MODEL PENGEMBANGAN DAN DISEMINASI TEKNOLOGI MEKANISASI PERTANIAN TEPAT GUNA UNTUK LAHAN KERING*) Rudy Tjahjohutomo Balai Besar Mekanisasi Pertanian LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan pangan di Indonesia baik volume maupun mutu akan selalu merupakan tantangan yang harus terus menerus diupayakan pemecahannya sesuai perkembangan lingkungan global yang dinamis. Hal ini mengingat kaitannya dengan masalah sangat mendasar yang disebut dengan food security, dimana bukan hanya masalah penyediaannya bagi kepentingan nasional namun juga masalah yang menyangkut bagaimana masyarakat memperolehnya secara memadai sesuai dengan daya belinya. Dipihak lain gejala perubahan yang diakibatkan oleh lingkungan global pada kenyataannya sangat berpengaruh pada perkembangan ekonomi regional dan nasional yang akhirnya sangat berpengaruh pada pembangunan ekonomi dimasa datang. Inovasi inovasi yang sangat intensif sejalan dengan keunggulan teknologi sebagai andalan utama menyebabkan produk yang dihasilkan dituntut semakin padat teknologi dengan siklus yang semakin pendek. Nampak bahwa karena perkembangan globalisasi baik ekonomi, teknologi, sosial dan budaya yang peranannya sangat besar, pertanian nasional tidak bisa lagi hanya bersandar pada keunggulan komparatif tetapi juga harus mengarah pada keunggulan kompetitif. Kompetisi bukan lagi hanya pada nilai produksi yang lebih murah, akan tetapi juga dari segi kecepatan, ketepatan dan kontinyuitas distribusi serta mutu yang memiliki kehandalan. Pengolahan hasil pertanian untuk nilai tambah dan konservasi produk dengan memanfaatkan hasil rekayasa teknologi modern juga menjadi suatu alternatif utama agar mampu bersaing di pasaran regional maupun internasional. Pada konsisi seperti ini peranan teknologi mekanisasi pertanian dengan berbagai tingkat teknologinya menjadi sangat penting. Namun demikian introduksi teknologi mekanisasi pertanian perlu merujuk pada pola pengembangan berdasarkan agroekosistem lokasi pengembangan seperti penerapan mekanisasi di lahan kering untuk memantapkan ketahanan pangan dan meningkatkan pendapatan petaninya. POLA PENGEMBANGAN MEKANISASI PERTANIAN Penyelenggaraan administrasi pembangunan pertanian tidak terlepas dari asas asas penyelenggaraan umum pemerintahan yang pada dasarnya adalah keseluruhan penyelenggaraan pembangunan dengan kemampuan sumber daya dan dimensi waktu guna terciptanya tujuan nasional yaitu masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Desentralisasi pembangunan pertanian yang merupakan konsekuensi logis penerapan optimalisasi pemanfaatan sumber daya berwawasan lingkungan melalui diversifikasi pertanian dengan memprioritaskan bottom up planning dalam rangka otonomi daerah dengan daerah tingkat II sebagai basis perencanaan perlu dilaksanakan secara konsekuen dan terprogram. Setiap daerah dan wilayah dibangun dengan basis potensi sumber dayanya dan direncanakan oleh dan dengan semaksimal mungkin melibatkan partisipasi masyarakat melalui pengembangan sumber daya manusia sebagai pelaksana pembangunan pertanian. Sasaran utama dari pergeseran sistem ini adalah efisiensi dan efektivitas pendayagunaan dan peningkatan kualitas sumber daya. Basis komoditas yang selama ini dijadikan metodologi pendekatan perlu disesuaikan berdasarkan tuntutan pembaharuan dan perubahan dari lingkungan pembangunan ekonomi yang dinamis. Pendekatan komoditas perlu bergeser pada pendekatan sumber daya. Sebagai contoh pemanfaatan sumber daya di Pulau Jawa harus dilakukan dengan pola yang berorientasi ke depan dan bukan merefleksikan pertanian tradisional akan tetapi mengarah pada pertanian komersial. Contoh lain, pendekatan sumber daya di lahan marjinal berorientasi pada
pemberdayaan potensi lokal, infrastruktur, dan teknologi menghasilkan manfaat (quick yielding) bagi petani secara cepat dan berkelanjutan. Dalam hal ini, pola pemanfaatn itu harus memuat beberapa hal sebagai berikut : (a). Pemanfaatan teknologi pertanian yang dapat terus menerus meningkatkan produktivitas, efisiensi serta kualitas semua sumber daya termasuk sumber daya tenaga kerja. (b). Skala usaha yang memadai secara ekonomi dan dapat menumbuhkan agribisnis yang sehat termasuk agro-industri untuk meningkatkan nilai tambah di pedesaan. (c). Pola pengusahaan yang memberikan dampak nyata kepada pembangunan daerah dengan meniadakan rantai kemiskinan dan tumbuhnya golongan buruh tani. Program program terobosan perlu direkayasa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Program tersebut pada intinya bertujuan menanggulangi kemiskinan melalui reorientasi dari skala subsitance ke arah skala komersial dengan konsekuensi logis beban perbaikan kualitas hasil sesuai dengan permintaan konsumen yang dari waktu ke waktu semakin meningkat. Peluang peningkatan nilai tambah hasil pertanian di tingkat petani masih sangat besar. Proses penanganan hasil yang masih sangat terbatas pada “petik – jual” perlu ditambah paling tidak satu mata rantai menjadi “petik – olah – jual” sehingga nilai tambah bergeser pada sisi petani. Dengan demikian pemanfaatan teknologi alat dan mesin pertanian (alsintan) tepat guna sudah merupakan keharusan untuk memperoleh keluaran yang berkualitas. Masukan teknologi mekanisasi pertanian dalam hal ini alsintan akan menjadi pendorong tumbuhnya iklim agroindustri sebagai salah satu komponen dari sistem agribisnis yang lebih luas. Namun demikian pemanfaatan teknologi alsintan di suatu wilayah memerlukan perencanaan yang tepat dan bijaksana sesuai dengan kaidah kaidah agro-teknis, ekonomis maupun sosial yang spesifik lokasi pada suatu wilayah pengembangan. Salah satu pendekatan penerapan teknologi alsintan yang pernah dikembangkan pada dekade tahun 70 an yaitu Gagasan Pengembangan Mekanisasi Pertanian Selektif (Soedjatmiko, 1975) yang sampai saat ini masih relevan untuk dimanfaatkan bagi praktisi dan peminat Mekanisasi Pertanian, walaupun dalam beberapa hal belum mengakomodasikan perubahan lingkungan strategis yang dinamis. Namun demikian pendekatan ini masih dapat dimanfaatkan untuk tujuan praktis dan cepat dalam memprediksi kebutuhan teknologi alsintan pada suatu daerah atau wilayah pengembangan. Suatu hal yang logis bahwa pemanfaatan teknologi alsintan adalah untuk tujuan produktivitas, efisiensi dan kualitas; dimana faktor efisiensi sebagai unsur pertumbuhan ekonomi berkonsekuensi menjauhi asas pemerataan. Oleh karena itu dalam pengembangan teknologi alsintan harus dilakukan secara bijaksana melalui optimasi antara tujuan efisiensi dan pemerataan kesejahteraan. Inti gagasan pengembangan secara selektif ini memadu ikhtiar pengembangan melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu : (1). Pendekatan selektif terhadap wilayah pengembangan, dan (2). Pendekatan selektif terhadap tingkat teknologi. Selektif wilayah pengembangan teknologi alsintan merupakan pendekatan pengwilayahan yang membagi wilayah pengembangan menjadi 4 (empat) tipologi wilayah sebagai berikut :
(a). Wilayah Tipe I-A (Wilayah Lancar) : yaitu wilayah pengembangan teknologi alsintan yang secara teknis, ekonomis dan sosial tidak terjadi masalah maupun kesulitan dan pengembangan mekanisasi dapat berjalan lancar. (b). Wilayah Tipe I-B (Wilayah Siap) : yaitu wilayah pengembangan teknologi alsintan yang berciri seperti wilayah I-A, akan tetapi masih memerlukan penyuluhan dan pengenalan teknologi introduksi. (c). Wilayah Tipe II (Wilayah Setengah Siap) :
yaitu wilayah pengembangan dimana introduksi teknologi alsintan tidak layak secara ekonomis (teknis dan sosial tidak ada masalah), namun demikian bila pengembangannya merupakan suatu keharusan, maka diperlukan subsidi atau bantuan finansial. (d) Wilayah Tipe III (Wilayah Terbatas) : merupakan wilayah yang dari segi teknis tidak mungkin dikembangkan, secara eknomis tidak layak, serta pengembangannya akan menimbulkan masalah sosial. Pola pengembangan teknologi alsintan berdasarkan pendekatan wilayah disajikan pada diagram 1. Adapun pendekatan selektif terhadap tingkat teknologi alsintan tepat guna yang dikembangkan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tingkatan yaitu : (a). Tingkat teknologi alsintan sederhana (simple/appropriate technology) (b). Tingkat teknologi alsintan madya (medium level of technology) (c). Tingkat teknologi alsintan mutakhir/modern (advance level of technology) Sedangkan metodologi proses rekayasa dan rancang bangun teknologi alsintan sampai dengan pengembangan dan diseminasi disajikan pada diagram 2. HASIL PENELITIAN MEKANISASI PERTANIAN UNGGULAN Visi pembangunan pertanian adalah pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkeadilan, berkelanjutan, dan disentralistik, berdasarkan visi tersebut, maka misi dalam pengembangan alat dan mesin pertanian (alsintan) adalah : (a) mengembangkan dan meningkatkan optimalisasi alsintan serta mendukung tumbuhnya industri alsintan dalam negeri maupun pedesaan; (b) fasilitasi tumbuh dan berkembangnya kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang mandiri dan proporsional; dan (c) memobilisasi potensi masyarakat (swasta, BUMN, dan koperasi) dalam perkembangan alsintan dan industrinya di dalam negeri. Adapun institusi yang melaksanakan tugas pokok dan fungsi penelitian dan pengembangan Mekanisasi Pertanian ialah Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, yang merupakan unit kerja setingkat eselon II di bawah Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian; yang berlokasi di Serpong – Provinsi Banten. Sejalan dengan misi dan visi tersebut, maka perkembangan alsintan diarahkan kepada pengembangan alsintan tepat guna secara mandiri dan proposional melalui pertumbuhan industri alsintan dalam negeri serta pengembangan atau pemberdayaan kelembagaan agribisnis. Untuk itu pengembangan alsintan diarahkan kepada : (a) percepatan penyebarluasan penggunaan alsintan di daerah-daerah sentra produksi pertanian, terutama di daerah yang selama ini penggunaan alsintan masih dianggap belum layak secara ekonomis dan (b) perluasan dan pemberdayaan kelembagaan dalam mendukung upaya meningkatkan efisiensi usahatani serta meningkatkan daya saing komoditas pertanian. Menggunakan inovasi teknologi merupakan kata kunci dalam pembangunan pertanian di masa yang akan datang. Salah satu yang berperan dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis dan peningkatan ketahanan pangan, adalah dengan penerapan alat mesin pertanian (alsintan). Inovasi alsintan mempunyai posisi sangat penting, karena peranannya dalam peningkatan produktivitas, efisiensi sumberdaya, peningkatan kualitas dan daya simpan (storability) serta nilai tambah pertanian. Inovasi mekanisasi pertanian di Indonesia berjalan seperti proses evolusi yang menggambarkan terjadinya proses adopsi, adaptasi dan penerapan mekanisasi dari kondisi sangat tradisional ke tahap yang semi modern ( dan mungkin modern) dengan berbagai tingkatan teknologi. Tahapan tahapan tersebut terkait dengan perkembangan pertumbuhan sarana prasarana, laju adopsi sistem usaha tani, pertumbuhan ekonomi wilayah, difusi budaya dan arus informasi yang terus berkembang dari satu waktu ke waktu. Dalam proses inovasi tersebut peran pemerintah sangat dominan terutama di dalam proses difusi teknologi. Berbagai proyek, bantuan hibah maupun dalam bentuk lain mendorong masuknya teknologi mekanisasi pertanian. Namun demikian hasilnya tidak semuanya
menggembirakan. Banyak aspek yang tidak atau kurang dipertimbangkan dalam proses inovasi tersebut, namun demikian keuntungan yang di dapat adalah pembelajaran proses mekanisasi pertanian, yaitu faktor pemberdayaan manusia harus lebih didahulukan daripada proses modernisasi. Salah satu contoh adalah wilayah yang baru dibuka, keterlibatan pemerintah sangat besar, antara lain penyiapan sarana dan prasarana untuk pengembangan usaha ekonomi, sedangkan pada wilayah yang sudah mulai tumbuh sedikit demi sedikit keterlibatan pemerintah mulai dikurangi dengan terlebih dahulu menyiapkan SDM, kelembagaan, dan meningkatkan sarana dan prasarana. Posisi strategis mekanisasi pertanian memiliki makna yang sangat kompleks; Pertama, peningkatan produktivitas, Peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan memberikan penambahan input benih, bibit tanaman atau ternak dengan produksi per satuan luas (yield) yang tinggi. Untuk ternak, berarti berat per satuan ternak, yang diakibatkan proses penggemukan. Produktivitas berarti juga dengan jumlah unit input yang sama dihasilkan produksi yang lebih tinggi. Kedua, efisiensi dan proses. Dengan meningkatnya efisiensi penggunaan sumber daya pertanian, berarti meningkat efisiensi usaha tani, yang pada akhirnya juga meningkat efisiensi ekonomi. Ketiga kualitas dan nilai tambah. Menggunakan mekanisasi pertanian dapat meningkatkan kualitas produk. Susut karena kerusakan mekanis atau karena kerusakan fisik dapat dikurangi. Proses pengeringan atau pendinginan dapat memperpanjang waktu simpan dan sekaligus mencegah kerusakan karena faktor faktor alami dan buatan. Keempat meningkatnya pendapatan. Mekanisasi pertanian memberikan kontribusi untuk menurunkan biaya produksi, meningkatnya hasil dan menurunnya susut hasil, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan usaha tani. Namun pada dasarnya, keempat posisi strategis mekanisasi itu menuntut prasyarat kelengkapan dan kesiapan kelembagaan dan sumber daya manusia sebagai pelaku pembangunan. Paradigma baru Badan Litbang Pertanian adalah tidak hanya menghasilkan nilai tambah ilmiah, tetapi juga harus menghasilkan nilai tambah komersial (agribisnis). Produk penelitian yang menghasilkan nilai tambah ilmiah telah menjadi plat form sejak berdirinya Badan Litbang Pertanian, sedangkan paradigma untuk dapat menghasilkan nilai tambah komersial, baru dua tahun terakhir ini dikumandangkan. Agar tercapai tujuan komersial tersebut hasil penelitian/perekayasaan harus berupa teknologi tepat guna yang dapat digunakan secara spesifik lokasi. Selanjutnya agar dapat tercapai pengembangan dan percepatan penerapan alat mesin pertanian diperlukan penyuluhan dan penyebaran informasi teknologi hasil-hasil penelitian/ perekayasaan alat mesin pertanian yang strategis melalui media yang tepat dan terus menerus, pada kegiatan ini meliputi: a) Diseminasi hasil rekayasa alsintan; dan b) Komersialisasi hasil penelitian/ perekaysaan alsintan. Beberapa hasil perekayasaan dan rancang bangun teknologi alsintan tepat guna disajikan pada lampiran. KESIMPULAN Mekanisasi Pertanian di Indonesia berkembang dan bertumbuh sesuai dengan perkembangan kemampuan dan dinamika masyarakat. Adanya percepatan ke arah peningkatan tingkat teknologi yang lebih tinggi hanya akan direspon masyarakat jika pengembangannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Oleh karena itu, upaya pengembangan tidak terlepas dari upaya pemberdayaan masyarakat sebagai upaya pemihakan, penguatan dan pendampingan. Pemberdayaan juga berarti mendekatkan sarana dan prasarana kepada pertumbuhan di Pedesaan sebagai upaya persenyawaan pertumbuhan ekonomi pedesaan dan perkotaan. Motor penggerak sektor agribisnis harus dirubah dari skala usaha tani menjadi industri pengolahan dan pemasaran hasil pertanian (agroindustri). Hal tersebut didasari oleh alasan, Pertama, Agroindustri mampu mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan daya saing (kompetitif) yang pada akhirnya akan memperkuat daya saing produk agribisnis Indonesia. Kedua, agroindustri mampu menciptakan dan mempertahankan nilai tambah sebesar
mungkin serta mendiversifikasi produk dengan mengakomodir preferensi konsumen dalam negeri maupun internasional. Untuk itu Mekanisasi Pertanian dalam hal ini teknologi alintan tepat guna adalah mutlak diperlukan untuk tujuan produktivitas dan efisiensi serta kualitas yang tinggi untuk mencapai peningkatan nilai tambah yang berpihak kepada petani secara berkelanjutan dengan semaksimal mungkin memobilisasi peran serta masyarakat dan swasta melalui kemitraan yang saling menguntungkan. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 1982. Pemantapan Konsepsi Teknik/Enjiniring Pertanian Sebagai Unsur Pertanian Tangguh Menjelang Tinggal Landas. Simposium Dan Kongres PERMETA Ke III Tahun 1985, 7-9 Februari 1985. Hotel Indonesia, Jakarta. Anonimous, 2003. Diseminasi Hasil Hasil Penelitian Dan Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Laporan akhir penelitian. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Serpong, Banten. Anonimous, 2004. Telaah Strategis Mekanisasi Pertanian Dalam Pembangunan Pertanian Berwawasan Agribisnis. Laporan akhir penelitian. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Serpong, Banten Kasryno, F. dkk. 1984. Konsekuensi Mekanisasi Pertanian di Indonesia. Prosiding Workshop. Edisi Khusus Forum Agro-Ekonomi. Kerjasama Badan Litbang Pertanian – Ditjen Tanaman Pangan – IRRI. Bogor, Juli-Agustus 1984. Tjahjohutomo, R. 2003. Development of Appropriate Agricultural Machinery In Madagascar. Final Report of Third Country Expert Program To Madagascar. Collaboration between Government Of The Republic Of Indonesia with Government Of The Republic Of Madagascar funded by Japan International Cooperation Agency (JICA) The Government Of Japan. Ambatondrazaka, Madagascar. Tjahjohutomo, R. 2005. Penggunaan Thresher Padi Pedal Model Lipat Sebagai Salah Satu Upaya Mengurangi Susut Panen Padi. Warta Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, ISSN 0216-4427, Vol. 26 No. 6, thn. 2005. LAMPIRAN - LAMPIRAN
Introduksi Mekanisasi Pertanian
Data SOSEK,AGRONOMI MEKANISASI
UM = {(LS – LG)/Cap}
Type III
N
(LS – LG) › 0
Y
?
BP = {(A/X) + B} x N Subsidi/Kredit
? Y
P e r e k a y a s a a n
Type II
N
BP ≤ OClokal ? Y Penyuluhan ? Y
N
Type I-A
Type I-B
P e n g e m b a n g a n /
P e n y u l u h a n
Diagram 1.
Jalur Nalar Pengembangan Alsintan Teknologi Alsintan Tepat Guna.
sebagai
Metodologi
Pengembangan / BPTP Dipertan Prov/Kab dan Perekayasa
Di se m in as i
/ BPTP dan Dipertan Kabupaten
Diagram 2.
Jalur nalar pengembangan alsintan dari kebutuhan petani sampai pembuatan alat tepat guna.
1
2
TUGAL BENIH SEMI OTOMATIS (Semi Automatic 3 4 5 6 7 8 9
1
1 1 1 1 NO.
NAMA KOMPONEN
1 Tuas pengikat kawat 2 Pegas tekan 3 Kawat rem sepeda 4 Hopper 5 Benih 6 Rumah metering 7 Metering 8 Pipa penyalur 9 Tuas rem sepeda 10 Pipa tugal 11 Pegas putar 12 Baut pemegang tapak 13 Tapak/pengatur kedalaman 14 Penutup lubang pipa tugal Semua ukuran dalam milimeter Design & Drawing by
BAHAN/UKURAN Plat strip ≠ 2 x 15 x 30 Ø 10 x 150 Komponen standar rem sepeda Besi plat ≠ 1,2 Biji bijian (kacang hijau, kedele dll.) Plat ≠ 1,2 Kayu ≠ 10 x 50 x 200 Pipa hitam ‘seamless’ Ø 20 Komponen standar rem sepeda Pipa hitam ‘seamless’ Ø 20 Ø 10 Ø 10 Besi plat ≠ 1,2 Besi plat ≠ 1,8 Rudy T. Hutomo (070506)
Ilustrasi cara mengoperasikan tugal benih semi otomatis
Rolling Injection Seeder 1(RIS) 3 Alur
2
3
8 2
Pembera t (fly r=
Arah melipat
^ 2 <
> 2 v
8
Pipa kerangka
Pipa kerangka utama
Kait penahan Papan RIS 1 Alur. Ilustrasi KerangkaCara Mengoperasikan peluncur
^^ ^^ ^^ ^ ^^ ^^
^
^
^
^
^
^
v v
v
v v
v
v
^
^
v
v
v
120 v
Papan pedal
P
2
4
10 ^ < v
^
5 <
>
>
3
v v
PENGGUNAAN THRESHER PADI P PEDAL MODEL LIPAT SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI SUSUT PANEN PADI
2
Skal a Keterang an
: Arah
Std.
1
DEPARTEMEN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Diranc Rudy TJ. / 16-06-0 Digam
Rudy
16-08-0
Diperik
Matsumot
16-08-0
Disetuj
Handaka Nam
Tangg
Para
NAMA PERONTO K PADI PEDAL MODEL LIPAT
Analisa Biaya Operasi Alsin Perontok Padi Pedal Model Lipat. A. DATA / ASSUMPTION 1. Kapasitas (Kap.) : 120 kg/jam (24 % MC) 2. Jam kerja/hari : 8 Jam/hari 3. Hari kerja/bulan : 25 Hari/bln 4. Bulan kerja/tahun : 4 bulan 5. Jam kerja/tahun : 800 Jam/thn 6. Harga Pedal Thresher (P) : 325,000 Rp 7. Umur ekonomis (n) : 3 tahun 8. Nilai Sisa (S) =10%xP : 32,500 Rp 9. Jumlah operator : 2 HOK 10. Upah operator : 15,000 Rp/HOK 11. Upah pembantu operator : 10,000 Rp/HOK 11. Bunga bank (i) = 12%xP : 65,000 Rp/tahun 12. Biaya R&M / 50 hours = 5%xP : 16,250 Rp/50 jam B. CALCULATION Biaya Pokok Operasi
:
BP = { (FC/x) + VC} x Cap. . . . . . . . . . . (1)
1). Biaya Tetap (FC) : a). Biaya Penyusutan DC = {(P – S) / n} . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2) Where DC : Depreciation Cost (Declining Stright Line Method)(Rp/thn) P : Present value of pedal thresher (Rp) S : Salvage value at the end of economic life time (Rp) n : Economic life time of pedal thresher (thn) DC = {325.000 – (10% x 325.000)} Rp/3 thn = Rp. 97,500,- /thn b). Bunga bank i = 12 %/thn x P = 0.2 x Rp.325,000 Total Biaya Tetap (1) 2). Biaya Tidak Tetap (VC) a). Biaya R & M b). Upah operator Total Biaya Tidak tetap (2) Biaya Pokok Operasi
= (5%xP)/50 jam = (0.05xRp.325,000)/50 jam = (Rp.15,000 + Rp. 10.000)/hari = Rp. 25,000/8jam
= Rp. 39,000,- /thn = Rp. 136,500,- /thn
= Rp.
325,- /jam
= Rp. = Rp.
3,125,- /jam 3,450,- /jam
= {(FC/x) + VC} x Kap. = {(136,500/800) + 3,450} Rp/jam x (1 jam/120 kg) = Rp.
30.17 /kg
≈ Rp 30,- /kg (Bila diasumsikan harga GKP Rp. 1000,-/kg disetarakan bawon 1 : 30 Bawon perontokan tenaga manusia 1 : 15 ~ 1 : 12 setara dengan Rp 65,-/kg ~ Rp. 80,-/kg)
ALAT PEMIPIL JAGUNG SEDERHANA MODEL BANGKU Alat pemipil jagung model bangku merupakan salah satu jenis dari sekian banyak jenis pemipil jagung sederhana dengan konstruksi yang dimungkinkan dibuat oleh bengkel sederhana di pedesaan dengan bahan yang tersedia secara lokal. Proses pengeringan jagung pada kadar air rendah akan memerlukan waktu lebih lama bila dikeringkan dalam bentuk tongkol. Kinerja pemipil jagung model bangku dapat berfungsi baik untuk memipil jagung pada kadar 17-18% dengan tingkat kerusakan biji dibawah 1 % akan membantu proses pengeringan lebih lanjut dalam bentuk biji. 35
30
200 450 100
50
5 700
400 350 600 350
Rakitan Utama Pemipil Jagung Engkol Sederhana Tipe Bangku
ALAT PERAJANG UBIKAYU Namun demikian, ubikayu merupakan komoditas yang mudah rusak setelah dipanen. Dalam jangka waktu 2 – 3 hari, apabila tidak segera diproses atau dikonsumsi, ubikayu akan mengalami kerusakan. Warna berubah menjadi kecoklatan atau kebiruan, rasa tidak enak dan akhirnya rusak dan busuk. Dalam upaya diversifikasi produk ubikayu maka salah satu yang dapat dilakukan ialah diproses menjadi keripik. Diperlukan alat perajang ubikayu agar ketebalan keripik yang dihasilkan lebih seragam. Konstruksi alat perajang manual ini cukup sederhana terdiri dari kerangka besi siku 25 x 25 mm, piringan dari plat alumunium dengan ketebalan 5 mm, dan sebagai perajang ubi kayu terdapat pisau 4 buah dipasang pada piringan (plat aluminium). Hasil uji kinerja alat ini ber kapasitas kerja 30 kg/jam, ketebalan hasil ranjangan 0.75 – 1.5 mm (dapat diatur sesuai dengan kebutuhan ketebalan). Fungsi lain perajang ini ialah bisa digunakan untuk merajang pisang, kentang, juga umbi umbian yang lainnya seperti jahe dll.
SPESIFIKASI 1. Tipe 2. Kapasitas 3. Ketebalan rajangan 4. Konstruksi 5. Dimensi - Panjang - Lebar (tanpa engkol) - Tinggi - Berat
: Piringan vertikal : 25 – 30 kg ubikayu rajangan/jam : 0.75 – 1.5 mm : Besi siku dan plat : 420 mm : 290 mm : 470 mm : 10 Kg