MODEL PENDIDIKAN HOLISTIK BERBASIS KARAKTER DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU CAHAYA UMMAT DESA KARANGJATI KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2011
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: Dysa Martina NIM 11507004
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2011
i
ii
iii
iv
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan” (Q. S Al-Insyirah:6)
“Dalam tubuh terdapat sepotong daging, apabila ia baik maka baiklah badan itu seluruhnya dan apabila ia rusak, maka rusaklah badan itu seluruhnya. Sepotong daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk orang-orang yang aku cintai, Kedua Orang tuaku, Bapak Muhaidin dan Ibu Sri Martini yang telah membimbing, mendidik, dan membesarkanku dengan penuh kasih sayang dan cinta. Adikku, Pahala Bima Pramudya yang sedang berjuang untuk menyongsong masa depan, semoga kamu menjadi orang yang sukses. Mas Dani, yang selalu memberikan semangat, perhatian, dorongan, kesetiaan dan ketulusan rasa sayang dan cintanya untukku.
vi
KATA PENGANTAR Tiada kata yang bisa penulis ucapkan selain Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahNya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Selanjutnya, sholawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan umat Islam, Muhammad SAW yang senantiasa kita teladani keluasan ilmunya, kebijaksanaannya, akhlakul karimahnya, dan kita patuhi nasehat-nasehatnya. Sungguh merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis, bisa menyelesaikan skripsi ini dengan penuh perjuangan. Penulis sadari, skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan beberapa pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, khususnya kepada: 1. Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku ketua STAIN Salatiga. 2. Drs. Sumarno Widjadipa, M. Pd selaku ketua program studi PGMI STAIN Salatiga. 3. Suwardi, M. Pd selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran, untuk membantu dan mengarahkan penulis dalam pembuatan skripsi ini. 4. Seganap dosen dan karyawan STAIN Salatiga, khususnya pada program studi PGMI. 5. Segenap keluarga besar SDIT Cahaya Ummat, yang telah memberikan ijin dan membantu penulis selama mengadakan penelitian. 6. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan dorongan dan do’a demi keberhasilan penulis.
vii
7. Sahabat-sahabat seperjuangan PGMI 2007, yang selalu memberikan semangat dan memberi warna dalam hari-hari penulis. Semoga ukhuwah kita tetap terjalin. 8. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, baik langsung maupun tidak langsung, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga kebaikan hati mereka mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT, serta memperoleh kesuksesan dunia akhirat. Penulis sadari, penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat.
Salatiga, 17 September 2011
Penulis
viii
ABSTRAK Martina, Dysa. 2011. Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Suwardi, M. Pd.
Kata kunci: Model pendidikan holistik berbasis karakter Penelitian ini membahas model pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat. Dengan fokus penelitian (1). Bagaimana konsep pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat? (2). Bagaimana model kurikulum pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat? (3). Bagaimana model pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat? (4). Bagaimana model evaluasi pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat? (5). Bagaimana hasil pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat? (6). Apa saja kendala yang dihadapi dan alternatif pemecahannya dalam pelaksanaan model pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat? Guna menjawab pertanyaan tersebut peneliti melakukan penelitian kualitatif. Yaitu penelitian yang hasilnya bukan berupa angka. Hasil penelitian menunjukkan; (1) Konsep pendidikan holistik berbasis karakter merupakan pendidikan yang membentuk siswa menjadi pribadi yang mampu mengembangkan IQ, EQ, dan SQ secara seimbang; (2) Model kurikulum pendidikan holistik di SDIT Cahaya Ummat perpaduan antara kurikulum dari dinas pendidikan dan kurikulum sekolah. (3) Model pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat mengacu pada cooperative learning. Siswa berperan aktif dalam pembelajaran, guru sebagai fasilitator. (4) Model evaluasi di SDIT Cahaya Ummat, meliputi evaluasi akademik dan sikap. (5) Hasil pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat cukup baik. (6) Pelaksanaan model pendidikan holistik berbasis karakter, belum bisa maksimal, jadi guru akan mengikuti pelatihan.
ix
DAFTAR ISI
Judul ............................................................................................................
i
Persetujuan Pembimbing ..............................................................................
ii
Pengesahan Kelulusan ..................................................................................
iii
Pernyataan Keaslian Tulisan ........................................................................
iv
Motto ...........................................................................................................
v
Persembahan ................................................................................................
vi
Kata Pengantar .............................................................................................
vii
Abstrak ........................................................................................................
ix
Daftar Isi ......................................................................................................
x
Daftar Lampiran ...........................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................
1
B. Fokus Penelitian ...................................................................
7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................
8
D. Kegunaan Penelitian .............................................................
9
E. Penegasan Istilah ..................................................................
9
F. Metode Penelitian .................................................................
11
1. Jenis Penelitian ...............................................................
11
2. Lokasi Penelitian .............................................................
12
3. Teknik Pengumpulan Data ..............................................
13
4. Instrumen Pengumpulan Data ..........................................
15
5. Keabsahan Data ..............................................................
17
6. Analisis Data ...................................................................
19
x
G. Sistematika Penulisan ........................................................... BAB II
BAB III
20
KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan ............................................................................
21
1. Pengertian Pendidikan .....................................................
21
2. Tujuan Pendidikan ..........................................................
22
3. Unsur-Unsur Pendidikan .................................................
24
B. Pendidikan Holistik Berbasis Karakter ..................................
31
1. Pendidikan Holistik .........................................................
31
2. Pendidikan Berbasis Karakter ..........................................
32
3. Pendidikan Holistik Berbasis Karakter ............................
61
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Kondisi Umum SDIT ............................................................
64
1. Letak Geografis ...............................................................
64
2. Sejarah SDIT Cahaya Ummat .........................................
65
3. Visi, Misi dan Tujuan SDIT Cahaya Ummat ...................
68
B. Konsep Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat .......................................................
69
C. Model Kurikulum Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat .......................................................
70
D. Model Pembelajaran Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat .......................................................
79
E. Model Evaluasi Pembelajaran Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat .......................................................
83
F. Hasil Pembelajaran Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat ....................................................... xi
90
G. Kendala Dan Alternatif Pemecahannya Dalam Pelaksanaan Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat ....................................................... BAB IV
94
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Konsep Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat .......................................................
96
B. Model Kurikulum Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat .......................................................
97
C. Model Pembelajaran Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat .......................................................
99
D. Model Evaluasi Pembelajaran Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat ....................................................... 101 E. Hasil Pembelajaran Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat ....................................................... 102 F. Kendala Dan Alternatif Pemecahannya Dalam Pelaksanaan Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat ....................................................... 103 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................... 104 B. Saran .................................................................................... 105
Daftar Pustaka Daftar Lampiran
xii
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia, yang terjadi sejak lahir hingga akhir hayat. Sedangkan proses pendidikan itu sendiri telah berlangsung sepanjang sejarah seiring dengan perkembangan sosial budaya dan peradaban manusia di muka bumi. Sebagai makhluk Allah SWT yang dikaruniai akal pikiran, manusia juga diberi tugas untuk menjadi khalifah di bumi. Seperti firman Allah yang berbunyi:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."(Q.S. Al Baqarah:30)
Sejalan dengan kepentingannya menjadi khalifah di bumi, manusia dianugerahi oleh Allah berbagai potensi yang dapat dikembangkan melalui pendidikan yang terarah, teratur, dan berkesinambungan.
2
Manusia tidak mungkin dapat bertumbuh dan berkembang sendiri. Sehingga memerlukan bantuan dari luar baik berupa pemeliharaan, pembinaan, dan bimbingan. Bimbingan yang paling efektif adalah pendidikan (Jumali, 2004:7). Dalam Islam, menuntut ilmu hukumnya wajib. Seperti yang tertuang dalam firman Allah:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”(Q.S. Al ‘Alaq:1 -5)
Dengan pendidikan, ilmu yang kita miliki akan semakin bertambah, wawasan yang kita miliki akan semakin luas sehingga kita bisa berfikir rasional. Dengan ilmu, seseorang dapat berbuat banyak. Dengan ilmu juga, seseorang bisa berbagi dengan orang lain. Sebagai contoh, apabila kita mempunyai wawasan luas sedangkan ada orang lain yang tidak mengetahui tentang sesuatu dan kita membantunya, mengajarkannya, kita akan mendapatkan pahala dan juga orang tersebut dapat terbantu. Dengan ilmu, kita juga bisa membuka lapangan kerja sehingga membantu
3
mengentaskan pengangguran. Banyak hal bermanfaat yang bisa kita lakukan apabila kita menjadi orang yang berilmu. Di Indonesia masalah pendidikan telah diatur dalam UndangUndang Dasar 1945 yang secara garis besar dikatakan bahwa setiap penduduk mendapat hak pengajaran yang layak. Dari kenyataan ini, seharusnya dapat mendukung Indonesia menjadi Negara maju yang dapat menciptakan alat-alat baru dengan inovasi teknologi yang canggih. Namun realitanya hanya sebagian kecil saja yang dapat melakukan inovasi tersebut. Dimana pengaruh kecil tersebut belum memiliki pengaruh besar untuk mengharumkan nama bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia belum maksimal. Pendidikan sebagai kegiatan pembelajaran sangat beragam. Keragaman tersebut disebabkan karena konsep dan pandangan tentang pendidikan itu sendiri berbeda antara satu komunitas dengan komunitas lain. Perbedaan unsur pendidikan di Indonesia disebabkan kepentingan lokal dijadikan nilai keunggulan dari setiap penyelenggaraan pendidikan di daerah. Salah satunya pendidikan formal di Indonesia yaitu pada Sekolah Dasar. Dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada penguasaan mata pelajaran saja. Jika nilai ujian akhir peserta didik bagus, akan mengangkat nama sekolah dan juga nama daerah. Dalam hal ini pelaksanaan pendidikan lebih condong pada kepentingan gengsi sekolah maupun daerah tanpa
4
memperhatikan bagaimana pendidikan yang ideal. Pendidikan seperti itu tidak akan menghasilkan output seperti yang diharapkan. Karena peserta didik hanya terpaku pada mata pelajaran untuk memperoleh nilai bagus. Jika keadaan seperti ini dibiarkan, peserta didik akan mengalami kejenuhan. Peserta didik usia SD yang notabene masih dalam usia rawan, dimana baru akan menginjak masa remaja, membutuhkan bimbingan spiritual dan emosional, serta ingin berkembang. Mereka akan mudah bosan apabila di sekolah hanya dituntut untuk duduk diam memperhatikan pelajaran tanpa diberi kesempatan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Pendidikan seharusnya tidak hanya menonjolkan nilai-nilai akademik dan kognitif, tetapi juga meliputi perilaku dan psikomotorik yang menyangkut kreativitas, inovasi, dan keaktifan menyeluruh. Kecerdasan otak atau IQ (Intelligence Quotient) penting bagi siswa. Akan tetapi, yang menentukan kecerdasan seseorang bukan hanya dipengaruhi oleh faktor kemampuan intelektual, tetapi juga dilengkapi dengan kecerdasan emosional (Emotional Quetient) dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient). Pendidikan yang baik harus ideal. Pendidikan ideal harus memenuhi beberapa kriteria seperti pendidikan yang sesuai umur, sesuai kapasitas kemampuan peserta didik. Selain itu juga harus bisa membentuk manusia secara utuh (holistik) yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial, kreativitas, spiritual dan intelektual siswa secara optimal. Serta membentuk manusia yang lifelong learners (pembelajar
5
sejati). Pendidikan holistik yang merupakan perpaduan antara intelektual, emosional, dan religius, apabila dikembangkan dengan baik akan membentuk manusia yang berjiwa holistik yang mencerminkan karakter yang unggul. Dengan
menerapkan
pembelajaran
menyeluruh,
diharapkan
sekolah bisa melaksanakan pendidikan yang ideal secara optimal. Beberapa sekolah dasar swasta telah menerapkan pembelajaran yang menyeluruh (holistik) seperti pemaparan di atas. Memang tidak mudah menerapkan pembelajaran menyeluruh, yang bisa melahirkan individu-individu yang berakhlak mulia, berilmu, sehat, mandiri, bertanggung jawab, jujur, kreatif, toleran, berjiwa sosial, saleh, dan profesional. Pendidikan holistik bisa terwujud apabila guru benar-benar profesional dalam menjalankan tugasnya. Bukan sekedar mengajar, tetapi mendidik. Sekolah juga harus menjadi lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk mendorong berkembangnya berbagai potensi kecerdasan tiap individu. Salah satu sekolah dasar swasta yang sudah menerapkan pendidikan holistik yang ditemui oleh penulis adalah SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Maka dari itu, penulis akan meneliti di SDIT tersebut. Sedangkan objek penelitiannya adalah siswa SDIT Cahaya Ummat dan semua komponen di SDIT tersebut yang lebih menekankan pada pendidikan holistik berbasis karakter.
6
Adapun beberapa hal yang menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian di SDIT Cahaya Ummat antara lain: SDIT Cahaya Ummat telah menerapkan pendidikan holistik berbasis karakter, dimana pembelajarannya tidak hanya mengedepankan prestasi akademik tetapi juga mengedepankan berbagai aspek seperti keagamaan, kreatifitas, sosial, kemandirian, dan akhlak siswa. Melihat hal tersebut, maka ada beberapa hal yang akan diungkap oleh penulis tentang konsep pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, model kurikulum pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, model pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, model evaluasi pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, hasil pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, serta kendala dan alternatif pemecahan masalah model pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat. Dengan demikian, judul dalam penelitian ini adalah: “MODEL PENDIDIKAN HOLISTIK BERBASIS KARAKTER DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU CAHAYA UMMAT DESA KARANGJATI KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2011”.
7
B. Fokus Penelitian Kaitannya dengan judul penelitian di atas, maka ada beberapa hal yang akan diungkap oleh penulis, yaitu: 1.
Bagaimana konsep pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011?
2.
Bagaimana model kurikulum pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011?
3.
Bagaimana model pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011?
4.
Bagaimana model evaluasi pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011?
5.
Bagaimana hasil pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011?
6.
Apa saja kendala yang dihadapi dan alternatif pemecahannya dalam pelaksanaan model pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011?
8
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mengetahui konsep pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011.
2.
Mengetahui model kurikulum pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011.
3.
Mengetahui model pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011.
4.
Mengetahui model evaluasi pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011.
5.
Mengetahui hasil pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011.
6.
Mengetahui kendala yang dihadapi dan alternatif pemecahannya dalam pelaksanaan model pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011
9
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan bisa memberi manfaat baik dari segi teoritik maupun praktis. Secara teoritik penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangan pemikiran terhadap perkembangan pendidikan khususnya di Sekolah Dasar. Secara praktis diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak antara lain: 1. Bagi Sekolah Dapat memberikan pandangan pelaksanaan pembelajaran model pendidikan holistik berbasis karakter secara maksimal. 2. Bagi Siswa Dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan maksimal, tanpa mengesampingkan karakter yang dimilikinya. 3. Bagi Guru Dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang ideal, sehingga guru tidak lagi dianggap sebagai momok yang menakutkan bagi siswa tapi sebagai pendidik dan sahabat siswa.
E. Penegasan Istilah 1.
Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter
10
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, model berarti pola (contoh, acuan, ragam, dsb) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Pendidikan holistik merupakan pendidikan yang bertujuan memberi kebebasan siswa didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara intelektual, tapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta manusia Indonesia yang berkarakter kuat yang mampu mengangkat harkat bangsa (N. Rubiyanto dan D. Haryanto2010:1). Sedangkan pendidikan karakter merupakan pendidikan yang tidak
hanya
mengedepankan
kualitas
akademik
tetapi
juga
membangun sifat-sifat kejiwaan anak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan anak satu dengan yang lainnya. Model pendidikan holistik berbasis karakter, yaitu contoh atau acuan pendidikan yang tidak hanya bertujuan mengembangkan kecerdasan intelektual peserta didik tetapi juga mengembangkan jiwa raga dan akhlak baikanak. 2.
Model Kurikulum Yang termasuk di dalamnya antara lain, muatan mata pelajaran inti, mata pelajaran mulok, mata pelajaran pengembangan diri (yang biasanya disusun oleh sekolah sendiri), dan kegiatan ekstrakurikuler.
11
3.
Model Pembelajaran Memuat apa saja metode dan media yang digunakan dalam pembelajaran, waktu kegiatan belajar mengajar, dan proses kegiatan belajar mengajar yang di dalamnya termasuk bagaimana upaya sekolah untuk membentuk siswa yang berkarakter.
4.
Model Evaluasi Pembelajaran Memuat teknik penilaian dan jenis penilaian yang digunakan, kriteria
ketuntasan
minimal,
serta
aspek-aspek
yang
perlu
dipertimbangkan dalam menentukan kenaikan kelas siswa. 5.
Hasil pembelajaran Tentang sejauh mana keberhasilan model pembelajaran yang diterapkan, bagaimana perkembangan pembentukan karakter siswa, dan bagaimana prestasi akademik siswa.
6.
Kendala Dan Alternatif Pemecahannya Mengenai hambatan apa saja yang dihadapi selama menjalankan model pembelajaran holistik berbasis karakter, serta bagaimana pemecahan masalahnya.
F. Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif. Yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
12
secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (J. Moleong 2008:6). Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan prosedur analisis statistik. Penelitian kualitatif menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu layar yang berkonteks khusus (J. Moleong 2008:5). Menurut Bogdan dan Biklen (1982:3) (dalam J. Moleong 2002:2), penelitian kualitatif yaitu penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik, perspektif ke dalam, etnometodologi, “the Chicago School”, fenomenologis, studi kasus, interpretative, ekologis, dan deskriptif.
2.
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SDIT Cahaya Ummat yang terletak di Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Adapun alasan penulis melakukan penelitian di sekolah tersebut diantaranya adalah SDIT tersebut sudah menerapkan program pendidikan holistik berbasis karakter, dimana para siswa dididik untuk tidak hanya mengedepankan kecerdasan intelektualnya tetapi juga diimbangi dengan kecerdasan emosional dan spiritual.
13
Selain itu, lokasi SDIT Cahaya Ummat jauh dari jalan raya sehingga terhindar dari kebisingan dan polusi udara. Diharapkan adanya penelitian di tempat tersebut bisa memberikan peran untuk memajukan pendidikan ideal, bagi SDIT Cahaya Ummat pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya. 3. Teknik Pengumpulan Data a.
Observasi Observasi diartikan sebagai pengamatan dan persyaratan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi merupakan kegiatan pemusatan perhatian terhadap objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Dalam penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya, karena teknik pengamatan ini merupakan pengalaman secara langsung sehingga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian pada keadaan sebenarnya (J. Moleong 2008:174). Selain itu, metode observasi sebagai antisipasi jika ada keraguan pada peneliti mengenai data yang didapat dikarenakan kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawancara. Sehingga untuk mengecek keabsahan data tersebut dengan memanfaatkan observasi.
14
b.
Wawancara Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2008:137). Sutrisno
Hadi (1986)
(dalam
Sugiyono,
2008:138)
mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview sebagai berikut: 1)
Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.
2)
Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.
3)
Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.
c. Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barangbarang tertulis (J. Moleong 2008:216). Dokumen biasanya dibagi atas dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi merupakan catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya (J.
15
Moleong 2008:217). Contoh dokumen pribadi yaitu buku harian, surat pribadi, dan otobiografi. Sedangkan dokumen resmi terbagi atas dokumen internal dan eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi. Dokumen eksternal berupa bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, seperti majalah dan bulletin (J. Moleong 2008:219). Dalam metode dokumentasi agak mudah karena apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. 4. Instrumen Pengumpulan Data a.
Lembar Observasi Yaitu alat yang umum digunakan oleh pengamat. Dalam hal ini pengamat relatif bebas membuat catatan. Catatan bisa berupa langkah-langkah peristiwa atau tentang gambaran umum (J. Moleong 2008:181).
16
Contoh bentuk lembar observasi: Catatan Nomor
:
Tanggal
:
Tempat
:
Subjek Penelitian
:
………………………………………………….. …………………………………………………..
b.
Pedoman Wawancara Berisi petunjuk secara garis besar tentang isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan seluruhnya dapat tercakup (J. Moleong 2008:187).
c.
Pedoman Analisis Dokumen Kategori Data Konsep
Pendidikan
Berbasis
Karakter
Jenis Dokumen Holistik
Di
__
SDIT
Cahaya Ummat. Model Kurikulum Pendidikan Kurikulum SDIT Holistik Berbasis Karakter Di Cahaya Ummat SDIT Cahaya Ummat. Model Pembelajaran Pendidikan
17
Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat. Model Evaluasi Pembelajaran Evaluasi
SDIT
Holistik Berbasis Karakter Di Cahaya Ummat SDIT Cahaya Ummat. Hasil Pembelajaran Pendidikan Transkip Holistik Berbasis Karakter Di Ujian SDIT Cahaya Ummat.
Nilai Nasional
Siswa
SDIT
Cahaya
Ummat
Th 2011/2012 Kendala Yang Dihadapi Dan
__
Alternatif Pemecahannya Dalam Pelaksanaan Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat.
5. Keabsahan Data Untuk
menetapkan
keabsahan
data
diperlukan
teknik
pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan.
18
Pertama, derajat kepercayaan (kredibilitas) yang berfungsi untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, dan untuk mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Kedua,
keteralihan
(transferability).
Keteralihan
sebagai
persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut. Ketiga, kebergantungan (dependability) peninjauannya dari segi bahwa konsep ini memperhitungkan segala-galanya. Yaitu yang ada pada reliabilitas dan faktor-faktor lainnya yang terkait. Keempat, objektivitas
kepastian
menurut
(confirmability)
nonkualitatf.
berasal
dari konsep
Nonkualitatif
menetapkan
objektivitas dari segi kesepakatan antarsubjek. Sesuatu itu objektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang (J. Moleong, 2008:324).
19
6. Analisis Data Menurut Bogdan dan Biklen 1982 (dalam J. Moleong 2008:248), Analisis Data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan
data,
mengorganisasikan,
memilah-milah,
mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan yang dipelajari, memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (J. Moleong 2008:280). Menurut J. Moleong (2008:247), langkah-langkah analisis data yang pertama, mengumpulkan dan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari hasil wawancara, pengamatan di lapangan maupun hasil dari dokumentasi. Kedua, adalah melakukan abstraksi, yaitu melakukan rangkuman inti, proses dan pernyataanpernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Ketiga, adalah menyusun dalam satuan-satuan itu sambil dilakukan pemberian
kode
(coding),
pemeriksaan keabsahan data.
dan
keempat
adalah
mengadakan
20
G. Sistematika Penulisan Pada skripsi ini terdapat lima bab, yaitu: Bab Satu, Pendahuluan memuat Latar belakang masalah, Fokus penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. Bab Dua, Kajian Pustaka berisi tentang pendidikan, pembelajaran holistik berbasis karakter. Bab Tiga, Pemaparan Hasil Penelitian berisi tentang gambaran umum SDIT Cahaya Ummat (sejarah singkat SDIT, letak geografis, visi misi, keadaan sarana prasarana), hasil penelitian. Bab Empat, Pembahasan Hasil Penelitian berisi tentang
konsep
pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, model kurikulum pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, model pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter bagi SDIT Cahaya Ummat, model evaluasi pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, hasil pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, kendala dan alternatif pemecahan masalah pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat. Bab Lima, Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.
21
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan 1.
Pengertian Pendidikan Dalam bahasa Yunani, pendidikan berasal dari kata Pedagogi. Paid artinya anak, agogos artinya membimbing. Sehingga Pedagogi dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar anak. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Noeng Muhadjir, 2000:20-21). Menurut Siti Meichati, 1975:5 (dalam Suwarno, 2006:19) pendidikan adalah hasil peradaban suatu bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya, suatu cita-cita atau tujuan yang menjadi motif, cara suatu bangsa berfikir dan berkelakuan, yang dilangsungkan turun temurun dari generasi ke generasi. Menurut George F. Kneller 1967:63 (dalam Suwarno, 2006:20), pendidikan memiliki arti luas dan sempit. Dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau pengawasan yang mempengaruhi perkembangan jiwa, watak, atau kemauan fisik individu. Dalam arti sempit, pendidikan merupakan proses mentransformasikan pengetahuan,
22
nilai-nilai, dan keterampilan dari generasi ke generasi yang dilakukan masyarakat melalui lembaga pendidikan. Ki
Hajar Dewantara 1977:20 (dalam Suwarno, 2006:21)
menyatakan bahwa pendidikan merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak. Pendidikan menuntut segala kekuatan yang ada pada diri anak, agar mereka sebagai manusia sekaligus anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dalam Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia melalui bimbingan dan pelatihan, maupun yang berkaitan dengan perkembangan manusia mulai dari perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial, dan iman. Sehingga diharapkan bisa memacu manusia menjadi lebih sempurna, meningkatkan kehidupannya menjadi berbudaya dan bermoral. 2.
Tujuan Pendidikan Sutari Imam Barnadib (dalam Suwarno 2006:34) membedakan enam tujuan pendidikan sebagai berikut:
23
a. Tujuan umum, yaitu tujuan yang dicapai pada akhir proses pendidikan, tercapainya kedewasaan jasmani dan rohani anak didik. b. Tujuan khusus, yaitu pengkhususan tujuan umum atas dasar usia, jenis kelamin, sifat, bakat, intelegensi, lingkungan sosial budaya, tahaptahap perkembangan, dan sebagainya. c. Tujuan tidak lengkap, yaitu tujuan yang menyangkut sebagian aspek manusia, misalnya aspek psikologis dan biologis saja. d. Tujuan sementara, yaitu tujuan yang ketika berhasil akan diganti dengan tujuan lain. e. Tujuan intermediet, yaitu tujuan perantara bagi tujuan lainnya. f. Tujuan insidental, yaitu tujuan yang sifatnya seketika dan spontan. Dicapai pada saat-saat tertentu. Menurut Bloom, tujuan pendidikan dibedakan menjadi tiga, yaitu: a. Cognitive domain, meliputi kemampuan-kemampuan yang dapat dicapai setelah dilakukannya proses belajar mengajar. b. Affective domain, berupa kemampuan untuk menerima, menjawab, menilai, membentuk, dan mengarakterisasi. c. Psychomotor domain, terdiri dari kemampuan persepsi, kesiapan, dan respon terpimpin.
24
3.
Unsur-unsur Pendidikan a.
Anak Didik Anak merupakan individu yang mempunyai potensi fisik dan
psikis, yang berusia antara 0-7 tahun. Sedangkan anak didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik dari segi fisik maupun psikologis. Dasar hakiki diperlukannya pendidikan bagi anak didik atau peserta didik ialah karena manusia merupakan makhluk susila yang dapat dibina dan diarahkan untuk mencapai derajat kesusilaan (Suwarno, 2006:36). Anak didik menurut sifatnya dapat dididik, karena mempunyai potensi yang memungkinkan untuk dididik. Jadi anak didik merupakan objek dalam pendidikan. Setiap anak memiliki potensi yang berbeda-beda, dimana perbedaan tersebut bisa dilihat dari sikap dan sifat-sifatnya. Perbedaan yang timbul disebabkan karena pengalaman, latihan, dan pengaruh luar yang dialami anak berbeda-beda. Menurut Garry (1963) dalam Sunarto (1995) (dalam Jumali, dkk 2008:38) perbedaan setiap individu dikategorikan dalam bidang-bidang sebagai berikut: 1) Perbedaan fisik yang meliputi usia, berat badan, jenis kelamin, pendengaran,
penglihatan, kemampuan bertindak.
25
2) Perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan kekeluargaan, suku. 3) Perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan sikap. 4) Perbedaan intelegensi dan kemampuan dasar. 5) Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah. Perbedaan-perbedaan tersebut berpengaruh terhadap tingkah laku anak di sekolah maupun di rumah. b.
Pendidik Menurut UU RI No. 2 Th. 1989 pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan atau melatih peserta didik. Secara akademis pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan yang berkualifikasi sebagai pendidik, dosen, konselor, tutor, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (Suwarno 2006:38). Pendidik juga bisa diartikan orang dewasa yang dapat membantu perkembangan kepribadian peserta didik dan mengarahkannya pada tujuan pendidikan, serta melindungi dan mengasuhnya, sehingga bisa memberi pengaruh yang baik.
26
Jadi pendidik merupakan tenaga profesional, yang bertugas mulai dari merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Seorang guru harus memenuhi syarat-syarat sebagai pendidik. Dimana bukan hanya menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi yang tidak kalah penting seorang guru harus bisa membawa anak didik pada proses perkembangan kepribadian ke arah yang lebih sempurna. Seorang guru akan menjadi pusat perhatian anak didiknya dan masyarakat sekitar. Kepribadiannya akan selalu disorot, dicontoh, bahkan dicela apabila melanggar norma yang berlaku. Agar dalam pergaulan guru memiliki kepribadian yang disegani dan menjadi teladan bagi orang lain, paling tidak harus bisa menjadi pemimpin yang baik, memiliki kemampuan dan keterampilan, mampu menjaga dan menegakkan kode etik guru, dan melaksanakan tugas secara ikhlas. Menurut Yusuf (1996) (dalam Jumali, dkk 2008:44) pendidik memiliki tugas antara lain: 1) Mendorong dinamika dalam pergaulan ke arah yang lebih positif dan terpadu. Positif disini berarti membimbing situasi secara terencana akan membina perkembangan anak didik ke arah yang lebih baik. Terpadu artinya menyangkut seluruh aspek kepribadian. 2)
27
2) Mengorganisir pergaulan dengan baik 3) Mengenal anak didik secara lebih baik, dengan menemukan pembawaan dan kemampuan yang ada pada dirinya. 4) Mengadakan evaluasi secara berkesinambungan terhadap perkembangan anak didik. 5) Membatasi
perkembangan
buruk
pada
diri
anak
dan
menyalurkan ke arah positif. 6) Membantu anak didik mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya. 7) Melatih anak untuk bertanggung jawab. c.
Alat Pendidikan Alat pendidikan yaitu segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat sebagai perlengkapan, untuk mempermudah mencapai tujuan, Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja membuat kondisikondisi yang memungkinkan terciptanya pekerjaan mendidik, tetapi juga mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi yang membantu pencapaian tujuan pendidikan (Suwarno, 2006:38). Menurut Abu Ahmadi (dalam Suwarno, 2006:38) alat pendidikan dikategorikan sebagai berikut:
28
1) Alat pendidikan positif dan negatif Alat pendidikan positif dimaksudkan sebagai alat yang ditujukan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik. Misalnya diberi pujian, agar anak mengulang perbuatan yang menurut ukuran baik. 2) Alat pendidikan preventif dan korektif Alat pendidikan preventif, untuk mencegah anak mengerjakan sesuatu yang tidak baik. Misalnya dengan memberi peringatan atau larangan. Sedangkan alat pendidikan korektif, untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruan. Misalnya diberi hukuman. 3) Alat pendidikan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan Alat pendidikan yang menyenangkan merupakan alat yang digunakan agar anak didik merasa senang. Misalnya dengan diberi
hadiah. Sedangkan alat
pendidikan yang tidak
menyenangkan, yaitu alat yang dapat membuat anak didik merasa tidak senang. Misalnya diberi hukuman. Untuk menentukan alat pendidikan mana yang akan dipakai, perlu memperhatikan beberapa hal antara lain, tujuan yang akan dicapai, siapa yang akan menggunakan alat tersebut, kepada siapa alat pendidikan akan ditujukan, jenis kelamin anak didik, dan usia anak didik.
29
d.
Lingkungan Pendidikan Lingkungan merupakan salah satu unsur dalam pendidikan. Karena lingkungan melingkupi terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan dapat dibedakan menjadi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan yang utama bagi anak. Dalam keluargalah pertama kali anak mendapatkan pendidikan. Keluarga juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak, karena sebagian besar anak menghabiskan waktu bersama keluarga. Untuk mengoptimalkan kemampuan dan kepribadian anak, orang tua harus menumbuhkan suasana edukatif di lingkungan keluarganya sedini mungkin. Suasana edukatif yang dimaksud adalah orang tua yang mampu menciptakan pola hidup dan tata pergaulan dalam keluarga dengan baik sejak anak dalam kandungan (Suwarno, 2006:40). Fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan menurut Jumali, dkk antara lain: 1) Pengalaman Pertama Masa Kanak-kanak Keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting bagi perkembangan anak. Karena pengalaman masa kanakkanak akan berpengaruh terhadap perkembangan berikutnya.
30
2) Menjamin Kehidupan Anak Pendidikan di lingkungan keluarga dapat menjamin kehidupan emosional anak untuk dapat tumbuh dan berkembang. Kehidupan emosional ini sangat penting dalam pembentukan pribadi anak.
31
3) Menanamkan Dasar Pendidikan Moral Dasar pendidikan moral dalam keluarga, diberikan melalui contohcontoh kongkrit dalam kehidupan sehari-hari. 4) Membentuk Dasar Pendidikan Sosial Benih-benih kesadaran sosial pada anak dapat dipupuk salah satunya dengan kehidupan keluarga yang penuh dengan rasa tolong menolong secara kekeluargaan, misalnya menolong tetangga yang kena musibah, bersama-sama menjaga ketertiban, dan kedamaian. 5) Dasar Pendidikan Agama Keluarga merupakan lembaga yang sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan agama. Misalnya kebiasaan orang tua
32
mengajak anaknya ke masjid. Itu merupakan salah satu contoh langkah bijaksana dari keluarga dalam upaya membentuk anak yang religius. Yang kedua yaitu lingkungan sekolah. Sekolah merupakan lembaga
pendidikan
resmi
yang
menyelenggarakan
kegiatan
pembelajaran secara sistematis, berencana, sengaja, dan terarah, oleh pendidik profesional yang mengacu pada kurikulum dalam waktu tertentu. Sekolah membina dan mendidik anak atas kepercayaan dan tuntutan keluarga. Akan tetapi yang paling utama harus bertanggung jawab terhadap pendidikan anak adalah orang tua. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal mempunyai tanggung jawab yang besar pada dunia pendidikan, yaitu: 1) Tanggung jawab formal. Lembaga pendidikan bertugas untuk mencapai tujuan pendidikan berdasarkan undang-undang yang berlaku. 2) Tanggung jawab keilmuan. Berdasar pada bentuk, isi, dan tujuan, serta jenjang pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat. 3) Tanggung jawab fungsional. Tanggung jawab yang diterima sebagai pengelola fungsional oleh para pendidik, dimana pelaksanaannya berdasarkan kurikulum (Suwarno, 2006:42). Yang ketiga, lingkungan masyarakat. Masyarakat merupakan sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai tingkat pendidikan, profesi, keahlian, kebudayaan, agama, serta status sosial, yang menempati
33
kawasan tertentu. Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan non formal, memberikan pendidikan tambahan atau pelengkap
yang belum
didapatkan di lingkungan sekolah. Masyarakat memberikan pendidikan yang lebih luas, termasuk di dalamnya norma dan etika.
B. Pendidikan Holistik Berbasis Karakter 1.
Pendidikan Holistik a. Pengertian Pendidikan holistik adalah pendidikan yang bertujuan memberi kebebasan anak didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara intelektual, tapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta manusia Indonesia yang berkarakter kuat yang mampu mengangkat harkat bangsa (N. Rubiyanto dan D. Haryanto 2010:1). Pendidikan holistik merupakan perpaduan anatara intelektual, emosional dan religius. Jika dikembangkan dengan baik, maka akan terbentuk manusia yang berjiwa holistik, yang mencerminkan jati diri atau karakter yang unggul. Atau pendidikan yang mengintegrasikan segala aspek pendidikan seperti nilai moral, keagamaan, psikologis, dan sosial. b. Sejarah Perkembangan Pendidikan Holistik
34
Pendidikan holistik lahir sebagai respon positif dan bijaksana atas krisis ekologi, budaya, dan tantangan moral pada abad ini, yang bertujuan untuk mendorong generasi muda sebagai generasi penerus agar dapat hidup dengan bijaksana dan bertanggung jawab serta ikut berperan dalam pembangunan masyarakat. Dalam
buku
Strategi
Pembelajaran
Holistik
disebutkan,
pendidikan holistik berkembang sekitar tahun 1960-1970 sebagai akibat dari keprihatinan merebaknya krisis ekologis, dampak nuklir, polusi kimia dan radiasi, kehancuran keluarga, dan hancurnya nilai-nilai tradisional. Akan tetapi sampai saat ini masih banyak model pendidikan yang menekankan pada pembelajaran terkotak-kotak yang membuat siswa sulit untuk memahami relevansi arti dan nilai antara yang dipelajari di sekolah dan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu sangat dibutuhkan adanya sistem pendidikan yang berpusat pada siswa (student centered learning). Pada student centered learning, siswa aktif mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajari, terlibat dalam mengelola pengetahuan, tidak terfokus pada penguasaan materi saja tetapi juga mengembangkan pembelajaran
sikap
dan
belajar,
penilaian
terintegrasi, penekanan pada
guru
sebagai
dilakukan
fasilitator,
berkesinambungan
proses dan
proses pengembangan pengetahuan
35
(kesalahan dapat digunakan sebagai sumber belajar), siswa dan guru belajar bersama dalam mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan. Sistem pendidikan inilah yang dapat memenuhi cita-cita pendidikan. Beberapa tokoh klasik perintis pendidikan holistik diantaranya adalah Jean Rousseau, Ralph Waldo Emerson, Henry Thoreau, Bronson Alcott, Johann Pestalozzi, Friedrich Froebel, dan Fransisco Ferrer. Pemikiran dan gagasan dari para perintis tersebut sempat pasif. Memasuki tahun 1970-an mulai ada gerakan untuk menggali kembali gagasan dari penganut aliran holistik. Kemajuan yang signifikan terjadi ketika
konferensi
pertama
Pendidikan
Holistik
Nasional
yang
diselenggarakan Universitas California pada bulan Juli 1979. Enam tahun kemudian para perintis memperkenalkan dasar pendidikan holistik, yaitu relationship, responsibility, dan reverence. Berbeda dengan pendidikan pada umumnya, dasar pendidikan ini lebih diartikan sebagai membaca, menulis, dan berhitung (N. Rubiyanto dan D. Haryanto 2010:32). c. Tujuan dan Pentingnya Pendidikan Holistik di Indonesia Tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan, bersahabat, demokratis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Artinya, anak didik dapat memperoleh kebebasan, tidak dalam suasana tertekan. Baik kebebasan
36
psikologis, kebebasan mengambil keputusan yang baik, kebebasan belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, kebebasan memperoleh kecakapan sosial, serta kebebasan mengembangkan karakter dan emosionalnya (Basil Bernstein). Pendidikan holistik juga bertujuan untuk melahirkan manusia Indonesia baru, beradab, dan berkesadaran (N. Rubiyanto dan D. Haryanto 2010:114). Pendidikan holistik sangat dibutuhkan bagi perkembangan pendidikan, mengingat pendidikan harus dapat mengantarkan peserta didik untuk memperoleh aktualisasi diri yang ditandai dengan adanya kesadaran, kejujuran, kebebasan atau kemandirian, dan kepercayaan. Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik baik dalam aspek intelektual, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spiritual. Strategi pembelajarannya lebih diarahkan pada bagaimana
mengajar
dan
http://edukasi.kompasiana.com
bagaimana
orang
disebutkan
ada
belajar.
Dalam
beberapa
strategi
pembelajaran holistik, yaitu sebagai berikut: 1) Menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif siswa, yaitu metode yang dapat meningkatkan motivasi siswa karena seluruh dimensi manusia terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang konkrit, bermakna, serta relevan dengan konteks kehidupan sehari-hari.
37
2) Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, sehingga anak dapat belajar dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan semangat. 3) Memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the good. 4) Metode pembelajaran yang memperhatikan keunikan masingmasing anak, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan 9 aspek kecerdasan. Pada model pendidikan holistik, peran dan otoritas guru untuk memimpin dan mengontrol pembelajaran hanya sedikit, dan guru lebih banyak berperan sebagai sahabat, mentor, dan fasilitator. Pendidikan holistik juga sejalan dengan cita-cita pendidikan khususnya di Indonesia. Karena model pendidikan ini sangat mendukung tercapainya pendidikan yang membawa manfaat bagi pelajar dan masyarakat. Pendidikan harus efisien, tetapi tetap efektif, kreatif, dan inovatif. Salah satu contohnya, pendidikan bukan sebagai sarana pemborosan biaya saja, tetapi bagaimana pendidikan yang hemat biaya namun tetap efektif dalam memenuhi tujuan utamanya. Pendidikan yang boros bukan jaminan pendidikan akan baik dan berkualitas. Sebaliknya, pendidikan yang “murah” bukan berarti tidak bermutu. Kualitas
38
pendidikan lebih ditentukan pada bagaimana mengusahakan tenagatenaga pendidik yang bermutu dan profesional. Dalam buku Strategi Pembelajaran Holistik diceritakan, di Jerman guru dipandang sebagai tenaga profesional seperti para pejabat Negara. Menjadi guru prosedurnya tidak semudah di Indonesia. Persyaratannya benar-benar detail. Dan yang paling penting, tidak ada praktik KKN. Gaji guru sangat tinggi, dan terjamin kesejahteraannya. Tetapi guru juga harus profesional dan menunjukkan kinerjanya secara maksimal dan penuh dedikasi dan tanggung jawab. Sedangkan di Indonesia, dengan realitas gaji yang paspasan membuat guru tidak fokus dalam pekerjaannya, tidak berkreativitas dan berinovatif. Gaji yang pas-pasan merupakan problem yang serius. Karena, dengan penghasilan yang minim, orang menjadi tidak fokus, mudah labil pikiran, mental-emosional, serta psikospiritualnya. Jadi tidak heran jika banyak guru yang bersikap keras pada siswa, tidak disiplin, monoton, membosankan, dan sama sekali tidak membawa manfaat bagi banyak orang terutama bagi siswanya. Kondisi seperti ini harus segera diubah menjadi lebih bermanfaat, penuh loyalitas, dedikasi, dan berkualitas. Karena pendidikan menentukan kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Pendidikan holistik tidak hanya berjuang bagi para siswa, sedang masyarakat diabaikan. Namun pendidikan holistik justru bernuansa kooperatif dengan masyarakat sekitar. Para siswa sangat dipersatukan
39
dengan masyarakat bukan hanya disibukkan dengan dunianya sendiri. Para siswa juga sudah diajak berkomunikasi dan bersosialisasi sejak dini. Sehingga para siswa dari sejak dini sudah menyadari bahwa dirinya merupakan kesatuan dengan masyarakat. Bukan hanya hidup dalam keluarga dan lingkungannya secara sempit. d.
Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Untuk Mewujudkan Pendidikan Holistik Dalam buku Strategi Pembelajaran Holistik di Sekolah disebutkan, perkembangan siswa dapat ditentukan sejauh mana pengaruh peranan seorang guru dalam membentuk kepribadian yang berkualitas. Karena disamping keluarga, gurulah yang dominan dan banyak membantu siswa. Bisa dikatakan, kesuksesan siswa sangat ditentukan bagaimana guru mendidiknya. Mendidik siswa untuk mencetak generasi yang unggul dan berkualitas bukan sesuatu yang mudah bagi seorang guru. Seorang guru harus paham dalam melaksanakan tugasnya yang utama sebagai pendidik, pengasuh, dan pembina siswa. Guru harus tahu bahwa perkembangan siswa membutuhkan pendidikan yang menyeluruh, bukan hanya sebatas pengajaran yang menekankan aspek kognitif. Menurut N. Rubiyanto dan D. Haryanto, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan
guru
untuk
mewujudkan
menyeluruh, diantaranya sebagai berikut:
pendidikan
yang
40
1) Faktor Edukatif Pendidikan secara holistik sebaiknya diterapkan guru pada siswa sejak dini. Karena pada usia tersebut siswa masih mudah untuk diarahkan. Siswa mempunyai perkembangan mental, spiritual, dan moral yang potensial untuk dibangun dalam mewujudkan karakter kepribadian yang baik. Siswa usia dini biasanya cenderung meniru apa yang dilihat dan didengar. Pada saat seperti ini, sebaiknya guru tidak hanya terpaku pada asuhan yang bersifat fisik, tapi juga harus memberikan pengajaran yang menekankan aspek kognitif atau intelektual. Karena pada fase tersebut siswa siswa cenderung banyak bertanya tentang apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan pikirkan. Tentunya guru harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa dengan benar, sehingga intelektual siswa dapat dibangun dengan Transfer of knowledge dan Transfer of value, baik nilai-nilai Islam ataupun nilai-nilai moral yang harus mereka ketahui. 2) Faktor Komunikasi Transfer pengetahuan (transfer of knowledge) dan transfer nilai (transfer of value) yang dilakukan guru terhadap siswa dapat terjalin dengan baik, apabila ada komunikasi. Komunikasi antara guru dan siswa sangat penting. Semakin banyak siswa berkomunikasi, semakin banyak pula pelajaran yang ia dapatkan. Ia akan belajar tentang dirinya, orang lain, dan dunianya. Sehingga akan memiliki kecerdasan
41
emosional yang mendorong siswa untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Komunikasi yang baik tidak hanya sekedar komunikasi, tanpa memiliki nilai. Dalam berkomunikasi dengan siswa, guru tidak boleh bersikap seperti hakim yang sedang menghakimi terdakwa atau polisi yang sedang mengintrogasi, dan hindari kesan tidak memperhatikan apa yang dibicarakan siswa, atau memotong pembicaraannya. Karena, hal tersebut dapat membuat siswa menghindari komunikasi dengan gurunya. 3) Faktor Psiko-Edukatif Guru sebagai aktor utama dalam mempengaruhi perkembangan siswa, baik fisik maupun psikis. Untuk mewujudkan perkembangan psikis yang baik, guru bisa melakukannya dengan pendekatan kasih sayang. Karena pendekatan kasih sayang mengacu pada sisi kejiwaan siswa,
dimana
perkembangan
siswa
secara
kejiwaan
sangat
dipengaruhi oleh sikap orang tua dalam memberikan kasih sayang. Guru bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pendidikan siswa secara holistik. Akan tetapi, guru sangat besar peranannya terhadap keberhasilan siswa.
Dalam
konsep pembelajaran holistik, mendidik anak baik oleh orang tua dalam keluarga maupun guru di sekolah harus bersungguh-sungguh. Karena anak merupakan amanah dari Allah SWT.
42
Tidak diperbolehkan mendidik anak disertai dengan kata-kata kasar dan kekerasan. Anak ibarat kertas putih sehingga orang tua atau orang dewasalah yang mampu memberi warna kepada sang anak. Menurut ilmu psikologi, perkembangan anak sangat tergantung oleh faktor lingkungannya. Lingkungan ini bisa berupa orang tua, guru, teman, maupun masyarakat (Esti Sukapsih, 2008). Konsep bijak dari Dorothy Low Nolte (dalam Sulhan, 2010:180) disebutkan, a) Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan. b) Jika anak banyak dimusuhi, ia akan terbiasa menentang. c) Jika anak dihantui ketakutan, ia akan terbiasa merasakan cemas. d) Jika anak banyak dikasihani, ia akan terbiasa meratapi nasibnya. e) Jika anak dikelilingi olok-olok, ia akan terbiasa menjadi pemalu. f) Jika anak dikitari rasa iri, ia akan terbiasa merasa bersalah. g) Jika anak serba dimengerti, ia akan terbiasa menjadi penyabar. h) Jika anak banyak diberi dorongan, ia akan terbiasa percaya diri. i) Jika anak banyak dipuji, ia akan terbiasa menghargai. j) Jika anak diterima oleh lingkungan, ia akan terbiasa menyayangi.
43
k) Jika anak tak banyak dipersalahkan, ia akan terbiasa senang menjadi dirinya
sendiri.
l) Jika anak mendapat pengakuan kanan kiri, ia akan terbiasa menetapkan arah. m) Jika anak diperlakukan jujur, ia akan terbiasa melihat kebenaran. n) Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan terbiasa berlaku adil. o) Jika
anak
mengenyam
rasa
aman,
ia
akan
terbiasa
ia
akan
terbiasa
mengendalikan diri. p) Jika
anak
dikerumuni
keramahan,
berpendirian. Begitulah, anak akan memiliki konsep diri yang negatif apabila lingkungan disekelilingnya membentuk konsep diri negatif. Anak akan merasa kurang percaya diri, karena ia merasa memiliki citra buruk di hadapan semua orang. Orang tua dan guru sebaiknya melihat sisi positif pada anak. Pada dasarnya, semua anak itu cerdas. Anak yang cacat fisiknya pun oleh Allah diberi kelebihan. Setiap anak memiliki kehebatan yang berbeda. Maka kehebatan anak harus diasah sejak dini. Anak merupakan investasi bagi orang tua. Betapa ruginya orang tua apabila mempunyai anak yang tidak mau berbakti, tidak bisa berdoa untuk orang tua, dan tidak memiliki ilmu. Kehidupan manusia di akhirat nanti sangat
44
ditentukan oleh kehidupannya selama di dunia. Kehidupan di dunia merupakan amanah, salah satu amanah itu berwujud anak. Untuk itulah, anak jangan sampai disia-siakan. Sebagai orang tua, harus bisa membentuk kecerdasan spiritual anak. Contoh konkret yang diajarkan, seperti dibiasakan menghormati orang yang lebih tua, jujur dalam perkataan maupun perbuatan, amanah, disiplin, tanggung jawab. Selain itu, juga bisa dengan melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti menyantuni fakir miskin. Orang tua perlu terlibat aktif, karena orang tua memiliki fungsi kontrol terhadap akhlak anak (Megawangi, 2009:42). e.
Keunggulan Pembelajaran Holistik Model pembelajaran holistik mengutamakan siswa sebagai subyek pembelajaran. Fokus terhadap pemaksimalan potensi siswa ini harus dilakukan secara menyeluruh. Salah satunya dengan suasana kelas yang demokratis akan memberi kesempatan lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal. Melalui pembelajaran holistik akan menimbulkan suasana yang baru dalam pembelajaran. Karena yang sebelumnya menggunakan model pembelajaran secara konvensional yaitu ceramah dan tanya jawab, ternyata kurang memberi motivasi pada siswa untuk belajar. Dengan menggunakan model holistik, suasana kelas lebih hidup dan lebih bermakna.
45
Pembelajaran holistik dapat membantu mengidentifikasi kesulitankesulitan
yang dihadapi
dan
mencari
alternatif
pemecahannya.
Penggunaan model holistik merupakan model yang efektif untuk mengembangkan pembelajaran terpadu. Dengan model holistik, siswa tidak hanya dapat mengembangkan kemampuan aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. Dengan pembelajaran holistik, dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan reflektif. Hal ini dikarenakan kegiatan pembelajaran lebih banyak berpusat pada siswa. Sehingga fungsi dan peran siswa terlihat. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator, moderator, organisator, dan mediator. Dalam suara mahasiswa okezone.com disebutkan, pendidikan holistik merupakan pembelajaran yang menggunakan konsep fokus tidak berada pada guru tetapi guru hanya sebagai pendamping belajar. Pendidikan holistik juga tidak berpusat bahwa yang perlu dikembangkan bukan hanya kognitif tetapi perkembangan harus secara menyeluruh baik secara kognitif, sosial, emosi, dan spiritual. Para orangtua juga perlu menerapkan pendidikan holistik. Secara sederhana dapat dilakukan tanpa perlu mengikuti suatu kursus atau sekolah kepribadian. Mulai dari sikap yang sederhana, menghargai apa pun yang dilakukan anak, jangan sekalikali mengucapkan anak bodoh saat anak melakukan suatu kesalahan. Berikan semangat positif untuk memotivasi anak terus belajar agar
46
kreativitasnya dapat berkembang. Penilaian anak berkembang secara maksimal tidak hanya melewati perkembangan kognitif yang identik menggunakan ranking pada raport. Seorang anak dikatakan berkembang secara maksimal jika semua aspek dapat berkembang. Menjadi orang tua pintar itu lebih mudah daripada menjadi orang tua yang cerdas. 2.
Pendidikan Berbasis Karakter a. Pengertian Kata karakter berasal dari Yunani, charrasein yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola (California:Jossey-Bass, 2001) (dalam Megawangi 2009:5). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter bisa diartikan tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan. Karakter juga bisa diartikan watak, yaitu sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku atau kepribadian. Dalam istilah bahasa Arab, karakter mirip dengan akhlak yaitu tabiat
atau
kebiasaan melakukan
hal
yang baik.
Al
Ghazali
menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik.
47
Menurut Ratna Megawangi, pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik, sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil. Dalam buku Menyemai Benih Karakter, pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan seharihari untuk memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungan. b.
Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam buku Pendidikan Karakter disebutkan, banyak pakar, filsuf, dan orang-orang bijak yang mengatakan bahwa faktor moral (akhlak) adalah hal utrama yang harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah masyarakat yang tertib, aman, dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh para pendidik dan orang tua adalah melestarikan dan mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak. Nilai-nilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter (akhlak mulia) yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera. Ada beberapa kata-kata bijak yang menguatkan teori pendidikan karakter, diantaranya: “Mendidik seseorang hanya dalam aspek kecerdasan otak bukan pada aspek moral adalah ancaman marabahaya dalam masyarakat.” - Theodore Roosevelt- -
48
“Kelahiran dan menjalankan ritual fisik tidak dapat menentukan derajat baik atau buruk seseorang. Kualitas karakterlah satu-satunya faktor penentu derajat seseorang.”--Mahatma Gandhi-Menurunnya
kualitas
moral
bangsa
yang
dicirikan
oleh
membudayanya praktik KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), konflik, meningkatnya kriminalitas, yang merupakan pelanggaran moral adalah penyebab utama negara kita sulit untuk bangkit (Megawangi, 2004:3). Negara yang mempunyai modal sosial tinggi adalah masyarakat yang mempunyai rasa kebersamaan tinggi, rasa saling percaya, serta rendahnya tingkat konflik. Ini bisa terwujud kalau masing-masing individu menjunjung tinggi kebersamaan, loyalitas, kejujuran, kerja keras, dan menjalankan kewajibannya. Thomas Lickona dalam Menyemai Benih Karakter mengungkapkan, bahwa kualitas karakter suatu masyarakat dicirikan dari kualitas karakter generasi mudanya, yang dapat menjadi indikator penting apakah suatu bangsa bisa maju atau tidak. Lickona mengidentifikasikan 10 tanda karakter generasi muda yang patut dicemaskan karena akan membuat sebuah bangsa dalam kehancuran. Kesepuluh tanda tersebut adalah: (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas, (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6)
49
menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (9) membudayanya ketidakjujuran, dan (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama. Kalau kita cermati, kesepuluh tanda-tanda tersebut sudah terjadi di Indonesia. Banyaknya tawuran antar pelajar, perkelahian antar anak muda, sering mengeluarkan kata-kata kasar di depan umum, membudayanya peer group pada pelajar, banyaknya siswa SMP dan SMA yang dikeluarkan karena marriage be accidence, berkata-kata tidak sopan kepada orang tua dan guru, dan masih banyak lagi contoh nyata tindakan-tindakan negatif oleh generasi muda adalah cerminan dari krisis karakter dari seluruh bangsa. Maka dari itu, karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak dini. Karena, kegagalan pembentukan karakter pada seseorang sejak dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah dikemudian hari.
c.
Strategi Membentuk Karakter Anak Untuk menjadi seseorang yang berkarakter (berakhlak mulia) diperlukan usaha yang serius dan terus menerus. Karena menjadi manusia yang berakhlak mulia tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia. Akan tetapi, hasil itu memerlukan proses panjang melalui pengasuhan sejak kecil serta latihan secara terus menerus. Karakter ibarat otot, yang akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih. Sebaliknya, akan kuat
50
dan kokoh kalau sering dilatih. Otot-otot karakter juga akan terbentuk melalui praktik-praktik latihan, yang akhirnya akan jadi kebiasaan. Dalam buku Menyemai Benih Karakter disebutkan, Al Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah tabiat atau kebiasaan dalam melakukan hal-hal yang baik. Menurut Aristoteles, sebuah masyarakat yang budayanya tidak memperhatikan pentingnya pendidikan tentang good habit (kebiasaan baik), akan menjadi masyarakat yang terbiasa dengan kebiasaan buruk (Megawangi, 2009:11). Membentuk karakter anak bisa dimulai dari lingkungan yang paling dekat dengan anak yaitu keluarga. Kemudian rumah kedua bagi anak yaitu sekolah. Dilanjutkan dengan tempat anak bersosialisasi yaitu masyarakat. Pertama, lingkungan keluarga. Dalam buku Pendidikan Karakter disebutkan, ada sebuah teori dalam ilmu sosiologi tentang pentingnya institusi keluarga dalam menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa, yaitu “family is the fundamental unit of society” (keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat). Keluarga merupakan tempat pertama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Seorang anak dalam proses tumbuh kembangnya dipengaruhi pertama dan langsung oleh lingkungan keluarga. Segala perilaku orang tua yang menyangkut bagaimana kasih sayang, sentuhan, kelekatan emosi (emotional bonding),
51
penanaman nilai, dan pola asuh yang diterapkan di dalam keluarga pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter anak (Schikendanz, 1995) (dalam Megawangi 2004:61). Kedua orang tua harus terlibat dalam pengasuhan anak sejak kecil. Karena akan menentukan pembentukan karakter anak. Keluarga yang harmonis dimana ayah dan ibu saling berinteraksi dengan kasih sayang, selalu ada kebersamaan keluarga, akan memberikan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter anak. Beberapa kebutuhan fundamental yang harus dipenuhi seorang anak agar dapat berkepribadian baik dan sangat tergantung pada peran perempuan sebagai ibu, menurut Ratna Megawangi dalam Pendidikan Karakter yaitu: Pertama, kebutuhan akan kelekatan psikologis (maternal bonding). Kelekatan psikologis ini penting agar anak dapat membentuk kepercayaan, merasa diperhatikan, dan menumbuhkan rasa aman. Seorang ibu yang dapat menciptakan ikatan emosional yang erat, dapat membentuk kepribadian anak menjadi baik. Kedua, kebutuhan rasa aman. Karena setiap anak memerlukan lingkungan yang stabil dan aman. Lingkungan yang tidak menyenangkan akan mempengaruhi kepribadian anak. Ketiga, kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental. Hal ini memerlukan perhatian yang besar dari orang tuanya
dan reaksi timbal
52
balik antara ibu dan anaknya. Pakar pendidikan anak mengatakan bahwa seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara pada anaknya) di usia di bawah enam bulan, akan mempengaruhi sikap bayinya
menjadi
anak
yang
gembira,
antusias
mengeksplor
lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif. Kebutuhan dasar anak seperti itu hanya dapat dipenuhi oleh keluarga yang mempunyai nilai-nilai sakinah. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kita jumpai orang dewasa yang mengetahui perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tetapi tidak konsisten dengan perilakunya. Hal ini bisa disebabkan karena otototot karakternya yang lemah dan tidak berfungsi, karena tidak pernah dilatih. Sebagai contoh, semua orang tahu kalau membuang sampah harus pada tempatnya. Akan tetapi, masih banyak juga orang yang membuang sampah sembarangan. Dalam buku Menyemai Benih Karakter disebutkan, Indonesia Heritage Foundation telah menyusun serangkaian nilai yang selayaknya diajarkan kepada anak, yang dirangkum menjadi sembilan pilar karakter, yaitu: 1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya (love Allah, trust, reverence, loyalty).
53
2) Kemandirian dan tanggung jawab (responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderliness). 3) Kejujuran/amanah, bijaksana (trustworthiness, reliability, honesty). 4) Hormat dan santun (respect, courtesy, obedience). 5) Dermawan, suka menolong, dan gotong royong (love, campossion, caring, emphaty, generousity, moderation, cooperation). 6) Percaya diri, kreatif, dan pekerja keras (confidence, assertiviness, creativity, resourcefulness courage, determination and enthusiasm). 7) Kepemimpinan dan keadilan. 8) Baik dan rendah hati (kidness, friendliness, humility, modesty). 9) Toleransi dan kedamaian dan kesatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity). Nilai-nilai karakter yang ditanamkan harus dapat menjadi dasar kesamaan nilai sebagai perekat pada elemen-elemen masyarakat yang berbeda, agar dapat hidup berdampingan secara alami dan tertib. Sehingga tercipta suasana sinergi yang produktif bagi kemajuan bangsa. Dan semua nilai tersebut akan membentuk kecerdasan spiritual pada anak. Oleh karena itu, sebagai orang tua atau pendidik harus menyadari bahwa dengan memberikan nasihat moral saja tidak cukup. Anak-anak juga harus dilatih sejak usia dini agar senantiasa berbuat baik. Perbuatan baik ini harus diwujudkan dalam praktik sehari-hari dan contoh konkrit
54
dari para pendidik. Perbuatan baik harus ditanamkan sejak dini, karena semakin dewasa usia, semakin sulit membentuk otot akhlak anak. Seperti yang diungkapkan oleh Ibn Jazzar Al-Qairawani dalam Menyemai Benih Karakter, bahwa sifat-sifat buruk yang timbul dari diri anak bukan berasal dari fitrah. Tetapi timbul karena kurangnya peringatan sejak dini dari orang tua dan para pendidiknya. Semakin dewasa, semakin sulit meninggalkan sifat-sifat tersebut. Banyak orang dewasa yang menyadari sifat buruknya, tetapi tidak mampu merubahnya, karena sifat tersebut sudah mengakar di dalam dirinya, dan menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan. Membiasakan anak-anak untuk berperilaku bersih, menolong orang lain, berkata-kata santun dan benar, akan membentuk rasa dan kecintaan pada kebiasaan berbuat baik. Orang yang sudah terbiasa berkata jujur, apabila mencoba untuk tidak jujur, akan merasa bersalah dan malu pada diri sendiri. Rasa bersalah dan malu harus ada dalam diri seseorang. Karena dengan merasa bersalah, seseorang akan mengoreksi dan memperbaiki kesalahannya. Dan dengan rasa malu, seseorang bisa menahan untuk tidak melanggar prinsip-prinsip kebenaran. Oleh karena itu, pembentukan karakter harus dilakukan secara integral (menyuluruh) yang melibatkan aspek knowing (mengetahui), acting (melatih dan membiasakan diri), serta feeling (perasaan). Karena
55
dengan upaya seperti itu akan melahirkan manusia-manusia pecinta kebajikan (Megawangi, 2009:12). Dalam buku Pendidikan Karakter dituliskan, ada Ten Big Ideas Thomas Lickona dalam Membentuk Karakter Dalam Keluarga. Pertama, Moralitas Penghormatan. Penghormatan harus diberikan pada diri sendiri sebagai manusia, yaitu untuk menjaga diri agar tidak terlibat dalam perilaku yang merusak diri. Kemudian hormat kepada orang lain sebagai sesama manusia yang merupakan ciptaan Tuhan. Juga hormat kepada lingkungan hidup untuk tidak menyakiti hewan dan tanaman. Kedua, Perkembangan Moralitas Penghormatan Berjalan Secara Bertahap. Anakanak tidak dapat langsung menjadi manusia bermoral, tetapi perlu proses sosialisasi yang terus menerus dari orang tuanya. Mendidik anak memerlukan tingkat kesabaran tinggi, oleh karena itu memerlukan komitmen dari orang tuanya. Seperti halnya perkembangan motorik dan intelektual yang terjadi secara bertahap dari masa kecil sampai usia dewasa, perkembangan moral anak juga berjalan secara bertahap sesuai fase umur anak. Ketiga, Mengajarkan Prinsip Saling Menghormati. Anak-anak akan belajar bagaimana menghormati orang lain kalau ia juga merasa dihormati. Orang tua hendaknya menghormati anaknya sebagai manusia walaupun masih kecil. Caranya, misalnya memberikan aturan disiplin dengan mengajaknya berdiskusi mengapa harus ada peraturan tersebut, juga dengan berbicara sopan. Keempat, Mengajarkan dengan
56
Contoh. Cara yang cukup efektif untuk mengajarkan anak adalah dengan memberikan contoh konkrit mengenai perilaku bagaimana seharusnya. Misalnya dengan mengajak anak untuk menanam pohon di lingkungan sekitar rumah. Atau dengan membacakan buku yang mengandung pesanpesan moral. Kelima, Mengajarkan dengan Kata-kata. Mengatakan apa yang kita contohkan juga penting untuk dilakukan. Misalnya, anak perlu dijelaskan mengapa memanggil temannya dengan sebutan buruk tidak baik, karena akan menyakiti hatinya. Mengapa berbohong itu tidak bagus, karena dapat merusak kepercayaan orang, dan sebagainya. Keenam, Mendorong Anak untuk Merefleksikan Tindakannya. Ketika anak melakukan sesuatu yang tidak baik, anak perlu didorong untuk berfikir tentang perbuatannya, dan apa akibat yang ditimbulkannya. Hal ini akan membuat anak untuk berfikir dan merefleksikan tindakannya, dan belajar menempatkan dirinya kalau menjadi orang lain yang ia sakiti. Ketujuh, Mengajarkan Anak untuk Mengemban Tanggung Jawab. Anakanak yang sejak kecil diberikan tanggung jawab akan berkembang menjadi anak yang altruistik, yaitu yang peduli dengan orang lain. Tanggung jawab bisa diajarkan orang tua dengan memperkenalkan pekerjaan sosial di luar rumah, misalnya mengajak anak kerja bakti. Kedelapan, Keseimbangan Antara Kebebasan dan Kontrol. Mengacu pada teori Baumrind (1975), ada tiga tipe orang tua dalam mengasuh dan mendidik anaknya yaitu, orang tua yang permissive, yaitu yang
57
membiarkan anaknya untuk berperilaku apa saja tanpa arahan orang tua. Orang tua yang otoriter, yaitu orang tua yang terlalu mengontrol anaknya, sehingga anaknya tidak punya kebebasan sama sekali. Kemudian orang tua yang otoritatif, yaitu keseimbangan antara kebebasan dan kontrol. Tipe otoritatif ini yang dianggap terbaik. Orang tua akan bersikap tegas dalam memberikan aturan, tetapi akan menerangkan alasan-alasannya, dan mau mendengar respon anak. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mempunyai orang tua tipe otoritatif berkembang menjadi anak-anak yang percaya diri, bertanggung jawab, dan mandiri. Kesembilan, Cintai Anak. Dasar dari pembentukan moral adalah cinta. Cinta orang tua akan memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan karakter. Anak yang mendapat cinta dan perhatian dari orang tuanya akan merasa bahwa dirinya berharga, selanjutnya akan membuatnya percaya diri. Orang tua yang hangat dan penuh perhatian akan menjadi model bagi anak bagaimana seharusnya memperlakukan orang lain. Anak yang mempunyai hubungan emosional yang erat dengan orang tuanya akan berusaha berperilaku sesuai dengan harapan orang tuanya menurut standar etika yang berlaku. Orang tua yang hangat dan penuh perhatian akan memacu perkembangan moral anak pada tahapan yang lebih tinggi. Orang tua yang memberikan cinta dan perhatian pada anaknya akan membuat komunikasi antara anak dan orang tua menjadi lancar dan terbuka. Kesepuluh, Mengajarkan Moral dan Menciptakan
58
Keluarga Bahagia Secara Bersamaan. Keluarga harus bisa mengelola konflik secara konstruktif, misalnya dengan menggunakan pendekatan berkeadilan. Pendekatan ini dapat dipakai ketika ada konflik antar anggota keluarga. Ada tiga hal yang perlu diketahui dengan pendekatan ini. Pertama, dengan menumbuhkan sikap saling pengertian. Kedua, dengan
mencari
solusi
bersama
secara
musyawarah.
Ketiga,
menindaklanjuti bagaimana persetujuan yang telah dibuat bersama dijalankan. Walaupun kesepuluh ide besar tersebut telah dijalankan, bukan berarti orang tua tidak menghadapi kesulitan dalam hal menumbuhkan kesadaran moral anak. Karena, anak-anak masih dalam proses berkembang. Perlu kesabaran para orang tua untuk terus mempunyai komitmen pada usaha termulia yang bisa mereka lakukan. Kedua, lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah sangat berperan dalam membentuk karakter anak. Karena kematangan emosi-sosial sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekolah. Sekolah merupakan tempat yang sangat strategis untuk membentuk karakter, karena anak-anak dari semua
lapisan
akan
mengenyam
pendidikan
di
sekolah
dan
menghabiskan sebagian waktunya di sekolah. Sehingga apa yang didapatkan karakternya.
anak
di
sekolah
akan
mempengaruhi
pembentukan
59
Sebuah pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk manusia-manusia berkarakter yang sangat diperlukan dalam mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang terhormat (Megawangi, 2004:75). Akan tetapi, Indonesia belum mempunyai pendidikan karakter yang efektif untuk menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang berkarakter. Ini dapat dilihat dari sebagian besar tingkah laku generasi mudanya yang tidak mencerminkam manusia yang berkarakter. Padahal, dalam kurikulum pembelajaran ada beberapa mata pelajaran yang berisi pesan-pesan moral, misalnya pelajaran agama dan kewarganegaraan. Namun para siswa hanya diharapkan untuk menguasai materi, yang ukuran keberhasilannya dapat dilihat dari kemampuan anak menjawab soal. Sedangkan aplikasi mata pelajaran terhadap perubahan perilaku siswa tidak pernah diperhatikan. Sehingga terjadi kesenjangan pengetahuan dan perilaku. Sebagai contoh, semua orang tau kalau korupsi itu salah dan melanggar norma agama. Tetapi masih banyak juga yang melakukannya. Hal ini menunjukkan kalau orang Indonesia tidak cerdas secara emosi. Untuk itu, merupakan tugas dan tanggung jawab seorang guru yang dipercaya mendidik kader-kader penerus bangsa agar mereka bisa menjadi manusia yang berkarakter, melalui pendidikan karakter di sekolah. Mulai dari bagaimana mendidik siswa, menyampaikan pembelajaran, sampai menyeting kelas untuk mendukung kegiatan
60
belajar mengajar. Hal-hal yang harus ditanamkan seorang guru dalam menghadapi siswanya, antara lain: Membangun Citra Diri Positif. Seorang guru, harus membiasakan memberi komentar positif terhadap apa yang dikatakan anak. Misalnya, kalau anak diminta berpendapat apapun pendapat anak harus dihargai, tidak boleh dicela. Begitupun ketika anak diminta mengerjakan soal, akan tetapi jawabannya salah, guru tidak boleh memarahi anak. Tetapi, guru harus memberikan kata-kata yang mengandung motivasi. Pengalaman yang terjadi, seringkali guru memarahi siswa di depan kelas sehingga membuat siswa malu atau minder, akhirnya dia menjadi tidak percaya diri. Untuk anak-anak usia dini, yang harus ditanamkan adalah rasa cinta belajar. Bukan semata-mata harus bisa. Karena kalau harus bisa, suasana belajar menjadi menegangkan, sehingga akan membuat otak limbik tertutup, dan anak tidak akan mampu mencapai potensi optimalnya (Megawangi, 2009:22). Berfikir dan Berkata Positif Terhadap Anak. Dalam buku Menyemai Benih Karakter diceritakan, pengalaman pribadi penulis membaca sebuah buku yang berjudul The Message from Water yang ditulis oleh seorang peneliti dari Jepang,Prof. DR. Masaru Emoto. Emoto meneliti bentuk molekul kristal air yang telah dibekukan. Bentuk kristal air dari daerah yang terpolusi sangat berbeda dengan bentuk kristal dari air yang telah diberi doa. Air yang diberi doa akan membentuk kristal
61
yang indah, sedangkan air yang terpolusi tidak membentuk kristal sama sekali. Bisa kita bayangkan bagaimana dahsyatnya efek fikiran dan katakata bahkan terhadap diri kita sendiri yang sebagian besar tubuh terdiri dari air. Anak-anak hampir 80% tubuhnya terdiri dari air. Apabila fikiran, ucapan, dan tindakan kita baik, efek yang dihasilkan tubuh juga akan baik. Begitu pula pada anak-anak. Jadi harus berhati-hati dengan fikiran, kata-kata, dan tindakan terhadap anak-anak karena akan mempengaruhi citra dirinya. Setiap Anak Itu Cerdas. Tiap anak mempunyai kecerdasan yang berbeda. Setiap guru harus memahami dan mengetahui dimana letak kecerdasan masing-masing anak. Perlu diketahui, IQ hanya salah satu bentuk kecerdasan yang ada. Dalam pandangan Gardner, IQ masuk pada wilayah kecerdasan logis-matematis (Najib Sulhan, 2010:61). Masih ada tujuh kecedasan lagi yang berkaitan dengan kecerdasan bakat, emosional, dan spiritual. Jadi salah kalau sebagai pendidik dan orang tua memaksakan anak untuk cerdas pada IQ saja. Ada anak yang tidak pandai dalam pelajaran sekolah, tetapi sangat berbakat di bidang olahraga. Berarti anak tersebut mempunyai kecerdasan kinestetik yang harus dikembangkan. Motivasi Tumbuh Melalui Ramah Guru dan Ramah Anak. Banyak cara untuk mendidik anak. Salah satunya dengan cinta seperti cirri pendidikan yang diterapkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana
62
tertuang dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 159 yang artinya: “Maka karena rahmat Allah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka, sekiranya engkau berlaku keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan dari sekitarmu. Maka maafkanlah mereka dan mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam sesuatu urusan.” Kekerasan bukan cara yang baik untuk mendidik anak. Apapun alasannya, kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswa hanya akan membuat siswa takut. Perkataan kasar, pemberian hukuman yang berlebihan, menurut anak itu menjadi bukti kalau guru tidak senang kepadanya. Maka kunci yang paling ampuh untuk mendidik anak adalah dengan berlaku lemah lembut, penuh cinta kasih, walaupun dalam keadaan marah sekalipun (Najib Sulhan, 2010:129). Yang dimaksud lemah lembut pada anak, bukan berarti harus memenuhi semua keinginan anak. Tetapi memahami karakter anak yang berbeda-beda. Dengan ramah guru dan ramah anak, motivasi belajar anak akan tumbuh. Karena anak merasa dekat dengan gurunya, tidak takut untuk berdiskusi dengan gurunya, dan tidak malu untuk bertanya yang dia belum mengerti. Setiap anak mempunyai harga diri sebagaimana orang dewasa. Mereka tidak ingin harga dirinya jatuh meskipun oleh guru atau orang tuanya. Pada hakikatnya mereka ingin selalu menjaga harga dirinya meskipun caranya berbeda dengan orang dewasa.
63
Ketiga, lingkungan masyarakat. Selain keluarga dan sekolah, masyarakat juga menentukan pembentukan karakter anak. Karena, di masyarakatlah anak akan berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupannya sehari-hari. Masyarakat harus peduli dengan peran sekolah dalam membangun karakter siswa-siswanya (Megawangi, 2004:83). 3.
Pendidikan Holistik Berbasis Karakter a. Pengertian Pendidikan yang bertujuan mengembangkan diri anak secara intelektual, emosional, dan religius,dengan membangun karakter anak agar menjadi manusia seutuhnya. Model pendidikan holistik berbasis karakter, tidak hanya memberikan rasa aman pada siswa, tetapi juga menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menstimulasi suasana belajar siswa. b. Pentingnya Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Untuk mewujudkan model pendidikan holistik berbasis karakter, peran guru sangatlah penting. Guru harus ramah dan penyayang, dapat memotivasi siswa dengan tulus, dan memberikan cintanya dengan tulus. Dengan begitu, akan membantu siswa di sekolah dalam hal: 1) Menumbuhkan rasa percaya diri siswa 2) Siswa akan merasa aman dan nyaman
64
3) Mengembangkan sisi perasaan siswa bahwa dirinya memiliki kemampuan dan dihargai sebagai seorang individu yang unik (N. Rubiyanto dan D. Haryanto, 2010:46). Hal itu karena kedekatan antara guru dan siswa yang terjalin dengan baik, sehingga akan membentuk kepercayaan, juga perasaan aman dan nyaman di kelas. Dengan menerapkan model pendidikan holistik berbasis karakter, diharapkan sekolah mampu menumbuhkan siswa yang menjadi manusia seutuhnya. Bukan hanya terdepan dalam akademik, tetapi juga mempunyai akhlak, etika, dan hati yang baik, juga bertakwa pada Tuhan YME. Pilar yang dipakai untuk mewujudkan sekolah berkarakter meliputi tiga hal. Pertama, membangun watak, kepribadian, atau moral. Kedua, mengembangkan
kecerdasan
majemuk.
Ketiga,
kebermaknaan
pembelajaran (Najib Sulhan, 2010:8). Untuk mendukung ketiga pilar tersebut, maka ada kontrol, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan. c. Model Kurikulum Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Dalam buku Pendidikan Karakter disebutkan, model kurikulum pendidikan holistik berbasis karakter yang dicontohkan oleh Indonesia Heritage Foundation dalam salah satu metode eksplisit. Pengajaran 9 pilar karakter, yaitu dengan menggunakan kurikulum 9 pilar yang harus diberikan sepanjang tahun selama anak-anak di kelas. Sebelum kelas
65
dimulai, anak-anak diberikan refleksi pilar selama 15 sampai 20 menit yang tema pilarnya bergantian selama kira-kira 3 minggu. Anak-anak dikondisikan untuk mengerti secara jelas apa arti setiap pilar, bagaimana menimbulkan perasaan cinta terhadap nilai pilar yang sedang diajarkan, dan bagaimana mempraktikkannya. Kurikulum yang diberikan disusun sedemikian rupa agar anak-anak senang, yaitu dengan diskusi terbuka, bermain, bernyanyi, membaca buku-buku cerita, dan latihan-latihan dalam tindakan nyata. d. Model Pembelajaran Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Dalam
buku
Strategi
Pembelajaran
Holistik
Di
Sekolah
disebutkan, pembelajaran holistik sangat erat hubungannya dengan metode cooperative learning. Yaitu salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subyek pembelajaran. Model pembelajaran ini akan dapat memberikan nuansa baru di dalam pelaksanaan pembelajaran oleh semua bidang studi yang diampu guru. Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator,
moderator,
organisator,
dan
mediator
terlihat
jelas.
Keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran yang demokratis, di mana masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya pada siswa lain.
64
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Kondisi Umum SDIT 1.
Letak Geografis Dari hasil pengamatan, SDIT Cahaya Ummat terletak di Desa Karangjati Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Mengingat jalan masuk menuju sekolah yang agak jauh, dulu cukup sulit untuk mengakses jalan ke area sekolah. Akan tetapi, sekarang sudah tidak ada hambatan yang berarti. Hal itu dipaparkan oleh salah satu sumber dari hasil wawancara peneliti, yang isinya sebagai berikut: “Letak SDIT Cahaya Ummat agak terpelosok masuk, dulu aksesnya belum bagus untuk area masuk sekolah, Alhamdulillah sekarang kondisinya sudah lebih baik. Mobil antar jemput sudah bisa masuk ke halaman sekolah.” (W/LG/ENH/01/08-08-2011) Berdasarkan penelitian, walaupun SDIT Cahaya Ummat letaknya agak masuk, bukan berarti SDIT tersebut berada di daerah yang terbelakang. Hal ini bisa dilihat, Desa Karangjati termasuk wilayah yang cukup potensial dalam
bidang
ekonomi,
didukung
dengan
adanya
pabrik-pabrik,
minimarket, pasar tradisional, dan banyaknya pertokoan. (P/LG/01/11-072011).
65
Tentunya, potensi tersebut banyak membantu masyarakat dalam meningkatkan perekonomian mereka. Karangjati juga sangat strategis dalam bidang pendidikan. Hal ini didukung dengan adanya berbagai macam fasilitas pendidikan, diantaranya terdapat lembaga bimbingan belajar, Taman Pendidikan Alqur’an, Pendidikan Anak Usia Dini, Taman Kanak-Kanak, Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu, Sekolah Dasar Negeri, Sekolah Dasar Islam Terpadu, dan Sekolah Menengah Pertama Negeri. Letaknya yang strategis, berada dekat dengan jalan utama Semarang-Solo membuat Desa Karangjati mudah dijangkau oleh masyarakat. Sedangkan batas wilayah Karangjati, sebelah utara berbatasan dengan Desa Gembongan Kecamatan Bergas, sebelah timur berbatasan dengan Desa Klepu Kecamatan Pringapus, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pendem Kecamatan Bergas, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Bergas Kidul Kecamatan Bergas. 2.
Sejarah Berdirinya SDIT SDIT Cahaya Ummat berdiri pada bulan Juni Tahun 2004, yang dilatar belakangi oleh gagasan beberapa orang yang berpandangan masih sedikitnya sekolah islam terpadu. Hal ini dikuatkan dengan hasil wawancara sebagai berikut: “Mengingat belum banyak sekolah islam terpadu, maka digagaslah untuk mendirikan SDIT ini. Atas kerjasama dan peran dari beberapa orang yang
66
memiliki pandangan konsep sama, SDIT Cahaya Ummat bisa berdiri pada bulan Juni Th 2004.” (SS/W/ENH/01/08-08-2011) Berdasarkan dokumen profil sekolah, diperoleh data tentang profil SDIT sebagai berikut: 1. Nama Sekolah
:SD Islam Terpadu Cahaya Ummat
2. Alamat Sekolah
: Jl. Kalinjaro Desa Karangjati Kec. Bergas Kab. Semarang
3. Email
:
[email protected]
4. No. Tlp
: (024) 70787341
5. SK Pendirian
: SK Kepala Dinas Kab. Semarang Nomor: 420/123 Tanggal 3 Januari 2005
6. SK Ijin Operasional
: SK Kepala Dinas Kab. Semarang Nomor: 421/2268 Tanggal 28 September 2006
7. Nama Yayasan
: Yayasan Sosial dan Da’wah Nur Hidayah
8. Alamat Yayasan
: Jl. Sadewa V Mapagan Ungaran Barat Kab. Semarang
9. Status Tanah
: Milik Yayasan (wakaf dan HM)
67
Struktur Organisasi Komite Sekolah:
Susunan Struktur Organisasi Sekolah
68
3. Visi, Misi, Tujuan SDIT Berdasarkan dokumen profil sekolah (D/PS/01) diperoleh data tentang: a.
Visi Sekolah Mencetak Generasi Cerdas, Kreatif dan Berakhlak Mulia
b.
Misi Sekolah Menghasilkan peserta didik agar mampu: 1) Memiliki aqidah yang benar dan lurus 2) Beribadah sesuai dengan syari’at Islam 3) Mengedepankan akhlaq mulia 4) Memiliki semangat tinggi untuk berprestasi 5) Memberikan manfaat yang besar bagi sesamanya
c.
Tujuan 1) Siswa dapat membaca Al Qur’an dengan benar 2) Siswa mampu menghafal 2 juz Al Qur’an 3) Siswa mampu menghafal hadist-hadist pilihan 4) Siswa mampu melaksanakan amalan ibadah sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya 5) Siswa mampu menuntaskan evaluasi belajar sesuai kriteria yang telah ditentukan 6) Siswa mampu menerapkan akhlak dalam kehidupan sehari-hari
69
B. Konsep Pendidikan Holistik Berbasis Karakter di SDIT Cahaya Ummat Hasil penelitian mengenai konsep Pendidikan Holistik Berbasis Karakter di SDIT Cahaya Ummat dapat dilihat dari hasil beberapa wawancara sebagai berikut: “Pendidikan holistik merupakan pendidikan yang menyeluruh yang melibatkan semua aspek-aspek fitrah yang dimiliki anak, diantaranya EQ (Emotional Quotient), IQ (Intelligence Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient) untuk mengantarkan peserta didik menjadi anak yang dapat mengembangkan diri dan membangun karakternya.” (W/KPH/ENH/01/08-08-2011/R-01) Dengan menerapkan Pendidikan Holistik Berbasis Karakter diharapkan dapat
menumbuhkan
anak
didik
yang
berkarakter,
yang
mampu
mengembangkan kecerdasan emosional, intelegensi, dan juga spiritualnya. “Pendidikan yang menyeimbangkan ketiga aspek IQ, EQ, dan SQ anak mbak. Yang jelas, menumbuhkan kebiasaan anak untuk bersikap, bertingkah laku, maupun berbicara baik.” (W/KPH/RN/02/16-08-2011/R-02) “Konsep pendidikan holistik berbasis karakter di sini, yaitu pendidikan dimana tidak
hanya
mengutamakan
kecerdasan
intelektual
anak
tetapi
juga
diseimbangkan dengan pembentukan karakter dalam rangka membentuk anak yang berakhlakul karimah.” (KPH/W/PJ/03/19-08-2011/R-03) Pendidikan tidak hanya mengutamakan kemampuan kognitif anak, tetapi juga dengan membentuk anak menjadi pribadi yang berakhlak. Ini terkait dengan
70
tugas pendidik seperti yang telah dijelaskan pada bab dua, dimana tugas seorang guru tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik. Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Konsep Pendidikan Holistik Berbasis Karakter di SDIT Cahaya Ummat diantaranya: 1. Pendidikan holistik
berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat
merupakan pendidikan yang melibatkan aspek-aspek fitrah yang dimiliki anak seperti IQ, EQ, dan SQ untuk mengantarkan peserta didik menjadi pribadi yang dapat mengembangkan dan mengamalkan karakter yang dimilikinya. 2. Pendidikan dimana tidak hanya mengutamakan kecerdasan intelektual siswa tetapi juga dengan membentuk karakter anak agar menjadi pribadi yang berakhlakul karimah. C. Model Kurikulum Pendidikan Holistik Berbasis Karakter di SDIT Cahaya Ummat Hasil penelitian mengenai Model Kurikulum Pendidikan Holistik Berbasis Karakter di SDIT Cahaya Ummat dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai berikut: “Kurikulumnya sama dengan diknas, tetapi SDIT Cahaya Ummat juga memadukannya dengan Kurikulum Islam Terpadu. Yang mengikuti diknas yaitu mata pelajaran inti seperti Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Kewarganegaraan, Pendidikan Agama Islam,Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Seni Budaya dan Ketrampilan, Bahasa Jawa sebagai mulok propinsi, dan Tembang Jawa sebagai mulok kabupaten. Untuk yang mulok sekolah, ada Bahasa Inggris, TIK, sedangkan Kurikulum Islam Terpadu meliputi Baca Tulis Al Qur’an, Bahasa Arab, Sejarah Kebudayaan Islam,
71
Tahsin, Tahfidz, serta di SDIT Cahaya Ummat ada kurikulum khusus berupa pembiasaan, life skill, penilaian sikap, dan ekstrakurikuler.” (W/MK/ENH/01/08-08-2011/R-01)
Dari sumber yang lain menyebutkan, “Kurikulum di sini seperti yang terdapat dalam dokumen itu, bisa dilihat sendiri. Yang jelas mata pelajarannya lebih kompleks, karena tidak hanya menggunakan kurikulum dari diknas tetapi juga dari sekolah sendiri.” (W/MK/RN/02/16-08-2011/R-02) “Kita mengkombinasikan antara kurikulum diknas dan JSIT (Jaringan Sekolah Islam Terpadu). Artinya ya kita tidak mengurangi jam di diknas tapi minimal kita berusaha untuk menyatukan itu ya…jadi muatan-muatannya itu lebih banyak dibandingkan sekolahsekolah biasa…ada SKI, Tahfidz, tahsin, BTAH, seperti itu..ditambah ada kegiatan ekstra seperti berkebun, pencak silat, hasta karya, kaligrafi, pildacil, waktunya sore kita ngambilnya hari selasa. Ada ekstra wajib dan pilihan….” (W/MK/PJ/03/19-08-2011/R-03) Mengingat ada berbagai macam perpaduan kurikulum di SDIT Cahaya Ummat, tentunya mata pelajaran yang diajarkan juga lebih kompleks dibandingkan dengan Sekolah Dasar pada umumnya. Rincian yang termasuk dalam mata pelajaran umum yang peneliti dapatkan dari dokumen kurikulum sekolah (D/MK/02) yaitu sebagai berikut: 1.
Pendidikan Agama Islam Tujuan:
mengenalkan
kehidupan
berketuhanan
sejak
dini,
menanamkan akhlak mulia dalam setiap aspek kehidupan.
72
2.
Kewarganegaraan Tujuan: memberikan pemahaman terhadap siswa tentang kesadaran hidup berbangsa dan bernegara serta pentingnya penanaman rasa persatuan dan kesatuan.
3.
Bahasa Indonesia Tujuan: membina ketrampilan berbahasa secara lisan dan tertulis serta dapat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dan sarana pemahaman terhadap IPTEK.
4.
Matematika Tujuan: memberikan pemahaman logika dan kemampuan dasar matematika dalam rangka penguasaan IPTEK.
5.
Ilmu Pengetahuan Alam Tujuan: memberikan pengetahuan dan ketrampilan untuk dapat menguasai dasar-dasar sains dalam rangka penguasaan IPTEK.
6.
Ilmu Pengetahuan Sosial Tujuan: memberikan pemahaman sosio cultural masyarakat yang majemuk, mengembangkan kesadaran hidup bermasyarakat serta memiliki ketrampilan hidup secara mandiri.
7.
Seni Budaya dan Ketrampilan Tujuan: mengembangkan apresiasi seni, daya kreasi dan kecintaan pada seni budaya nasional.
73
8.
Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan Tujuan: menanamkan
kebiasaan
hidup
sehat,
meningkatkan
kebugaran dan keterampilan dalam bidang olah raga, menanamkan rasa sportifitas, tanggung jawab disiplin dan percaya diri pada siswa. Sedangkan yang termasuk dalam mata pelajaran muatan lokal sebagai berikut: Mulok Propinsi, yaitu: 1.
Bahasa Jawa Tujuan: sebagai upaya mempertahankan nilai-nilai budaya jawa masyarakat setempat dalam wujud komunikasi dan apresiasi sastra.
Mulok Kabupaten, yaitu: 2.
Tembang Jawa Tujuan: sebagai upaya menanamkan rasa cinta budaya tembang jawa dan melestarikan tembang jawa dalam bentuk kegiatan pembelajaran bermain sambil menyanyi.
Mulok Sekolah, meliputi: 3.
Bahasa Inggris Tujuan: sebagai upaya untuk membina keterampilan berbahasa dan berkomunikasi secara lisan dan tertulis untuk menghadapi perkembangan IPTEK dalam menyongsong era globalisasi.
74
4.
Bahasa Arab Tujuan: sebagai basic dasar untuk memberikan bekal bagi siswa dalam mengenal bahasa Al Qur’an yakni bahasa arab. Bahasa Arab juga merupakan bahasa universal yang lazim digunakan oleh dunia internasional selain bahasa Inggris.
5.
Baca Tulis Al Qur’an Tujuan: sebagai upaya untuk mengenalkan siswa bagaimana dasardasar membaca dan menulis Al Qur’an dengan baik dan benar sebagai salah satu pedoman sumber hidup.
6.
Sejarah Kebudayaan Islam Tujuan: sebagai upaya bagi siswa untuk mengenal Sejarah Islam secara umum. Menanamkan kecintaan pada Islam, tokohtokoh muslim dengan segala prestasinya, meneladaninya dengan tingkat pemahaman sesuai dengan jenjang usianya.
7.
Tahsin Tujuan: agar siswa mampu mengenal, membaca dengan fasih, baik dan benar dari sisi tinjauan ilmu tajwid. Selain itu juga mengenalkan membaca sebagai salah satu amal ibadah siswa, sehingga harus mampu membaca dengan lancar.
75
8.
Tahfidz Tujuan: agar siswa lebih dini mencintai Al Qur’an, menghafal dan mengamalkannya,
dengan
memahami
tafsir
dan
terjemahnya. 9.
Teknik Informasi dan Komputer Tujuan: sebagai salah satu sarana riil bagi siswa untuk mengenal dan menguasai sarana teknologi yang tidak asing lagi di tengah masyarakat Indonesia. Berdasarkan kondisi sekolah dan rapat dewan guru bersama dengan
bidang kesiswaan serta mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan siswa, di SDIT Cahaya Ummat terdapat kegiatan pengembangan diri yang dipilih dan ditetapkan sebagai berikut: 1.
Kegiatan Konseling Siswa Tujuan: untuk membantu menangani masalah kesulitan belajar siswa,
mengembangkan
potensi
tertentu,
menangani
masalah sosial siswa. 2.
Pramuka Sekolah Islam Terpadu Tujuan: sebagai wahana siswa untuk berlatih berorganisasi, melatih siswa untuk terampil dan mandiri, melatih siswa untuk mempertahankan hidup, melatih siswa agar memiliki jiwa sosial dan peduli kepada orang lain, mampu memunculkan
76
sikap kerjasama dalam kelompok, dan dapat menyelesaikan permasalahan dengan tepat. 3.
Kepanduan Sekolah Islam Terpadu Tujuan: untuk menumbuhkan jiwa pemberani, menumbuhkan rasa percaya diri yang baik, menumbuhkan sikap optimisme dalam menghadapi hidup, melatih keterampilan dan ketangkasan di bidang tertentu.
4.
Kegiatan Olahraga, Seni Islam dan Budaya Islam Tujuan: sebagai wahana pengembangan kegiatan olahraga (bulu tangkis, tennis meja, dan sepak bola), pengembangan seni rupa (mewarnai), seni musik dan tari, nasyid, puisi, drama, dan teatrikal, pengembangan seni baca Al Qur’an, kaligrafi, dan khitobah, kegiatan bela diri, kegiatan life skill. Selain kegiatan pengembangan diri, SDIT Cahaya Ummat juga
menjadwalkan kegiatan pembiasaan, kegiatan keteladanan, kegiatan Nasionalisme dan Patriotisme, pekan kreatifitas siswa, serta outdoor learning and training, dengan rincian sebagai berikut: 1.
Pembiasaan Tujuan: sebagai
upaya
pembentukan
akhlak,
kedisiplinan,
penanaman dan pengamalan ajaran Islam. Pembiasaan rutin, meliputi: sholat dhuhur dan ashar berjamaah, sholat sunnah dhuha, mentoring, makan siang, apel pagi,
77
breaking news, muroja’ah, infaq Jum’at, Jum’at bersih, Jum’at sehat (senam pagi, potong kuku, gosok gigi). Pembiasaan terprogram, meliputi: pesantren ramadhan, penyembelihan hewan qurban, malam bina iman dan taqwa, kunjungan sosial. 2.
Kegiatan Keteladanan Meliputi, pembinaan ketertiban pakaian seragam anak sekolah (tata tertib siswa), pembinaan kedisiplinan, penanaman budaya minat baca (jadwal kunjungan perpustakaan).
3.
Kegiatan Nasionalisme dan Patriotisme Meliputi, peringatan Hari Kemerdekaan RI, peringatan Hari Pahlawan, peringatan Hari Pendidikan Nasional.
4.
Pekan Kreatifitas Siswa Meliputi, lomba intern di SDIT Cahaya Ummat, lomba ekstern antar sekolah Islam Terpadu, lomba ekstern dinas pendidikan, lomba ekstern lainnya.
5.
Outdoor Learning and Training Meliputi pelajaran luar sekolah yang bersifat edukatif seperti kunjungan ke kantor pos, outbond training.
78
Berikut jadwal kegiatan ekstrakurikuler SDIIT Cahaya Ummat:
No
Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler
1
Olahraga
2
Pencak silat/bela diri
3
Nasyid (lagu-lagu islami)
4
PAI (khot, kaligrafi. Khitobah)
5
Hari Pelaksanaan
Peserta (kelas) 2-5
Senin
3-5 1-2
Selasa
3-5
Kepanduan
Rabu
2-5
6
Life skill
Rabu
1
7
Drama
8
Berkebun
9
Menari
10
Mewarnai
2-5
Kamis
2-5 2
Jum’at
1
Dari hasil wawancara dan dokumentasi di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Muatan mata pelajaran di SDIT Cahaya Ummat lebih banyak dibandingkan dengan sekolah dasar pada umumnya, karena perpaduan kurikulum antara dinas pendidikan dengan kurikulum sekolah. 2. Mata
pelajaran
umum
meliputi,
Pendidikan
Agama
Islam,
Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Ketrampilan, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
79
3. Mata pelajaran mulok propinsi yaitu Bahasa Jawa, mulok kabupaten yaitu Tembang Jawa, sedangkan mulok sekolah yaitu Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Baca Tulis Al Qur’an, Sejarah Kebudayaan Islam, Tahsin, Tahfidz, TIK. 4. Kegiatan pengembangan diri meliputi, kegiatan konseling siswa, pramuka sekolah islam terpadu, kepanduan sekolah islam terpadu,. 5. Kegiatan Olahraga, Seni Islam dan Budaya Islam. 6. Kegiatan pembiasaan rutin dan terprogram. 7. Kegiatan Keteladanan 8. Kegiatan Nasionalisme dan Patriotisme 9. Pekan Kreatifitas Siswa 10.Outdoor Learning and Training
D. Model Pembelajaran Pendidikan Holistik Berbasis Karakter di SDIT Cahaya Ummat Dari hasil penelitian mengenai Model Pembelajaran Pendidikan Holistik Berbasis Karakter di SDIT Cahaya Ummat dapat dilihat dari wawancara seperti yang akan dijelaskan di bawah ini: “Menggunakan model pendidikan yang holistik, agar siswa tidak hanya memahami materi secara abstrak tetapi juga bisa mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Metodenya, perpaduan dari metode ceramah, penugasan, cerita, eksplorasi, demonstrasi, diskusi, dsb. Tergantung kondisinya seperti apa. Pelaksanaan pembelajarannya, siswa masuk jam7.00, dilanjutkan dengan kegiatan pembiasaan. Kegiatan KBM selesai pukul 13.00
80
untuk kelas 1&2. Sedangkan pukul 14.15 untuk kelas 3sampai6. Dengan kegiatan pembiasaan mbak. Insya Allah di SDIT Cahaya Ummat dari masuk sampai pulang sekolah sangat diperhatikan pendidikan karakternya. Bagaimana bersikap dengan guru, teman, bentuk tanggung jawab dan kerjasamanya di kelas, adab makan, disiplin dalam agama dan sekolah, seperti itu.” (W/MP/ENH/01/0808-2011/R-01) Proses pendidikan yang holistik ( menyeluruh), bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pembelajaran dengan mengkaitkan dengan
konteks
kehidupan
sehari-hari.
Sehingga
siswa
memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya. “Model pembelajarannya, menggunakan metode yang bervariasi. Sesuai dengan kebutuhan siswa dan materi yang diajarkan. Tiap kelas ada dua guru, yang satu sebagai guru pendamping. Tujuannya untuk memaksimalkan proses KBM. Dengan begitu guru bisa fokus perhatiannya pada siswa, karena jumlah siswa tidak terlalu banyak. Pembelajarannya dimulai pukul07.00, sebelum pelajaran di dalam kelas dilakukan kegiatan-kegiatan pembiasaan. Sedangkan pembelajaran selesai pada pukul13.00 untuk kelas 1 dan 2, serta pukul 14.15 untuk kelas 4 ke atas. Kecuali kalau kegiatan ekstrakurikuler, siswa pulang pukul 16.00. Melalui kegiatan-kegiatan pembiasaan di sekolah mbak…kalau di rumah ada kerja sama dengan orangtua melalui buku penghubung.” (W/MP/RN/02/16-082011/R-02)
“Menyesuaikan kebutuhan siswa, misalnya pelajaran di luar kelas bisa menggunakan metode demonstrasi dan eksplorasi. Kalau di dalam kelas diskusi, tanya jawab, dan sebagainya. Masuknya tetap sama jam7, kemudian kalau dari diknas itu misalkan satu jam pelajaran itu berapa kita berusaha untuk memenuhi. Karena proporsi mata pelajarannya lebih banyak, anaknya pulang siang. Kita untuk kelas 1&2 pulang jam13.00 sedangkan kelas 3 ke atas pulang jam 14.15. Kita ada buku penghubung juga untuk mengontrol kegiatan siswa di rumah sehari-hari. Misalnya solat, memotong kuku, kebiasaan mengucapkan salam, itu ada point-pointnya.
81
Ditandatangani orang tua. Karena salah satu target kita bisa memunculkan inteleknya juga akhlak baiknya…” (W/MP/PJ/03/19-08-2011/R-03) Di SDIT Cahaya Ummat terdapat 12 kelas, dengan jumlah guru tiap kelas ada 2orang untuk kelas 1-4.. Yaitu untuk kelas 1, Salman Al Farisi dan Mushab bin Umar, kelas 2 Zaid bin Tsabit dan Saad bin Abi Waqqash, kelas 3 Abu Dzar Al Ghiffary dan Zubeir bin Awwam, kelas 4 Abu Dzar Al Ghiffary dan Talhah bin Ubaidillah, kelas 5 Khalid bin Walid dan Ja’far, kelas 6 Ammar bin Yassir dan Hamzah. (P/KBM/MP/02/08-08-2011) Pembelajarannya dimulai pukul07.00, sebelum pelajaran di dalam kelas dilakukan kegiatan-kegiatan pembiasaan. Sedangkan pembelajaran selesai pada pukul13.00 untuk kelas 1 dan 2, serta pukul 14.15 untuk kelas 4 ke atas. Kecuali kalau kegiatan ekstrakurikuler, siswa pulang pukul 16.00. Dalam setiap aspek pembelajaran di SDIT Cahaya Ummat, selalu ditanamkan nilai-nilai pendidikan terutama berkaitan dengan sikap dan tingkah laku anak. Seperti, kalau anak datang ke sekolah, guru sudah menyambut di halaman sekolah dan para siswa memberi salam pada guru, lalu masuk kelas. Hal ini untuk menumbuhkan kedekatan antara siswa dan guru, serta sikap saling menyayangi. Setelah bel tanda masuk berbunyi, para siswa segera berbaris di halaman sekolah untuk apel pagi. Apel pagi diadakan dengan tujuan melatih kedisiplinan anak. Selain itu juga menumbuhkan sikap percaya diri pada anak karena setiap anak berkesempatan menjadi pemimpin apel. Dilanjutkan dengan sholat sunnah
82
dhuha. Tersedianya tempat wudhu yang cukup banyak dan lancarnya ketersediaan air menjadi salah satu faktor pendukung lancarnya kegiatan sholat dhuha. Selain itu juga mushola yang cukup luas dan bersih, berdampingan dengan ruang kepala sekolah, membuat siswa nyaman melakukan
kegiatan-kegiatan
keagamaan
di
tempat
tersebut.
(P/KBM/MP/02/08-08-2011) Dari paparan wawancara dan pengamatan peneliti, dapat disimpulkan bahwa: 1. Model pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, kegiatan belajar mengajar dimulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 13.00 untuk kelas 1-2 dan pukul 14.15 untuk kelas 3 ke atas. Dengan dua orang guru untuk kelas 1-4, tujuannya agar pembelajaran lebih efektif. Guru bisa fokus pada semua siswa karena tidak terlalu banyak yang harus diperhatikan. Pembelajaran dimulai dengan kegiatan pembiasaan seperti apel pagi dan sholat dhuha. 2. Dalam pelaksanaan pembelajaran, menerapkan model holistik, dimana siswa tidak hanya memahami pelajaran secara abstrak tetapi juga mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan metode yang digunakan kolaborasi sesuai kebutuhan siswa. Contoh, saat pelajaran di luar kelas menggunakan metode demonstrasi dan observasi. Media yang digunakan untuk mendukung pembelajaran sesuai dengan mata pelajaran
83
yang diajarkan. Contoh, saat pelajaran IPA bisa menggunakan peralatan laboratorium atau lingkungan alam di sekitar sekolah. 3. Guru berperan sebagai pendidik, bukan hanya sebagai pengajar. Karena selain mengajarkan pelajaran di dalam kelas, guru selalu mengajarkan akhlak baik pada siswa melalui kegiatan-kegiatan pembiasaan maupun contoh langsung dari guru. Guru juga selalu memantau kepribadian maupun tingkah laku siswa di rumah dengan bekerjasama bersama orang tua siswa melalui buku penghubung. E. Model Evaluasi Pembelajaran Holistik Berbasis Karakter di SDIT Cahaya Ummat Dari hasil wawancara yang telah peneliti dapatkan, akan dipaparkan mengenai model evaluasi pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat sebagai berikut: “Menggunakan jenis penilaian unjuk kerja, penugasan, hasil kerja, tertulis, portofolio, sikap, dan penilaian diri. Test dan non test. Ya keaktifan peserta didik dalam mengikuti seluruh program pembelajaran selama 2semester, tidak ada nilai dibawah maksimal 4mapel, PAI, PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, dan nilai minimal Baik pada K3.” (W/MEP/ENH/01/08-082011/R-01) “Test tertulis maupun lisan, dan non test. Antara 60-70 mbak…ada juga yang 70 ke atas.” (W/MEP/RN/02/16-08-2011/R-02)
84
“Macam-macam, ada unjuk kerja, penugasan, hasil kerja, tertulis, portofolio, sikap, dan penilaian diri. Kalau sikap tiap mapel juga ada point-pointnya. Misalnya mapel ipa, ada kesungguhan, antusias. Yang 65, dia mungkin bisa tapi tidak mau memunculkan idenya. Jadi kita punya nilai sikap disetiap mapel. Ada test dan non test. Untuk KKM kita memang menentukan sendiri dari sekolah mbak, karena diknas tidak memberi…berbeda-beda tiap mapelnya. Yang jelas akademik dan sikap….” (W/MEP/PJ/03/19-08-2011/R-03)
Berdasarkan data dokumentasi evaluasi pembelajaran (D/EP/03) teknik atau cara penilaian di SDIT Cahaya Ummat meliputi: 1. Unjuk Kerja (performance) yaitu pengamatan terhadap aktivitas siswa sebagaimana terjadi (unjuk kerja, tingkah laku, interaksi). Antara lain seperti: a) Penyajian lisan: keterampilan berbicara, berpidato, baca puisi b) Pemecahan masalah dalam kelompok c) Partisipasi dalam diskusi d) Menari e) Memainkan alat musik f) Olah Raga g) Menggunakan peralatan laboratorium h) Mengoperasikan suatu alat 2. Penugasan (proyek) yaitu penilaian terhadap suatu tugas yang mengandung penyelidikan yang harus selesai dalam waktu tertentu. Contoh: menganalisa bentuk-bentuk perilaku yang muncul sebagai dampak globalisasi. Misalnya tentang gaya hidup dan konsumerisme.
85
3. Hasil Kerja (produk) yaitu penilaian terhadap kemampuan membuat produk teknologi dan seni. Contoh: membuat rancangan model benda. 4. Portofolio yaitu penilaian melalui koleksi karya (hasil kerja) siswa yang sistematis. Contoh: puisi, karangan, gambar, lukisan, desain, paper, synopsis, naskah pidato, naskah drama, rumus, do’a, surat, komposisi music, dan sebagainya. Adapun Kriteria Ketuntasan Minimal SDIT Cahaya Ummat dari data dokumentasi evaluasi pembelajaran (D/EP/03) adalah sebagai berikut:
KOMPONEN
Kriteria Ketuntasan Minimal I
II
III
IV
V
VI
1. Pendidikan Agama
69
70
70
68
67
67
2. Pendidikan Kewarganegaraan
68
69
68
65
68
67
3. Bahasa Indonesia
68
67
68
69
67
72
4. Matematika
68
65
65
62
65
70
5. Ilmu Pengetahuan Alam
70
68
68
61
69
70
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
68
68
68
65
65
65
7. Seni Budaya dan Keterampilan
70
70
70
70
70
70
dan 65
65
65
65
65
65
A. Mata Pelajaran
8.
Penjas,
Olahraga,
86
Kesehatan B. Muatan Lokal 1. Bahasa Jawa
65
65
65
60
60
60
2. Tembang Jawa
65
65
65
65
65
65
3. Bahasa Inggris
65
65
65
65
65
65
4. Bahasa Arab
65
65
65
65
65
65
5. BTAH
68
67
67
67
68
69
6. SKI
68
68
67
68
65
67
7. Tahsin (membaca Al Qur’an)
68
68
68
68
68
68
8. Tahfidz (menghafal Al Qur’an)
69
69
69
69
69
69
9. TIK
65
65
65
65
65
65
1. Kegiatan layanan bimbingan B konseling
B
B
B
B
B
2. Kegiatan Pramuka SIT
B
B
B
B
B
B
3. Kegiatan Olah Raga dan Bela B Diri
B
B
B
B
B
4. Seni dan Budaya Islam
B
B
B
B
B
B
Kecakapan B
B
B
B
B
B
C. Pengembangan Diri
5. Pengembangan Hidup
87
Skala Sikap SDIT Cahaya Ummat yaitu sebagai berikut: No 1.
2.
Nilai 80-85
75-79
Aspek
Sikap
Antusias
Tidak
pernah
melakukan
Menguasai
pelanggaran
Tidak antusias
1. Memakai seragam tidak sesuai
Menguasai
jadwal 2. Tidak berseragam lengkap 3. Keluar masuk kelas tanpa ijin
3.
66-74
Antusias
1. Mengambil barang tanpa ijin
Tidak Menguasai
2. Tidak membawa buku sesuai jadwal 3. Tidak mengerjakan PR 4. Mengejek 5. Menggunakan barang sekolah tanpa ijin 6. Makan snack tidak sesuai waktunya 7. Tidak mengembalikan alat sesuai tempatnya 8.
Tidak
penghubung
membawa
buku
88
4.
60-65
Tidak antusias
1. Mencuri
Tidak menguasai
2. Berkata kotor 3. Bertengkar 4. Bermain dengan kekerasan 5. Mendzalimi guru 6.
Kecurangan
dalam
mengerjakan soal
Penilaian Ekstrakurikuler: No
Kategori
Keterangan Nilai
1.
A = 86-100
Sangat Baik
2.
B = 76-85
Baik
3.
C = 56-75
Cukup Baik
4.
D = 0-55
Kurang Baik
Ketuntasan Belajar didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya: a) Kompleksitas masing-masing KD/Mata Pelajaran b) Kemampuan daya dukung c) Input peserta didik d) Guru pengajar Berdasarkan pertimbangan tersebut ditentukan ketuntasan belajar di SDIT Cahaya Ummat sesuai dengan penetapan kriteria tersebut. Peserta
89
didik yang belum bisa mencapai ketuntasan belajar harus mengikuti perbaikan,
remedial
sampai
mencapai
ketuntasan
belajar
yang
dipersyaratkan. Bagi siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar 80% 90% dapat mengikuti program pengayaan, sedangkan siswa yang mencapai ketuntasan belajar lebih dari 90% mengikuti program percepatan. Peserta didik dinyatakan naik kelas apabila memenuhi persyaratan Kriteria Kenaikan Kelas sebagai berikut: a) Mengikuti seluruh program pembelajaran pada dua semester di kelas yang diikuti. b) Tidak ada nilai dibawah KKM maksimal empat mata pelajaran pada semester yang diikuti, yaitu: PAI, PKn, Bahasa Indonesia, Matematika. c) Memiliki nilai minimal “Baik” pada aspek kepribadian, kelakuan, dan kerajinan pada semester yang diikuti. Kriteria kelulusan SDIT Cahaya Ummat mengacu pada standar penilaian yang dikembangkan oleh BSNP dan mengacu pada PP 19/2005 pasal 27 ayat1. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan setelah: a) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran yang berlaku di SDIT Cahaya Ummat. b) Telah mengikuti ujian sekolah dan memiliki nilai rata-rata minimal 6,00 untuk semua mata pelajaran yang diujikan di sekolah dan mata pelajaran UASBN
yang
ditentukan
berdasarkan
kriteria
kelulusan
bermusyawarah dengan pihak orang tua siswa serta komite sekolah.
dan
90
c) Memperoleh nilai minimal sama dengan KKM pada penilaian akhir untuk seluruh kelompok mata pelajaran: (1) Agama dan akhlaq mulia (2) Kewarganegaraan dan kepribadian (3) Estetika (4) Jasmani, olahraga, dan kesehatan d) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. F.
Hasil Pembelajaran Pendidikan Holistik Berbasis Karakter di SDIT Cahaya Ummat Menurut hasil wawancara, hasil pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat adalah: “Alhamdulillah, perkembangannya baik dan mulai terlihat hasilnya. Anakanak sangat jarang berkata-kata atau berkelakuan negatif. Alhamdulillah tiap tahun meningkat.” (W/HP/ENH/01/08-08-2011/R-01) “Alhamdulillah anak-anak di sini baik…karakter sudah mulai terbentuk. Alhamdulillah nilainya meningkat mbak…tahun ini kami nomer 2 se kecamatan.” (W/HP/RN/02/16-08-2011/R-02) “Perkembangannya baik, anak-anak terbiasa dan enjoy. Baik mbak, meskipun muatan-muatannya lebih banyak, anak-anak tetap enjoy…bisa dilihat daftar nilainya kami ada lengkap.” (W/HP/PJ/03/19-08-2011/R-03)
91
Hasil pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat cukup baik. Baik dilihat dari nilai akademik siswa yang tiap tahun
meningkat
maupun
perkembangan
karakter
anak.
Menurut
pengamatan peneliti (P/KBM/HP/02/08-08-2011), mayoritas siswa SDIT Cahaya Ummat menjunjung etika dalam berperilaku maupun bergaul. Bisa dilihat ketika anak-anak bermain bersama saat istirahat. Mereka terlihat kompak, rukun, bisa bekerjasama dengan baik, dan tidak terlontar kata-kata yang kurang baik. Juga kedekatan anak-anak dengan para guru, dimana guru dengan tulus mencurahkan kasih sayang pada anak sehingga anak merasa nyaman, menganggap guru sebagai orang tua di sekolah, dan keteladanan guru menjadi contoh yang baik bagi siswa. Para siswa juga disiplin dalam mematuhi peraturan sekolah. Bisa dilihat dari anak-anak datang ke sekolah tepat waktu, semua siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan tertib. Berikut dokumen hasil nilai akademik Ujian Nasional siswa SDIT Cahaya Ummat (D/NA/04):
No
Nama
Bhs. Ind
MTK
IPA
Jml
Ratarata
1.
Abdullah. J
8,40
8,25
6,75
23,40
7,80
2.
Alfian. S
8,60
7,25
7,75
23,60
7,86
3.
Amira. H
9,20
9,00
8,00
26,20
8,73
4.
Ardi Maulana
9,20
8,75
7,25
25,20
8,40
92
5.
Chansera. K
9,40
7,75
8,25
25,40
8,46
6.
Dian Ratih
8,80
8,75
9,00
26,55
8,85
7.
Fachrul Rozy
8,80
8,75
8,00
25,55
8,52
8.
Farah. S
8,80
8,00
9,00
25,80
8,60
9.
Galih Prabowo
8,20
7,25
9,00
24,45
8,15
10.
Haidar Ahmad
9,00
9,25
10,00
28,25
9,42
11.
Jihan Aurlya
9,20
8,50
8,00
25,70
8,57
12.
Koko Andika
9,00
8,50
9,25
26,75
8,92
13.
Lulu’ Nur
9,00
9,25
8,25
26,50
8,83
14.
M. Alif
8,60
9,00
8,75
26,35
8,78
15.
M. Ardian
9,00
8,25
8,25
25,50
8,50
16.
M. Noval
8,40
7,50
7,75
23,65
7,88
17.
M. Zahid
8,80
8,00
7,75
24,55
8,18
18.
Nabila Dyah
9,20
9,25
9,00
27,45
9,15
19.
Nadhira. S
8,80
7,75
8,00
24,55
8,18
20.
Nadira Nurul
9,20
8,25
8,25
25,70
8,57
21.
Rama Aditya
9,20
9,00
9,00
27,20
9,07
22.
Reforma. E
8,60
7,75
8,00
24,35
8,12
23.
Ryamizard
8,80
8,80
9,50
27,10
9,03
24.
Zumarotul. H
8,60
8,60
9,50
26,70
8,90
Selain nilai akademik dan akhlak, siswa siswi SDIT Cahaya Ummat juga banyak menjuarai perlombaan di berbagai tingkat, diantaranya: 1. Juara I lomba wide game jambore nasional JSIT Cibubur Jakarta Th 2008. 2. Juara II lomba wide game jambore nasional JSIT Cibubur Jakarta Th 2008.
93
3. Juara II kategori pejalan kaki dalam event karnaval tingkat kabupaten Th 2008. 4. Juara umum lomba MAPSI UPTD Kec. Bergas Th 2009. 5. Juara III siswa berprestasi UPTD Kec. Bergas Th 2009. 6. Juara III LCC UPTD Kec. Bergas Th 2009. 7. Juara II Olympiade MIPA UPTD Kec. Bergas Th 2009. 8. Kejuaraan dalam event kemah wilayah JSIT Regional III Jateng DIY Th 2010. 9. Juara II lomba futsal JSIT Korda Semarang Th 2010. 10. Juara I lomba MAPSI UPTD Kec. Bergas Th 2010. 11. Juara II lomba MAPSI UPTD Kec. Bergas Th 2010. 12. Juara harapan III Putra Galang Tangguh UPTD Kec. Bergas Th 2010. 13. Juara II LCC UPTD Kec. Bergas Th 2011. Dari hasil wawancara, pengamatan, dan dokumentasi, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Hasil pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat dilihat dari nilai akademik siswa, bagus. Terbukti nilai siswa tiap tahun meningkat. Juga banyak dihasilkan prestasiprestasi siswa dari berbagai perlombaan. b) Hasil pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat dilihat dari kecerdasan spiritual dan emosional siswa, bagus. Terbukti dari pengamatan peneliti, sebagai contoh
94
sederhana, cara bicara dan berperilaku siswa SDIT Cahaya Ummat sangat terkontrol. Selama pengamatan, tidak ada siswa yang berbicara kurang sopan baik dengan guru atau teman. Juga tidak ada siswa yang berprilaku menyimpang ebagai anak sekolah. G. Kendala dan Alternatif Pemecahannya Dalam Pelaksanaan Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter di SDIT Cahaya Ummat Dari data yang peneliti dapatkan melalui wawancara, dapat diketahui kendala dan alternatif pemecahannya dalam pelaksanaan pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat sebagai berikut: “Kendalanya, belum bisa menerapkan model pendidikan seperti ini secara total. Karena belum semua guru memahami model pendidikan holistik berbasis karakter. Pemecahannya mungkin akan mengikuti pelatihan secara khusus, tetapi belum tahu waktunya kapan.” (W/KDA/ENH/01/08-082011/R-01) “Kendalanya kita akui, pelaksanaan model ini belum maksimal mbak. Tapi kami akan berupaya untuk lebih baik lagi….” (W/KDA/RN/02/16-082011/R-02) “Kendalanya banyak sekali, terutama di kelas bawah karena awal pembentukan karakter kan di kelas bawah. Bagaim+-*ana menghadapi anak yang pendiam, agar tidak pendiam, bagaimana memotivasi, seperti itu. Menerapkan kemandirian dari awal kan juga agak susah ya, tapi kalau
95
sudah kelas atas insya Allah sudah terbiasa. Pemecahannya ya kita dari guru sendiri mungkin meningkatkan profesionalismenya seperti itu….” (W/KDA/PJ/03/19-08-2011/R-03) Dari hasil wawancara tersebut, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kendala yang dihadapi SDIT Cahaya Ummat dalam menjalankan model pendidikan holistik berbasis karakter yaitu kurangnya pemahaman dari guru mengenai model pendidikan itu sendiri, sehingga pelaksanaannya kurang maksimal. Alternatif pemecahannya, para guru akan mengikuti pelatihan model pendidikan holistik berbasis karakter.
96
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Konsep Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat Pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat merupakan pendidikan yang melibatkan aspek-aspek fitrah yang dimiliki anak seperti IQ, EQ, dan SQ untuk mengantarkan peserta didik menjadi pribadi yang dapat mengembangkan dan mengamalkan karakter yang dimilikinya. Pendidikan dimana tidak hanya mengutamakan kecerdasan intelektual siswa tetapi juga dengan membentuk karakter anak agar menjadi pribadi yang berakhlakul karimah. Pendidikan holistik berbasis karakter merupakan pendidikan yang bertujuan memberi kebebasan anak didik untuk mengembangkan diri tidak saja secara intelektual, tapi juga memfasilitasi perkembangan jiwa dan raga secara keseluruhan sehingga tercipta manusia Indonesia yang berkarakter kuat yang mampu mengangkat harkat bangsa (N. Rubiyanto dan D. Haryanto 2010:1). Model pendidikan seperti ini merupakan pendidikan yang secara eksplisit ditujukan untuk mengembangkan seluruh dimensi manusia, yaitu aspek akademik (kognitif), emosi, sosial, spiritual, motorik, dan kreativitas. Dengan pembelajaran holistik, dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan reflektif. Hal ini dikarenakan kegiatan pembelajaran lebih banyak berpusat pada siswa. Sehingga fungsi dan peran siswa terlihat.
97
Jadi bisa disimpulkan konsep pendidikan holistik berbasis karakter merupakan pendidikan yang membentuk siswa menjadi pribadi yang mampu mengembangkan kemampuan intelektual, emosional, dan spiritualnya secara seimbang sehingga terbentuk manusia yang berkarakter kuat. B. Model Kurikulum Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat Muatan mata pelajaran di SDIT Cahaya Ummat lebih banyak dibandingkan dengan sekolah dasar pada umumnya, karena perpaduan kurikulum antara dinas pendidikan dengan kurikulum sekolah. Mata
pelajaran
umum
meliputi,
Pendidikan
Agama
Islam,
Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Ketrampilan, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Mata pelajaran mulok propinsi yaitu Bahasa Jawa, mulok kabupaten yaitu Tembang Jawa, sedangkan mulok sekolah yaitu Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Baca Tulis Al Qur’an, Sejarah Kebudayaan Islam, Tahsin, Tahfidz, TIK. Kegiatan pengembangan diri meliputi, kegiatan konseling siswa, pramuka sekolah islam terpadu, kepanduan sekolah islam terpadu. Kegiatan Olahraga, Seni Islam dan Budaya Islam. Kegiatan pembiasaan rutin dan terprogram, Kegiatan Keteladanan, Kegiatan Nasionalisme dan Patriotisme, Pekan Kreatifitas Siswa, Outdoor Learning and Training.
98
Dalam Pendidikan Karakter disebutkan, model kurikulum pendidikan holistik berbasis karakter yang dicontohkan oleh Indonesia Heritage Foundation dalam salah satu metode eksplisit. Pengajaran 9 pilar karakter, yaitu dengan menggunakan kurikulum 9 pilar yang harus diberikan sepanjang tahun selama anak-anak di kelas. Sebelum kelas dimulai, anak-anak diberikan refleksi pilar selama 15 sampai 20 menit yang tema pilarnya bergantian selama kira-kira 3 minggu. Anak-anak dikondisikan untuk mengerti secara jelas apa arti setiap pilar, bagaimana menimbulkan perasaan cinta terhadap nilai pilar yang sedang diajarkan, dan bagaimana mempraktikkannya. Kurikulum yang diberikan disusun sedemikian rupa agar anak-anak senang, yaitu dengan diskusi terbuka, bermain, bernyanyi, membaca buku-buku cerita, dan latihan-latihan dalam tindakan nyata. Model kurikulum pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, menggunakan perpaduan dari dinas pendidikan dan kurikulum dari sekolah sendiri yang meliputi pengembangan diri, kegiatan pembiasaan, kegiatan keteladanan, kegiatan Nasionalisme dan Patriotisme, pekan kreatifitas siswa, serta outdoor learning and training. Terdapat perbedaan dan persamaan antara model kurikulum yang diterapkan Indonesia Heritage Foundation dengan SDIT Cahaya Ummat. Persamaannya, keduanya telah menerapkan pembentukan akhlak. Perbedaanya, di Indonesia Heritage Foundation sudah mebut yang dinamakan dengan 9 pilar karakter. Sedangkan di SDIT Cahaya Ummat pembentukan akhlak masih secara umum
99
Jadi, model kurikulum pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat belum maksimal. Karena elum ada kurikulum pendidikan berbasis karakter secara khusus. Akan tetapi, kurikulum yang disusun oleh sekolah sudah mendekati kurikulum pendidikan berbasis karakter. C. Model Pembelajaran Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat Model pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, kegiatan belajar mengajar dimulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 13.00 untuk kelas 1-2 dan pukul 14.15 untuk kelas 3 ke atas. Dengan dua orang guru untuk kelas 1-4, tujuannya agar pembelajaran lebih efektif. Guru bisa fokus pada semua siswa karena tidak terlalu banyak yang harus diperhatikan. Pembelajaran dimulai dengan kegiatan pembiasaan seperti apel pagi dan sholat dhuha. Dalam pelaksanaan pembelajaran, menerapkan model holistik, dimana siswa tidak hanya memahami pelajaran secara abstrak tetapi juga mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan metode yang digunakan kolaborasi sesuai kebutuhan siswa. Contoh, saat pelajaran di luar kelas menggunakan metode demonstrasi dan observasi. Media yang digunakan untuk mendukung pembelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Contoh, saat pelajaran IPA bisa menggunakan peralatan laboratorium atau lingkungan alam di sekitar sekolah. Guru berperan sebagai pendidik, bukan hanya sebagai pengajar. Karena selain mengajarkan pelajaran di dalam kelas, guru selalu mengajarkan akhlak
100
baik pada siswa melalui kegiatan-kegiatan pembiasaan maupun contoh langsung dari guru. Guru juga selalu memantau kepribadian maupun tingkah laku siswa di rumah dengan bekerjasama bersama orang tua siswa melalui buku penghubung. Model pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, model pembelajarannya tidak hanya mengedepankan prestasi akademik tetapi juga mengutamakan akhlakul karimah. Sebagai contoh, kegiatan belajar mengajar di SDIT Cahaya Ummat dimulai pukul 07.00 dan diawali dengan pembiasaan. Kegiatan pembiasaan yang antara lain meliputi apel pagi, sholat dhuha, dan muroja’ah ditujukan agar siswa terbiasa disiplin, terbiasa menjalankan sunnah Allah SWT, dan meningkatkan ketakwaan siswa pada Allah SWT. Selama di lingkungan sekolah, suasana yang terlihat nyaman dan bersahabat. Kedekatan guru dengan siswa menjadi faktor penting dalam menciptakan kehangatan di lingkungan sekolah. Yang lebih muda menghormati yang lebih tua, sedangkan yang lebih tua menyayangi yang lebih muda. Perilaku para siswa SDIT Cahaya Ummat, meski belum semuanya tetapi mayoritas pantas dijadikan teladan. Meskipun masih usia SD, mereka sangat supel, sopan dengan yang lebih tua, juga rukun dengan teman sebaya. Lebih dari itu, para siswa dilatih bertanggung jawab, misalnya dengan harus mengembalikan barangbarang yang diambil pada tempatnya. Sehingga diharapkan dimanapun mereka berada, selalu bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Dalam buku Strategi Pembelajaran Holistik Di Sekolah disebutkan, pembelajaran holistik sangat erat hubungannya dengan metode cooperative
101
learning. Model pembelajaran cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subyek pembelajaran. Model pembelajaran ini akan dapat memberikan nuansa baru di dalam pelaksanaan pembelajaran oleh semua bidang studi yang diampu guru. Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator, moderator, organisator, dan mediator terlihat jelas. Keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran yang demokratis, di mana masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya pada siswa lain. Model pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat mengacu pada cooperative learning. Siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Sedangkan guru sebagai fasilitator. Selain mengajarkan pengetahuan, guru selalu memberi contoh bagaimana bersikap, dan berbicara sesuai etika. Metode yang digunakan yaitu dengan diskusi terbuka, bermain, bernyanyi, membaca bukubuku cerita, dan latihan-latihan dalam tindakan nyata. D. Model Evaluasi Pembelajaran Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat Model evaluasi pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat meliputi evaluasi akademik dan sikap. Untuk jenis penilaian yang digunakan antara lain, unjuk kerja, penugasan, hasil kerja, tertulis, portofolio, sikap, dan penilaian diri. Sedangkan teknik penilaiannya test dan non test.
102
Untuk penilaian akademik, ada standar kriteria ketuntasan minimal yang berbeda pada tiap mata pelajarannya. Penilaian tiap mata pelajaran meliputi penguasaan materi dan sikap saat mengikuti pelajaran pada materi tersebut. Untuk penilaian sikap, ada skala sikap tersendiri dengan nilai minimal 60 dan nilai maksimal 85. Dalam skala sikap yang diperhitungkan adalah antusias siswa dan bagaimana cara bersikap. Dalam kegiatan ekstrakurikuler juga terdapat penilaian tersendiri dengan nilai minimal 0 dan nilai maksimal 100. Siswa dinyatakan naik kelas apabila telah mengikuti seluruh rangkaian program pembelajaran pada semester 1 dan 2, serta tidak ada nilai dibawah KKM maksimal 4 mata pelajaran pada pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, Matematika, IPA, memperoleh nilai minimal “baik” pada aspek K3. E. Hasil Pembelajaran Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat Hasil pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat, secara akademik cukup bagus. Meskipun baru meluluskan siswa dua periode, SDIT Cahaya Ummat mampu meraih peringkat 2 tingkat kecamatan pada hasil ujian nasional tahun 2011. Sedangkan jika dilihat dari kecerdasan spiritual dan emosional siswa secara umum bagus. Mayoritas siswa SDIT Cahaya Ummat mampu menunjukkan kalau mereka anak yang santun, supel, mudah bergaul, dan
103
taat beribadah. Dilihat dari kesungguhan siswa melakukan sholat dhuhur berjamaah di sekolah tanpa komando guru. Hal ini karena mereka telah dibiasakan oleh para guru melakukan sholat dhuhur berjamaah saat istirahat ke dua. F.
Kendala Dan Alternatif Pemecahannya Dalam Pelaksanaan
Model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter Di SDIT Cahaya Ummat Kendala dan alternatif pemecahannya dalam pelaksanaan model pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat yaitu kurang maksimal dalam pelaksanaan model pendidikan seperti ini dikarenakan belum semua guru benar-benar mengerti dan memahami model pendidikan holistik berbasis karakter, dan masih kurangnya penguasaan tentang model pendidikan holistik berbasis karakter. Akan tetapi, pihak kepala sekolah akan berupaya memaksimalkan model pendidikan seperti ini melalui pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh para guru.
103
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1.
Konsep pendidikan holistik berbasis karakter merupakan pendidikan yang
membentuk
mengembangkan
siswa
menjadi
kemampuan
pribadi
intelektual,
yang
mampu
emosional,
dan
spiritualnya secara seimbang sehingga terbentuk manusia yang berkarakter kuat. 2.
Model kurikulum pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat sudah memenuhi standar kurikulum holistik meskipun belum dirinci tetapi sudah mendekati kurikulum yang dimaksud dalam model pendidikan holistik.
3.
Model pembelajaran holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat mengacu pada cooperative learning. Siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Sedangkan guru sebagai fasilitator. Selain mengajarkan pengetahuan, guru selalu memberi contoh bagaimana bersikap, dan berbicara sesuai etika. Metode yang digunakan yaitu dengan diskusi terbuka, bermain, bernyanyi, membaca buku-buku cerita, dan latihan-latihan dalam tindakan nyata.
4.
Model evaluasi di SDIT Cahaya Ummat, meliputi evaluasi akademik dan sikap. Mengguakan jenis penilaian unjuk kerja, penugasan, portofolio, tertulis, sikap, dan penilaian diri. Sedangkan teknik
104
penilaiannya test dan non test. Serta ada kriteria-kriteria tersendiri dalam menentukan kenaikan kelas. 5.
Hasil pembelajaran pendidikan holistik berbasis karakter di SDIT Cahaya Ummat dilihat dari nilai akademik maupun perilaku siswa cukup baik.
6.
Kendala dan alternatif pemecahannya dalam pelaksanaan model pendidikan holistik berbasis karakter, kendalanya pelaksanaan belum bisa maksimal. Salah satunya disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan guru mengenai model pembelajaran seperti ini. Pemecahannya para guru akan mengikuti pelatihan khusus tentang model pendidikan holistik berbasis karakter.
B. Saran 1.
Bagi SDIT Cahaya Ummat Mengingat pentingnya model pembelajaran holistik berbasis karakter, sebaiknya pelaksanaan model pendidikan seperti ini lebih dimaksimalkan. Misalnya melalui pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh guru. Sebaiknya SDIT Cahaya Ummat kurikulum
pendidikan
memaksimalkan karakter anak.
holistik
pembelajaran
berbasis
terutama
menggunakan
karakter,
dalam
untuk
pembentukan
105
2.
Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan lebih mengutamakan bagaimana proses kegiatan belajar mengajar model holistik berbasis karakter beserta kurikulum khususnya.
3.
Bagi Sekolah Dasar lainnya Diharapkan
dalam
pelaksanaan
pembelajaran
tidak
hanya
mengutamakan akademik tetapi harus diimbangi dengan sikap yang baik.
DAFTAR PUSTAKA Jumali, dkk. , Landasan Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Press, Surakarta, 2003 Suwarno, Wiji, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,
Ar-Ruzz Media,
Jogjakarta, 2006 Rubiyanto, N dan Haryanto, D. , Strategi Pembelajaran Holistik Di Sekolah, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010 Megawangi Ratna, P. hD. , Menyemai Benih Karakter, Indonesia Heritage Foundation, Depok, 2009 Sukapsih Esti, S. Pd. , Cara Pintar dan Bijak Mendidik Anak, Moncher Publisher, Yogyakarta, 2008 Megawangi Ratna, P. hD. , Semua Berakar Pada Karakter, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2007 Megawangi Ratna, P. hD. , Pendidikan Karakter, Indonesia Heritage Foundation, Bogor, 2004 Sulhan Najib, M. A. , Pendidikan Berbasis Karakter, PT. JePe Press Media Utama, Surabaya, 2010
Mole-*0ong Lexy, M. A. , Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008 Moleong Lexy, M. A. , Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002 Sugiyono, Prof. Dr. , Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2007 http://okezone.com