MODEL PENENTUAN PRIORITAS DALAM AHP MELALUI KOEFISIEN KORELASI
TESIS
Oleh
DEBORA JERNI PARAPAT 077021053/MT
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
MODEL PENENTUAN PRIORITAS DALAM AHP MELALUI KOEFISIEN KORELASI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Matematika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
DEBORA JERNI PARAPAT 077021053/MT
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
Judul Tesis
: MODEL PENENTUAN PRIORITAS DALAM AHP MELALUI KOEFISIEN KORELASI Nama Mahasiswa : Debora Jerni Parapat Nomor Pokok : 077021053 Program Studi : Matematika
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Iryanto, M.Si) Ketua
(Dr. Sutarman, M.Sc) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Prof. Dr. Herman Mawengkang)
(Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa. B,M.Sc)
Tanggal lulus: 27 Mei 2009
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
Telah diuji pada Tanggal: 27 Mei 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Dr. Iryanto, M.Si
Anggota
: 1. Dr. Sutarman, M.Sc 2. Dra. Mardiningsih, M.Si 3. Drs. Suwarno Arriswoyo, M.Si
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
ABSTRAK Analytic hierarchy process (AHP) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang efektif untuk mengambil keputusan dalam persoalan yang kompleks. Melalaui AHP persoalan kompleks yang tidak terstrutur, disederhanakan menjadi bagian-bagian yang terstrktur dalam suatu hirarki. Berbagai metode dalam AHP digunakan untuk menentukan prioritas dari persoalan yang multi criteria, namun dalam tesis ini dikemukakan suatu model penentuan prioritas melalui koefisien korelasi atau Correlation Coefficient Maximization Approach (CCMA). Selanjutnya dibandingkan dengan metode normalisasi penjumlahan atau Additive normalization (AN). Sebagai aplikasi dari metode ini, adalah tentang pemilihan kepala sekolah oleh suatu yayasan. Dari tiga alternatif yang ditentukan ada empat kriteria yang harus dimiliki yaitu pengetahuan, kualitas kerja, tanggung jawab, dan disiplin kerja. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa urutan prioritas melalui perhitungan CCMA dengan AN adalah sama. Kata kunci : Analytic Hierarchy Process (AHP), Correlation Coefficient Maximization Approach (CCMA).
i Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
ABSTRACT Analytic hierarchy process (AHP) be one of effective decision making method to take decision in complex problem. With AHP problem of complex that is is not structure, made moderate to become parts which structure in a hierarchy. Various methods in AHP applied to determine priority from problem which multi criteria, but in this thesis told a determination model of priority through correlation coefficient or Correlation Coefficient Maximization Approach (CCMA). Here in after is compared to normalization method of quantifying or Additive normalization (AN) . As application from this method, be about election of headmaster by an institution. Out of three alternatives determined, has four criterions which must be owned that is knowledge, quality of job activity, responsibility, and job activity discipline. Result obtained indicates that priority sequence through calculation CCMA with AN is same. Keywords : Analytic Hierarchy Process (AHP), Correlation Coefficient Maximization
ii Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur pada Tuhan yang Maha Kuasa, Pengasih dan penyayang atas berkat dan kasih karunia yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul ”Model Penentuan Prioritas dalam Analytic Hierarchy Process melalui Koefisien Korelasi” dapat diselesaikan melalui bimbingan, Arahan dan bantuan yang diberikan pembimbing, pembanding, para dosen dan rekan rekan mahasiswa. Tesis ini merupakan tugas akhir dan syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Matematika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan biaya melalui program bea siswa untuk guru-guru yang melanjutkan pendidikan SPs pada Universitas Sumatera Utara. Drs. Nolong Samura, MSc, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri IV Medan yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara ini. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada iii Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
penulis untuk mengikuti program studi Matematika di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Prof. Dr. Herman Mawengkang, selaku Ketua Program Studi Matematika SPs USU , dengan penuh kesabaran memotivasi, memberikan saran dan bahan berupa buku yang berkaitan dengan penyusunan tesis ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Prof. Dr. Drs. Iryanto, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing, yang dengan penuh kesabaran dan tidak putus-putusnya memotivasi dan membimbing penulis serta memberikan saran dan bahan berupa buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan sehingga tesis ini dapat selesai. Dr. Sutarman, M.Sc selaku Anggota pembimbing, yang banyak memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran kepada penulis demi kesempurnaan tesis ini. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Matematika SPs. Universitas Sumatera Utara, yang sungguh-sungguh telah berusaha memberikan ilmunya kepada penulis selama perkuliahan. Rekan-rekan mahasiswa program studi Matematika SPs Universitas Sumatera Utara stambuk 07 atas kerjasama dan kebersamaan dalam mengatasi berbagai masalah selama perkuliahan bersama penulis Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih dan sayang yang mendalam kepada orangtua penulis Ibunda Ny. V. M. Parapat L. br Simanjuntak, Bapak mertua Pdt. A. Simanjuntak, Ibu mertua D. br Pasaribu, Abang, kakak, adik-adik dan semua ipar saya, yang senantiasa memberikan dorongan, memotivasi dan mendoakan penulis. iv Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
Suami tercinta B. M. Simanjuntak, SE, Anak-anakku tersayang Grace Setia Hayaty Simanjuntak, siswi SMP Katolik Budi Murni 1 Medan. Sabda Surya Daniel Simanjuntak dan Shania Putri Sere Simanjuntak siswa dan siswi SD Katolik Setia Budi Medan yang selalu mendoakan memberi dorongan dan memotivasi dan memberikan pengorbanan selama penulis mengikuti perkuliahan. Pada saatnya nanti Anak-anakku juga dapat menempuh pendidikan yang lebih tinggi, sehingga berguna bagi keluarga, Agama, Nusa dan Bangsa. Kepada Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam tesis ini, terima kasih atas semua bantuan yang diberikan, Tuhan Yang Maha Kuasa membalaskan segala bantuan, kebaikan yang telah diberikan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan, 27 Mei 2009 Penulis,
Debora Jerni Parapat
v Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama
: Debora Jerni Parapat
Tempat/tanggal lahir : Garoga/8 Januari 1971 Jenis kelamin
: Perempuan
Status Perkawinan
: Kawin
Agama
: Kristen Protestan
Alamat Rumah
: Jl. Ambai 51 A Medan 20222
Nama Orang Tua
: V. M. Parapat (Alm) (Ayah) : L br Simanjuntak (Ibu)
B. Riwayat Pendidikan
1977-1983
: SD Negeri Tarutung
1983-1986
: SMP Negeri V Tarutung
1986-1989
: SMA Negeri Tarutung
1989-1994
: FPMIPA Program Studi Matematika IKIP Medan
2007-2009
: Program Pascasarjana Magister Matematika USU
C. Pengalaman Kerja
1994-1997
: Guru PNS pada SMU Negeri Pulau Rakyat Kab. Asahan
2000-Sekarang
: Guru PNS pada SMU Negeri IV Medan
vi Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
i
ABSTRACT
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
ii
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
iii
RIWAYAT HIDUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
vi
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
vii
DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
ix
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xii
BAB 1 PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.2 Rumusan Masalah
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5
1.3 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
1.4 Kontribusi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
1.5 Metodologi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
2.1 Metode Normalisasi Perjumlahan atau Additive Normalization (AN) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
10
2.2 Metode Eigen Vektor (EV)
11
. . . . . . . . . . . . . . . .
2.3 Metode Kuadrat-Terkecil Berbobot atau Weighted Least Squares (WLS) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
12
2.4 Metode Logaritma Kuadrat Terkecil atau Logarithmic Least Sqares . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
12
2.5 Metode Logaritma Goal Programming (LGP) . . . . . . .
13
vii Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
2.6 Metode Fuzzy Preference Programming (FPP) . . . . . . .
13
BAB 3 LANDASAN TEORI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
16
3.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) . . . . . . . . . . . . .
16
3.1.1 Prinsip-prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process (AHP)
17
3.1.2 Landasan Aksiomatik Analytic Hierarchy Process (AHP)
21
3.1.3 Perbandingan Berpasangan (Pairwise Comparison) . .
21
3.1.4 Perhitungan Bobot Elemen . . . . . . . . . . . . .
22
3.1.5 Konsistensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
24
3.2 Koefisien Korelasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
25
BAB 4 CORRELATION COEFFICIENT MAXIMIZATION APPROACH (CCMA) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
4.1 Penentuan Prioritas Berdasarkan AHP . . . . . . . . . . .
31
4.1.1 Membuat Susunan Hirarki . . . . . . . . . . . . . .
31
4.1.2 Melakukan Perbandingan Berpasangan Empat Kriteria
32
4.1.3 Menentukan Prioritas Menurut AN dan Kekonsistenan
33
4.2 Perhitungan Urutan Prioritas dengan CCMA
. . . . . . .
41
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . .
59
5.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
59
5.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
59
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
60
viii Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
3.1
Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan . . . . . . . . . .
19
3.2
Perbandingan Intensitas Kepentingan Elemen Operasi . . . . .
24
3.3
Nilai Indeks acak / Random Index (R.I.) . . . . . . . . . . .
25
4.1
Perbandingan Berpasangan Elemen . . . . . . . . . . . . . .
32
4.2
Matriks Normalisasi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
33
4.3
Pengetahuan (Skill) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
35
4.4
Matriks Normalisasi Pengetahuan . . . . . . . . . . . . . . .
35
4.5
Kualitas Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
36
4.6
Matriks Normalisasi Kualitas Kerja . . . . . . . . . . . . . .
36
4.7
Tanggung Jawab . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
37
4.8
Matriks Normalisasi Tanggung Jawab . . . . . . . . . . . . .
37
4.9
Disiplin Kerja
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
38
4.10 Matriks Normalisasi Disiplin Kerja . . . . . . . . . . . . . .
39
4.11 Skor Prioritas Masing-masing Calon Kepala Sekolah . . . . . .
40
4.12 Nilai Prioritas Kriteria Masing-masing Calon Kepala Sekolah
.
40
4.13 Hasil Prioritas Menyeluruh . . . . . . . . . . . . . . . . . . qP 3 ¯ j )2 . . . . . . . . . . . . . 4.14 Hasil Perhitungan i=1 (aij − a
40
4.15 Normalisasi Matriks Pengetahuan . . . . . . . . . . . . . . . P P ˆi∗ − aij w ˆj ) . . . . . . . . . 4.16 Perhitungan 3i=1 3j=1 (aij − 1) (w 4.17 Hasil Perhitungan
P3
i=1
4.18 Prioritas Pengetahuan
ˆj∗ w ˆ i∗ − aij w
2
41 42 43
. . . . . . . . . . . . .
43
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
43
ix Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
qP 3
(aij − a ¯ j )2 . . . . . . . . . . . . .
44
4.20 Normalisasi Matriks Kualitas Kerja . . . . . . . . . . . . . . P P ˆi∗ − aij w ˆj ) . . . . . . . . . 4.21 Perhitungan 3i=1 3j=1 (aij − 1) (w
45
4.19 Hasil Perhitungan
i=1
P3
ˆj∗ w ˆ i∗ − aij w
2
46
. . . . . . . . . . . . .
46
4.23 Prioritas Kualitas Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . qP 3 ¯ j )2 . . . . . . . . . . . . . 4.24 Hasil Perhitungan i=1 (aij − a
47
4.22 Hasil Perhitungan
i=1
4.25 Normalisasi Matriks Tanggung Jawab . . . . . . . . . . . . . P P ˆi∗ − aij w ˆj ) . . . . . . . . . 4.26 Perhitungan 3i=1 3j=1 (aij − 1) (w P3
ˆj∗ w ˆ i∗ − aij w
2
47 48 49
. . . . . . . . . . . .
49
4.28 Prioritas Tanggung Jawab . . . . . . . . . . . . . . . . . . qP 3 ¯ j )2 . . . . . . . . . . . . . 4.29 Hasil Perhitungan i=1 (aij − a
50
4.27 Hasil Perhitungan
i=1
4.30 Normalisasi Matriks Disiplin Kerja . . . . . . . . . . . . . . P P ˆi∗ − aij w ˆj ) . . . . . . . . . 4.31 Perhitungan 3i=1 3j=1 (aij − 1) (w P3
ˆj∗ w ˆ i∗ − aij w
2
50 51 52
. . . . . . . . . . . . .
52
4.33 Prioritas Disiplin Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . qP 3 ¯ j )2 . . . . . . . . . . . . . 4.34 Hasil Perhitungan i=1 (aij − a
53
4.32 Hasil Perhitungan
i=1
4.35 Normalisasi Matriks Kriteria . . . . . . . . . . . . . . . . . P P ˆi∗ − aij w ˆj ) . . . . . . . . . 4.36 Perhitungan 3i=1 3j=1 (aij − 1) (w P3
ˆj∗ w ˆ i∗ − aij w
2
53 54 55
. . . . . . . . . . . . .
55
4.38 Prioritas Kriteria . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
56
4.39 Nilai Prioritas Masing-masing Calon Kepala Sekolah . . . . . .
56
4.40 Skor Prioritas Masing-masing Calon Kepala Sekolah . . . . . .
56
4.41 Jumlah Skor dari Masing-masing Alternatif . . . . . . . . . .
57
4.37 Hasil Perhitungan
i=1
x Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
4.42 Perbandingan Urutan Prioritas Pengetahuan
. . . . . . . . .
57
4.43 Perbandingan Urutan Prioritas Kualitas Kerja . . . . . . . . .
57
4.44 Perbandingan Urutan Prioritas Tanggung Jawab . . . . . . . .
58
4.45 Perbandingan Urutan Prioritas Disiplin Kerja . . . . . . . . .
58
4.46 Perbandingan Urutan Prioritas Kriteria . . . . . . . . . . . .
58
4.47 Perbandingan Urutan Prioritas Menyeluruh . . . . . . . . . .
58
xi Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
1.1
Langkah-langkah Metodologi Penelitian . . . . . . . . . . .
7
3.1
Struktur Hierarki AHP . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
17
4.1
Struktur Susunan Hierarki . . . . . . . . . . . . . . . . . .
31
xii Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu adalah pengambil keputusan. Segala yang dilakukan disadari atau tidak adalah hasil dari keputusan. Informasi yang diperoleh membantu untuk memahami kejadian-kejadian. Untuk mengambil keputusan yang benar dan baik dibutuhkan informasi yang jelas dan akurat. Tidak semua informasi berguna untuk meningkatkan pemahaman dan pertimbangan, jika hanya mengambil keputusan secara intuitif maka cenderung yakin bahwa segala jenis informasi berguna dan semakin baik. Dalam mengambil keputusan perlu diketahui masalah, kebutuhan, dan tujuan keputusan, kriteria keputusan, sub kriterianya dan kelompok yang terpengaruh serta tindakan alternatif yang akan diambil. Kemudian berusaha menentukan alternatif yang terbaik, misalnya dalam kasus alokasi sumber daya, dibutuhkan prioritas untuk alternatif guna mengalokasikan sumber daya yang tepat. Pengambilan keputusan, yang mengumpulkan sebagian besar informasi telah menjadi ilmu matematika dewasa ini. Pengambilan keputusan yang melibatkan banyak kriteria dan banyak sub kriteria, digunakan untuk menyusun peringkat alternatif-alternatif suatu keputusan. Analytic hierarchy process (AHP) dikembangkan pada awal tahun 1970 oleh Thomas L. Saaty, merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang efektif dengan menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman, penge1 Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
2
tahuan, emosi dan rasa untuk dioptimasikan dalam suatu proses yang sistematis. Saaty (1990), mengemukakan bahwa AHP telah diterima sebagai model keputusan multi kriteria yang paling unggul, baik dikalangan akademis maupun dikalangan praktisi untuk membuat keputusan dari persoalan yang kompleks. Aturan dalam AHP berkaitan dengan cara kerja pikiran manusia, karena AHP cukup mengandalkan intuisi sebagai input utamanya, namun intuisi harus datang dari pengambil keputusan yang cukup informasi dan memahami masalah keputusan. Penyusunan struktur keputusan dalam penentuan prioritas pada suatu permasalahan, dilakukan dengan melakukan dekomposisi yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsur dari permasalahan, sehingga akan tergambar faktor-faktor yang mempengaruhi serta alternatif keputusan yang akan ditentukan dalam bentuk hirarki dari semua elemen. Dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan terhadap suatu kriteria yang ditentukan, sehingga diperoleh skala yang sangat berpengaruh untuk membandingkan dua elemen. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison Matrix). Penyusunan matrik perbandingan berpasangan adalah untuk menentukan nilai kepentingan dari setiap elemen pada struktur keputusan. Matriks perbandingan berpasangan dibuat berdasarkan tingkatan level dari masing-masing faktor. Penaksiran prioritas dari matriks perbandingan berpasangan adalah bagian utama dari AHP. Melalui matriks perbandingan berpasangan akan ditentukan tingkat prioritas dari setiap elemen. Dengan mengembangkan vektor prioritas
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
3
untuk semua matriks dalam hierarki yang dibentuk untuk masalah keputusan tertentu, dimungkinkan melaksanakan penggabungan dan memperoleh vektor prioritas akhir (total prioritas). Ada teknik-teknik yang berbeda untuk menentukan vektor prioritas dari matriks perbandingan dan tidak sedikit upaya peneliti diarahkan untuk mencari metode penaksiran terbaik. Metode eigen vektor (EV) yang diajukan pertama kali oleh Saaty (1977), membuktikan bahwa prinsip eigen vektor dari matriks perbandingan dapat digunakan sebagai vektor prioritas yang dibutuhkan, untuk penilaian konsisten maupun nonkonsisten dari pengambil keputusan. Prosedur standar untuk menentukan vektor prioritas dengan metode EV didasarkan pada matriks perbandingan persegi dan normalisasi jumlah baris. Saaty juga mengajukan beberapa metode aproksimasi sederhana untuk memperoleh vektor yang dibutuhkan. Metode paling sederhana adalah metode normalisasi penjumlahan atau metode additive normalization (AN). Metode ini menghasilkan prioritas dengan mengambil penjumlahan kolom dalam matriks perbandingan dan dengan merata-ratakan nilai yang diperoleh dalam baris. Walaupun AN tidak dapat diterima secara luas di komunitas ilmiah yang lebih menyukai metode yang lebih canggih, namun umum digunakan karena sangat sederhana. Hasil analisa menunjukkan bahwa metode ini kompetitif dengan metode lain. Modifikasi yang menarik dari metode EV yang diajukan Cogger dan Yu (1985), didasarkan pada pemikiran bahwa informasi intensitas preferensi keseluruhan termuat di dalam matriks segitiga atas dari matriks perbandingan. Prosedur perhitungan bersifat rekursif dan sederhana, tetapi studi Golany dan Kress (1993), menunjukkan bahwa metode ini tidak efektif dan bisa dikeluarkan.
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
4
Iryanto (2004), menggunakan metode EV untuk menyelidiki tentang Penentuan Prioritas Dengan Adanya Penambahan Alternatif pada Analytic Hieararchy Process. Dengan adanya penambahan alternatif pada Analytic Hierarchy Process untuk kasus tertentu dapat merubah urutan prioritas alternatif sebelumnya. Tetapi dengan memodifikasi cara menormalisasi Eigen Vector (EV) menghasilkan prosedur yang mampu mempertahankan urutan prioritas. Sebagian besar metode lainnya untuk memperoleh prioritas dari matriks perbandingan dianggap ekstrim karena didasarkan pada pendekatan optimisasi. Masalah penentuan prioritas dinyatakan sebagai meminimalkan fungsi tujuan tertentu yang mengukur penyimpangan antara solusi ideal dan solusi aktual, dengan memenuhi beberapa batasan tambahan. Seperti yang dikemukakan oleh Mikhailov dan singh (1999), penilaian prioritas bisa dirumuskan sebagai masalah optimisasi non-linier dengan batasan dan diselesaikan dengan metode kuadratterkecil langsung atau direct least-sqares (DLS). Chu et al. (1979), mengemukakan walaupun metode ini meminimalkan jarak Euclidean antara solusi ideal dan solusi aktual, metode ini umumnya menghasilkan penyelesaian ganda yang bisa dianggap sebagai kelemahan dari sudut pandang praktis. Untuk menghilangkannya, diajukan beberapa metode optimisasi seperti metode kuadrat-terkecil berbobot atau metode weighted least-squares (WLS), dengan menggunakan modifikasi norm Euclidean sebagai fungsi tujuan. Crawford at al. (1985), mengemukakan Metode logaritma kuadrat-terkecil atau logarithmic least sqares (LLS) memberikan penyelesaian eksplisit melalui prosedur optimisasi yang meminimalkan logaritma fungsi tujuan dengan memenuhi batasan penggandaan. Cook dan kress (1988), mengemukakan metode logaritma
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
5
nilai absolut terkecil atau logarithmic least absolute values (LLAV), suatu metode relasi-median yang tidak berbias ke arah penentuan nilai - nilai ekstrim. Wang et al. (2007), mengemukakan suatu estimasi prioritas dalam AHP melalui koefisien korelasi, yang dikenal dengan Correlation Coefficient Maximization Approach (CCMA). CCMA mampu memaksimalkan koefisien korelasi antara prioritas-prioritas sendiri dengan masing-masing kolom dari matriks perbandingan berpasangan . Dari berbagai macam metode dalam penentuan prioritas, penulis mengemukakan suatu model yang akan dibahas dalam penentuan prioritas yaitu melalui koefisien korelasi atau Correlation Coefficient Maximization Approach (CCMA).
1.2 Rumusan Masalah Dari berbagai metode penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, pada umumnya menghasilkan urutan prioritas yang berbeda, yang menjadi permasalahan ”Apakah Penentuan Prioritas dalam AHP melalui Koefisien Korelasi dan melalui penjumlahan normalisasi (AN) akan menghasilkan urutan prioritas yang sama.”
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
6
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dilakukan adalah:
1. Menganalisa penentuan prioritas melalui koefisien korelasi. 2. Menentukan suatu aplikasi untuk mengetahui apakah urutan prioritas yang dihasilkan dengan metode AHP melalui koefisien korelasi dan AN akan sama.
1.4 Kontribusi Penelitian Model penentuan prioritas dalam AHP melalui koefisien korelasi diharapkan memberikan sumbangan teoritis dalam bidang Matematika secara umum, dan khususnya pada para peneliti yang berkaitan dengan Estimasi Prioritas dalam AHP.
1.5 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang dilakukan adalah bersifat literatur dengan mengumpulkan informasi dari berbagai referensi buku dan jurnal, hasil penelitianpenelitian yang berhubungan dengan judul, selanjutnya menjelaskan model Penentuan Prioritas dalam AHP dengan AN dan Koefisien Korelasi. Langkahlangkah metodelogi penelitian ditunjukkan seperti gambar berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
7
Gambar 1.1 Langkah-langkah Metodologi Penelitian
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Analytic Hierarchy Process (AHP) diaplikasikan pada masalah keputusan untuk menentukan prioritas yang menggambarkan pentingnya elemen-elemen pada masing-masing tingkatan setelah ditata strukturnya secara hierarkis pada tingkatan yang berbeda-beda. Proses penentuan prioritas di tingkat tertentu dilaksanakan dengan perbandingan berpasangan semua elemen-elemen. Semua elemen di tingkat hierarki harus disesuaikan dengan elemen-elemen di tingkat atasnya. Dalam perbandingan elemen-elemen berpasangan, pengambil keputusan paling sering menggunakan skala Saaty yaitu mulai dari nilai 1 sampai dengan 9. Dengan memasukkan nilainilai numerik ke dalam posisi yang tepat, dibuatlah matriks perbandingan. Tanpa menghilangkan yang sudah berlaku secara umum , dapat dirumuskan masalah dengan memperhatikan prioritisasi n elemen E1 , E2 , . . . , En pada tingkat hierarki tertentu. Pengambil keputusan atau decision maker (DM) membandingkan secara semantik setiap dua elemen E1 dan E2 secara tidak langsung (secara verbal) atau secara langsung (secara numerik). Dengan bantuan skala, membubuhkan nilai aij yang menggambarkan pertimbangannya atas relatip pentingnya elemen keputusan Ei atas Ej . Jika elemen Ei sama pentingnya untuk DM, maka aij = 1, dan jika Ei lebih diinginkan dari Ej , maka aij > 1. Sifat kebalikan (reciprocal) aji = 1/aij dengan asumsi selalu dipenuhi, dan aii = 1 untuk semua i = 1, 2, . . . , n. Dengan cara ini dibentuklah matriks perbandingan berpasangan reciprocal positip yang mempunyai ukuran n × n. Elemen-elemen diagonal utama semuanya 8 Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
9
sama dengan 1, dan elemen-elemen simetri saling berkebalikan. Ini berarti bahwa hanya n(n − 1)/2 pertimbangan dibutuhkan untuk membentuk matriks. Kemudian masalah adalah menentukan vektor prioritas (W1, W2 , . . . , Wn )T dari matriks, dengan syarat elemen-elemen w jumlahnya sama dengan 1. Ketika pengambil keputusan melakukan penilaian, kemungkinan hasil penilaiannya konsisten atau tidak konsisten. Jika matriks benar-benar konsisten, maka semua elemen mempunyai nilai eksak aij = wi /wj dan syarat transitif aij = aik × akj dipenuhi untuk semua i, j, k = 1, 2, . . . , n. Mikhailov dan Singh (1999), mengemukakan bahwa matriks perbandingan yang konsisten dapat dinyatakan sebagai Ac = (wi /wj ). Prioritas relatip elemen-elemen yang dibandingkan unik dan mudah tersedia dengan mengambil rata-rata dari elemen-elemen di dalam setiap kolom matriks, kemudian membaginya dengan jumlah seluruh elemen kolom. Akan tetapi, evaluasi pengambil keputusan atas aij jarang sempurna dan kaidah transitif sering dilanggar. Dalam kasus ini matriks perbandingan disebut inkonsisten yang bisa dinyatakan sebagai Aic ≈ (wi /wj ). Tingkat inkonsistensi bisa bervariasi karena banyak alasan subjektif atau objektif, tetapi umumnya itu muncul dengan ukuran matriks perbandingan, yaitu jumlah elemen yang dibandingkan. Penentuan prioritas elemen-elemen menjadi penting karena berbagai teknik prioritisasi bisa menghasilkan hasil-hasil yang berbeda dengan penyimpangan yang berbeda-beda dari pertimbangan yang ditentukan. Pada bab ini akan dikemukakan secara singkat enam teknik yang umum digunakan. Semua teknik ini digunakan dalam pendekatan preferensi multikriteria yang diajukan terhadap sin-
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
10
tesa AHP. Dua yang pertama adalah metode normalisasi penjumlahan matriks atau additive normalization (AN) dan metode eigen vektor (EV) serta keempat metode lainnya didasarkan pada optimisasi: kuadrat-terkecil berbobot atau weighted least sequares (WLS), logaritma kuadrat-terkecil atau logarithmic least sqares (LLS), logaritma goal programming (LGP) dan fuzzy preference programming (FPP). Walaupun metode kuadrat-terkecil langsung atau direct least-sqares (DLS) meminimalkan jarak Euclidean secara eksplisit, namun metode ini tidak digunakan dalam penelitian ini karena dua alasan yaitu tidak memungkinkan seleksi sebarang vektor-vektor prioritas jika ada penyelesaian ganda dan tidak memperhatikan tingkatan atau urutan. Golany dan Kress (1993), mengemukakan bahwa beberapa teknik prioritisasi yang lainnya dianggap lebih rendah kualitasnya daripada teknik yang disebutkan diatas sehingga dihindari dalam penelitian ini.
2.1
Metode Normalisasi Perjumlahan atau Additive Normalization (AN) Untuk memperoleh vektor prioritas W metode ini cukup membagi elemen-
elemen dari setiap kolom matriks A dengan jumlah dari kolom tersebut (yaitu menormalkan kolom), kemudian menjumlahkan elemen-elemen dalam setiap baris yang dihasilkan dan akhirnya membagi jumlah ini dengan jumlah elemen di dalam baris. Prosedur ini dinyatakan dengan hubungan (2.1) dan (2.2) sebagai berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
11
aij a0ij = P , n aij
i, j = 1, . . . , n
(2.1)
a0ij
(2.2)
i=1
wi = (1/n)
n X
i = 1, . . . , n
j=1
Popularitas dan penggunaan metode ini didalam praktek adalah karena kesederhanaannya yang luar biasa. Walaupun dianggap kurang unggul namun metode ini berkinerja lebih tinggi secara signifikan daripada metode yang lebih canggih.
2.2 Metode Eigen Vektor (EV) Saaty mengajukan eigen vektor utama dari A sebagai vektor prioritas yang diinginkan W . Sistem linier untuk menentukan vektor ini adalah: Aw = λw, eT w = 1
(2.3)
haruslah diselesaikan di mana λ adalah eigenvalue utama matriks A. Jika DM konsisten maka λ = n, dalam hal lainnya λ > n. Taksiran yang baik pada eigen vektor utama untuk matriks inkonsisten bujur sangkar, menormalisasikan jumlah baris setiap elemen. Telah dibuktikan berbagai peneliti bahwa untuk penyimpangan kecil seputar ratio konsisten wi /wj , metode EV memberikan aproksimasi yang cukup baik atas vektor prioritas. Akan tetapi, bila inkonsistensi besar, umumnya diterima bahwa penyelesaian tidak begitu memuaskan.
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
12
2.3 Metode Kuadrat-Terkecil Berbobot atau Weighted Least Squares (WLS) Chu et al. (1979) mengajukan metode ini sebagai modifikasi metode kuadratterkecil langsung (DLS). Metode WLS meminimalkan fungsi jarak L2 yang didefinisikan untuk elemen-elemen dari vektor prioritas yang tidak diketahui W dan ratio pertimbangan yang diketahui aij = wi /wj dengan penyelesaian masalah optimisasi non-linier dengan batasan berikut: n n X X min (wi − aij wj )2 i=1 j=1
dengan batasan
n X
(2.4) wi = 1
i=1
Masalah optimisasi diubah menjadi sistem persamaan-persamaan linier dengan mendiferensialkan Lagrangian dari (2.4) dan menyamakannya dengan nol. Telah dibuktikan Blankmeyer (1987), bahwa dengan cara ini WLS memberikan penyelesaian unik dan positip (wi > 0, i = 1, 2, . . . , n).
2.4 Metode Logaritma Kuadrat Terkecil atau Logarithmic Least Sqares Metode Logarithmic Least Sqares (LLS) juga menggunakan metrik L2 dalam mendefinisikan fungsi tujuan masalah optimisasi berikut: n n X X [ln aij − (ln wi − ln wj )]2 min i=1 j>1
dengan batasan n Y
wi = 1
wi > 0,
i = 1, 2, . . . , n
(2.5)
i=1
Crawford dan Williams (1985), menunjukkan bahwa penyelesaian untuk masalah (2.5) unik dan dapat ditentukan hanya sebagai rata-rata gemoetrik dari
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
13
baris-baris matriks A, yaitu: wi =
n Y
1/n
aij
i = 1, 2 . . . , n
(2.6)
j=1
2.5 Metode Logaritma Goal Programming (LGP) Metode ini diajukan Bryson (1995), menyatakan bahwa prioritas diinginkan untuk memenuhi kesamaan: aij − (wi /wj ) δij+ δij− = 0 dengan i, j = 1, 2, . . . , n j > i
(2.7)
di mana δij+ ≥ 1 dan δij− ≥ 1 adalah variabel penyimpangan, yang tidak bisa lebih besar dari 1 secara bersamaan. Prioritas wi , i = 1, 2, . . . , n diperoleh sebagai penyelesaian masalah linear goal programming berikut: min
n n X X
(ln δij+ + ln δij− )
i=1 j>1
dengan batasan ln w1 − ln wj + ln δij+ − ln δij− = ln aij ,
i, j = 1, 2, . . . , n, j > 1
(2.8)
di mana semua ln δij+ dan ln δij− nonnegatip.
2.6 Metode Fuzzy Preference Programming (FPP) FPP yang diajukan Mikhailov (2000) , pada awalnya menyatakan bahwa jika matriks berkebalikan A konsisten, maka aij wj − w1 = 0 untuk semua i, j = 1, . . . , n, j > i yang dapat dinyatakan sebagai sistem m = n(n − 1)/2 persamaan linier: Rw = 0
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
(2.9)
14
Metode FPP menyatakan (2.9) secara geometrik sebagai irisan garis-garis hyper fuzzy dan mengubah masalah prioritisasi menjadi masalah optimisasi, dengan menentukan nilai prioritas yang bersesuaian dengan titik dengan ukuran irisan tertinggi. Cara ini mereduksi masalah prioritisasi menjadi masalah fuzzy programming yang dapat diselesaikan dengan mudah sebagai program linier standar yaitu: maksimalkan µ + dengan batasan µ d+ j + Rj w ≤ dj − µ d− j − Rj w ≤ dj , j = 1, 2, . . . , m, n X
0 ≤ µ ≤ 1,
(2.10)
wi = 1 wi > 0, i = 1, 2, . . . , n
i=1 + di mana nilai parameter toleransi kiri dan kanan d− j dan dj merupakan interval
pemenuhan aproksimasi yang diakui atas persamaan Rj w = 0. Ukuran irisan µ diajukan oleh Mikhailov (2000), sebagai indeks konsistensi alami dari FPP. Akan tetapi, nilainya tergantung pada parameter toleransi, sehingga dalam implementasi praktis semua parameter ini harus ditetapkan sama. Wang at al. (2007), menyelidiki tentang Estimasi Prioritas dalam AHP melalui Koefisien Korelasi. Dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa pendekatan maksimasi koefisien korelasi dapat memaksimalkan koefisien korelasi antara vector prioritas dan setiap kolom dari suatu matriks perbandingan berpasangan. Mario (2003), mengemukakan bahwa koefisien korelasi linier (r) mengukur kekuatan hubungan linier antara pasangan nilai-nilai kuantitatif X dan Y pada sebuah sampel. Nilainya dihitung dengan menggunakan formula yang sering dise-
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
15
but sebagai Koefisien Korelasi Product Moment Pearson (r), yaitu: Pn
(xi − x ¯) (yi − y¯) P ¯)2 ni=1 (y i − y¯)2 i=1 (xi − x
r = qP n
i=1
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
BAB 3 LANDASAN TEORI
3.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu model atau teknik yang efektif bagi perorangan atau kelompok untuk mengambil keputusan dalam memecahkan persoalan yang komplek dan tidak terstruktur. Proses ini juga memungkinkan seseorang menguji kepekaan hasilnya terhadap perubahan informasi. Penggunaan metode AHP dimaksudkan untuk menjaring penilaian secara kualitatif yang kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk kuantitatif oleh para pengambil keputusan. Pada prinsipnya model AHP yang dikembangkan pertama sekali oleh Thomas L. Saaty pada awal tahun 1970 , menyederhanakan masalah kompleks yang tidak terstruktur menjadi bagian-bagian yang terstruktur serta menata bagian atau variabel dalam suatu hirarki. Bentuk yang paling sederhana digunakan untuk sruktur suatu masalah keputusan adalah suatu hirarki yang terdiri dari tiga level yaitu : Goal yang merupakan level yang paling tinggi, berikutnya level yang kedua terdiri dari kriteria dan level yang terakhir adalah alternatif-alternatif yang akan dievaluasi. Pada tingkat kepentingan setiap alternatif diberi nilai numerik dengan pertimbangan subyektif tentang prioritas pentingnya setiap variabel (alternatif) dibanding variabel lainnya secara berpasangan. Kemudian dilakukan sintesa dari berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas 16 Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
17
yang paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
3.1.1 Prinsip-prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process (AHP) Prinsip dasar dalam penerapan menyelesaikan masalah pengambilan keputusan adalah:
a. Decomposisi (prinsip menyusun hirarki) Pada prinsip ini permasalahan diuraikan secara hirarki yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi elemen-elemen yang terpisah. Pengertian hirarki dalam kehidupan sehari-hari adalah tingkatan atau level. Hirarki merupakan alat mendasar dari pikiran manusia yang melibatkan pengidentifikasian elemen-elemen suatu persoalan, mengelompokkan elemen-elemen itu ke dalam beberapa kumpulan yang homogen dan menata kumpulankumpulan itu pada tingkat yang berbeda (Saaty, 1993). Suatu hirarki dalam AHP merupakan kumpulan elemen-elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dimana tiap tingkat mencakup beberapa elemen yang homogen. Adapun struktur hirarki AHP ditampilkan pada gambar sebagai berikut:
Gambar 3.1 Struktur Hierarki AHP
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
18
Dalam menyusun suatu hirarki, tidak terdapat pedoman tertentu yang harus diikuti, semuanya tergantung pada kemampuan para pengambil keputusan dalam memahami masalah. Tetapi untuk memastikan bahwa kriteriakriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, perlu dilihat sifat-sifat berikut: (a) Minimum, maksudnya jumlah kriteria diusahakan optimal untuk mempermudah analisis. (b) Independen, maksudnya setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama. (c) Lengkap, maksudnya kriteria harus dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan. (d) Operasional, maksudnya kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, secara kuantitatif dan atau kualitatif, dan dapat dikomunikasikan.
b. Comparative Judgement Comparative Judgement artinya membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dengan kaitannya dengan tingkat di atasnya. Hasil penilaian disajikan dalam bentuk Pairwise Comparisons Matrix ( matrik perbandingan berpasangan). Perbandingan berpasangan dilakukan dengan menggunakan skala, dimulai dari skala 1 yang menunjukkan tingkatan yang paling rendah sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi. Saaty (1980), menetapkan skala kuantitatif 1 sampai 9 untuk menilai secara perbandingan tingkat kepen-
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
19
tingan suatu elemen dengan elemen lain, seperti ditunjukkan pada tabel halaman berikut:
Tabel 3.1 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Penjelasan Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3 Elemen baris sedikit lebih penting Pengalaman dan penilaian sedikit daripada elemen kolom menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya 5 Elemen baris lebih penting dari- Pengalaman dan penilaian sangat pada elemen kolom kuat menyokong satu elemen dibandingkan atas elemen lainnya 7 Elemen baris sangat lebih penting Satu elemen sangat kuat disokong daripada elemen kolom dan dominannya telah terlihat dalam praktek 9 Elemen baris mutlak lebih pent- Bukti yang mendukung elemen ing daripada elemen kolom yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai per- Nilai ini diberikan bila ada komtimbanagan yang berdekatan promi diantara dua pilihan Jika untuk aktivitas aij mendapat suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas aji maka aji mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan aij (aji = 1/aij ) 1
Keterangan Kedua elemen sama pentingnya
Para pakar pengambil keputusan yang akan memberikan jawaban, perlu mempunyai pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang akan dicapai. Para pakar pada umumnya membandingkan dalam menyusun skala kepentingan dengan memilih: a. Elemen mana yang lebih penting dan disukai. b. Berapa kali lebih penting dan disukai
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
20
c. Synthesis of Priority (penyusunan dan penetapan prioritas) Penyusunan dan penetapan prioritas maksudnya menentukan peringkat elemen elemen menurut relatif pentingnya dengan melakukan perbandingan secara berpasangan terhadap elemen-elemen tersebut. Prioritas elemenelemen kriteria dapat dipandang sebagai bobot elemen terhadap tujuan. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, maupun secara langsung maupun tidak langsung. Bobot didefenisikan sebagai sebuah nilai yang ditetapkan pada suatu kriteria evaluasi yang mengindikasikan kepentingannya relatif terhadap kriteria lain berdasarkan suatu pertimbangan. Dari setiap matrik perbandingan berpasangan dicari prioritas lokalnya atau local priority. Karena matriks perbandingan berpasangan terdapat pada setiap tingkat maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis (perpaduan) diantara local priority. d. Logical Consistensy (konsistensi Logis) Konsistensi logis maksudnya menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperinggkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Secara umum, para pengambil keputusan dalam melakukan perbandingan elemen, jika A > B dan B > C maka secara logis dinyatakan bahwa A > C, berdasarkan nilai numerik yang sudah ditetapkan.
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
21
3.1.2 Landasan Aksiomatik Analytic Hierarchy Process (AHP) Analitic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari:
a. Reciprocal Comparison Reciprocal Comparison, mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika α skala lebih penting A dari pada B, maka B adalah
1 α
skala lebih penting dari A.
b. Homogenity Homogenity, mengandung arti kesamaan dalam mengambil perbandingan. Misalnya, tidak mungkin membandingkan gula dengan kapas dalam hal rasa, tetapi akan lebih relevan jika membandingkannya dalam hal berat. c. Dependence Dependence, mengandung arti bahwa setiap tingkatan (level) mempunyai kaitan (complete hierarchy). d. Expectation Expectation, artinya menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan persepsi dari pengambil keputusan.
3.1.3 Perbandingan Berpasangan (Pairwise Comparison) Metode AHP memiliki kelebihan yaitu dalam hal kemampuannya untuk menggabungkan unsur-unsur kualitatif dan kuantitatif. Kuantifikasi dari hal-hal yang bersifat kualitatif dilakukan dengan memberikan persepsi perbandingan yang
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
22
diskalakan secara berpasangan (Pairwise Comparison Scale). Pelaku pengambil keputusan atau responden yang akan memberikan persepsi, harus mengerti mengenai elemen-elemen yang diperbandingkan dan relevansinya terhadap tujuan yang dimaksudkan. Melakukan perbandingan berpasangan seperti yang dimaksud tersebut, digunakan skala perbandingan (skala fundamental) yang diturunkan berdasarkan riset psikologis atas kemampuan individu dalam membuat suatu perbandingan secara berpasangan terhadap beberapa elemen yang akan diperbandingkan (Saaty, 1988). Skala nilai perbandingan berpasangan telah dijelaskan pada bagian 3.1.1.b.
3.1.4 Perhitungan Bobot Elemen Proses perhitungan matematis dalam metode AHP dilakukan dengan menggunakan matriks. Apabila dalam suatu subsistem operasi terdapat n elemen operasi yaitu A1 , A2, . . . , An maka hasil perbandingan dari elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matrik A berukuran n × n dengan bentuk sebagai berikut:
A1 A2 .. .
A1 1 a21 .. .
A2 a12 1 .. .
··· ··· ··· .. .
An a1n a2n .. .
An1
an1
an2
···
1
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
23
Matriks di atas menunjukkan A1, A2, . . . , An adalah set elemen pada satu tingkat dalam hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks An×n . Matriks An×n merupakan matriks reciprocal, yang diasumsikan terdapat n elemen yaitu w1 , w2, . . . , wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai (judgement) perbandingan secara berpasangan antara wi , wj yang dipresentasikan dalam sebuah matriks
wi wj
= aij , dengan ij = 1, 2, 3, . . . , n, sedangkan nilai aij meru-
pakan nilai matriks hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj bersangkutan sehingga diperoleh matriks yang dinormalisasi. Nilai aij = 1, untuk i = j (diagonal matrik memiliki nilai 1), atau apabila antara elemen operasi Ai dengan Aj memiliki tingkat kepentingan yang sama maka nilai aij = aji = 1. Secara umum elemen-elemen matriks tersebut diperoleh dengan membandingkan satu elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk tingkat hirarki yang sama. Matriks ini dikenal dengan sebutan Pairwise Comparison Judgement Matrices (PCJM). Data dari matriks perbandingan berpasangan ini ,merupakan dasar untuk menyusun vector prioritas dalam AHP. Bila vector pembobotan elemen-elemen operasi dinyatakan sebagai vector W , dengan W = (w1 , w2, . . . , wn ), maka intensitas kepentingan elemen operasi A1 terhadap A2 adalah w1 /w2, yang sama dengan a12 sehingga matriks perbandingan dapat dinyatakan sebagai berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
24
Tabel 3.2 Perbandingan Intensitas Kepentingan Elemen Operasi A1 A2 .. .
A1 w1 /w1 w2 /w1 .. .
A2 w1 /w2 w2 /w2 .. .
An
wn /w1
wn /w2
··· ··· ··· ··· ···
An w1/wn w2/wn .. . wn /wn
Berdasarkan matrik perbandingan berpasangan tersebut dilakukan normalisasi penjumlahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menjumlahkan nilai setiap kolom dalam matrik perbandingan berpasangan n P aij , i, j = 1, . . . , n . i=1
b. Membagi nilai aij pada setiap kolom dengan jumlah nilai pada kolom 0 a = aij , n ij P aij
i, j = 1, . . . , n
i=1
c. Menjumlahkan semua nilai setiap baris dari matrik yang telah ! dinormalisasi n P dan membaginya dengan jumlah elemen tiap baris n1 . j=1
Hasil pembagian tersebut menunjukkan nilai prioritas untuk masing-masing elemen.
3.1.5 Konsistensi Perbandingan berpasangan dari masing-masing elemen dapat diperoleh melalui pengukuran aktual maupun pengukuran relatif dari derajat kesukaan, kepentingan atau perasaan. Dalam penilaian perbandingan berpasangan sering terjadi ketidak konsistenan dari pendapat/preferensi yang diberikan oleh pengambil
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
25
keputusan (responden). Konsistensi dari penilaian berpasangan tersebut dievaluasi dengan menghitung Consistency Ratio (CR). Saaty menetapkan apabila nilai CR lebih kecil atau sama dengan 10% (CR ≤ 0, 1) maka hasil penilaian tersebut dikatakan konsisten. Formulasi untuk menghitung adalah : CR = CI/RI. Dimana , CI= Consistency Index (Indek konsistensi) dan RI = Random Consistency Index Nilai CI menggunakan formula : CI = (λmax − n)/(n − 1), λmax = nilai maksimum dari nilai eigen value berordo n. Nilai eigen maksimum didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian matrik perbandingan dengan eigen vector utama (vector prioritas) dan membaginya dengan jumlah elemen. Nilai CI tidak akan berarti bila tidak terdapat acuan untuk menyatakan apakah CI menunjukkan suatu matriks yang konsisten atau tidak konsisten. Saaty memberikan acuan dari 500 buah sample matriks acak dengan perbandingan 1-9, untuk beberapa orde matriks, Saaty (1980) mendapatkan nilai rata-rata Random Index (RI) sebagai berikut: Tabel 3.3 Nilai Indeks acak / Random Index (R.I.) Ordo 1. 2 3 Matriks RI 0 0,52
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
0,89
1,11
1,25
1,35
1,4
1,45
1.49
1,51
1,54
1,56
3.2 Koefisien Korelasi Studi yang membahas tentang derajat hubungan antara variabel-variabel dikenal dengan nama analisis korelasi. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat hubungan, terutama untuk data kuantitatif dinamakan koefisien korelasi. Kapadia dan Anderson (1987), menyatakan bahwa koefisien korelasi hanya su-
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
26
atu pengukuran derajat tentang hubungan linier antara dua variabel. Kuzma dan Bohnenblust (2001) kekhususan dari nilai koefisien korelasi product moment pearson adalah berkisar antara -1 dan +1. Besarnya koefisien korelasi sekitar −1 ≤ r ≤ +1, tanda positif dan negatif menunjukkan arah korelasi antara dua variabel. Harga r = −1 menyatakan adanya hubungan linier sempurna tak langsung antara dua variabel. Harga r = +1 menyatakan adanya hubungan linier sempurna secara langsung antara dua variabel. Harga r antara 0 sampai +1 menyatakan adanya hubungan linier positif antara variabel. Harga r lainnya antara 0 sampai -1 menyatakan adanya hubungan linier negatif antara variabel. Khusus untuk r = 0, maka ditafsirkan bahwa tidak terdapat hubungan linier antara variabel. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi adalah angka atau bilangan yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih. Bilangan tersebut juga menunjukkan arah korelasi (apakah positif atau negatif). Pada Statistika Parametrik, koefisien korelasi sampel merupakan ukuran yang menyatakan keeratan hubungan di antara hasil-hasil pengamatan dari populasi-populasi yang mempunyai dua varian (bivarian). Koefisien korelasi yang terkenal adalah momen-hasil kali Pearson, biasanya diberi notasi r, dan didefinisikan sebagai Pn
(xi − x ¯) (yi − y¯) 2 Pn 2 ¯) ¯) i=1 (xi − x i=1 (y i − y
r = qP n
i=1
dengan X dan Y adalah variabel-variabel yang diminati. Ini digunakan untuk menduga derajat hubungan variabel X dan Y .
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
BAB 4 CORRELATION COEFFICIENT MAXIMIZATION APPROACH (CCMA)
Correlation Coefficient Maximization Approach (CCMA) sebagai pendekatan maksimasi koefisien korelasi yang digunakan dalam menentukan prioritas dari matriks perbandingan berpasangan atau Pairwise Comparison Judgement Matrices (PCJM). Menurut Wang (2006), penentuan prioritas melalui maksimasi koefisien korelasi dapat memaksimumkan koefisien korelasi antara prioritas-prioritas dengan setiap kolom dari matriks perbandingan berpasangan. Misalkan A = (aij )n×n merupakan sebuah matriks perbandingan berpasangan aij = 1/aji , aii = 1 dan aij > 0 untuk i, j = 1, 2, . . . , n dan W = (w1 , . . . , wn )T sebagai vector prion P wi = 1 dan wi ≥ 0, untuk i = 1, . . . , n. Menurut Saaty (1988), ritas dengan i=1
jika aij = aik akj untuk k = 1, . . . , n maka A = (aij )n×n disebut matrik perbandingan berpasangan konsisten sempurna. Untuk matriks perbandingan konsisten sempurna A = (aij )n×n , ini dapat dikarakteristik dengan tepat oleh sebuah vector prioritas W = (w1 , . . . , wn )T sebagai berikut: aij = wi /wj dengan i, j = 1, 2, . . . , n Dari persamaan (3.1) diperoleh: , n , n n X X X wj = wi aij = 1 aij , i=1
i=1
j = 1, . . . , n
(4.1)
(4.2)
i=1
Berdasarkan persamaan (3.1) , sebuah matriks perbandingan konsiten A = (aij )n×n
27 Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
28
dapat disajikan seperti vector n kolom sebagai berikut: w1 w1 1 1 1 w2 w2 . , . , ··· , w1 .. w2 .. wn wn wn
w1
w2 .. . wn
Ini menunjukkan bahwa vector n kolom dikorelasikan secara sempurnna dengan vector prioritas W = (w1, . . . , wn )T . Misalkan Rj merupakan koefisien korelasi antara vector prioritas W dan vector kolom ke-j dari matriks perbandingan berpasangan A = (aij )n×n , maka diperoleh:
Pn
(aij − ¯aj ) (wi − w) ¯ q Pn 2 2 ¯j) ¯ i=1 (aij − a i=1 (wi − w) P P Dengan j = 1, . . . , n, a ¯ j = n1 ni=1 aij dan w ¯ = n1 ni=1 wi = n1 Rj = q Pn
i=1
(4.3)
Untuk sebuah matriks perbandingan A = (aij )n×n , oleh karena aij = wi /wj , ¯ j dengan (j = 1, . . . , n) maka persamaan dengan (i, j = 1, 2, . . . , n) dan a ¯j = w/w (3.3) menjadi: Rj = q
1 wj
1 wj2
Pn
(wi − w) ¯ (wi − w) ¯ q Pn Pn 2 2 ¯ ¯ i=1 (wi − w) i=1 (wi − w) i=1
= 1
dengan j = 1, . . . , n (4.4)
Berdasarkan bentuk di atas diperoleh model optimisasi berikut: Maksimasi R =
Xn
j=1
Rj =
Xn
j=1
Xn
i=1
(wi − w) (aij − a ¯) ¯ qP · qP n n ¯ j )2 ¯ 2 i=1 (aij − a i=1 (wi − w) (4.5)
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
29
Dengan memperhatikan bahwa
Pn
i=1‘
wi = 1, dan wi ≥ 0, dengan i =
1, . . . , n, dan misalkan wi − w ¯ w ˆi• = qP n ¯ 2 i=1 (wi − w)
(4.6)
dan aij − a ¯j bij = qP n ¯ j )2 i=1 (aij − a
, i , j = 1, . . . , n
(4.7)
Maka diperoleh: Xn
i=1
w ˆi2 = 1 dan
Xn
i=1
b2ij = 1, (i, j = 1, . . . , n)
Berdasarkan model optimisasi persamaan (3.5)-(3.7) , dapat ditransform ke bentuk: Maksimasi R =
Xn
j=1
Xn
i=1
bij w ˆi =
Xn Xn i=1
j=1
bij
w ˆi
(4.8)
Dengan model optimisasi di atas terdapat beberapa Teorema sebagai berikut:
Teorema 1 Misal w ˆi∗ menjadi solusi model optimisasi dan R∗ sebagai nilai fungsi objektif optimal, maka w ˆi∗
Pn
j=1 bij = r Pn Pn i=1
R∗ =
r
j=1 bij
Xn Xn i=1
j=1
2 dan
bij
2
(4.9)
(4.10)
Dari persamaan (3.6) , diperoleh wi = w ¯+
r Xn
i=1
(wi − w) ¯ 2·w ˆi∗ , (i = 1, . . . , n)
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
(4.11)
30
Misalkan β =
qP n
i=1
(wi − w) ¯ 2 ≥ 0, maka persamaan (3.11) menjadi: _•
wi = w ¯ + β wi =
1 +β w ˆ i•, (i = 1, . . . , n) n
(4.12)
(Perbedaan nilai β akan memberikan vektor prioritas yang berbeda). Untuk menentukan nilai parameter β, dapat juga menyelesaikan dua model optimisasi berikut: J=
2 n n X 1 X _ _∗ β w i − aij w j − (aij − 1) (wi − aij wj ) = n j=1 i=1 j=1 2
n n X X i=1
(4.13)
dengan β ≥ 0 J=
n n X X
aij −
i=1 j=1
wi wj
2
=
n n X X i=1
_∗
2
+ β wi aij − 1/n . _∗ 1 n + β wj j=1
(4.14)
dengan memperhatikan β ≥ 0
Teorema 2 Misalkan β ∗ menjadi penyelesaian optimal dari persamaan di atas, Maka: β∗ =
∗ _ _∗ (a − 1) w − a w ij ij j i i=1 j=1 2 P P _∗ _∗ n ni=1 nj=1 wi − aij wj
Pn Pn
(4.15)
Untuk menentukan prioritas dari matriks perbandingan berpasangan yang konsisten , CCMA menentukan langkah-langkah sebagai berikut: Langkah 1.
Normalkan matriks perbandingan berpasangan dengan menggunakan persamaan (3.7).
Langkah 2.
Hitung tranformasi bobot w ˆi∗ (i = 1, . . . , n) dengan menggunakan persamaan (3.9) dan maksimalisasi penjumlahan pada koefisien korelasi R∗ dengan persamaan (3.10),
Langkah 3.
Tentukan nilai koefisien β ∗ dengan persamaan (3.15)
Langkah 4.
Hitung final prioritas wi∗(i = 1, 2, . . . , n), dengan persamaan (3.12).
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
31
Pada bab ini penulis akan menghitung urutan prioritas berdasarkan perhitungan dengan metode AN dan berdasarkan CCMA (Coefficien corelation maximation approach). Sebagai ilustrasi yang akan dibahas adalah masalah pemilihan kepala sekolah pada suatu yayasan pendidikan. Untuk seorang calon kepala sekolah misalnya ditentukan 4 kriteria yang diperlukan yaitu pengetahuan, kualitas kerja, tanggung jawab, dan disiplin kerja. Sedangkan sebagai alternatif calon kepala sekolah tersebut adalah bernama Abdul, Budi, dan Cevin.
4.1 Penentuan Prioritas Berdasarkan AHP Dalam penentuan prioritas berdasarkan perhitungan dalam AHP ada beberapa langkah yang akan dilakukan yakni sebagai berikut:
4.1.1 Membuat Susunan Hirarki Hirarki disusun dari level yang paling tinggi (goal) , level berikutnya kriteria dan level paling bawah adalah alternatif-alternatif seperti gambar berikut ini:
Gambar 4.1 Struktur Susunan Hierarki
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
32
4.1.2 Melakukan Perbandingan Berpasangan Empat Kriteria Empat kriteria yang diperlukan yaitu pengetahuan (K1), kualitas kerja (K2), tanggung jawab (K3), dan disiplin (K4). Misalkan para responden (pengambil keputusan) memberi bobot preferensinya dengan skala perbandingan Saaty sebagai berikut:
1. K1 dibanding K2 adalah 6 2. K1 dibanding K3 adalah 4 3. K1 dibanding K4 adalah 6 4. K2 dibanding K3 adalah 1/3 5. K2 dibanding K4 adalah 3 6. K3 dibanding K4 adalah 4
Perbandingan berpasangan elemen disusun kedalam suatu matriks yang disebut matriks perbandingan berpasangan dibentuk dimana elemen aij = aji atau aji = 1 , aij
aji = 1 untuk i = j. Tabel 4.1 Perbandingan Berpasangan Elemen Pengetahuan
Pengetahuan (K1 ) Kualitas kerja (K2 ) Tanggung jawab (K3 ) Disiplin kerja (K4 ) Jumlah
(K1 ) 1 1/6 1/4 1/6 1,5833
Kualitas Tanggung Kerja Jawab (K2 ) (K3 ) 6 4 1 1/3 3 1 1/3 1/4 10,3333 5,5833
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
Disiplin Kerja (K4 ) 6 3 4 1 14
33
4.1.3 Menentukan Prioritas Menurut AN dan Kekonsistenan Dalam menentukan prioritas dan kekonsistenan ada beberapa tahapan atau urutan, yakni sebagai berikut:
a. Normalisasi matriks Setiap elemen pada kolom dibagi dengan jumlah masing-masing kolom sehingga diperoleh matriks yang dinormalisasi. Prioritas ditentukan dengan membagi jumlah tiap baris pada matriks yang telah dinormalisasi dengan jumlah elemen. Hasilnya ditunjukkan pada tabel berikut:
K1 K2 K3 K4
K1 0,6315 0,1053 0,1578 0,1053
Tabel 4.2 Matriks Normalisasi K2 K3 K4 Prioritas (Jumlah/4) 0,5811 0,7164 0,4286 0,5893 0,0967 0,0597 0,2143 0,1190 0,2903 0,1791 0,28657 0,2283 0,0323 0,0448 0,0714 0,0634
b. Menghitung konsistensi Langkah 1 : Untuk menghitung konsistensi adalah dengan melakukan perkalian matriks antar matriks perbandingan pada tabel 4.1 dan vektor prioritas yang didapat pada tabel 4.2 hasil perhitungan ini 1 6 4 6 1/6 1 1/3 3 1 4 1/4 3 1/6 1/3 1/4 1
dapat dilihat sebagai berikut: 2, 5969 0, 5893 0, 1190 0, 4835 = 0, 2283 0, 9862 0, 2584 0, 0634
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
34
Langkah 2: Membagi tiap baris hasil perkalian matriks di atas dengan vector prioritas sehingga menghasilkan nilai tiap elemen yang disebut lamda (λ), yaitu: 4, 4067 0, 5893 2, 5969 0, 4835 0, 1190 4, 0630 = : 0, 9862 0, 2283 4, 3197 4, 0757 0, 0634 0, 2584 Langkah 3 : Menentukan λmaks sebagai berikut: λmaks =
4, 4067 + 4, 0630 + 4, 3197 + 4, 0757 λ1 + λ2 + λ3 + λ4 = = 4, 2163 n 4
Langkah 4: Menghitung indeks Consistensi (Ci) dan rasio consistensi (Cr) yaitu: 4, 2163 − 4 0, 2163 λmaks − n = = = 0, 0721 n−1 4−1 3 Ci 0, 0721 Cr = = = 0, 0810 IR 0, 89
Ci =
Nilai Cr < 0, 1 maka penilaian pada perbandingan berpasangan matriks kriteria yang diberikan adalah konsisten (dapat diterima). Setelah dihasilkan prioritas kriteria, langkah berikutnya menghitung prioritas alternatif dengan memasukkan skor pada masing-masing calon . Misalkan skor yang diberikan untuk tiap kriteria disusun ke dalam bentuk Matriks Perbandingan Berpasangan seperti pada tabel berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
35
a) Matriks perbandingan untuk pengetahuan
Tabel 4.3 Pengetahuan (Skill) Pengetahuan Abdul Budi Cevin Total kolom
Abdul 1 1/6
Budi 6 1 3 10,0000
1,4167
Cevin 4 1/3 1 5,3333
Prioritas 0,6853 0,0934 0,2213
Matriks di atas dinormalisasi degan membagi tiap elemen dengan masingmasing jumlah kolomnya, kemudian ditentukan prioritasnya dengan membagi setiap elemen matriks yang dinormalisasi dengan jumlah elemen, seperti ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Matriks Normalisasi Pengetahuan Pengetahuan Abdul Budi Cevin
Abdul 0,7059 0,1176 0,1765
Budi 0,6000 0,1000 0,3000
Uji Konsistensi : 6 1 1/6 1 1/4 3
4
Cevin Prioritas (Jumlah/n) 0,7500 0,6853 0,0625 0,0934 0,1875 0,2213
1/3 1
0, 6853 2, 1309 0, 0934 = 0, 2814 0, 6728 0, 2213
2, 1309 0, 6853 3, 1094 0, 2814 : 0, 0934 = 3, 0128 3, 0402 0, 2213 0, 6728
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
36
3, 1094 + 3, 0128 + 3, 0402 λ1 + λ2 + λ3 = = 3, 0541 n 3 λmaks − n 3, 0541 − 3 Ci = = = 0, 0271 n−1 3−1 Ci 0, 0271 Cr = = = 0, 0521 IR 0, 52
λmaks =
Karena nilai Cr < 0, 1 maka penilaian perbandingan berpasangan pada matriks tersebut adalah konsisten (dapat diterima).
b) Matriks perbandingan untuk kualitas kerja Tabel 4.5 Kualitas Kerja Kualitas Kerja Abdul Budi Cevin Total kolom
Abdul Budi 1 1/2 2 1 1 1/2 4 2
Cevin Prioritas 1 0,2500 2 0,5000 1 0,2500 4
Matriks diatas dinormalisasi dan ditentukan prioritasnya dengan cara pada evaluasi pengetahuan (skill) di atas, hasilnya seperti ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 4.6 Matriks Normalisasi Kualitas Kerja Kualitas kerja Abdul Budi Cevin
Abdul Budi 0,2500 0,25 0,5000 0,5 0,2500 0,25
Uji Konsistensi : 1/2 1 2 1 1 1/2
Cevin Prioritas (Jumlah/n) 0,2500 0,2500 0,5000 0,5000 0,2500 0,2500
1 2 1
0, 25 0, 75 0, 50 = 1, 50 0, 75 0.25
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
37
0, 75 0, 25 3 1, 50 : 0, 50 = 3 3 0, 25 0, 75 3+3+3 λ1 + λ2 + λ3 = =3 n 3 λmaks − n 3−3 Ci = = =0 n−1 4−1 Ci Cr = =0 IR
λmaks =
Nilai Cr < 0, 1 maka penilaian perbandingan berpasangan pada matriks tersebut adalah konsisten (dapat diterima).
c) Matriks perbandingan untuk tanggung jawab
Tabel 4.7 Tanggung Jawab Tanggung jawab Abdul Budi Cevin Total kolom
Abdul Budi 1 4 1/4 1 1/3 1 1,5833 6
Cevin Prioritas 3 0,6327 1 0,1749 1 0,1924 5
Matriks di atas dinormalisasi dengan cara yang sama, hasilnya ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.8 Matriks Normalisasi Tanggung Jawab Tanggung jawab Abdul Budi Cevin
Abdul 0,6316 0,1579 0,2105
Budi 0,6667 0,1667 0,1667
Cevin Prioritas Jumlah/n 0,6000 0,6327 0,2000 0,1749 0,2000 0,1924
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
38
Uji konsistensi : 4 1 1/4 1 1/3 1
3 1 1
0, 6327 1, 9095 0, 1749 = 0, 5255 0, 5782 0.1924
1, 9095 0, 6327 3, 0180 0, 5255 : 0, 1749 = 3, 0046 3, 0052 0, 1924 0, 5782
3, 0180 + 3, 0046 + 3, 0052 λ1 + λ2 + λ3 = = 3, 0093 n 3 3.0093 − 3 λmaks − n = = 0, 0005 Ci = n−1 3−1 Ci 0, 0046 Cr = = = 0, 0088 IR 0, 52
λmaks =
Nilai Cr < 0, 1 maka penilaian perbandingan berpasangan pada matriks tersebut adalah konsisten (dapat diterima).
d) Matriks perbandingan untuk disiplin kerja
Tabel 4.9 Disiplin Kerja Disiplin kerja Abdul Abdul 1 Budi 1/2 Cevin 1/3 Total kolom 1,8330
Budi 2 1 1 4,0000
Cevin Prioritas 3 0,5485 1 0,2409 1 0,2106 5,0000
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
39
Matriks di atas dinormalisasi, hasilnya ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.10 Matriks Normalisasi Disiplin Kerja Disiplin kerja
Abdul
Budi
Cevin
Abdul Budi Cevin
0,5455 0, 2727 0,1818
0,5000 0,2500 0,2500
0,6000 0,2000 0,2000
Uji Konsistensi 1 2 3 1/2 1 1
Priorutas Jumlah/n 0,5485 0,2409 0,2106
0, 5485 1, 6621 0, 2409 = 0.7256
1/3
1
1
1, 6621
0, 5485
0.2106
3, 0303
0, 6343
0, 7256 : 0, 2409 = 3, 0120 0, 6343
0, 2106
3, 0119
3, 0303 + 3, 0120 + 3, 0119 9, 0542 λ1 + λ2 + λ3 = = = 3, 0181 n 3 3 λmaks − n 3, 019 − 3 Ci = = = 0, 0048 n−1 3−1 Ci 0, 0048 Cr = = = 0, 0092 IR 0, 52 λmaks =
Nilai Cr < 0, 1 maka penilaian perbandingan berpasangan pada matriks tersebut adalah konsisten (dapat diterima). Hasil prioritas skor calon kepala sekolah untuk masing-masing kriteria yaitu Pengetahuan (skill), Kualitas kerja, Tanggung jawab dan Disiplin kerja ditampilkan pada tabel berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
40
Tabel 4.11 Skor Prioritas Masing-masing Calon Kepala Sekolah
Abdul Budi Cevin
Pengetahuan (0,5893) 0,6853 0,0934 0,2213
Kualitas Kerja (0,1190) 0,2500 0,5000 0,2500
Tanggung Jawab (0,2283) 0,6327 0,1749 0,1924
Disiplin Kerja (0,0634) 0,5485 0,2409 0,2106
Selanjutnya adalah menghitung nilai prioritas kriteria tiap-tiap calon kepala sekolah untuk masing-masing elemen dengan mengalikan matriks pada tabel 4.11 dengan vector prioritas pada tabel 4.2 (prioritas dari kriteria). Hasilnya ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.12 Nilai Prioritas Kriteria Masing-masing Calon Kepala Sekolah Abdul Budi Cevin
Pengetahuan 0,4038 0,0550 0,1304
Kualitas Kerja 0,0298 0,0595 0,0298
Tanggung Jawab 0,1444 0,0399 0,0439
Disiplin Kerja 0,0348 0,0153 0,0134
Terakhir adalah menghasilkan prioritas menyeluruh dengan cara menjumlah baris pada tabel diatas, hasilnya ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.13 Hasil Prioritas Menyeluruh Abdul Budi Cevin
Prioritas Menyeluruh 0,6128 0,1697 0,2175
Dari tabel diatas dihasilkan nilai prioritas menyeluruh untuk masing-masing calon kepala sekolah dan hasil yang tertinggi adalah Abdul sebesar 0,6128, urutan berikutnya adalah Cevin sebesar 0,2175 dan yang terbawah adalah Budi sebesar 0,1697 atau Abdul > Cevin > Budi.
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
41
4.2 Perhitungan Urutan Prioritas dengan CCMA Matriks konsisten yang ditentukan untuk masing-masing alternative adalah
a. Matriks perbandingan untuk pengetahuan (skill) :
1 A= 1/6 1/4
6
4
1/3 1
1 3
Langkah-langkah berdasarkan perhitungan CCMA adalah :
Langkah 1: Normalkan matriks perbandingan berpasangan dengan menggunakan pera −¯ aj
samaan: Bij √Pn ij i=1
(aij − a ¯j )2
, i, j = 1, . . . , n
Rata-rata untuk tiap kolom matriks A adalah 3 P aij 1,4167 10 5,3333 i=1
a ¯j
0,4722
3,3333
1,7778
Sebelum menghitung nilai Bij , terlebih dahulu dihitung nilai untuk aij − ¯aj qP 3 2 dan aj ) , hasilnya ditunjukkan pada tabel berikut: i=1 (aij − ¯
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan aij − a ¯j qP 3
i=1
(aij − a ¯j )
2
qP 3
i=1
(aij − ¯aj )2
0,5278 -0,3056 -0,2222
2,6667 -2,3333 -0,3333
2,2222 -1,4444 -0,7778
0,6491
3,5590
2,7622
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
42
Hasil normalisasi matriks A dengan rumus Bij di atas ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.15 Normalisasi Matriks Pengetahuan r 2 P3 P3 P3 b b = R∗i j=1 ij i=1 j=1 ij Bij
0,8131 -0,4708 -0,3423
0,7493 -0,6556 -0,0936
0,8045 -0,5229 -0,2816
2,3669 -1,6493 -0,7176
2,9728
Langkah 2 : Hitung tranformasi bobot w ˆi∗ w ˆi ∗ =
(i = 1, . . . , n) dengan menggunakan persamaan
Pn
j=1 bij
, dan maksimalisasi penjumlahan pada koefisien kor 2 P3 P3 ∗ = R∗ . Hasil dari pemrelasi R dengan persamaan i=1 j=1 bij r 2 h i P3 P3 P3 ˆ∗ T = bagian tiap elemen j=1 bij dengan b adalah W i i=1 j=1 ij h i ˆ ∗ = [0, 7059 0, 1 0, 1875] [0, 7962 − 0, 5548 − 0, 2414] dan W j qP n
i=1
(
Pn
j=1 bij
2
)
Langkah 3 : Tentukan nilai koefisien β ∗ dengan persamaan : ∗ Pn Pn _ _∗ i=1 j=1 (aij − 1) w i − aij wj β∗ = 2 Pn Pn _ ∗ _∗ n i=1 j=1 wi − aij wj Sebelum menentukan nilai β ∗, terlebih dahulu dilakukan perhitungan untuk P3 P3 ˆi∗ − aij w ˆj ), mulai dari i = 1, . . . , 3 untuk tiap kolom i=1 j=1 (aij − 1) (w mulai dari j = 1, . . . , 3, sebagai berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
43
Tabel 4.16 Perhitungan i =1
i =2
i =3
P3
i=1
P3
j=1
(aij − 1) (w ˆi∗ − aij w ˆj )
0 [0,7962-1(0,7059)] + 5[0,7962-6(0,1)] + 3(0,7962) 4(0,1875)] = 0 (0,0903) + 5 (0,1962) + 3 (0,0462) = 1,1196 -5/6 [-0,55481/6(0)] + 0 [-0,55481(1)] + (-2/3) [-0,5548 -1/3 (0)] = -5/6 (-0,67245) + 0 (-0,6548) + (-2/3) (-0,6173) = 0,9719 -3/4 [-0,2414-1/4(0)] + 2 [-0,2414 -3(1)] + 0 [-0,2414 1(0)] = -3/4 (-0,4179) + 2 (-0,5414) + 0 (-0,4289) = -0,7694
P3 P3 i=1
j=1
(aij − 1) (w ˆi∗ − aij w ˆj ) = 1,1196 + 0,9719 + -0,7694 = 1,3221
Selanjutnya hasil dari
P3 P3 i=1
j=1
(w ˆ i∗ − aij w ˆj )2 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.17 Hasil Perhitungan i=1 i=2 i=3
P3
i=1
ˆj∗ w ˆi∗ − aij w
(0,0903)2 + (0,1962)2 + (0,0462)2 (-0,67245) 2 + (-0,6548) 2 + (-0,6173) 2 (-0,4179) 2 + (-0,5414) 2 + (-0,4289) 2 P3 ∗ ∗ 2 w ˆ − a w ˆ ij i j i=1
Sehingga nilai dari β adalah β =
1,3221 3(1,9625)
2
0,0488 1,2620 0,6517 1,9625
= 0, 2246
Langkah 4 : Hitung final prioritas wi∗ = (i = 1, . . . , n), dengan persamaan Wi =
1 ˆ ∗, i = 1 . . . 3 +βW i n
Tabel 4.18 Prioritas Pengetahuan ˆ ∗dengan β = 0, 2246 Prioritas Wi = n1 + β W i W1 0,5122 0,2087 W2 W3 0,2791
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
44
b. Matriks perbandingan untuk kualitas kerja 1/2 1 1 B= 1 2 2 1 1/2 1 Langkah 1 : Normalkan matriks perbandingan berpasangan dengan menggunakan pera −¯ a samaan : Bij = √Pn ij j i=1
(aij − a ¯j )2
, ij = 1, . . . , n
Rata-rata untuk tiap kolom (¯ aj ) matriks A adalah 3 P
aij
4
2
4
1,3333
0,6667
1,3333
i=1
a ¯j
Sebelum menghitung nilai Bij , terlebih dahulu dihitung nilai untuk aij − ¯aj qP 3 dan aj )2 , hasilnya ditunjukkan pada tabel berikut: i=1 (aij − ¯
Tabel 4.19 Hasil Perhitungan aij − a ¯j qP 3
i=1
(aij − a ¯ j )2
qP 3
i=1
(aij − ¯aj )2
-0,3333 0,6667 -0,3333
-0,1667 0,3336 -0,1667
-0,3333 0,6667 -0,3333
0,8165
0,4082
0,8165
Hasil normalisasi matriks A dengan rumus Bij di atas ditampilkan pada tabel berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
45
Tabel 4.20 Normalisasi Matriks Kualitas Kerja r 2∗ P3 P3 P3 = R∗i j=1 bij i=1 j=1 bij Bij
-0,4082 0,8165 -0,4082
-0,4084 0,8165 -0,4084
-0,4082 0,8165 -0,4082
-1,2248 2,4495 -1,2248
3
Langkah 2 : Hitung tranformasi bobot w ˆi∗ = (i = 1, . . . , n) dengan menggunakan persamaan w ˆi ∗ =
Pn
j=1 bij
, dan maksimalisasi penjumlahan pada koer 2 P3 P3 ∗ b = R∗ . fisien korelasi R dengan persamaan i=1 j=1 ij r 2 P3 P3 P3 b adalah Hasil dari pembagian tiap elemen j=1 bij dengan ij i=1 j=1 h i ˆ i∗ W
T
qP
n i=1
Pn
(
j=1 bij
)
2
h i ˆ j∗ = [0, 25 0, 5 = [−0, 4083 0, 8165 − 0, 4083] dan W
0, 25]
Langkah 3 : Tentukan nilai koefisien β ∗ dengan persamaan: ∗ Pn Pn _ _∗ i=1 j=1 (aij − 1) w i − aij wj β∗ = 2 P P _ ∗ _∗ n ni=1 nj=1 wi − aij wj Sebelum menentukan nilai β ∗, terlebih dahulu dilakukan perhitungan untuk P3 P3 ˆi∗ − aij w ˆj ), mulai dari i = 1, . . . , 3 untuk tiap kolom i=1 j=1 (aij − 1) (w mulai dari j = 1, . . . , 3 sebagai berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
46
Tabel 4.21 Perhitungan Untuk i = 1
Untuk i=2
Untuk i = 3
X3
i=1
P3
i=1
P3
j=1
(aij − 1) (w ˆi∗ − aij w ˆj )
0 [-0,4083 -1 (0,25)] + (-1/2) [-0,4083-1/2 (0,5)] +0[-0,4083 1(0,25)] = 0 (-0,6583) + (-1/2) (-0,6583) + 0 (-0,6583) = 0,32915 1 [0.8165 2 (0,25)] + 0 [0.8165 1 (0,5)] +1 [0.8165 2 (0,25)] = 1(0,3165) + 0(0,3165) + 1(0,3165) = 0,6330 0 [-0,4083-1(0,25)] + (-1/2) [-0,4083-1/2 (0,5)] +0(-0,4083) 1 (0,25)] = 0(-06583) + (-1/2)(-0,6583) + 0(-0,6583) = 0,32915
X3
j=1
(aij − 1) (w ˆi∗ − aij w ˆj ) = 0, 32915 + 0, 6330 + 0, 32915 = 1, 2913
Selanjutnya hasil dari
P3 P3 i=1
j=1
2
(w ˆ i∗ − aij w ˆj ) adalah sebagai berikut:
Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Untuk i = 1 Untuk i = 2 Untuk i = 3 2 P3 ˆi∗ − aij w ˆj∗ i=1 w
P3
i=1
ˆj∗ w ˆi∗ − aij w
2
(-0,6583)2 + (-0,6583)2 + (-0,6583)2 (0,3165)2 + (0,3165)2 + (0,3165)2 (-06583)2 + (-0,6583)2 + (-0,6583)2 2,9007
Sehingga nilai dari β adalah β =
1,2913 3(2,9007)
= 0, 1484
Langkah 4 : Hitung final prioritas wi∗ (i = 1, 2, . . . , n), dengan persamaan: Wi =
1 ˆ ∗(i = 1, . . . , 3) +β W i n
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
1,3001 0,3005 1,3001
47
Tabel 4.23 Prioritas Kualitas Kerja ˆ ∗ dengan β = 0, 1484 Prioritas Wi = n1 + β W i W1 0,2727 W2 0,4545 W3 0,2727 c. Matriks perbandingan untuk tanggung 4 1 C= 1 1/4 1/3 1
jawab 3 1 1
Langkah 1 : Normalkan matriks perbandingan berpasangan dengan menggunakan pera −¯ a samaan : Bij = √Pn ij j i=1
(aij − a ¯j )2
, ij = 1, . . . , n
Rata-rata untuk tiap kolom (¯ aj ) matriks A adalah 3 P
aij
1,5833
6
5
0,52678
2,0000
1,6667
i=1
a ¯j
Sebelum menghitung nilai Bij , terlebih dahulu dihitung nilai untuk (aij −¯aj ) qP 3 dan aj )2 , hasilnya ditunjukkan pada tabel berikut: i=1 (aij − ¯
Tabel 4.24 Hasil Perhitungan (aij − a ¯j ) qP 3
i=1
(aij − a ¯ j )2
qP 3
i=1
(aij − ¯aj )2
0,4722 -0,2778 -0,1944
2 -1 -1
1,3333 -0,6667 -0,6667
0,5813
2,4495
1,6330
Hasil normalisasi matriks A dengan rumus Bij di atas ditampilkan pada tabel berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
48
Tabel 4.25 Normalisasi Matriks Tanggung Jawab r 2∗ P3 P3 P3 = R∗i j=1 bij i=1 j=1 bij Bij
0,8123 -0,4778 -0,3345
0,8165 -0,4082 -0,4082
0,8165 -0,4082 -0,4082
2,4453 -1,2942 -1,1509
2,9965
Langkah 2 : Hitung tranformasi bobot w ˆi∗ = (i = 1, . . . , n) dengan menggunakan persamaan w ˆi ∗ =
Pn
j=1 bij
, dan maksimalisasi penjumlar 2 P3 P3 ∗ = R∗ . han pada koefisien korelasi R dengan persamaan i=1 j=1 bij r 2 P3 P3 P3 b adalah Hasil dari pembagian tiap elemen j=1 bij dengan i=1 j=1 ij qP n
i=1
h
ˆ∗ W i
i
T
(
Pn
j=1 bij
)
2
h i ˆ ∗ = [0, 6316 0, 1667 0, 2000] = [0, 8160 −0, 4319 −0, 3841] dan W j
Langkah 3: Tentukan nilai koefisien β ∗ dengan persamaan : ∗ Pn Pn _ _∗ i=1 j=1 (aij − 1) w i − aij wj β∗ = 2 P P _ ∗ _∗ n ni=1 nj=1 wi − aij wj Sebelum menentukan nilai β ∗, terlebih dahulu dilakukan perhitungan untuk P3 P3 ˆi∗ − aij w ˆj ), mulai dari i = 1, . . . , 3 untuk tiap kolom i=1 j=1 (aij − 1) (w mulai dari j = 1, . . . , 3 sebagai berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
49
P3
Tabel 4.26 Perhitungan Untuk i = 1
Untuk i = 2
Untuk i = 3
P3
j=1
(aij − 1) (w ˆi∗ − aij w ˆj )
0[0,8160-1(0,6316)]+3[0,8160-4(0,1667)]+2(0,8160 3(0,2)] = 0(0,1846) + 3(0,1493) + 2(0,2161) = 0,8801 -3/4 ( -0,4312 1/4 ( 0,6316)] +0 [-0,4312 1 (0,1667)] + [-0,4312 - 1 (0,2)] = -3/4 (-0,5879) + 0(-0,5979) + 0(-0,6312) = 0,4409 -2/3 [-0,38411/3(0,6316)] + 0 [-0,3841-1 (0,1667) ]+ 0 [0,3841- 1(0,2)] = -2/3(-0,5946) + 0(-0,5508) + 0(-0,5841) = 0,3964
X3 X3 i=1
i=1
j=1
(aij − 1) (w ˆi∗ − aij w ˆj ) = 0, 8801 + 0, 4409 + 0, 3964 = 1, 7174
Selanjutnya hasil dari
P3 P3 i=1
2
j=1
(w ˆ i∗ − aij w ˆj ) adalah sebagai berikut:
X3 X 3 i=1
j=1
(w ˆi∗ − aij w ˆj )
Tabel 4.27 Hasil Perhitungan Untuk i = 1 Untuk i = 2 Untuk i = 3 2 P3 ˆj∗ ˆi∗ − aij w i=1 w
P3
i=1
ˆj∗ w ˆi∗ − aij w
2
2
(0,1846) + (0,1493)2 + (0,2161)2 0,1031 (-0,5879)2 + (-0,5979)2 + (-0,6312)2 1,1015 (-0,5946)2 + (-0,5508)2 + (-0,5841)2 0,9981 2,2027
Sehingga nilai dari β adalah β =
1,7174 3(2,2027)
= 0, 2599
Langkah 4 : Hitung final prioritas wi∗ = (i = 1, . . . , n), dengan persamaan Wi =
1 ˆ i∗, i = 1 . . . 3 +βW n
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
50
Tabel 4.28 Prioritas Tanggung Jawab ˆ ∗dengan β = 0, 2246 Prioritas Wi = n1 + β W i W1 0,5454 W2 0,2211 W3 0,2335 d. Matriks perbandingan untuk disiplin kerja
1 D= 1/2 1/3
2
3 1 1
1 1
Langkah 1 : Normalkan matriks perbandingan berpasangan dengan menggunakan pera −¯ a samaan : Bij = √Pn ij j i=1
(aij − a ¯j )2
, ij = 1, . . . , n
Rata-rata untuk tiap kolom (¯ aj ) matriks A adalah 3 P
aij
1,8333
4
5
0,6111
1,3333
1,6667
i=1
a ¯j
Sebelum menghitung nilai Bij , terlebih dahulu dihitung nilai untuk aij − ¯aj qP 3 dan aj )2 , hasilnya ditunjukkan pada tabel berikut: i=1 (aij − ¯
Tabel 4.29 Hasil Perhitungan aij − a ¯j qP 3
i=1
(aij − a ¯ j )2
qP 3
i=1
(aij − ¯aj )2
0,3889 -0,1111 -0,2778
-0,1667 0,3333 -0,3333
1,3333 -0,6667 -0,6667
0,4907
1,8165
1,6330
Hasil normalisasi matriks A dengan rumus Bij di atas ditampilkan pada tabel berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
51
Tabel 4.30 Normalisasi Matriks Disiplin Kerja r 2∗ P3 P3 P3 = R∗i j=1 bij i=1 j=1 bij Bij
0,7926 -0,2265 -0,5661
0,8165 -0,4082 -0,4082
0,8165 -0,4082 -0,4082
2,4256 -1,0430 -1,3826
2,9804
Langkah 2 : Hitung tranformasi bobot w ˆi∗ = (i = 1, . . . , n) dengan menggunakan persamaan w ˆi ∗ =
Pn
j=1 bij
, dan maksimalisasi penjumlahan pada koer 2 P3 P3 ∗ b = R∗ . fisien korelasi R dengan persamaan i=1 j=1 ij r 2 P3 P3 P3 b adalah Hasil dari pembagian tiap elemen j=1 bij dengan ij i=1 j=1 h
ˆ i∗ W
i
T
qP
n i=1
Pn
(
j=1 bij
)
2
h i ˆ j∗ = [0, 5455 = [0, 8138 − 0, 3499 − 0, 4639] dan W
0, 25 0, 2]
Langkah 3 : Tentukan nilai koefisien β ∗ dengan persamaan: ∗ Pn Pn _ _∗ i=1 j=1 (aij − 1) w i − aij wj β∗ = 2 P P _ ∗ _∗ n ni=1 nj=1 wi − aij wj Sebelum menentukan nilai β ∗, terlebih dahulu dilakukan perhitungan untuk P3 P3 ˆi∗ − aij w ˆj ), mulai dari i = 1, . . . , 3 untuk tiap kolom i=1 j=1 (aij − 1) (w mulai dari j = 1, . . . , 3 sebagai berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
52
Tabel 4.31 Perhitungan Untuk i = 1
Untuk i=2
Untuk i = 3
i=1
P3
j=1
(aij − 1) (w ˆi∗ − aij w ˆj )
0 [0,8138-1(0,5455)] + 1 [0,8138-2(0,25)] + 2 [0,8138 3(0,2)] = 0 (0,2683) + 1 (0,3138) + 2 (0,2138) = 0,7414 -1/2 ( - 0,3499 1/2 ( 0,5455)] + 0 [-0,3499 1 (0,25)] + 0 [ -0,3499 - 1 (0,2)] = -1/2 (-0,6226) + 0 (-0,5999) + 0(0,5491] = 0,3113 -2/3 [-0,4639 1/3 (0 ,5455)] + 0 [-0,4639 -1(0,25)] + 0 (-0,4639 - 1(0,2)] = -2/3 (-0,6457 + 0 (0,7139) + 0 (1,0639)] = 0,4305
X3 X3 i=1
P3
j=1
(aij − 1) (w ˆi∗ − aij w ˆj ) = 0, 7414 + 0, 3113 + 0, 4305 = 1, 4832
Selanjutnya hasil dari
P3 P3 i=1
j=1
2
(w ˆ i∗ − aij w ˆj ) adalah sebagai berikut:
X3 X3 i=1
j=1
(w ˆi∗ − aij w ˆ j )2
Tabel 4.32 Hasil Perhitungan Untuk i = 1 Untuk i = 2 Untuk i = 3
2
P3
i=1
ˆj∗ w ˆi∗ − aij w
2
(0,2683) + (0,3138) + (0,2138) 2 (-0,6226) 2 + (-0,5999) 2 + (0,5491) 22 (-0,6457) 2 + (0,7139) 2 + (1,0639) 2 2 P3 ˆj∗ ˆi∗ − aij w i=1 w
Sehingga nilai dari β adalah β =
1,3221 3(1,9625)
2 0,2162 1,0490 2,0585 3,3237
= 0, 2246
Langkah 4 : Hitung final prioritas wi∗ = (i = 1, . . . , n), dengan persamaan Wi =
1 ˆ i∗, i = 1 . . . 3 +βW n
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
53
Tabel 4.33 Prioritas Disiplin Kerja ˆ ∗dengan β = 0, 1487 Prioritas Wi = n1 + β W i W1 0,4543 W2 0,2813 W3 0,2644 Matriks Perbandingan untuk Kriteria 1 6 4 1/6 1 1/3 A= 3 1 1/4 1/6 1/3 1/4
6 3 4 1
Langkah 1 : Normalkan matriks perbandingan berpasangan dengan menggunakan pera −¯ a samaan : Bij = √Pn ij j i=1
(aij − a ¯j )2
, ij = 1, . . . , n
Rata-rata untuk tiap kolom (¯ aj ) matriks A adalah 3 P
aij
1,5833
10,3333
5,5833
14
0,3958
2,5833
1,3958
3,500
i=1
a ¯j
Sebelum menghitung nilai Bij , terlebih dahulu dihitung nilai untuk aij − ¯aj qP 3 dan aj )2 , hasilnya ditunjukkan pada tabel berikut: i=1 (aij − ¯
Tabel 4.34 Hasil Perhitungan aij − ¯aj qP 3
i=1
(aij − ¯aj )2
qP 3
i=1
(aij − ¯aj )2
0,6042 -0,2292 -1,1458 -0,2292
3,4167 -1,5833 0,4167 -2,2500
2,6042 -1,0625 -0,3958 -1,1458
0,8165
0,4082
0,8165
2,500 -0,500 0,500 -2,500
Hasil normalisasi matriks A dengan rumus Bij di atas ditampilkan pada tabel berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
54
Tabel 4.35 Normalisasi Matriks Kriteria r 2∗ P3 P3 P3 b b = R∗i j=1 ij i=1 j=1 ij Bij
0,8619 -0,3269 -0,2081 -0,3269
0,7754 -0,3593 0,0946 -0,5106
0,8503 -0,3469 -0,1292 -0,3741
0,6934 -0,1387 0,1387 -0,6934
3,1810 -1,1719 -0,1041 -0,9051
3,8900
Langkah 2 : Hitung tranformasi bobot w ˆi∗ = (i = 1, . . . , n) dengan menggunakan persamaan w ˆi ∗ =
Pn
j=1 bij
, dan maksimalisasi penjumlahan pada koer 2 P3 P3 ∗ b = R∗ . fisien korelasi R dengan persamaan i=1 j=1 ij r 2 P3 P3 P3 Hasil dari pembagian tiap elemen j=1 bij dengan b adalah ij i=1 j=1 h i ˆ ∗ T = [0, 8177 − 0, 3013 − 0, 0268 − 0, 4897] dan W i h i ˆ ∗ = [06316 0, 0968 0, 1791 0, 1407] W j qP
n i=1
Pn
(
j=1 bij
)
2
Langkah 3 : Tentukan nilai koefisien β ∗ dengan persamaan: ∗ Pn Pn _ _∗ i=1 j=1 (aij − 1) w i − aij wj β∗ = 2 P P _ ∗ _∗ n ni=1 nj=1 wi − aij wj Sebelum menentukan nilai β ∗, terlebih dahulu dilakukan perhitungan untuk P3 P3 ˆi∗ − aij w ˆj ), mulai dari i = 1, . . . , 3 untuk tiap kolom i=1 j=1 (aij − 1) (w mulai dari j = 1, . . . , 3 sebagai berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
55
Tabel 4.36 Perhitungan i=1
P3
i=1
P3
j=1
(aij − 1) (w ˆi∗ − aij w ˆj )
0 [0,8177-1(0,6316)] + 5 [0,8177 - 6 (0,0968) + 3 [0,8177-4 (0,1791)] + 5 [0,8177-6 (0,0714)] = 0 (0,1861) + 5 (0,2369) +3 (0,1013])+ 5 (0,3893) = 3,4349 -5/6 [-0,3013-1/6(0,6316)] + 0 [-0,3013-1(0,0968)] + (-2/3) [-0,3013 -1/3 (0,1791)] +2 [-0,3013 3 (0,0714)] = -5/6 (-0,4066) + 0 (-0,3981) + (-2/3) (-0,3610) + 2 (-0,5155) = -0,4515 -3/4 [-0,0268 -1/4 (0,6316)] + 2 [-0,0268 -3 (0,0968)] + 0 [-0,0268 -1 (0,1791)] + 3 [-0,0268 4 (0,0714)] = -3/4 (-0,1847) + 2 (-0,3172) + 0 (-0,2059) + 3 (-0,3124) = -1,4331 -5/6 [-0,4897-1/6(0,6316) + (-2/3) [-0,4897-1/3(0,0968)] + (-3/4)[0,4897-1/4(0,1791)] + 0 [-0,4897-1(0,0714)] = -5/6(-0,5950) + (-2/3)(-0,5220) + (-3/4)(-0,5345) + 0(-0,5611) = 1,2447
i=2
i=3
i=4
X3
i=1
X3
j=1
(aij − 1) (w ˆi∗ − aij w ˆj ) = 3, 43490, 4515−1, 4331+1, 2447 = 2, 795
Selanjutnya hasil dari
P3 P3 i=1
j=1
2
(w ˆ i∗ − aij w ˆj ) adalah sebagai berikut:
Tabel 4.37 Hasil Perhitungan Untuk Untuk Untuk Untuk
i i i i
= = = =
1 2 3 4
2
P3
i=1
w ˆi∗ − aij w ˆj∗
2
2
(0,1861) + (0,2369) + (0,1013)2 + (0,3893)2 (-0,4066)2 + (-0,3981)2 + (-0,3610)2 + (-0,5155)2 (0,1847)2 + (-0,3172)2 + (-0,2059)2 + (-0,3124)2 (-0,5950)2 + (-0,5220)2 + (-0,5345)2 + (-0,5611)2 2 P3 ˆj∗ ˆi∗ − aij w i=1 w
Sehingga nilai dari β adalah β =
2,7950 4(2,4742)
= 0, 2824
Langkah 4 : Hitung final prioritas wi∗ = (i = 1, . . . , n), dengan persamaan Wi =
1 ˆ ∗, i = 1 . . . 3 +βW i n
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
0,2526 0,7199 0,2747 1,2270 2,4742
56
Tabel 4.38 Prioritas Kriteria ˆ ∗dengan β = 0, 2824 Prioritas Wi = n1 + β W i W1 0,4809 W2 0,1649 W3 0,2425 0,1117 W4 Prioritas gabungan (total prioritas) ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.39 Nilai Prioritas Masing-masing Calon Kepala Sekolah
Abdul Budi Cevin
Pengetahuan (K1 ) 0,4809 0,5122 0,2087 0,2791
Kualitas kerja (K2 ) 0,1649 0,2727 0,4545 0,2727
Tanggung jawab (K3 ) 0,2425 0,5454 0,2211 0,2335
Disiplin kerja (K4 ) 0,1117 0,4543 0,2813 0,2644
Hasil perkalian prioritas criteria dengan masing-masing alternatif Abdul, Budi dan Cevin ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.40 Skor Prioritas Masing-masing Calon Kepala Sekolah
Abdul Budi Cevin
Pengetahuan (K1 ) 0,2463 0,1004 0,1342
Kualitas kerja (K2 ) 0,0450 0,0749 0,0450
Tanggung jawab (K3 ) 0,1323 0,0536 0,0566
Disiplin kerja (K4 ) 0,0507 0,0314 0,0295
Jumlah skor dari masing-masing alternatif Abdul, Budi dan Cevin ditunjukkan pada tabel berikut:
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
57
Tabel 4.41 Jumlah Skor dari Masing-masing Alternatif Alternatif Prioritas Abdul 0,4743 Budi 0,2603 Cevin 0,2653 Dari tabel diatas dihasilkan nilai prioritas menyeluruh untuk masing-masing calon kepala sekolah dan hasil yang tertinggi adalah Abdul sebesar 0, 4743, urutan berikutnya adalah Cevin sebesar 0, 2653 dan yang terbawah adalah Budi sebesar 0,2603 atau Abdul > Cevin > Budi.
Perbandingan urutan prioritas melalui metode AN dan Koefisien korelasi untuk masing masing alternatif, yaitu Abdul, Budi dan Cevin adalah sebagai berikut:
Tabel 4.42 Perbandingan Urutan Prioritas Pengetahuan Pengetahuan Abdul Budi Cevin
AN 0,6853 0,0934 0,2213
Koefisien korelasi Prioritas 0,5122 1 0,2087 3 0,2791 2
Tabel 4.43 Perbandingan Urutan Prioritas Kualitas Kerja Kualitas kerja Abdul Budi Cevin
AN 0,2500 0,5000 0,2500
Koefisien korelasi Proritas 0,2727 2 0,4545 1 0,2727 2
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
58
Tabel 4.44 Perbandingan Urutan Prioritas Tanggung Jawab Tanggung jawab Abdul Budi Cevin
AN 0,6327 0,1749 0,1924
Koefisien korelasi Prioritas 0,5454 1 0,2211 3 0,2335 2
Tabel 4.45 Perbandingan Urutan Prioritas Disiplin Kerja Disiplin kerja Abdul Budi Cevin
AN 0,5485 0,2409 0,2106
Koefisien korelasi Prioritas 0,4543 1 0,2813 2 0,2644 3
Tabel 4.46 Perbandingan Urutan Prioritas Kriteria Kriteria Pengetahuan Kualitas kerja Tanggung jawab Disiplin kerja
AN 0,5893 0,1190 0,2283 0,0634
Prioritas Koefisien korelasi Prioritas 1 0,4809 1 3 0,1649 3 2 0,2425 2 4 0,1117 4
Prioritas menyeluruh (jumlah skor) untuk masing-masing Abdul, Budi dan Cevin, ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.47 Perbandingan Urutan Prioritas Menyeluruh Total prioritas AN Abdul 0,6128 Budi 0,1697 Cevin 0,2175
Koefisien korelasi Prioritas 0,4743 1 0,2603 3 0,2653 2
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan adalah bahwa urutan prioriˆj∗ tas melalui koefisien korelasi sangat ditentukan oleh nilai β ∗. Penentuan nilai w ∗
pada persamaan β = gunakan w ˆj∗ =
Pn 1
i=1
Pn
Pn (aij −1)(w ˆi∗ −aij w ˆj∗ ) Pn j=1 Pn ∗ ∗ 2 n i=1 j=1 (w ˆi −aij w ˆj ) i=1
adalah lebih efektif dengan meng-
aij
Pada kasus yang dikemukakan digunakan w ˆj∗ =
Pn 1
i=1
aij
dalam penentuan
nilai β ∗. Urutan prioritas yang dihasilkan melalui perhitungan koefisien korelasi dan melalui AN adalah sama. Urutan prioritas menunjukkan bahwa Abdul > Cevin > Budi.
5.2 Saran Bagi peneliti yang berminat, diharapkan agar dapat melanjutkan penelitian ini untuk mendapatkan prosedur yang lebih efektif. Para pimpinan atau pengambil keputusan dapat menggunakan model AHP sebagai salah satu pertimbangan yang efektif dalam mengambil keputusan.
59 Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Blankmeyer E. Approaches to Consistency adjustment. Journal of Optimization Theory and Applycations 1987; 154:479-88. Bryson N. 1995. A Goal Progamming Method for Generating Priorities Vectors. Journal of Operational Reserch Society; 46:641-8. Chu A.T.W, Kalaba,R.E, Spingarn,K.1979. A comparison of two methods for determining the weights of belonging to fuzzy sets, Journal of optimization Theori and applycation. 127:531-541. Cook WD, Krees M.1988. Deriving Weight from Pairwise Comparison Ratio Matrices: An Axiomatic Approach. European Journal of operational Research;37:335-72. Cogger KO, YU PL.1985 Eigenweight Vector and Least Distance Approximation for releaved Preference in Pairwise Weight Ratios. Jornal of Optimization Theory and Applications ;46:483-91. Crawfort G.B.1987. The geonetric mean procedure for estimating the scale of a judgment matrix, Mathematical Modelling 9: 327-334. Crawfort G, WilliamsC. 1985. A Note on the Analysis of Subjective jugement Matriks Journal of Mathematical Psychology;29:387-405. Golany B, Kress M.A 1999 Multiciteria evaluation of Methods for obtaining weights from ratio-scale matrices. European Journal of operational Research 1993;69:210-220. Iryanto. 2004. Penentuan Prioritas Dengan Adanya Penambahan Alternative Pada Analytic hierarchy. Universitas Sumatera Utara (USU). Jan W Kuzma, Stephen E. Bohnenblust. 2001. Basic Statistic for the Health Sciences 4th ed McGraw-Hill Singapore 213-216. Mikhailov L, Singh MG.1999. Comparison Analysis of Methods for Deriving Priorities in the Analytic Hierarchi Process, Proceedings of the IEEE International Conference on Systems, Man and Cybernetics,p.1037-1042. Mikhailov L.A Fuzzi (2000) Programming Methods in Deriving Priorities in the Analytic Hierarchy Process. Journal of Operational Research Society51;341349. Mario F.Triola. 2003. Essential of statistics. Lagrange New York. R.Kapadia, G Anderson (1987). Statistic Explain: Basic Concepts and Methods Ellis Horwood Limited. Publisher England. 181- 185. Saaty, T. L. 1977. A scalling Method for Priorities in Hierarchical Structures. Journal of Mathematical Psychology 15:238-81. 60 Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008
61
Saaty, T. L. 1980. Analytic Hierarchy Process, McGraw-Hill, New York.324. Saaty. T. L. 1988. Decision Making For Leaders :The Analytycal Hierarchy Process For Decision in Complex World 1st dd. Pittsburg : RWS Publication. Saaty, T.L. 2000. Fundamentals of Decision Making and Priorrty Theory with the Analytic Hierarchy Process, RWS Publications, Pittsburgh. Saaty,T.L, Vargas,L.G .1994. Comparison of eigenvalue,logarithmic Least Sqares and least squares Mehodsin estimating ratio, Mathematical Modelling 5: 309. Srdjevic,B, 2005 Combining different prioritization methods in the analytic hierarcy process synthesis, Computers and Operations Research 32:1897-1919. Wang Ying-Ming, Parkan Celik, Luo Ying. 2007. Priority Estimation in the AHP through Maximization of Correlation Coefficient. Chinese Journal of Applied Mathematical Modelling 31 : 2711-2718.
Debora Jerni Parapat : Model Penentuan Prioritas Dalam AHP Melalui Koefisien Korelasi, 2009 USU Repository © 2008