MODEL EKONOMI PRODUKSI UNTUK PERMINTAAN YANG TERGANTUNG WAKTU DALAM PENGERJAAN ULANG DAN m PENGADAAN PRODUKSI Alfi Mafrihah Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru 28293, Indonesia
[email protected]
ABSTRACT This article studies the economic production quantity (EPQ). During the production process, the failures occur and reworking is conducted to minimize the total production cost. During the reworking process or production process, shortage is not allowed. Therefore the consument demands service level is constant.This study is a review of Singh et al. [Industrial Engineering Computations, 4 (2014): 305-314]. A numerical example is given to explain the problem discussed. Keywords: Model economic production quantity, deteriorating item, rework ABSTRAK Artikel ini membahas model tingkat produksi ekonomis dengan kendala pada proses produksi dan persediaan. Saat produksi terjadi kegagalan yang menghasilkan barang cacat produksi dan untuk meminimumkan biaya produksi dilakukan pengerjaan ulang. Di saat pengerjaan ulang atau proses produksi, kekurangan persediaan tidak terjadi, sehingga pelayanan terhadap permintaan konsumen tidak terganggu. Artikel ini tinjauan dari Singh et al. [Industrial Engineering Computations, 4 (2014): 305-314]. Sebuah contoh numerik diberikan pada akhir pembahasan. Kata kunci: Model EPQ, kerusakan barang, pengerjaan ulang 1. PENDAHULUAN Setiap perusahaan yang bergerak melayani permintaan sejumlah barang diperlukan adanya fasilitas persediaan barang baik dengan cara memesan maupun memproduksi sendiri. Agar perusahaan tersebut dapat menargetkan keuntungan yang dicapai maka perusahaan itu harus dapat menghitung perkiraan biaya yang harus dikeluarkan dalam mengadakan persediaan, khususnya persediaan barang yang diproduksi sendiri. Oleh karena itu untuk dapat mengetahui total resiko biaya yang harus dikeluarkan perlu diketahui komponen-komponen biaya yang harus 1
dikeluarkan. Dalam teorema inventory sering dibicarakan komponen biaya yang muncul diantaranya biaya penyimpanan, biaya kekurangan barang, biaya pengadaan dan lain-lain, selanjutnya ditentukan total resiko biaya minimum. Penentuan model persediaan telah banyak diteliti oleh beberapa peneliti. Di dalam Supranto [2, h.361] diceritakan bahwa sekitar tahun 1915, seorang yang bernama F. W. Harris telah mengembangkan suatu persamaan tentang economic lot size yang meminimumkan jumlah biaya persediaan dimana jumlah permintaan diketahui dan konstan. Pengembangan dimulai dengan mencari prosedur yang dapat diterapkan di dalam situasi dimana permintaan tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi hanya bisa diperkirakan. Kemudian Widyadana [1] mempelajari mengenai model economic production quantity untuk sistem persediaan dengan pengerjaan ulang. Hal ini bertujuan untuk meminimumkan penggunaan barang mentah sehingga menjadi sistem produksi yang ramah lingkungan. Dalam artikel ini penulis memfokuskan pembahasan dalam model economic production quantity untuk permintaan yang tergantung waktu dengan pengerjaan ulang dan m pengadaan produksi, kemudian menyelesaikan persamaan diferensialnya menggunakan approksimasi Taylor. Pembahasan dimulai di bagian dua dengan menjelaskan asumsi dan notasi untuk pembahasan pada bagian tiga. Selanjutnya di bagian tiga dibahas tentang langkah-langkah memodelkan rumus persediaan pada periode produksi, nonproduksi, pengerjaan ulang dan non-pengerjaan ulang. Akhir dari pembahasan ini adalah bagian empat yang berisi contoh komputasi. 2. ASUMSI DAN NOTASI Untuk mengembangkan model persediaan diberikan asumsi sebagai berikut: (i) Tingkat persediaan tergantung waktu, yaitu d = aebt , dimana a dan b konstan dan a > b > 0. (ii) Tingkat produksi tergantung permintaan, yaitu p = λd, dimana λ > 1. (iii) Tingkat kerusakan dan pengerjaan ulang adalah konstan. (iv) Ada pengganti untuk barang yang mengalami kerusakan. (v) Kekurangan barang tidak diperbolehkan. (vi) Tidak ada kerusakan mesin selama proses produksi dan pengerjaan ulang (vii) Barang yang rusak hanya dihasilkan pada proses produksi. Proses pengerjaan ulang hanya menghasilkan barang siap pakai.
2
Adapun notasi yang digunakan untuk mengembangkan model persediaan adalah sebagai berikut: d := tingkat permintaan, p := tingkat produksi, pr := tingkat proses pengerjaan ulang, θ := tingkat kerusakan, α := persentase barang berkualitas baik, λ := laju permintaan, a := skala parameter permintaan, b := parameter sensitif harga permintaan, m := jumlah pengadaan produksi dalam satu siklus, Di := total unit yang mengalami kerusakan, Ks := biaya pengadaan produksi, Kr := biaya pengadaan pengerjaan ulang, hs := biaya penyimpanan barang yang bagus, hr := biaya penyimpanan barang yang dikerjakan ulang, Dc := biaya kerusakan, I1 := tingkat persediaan barang yang bagus pada periode produksi, I2 := tingkat persediaan barang yang bagus pada periode non-produksi, Ir1 := tingkat persediaan barang cacat pada periode produksi, Ir2 := tingkat persediaan barang cacat pada periode non-produksi, Ir3 := tingkat persediaan barang cacat pada periode pengerjaan ulang, It1 := total persediaan barang yang bagus pada periode produksi, It2 := total persediaan barang yang bagus pada periode non-produksi, It3 := total persediaan barang yang bagus pada periode pengerjaan ulang, It4 := total persediaan barang yang bagus pada periode non-produksi pengerjaan ulang, Iv1 := total persediaan barang cacat pada periodemproduksi, Iv2 := total persediaan barang cacat pada periode non-produksi, Iv3 := total persediaan barang cacat pada periode pengerjaan ulang, T T I := total persediaan barang cacat pada periode produksi, T RI := total persediaan barang cacat, IM r := tingkat persediaan maksimum barang cacat dalam sebuah pengadaan produksi, IEr := tingkat persediaan maksimum barang cacat ketika proses pengerjaan ulang dimulai, t := waktu, 3
T1 T2 T3 T4 T Z
:= periode produksi, := periode non-produksi, := periode pengerjaan ulang, := periode non-produksi pengerjaan ulang, := periode untuk satu siklus persediaan, := total biaya per satuan waktu.
3. MODEL EKONOMI PRODUKSI DENGAN PENGERJAAN ULANG DAN PERMINTAAN TERGANTUNG WAKTU Pada model persediaan ini laju tingkat persediaan dibagi atas empat periode waktu, masing-masing periode pertama untuk keadaan proses produksi dan permintaan terjadi pada waktu bersamaan, pada periode kedua hanya terjadi proses permintaan. Pada periode tiga terjadi proses produksi dan permintaan, tetapi yang diproduksi adalah barang cacat dalam periode sebelumnya. Kemudian terakhir pada periode empat hanya terjadi proses permintaan. Selanjutnya laju tingkat persediaan dapat dijelaskan melalui Gambar 1. I(t)
IM r
0
T1
T2
T3
T4
t
T
Gambar 1: Tingkat Persediaan Barang Siap Pakai dari 3 Pengadaan Produksi dan 1 Pengerjaan Ulang Di awal periode T1 pada interval waktu 0 ≤ t1 ≤ T1 terjadi proses produksi dan 1 (t1 ) adalah laju permintaan secara bersamaan dengan rincian sebagai berikut. Jika dIdt 1 tingkat persediaan barang siap pakai, θI1 (t1 ) adalah jumlah barang yang mengalami kerusakan setelah proses produksi untuk 0 < θ < 1 dan α(p−d) adalah persentase barang siap pakai (tidak cacat dalam produksi, tetapi memuat barang yang rusak setelah produksi) untuk 0 < α < 1, maka laju tingkat persediaan pada periode produksi dapat dirumuskan dI1 (t1 ) + θI1 (t1 ) = α(λ − 1)aebt1 , untuk 0 ≤ t1 ≤ T1 . dt1 4
Berdasarkan Gambar 1, tampak bahwa jika t1 = 0 maka tingkat persediaan barang siap pakai pada periode produksi sama dengan nol, sehingga dapat ditulis menjadi I1 (t1 ) =
α(λ − 1)a bt1 (e − e−θt1 ), b+θ
dengan total persediaan pada periode produksi yaitu Z T1 α(λ − 1)a bt1 It1 (t1 ) = (e − e−θt1 )dt1 , b + θ 0 α(λ − 1)a 1 bT1 1 −θT1 It1 = (e − 1) + (e −1 . b+θ b θ
(1)
Untuk nilai yang sangat kecil dari θT1 dan dengan menggunakan approksimasi Taylor [3], persamaan (1) dapat ditulis menjadi It1 =
α(λ − 1)a 2 T1 . 2
(2)
Dalam periode T2 proses produksi ditiadakan sehingga p = 0 namun permintaan tetap berjalan. Periode ini disebut dengan periode non-produksi dengan laju tingkat persediaan pada barang siap pakai yaitu dI2 (t2 ) + θI2 (t2 ) = −aebt2 , untuk 0 ≤ t2 ≤ T2 . dt2 Berdasarkan Gambar 1, tampak bahwa jika t2 = T2 maka tingkat persediaan barang siap pakai pada periode produksi sama dengan nol, sehingga dapat ditulis menjadi I2 (t2 ) =
a (e(b+θ)T2 e−θt2 − ebt2 ), b+θ
dengan total persediaan barang siap pakai pada periode non-produksi yaitu It2 =
a(θ − b) 2 T . 2(b + θ) 2
(3)
Berdasarkan Gambar 1, tampak bahwa It1 = It2 , ketika t1 = T1 dan t2 = 0, maka periode non-produksi dapat dirumuskan menjadi T2 ≈α(λ − 1)(T1 +
b−θ 2 T ). 2 1
(4)
Dengan menggunakan langkah yang sama, diperoleh total persediaan barang siap pakai pada periode pengerjaan ulang dan periode non-pengerjaan ulang masingmasing adalah pr − a 2 It3 = T3 (5) 2 dan a(θ − b) 4 It4 = T . (6) 2(θ + b) 4 5
Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa I3 = I4 , ketika t3 = T3 dan t4 = 0, maka periode non-pengerjaan ulang yaitu T4 ≈
pr (T3 − 2θ T32 ) − a(T3 − a
(b−θ) 2 T3 ) 2
.
(7)
Proses produksi tidak selamanya menghasilkan barang-barang yang berkualitas baik, selalu memungkinkan terjadinya kegagalan dalam proses produksi sehingga hasil produksi dapat berupa barang yang cacat. Oleh karena itu, barang-barang yang cacat diproses kembali atau dikerjakan ulang. Grafik tingkat persediaan barang cacat yang dikerjakan ulang diilustrasikan pada Gambar 2. I(t) IEr
IM r
T1
T3
T2
T4
T
Gambar 2: Tingkat Persediaan Barang Cacat dari 3 Pengadaan Produksi dan 1 Pengerjaan Ulang Dari Gambar 2 diperoleh laju tingkat persediaan dari barang-barang cacat yang harus dikerjakan ulang dalam periode T1 yaitu dIr1 (tr1 ) + θIr1 (tr1 ) = (1 − α)p, untuk 0 ≤ tr1 ≤ T1 . dtr1 Berdasarkan Gambar 2, tampak bahwa jika tr1 = 0 maka tingkat persediaan barang cacat pada periode produksi sama dengan nol, sehingga dapat ditulis menjadi Ir1 (tr1 ) =
(1 − α)λa btr1 (e − e−θtr1 ), θ+b
dengan total persediaan barang cacat pada periode produksi yaitu TTI =
(1 − α)λa 2 T1 . 2
Karena terdapat m pengadaan produksi dalam satu siklus, total persediaan untuk barang-barang cacat adalah Iv1 =
m X (1 − α)λa 1
2
T12 =
(1 − α)mλa 2 T1 . 2 6
Tingkat persediaan dari barang-barang cacat pada setiap pengadaan produksi sama dengan tingkat persediaan maksimum barang cacat dalam sebuah pengadaan produksi (IM r ) karena barang cacat hanya dihasilkan pada periode produksi, sehingga dapat dimodelkan sebagai berikut: IM r =
(1 − α)λa bT1 (e − e−θT1 ). θ+b
Dengan menggunakan approksimasi Taylor [3] diperoleh IM r = (1 − α)λa(T1 +
(b − θ) 2 T1 ). 2
Produk cacat hanya dihasilkan pada proses produksi, sehingga laju rata-rata tingkat persediaan barang-barang cacat pada periode T2 adalah dIr2 (tr2 ) + θIr2 (tr2 ) = 0. dtr2 Berdasarkan Gambar 2, tampak bahwa jika tr2 = 0 maka tingkat persediaan barang cacat pada periode non-produksi sama dengan IM r , sehingga tingkat persediaan barang cacat pada periode non-produksi adalah r2
Ir2 (tr2 ) = IM r e−θt , dengan total persediannya untuk m pengadaan produksi yaitu Iv2 = Iv2 =
m Z X
k=1 m X k=1
(k−1)T1 +kT2
IM r e−θtr2 dtr2 , tr2 =0
IM r
((k − 1)T1 + kT2 )2 ) . ((k − 1)T1 + kT2 ) − 2
Tingkat persediaan dari barang-barang cacat pada akhir siklus produksi sama dengan tingkat persediaan maksimum barang-barang cacat dalam sebuah pengadaan produksi dikurangi dengan tingkat kerusakan barang selama periode awal dan akhir produksi. Tingkat persediaan dapat diformulasikan sebagai berikut: m X (θ(k − 1)T1 + kT2 )2 IEr = IM r 1 − θ((k − 1)T1 + kT2 ) + . (8) 2 k=1 Pada periode pengerjaan ulang semua barang berkualitas buruk atau cacat akan diproduksi kembali, sehingga rata-rata tingkat persediaan dari barang-barang cacat yang harus dikerjakan ulang pada periode pengerjaan ulang dapat diformulasikan sebagai berikut: dIr3 (tr3 ) + θIr3 (tr3 ) = −pr , dtr3
0 ≤ tr3 ≤ T3 .
(9) 7
Dari persamaan (9) dapat diperoleh tingkat persediaan barang cacat pada periode pengerjaan ulang adalah pr Ir3 (tr3 ) = (eθ(T3 −tr3 ) − 1), (10) θ dengan total persediaannya yaitu Z T3 pr θ(T3 −tr3 ) pr Iv3 = (e )dtr3 = T32 . θ 2 0 Berdasarkan Gambar 2 ketika tr3 = 0, persediaan barang-barang cacat yang harus dikerjakan ulang sama dengan IEr , sehingga persamaan (10) dapat ditulis menjadi pr IEr = (eθT3 − 1), θ IEr T3 = . (11) pr Dengan mensubstitusikan persamaan (8) ke dalam persamaan(11), diperoleh periode pengerjaan ulang adalah m 1 X (θ(k − 1)T1 + kT2 )2 T3 = IM r 1 − θ((k − 1)T1 + kT2 ) + . (12) pr k=1 2 Total seluruh persediaan barang-barang cacat yang harus dikerjakan ulang dapat diformulasikan sebagai berikut. T RI = Iv1 + Iv2 + Iv3 , m (1 − α)mλa 2 X ((k − 1)T1 + kT2 )2 T RI = T1 + IM r ((k − 1)T1 + kT2 ) − ) 2 2 k=1 pr + T32 . (13) 2 Jumlah barang-barang yang mengalami kerusakan sama dengan jumlah dari total barang yang diproduksi dikurangi jumlah dari total permintaan. Total unit yang mengalami kerusakan yaitu Di = (mαpT1 + pr T3 ) − d(m(T1 + T2 ) + T3 + T4 ). Total biaya persediaan terdiri dari biaya m pengadaan produksi, biaya pengadaan pada periode pengerjaan ulang, biaya persediaan barang siap pakai, biaya persediaan barang cacat dan biaya kerusakan. Total biaya persediaan minimum per satuan waktu adalah Z(T1 , m) =
mKs + Kr + hs (m(It1 + It2 ) + It3 + It4 ) + hr T RI + Dc Di , m(T1 + T2 ) + T3 + T4
dimana solusi optimal harus memenuhi ∂Z(T1 , m) = 0. ∂T1
8
4. CONTOH KOMPUTASI Pada bagian ini diberikan contoh ilustrasi untuk menghitung total biaya persediaan, diberikan contoh sebagai berikut: Suatu perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan dengan laju permintaan 2 unit per tahun, dimana tingkat permintaan pelanggan tidak konstan melainkan tergantung waktu dengan skala parameter permintaan sebesar 100 dan parameter sensitif harga permintaan sebesar 0.2. Perusahaan mengeluarkan biaya pengadaan produksi sebesar 30 dollar. Perusahaan memerlukan 15 dollar untuk biaya penyimpanan. Karena terjadi kegagalan produksi sehingga perusahaan mengalami kerusakan pada hasil produksi dengan tingkat kerusakan 0.05% dengan persentase barang berkualitas baik sebesar 80%. Perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk memproduksi ulang barang-barang yang mengalami kerusakan dengan pengerjaan ulang sebesar 1500 unit per tahun. Biaya tersebut diantaranya yaitu biaya pengadaan pengerjaan ulang sebesar 5 dollar, biaya penyimpanan barang-barang cacat sebesar 2 dollar dan biaya kerusakan sebesar 12 dollar. Dari pernyataan di atas akan ditentukan periode produksi dan jumlah pengadaan produksi sehingga diperoleh total biaya persediaan. Diketahui parameter-parameter persediaan yaitu λ = 2 unit per tahun, θ = 0.05 unit per tahun, pr = 1500unit per tahun, a = 100,
Ks = 30 dollar, hs = 15dollar, Kr = 5 dollar, hr = 2dollar, Dc = 12 dollar, α = 0.8, b = 0.2.
Untuk menyelesaikan permasalahan pada Contoh Komputasi di atas, langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan mensubstitusikan parameter-parameter persediaan di atas ke dalam persamaan (2), persamaan (4) dan persamaan (3) sehingga diperoleh total persediaan barang siap pakai pada periode produksi, yaitu It1 =
α(λ − 1)a 2 0.8(2 − 1)100 2 T1 = T1 = 40 T12 , 2 2
dan persediaan barang siap pakai pada periode non produksi It2 =
αa(θ − b) 2 T = −30(0.8 T1 + 0.06 T12 )2 , 2(b + θ) 2
dengan periode non-produksi adalah T2 ≈ α(λ − 1)(T1 +
b−θ 2 T ) ≈ 0.8 T1 + 0.06 T12 , 2 1
9
Periode pengerjaan ulang dapat dicari dengan mensubstitusikan parameterparameter persediaan ke dalam persamaan (12), yaitu IEr pr m 1 X T3 = (40T1 + 3T12 )(1 − 0.05(k − 1)T1 − 0.05k(0.8T1 + 0.06T12 ) 1500 k=1 T3 =
1 + (0.05(k − 1)T1 + k(0.8T1 + 0.06T12 ))2 ), 2 Selanjutnya, substitusikan parameter-parameter persediaan ke dalam persamaan (5), (7) dan persamaan (6), sehingga diperoleh persediaan barang siap pakai pada periode pengerjaan ulang adalah pr − a 2 It3 = T3 , 2 m 1400 1 X It3 = ( (40T1 + 3T12 )(1 − 0.05(k − 1)T1 − 0.05k(0.8T1 + 0.06T12 ) 2 1500 k=1 1 + (0.05(k − 1)T1 + k(0.8T1 + 0.06T12 ))2 ))2 . 2 dengan periode non-pengerjaan ulangnya yaitu pr (T3 − 2θ T32 ) − a(T3 − (b−θ) T32 ) 2 , T4 ≈ a m 7 X T4 ≈ (40T1 + 3T12 )(1 − 0.05(k − 1)T1 − 0.05k(0.8T1 + 0.06T12 ) 750 k=1 1 + (0.05(k − 1)T1 + k(0.8T1 + 0.06T12 ))2 ) 2 m X −7 − 1.3333333 × 10 ( (40T1 + 3T12 )(1 − 0.05(k − 1)T1 k=1
1 − 0.05k(0.8T1 + 0.06T12 ) + (0.05(k − 1)T1 2 2 2 2 + k(0.8T1 + 0.06T1 )) )) , dan total persediaan barang siap pakai pada periode non-produksi adalah a(θ − b) 4 T , 2(θ + b) 4 m 7 X It4 = −30( (40T1 + 3T12 )(1 − 0.05(k − 1)T1 − 0.05k(0.8T1 + 0.06T12 ) 750 k=1 It4 =
1 + (0.05(k − 1)T1 + k(0.8T1 + 0.06T12 ))2 ) 2 m X − 1.3333333 × 10−7 ( (40T1 + 3T12 )(1 − 0.05(k − 1)T1 k=1
10
1 − 0.05k(0.8T1 + 0.06T12 ) + (0.05(k − 1)T1 2 2 2 2 2 + k(0.8T1 + 0.06T1 )) )) ) . Untuk menentukan total persediaan barang cacat pada periode non-produksi dapat diperoleh dengan mensubstitusikan parameter-parameter persediaan ke dalam persamaan (13), sehingga diperoleh T RI = Iv1 + Iv2 + Iv3 T RI = (20 mT12 ) + (T12 (40 + 3T1 )(
m X (1.755k − 0.975 + 0.0585T1 k)) k=1
+(
m X
1 ( (40T1 + 3T12 )(1 − 0.05(k − 1)T1 3000 k=1
1 − 0.05k(0.8T1 + 0.06T12 ) + (0.05(k − 1)T1 2 + k(0.8T1 + 0.06T12 ))2 ))2 . Dengan menggunakan software Maple 15 diperoleh total biaya persediaan adalah T CT = 269.9378454 dollar, ketika T1 = 0.2075578719 dan m= 2. Jadi, total biaya persediaan yang harus disediakan oleh perusahaan adalah sebesar 269.9378454 dollar dengan periode produksi 0.2075578719 atau 76 hari.
Total Biaya Persediaan
T1
Gambar 3: Grafik Total Biaya Persediaan
11
5. KESIMPULAN Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa untuk memperoleh total biaya persediaan yang dibahas pada skripsi ini adalah dengan menentukan terlebih dahulu total persediaan barang-barang berkualitas baik maupun barang-barang cacat pada masing-masing periode serta total barang-barang yang mengalami kerusakan. Meskipun demikian model EPQ dengan proses pengerjaan ulang tidak memandang berapa banyak barang yang cacat. Namun, perusahaan akan mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan untuk mengerjakan ulang barang yang cacat, selain itu perusahaan juga akan mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk proses pengerjaan ulang. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih diberikan kepada Dr. M. D. H. Gamal, M.Sc. dan Drs. Endang Lily, M.Si. yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam penulisan artikel ini. DAFTAR PUSTAKA [1] G. A. Widyadana dan H. M. Wee, An economic production quantity model for deteriorating items with multiple production setups and rework, International Journal of Production Economics, 20 (2012), 77–83. [2] J. Supranto, Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan, UI-PRESS, Jakarta, 1988. [3] P. C. Yang dan H. M. Wee, A collaborative inventory system with permissible delay in payment for deteriorating items, Mathematical and Computer Modelling, 43 (2006), 209–221. [4] S. R. Singh, S. Jain dan S. Pareek, An economic production model for time dependent demand with rework and multiple production setup, Industrial Engineering Computations, 5 (2013), 305–314.
12