Page 1 of 5
Model Pengembangan Infrastruktur Transportasi Laut untuk Percepatan Ekonomi Pulau (Studi Kasus : Pulau Bawean) Adams Nur Oktalinov Fikri dan Tri Achmadi Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) E-mail:
[email protected]
Abstrak—Pertumbuhan ekonomi di Pulau Bawean dianggap masih kurang mengalami peningkatan yang cukup berarti. PDRB seringkali dijadikan ukuran pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi besaran tersebut tidak dapat mengukur percepatan ekonomi yang terjdai pada suatu wilayah secara menyeluruh, ada beberapa variabel yang mempengaruhi percepatan ekonomi diantaranya adalah tingkat ketersediaan Infrastruktur Transportasinya. Hasil analisis sektor ekonomi dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) terhadap 3 sektor PDRB, sektor Pertanian memiliki LQ>1 yakni 1,3, dan menghasilkan rata-rata 3500ton/tahun yang bisa diekspor. Sedangkan dengan analisis Shift Share sektor Pertanian mengalami pertumbuhan relatif pesat, dibandingkan dengan wilayah acuannya. Artinya sektor tersebut merupakan sektor unggulan bagi perekonomian Bawean pada periode 2001-2010. Kapasitas angkut kapal yang ada 10.368 ton/tahun, dalam operasional kondisi eksisting kapasitas angkut tersebut tidak bisa mengangkut beras sebanyak 3.753 ton. Setelah diproyeksikan laju pertumbuhan penduduk dan produksi beras sampai tahun 2015, laju produksi beras pertahunnya -1,43%%. Sehingga kapasitas angkut kapal sampai tahun 2015 cukup untuk mengangkut hasil produksi beras Pulau Bawean, tidak perlu adanya penambahan infrastruktur transportasi laut.
menurunkan pertumbuhan ekonomi. Karena pertumbuhan ekonomi juga berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat [2]. Berbagai upaya diusahakan untuk pengembangan wilayah Pulau Bawean agar menjadi layak untuk dikunjungi, diantaranya adalah pengembangan produk yang dapat dibanggakan, pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia yang berdomisili di sana, dan penjaringan wisatawan yang ingin berkunjung, serta pembangunan infrastrukur yang memadai. Pengusahaan pembangunan sektor tak terlepas dari yang adanya pertimbangan daya kapsitas maksimum sektor tersebut untuk dikembangkan, mengingat wilayah dari Pulau Bawean itu sendiri yang memiliki batas. Sehingga pada akhirnya sektor yang ada dapat dimaksimalkan eksplorasi dan pengembangan infrastrukur dapat di optimumkan. Dengan demikian dapat diperoleh kesimpulan model pengembangan infrastuktur seperti apakah yang dapat mengoptimumkan sektor dan percepatan ekonomi di Pulau Bawean.
Kata Kunci—Sektor ekonomi, Location Quotient. Shift Share, kapasitas angkut kapal.
II. METODE
P
I. PENDAHULUAN
Pengembangan infrastrukur transportasi laut di wilayah Pulau Bawean belum maksimal, serta pengoptimalan mengeksploitasi sektor utama di Pulau Bawean masih belum tergarap secara serius. Hal ini dikarenakan jarak tempuh dari pelabuhan terdekat, yaitu Pelabuhan Gresik adalah sekitar 3,5 jam. Dan jadwal kapal yang menuju pulau ini adalah 2 kali seminggu. Dampak terburuk dari kondisi tersebut adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pulau Bawean pada 2010 adalah Rp. 52.000.000 / tahun [1]. Secara umum, penduduk Pulau ini banyak mengandalkan kehidupan perekonomiannya pada pendapatan sebagai TKI (Tenega Kerja Indonesia), walaupun masih ada beberapa sektor yang diusahakan. Fenomena ini menimbulkan gelombang eksodus penduduk Pulau Bawean untuk beramairamai keluar wilayah dan memilih untuk menjadi TKI. Jika dilihat lebih lanjut lagi, perpindahan penduduk suatu daerah akan berakibat pada menurunnya PDRB daerah serta akan
A. Tahap Identifikasi Permasalahan Pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan yang diangkat dalam tugas akhir ini. Permasalahan yang terjadi adalah terjadinya ketimpangan pertumbuhan ekonomi yang ada di wilayah kepulauan terutama Pulau Bawean dengan Kabupaten pendukungnya yaitu Kabupaten Gresik, sementara banyak kajian yang menyatakan bahwa sektor ekonomi yang ada di wilayah tersebut cukup berpotensi namun tak berkembang karena infrastruktur transportasi laut yang ada tidak bisa menunjang kegiatan perekonomian. Sehingga perlu adanya pencarian terhadap pemodelan dari perkembangan ekonomi yang ada kemudian dikorelasikan dengan infrastruktur transportasi laut yang ada. B. Tahap Studi Literatur Pada tahap ini dilakukan studi literatur yang terkait dengan permasalahan pada tugas akhir ini. Materi-materi yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka adalah analisis sektor
Page 2 of 5
C. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan data, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode pengumpulan data secara langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder). Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengambil data terkait dengan permasalahan dalam tugas akhir ini yaitu di Pulau Bawean, terutama data-data statistik di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak. Data yang telah dikumpulkan dari hasil studi lapangan kemudian diolah untuk mengetahui sektor ekonomi yang berpotensi di Pulau Bawean dan kuantitas produksi dari Bawean yang akan dikirim ke luar Bawean, serta kapasitas infrastruktur transportasi laut yang ada di Pulau Bawean. D. Tahap Analisis Sektor Ekonomi Langkah awal dalam penelitian ini adalah menentukan sektor ekonomi yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi Pulau Bawean, dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift-Share. Digunakan kedua analisis ini karena analisis ini merupakan perangkat analisis praktis untuk menentukan sektor ekonomi yang berpengaruh terhadap percepatan pengembangan ekonomi wilayah. Dalam perhitungan analisis, ditentukan dari tiga sektor ekonomi utama yakni sektor pertanian, pertambangan, dan transportasi [3], mana diantara ketiga sektor ekonomi tersebut yang paling berpengaruh pada PDRB Pulau Bawean. Dengan menggunakan analisis LQ, mencari LQ dari sektor ekonomi yang memiliki LQ>1. Location Quotient (LQ) LQ adalah rasio dari peranan lokal tertentu terhadap sektor yang sama di tingkat ekonomi acuan yang lebih luas. Tingkat ekonomi acuan yang digunakan dalam hal ini dapat berupa perekonomian provinsi atau perekonomian provinsi atau perekonomian nasional, selanjutnya dalam bentuk aljabar hubungan tersebut dapat dinyatakan dengan [4]: (1) LQi = (Eil / El) / (Eia / Ea) Dengan: LQi = Location Quotient sektor i perekonomian lokal Eil = produk ekonomi di sektor i dalam perekonomian lokal (rupiah) El = produk ekonomi total dalam perekonomian lokal (rupiah) Eia = produk ekonomi di sektor i dalam perekonomian acuan (rupiah) Ea = produk ekonomi total dalam perekonomian acuan (rupiah)
Hasil dari persamaan (1) adalah sektor ekonomi yang berpotensi maksimal jika dikembangakan. Pada perhitungan selanjutnya, sektor ekonomi yang memiliki nilai LQ>1, dijadikan sebagai sektor ekonomi yang akan dihitung peran infrastruktur transportasi lautnya yang berpengaruh. Shift-Share Dengan menggunakan analisis Shift-Share, dilakukan disagregasi sektoral dengan menganalisis peran masingmasing sektor terhadap perekonomian lokal. Secara umum analisis ini menganalisis perubahan-perubahan dalam struktur
ekonomi wilayah lokal dalam kaitannya dengan ekonomi acuan tertentu yang lebih besar, pada periode waktu tertentu. Variabel analisis yang akan dikaji nantinya adalah PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), dengan tingkat pertumbuhan PDRB sektor (i) dalam periode 2001-2010 di suatu lokal ekonomi maka model aljabar dari analisis shiftshare dapat dinyatakan dalam bentuk formula berikut : Δ (E01-10)i = [Ref10 / Ref01 – 1] share + [(E10i / E01i) – (Ref10 / Ref01)] proportional shift + [(Lok10i / Lok 01i) – (E10i / E01i)] differential shift (2) Dengan : Δ (E01-10)i = tingkat pertumbuhan PDRB sektor ekonomi (i) di perekonomian lokal tahun 2001-2010 (rupiah) Ref10 = jumlah PDRB di perekonomian wilayah acuan tahun 2010 (rupiah) Ref01 = jumlah PDRB di perekonomian wilayah acuan tahun 2001 (rupiah) E10i = jumlah PDRB di sektor ekonomi (i) perekonomian wilayah acuan tahun 2010 (rupiah) E01i = jumlah PDRB di sektor ekonomi (i) perekonomian lokal tahun 2001 (rupiah) Lok10i = jumlah PDRB di sektor ekonomi (i) perekonomian wilayah acuan tahun 2010 (rupiah) Lok01i = jumlah PDRB di sektor ekonomi (i) perekonomian wilayah acuan tahun 2001 (rupiah)
Hasil dari persamaan (2) adalah pertumbuhan sektoral lokal perekonomian Pulau Bawean. Ada 3 koreksi komponen untuk mengetahui pertumbuhan sektoral lokal, yakni komponen Faktor Share, Proportional Share, Differential Shift. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis LQ Dalam perhitungan analisis LQ, subyek yang akan digunakan adalah wilayah perekonomian lokal yakni Pulau Bawean, sedangkan untuk wilayah perekonomian acuannya adalah Kabupaten Gresik. Data yang digunakan adalah data PDRB Pulau Bawean (PDRB Kecamatan Sangkapura dan PDRB Kecamatan Tambak) [5] serta PDRB Kabupaten Gresik pada tahun 2001-2010 [6]. LQ antara Bawean dan Gresik 1,50 Total Pertanian
nilai LQ
ekonomi, perkembangan sektor ekonomi, dan kapasitas infrastruktur laut yang sudah ada. Studi literatur juga dilakukan terhadap beberapa hasil penelitian sebelumnya untuk lebih memahami permasalahan dan pengembangan penyelesaian yang dapat dilakukan.
1,00 Pertambangan 0,50 Transportasi 0,00
Tahun Gambar 1. Perkembangan LQ Bawean dan Gresik selama 2001-2010
Dari hasil perhitungan tersebut terlihat 3 sektor yang memiliki LQ positif, dan hanya 1 sektor ekonomi yang memiliki LQ lebih dari 1, yaitu sektor Total Pertanian. Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki LQ rendah adalah sektor pertambangan dan transportasi. Untuk sektor-sektor dari total pertanian yang memiliki LQ lebih dari satu secara
Page 3 of 5
Tabel 1. Penerapan perhitungan Analisis LQ Bawean dan Gresik 2001-2010 (rata-rata) PDRB PDRB LQ Pulau BAWEAN GRESIK Bawean dan Sektor Ekonomi (dalam (dalam juta Kabupaten juta rupiah) Gresik rupiah) Pertanian 66.398 56.927 1,36408
Shift pada tabel 3 diplotting dalam bentuk diagram dan hasilnya disajikan pada Gambar 2. Dalam gambar tersebut Proportional Shift merupakan sumbu horizontal, sedangkan sumbu vertikalnya adalah Differential Shift. 2001/2010 -0,1 0 -0,2 -0,3 -0,4
Peternakan
79.341
200.145
4,55818
Perikanan
9
490.600
0,00022
Total Pertanian
145.749
1.247.674
1,33671
-0,7
Pertambangan
1.622
196.863
0,09567
-0,8
Transportasi
5.749
312.697
0,22329
TOTAL
153.121
1.757.235
1,00000
B. Analisis Shift-share Variabel yang akan dianalisis dalam analisis Shift-Share adalah perkembangan PDRB di wilayah Pulau Bawean tahun 2001-2010 dengan harga konstan 2010 sebagai wilayah ekonomi lokal. Sedangkan untuk wilayah ekonomi acuannya digunakan PDRB Kabupaten Gresik pada tahun 2001-2010 dengan harga konstan 2010. Proses perhitungan yang digunakan analisis ini terdiri dari 4 tahap, yaitu menghitung pertumbuhan ekonomi acuan / factor share dahulu, Proportional Shift, lalu Differential Shift, kemudian pertumbuhan sektoral lokal. Dengan menggunakan persamaan (2) dihitung komponenkomponen Shift-share dalam pertumbuhan PDRB Bawean dengan tahun awalnya adalah 2001 dan tahun akhirnya adalah 2010. Tabel 3. Hasil perhitungan komponen pertumbuhan analisis shiftshare bawean 2001-2010 Sektor
(Faktor Share)
Proportio nal Shift
Differenti al Shift
Pertum buhan sektora l lokal
1
2
3
4
5
Pertanian
- 0,240343
0,446455
- 0,10047
0,10563
Pertambangan
- 0,240343
0,776343
- 0,17047
0,36552
Transportasi
- 0,240343
1,068727
- 0,76909
0,05928
TOTAL
- 0,240343
0,000000
0,34655
0,10621
Hasil perhitungan yang disajikan dalam tabel 3 memperlihatkan pertumbuhan ekonomi sektoral dalam konteks lokal perekonomian Pulau Bawean. Dari seluruh sektor, terlihat bahwa sektor pertanian mengalami pertumbuhan 10,56%, sektor pertambangan 36,55%, dan sektor transportasi 5,92%. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa sektor pertambangan mengalami pertumbuhan yang cukup pesat.diikuti sektor pertanian lalu sektor transportasi. C. Analisis Pertumbuhan Sektoral Secara Grafis Posisi dari komponen Proportional Shift dan Differential
proportional shift
0
-0,5 -0,6
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
differential shift
berturut-turut adalah: sektor peternakan (4,56); sektor pertanian (1,36), untuk sektor perikanan memiliki LQ yang kurang dari satu.
Pertanian Pertambangan Transportasi
-0,9
Gambar 2. Posisi kuadran sektor ekonomi Pulau Bawean 2001-2010
Dari penyajian plotting tersebut, didapatkan bahwa sektor ekonomi yang ada di Pulau bawean terletak pada kuadran mixed lossers, dalam kuadran ini, PDRB memiliki tingkat pertumbuhan positif pada tingkat wilayah acuan, namun tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah lokal cenderung menurun. Differental shift negatif dan proportional shift positif, artinya di tingkat perekonomian acuan (Gresik) sektor ekonomi yang berada pada kuadaran ini cenderung semakin meningkat namun menurun ditingkat lokal (Bawean), sektor yang ada pada kuadran ini yakni Pertanian, Pertambangan, dan Transportasi, ketiga sektor tersebut tidak kompetitif. D. Perhitungan Kapasitas Angkut Kapal Dari hasil LQ didapatkan bahwa sektor ekonomi total pertanian adalah yang menjadi basis dengan nilai LQ>1, namun dari analisi Shift-Share sektor pertanian tidak begitu menguntungkan. Sehingga untuk mengekspor hasil pertanian dibutuhkan infrastruktur transportasi laut yaitu kapal. Untuk dapat mengangkut hasil produksi pertanian, dihitung kapasitas angkut kapal. Perhitungan dilakukan dengan formulasi : Q = n x RTPa x payload x LF (3) Keterangan: n = jumlah kapal yang beroperasi (kapal) RTPa = frekuensi trip pertahun dari kapal (trip) Payload = kapasitas muatan yang dapat diangkut oleh kapal (ton) LF = Load factor, muatan maksimum yang diangkut oleh kapal (%)
Dari perhitungan menggunakan persamaan (3) dengan input data adalah data kapal, didapatkan : Tabel 4. Perhitungan kuantitas kapal yang beroperasi di Puau Bawean NAMA KAPAL
n
RTPa
payload (ton)
Load Factor
Q (ton/kapal/tahun) 2880
Purnama Indah
1
24
150
80%
Fadel indah
1
24
150
80%
2880
Barokah Jaya
1
24
120
80%
2304
Berkat utama
1
24
120 80% Q total ton/4kapal/tahun
2304 10368
Page 4 of 5
140.000
Kuantitas Angkutan Bawean 2001-2015
20.000
Kapasitas angkut kapal(ton/4ka pal/tahun) Kuantitas produksi sisa konsumsi regional (ton) sisa tidak terangkut (ton)
15.000 10.000 5.000 (5.000)
tahun
130.000 selisih yang tersisa (ton)
Dari sini disimpulakan bahwa laju produksi yang tidak berimbang dengan laju pertumbuhan penduduk, dari yang diproduksi dan yang dikonsumsi tidak sesuai serta mengakibatkan kuantitas yang diekspor akan semakin menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas angkutan kapal yang ada cukup untuk memenuhi kuantitas ekspor Pulau Bawean sampai tahun 2015.
produksi
waktu (Tahun)
produksi 100000 10000 1000 100 10 1 2015
populasi
2014
populasi 100000 10000 1000 100 10 1
2013
F. Proyeksi Pertumbuhan Produksi Dengan Infrastruktur Transportasi Laut dan Laju Pertumbuhan Penduduk Pada suatu kondisi ada perhitungan yang kurang sesuai untuk diterapkan pada masa yang akan datang. Untuk itu perlu perhitungan analisis beberapa tahun ke depan. Perhitungan analisis ini memerlukan proyeksi dari laju pertumbuhan penduduk dan laju produksi beras ke depannya. Kedua proyeksi ini sangat penting, mengingat kuantitas ekspor didasarkan atas jumlah penduduk yang mengkonsumsi dan jumlah beras yang diproduksi. Untuk laju pertumbuhan penduduk beberapa tahun ke depan dihitung berdasarkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk yang terjadi di Pulau Bawean), begitu juga untuk laju produksi beras. Dari perhitungan laju tersebut didapatkan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,3%, dan laju produksi beras sebesar -1,43%.
G. Keterkaitan Antara Jumlah Populasi Dengan Hasil Produksi. Perhitungan ini dilakukan untuk mencari keterkaitan antara jumlah populasi dengan satuan orang dibandingkan dengan hasil produksi pertanian dengan satuan ton, dari tahun 20012015. Karena satuannya yang tidak sama antara variabel produksi dan populasi, maka untuk menggabungkan kedua variabel tersebut dalam satu grafik disamakan besarannya menggunakan dua skala, yakni skala logaritma (Logarithm Scale) dan skala normalisasi (Normalized Scale). Hal ini untuk melihat seberapa pengaruhnya variabel satu dengan yang lain ketika mengalami kenaikan ataupun penurunan pertahunnya. Skala Logaritma Antara Populasi (orang) dengan logaritma Produksi (ton) logaritma
2012
Dari hasil grafik didapatkan bahwa pada tahun 2006 produksi padi menurun drastis hanya 18.250 ton dari tahun 2005 yang mencapai 28.498,9 ton. Ada selisih yang cukup tajam, hal ini bisa disebabkan karena kondisi cuaca yg tidak memungkinkan untuk panen sehingga mengakibatkan masyarakat mengalihkan mata pencaharian sebagai TKI, ataupun pekerjaan yang lainnya. Namun perlahan di tahun berikutnya produksi beras semakin meningkat. Proses menurunnya produksi beras juga mempengeruhi kuantitas beras yang di ekspor, yang juga semakin sedikit yang diekspor.
2011
Gambar 3. Kuantitaas beras yang ada di Pulau Bawean 2001-2010
2010
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
Tahun
2009
Populasi (orang)
50.000
2008
60.000
konsumsi beras (ton)
2007
70.000
2006
80.000
Gambar 4. Perabandingan kuantitas ekspor dan kapasitas angkut tahun 2001-2015
2005
90.000
produksi padi (ton)
2004
100.000
2002
110.000
10.000)
2001
120.000
2003
jumlah beras (ton)
Kuantitas beras yang ada di Bawean
ton
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
E. Perhitungan Kuantitas Ekspor Kebutuhan akan produksi hasil pertanian tergantung dari jumlah penduduk yang ada. Untuk itu akan dibahas mengenai produksi beras yang dapt diahsilkan oleh Pulau Bawean, kemudian dicari kuantitas kebutuhan konsumsi beras. Setelah itu akan didapatkan kuantitas beras yang dapat di ekspor melalui transportasi laut (kapal).
Gambar 5. Grafik Skala Logaritma (Logarithm Scale) antara Jumlah Populasi dengan Hasil Produksi Tahun 2001-2015
Dengan menggunakan menggunakan perbandingan skala normalisasi dari setiap variabel, dilakukan dengan menggunakan rumus normalisasi yaitu : (4)
Page 5 of 5 Keterangan : Ni = Normalisasi Variabel i di Tahun ke-t xi = Nilai variabel i di tahun ke-t = Rata-rata variabel i di tahun ke-t xi sdi = standar deviasi variabel i di tahun ke-t
populasi
produksi
normalisasi produksi 1,5 1
1
0,5
0,5
0
0
-0,5
-0,5
-1
-1 waktu (Tahun)
-1,5
Gambar 6. Grafik Skala Normalisasi (Normalized Scale) antara Jumlah Populasi dengan Hasil Produksi Tahun 2001-2015
IV. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah Infrastruktur Transportasi Laut yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan ekspor Pulau Bawean, dan sudah mampu untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di Pulau Bawean. Jadi tidak perlu adanya penambahan atau pengembangan infrastruktur transportasi laut yang sudah ada. Hanya perlu untuk pengoptimalan sektor produksi untuk pertanian. Kemudian antara populasi dan produksi adanya saling keterikatan dan mempengaruhi, karena produksi di Pulau Bawean semakin menurun dan populasi yang semakin meningkat. Dari uji korelasi tersebut menunjukkan, bahwa populasi yang semakin meningkat tersebut sebagian besar tidak bekerja sebagai petani, artinya PDRB Pulau Bawean kedepannya dapat meningkat maupun menurun namun bukan dari sektor ekonomi pertanian. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis A.N.O.F. menyampaikan terima kasih Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya yang telah memberi sarana dan prasarana untuk penelitian ini. Penulis juga berterima kasih kepada Ir. Tri Achmadi, Ph.D. selaku dosen pembimbing, dosen pengajar Jurusan Teknik Perkapalan dan Transportasi Laut, serta teman-teman yang telah memberi support dan segala bantuan untuk penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1]
www.bawean.net. Media Bawean. 26 Januari 2011
[2]
Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta :Rajawali Pers
[3]
Alson, Robby. 2009. Analisis Investasi Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Surabaya: ITS
[4]
Setiono, Dedi NS. 2011. Ekonomi Pengembangan Wilayah teori dan analisis. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI
[6]
BPS Kabupaten Gresik. 2001-2010. Kecamatan Sangkapura Dalam
[7]
BPS Kabupaten Gresik. 2001-2010. Kecamatan Tambak Dalam Angka .
Angka.Gresik :BPS Kabupaten Gresik
1,5
-1,5
BPS Kabupaten Gresik. 2001-2010. Kabupaten Gresik Dalam Angka. Gresik :BPS Kabupaten Gresik.
Skala Normalisasi Antara Populasi (orang) dengan Produksi (ton) normalisasi populasi 2
[5]
Gresik :BPS Kabupaten Gresik