Cair
Pressing
Biji
Pemurnian
CPO
Pengeringan Inti
TKS
Pengadukan
Vacum Drier
Limbah Cair
Serat
Pemisahan Serat
Pembersihan Inti
PKO
A L I R A N
L I M B A H
Pengeringan Biji
Limbah Cair
Pemecahan Biji
Proses ProsesProduksi Produksi Gambar 13. Arsitektur Model Aliran Limbah Pabrik Kelapa Sawit
67
Gambar 13 menunjukkan arsitektur model yang menggambarkan aliran limbah pada proses produksi pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan arsitektur model tersebut, proses produksi pada pabrik kelapa sawit menghasilkan 4 jenis limbah, yaitu limbah cair, tandan kosong sawit (TKS), serat, dan cangkang. Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari proses perebusan, penebahan, pengadukan, klarifikasi (pemurnian dan vacum drier), dan pemisahan cangkang. Tandan kosong sawit berasal dari proses penebahan yang merupakan proses pemisahan antara buah sawit dengan jejang buahnya. Serat dihasilkan pada lini produksi minyak inti sawit yaitu proses pemisahan serat dengan biji sawit. Proses pemecahan biji sawit akan menghasilkan limbah cangkang yang dipisahkan pada proses pemisahan cangkang. Limbah cair pabrik kelapa sawit terdiri dari air limbah dan lumpur (sludge). Akan tetapi, tidak setiap proses yang menghasilkan limbah cair mengandung lumpur. Lumpur hanya dihasilkan pada proses klarifikasi (pemurnian). Lumpur merupakan kotoran-kotoran yang berasal dari buah sawit seperti lendir, getah, fospolipid, karbohidrat, serat-serat kulit, mineral, senyawa nitrogen, dan senyawa lainnya. Limbah yang berupa serat dan cangkang telah dimanfaatkan pabrik kelapa sawit sebagai alternatif bahan bakar pabrik. Pemanfaatan ini dinilai cukup tepat bagi limbah serat dan cangkang sehingga jenis limbah ini tidak dimasukkan sebagai objek dan parameter yang diukur dalam model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Selain limbah yang tersebut diatas, pabrik kelapa sawit juga menghasilkan limbah lainnya dalam jumlah yang kecil. Bungkil inti buah sawit merupakan limbah hasil proses ekstraksi minyak inti sawit. Limbah ini digunakan secara efektif sebagai bahan baku pakan ternak. Pabrik kelapa sawit umumnya menjual limbah ini kepada industri pakan ternak. Limbah pabrik kelapa sawit selanjutnya akan mengalami proses penanganan limbah agar limbah tersebut dapat dibuang ke lingkungan atau dapat dimanfaatkan kembali menjadi produk limbah berupa pupuk organik atau kompos. Berikut ini Gambar 14 menunjukkan arsitektur penanganan limbah pada pabrik kelapa sawit.
68
PKS
Teknologi Penanganan
JENIS LIMBAH
(Kapasitas Pabrik)
P R O D U K S I
Alternatif I :
Limbah Cair
P R O S E S
PRODUK LIMBAH
- Buangan Air Limbah - Pupuk Mulsa
- Teknologi Sistem Kolam - Teknologi Mulsa
Kriteria :
Alternatif II :
- BOD <= 100 mg/L - COD <= 350 mg/L - TSS <= 250 mg/L - Debit LCPKS <= 0,7 m3/Ton TBS - Minyak <= 25 mg/L - Total Lumpur <= 52% TBS
- Pupuk Cair Organik - Pupuk Mulsa
- Teknologi Aplikasi Lahan - Teknologi Mulsa
Alternatif II : - Pupuk Kompos
- Teknologi Pengomposan
Aliran Limbah
Tandan Kosong
Kriteria : - Bahan Kering=300-320 kg/ton DM - C/N =50-65 kg/Ton DM - Kalium =20,1-21,8 kg/TonDM - Ca = 1,6-4 kg/Ton DM - Jumlah TKS <= 23% TBS
Kriteria :
Kriteria :
- pH - Outlet Sistem Kolam (BOD,COD,TSS) - Lama Proses penanganan - Dosis Sebaran Mulsa - Outlet land aplikasi (BOD,COB,TSS) - Peningkatan Produktifitas Kebun - Rendemen produk
Teknik Penilaian : %Vact
( = X
act
−S)
S
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’ If 10%<%Vact < 30% then Kinerja = ‘Kurang Baik’ If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
-
BOD <= 100 mg/L COD <= 350 mg/L Peningkatan Produksi >= 1,6-3,5% Jumlah produk limbah Kandungan hara
Teknik Penilaian : %Vact =
(X
act
−S)
S
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’ If 10%<%Vact < 30% then Kinerja = ‘Kurang Baik’ If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
Gambar 14. Arsitektur Model Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit
69
Limbah pabrik kelapa sawit yang keluar dari proses produksi akan diukur karakteristik limbahnya. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui apakah limbah tersebut harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan atau dapat langsung dibuang ke lingkungan. Selain itu, informasi tentang karakteristik limbah pabrik dapat membantu manajemen dalam menentukan teknologi penanganan limbah yang paling tepat. Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit terdiri dari karakteristik fisiko-kimia dan kandungan hara, sedangkan karaktersistik limbah padat (TKS) meliputi kandungan mineral limbah. Pengukuran karakteristik fisiko-kimia limbah cair pabrik kelapa sawit yaitu membandingkan nilai baku mutu limbah cair dengan nilai pengukuran terhadap limbah. Apabila nilai pengukuran limbah menunjukkan penyimpangan deviasi lebih kecil daripada 10% maka limbah cair tersebut dapat langsung dibuang ke lingkungan tetapi apabila penyimpangan deviasi lebih besar daripada 10% maka limbah cair tersebut wajib melalui proses penanganan limbah sebelum dibuang ke lingkungan. Baku mutu limbah cair yang menjadi parameter utama adalah nilai biological oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), padatan tersuspensi, pH, dan debit limbah. Limbah cair kelapa sawit tidak semua yang ditangani untuk selanjutnya dibuang ke lingkungan. Akan tetapi, ada limbah cair yang kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik dan bahan campuran pada teknologi pengomposan. Pemanfaatan tersebut akan lebih efektif apabila limbah cair yang keluar dari pabrik memiliki kandungan hara yang masih tinggi. Untuk hal tersebut maka model penilaian cepat pabrik kelapa sawit ini juga menyediakan penilaian kandungan hara pada limbah pabrik kelapa sawit. Nilai kandungan hara yang tinggi akan membuat produk limbah sebagai pupuk mampu meningkatkan pendapatan pabrik kelapa sawit melalui peningkatan produksi kebun dan keuntungan dari penjualan kompos. Setelah pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang tandan kosong sawit ditangani dengan teknik incenerator, sebagian besar pabrik kelapa sawit memanfaatkan tandan kosong sawit sebagai pupuk mulsa atau bahan baku pembuatan kompos. Seperti halnya limbah cair yang akan dimanfaatkan sebagai produk pupuk maka tandan kosong sawit juga perlu diketahui kadungan hara dan
70
mineralnya agar produk pupuk yang dihasilkan dapat memberikan efek nilai tambah pada produktifitas kebun. Kriteria-kriteria yang diukur pada karakteristik tandan kosong sawit antara lain kandungan bahan kering (dry matter), kandungan karbon/nitrogen (C/N), kandungan kalium, kandungan kalsium, dan jumlah tandan kosong yang dihasilkan. Ruang lingkup model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini mencakup 4 jenis teknologi penanganan limbah, yaitu teknologi sistem kolam, teknologi aplikasi lahan, teknologi mulsa, dan teknologi pengomposan. Secara umum pada pabrik-pabrik kelapa sawit yang ada di Indonesia, terdapat 3 kelompok alternatif penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Alternatif pertama, limbah cair ditangani dengan menggunakan teknologi sistem kolam yang kemudian dibuang ke lingkungan dan tandan kosong sawit dimanfaatkan sebagai pupuk mulsa dengan teknologi mulsa. Alternatif kedua, limbah cair pabrik kelapa sawit ditangani dengan menggunakan teknologi aplikasi lahan yang menghasilkan pupuk cair organik dan tandan kosong sawit menjadi pupuk mulsa dengan teknologi mulsa. Alternatif ketiga, limbah cair dan tandan kosong kelapa sawit dimanfaatkan
sebagai
bahan
baku
teknologi
pengomposan
yang
akan
menghasilkan pupuk kompos. Pengukuran kinerja teknologi sistem kolam adalah mengukur penurunan nilai-nilai fisiko-kimia limbah cair pada point pengukuran sampai limbah tersebut siap untuk dibuang ke lingkungan. pengukuran kinerja ini dapat mengetahui efektifitas teknologi sistem kolam apakah telah sesuai dengan standar efektifitas teknologi sistem kolam. Pada teknologi aplikasi lahan, pengukuran kinerja dilakukan pada proses penanganan limbah cair sebelum dialirkan ke areal perkebunan dan dosis pupuk cair organik yang dialirkan ke areal perkebunan. Teknologi mulsa membandingkan dosis sebaran tandan kosong sawit ke areal perkebunan dengan standar dosis sebaran pupuk mulsa. Penilaian kinerja teknologi pengomposan meliputi standar-standar tiap proses produksi dan rendemen produk yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan dari proses penanganan limbah kelapa sawit adalah buangan air limbah sebagai produk teknologi sistem kolam, pupuk cair organik sebagai produk aplikasi lahan, pupuk mulsa sebagai produk teknologi
71
mulsa, dan kompos sebagai produk teknologi pengomposan. Penilaian buangan air kolam akan membandingkan kembali nilai baku mutu air limbah yang boleh dibuang ke lingkungan, sedangkan pupuk cair organik, pupuk mulsa, dan kompos diukur kandungan hara, rendemen produk, dan peningkatan produksi kebun. Teknik analisis yang digunakan untuk melakukan penilaian kinerja teknologi penanganan limbah (proses) dan produk limbah adalah mengukur penyimpangan deviasi hasil pegukuran dengan standar yang dimiliki kriteria tersebut. Ada tiga kesimpulan penilaian kinerja pada model ini, yaitu ‘baik’ apabila nilai penyimpangan deviasi lebih kecil atau sama dengan 10%, ‘kurang baik’ apabila nilai penyimpangan deviasi lebih dari 10% dan kurang dari atau sama dengan 30%, dan ‘buruk’ apabila nilai penyimpangan deviasi lebih dari 30%.
Deviasi untuk parameter nilai ‘mutlak’ dihitung keatas dan kebawah,
deviasi untuk parameter dengan nilai ‘lebih kurang atau sama dengan’ dihitung hanya keatas, dan deviasi untuk parameter nilai ‘lebih besar atau sama dengan’ dihitung kebawah saja. Seperti yang telah dijelaskan dalam struktur model penanganan limbah pabrik kelapa sawit sebelumnya, selain faktor internal yang terdiri dari input, proses, dan produk sebagai pusat kajian penelitian ini, faktor eksternal yang terdiri dari faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan merupakan tonggak model yang mempengaruhi kinerja internal pada teknologi penanganan limbah kelapa sawit. Faktor ekonomi yang menjadi tolak ukur kinerja model adalah nilai investasi teknologi penanganan limbah, biaya penanganan limbah, dan nilai tambah produk limbah yang diinterpretasikan dalam peningkatan keuntungan (profit) pabrik kelapa sawit. Faktor sosial melihat dampak yang diperoleh dari produk limbah yang dihasilkan terhadap kehidupan sosial sekitar pabrik kelapa sawit. Parameter yang dilihat pada faktor sosial antara lain, kemungkinan pencemaran, produksi bau limbah, nilai tambah produk limbah, dan tersedianya standar mutu terhadap karakteristik limbah yang dibuang ke lingkungan. Arsitektur faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan dalam model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit terlihat pada gambar 15 berikut.
72
P R O S E S P R O D U K S I
INPUT
Aliran Limbah
Ekonomi Investasi Biaya Penanganan Limbah - Profit -
Teknik Penilaian : %Vact =
(X
act
−S)
S
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’ If 10%<%Vact < 30% then Kinerja = ‘Kurang Baik’ If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
PROSES
OUTPUT
Sosial
Lingkungan
Nilai Tambah Sebagai Pupuk Bau yang Dihasilkan - Limbah Yang Dibuang Ke lingkungan - Baku Mutu - Kemungkinan Pencemaran - Dampak Sosial - Nilai Tambah bagi PKS - Pemeliharaan - Memenuhi Program Produksi Bersih
Produksi Biomassa Fiksasi CO2 - Laju Fotosintesis - Respirasi - Produksi Oksigen
-
-
-
-
Teknik Penilaian : Skor = 1 (Positif Effect) Skor = 0 (Negative Effect) Standar Skor = 8
Teknik Penilaian : %Vact =
(X
act
− S)
S
If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’ If 10%<%Vact < 30% then Kinerja = ‘Kurang Baik’ If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’
Gambar 15. Arsitektur Model Faktor Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan Model
73
D. Rancang Bangun Model
Model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit dimplementasikan dalam sebuah program komputer aplikatif yang diberi nama MPC LIKESWIT versi 1.0. Program komputer aplikatif ini dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0 dan microsoft access 2000 sebagai aplikasi database model. Perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0 diharapkan mampu membantu peneliti maupun evaluator dalam menganalisa kinerja penanganan limbah pada pabrik kelapa sawit. Keluaran yang dihasilkan dari model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah berupa nilai penyimpangan atau gap kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit terhadap standar ideal yang telah ditetapkan. Diagram alir implementasi model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada lampiran 3. Dalam pengembangan suatu perangkat lunak antar muka pengguna (user interface) merupakan bagian yang berinteraksi secara langsung antara model dengan pengguna. User interface sangat mempengaruhi pemahaman dan penggunaan pada suatu perangkat lunak. Semakin baik tampilan user interface suatu perangkat lunak maka program tersebut semakin mudah untuk dipergunakan bahkan oleh user yang awalnya tidak mengerti model dalam perangkat lunak tersebut. Pengguna MPC LIKESWIT 1.0 dibedakan menjadi dua, yaitu pengguna umum dan peneliti. Pengguna ”umum” memiliki hak untuk hanya mengakses baca informasi dan tidak memiliki hak untuk mengubah basis data (read only). Pengguna umum juga tidak memiliki hak untuk menjalankan model perhitungan kinerja. Sedangkan pengguna ”peneliti” merupakan pengguna yang memiliki akses penuh terhadap data dan model. Untuk membedakan hak akses masuk pengguna MPC LIKESWIT 1.0, maka bagi pengguna peneliti disediakan kunci akses berupa ”user name” dan ”password”. Sedangkan bagi pengguna umum dapat langsung masuk ke dalam sistem (Gambar 16).
86
Gambar 16. Halaman Pengguna MPC LIKESWIT 1.0
Lingkup informasi yang ditampilkan baik dalam mode pengguna umum maupun mode pengguna peneliti adalah sama, yang membedakan hanya pada hak akses terhadap modifikasi data. Seperti yang telah dijelaskan pada struktur model penanganan limbah pabrik kelapa sawit, ruang lingkup informasi pada perangkat lunak ini meliputi model kajian internal (penanganan limbah), faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan. Lingkup informasi MPC LIKESWIT 1.0 digambarkan dalam form tampilan program seperti ditampilkan dalam gambar di bawah ini.
Gambar 17. Form Lingkup Informasi MPC LIKESWIT 1.0
87
Form tahapan (Gambar 18a, 18b, 18c) menunjukkan proses produksi pengolahan tanaman kelapa sawit menjadi minyak sawit kasar (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil). Diagram proses produksi dilengkapi dengan neraca massa tiap stasiun produksi sehingga dapat diketahui rendemen minyak yang hilang dan yang dihasilkan pada setiap stasiun produksi. Diagram proses produksi pada model penilaian cepat ini telah sesuai dengan standar proses produksi menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Kelapa Sawit Medan Diagram proses produksi pabrik kelapa sawit pada form tahapan ini menunjukkan stasiun-stasiun produksi yang menghasilkan produk samping berupa limbah cair (air limbah dan lumpur), tandan kosong sawit, cangkang, dan serat. Konversi neraca massa pada setiap form tahapan berdasarkan kapasitas pabrik yang telah diinput dan standar konversi proses produksi pengolahan minyak sawit.
Gambar 18a. Form Tahapan I
88
Gambar 18b. Form Tahapan II
Gambar 18c. Form Tahapan III
89
Diagram proses produksi yang ditampilkan pada form tahapan diharapkan dapat memberikan pengertian buat pengguna awam yang tidak mengetahui proses produksi pengolahan minyak sawit sehingga mampu menjalankan perangkat lunak dengan mudah. Form ini membantu peneliti dalam mengetahui jumlah dan jenis limbah yang dihasilkan dari setiap proses produksi minyak sawit dengan berbagai skenario kapasitas produksi. Untuk meng-input profil pabrik atau perusahaan pengolahan minyak sawit yang akan diukur kinerja penanganan limbah pabriknya, perangkat lunak menyediakan form profil perusahaan (Gambar 19) yang berisi ID pabrik, nama pabrik, lokasi pabrik, dan kapasitas pabrik. ID pabrik dan kapasitas pabrik merupakan item yang harus diisi pada saat memasukkan profil pabrik atau perusahaan karena selanjutnya akan dijadikan acuan untuk menjalankan model basis data dan proses konversi selama model penilaian cepat dijalankan.
Gambar 19. Form Profil Pabrik atau Perusahaan
90
Setelah selesai melakukan penilaian, tahap selanjutnya pengguna dapat melihat kesimpulan hasil penilaian penanganan limbah pabrik kelapa sawit secara keseluruhan. Contoh tampilan formulir kesimpulan kinerja penanganan limbah PKS disajikan pada gambar di bawah ini (Gambar 20). Dalam form pada Gambar 20 tersebut pengguna dapat melihat kesimpulan penilaian kinerja dalam level pabrik kelapa sawit, dan pada level detail setiap parameter. Pada tabel pertama, pengguna dapat melihat ringkasan kesimpulan kinerja dari setiap unit proses dan sub proses. Pada tabel kedua, pengguna dapat melihat ringkasan penilaian setiap parameter kinerja sesuai dengan stasiun atau unit kerja yang di pilih (klik) pada tabel pertama. Melalui form ini pengguna juga dapat mencetak hasil analisis ke dalam hardcopy menggunakan printer melalui perintah ”Print”. Contoh tampilah hardcopy hasil penilaian cepat penanganan limbah PKS ditampilkan pada Lampiran 4.
Gambar 20. Form Kesimpulan Kinerja MPC LIKESWIT 1.0
91
Jenis model yang digunakan dalam implementasi model ini adalah berupa model simbolik (matematik).
Format model yang dipakai adalah berupa
persamaan (equation). Model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit meliputi penilaian karakteristik limbah, kinerja penanganan limbah, kinerja produk, kinerja ekonomi, kinerja sosial, dan kinerja lingkungan. Masing-masing kategori penilaian kinerja selanjutnya diterapkan menjadi sub model - sub model penilaian kinerja. Prinsip kerja utama setiap sub-model penilaian kinerja adalah menghitung penyimpangan (deviasi) data empirik setiap parameter terhadap nilai standar ideal. Nilai standar yang dijadikan sebagai parameter ideal merupakan nilai standar ideal bagi penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Nilai ini diperoleh berdasarkan studi pustaka dan berdasarkan referensi para pakar. Model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit terdiri atas lima belas sub-model penilaian kinerja (SMPK) yang diimplementasikan dalam perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0. Setiap SMPK tersusun atas beberapa parameter penilaian kinerja. Berikut adalah penjelasan masing-masing sub-model penilaian kinerja. 1. SMPK karakteristik limbah cair Limbah cair industri minyak kelapa sawit berasal dari proses sterilisasi (perebusan), pengempaan (pressing), proses klarifikasi, dan buangan dari hidrosiklon. Seperti halnya limbah cair industri pertanian lainnya, limbah cair kelapa sawit memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar tersebut dapat menimbulkan beban pencemaran yang besar sehingga diperlukan degradasi bahan organik yang besar pula (Husni, 2000). Kualitas limbah cair kelapa sawit dapat ditentukan dengan beberapa parameter uji. Parameter uji yang pokok dalam parameter limbah cair kelapa sawit adalah BOD, COD, padatan tersuspensi, kandungan minyak, kadar nitrogen, jumlah limbah, dan pH. Kriteria penilaian karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit adalah :
92
Tabel 4. Kriteria karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit
2. SMPK kandungan hara limbah cair Limbah cair kelapa sawit termasuk dalam limbah cair yang memilki kandungan senyawa organik dan anorganik yang cukup tinggi. Kandungan senyawa organik yang terdapat pada limbah cair kelapa sawit antara lain berupa senyawa amoniak (NH3-N), dan senyawa hidrokarbon. Senyawa anorganik yang paling banyak terkandung dalam limbah cair kelapa sawit adalah besi diikuti oleh senyawa kalium, magnesium, dan posfat. Menurut Sharifuddin, et al. (1996) kandungan hara yang tinggi tersebut dapat dipergunakan lebih lanjut sebagai pupuk. Berdasarkan percobaan yang dilakukan selama 20 tahun terakhir menunjukkan penggunaan limbah cair sebagai pupuk mampu meningkatkan produksi tanaman, menurunkan biaya produksi, dan penggunaannya tidak menimbulkan polutan ke lingkungan. Limbah cair kelapa sawit dapat dijadikan pupuk cair menggunakan teknologi aplikasi lahan dan dapat pula sebagai bahan baku pada teknologi pembuatan kompos dari bahan-bahan limbah PKS. Pemanfaatan ini lebih bijaksana dan menguntungkan daripada limbah hanya ditangani dengan sistem kolam dan dibuang kembali ke lingkungan. Kriteria penilaian kandungan hara limbah cair pabrik kelapa sawit adalah :
Tabel 5. Kriteria kandungan hara limbah cair pabrik kelapa sawit
93
3. SMPK karakteristik lumpur Drab lumpur merupakan kotoran-kotoran yang terikut pada limbah cair pabrik kelapa sawit yang berasal dari proses sterilisasi dan klarifikasi minyak. Drab lumpur berasal dari sisa-sisa kotoran yang menempel pada tandan buah segar kelapa sawit pada saat pemanenan dan senyawa-senyawa dari buah sawit yang berbentuk getah, lendir, fosfolipid, karbohindrat, senyawa nitrogen serta beberapa senyawa protein. Selain itu, drab lumpur juga dihasilkan pada saat limbah cair mengalami proses perombakan oleh mikroba (BAPEDAL, 1998). Drab lumpur yang terikut dalam limbah cair juga mengandung hara yang cukup tinggi sehingga digunakan juga sebagai pupuk organik yang alirkan dengan teknologi aplikasi lahan dan teknologi pengomposan. Drab lumpur juga yang mengandung senyawa protein yang menggumpal berpotensi digunakan sebagai sumber protein untuk pakan ternak namun hingga saat ini belum dimanfaatkan. Kriteria penilaian karakteristik drab lumpur pabrik kelapa sawit adalah :
Tabel 6. Kriteria karakteristik drab lumpur pabrik kelapa sawit
4. SMPK karakteristik TKS Tandan kosong sawit (TKS) merupakan limbah padat yang dihasilkan pada proses pengolahan minyak sawit. Tahapan proses produksi PKS yang menghasilkan tandan kosong adalah pada tahap pemisahan tandan dengan buah sawit. Pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah TKS hingga 23 % dari
94
produksi tandan buah segar. Jumlah limbah yang besar ini berpotensi untuk memberikan nilai tambah pada pabrik kelapa sawit. Secara umum, tandan kosong sawit yang dihasilkan pada PKS dipergunakan sebagai bahan bakar pembantu generator dan sebagai pupuk alami (mulsa). Sebagai bahan bakar pembantu generator TKS sudah jarang digunakan pabrik kelapa sawit karena pembakaran yang dihasilkan tidak efisien karena masih tingginya kadar air dalam TKS. Menurut Chavalvarit (2006), TKS dimanfaatkan sebagai mulsa untuk meningkatkan daya serap air dan menurunkan erosi tanah. Selain itu, TKS juga digunakan sebagai bahan baku kompos karena nilai pupuk yang dimiliki tinggi yaitu N, P2O5, dan K2O (Unapumnuk, 1999). Penilaian karakteristik tandan kosong sawit difokuskan pada kandungan bahan kering dan kandungan mineral yang terdapat dalam TKS. Hal ini berkaitan dengan fungsi TKS yang sebagian besar digunakan sebagai pupuk mulsa maupun bahan baku pupuk kompos. Kriteria penilaian karakteristik tandan kosong pabrik kelapa sawit adalah :
Tabel 7. Kriteria karakteristik tandan kosong pabrik kelapa sawit
5. SMPK teknologi sistem kolam Penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan teknologi sistem kolam
menggunakan
prinsip
penguraian
bahan-bahan
organik
yang
terkandung dalam limbah dengan penguraian secara biologis dengan bantuan bakteri pengurai. Teknologi sistem kolam yang dikaji pada model ini adalah sistem kolam konvensional dengan terdiri dari penguraian secara anaerobik
95
dan aerobik. Limbah cair pabrik kelapa sawit mengalami proses penurunan parameter mutu limbah sebanyak tiga kali, yaitu pada kolam anaerobik I, kolam anaerobik II, dan kolam aerobik. Penilaian kinerja teknologi sistem kolam dilihat dari lama proses penanganan limbah cair, dan efektifitas penurunan parameter mutu limbah. Point proses yang menjadi lokasi penilaian adalah kolam anaerobik II (outlet 1) dan kolam aerobik (outlet 2). Lama waktu penanganan berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan untuk penanganan limbah. Semakin panjang waktu yang diperlukan maka biaya penanganan akan semakin tinggi. Efektifitas penurunan berhubungan dengan kinerja bakteri yang melakukan penguraian terhadap senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair pabrik kelapa sawit (Ahmad, 2003). Efektifitas yang baik akan menghasilkan produk buangan air limbah dengan parameter mutu sesuai baku mutu yang ditetapkan pemerintah sebelum produk limbah tersebut dibuang ke lingkungan. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam adalah:
Tabel 8. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 1)
Tabel 9. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 2)
6. SMPK teknologi aplikasi lahan Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit menjadi pupuk cair organik (aplikasi lahan) dilakukan dengan cara mengalirkan limbah yang berasal dari kolam penanganan limbah cair ke parit-parit yang ada di
96
perkebunan kelapa sawit. Pemanfaatan limbah cair kelapa sawit menjadi pupuk cair organik karena komposisi limbah cair yang masih banyak mengandung unsur-unsur hara yang tinggi. Limbah cair PKS yang digunakan untuk aplikasi lahan sebaiknya memiliki nilai BOD yang rendah (<5000 ppm). Limbah cair dengan nilai BOD yang masih tinggi menunjukkan bahan organik pada limbah tersebut belum terurai dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya kondisi anaerobik yang dapat mengakibatkan kematian pada tanaman kelapa sawit (BAPEDAL, 1998). Kriteria penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan adalah :
Tabel 10. Kriteria penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan
7. SMPK teknologi mulsa Mulsa merupakan teknologi penanganan limbah yang memanfaatkan tandan kosong sawit sebagai penutup permukaan tanah, pupuk organik dan pupuk Kalium. Menurut Mangoensoekarjo, et al. (2003), nilai hara per ton mulsa adalah lebih kurang ekivalen dengan urea 7 kg, rock phosphate 2,5 kg, muriate of potash 18,8 kg, dan kieserite 4,7 kg. Areal tanaman yang terdekat dengan pabrik cukup dapat menggunakan mulsa sebagai alternatif pengganti pupuk anorganik. Tingkat produksi tanaman ternyata dapat meningkat dengan pemberian mulsa. Setiap tahunnya, peningkatan produksi perkebunan kelapa sawit dengan pemberian mulsa dapat mencapai 3,5 %. Penilaian kinerja yang dilakukan terhadap teknologi mulsa adalah besarnya dosis tandan kosong yang disebar pada areal perkebunan. Terdapat dua teknik sebaran pada teknologi mulsa, yaitu sebaran teknik merata dan piringan keliling serta sebaran teknik merata saja. Dosis sebaran ini
97
mempengaruhi efektifitas pemanfaatan tandan kosong sawit sebagai pupuk mulsa sehingga potensi peningkatan produksi kebun seperti yang dijelaskan diatas dapat tercapai. Kriteria penilaian kinerja teknologi mulsa adalah :
Tabel 11. Kriteria penilaian kinerja teknologi mulsa
8. SMPK teknologi pengomposan Teknologi pengomposan merupakan sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang masih belum banyak diterapkan oleh pabrik-pabrik kelapa sawit di Indonesia. Apabila diamati dari jenis limbah yang mampu ditangani dengan teknologi pengomposan ini, seharusnya teknologi ini yang lebih banyak dipergunakan karena mampu menangani limbah cair dan tandan kosong secara sekaligus. Pabrik kelapa sawit beralasan biaya investasi yang cukup tinggi untuk menjalankan teknologi pengomposan. Pupuk kompos yang dihasilkan teknologi pengomposan tidak hanya dapat dipergunakan sebagai bahan pupuk alternatif pada areal perkebunan kelapa sawit pabrik bersangkutan, tetapi pupuk kompos ini juga baik untuk dipergunakan bagi tanaman-tanaman hortikultura. Hal tersebut telah diperkuat dengan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan. Penilaian yang dilakukan pada teknologi pengomposan berpusat pada penilaian standar teknik pengolahan pupuk kompos. Teknik pengolahan ini meliputi ukuran cacahan tandan kosong sawit, dimensi tumpukan pada saat penumpukan untuk pengeringan pertama, frekuensi pembalikan, periode pembalikan, volume penyiraman limbah cair, dan penurunan volume setelah dilakukan penjemuran terakhir.
Berikut ini menunjukkan nilai kriteria
penilaian kinerja teknologi pengomposan :
98
Tabel 12. Kriteria penilaian kinerja teknologi pengomposan
9. SMPK buangan sistem kolam Sistem kolam merupakan penanganan limbah cair dengan konsep end of pipe. Konsep ini dalam konteks produksi bersih merupakan hirarki penanganan limbah yang paling bawah dan tidak dianjurkan untuk diterapkan. Buangan sistem kolam pada pabrik kelapa sawit diwajibkan memilki nilai parameter mutu limbah yang telah ditetapkan pemerintah sebelum dibuang ke lingkungan. Buangan sistem kolam harus memilki nilai parameter kimia yang telah ditetapkan. Hal ini berhubungan dengan dampak yang dapat terjadi apabila parameter kimia tersebut tidak terpenuhi. Eutrofikasi, kematian organisme air dan mahluk air, bau busuk, penyakit kulit, dan pendangkalan perairan adalah beberapa potensi dampak lingkungan dan sosial yang dapat diakibatkan buangan sistem kolam (BAPEDAL, 1998). Oleh karena itu, proses penanganan limbah, dan pengawasan menjadi hal yang sangat penting agar buangan sistem kolam tidak mencemari lingkungan. Kriteria parameter mutu buangan sistem kolam adalah :
Tabel 13. Kriteria parameter mutu buangan sistem kolam
99
10. SMPK produk pupuk cair organik Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) sebagai produk pupuk cair organik merupakan salah satu produk sistem penanganan LCPKS yang ramah terhadap lingkungan. Pupuk cair organik bertujuan untuk meningkatkan produktifitas kebun kelapa sawit, pemanfaatan nutrisi yang masih terkandung dalam LCPKS, dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. LCPKS tidak dapat secara langsung dialiri menjadi pupuk cair organik karena nilai parameter kimia LCPKS yang keluar dari proses produksi masih tinggi. Untuk menurunkan nilai parameter kimia ini, LCPKS ditreatment hingga kolam anaerobik I untuk menurunkan parameter kimianya sehingga cukup layak untuk dialirkan ke kebun kelapa sawit. Seperti pupuk mulsa, pupuk cair organik memilki kemampuan untuk memperbaiki sifat kimia dan fisika tanah. pupuk cair organik juga tidak mencemari air tanah disekitar lokasi aplikasi (aliran aplikasi lahan). Penggunanan pupuk cair organik pada perkebunan kelapa sawit adalah 12,66mm ECH LCPKS/bulan dengan tambahan pupuk organik komersil dengan dosis 50% dari dosis normal (Mangoensoekarjo et al., 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan BP3-Deptan, penerapan aplikasi lahan mampu meningkatkan produksi tandan buah sawit hingga 1,6% dan penghematan biaya pupuk organik komersil hingga 45%. Kriteria penilaian produk pupuk cair organik adalah :
Tabel 14. Kriteria penilaian produk pupuk cair organik
100
11. SMPK produk pupuk mulsa Pupuk mulsa adalah produk pemanfaatan tandan kosong sawit menjadi pupuk organik pada perkebunan kelapa sawit. Mulsa sebagai pupuk organik memiliki kandungan hara yang cukup tinggi, antara lain kalium, magnesium, posfor, kalsuim, besi, dan senyawa nitrogen. Apabila dikonversi menjadi pupuk organik komersil, satu ton tandan kosong sawit setara dengan campuran urea 3 kg, RP 0,6 kg, MOP 12 kg, dan Kiserit 12 kg. Dengan kandungan hara yang cukup tinggi, mulsa dapat dijadikan pengganti pupuk organik komersil atau sebagai alternatif pupuk yang digunakan secara kombinasi. Pupuk mulsa memiliki sifat untuk memperbaiki kondisi kimia dan fisika tanah sehingga sangat baik untuk peremajaan tanah. Dalam penggunaannya, setiap hektar kebun sawit dibutuhkan 25-35 ton mulsa ditambah pupuk organik komersil dengan komposisi 60% dari dosis normal. Artinya, pupuk mulsa mampu menghemat penggunaan pupuk organik komersil sekitar 40%. Pemanfaatan pupuk mulsa juga mampu meningkatkan produksi tandan buah sawit hingga 3,5% sehingga akan meningkatkan pendapatan perkebunan dan pabrik kelapa sawit (Menon, 2004). Kelemahan penggunaan pupuk mulsa adalah dapat menghasilkan polusi udara berupa bau yang tidak enak, dan dapat menjadi media pertumbuhan jamur yang berpotensi untuk menyerang tanaman kelapa sawit. Selama pemanfaatan dan pemeliharaan yang baik, pupuk mulsa masih merupakan alternatif pupuk organik yang ramah lingkungan dan efisien.
Tabel 15. Kriteria penilaian produk pupuk mulsa
101
12. SMPK produk kompos Kompos merupakan produk teknologi penanganan limbah yang paling menguntungkan dan ramah terhadap lingkungan. Menguntungkan karena produk kompos dapat menjadi alternatif pengganti pupuk anorganik yang sekarang banyak dipergunakan pada sektor pertanian. Produk kompos yang bersifat organik serta bahan-bahannya yang berasal dari alam tentu lebih ramah lingkungan karena sifatnya yang mudah terurai didalam tanah. Produk kompos tidak hanya dapat digunakan pada perkebunan kelapa sawit saja, tetapi dapat pula dipergunakan pada perkebunan-perkebunan tanaman lainnya. Produk kompos telah dilakukan uji coba terhadap tanamantanaman hortikultura, antara lain tomat, cabai, dan jeruk manis, hasilnya sangat memuaskan. Produktifitas tanaman tomat, cabai, dan jeruk manis meningkat masing-masing
2,6 kg/tanaman, 2,41 kg/tanaman, dan 5,4
kg/pohon (Isroi, 2006). Akan tetapi, pemasaran produk kompos yang masih kurang baik merupakan permasalahan utama yang dihadapi pabrik kompos.
Tabel 16. Kriteria penilaian produk pupuk kompos
13. SMPK Ekonomi Investasi terbesar pada sistem kolam adalah pembangunan kolamkolam proses yang akan dipergunakan. Kolam yang dibutuhkan sedikitnya 6 buah sebagai bak netralisasi, kolam pembiakan,kolam pengasaman, kolam anaerobik, kolam aerobik, dan kolam sedimentasi. Investasi lainnya pada
102
sistem kolam yaitu, menara pendingin, instalasi pipa dan listrik, pompa, aerator permukaan, dan start up effluent. Total biaya operasional pada sistem kolam adalah mencapai 570 juta rupiah pertahun untuk pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton TBS/jam. Detail penjelasan tentang modal investasi dan biaya penanganan teknologi sistem kolam dapat dilihat pada lampiran 5. Penanganan limbah tandan kosong sawit dengan teknologi mulsa, tidak membutuhkan biaya investasi yang tinggi. Nilai investasi untuk teknologi mulsa mencapai 425 juta rupiah pada pabrik dengan kapasitas 30 ton TBS/jam. Investasi ini terdiri dari pembelian truk pengangkut, dan peralatan penunjang teknologi mulsa seperti, pengait. Biaya pengangkutan dan upah tenaga kerja merupakan biaya operasi yang paling besar pada aplikasi teknologi mulsa. Biaya pengangkutan untuk tiap ton mulsa adalah 5000 rupiah, sehingga biaya pengangkutan untuk setiap tahunnya adalah 230 juta rupiah. Upah tenaga kerja adalah 15000 rupiah per hari, sehingga total upah tenaga kerja dalam 1 tahun adalah 40 juta rupiah. Total biaya operasional teknologi mulsa adalah 270 juta rupiah pertahun. Pembuatan lajur-lajur aliran produk land aplikasi pada seluruh bagian perkebunan kelapa sawit merupakan biaya investasi yang paling tinggi pada teknologi aplikasi lahan. Jumlah lalur-lalur aliran produk aplikasi lahan mencapai 130 ha lahan perkebunan. Selain itu, pembelian pompa dan pembangunan kolam penampungan sederhana juga membutuhkan dana yang cukup besar. Total biaya investasi aplikasi lahan adalah sekitar 4 milyar rupiah. Teknologi pengomposan membutuhkan bangunan dan peralatan untuk pembangunan pabrik kompos yang meliputi, lantai pengomposan dengan luas 2,5 ha (20%-nya beratap) dan tebal semen 10 cm, kolam penampung sementara limbah caik kelapa sawit 1 buah (5000 m2), mesin pencacah TKS, mesin pembalik, wheel loader, dump truck, dan pompa limbah. Total investasi untuk kebutuhan bangunan dan peralatan tersebut adalah 2,7 milyar rupiah ditambah biaya transfer teknologi dan supervisi yang mencapai 15% dari total investasi. Total nilai investasi untuk pendirian pabrik kompos adalah 3,12 milyar rupiah. Apabila harga jual tiap ton kompos sebesar 250000 rupiah,
103
maka penerimaan dari penjualan kompos yang menjadi keuntungan pabrik kompos untuk setiap tahunnya dapat mencapai 3 milyar rupiah. Perhitungan secara lengkap untuk modal investasi, biaya operasional, dan keuntungan pada teknologi pengomposan dapat dilihat pada lampiran 6.
Tabel 17. Kriteria penilaian investasi teknologi penanganan limbah (Rp. 000)
Tabel 18. Kriteria penilaian biaya penanganan limbah dan peningkatan profit (Rp. 000)
14. SMPK Sosial Faktor sosial merupakan faktor yang langsung berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat di sekitar areal perkebunan dan pabrik kelapa sawit. Peran faktor sosial yang strategis menuntut pihak pabrik kelapa sawit harus memperhatikan efek-efek yang dihasilkan dari proses produksi minyak sawit. Efek ini terutama berasal dari limbah-limbah yang dibuang ke lingkungan sekitar pabrik. Semakin kecil limbah yang dibuang ke lingkungan
104
maka akan semakin kecil efeknya terhadap faktor sosial disekitar pabrik kelapa sawit. Kajian faktor sosial pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit berbentuk pernyataan terhadap isu-isu menyangkut teknologi penanganan limbah yang digunakan pabrik kelapa sawit. Pernyataan tersebut antara lain ’ada’ atau ’tidak ada’ nilai tambah sebagai pupuk, bau yang dihasilkan, limbah yang dibuang ke lingkungan, baku mutu, bau yang dihasilkan, kemungkinan pencemaran, dampak sosial, peningkatan profit perusahaan, ’mudah’ atau ’sedang’ atau ’sulit’ dalam pemeliharaan teknologi penanganan limbah, serta ’ya’ atau ’tidak’ teknologi yang diterapkan telah memenuhi program produksi bersih. Implementasi kajian sub-model penilaian kinerja faktor sosial ditunjukkan pada Gambar 21.
Gambar 21. Kajian faktor sosial model penilaian cepat limbah PKS
15. SMPK Lingkungan Penilaian kinerja faktor lingkungan yang dilakukan pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini mencakup kapasitas respon eko-psikologi lingkungan terhadap perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan minyak sawit. Analisis lingkungan ini termasuk dalam kinerja eksternal dalam model penanganan limbah pabrik kelapa sawit.
105
Parameter lingkungan yang digunakan pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit antara lain produksi biomassa, pengikatan karbondioksida, laju fotosintesis, kapasitas penyerapan energi, respirasi, dan produksi oksigen.
Tabel 19. Kriteria penilaian faktor lingkungan
E. Validasi
Validasi bertujuan untuk mengetahui apakah model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang telah disusun dapat digunakan untuk melakukan penilaian penanganan limbah pabrik kelapa sawit sesuai dengan tujuan semula, yaitu dapat melakukan penilaian penanganan limbah pabrik kelapa sawit secara cepat dan akurat.
Dari validasi model penilaian ini akan diperoleh
informasi tentang pencapaian kinerja pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit atau penyimpangan penanganan limbah pabrik kelapa sawit terhadap standar ideal. Dengan membandingkan antara data empirik penanganan limbah pabrik kelapa sawit dengan standar pengelolaan limbah, maka akan diperoleh nilai gap (variasi) antara penanganan limbah pabrik kelap sawit dengan standar.
Dari kriteria-
kriteria yang mempunyai gap yang signifikan selanjutnya dapat disusun suatu rekomendasi yang dapat memperbaiki kinerja penanganan limbah pada pabrik kelapa sawit. Validitas perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0 dilaksanakan terhadap dua pabrik kelapa sawit, yaitu PT Perkebunan Negara IV (PTPN IV) Medan, Sumatra Utara yang menerapkan teknologi sistem kolam untuk penanganan limbah cair dan teknologi mulsa untuk penanganan tandan kosong sawit, dan PT Aneka Inti
106
Persada (PT AIP) Teluk Siak, Riau yang menerapkan teknologi aplikasi lahan untuk penanganan limbah cair dan teknologi mulsa untuk penanganan tandan kosong sawit. Kedua pabrik kelapa sawit ini mengolah tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit kasar (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil). Kapasitas pabrik PTPN IV Medan adalah 60 ton TBS/jam, sedangkan PT AIP Teluk Siak adalah 30 ton TBS/jam. Berdasarkan proses validasi model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit dengan data-data sekunder pada kedua pabrik di atas, selanjutnya dapat ditentukan sistem penanganan limbah yang paling tepat untuk diterapkan dari faktor pembiayaan, faktor sosial, faktor lingkungan, dan efektifitas sistem penanganan itu sendiri. Validasi model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit dilaksanakan terhadap sub-model penilaian kinerja yang telah diimplementasikan pada perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0. Berikut ini proses validasi untuk setiap sub-model penilaian kinerja (SMPK). 1. SMPK Karakteristik limbah cair Hasil penilaian karakteristik limbah cair pada PTPN IV (Tabel 20) Medan menunjukkan penyimpangan deviasi yang tinggi yaitu mencapai 3505,57%. ini berarti bahwa limbah cair yang keluar dari proses produksi PTPN IV wajib diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan untuk menurunkan parameter-parameter mutu limbahnya agar dapat sesuai dengan standard mutu yang telah ditetapkan pemerintah.
Table 20. Penilaian karakteristik limbah cair PTPN IV Medan
107
Nilai BOD, COD, padatan tersuspensi, dan minyak pada karakteristik limbah cair PT AIP Teluk Siak menunjukkan penyimpangan yang besar hingga mencapai 14465% untuk parameter BOD. Secara keseluruhan, nilai rata-rata deviasi penilaian karakteristik limbah cair PT AIP Teluk Siak adalah 5294%. Nilai penyimpangan ini menunjukkan bahwa kinerja proses produksi PT AIP Teluk Siak lebih buruk daripada kinerja proses produksi PTPN IV Medan.
Tabel 21. Penilaian karakteristik limbah cair PT AIP Teluk Siak
2. SMPK Karakteristik TKS Tandan kosong sawit merupakan limbah pabrik kelapa sawit yang berasal dari proses perontokan buah sawit dengan tandan buahnya sehingga tandan kosong sawit merupakan limbah yang sebenarnya dapat dibuang langsung ke lingkungan karena kecil kemungkinannya untuk menimbulkan pencemaran. Akan tetapi, jumlahnya yang banyak dan bulk mengharuskan pabrik untuk mengelola limbah ini menjadi produk yang lebih bermanfaat. Selain itu, tandan kosong sawit masih memiiki kandungan hara yang tinggi sehingga dapat dipergunakan sebagai alternatif pupuk organik. Kandungan hara tandan kosong sawit inilah yang menjadi kriteria penilaian karakteristik tandan kosong sawit. Rata-rata deviasi karaktristik tandan kosong sawit PTPN IV Medan adalah 5,21% (Tabel 22) dan lebih tinggi dari rata-rata deviasi yang dimiliki PT AIP Teluk Siak yaitu 4,01% (Tabel 23). Karakteristik tandan sawit kedua pabrik ini baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku kompos atau menjadi pupuk mulsa.
108
Tabel 22. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PTPN IV Medan
Table 23. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PT AIP Teluk Siak
3. SMPK Teknologi sistem kolam Penilaian teknologi kolam pada outlet 1 PTPN IV Medan menunjukkan kesimpulan rata-rata deviasi yang ’baik’ dengan penyimpangan sebesar 6,4%. Kinerja teknologi sistem kolam PTPN IV Medan mampu menurunkan parameter-parameter mutu limbah secara efektif seperti nilai BOD dan COD. Walaupun demikian, kriteria padatan tersuspensi masih memiliki nilai tertimbang ’kurang baik’. Nilai penilaian pada outlet 1 menunjukkan efektifitas teknologi kolam hingga proses di kolam anaerobik II.
109
Tabel 24. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet) 1 PTPN IV Medan
Nilai rata-rata deviasi teknologi sistem kolam PTPN IV Medan pada outlet 2 adalah 100,06% yang berarti kinerja pada kolam aerobik adalah ’buruk’. Hal ini ditunjukkan nilai BOD,COD, dan padatan tersuspensi limbah cair yang masih tinggi dibandingkan standar yang seharusnya dapat dicapai setelah limbah melalui kolam aerobik.
Tabel 25. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet 2) PTPN IV Medan
Kinerja teknologi sistem kolam pada outlet 1 adalah ’baik’ tetapi pada outlet 2 kinerja teknologi sistem kolam adalah ’buruk’. Kesimpulan kinerja ini dapat menjadi informasi bagi manajemen perusahaan untuk melakukan evaluasi terhadap sistem penanganan limbah cair yang telah terpasang saat ini atau pihak perusahaan dapat merancang suatu teknologi penanganan limbah cair yang lebih efektif.
110
4. SMPK Teknologi aplikasi lahan Teknologi aplikasi lahan menunjukkan efektifitas penanganan limbah cair yang tepat bagi pabrik kelapa sawit. Nilai parameter mutu limbah cair PT AIP Teluk Siak yang awalnya tinggi dapat di-treatment dengan baik menjadi pupuk cair organik. Pupuk cair organik tidak membutuhkan nilai parameter mutu hingga standar mutu limbah yang ditetapkan pemerintah tetapi disesuaikan dengan kemampuan lahan untuk menyerap produk limbah cair menjadi pupuk cair organik. Kinerja teknologi aplikasi lahan PT AIP menunjukkan rata-rata deviasi yang ’baik’ dengan penyimpangan 6,30% (Tabel 26).
Tabel 26. Penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan PT AIP Teluk Siak
5. SMPK Teknologi mulsa Sebaran pupuk mulsa dengan teknik dosis I dan dosis II teknologi mulsa yang dilakukan PTPN IV Medan dan PT AIP Teluk Siak menunjukkan nilai tertimbang yang sama yaitu ’baik’. Tabel 27 dan Tabel 28 menujukkan penilaian kinerja teknologi mulsa pada kedua pabrik kelapa sawit.
Tabel 27. Penilaian kinerja teknologi mulsa PTPN IV Medan
111
Tabel 28. Penilaian kinerja teknologi mulsa PT AIP Teluk Siak
6. SMPK Buangan sistem kolam Berdasarkan penilaian kinerja tahap kedua teknologi sistem kolam PTPN IV Medan sebelumnya,
dapat diramalkan bahwa parameter mutu
limbah yang dihasilkan setelah masih berada diatas nilai standar baku mutu limbah cair yang dikeluarkan pemerintah. Dari kriteria yang dinilai, nilai BOD dan COD limbah cair PTPN IV Medan masih tinggi denagn nilai penyimpangan masing-masing 222,00% dan 42,29%. Kesimpulan rata-rata deviasi limbah cair pun adalah 38,50% yang berarti kinerja ’buruk’. Limbah cair yang dibuang PTPN IV ini berpotensi mencemari lingkungan sekitarnya, khususnya daerah aliran sungai yang menjadi transit akhir limbah cair. Sebaiknya PTPN IV mengevaluasi teknologi sistem kolam yang diterapkannya saat ini dan mempertimbangkan jenis teknologi lain yang lebih ramah lingkungan, memberikan nilai tambah, dan memiliki peluang pencemaran yang kecil.
Tabel 29. Penilaian buangan sistem kolam PTPN IV Medan
112
7. SMPK Produk pupuk cair organik Pupuk cair organik PT AIP Teluk Siak hasil penerapan teknologi aplikasi lahan memberikan nilai rata-rata deviasi kinerja 7,62% yang berarti nilai tertimbangnya adalah ’baik’. Akan tetapi, salah satu tujuan utama diterapkannya teknologi aplikasi lahan yaitu peningkatan produksi kebun tidak tercapai dengan baik bahkan kinerjanya menunjukkan nilai tertimbang ’buruk’. Hal tersebut dapat disebabkan daya serap tanah yang kurang baik atau kemampuan tanaman dalam mengambil hara dari pupuk cair organik yang tidak optimal. Walaupun peningkatan produktifitas kebun tidak tercapai dengan baik tetapi dengan penerapan teknologi aplikasi lahan, PT AIP Teluk Siak telah mampu memanfaatkan limbah cair pabrik menjadi by product yang memilki nilai tambah kepada perusahaan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
Tabel 30. Penilaian produk pupuk cair organik PT AIP Teluk Siak
8. SMPK Produk pupuk mulsa Penilaian yang dilakukan pada produk pupuk mulsa PTPN IV Medan menunjukkan kesimpulan kinerja yang ’baik’ dengan nilai rata-rata deviasi 7,01% sedangkan penilaian yang dilakukan pada pupuk mulsa PT AIP Teluk Siak menujukkan kesimpulan kinerja yang ’kurang baik’ dengan nilai rata-rata deviasi sebesar 16,37%. Seperti halnya pemanfaatan pupuk cair organik, penggunaan pupuk mulsa pada kedua perusahaan juga masih belum optimal karena masih berada dari standar yang seharusnya dapat dicapai yaitu peningkatan produktifitas kebun 3,5%.
113
Tabel 31. Penilaian produk pupuk mulsa PTPN IV Medan
Tabel 32. Penilaian produk pupuk mulsa PT AIP Teluk Siak
9. SMPK Ekonomi Faktor ekonomi pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit mengkaji aspek investasi, biaya operasional penanganan limbah, dan nilai tambah produk limbah (keuntungan pabrik kelapa sawit). PTPN IV Medan yang menerapkan teknologi limbah dan teknologi mulsa untuk penanganan limbah pabriknya, tercatat total investasi bagi kedua teknologi tersebut adalah 4,1 milyar rupiah. Nilai investasi ini masih lebih rendah dibandingkan nilai standar investasi untuk penerapan kedua teknologi ini yang bernilai 5 milyar rupiah (Lampiran 7). PT AIP Teluk Siak yang menerapkan teknologi aplikasi lahan dan teknologi mulsa membutuhkan biaya investasi sebesar 7,35 milyar rupiah (lampiran 8) atau lebih besar 4,13% dari nilai standar yang berarti kesimpulan kinerja dalah ’baik’. Biaya penanganan limbah pabrik kelapa sawit PTPN IV Medan perton tandan buah sawit yang diolah adalah 21900 rupiah sedangkan PT AIP
114
Teluk Siak adalah 5610 rupiah. Keuntungan yang diperoleh dari produk limbah PTPN IV Medan adalah 13,2 juta rupiah per-bulan sedangkan PT AIP Teluk Siak adalah 9,75 juta rupiah per-bulan. Berdasarkan kedua aspek diatas, PT AIP Teluk Siak memiliki kinerja faktor ekonomi yang lebih baik daripada PTPN IV Medan yaitu biaya penanganan yang lebih rendah dan keuntungan yang lebih tinggi per-ton tandan buah sawit yang diolah. Lampiran 9 dan Lampiran 10 menunjukkan penilaian kinerja faktor ekonomi PTPN IV Medan dan PT AIP Teluk Siak.
10. SMPK Sosial Penilaian faktor sosial PTPN IV Medan menunjukkan skor 1 (penyimpangan
70%)
untuk
teknologi
sistem
kolam
dan
skor
8
(penyimpangan 0%) untuk teknologi mulsa. Penyimpangan yang tinggi pada teknologi sistem kolam karena produk limbah yang dihasilkan berpotensi menimbulkan pencemaran, dampak sosial, dan bau limbah serta tidak memenuhi program produksi bersih dan tidak memberikan nilai tambah bagi pabrik kelapa sawit (nilai tambah sebagai pupuk). Penilaian faktor sosial PTPN IV Medan lebih lengkap disajikan pada Lampiran 11. Penyimpangan teknologi aplikasi lahan pada PT AIP Teluk Siak adalah 10% atau memiliki skor 7, sedangkan penyimpangan teknologi mulsa adalah 0% atau memiliki skor 8. Penyimpangan yang dihasilkan teknologi aplikasi lahan karena produk limbah ini masih mengeluarkan bau produk pupuk cair organik yang kurang enak. Penilaian faktor sosial PT AIP Teluk siak secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12.
11. SMPK Lingkungan Penilaian faktor lingkungan merupakan penilaian terakhir yang dilakukan dalam proses validasi model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Penilaian faktor lingkungan pada PTPN IV memiliki kesimpulan kinerja yang ’kurang baik’ dengan rata-rata deviasi 15,19%. Nilai produksi biomassa yang tinggi dengan nilai tertimbang ’buruk’ merupakan
115
penyebab terbesar ’kurang baik’-nya kinerja faktor lingkungan PTPN IV Medan.
Tabel 33. Penilaian kinerja lingkungan PTPN IV Medan
Pada PT AIP Teluk Siak menunjukkan rata-rata deviasi 9,84% dengan nilai tertimbang adalah ’baik’ untuk penilaian kinerja faktor lingkungannya. Akan tetapi, nilai produksi biomassa pada lingkungan pabrik dan perkebunan kelapa sawit ini juga masih tinggi mencapai nilai penyimpangan 40,26% dari standar yang seharusnya. Tabel 34 menyajikan penilaian kinerja lingkungan PT AIP Teluk Siak secara lengkap.
Tabel 34. Penilaian kinerja lingkungan PT AIP Teluk Siak
Setelah melakukan penilaian terhadap seluruh sub-model penilaian kinerja SMPK), perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0 menyediakan fitur berupa kinerja keseluruhan yang merupakan kesimpulan menyeluruh dari SMPK-SMPK yang telah dinilai. Kinerja keseluruhan dihitung dengan merata-ratakan deviasi setiap kelompok SMPK, yaitu kelompok SMPK penanganan limbah cair, kelompok SMPK penanganan tandan kosong sawit, SMPK ekonomi, SMPK sosial, dan
116
SMPK lingkungan. Apabila nilai deviasi kurang dari dan sama dengan 10% maka kinerja keseluruhan penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah ‘baik’. Apabila nilai deviasi lebih dari 10% dan kurang dari dan sama dengan 30% maka kinerja keseluruhan penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah ‘kurang baik’ dan apabila nilai deviasi lebih besar daripada 30% maka kinerja keseluruhan penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah ‘buruk’. Rata-rata deviasi kinerja keseluruhan PTPN IV Medan adalah 23,71% dengan kesimpulan kinerja keseluruhan ‘kurang baik’. Kelompok SMPK penanganan limbah cair menunjukan nilai deviasi 48,50%, kelompok SMPK penanganan tandan kosong sawit menunjukkan nilai deviasi 4,22%, SMPK ekonomi dengan nilai deviasi 15,64%, SMPK sosial dengan deviasi 35%, dan SMPK lingkungan dengan nilai deviasi 15,19%. Dari nilai deviasi tiap kelompok SMPK, hanya kelompok SMPK penanganan tandan kosong sawit saja yang tergolong kinerja ‘baik’ sedangkan kelompok kinerja lainnya menunjukkan kinerja ‘kurang baik’. Hal ini yang menyebabkan kinerja keseluruhan penanganan limbah pada PTPN IV adalah ‘kurang baik’. Cuplikan form kinerja keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 22 dan print laporan PTPN IV Medan dapat dilihat pada Lampiran 13.
117
Gambar 22. Kinerja keseluruhan penanganan limbah PTPN IV Medan Kinerja keseluruhan PT AIP Teluk Siak menunjukkan nilai deviasi yang lebih baik dibandingkan PTPN IV Medan, yaitu 9,88% dengan kesimpulan kinerja keseluruhan adalah ‘baik’. Kelompok SMPK penanganan limbah cair memiliki nilai deviasi 6,96%, kelompok SMPK penanganan tandan kosong sawit memiliki nilai deviasi 11,62%, SMPK ekonomi dengan nilai deviasi 15,67%, SMPK sosial dengan nilai deviasi 5%, dan nilai deviasi SMPK lingkungan adalah 9,84%. Dari seluruh kelompok SMPK yang dinilai hanya SMPK tandan kosong sawit dan SMPK ekonomi saja yang tergolong memiliki kinerja ‘kurang baik’ dan nilai deviasinya pun tidak lebih dari 16% sehingga setelah dilakukan kalkulasi rata-rata deviasi, kesimpulan kinerja keseluruhan (Gambar 23) PT AIP Teluk Siak adalah ‘baik’. Print laporan kinerja keseluruhan PT AIP Teluk Siak dapat dilihat pada lampiran 14.
118
Gambar 23. Kinerja keseluruhan penanganan limbah PT AIP Teluk Siak
119
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Jenis limbah produksi pabrik kelapa sawit berupa limbah cair dan lumpur (Palm Oil Mill Effluent), tandan kosong sawit, cangkang, dan serat. Cangkang dan serat telah dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan bakar industri tetapi penanganan limbah cair kelapa sawit dan tandan kosong sawit masih belum optimal. Apabila dilakukan konversi dari kapasitas pabrik kelapa sawit di Indonesia maka setiap tahunnya akan dihasilkan limbah cair sebanyak 5,678 juta m3, lumpur sebanyak 1,135 juta ton, dan 1,865 juta ton TKS. Teknologi penanganan limbah yang lazim digunakan pada pabrik kelapa sawit di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga jenis kelompok penanganan limbah. Pertama, limbah cair dan lumpur ditangani dengan teknologi sistem kolam dan limbah tandan kosong sawit dimanfaatkan sebagai mulsa. Kedua, limbah cair dan lumpur dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik dan tandan kosong sawit digunakan sebagai mulsa. Ketiga, limbah cair dan lumpur dan tandan kosong sawit diolah menjadi kompos dengan menggunakan teknologi pengomposan. Model penilaian cepat kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak komputer dengan nama MPC LIKESWIT 1.0 . Perangkat lunak ini terdiri dari limabelas sub-model penilaian kinerja (SMPK), yaitu (1) SMPK karakteristik limbah cair, (2) SMPK kandungan hara limbah cair, (3) SMPK karakteristik lumpur, (4) SMPK karakteristik TKS sebagai kelompok kinerja jenis dan karakteristik limbah; (5) SMPK teknologi sistem kolam, (6) SMPK teknologi aplikasi lahan, (7) SMPK teknologi mulsa, (8) SMPK teknologi pengomposan sebagai kelompok kinerja teknologi penanganan limbah; (9) SMPK buangan sistem kolam, (10) SMPK produk pupuk cair organik, (11) SMPK produk pupuk mulsa, (12) SMPK produk kompos sebagai kelompok kinerja produk limbah; (13) SMPK Ekonomi, (14) SMPK Sosial, dan (15) SMPK Lingkungan.
120
Hasil analisis kinerja keseluruhan sebagai tahap validasi yang dilakukan pada pabrik kelapa sawit PTPN IV yang menggunakan teknologi sistem kolam dan mulsa sebagai teknologi penanganan limbahnya menunjukkan kinerja penanganan limbah PTPN IV adalah ‘kurang baik’ dengan penyimpangan (deviasi) sebesar 23,71%. Pabrik kelapa sawit PT Aneka Inti Persada yang menggunakan teknologi aplikasi lahan dan mulsa menunjukkan kinerja penanganan limbah yang ‘baik’ dengan penyimpangan deviasi sebesar 9,88%.
B. Saran
1. Dilakukan penelitian lanjutan dengan memperluas ruang lingkup model yang mencakup seluruh jenis limbah pada pabrik kelapa sawit. 2. Evaluasi dan pengkajian tentang metode penanganan limbah lainnya pada industri kelapa sawit untuk mengembangkan model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang lebih komprehensif.
121
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Andrianto. 2003. Penentuan Parameter Kinetika Proses Biodegradasi Anaerob Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Jurnal Natur Indonesia 6(1): 45-48 (2003). Alsup, F dan Watson, R.M. 1993. Practical Statistical Quality Control: A Tool for Quality Manufacturing. Van Nostrand Reinhold, New York. Badan Pengelolaan Dampak Lingkungan. 1998. Buku Panduan Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Minyak Kelapa Sawit di Indonesia. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Berburu Energi di Kebun Sawit. Litbang Departemen Pertanian, Jakarta. Berterfield, D.H. 1980. Quality Control. Prentice Hall.Inc, New Jersey. Budihardjo, E. 1995. Pendekatan Sistem dalam Tata Ruang Pembangunan Daerah untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional. UGM Press, Yogyakarta. Chavalparit, O. 2006. Clean Technology for Crode Palm Oil Industry in Thailand. PhD Thesis. Wageningen University. Belanda. Dirjen Perkebunan-Departemen Pertanian. 2006. Statistik Pertanian Tahun 2005. Pusat Data dan Informasi, Departemen Pertanian. Jakarta. Eriyatno. 1999. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press, Bogor. Fauzi, Yan dan Y.E. Widyastuti. 2006. Kelapa Sawit : Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Kampus Dinoyo (Seri Aribisnis), Jakarta. Husni, A.A. 2000. Pemanfaatan Limbah Untuk Bahan Bangunan. ITP Press. Bandung. Isroi. 2006. Pengomposan Limbah Padat Organik. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor. Gaspersz, V. 2001. Penerapan Total Quality Management in Education (TQME) pada Perguruan Tinggi di Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
122
Goenadi, G.H., B. Dradjat, L. Erningpraja, B. Hutabarat. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit di Indonesia. BP3-Departemen Pertanian. Jakarta. Krueng, P. dan
A.J.W. Krahn.
2004.
Building a Process Performance
Measurement System: some early experiences. University of Fribourg, Switzerland. Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. UGM Press. Yogyakarta. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta. Menon, N.R. 2004. Empty Friut Bunch Evaluation : Mulch in Plantation vs Fuel for Electricity Generation. MPOB. Malaysia. Naibaho, P.M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. PBM-SIG. 1995. How To Measure Performance: A Handbook of Techniques and Tools. U.S. Department of Energy, USA Pratiwi, W. , P. Goeritno, Darnoko, P..M. Naibaho 1995. Produksi Pulp dan Kertas dari Tandan Kosong Kelapa Sawit pada Skala Pilot. Journal Penelitian Kelapa Sawit, 1 (1), 89:100. PT Perkebunan Negara IV. 2003. Kajian Pemanfaatan LCPKS dan TKKS Sebagai Bahan Kompos. Medan. PT Perkebunan Negara IV. 2004. Pengkajian Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Secara Aplikatisi Lahan dengan Sistem Long Bed Terhadap Lingkungan. PTPN IV dan Universitas Sumatera Utara, Medan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2000. Prosiding Pertemuan Teknis Sawit 2000-II : Penanganan Terpadu Limbah Industri Kelapa Sawit yang Berwawasan Lingkungan. Medan Sa' id, G. 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Trubus Agriwidya. Jakarta.
123
Sharifuddin, H.A.H. dan A.R. Zaharah. 1996. Utilization of Organic Wastes and Natural Systems in Malaysian Agriculture. University of Agriculture, Serdang. Malaysia.
Sushil. 1993. Dynamics: A Practical Approach for Managerial Problems. Wiley Eastern Limited, New Delhi. Turner, P.D. dan R.A. Gillbanks R. 1974. Oil Palm Cultivation and Management. The Incorporated Society of Planters, Kuala Lumpur, Malaysia. Unapumnuk, K. 1999. Solid Waste Management in Palm Oil Mills: A Case Study in Thailand. Master Thesis. Asian Institute of Technology, Thailand. Wulfert, K. 2000. A New Integrated for Waste (EFB) and Waste Water (POME). International Oil Palm Conference, Bali.
124
LAMPIRAN
125
Lampiran 1. Pohon industri tanaman kelapa sawit
Sumber : Goenadi, et al. (2005)
126
Lampiran 2. Proses produksi minyak kelapa sawit
Sumber : O. Chavalparit (2006)
127
Lampiran 3. Diagram alir implementasi model penilaian cepat pabrik kelapa sawit
Start
Pemahaman Proses
Kriteria Penilaian
Rancang Bangun Model MPC LIKESWIT 1.0
Tidak
Verifikasi dan Validasi
Data Aktual PKS
Sesuai Ya
End
128
Lampiran 4. Contoh hardcopy kinerja keseluruhan MPC LIKESWIT 1.0
129
Lampiran 5. Investasi dan biaya penanganan teknologi sistem kolam (kapasitas pabrik 30 ton TBS / jam)
Sumber : Buana, et al. (2000)
130
Lampiran 6. Investasi, biaya operasional, dan keuntungan pada teknologi pengomposan (kapasitas pabrik 30 ton TBS/jam)
Sumber : Buana, et al. (2000)
131
Lampiran 7. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PTPN IV Medan
132
Lampiran 8. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak
133
Lampiran 9. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PTPN IV Medan
134
Lampiran 10. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak
135
Lampiran 11. Hasil penilaian kinerja sosial PTPN IV Medan
136
Lampiran 12. Hasil penilaian kinerja sosial PT AIP Teluk Siak
137
Lampiran 13. Hasil Kinerja Keseluruhan PTPN IV Medan
138
Lampiran 14. Hasil Kinerja Keseluruhan PT AIP Teluk Siak
139