MODEL KETERKAITAN PRODUKSI EUCALYPTUS PELLITA DENGAN KARAKTERISTIK LAHAN SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN KRITERIA KESESUAIAN LAHAN
DESI NADALIA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan Karakteristik Lahan sebagai Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Desi Nadalia NIM A151100011
RINGKASAN DESI NADALIA. Model Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan Karakteristik Lahan sebagai Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI, BUDI NUGROHO dan SRI DJUNIWATI. Eucalyptus pellita merupakan jenis tanaman cepat tumbuh yang berpotensi besar dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Terdapat kesalahan persepsi dari para praktisi perusahaan HTI yang menyatakan bahwa tanaman HTI seperti E. pellita merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan tempat tumbuh atau tanah yang subur, sedangkan hasil-hasil penelitian menunjukkan ada korelasi pertumbuhan tanaman E. pellita dengan pemupukan dan sifat tanah. Pemahaman tersebut menyebabkan pertumbuhan E. pellita tidak optimal disertai dengan tingkat produktivitas (volume kayu) yang rendah. Tujuan penelitian ini yaitu membuat model hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman E. pellita, menentukan kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman E. pellita, dan menyusun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang dihubungkan dengan produksi tanaman. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei eksplorasi. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan primer. Pengumpulan data sekunder berasal dari 5 distrik yaitu Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, dan Duri I, sedangkan pengambilan data primer dilakukan pada distrik Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, dan Duri II di PT. Arara Abadi, Riau. Jenis data sekunder dan primer yang dikumpulkan berupa data karakteristik lahan dan produktivitas tanaman. Data sekunder digunakan untuk penyusunan model hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman serta penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita, sedangkan data primer digunakan untuk uji validasi. Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman menggunakan analisis regresi berganda metode stepwise, dan analisis diskriminan digunakan untuk mengetahui kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman. Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita menggunakan metode garis batas (Boudary Line Method). Analisis statistik menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17.0. Selanjutnya, dilakukan uji validasi untuk menilai kriteria kesesuaian lahan yang dihasilkan dengan kriteria produksinya. Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise menunjukkan bahwa karakteristik lahan yang berpengaruh nyata dengan korelasi negatif terhadap produksi tanaman E. pellita yaitu K-dd, Mg-dd, P-total, lereng, dan Al-dd, sedangkan KB, N-total, dan liat berpengaruh nyata dengan korelasi positif. Berdasarkan analisis diskriminan, karakteristik lahan yang berkontribusi tinggi terhadap kelas produksi tanaman E. pellita yaitu K-dd, KTK, Al-dd, dan Mg-dd. Karakteristik lahan yang optimal untuk mendukung peningkatan produksi tanaman E. pellita dijumpai pada tanah dengan tekstur lempung liat berpasir, lempung berpasir, atau pasir berlempung, pH antara 4.0 - 4.7, KB > 7.51%, Corganik > 1.10%, kejenuhan Al < 37%, N-total > 0.08%, P-tersedia > 4.7 ppm, Kdd > 0.03 cmol(+) kg-1, dan lereng < 18%. Berdasarkan hasil uji validasi, kriteria kesesuaian lahan memiliki validasi 70%. Hal ini berarti sebanyak 70% dari
seluruh sampel yang diujicobakan berdasarkan kriteria kesesuaian lahannya valid atau sesuai dengan tingkat produksi yang diharapkan. Kata kunci: Analisis diskriminan, Boundary Line Method, Eucalyptus pellita, stepwise regression
SUMMARY DESI NADALIA. The Model of Relationship Eucalyptus pellita Production with Land Characteristics as Formulation Basic Land Suitability Criteria. Supervised by ATANG SUTANDI, BUDI NUGROHO and SRI DJUNIWATI. Eucalyptus pellita is a fast growing plant that has great potential in the development of industrial timber estates. There persists notion, that the spesies is capable growth in degraded land and minimum silviculture input, as a result forestry plantation in some areas obtain the low productivity. On the other hand, some research suggested that E. pellita responses on soil characteristics and nutrient input. The objective of this study was to create the relationship model of the land characteristics with plant production of E. pellita, determine the contribution of land characteristics to plant production classes of E. pellita, and establish the criteria of land suitability for E. pellita associated with the plant production. The method in this research was exploration survey. This study used secondary and primary data. Collection of secondary data derived from the 5 districts namely Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, and Duri I, while the primary data collection was done at the Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, and Duri II district at PT. Arara Abadi, Riau. Types of secondary and primary data were collected such as land characteristics and plant productivity. Secondary data were used for the formulation of the relationship model between land characteristics and plant production, and the formulation of land suitability criteria for E. pellita, while the primary data were used for the validation test. The data were analyzed with stepwise regression, discriminant analysis, and boundary line method. SPSS software version 17.0 was used for statistical analysis. Then, validation test for assessing of land suitability criteria based production classes. The results of multiple linear regression analysis with stepwise method showed that land characteristics were significantly to the E. pellita productivity with negative correlation namely exchangeable K, Mg, Al, total P, and slope, while base saturation, total N, and clay content were significantly with positive correlation. Based on discriminant analysis, land characteristics that high contributed to plant production classes were exchangeable K, Al, and Mg, and cation exchange capacity (CEC). The optimum land characteristics to support maximum productivity of E. pellita were sandy clay loam, sandy clay, or loamy sand soil texture, pH 4.0 - 4.7, base saturation > 7.51%, organic C > 1.10%, Al saturation < 37%, total N > 0.08%, available P > 4.7 ppm, exchangeable K > 0.03 cmol (+) kg-1, and a slope < 18%. Then, the criteria were validation on the field and suggested that the land suitability criteria about 70% valid correctly. This means that as many as 70% of all samples were tested based on the land suitability criteria of valid with the expected production levels. Keywords: Discriminant analysis, Boundary Line Method, Eucalyptus pellita, stepwise regression
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
MODEL KETERKAITAN PRODUKSI EUCALYPTUS PELLITA DENGAN KARAKTERISTIK LAHAN SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN KRITERIA KESESUAIAN LAHAN
DESI NADALIA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Untung Sudadi, MSc.
Judul Tesis : Model Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan Karakteristik Lahan sebagai Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan Nama : Desi Nadalia NIM : A151100011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ir Atang Sutandi, MSi, PhD Ketua Komisi
Dr Ir Budi Nugroho, MSi Anggota
Dr Ir Sri Djuniwati, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ir Atang Sutandi, MSi, PhD
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 8 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah keterkaitan produksi tanaman dengan karakteristik lahan, dengan judul Model Keterkaitan Produksi Eucalyptus pellita dengan Karakteristik Lahan sebagai Dasar Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Atang Sutandi, MSi, PhD., Dr Ir Budi Nugroho, MSi., dan Ibu Dr Ir Sri Djuniwati, MSc. selaku pembimbing, yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis saya sampaikan kepada Bapak Rianto Marolop dari PT. ARARA ABADI beserta seluruh staf R&D PT. ARARA ABADI, yang telah membantu selama pengumpulan data, pengamatan, dan pengambilan sampel tanah di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, ayah, ibu serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2013 Desi Nadalia
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran
1 1 2 2 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanaman Eucalyptus pellita Hutan Tanaman Industri Evaluasi Kesesuaian Lahan Metode Boundary Line dalam Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan
4 4 5 6 7
3 METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Prosedur Penelitian Pengumpulan data sekunder Pengumpulan data primer Analisis Data Peneraan umur Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman Kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita Uji validasi
9 9 9 9 9 10 12 12 13 13 13 13
4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Sejarah Singkat PT. Arara Abadi Letak Wilayah Penelitian Jenis Tanah
14 14 15 18
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah yang Terkait dengan Produksi Tanaman E. pellita Peneraan Produksi Berdasarkan Umur Tanaman Model Hubungan antara Karakteristik Lahan dan Produksi Tanaman Kontribusi Karakteristik Lahan terhadap Kelas Produksi Tanaman Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan Hubungan produksi dengan media perakaran Hubungan produksi dengan retensi hara
19 20 23 23 26 29 29 31
Hubungan produksi dengan toksisitas Hubungan produksi dengan hara tersedia Hubungan produksi dengan kondisi terrain Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus pellita Hasil Uji Validasi
33 33 35 36 37
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
39 39 39
UCAPAN TERIMA KASIH
39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
43
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Data-data sekunder yang dikumpulkan Analisis laboratorium sifat fisik dan kimia tanah Penyebaran areal konsesi PT. Arara Abadi Sebaran jenis tanah di lokasi penelitian Gambaran tekstur, pH H2O, dan kejenuhan Al secara umum di lokasi penelitian Rata-rata dan kisaran kadar C-organik, N-total, dan P-tersedia di lokasi penelitian Rata-rata dan kisaran nilai kation basa-basa dapat ditukar Rata-rata dan kisaran KTK dan KB secara umum di lokasi penelitian Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise hubungan antara karakteristik lahan dan produksi tanaman E. pellita Uji beda 3 nilai tengah dalam kelas produksi sangat baik, baik, sedang, dan buruk Hasil uji nyata fungsi sebaran linier Struktur matrik Hasil prediksi ketepatan kelas produksi berdasarkan karakteristik lahan Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan kondisi perakaran untuk tanaman E. pellita Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan sifat retensi hara untuk tanaman E. pellita Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan ketersediaan hara untuk tanaman E. pellita Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita Hasil uji validasi kriteria kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman E. pellita
10 11 14 18 20 21 22 22 24 26 26 27 28 31 33 35 36 38
DAFTAR GAMBAR 1. 2.
Bagan Kerangka pemikiran penelitian Perbandingan pasokan bahan baku dari HTI dan hutan alam untuk industri pulp di Indonesia 3. Diagram sebar (scatter diagram) hubungan antara produksi dan kadar hara 4. Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh berbagai faktor pembatas 5. Lokasi penelitian di wilayah PT. Arara Abadi, Riau 6. Grafik hubungan umur tanaman dengan produksi aktual (a) dan produksi teraan (b) 7. Hubungan produksi relatif dengan fraksi pasir dan liat 8. Hubungan produksi relatif dengan pH tanah, C-organik, dan kejenuhan basa (KB) 9. Hubungan produksi relatif dengan kejenuhan Al 10. Hubungan produksi relatif dengan N-total, P-tersedia, dan K-dd
3 5 7 8 17 23 30 32 33 34
11. Hubungan produksi relatif dengan kemiringan lereng
36
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
Hasil analisis laboratorium dan kemiringan lereng di lokasi penelitian Hasil analisis regresi berganda metode stepwise dari hubungan karakteristik lahan dengan produksi (volume kayu) teraan Biaya pembangunan hutan tanaman industri untuk tanaman E. pellita di PT. Arara Abadi, Riau Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus grandis kriteria CSR/FAO (1983)
43 44 46 48
43
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini, telah terjadi penurunan kualitas hutan tropis dunia akibat peningkatan produk kayu dari hutan tropis. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan rusaknya hutan tropis dunia. Salah satu peranan hutan tropis adalah mengurangi terjadinya pemanasan global bumi dan terbukanya lapisan ozon. Pada dekade tahun 1990-an muncul beberapa pernyataan dari negara-negara di Eropa dan Amerika yang digambarkan sebagai kampanye anti kayu tropis. Indonesia sebagai pemasok kayu tropis terbesar di pasaran internasional telah bertekad untuk rnengelola hutan secara lestari, yaitu dengan membangun Hutan Tanaman Industri (HTI) yang menerapkan eco-labeling. Eco-labeling diartikan sebagai pemberian label pada suatu produk, yang dalam proses produksinya telah memenuhi suatu standar pelestarian lingkungan (Suratmo 2000). Hal ini dikarenakan tingkat kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Dengan demikian, manajemen hutan secara lestari (sustainable forest management) harus segera diterapkan dan sertifikasi ekolabel sudah menjadi keniscayaan global di dalam perdagangan internasional (Salim dan Dradjad 2000). Manfaat positif pada aspek lingkungan pembangunan HTI yaitu meningkatkan produktivitas dan kualitas hutan jika HTI dibangun pada lahan yang tidak produktif (tanah kosong, padang alang-alang atau lahan kritis lainnya). Kaitannya dengan pemanasan global, komponen ekosistem utama di bumi yang dapat menyerap CO2 cukup tinggi dan menghasilkan O2 adalah hutan yang ditanami tanaman cepat tumbuh. Pemilihan jenis tanaman untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman dapat disesuaikan dengan peruntukannya, seperti untuk kayu pertukangan, bahan baku pulp, dan lain-lain. Jenis tanaman yang banyak dikembangkan untuk hutan tanaman industri adalah jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species), salah satunya adalah Eucalyptus pellita (Suhartati 2007). Eucalyptus pellita (E. pellita) merupakan salah satu jenis tanaman dari marga Eucalyptus yang mempunyai pertumbuhan yang cepat untuk program industri pulp (Harwood 1998). Sebaran alami jenis tanaman ini terdapat di Australia. Pengembangan jenis ini sebagai tanaman HTI terdapat di Kalimantan dan Sumatera yang telah menunjukkan pertumbuhan yang baik dari bentuk batang (batang tunggal, lurus, bebas cabang tinggi), kecepatan tumbuh, kualitas kayu, kemampuan bertunas, dan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit. Tanaman E. pellita pada umur 4.5 tahun dapat mencapai tinggi lebih dari 19 m dengan diameter lebih dari 14 cm, sedangkan pada umur 6 tahun tinggi lebih dari 20 m dan diameter lebih dari 16 cm. Hasil analisis kayu rata-rata menunjukkan nilai berat jenis kayu sebesar 0.55-0.68 g cm-3 dan panjang serat 0.75-1.08 mm (Leksono 2001). Hasil penelitian Alrasyid (1984) menyatakan bahwa riap volume rata-rata ± 30-40 m3 ha-1tahun-1. Terdapat kesalahan persepsi dari para praktisi perusahaan HTI dimana tanaman HTI seperti E. pellita merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan tempat tumbuh atau tanah yang subur. Sementara hasil-hasil penelitian menunjukkan ada korelasi pertumbuhan tanaman E. pellita dengan
2 pemupukan dan sifat tanah (Goncalves et al. 2004; Whitehead dan Beadle 2004; Bristow et al. 2005; Bristow et al. 2006; Graciano et al. 2006; Pinheiro dan Anjos 2010). Pemahaman tersebut menyebabkan pertumbuhan E. pellita pada HTI tidak optimal disertai dengan tingkat produktivitas (volume kayu) yang rendah. Hal ini karena adanya keterkaitan yang erat antara karakteristik lahan dengan produksi tanaman. Kondisi tersebut mendorong perlunya membuat model hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi tanaman serta mengembangkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita agar dapat menciptakan hutan secara lestari.
Perumusan Masalah Para praktisi perusahaan HTI menganggap bahwa E. pellita merupakan jenis tanaman yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tempat tumbuh. Namun, pemahaman pemanfaatan lahan yang kurang subur selama ini tidak didasari dengan pengetahuan tentang ketersediaan lahan yang cocok dan pengelolaan yang dilakukan tidak memperhatikan karakteristik lahan setiap lokasi, sehingga menjadi suatu permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan tanaman ini di Indonesia, khususnya di PT. Arara Abadi, Riau. Produktivitas tanaman E. pellita merupakan interaksi antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman untuk menghasilkan produksi yang optimal. Oleh karena itu, terlebih dahulu diperlukan adanya evaluasi kesesuaian lahan. Kriteria-kriteria kesesuaian lahan yang ada pada umumnya masih berdasarkan perkiraan sifat lahan secara relatif dan belum dikaitkan dengan perkiraan produksi yang diperoleh. Untuk memperoleh potensi produksi yang ingin dicapai, maka kriteria kesesuaian lahan harus dibangun dengan pendekatan produksi tanaman E. pellita. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang dikaitkan dengan produksi, sehingga dapat diketahui faktor-faktor karakteristik lahan yang menentukan produksi tanaman.
Tujuan Penelitian 1. Membuat model hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman E. pellita. 2. Menentukan kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman E. pellita. 3. Menyusun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang dihubungkan dengan produksi tanaman.
Manfaat Penelitian 1. Kriteria kesesuaian lahan dan mengetahui faktor pembatas yang menentukan produksi tanaman. 2. Kontribusi karakteristik lahan terhadap peningkatan produksi tanaman. 3. Standar produksi yang didasarkan pada karakteristik lahan.
3 Kerangka Pemikiran Penelitian ini berasal dari pemikiran bahwa E. pellita merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dikembangkan untuk HTI dan mempunyai potensi yang tinggi dalam program industri pulp di PT. Arara Abadi, Riau. Saat ini HTI tersebut belum memiliki kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang dihubungkan dengan produksi tanaman. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mencoba membangun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita yang dikaitkan dengan produksi tanaman, agar memperoleh gambaran produksi yang diharapkan. Bagan kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1. Pengumpulan data sekunder
Aspek biofisik dan lingkungan - Kualitas lahan - Fisiografi
Model hubungan karakteristik lahan dengan produksi (Analisis Regresi Berganda)
Aspek tanaman - volume kayu
Kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi (Analisis Diskriminan)
Pengambilan data primer: karakteristik lahan dan produksi tanaman
Penyusunan kriteria kesesuaian lahan (Boundary Line Method) -
Kriteria Kesesuaian Lahan Eucalyptus pellita
Validasi
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanaman Eucalyptus pellita Jenis Eucalyptus pellita (E. pellita) yang termasuk famili Myrtaceae adalah salah satu jenis prioritas untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) karena sifatnya yang mudah menyesuaikan diri dan kayunya dapat digunakan untuk bahan baku pulp. Ada lebih dari 700 varietas pohon Eucalyptus, sebagian besar berasal dari Australia. Sebuah pohon yang baik secara komersial harus mencakup pertumbuhan yang cepat, batang lurus dengan percabangan terbatas, dan kualitas kayu yang layak untuk penggunaan tertentu. Spesies tanaman juga harus toleran terhadap berbagai kondisi tanah dan lokasi, dan tahan terhadap hama dan penyakit. E. pellita memenuhi semua kriteria tersebut karena telah terbukti sangat baik untuk upaya reboisasi di tempat-tempat dengan curah hujan tinggi, musim kering yang berbeda dan kondisi tanah yang buruk (Dombro 2010). Hasil penelitian Suprapti dan Krisdianto (2006) menunjukkan bahwa kayu Acacia aulacocarpa dan E. pellita termasuk kelompok kayu agak tahan dan kayu Acacia auriculiformis dan Acacia crassicarpa termasuk kelompok kayu tidak tahan terhadap jamur perusak kayu. Hardiyanto (2003) juga menyebutkan bahwa tanaman E. pellita lebih resisten terhadap penyakit daun dibandingkan dengan spesies Eucalyptus yang lain yang tumbuh di daerah tropis. Menurut Hopewell et al. (2008) E. pellita tumbuh secara alami di Australia yang tersebar di sepanjang pantai dari selatan New South Wales utara ke Gladstone dan dari utara Townsville ke Semenanjung Cape York, Papua Nugini dan Indonesia (Papua) yaitu pada ketinggian tempat hingga di atas 800 m dari permukaan laut dengan curah hujan 900-2,400 mm tahun-1 dan iklim kering yang jelas. E. pellita siap dipanen setelah 8 tahun (ketika pohon mencapai 35 m tingginya) untuk industri pulp dan kertas dan setelah 10 tahun untuk industri kayu. E. pellita mempunyai batang bulat lurus, tidak berbanir, kurang bercabang dan tingginya dapat mencapai lebih dari 47 m dengan diameter 2 m. Kayu gubalnya berwarna coklat kemerah-merahan sampai coklat merah, mudah dibelah, sedikit bergetah, kulitnya sangat kuat dan sedikit berserat. Tajuk tanaman menyerupai kerucut sampai lonjong. Pada waktu muda tanaman mempunyai daun majemuk ganda dan setelah dewasa muncul daun semu tunggal. Lebar daun bagian tengah antara 4 - 10 cm dengan panjang antara 10 - 26 cm (Khaerudin 1994; FAO 1979). Menurut Alrasyid (1984) tanaman E. pellita cocok digunakan sebagai bahan baku pulp dan rayon karena mempunyai karakteristik cepat tumbuh dengan riap volume rata-rata ± 30-40 m3ha-1tahun-1. Apabila dikelola dengan baik dapat memiliki tingkat produksi lebih dari 50 atau bahkan 60 m3ha-1tahun-1 (Dombro 2010). E. pellita dapat tumbuh pada berbagai macam tanah seperti Spodosol, Ultisol dengan tekstur lempung berpasir dengan banyak variasi dari batuan pasir, granitis, basaltis, konglomerat, batu kapur dan sedimen. Tanaman ini juga cocok tumbuh pada tanah Alluvial dataran rendah dan pasang surut. E. pellita tumbuh pada tempat dengan ketinggian antara 0-1000 mdpl dengan tipe curah hujan A dan
5 B (Schmidt dan Ferguson), curah hujan rata-rata tahunan di atas 2000 mm (Herawatiningsih 2001).
Hutan Tanaman Industri
m3
Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Pada awalnya pasokan bahan baku industri pulp seluruhnya berasal dari hutan alam. Seiring dengan dimulainya pembangunan hutan tanaman yang tujuan awalnya untuk merehabilitasi kawasan hutan yang kritis, peran hutan tanaman kemudian diarahkan sebagai pemasok bahan baku industri kehutanan untuk menggantikan peran hutan alam. Perlunya pembangunan HTI dikarenakan adanya kecenderungan penurunan kualitas hutan alam dan penurunan produksi kayu dari hutan alam karena belum berhasilnya rehabilitasi areal bekas tebangan hutan alam, penebangan liar, perladangan berpindah, dan kebakaran hutan.
(m3)
(m3)
Gambar 2 Perbandingan pasokan bahan baku dari HTI dan hutan alam untuk industri pulp di Indonesia Gambar 2 terlihat bahwa trend penggunaan bahan baku dari hutan alam semakin menurun sepanjang 2003-2008 dari 81 % di tahun 2003 menurun menjadi 23 % di tahun 2008 atau rata-rata 54 % per tahun (IWGFF 2010). Pengelolaan HTI yang produktivitasnya dapat diterima secara ekonomis hanya dapat dilakukan secara berkelanjutan di lahan-lahan yang memiliki kondisi iklim dan tanah yang sesuai. Produktivitas hutan tanaman tergantung sepenuhnya pada kualitas lahan. Pada dasarnya pembangunan HTI membutuhkan investasi awal yang tinggi, maka pemilihan lahan harus dilakukan dengan cermat. Pembangunan HTI berkembang dengan cepat di negara-negara beriklim tropis. Hal ini dikarenakan pasokan kayu dari hutan alam semakin menurun sehingga mendorong pembangunan HTI untuk program industri pengolahan kayu
6 khususnya pulp dan kertas. Pengelolaan jenis tanaman cepat tumbuh dengan baik dapat memberikan produktivitas yang tinggi sehingga HTI mempunyai peranan yang penting di dalam sektor kehutanan di daerah tropis (Mackensen 2000).
Evaluasi Kesesuaian Lahan Penilaian kesesuaian lahan adalah bagian evaluasi lahan, berupa proses penilaian potensi atau kelas kesesuaian lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk tipe penggunaan lahan yang diterapkan dengan karakteristik atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan (FAO 1976). Karakteristik lahan didefinisikan sebagai suatu atribut lahan yang dapat diukur dan diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan, misalnya iklim, drainase, lereng, sifat fisik tanah terdiri dari tekstur, batuan, dan kedalaman efektif, dan karakteristik kesuburan tanah yaitu KTK, pH, N-total, Ptersedia, dan K-tersedia. Kualitas lahan adalah sifat lahan yang berpengaruh langsung terhadap penggunaan lahan di suatu wilayah, diantaranya rejim temperatur, ketersediaan air, kondisi perakaran, retensi hara, ketersediaan hara, dan terrain. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO 1976). Kualitas lahan dapat berperan positif dan negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berpengaruh positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif bersifat merugikan, sehingga menjadi faktor penghambat atau pembatas bagi suatu penggunaan lahan tertentu. Setiap kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih jenis penggunaan lahan. Pemilihan kualitas dan karakteristik lahan yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi lahan yang lebih spesifik untuk komoditas tertentu perlu dipilih kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan tujuan evaluasi dan ketersediaan data di suatu wilayah. FAO (1983) secara umum telah menginventarisasi sejumlah 25 kualitas lahan beserta karakteristik lahannya. FAO (1976) memperkenalkan sistem klasifikasi kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan lahan yang spesifik. Dalam sistem ini, klasifikasi kesesuaian lahan dibagi ke dalam ordo sesuai (S) dan tidak sesuai (N). Ordo S dibagi lagi menjadi sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marjinal (S3). Sistem tersebut banyak dikembangkan di Indonesia, khususnya sektor pertanian dan kehutanan. Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman (Ritung et al. 2007). Dengan demikian, semua pendekatan tersebut memerlukan sebuah kriteria yang akurat agar dapat mengklasifikasikan karakteristik lahan dalam mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Hasil evaluasi kesesuaian lahan dapat digunakan sebagai dasar perencanaan penggunaan tanah yang rasional secara optimal dan lestari. Penggunaaan lahan
7 yang tidak sesuai dengan kemampuannya selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan dan lingkungannya, juga dapat menimbulkan masalah kemiskinan, dan masalah-masalah ekonomi lainnya (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Kriteria kesesuaian lahan disusun berdasarkan tujuan evaluasi dan persyaratan penggunaan lahan dari suatu tipe penggunaan lahan tertentu yang dihubungkan dengan kualitas lahan. Kriteria kesesuaian lahan digunakan untuk menilai atau memprediksi potensi atau kelas kesesuaian lahan dari wilayah yang bersangkutan. Setiap tipe penggunaan lahan memerlukan persyaratan penggunaan lahan yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Kriteria kesesuaian lahan yang ada masih bersifat umum dan disusun berdasarkan pengalaman empiris yang belum dikorelasikan dengan produksi tanamannya. Hal ini diperlukan agar dapat memberikan gambaran potensi produksi yang akan dicapai bila pengembangan dilakukan. Berlakunya kriteria kesesuaian lahan, harus dilanjutkan dengan validasi untuk melakukan generalisasi penggunaan kriteria. Setelah sebuah kriteria kesesuaian lahan sudah diyakini validasinya, maka kriteria tersebut dapat diterapkan.
Metode Boundary Line dalam Pengembangan Kriteria Kesesuaian Lahan Metode boundary line merupakan salah satu metode untuk menentukan produktivitas suatu komoditas. Tahap pertama untuk melakukan evaluasi menggunakan metode Boundary line ini adalah pembuatan sebuah nilai standar atau norm. Satu set data yang menggambarkan hubungan antara produksi dengan kadar hara atau karakteristik lahan diplot ke dalam diagram sebar (Walworth et al. 1986) seperti pada Gambar 3. Kelompok produksi tinggi merupakan cerminan dari kondisi yang optimal, yang faktor pembatasnya sudah banyak berkurang dibanding pada kelompok produksi rendah. Pembagian kelompok produksi tinggi dan rendah dibatasi oleh suatu sekat produksi.
Gambar 3 Diagram sebar (scatter diagram) hubungan antara produksi dan kadar hara
8 Berdasarkan gambar tersebut semakin tinggi produksi, sebaran kadar hara semakin menyempit. Dengan kata lain semakin tinggi kadar hara, produksi semakin tinggi sampai tingkat tertentu, kemudian produksi turun kembali dengan semakin tingginya kadar hara. Penggambaran seperti ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis kemungkinan perolehan produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan yang dapat ditentukan (Walworth et al. 1986). Tingkat produksi yang rendah pada diagram tersebut di atas, tidak saja dipengaruhi oleh kadar hara yang sedang dievaluasi tetapi oleh sejumlah n faktor pembatas (Sumner dan Farina 1986) seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4. Apabila salah satu faktor pembatas dikoreksi, maka produksi akan naik. Akan tetapi, masih tetap dipengaruhi oleh sejumlah n-1 faktor pembatas. Semakin banyak faktor pembatas yang dikoreksi, produksi semakin meningkat. Sementara itu, kedua garis batas tetap terbuka hingga mencapai potensi produksi. Hal ini mirip dengan berlakunya hukum minimum J.V. Liebig. Dengan demikian, garis paling atas akan merepresentasikan batas pada kondisi produksi aktual yang dibatasi oleh variabel yang diplot pada absis.
Gambar 4
Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh berbagai faktor pembatas
Puncak (peak) observasi menunjukkan nilai optimal bagi kombinasi produksi dengan faktor yang diplot pada absis. Sebaliknya garis paling bawah merepresentasikan respon produksi pada kondisi yang paling tidak optimal. Perpotongan garis batas dengan sekat produksi kelas kesesuaian lahan dan proyeksi titik potong tersebut pada sumbu x (karakteristik lahan) maka dapat diperoleh kriteria kesesuaian lahan (Sutandi dan Barus 2007). Pendekatan garis batas memiliki keunggulan dibandingkan pendekatan lain yang memiliki bias yang cukup besar pada produksi tinggi. Data produksi tanaman yang tersedia harus dihubungkan dengan karakteristik lain, khususnya kondisi lingkungan tumbuh. Mengingat bahwa kawasan HTI memiliki variasi dalam tanah dan pengelolaan lahan. (Poovarodom and Chatupote 2002).
9
3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama 5 bulan mulai dari Desember 2012 sampai dengan April 2013, meliputi pengumpulan data sekunder yang berasal dari 5 distrik yaitu Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, dan Duri I di PT. Arara Abadi, Riau, dan pengambilan data primer di 4 distrik yaitu Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, dan Duri II di PT. Arara Abadi, Riau. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.
Bahan dan Alat Bahan-bahan pendukung penelitian terdiri atas sampel tanah di lokasi penelitian (Distrik Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, dan Duri II), dan datadata sekunder berupa data karakteristik lahan dan produksi tanaman E. pellita. Tanah di lokasi yang diamati pada penelitian ini ditanami oleh tanaman E. pellita klon EP 05 dan EP 077. Peralatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) peralatan untuk validasi di lapangan yaitu bor tanah, buku Munsell Soil Color Chart, GPS (Global Positioning System), meteran, alat pengukur diameter dan tinggi tanaman, serta beberapa kelengkapan lainnya, dan (2) alat-alat untuk keperluan analisis di laboratorium. Seluruh data hasil pengamatan lapang, baik data parameter karakteristik lahan maupun parameter pertumbuhan tanaman dicatat dalam formulir pengamatan lapang. Analisis statistik menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17.0. Penulisan dan pengolahan data-data primer dan sekunder menggunakan software Microsoft Excel dan Microsoft Word.
Prosedur Penelitian Pengumpulan data sekunder Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei eksplorasi. Jenis data sekunder yang dikumpulkan berupa data karakteristik lahan, parameter pertumbuhan dan produktivitas tanaman (volume kayu) (Tabel 1). Data-data karakteristik lahan serta produksi tanaman digunakan untuk penyusunan model hubungan karakteristik lahan dengan produksi serta penyusunan kriteria kesesuaian lahan berdasarkan produksi tanaman. Data diambil pada contoh tanah/lahan dan tanaman yang mempunyai karakteristik dan tingkatan produksi yang beragam, dari tingkat produksi yang paling tinggi sampai paling rendah.
10 Tabel 1 Data-data sekunder yang dikumpulkan No. 1.
Data-Data Sekunder Karakteristik Lahan
-
2.
Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman
Parameter Data Sekunder Tekstur Kapasitas tukar kation (KTK) tanah Kejenuhan Al N-total P-tersedia Kadar C-organik pH tanah Kejenuhan basa Drainase Lereng Kedalaman efektif tanah
- Tinggi tanaman - Diameter breast height (DBH) - Volume kayu
Data-data sekunder tersebut berasal dari penelitian survey kerjasama antara Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB dengan PT. Arara Abadi, Riau pada tahun 2011.
Pengumpulan data primer Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan sebagai berikut: 1). Distrik atau areal studi, dengan luasan 10,000 – 20,000 ha, dibagi menjadi beberapa unit pengelolaan terkecil (UPT) atau blok dengan luasan yang tergantung dari homogenitas lahan. Lahan homogen didasarkan pada: - Lereng - Sifat morfologi tanah atau jenis tanah - Performance pertumbuhan atau produksi tanaman Ketiga variabel tersebut dikelompokkan ke dalam UPT dengan variabilitas serendah mungkin atau sehomogen mungkin. 2). Satu distrik terdapat beberapa blok atau petak dan paling sedikit satu blok kemudian dipilih blok yang paling mewakili UPT atau blok paling tengah dengan luasan 25 ha atau 50 ha. 3). Di dalam blok tersebut dipilih lokasi seluas 1000 m2 yang paling mewakili sebagai lokasi pengamatan dan pengambilan sampel. Setiap lokasi pengamatan diobservasi keragaan tanaman dan sifat-sifat tanah, jumlah sampel tanaman yang diamati pada setiap lokasi pengamatan adalah 10 pohon dari luasan 1000 m2. Pengamatan dilakukan terhadap: - Tinggi tanaman dan diameter batang tanaman - Sifat morfologi tanah
11
4).
- Jumlah tanaman mati dalam 1000 m2 - Umur tanaman Setelah diamati kemudian dilakukan pengambilan sampel tanah untuk analisis tanah. Jumlah sampel tanah yang diambil dan diamati untuk validasi dari keseluruhan distrik yaitu 10 sampel.
Analisis Tanah Setiap satuan lahan pengamatan diambil sampel tanahnya pada kedalaman lapisan 0-30 cm, untuk data kesuburan tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang dianalisis di laboratorium beserta metode analisisnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Analisis laboratorium sifat fisik dan kimia tanah No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Sifat Tanah Tekstur tanah Kapasitas tukar kation pH tanah Kadar C-organik N-total P-tersedia P-total K-dd + basa-basa Al-dd Unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu)
Metoda Pipet NH4OAc pH 7.0 H2O 1:2.5 dan KCl 1 N Walkey and Black Kjeldahl Bray-1 HCl 25% NH4OAc Titrasi HCl 0.05 N
Parameter pertumbuhan dan produktivitas tanaman Parameter pertumbuhan dan produktivitas tanaman meliputi: 1. Tinggi tanaman (diukur langsung) 2. Diameter breast height (DBH) (diukur langsung) 3. Volume kayu (perhitungan) (PT. Arara Abadi, Riau) Volume kayu E. pellita (EP 05) = 1667
(DBH2 x T) x (% SR) 23163.87 + 149.03 x DBH 100
Volume kayu E. pellita (EP 077) = 1667
(DBH2 x T) x (% SR) 24256.55 + 296.15 x DBH 100
Keterangan : DBH : diameter batang setinggi dada T : tinggi tanaman SR : survival rate (100-% kematian) 100
12 Analisis Data Data-data yang terkumpul dianalisis untuk pemodelan hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi tanaman, serta untuk penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk budi daya tanaman E. pellita yang dihubungkan dengan produksi tanaman.
Peneraan umur Peneraan dilakukan karena sampel tanaman di lapang tidak sama umurnya sehingga produksi (volume kayu) tanaman terlebih dahulu ditera dengan umur, agar data produksi setiap sampel dapat dibandingkan satu sama lain (Rathfon dan Burger 1991). Sebelum melakukan peneraan, terlebih dahulu dicari persamaan korelasi antara umur tanaman dan produksi tanaman. Persamaan korelasi yang diperoleh kemudian menjadi dasar di dalam melakukan peneraan. Hal tersebut perlu dilakukan agar satu sampel dengan lainnya tidak dipengaruhi oleh umur dan hanya dipengaruhi oleh karakteristik lahan. Setelah itu, persamaan hubungan yang harus dibangun dalam menera umur terhadap data-data produksi tanaman yang diperoleh di lapangan adalah persamaan regresi. Persamaan tersebut dibangun dari hubungan faktor umur sebagai variabel independen dengan volume kayu tanaman sebagai variabel dependen. Metode peneraan yang digunakan adalah sebagai berikut (Sutandi dan Barus 2007): i
= f(t)
i= volume kayu dugaan berdasarkan umur t = umur (bulan)
Yi teraan = Y + (Yi -
i)
Dimana: Yi teraan = volume kayu teraan Yi = volume kayu aktual = rataan umum i
= volume kayu dugaan berdasarkan umur Yi teraan
Produksi relatif =
x 100% Y teraan maximum
Selanjutnya, yang dimaksud dengan produksi dalam bahasan penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita ini adalah produksi relatif.
13 Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman Pemodelan hubungan karakteristik lahan dengan produksi (volume kayu) tanaman teraan menggunakan analisis regresi berganda dengan metode stepwise. Pemodelan ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi tanaman. Selanjutnya, dari pemodelan tersebut diperoleh variabel karakteristik lahan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel produksi tanaman dengan melakukan penyeleksian atas variabel produksi tanaman.
Kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi Analisis diskriminan digunakan untuk melihat kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman E. pellita yaitu produksi sangat baik, baik, sedang, dan buruk. Analisis diskriminan ini menggunakan metode stepwise (pendekatan bertahap). Pemilihan metode stepwise dimaksudkan untuk mengeluarkan variabel-variabel karakteristik lahan yang terdeteksi saling kolinear (multikoliearitas), sehingga diperoleh variabel-variabel karakteristik lahan yang berkontribusi tinggi terhadap kelas produksi.
Penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus pellita Selang kesesuaian lahan dari kelas S1, S2, S3 dan N ditentukan batasnya dengan metode garis batas (Boudary Line Method). Diagram sebar hubungan antara produksi relatif dan karakteristik lahan dibungkus oleh garis batas terluar. Garis tersebut berupa satu atau dua garis persamaan regresi linier sederhana (simple regression) yang dibangun dari titik-titik terluar dari sebaran data hubungan antara karakteristik lahan dengan produksi relatif. Pola garis batas terluar yang dipilih adalah yang logis dan mempunyai koefisien determinan (R2) tertinggi (Purnama et al. 2010). Proyeksi titik potong antara persamaan garis batas (boundary lines) dengan sekat produksi pada sumbu x (karakteristik lahan) merupakan kriteria kesesuaian lahan. Sekat produksi yang digunakan untuk kelas S1 dan S2 mengacu terhadap kriteria FAO (1986), yaitu lahan dengan kesesuaian S1 dengan tingkat produksi sangat baik adalah >80% dari produksi maksimum dan kelas kesesuaian S2, mempunyai tingkat produksi baik (60-80% dari produksi maksimum). Dalam penelitian ini, kelas S3 dengan tingkat produksi sedang digunakan selang produksi dari BEP (break even point) yaitu 29.5-60% dari produksi maksimum, sedangkan untuk kelas N dengan tingkat produksi buruk yaitu lebih rendah dari BEP (<29.5% dari produksi maksimum). Apabila kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita dengan produksi di bawah BEP, maka tidak menguntungkan.
Uji validasi Uji validasi dilakukan terhadap kriteria kesesuaian lahan yang dihasilkan melalui uji terap (ground check lapangan) terhadap data produktivitas tanaman dan karakteristik lahan. Uji terap dilakukan terhadap 10 sampel dengan mengumpulkan data primer baik untuk produksi maupun sifat tanah. Setelah itu,
14 dilakukan penilaian kesesuaian lahan pada beberapa data karakteristik lahan dengan menggunakan prinsip faktor pembatas (Hikmat 2010).
4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Sejarah Singkat PT. Arara Abadi PT Arara Abadi merupakan perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang pengusahaan HTI untuk mendukung penyediaan bahan baku kayu bagi industri pulp dan kertas PT Indah Kiat Pulp and Paper. Perusahaan ini bekerja berdasarkan ijin Menteri Kehutanan yang menetapkan luasan areal sebesar 299,975 ha melalui SK No 743/kpts-II/1996 tanggal 25 November 1996. Areal HTI PT. Arara Abadi tersebar pada empat tempat yang dikenal dengan istilah distrik dan setiap distrik tersusun atas beberapa resort (Tabel 3). Tabel 3 Penyebaran areal konsesi PT. Arara Abadi District
Resort
Minas
Gelombang, Rasau Kuning
Siak
Duri
Kampar
Tapung
Area of Forest/Concession Perawang and Sungai Mandau Pantai Cermin
Pusaka
Sungai Rawa
Barbari, Sei Rawa
Sungai Apit
Sebanga, Beringin Melibur
Sungai Air Jamban and Sungai Empohan
Bukit Kapur
Bukit Kapur and Sungai Bangko
Sorek
Sungai Telayap Hulu
Sei Nilo
Sungai Nilo
Malako
Sungai Buluh and Sungai Kerumutan
Sei Kampar
Sungai Merawang
Local Forestry Authority CDK Minas DinHut, Siak District CDK Kampar DinHut, Kampar District CDK Sungai Apit DinHut, Siak District CDK Mandau DinHut, Bengkalis District CDK Minas DinHut, Siak District and CDK Mandau DinHut, Bengkalis District Korwil Sorek DinHut, Pelalawan District Korwil Sorek DinHut, Pelelawan District CDK Langgam DinHut, Pelelawan District CDK Kerumutan DinHut, Pelelawan District CDK Penyalai DinHut, Pelelawan District
Sumber: Noor dan Syumanda (2006)
Sejak pertengahan 1980-an atau tepatnya di tahun 1987 PT Arara Abadi mulai membangun HTI untuk memasok bahan baku pabrik pulp PT IKPP. Menurut data Perkembangan Realisasi Tanaman IUPHHK-HT monitoring s/d
15 bulan April 2009 (DEPHUT 2010), PT Arara Abadi telah merealisasikan tanaman seluas 398,269 ha selama 21 tahun beroperasi atau rata-rata hanya seluas 18,900 ha setiap tahun. Realisasi penanaman HTI setiap tahun menunjukkan luasan yang bervariasi mulai dari yang terendah seluas 9.038 ha di tahun 2000 dan yang tertinggi di tahun 2007 seluas 32,558 ha (IWGFF 2010).
Letak Wilayah Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Pengambilan data tersebut dilakukan pada wilayah administrasi Provinsi Riau. Data sekunder berasal dari 5 distrik (Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, dan Duri I), sedangkan pengambilan data primer dilakukan pada 4 distrik yaitu Gelombang, Rasau Kuning, Tapung, dan Duri II. Posisi masing-masing wilayah penelitian disajikan pada Gambar 5. Distrik Rasau Kuning, Gelombang dan Duri I terletak di Kabupaten Siak. Secara astronomis letak kedudukan wilayah Kabupaten Siak berada antara 1000 54,5’ - 1020 52” Bujur Timur dan 20 30’ - 00 17’ Lintang Utara. Wilayah Kabupaten Siak berbatasan di sebelah utara dengan Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis, di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Bunut dan Kecamatan Kuala Kampar Kabupaten Kampar, di sebelah timur wilayah Kecamatan Tebing Tinggi dan Kecamatan Merbau Kabupaten Bengkalis dan di sebelah barat wilayah Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis. Kabupaten Siak mempunyai topografi wilayah berupa pantai dan dataran dengan ketinggian tanah bervariasi antara 2.0 - 8.4 meter dari permukaan laut. Curah hujan rata-rata setiap tahun berkisar antara 2.441 - 2.520 mm. Suhu udara rata-rata tahunan sebesar 25.9 0C dengan kisaran 22.6 0C - 31.3 0C. Jenis tanah di wilayah penelitian adalah sebagian besar Ultisol (Pemerintah Kabupaten Siak 2002). Distrik Sorek, Malako, dan Nilo terletak di Kabupaten Pelalawan. Secara geografis Kabupaten Pelalawan terletak antara 1025` LU dan 0020` serta antara 100042` sampai 103028` BT yang berbatasan sebelah Utara dengan Kecamatan Sungai Apit dan Kecamatan Siak Kabupaten Siak dan Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis; sebelah Selatan dengan Kabupaten Indragiri Hilir (Kecamatan Kateman, Mandah dan Gaung), Kabupaten Indragiri Hulu (Kecamatan Rengat, Pasir Penyu, dan Peranap), dan Kabupaten Kuantan Singingi (Kecamatan Kuantan Hilir dan Singingi); sebelah Barat dengan Kota Pekanbaru (Kecamatan Rumbai) dan Kabupaten Kampar (Kecamatan Kampar Kiri dan Siak Hulu); dan sebelah Timur dengan Kabupaten Tanjung Balai Karimun Propinsi Kepulauan Riau. Temperatur di wilayah ini rata-rata 22 0C – 32 0C, kelembaban nisbi 80 - 88%, dan curah hujan rata-rata 2.598 mm tahun-1. Sebagian besar dataran wilayah Kabupaten Pelalawan merupakan dataran rendah dan sebagian merupakan daerah perbukitan yang bergelombang. Secara umum ketinggian beberapa daerah/kota berkisar antara 3 - 6 mdpl, dengan kemiringan rata-rata 0 15% dan 15 - 40%. Jenis tanah di wilayah penelitian adalah sebagian besar Ultisol dan Inceptisol (Sekretariat Daerah Kabupaten Pelalawan 2009). Distrik Duri II terletak di Kabupaten Bengkalis. Secara geografis Kabupaten Bengkalis terdiri dari beberapa pulau dengan garis pantai terpanjang di Riau dan berhadapan langsung dengan Selat Malaka dengan perbatasan sebagai
16 berikut yaitu sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kabupaten Siak, sebelah barat dengan Kota Dumai dan Kabupaten Rokan Hilir dan sebelah timur dengan Karimun dan Kabupaten Pelalawan. Hampir 85% dari topografi daerah ini adalah rendah, dengan ketinggian rata-rata 2 - 6.1 meter diatas permukaan laut dan sebagian besar jenis tanah adalah Ultisol. Temperatur berkisar antara 26 0C – 32 0C. Musim penghujan biasanya datang dari bulan September - Januari dengan rata-rata curah hujan antara 809 - 4.078 mm tahun-1. Musim kemarau biasanya datang dari bulan Februari hingga Agustus. Distrik Tapung terletak di Kabupaten Kampar. Secara geografis Kabupaten Kampar terletak antara 1°00’40” Lintang Utara sampai 0°27’00” Lintang Selatan dan 100°28’30” – 101°14’30” Bujur Timur. Batas-batas daerah Kabupaten Kampar adalah sebagai berikut yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Bengkalis, sebelah selatan dengan Kabupaten Kuantan Singingi, sebelah barat dengan Kabupaten Lima Puluh Kota (Provinsi Sumatera Barat), dan sebelah timur dengan Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan.
43
Duri II Dur i II
Tapung Tapun g
Duri I Dur iI Gelombang Gelomba ng R. Kuning R. Kuning
Sorek Sore k Nilo Nil o
Malako Malak o
Gambar 5 Lokasi penelitian di wilayah PT. Arara Abadi, Riau 17
18 43 Jenis Tanah Beberapa ordo tanah yang dijumpai dalam wilayah penelitian ini adalah Ultisol dan Inceptisol. Hasil penelitian survey kerjasama antara Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan dan PT. Arara Abadi, Riau tahun 2011 diperoleh sebaran jenis tanah di lokasi penelitian yang disajikan pada Tabel 4 dan deskripsi ordo-ordo tanah tersebut diuraikan secara singkat di bawah ini. Tabel 4 Sebaran jenis tanah di lokasi penelitian Soil Survey Staff (1998) Ordo Subgroup Ultisol Typic Hapludults dan Psammentic Paleudults
No.
Distrik
1.
Rasau Kuning
2.
Sorek
Ultisol
3.
Malako
Ultisol dan Inceptisol
Typic Dystrudepts, Typic Hapludults, dan Psammentic Paleudults
4.
Nilo
Ultisol dan Inceptisol
Humic Psammentic Dystrudepts, Typic Humaquepts (Gleysol), Typic Dystrudepts, dan Typic Hapludults
5.
Duri I
Ultisol dan Inceptisol
Aquic Dystrudepts, Typic Paleudults, Typic Dystrudepts, Typic Hapludults
6.
Tapung
Ultisol
Typic Paleudults
7.
Gelombang
Ultisol
Typic Hapludults
8.
Duri II
Ultisol dan Inceptisol
Typic Hapludults dan Typic Paleudults
Typic Paleudults dan Typic Dystrudepts
Ultisols Ultisol adalah ordo tanah yang mempunyai penyebaran paling luas di PT. Arara Abadi, Riau. Tanah ini menyebar di areal studi dan menempati lahan dengan relief datar (lereng 0 - 3%) sampai berbukit (lereng > 25%). Ultisol adalah tanah yang mengalami tingkat perkembangan cukup sampai kuat yang dicirikan oleh adanya horison penciri argilik (pelindian liat ke lapisan bawah) dan kejenuhan basa < 40%. Tanah ini umumnya berdrainase baik. Pada tingkat Group tanah di wilayah penelitian termasuk ke dalam Hapludults dan Peleudults.
19 Hapludults – group tanah ini menyebar di distrik Rasau Kuning, Sorek, Malako, Nilo, Duri I, dan Gelombang dengan relief datar sampai berbukit, reaksi tanah masam, kedalaman efektif tanah > 60 cm dan drainase baik. Tekstur lapisan atas berkisar dari sedang sampai agak halus. Pada tingkat sub group diklasifikasikan sebagai Typic Hapludults. Paleudults – tanah lapisan atas umumnya berwarna coklat gelap sampai coklat dan di lapisan bawah coklat kekuningan sampai merah kekuningan. Tanah bertekstur halus sampai sedang, struktur remah sampai gumpal agak membulat berukuran halus sampai sedang. Konsistensi tanah gembur sampai teguh (lembab), agak lekat sampai lekat dan agak plastis sampai plastis (basah). Pada tingkat sub group, tanah di distrik Rasau Kuning dan Malako diklasifikasikan sebagai Psammentic Paleudults, sedangkan Sorek, Duri I, Tapung, dan Duri II diklasifikasikan sebagai Typic Paleudults. Berdasarkan Soil Survey Staff (1998) Psammentic Paleudults yaitu tanah yang memiliki kelas ukuran partikel berpasir sepanjang kedalaman 75 cm di atas horison argilik atau pada horison argilik jika tebalnya kurang dari 75 cm.
Inceptisols Inceptisol adalah tanah dengan tingkat perkembangan lemah yang dicirikan oleh adanya horison penciri kambik. Penyebarannya dijumpai baik pada lahan basah yang berdrainase terhambat maupun pada lahan kering yang berdrainase baik. Pada kategori grup, tanah di lokasi penelitian tergolong ke dalam Dystrudepts. Dystrudpets – penyebarannya berada pada daerah dengan relief datar hingga bergelombang. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa kurang dari 60% pada satu atau lebih horison pada kedalaman 25 – 75 cm dari permukaan tanah dengan drainase baik. Rendahnya kesuburan tanah ini ditunjukkan oleh reaksi tanah yang berkisar dari sangat masam sampai masam (pH 4.0 – 5.0). Kandungan C organik dan kejenuhan Al sangat bervariasi mulai dari sangat rendah sampai sangat tinggi, sedangkan KTK berkisar dari sangat rendah sampai rendah. Pada tingkat subgrup tanah di distrik Malako, Nilo, Duri I, dan Duri II diklasifikasikan sebagai Typic Dystrudepts. Selain itu, terdapat pula subgroup Aquik Dystrudepts pada distrik Duri I yaitu tanah yang memiliki satu horizon atau lebih pada kedalaman 60 cm dari permukaan tanah, mempunyai kroma 2 atau kurang, dan memiliki kondisi akuik selama sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (Soil Survey Staff 1998). Subgroup Typic Humaquepts dan Humic Psammentic Dystrudepts terdapat di distrik Nilo. Typic Humaquepts (Gleysol) di distrik Nilo diduga mempunyai epipedon melanik yang ditunjukkan dengan kandungan C-organik kategori tinggi yaitu > 4%, sedangkan Humic Psammentic Dystrudepts mempunyai epipedon umbrik dengan tekstur lempung berpasir.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini disajikan dalam enam bagian, yaitu (1) karaktersitik tanah yang terkait dengan produksi tanaman E. pellita, (2) peneraan berdasakan
20 umur tanaman, (3) model hubungan antara karakteristik lahan dan produksi tanaman, (4) kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman, (5) penyusunan kriteria kesesuaian lahan, dan (6) uji validasi.
Karakteristik Tanah yang Terkait dengan Produksi Tanaman Eucalyptus pellita Karakterisasi dilakukan terhadap beberapa sifat tanah, terutama yang dianggap berpengaruh terhadap produksi tanaman E. pellita. Karakterisasi ini berdasarkan hasil penelitian kerjasama antara Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB dengan PT. Arara Abadi, Riau tahun 2011. Selain itu, dilihat juga hasil analisis laboratorium dari data primer (Lampiran 1). Contohcontoh tanah yang diambil dan dianalisis adalah yang menggambarkan tingkatan produksi yang bervariasi dari rendah sampai tinggi di setiap wilayah penelitian. Menurut Mackensen (2000) produktivitas tanaman yang tinggi dapat diharapkan pada tanah-tanah yang kaya akan unsur hara sehingga dalam pengelolaan hutan perlu memperhatikan karakteristik tanah. Karakteristik tanah yang terkait dengan produksi tanaman yaitu tekstur, pH tanah, kejenuhan Al, Corganik, P-tersedia, N-total, basa-basa yang dapat ditukar, KTK, dan KB. Beberapa karakteristik tanah tersebut dinilai secara kualitatif berdasarkan kriteria PPT (1983). Gambaran karakteristik tanah di lokasi penelitian ini selengkapnya disajikan sebagai berikut:
Tekstur, pH H2O, dan Kejenuhan Al Secara umum tanah-tanah di semua distrik lokasi penelitian mempunyai tekstur lempung berpasir sampai lempung liat berpasir. Kandungan pasir di semua distrik berada di atas 50% dengan kandungan liat yang relatif sedikit sekitar 20%. Gambaran tekstur, pH H2O, dan kejenuhan Al serta kriterianya secara umum di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Gambaran tekstur, pH H2O, dan kejenuhan Al secara umum di lokasi penelitian No.
Distrik Tekstur
1.
Rasau Kuning
2.
Sorek
3.
Malako
4.
Nilo
5.
Duri I
6.
Tapung
7.
Gelombang
8.
Duri II
Lempung berpasir Lempung liat berpasir Lempung liat berpasir Lempung liat berpasir Lempung liat berpasir Lempung berpasir Lempung berpasir Lempung berpasir
Karakteristik Tanah pH H2O Kejenuhan Al (%) Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran 4.22 3.97-5.20 68.27 87.62- 19.57 SM SM - M ST ST - R 4.28 3.80-5.18 86.42 93.05-35.71 SM SM - M ST ST - T 4.21 3.65-5.37 78.28 94.14-28.31 SM SM - M ST ST - S 4.20 3.86-5.09 70.89 89.76-40.78 SM SM - M ST ST - T 4.21 3.71-5.01 84.11 94.93-46.80 SM SM - M ST ST - T 4.70 4.60-4.80 73.40 82.67-56.52 M M ST ST - T 4.67 4.40-4.70 82.84 84.18-81.50 M M ST ST 4.50 4.40-4.60 81.88 85.10-79.88
Keterangan: SM= sangat masam, M= masam SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T= tinggi, ST= sangat tinggi
21 Reaksi tanah (pH) umumnya bereaksi sangat masam dengan pH secara umum di bawah 4.5, kecuali tanah pada distrik Gelombang, Tapung dan Duri II bereaksi masam. Tanah-tanah pada lokasi penelitian, nilai kejenuhan Al- nya berkisar dari rendah hingga sangat tinggi. C-organik, N-total, dan P-tersedia Menurut Kriteria PPT (1983), secara kualitatif kadar C-organik, N-total, dan P-tersedia pada tanah-tanah di lokasi penelitian bervariasi dari sangat rendah sampai sangat tinggi. Rata-rata dan kisaran kadar C-organik, N-total, dan Ptersedia serta kriterianya di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Rata-rata dan kisaran kadar C-organik, N-total, dan P-tersedia di lokasi penelitian No.
Distrik
1.
Rasau Kuning
2.
Sorek
3.
Malako
4.
Nilo
5.
Duri I
6.
Tapung
7.
Gelombang
8.
Duri II
C-organik RataKisaran rata ……….(%)……… 3.40 1.73-7.43 T 1.62 R 2.32 S 3.19 T 2.49 S 1.25 R 1.22 R 1.19 R
R - ST 0.02-3.73 SR - T 0.44-5.51 SR - ST 0.21-11.09 SR - ST 0.17-6.71 SR - ST 1.13-1.47 R 0.89-1.55 SR - R 1.16-1.25 R
Karakteristik Tanah N-total RataKisaran rata ……….(%)……… 0.26 0.18-0.36 S 0.40 S 0.20 R 0.26 S 0.23 S 0.13 R 0.13 R 0.15 R
R-S 0.01-1.15 SR - ST 0.01-0.57 SR - T 0.04-0.80 SR - ST 0.01-0.46 SR - S 0.10-0.16 R 0.10-0.15 R 0.13-0.17 R
P-tersedia RataKisaran rata ….(ppm)…. 10.10 1.92-21.12 R 12.24 R 25.14 S 13.99 R 6.45 SR 12.96 R 24.20 S 28.97 T
SR - S 1.80-73.63 SR - ST 0.74-297 SR - ST 2.02-71.18 SR - ST 2.60-25.65 SR - S 7.80-16.96 SR - S 10.74-37.65 R - ST 19.23-41.95 S - ST
Keterangan: SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T= tinggi, ST= sangat tinggi
Kation-kation Basa, KTK dan KB Beberapa karakteristik tanah yang terkait dengan kemampuan tanah dalam mensuplai hara diantaranya adalah kation-kation basa, nilai KTK tanah dan kejenuhan basa. Berdasarkan kriteria PPT (1983), contoh-contoh tanah dari daerah pengamatan memiliki kadar Ca yang berkisar dari sangat rendah hingga rendah, kadar K berkisar dari sangat rendah hingga sangat tinggi, kadar Mg berkisar dari sangat rendah hingga tinggi, dan kadar Na pada lokasi penelitian berkisar dari sangat rendah hingga sedang (Tabel 7).
22
Tabel 7 Rata-rata dan kisaran nilai kation basa-basa dapat ditukar No.
Distrik
0.04
0.01-0.08
Karakteristik Tanah K Ca RataKisaran RataKisaran rata rata ………..(cmol(+) kg-1)………. 0.07 0.02-0.24 0.08 0.03-0.16
SR 0.11 R 0.14 R 0.28 R 0.06 SR 0.18 R 0.13 R 0.24 R
SR 0.04-0.15 SR - R 0.03-0.32 SR - R 0.04-0.56 SR - S 0.03-0.32 SR - R 0.16-0.21 R 0.13 R 0.22-0.27 R
SR 0.04 SR 0.12 R 0.13 R 0.08 SR 0.07 SR 0.09 SR 0.13 R
Ratarata 1.
Rasau Kuning
2.
Sorek
3.
Malako
4.
Nilo
5.
Duri I
6.
Tapung
7.
Gelombang
8.
Duri II
Na Kisaran
SR - R 0.02-0.17 SR - R 0.01-0.62 SR - T 0.05-0.40 SR - S 0.03-1.32 SR - ST 0.05-0.09 SR 0.08-0.10 SR - R 0.12-0.13 R
SR 0.14 SR 0.09 SR 0.25 R 0.07 SR 0.16 SR 0.22 SR 0.31 R
Mg Kisaran
Ratarata 0.38
0.03-2.47
SR 0.09 SR 0.17 SR 0.10 SR 0.23 SR 0.11 SR 0.14 SR 0.19 SR
SR - T 0.01-0.25 SR 0.01-0.70 SR - R 0.03-0.23 SR 0.01-0.49 SR - R 0.08-0.15 SR 0.14-0.15 SR 0.12-0.24 SR
SR 0.01-0.39 SR 0.01-2.68 SR - R 0.08-0.76 SR 0.01-0.29 SR 0.16-0.17 SR 0.19-0.26 SR 0.26-0.41 SR
Keterangan: SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T= tinggi, ST= sangat tinggi
Nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah-tanah dari lokasi penelitian secara umum berkisar dari sangat rendah hingga rendah. Kejenuhan basa (KB) merupakan rasio antara jumlah kadar basa-basa seperti Ca, Mg, Na dan K dengan nilai KTK. Pada tanah-tanah di lokasi penelitian nilai KB berkisar dari sangat rendah sampai sedang. Rata-rata dan kisaran KTK dan KB serta kriterianya pada masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata dan kisaran KTK dan KB secara umum di lokasi penelitian No.
Distrik
Karakteristik Tanah KTK
1.
Rasau Kuning
2.
Sorek
3.
Malako
4.
Nilo
5.
Duri I
6.
Tapung
7.
Gelombang
8.
Duri II
Rata-rata Kisaran …..cmol(+) kg-1…. 1.79 0.92-3.45 SR SR 6.00 1.35-8.53 R SR - R 4.40 1.13-9.22 SR SR - R 7.75 1.79-14.00 R SR - R 4.04 1.20-10.21 SR SR - R 5.48 4.47-6.58 R SR - R 5.65 4.90-6.41 R SR - R 7.44 6.54-8.70 R R
KB Rata-rata Kisaran ……(%)…… 31.84 7.29-44.61 R SR - S 6.33 2.47-20.55 SR SR - R 11.82 2.61-40.00 SR SR - S 9.81 2.83-39.18 SR SR - S 10.89 1.42-25.60 SR SR - R 9.49 9.27-9.81 SR SR 10.55 9.42-11.69 SR SR 11.69 8.49-14.97 SR SR
Keterangan: SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T= tinggi, ST= sangat tinggi
23 Peneraan Produksi Berdasarkan Umur Tanaman Hubungan karakteristik lahan dengan produksi tanaman dibangun dalam penelitian ini. Namun, data menunjukkan produksi tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar karakteristik lahan, yaitu umur tanaman. Pengaruh umur tanaman terhadap produksi (volume kayu) tanaman bersifat genetik, artinya setiap jenis tanaman mempunyai pola kecenderungan peningkatan dalam pertumbuhan dan produksinya serta mempunyai umur optimum dalam berproduksi yang khas. Oleh karena itu, peneraan umur tanaman perlu dilakukan agar produksi tidak dipengaruhi oleh umur dan dapat dibandingkan satu sama lainnya. Hubungan umur tanaman dengan produksi berkorelasi nyata dengan nilai determinasi (R2) sebesar 0.684 dan mempunyai pola kecenderungan yang bersifat polynomial (Gambar 6a). Dengan demikian, secara umum produksi dipengaruhi oleh umur tanaman. Hasil peneraan umur terhadap produksi tanaman ditunjukkan pada Gambar 6b. Gambar tersebut terlihat bahwa produksi teraan tidak dipengaruhi oleh umur tanaman dengan R2 sebesar 0.0001, sehingga tinggi rendahnya produksi hanya dipengaruhi oleh faktor pembatas. Setelah peneraan dengan umur, maka perbedaan produksi teraan dapat dibandingkan satu sama lainnya dan hanya dipengaruhi oleh karakteristik tanah dan lahan. y = -0.026x3 + 1.156x2 - 11.83x + 38.22 R² = 0.684, n = 392, sig.= 0.000
60
70
Volume kayu teraan (m3 ha-1)
Volume kayu aktual (m3 ha-1)
80
60 50 40 30 20 10
R² = 0.0001 50 40 30
Rataan umum
20 10 0
0 5
10
15 Umur (bulan)
20
25
5
10
15
20
25
Umur (bulan)
Gambar 6 Grafik hubungan umur tanaman dengan produksi aktual (a) dan produksi teraan (b) Nilai produksi teraan digunakan dalam regresi berganda dan analisis diskriminan untuk menentukan hubungan antara karakteristik lahan terhadap produksi tanaman dan kontribusi karakteristik lahan terhadap kelas produksi tanaman E. pellita. Selain itu, nilai produksi teraan juga digunakan untuk menentukan nilai produksi relatif dalam menyusun kriteria kesesuaian lahan.
Model Hubungan antara Karakteristik Lahan dan Produksi Tanaman Interaksi antara karakteristik lahan dan produksi tanaman E. pellita dianalisis dengan fungsi regresi linier berganda. Asumsi yang harus dipenuhi
24 dalam menggunakan persamaan regresi adalah data menyebar secara normal, tidak bersifat heteroskedasitas, tidak ada autokorelasi, atau tidak bersifat multikolinearitas di antara variabel-variabelnya (Ghozali 2005). Pada penelitian ini semua asumsi sudah terpenuhi. Dalam analisis regresi berganda, faktor karakteristik lahan dijadikan sebagai variabel independen, sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah produksi (volume kayu) teraan. Analisis regresi berganda dalam penelitian ini menggunakan metode stepwise. Metode ini dimulai dengan memasukkan variabel independen satu demi satu secara bertahap sampai diperoleh model regresi yang terbaik. Urutan dalam memasukkan variabel independen ditentukan dengan menggunakan koefisien korelasi parsial, dimana variabel yang pertama kali masuk adalah variabel yang berkorelasi tertinggi dan nyata dengan variabel dependen. Koefisien hubungan variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat pada taraf uji (alfa) 5% dan 1%. Tahap terakhir analisis regresi linier berganda dengan metode stepwise diperoleh model regresi terbaik dengan variabel K-dd, KB, N-total, Mg-dd, P-total, lereng, liat, dan Al-dd. Dengan demikian, variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman. Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil analisis regresi linier berganda metode stepwise hubungan antara karakteristik lahan dan produksi tanaman E. pellita Model (Constant) K-dd KB N-total Mg-dd P-total Lereng Liat Al-dd
Unstandardized Coefficients B Std. Error 20.159 0.782 -6.939 1.133 0.124 0.016 11.114 1.645 -13.059 2.533 -0.005 0.001 -0.153 0.030 0.073 0.018 -0.942 0.232
Standardized Coefficients Beta -0.338 0.375 0.335 -0.256 -0.273 -0.250 0.245 -0.265
t
Sig.
VIF
25.787 -6.122 7.569 6.756 -5.156 -5.594 -5.076 4.007 -4.059
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1.350 1.088 1.090 1.094 1.055 1.076 1.651 1.891
Keterangan: VIF = Variance Inflating Factor
Koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan sebesar 52.8%, artinya keragaman produksi (volume kayu) yang dapat dijelaskan oleh data yang ada sebesar 52.8%, sisanya dijelaskan oleh data lain di luar model. Nilai koefisien yang distandarisasi (standardized coefficients) pada Tabel 9 menunjukkan kontribusi masing-masing karakteristik lahan terhadap produksi tanaman. Faktor penentu produksi tanaman E. pellita pada studi ini adalah K-dd, KB, N-total, Mgdd, P-total, lereng, liat, dan Al-dd (Tabel 9). Dalam hal ini, kadar K-dd, Mg-dd, Ptotal, lereng dan Al-dd berpengaruh terhadap produksi dengan korelasi negatif. Artinya setiap kenaikan satu satuan dari karakteristik tanah tersebut akan menurunkan produksi masing-masing sebesar 0.338, 0.256, 0.273, 0.250, dan 0.265 satuan dengan asumsi variabel-variabel yang lain tetap. Sebaliknya, kadar liat, KB, dan N-total berpengaruh positif terhadap produksi tanaman. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan satu satuan dari variabel tersebut akan
25 meningkatkan produksi masing-masing sebesar 0.245, 0.375, dan 0.335 satuan dengan asumsi variabel-variabel yang lain tetap. Kadar K-dd berpengaruh negatif terhadap produksi tanaman. Hal ini diduga pada saat pemupukan di awal pertumbuhan, pupuk kalium yang diberikan banyak diserap oleh tanaman sehingga mengalami konsumsi K berlebih. Menurut Soepardi (1983), tanaman menyerap kalium jauh lebih banyak dari jumlah yang sebenarnya diperlukan sehingga terjadi pemakaian yang berlebihan. Hal ini menyebabkan serapan hara Ca dan Mg terhambat, karena hara K, Ca, dan Mg bersifat antagonis (Kasno et al. 2004). Apabila salah satu unsur berada pada jumlah yang lebih rendah daripada yang lain, maka unsur yang kadarnya lebih rendah sukar tersedia dan tidak dapat diserap tanaman. Kondisi tanah di areal HTI mempunyai kadar Ca dan Mg rata-rata sangat rendah sampai rendah, walaupun dilakukan pemupukan RP (Rock Phosphate) di awal pertumbuhan, sedangkan pemupukan Mg jarang dilakukan di areal HTI. Akibatnya karena sering dipupuk N, P dan K saja akhirnya terjadi ketidakseimbangan hara dalam tanah. Hasil penelitian Kasno et al. (2004) menunjukkan bahwa pemupukan K dapat meningkatkan kadar Mg-dd. Hal ini diduga karena aksi masa dari penambahan pupuk K yang tinggi dapat mendesak Mg dari kompleks pertukaran menjadi bentuk yang tersedia untuk tanaman. Oleh karena itu, ketersediaan Mg-dd meningkat sedangkan Ca-dd tetap berada pada kondisi sangat rendah sampai rendah. Sementara itu, kadar Ca yang diperlukan tanaman lebih banyak dibandingkan dengan hara Mg. Kekurangan kalsium sangat mempengaruhi kualitas kekerasan batang tanaman karena rendahnya elastisitas dinding sel. Dalam kondisi seperti ini, dosis pupuk yang mengandung kalsium perlu ditingkatkan dari dosis sebelumnya. Dengan demikian, pemberian pupuk K, Ca, dan Mg perlu dilakukan secara seimbang agar dapat meningkatkan produksi tanaman. Kadar P-total dalam tanah berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman dengan korelasi negatif. Hal ini kaitannya dengan tingkat kemasaman tanah (pH). Tanah di lokasi HTI mempunyai tingkat kemasaman yang cukup tinggi yaitu ratarata ber-pH < 4.5, sehingga kelarutan Al dan Fe tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan kadar P-tersedia menjadi rendah, dikarenakan sebagian besar P diikat oleh Al dan Fe menjadi bentuk Al-P dan Fe-P. Oleh karena itu, penambahan P ke dalam tanah diduga akan langsung bereaksi dengan ion Al3+, Fe2+, ataupun terjerap pada permukaan oksida-oksida hidrat besi, aluminium, dan liat. Sementara itu, P-tersedia sangat diperlukan dalam memperbaiki kualitas pertumbuhan tanaman baik terhadap perkembangan akar maupun memperkuat batang tanaman. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kemiringan lereng dan Al-dd berpengaruh negatif terhadap produksi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa E. pellita dapat tumbuh lebih baik di lahan yang lebih datar. Semakin tinggi kadar Al-dd, maka produksi E. pellita semakin rendah. Kadar Al-dd tinggi dapat mengurangi dan memendekkan rambut akar, ruang jelajah akar semakin sempit, dan mengakibatkan keracunan sehingga menghambat penyerapan hara yang dibutuhkan tanaman. Kadar liat, N-total, dan KB berpengaruh positif terhadap produksi tanaman. E. pellita klon EP 05 dan EP 077 merupakan tanaman hutan hasil pemuliaan dengan laju pertumbuhan yang sangat tinggi. Tanaman dengan sifat demikian
26 umumnya membutuhkan kondisi lingkungan yang lebih tinggi. Kadar liat, N-total dan KB menunjukkan potensi tanah untuk memberikan dukungan ketersediaan hara yang lebih tinggi dalam arti pasokan hara meningkat dengan semakin tingginya kadar ketiga sifat tanah di atas. Kadar liat berpengaruh terhadap kemampuan tanah menjerap dan menukarkan kation (KTK), sedangkan N dan kation-kation basa adalah hara esensial tanaman. Hara N dibutuhkan tanaman pada fase vegetatif, sedangkan kation-kation basa dibutuhkan pada fase generatif tanaman. Oleh karena itu, kadar liat, N-total, dan KB berperan penting dalam penyediaan hara untuk tanaman E. pellita.
Kontribusi Karakteristik Lahan terhadap Kelas Produksi Tanaman Untuk mengetahui karakteristik lahan yang paling berkontribusi terhadap kelas produksi, maka dilakukan analisis diskriminan dengan menggunakan metode stepwise. Analisis diskriminan tersebut membagi kelas produksi menjadi sangat baik (> 80% dari produksi maksimum), baik (60-80% dari produksi maksimum), sedang (60-29.5% dari produksi maksimum), dan buruk < 29.5% dari produksi maksimum. Hasil uji beda 3 nilai tengah dalam kelas produksi sangat baik, baik, sedang, dan buruk (Tabel 10) menunjukkan bahwa variabel Kdd, KTK, Mg-dd, Na-dd, dan Al-dd memberikan kemampuan yang nyata dalam membuat analisis diskriminan. Tabel 10 Uji beda 3 nilai tengah dalam kelas produksi sangat baik, baik, sedang, dan buruk Wilks' Lambda Step Entered
Exact F Statistic df1 df2
1 2 3 4 5
Kdd KTK Mgdd Nadd Aldd
0.765 0.663 0.599 0.559 0.524
1 2 3 4 5
3 3 3 3 3
df3 Statistic df1 df2 214 214 214 214 214
21.867 16.216
3 6
Approximate F Sig.
Statistic df1
df2
Sig.
214 0.000 426 0.000 13.449 11.425 10.189
9 516.103 0.000 12 558.545 0.000 15 580.119 0.000
Selanjutnya, uji nyata fungsi sebaran linier atau linier distribution function (LDF) dilakukan untuk mengetahui kemampuan LDF dalam diskriminasi kelas produksi tanaman. Uji nyata LDF disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Hasil uji nyata fungsi sebaran linier Fungsi Tes 1 melalui 3 2 melalui 3 3
Wilks' Lambda Chi-square 0.524 137.179 0.862 31.523 0.978 4.724
df 15 8 3
Sig. 0.000 0.000 0.193
27 Hasil analisis uji nyata fungsi sebaran linier dapat dilihat dari nilai Wilk’s Lambda dan Chi Square (Wijaya 2010). Pada Tabel 11 terlihat bahwa fungsi diskriminan pertama (1 melalui 3) dan kedua (2 melalui 3) bersifat signifikan yang ditunjukkan oleh nilai uji p < 0.05. Nilai Wilks’ Lambda menjelaskan seberapa besar varian yang tidak dapat dijelaskan oleh adanya perbedaaan kelompok. Nilai chi square dan df (degree of freedom) atau derajat bebas dihitung untuk melihat apakah ada perbedaan yang nyata antara ketiga fungsi diskriminan yang terbentuk. Hasil uji nyata fungsi sebaran linier terlihat adanya perbedaan yang nyata pada kedua fungsi diskriminan yang terbentuk, sehingga LDF menunjukkan perbedaan dalam kelas produksi tanaman E. pellita. Dengan demikian, fungsi diskriminan pertama dan kedua menghasilkan fungsi diskriminan terbaik dan dapat dipakai dalam bahasan ini. Setelah hasil uji nyata fungsi sebaran linier diketahui, analisis dilanjutkan untuk mengetahui karakteristik lahan yang paling berkontribusi terhadap kelas produksi tanaman. Hasil analisis tersebut disajikan pada tabel struktur matrik (Tabel 12). Tabel struktur matrik menjelaskan korelasi antara variabel independen dengan fungsi diskriminan yang terbentuk. Tabel 12 Struktur matrik Karakteristik Lahan
Fungsi 1 2 3 * Kdd 0.676 0.183 -0.586 KTK 0.641* 0.189 0.180 a * Liat 0.444 0.346 0.189 a * Pasir -0.361 -0.336 -0.074 a * Ptotal 0.147 -0.046 0.145 a * KB -0.071 0.070 -0.030 * Aldd 0.545 0.703 0.305 * Mgdd -0.169 0.668 -0.030 a * KejAl 0.118 0.417 0.284 a * Pters 0.008 -0.101 0.038 Nadd 0.439 -0.311 0.574* Lerenga -0.082 0.036 -0.232* pHa -0.038 -0.151 -0.206* Corga 0.088 0.056 0.193* Cadda 0.030 0.013 0.154* Ntotala 0.046 0.122 0.145* *. Largest absolute correlation between each variable and any discriminant function a. This variable not used in the analysis.
Berdasarkan struktur matrik (Tabel 12) maka urutan variabel yang berkontribusi tinggi terhadap kelas produksi tanaman adalah K-dd, KTK, Al-dd, dan Mg-dd. Variabel K-dd merupakan variabel yang paling berkontribusi terhadap kelas produksi. Hal ini dikarenakan K-dd mempengaruhi ketersediaan hara lain
28 terutama Ca dan Mg. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kelas produksi sangat baik maka K, Ca, dan Mg dalam tanah harus berada dalam keseimbangan sehingga hara yang dapat diserap sesuai dengan kebutuhan tanaman. Salah satu bagian tanaman yang banyak mengandung kalium adalah batang, sehingga menjadi unsur yang paling menentukan kualitas batang pohon. Unsur kalium dalam tanaman mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme, katalisator proses fisiologis tanaman, mempengaruhi penyerapan unsur hara, mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dan penyakit, serta membantu perkembangan akar. Unsur Ca dalam tanaman berperan dalam menentukan kualitas kekerasan batang tanaman karena hubungannya dengan elastisitas dinding sel, sedangkan unsur Mg sangat penting dalam pembentukan klorofil yang merupakan salah satu faktor penting bagi tanaman dalam melakukan proses fosotosintesis. Setelah fungsi diskriminan dibuat, kemudian klasifikasi masing-masing individu sampel dievalusi keanggotaan dalam kelas produksi. Hasilnya disajikan pada Tabel 13. Tabel 13
Hasil prediksi ketepatan kelas produksi berdasarkan karakteristik lahan Kelas
1 (produksi relatif >80%) 2 (produksi relatif 60-80%) 3 (produksi relatif 29.5-60%) 4 (produksi relatif <29.5%) a
Prediksi Anggota Kelasa Total 1 2 3 4 15 0 3 1 19 (78.9%) 9 49 22 3 83 (59.0%) 20 6 68 17 111 (61.3%) 1 0 0 4 5 (80.0%)
Rata-rata ketepatan pengelompokkan setiap kasus adalah 62.4%
Tabel 13 terlihat bahwa dengan menggunakan fungsi diskriminan, jumlah pengelompokan yang benar untuk produktivitas sangat baik (kelas 1) adalah 15 sedangkan 3 masuk ke dalam kelas 3 dan 1 masuk ke dalam kelas 4, atau terjadi misklasifikasi sebanyak 5 buah. Fungsi diskriminan produktivitas baik (kelas 2) klasifikasi benar adalah 49 dan terjadi misklasifikasi sebanyak 34 buah, untuk fungsi diskriminan produktivitas sedang (kelas 3) klasifikasi benar adalah 68 dan terjadi misklasifikasi sebanyak 43 buah, sedangkan untuk fungsi diskriminan produktivitas buruk (kelas 4) klasifikasi benar adalah 4 dan 1 lainnya masuk ke dalam kelas 1 atau terjadi misklasifikasi sebanyak 1 buah. Dengan demikian ketepatan klasifikasi lebih banyak berada pada kelas produktivitas sedang (kelas 3), namun secara keseluruhan ketepatan dari klasifikasi diskriminasi adalah (15 + 49 + 68 + 4)/218 = 62.4%. Artinya sebanyak 62.4% dari data yang dianalisis rata-rata sesuai dengan kelas yang dihasilkan.
29 Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan Kriteria kesesuaian lahan dikembangkan dari korelasi karakteristik lahan dengan produksi yang telah ditera berdasarkan umur. Tingkat produksi dibagi menjadi sangat baik, baik, sedang, dan buruk. Dengan demikian, tingkat produksi akan berasosiasi dengan karateristik lahan. Hal tersebut mencerminkan S1 (sangat sesuai) merupakan asosiasi karakteristik lahan dengan tingkat produksi sangat baik (>80% dari produksi maksimum); S2 (cukup sesuai) merupakan nilai karakteristik lahan dengan tingkat produksi baik (60-80% dari produksi maksimum); S3 (sesuai marjinal) merupakan nilai karakteristik lahan dengan tingkat produksi sedang (29.5-60% dari produksi maksimum); sedangkan kelas kesesuaian lahan N (tidak sesuai) merupakan nilai karakteristik lahan dengan tingkat produksi buruk (<29.5% dari produksi maksimum). Tingkat produksi 29.5% dari produksi maksimum merupakan rataan dari produksi titik impas (break even point) tanaman E. pellita. Pada analisis ini beberapa karakteristik lahan belum dapat dibuat kriterianya yaitu iklim, drainase, kedalaman efektif, dan KTK. Faktor iklim tidak dapat dibuat batas kriterianya karena beberapa distrik tidak melakukan pemantauan mengenai kondisi iklim, sehingga variasi iklim antara satu distrik dengan distrik lainnya di PT. Arara Abadi sangat kecil. Demikian pula untuk kelas drainase tidak dapat dibuat batas kriterianya karena E. pellita umumnya ditanam pada tanah-tanah yang mempunyai drainase baik. Batas kriteria kedalaman efektif tidak dapat ditentukan karena sebaran kedalaman efektif yang ditemukan sebagian besar pada kedalaman > 60 cm, dan KTK tanah juga menyebar sempit dari 1 - 14 cmol(+) kg1 . Parameter lahan yang dikorelasikan dengan tingkat produksi dan disusun kriteria kesesuaian lahannya adalah sebagai berikut: - Media perakaran: Tekstur (persentase pasir dan liat). - Retensi hara: pH tanah, C-organik, dan Kejenuhan Basa (KB) - Toksisitas: Kejenuhan Al - Hara tersedia: N-total, P-tersedia, dan K-dd - Kondisi terrain: Lereng
Hubungan produksi dengan media perakaran Hubungan produksi relatif E. pellita dengan media perakaran yang meliputi persentase pasir dan liat disajikan pada Gambar 7. Pada Gambar tersebut terlihat ada pola hubungan yang menggambarkan bahwa semakin tinggi kadar pasir dan liat maka produksi semakin tinggi, namun kemudian menurun kembali dengan semakin tingginya kadar pasir dan liat. Setelah itu, pola tersebut dibuat model garis pembatas yang membungkus data hubungan tersebut. Model persamaan yang dipilih adalah yang paling sesuai dengan sebaran data terluar, dengan cara memilih koefisien determinasi tertinggi. Persamaan garis batas terluar dari sebaran data-data hubungan produksi relatif dengan kadar pasir adalah (1) y = 0.858x + 44.84 dan (2) y = -0.225x2 + 33.99x + 1195 Persamaan garis batas terluar pertama (1) menentukan nilai pembatas kelas terendah, sedangkan persamaan garis yang kedua (2) menentukan nilai pembatas kelas tertinggi. Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi relatif dengan
30 garis-garis persamaan batas yang membungkus sebaran data terluar dari kadar pasir, maka diperoleh kisaran kadar pasir yang menjadi pembatas kelas S1 dan S2 yaitu 40.97% sebagai batas terendah dan 81.74% sebagai batas tertinggi. Kadar pasir yang menjadi pembatas kelas S2 dan S3 adalah 17.67% sebagai batas terendah dan 86.82% sebagai batas tertinggi, sedangkan batas kelas S3 dan N adalah <17.67% sebagai batas terendah dan 91.75% sebagi batas tertinggi. Persamaan garis batas terluar dari sebaran data-data hubungan produksi relatif dengan kadar liat adalah (1) y = -0.017x2 + 2.730x +54.39 dan (2) y = 0.013x2 – 2.212x +137.1 Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi relatif dengan garis batas terluar dari sebaran data hubungan produksi relatif dengan kadar liat, maka diperoleh kisaran kadar liat yang menjadi batas kelas antara S1 dan S2, yaitu 10% sebagai batas terendah dan 31.73% sebagai batas tertinggi. Batas kelas kadar liat antara S2 dan S3 berada pada kadar 2.08% sebagai batas terendah dan 48.92% sebagai batas tertinggi, sedangkan batas kelas antara S3 dan N adalah <2.08% sebagai batas terendah dan >48.92% sebagai batas tertinggi. Kelas tekstur yang sesuai dengan kelas kesesuaian lahan S1 adalah tekstur lempung liat berpasir, lempung berpasir, dan pasir berlempung. Tekstur untuk kelas S2 yaitu lempung, liat berpasir, dan lempung berdebu. Tekstur pasir, debu, dan liat merupakan kelas tekstur untuk kelas S3 dan N. Hasil boundary line menunjukkan bahwa tanaman E. pellita dapat berproduksi optimal pada tekstur tanah dengan kadar pasir 40.97-81.74% (Tabel 14). Tingginya kadar pasir > 81.74%, maka kemampuan tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation rendah, sehingga menyebabkan ketersediaan hara rendah. Pada kondisi tersebut produksi tanaman akan menurun, mengingat bahwa tanaman E. pellita merupakan jenis tanaman yang relatif banyak membutuhkan hara. Hal yang sama juga terjadi apabila semakin tinggi kadar liat, maka produksi semakin rendah. Hal ini dikarenakan kadar liat yang terlalu tinggi (> 35%) menyebabkan penetrasi akar tanaman menjadi terhambat sehingga umumnya tanaman akan mengalami gangguan dalam pertumbuhannya. y = -0.225x2 + 33.99x - 1195 R² = 0.906, n = 6 y = 0.858x + 44.84 R² = 0.999, n = 3
80 60 40 20
y = -0.017x2 + 2.730x + 54.39 R² = 0.999, n = 4
100 Produksi Relatif (%)
Produksi Relatif (%)
100
80 y = 0.013x2 - 2.212x + 137.1 R² = 0.999, n = 5
60 40 20 0
0 0
20
40 60 80 Fraksi Pasir (%)
100
0
20
40 60 Fraksi Liat (%)
80
Gambar 7 Hubungan produksi relatif dengan fraksi pasir dan liat
100
31 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita berdasarkan masingmasing karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap kondisi perakarannya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14
Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan kondisi perakaran untuk tanaman E. pellita
Karakter lahan
Kelas S1
Kadar pasir (%)
40.97-81.74
Kadar Liat (%)
10-31.73
Tekstur
Lempung liat berpasir, lempung berpasir, pasir berlempung
Kelas S2
Kelas S3
17.67-40.97 81.74-86.82 2.08-10 31.73-48.92
<17.67 86.82-91.75 <2.08 >48.92
Lempung, liat berpasir, lempung berdebu
Liat, pasir, debu
Kelas N >91.75
Hubungan produksi dengan retensi hara Beberapa karakteristik lahan yang terkait dengan sifat retensi hara oleh tanah diantaranya adalah pH tanah, C-organik, dan kejenuhan basa (KB). Garisgaris batas terluar dari hubungan antara produksi relatif dan karakteristikkarakteristik lahan tersebut terlihat pada Gambar 8. Berdasarkan sebaran data-data hubungan antara produksi relatif dan nilai pH, diperoleh dua persamaan garis batas terluar, yaitu (1) y = 4.077x2 + 56.07x – 207.7 dan (2) y = -68.96x + 407.5 Persamaan yang pertama (1) digunakan untuk mencari pembatas kelas yang terendah, sedangkan persamaan yang kedua (2) untuk mencari pembatas kelas tertinggi. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan peningkatan pH akan diikuti dengan peningkatan produksi sampai titik optimum, setelah itu tingkat produksi akan menurun seiring dengan peningkatan pH selanjutnya. Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi relatif dengan garis-garis persamaan batas terluar, maka diperoleh nilai pH tanah yang menjadi batas kelas S1 dan S2, yaitu pH 4.0 sebagai batas terendah dan pH 4.7 sebagai batas tertinggi. Batas kelas antara S2 dan S3 adalah pH 3.7 sebagai batas terendah dan pH 5.0 sebagai batas tertinggi. Persamaan garis batas yeng membungkus sebaran datadata hubungan produksi relatif dengan kadar C-organik, yaitu y = 55.24x2 – 24.53x + 41.07 Garis persamaan batas terluar ini berpola polynomial, dengan kecenderungan produksi akan meningkat dengan meningkatnya kadar C-organik sampai titik tertentu. Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi relatif dengan garis persamaan batas terluar, kadar C-organik yang menjadi batas kelas antara S1 dan S2 adalah 1.10% dan batas antara kelas S2 dan S3 jatuh pada kadar C-organik 0.85%. Persamaan hubungan batas terluar dari data hubungan produksi relatif dengan nilai kejenuhan basa (KB) adalah sebagai berikut y = 34.43 ln(x) + 10.56
32 Berdasarkan persamaan garis batas terluar tersebut, tampak kecenderungan semakin tinggi KB, maka produksi semakin meningkat. Nilai KB yang menjadi pembatas antara kelas S1 dan S2 adalah 7.51%, dan batas antara kelas S2 dan S3 adalah 4.2%. y = 4.077x2 + 56.07x - 207.7 R² = 1, n = 3
80
y = 55.24x2 - 24.53x + 41.07 R² = 0.995, n = 5
100
y = -68.96x + 407.5 R² = 0.951, n = 5
60 40 20
Produksi Relatif (%)
Produksi Relatif (%)
100
80 60 40 20
0
0 3.50
4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
0.00
pH H2O
2.00
3.00
4.00
C-organik (%) y = 34.43ln(x) + 10.56 R² = 0.987, n = 9
100
Produksi Relatif (%)
1.00
80 60 40 20 0 0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
KB (%)
Gambar 8
Hubungan produksi relatif dengan pH tanah, C-organik, dan kejenuhan basa (KB)
Reaksi tanah (pH) di lokasi penelitian berkisar dari sangat masam (pH 4.20) sampai masam (pH 4.70). Oleh karena itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman E. pellita dapat berproduksi optimal pada pH < 5.0. Tingkat kemasaman tanah yang tinggi tersebut menyebabkan kejenuhan basa menjadi rendah, namun produksi dapat meningkat dengan semakin tingginya kejenuhan basa sampai titik tertentu. Tanaman E. pellita dapat menghasilkan produksi yang sangat baik, pada kadar C-organik > 1.10%. Kadar C-organik yang rendah di lokasi penelitian, diduga karena tumpukan serasah di bawah tegakan E. pellita mempunyai kecepatan proses dekomposisi yang rendah. Dengan demikian, ringkasan kriteria kesesuaian lahan bagi tanaman E. pellita berdasarkan karakteristik yang berpengaruh terhadap sifat retensi hara disajikan pada Tabel 15.
33 Tabel 15 Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan sifat retensi hara untuk tanaman E. pellita Karakter lahan
Kelas S1
pH
4.0-4.7
KB (%) C-organik (%)
>7.51 >1.10
Kelas S2 3.7-4.0 4.7-5.0 4.2-7.51 0.85-1.10
Kelas S3
Kelas N
<3.7 >5.0 <4.2 <0.85
Hubungan produksi dengan toksisitas Toksisitas yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi adalah kejenuhan Aluminium (Al). Persamaan garis batas terluar dari hubungan produksi relatif dengan kejenuhan Al adalah y = -0.048x2 + 5.711x – 65.08 Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi relatif dengan garis batas terluar dari karakteristik lahannya, maka batas kelas S1 dan S2 diperoleh pada kejenuhan Al 37% dan batas antara kelas S2 dan S3 yaitu 90%. Garis batas terluar dari data hubungan antara produksi relatif dan kejenuhan Al ditunjukkan pada Gambar 9. 120 y = -0.048x2 + 5.711x - 65.08 R² = 0.929, n = 9
Produksi Relatif (%)
100 80 60 40 20 0 30
40
50
60
70
80
90
100
Kejenuhan Al (%)
Gambar 9 Hubungan produksi relatif dengan kejenuhan Al Garis tersebut memperlihatkan kecenderungan menurunnya produksi dengan meningkatnya kejenuhan Al. Kejenuhan Al yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan akar primer, serta menghalangi pembentukan akar lateral. Dengan demikian, apabila pertumbuhan akar terhambat maka sistem perakaran terganggu yang mengakibatkan tidak efisiennya akar menyerap unsur hara sehingga dapat menurunkan produktivitas tanaman.
Hubungan produksi dengan hara tersedia Beberapa kriteria hara yang ketersediaannya sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman adalah unsur hara makro yaitu meliputi N-total, P-tersedia, dan
34 K-dd. Garis persamaan batas terluar dari sebaran data-data hubungan antara produksi relatif dengan N-total, P-tersedia, dan K-dd (Gambar 10). Persamaan hubungan batas terluar dari data hubungan produksi relatif dengan kandungan Ntotal adalah y = 11.68 ln(x) + 111.3 Garis persamaan batas terluar ini berpola logaritmik, dengan kecenderungan produksi akan meningkat dengan meningkatnya kadar N-total. Proyeksi perpotongan sekat produksi relatif dengan garis batas terluar menunjukkan bahwa kadar N-total yang menjadi batas kelas S1 dan S2 adalah 0.08% dan batas kelas antara S2 dan S3 adalah 0.02%. Persamaan garis batas terluar dari hubungan produksi relatif dengan kandungan P-tersedia adalah y = 0.738x2 + 5.719x +36.76 Berdasarkan proyeksi perpotongan garis sekat produksi relatif dengan garis batas terluar diperoleh batas antara S1 dan S2 untuk P-tersedia adalah 4.71 ppm, dan batas antara S2 dan S3 adalah 2.94 ppm. y = 0.738x2 + 5.719x + 36.76 R² = 0.995, n = 6
100 y = 11.68ln(x) + 111.3 R² = 0.963, n = 7
Produksi Relatif (%)
80 60 40 20
80 60 40 20 0
0 0.00
0.10
0.20 0.30 N-total (%)
0.40
100
Produksi Relatif (%)
Produksi Relatif (%)
100
0.50
0.00
5.00 10.00 P-tersedia (ppm)
15.00
y = -13960x2 + 1863.x + 38.21 R² = 0.871, n = 9
80 60 40 20 0 0.00
0.05
0.10
0.15
K-dd (cmol(+)
0.20
0.25
kg-1)
Gambar 10 Hubungan produksi relatif dengan N-total, P-tersedia, dan K-dd
35 Persamaan garis batas terluar dari hubungan produksi relatif dengan kandungan K-dd, yaitu y = -13960x2 + 1863x + 38.21 Proyeksi perpotongan garis sekat produksi relatif dengan garis batas terluar di atas, menunjukkan nilai K-dd yang menjadi batas kelas S1 dan S2 adalah 0.03 cmol(+) kg-1 dan batas antara kelas S2 dan S3 adalah 0.01 cmol(+) kg-1. Kadar N-total, P-tersedia, dan K-dd di lokasi penelitian umumnya rendah, sehingga kelas kesesuaian lahan S1 dengan tingkat produksi sangat baik masingmasing yaitu > 0.08%, > 4.71 ppm, dan > 0.03 cmol(+) kg-1 (Tabel 14). Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan pengelolaan hara yang tepat agar tanaman E. pellita dapat berproduksi optimal. Unsur N, P, dan K merupakan unsur hara esensial yang sangat diperlukan oleh tanaman. Menurut Tisdale dan Nelson (1975) kebutuhan N yang cukup akan mampu mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar, sedangkan hara P yang cukup dapat berperan dalam mempercepat dan memperkuat pertumbuhan tanaman. Ketersediaan hara kalium dalam tanah memberikan pengaruh dalam pembentukan protein dan karbohidrat sehingga menentukan perkembangan diameter batang tanaman (Sarief 1985). Ringkasan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita berdasarkan karakteristik lahan yang terkait dengan ketersediaan hara disajikan pada Tabel 16. Tabel 16
Kriteria kesesuaian lahan berdasarkan ketersediaan hara untuk tanaman E. pellita
Karakter lahan N-total (%) P-tersedia (ppm) K-dd (cmol(+) kg-1)
Kelas S1 >0.08 >4.71 >0.03
Kelas S2 0.02-0.08 2.94-4.71 0.01-0.03
Kelas S3 <0.02 <2.94 <0.01
Kelas N
Hubungan produksi dengan kondisi terrain Hubungan produksi relatif dengan kondisi terrain (lereng) ditunjukkan pada Gambar 11. Berdasarkan proyeksi perpotongan garis sekat produksi relatif dengan garis batas terluar, maka diperoleh nilai kemiringan lereng yang menjadi batas antara kelas S1 dan S2 adalah 18%, kemiringan lereng yang menjadi batas antara kelas S2 dan S3 adalah 25%, sedangkan batas antara kelas S3 dan N berada pada kemiringan lereng 31%. Lereng merupakan salah satu faktor yang penting karena menentukan pergerakan dari unsur-unsur hara tanah dalam bentuk pengangkutan unsur-unsur hara yang terlarut oleh aliran permukaan. Lereng yang curam sangat mudah tererosi, maka kandungan unsur hara dan air rendah, dan akibatnya dapat menurunkan produktivitas tanaman.
36
100
y = -0.159x2 + 3.812x + 64.32 R² = 0.858, n = 8
Produksi Relatif (%)
80 60 40 20 0 0
10 20 Lereng (%)
30
Gambar 11 Hubungan produksi relatif dengan kemiringan lereng
Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus pellita Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi relatif dengan garis batas terluar dari beberapa karakteristik lahan maka diperoleh kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita, yang disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman E. pellita Karakter Lahan S1
Kelas Kesesuaian Lahan S2 S3
N
Media Perakaran - Pasir (%)
40.97-81.74
- Liat (%)
10-31.73
Tekstur
Lempung liat berpasir, lempung berpasir, pasir berlempung
Retensi Hara - pH - Kejenuhan Basa (%) - C-organik (%) Toksisitas - Kejenuhan Al (%) Hara Tersedia - N-total (%) - P-tersedia (ppm) - K-dd (cmol(+) kg-1) Indeks Kondisi Terrain - Lereng (%)
17.67-40.97 81.74-86.82 2.08-10 31.73-48.92 Lempung, liat berpasir, lempung berdebu
<17.67 86.82-91.75 <2.08 >48.92 Liat, pasir, debu
>7.51 >1.10
3.7-4.0 4.7-5.0 4.2-7.51 0.85-1.10
<3.7 >5.0 <4.2 <0.85
<37
37-90
>90
>0.08 >4.71 >0.03
0.02-0.08 2.94-4.71 0.01-0.03
<0.02 <2.94 <0.01
<18
18-25
25-31
4.0-4.7
>91.75
>31
37 Kriteria kesesuaian lahan yang dihasilkan dari penelitian ini dibangun berdasarkan data-data empirik di lapangan, sedangkan kriteria kesesuaian lahan yang ada (CSR/FAO 1983) untuk tanaman Eucalyptus grandis (Tabel Lampiran 4) hanya berdasarkan syarat tumbuh tanaman (crop requirements). Kriteria hasil penelitian belum mencakup seluruh kualitas lahan ataupun karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap produksi tanaman E. pellita. Kriteria hasil penelitian mencakup 5 kualitas lahan yang terdiri atas 9 karakteristik lahan, sedangkan kriteria CSR/FAO 1983 mencakup 6 kualitas lahan dengan 14 karakteristik lahan. Beberapa data tidak dapat dimasukkan dalam kriteria hasil penelitian dikarenakan karakteristik lahan yang diperoleh nilainya cenderung homogen (keragaman data rendah), jumlah data yang diperoleh sangat sedikit atau karakteristik lahan tersebut tidak dijumpai di lokasi penelitian. Namun, dalam kriteria yang dihasilkan dari penelitian terdapat kualitas dan karakteristik lahan yang tidak muncul dalam kriteria CSR/FAO 1983, yaitu kualitas lahan mencakup hara tersedia dan toksisitas, dan karakteristik lahan berupa kejenuhan basa. Hara tersedia terdiri atas kadar N-total, P-tersedia, dan K-dd, sedangkan toksisitas dengan karakteristik lahan yaitu kejenuhan Al. Pengembangan tanaman E. pellita yang menerapkan kriteria kesesuaian lahan tanaman E. grandis harus disesuaikan terlebih dahulu dengan persyaratan tumbuh tanaman E. pellita. Selain itu, juga terdapat perbedaan kondisi iklim antara kriteria CSR/FAO 1983 yang disusun dari Australia, dengan lokasi pengembangan E. pellita di Indonesia. Oleh karena itu, kriteria kesesuaian lahan yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan sesuai dengan jenis tanaman dan kondisi iklim setempat. Kriteria kesesuaian lahan tersebut dapat memberikan gambaran potensi produksi yang diharapkan dibandingkan dengan kriteria kesesuaian lahan yang ada yang umumnya masih berdasarkan perkiraan sifat lahan secara relatif. Akan tetapi, kriteria kesesuaian lahan yang dihasilkan dari penelitian ini belum dapat diterapkan untuk skala lokasi yang lebih luas atau masih bersifat spesifik lokasi. Hal ini dikarenakan data-data yang dikumpulkan untuk menyusun kriteria kesesuaian lahan terbatas untuk daerah di Provinsi Riau.
Hasil Uji Validasi Uji validasi dilakukan untuk menilai kriteria kesesuaian karakteristik lahan yang dihasilkan dengan kriteria produksi relatif. Uji validasi ini menggunakan sampel tanah yang diambil dari lahan yang ditanami E. pellita klon EP 077, sedangkan dalam penyusunan kriteria kesesuaian lahan menggunakan sampel tanah yang diambil dari lahan yang ditanami E. pellita klon EP 05. Tanaman E. pellita klon EP 05 tidak dibudidayakan kembali karena terserang penyakit yang bersifat meranggas. Dalam kaitannya dengan uji validasi, maka produksi tanaman E. pellita klon EP 077 terlebih dahulu ditera berdasarkan umur tanaman tersebut. Dengan demikian, produksi tanaman tidak dipengaruhi oleh umur tanaman, sehingga sampel tanah yang diambil dari lahan yang ditanami E. pellita klon EP 077 dapat ditetapkan kelas kesesuaian lahannya. Model kriteria kesesuaian lahan dikatakan valid, apabila hasil penilaian terhadap suatu sampel dengan menggunakan kriteria karaktersitik lahan sama dengan hasil penilaian berdasarkan kriteria produksi. Berdasarkan uji validasi
38 (Tabel 18), kriteria kesesuaian karakteristik lahan yang dihasilkan mempunyai nilai validasi sebesar 70%. Artinya sebanyak 70% dari data yang diuji valid atau sesuai dengan kriteria yang dihasilkan. Tabel 18 Hasil uji validasi kriteria kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman E. pellita
Lereng S3
S3
1
S1
S1
S1
S3
1
S1
S1
S1
S3
1
S1
S1
S1
S1
S2
0
S2
S1
S1
S1
S3
S3
1
S1
S2
S1
S1
S1
S1
S2
1
S1
S2
S1
S1
S1
S1
S2
1
S1
S1
S2
S1
S1
S1
S1
S3
1
S1
S1
S2
S1
S1
S1
S1
S2
0
P-tersedia
S1
N-total
0
Kejenuhan Al
S2
C-organik
S2
KB
S1
pH H2O
Uji validasi
Berdasarkan produksi relatif
Liat
Berdasarkan seluruh karakteristik lahan
Produksi relatif (%)
Pasir
K-dd
Kelas kesesuaian lahan Berdasarkan masing-masing karakteristik lahan
Gelombang/101
30.81
S3
S1
S1
S1
S1
S1
S2
S1
S1
Rasau kuning/80 A
43.29
S3
S1
S1
S1
S2
S1
S3
S1
S1
Rasau kuning/175
58.03
S3
S3
S2
S1
S1
S1
S2
S1
Rasau kuning/583 A
51.66
S3
S1
S1
S3
S1
S3
S1
S2
Tapung/52 A01
47.07
S3
S2
S2
S2
S1
S1
S2
Tapung/52 B
51.41
S3
S1
S1
S1
S1
S1
Tapung/206
71.39
S2
S1
S1
S2
S1
Duri II/341 A02
76.78
S2
S2
S1
S1
S1
Duri II/256 B01
45.47
S3
S3
S2
S1
Duri II/362
51.03
S3
S1
S1
S1
Distrik
Keterangan: 1 = valid; 0 = tidak valid
Pengambilan sampel tanah untuk validasi diusahakan menyebar dari produksi sangat baik sampai produksi buruk. Namun, hasil penelitian diperoleh produksi yang menyebar dari produksi baik sampai produksi sedang. Hal ini dikarenakan, produksi relatif E. pellita di HTI rata-rata berada pada tingkat produksi baik atau kelas kesesuaian lahan S2 (produksi relatif 60-80%) dan tingkat produksi sedang atau kelas kesesuaian lahan S3 (produksi relatif 6029.5%). Beberapa sampel tanah dikatakan tidak valid, dikarenakan terdapat beberapa faktor diantaranya yaitu 1. Banyak karakteristik lahan yang mempengaruhi produktivitas (volume kayu) tanaman. Karaktersitik lahan yang digunakan hanya beberapa saja, sehingga terdapat beberapa karakteristik lahan lain yang berpengaruh terhadap produksi tanaman, namun tidak terakomodasi dalam kriteria ini. Hal ini yang memungkinkan terjadinya bias antara produksi dengan karakteristik lahan yang telah ditentukan dalam kriteria yang dibangun. 2. Kemungkinan adanya perbedaan pengelolaan tanaman dengan perlakuan yang berbeda menyebabkan produksi berbeda, dimana tingkat pengelolaan tanaman tidak diperhitungkan dalam studi ini.
39
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Model hubungan antara produksi (volume kayu) dengan karakteristik lahan yang dihasilkan dari analisis regresi linier berganda metode stepwise menunjukkan bahwa karakteristik lahan yang berpengaruh nyata dengan korelasi negatif terhadap produksi tanaman E. pellita yaitu K-dd, Mg-dd, Ptotal, lereng, dan Al-dd, sedangkan KB, N-total, dan liat berpengaruh nyata dengan korelasi positif. 2. Berdasarkan analisis diskriminan metode stepwise, karakteristik lahan yang berkontribusi tinggi terhadap kelas produksi tanaman E. pellita yaitu K-dd, KTK, Al-dd, dan Mg-dd. 3. Karakteristik lahan yang optimal untuk mendukung produksi tanaman E. pellita dijumpai pada tanah dengan tekstur lempung liat berpasir, lempung berpasir, atau pasir berlempung, pH antara 4.0 - 4.7, KB > 7.51%, C-organik > 1.10%, kejenuhan Al < 37%, N-total > 0.08%, P-tersedia > 4.7 ppm, K-dd > 0.03 cmol(+) kg-1, dan lereng < 18%. Berdasarkan hasil uji validasi, kriteria kesesuaian lahan memiliki validasi 70%. Hal ini berarti sebanyak 70% dari seluruh sampel yang diujicobakan berdasarkan kriteria kesesuaian lahannya valid atau sesuai dengan tingkat produksi yang diharapkan.
Saran 1. Kriteria kesesuaian lahan E. pellita yang dikaitkan dengan produksi tanaman perlu dikembangkan pada zona iklim dan tanah yang lebih luas, agar dapat diterapkan pada skala lokasi yang lebih luas. 2. Agar produksi tanaman E. pellita mencapai hasil yang optimal dari segi produksi, maka karakteristik lahan perlu dipertimbangkan. 3. Berdasarkan karakteristik lahan yang mempunyai hubungan yang erat dengan produksi tanaman, maka perlu diuji melalui penelitian pengaruh perlakuan pemupukan atau pengelolaan karakteristik lahan terhadap produksi tanaman.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada PT. Arara Abadi, Riau yang telah memberikan tempat dan fasilitas selama pengamatan dan pengambilan sampel di lokasi penelitian.
40
DAFTAR PUSTAKA Alrasyid H. 1984. Aspek-aspek pembangunan hutan tanaman industri. Proceedings Lokakarya Pembangunan Timber Estate; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Dok II/05: 329-349. Bristow M, Annandale M, Bragg A. 2005. Growing Rainforest Timber Trees: A Farm Forestry Manual For North Queensland. A report for the RIRDC / Land & Water Australia / FWPRDC / MDBC Joint Venture Agroforestry Program. RIRDC Publication. Bristow M, Vanclay JK, Brooks L, Hunt M. 2006. Growth and species interactions of Eucalyptus pellita in a mixed and monoculture plantation in the humid tropics of north Queensland. Forest Ecology and Management 233:285-294. [CSR/FAO] Centre for Soil Research/Food and Agriculture Organization. 1983. Reconnaissance Land Resources Surveys 1 : 250.000 Scale. Atlas Format Procedure. AGOF/INS/78/006. Manual 4 Ver. 1. Bogor (ID): CSR. Departemen Kehutanan. 2010. Statistik Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Tahun 2009. Dombro DB. 2010. Eucalyptus pellita: Amazona reforestation’s red mahogany. Planeta Verde Reforestación S.A. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1976. A Framework for Land Evaluation FAO. Rome (IT): Soil Bulletin 32. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1979. Eucalyptus for Palnting. Rome (IT). [FAO] Food and Agriculture Organization. 1986. Guidelines: Land Evaluation for Rainfed Agriculture. Rome (IT): Soils Bulletin No. 52. Ghozali I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang (ID): BP Universitas Diponegoro. Goncalves JLDM, Stape JL, Laclau JP, Smethurst P, Gava JL. 2004. Silvicultural effects on the productivity and wood quality of Eucalypt plantations. Forest Ecology and Management 193 : 45–61. Graciano C, Goya JF, Frangi JF, Guiamet JJ. 2006. Fertilization with phosphorus increases soil nitrogen absorption in young plants of Eucalyptus grandis. Forest Ecology and Management 236: 202-210. Hardiyanto EB. 2003. Growth and genetic improvement of Eucalyptus pellita in South Sumatra, Indonesia. Di dalam: Turnbull JW, editor. Eucalyptus in Asia. Proceedings of an international conference held in Zhanjiang, Guangdong, People’s Republic of China, 7-11 April 2003. ACIAR Proceedings No. 111, 267p. Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Harwood CE. 1998. Eucalyptus pellita an Annotated Bibliography. Australia (AU): CSIRO. 70p. Herawatiningsih R. 2001. Pengaruh tegakan Acacia mangium dan Eucalyptus pellita terhadap beberapa sifat hidrologi areal hutan tanaman industry di Kecamatan Mukok Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat [tesis]. Program Pascasarjana. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
41 Hikmat M. 2010. Karakterisasi sifat fisik lahan untuk pengembangan kriteria kesesuaian biofisik lahan untuk Jambu Mete (Anacardium occidentale L.) [tesis]. Program Pascasarjana. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hopewell GP, Atyeo WJ, McGavin RL. 2008. Evaluation of wood characteristics of tropical post-mid rotation plantation Eucalyptus cloeziana and E. pellita : Part (d) Veneer and Plywood Potential. Forest and Wood Products Australia (AU). [IWGFF] Indonesian Working Group On Forest Finance. 2010. Perkiraan Penggunaan Sumber Bahan Baku Industri Pulp & Paper. Studi Advokasi: PT RAPP & PT IKPP di Propinsi Riau. Jakarta (ID). Kasno A, Rachimzt A, Iskandar, Adiningsih JS. 2004. Hubungan nisbah K/Ca dalam larutan tanah dengan dinamika hara K pada Ultisol dan Vertisol lahan kering. J. Tanah Lingk. 6(1): 7-13. Khaerudin.1994. Pembibitan Tanaman HTI. Jakarta (ID): Swadaya. Leksono B. 2001. Potensi Eucalyptus pellita untuk pembangunan hutan tanaman industri (HTI) dan pengembangan program pemuliaan pohon. Makalah Simposium Nasional dan Kongres IV PERIPI. Yogyakarta (ID): P3BPTH. Mackensen J. 2000. Pengelolaan Unsur Hara pada Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia. Petunjuk Praktis ke Arah Pengelolaan Unsur Hara Terpadu. Jerman (DE). Noor R, Syumanda R. 2006. Social conflict and environmental disaster: A report on Asia Pulp and Paper’s operations in Sumatra, Indonesia. England (GB). Pemerintah Kabupaten Siak. 2002. Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Siak Tahun 2002-2006. Riau (ID). Pinheiro HSK, Anjos LHC. 2010. The assessment of land suitability in the implementation of homogeneous stands of Eucalyptus: prospects for a forest sustainability in Brazil. World Congress of Soil Science. Australia (AU). Poovarodom S, Chatupote W. 2002. Boundary line approach in specifying durian nutrient standards. 17th WCSS. Thailand (TH). Purnama H, Sutandi A, Widiatmaka, Gandasasmita K. 2010. Karakteristik lahan pada pertanaman Duku (Lansium Domesticum Corr) di Provinsi Jambi. J. Tanah Lingk. 12(2): 18-24. [PPT] Pusat Penelitian Tanah. 1983. Kriteria Sifat Kimia Tanah. Bogor (ID): Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Rathfon RA, Burger JA. 1991. The diagnosis and recommendation integrated system for Christmas trees. Soil Sci. Soc. Am. J. 55: 1026-1031. Ritung S, Wahyunto, Agus F, Hidayat H. 2007. Evaluasi kesesuaian lahan dengan contoh peta arahan penggunaan lahan Kabupaten Aceh Barat. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre. Salim E, Dradjad. 2000. Sertifikasi ekolabel: antara kelestarian hutan dan perdagangan Internasional. Kompas, 4 September 2000, hal. 15. Sarief ES. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung (ID): Pustaka Buana. Sekretariat Daerah Kabupaten Pelalawan. 2009. Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009. Riau (ID).
42 Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi kedua Bahasa Indonesia, 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Suhartati. 2007. Kajian karakteristik tanah pada tegakan jenis tanaman cepat tumbuh. Info Hutan 4(4): 361-369. Sumner ME, Farina MPW. 1986. Phosphorus interactions with other nutrients and lime in field cropping systems. Adv. Soil Sci. 5:201-236. Suprapti S, Krisdianto. 2006. Ketahanan empat jenis kayu hutan tanaman terhadap beberapa jamur perusak kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24: 267-274. Suratmo FG. 2000. Prospek dan tantangan pengembangan industri pulp dan kertas Indonesia dalam era ekolabeling dan otonomi daerah. J. Man Hut Trop. 6(2): 71-75. Sutandi A, Barus B. 2007. Permodelan kesesuaian lahan tanaman kunyit. J. Tanah Lingk. 9(1): 20-26. Tisdale SL, Nelson WL. 1975. Soil Fertility and Fertilizers. New York (US): Macmillan Co. Walworth JL, Letzsc WS, Sumner ME. 1986. Use of boundary lines in establishing diagnostic norm. Soil. Sci. Am. J. 50:123-128. Whitehead D, Beadle CL. 2004. Physiological regulation of productivity and water use in Eucalyptus: a review. Forest Ecology and Managements 193: 113-140. Wijaya T. 2010. Analisis Multivariat: Teknik Olah Data untuk Skripsi, Tesis, dan Disertasi Menggunakan SPSS. Yogyakarta (ID): Universitas Atma Jaya.
43
Lampiran 1 Hasil analisis laboratorium dan kemiringan lereng di lokasi penelitian
Tekstur (%)
Distrik/ Petak
pH H2O (1:2.5)
pH KCl (1:2.5)
Corg
Ntotal
Ptersedia
P-total
Basa-Basa yang dapat dipertukarkan
KB
Al-dd
Kej. Al
KTK
Unsur Hara Mikro HCl 0.05 N
Lereng
(%)
(%)
P2O5 (ppm)
P2O5 (ppm)
(cmol(+) kg-1)
(%)
(cmol(+) kg-1)
(%)
(cmol (+) kg-1)
(ppm)
(%)
Pasir
Debu
Liat
Na
K
Ca
Mg
Fe
Cu
Zn
Mn
Gelombang/101
79.07
9.56
11.37
4.40
4.35
1.55
0.15
10.74
51.60
0.13
0.08
0.26
0.14
9.42
2.76
81.50
6.41
9.76
0.04
0.63
0.51
23
Rasau kuning/80 A
61.99
23.37
14.64
4.35
4.15
1.30
0.14
35.49
42.15
0.12
0.04
0.10
0.10
5.67
3.96
91.54
6.45
16.78
0.18
0.61
0.38
27
Rasau kuning/175
89.37
2.24
8.39
4.40
4.40
1.49
0.14
9.33
60.61
0.13
0.04
0.24
0.13
11.14
2.05
79.05
4.86
11.94
0.15
0.63
0.66
2
Rasau kuning/583 A
70.54
12.08
17.38
5.20
4.80
0.82
0.06
19.76
33.31
0.12
0.04
1.06
0.10
47.19
0.65
32.84
2.80
6.83
0.10
0.76
1.40
8
Tapung/52 A01
86.37
4.05
9.58
4.70
4.3
1.13
0.10
7.80
41.9
0.16
0.05
0.17
0.08
9.53
2.70
56.52
4.78
16.89
0.12
0.44
0.34
4
Tapung/52 B
69.21
18.07
12.71
4.60
4.10
1.15
0.12
14.12
110.50
0.18
0.07
0.16
0.09
9.81
2.22
81.02
5.08
18.10
0.17
0.66
0.56
27
Tapung/206
71.88
10.86
17.26
4.80
4.30
1.47
0.16
16.96
40.68
0.21
0.09
0.16
0.15
9.27
2.91
82.67
6.58
19.34
0.18
0.70
0.59
7
Duri II/341 A02
31.94
41.52
26.54
4.50
4.10
1.16
0.17
19.23
89.82
0.22
0.13
0.41
0.20
14.97
3.88
79.88
6.54
82.05
0.29
0.69
1.53
5
Duri II/256 B01
12.00
50.81
37.19
4.40
4.10
1.25
0.15
25.73
74.33
0.27
0.13
0.26
0.24
12.59
5.08
85.10
7.07
49.48
0.34
0.65
2.68
6
Duri II/362
70.33
8.46
21.20
4.60
4.10
1.16
0.13
41.95
203.70
0.24
0.12
0.26
0.12
8.49
3.08
80.67
8.70
16.12
0.17
0.61
0.86
8
43
44 43 Lampiran 2
Hasil analisis regresi berganda metode stepwise dari hubungan karakteristik lahan dengan produksi (volume kayu) teraan Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
.413a .517b .569c .620d .659e .692f .703g .716h .726i .726j
.170 .268 .324 .385 .434 .479 .494 .513 .528 .528
.167 .261 .315 .373 .421 .464 .477 .494 .507 .510
4.03140 3.79637 3.65587 3.49568 3.36030 3.23247 3.19350 3.14092 3.09983 3.09259
a. Predictors: (Constant), Kdd b. Predictors: (Constant), Kdd, KB c. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal d. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd e. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd, Ptotal f. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd, Ptotal, Lereng g. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd, Ptotal, Lereng, KejAl h. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd, Ptotal, Lereng, KejAl, Liat i. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd, Ptotal, Lereng, KejAl, Liat, Aldd j. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd, Ptotal, Lereng, Liat, Aldd
1
2
3
4
5
6
7
8
Model Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 721.112 3510.480 4231.592 1132.928 3098.665 4231.592 1371.400 2860.192 4231.592 1628.782 2602.810 4231.592 1837.773 2393.820 4231.592 2026.882 2204.710 4231.592 2089.917 2141.675 4231.592 2169.722 2061.870 4231.592
df 1 216 217 2 215 217 3 214 217 4 213 217 5 212 217 6 211 217 7 210 217 8 209 217
Mean Square 721.112 16.252
F 44.370
Sig. .000a
566.464 14.412
39.304
.000b
457.133 13.365
34.203
.000c
407.196 12.220
33.323
.000d
367.555 11.292
32.551
.000e
337.814 10.449
32.330
.000f
298.560 10.198
29.275
.000g
271.215 9.865
27.492
.000h
45 Model Sum of Squares df Mean Square F Regression 2232.930 9 248.103 25.820 Residual 1998.662 208 9.609 Total 4231.592 217 10 Regression 2232.694 8 279.087 29.181 Residual 1998.898 209 9.564 Total 4231.592 217 a. Predictors: (Constant), Kdd b. Predictors: (Constant), Kdd, KB c. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal d. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd e. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd, Ptotal f. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd, Ptotal, Lereng g. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd, Ptotal, Lereng, KejAl h. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd, Ptotal, Lereng, KejAl, Liat i. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd, Ptotal, Lereng, KejAl, Liat, Aldd j. Predictors: (Constant), Kdd, KB, Ntotal, Mgdd, Ptotal, Lereng, Liat, Aldd k. Dependent Variable: Yvol_kayu 9
Model
1 2 3
4
5
6
7
(Constant) Kdd (Constant) Kdd KB (Constant) Kdd KB Ntotal (Constant) Kdd KB Ntotal Mgdd (Constant) Kdd KB Ntotal Mgdd Ptotal (Constant) Kdd KB Ntotal Mgdd Ptotal Lereng (Constant) Kdd KB Ntotal Mgdd Ptotal Lereng KejAl
Unstandardized Coefficients Std. B Error 20.191 .331 -8.472 1.272 18.817 .404 -9.056 1.203 .103 .019 16.895 .599 -8.549 1.164 .102 .019 7.910 1.873 18.190 .638 -7.930 1.121 .118 .018 8.326 1.793 -12.942 2.820 18.762 .628 -7.762 1.079 .120 .017 8.407 1.723 -13.106 2.711 -.004 .001 20.258 .699 -7.847 1.038 .117 .017 9.591 1.681 -13.708 2.612 -.005 .001 -.132 .031 24.523 1.849 -7.856 1.025 .096 .019 10.165 1.677 -13.608 2.581 -.005 .001 -.133 .031 -.053 .021
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta -.413 -.441 .313 -.417 .309 .239 -.386 .358 .251 -.254 -.378 .364 .254 -.257 -.222 -.382 .354 .289 -.269 -.241 -.216 -.383 .291 .307 -.267 -.243 -.217 -.138
61.019 -6.661 46.592 -7.530 5.345 28.220 -7.343 5.466 4.224 28.500 -7.072 6.507 4.644 -4.589 29.887 -7.196 6.884 4.878 -4.834 -4.302 28.991 -7.561 6.948 5.705 -5.248 -4.830 -4.254 13.260 -7.662 5.151 6.062 -5.273 -4.919 -4.320 -2.486
.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .014
Sig. .000i .000j
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
1.000
1.000
.992 .992
1.008 1.008
.981 .991 .989
1.019 1.009 1.011
.967 .953 .987 .942
1.034 1.049 1.013 1.061
.966 .952 .987 .942 .998
1.035 1.050 1.014 1.062 1.002
.965 .950 .960 .939 .990 .958
1.036 1.052 1.042 1.065 1.010 1.044
.965 .756 .941 .939 .990 .958 .778
1.036 1.322 1.062 1.065 1.010 1.044 1.286
46 Unstandardized Coefficients Model Std. B Error 24.538 1.819 8 (Constant) Kdd -8.900 1.073 KB .099 .018 Ntotal 10.505 1.654 Mgdd -14.392 2.553 Ptotal -.005 .001 Lereng -.133 .030 KejAl -.067 .021 Liat .046 .016 20.512 2.385 9 (Constant) Kdd -7.033 1.285 KB .122 .020 Ntotal 11.112 1.649 Mgdd -13.120 2.568 Ptotal -.005 .001 Lereng -.153 .031 KejAl -.005 .032 Liat .072 .019 Aldd -.901 .351 20.159 .782 10 (Constant) Kdd -6.939 1.133 KB .124 .016 Ntotal 11.114 1.645 Mgdd -13.059 2.533 Ptotal -.005 .001 Lereng -.153 .030 Liat .073 .018 Aldd -.942 .232 Dependent Variable: Yvol_kayu
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta -.434 .301 .317 -.283 -.272 -.216 -.174 .155 -.343 .370 .335 -.258 -.273 -.249 -.013 .242 -.254 -.338 .375 .335 -.256 -.273 -.250 .245 -.265
13.490 -8.293 5.409 6.353 -5.637 -5.485 -4.386 -3.097 2.844 8.601 -5.472 6.050 6.739 -5.109 -5.583 -4.947 -.157 3.804 -2.565 25.787 -6.122 7.569 6.756 -5.156 -5.594 -5.076 4.007 -4.059
.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .002 .005 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .876 .000 .011 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
.852 .753 .937 .928 .947 .958 .739 .780
1.173 1.328 1.068 1.078 1.056 1.044 1.353 1.281
.579 .608 .917 .893 .947 .897 .324 .561 .232
1.727 1.644 1.090 1.119 1.056 1.114 3.084 1.784 4.312
.741 .919 .917 .914 .947 .929 .606 .529
1.350 1.088 1.090 1.094 1.055 1.076 1.651 1.891
Lampiran 3 Biaya pembangunan hutan tanaman industri untuk tanaman E. pellita di PT. Arara Abadi, Riau No.
Komponen Kegiatan/biaya
Satuan
Biaya Satuan (Rp ha-1)
A
PERENCANAAN
1
Penyusunan FS dan AMDAL
ha
37,813
2
Penyusunan RKUPHHK/Rencana induk
ha
28,359
3
Penyusunan RKTUPHHK
ha
15,000
4
Pelaksanaan IHMB
ha
16,000
5
Tata batas
ha
47,266
6
Penataan areal
ha
226,875
B
Jumlah A PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA Pembuatan bangunan, pengadaan peralatan
1
371,313
ha
2,835,938
dan pembuatan jalan 2
Pemeliharaan sarana prasarana Jumlah B
ha
37,813 2,873,751
47 No. C
Komponen Kegiatan/biaya
Satuan
Biaya Satuan (Rp ha-1)
Administrasi dan Umum Pendidikan dan pelatihan
ha
56,719
Penelitian dan pengembangan
ha
113,438
Biaya umum
ha
1,134,375
Penilaian
ha
113,438
Jumlah C
1,417,970 Total
4,663,034
A
PENANAMAN
1
Persemaian dan pembibitan
ha
2,802,525
2
Persiapan lahan
ha
3,721,438
3
Penanaman
ha
791,588
Jumlah A
7,315,551
B
PEMELIHARAAN
1
Pemeliharaan tahun I
ha
1,252,900
2
Pemeliharaan tahun II
ha
986,838
3
Pemeliharaan tahun III
ha
866,250
4
Pemeliharaan lanjutan I
ha
492,663
5
Pemeliharaan lanjutan II
ha
246,263
C 1
Jumlah B PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN Pengendalian hama dan penyakit
ha
301,400
2
Pengendalian kebakaran
ha
127,875
3
Pengamanan hutan
ha
141,625
3,844,914
Jumlah C
570,900
D
KEWAJIBAN KEPADA NEGARA
1
Iuran IUPHHK
ha
8,400
2
PBB
ha
4,000
Jumlah D
12,400
E
KEWAJIBAN KEPADA LINGKUNGAN
1
Fisik kimia biologi
ha
113,438
2
Lingkungan sosial
ha
141,797
ha
12,000,000
Jumlah E F
255,235
PEMANENAN Total
23,999,000
Total keseluruhan
28,662,034
Harga kayu Rp. 3,512,320/ton Wood density 508 kg m-3 BEP = Biaya produksi/ha harga kayu/ton = 8.16 ton/ha
48 Lampiran 4
Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman Eucalyptus grandis kriteria CSR/FAO (1983)
Kualitas Lahan/Karakteristik Lahan S1
Tingkat Kesesuaian Lahan S2 S3
N
t – Rejim Temperatur 1. Temeratur rata-rata tahunan (0C)
31 – 34 19 - 17
> 34 16 - 14
< 14
0-2
2.1-4
4.1-5
>5
1500 - 2000
2000 - 4000 1500 - 1000
> 4000 1000 - 750
< 750
20 - 30
w – Ketersediaan Air 1. Bulan kering (< 75 mm) 2. Curah hujan rata-rata tahunan (mm) r – Kondisi Perakaran 1. Kelas drainase tanah
Agak baik, cukup baik, agak cepat
Agak terhambat, cepat
2. Tekstur tanah permukaan
Lempung berpasir, lempung, lempung liat berpasir, debu, lempung berdebu, lempung berliat, lempung liat berdebu
Pasir berlempung, liat berpasir, liat
Gravel, pasir, liat berdebu, liat massif
> 100
50 - 99
< 50
5.5 – 7.0
7.1 - 7.5 5.4 - 5.0
7.6 - 8.0 4.9 - 4.5
<4
4-8
0 - 15
15 - 30
30 - 50
> 50
2. Batuan di permukaan (%)
0
1
2-3
>4
3. Rock outcrops (%)
0
1
2-3
>4
3. Kedalaman perakaran (cm) f – Retensi Hara
Terhambat dan sangat terhambat
1. KTK (me 100g-1) 2. pH (permukaan tanah)
> 8.0 < 4.5
n – Ketersediaan Hara 1. N-total (permukaan) 2. P2O5 tersedia (permukaan) 3. K2O tersedia (permukaan) x – Toksisitas 1. Salinitas (mmhos cm-1)
>8
s – Terrain 1. Lereng (%)
49
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 25 Desember 1986 dari ayah Didi Tarmidi dan Alm. Ibu Tuti Setiati. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lemahabang, Cirebon dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih jurusan Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2009. Tahun 2010, penulis diterima di program studi Ilmu Tanah pada Sekolah Pascasarjana IPB dan pada tahun 2012 penulis menerima beasiswa Unggulan dari DIKTI selama satu tahun studi.