Jurnal Ilmu Sastra Vol. 6 No.1, Mei 2011. Hal 84 - 99
MODEL PENGAJARAN GROUP INVESTIGASION DALAM PENGAJARAN STRUKTUR Juanda Universitas Komputer Indonesia Model pengajaran group investigasion merupakan model yang lebih mengutamakan pada pengembangan pengajaran yang demokratis. Proses pengajaran yang demokratis ini menyaratkan guru untuk memiliki kemampuan hubungan antar pribadi yang tingi serta keterampilan mengelola proses belajar mengajar yang tinggi pula, lain halnya jika kita bandingkan dengan model pengajaran seperti ceramah. Model pengajaran ini masih belum diyakini sebagai model yang efektif dan efisien khususnya untuk negara Indonesia. Mengingat atribut-atribut yang dipenuhinya lebih menuntut sesuatu yang lebih tinggi dibanding dengan model pengajaran yang tradisional. Nampaknya kenyataan dilapangan pun model ini belum memasyarakat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor guru sendiri yang kurang dapat memanfaatkan model pengajaran yang baru. Dalam kaitannya dengan model diatas, proses demokrasi merujuk pada tuntutan-tuntutan dibawah ini: a. Mengembangkan sistem yang lebih tinggi b. Mengadakan inquiri ilmiah ke dlam kehidupan sosial atau bermasyarakat c. Melibatkan anak dalam pemecahan masalah sosial aatu antar pribadi d. Menyediakan situasi belajar berdasarkan pada penglaman– experiuences based learning situationBerdasarkan tuntutan diatas, mampukah sekolah-sekolah yang da di Indonesia menerapkan model pengajaran Group Investigasion, khususnya dalam pengjaran bahasa Indonesia . 84
Juanda. Model Pengajaran Group Investigation Dalam Pengajaran Struktur
Hal inilah yang menjadi kajian makalah ini. A. Pencipta Model-model pendidikan yang berasal dari suatu konsepsi masyrakat biasanya mencita-citakan sesuatu yang menjadiukan manusia sangat baik, meskipun masyarakat itu serba cukup-utopian-. Merekla tetap membutuhkan metode-metode pendidikan untuk mengembangkan warga negara ideal yang dapat meningkatkan derajat masyarakat, dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri sehingga tuntas bahkan dapat menciptakan dan merevisi metode pendidikan dengan model-model dari oranbg Yunani. Republiknya Plato adalah sebuah cetak biru untuk masyarakat ideal dan program pendidikan mendukungnya –Conford, 1945-. Aristoteles juga menguraikan pendidikan dan masyarakat yang ideal-Smith dan Roose, 1912-. Sejak saat itu banyak para utopian lain telah menghasilkan model-model pendidikan termasuk Augustine-The City of God, 1913-. Sir Thomas More –Utopian,1915-, Conic –The Great Didactic, 1907- dan Jhon Lucke. B. Penyokong-penyokong Filosofis Pernyataan yang terkenal tentang proses demokrasi dan rekonstruksi sosial dibuat tahun 1961 oleh Gordon. H. Hulfish DAN Phillip G. Smith dalam Reflective Thinking: The Method of Education. Kedua penulis tersebut menekankan peran pendidikan dalam memperbaiki kapasitas individu untuk merefleksikan cara menangani informasi, konsep-konsep, kepercayaan, dan nilai-nilai. Masyarakat pemikir refdlektif mampu mengimprovisasi diri dan melindungi pribadi-pribadi yang unik. Filosofi ini memuat ide-ide atau dalil-dalil umum ke filosofis proses demokrasi yang melukiskan secara hati-hati pertalian dunia pribadi individu, intelektual proses sosial, dan fungsi masyarakat demokratis. C. Orientasi pada Model Jhon Dewey *1916 dalam bukunya Democracy and Education, merekomendasikan bahwa sekolah secara keseluruhan diorganisasikan sebagai miniatur demokrasi. Siswa-siswa 85
Jurnal Ilmu Sastra Vol. 6 No.1, Mei 2011. Hal 84 - 99
berpartisipasi dalam pengembangan sistem sosial dan melalui penglaman secara bertahap belajar bagaimana menerapkan metode ilmiahdalam memperbaiki masyarakat. Menurut Dewey hal ini merupakan cara terbaik untuk menyiapkan warga negara dalam demokrasi. J.U Michaelis, menggunakan prinsip Dewey dalam merumuskan secara spesifik untuk pengajaran studi sosial pada tingkat sekolah dasar. Inti dari metode pengajaran ini adalah menciptakan kelompok demokrasi yang dapat mendefinisikan dan menyelesaikan masalah-masalah sosial yang signifikan. Herbert Thelen, juga mendasarkan pada prinsip Dewey dalam mengembangkan model Group Investigasion, yakni mencoba menggabungkan bentuk dan dinamika dari proses demoikrasi dan prosespenyelidikan –inquiry- akademis kedalam starategi pengajaran. Thellen memilki konsepsi bahwa setiap orang bersama-sama dengan orang lain membangun aturan-aturan dan persetujuan yang membentuk realitas sosial. Setiap pandangan tentang bagaimana hendaknya seseorang berkembang merupakan fakta hidup adalah sosial dan sosilaisasi atas keberadaanya di muka bumi. Dengan kata lain, dalam mencari otonomi dan memelihara diri setiap orang dapat menjumpai konflik dengan orang lain yang meimiliki upaya ke arah yang sama. Dalam menetapkan persetujuan sosial, setiap individumembantu dalam menentukan larangan-larangan dan kebebasan bertindak. Aturan-aturan yang membentuk buadaya dari suatu masyarakat ini dilandasi berbagai bidang, antara lain ilmu pengetahuan, politik, dan ekonomi. Clasroom diasumsikan sebagai masyarakt yang memiliki suatu tatanan sosial dan budaya, setiapo siswa peduli tentang cara hidup yang berkembang dalam kelas yaitu suatu standar yang menjadi ketetapan. Guru hendaknya mencari energi penguat yang secara alami membangkitkan kepedulian untuk menciptakan tatanan sosial. Pola pengajaranini menirukan –replika- pola negoisasi yang diperlukan msyarakat. Melalui negoisasi siswa dapat mempelajari pengetahuan akademik melibatkan diri dalam menyelesaikan masalah sosial. 86
Juanda. Model Pengajaran Group Investigation Dalam Pengajaran Struktur
Tugas guru adalah berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan tatanan sosial didalam kelas yang berorientasikan pada tujuan penemuan dan aturan main yang dikembangkan yaitu metode dan sikap-sikap yang berkaitan dengan disiplin pengetahuan yang diajarkan. Guru memberikan pengaruh terhadap munculnya tatanan sosial ke arah penyelidikan atas perbedaan-perbedaan arah tindakan siswa cenderung diluar permasalahan. D. Konsep Dasar Ada tiga konsep dasar strategi yang digunakan Thelen dalam menerapkan Group Investigasion, yakni a. Inquiry, b. Knowledge, c. Dinamika kelompok . a. Inquiry Dalam Group Investigasion, inquiry dirangsang dengan cara dihadapkan pada suatu masalah dan pengetahuan dihasilkan dari inquiry. Proses sosial mempertinggi inquiry dan kemandirian belajar. Inti dari Group Investigasiuon didasarkan pada perumusan dari inquiry. Menurut Thelen -1960- Kepedulian dari inqury adalah merintis-menyelia-supervisi proses-proses pemberian perhatian pada sesuatu yangt terinteraksi dengan rangsangan dan yang di dorong oleh orang lain, apakah secara pribadi, orang lain atau melalaui tulisan dari konsep-konsep dan sikapnya untuk sampai pada kesimpulan, mengidentifikasi tindakan-tindakan baru untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Unsur pertama dari inquiry adalah peristiwa individu mereaksi pada teka-teki permasalahan yang akan diseleseaikan. Guru di dlam kelas dapat menyeleksi isi dan melemparkannya dalam bentuk situasi masalah. Siswa harus menentukan kesadaran diri dan kehendak untuk memberikan makna. Mereka juga harus melakukan dua peran yaitu partisipan dan observer, sekaligus melakukan inquiry yang mengobservasi mereka sendiri sebagai inquiries. Seperti telah kita ketahui dalam inquiry ini merupakan proses sosial, siswa dalam menjalankan perannya dibantu karean interaksinya dengan yang lain. Konflik dari pandangan yang berbeda-beda juga membangkitkan minat siswa pada masalahnya. 87
Jurnal Ilmu Sastra Vol. 6 No.1, Mei 2011. Hal 84 - 99
b. Knowledge Pengembangan pengetahuan merupakan sasaran inqiry, tetapi Thelen menggunakan knowledge dalam cara yang spesifik yaitu aplikasi dari hal-hal yang universal dan prinsipil dari penglaman yang lalu pada pada pengalaman yang ada –saat ini-. Knowledge merupakan cara untuk melihat pengalaman secara berkesinambungan mengintrepretasikan pengalaman dalam prinsipprinsip dan konsep-konsep operasional. c. Dinamika Kelompok Belajar Menurut Thelen. Teachhable Group merupakan prasyarat untuk melaksanakan group investigasion terdiri dari 10 s.d. 15 orang. Anggota kelompok hendaknya setara dalam arti mampu berkomunikasi dengan mudah dan kesamaan dalam cara kerja tetapi mampu memberikan dan membangkitkan reaksi yang berbeda. Anggota kelompok hendaknya memilki kesetaraan, kecanggihan dan orientasi pada bidang pengetahuan yang diinvestigasikan. Bila rentang tingkat pengetahuan terallau luas, maka sulit diperoleh group yang bekerja secara produktif. E. Syntax Pengajaran dengan model Group Investigasion menggunakan langkah mengajar sebagai berikut. 1.
Langkah pertama : Guru mengemukakan cerita tentang situasi yang mengandung masalah yang menantang;
2.
Langkah kedua : Guru mendorong terbentuknya reaksi-reaksi untuk memecahkan masalah secara berkelompok;
3.
Langkah ketiga : Guru meminta siswa untuk mempelajari masalah dan memecahkan masalah memecahkan masalah secara mandiri atau berkelompok. Siswi diminta juga untuk merumuskan masalah;
88
Juanda. Model Pengajaran Group Investigation Dalam Pengajaran Struktur
4.
Langkah keempat: Guru memmantau siswa yang sedang belajar secara mandiri atau berkelompok;
5.
Langkah kelima : Guru mengadakan evaluasi tentang proses dan kemajuan siswa dalam belajar;
6.
Langkah keenam : Guru memeriksa kembali jalannya proses belajar dan mengulangi kembali jika perlu.
F. Sistem Sosial Pola hubungan guru dan siswa tergolong demokratis. Pola perilaku guru dan siswa sebagai berikut: a. Kegiatan siswa berorientasi pada pemecahan masalah; b. Guru dan siswa mengenal dan menganalisis masalah secara rinci; c. Siswa mengatur hubungan kerja berdasarkan atuarn yang dibuat kelompok; d. Peranan guru dan siswa sederajat walaupun dalam hal-hal tertentu berbeda peran; e. Guru mendorong keberanian siswa untuk meneliti secara berkelompok. G. Prinsip Reaksi Pola perilaku dalam mereaksi perilaku siswa, sebagai berikut: a. Guru berperan sebagai pembimbing, konsultan, dan kawan yang kritis dalam menghadapi masalah kelompok; b. Guru memberikan fasilitas agar siswa dapat berkelompok dan bekerja secara berkelompok; c. Guru mendorong dan menyalurkan energi siswa untuk dapat melakukan penalaran dalam memecahkan masalah kelompok; d. Guru melakukan kegiatan supervisi belajar agar siswa memperoleh pengalaman-pengalaman menghayati nilai-nilai pribadi.
89
Jurnal Ilmu Sastra Vol. 6 No.1, Mei 2011. Hal 84 - 99
Secara keseluruhan guru diminta mengendalikan diri agar tidak banyak mencampuri kegiatan siswa. Pola reaksi guru berjalan sesuai dengan perhatian siswa dalam memecahkan masalah. H. Penunjang Keberhasilan Belajar a. perpustakaan yang mampu memberikan informasi yang baik; b. sumber belajar seperti nara sumber yang dapat dengan mudah dimanfaatkan siswa; c. perhatian sekolah mendukung keberanian siswa untuk melakukan penelitian. I. Dampak Pengajaran Model ini bermanfaat untuk: a. mendidik keterampilan dalam penelitian ilmiah; b. membimbing keterampilan untuk berhubungan dengan orang lain; c. membentuk perilaku sosial yang bermanfaat bagi kehidupan; dan d. mengajarkan semua bidang studi dan kelas-kelas yang tinggi atau rendah. II. MORFOLOGI DAN PERMASALAHANNYA A. Prefiks meNa. Pada kata dasar diawali dengan konsonan /b, /p, awalan meNmenjadi mem-; konsonan /p/ umumnya luluh. Pada kata pungut, /p/ itu tidak lulkuh apabila kata itu masih terasa sebagai kata asing, Konsonan /b, p, n/ artikulasinya bilabial. /b/ memberi
/p/ memukul.
b. Kata dasar dengan konsonan awal /j, c, s/ awalan meNmenjadi meny-, tetapi dituliskan men-, dengan bunyi /meny/. Konsonan /s/ pada awal kata dasar biasanya luluh, kecuali 90
Juanda. Model Pengajaran Group Investigation Dalam Pengajaran Struktur
pada pungut yang masih dianggap sebagai kata asing menberoleh bunyi /n/ jadi men- bukan meny-. /j/ jilat -------- menjilat /s/ saring ----- menyaring /c/ colok ------ mencolok c. Pada kata-kata bersuku kata satu seperti bom, tik, cap, lap, cat, supaya makna katanya tidak menjadi kabur karena peluluhan makna me- menjadi menge-. d. Seluruh atau seisi, misalnya pada kata-kata: sedesa, serumah e. Satu atau sama-sama, misalnya pada kata-kata: sepermainan, selampik seketiduran. B. Sufiks 1. –an a. Akhiran –an umunya berfungsi membentuk kata benda misalnya: manisan, satuan, dan tendangan. b. Jika kata dsarnya sudah kata benda, maka kahiran –an berfungsi menytakan intensitas tentang kuantitas, misalnya: durian, daratan. Fungsi lainnya adalah menyerupai yang disebutkan oleh kata dasar, misalnya: rumah-rumahan, mobilmobilan, dan orang-orangan. c. Jika kata dasarnya adalh kata sifat kemudian ditambah akhiran –an, fungsi akhiran –an menyatakan intensitas dengan arti lebih misalnya: besaran, murahan, dan kecilan 2. –kan a. Akhiran –kan berfungsi membentuk kata kerja, semua kata yang berakhiran –kan dengan atau tanpa awalan me-, merupakan kata kerja. Jika tanpa awalan, kata yang berakhiran –kan merupakan kata kerja untuk imperatif.
91
Jurnal Ilmu Sastra Vol. 6 No.1, Mei 2011. Hal 84 - 99
b. Akhiran –kan berfungsi membentuk kata kerja taktransitif, misalnya dalam kalimat Adik menangis menjadi Adik menangiskan kue. c. Kata kerja yang sudah berakhiran -kan tidak perlu di ikuti oleh preposisi, misalnya dalam kalimat Kongres itu membicarakan tentang emansipasi wanita. Pemakaian kata tentang dalam kalimat tersebut harus dihilangkan. 3. –i a. Akhiran –i berfungsi membentuk kata kerja, semua kata yang berakhiran –i atau tanpa awalan merupakan kata kerja. Jika tanpa walan, kata berakhiran –i merupakan kata kerja bentuk imperatif. b. Akhiran –i berfungsi membentuk kata kerja taktransitif, misalnya dalam kalimat berikut ini: Dani duduk menjadi Dani menduduki Kursi. C. Konfiks 1. Ke-an a. Fungsi konfiks ke-an sebagai pembentuk kata benda abstrak, misalnya dari kata sifat: kepandaian, kebagusan, dan kemudahan. b. Cara menentukan dua huruf /k/ dalamproses ini harus dapat berpedoman pada ketetapan bahwa tidak ada kombinasi kean, yang ada ke-an, pe-an. Jadi bila kata dasarnya berakhiran huruf /k/ diberi konfiks ke-an, maka huruf /k/ -nya satu; bila kata itu mendapat awalan me- atau di- maka akhiran yang dikombinasikan dengan awalan itu ialah –kan. Pada kata itu terdapat dua huruf /k/. D. Permasalahan Afiks Dibawah ini ada beberapa bentuk yang bermasalah: 1. men N a. Bentuk kekecualian, misalnya mempunyai tidak memunyai sesuai dengan teori 92
Juanda. Model Pengajaran Group Investigation Dalam Pengajaran Struktur
b. Kondisi di masyarakat sering muncul penggunaan kata menyolok, menyuci, ddan menyubit. Seharusnya mencolok, mencuci dan mencubit. c. Pola baru yang mendesak pola lama, misalnya bentuk pasif mengatakan dan pasifnya dikatakan, sekarang baikuntuk bentuk-bentuk aktif maupun pasif diucapkan dengan kata katakan. 2. bera. Pengaruh bahasa daerah muncul misalnya dalam kalimat: Siswa SLTP Taruna Bakti sudah kumpul di lapangan. Hasil ulangan Rifki beda dengan hasil ulangan Wiwi. Usahanya sudah hasil. Seharusnya kata-kata yang digaris bawahi itu menjadi berkumpul, berbeda, dan berhasil. b. Kondisi di masyarakat sering muncul kata yang seharusnya menggunkana awalan ber-, misalnya dalam kalimat : hari itu saya ada di Bandung Ibuku diam di Jakarta Seharusnya kata yang digaris bawahi memakai awalan ber3. keMunculnya bentuk kata yang berimbuhan yang mungkin pengaruh dari bahasa Jawa misalnya : ketemu, ketabrak, dan ketawa seharusnya: bertemu, tertabrak dan tertawa. 4. pea. Bentuk yang tidak berawalan yang dianggap berawalan seperti: perdana, pertama dan perwira. b. Bentuk yang mungkin dipengaruhi oleh bahas Sunda atau analogi, misalnya penglipur lara mungk,in pengaruh dari bahasa Sunda dari kata panglipuyr atau analogi dari panglihatan. c. Bentuk yang dipertimbangkan misalnya pemersoalan 5. tera. Bentuk menyimpang dari kaidah, misalnya terperdaya, terpermaknai, tersertakan, terlantar, dan terlunjur. 93
Jurnal Ilmu Sastra Vol. 6 No.1, Mei 2011. Hal 84 - 99
Seharusnya terperdaya, tepermaknai, tesertakan, telanjur, telantar, telunjur. b. Bentuk kata berimbuhan yang belum memasyarakat, seperti dalam kalimat di bawah ini : Dia makan tebu terbuku Ia minum racun c. Bentuk kata yang tidak berimbuahn ter-dianggap bentuk kata yang berimbuhan. Misalnya terjemah sebagai bentuk dasar dari bahasa Arab. 6. sea. bentuk kata yang berimbuhan yang belum memasyarakat, misalnya selampik seketiduran dan sepenanak nasi. b. Bentuk yang belum jelas artinya, misalnya semoga, semula, setiap, sesama. c. Bentuk dasar semu misalnya pakat dan gala 7. –an a. bentuk kata berimbuhan yang belum memasyarakat misalnya dalam kalimat dibawah ini: bagusan bajuku daripada bajumu rumah ini terlalu besar, saya menacri yang kecilan jangan memmbeli barang murahan, lekas rusak. b. Bentuk kata yang dapat memunculkan pleonasme, misalnya dalam kalimat Polisi mengejar tiga buronan Kata buronan seharusnya buron 8. –kan a. sering menghilangkan akhiran –kan seperti kata-kata ini: dicerai, diundur, mencerai, mengundur dan memindah. b. Sering memunculkan pleonasme seperti dalam kalimat: Kami membicarakan tentang persoalan itu 94
Juanda. Model Pengajaran Group Investigation Dalam Pengajaran Struktur
Seharusnya kata tentang dalam kalimat tersebut dibuang. Negara yang berdasarkan atas Pancasila Seharusnya kata atas dibuang 9. –i Kasus yang terjadi dalam penggunaan akhiran –i diantaranya dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini: Mereka melempari batu rumah itu Seharusnya Mereka melempari rumah itu dengan batu 10. ke-an a. Pengaruh Jawa yang berterima, misalnya kebesaran, kemahalan, dan ketinggian. Yang artinya menunjukan intensitas yang berarti terlalu atau telanjur. b. Kesulitan membedakan penulisan /k/ yang satu dan huruf /k/ yang dua. III.
PERENCANAAN MODEL GROUP PENGAJARAN MORFOLOGI
INVESTIGASION
DALAM
A. Tujuan Khusus Setelah proses belajar mengajar berlangsung, diharapkan pembelajar dapat: a. menyebutkan kembali jenis-jenis afiks; b. mengidentifikasi afiks, sufiks, dan konfiks c. membedakan fungsi afiks; dan d. menyebutkan penyimpangan apa saja yang memungkinkan terjadi ketika mempelajari proses afiksasi. B. Materi Untuk mencapai tujuan pembelajaran pengajaran yang akan disampaikan, yaitu:
tersebut,
bahan 95
Jurnal Ilmu Sastra Vol. 6 No.1, Mei 2011. Hal 84 - 99
a. jenis-jenis afiks b. fungsi afiks c. penyimpangan bentukan baru yang disebabkan belajar proses afiksasi C. Kegiatan Belajar Mengajar Kegiatan Belajar Siswa
Kegiatan Mengajar Guru Prainstruksional
a. merespon pertanyaan guru
a. Mengabsen siswa
b. bertanya dan mencatat pokok
b. Membagi kelompok belajar
materi yang akan dibahas
c. Apersepsi d. Menulis pokok-pokok pengajaran yang akan dibahas Instruksional
a. membaca dan mengklasifikasikan kasus apa saja yang ada pada fotokopian yang diterimanya
a. Memberikan permasalahan mengenai prefiks, sufiks, dan konfiks pada semua anggota kelompok dalam bentuk fotokopi
b. membandingkan teori dan kasus
b. Memberikan landasan teori yang berkaitan dengan masalah
c. merumuskan masalah dan mencari pemecahan masalah
c. Menginstruksikan pembuatan rumusan masalah dan mencari pemecahan masalahnya
d. bertanya tentang hal-hal yang belum dimengerti
d. Memantau pekerjaan siswa
catatan : kegiatan tersebut bisa diulang pada kesempatan lain. jika saat itu tidak berhasil 96
Juanda. Model Pengajaran Group Investigation Dalam Pengajaran Struktur
2. Penilaian dan Teknik Tingkat Lanjut a. penilaian proses penilaian proses dilakukan oleh guru melalui pengamatan terhadap kegiatan belajar siswa pada saat mengerjakan atau bmembahas permasalahan melalui proses diskusi. Guru pun mencatat hal-hal yang dianggap kurang untuk diskusi bersama b. pertanyaan lisan dan tulisan rumusan pertanyaan penilaian lisan atau tulisan sebagai berikut: a. Sebutkan jenis afiks yang telah dipelajari! b. Berikan masing-masing contoh dari afiks tersebut! c. Tuliskan fungsi afiks! d. Penyimpangan apa saja yang kemungkinan bisa terjadi ketika kita mempelajari afiksasi# c. pekerjaan rumah Guru menugaskan mahasiswa tau pembelajar untuk mencari penyimpangan lainnya yang ditemukan di lapangan atau masyarakat. IV. SIMPULAN Proses belajar mengajar mata kuliah bahasa Indonesia yang menggunkan mode pengajaran group investigasion nampaknya hanya mungkin bisa diterapkan di perguruan tinggi saja, karena mahasiswa di perguruan tinggi selain kuantitasnya sedikit, mereka juga mmapu berfikir kreatif atau mandiri dalam menyelesaikan persoalan yang diajukan oleh pengajar, selain itu juga saran dan prasarana hampir memadai. Sedangkan untuk jenjang pendidikan di bawahnya kemungkinan masih sulit dilaksankan karena terbentur dengan berbagai atribut atau perangkat penunjang proses belajar mengajar yang menggunakan model tersebut. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa model group investigasion ini merupakan model pengajaran 97
Jurnal Ilmu Sastra Vol. 6 No.1, Mei 2011. Hal 84 - 99
yang lebih mengutamakan pada pengembangan pengajaran kelas demokratis. Dalam kenyataanya proses demokratis ini masih sulit diterapkan karean anatara guru dan murid selalu menjaga jarak, sehingga terjadi hubungan yang tidak begitu demokratis. Terkadang guru pun memegang keotoriteran dirinya sebagai pemimpin. Hal lain yang menajdi sorotan dalam model ini adalah pengembangan intelektual, anak diberi kesempatan untuk mengembangkan intelektual seluas-luasnya. Hal ini juga nampaknya sulit diaplikasikan di seluruh sekolah yang ada di Indonesia, karena tidak semua sekolah melatih para pembelajar untuk berdiskusi atau mencari sendiri ilmu pengetahuan sejak dini. Pembelajar cenderung diceramahi langsung oleh guru sehingga untuk mengemukakan pendapat pun sangat sulit, terlebih lagi ,memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Pihak guru sendiri tantangan penerapan model ini adlah tertanamnya anggapan puas dengan model yang sudah ada,sehungga berat untuk mengadakan pembaharuan penggunaan model belajar. Dinamika kelompok belajar, model ini idealnya 10 s.d. 15 orang. Tentu saja pelaksanaan ini pun akan mengalami hambatan karena belum ada keseimbangan anatara jumlahmurid dengan guru. Demikian pula sarana penunjangnya belum memadai, kesulitan lain pun dalam menentukan anggota kelompok yang memilki kesaman dalam cara kerja. Mungkin saja model ini bisa diterapkan pada lembagalembaga tertentu saja, atau mungkin pada lembaga-lembaga swasta yang mamapu menyediakan dana untuk pelaksanaannya. DI Indonesia sebagai langkah awal dengan cara mengembangkan lebih aktif lagi program CBSA. Hal umum yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan model ini, yakni: a. bakat peserta didik terhadap materi tertentu ; b. minat dan motivasi serta kebutuhan peserta didik terhadap materi pembelajaran; c. kemampuan pembelajar d. kualitas yang dikehendaki atau sasaran yang ingin di capai; 98
Juanda. Model Pengajaran Group Investigation Dalam Pengajaran Struktur
e. waktu belajar yang tersedia f. kemampuan guru dalam mengelola kelas g. adanya keselarasan antara model yang digunakan guru dengan kemampuan belajar peserta didik; dan h. adanya kesesuaian tuntutan pendidikan nasional.
V. DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 2002. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya Purwanto, Ngalim. 2002. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung : Rosdakarya. Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra Dalam Gamitan Pendidikan. Bandung : Diponegoro.
99