www.rajaebookgratis.com
MISTERI DEWI PEMBALASAN Karya : Tara Zagita mencemaskan setiap orang. Malam semakin pekat saja rasanya. Banyak yang menduga akan turun hujan, tetapi nyatanya sampai pukul 9 malam ini hujan belum juga turun. Gerimis pun tidak. Hanya saja, angin berhembus cukup kencang. Banyak pedagang kaki lima di kawasan Blok M sejak tadi mulai berkemas. Ada yang sudah meringkus barang dagangannya, ada yang hanya siap sedia menghadapi hujan yang akan turun. Menurut mereka, malam itu akan turun hujan dengan deras. Toko telah tutup. Para pelayannya berkemas pulang melalui pintu belakang. Citra kebingungan mencari payung yang biasanya ia taruh di belakang almari perbekalan. Suara Inggi terdengar keras berseru, "Cepat, Tra! Ntar keburu hujan!" "Justru gue lagi cari payung nih...! Brengsek! Siapa yang ngembat payung gue sih?!" Karena terlalu lama, akhirnya Citra ditinggal oleh teman-temannya. Ia keluar dari toko ketika plaza itu sudah sepi. Payungnya sendiri dicari cari tetap tidak ketemu. Seperti biasanya, di depan pusat perbelanjaan itu ada beberapa preman, anak-anak brandal yang nongkrong sambil menggoda cewek-cewek yang lewat di depan mereka. Dari situlah awal peristiwa mengerikan itu menimpa diri Citra, la diikuti oleh tiga pemuda brandal dalam perjalanan menuju halte bis. Tahu-tahu sebuah taksi berhenti di depan Citra. Pintunya terbuka sendiri, ternyata ada dua orang yang duduk di Jok belakang. Tiga pemuda yang mengikuti Citra itu segera mendorong tubuh Citra untuk masuk ke dalam taksi. Mulut Citra Ingin berteriak, tetapi disekap oleh tangan kekar, sehingga hanya bisa bersuara: ah, uh, ah, uh, saja. "Lepaskan aku..." Citra meronta di dalam taksi. Tetapi mereka menahan setiap gerakan Citra. Lima orang pemuda brandal plus sopir taksi, membawa Citra ke suatu tempat yang sepi. Citra tak tahu ke mana arah taksi itu, karena ia sibuk berteriak dan meronta-ronta. Tahu-tahu ia sudah berada di depan sebuah bangunan kuno yang telah rusak. Tempat itu menimbulkan suasana seram sehingga tak ada orang yang mendekat ke sana.
www.rajaebookgratis.com
"Lepaskan aku! Lepaskan, Setan!" teriak Citra masih mencoba melawan. Salah seorang berkata, "Yon...! Tutup mulutnya biar nggak nga-blak terusl" Yang dipanggil Yon segera menyekap mulut Citra dengan selembar syal kumal. Di dalam rumah kuno yang telah rusak dan tak beratap sebagian itu, Citra ditelentangkan dengan paksa, la tetap meronta, menendang tak beraturan. Sampai akhirnya, salah seorang lagi berseru dalam bisik, "Ancam dia, Wan!" Yang bernama Wan mengeluarkan pisau otomatisnya. Ia menekan sesuatu pada gagang pisau dan, mata pisau pun melesat keluar. Trakkk...! Ujung Pisau ditempelkan di leher Citra. Cowok yang dipanggil Wan itu menggeram memberi ancaman, "Kalo lu banyak tingkah, gua habisin nyawa lu sekarang Juga! Diam!" Citra merasa ngeri. Selain panik juga tak berdaya lagi. Dua orang memegangi tangannya dan menekan pundaknya. Sopir taksi gadungan itu melucuti pakaian Citra. Seragam pelayan tokonya koyak dan berantakan. Citra merasa sia-sia sekalipun ia menguras tenaganya. Lima pemuda dan satu lelaki yang berlagak menjadi sopir taksi itu mempunyai tenaga yang tak mungkin bisa dikalahkan Citra. "Siapa dulu nih?! Gue duluan, ya?" "Gue dulu, Sam!" sahut cowok yang berambut panjang. Yang dipanggli Sam mundur, kemudian salah seorang yang dipanggil Yon tadi berkata, "Buruan, Tom Gue udah lama ngincar cewek ini!" Tom segera melampiaskan nafsu setannya. Cllra tak berani meronta, karena jika ia bergerak, maka ujung pisau akan menembus lehernya Dengan tangis yang amat menyedihkan, ratap yang memilukan, Citra terpaksa menerima nasib yang tak pernah dibayangkan sebelumnya enam lelaki preman memperlakukan Citra dengan ganas. Satu persatu mereka melampiaskan hasratnya, bahkan Tom dan sopir taksi gadungan yang dipanggil dengan nama Rohib itu, melakukannya sampai dua kali. Di rumah kuno itu, terdapat sebuah tiang. Masih kokoh. Pada tiang itulah Citra diikat dengan mulut tetap tersumbat, kemudian ditinggal pergi oleh mereka. Cowok-cowok itu saling tertawa menjijikkan, merasa berhasil menundukkan mangsanya. Mereka
www.rajaebookgratis.com
pergi begitu saja dengan taksi tersebut tanpa memikirkan nasib Citra selanjutnya. Tangis Citra kehabisan suara. Bahkan air matanya pun terasa kering. Ia meratapi nasibnya, meratapi masa depannya, semuanya terasa telah hancur menjadi debu. Rasa nyeri pada bagian sekitar pahanya makin menambah isakan tangis dengan suara serak. Tak ada yang mendengar, karena tempat itu jauh dari perumahan penduduk. Mungkin sudah lewat tengah malam, karena udara dingin makin menembus tulang. Citra berusaha melepas ikatan pada tangannya yang di kebelakangkan. Kalau saja ia tidak dalam penderitaan yang amat memilukan, mungkin la akan menjerit ketakutan berada di tempat yang menyeramkan ini. Tetapi, karena ia dicekam oleh kepedihan hati yang tiada taranya, maka rasa takut Itu pun tak sempat hadir dalam ingatannya. Yang ada dalam ingatannya adalah wajah-wajah pemuda Jahanam yang telah merenggut kesucian gadisnya. Di dalam dadanya, terbakar dendam yang membara. Barangkali api dendam itu tak akan padam seumur hidupnya. "Aku harus mari...! Aku tidak punya harapan lagi! Hancur sudah masa depanku. Kotor sudah hidup...!" ratapnya dalam hati, sambil tangannya berusaha melepaskan diri dari pengikatnya. Mendadak, gerakan tangannya terhenti. Citaa merasakan ada sepasang tangan yang berusaha melepaskan tali pengikatnya. Ia pun mencium bau wangi bunga yang mirip bunga mnwar dan melati. "Syukur ada orang yang menolongku...," pikirnya. Ketika tangannya terlepas, bebas dari ikatan, Citra pun berpaling ke beiakang. Ia ingin mengucapkan lerima kasih pada sang Penolong itu. Tetapi, alangkah terkejutnya ia ketika berpaling ke belakang, ternyata ia berhadapan dengan seorang wanita cantik yang mengenakan gaun tidur sutra. Rambutnya terurai panjang, wajahnya oval, bersih. Matanya memancarkan kebeningan yang meneduhkan. Rambutnya yang panjang itu dibelah menjadi dua bagian, masing-masing berjuntai melalui kedua pundak, menutup bagian kedua belahan dada. Panjangnya sampai ke pinggang. Gaunnya yang putih itu, begitu kontras dengan kegelapan malam. Percikan cahaya di langit yang dibarengi gemuruh guntur itulah yang menampakkan wajah wanita itu kelihatan cantik. Citra buru-buru mengenakan pakaiannya sebisabisanya.
www.rajaebookgratis.com
Memang compang-camping, tapi lumayan sebagai penutup tubuh. Ia Juga melepas penyumbat muiut, sambil meiangkah mundur dengan wajah tegang ketakutan. "Jangan takut!" Wanita cantik itu berkata igan lembut. "Kita bisa bersahabat. Aku tahu kau dalam kesukaran. Aku melihat kau dinodai oleh enam pemuda tadi, tapi aku tidak berhak membelamu sebeium kau meminta kepadaku." Citra masih terengah-engah. Rasa takutnya kini terasa jeias dan menghadirkan kecemasan yang membuat tubuh merinding serta gemetar. Wanita cantik itu berkata lagi, "Namaku Gizma. Mungkin kau mau menyebutkan namamu?" Dengan mata mendelik dan tubuh gemetar, akhirnya Citra pun menjawab gagap, "Ak... aku... nnna... namaku, Cit..., Citra...." "Namamu cantik sekali. Sesuai dengan wajahmu. Mari, ikutlah aku...!" Gizma melangkah menuju bagian rumah yang lebih dalam. Beratap rapuh, dan sepertinya bekas ruang keluarga. Citra diam terpaku sejenak, la daiam kebimbangan. Rasa takutnya menjadi goyah ketika Gizma berhenti, dan melambaikan tangannya, menyuruh Citra mengikutinya. Kaki Citra pun akhirnya bergerak dalam keraguan. Melangkah mengikuti Gizma. Mereka menuju ke suatu tempat yang agaknya duiu pernah dipakai sebagai ruang makan Tempatnya sudah berantakan tak karuan, lantainya ditumbuhi rumput liar. Gemuruh di angkasa masih sesekali terdengar diiringi kilatan cahaya bini. Di ruang itu terdapat sebuah pintu. Tak jelas bentuk dan warnanya, karena keadaan cukup gelap. Bayangan gaun putih Gizma terlihat berdiri di depan pintu tersebut, kemudian ia membukanya. Pada saat ia membuka pintu, maka memancarlah cahaya terang dari ruangan yang nda di balik pintu tersebut. Cahaya itu menyilaukan, sehingga Citra terpaksa melintangkan tangannya di depan mata untuk mengurangi pancaran yang menyilaukan itu. "Masuklah, Citra...! Jangan takut, kau tak akan celaka!" Seperti ada satu daya magnit pada saat itu, Citra pun melangkah memasuki ruangan yang menyilaukan. Ternyata, setelah ia membaur dalam cahaya tersebut, matanya tidak lagi terasa silau. Ia berada di sebuah ruangan yang terang. Biasa.
www.rajaebookgratis.com
Hanya saja, Citra menjadi tercengang melihat ruangan itu berisi perabot yang serba indah, menawan. Semua perabot terbuat dari logam semacam staintess. Dinding-dindingnya dilapisi kain transparan berwarna kuning gading. Lantainya bukan terbuat dari ubin teraso, melainkan semacam lempengan logam putih mengkilat anti karat. Mengagumkan sekali tempat itu, namun juga membuat bulu kuduk merinding "Di sini aku tinggal, Citra. Tempat itu tertutup untuk siapa pun, kecuali orang-orang yang ingin kuajak bersahabat, seperti kau." Mata Citra memandang sebuah meja marmer berbentuk persegi empat. Kubus. Tetapi pada tepian marmer itu dilapisi semacam lis dari bahan stalnless. Ukurannya rendah, kira-kira hanya setengah meter dari lantai. Di bawah meja Itu, terdapat permaidani dari bulu tebal yang berwarna kuning sedikit orange. Tampaknya cukup empuk dan hangat. Sekeliling meja itu tak terdapat kursi. Orang bisa menggunakannya sambil duduk di lantai. Tetapi, di situ disediakan bantalan sebagal alas duduk. Bantalan itu ada empat buah jumlahnya, masingmasing berbentuk bulat, terbuat dari bahan semacam bludru hijau rumput. Citra masih belum habis mengagumi isi ruangan itu, dan Gisma membiarkannya sambil tersenyum cantik Citra memandang sebuah ranjang berbentuk segi empat lebar, tanpa tiang di atasnya, tanpa klambu. Kaki ranjang itu cukup pendek. Terbuat dari besi mengkilat tanpa ukiran apa-apa. Kasurnya kelihatan empuk, berlapis seprei warna hijau rumput Sedangkan bantal dan guling yang ada di situ diberi sarung yang terbuat dari kain satin warna putih bersih. Ruangan itu tanpa Jendela. Pada salah satu sisi dindingnya terdapat meja panjang, tak begitu lebar. Tingginya sebatas perut orang dewasa. Di meja yang hampir membentang sepanjang salah satu sisi dinding itu, terdapat beberapa perabot dapur. Ada gelas, piring, botol-botol minuman dalam bentuk yang unik, tempat lilin bertiang tiga dan macam-macam lagi. Sedangkan di sebelah kiri ranjang, terdapat cermin dan meja rias. Cermin itu berbentuk bulat, tepiannya diberi iis dari logam putih. Demikian Juga meja riasnya, terbuat dari marmer bertepian shnnless, ia kelihatan anggun. Perpaduan kecantikan dengan keindahan tempat di sekitarnya membuat Gizma
www.rajaebookgratis.com
seperti seorang ratu yang punya kharisma tinggi. "Duduklah, Citra. Jangan hanya berdiri di situ saja," katanya dengan iembut. Cukup lama Citra menetralisir guncangan jiwanya Kini ia telah bisa sedikit tenang, karena sejak tadi ia tidak melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya, la duduk di seberang meja, di depan Gizma. "Kau kenal dengan enam lelaki yang memperkosamu tadi?" tanya Gizma bagai seorang hakim. Citra menggeleng. Ia menelan ludahnya, membasahi kerongkongannya yang sejak tadi terasa kering. Lalu, ia berkata dengan parau, "Mereka anak-anak brandal yang suka nongkrong di depan tempatku bekerja." Gizma manggut-manggut. "Perempuan lebih punya banyak risiko dari lelaki. Melahirkan, mengurus bayi, menjadi pelayan kaum lelaki, Itu adalah sebagian dari risiko seorang wanita. Tetapi menjadi wanita yang tangguh, risiko seperti itu tidak bukan berarti baginya." "Aku... aku memang tidak tangguh. Aku lemah " "Tapi kau cantik, Citra," sahut Gizma sambil memandangnya dengan lembut. Senyumnyapun enak dipandang mata. "Jangan cepat bangga menjadi wanita cantik, sebab ia akan diincar oleh banyak kejahatan, dijadikan budak nafsu, diperdagangkan, dimanfaatkan untuk satu keperluan, dan banyak lagi tanggung Jawab yang harus dipikul oleh wanita berparas cantik." Gizma berdiri. Ia mengambil sebotol minuman dan gelas berbentuk segi empat, bawahnya kecil, bagian atasnya lebar. Ia menuang minuman dalam botol Itu yang berwarna merah, seperti sejenis soft drink. Ia menyodorkan gelas minuman Itu kepada Citra seraya berkata, "Minumlah dulu, biar kau menjadi lebih tenang." Tanpa menunggu Citra meminum minumannya, Gizma lebih dulu meneguk minumannya. Baru kemudian Citra mengikutinya. Oh, terasa segar. Terasa melegakan segala sesuatu yang menyesak di dada. Cukup aneh juga minuman ini, pikir Citra. "Citra, kau terkesan dengan perbuatan keenam lelaki tadi?" 'Terkesan? Maksudmu... aku menyukai prilaku mereka?!" "Aku ingin tahu perasaanmu," jawab Giz-ma kalem.
www.rajaebookgratis.com
Citra mendesis, wajahnya keiihatan menahan dendam dan kemarahan. "Aku ingin membalas perlakuan mereka! Aku ingin menghancurkan kepala mereka satu persatu! Sayang, aku tidak punya kekuatan untuk melawan mereka!" Gizma tertawa dalam gumam. Manis sekali tawanya itu. Lalu, ia bicara dengan serius dan tetap kalem. "Aku bisa membantumu!" Citra memandang Gizma dengan bersemangat. Gizma mengangguk dengan mata berkedip. Lembut. Seakan ia menyatakan kesungguhan hatinya untuk membantu. "Kalau kau bisa membantuku, tentunya aku sangat senang dan berterima kasih padamu, Gizma." "Apa imbalannya?" Gizma bertanya sebelum meneguk minumannya iagi. Citra agak bingung. Gizma berkata lagi, "Kalau aku mau menolongmu, aku harus mendapat imbalan yang layak bagiku. Aku menolongmu, kau juga menolongku dengan memberikan imbalan itu." "Hem... maksudmu... uang? Hm... asal tidak terlalu banyak, mungkin aku bisa menyediakan uang imbalan itu. Yang penting, mereka yang menodaiku harus menemui ajalnya dengan lebih keji dari perbuatannya." "Itu soal mudah, Citra. Tapi kau perlu tahu, aku tidak butuh uang." "Lalu... apa yang kaubutuhkan?" "Kehangatan bercinta...," jawab Gizma sambil menyunggingkan senyum manis. Ramah sekali. Citra menjadi berpikir sedikit kacau. Kalau benar Gizma membutuhkan kehangatan bercinta, itu berarti Citra harus menyediakan seorang lelaki yang mau bercinta dengan Gizma. "Ah, itu mudah saja! Aku yakin tak ada lelaki yang menolak jika disuruh bercumbu dengan wanita secantik Gizma," pikir Citra kala Itu. "Bagaimana? Kau sanggup memberiku hadiah itu?" "Baik. Aku sanggup." "Ah, pikir-pikirkan dulu! Nanti kau ingkar padaku...!" 'Tidak! Aku tidak akan ingkar janji. Nyawaku yang menjadi taruhannya kalau aku ingkar janji padamu, Gizma." "Bagus!" Gizma tertawa renyah. "Kuharap kau akan menjadi sahabatku yang sejati,
www.rajaebookgratis.com
Citra." 'Tapi... tapi aku harus tahu, bagaimana kau membalaskan sakit hatiku kepada cowok-cowok itu. Aku harus melihat buktinya, bahwa kau benar-benar telah membalas kekejian mereka terhadapku." 'Tentu saja! Kau tentu akan melihatnya, sebab kaulah yang akan melakukannya!" "Aku...?! Bukankah kau tadi bilang...." "Maksudku, kau kudampingi. Kekuatanku yang akan bertindak melalui dirimu, sehingga kau akan puas melihat dendammu tertumpah pada mereka. Tapi ingat, satu nyawa... satu kehangatan bercinta, Citra." Setelah merenung sesaat, Citra manggut-manggut. la meneguk minumannya lagi. Gelas berbentuk segi empat itu masih dipandanginya dalam pikiran menerawang. "Nah, sekarang pulanglah dulu. Tunggu aku sampai datang menjemputmu, lalu kita Balas perlakuan mereka itu." Citra memandang Gizma. 'Tapi, kau pasti datang kan?" "Pasti!" Gizma mengangguk dengan lembut. "Pejamkan matamu," perintahnya. Citra bahkan berkerut dahi. Heran dan tak mengerti maksud Gizma. Maka, Gizma pun mengulang perintahnya lagi, "Pejamkan matamu, Citra...!" Citra yang bingung, kali ini menuruti perintah Gizma. Ia memejamkan mata. Dalam hati ia berkata, "Aneh juga orang ini. Untuk apa aku disuruh memejamkan mata? Apa maunya sih?!" Karena lama tidak ada perintah membuka mata, maka Citra memberanikan diri membuka mata sendiri. Pelan-pelan ia mengintip dari kelopak mata, dan serentak membelalak. Ia terkejut Sangat terkejut. Ia tak mengerti mengapa sekarang ia jadi berada di dalam kamarnya? Kamar tidurnya sendiri?! Ia duduk di atas ranjang sambil bersandar pada dinding. Kakinya melonjor santai. Pakaiannya bukan lagi seragam pelayan toko yang selalu dikenakan tiap waktu bekerja, meiainkan pakaian tidur. Celana kulot dan baju lengan pajang model piama, la memandang sekeliling dengan nanar. Lalu, menggumam pelan, "Apakah aku tadi bermimpi? Oh, syukurlah kaiau cuma mimpi...!" keluh Citra penuh ketegangan Keraguan makin membingungkan pikiran Citra, sebab pada saat itu ia segera sadar bahwa ia memegangi gelas berbentuk persegi empat. Ia tak
www.rajaebookgratis.com
pernah punya gelas seperti ini. 'Tapi, mengapa aku tiba-tiba berada di kamar tidurku? Bukankah aku tadi berada di rumah Gizma dan disuruh memejamkan mata?" Citra bergidik merinding. Ia teringat saat diperkosa oleh keenam pemuda brandal itu. Maka, untuk membuktikan apakah dia tadi hanya mengalami mimpi atau kenyataan, ia segera pergi ke kamar mandi. Ia memeriksa dirinya sendiri, dan menemukan bekas darah pada sekitar pahanya. "Ohhh... ini kenyataan! Kenyataan bahwa laku sudah tidak suci lagi...!" keluhnya hampir menangis mengingat peristiwa mengerikan itu. Sampai ia kembali ke kamarnya, ia belum mengerti mengapa ia bisa berada di tempat tidurnya dalam waktu singkat. Kapan ia pergi meninggalkan rumah Gizma, kapan ia berjalan pulang ke rumahnya sendiri, semua sungguh tidak terekam dalam ingatannya. Sukar untuk dicari logikanya. "Lalu, siapa Gizma itu sebenarnya?! Mengapa ia tinggal di rumah kuno yang telah rusak dan menyeramkan itu?" Citra tinggal bersama keluarga tantenya. Oom Piet, suami tantenya itu, adalah seorang kepala bagian di sebuah distributor kosmetik luar negeri. Sebab ituiah, Citra bekerja dan ditempatkan di bagian penjualan kosmetik luar negeri. Sudah tentu, wajah-wajah cantiklah yang dipercaya untuk melayani penjualan kosmetik di plaza tersebut. Dan salah satu wajah andalan di antara para pelayan adaiah wajah Citra. Dia memang cantik. Punya hidung kecil tapi mancung. Serasi dengan bibirnya yang mungil bagai kuncup mawar yang selalu basah. Tak heran jika ia banyak menjadi bahan lirikan mata lelaki. Lebih-lebih ia mempunyai postur tubuh yang sintal, seksi dan berdada padat menonjol. Oom Piet sendiri sering melirik dada Citra yang bagai menantang setiap gairah lelaki itu. Kadang Citra merasa muak dengan mata nakal oomnya sendiri, la selalu menghindar jika mata itu mulai bergerak-gerak genit. Ia benci. Tapi Oom Piet sepertinya tak peduli dengan kebencian Citra. Kalau saja Citra mau mengadukannya kepada tantenya, sudah tentu mereka akan ribut. Citra tak ingin membuat kacau keluarga tantenya. Sayangnya, sikap Oom Piet makin hari makin kelewat batas. Seperti pada malam itu, ketika Citra
www.rajaebookgratis.com
sedang merenungi keganjilan yang dialami, Oom Piet mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. Mulanya Citra membiarkan. Cuek. Tapi, lama-lama ketukan itu semakin keras, dan Citra membukakan pintu kamarnya., "Citra, tolong masakan super mie dong! Oom lapar nih...!" "Suruh saja tante yang memasakkan, Oom," kata Citra dengan ketus. 'Tantemu kan sedang ke Bandung sama anak-anak. Tolong deh, sebentar saja....'" "Bangunkan bibi! Aku ngantuk, Oom." Citra hendak menutup pintu kamarnya, tetapi Oom Piet menahannya. "Bibi ikut ke Bandung, kan? Kalau tanpa Bi Unah, tantemu pasti kewalahan mengurus anak-anak. Tolong, ya... sebentar saja!" Celaka. Bibi, tante, anak-anak... pergi semua! Kalau begitu, malam itu tinggal Citra dan Oom Piet yang ada di rumah. Gawat. Kalau Citra tidak hati-hati, ia bisa masuk dalam perangkap iblis. Citra terpaksa membikinkan seper mle untuk oomnya. Matanya melirik sesekali dengan waspada. Ternyata Oom Piet tidak melakukan hal-hal yang mencurigakan. Ia tetap asyik mengikuti film vkteoTiraikasih Website http://kangzusi.com/ nya, karena memang itulah kebiasaan Oom Piet, suka stel video sampai lewat tengah malam. "Super mienya sudah di meja, Oom," kata Citra sambil melangkah ke kamarnya. Oom Piet hanya menggumam. Tenang. Ia masih mengikuti film itu sejenak. Setelah beberapa saat berada di dalam kamar, Citra mendengar suara Oom Piet memanggilnya. Kali ini sedikit kasar dan keras. Citra berkerut dahi. "Apa yang nggak beres nih? Kayaknya dia mau marah-marah sama aku?!" pikir Citra. Kemudian, ia pun keluar dari kamar dan menemui Oom Piet di ruang tengah. "Citra, waduh... kamu ini jadi cewek kok enggak bisa masak sih?!" "Memangnya kenapa?!" ketus Citra, rada dongkol. "Coba rasakan masakanmu itu...!" Oom Piet menyodorkan sesendok kuah super mie itu. "Cicipi sedikit nih, biar kamu tahu rasanya!" Karena penasaran, Citra pun mengambil sendok yang telah berisi kuah super mie, lalu menghirup kuah tersebut. Mengecap-ngecap sejenak, dan berkata,
www.rajaebookgratis.com
"Ah, biasa-biasa saja! Memangnya kenapa sih?" "Kamu nggak merasa asin?" "Aku rasa asinnya sudah cukup! Nggak berlebihan, nggak kekurangan." "Tantemu kalau masak nggak pernah seasin ini, Citra" "Yahhh... kalau begitu, susul aja tante ke Bandung. Suruh dia masak super mie buat Oom...!" Citra menggerutu sambil kembali ke kamarnya. Tapi, mendadak kepalanya terasa pusing. Pandangan matanya terasa goyang. Ia terhuyung-huyung. "Lho, kenapa aku ini...?!" Mata Citra berkunangkunang. Buram untuk melihat sesuatu. Ia meraih tepian pintu. Saat itu ia sempat mendengar suara Oom Piet dari depan TV, "Kenapa, Tra...?l" Suara itu bernada cemas. Citra tidak sempat menjawab. Ia sangat pusing. Tapi masih berusaha meraih pembaringan. Dengan menabrak beberapa benda lainnya, akhirnya Citra sampai ke tepian ranjang, lalu menghempaskan tubuhnya sambil mengerang lirih. "Uhhh... kepalaku...?!" "Citra...?! Citra, kau kenapa, hah...?!" "Sakiiit... Oom...," rengeknya sambil memijit-mijit kepala. Pijitannya menjadi lemas, karena la bagai kehilangan tenaga. "Astaga...! Kau pasti masuk angin, Tra! Kau tadi pulang terlalu lewat malam sih...! Sebentar, Oom ambilkan minyak angin...!" Citra tak bisa berbuat apa-apa kecuali mengeluh dan mengerang. Sebelum Oom Piet kembali ke kamar, Citra makin merasa lemas. Denyut di kepalanya hilang. Tapi la bagai mengambang terbang. Ia seperti terayun-ayun tanpa bisa menggerakkan anggota badannya sama sekali. Lemas. Matanya meredup. Ia tak bisa melihat Oom Piet datang sambil membawa minyak angin, tapi ia mendengar suara Oom Piet berkata, "Buka bajunya, biar Oom gosok punggungmu dengan minyak angin...." Kalau saja Citra tidak dalam keadaan selemah itu, ia akan menolak. Tapi, karena ia tidak bisa menggerakkan tangannya, ia hanya mampu berkata lirih, 'Tak usah...." Itu sangat pelan. Hampir tak terdengar. Karena pada saat itu, ia merasakan napasnya
www.rajaebookgratis.com
begitu tipis dan darahnya berdesir-desir. Oom Piet nekat melepasi kanang baju Citra. "Bertahanlah, sebentar lagi kau akan pulih seperti semula...," kata-kata itu diucapkan Oom Piet dengan nada kegirangan. Citra tak bisa menghindari tangan Oom Piet Bahkan ketika Oom Piet melepasi baju, Citra hanya bisa berkata lemas sekali, "Jangan, Oom...." 'Tak apa...! Sebentar saja sembuh kok...," kata Oom Piet dibarengi dengan helaan-helaan napas tak teratur. Mata Citra semakin sayu. Ia masih merasa tubuhnya diterpa udara dingin karena tanpa penutup selembar pun, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Seluruh urat di tubuhnya bagal mati. Tak berfungsi. Bahkan, ketika Oom Piet juga melepas apa yang melekat pada badannya, Citra hanya bisa mengeluh tanpa suara kecuali desah. "Oom...." Ia berhasil menyebut sepatah kata, tapi hanya berupa bisikan pelan. Ia ingin menangis. Ingin menjerit sewaktu Oom Piet menciuminya. Sayang, air matanya tidak bisa keluar dan isaknya hilang entah ke mana. Citra hanya bisa menerima segala apa yang diperbuat Oom Piet. Ia tersentaksentak, namun bukan karena gerakan tubuhnya, melainkan karena hentakan badan Oom Piet yang dibakar gairah lelakinya. Lama-lama, kelemahan itu mulai pulih. Citra bisa membuka kelopak mata sedikit lebar lagi Tangannya bisa digerakkan walau dalam keadaan lemas lunglai Tetapi, pada saat itu Oom Piet telah selesai melampiaskan hasratnya. Citra melihat Oom Piet mengenakan kimononya kembali, dan pada saat itu air mata Citra mulai mengalir. Hatinya meratap-ratap menerima perlakuan oomnya sendiri. Tubuh Citra hanya ditutup dengan selimut, lalu ditinggal pergi oleh Oom Piet. Oh, perihnya hati Citra. Ia menjadi sasaran kebiadaban oomnya sendiri. Ia ingin marah, ingin mengamuk, namun kondisinya belum mengizinkan. Akibatnya, ia tertidur dalam keadaan hanya berselubung selimut. Ketika ia bangun, matahari telah bertengger di atas cakrawala Timur, la mendengar suara teriakan Kensi dan Nana inak dari perkawinan tantenya dengan Oom 5iet. Itu pertanda tantenya sudah pulang dari iandung. Mungkin pukul 6 tadi. Dan, Citra bergegas ingin menemui tantenya untuk mengadukan perbuatan Oom Piet semalam.
www.rajaebookgratis.com
Tetapi, mendadak ia menjadi ragu. Mungkinkah tantenya akan percaya dengan pengaduannya? Bukankah selama ini Oom Piet dikenal sebagai suami yang amat setia dan sayang kepada istri? Kalau saja Citra jadi mengadukan perbuatan Oom Piet, apakah dia tidak akan dituduh sebagai pengacau rumah tangga tantenya sendiri? Bisa saja tantenya tidak mau percaya dan berbalik menuduh Citra memfitnah oomnya sendiri. Oh, serba susah jadinya. Citra menjadi bingung. Batinnya amat tersiksa. Lebih tersiksa lagi ketika hari menjadi sedikit siang dan Nico datang ingin menemuinya. Ohhh... tak tahu apa yang harus Citra katakan kepada Nico, sebab kepada cowok yang satu ini, Citra tak pemah tega untuk berdusta sedikit pun. Tetapi, andai Citra mengatakan yang sebenarnya tentang tindakan oomnya dan pemerkosaan enam cowok brandal itu, apakah hal itu tidak akan membuat Nico angkat kaki dan pergi meninggalkannya? O, tidak. Citra tidak mau kehilangan Nico. la menyimpan segunung cinta pada pemuda itu, hanya saja belum dinyatakan secara nyata. Ia harus merahasiakan perlakuan Oom Piet yang amat melukai hatinya itu. Hanya saja, ia jadi sangsi juga, apakah dengan tersimpannya rahasia itu, maka tindakan Oom Piet tidak akan terulang lagi? Bagaimana jika ternyata terulang dan terulang beberapa kali? *d*w* Nico merasa heran melihat sikap Citra yang sering menunduk. Tak biasanya Citra murung jika bertemu dengan Nico dan sering menyembunyikan pandangan matanya. Sesuatu yang membuat Nico curiga itu hanya dipendam dalam hati. Nico tetap berpenampilan biasa-biasa saja. Ia bahkan lebih sering tertawa lepas dari hari-hari biasanya. "Kita jadi nonton Manneque on the move, Tra?" pancing Nico, sekalipun ia sudah menebak, bahwa Citra akan menggeleng. Tebakannya memang tak salah. Citra menggeleng. "Mungkin lain kali saja, Nic. Sekarang aku nggak enak badan...." "Kau sakit?" Citra mengangguk. Makin menundukkan wajah, seakan tak mau Nico mempelajari perubahan pada dirinya yang sudah tidak suci lagi itu. "Kalau begitu, sebaiknya kuantar ke dokter saja,
www.rajaebookgratis.com
ya?" "O, nggak! Aku nggak apa-apa kok. Eh, maksudku..., cuma masuk angin biasa," kata Citra buru-buru. la menjadi khawatir sekali kalau Nico memaksanya pergi ke dokter. Bisa-bisa dokter akan mengetahui kalau dirinya sudah bukan perawan lagi. Uhhh, celakalah Citra kalau sampai Nico mengetahui hal itu. "Mungkin lain kali kita akan nonton film itu. Kurasa kau bisa memaklumi keadaanku, Nic." "Oke. Nggak masalah kok. Aku cuma sedikit khawatir dengan keadaanmu. Kamu kelihatan pucat, Tra." Debar-debar di dalam dada Citra bertambah menghentak-hentak. Ia berusaha untuk bersikap wajar-wajar saja, supaya tidak menimbulkan kecurigaan. Ia bahkan berusaha untuk tersenyum kendati kaku. "Aku benar-benar masuk angin. Aku perlu istirahat. Kata teman-teman, aku terlalu capek bekerja." Tak perlu dijelaskan Nico sudah mengerti maksud Citra. Ia pun segera pulang setelah meninggalkan pesan bahwa esok malam ia akan menjemput Citra pulang dari kerja. Citra merasa lega, tapi juga merasa kecewa. Ia ingin ditemani Nico pada hari liburnya itu, sayang ia merasa dirinya telah kotor dan membuatnya merasa rendah diri. Ia merasa tidak pantas bertemu dengan Nico. Ia telah kotor. Perasaan itulah yang membuat Citra tak sadar menitikkan air matanya di depan cermin hias. Dalam keadaan seperti saat itu, Citra membutuhkan seorang teman yang bisa diajak berbagi rasa, namun juga yang bisa menyimpan rahasia. Tapi ia tak tahu, siapa orang yang bisa memenuhi keinginannya itu. Andani, sangat berbahaya jika disuruh pegang rahasia. Pasti akan bocor. Ninung, jarang bisa memberi jalan keluar bagi masalah apa pun. Hanna, slebor. Terlalu banyak bercanda dan tidak pernah serius. Sarah, tidak pernah mau peduli dengan urusan orang lain. Empat teman sekerjanya tidak ada yang cocok untuk dijadikan tempat mengadu bagai Citra. -ooodewiooo"Ssst... ada pengunjung yang sejak tadi memperhatikan kamu terus, Tra," bisik Ranu, satusatunya cowok yang bekerja di situ bagian pengadaan barang. "Mana...?" bisik Citra. "Wanita bergaun biru itu," balas Ranu.
www.rajaebookgratis.com
Mata Citra tertuju pada wanita yang dimaksud Ranu. Oh, ternyata Gizma yang berdiri di bagian butik sambil memperhatikan Citra. Gizma tersenyum manis. Citra segera menghampirinya, karena kebetulan dicounternya sepi. "Sudah lama?" sapa Citra pertama kali dengan ramah. "Lumayan. Aku tadi jalan-jalan keliling plaza, kemudian baru mampir ke sini." "Aku menunggumu kemarin, tapi kau tidak datang." 'Aku sibuk. Tapi... sekarang toh aku sudah datang padamu," kata Gizma. la mau bicara lagi, namun dicegah oleh kata-kata Citra, 'Tunggu...! Kelihatannya cowok yang pakai topi coklat itu salah satu dari mereka yang menodaiku." "Yang mana?" "Itu, yang sedang naik ke lantai empat." "Ooo... yang pakai jaket kumal itu?" "Bukan, yang satunya lagi. Yang pakai kaos putih!" Citra melangkah mendekati tangga eskalator. Matanya memandang tak berkedip pada dua cowok yang sedang menuju ke lantai empat, satu lantai di atasnya. Gizma mendekati Citra, dan saat itu Citra berbisik, "O, ya! Benar! Dia yang mengancamku pakai pisau." Gigi Citra menggemeletuk. Dendamnya membara kembali. Terbayang saat cowok yang tempo hari dipanggil dengan nama Wan itu menempelkan pisaunya di leher Citra. Juga, teringat saat cowok itu seenaknya menikmati tubuh Citra sambil tertawa-tawa cekikikan. "Puih!" Jijik dan benci Citra melihat cowok itu. "Saatnya untuk membalas, Citra," bisik Gizma. Citra berpaling ke samping. Ia mau mengatakan sesuatu namun tak jadi. Gizma tak ada di sampingnya. Citra jadi kebingungan sendiri, memandang sekeliling. Memanggil pelan, ''Gizma...?!" tak ada jawaban, tak ada ujud wanita bergaun biru dengan rompi putih berkancing besarbesar, warna emas. Namun, pada saat itu Citra merasakan badannya begitu dingin. Rasa dingin yang ada bagai ingin membekukkan darah dan meremas tulang. "Sialan, AC-nya terlalu besar nih," katanya dalam
www.rajaebookgratis.com
hati. Ia pikir AC di sekitar situ cukup besar. Tapi, nyatanya beberapa pengunjung plaza tak ada yang kedinginan seperti dia. Hanya saja, sekarang ada sesuatu yang lain di dalam diri Citra. Ia tak mengerti ada kejanggalan apa padanya, yang jelas ia merasa gerakan matanya sedikit kaku. Bola mata itu bergerak-gerak bagai robot, mencari pemuda berkaos putih yang pernah ikut menodainya. Ternyata pemuda Itu sudah berada di lantai lima. Citra bisa memandangnya dari pagar pengaman di setiap lantai. Cowok itu pun sedang berjalan pelan bersama seorang temannya sambil tangannya merayapi pagar pengaman. Cowok itu memandang ke lantai bawah. Dari tepian pagar pengaman itu memang bisa melihat langsung ke lantai bawah, sebab toko-toko yang ada di situ letaknya merapat dengan dinding bangunan plaza, tak ada yang di tengah. Dari lantai atas, orang bisa memandang keadaan taman yang ada di tengah-tengah lantai satu itu. Tepat ketika cowok itu melihat-lihat ke bawah dari lantai lima, matanya beradu pandang dengan mata Citra. Cowok itu justru nyengir sambil melambaikan tangan. Citra diam, tak berkedip memandangnya. Seringai cowok itu semakin membakar dendamnya. Topi cowok itu dipandanginya dengan tajam, seakan tatapan mata itu melekat di sana. Kemudian, dengan satu kekuatan yang entah dari mana asalnya, tatapan itu seperti sepasang tangan yang menjambak rambut cowok tersebut, dan menghentakkannya ke bawah dengan kuat. "Aaa...!" Cowok itu menjerit dengan tubuh melayang dari lantai lima ke lantai satu. "Waaan...! Irwaaan...!" teriak temannya. Selama tubuh cowok itu melayang, pandangan mata Citra mengikutinya terus. Bahkan seakan menghentakkan tubuh yang terjungkir itu dengan keras. Akibatnya, Prakkk..." Kepala cowok itu bagai dihantam dengan ujung batu karang buatan yang ada di taman penyegar ruangan lantai bawah. Batu karang buatan itu cukup runcing. Kepala cowok itu menghantam kuat-kuat, lalu pecah seketika. Darah memercik ke sekeliling tempat itu. Ubun-ubunnya bolong. Otaknya pun bertebaran ke mana-mana. Bahkan sebagian darah memercik
www.rajaebookgratis.com
mengenai baju pengunjung. Seorang ibu berteriak dengan histeris, lalu jatuh pingsan melihat kepala itu remuk seketika. Kerumunan orang mengelilingi korban. Tubuh korban sempat berkelojotan beberapa kali, kemudian tak lagi dapat bergerak. Cowok itu mati dalam keadaan mengerikan. Citra tersenyum ketika melihat teman cowok yang tadi dipanggil Irwan berlari-larian menghampiri korban yang tergeletak berlumuran darah. Puas rasa hati Citra melihat cowok itu mati dalam keadaan seperti itu. -oo0dw0ooKetika Citra menghempaskan napas kelegaan, tibatiba badannya terasa sedikit panas. Mulai berkeringat. Tak ada lagi rasa dingin yang begitu mencekam seperti tadi. "Seharusnya ia tidak mati secepat itu!" Citra berpaling ke samping. Oh, ternyata Gizma sudah ada di sampingnya lagi. Citra terperanjat dan terheranheran. "Dari mana saja kau? Apakah kau melihat cowok itu melayang dari lantai atas?" "Ya, aku melihatnya," Gizma tersenyum. "Sayang dia terlalu cepat mati. Seharusnya pelan-pelan, supaya ia merasakan siksaan dari perbuatannya tempo hari." Suasana di plaza itu menjadi kacau. Gaduh dan heboh. Dua teman Citra berlari ke lantai bawah untuk melihat keadaan korban. Tetapi, Citra dan Gizma melangkah menuju tempat kerja Citra, di bagian kosmetik. "Satu dari mereka sudah lenyap. Ingat janjimu, Citra?" Citra tersenyum. Menertawakan maksud Gizma tentang kehangatan bercinta. Lalu, ia berkata, "Kapan aku harus berikan hadiah itu padamu, Gizma?" "Secepatnya. Aku tak mau lebih dari satu malam. Paling tidak, lewat tengah malam nanti kau harus sudah memberiku hadiah yang kita setujui." "Ah, mana bisa? Aku harus membujuk lelaki yang mau kupersembahkan sebagai hadiah untukmu. Dan, itu bukan pekerjaan mudah, Gizma," bisik Citra tegang. "Itu hal yang mudah," kata Gizma kalem. "Di sini banyak lelaki. Kau bisa memilih sesukamu untuk kau persembahkan padaku." "Tapi mereka belum tentu mau kuajak pergi
www.rajaebookgratis.com
menemuimu, Gizma." "Pasti mau! Pasti lelaki itu menurut dengan kerlingan matamu. Percayalah. Kau cantik dan amat menarik, Citra." "Kau lebih menarik dari aku," balas Citra dan Gizma hanya tersenyum. Manis. "Ada apa di bawah, Tra?" tegur salah seorang kenalannya yang bekerja pada kosmetik merek iain. "Orang jatuh dari lantai lima." "Ihhh... ngeri. Mati nggak?" "Kepalanya pecah!" kata Citra sambil tak sadar ia tersenyum bangga. Waktu itu ia ingin bicara lagi pada Gizma, tetapi wanita cantik itu sekali lagi hilang dari samping Citra. Dan, badan Citra mulai terasa dingin, la bagai direndam dalam es yang bisa membuatnya menggigil. Untung tak sampai begitu. Hanya dingin, mencekam dan membuat tulang-tulangnya terasa ngilu. "Kau lihat wanita bergaun biru yang tadi berdiri di sampingku?" tanya Citra kepada Ni-nung. "Ah, nggak ada siapa-siapa di sampingmu sejak tadi! Ngaco aja lu!" "Sejak tadi? Hei, buta kali matamu, bukankah aku tadi berjalan dari luar kemari dengan perempuan bergaun biru?" "Ah, jangan nakut-nakutin gue lu, Tra!" desah Ninung. Citra jadi takut sendiri. Kepada temannya yang tadi menegurnya, Citra juga menanyakan tentang Gizma. Tetapi, temannya itu juga mengatakan hal yang sama dengan yang dikatakan Ninung. "Nggak ada siapa-siapa kok. Tadi kamu kan jalan sendirian, makanya aku berani menegurmu," kata temannya itu. Citra jadi bingung sendiri. Tak berani menanyakan kepada Sarah, takut disangka gila. Ia hanya berani bertanya pada dirinya sendiri: mengapa tak ada yang melihat dia berjalan bersama Gizma? Mengapa pula tubuhnya menjadi dingin setiap Gizma menghilang dari sampingnya? Makin bingung lagi Citra setelah ia merasa jantungnya berdebar-debar, khayalannya jadi melayang yang bukan-bukan. Pusat kepekaannya terasa digelitik oleh suatu rasa yang membuat Citra berkeringat dingin. Aneh. Dalam keadaan tubuh sedingin itu ia masih bisa mengeluarkan keringat. Hatinya seperu ada yang mengusap-usap dengan lembut dan melenakan. Baru sekarang ia merasakan perubahan aneh pada dirinya di tempat kerja. Baru
www.rajaebookgratis.com
sekarang di tempatnya bekerja ia mengkhayalkan saat berpelukan dengan Nico dan saling melumat bibir masing-masing. Kemesraan itu mengganggu pikirannya, menimbulkan desah yang sesekali dikeluarkan dalam bentuk desah lirih. Naluri gerakan matanya pun mengalami keanehan. Citra jadi sering memandang setiap lelaki yang lewat di depannya. Terkadang ia sengaja memandang pemuda yang ada di ujung jauh, seakan ingin memanggilnya untuk mendekat. Sebagian kesadarannya mengatakan, bahwa ia tak pernah mempunyai mata senanar itu. Tak biasanya ia melirik setiap pemuda yang ada di sekelilingnya. Tapi, mengapa kali ini ia jadi begini? Rasa dingin yang mencekam di dalam tubuhnya makin menimbulkan gelitikan aneh. Gelitikan itu membangkitkan naluri bercinta, terasa terbakar gairahnya dan ingin memperoleh apa yang diharapkan dari gairahnya. Citra heran sekali, mengapa kali ini ia berani berjalan seiring dengan lelaki yang belum dikenalnya. Bahkan ia dulu yang menyapa lelaki itu dengan senyum manisnya. "Habis borong, ya?" "Ah, nggak! Cuma jalan-jalan aja!" jawab lelaki itu. Padahal biasanya justru Citra yang tidak mau menjawab setiap teguran lelaki jika ia pulang kerja. Mungkin karena lelaki itu berwajah ganteng. Kulitnya hitam tapi hidungnya mancung. Kumisnya lebat namun teratur rapi. Sepertinya ia punya darah keturunan India. Apakah karena itu lantas Citra jadi punya keberanian? "Pulang kerja, ya?" sambut lelaki itu. "He-eh! Aku kerja di-counter kosmetik. Aku tadi melihatmu sedang memperhatikan beberapa jaket di sana." "Ya. Tapi, tidak satu pun yang sesuai dengan seleraku," jawab lelaki itu. "O, ya... kau pulang ke arah mana?" "Blok A. Aku tinggal di daerah Radio Dalam." "O, bisa barengan dong. Aku di Pondok Indah. Kalau kamu mau, kamu bisa numpang mobilku." Citra tertawa riang. "Namaku, Citra," tiba-tiba mulut Citra bagai bergerak sendiri. Padahal biasanya Citra paling anti menyebutkan nama sebenarnya jika berkenalan dengan cowok baru. Biasanya ia menggoda dengan nama palsu. Dan biasanya ia tidak mau menyebutkan
www.rajaebookgratis.com
namanya lebih dulu. Tapi, mengapa malam itu ia jadi lain? "Namamu manis sekali. Citra. Hm... sepertinya nggak sebanding dengan namaku, ya?" "Memangnya namamu siapa?" "Yammar.... Jelek, kan?" Citra makin mengikik. "Siapa bilang jelek? Nama itu memang tidak kelihatan bagus, tapi... antik!" DI dalam mobil Yammar, sebentar-sebentar Citra melirik pemuda itu. Badannya cukup . tegap. Dadanya bidang. Citra berani memastikan, bahwa di baiik kemejanya yang warna hijau tua itu pasti terdapat bulu-bulu lebat menutup dadanya yang bidang. Sebab, dari lengannya pun Yammar sudah menampakkan bulu-bulunya yang lebat. Hati Citra sering berdesir jika membayangkan dada Yammar tanpa kemeja. Ada sesuatu yang diharapkan olehnya, dan sesuatu itu bagai dituntut oleh batinnya sendiri Citra jadi gelisah dan sering mendesah. "Kau buru-buru mau cepat pulang, Tra?" tanya Yammar. "Nggak juga sih. Apa kamu mau ajak aku main dulu? Ke mana?" tantang Citra. "Bagaimana kalau kita ke... ke atas?" "Ke Puncak? Dingin-dingin begini mau ke Puncak?" "Di sana aku punya villa yang ada tungku pemanasnya. Asyik deh pokoknya...!" bujuk Yammar. "Kau mau?" Citra mengangguk sambil memandang Yammar, lalu keduanya saling tertawa girang. Citra membiarkan mobil BMW hitam itu meluncur ke daerah pegunungan. Bahkan, Citra juga membiarkan tangan Yammar sering berbuat nakal. Citra sepertinya justru mengharapkan tangan itu semakin nakal lagu Antara sadar dan tidak, Citra merasakan dirinya menjadi brutal. Di villa itu, Citra merasa kehilangan jati dirinya. Ia memberi kebebasan kepada Yammar untuk berbuat apa saja. Ia jadi menurut terhadap perintah lelaki yang minta dicumbu, minta dicium dan ini-itu lainnya. Citra sendiri tak mengerti. Namun beberapa saat kemudian, Yammar menggeliat dan terguling ke samping. Tubuhnya mengejang, la mengerang kesakitan. Citra heran, ia memandang dengan dahi berkerut. Yammar seperti sedang menahan sesuatu yang amat berat baginya. Kedua tangannya menggenggam kencang dengan kepala terdongak, sehingga urat
www.rajaebookgratis.com
lehernya kelihatan. "Yammar...?! Yammar kau kenapa? Kenapa, hah?!" Pertanyaan Citra yang bernada cemas itu tidak mendapat jawaban, Yammar menggigit bibirnya sendiri lalu menggeliat kian kemari dengan tubuh keras mengejang. Citra jadi ketakutan sendiri. Matanya memperhatikan gerakan Yammar seperti orang terserang penyakit aneh, sambil ia mulai menjauh. Citra tidak mempedulikan badannya yang kini menjadi panas. Keringat bercucuran terasa bagai diperas dari pori-pori kulitnya. Tak ada rasa dingin lagi pada tubuhnya. Tetapi, semua itu tidak terlalu dihiraukan olehnya. Kini yang menjadi pusat perhatian dan kecamuk dalam batinnya adalah keadaan Yammar. Lelaki itu masih mengejang-ngejang, berguling-guling dengan mengerang panjang, la seperti menahan suatu rasa sakit yang berat. Tak tahu rasa sakit yang bagaimana. Yang jelas, Citra mulai semakin ketakutan ketika melihat tubuh Yammar menjadi berbintik-bintik seperti mengeluarkan sisik. Mulanya tangannya yang berbintik-bintik, lalu lehernya menjadi seperti leher berkulit katak. Yammar menjadi makin kaku. Kulit yang berbintik-bintik itu terlihat jelas bergerak merayap dari leher ke dada, membuat bulu-bulu pada dadanya menjadi kaku, menggumpal dan berwarna abu-abu. Gerakan kulit yang berbintik-bintik itu makin menjalar ke perut, juga bagian pipi kanannya telah mulai keras. Citra bergidik ngeri, tak bisa menggerakkan kakinya untuk lebih menjauh lagi. Napasnya makin sesak karena dicekam rasa ketakutan. Matanya tak bisa berkedip, sehingga ia tahu persis bahwa tubuh Yammar menjadi keras seluruhnya. Kulitnya yang tadi disangka berbintik-bintik, kini diketahui Citra bahwa kulit itu telah mengeras. Menjadi seperti batu. "Cit... tra... tol... tolooong...!" teriak Yammar tersendat. Yammar tak mampu berteriak. Suaranya mendesah. Mulutnya mulai menjadi keras. "Ohhh...!" Citra berpaling karena tak sanggup lagi melihat perubahan tubuh Yammar yang mengerikan itu. Tak ada lagi gerakan Yammar. Tak ada lagi suara Yammar. Kamar menjadi sepi. Hanya diisi oleh dengus napas Citra yang terengah-engah.
www.rajaebookgratis.com
Maka, perlahan-lahan Citra membuka telapak tangan yang menutupi wajahnya sendiri itu. Ia bergerak berpaling ke arah ranjang, dan seketika itu ia pun terpekik dalam hentakan mengejutkan, "Haaah...?! Did... dia...!" Citra tak mampu berkata lebih dari itu. Ia sama sekali tak percaya dengan penglihatannya sendiri, bahwa Yammar yang tadi memberinya kemesraan dan keindahan bercinta, kini berada di atas ranjang dalam ujud menjadi patung batu. Warnanya abu-abu, sedikit berbaur dengan wama hitam. Mirip sebuah patung peninggalan zaman kuno yang sering terdapat di candi-candi. Wajah dan ukuran tubuhnya masih sama seperti Yammar aslinya. Tetapi, ia bukan lagi manusia yang terdiri dari kulit, daging darah dan sebagainya. Ia adalah patung batu yang seakan dipahat oleh seseorang dalam bentuk patung bugil. Citra mengisak. Tangisnya hadir bersama rasa takut, kasihan, sedih, bingung, panik, dan iain sebagainya. Ia benar-benar daiam keadaan kacau. Tak bisa berpikir dengan tenang. Gemetar dan lemas rasa sekujur tubuhnya. Ia tak tahu harus berbuat apa dalam keadaan seperti ini. 'Terima kasih, Citra...." Tiba-tiba ada suara yang datang dari belakang Citra. Buru-buru Citra berpaling dan ternyata Gizma yang berada di belakangnya mengenakan gaun putih sutra. "Kkk... kau ada di sini...? Oh, Gizma... aku takut!" Citra memeluk Gizma, dan dengan kalem Gizma menenangkan jiwa Citra yang terguncang oleh kenyataan seperti itu. 'Tenanglah. Tak apa. Kau baik-baik saja. Tak perlu takut, Citra...!" "Dia... dia telah menjadi patung batu, Gizma...!" "Yah, memang. Itu berarti kau telah memberiku hadiah seperti yang kau janjikan," ucap Gizma. Citra buru-buru menahan tangisnya. Ia memandang Gizma dengan perasaan heran. Gizma memberi senyum ramah sebagai penenang jiwa Citra. "Pejamkan matamu," perintah Gizma. "Pejamkan, Citra...." Perintah lembut yang kedua itu membuat mata Citra benar-benar terpejam. Sesekali ia masih mengisak karena tangis ketakutannya. Matanya yang terpejam itu mengandung air yang risih di kelopak mata. Tanpa diperintah, Citra menghapus air mata itu. Kelopak matanya terbuka sedikit, dan kembali ia
www.rajaebookgratis.com
dikejutkan oleh sesuatu yang aneh. la telah berada di atas ranjangnya, di kamarnya sendiri. Ia berbaring dengan tubuh mengenakan pakaian tidur. Maka, tersentaklah Citra. Bangkit dan terduduk sambil celingak-celinguk. Sisa air matanya segera dihapus lagi dengan ujung lengan bajunya. "Oh, aku sudah berada di kamarku lagi...?! Ajaib sekali. Siapa Gizma itu sebenarnya sih? Dia muncul dan hilang tanpa kuketahui, dan... dan semua yang kualami ini bukan mimpi. Bukan. Tadi.., oh, ya... tadi benar-benar aku dalam kenyataan. Aku telah bercinta dengan Yammar. Itu bukan mimpi. Hanya saja, mengapa aku mau bercumbu dengan lelaki itu? Mengapa aku bergairah sekali waktu itu? Apakah... apakah ini akibat obat perangsang yang diberikan Oom Piet melalui sesendok kuah super mie, tempo hari itu?" Citra tidak mengerti apa yang sedang dialami olehnya. Ia hanya berkesimpulan, bahwa dirinya sedang mengalami guncangan jiwa akibat pemerkosaan waktu itu. Bahkan, hatinya sempat bertanya-tanya: "Benarkah aku sudah menjadi tak waras lagi? Benarkah aku ini sudah gila dan perlu masuk rumah sakit jiwa?" -ooo0dw0oooHubungan Citra dengan Nico mulai ada jarak. Nico kecewa sewaktu menjemput Citra, pernyata Citra sudah pulang lebih dulu. Apalagi Nico mendapat laporan dari Sarah, bahwa Citra waktu itu pulang naik mobil BMW hitam bersama seorang cowok, hati Nico menjadi panas. Ia sengaja tidak menemui Citra selama dua hari. Anehnya, Citra tidak begitu sedih. Sebab, dengan memperjarang pertemuannya dengan Nico, maka apa yang terjadi pada di-rinya tidak banyak diketahui oleh Nico. Citra lak tahu, bahwa sejak itu Nico justru selalu mengawasi Citra dari persembunyiannya. Citra sendiri belakangan ini menjadi orang yang labil. Sikapnya sering berada dalam ketidakpastian. Sesekali ia bisa ceria, tapi tiba-tiba bisa menjadi murung. Baru sebentar murung, mendadak berubah menjadi ceria lagi. "Belakangan ini kamu kok kayaknya sering ngeiamun sih? Kenapa?" tanya Ranu pada waktu mereka istirahat makan. Citra sempat menggeragap sejenak, karena tak menyangka kalau Ranu diamdiam
www.rajaebookgratis.com
memperhatikan perubahan sikapnya. "Kamu kayaknya sedang bingung deh. Hm... ada masalah sama cowokmu, ya?" "Ah, nggak ada apa-apa kok." Citra berusaha menutupi dirinya dari Ranu. "Alaaah... gua tahu lu mesti lagi cek-cok ama Nico. Ya, kan?" "Idih, Ranu! Sok tahu amat lu!" "Ngaku aja deh! Ngaku...!" Ranu menggodanya sambil tertawa-tawa. "Makanya ka!o punya cowok jangan suka buat mainan, jadi dianya nggak keki ama iu!" "Siapa yang buat mainan? Ngaco amat lu. Emangnya cowok gue boneka?" "Kan yang bisa dibuat mainan bukan boneka aja, Tra. Kucing juga bisa dibuat mainan." Citra tertawa geli, bahkan sampai tersedak, dan ia buru-buru minum. Entah mengapa Citra merasa canda yang ringan seperti itu bisa menghibur dirinya ketimbang nasihat dan saran yang terialu formal. Senang sekali Citra bila keadaan hatinya bisa seriang saat ini. Ia seperti tak punya masalah saja jika sudah bercanda dengan Ranu. "Eh, Tra... perempuan cantik yang tempo hari menemuimu itu siapa sih?" "Yang mana? Yang pakai gaun biru?" "He-eh. Siapa sih dia kok cantik amat. Bintang pilem ya?" Citra tersenyum geli. "Kalau bintang pilem lu mau ngapain?" "Gue mau naksir," jawab Ranu nyeplos. "Kalau bukan bintang pilem, gimana?" "Gue juga mau naksir." "Huhhh... maruk lu!" "Apa salahnya. Dia cantik. Wajar dong kalo gue naksir cewek cantik. Gue kan cowok normal. Bukan cowok pikun." Setelah meneguk air minumnya yang .penghabisan, Citra berbisik, "Eh, lu mau nggak gue kenalin ama tuh cewek? Tapi kayaknya usianya tuaan dia ketimbang elu, Ran!" "Ah, cuek aja! Usia mah bisa diatur dari KTP, kan?!" Geli lagi Citra mendengar canda Ranu yang ringanringan saja itu. Citra merasa lebih enak bicara dengan Ranu ketimbang dengan teman-teman ceweknya yang sering menyebalkan. Bahkan untuk saat ini, Citra merasa lebih enak bicara dengan Ranu daripada dengan Nico sendiri.
www.rajaebookgratis.com
Pukul 9 malam kurang 15 menit. Toko sudah mulai tutup. Langkah Citra dan teman-temannya cukup santai ketika turun ke lantai bawah. Ranu ada di samping Citra, karena ia sibuk bercerita tentang dirinya yang selalu sulit mengatakan cinta kepada seorang gadis. Di lantai dua, Ranu menahan tangan Citra hingga berhenti melangkah. "Lihat, temanmu itu sudah menunggu di depan pintu." "Mana...?!" mata Citra memandang ke depan pintu. "Itu, yang pakai jeans ketat dengan T-shirt ijo!" "Astaga...! Benar. Gue sampai pangling lho!" "Busyet dah! Kalo pake jeans gitu dia kelihatan lebih menarik lagi. Kayak artis Hollywood, ya?" Citra mengikik. "Yuk, gue kenalin...!" Langkah-langkah kaki mereka dipercepat. Gizma tampil seperti cewek masa kini. Rambutnya di sanggul sebagian, sisanya dibiarkan terjuntai panjang, jatuh menutupi dada kirinya. Lehernya kelihatan jenjang dan mulus. Body-nya makin kelihatan seksi dan menawan. "Hai...!" Citra menepuk punggung Gizma dari belakang. Gizma terpekik kaget, lalu mereka tertawa geli. "Kenapa nggak menemuiku di atas?" kata Citra kepada Gizma. "Kulihat tokomu sudah mau tutup. Sebentar lagi pasti kau turun. Jadi kutunggu di sini saja." "O, ya.... Kenalkan, Giz... ini Ranu, temanku. Dia bagian pengadaan barang." Ranu mengulurkan tangan, ingin berjabatan. Tapi, Gizma tidak menyambutnya, melainkan justru mengangkat tangannya dan melambaikan jarinya ketiwil-tiwil. "Hai, namaku Gizma. Jelek ya namaku?" seraya Gizma tersenyum ramah dan akrab. Ranu sedikit malu karena tak disambut jabat tangannya. Tapi ia pun juga melambaikan tangan dengan jari ketiwil-tiwil seperti memberi salam pada anak kecil. "Aku nggak pernah mikirin nama. Mau jelek atau cakep, yang penting orangnya." "Diiih... kamu. Masa to the point, gitu sih!" Citra bersungut-sungut "Kata kamu kalau kau naksir cewek harus apa
www.rajaebookgratis.com
adanya. Nggak boleh malu-malu. Sekarang lagi gue praktekin ruh!" Gizma makin mengikik geli. Kemudian mereka melangkah bersama dalam ayunan yang santai. "Sori, Giz..., Ranu emang suka bercanda. Jangan tersinggung, ya?" "Ahhh...!" Gizma menepiskan tangan, pertanda tidak ada masalah apa-apa pada dirinya. Ia justru bertanya dengan akrab kepada Ranu, "Rumahmu dekat sama rumah Citra, Ranu?" "Wow... jauh! Ibarat dia di Utara aku di Selatan. Ketemu ujungnya juga nggak!" Tawa Gizma terhenti ketika Citra mencolek-colek lengannya. Ia berpaling kepada Citra yang saat itu menatap ke satu arah dengan pandangan mata yang tajam. Gizma segera mengikuti arah pandangan mata Citra, demikian juga Ranu. "Mereka, Giz. Mereka berkumpul di sana...!" bisik Citra. Ia menemukan sekelompok anak muda yang main gitar di sebuah taman. Beberapa dari mereka adalah orang-orang yang menodai Citra secara keji. Tiba-tiba Ranu buka suara, "Ah, sudahlah! Nggak perlu ngurusin yang begituan! Bikin kacau aja!" Kata-kata Ranu tak dihiraukan oleh Citra dan Gizma yang ada di sebelah kirinya. Gizma bahkan berbisik pada Citra, "Kau yakin mereka yang berbuat?" Citra mengangguk. Dadanya berdetak-detak karena dendam muiai membara. "Aku ingat betul wajah-wajah mereka. Yang berkumis tipis itu yang menjadi sopir taksi gadungan. Dia yang melepasi...." Citra tak berani melanjutkan, takut kata-katanya didengar Ranu. "Jalan, yuk ah!" ajak Ranu, sengaja membawa Citra untuk menghindari keributan dengan preman-preman itu. Tapi, Citra dan Gizma hanya berjalan sedikit menjauh dari mereka, kemudian berhenti lagi. Memandang mereka kembali. Ranu sedikit kesal dengan sikap mereka yang dianggapnya cari penyakit saja. Sejauh tidak ada yang perlu dicemaskan, Ranu akhirnya membiarkan Citra dan Gizma memandangi preman-preman itu. "Satu di antara mereka layak hilang pada malam ini, Tra," bisik Gizma pelan sekali.
www.rajaebookgratis.com
"Bagaimana caranya?" tanya Citra dalam bisikan. Karena tak mendapat jawaban, maka Citra pun berpaling ke samping. "Ohhh...?" Gizma hilang lagi. Citra menengok ke belakang, ke arah lain, tak ada Gizma. Namun pada saat itu ia merasakan tubuhnya menjadi dingin, seperti berada di kutup Utara. "Mana Gizma, Tra?" Ranu ikut bingung setelah mengetahui Gizma tidak di sekitar mereka. "Tau, tuh...! Beli makanan di seberang, kali!" jawab Citra sambil matanya masih terarah pada sekelompok anak muda bermain gitar secara urakan. Rohib, sopir taksi gadungan yang ikut memperkosa Citra, tiba-tiba keluar dari kerumunan temantemannya. Salah seorang berseru, "Hei, mau ke mana kau!" "Cari rokok!" teriak Rohib. Saat itu pandangan mata Citra mengikuti gerakan Rohib. Bahkan sepertinya dialah yang mengatur gerakan Rohib melalui tatapan matanya. Ranu mengajak bicara, entah apa. Citra tak menghiraukan sama sekali. Konsentrasinya bagai tercurah semuanya kepada Rohib. Melihat keadaan Citra terpaku bagai patung bermata tajam, Ranu Jadi merinding Gelisah. Ia merasakan ada satu kejanggalan pada malam ini yang tidak ia ketahui dari mana asalnya. Rohib menyeberang jalan tak melalui jembatan penyeberangan. Ia melompati pagar pembatas jalur untuk mencapai kios rokok. Padahal tak jauh dari kerumunan teman-temannya itu ada dua pedagang rokok sistem asongan. Tapi entah mengapa Rohib justru menyeberang, mendekati kios rokok yang ada di seberang jalan. Pada waktu Rohib melompati pagar pembatas jalur yang terbuat dari besi itu, mendadak ada sebuah mobil mini bis yang melaju dengan kecepatan tinggi. "Rohiiib... awaaas...!" teriak salah seorang temannya. Rohib tidak sempat menghindari mobil tersebut, maka mereka pun menjerit riuh melihat Rohib dihantam dengan mini bis berkecepatan tinggi. Sopir mobil itu menjadi panik dan sangat menggeragap. Ia membanting stir ke arah kanan. Brakkk...! Mobil itu menghantam pagar pemisah jalur. Pagar itu cukup kokoh hingga sebagian jerujinya saja yang patah. Tetapi, semua teman Rohib jadi menjerit makin
www.rajaebookgratis.com
tinggi karena mereka melihat tubuh Rohib tergencet di antara mobil dan pagar besi itu. Sopir mini bis segera melarikan diri ke pos kepolisian, takut dikeroyok massa. "Gila! Orang itu masih tergencet!" Ranu berlari menggabung dengan kerumunan massa. Citra melangkah dengan napas terhempas. Ia ingin melihat dari jarak dekat keadaan Rohib. Ternyata sungguh mengerikan. Tubuh Rohib yang tergencet antara mobil dengan pagar besi itu masih bisa bernapas. Kepalanya berlumur darah. Salah satu batang besi yang patah masuk ke iganya dan membuatnya lebih sukar bergerak. Teman-temannya dalam keadaan panik Sebagian mengejar sopir mini bis itu. Citra berhasil menerobos kerumunan massa dan kini ia berada di barisan paling dekat dengan korban. Ia melihat jelas keadaan Rohib yang tak bisa berteriak. Matanya mendelik dengan tubuh bergerakgerak kecil. Kejet-kejetan. Citra sengaja memandang mata korban, sehingga kedua mata itu pun saling bertemu. Rohib tak bisa terkejut lagi melihat kehadiran Citra di situ. Ia hanya berusaha mengucapkan sesuatu, tapi yang keluar hanya kata, "Kauuu...." Citra manggut-manggut samar sambil tersenyum girang. Puas hatinya melihat Rohib tersentak mengejang sesaat, kemudian terkulai lemas dalam keadaan masih tergencet mobil dan tertancap besi. Badan Citra menjadi terasa panas. Tidak sedingin tadi. Ia memisahkan diri dari kerumunan massa. Pada saat itu ia melihat Gizma melangkah di sampingnya. Sedikit mengejutkan, tapi rasa kagetnya tertutup oleh kepuasaan batinnya. Dendam telah terlampiaskan dua kali. Citra merasa lega sekali. Gizma juga tersenyum ceria kepada Citra. Tapi, saat itu Citra berkata, "Sayang kau tidak lihat awalnya!" "Aku melihatnya! Melihat dengan jelas saat ia mau membeli rokok dan menyeberang jalan, melompati pagar itu. Semua kulihat jelas." "Kau ada di mana tadi?" "Di belakangmu! Ah, bagaimana sekarang? Sudah berkurang dendammu?" bisik Gizma. Citra mengangguk. "Jangan lupa, hadiahnya...," bisikan Itu makin pelan dan bernada canda. Citra hanya tersenyum sedikit terasa kaku. Karena
www.rajaebookgratis.com
di dalam harinya mulai dibayangi kebimbangan tentang seorang lelaki. Citra masih belum paham, mengapa Gizma merasa lega juga jika Citra selesai bercinta dengan seorang lelaki? Padahal, lelaki yang sedianya akan diberikan kepada Gizma sebagai hadiah, belum sempat ia berikan. Justru ia sendiri yang bergumul dengan lelaki itu. Yammar, misalnya. Tapi, pada saat ia ketakutan melihat Yammar berubah menjadi patung batu, Gizma muncul, dan mengucapkan kata 'terima kasih' kepada Citra. Kok aneh? Mengapa Gizma berbicara terima kasih? Bukankah lelaki itu belum jadi diserahkan kepada Gizma, tahu-tahu sudah telanjur mengalami keajaiban, berubah jadi patung batu? "Hei, mana Gizma...?!" tanya Ranu yang menyusul Citra di halte bis. Citra ingin menjawab, tapi tak jadi. Sebab Gizma pergi lagi entah ke mana. Tanpa pamit pada Citra, tanpa berpesan apa-apa. Hilang begitu saja. Dan, tubuh Citra kembali merasa dirayapi hawa dingin. "Kayaknya tadi Gizma jalan ke halte sama kamu, kan?" "He-eh! Dia pulang duluan pakai taksi," jawab Citra menutupi keganjilan yang ada. Ranu mengeluh. "Huhhh... payah. Aku belum ngobrol banyak sama dia, sudah pergi!" "Esok mungkin dia menemuiku lagi," ucap Citra menegaskan. "Eh, lu mau ajak gue ke rumah Gizma, Enggak? Tolong deh, Tra...! Ada bonus pizza buat kamu deh. Pokoknya siiip... aja!" bujuk Ranu, riang. Citra tertawa geli. Padahal dalam hatinya ia kembali diliputi keanehan. Perubahan-perubahan yang tempo hari dirasakan kembali menjelma dalam jiwanya. Debar-debar aneh di dalam dadanya bagai menggelitik ke bagian-bagian yang peka oleh sentuhan jemari pria. Hawa dingin itu membangkitkan gairahnya, membuat ia berdecak-decak sebagai ganti desah, membuat pikirannya melambung tinggi dalam khayalan bercumbu. Ingatannya pada saat-saat di atas ranjang bersama Yammar, kembali bermunculan. Begitu kuat menggoda batin, membuat batin itu sendiri menuntut sesuatu yang nyata. Citra jadi berani menggandeng tangan Ranu. Mereka sama-sama menunggu bis kota. Malam mulai sepi, sekalipun tidak berarti sunyi. Ranu sedikit heran melihat tangan Citra meremas jemarinya, sepertinya
www.rajaebookgratis.com
gadis itu sedang menahan sesuatu yang tak ingin dilepaskan dari dalam hatinya. Sempat pula Citra bertanya dalam hati, "Haruskah aku membawa Ranu ke sebuah hotel? Haruskah aku bercumbu dengannya? Ohhh... menyiksa sekali debaran jantungku ini. Aduuuh...! Rasa-rasanya aku nggak tahan, ingin segera memeluk Ranu saat ini juga," keluh Citra dalam hati. Tangan Citra meremas jemari Ranu makin kuat Ranu jadi lebih curiga dan bertanya, "Ada apa sih?! Kamu kelihatan gelisah sekali dan... dan...." "Hei, Citra...!" seru seseorang dari dalam mobil Mazda merah. Seruan itu yang membuat kata-kata Ranu terputus. "Hei, Lex...! Duuuh... sombongnya! Gue numpang ah!" "Masuklah!" kata Alex, teman lama Citra. 'Temanmu itu nggak ikut?" "Ran, lu mau ikut numpang nggak?!" "Nggak usah! Gue kan beda jurusan!" "Kalau gitu, aku cabut duluan, ya?!" "Oke! Hati-hati, Tra...!" Ranu melambai dengan akrab. Pikirannya masih tertuju pada kecantikan Gizma yang sangat mengagumkan itu. Dalam mobil Alex, Citra menghamburkan tawa, seperti tawa kerinduan. Dua tahun ia tidak bertemu dengan AIex. Dulu, Alex menjabat sebagai supervisor tempat kerja Citra waktu di Surabaya. Dan, pertemuan malam ini adalah pertemuan yang tak diduga-duga sama sekali. "Kamu kok ada di sini, Lex. Ngapain?!" "Biasa! Lagi ngurus proyek di Jakarta. Aku baru empat hari yang lalu tiba di sini, kok!" "Eh, bagaimana kabarnya Pak Yos, boss kita itu! Masih suka ngamuk-ngamuk?!" "Sudah nggak pernah ngarnuk lagi, orang bininya sudah tiga, kok." "Hahhh...?! Bininya tiga?!" Citra membelalak sambil tertawa, la kelihatan girang sekali bertemu dengan Alex, sebab dulu AIex pernah coba-coba mendekatinya, tapi kurang sambutan. Hanya saja, dalam keadaan batin Citra dirongrong birahi seperti Saat ini, rasa-rasanya tak ada alasan untuk menolak pendekatan Alex. Tentu saja Alex merasa
www.rajaebookgratis.com
gembira melihat Citra memberi sambutan begitu hangat, ceria dan menggairahkan. Alex sendiri mengakui dalam hati, bahwa Citra semakin kelihatan menggairahkan, semakin cantik dari yang dulu, dan semakin nakal matanya. "Pak Yos itu gila, kali ya? Masa punya bini sampai tiga? Gimana menggilirnya, Lex?" "Mana aku tahu?? jawab Alex. "Punya bini satu aja aku nggak pernah, kok sampai membayangkan yang bininya tiga...." "Emang lu belum kawin-kawin juga, Lex?" "Kawin sih sudah. Cuma nikahnya yang belum!" Citra terkekeh lagi. "Aku malah belum nikah belum kawin. Jadi nggak tahu rasanya orang kawin dan orang nikah itu kayak apa!" "Mau...?!" pancing Alex setelah tertawa ngakak. "Mau apa maksudmu?" "Mau merasakan?!" "Merasakan apa?!" Citra makin menggoda, lalu keduanya tertawa dalam gumam. Pipi Citra dicubit oleh Alex. Tak mengelak sama sekali. Justru Citra makin menggoda dengan cibiran bibir yang lucu. "Aku menginap di sebuah hotel. Kau mau melihat kamarku?" "Boleh! Aku ingin tahu kamar seorang supervisor kayak apa sih megahnya?" "Eh, aku bukan supervisor lagi sekarang...! Sudah naik pangkat!" ujar Alex sambil berlagak menyombongkan diri sekadar dalam gurauan saja. Kamar hotel yang ditempati Alex berukuran W. Cukup nyaman kelihatannya. Bersih. Fasilitasnya lengkap: AC, TV, telepon, dan lain sebagainya. "Pasti sedikitnya sudah tiga cewek yang lu ajak tidur di sini, ya?" "Hush! Ngaco aja!" Alex mencubit pantat Citra. Citra berlagak mengelak. Tawanya berhamburan sewaktu Alex mengejarnya dengan gemas. Citra jatuh di atas ranjang empuk berlapis selimut tebal warna coklat muda. Alex memeluk bersama sebaris tawa. Lalu, keduanya sama-sama diam setelah Alex mengecup bibir Citra satu kali. Senyum Citra masih mengembang. Ada perasaan ingin menolak pada diri Citra, tapi ada sesuatu yang mendorong batinnya makin menuntut untuk lebih dari sekadar kecupan. "Kenapa tidak dari dulu kamu mau menerimaku,
www.rajaebookgratis.com
Citra." "Nggak tahu nih...! Tadi begitu aku lihat kamu, langsung aku deg-degan." "Kenapa deg-degan?" "Semalam aku mimpi tidur sama kamu, hi, hi, hi...!" "Bagaimana kalau mimpimu itu jadi kenyataan?!" pancing Alex makin semangat Malam itu, kembali Citra bergelimpang kemesraan yang diburunya terus-menerus. Sebelum Aiex memperoleh kebahagiaannya yang diharapkan, Citra masih memacu dirinya untuk mencapai titik kemesraan tertinggi. Lalu, Citra pun ingat peristiwa serupa yang dialaminya bersama Yammar. Hatinya menjadi cemas, penuh ketegangan. Ia buru-buru menjauhi ranjang. "Aaakh...!" Alex mengerang bagai orang kesakitan dalam keadaan uratnya menegang semua. "Uhhh... tolong aku, Citra...! Aaaow...! Citra... aku... aku kraaam...!" "Ch, apa... apa yang harus kulakukan...?!" Citra kebingungan. Panik. Ia ingin menelepon resepsionis, tapi tidak jadi. Karena suara Alex menghentak mengagetkan sambil tubuhnya menggeliat kaku. Matanya terpejam kuat-kuat pada saat kulit kakinya mulai menjadi berbintik-bintik kasar. Citra jadi merinding. Debaran jantungnya membuat sekujur tubuh gemetar. Sekali lagi ia menyaksikan tubuh orang yang habis diajaknya bercumbu menjadi kaku. Kedua kakinya berbentuk kulit Menjadi keras berbintik-bintik. Lalu, perubahan itu merayap ke atas. Sesuatu yang tadi keras kini juga berbintik-bintik kaku. Dan akhirnya, sekujur tubuh Alex berubah menjadi patung batu dalam keadaan kedua tangan mendekap dada dan mulut menganga. Alex menjadi patung batu dengan expresi wajah bagai orang memekik dalam mencapai puncak kenikmatannya. "Alex...! Alex, ohhh...!" Citra menangis, napasnya makin terengah-engah. Ia meraba tubuh Alex, ternyata benarbenar berubah menjadi patung batu yang kasar. Tubuh Citra yang belum sempat mengenakan pakaian itu menjadi panas, tidak sedingin tadi. Keringatnya mulai bercucuran bagai menyembur dari pori-pori kulitnya. Dalam keadaan takut dan kebingungan itu, Citra mendengar suara lembut di belakangnya.
www.rajaebookgratis.com
'Terima kasih, Citra...!" Wajah Citra segera berpaling. "Ch, kau...!" bentak Citra begitu melihat Gizma merapikan rambut di depan cermin. "Memuaskan sekali orang-orang pilihanmu itu...! Aku menyukai hadiah seperti ini, Citra," Gizma berkata sambil menyeka keringatnya yang mengucur di sekujur tubuh. Ia tersenyum memandang Citra yang berwajah bingung. "Dia temanku! Kenapa dia menjadi patung?! Ohhh..., Gizma, aku tak mau seperti ini! Aku tak mengerti apa maksud kemisteriusan ini, Gizma...?!" "Akan kujelaskan maksudnya. Tapi, pejamkan matamu dulu." Citra tertegun dengan napas masih ngos-ngosan. Gizma masih tetap kalem, kendati napasnya sendiri tampak terengah-engah, namun tak separah Citra. Ia berkata dengan penuh wibawa, "Pejamkan mata, Citra. Kau harus beristirahat, Teman...!" Sekali ini, Citra kembali memejamkan mata. Tak lebih dari sederik. Ia buru-buru membuka matanya karena ingin menanyakan sesuatu kepada Gizma. Tetapi, ketika ia membuka kelopak matanya, ternyata dia kembali tercengang. Ia berada di dalam kamarnya lagi. Duduk di tepian ranjang dengan mengenakan gaun tidur yang tipis. Kamar itu sepi. Tak ada patung Alex. Tak ada Gizma. Sepertinya semua itu hanya sebuah mimpi belaka. Ia melihat pakaian seragam kerjanya tergeletak di lantai, bawah kursi. Sepertinya ia tadi sudah pulang, melepas pakaian seragamnya dan berganti gaun tidur yang tipis itu. Hanya saja, semua itu tidak di-L sadari Citra. Tak diingat sama sekali. Yang ia ingat hanya berada dalam kamar hotel bersama Alex. Bercumbu dan selesai. Gizma muncul, Citra memejamkan matanya. Lalu, ketika ia hendak menanyakan sesuatu pada Gizma, tahu-tahu ia sudah berada di dalam kamarnya sendiri. Uhhh... sangat ajaib. Membingungkan sekali. Citra menjadi malu pada dirinya sendiri. Ketika ia berdiri di depan cermin, ia melihat wajahnya layu. Pucat Kesegarannya bagai terkuras habis untuk bercinta bersama Alex. Pada saat itu ia merasa benarbenar malu pada diri sendiri, mengapa ia menjadi perempuan jalang. Padahal selama ini nafsunya tak pernah terbakar sehebat itu. Ia pandai menyembunyikan perasaan pribadinya. Ia pernah
www.rajaebookgratis.com
mengharapkan ciuman dari Nico, tapi ia bertahan untuk tidak mengatakan harapannya itu. Sekarang kenapa keadaan jadi terbalik sama sekali. Ia begitu berani memancing ielaki. Berani menyerang lelaki iebih dulu. la jadi buas dan beringas dalam bercumbu. Oh, malunya! Padahal dalam keadaan seperti saat ini, saat ia memandang dirinya di cermin ini, ia sama sekali tidak menyukai caranya yang brutal itu. Dalam keadaan seperti sekarang, ia tidak akan berani memancing-mancing lelaki untuk menggiringnya ke alam bercinta yang beringas. Menyadari sikapnya belakangan ini, maka timbullah kekhawatiran dalam hati Citra. Ia mengeluh dalam kecemasan, dan berbisik pada dirinya sendiri, "Bagaimana kalau aku sampai hamil? Perutku sering merasa mual, ingin muntah tapi susah. Oh, janganjangan benih-benih itu berubah mejadi janin dalam rahimku. Ohhh... mengerikan sekali! Aku tidak mau hal itu terjadi! Tidak!" -ooo0dw0oooSIANG itu, Citra sengaja datang ke rumah Andani sendirian. Tidak begitu mengherankan kedatangan itu bagi Andani. Tapi yang mengherankan adalah kelesuan wajah Citra dengan kemurungannya. "Kenapa sih?" tak perlu dijelaskan, Citra sudah paham arti teguran Andani itu. "Ada sedikit masalah," jawab Citra. "Carikan rumah kontrakan buat aku dong." "Kontrakan? Kok aneh? Bukannya kamu lebih enak tinggal di rumah oommu yang mentereng itu? Kok malah kamu pindah sih? Nggak salah nih?!" "Ketenanganku sudah terganggu di sana. Aku mulai muak!" Citra bicara sambil cemberut. "Bisa kaujelaskan padaku, Tra?" Mulanya Citra sedikit ragu. Tapi akhirnya ia bicara juga apa adanya kepada Andani "Aku diganggu Oom Piet terusmenerus. Tingkahnya makin iama makin menjengkelkan sekali!" Andani berkerut dahi memandang Citra yang cemberut lesu. la menjadi curiga melihat semburat warna pucat yang melapisi wajah Citra. Lalu, ia pun berbisik, "Kau diganggu... diganggu dalam birahi?" Citra mengangguk. 'Tapi, kuminta ini rahasia sekali lho, An. Jangan sampai ada yang tahu." "He-eh...!" Andani mengangguk beberapa kali.
www.rajaebookgratis.com
'Tapi... tapi berhasil menodaimu? Atau hanya kejahilan tangannya saja?" Sukar sekali memberi jawaban yang pasti. Alangkah malunya Citra bila temannya mengetahui bahwa kesuciannya telah hilang. Tapi, ia sendiri dibayangbayangi oleh kengerian yang sebenarnya, sehingga butuh jalan keiuar yang baik. Dari keraguannya itu, akhirnya Citra memilih jawaban, "Cuma keisengan tangannya aja, kok." "Ohhh... syukurlah kalau cuma begitu. Berarti kau belum dinodai. Memang, ada baiknya kamu harus cepat-cepat pindah dari rumah itu sebelum keisengan itu ngelunjak jadi kebiadaban!" "Kebiadaban itu sudah terjadi...." Ingin sekali Citra mengatakannya demikian, tapi kata-kata itu tersekat di tenggorokan, tak jadi terlontar. Hanya saja, ia menjadi termenung dalam kebungkamannya. Pikirannya mulai menerawang pada kelakuan Oom Piet yang makin menggila itu. Yang masih segar dalam ingatannya, adalah saat tadi pagi ia selesai mencuci bajunya, lalu ia ingin mandi. Tibatiba, Oom Piet muncul dari dalam bak mandi yang besar itu. Rupanya, lelaki setengah baya itu mengetahui kebiasaan Citra jika habis mencuci, pasti mandi. Karena istrinya pergi mengantar kedua anaknya ke sekolah, maka Oom Piet langsung masuk ke dalam bak mandi dalam keadaan polos. Air di dalam bak mandi hanya setengah, dan ia menunggu Citra di situ, sampai pintu kamar mandi terdengar dikanoig oleh Citra. Citra hampir berteriak sekeras-kerasnya sewaktu Oom Piet muncul dari dalam bak mandi pada saat Citra telah melepas segala pelapis badannya. Untung tangan Oom Piet segera meraih mulut Citra dan membekapnya sambil berbisik, "Ssst..! Kalau kau berteriak dan bibi mendengar, maka masalah ini akan diadukan pada tantemu. Tantemu nggak akan percaya kalau aku naksir kamu! Kamu yang akan dianggap kurang ajar sama suami tantemu! Diam, jangan teriak-teriak." Sambil berbisik begitu, tangan Oom Piet melepas bekapan di mulut Citra, dan berpindah meremas di dada. Citra berhasil meronta, lalu mundur sampai ke sudut Sayang ia tak sempat meraih handuk untuk menutupi tubuhnya, sehingga ia hanya bisa mendekap dadanya sambil menghadap ke dinding. Kepalanya berpaling, menampakkan wajah yang marah dan muak kepada Oom Piet
www.rajaebookgratis.com
"Jangan anggap aku seperti masa muda ante, Oom! Aku bukan perek! Keluar sana!" Citra memberanikan diri mengusir Oom Piet dari kamar mandi. Oom Piet justru mendekat, dan Citra kebingungan menghindarinya. "Sudah lama aku menaruh hati padamu, Citra. Sumpah! Aku ingin sekaii memilikimu!" "Jangan dekati aku, Oom!" Kata-kata itu tak didengar oleh Oom Piet Lelaki setengah baya itu justru makin mendekat dan meraih pundak Citra sambil berbisik, "Sekali ini saja, Citra! Sekali saja!" 'Lepaskan aku...! Persetan dengan kemau-anmu! Ohhh... lepaskan!" Citra meronta, tapi Oom Piet lebih cekatan meraihnya dan menciumi wajah Citra penuh nafsu. Tak ada pilihan lain bagi Citra, tangannya pun bergerak cepat menampar wajah Oom Piet. Pakkk...! Keras sekali tamparan Citra, membuat Oom Piet terhenyak. Kemudian dengan kedua tangan Citra mendorong Oom Piet kuat-kuat Maka, terpelantinglah lelaki itu dan jatuh dengan kepala membentur dinding. Benturan itu cukup keras, dan mengakibatkan kepala Oom Piet bocor. Darah mengalir dari iuka di belakang kepala. Citra menjadi tambah tegang. Ia buru-buru meraih handuk dan membalut tubuhnya dengan handuk itu, kemudian cepat-cepat keluar dari kamar mandi. Ia dicekam ketakutan. Terengah-engah ketika sudah berada di dalam kamarnya. Ia mengunci pintu kamarnya, takut kalau Oom Piet masuk dan mengamuk. Tak terasa ia pun melelehkan air mata kesedihan. Sedih memikirkan nasibnya yang belakangan ini menjadi bahan incaran lelaki jalang. Sampai-sampai oomnya sendiri tega hendak memperkosanya untuk yang kedua kalinya. Beruntung saat ini Citra dalam keadaan sadar, dalam keadaan sebagai diri pribadinya yang asli. Tak ada pengaruh obat dan lain sebagainya, sehingga dalam kedaan seperti saat ini, Citra tetap akan melawan perbuatan tak senonoh itu. Semasa ia masih punya tenaga dan kesempatan, ia akan meiawan tindakan seperti itu. Ia tak mau menjadi hina oleh kemauannya sendiri. "Citra, tolong panggilkan dokter...," kata Oom Piet sambii mengetuk-ngetuk pintu kamar Citra.
www.rajaebookgratis.com
Debar-debar di dalam dada Citra membuat napasnya sedikit sesak. Khawatir kalau Oom Piet terlalu banyak mengeluarkan darah, dan mengalami akibat yang lebih parah jagi. Citra jadi bingung kala itu. Untung tantenya segera datang, dan la mendengar Oom Piet mengaku terpeleset di kamar mandi. Maka, luka di kepala Oom Piet itu segera diurus oleh tantenya, dan Citra merasa aman. "Bagaimanapun pamannya kamu, Tra...," kata Andani mengomentari penuturan Citra, tapi suatu saat ia akan berusaha lebih hati-hati lagi. Lelaki semacam itu, jelas tidak akan berhenti bertindak sebelum keinginannya tercapai. Jadi, aku sangat setuju kalau kau pindah, mencari kontrakan sendiri." "Kau bisa membantuku, kan?!" "Mudah-mudahan bisa. Yang kutahu, di sekitar sini tak ada rumah petak yang di-kontrak-kontrakkan. Kalau di rumah Hanna, nah... di sana ada. Memang masyarakat sekitarnya punya usaha mengontrakkan rumah petak. Cuma..., ya, kamu harus mau campur tangan dengan tukang bakso, tukang somay, pokoknya orang-orang macam gituanlah...!" "Kalau memang adanya itu, apa boleh buat! Tapi kalau ada aku mau cari yang agak bersih. Tenang." Andani seperti teringat sesuatu. Ia bersemangat. "O, iya... ini nih... rumah di ujung deretan rumahku ini juga katanya mau dikontrakkan. Satu rumah. Nggak dipetak-petakkan perkamar kayak di rumah Hanna." "Utuh satu rumah?!" "He-ehl Orangnya mau dinas di luar negeri selama tiga tahun. Rumah dan beberapa perabotannya akan dikontrakkan! Cuma... beberapa harga kontrakannya, aku nggak tahu. Kalau kamu mau, yuk kuantarkan ke sana!" Rumah itu cukup luas. Halamannya sendiri mempunyai padang rumput yang sangat leluasa buat bermain-main. Bersih dan tampak segar. Rumah itu milik pegawai kedutaan yang dua hari lagi akan berangkat ke Roma. Di dalamnya, selain ada telepon juga ada antena parabola. Semua itu termasuk dalam satu perabot yang harus dibayar uang sewanya. Satu tahun 2 juta. Gila! Punya uang dari mana Citra? Gajinya satu tahun tidak sampai sebesar itu. Sampai di tempat kerja, Andani masih membicarakan soal rumah tersebut. "Eh, asyik juga lho kalau kamu menempati rumah itu! Aku bisa sering main ke situ!"
www.rajaebookgratis.com
"Iya. Aku sendiri juga senang kalau tinggal di rumah seperti itu. Tapi... dua jutanya itu yang bikin sesak napas," kata Citra. "Apaan yang dua juta?" tegur Ranu, nimbrung pembicaraan Andani dan Citra. "Gue harus cari uang dua juta nih, Ran. Buat kontrak rumah! Bagus deh rumahnya!" kata Citra. "Lu bisa bantu gue nggak?" "Bantu nyengir bisa!" jawab Ranu. "Gue punya ide kalau lu butuh uang segitu." "Apaan...?!" Citra bersemangat. Serius. "Cari boss, ajak nonton, minta bayaran dua juta. Beres!" "Huhhh... konyol lu! Emangnya gue pe-rek!" sambil Citra menepuk-nepuk punggung Ranu. Akibatnya, Ranu benar-benar meringis karena merasa sakit oieh tepukan keras Citra. Gurauan Ranu itu tiba-tiba menjadi satu bahan renungan buat Citra. Mencari boss. Ya, barangkali memang bisa dilakukan oleh Citra dengan mengandalkan kecantikannya. Tetapi, apakah itu patut dan layak? Apakah itu tidak akan merendahkan harga dirinya sebagai gadis yang cantik dan terpelajar? "Apakah aku masih punya harga diri?" bisiknya dalam hati. "Aku sudah kotor. Sudah ternoda dan menjadi hina. Apakah aku pantas membanggakan diri sebagai gadis yang masih punya harga diri?" Lamunannya dibuyarkan oleh tepukan tangan Ranu dari belakang. Citra sempat memekik dan nyaris melonjak. "Gila lu!" makinya asal nyeplos. "Hel, kapan kamu mau ajak aku ke rumah Gizma? Udah nggak sabaran nih." 'Tenang aja. Pokoknya bereslah...!" "Huhhh... beres, beres...! Buktinya sudah tiga hari dari sejak aku berkenalan dengan Gizma, kamu nggak ajak aku ke sana!" Ranu bersungut-sungut "Eh, gimana kalo malam ini? Ntar kita pulang jam delapan aja, yuk?" "Pulang jam delapan?!" "Alaaah... gue bisa bikinin alasan deh supaya iu bisa cabut jam delapan! Asal, kita ke rumah Gizma. Oke?!" "Ke rumah Gizma? Hra... sepertinya ada sedikit titik terang buat Citra. Barangkali Gizma bisa membantunya mencarikan pinjaman uang 2 juta untuk mengontrak rumah tersebut Boleh juga gagasan
www.rajaebookgratis.com
Ranu secara tidak sengaja itu," pikir Citra Mereka berdua menuju rumah Gizma. Ranu agak heran ketika bajaj yang mereka tumpangi berhenti di tanah kosong, depan sebuah rumah kuno yang gelap dan rusak berat itu. Seperti bekas terbakar. Baru turun dari bajaj saja Ranu sudah bergidik. "Ini...?! Di sini Gizma tinggal?!" katanya terheranheran. "He-eh...! Kenapa?" "Ah, yang benar aja, Tra! masa perempuan secantik Gizma tinggal di tempat seperti ini? Ini kan rumah sudah tidak dihuni puluhan tahun lamanya! Ngaco aja lu!" "Ikuti aku aja deh! Jangan banyak omong!" seraya Citra melangkah menerabas rumput liar, menuju rumah kuno yang banyak coretan-coretan dari tangan iseng. "Tra... lu jangan main-main deh! Gue nggak suka kalo lu nakut-nakutin!" "Siapa yang nakut-nakutin! Bego! Gue mau anter kamu ke rumah Gizma!" 'Iya. Tapi masa di sini sih?! Konyol lu, ah!" "Lu yang konyol! Kalau lu nggak mau, ya udah! Kita pulang sajalah!" Mereka jadi ribut sendiri sebelum melangkah terlalu dekat dengan rumah gelap dan kotor itu. Malam itu rembulan menampakkan senyumnya di balik awan. Cahayanya sebagian menerpa bumi dan membuat suasana di sekitar rumah kuno itu menjadi tambah menyeramkan, sekalipun remang-remang. "Sumpah, Ran! Gue ketemu dia di sini!" "Kapan?! Dan lagi, ngapain kamu di rumah itu, kok bisa ketemu Gizma?!" Hampir saja Citra tergelincir dengan pertanyaan Ranu. Untung ia segera mampu menguasai diri dan mengekang jawaban yang sebenarnya. Ia hanya berkata, "Lu nggak usah tanya macem-macem deh. Sekarang gini aja, lu ke rumah dia atau nggak. Pilih!" "Ya, mau! Tapi gue nggak mau kalo hi ajak ke rumah serem itu!" "Jadi mau lu diajak ke mana? Ke hotel?!" Ranu jadi tertawa sendiri. Citra sedikit sewot "Udah, ah! Kalo lu nggak mau, kita batalin ajal Kalo kita ribut di sini, nggak enak. Ntar dikira orang kita mau ngapa-ngapain!" Citra hendak kembali ke jalanan, tapi tangan Ranu segera meraih lengan Citra. "Oke deh...," katanya. "Asal lu beneran nih, ya?!
www.rajaebookgratis.com
Kalo lu main-main ama gue, gue enggak mau kenal lu lagi!" "Kalo lu nggak percaya ama gue, ya udah! Kita pulang aja!" "Percaya, percaya...!" Akhirnya Ranu mengalah. 'Tapi ingat, Tra. Jangan jauh-jauh dari gue." "Takut kalau gue lari?!" "Hm... terus terang, aku takut sama tempat serem kayak gini...!" Citra mengikik geli. Ranu tambah merinding mendengar suara tawa Citra. "Ah, lu jangan ketawa deh! Bikin sport jantung aja tawamu itu!" seraya mereka melangkah mendekati rumah kuno itu. Sejenak Citra memandang salah satu tiang yang masih berdiri di rumah itu. Bayangan dalam benaknya melayang pada masa-masa ia diikat di tiang itu. Ia juga memandang lantai tiang yang banyak tumbuh lumut dan rumput Terkenang pula saat ia digilir oleh enam lelaki tak bertanggung jawab di lantai Itu. Hati Citra tergores, lukanya terkuak lagi. Tak sadar ia pun menangis. Mulanya melelehkan air mata, akhirnya mengisak. Pedih. Kenangan itu membuat Citra nyaris meratapi mahkotanya yang hilang di situ. "Citra...," bisik Ranu tegang. "Kenapa menangis? Takut, ya? Gue juga nih...!" Ranu tidak tahu masalah yang sebenarnya. Citra masih berusaha menutupi rahasia pribadinya itu. Karena takut didesak oleh berbagal pertanyaan, akhirnya Citra berusaha menguasai emosinya. Ia berhenti menangis sekali pun masih tersendat-sendat napasnya. Ia melangkah meninggalkan tempat kenangan pahit itu. Bara dari dendamnya untuk sementara diredam kuat-kuat dalam dada. Tempat itu sunyi. Tempat itu lembab dan berbau apek. Yang ada hanya suara desiran angin, lalu lolongan anjing di kejauhan. Samar-samar kedengaran, sehingga menambah suasana serem makin mencekam. Langkah Citra hati-hati sekali, karena di situ juga terdapat pecahan botol atau beling lainnya. Setapak demi setapak mereka melangkah. Debar-debar jantung Ranu lebih keras ketimbang Citra. Pemuda bertubuh sedikit kurus itu memang kelihatan sekali rasa takutnya, la menggandeng lengan Citra, dan Citra merasakan tangan yang menggandengnya itu gemetar sejak tadi. Bahkan Citra pun merasakan tangan yang memegangi lengannya
www.rajaebookgratis.com
itu kini berair. Keringat dingin Ranu mengucur dari tiap pori-pori kulitnya. "Gizmaaa...!" seru Citra ketika mereka tiba di tempat yang diperkirakan dulu pernah menjadi ruang makan keluarga pemilik rumah ini. "Gizma...! Aku datang bersama Ranu...!" Sepi. Tak ada jawaban. Suara berdenting pun tak ada. Hanya lolong anjing di kejauhan yang mewarnai kesunyian di tempat remang ini. Gtra melirik ke sanasini, mencari pintu yang dulu dipakai masuk ke ruangan yang amat terang dan mewah. Tetapi di situ tidak ada pintu, kecuali pintu yang menuju ke dapur dan sudah tak berdaun pintu lagi. "Kurasa kau hanya mempermainkan aku saja, Tra...," bisik Ranu sambil gemetar. "Tidak! Sumpah. Aku dibawanya kemari oleh Gizma. Dulu, kayaknya di situ ada pintu. Gizma membuka pintu di situ, dan ada sinar terang di dalamnya. Lalu, kami masuk dan ngobrol di dalam kamar yang mewah itu." Citra melangkah dengan hati-hati. Jantungnya pun jadi berdetak-detak setelah semua dinding yang gerompal dan retak-retak itu diperiksanya. Ternyata tidak ada pintu sepotong pun. "Aaaow...!" Ranu melompat dan berteriak keras sambil memeluk Citra. "Ngeeeooong...!" "Bangsat! Kucing...!" cacinya sambil teregah-engah. Seekor kucing berbulu putih melompat dari sebuah tumpukan kardus dan segera berlari keluar. Kucing itulah yang mengejutkan Ranu, dan suara teriakan Ranu yang membuat Citra bagai kehilangan denyut jantungnya. Akhirnya mereka terengah-engah bersama sambil menahan rasa geli justru membuat Ranu kesal sendiri. "Kita cabut aja, Tra! Brengsek!" Citra tak bisa membantah. Ranu ngomel-ngomel tiada hentinya. Menganggap Citra penipu, menganggap Citra konyol, menganggap...! Apa saja dianggap oleh Ranu. Citra tak bisa bilang apa-apa, sebab dia sendiri merasa heran. Sangat terheranheran. Sukar sekali baginya meyakinkan Ranu, bahwa di tempat itulah Citra bertemu dengan Gizma yang cantik dan mempunyai kamar yang mewah. Nyatanya malam ini di situ tidak ada Gizma, bahkan pintu dari kamar mewah itu pun tak ada. Mau bilang apa kepada Ranu?
www.rajaebookgratis.com
"Aku sudah menduga, kamu pasti cuma bercanda!" gerutu Ranu. "Bercanda pala lu rengat Gue sendiri tadi juga ketakutan!" Citra kesal sendiri jadinya. Mereka naik bajaj, kembali ke Blok M. Citra mengajak Ranu makan di gudeg lesehan, jalan Melawai. Mereka duduk di atas tikar yang digelar di pinggiran jalan sambil menikmati teh poci dan makan nasi gudeg ala Yogyakarta. Hal ini ditanggung oleh Citra, karena ia merasa bersalah, tak bisa membuktikan kebenaran kata-katanya. Citra ingin menenteramkan hati Ranu yang kelihatannya sangat kecewa dengan peristiwa tadi. Dan, usaha Citra menenangkan jiwa Ranu itu berhasil. Ranu justru tertawa sendiri setelah termenung sejenak, sambil menunggu hidangan yang dipesannya. "Gue rasa lu salah alamat, Tra. Bukan itu kali rumah Gizma." "Ya, ampun, Ranu...I Apa gue perlu menjalani sumpah pocong sih?! Bener deh! Aku lihat sendiri, jelas sekali, dia mengajak gue ke situ dan masuk ke kamar yang punya perabot serba logam. Bagus deh tempatnya. Sampai sekarang aku masih menyimpan gelas pemberiannya. Gelas dari beling yang berbentuk segi empat. Bukan bulat kayak gelas-gelas biasanya. Pokoknya...." Citra berhenti bicara, la memandang tiga cowok yang turun dari sebuah mobil Jeep terbuka. Dua di antaranya sudah dikenal Citra. Yang berambut cepak, adalah cowok yang waktu itu dipanggil dengan nama Yon. Sedangkan yang satu lagi, yang agak pendek..., Citra tak tahu namanya. Tetapi, cowok itu juga yang telah memperkosanya dengan kasar. Citra ingat, cowok agak pendek itu selain memperkosanya juga menggigit salah satu dada Citra yang menonjol hingga menjadi lecet. Sakit Hanya saja, waktu ia masuk ke kamar Gizma, semua rasa sakit itu menjadi hilang. "Hei, kok bengong aja! Terusin dong cerita lu!" kata Ranu. Citra gelisah. Menghela napas dalam-dalam. Ia melirik Yon dan dua temannya yang duduk di tikar samping Ranu. Debar-debar jantungnya membuat Citra sukar bicara. Debar-debar itu bercampur rasa dendam dan cemas. "Kenapa sih?" desak Ranu berbisik. Citra menyembunyikan wajah. Kentara kalau dicekam
www.rajaebookgratis.com
kecemasan yang menggelisahkan. Ranu jadi curiga. "Ran, kita pulang aja, yuk...!" "Pulang? Belum makan udah pulang? Gi-mana sih? Baru aja duduk...!" "Pulang aja deh!" Citra bergegas. Ia bicara kepada pelayan nasi goreng, "Mbak... kami nggak jadi makan. Hm... berapa teh poci ini?!" Tiba-tiba cowok yang belum pernah dikenal Citra, teman Yon, menyapa, "Lho... kok nggak makan?! Cowoknya lagi boke, ya?!" Ranu berpaling, memandang dengan sikap bermusuhan. "Eh, lu ngomong jangan asal gonggong, ya!" "Lu kenapa nyolot?! Memang elu yang jadi cowok tuh cewek?! Huhhh... ngaca dong! Nggak pantes, tahu?!" "Ran, udah...! Cepetan kita pulang, Ran!" Citra menarik tangan Ranu, tapi Ranu bertahan. Rupanya dia ada nyali juga untuk melawan cowok brandal itu. Tiba-tiba cowok yang pernah menggigit dada Citra itu berseru, "Hei, Yon... lihatl Tuh dia cewek yang kita antri tempo hari...!" Ohhh... malunya Citra. Merah padam wajahnya seketika itu, sebab ada beberapa pembeli yang langsung berpaling memandangnya. Ranu semakin panas mendengar ucapan cowok itu. Apalagi Yon berkata, "Iya. Benar juga, Bas! Dia yang waktu itu kita antri malah cekikikan geli..!" kemudian Yon dan Bas tertawa. Teman yang tadi membuat gara-gara itu ikut tertawa juga. Ranu tak bisa menahan emosinya. Kaki kanannya segera bergerak cepat, melayang dari bawah ke samping dan menghantam punggung cowok di sampingnya itu. Cowok Itu terjungkal ke depan, tersungkur menabrak sebaskom sayur kerecek. Mukanya terbenam di sayur yang pedas itu. "Ran...! Kabuuur...!" Citra menarik-narik tangan Ranu. Tapi Ranu masih belum puas. Waktu cowok yang tadi dipanggil Bas oleh Yon itu mendekat, Ranu segera melayangkan kembali tendangannya. Tapi, Bas menangkis dan Yon segera menendang perut Ranu dengan keras.
www.rajaebookgratis.com
"Hughhh...!" Ranu terbungkuk. "Ranuuu...!" teriak Citra panik. "Ohhh... tolong...! Tolong pisahin mereka...!" Cowok yang tadi wajahnya masuk ke dalam baskom sayur, kali ini mengambil botol bekas Fanta, kemudian menyerang Ranu. Betot itu dihantamkan ke kepala Ranu. Pyarrr...! Ranu memekik kesakitan. Kepalanya berdarah. Tergores oleh pecahan botol pelipisnya. Yon segera menghantam mulut Ranu dengan piring kosong yang sempat diambilnya dari meja. Prakkk...! "Uhhh...!" Ranu sempoyongan. Citra menjerit-jerit. Kemudian menahan tubuh Ranu yang hampir jatuh. "Cepat lariii...! Lari, Ranuuu.... Ayo, le-kaaas...!" Citra menarik Ranu. Dan, mereka pun segera melarikan diri. Ranu masih digandeng Citra, sebelah tangannya memegangi luka di wajahnya yang mengucurkan darah. Orang-orang tak berani melerai perkelahian itu, karena mereka tahu anak-anak yang mengejar Ranu itu punya kelompok tersendiri yang bisa datang sekaligus dalam jumlah banyak. "Hei, jangan lari kau...!" teriak Bas, yang nama lengkapnya Abas. "Kejar dia, Srok...!" teriak Yon kepada cowok yang wajahnya tadi terendam sayur. Asrok, nama panggilan cowok itu, kali ini mengeluarkan rantai dari pinggangnya. Rupanya ia ke mana-mana selalu mengenakan ikat pinggang dari rantai untuk menghadapi perkelahian sewaktu-waktu. Asrok lari dengan cepat Ia penasaran kepada Ranu. Sementara itu, Ranu masih terus ditarik oleh Citra kendati kepalanya terasa sangat pusing dan sakit Langkahnya pun jadi terhuyung-huyung. "Tolooong...!" teriak Citra sambil berlari. Asrok semakin dekat Larinya cepat lagi. Sedangkan Ranu makin lemah. Larinya bertambah lamban. "Belok ke situ, Ran...!" kata Citra begitu melihat sebuah rumah makan Padang masih buka. Dan, mereka pun segera masuk ke rumah makan Padang sambil berteriak-teriak, 'Tolong...! Tolong, kami dikejar penjahat...! Kami mau dirampok. Oh, tolooong...!"
www.rajaebookgratis.com
Hanya ada tiga orang yang makan di rumah makan tersebut. Mereka justru ketakutan mendengar seruan Citra. Dua lelaki yang ada dalam satu meja itu menghentikan makannya. Tetapi, seorang wanita yang duduk sendirian menikmati makanannya itu segera berdiri mendekati Citra. "Lawan dia, Citra...!" "Oh, kau...! Gizma...!" Citra memeluk Gizma. Ranu duduk di sebuah kursi dengan lemas tempa disuruh. Semua orang hanya memperhatikan mereka tanpa berani berbuat apa-apa. "Lawan dia. Matikan satu, dan yang lain akan mundur...!" bisik Gizma. "Aaaow...!" Ranu merintih kesakitan. Rupanya ia baru aja mencabut serpihan beling botol yang ter-'sa di lukanya. Citra segera mengeluarkan aputangan dari tas gantungnya, dan menempelkannya pada luka-luka Ranu. Pada saat itu, badan Citra merasa dingin sekali. Menurutnya karena ia terlalu dicekam rasa takut, la segera berdiri dan bicara pada Gizma, tetapi lagi-lagi Gizma pergi tanpa bilang-bilang padanya. "Gizma...?!" Citra kebingungan mencari Gizma. Orang-orang yang memperhatikan seperti patung, tak bergerak. Mereka bagai mengalami shock melihat adegan berdarah itu. "Hei, keluar kau...!" teriak Asrok sambil berdiri di depan pintu rumah makan. Rantainya gemerincing. Ranu berdiri sambil memegangi lukanya. "Keluar...!" bentak Asrok'lagi. Citra maju ke depan Ranu. Matanya tajam tak berkedip. Menatap Asrok dengan mulut terkatup rapat Asrok siap mengibaskan ran-tinya. Tapi, begitu melihat Citra berdiri dengan wajah kaku, Asrok jadi melangkah mundur. Sepertinya ia merasa takut melihat wajah cantik Citra yang kaku dan bermata tajam itu. Ia sempat mengusap tengkuk kepalanya yang merasa merinding. Citra melangkah sampai ke batas pintu. Asrok masih mundur perlahan-lahan. Beberapa meter di belakang Asrok, tampak Yon dan Abas berlari-lari menyusulnya. "Embat aja, Srok!" teriak Yon. Abas berdiri di samping Asrok sambil memandang Citra. Napasnya masih terengah-engah. Abas berbisik agak keras,
www.rajaebookgratis.com
"Gue seret ceweknya, lu habisin muka cowoknya! Yuk...!" Abas hendak melangkah mendekati Citra, tapi tangan Asrok yang memegang rantai tiba-tiba berkelebat. Cring...! Prakkk...! "Aaaow...! Srok...! Apa-apaan lu?!" Asrok mendekati Abas, kemudian rantainya disabetkan kembali. Crakkk...! Kepala Abas berdarah. "Hei, hei...! Dia teman kita sendiri, Srok! Masa lu buta sih?!" teriak Yon sambil melerai, memegangi tangan Asrok. Tetapi, rantai itu pindah ke tangan kiri dan menghantam ke pundak Yon. "Aaaow...!" Yon berteriak. Abas hendak bangun dalam keadaan bingung, sebab ia diserang teman sendiri. Asrok mendekat dengan mulut rapat. Rantainya dipu-tar-putarkan di atas kepala. Lalu, dalam satu hentakan rantai itu disabetkan kembali ke arah kepala Abas. Prakkk...! Prakkk...! "Aaah...! Aaaow...!" Abas berteriak kesakitan. Ia terjatuh dengan kepala berdarah. Kini, rantai itu kembali menghantam mulutnya. Proook...! Mulut itu pun mengucurkan darah. Gigi Abas rontok dua biji. Asrok bagai orang gila yang tak kenal belas kasihan sama sekali. Setelah ia menendang perut Yon hingga Yon terpelanting kesakitan, maka rantainya pun disabetkan ke wajah Abas beberapa kali. Bahkan kini ia sendiri berteriak, "Aaa... grrr...!" Prak, prak, prok... jeprot... jeprot...! Rantai itu disabetkan bertubi-tubi. Tubuh Abas terkapar di jalanan dengan bermandi darah, tetapi Asrok masih menghantamkan rantai sebesar jempol kaki orang dewasa ke tubuh Abas. "Jangan, Srok...! Jangan...!" teriak Yon melihat Abas bermandi darah di jalanan. Asrok tak peduli dengan teriakan Yon. Orang-orang yang menyaksikan adegan itu pun merasa ngeri. Banyak yang memalingkan wajah, tak tega melihat kepala Abas dihancurkan Asrok dengan rantai. Tubuh Abas hanya bisa berkelojot beberapa kali. Rantai masih dihantamkan tak beraturan ke bagian kepalanya. Rantai itu sendiri berlumur darah. Sampai-sampai
www.rajaebookgratis.com
salah satu pintu toko di dekat Abas terkapar itu terkena percikan darah. Asrok seperti orang kesetanan. Tak ada yang berani memegang atau menghentikan gerakannya. Abas masih kejet-kejetan, dan Asrok beium berhenti menghantamkan rantainya ke bagian kepala Abas yang sudah tak berujud kepala manusia itu. Lebih dari seratus kali sabetan, akhirnya Abas tak bergerak lagi. Ia menghembuskan napas terakhir pada saat otaknya memercik keluar dari tengkorak kepalanya yang dihancurkan oleh rantai Asrok. Asrok terengah-engah. Jatuh berlutut Wajahnya, dan beberapa bagian tubuhnya, terkena percikan darah dari kepala Abas. "Baaas...?! Abaaas...!" teriak Asrok dalam keadaan sangat terkejut Ia segera merangkak mendekati kepala Abas yang sudah hancur. Memandang dengan mata membelalak liar. Ia melihat rantai yang digenggamnya ternyata berdarah. "Baaas...! Kenapa kau...?! Ohhh.... Abaaas...!" Orang-orang yang mengerumuni dari kejauhan menjadi heran melihat tangis Asrok semacam tangis penyesalan. Banyak yang berpendapat, perbuatan Asrok adalah perbuatan di luar kesadaran diri sendiri. Citra tersenyum tipis memandang kematian Abas. Napasnya menghempas lega. Ia pergi membawa Ranu tanpa setahu orang-orang. Tiga dendam telah terpenuhi. Citra merasa puas melihat kematian orang-orang yang pernah memperkosanya. Menurutnya, cara kematian yang mereka alami cukup sepadan dengan kekejian mereka saat merobek kegadisannya. Tinggal tiga lagi. Yon, orang yang tadi ikut mengeroyok Ranu, lalu.... Tom, yang memiliki rambut panjang seperti rocker nyasar, dan Sam. Mereka harus mengalami kematian yang lebih mengerikan lagi. Paling tidak, sama mengerikannya dengan kematian teman-teman mereka. Lalu, bagaimana dengan Oom Piet? Apakah ia harus mati juga? Ia telah menikmati kehangatan Citra dengan cara memberikan obat pada kuah super mie yang sengaja disendokkan untuk Citra. Oom Piet memperdaya Citra, menikmati apa yang ia inginkan dalam kead Citra tak bisa apa-apa. Apakah ia perlu mengalami nasib seperti Abas? Citra masih mempertimbangkan, sebab bagaimanapun juga itu menyangkut masalah
www.rajaebookgratis.com
keluarganya sendiri. Sekarang yang dipikirkan Citra adalah hadiah buat Gizma. Kalau ia tidak memberi hadiah pada Gizma, maka nyawanya yang menjadi jaminannya. Ini aturan main yang mereka sepakati berdua. Sekarang, siapa yang dijadikan korban? Lelaki mana yang ingin diberikan kepada Gizma? Ranu...? -ooo0dw0oooRUMAH pegawai kedutaan itu akhirnya berhasil ditempati Citra. Dalam waktu satu malam, ia berhasil memperoleh check kontan sebesar dua juta, dari seorang lelaki yang bernama Oom Harllan. la seorang pengusaha hotel, yang pada malam itu istrinya sedang melahirkan. Citra mengantar Ranu untuk menjahitkan luka-lukanya akibat perkelahian di jalan Melawai. Pada saat Citra menunggu Ranu selesai ditangani dokter, di pintu gerbang rumah sakit ia sempat berkenalan dengan Oom Harllan. Omong punya omong, kenal punya kenal, akhirnya Oom Harllan mengajak Citra untuk pulang bersamasama. Waktu itu, tubuh Citra masih terasa dingin, seperti direndam di dalam tumpukan batu es. Citra tahu, lelaki setengah baya itu tergoda oleh kecantikannya. Mata lelaki itu sering memandang ke bagian dada Citra yang tampak menantang. Citra masih bisa jaga gengsi, sekalipun dalam hati kecilnya, ia merasa tak perlu melayani Oom Harllan. Tapi, mulutnya sempat melontarkan kata, "Saya sedang bingung, Oom." "Kenapa bingung? Apa kesulitanmu? Mungkin bisa kubantu." "Saya butuh uang dua juta untuk menebus saudara saya. Besok saya harus lunasi rekening rumah sakit itu, Oom. Ah, saya bingung sekali, sebab sampai hari ini saya nggak pegang uang lebih dari sepuluh ribu...." Oom Harllan tersenyum. "Itu kan masalah kecil. Bisa saja saya bantu kamu, asal kamu juga bisa bantu juga." Citra sengaja tertawa dengan kesan kurang percaya. Oom Harllan menjadi lebih penasaran, la nekat mengeluarkan buku check dari tas kecli yang dibawa-bawanya sejak tadi. Setelah membubuhkan angka 2 juta rupiah, ia berikan check itu kepada Citra. "Nih, kalau kamu nggak percaya! Saya serius." Citra diam sejenak, mempelajari check tersebut. Lalu, la tersenyum nakal seraya berkata, "Saya juga serius." Ia meremas tangan Oom Harllan. Mata lelaki itu semakin berbinar-binar. Citra menambahkan kata,
www.rajaebookgratis.com
"Malam ini juga saya ingin membalas pertolongan ini." "Hanya malam ini saja?" Citra menggeleng. "Sampai kapan Oom butuh pertolongan, saya siap sedia membantu. Hm... sebentar, saya bilang dulu pada saudara saya yang di dalam...!" Citra pergi menghubungi Ranu. Oh, belum selesai juga. Bibir Ranu ikut dijahit karena sobek waktu dihantam piring oleh Yon. Ia tak berani mengganggu Ranu. Ia hanya menulis sebuah pesan pada selembar kertas, kemudian dititipkan kepada seorang suster. "Tolong, sampaikan pesan ini kepada teman saya itu. Terima kasih sebelumnya, Suz." Sama seperti Yammar dan Alex, akhirnya Oom Harllan pun berubah menjadi patung batu. Malam itu juga, urusan Citra selesai. Badannya kembali panas, tidak sedingin tadi. Gizma muncul di kamar hotel, dan menyuruh Citra memejamkan mata. Itulah riwayat rumah kontrakan seharga dua juta. Kini rumah itu ditempati oleh Citra sendirian. Kadangkadang saja Andani tidur di situ, atau Hanna, atau Ninung. Hanya Sarah yang belum pernah datang ke rumah kontrakan Citra. Ranu sendiri pernah datang ke rumah Citra, tapi ia tidak bermalam di sana. Ia hanya membicarakan soal Gizma, dan rasa kagumnya terhadap kecantikan Gizma. Tetapi, pada sore ini, Ranu datang tidak sekadar bicara soal Gizma. Luka jahitannya masih membekas, belum kering betul. Sepertinya bukan hanya luka jahitan di pelipis saja yang belum kering, melainkan luka di hatinya juga masih basah, la penasaran, karena beberapa hari ini diam-diam ia mencari Yon dan Asrok, namun gagal. "Kau ini apa-apaan?! Mengapa harus mencari mereka!" Citra kesal karena hatinya mencemaskan Ranu. "Nggak perlu lagi cari-cari mereka! Ntar bikin lu tambah susah!" 'Tra, aku masih penasaran sama omongan mereka! Aku nggak rela kamu dikatakan pernah diantri dan lain sebagainya! Aku ingin robek mulut tuh anak, biar nggak sembarangan kalo ngomong!" Citra salut terhadap pembelaan Ranu. Tapi sifat Ranu yang penasaran membuatnya cemas sekali. Citra tahu, Ranu punya keberanian. Tapi Citra juga bisa mengukur kekuatan yang ada pada Ranu. Tidak
www.rajaebookgratis.com
seimbang dengan mereka. Tubuh Ranu sendiri agak kurus, tidak sekekar tubuh Tom atau Yon. Kalau terjadi duel antara Ranu dengan Tom, Citra sangsi untuk mengharapkan kemenangan dari Ranu. "Ran, lupakan omongan mereka itu! Kamu nggak perlu penasaran lagi sama omongan mereka. Anggap saja mereka sedang mabuk" geleng-geleng kepala. "Mereka nggak sedang mabuk, dan nggak bisa dianggap begitu, Citra. Mereka harus diberi pelajaran! Biar nyaho! Biar tahu adat!" Napas Citra dihela panjang-panjang. Susah juga membujuk Ranu untuk melupakan kata-kata Yon. Ranu sendiri bilang, 'Tra... sejak aku tahu kau berdiri di depanku menghadang Asrok, aku semakin merasa nggak rela kalau kamu dilukai oleh mereka, secara fisik maupun batin. Aku tahu kamu sakit hati oleh kata-kata mereka, dan aku harus membalas sakit hatimu." "Nggak perlu, Ran! Nggak perlu!" "Kenapa nggak perlu?!" tukas Ranu cepat "Kalau tidak ada kamu, nasibku akan seperti korban yang dihancurkan dengan rantai itu. Jadi, apa salahnya kalau aku merasa beruntung, sebab kamu berani berdiri di depanku ketika Asrok hendak masuk rumah makan? Pembelaanmu yang seperti itu, nggak bisa kubalas dengan ucapan terima kasih saja!" "Bisa...!" "Nggak bisa!" Ranu ngotot, Citra diam. Lama sekali mereka saling membisu. Duduk Citra lebih santai lagi. Merebah di sofa empuk, kepalanya berpaling ke arah akuarium, tak berani memandang Ranu. Mungkin ada sesuatu yang telah selesai ia renungkan, karena tiba-tiba Citra berkata dengan tanpa memandang Ranu, "Jangan mencampuri urusan pribadiku, Ran." "Urusan... urusan pribadi, bagaimana?" "Kematian mereka adalah urusan pribadiku. Aku tak ingin mereka mati di tangan orang lain. Tak ingin mereka hancur di tanganmu. Aku yang bertindak sebagai algojo mereka...," Citra memandang Ranu, "Bukan kamu yang berhak membunuh mereka." Merinding tengkuk kepala Ranu mendengar ucapan Citra dengan wajah dingin itu. Ranu tahu, Citra bukan sedang main-main. Gadis itu serius. Karena itu, Ranu tidak berani menyepelekan ucapan tersebut "Apa yang telah terjadi sebenarnya, Citra...?" bisik Ranu dengan hati-hati sekali. Tak ada senyum sedikit
www.rajaebookgratis.com
pun di bibirnya, tak ada canda sepatah kata pun dari tiap katanya. Mata Ranu pun menatap Crtra dengan serius, sampai dahinya sedikit berkerut 'Tra...," sapanya lagi setelah Citra diam saja. "Aku sahabatmu, bukan?" Citra masih diam. "Kau percaya padaku, bukan?" Citra tak ada reaksi. Makin lama suara Ranu semakin lembut mengharu. Baru sekarang Citra merasakan kesungguhan Ranu dalam berbicara dengannya, seakan pada saat Itulah jati diri Ranu muncul di depan Citra. "Sejak peristiwa di Melawai itu, Tra.... Kau sudah kuanggap bukan sekadar sahabat Dukamu kujadikan dukaku juga. Sungguh, Tra. Aku merasa berhutang nyawa padamu. Jadi, apa salahnya kalau aku ikut membantu meringankan bebanmu. Apa salahnya kalau aku turut menanggung masalahmu?" Citra masih diam. Makin membiru hatinya mendengar kata demi kata yang diucapkan penuh perasaan itu. "Katakan, kau ada masalah apa dengan mereka. Katakan yang sebenarnya. Kalau itu suatu rahasia, nyawaku yang jadi jaminan untuk menutup rahasia itu. Nyawaku, Tra...." Tak tahan juga Citra memendam keharuan itu. Kian lama kian jelas kedua matanya digenangi air. Bantalan sofa masih dipeluknya. Matanya yang basah menerawang, mulutnya ditutup dengan bantalan sofa itu. Ia belum mengisak. Ia bertahan untuk tidak mengisak. Namun, apakah ia akan mampu? Ranu bergeser, duduk lebih dekat lagi dengan Citra. Kini semakin yakin hati Ranu, bahwa Citra telah menyimpan satu rahasia pribadi yang ingin dipikulnya sendiri. Ranu merasa tak reia jika Citra menanggung beban penderitaan seorang diri. Maka, dengan lembut dan masih penuh hati-hati, Ranu pun berkata pelan, "Kau menyimpan dendam kepada mereka selama ini? Benar begitu?" Citra mengangguk samar. Ranu menghela napas, menenangkan emosi. Tapi rasa penasarannya mendesak batin, memaksa ia bertanya, "Kenapa kau mempunyai dendam kepada mereka?" Makin deras air mata itu mengalir, makin sulit Citra mengekang isak tangisnya. Akhirnya, ia pun memeluk Ranu dalam satu luapan tangis yang meratap-ratap. Di sela tangisnya itu, Citra melontarkan kata mengharukan,
www.rajaebookgratis.com
"Aku... aku dinodai mereka, Ranuuu...!" "Ya, Tuhan...!" Ranu bagai lemas. Tulangnya seperti dilolosi dari bawah. Ia memeluk Citra erat-erat Tubuh Citra terguncang-guncang oleh tangisnya yang kian menjadi. Sore beranjak petang. Hari itu mereka libur, sehingga tak ada beban harus pergi ke tempat kerja. Citra memuaskan tangisnya dalam pelukan Ranu. Setelah ia merasa sedikit puas, ia pun menceritakan awal peristiwa menyakitkan itu, terjadi. "Itulah sebabnya aku ingin menangis ketika aku melihat tiang dan lantai pada rumah kuno itu, Ranu. Aku teringat saat-saat mahkotaku hilang direnggut mereka secara beramai-ramai." "Sungguh biadab mereka itu," geram Ranu dalam terawangnya yang mengandung dendam. "Mereka berenam. Tiga di antaranya telah kubunuh...." "Kau yang membunuhnya?" Ranu sangsi. Citra mengangguk. "Satu orang terjatuh dari lantai lima di tempat keria kita. Satu lagi dihantam mobil dan tergencet pagar pembatas jalur, dan yang terakhir., yang kemarin diremukkan kepalanya oleh temannya sendiri." Semua kematian yang diceritakan Citra terbayang jelas dalam ingatan Ranu. Tetapi, ia masih tidak tahu, mengapa Citra merasa sebagai pembunuh mereka. "Padahal kau tidak menyentuh mereka seujung rambut pun, kan?" tanyanya. "Aku mempunyai semacam kekuatan gaib. Kekuatan itu mulanya tidak kuketahui. Sejak peristiwa di Melawai itu, baru aku bisa menyimpulkan, bahwa di dalam diriku ternyata ada satu kekuatan gaib yang tak kutahu entah dari mana datangnya. Aku bisa memerintahkan musuh-musuhku untuk melakukan apa saja, bahkan bisa mendorong mereka dengan hanya menggunakan pandangan mata. Oh, banyak sekali perubahan pada diriku yang membingungkan, Ran. Terutama terjadi setelah aku mengalami pemerkosaan itu...." Citra tak jadi melanjutkan ceritanya, karena pada saat Itu ada sebuah Vespa berhenti di depan rumahnya. Ia bergegas membukakan pintu untuk sang Tamu. "Oh, kau Nico...?! Lama sekali tidak menemuiku?" Hati Citra berdebar-debar. Nico datang. Berdiri di depan pintu. Memandang ke dalam, menatap Ranu
www.rajaebookgratis.com
sebentar, kemudian memandang keadaan di luar rumah. Nico berkata dengan dingin, "Rumah ini cukup nyaman. Tenang dan sup!. Memang enak untuk santai. Hebat sekali kau bisa kontrak rumah seharga dua juta. Mestinya kau harus bekerja keras dong." "Nico.. masuklah dulu." "O, tidak. Aku tidak ingin mengganggu kalian. Aku cuma ingin menyampaikan pesan dari Oom Piet sekeluarga, yang telah kau kecewakan dan kau lupakan itu." "Nico, kita perlu bicara. Kau tidak akan mengerti jika...." "Kensi sakit. Sekarang diopname di rumah sakit Cuma itu pesan yang harus kusampaikan padamu. Oke, aku pulang dulu! Selamat bersenang-senang, Citra." "Nico...?! Nic...!" Citra berlari mengejar Nico yang sudah berada di atas Vespa. Ia sangat cemas dan sedih melihat sikap Nico yang dingin. "Nico, kau pasti belum paham dengan apa yang terjadi dan telah menimpaku belakangan ini. Kita perlu bicara tanpa emosi, Nico." "Kurasa tak ada yang perlu dibicarakan lagi. Kurasa semuanya sudah jelas bagiku." "Nic... aku masih... masih mencintaimu. Aku...." "Buang saja cinta itu! Terlalu murah!" Setelah mengucapkan kata-kata demikian, Nico menstarter Vespa-nya, kemudian pergi tanpa mau berpaling pada Citra lagi. Citra hanya memandang kepergian Nico dengan tangis yang tak bisa dibendung lagi. Ia memandang sampai Nico hilang di balik tikungan. Bibirnya digigit sendiri sambil melangkah gontai. Di pintu, Ranu berdiri memperhatikan Citra dengan penuh rasa iba. Tanpa diminta, ia menyambut Citra yang limbung, lalu memeluknya kuat-kuat setelah pintu ditutup. Citra menghamburkan tangis untuk yang kedua kali dalam pelukan Ranu. Bisikan lembut sempat didengar oleh Citra, "Tabah. Bersabarlah. Ada masanya sendiri untuk berhenti dari penderitaan. Ada masanya, Citra. Sekarang yang kaubutuhkan adalah ketabahan." "Nico...! Aku masih mencintai dia, Ran! Aku mencintai Nico, tapi dia tidak mau tahu dengan masalahku...." "Suatu saat, dia pasti mau tahu. Bersabarlah, Citra.
www.rajaebookgratis.com
Maklumilah sikapnya tadi, karena ia melihat aku berada di sini berdekatan denganmu. Ia pasti cemburu padaku. Orang cemburu sukar diberi penjelasan pada saat rasa cemburunya di puncak. Tapi nanti, setelah emosinya reda, kita baru bisa memberi penjelasan padanya, dan ia pasti mau mengerti tentang semua ini, Citra." Ranu. Alangkah bijaknya dia dalam keadaan seperti itu. Alangkah besar rasa persahabatannya. Kalau saja Ranu tidak pandai menghibur hati Citra dengan serangkai kata-katanya, sudah pasti Citra akan berlarut-larut dalam tangisnya. Ucapan-ucapan sederhana dari Ranu, bagi Citra sungguh suatu penghibur hati yang sedang duka. Ternyata inilah orang yang dicari Citra sejak ia kehilangan mahkotanya. Ranu pandai mengalihkan rasa. Pandai pula membawa diri dalam bergaul. Ia tahu apa yang dibutuhkan Citra pada malam ini. Bukan buaian mesra, melainkan kesegaran jiwa. Peralihan satu konsentrasi. Karenanya, Ranu mengajak Citra jalanjalan supaya pikiran Citra tidak terbelit oleh duka dan kenangan pahitnya terus-menerus. "Aku masih punya sisa gaji untuk bulan ini," kata Ranu. "Bagaimana kalau kita nonton di Twenty One? Ada film lucu di sana!" Ranu punya sasaran yang tepat Film lucu itu mampu mendominir otak Citra, sehingga suasana yang ada di dalam gudang bioskop itu telah merubah duka Citra menjadi suka. "Sayang sekali kita tidak bisa bersama Gizma," bisik Ranu. "Kalau saja Gizma ada di antara kita, mungkin suasana akan jadi lebih ceria lagi." Kata-kata diucapkan Ranu pada saat mereka makan di Pujasera. Citra melirik Ranu, ia melihat rona sesal membentang tipis di wajah Ranu. Lalu, Citra pun berbisik lirih, "Kau ngebet sama dia?" Geli juga Ranu mendengar pertanyaan itu. "Ngebet dalam hal apa?" Ia ganti bertanya. Citra hanya mengikik sembil menikmati sisa es telernya. Ranu bicara sambil mempermainkan sendok gelas yang telah kosong. "Aku penasaran sekali. Dia itu... masih kuliah atau sudah bekerja? Masih single atau udah punya suami?" "Lu tanya aja sendiri kalau lagi ketemu dia," jawab Citra. "Coba ceritakan sedikit tentang perkenalanmu dengan Gizma. Ada pembicaraan apa saja selama ini
www.rajaebookgratis.com
dengannya, mungkin aku bisa mempunyai kesimpulan untuk menyelidiki pribadinya." "Ah, lu kayak detektif aja! Terlalu banyak nonton HAMMER kali lu!" sifat canda Citra sudah nampak normal kembali. Ranu senang, sebab itu ia tertawa iepas. "Eh, Ran... elu bener-bener naksir dia?" "Busyet dah! Lu pikir main sandiwara?" "Bukan begitu, Ran.... Kalo lu beneran naksir dia, gue sampein ke dia deh! Ntar gimana kata dia, gue sampein ke lu!" "Mau jadi comblang lu? Ha, ha, ha...!" "Demi seorang sahabat, nggak ada salahnya, kan?" Citra melirik lucu. "Boleh juga begitu. Tapi... kira-kira dia udah punya suami apa belum, sih? Kalo menurut pandangan lu, gimana?" "Kalau menurutku sih... dia belum punya suami! Memang usianya, kayaknya, di atas kita. Yah, mungkin tiga-empat tahun lebih tuaan dia ketimbang kita. Tapi, gue nggak pernah lihat dia jalan ama cowok Di rumahnya juga gue lihat nggak ada tanda-tanda kehidupan cowok di sana!" Ranu merenung, manggut-manggut sambil menggumam. "Ah, sayang kita nggak tahu di mana rumah dia sebenarnya!" "Ya di situ itu, yang kemarin kita samperin tapi membingungkan itu, Ran!" "Nyatanya nggak ada apa-apa kecuali tempat angker doang!" Ranu bersungut-sungut "Gue sendiri sampai sekarang masih heran lho. Bener kok. Tempo hari, gue dalam keadaan sadar masuk ke situ, dituntun ama dia. Tapi, waktu kita ke sana kok bisa nggak ada dia punya pintu kamar, ya?" Citra jadi ikut merenungkan kembali soal misteri kamar Gizma itu. "Apa enaknya kita ke sana lagi, Ran?" "Kapan? Sekarang? Huh... ogah! Mendingan disuruh maju ke medan perang daripada kebingungan di sarang hantu Itu!" Citra jadi tertawa geli. Jam tangannya menunjuk ke pukul 11 malam lewat 10 menit Citra akhirnya mengajak Ranu pulang. Ranu memanggil pelayan untuk menghitung jumlah makanan dan minuman yang harus dibayar. Tetapi, pelayan lelaki itu bilang, "Kan sudah dibayar, Bang."
www.rajaebookgratis.com
"Sudah dibayar?!" Ranu memandang Citra. "Belum. Gue belum bayar kok." "Siapa yang bayar. Mas?" tanya Ranu. 'Itu..., Tante yang duduk di pojokan sana! Yang pakai jaket cokiat, tuh...!" Mata Ranu dan Citra membelalak, lalu keduanya tersenyum. Gizma sedang duduk sendirian menikmati minumannya, la melambai sewaktu Citra dan Ranu memandangnya, mereka berdua bergegas mendekati Gizma. "Brengsek lu, Giz! Pasti udah dari tadi nongkrong di sini, ya?" kata Citra ikut duduk di samping Gizma. "Sudah lama aku di sini. Sebelum kalian datang aku sudah nongkrong di sini," kata Gizma. "Kok nggak gabung ke kita?" kata Ranu. Gizma tersenyum manis, memandang minumannya. Ia berkata pelan, 'Takut mengganggu keasyikan kalian." "Ah, keasyikan apa? Kami cuma ngobrol-ngobrol biasa," sergah Citra. "Eh, Giz... ada yang naksir kamu," bisik Citra. Ranu melengos karena mendengar bisikan itu. Ranu malu juga kalau Citra menyampaikan soal katakatanya tadi di depan dia sendiri. Untung saat itu Citra bisik-bisik di telinga Gizma dan mereka berdua akhirnya jadi mengikik tertahan. Ranu jadi salah ringkah. Dengan suara kalem, tapi bisa didengar oleh mereka, Gizma berkata, "Lelaki yang naksir aku adalah leiaki yang malang nasibnya." "Apa hatimu tertutup dan beku membatu?!" sahut Ranu tiba-tiba. Gizma hanya tersenyum getir. Ranu kembali tersipu, tak sadar ia terpancing oleh kata-kata Gizma. -ooo0dw0oooPada saat itu, ada dua pemuda yang mabuk yang jalannya sempoyongan. Dari kejauhan mereka telah sama-sama ngoceh tak karuan. Sampai di meja Gizma mereka berdua berhenti. Yang mengenakan topi berkata, "Bob... lihat tuh ada dua bidadari! Lu pilih yang mana?" Yang dipanggil Bob menjawab, "Cakepan yang itu! Yang pakai jaket!" "Hei, ngapain kalian di sini! Ayo, sana!" usir Ranu. "Emangnya ini Pujasera punya bapak moyang lu?!" kata yang pakai topi. Ranu nyaris menampar pemuda
www.rajaebookgratis.com
itu, tapi tangannya segera dipegang Citra. Gizma sendiri berkata kalem, "Biarkan saja, Ranu...!" Yang tadi dipanggil: Bob, mendekati Gizma dengan mata merahnya. Ia membungkuk, kedua tangannya berada di atas meja, depan Gizma. Ranu menahan kemarahan. Bob meman dang Gizma sambil cengarcengir, lalu berkata mengambang, "Lu... lu cakep banget deh! Mendingan lu jadi bini gue. Nggak bakalan gue kasi pakaian lu! Ih, cakep banget..!" Bob menyentuh dagu Gizma. Kontan ia menjerit, "Aaaow...!" Dan semua mata memandang Bob. Ranu dan Citra merasa heran sekali. Jari-jari Bob yang dipakai menyentuh dagu Gizma menjadi terbakar. Pendek dan ujungnya membara. Jari itu seperti karet yang disentuhkan ke dalam bara yang amat panas, langsung mengkerut, lumer. Tapi mengeras lagi dalam keadaan telah cacat begitu. Mata Ranu mengerjap, sepertinya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sisa asap masih mengepul dari jari telunjuk Bob, menguarkan bau daging terbakar. Bob sendiri menjerit-jerit histeris dengan tangan segera diguyur air oleh temannya. Sedangkan Gizma tenang-tenang saja. Seakan tidak melihat kejadian itu. Ia bahkan berkata kepada Citra, "Kita pulang yuk...?!" Ranu dan Citra seperti mengalami masa shock yang cukup lama. Waktu mereka melangkah melintasi tempat parkir Pujasera, mereka sama-sama tetap terbungkam. Hanya hati dan pikiran mereka yang saling berkecamuk sendiri-sendiri, memikirkan keajaiban yang terjadi di depan mata mereka. Nyata dan jelas. Gizma memanggil taksi, lalu mereka bertiga pulang naik taksi tersebut. Gizma duduk di samping sopir, sedangkan Ranu dan Citra ada di jok belakang. Jantung Ranu masih berdebar-debar karena peristiwa tadi, sehingga ia masih saja membungkam mulut, sekalipun Gizma dan Citra sudah terjalin pembicaraan tentang rumah kontrakan Citra. "Kapan kau datang ke rumahku, Giz?" "Mungkin lusa. Lusa aku...," Gizma berhenti bicara. Ia Justru berbisik kepada sopir taksi, "Pelan-pelan, Bang...!" Taksi berjalan pelan, agak ke pinggir. Citra dan
www.rajaebookgratis.com
Ranu menjadi heran. Apalagi Gizma segera menyuruh taksi berhenti, Citra pun segera bertanya 'Ada apa, Giz?" 'Kita turun di sini saja, Tra. Nanti gampang disambung pakai taksi lain." Sekalipun merasa tidak paham dengan maksud Gizma, tetapi Citra dan Ranu turun juga dari taksi itu. Mereka bertiga berdiri di pinggir jalan, bawah jembatan penyeberangan. "Aneh. Maumu sebenarnya apa sih, Giz? Kok kita turun di sini?" "Lihat pemuda yang berdiri di seberang jalan itu," bisik Gizma. Ranu mendengar bisikan itu, kemudian menyahut, "Hei, kalau nggak salah mereka itu anak-anak yang suka nongkrong di depan plaza kita ya, Tra?" "O, iya! Benar. Maksudmu... mereka yang ada di halte seberang jalan itu, kan?" "Perhatikan mereka," sahut Gizma. "Mungkinkah mereka menunggu bis kota pada malam seperti ini?" Karena Citra dan Ranu tidak memberi jawaban, maka Gizma pun berkata lagi, 'Tiga pemuda itu pasti mencari mangsa yang akan dijadikan pemuas nafsunya." "Hei, Giz... yang pakai baju hijau Itu... itu yang namanya Sam! Ya, aku ingat..! Dia waktu itu juga ada, Giz." Ranu tak perlu bertanya, ia sudah mengerti maksud Citra. Pasti yang dimaksud adalah preman-preman yang berhasil memperkosa-nya itu. Ranu baru tahu kalau pemuda berbaju hijau itu juga termasuk satu pemuda yang merusak kesucian Citra. Padahal Ranu kenal dengan anak itu. Sam, nama panggilannya. Nama aslinya Samingun. Tetangga belakang rumah Ranu. Dia memang dikenal paling brengsek di kampungnya, sebab itu Ranu berlagak tidak mengenal Samingun. "Terserah kau, Tra. Apakah dia yang ingin kau lenyapkan, atau bersama-sama kedua temannya itu?" bisik Gizma. Citra belum sempat memberi keputusan. Ia telah melihat ketiga pemuda Itu bergerak menaiki jembatan penyeberangan. Gawat Mereka pasti akan tiba di tempat Citra, Ranu dan Gizma berdiri. Mungkinkah mereka sengaja mendekati Citra? "Gawat, Giz. Mereka...." Citra menghempaskan napas lagi, sebab kali ini Gizma telah hilang. Dan, badan Citra menjadi dingin
www.rajaebookgratis.com
lagi. Dingin sekali sampai kedua tangan Citra terlipat di dada. "Mereka kemari, Tra. Lekas lari pergi," bisik Ranu. Tapa, Citra diam saja. Matanya mulai memandang tajam, memperhatikan langkah kaki mereka bertiga. Ranu tak tahu kalau di dalam dada Citra mulai bergemuruh karena teringat kelakukan Sam saat memperlakukan Citra seperti binatang betina saja. Dendam itu makin membara, mata itu makin tajam memandang. Ranu memperhatikan Citra, memandang mereka di jembatan, mem-, perhatikan Citra lagi. Memandang mereka lagi. Ranu kelihatan bingung, tapi juga penasaran, ingin mengetahui apa yang dilakukan Citra saat itu. Tiba-tiba, Sam yang berjalan sambil tangannya memegangi besi pengaman di jembatan itu, menjerit seketika. "Haaah... hah... aaah...!" suara Sam menggema. Suara gaduh tinggal sisanya. Lantai jembatan itu keropos dan Sam terjeblos ke dalamnya. Tubuhnya melayang, karena temannya gagal menangkap tangan Samingun. Pada saat itu, ada sebuah mobil sedan yang sedang dikejar mobil patroli polisi. Mobil itu melintas di bawah jembatan penyeberangan tepat pada saat itu tubuh Sam terjeblos ke bawah. Mobil itu tak sempat menghindar. Tubuh Sam pun menjadi sasaran telak, dihantam dalam kecepatan tinggi. "Saaammm...!" teriak temannya yang masih di atas jembatan. Tubuh Sam terlempar, melayang ke depan mobil dalam keadaan berlumur darah. Begitu jatuh di aspal, ban mobil menggilas perutnya. Dari mulut Sam terlihat menyemburkan darah, cairan dan makanan yang menjadi isi perutnya. Mobil itu tetap melesat, ngebut tanpa peduli tubuh Sam yang kejet kejetan di aspal. Sedangkan mobil polisi yang mengejar mobil sedan tadi juga tak sempat menghindari tubuh Samingun.. Pletokkk...! Terdengar suara sesuatu yang pecah. Mobil polisi berhenti dengan suara rem menjerit Kedua teman Sam berlarian dari atas jembatan sambil berteriakteriak. Ranu lari ke atas jembatan untuk melihat keadaan Sam di aspal. Ia berseru kepada Citra, "Kepalanya pecah...!" Sam tak berkutik lagi. Darah menghambur ke
www.rajaebookgratis.com
mana-mana. Kepalanya remuk. Pecah dilindas mobil polisi. Seandainya tak ada mobil lain, Sam tetap saja meregang mati karena dua kali dihantam dan diliiridas mobil sedan curian itu. Citra menghempaskan napas lega. Satu lagi dendamnya teleilh pudar. Ia tersenyum melihat kematian Sam yang begitu tragis. Kini tinggal Yon dan Tom yang tersisa. "Tinggal dua, Citra?" bisik Gizma yang tahu-tahu ada di belakang Citra. Badan Citra piun menjadi panas. Hangat seperti sedia kala. Citra mulai curiga dengan perubahanperubahan yang ia rasakan setiap menjelang kematian musuh-musuhnya. Badan dingin, Gizma pergi!, dan Ia mampu mencelakai korban sesuai denjjan kehendak hatinya. "Jangan lupa, malam ini juga kuminta hadiahnya, Citra." "Giz, malam-malam begini mana bisa aku mencari lelaki untukmu! Bagaimana kalau besok?" "Tidak, Citra. Harus sekarang. Malam Ini juga! Dan, aku yakin... kau pasti bisa." "Giz... kau tahu sediri..kan... aku...." "Ssst.., Ranu datang," bisik Gizma. "Tap... oh, tidak...! Aku tidak bisa mengorbankan Ranu, Giz." "Kau bebas memilih, dan aku bebas menagih," bisik Gizma sambil tersenyum. "Kalau sampai nanti pagi kau belum membayar upahku, maka kau harus melunasi dengan nyawamu. Eh, ini sesuai perjanjian kita lho...." Gizma. Kalau sampai besok, berarti Gizma akan mengamuk dan membunuh Citra, karena dianggap Citra membohonginya. Sedangkan malam itu, adalah malam yang sepi dan Citra melihat di jalanan itu tak begitu banyak lelaki. Bahkan tak ada satu pun yang pantas diberikan kepada Gizma. Hanya Ranu yang paling pentas. Karena itu, Citra pun segera berkata kepada Ranu, "Bagaimana kalau malam ini kau pulang ke rumahku, Ran? Tidur sana saja deh!" Ranu memandang Citra dalam kebimbangan pilihan. -ooo0dw0oooPUKUL satu malam kurang beberapa menit, Citra tiba di rumah. Sendirian. Ranu menolak tawaran Citra untuk bermalam di rumahnya, karena saat itu Ranu lebih mementingkan mengantar Gizma pulang ke rumah. Citra jadi gelisah memikirkan upah buat
www.rajaebookgratis.com
Gizma. Baru saja ia membuka pintu, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan rumahnya. Oom Piet turun dari mobil. Sendirian. Perasaan Citra tambah gelisah. Cemas. Ia ingat pesan yang dititipkan Nico tadi sore tentang Kensi yang diopname di rumah sakit. Oh, pasti telah terjadi sesuatu pada diri Kensi, pikir Citra. Karenanya, ia segera menyambut kedatangan Oom Piet dengan sedikit tegang "Bagaimana Kensi, Oom?" Oom Piet tidak langsung menjawab. Menurut Citra, wajah Oom Piet sengaja dibuat tegang, mungkin dengan maksud supaya tidak mengundang kecemasan bagj Citra. Karena itu, Citra mengambilkan segelas air putih buat Oom Piet "Ada Derita apa, Oom? O, ya... maaf, aku belum bisa menjenguk Kensi di rumah sakit Aku... aku sibuk sekali, Oom." "Tak apa," jawab Oom Piet "Kensi besok sudah pulang. Cuma menjalani operasi kecil." "Sakit apa sih?" "Amandelnya dibuang " "Ooo...!" Citra melegakan napas. Pada saat ia melegakan napas, tubuhnya kembali merasa dingin. Pintu pun ditutup oleh Citra, supaya udara dingin tidak terlalu masuk ke dalam rumah. Namun, nyatanya tubuh Citra masih tetap merasa dingin, la sempat meremas-remas lengan dan pundaknya sendiri. Ia duduk di meubel dengan Oom Piet. "Jadi, ada keperluan apa Oom Piet datang kemari malam-malam begini?" Lelaki setengah baya itu tersenyum nakal. Mulai genit Ada kemuakan di hati Citra, tapi rasa muak Itu bagal terpojok. Tak terlalu menonjol. "Mau pinjam duit buat nebus Kensi? Ah, kurasa... aku nggak punya tabungan lagi, Oom." "Aku sudah siapkan biaya buat Kensi. Tak perlu pinjam duit sama kamu, Citra." "Lalu, maksud Oom kemari mau apa?" "Aku nggak bisa tidur." "Sakit?" Oom Piet menggeleng dengan matanya mulai sayu memandang Citra. "Aku... aku terlalu banyak memikirkan kamu, Citra. Maltanya aku nekat datang kemari." Citra tersenyum malu. Hati kecilnya merasa heran
www.rajaebookgratis.com
sendiri, kenapa ia tersenyum. Biasanya Ia benci dengan cara Oom Piet memandangnya begitu. Citra Ingin mendobrak keinginan batinnya yang mendesirkan hati sejak tadi, tapi Ia tidak bisa berbuat banyak. Justru ia menjadi sering merinding karena desiran-de-siran lembut di hati yang menjalar ke bagian-bagian tubuh yang sensitif. "Kupikir, memang ada benarnya juga kamu pindah kemari, Tra," kata Oom Piet "Mengurangi anggaran makan di rumah, maksudnya?" "Mengurangi bahaya di rumah," jawab Oom Piet sambil tersenyum nakal. Citra mendesah malu. "Sebentar, ya Oom. Aku baru saja datang, belum ganti baju...I" Citra membersihkan diri ke kamar mandi, lalu ke kamar tidur mengganti pakaiannya di kamar. Ia hendak mengenakan gaun tidur yang lembut dan enak dipakainya. Tapi, pada saat ia hendak mengenakan pakaian tidur itu, Oom Piet rupanya menyusul masuk ke kamarnya. "Ada yang bisa kubantu, Tra?" sapa Oom Piet sebagai alasan ia datang ke kamar Citra. "Ah, Oom... di luar dulu. Aku mau ganti baju...," Citra menyeringai malu, menutup badannya dengan gaun yang hanya ditempelkan saja. Belum dikenakan. Oom Piet nekat Ia justru berkata sambil mendekat, "Mari kubantu mengenakannya...." Gaun itu diambil Oom Piet. Anehnya, Citra melepaskan gaun itu sambil tersenyum-se-nyum. Padahal biasanya la pasti meronta dan mencak-mencak Jika didekati Oom Piet "Tapi, kurasa kau lebih indah jika tidur tanpa gaun ini, Citra. Gerakanmu bisa bebas, tidak terganggu kain gaun." "Masa sih...?!" Oom Piet mengangguk. "Kau tidur sama siapa di sini?" bisiknya sambil menggeraikan rambut Citra. "Sendirian. Memangnya kenapa?" "Aku temani, ya?" 'Tante bagaimana?" "Di menunggu Kensi di rumah sakit... Kutemani kau satu malam ini saja, ya?" "Ahhh...," Citra hanya mendesah, karena saat itu Oom Piet mulai mengecup pundak Citra. Kecupan itu merayap ke tempat-tempat lainnya. Citra tidak melarang, dan juga tidak mengelak. Malam yang mencapai dini memberi kesempatan
www.rajaebookgratis.com
Citra untuk merasakan kemesraan oomnya sendiri. Dalam jiwanya terjadi pergolakan antara setuju dan tidak. Tetapi la telah kehilangan akal sehatnya. Sedangkan tulang-tulangnya dan persendian Oom Piet mulai terasa kaku. Seperti mau kram. Oom Piet mengejang dan mengerang. Citra buru-buru melepaskan diri, karena sadar dengan apa yang akan terjadi pada diri Oom Piet. Tubuh Citra tak bisa menghindar dari rasa merinding. Semua bulu di tubuhnya jadi meremang ketika ia melihat perubahan Oom Piet menjadi patung batu. Dalam hati ia tak tega melihat nasib Oom Piet. Ia ingin mencegah segalanya, namun ia tak kuasa. Akhirnya, sesuatu yang dari dulu dihindarinya, kini terjadi juga. Oom Piet menikmati tubuhnya yang sintal dan hangat itu dengan risiko menjadi patung batu. Air mata Citra mengalir ke pipi. Ia duduk di salah satu kursi sambil terisak-isak melihat Oom Piet telentang di ranjang dalam keadaan menjadi patung batu. "Lumayan juga dia, Citra...," suara itu tak lain dari Gizma yang tahu-tahu muncul di kamar dalam keadaan berkeringat, mengenakan gaun tipis, rambut dilepas terurai panjang. Tubuh Citra tidak lagi dingin, dan kini ia memperoleh kembali kesadarannya, sebagai Citra yang sebenarnya. "Sudahlah, jangan dibiasakan menangis. Memang inilah risiko yang harus mereka tanggung," kata Gizma. 'Tap... tapi, dia adalah oomku sendiri, Gizma! Dia dulu pernah menanggung biaya kuliahku, sewaktu papaku meninggal. Ohhh, kenapa aku lakukan hal ini? Kenapa aku bercumbu dengan oomku sendiri? Padahal aku sudah menduga bahwa ia akan menjadi patung batu. Tapi aku tidak bisa menolak keinginannya, dan tak bisa mengekang diriku sendiri...! Ini semua garagaramu, Giz! Semua karena kamu!" "Sudahlah, semuanya toh sudah terjadi dan sudah kita sepakati... I" kata Gizma. Memang. Sudah terjadi. Sudah disepakati. Citra sendiri sudah bertekad untuk membalas sakit hatinya dengan cara apa pun. Mengapa harus disesali? Citra meredakan tangis sewaktu Gizma mengusapusap rambutnya. Matanya sesekali masih melirik patung yang terbujur di ranjangnya. Harinya trenyuh, gelisahnya menghadirkan resah. "Aku tak tahu harus bagaimana menghadapi tanteku? Bagaimana jika ada yang tahu bahwa oomku datang kemari dan tak pernah keluar lagi?"
www.rajaebookgratis.com
"Itu soal mudah. Itu urusanku. Semuanya sudah kuatur supaya kau tidak semakin ditumpuki masalah," hibur Gizma. "Mengapa kau yang mengaturnya. Siapa kau sebenarnya, Gizma?" Wanita cantik berhidung mancung itu masih kelihatan tenang, la duduk di tepi ranjang, mengamati patung Oom Piet sambil bicara dengan penuh wibawa. "Aku adalah orang yang sangat dibutuhkan oleh para penderita sakit hati. Aku dicari oleh orang yang mempunyai dendam, seperti halnya kamu." Citra segera mendekati Gizma, duduk di ranjang, dekat patung oomnya. "Jelaskan bagaimana, Gizma?" "Seperti kau ketahui, namaku: Gizma. Aku Dewi Pembalasan. Siapa yang mau bersahabat denganku, maka semua dendamnya bisa terlampiaskan. Tugasku mencari dan menemukan jalan untuk mencapai pembalasan sahabat-sahabatku. Jelas?" Citra terbengong dengan jantung berdebar-debar mendengar pengakuan Gizma. Sama sekali tak pernah terpikirkan olehnya, bahwa selama ini ia telah bersahabat dengan sosok makhluk cantik yang bertindak sebagai Demi Pembalasan. Pantas kalau Citra pernah gagal mencari Gizma, sebab kamar itu sebenarnya adalah tempat yang tak mudah terlihat oleh mata manusia biasa, kecuali atas seizin Gizma. Pantas kalau selama ini Gizma selalu muncul dan menghilang secara misterius, karena ia punya kuasa untuk menampakkan diri atau pun pergi dari sahabatsahabatnya. Citra nyaris menjadi kelu lidahnya sejak ia menyadari, bahwa dirinya berhadapan dengan Dewi Pembalasan. "Kalau kau bisa mempunyai kekuatan pada matamu, bisa mengendalikan otak manusia, bisa mewujudkan kemarahanmu, karena aku ada di dalam ragamu, Citra. Melalui ragamu juga aku dapat merasakan hadiah-hadiah manis yang selama ini kaupilihkan untukku...," Gizma tersenyum. Citra masih tertegun bengong Tangan Gizma mengusap lengan Citra perlahanlahan, bagai merupakan usapan penuh kasih sayang terhadap seorang sahabat Katanya lagi, "Aku telah menolongmu, dan kau pun telah menolongku. Tanpa kamu, aku tidak bisa merasakan manisnya cinta, hangatnya asmara. Tanpa orangTiraikasih Website http://kangzusi.com/ orang macam kamu, Citra, yang kurasakan hanya
www.rajaebookgratis.com
gemuruhnya api dendam yang membara di seiuruh jagad raya ini. Tapi percayalah, kau tak perlu khawatir, semasa kita tetap bersahabat, aku selalu melindungi sahabat-sahabatku. Aku selalu menghindarkan masalah yang akan menyerang sahabat-sahabatku. Kau tak perlu cemas dengan persahabatan "Bagaimana dengan Ranu?" Tiba-tiba Citra ingat tentang diri Ranu yang terpaut pada Gizma. Pertanyaan itu pun terlontar setelah Citra bungkam beberapa waktu lamanya. "Ranu...? Ah, dia pemuda yang baik menurut pandanganku," jawab Gizma. "Ranu mencintaimu, Gizma." Senyum Gizma mekar dan ceria, tapi tetap kelihatan anggun dan wibawa. "Dia tidak akan memperoleh apa-apa dariku." "Dia sungguh-sungguh mencintaimu. Dia sangat mengagumimu, Gizma." "Katakan padanya, jangan biarkan hidupnya diracuni oleh cintanya sendiri. Dia akan kecewa nanti." "Kasihan dia, Giz. Apakah kau tak boleh bercinta dengan manusia seperti dia?" "Boleh. Tapi apakah dia bisa?" Gizma ganti bertanya. Sambil mengeringkan air mata di wajah Citra, Gizma berkata lagi, "Kau ingat pemuda pemabuk yang menyentuh daguku?" "Ya. Tangannya terbakar seketika." "Seperti itulah yang akan diperoleh Ranu jika ia mencintaiku. Maksudku, boleh saja ia mencintaiku, tapi la tidak akan memperoleh apa-apa dariku. Dia tidak akan bisa bercumbu denganku, tidak akan bisa memeluk tubuhku, karena setiap lelaki yang menyentuh tubuhku dia akan terbakar seketika. Itulah sebabnya aku tidak bisa merasakan manisnya cinta, hangatnya asmara, jika tidak lebih dulu menyatu dengan dirimu. Melalui tubuh yang padat dan indah inilah, aku bisa merasakan debaran-debar-an saat birahiku tiba." Tangan Gizma masih mengusap pelan tubuh Citra, seakan ia membersihkan keringat-keringat yang membekas di tubuh itu. Citra ha nya diam saja, tertegun dalam terawangnya tentang Dewi Pembalasan. Pantas kalau selama ini Gizma selalu muncul dengan berkeringat jika Citra selesai bercumbu dengan pasangannya, karena sebenarnya pada saat Citra .bercumbu dan bergairah mesra itu Gizma turut merasakan kenikmatannya. Birahi yang
www.rajaebookgratis.com
selama lini sering muncul dalam diri Citra, sesungguhnya adalah birahi Gizma, bukan birahi dari jati diri Citra yang sebenarnya. "Nah, kau sudah jelas siapa aku, bukan?" Gizma tersenyum manis. "Sekarang pejamkan matamu, Sayang...," katanya dengan lembut "Kenapa aku harus...." "Pejamkan matamu, Citra Manis...," sahut Gizma dengan penuh kesabaran. Maka Citra pun memejamkan mata sesuai perintah Gizma. Tak ada pesan dan tak ada , suara apa pun dari Gizma. Yang ada hanya . kesunyian menembus waktu-waktu pagi yang hampir tiba. Beberapa saat kemudian, Citra ingin tahu apa yang terjadi jika ia membuka natanya. Kalau biasanya, jika ia memejamkan mata dari suatu tempat, ia akan membuka mata kembali dalam keadaan sudah berada di kamarnya. Sekarang dia berada di kamarnya memejamkan mata, apakah ia akan terlempar di suatu tempat? Di manakah kira-kira ia akan berada? Oh, ternyata Citra masih tetap berada di kamarnya. Seperti posisi semula. Tak ada yang berubah pada dirinya. Yang berubah hanya Gizma dan patung Oom Piet. Mereka hilang. Tak ada bekasnya sama sekali. Ranjang pun kelihatan tetap rapi, tidak acak-acakan seperti tadi. Kamar pun berbau wangi, tidak berbau darah kejantanan lelaki yang langu. Tapi bagaimana dengan mobil Oom Piet? Setidaknya orang akan tahu kalau di depan rumah Citra ada mobil tamu yang sejak saat ini hilang dan tak akan kembali lagi? Citra buru-buru ke ruang depan. Menguak gorden sedikit Oh, ternyata mobil Oom Piet juga sudah tidak ada. Entah dicuri orang atau ikut dibawa pergi oleh Gizma, yang jelas semuanya mempunyai kesan, seolah-olah Oom Piet tidak pernah datang kepada Citra, dan tidak pernah terjadi pergumulan hangat yang menabah Oom Piet menjadi sebuah patung batu. Barangkali inilah yang dimaksud dengan Gizma, bahwa semuanya sudah diatur olehnya, supaya sahabatnya tidak ditambahi beban masalah apa pun dalam bekerja sama dengannya. -ooo0dw0oooTempat kerjanya, Citra terkejut sewaktu ditarik Ranu ke suatu tempat dan Ranu berbisik kepadanya, "Payah temanmu itu, Tra!" 'Teman yang mana? Maksudmu, Gizma?" "Ho-oh! Semalam aku ingin mengantarnya ke
www.rajaebookgratis.com
rumah, sekalian ingin mengetahui di mana ia tinggal. Dia sudah oke. Dia bilang nggak masalah, dia bilang malahan senang jika aku mau datang ke rumahnya. Eh... tahu-tahu taksinya berhenti di depan rumahku, Tra." 'Terus...? Terus kau turun dari taksi?" "Enggak!" Ranu bersemangat "Kusuruh Jalan lagi taksinya. Pokoknya, aku harus antarkan Gizma dulu sebelum aku kembali ke rumah. Gizma menyuruh sopir taksi menuju alamat yang ia sebutkan. Sopir taksi bilang, dia udah tahu. Udah sering ke jalan yang dimaksud Gizma. Setelah beberapa saat, taksi itu berhenti, ehhh... di depan rumah gue lagi! Gila nggak?!" "Kembali ke rumahmu lagi?" "He-eh! Itu sampai tiga kali lho, Tra! Tiga kali muter-muter, ehhh... nongolnya di depan rumah gue lagi! Brengsek, kan?" "Akhirnya...?" "Yah, mau nggak mau aku turun Juga sih. Jadinya, bukan aku yang nganterin dia, tapi dia yang nganterin aku sampai depan rumah. Sial! Kenapa Jadi kebalik begitu, ya?!" Citra tertawa ngikik, Ranu jadi tersipu-sipu. Di wajah Ranu terlihat rona kecewa yang tertahan. Citra kasihan sebenarnya, tapi tak diu-jutkan dalam sikap, la hanya berkata, "Ada yang perlu kita bicarakan tentang Gizma, Ran." "O, ya...?! Mari kita bicarakan di caffetaria bawah." 'Tidak sekarang. Nanti saja di rumahku." Ranu tak sabar. Ingin segera mengetahui apa yang akan dibicarakan Citra tentang Gizma. Pukul tiga sore, Ranu sudah memburu-buru Citra agar lekas pulang. Hari itu, Citra tugas dari pagi sampai siang, jadi bisa pulang pukul 13 sore. Tetapi, giliran Citra sudah beres dan siap pulang, Ranu ada sedikit masalah dengan bagian stock barang, sehingga ia minta supaya Citra menunggunya sesaat. "Kutunggu di bawah aja, ya, Ran?" Kata Citra. Ranu mengangguk. Lalu, Citra pun turun ke lantai bawah. Ketika ia tiba di pintu utama plaza tersebut, hatinya berdesir. Ia melihat Nico duduk di atas Vespanya, di bawah pohon. Oh, hati Citra jadi berdesir indah. Ternyata Nico masih mau menjemputnya sekalipun ia kemarin kelihatan memendam kemarahan. Citra yang sebenarnya sangat merindukan Nico, segera berlari
www.rajaebookgratis.com
menghampiri Nico sambil ter-senyum-senyum ceria. "Nggak sangka kalau kamu masih mau menjemputku, Nico! Eh, sudah lama?" "Lumayan," jawab Nico dingin. Citra sempat salah tingkah dipandang Nico dengan tatapan mata yang dingin. Ia buru-buru ingin menjelaskan semuanya pada Nico. Buru-buru ingin membawa Nico pulang dan mengadukan nasibnya selama ini. "Yuk...?!" Citra mengajak pulang dan hendak naik ke bocengan Vespa. Tetapi, tiba-tiba terdengar suara Sarah berseru, "Citra...! Dompetmu ketinggalan di counter nih!" "Astaga...! Aku sampai lupa dengan dompet sendiri. Hi, hi, hi...!" Citra menyongsong Sarah dan menerima dompetnya. "Makasih ya, Rah...!" "Lain kali kalau mau pulang periksa barang masingmasing...! Jangan sampai barang kita tertinggal, ntar dicomot orang bisa bunting mendadak lho. Eh, aku duluan ya, Tra...!" "He-eh...!" mulut Citra segera terbengong setelah menjawab begitu. Matanya terbelalak melihat Sarah naik di boncengan Vespa, dan Nico pun segera membawanya pergi, tanpa bilang ini-itu lagi kepada Citra. Rupanya Nico sengaja menjemput Sarah, bukan Citra. Hal Itu membuat Citra nyaris pingsan, antara sedih, malu dan benci. Ia ingin menjerit. Ingin menangis meraung-raung, tapi ia masih sadar akan situasi ramai di sekelilingnya. Ia menahan tangis dan kemarahannya, sampai akhirnya ia Jadi pusing. Pusing sekali. Pandangan matanya gelap dan ia terhuyunghuyung. "Citra...!" pekik Ranu dengan cemas. Ia berlari dan menangkap tubuh Citra yang hampir Jatuh pingsan. Segera diberhentikannya taksi dan Citra pun dibawa pulang oleh Ranu memakai taksi tersebut. Di rumah, Citra baru bisa menangis meratap-ratap. Hatinya sakit sekali menghadapi kenyataan tadi. Ia sama sekali tak menyangka, bahwa belakangan ini ternyata cintanya telah diambil alih oleh Sarah. Nico dikuasai Sarah, sehingga tadi siang Nico menampakkan kesetiaannya kepada Sarah, kekasihnya yang baru itu. Di depan mata Citra yang masih mencintai Nico, pemuda itu tega memamerkan kesetiaannya dengan menjemput Sarah. Ranu sibuk membujuk Citra supaya berhenti menangis. Tapi sakit hati Citra tak mampu membekap mulut dan air matanya. Ranu tersendat haru pada saat
www.rajaebookgratis.com
Citra mengadukan sakit hatinya sambil menangis terisak-isak. Ia memeluk Ranu, seakan ingin membenamkan dukanya ke dalam hati Ranu. Seakan Citra ingin agar duka yang amat pedih itu ditanggung pula oleh Ranu. "Aku nggak kuat, Ranu...! Aku nggak kuat menanggung duka ini...." "Citra...!" Ranu memeluknya erat, penuh kasih sayang seorang sahabat. Ia pun berbisik kepada Citra, "Biarkan aku menanggung dukamu, Citra. Biarkan aku menghadapi Nico dan membuat satu perhitungan sendiri...!" "Jangan...!" Citra menggeleng-geleng dalam tangisnya. "Jangan kau apa-apakan Nico. Semua ini memang salahku!" "Bukan salahmu. Semua ini kepicikan Nico...!" "Tidak! Nico tidak picik!" teriak Citra. "Dia sangat baik, Ranu...," seraya Citra kembali memeluk Ranu, menghamburkan tangisnya di sana. Sejak saat Itu, Citra menjadi lemah. Ia jatuh sakit dan tak bisa masuk kerja selama dua hari Ranu selalu datang untuk menghibur Citra. Kadang, sebelum berangkat kerja ia menyempatkan diri singgah ke rumah Citra. Kadang dia juga yang memasakkan air untuk Citra nanti, atau memasakkan bubur sebagai pengisi perut Citra. Andani dan Ninung juga mengunjungi Gtra. Mereka berdua ikut terharu mendengar cerita Ranu tentang Nico dan Sarah. Bahkan, Ninung sempat berkata dalam geram di depan Citra, "Sarah memang perlu diberi pelajaran. Kurasa selama Nico jauh darimu, dia banyak memberi hasutan dan ngomong yang nggak-nggak sama Nico. Akhirnya Nico benci sama kamu, dan berbalik mencintai Sarah Kurang ajar anak itu, memang." "Kita kerjain aja besok, yuk...," ajak Andani. Tetapi, Citra segera mencegah niat mereka. "Jangan. Biarkan mereka bahagia dengan caranya sendiri." Andani dan Ninung tidak bisa bilang apa-apa kecuali menghela napas panjang-panjang. Ranu membuatkan kopi susu hangat buat Citra. Ia menjadi mirip sorang pelayan di rumah itu. Malahan ia juga membuatkan minuman buat Andani dan Ninung. "Nanti malam aku tidur di sini deh. Buat nemenin kamu," kata Andani kepada Citra. "Boleh aja. Tapi, apakah papa dan mama-mu mengizinkan kamu tidur di sini?"
www.rajaebookgratis.com
"Ah, itu soal gampang." Malam ini, Andani tidur di rumah Citra. Sebelum Ranu pulang, Andani sempat berbisik kepada Ranu, "Kayaknya dia agak parah, Ran. Badannya panas sekali. Bagaimana kalau kau panggil dokter?" Ranu mengangguk. Dan, ia pun pergi memanggil dokter tanpa setahu Citra. Panas badan Citra memang cukup tinggi. Citra sendiri sempat terharu ketika seorang dokter datang dan memeriksanya. Tak disangka perhatian Ranu dan Andani cukup besar, sampai-sampai Citra sendiri tidak mengetahui ada anak manusia yang masih mau memperhatikan dirinya yang telah kotor dan hina itu. "Bagaimana, Dokter?" tanya Ranu dengan cemas. "Hem... apakah... apakah dia sudah bersuami?" "Belum! Kenapa, Dok?" desak Andani. "Tidak. Tidak apa-apa. Cuma, kasihan saja keadaannya. Hm... o, ya... besok pagi saya akan melakukan pemeriksaan lebih intensif lagi. Kira-kira pukul 7 pagi saya akan datang, sebelum saya berangkat kerja." "Kalau Itu hal yang terbaik bagi dokter, silakan saja." Pagi-pagi sekali, pukul 6 kurang seperempat, Ranu sudah datang ke rumah Citra. Semalam, Andani tidur menemani Citra. Dan, ketika Ranu tiba siap dengan pakaian kerja, karena ia masuk pagi, Andani pulang. Ia juga butuh mempersiapkan diri untuk berangkat kerja. Dokter Siswara datang pada saat Andani belum kembali ke rumah Citra. Pemeriksaan dilakukan beberapa saat dengan peralatan yang lebih lengkap dari kemarin malam. Kemudian, di depan Citra, Dokter Siswara bertanya kepada Ranu, "Anda kakak dari Nona Citra?" "O, bukan. Saya... hm...." "Pacarnya?" tebak Dokter Siswara. Ranu nyengir. Ia berkata, "Baru calon. Calon pacar. Eh, calon suami, ehhh...!" Dokter Siswara tertawa pendek, Citra tersenyum kaku dan Ranu garuk-garuk kepala. "Bagaimana hasil pemeriksaan Anda, Dok. Boleh saya tahu?" Dokter itu diam beberapa saat. Citra dan Ranu memandangnya dengan heran. Kemudian, Dokter Slswara pun berkata dengan pelan tapi jelas, "Dia... hamil!"
www.rajaebookgratis.com
"Hahhh...?!" Ranu mendelik bersamaan dengan Citra. "Tidak...!" teriak Citra. Ranu jadi panik. "Aku tidak hamil! Tidak! Dokter bohong! Bo-hooong...!" -ooo0dw0oooMalam masih saja mengalunkan sepi yang makin menikam hati. Ranu sengaja tidak pulang. Ia tahu Citra dalam keadaan terguncang. Salah-salah, Citra bisa ambil jalan sesat jika ditinggal sendirian di rumah itu. Biarlah kali ini Ranu tidur di situ, terserah apa kata orang jika memang ada yang melihat dan mau memberi komentar Ranu tidak peduli lagi. "Sudah jam berapa, Ranu...?" tanya Citra dengan lemah. Matanya bengkak akibat tangannya tadi berkepanjangan. "Hampir pukul sepuluh. Kenapa?" Ranu melayani Citra dengan sabar. Citra hanya mendesah. Memalingkan wajah ke arah lain. Ranu duduk di kursi dekat ranjang. Ia menempelkan tangannya di kening Citra. Oh, panas badannya sudah menurun. Tapi, Citra masih kelihatan pucat. "Mau telur setengah matang, Tra? Kubi-kinkan, ya?" Citra menggeleng. Kemudian, suaranya yang parau terdengar, "Besok, tolong carikan dukun pijat." "Untuk apa? Maksudku, kalau kau merasa capek, pegal, biar kupijat saja." Lama sekali tidak menjawab. Setelah beberapa saat baru Citra berkata, "Aku ingin menggugurkan bayi dalam kandunganku." Ranu mengeluh. "Apakah itu jalan yang terbaik? Apakah tak ada yang lebih baik lagj dari abortus?" Kepala Citra menggeleng. Tapi, ia segera berpaling pelan memandang Ranu. Cukup mengharukan kesetiaan Ranu dalam menemani dan melayani Citra. Hati Citra sendiri sempat trenyuh melihat wajah Ranu mulai kuyu. Agaknya la dilanda kecapekan juga, hanya saja tak dirasa. "Bayi itu harus digugurkan! Bayi ini bayi haram. Bayi setan!" "Hush! Nggak baik ngomong gjtu, Tra." "Memang benar kok! Bayi ini pasti akibat pemerkosaan mereka. Entah, benih siapa yang Jadi. Lelaki mana yang berhak menjadi ayah bayi ini. Mungkin Juga yang mati digencet mobil, mungkin Juga
www.rajaebookgratis.com
yang mati jatuh dari lantai lima, mungkin... yang mati dihancurkan kepalanya dengan rantai. Ah, aku sendiri tak tahu yang mana ayah dari bayi yang kukandung." "Untuk sementara, Jangan berpikir begitu sebelum kau bisa mengendalikan emosimu, Citra." "Aku tak bisa tenang lagi. Aku benci pada mereka, bahkan pada oomku sendiri...." "Hahhh...?! Jadi, Oom Piet itu juga... juga...." Ranu tak tega melanjutkannya. "Aku juga benci kepada Alex, yang pernah ketemu kita di halte bis itu. Aku benci pada Yammar, Oom Harllan, ohhh... semuanya kubenci. Bahkan aku benci pada diriku sendiri, Ranu!" Napas Ranu terasa berat dihela, namun ia tetap menjadi kestabilan Jiwa. Beberapa kali la menghela napas dan menampakkan ketenangannya, supaya Citra terpengaruh dan menjadi teriang Juga. 'Tra... boleh aku tahu, siapa itu Yammar? Atau... siapa itu Oom Harllan?" Setelah merenung sejenak, Citra menjawab, "Mereka adalah hadiah...! Hadiah yang kuberikan kepada Dewi Pembalasan." "Maksudmu... maksudmu, Gizma?!" Citra mengangguk. "Dia bukan manusia." "Hahhh...?!" Ranu melebarkan mata. "Kau tak mungkin bisa mencintainya, Ranu. Dia tak bisa menikmati pelukanmu, juga tak akan mampu menikmati ciuman hangatmu. Karena setiap lelaki yang menyentuhnya akan terbakar, seperti saat kita di Pujasera itu. Ingat kau tentang pemabuk yang menyentuh dagu Gizma?" Ranu termenung beberapa saat lamanya. Kekecewaan dan penyesalan sepertinya begitu melekat di permukaan wajahnya. Ranu sama sekali tak membayangkan keadaan Gizma seperti itu. Kali ini ia hanya bisa terperangah, sambil sesekali mengusap tengkuk kepalanya yang merinding. "Lalu, untuk apa kau memberi hadiah beberapa lelaki kepadanya? Bukankah dia tidak bisa bercinta dengan lelaki manapun?" "Memang. Tapi, dia menggunakan ragaku. Dia masuk dalam ragaku dan menguasai segala emosi dan naluriku. Dengan cara begitu, dia bisa menikmati manisnya cinta dan hangatnya kemesraan. Itulah sebabnya... mengapa aku mau bercumbu dengan Yammar dan yang lainnya. Bukan semata-mata karena aku perempuan Jalang yang brutal, tetapi
www.rajaebookgratis.com
karena di dalam diriku terdapat emosi lain yang tak bisa kuken-dalikan. Itu sudah merupakan perjanjianku dengan Gizma yang membantuku membunuh Sam dan kawan-kawannya. Tapi aku tidak mengerti kalau cara memberikan hadlah kepadanya seperti yang kualami ini...!" Kemudian, Citra menceritakan semuanya tentang Gizma dan lelaki-lelaki yang menjadi persembahan baginya. Ranu bergidik beberapa kali ketika Citra menceritakan patung-patung batu yang entah ke mana berada pada saat ini. "Terlalu fantastis," gumam Ranu dalam hati. Ia menjadi sangsi terhadap cerita yang dituturkan Citra. Ada dugaan, jangan-jangan Citra hanya mengarang serangkaian kisah fiktif untuk menutupi kelemahannya dalam bercinta. Ah, sungguh meresahkan semua itu. Ranu jadi tak bisa tidur sejak mendengar serangkaian kisah tentang Gizma. Di sofa depan, Ranu mendesah beberapa kali. Sebentar-sebentar ia membuka pintu kamar Citra, sekadar melakukan pengawasan ringan saja. Di sofa depan itu, Ranu sering dibuat merinding. Hawa dingin sesekali masuk lewat sela-sela jendela atau pintu. Seharusnya ia tidur di dalam kamar yang satunya lagi, sebab rumah itu mempunyai tiga kamar tidur. Tetapi, ia memilih tidur di sofa, dekat dengan pintu kamar Citra. Ia bisa mengontrol suara yang ada di dalam kamar Citra, karena pintu kamar itu tidak ditutup dengan rapat Sewaktu-waktu Citra memanggilnya, ia dapat mendengar dan segera datang. Tetapi, tidur di sofa cukup menjengkelkan juga bagai Ranu. Karena beberapa kali la merasa tubuhnya merinding. Ada rasa takut yang mencekam jiwanya, karena ia memang penakut. Dan justru rasa takut ituiah yang membuat Ranu semakin sudah tidur. Lampu ruangan itu dimatikan. Suasananya geiap. Hanya mendapat biasan dari lampu teras. Itu pun terhalang gorden dan jendela kaca. Karena beberapa kali ia bergidik merinding, maka lampu pun dinyalakan. Barangkali dalam keadaan lampu terang, segala rasa takutnya bisa hilang. Klikkk...! Ruangan menjadi terang, dan Ranu terhenyak kaget. Di kursi depan sofa tempatnya berbaring tadi, ternyata terdapat sesosok tubuh yang duduk dengan santai. Hampir saja Ranu memekik kaget. Jantungnya nyaris copot. Untung ia segera mengenali wajah orang yang duduk di situ dengan tenang.
www.rajaebookgratis.com
"Gizma...!" Ranu menyebut nama itu dengan nada mendesah tegang. Perempuan cantik yang kali ini hadir dengan mengenakan gaun tipis warna merah pink Itu tersenyum manis kepada Ranu. Senyuman Itu membuat jantung Ranu yang berdetak-detak menjadi gemetar. Berdesir hatinya, bukan lantaran takut, melainkan karena merasa girang. Indah sekali senyuman itu. Serasi betul dengan kecantikan yang ada pada Gizma, sehingga Ranu pun berani mendekat dengan hati-hati. Ia duduk di sofa semula sambil matanya tak berkedip memandangi Gizma. "Kau sukar tidur kelihatannya, Ranu," ucap Gizma pelan. Lembut sekali. Ranu nyengir. Salah tingkah sejenak. "Ya... hm... memang susah tidur...!" "Kenapa? Kau punya masalah?" "Bet... bet... bet...." "Betot...?" "Anu, betul! Aku punya masalah," katanya dengan gagap. "Aku mau membantumu jika kau tidak berkeberatan. Apa masalahmu?" "Hm... banyak. Satu di antaranya... pikiranku tidak bisa tenang." "Apa yang kau pikirkan?" desah Gizma. "Hm. Ya, aku memikirkan... memikirkanmu." "Aku...? Ohhh...!" Gizma tertawa pelan tapi enak didengarnya. Sepertinya membuat hati Ranu menjadi tenteram. "Kenapa kau memikirkan aku? Apakah tak ada gadis lain yang patut kau pikirkan?" "Hm... yah, anu... soalnya...!" Ranu clingak-clinguk. Bingung sendiri. "Soalnya... aku... aku suka sama kamu, Giz! Suka sekali! Sumpah!" Senyum Gizma makin mekar. Menyejukkan hati yang cemas. Ranu memberanikan diri berkata lagi, "Aku... aku nggak tahu, kenapa aku jatuh cinta sama kamu. Tapi, aku... aku...." "Sudahlah. Lupakan soal cintamu yang jatuh itu," sahut Gizma. "Kita tidak bisa saling jatuh cinta secara nyata, Ranu. Kita berbeda jasad." Ranu merinding lagi. Kali ini malah merasa tidak bisa bernapas. Tapi, ia berusaha mengendalikan emosinya. Berusaha menelan ludahnya beberapa kali, dan berhasil. "Apakah Citra belum menceritakannya kepadamu tentang aku?!"
www.rajaebookgratis.com
"Sud... sudah. Tapi... tapi aku nggak percaya, Giz. Aku tetap menaruh hati padamu." "Taruhlah yang benar," tukas Gizma. "Bukan padaku kau harus menaruh hati, tapi pada gadis lain yang saat ini sedang membutuhkan hatimu seutuhnya, Ranu." "Nggak. Aku nggak mau! Aku ingin mencintaimu, Giz. Aku nggak mau mencintai siapa-siapa selain kamu." Tiba-tiba terdengar suara Citra dari dalam kamar. "Ran...! Ranuuu...!" "Oh, itu suara Citra. Mungkin dia mengigau. Sebentar, Giz...! Jangan pergi, ya! Sebentar!" Ranu menampakkan kekhawatirannya. Ia segera membuka pintu kamar Citra. Saat itu Citra terjaga dari tidurnya. Dengan mata me-ngerjap-ngerjap ia bertanya, "Kau bicara pada siapa sih? Kok serius amat?" "Gizma! Dia datang kemari, Tra." "Gizma?!" desah Citra. Kemudian, Citra berseru, "Giiizzz...! Gizma...!" Perempuan cantik yang punya bibir mungil, seperti kuncup mawar yang segar itu, berjalan biasa mendekati Citra. Senyumannya mekar dengan manis seperti biasanya. "Kenapa kau, Sayang...?" tanyanya sambil mengusap rambut di kening Citra. Kedua mata Citra mulai berkaca-kaca. Ia mengadukan dukanya pada Gizma. "Aku sakit...! Aku... oh, aku ditinggal Nico. Dia pergi sama Sarah, dan... oh, Giz...!" Citra memeluk tangan Gizma, ditempelkan pada pipinya. "Aku kehilangan Nico, Giz. Dia ambil Sarah...!" "Tenanglah harimu, Citra. Jangan pikirkan Nico dan Sarah. Kapan kau ingin membalas sakit harimu kepada mereka? Aku siap membantumu." "Oh, tidak! Aku tidak ingin mencelakakan Nico! Jangan! Jangan ganggu dia dengan cara apa pun, Gizma." "Mungkin kau perlu melampiaskan sakit hatimu pada Sarah? Itu bisa kuatur, Citra." "Tidak. Aku tidak ingin mencelakakan Sarah. Biarlah dia menikmati kasihku yang kutitipkan pada Nico Dia tidak tahu, bahwa dia akan mencumbu kasihku jika ia berpelukan dengan Nico. Tapi, Giz... aku... aku hamil!" Gizma menghela napas. Citra makin mengisak. "Aku nggak mau, Giz! Aku nggak mau punya bayi haram akibat perbuatan mereka!"
www.rajaebookgratis.com
"Giz, tolonglah dia...," kata Ranu di sisi lain. Gizma diam saja Wajahnya kelihatan lebih wibawa dan lebih anggun lagi. Ia duduk di tepi ranjang dan mengusap-usap perut Citra. Ia berbicara bagai berbisik, "Jangan cemas, Citra. Kau sahabatku. Aku tak ingin menambah beban penderitaanmu...!" "Tapi nyatanya aku hamil menurut keterangan dokter!" "Tidak. Kau tidak hamil." "Dokter telah memeriksanya, Giz." "Ya, dokter telah memeriksanya," tambah Ranu. "Biarkan dia memeriksa kandunganmu sekali lagi. Maka ia akan tercengang, bahwa kamu tidak mengandung janin seperti perkiraannya semula." Citra memandang Gizma dengan dahi berkerut. Sebelum Citra mengucapkan sepatah kata, Gizma sudah lebih dulu Mang, "Percayalah! Kandunganmu telah kuambil saat ini juga...! Tak ada bayi dalam rahimmu, Citra!" Ajaib sekali. Ucapan itu menjadi kenyataan. Ranu yang penasaran, kembali memanggil dokter yang tempo hari memeriksa Citra. Dan, dokter tersebut menjadi terbengong. "Apakah Anda mengalami keguguran, Nona?" 'Tidak," jawab Citra. "Ajaib sekali. Kandungan bayi Nona hilang. Tak ada bekasnya sama sekali." -ooo0dw0oooDua hari sejak Citra dinyatakan tidak hamil lagi, ia menjadi sehat. Kondisi badannya mulai pulih. Memang masih memerlukan baju hangat jika pergi ke tempat kerja, tapi ia sudah kelihatan cerah ceria. Ranu merasa lega. Gembira sekali melihat keadaan Citra pulih seperti semula. Ranu menyarankan agar Citra tidak memikirkan masa lalunya supaya kondisi jiwanya tidak terguncang lagi. Memang, tujuan Citra mau begitu. Tetapi ketika ia melihat Yon turun dari lantai enam plaza itu, dadanya kembali bergemuruh. Ia masih benci melihat tampang Yon yang berkulit hitam dan bermata belok itu. Citra buru-buru melangkah meninggalkan counter-nya. "Mau ke mana, Tra?!" panggil Andani, tapi Citra tidak menyahut. Tubuh Citra mulai dingin. Ia bahkan sempat menggigil sejenak. Ia tahu bahwa saat itu pasti roh Dewi Pembalasan telah merasuk dalam dirinya. Kebencian Citra pun jadi berkobar melihat Yon
www.rajaebookgratis.com
menuruni tangga eskalator dengan santai. Ia bersama dua orang temannya yang berjalan di belakangnya. Agak jauh. Citra makin menggeram benci melihat dua teman Yon itu. Citra ingat, pemuda berambut panjang yang di belakang Yon itu adalah Tom, orang yang pertama kali merobek kesuciannya. Citra berhenti di pagar pengaman lantai tiga. Matanya tajam memandang Tom dan Yon. Pada waktu itu, Yon tiba-tiba menangkap pandangan mata Citra. Spontan ia berseru kepada Tom sambil menuding Citra. "Tom...! Itu dia cewek setan!" "Cepat kita samperin dia!" teriak Tom sambil berlari menuruni tangga yang sedang jalan. Yon juga berlari untuk segera mencapai lantai tiga. Citra diam saja. Bahkan ketika Ranu melihatnya, Ranu memanggil Citra sambil berlari. "Citra! Cepat lari...! Hindari mereka!" Citra tidak peduli seruan apa pun. Mulutnya bungkam, wajahnya dingin. Matanya memandang tajam. Ketika Yon dan Tom menuruni tangan lantai empat, Citra segera memandang ke atas, pada langit-langit gedung yang terbuat dari lempengan kaca. Dan, tibatiba, salah satu lempengan kaca itu terlepas dari tempatnya. Melayang-layang turun ke bawah, tepat di atas kepala Tom dan Yon. Beberapa orang di lantai atas menjerit. Tom segera mendongak dan berhenti melangkah. Ia terkejut melihat lempengan kaca itu melayang ke arah kepala Yon. "Awas kaca, Yooon...!" teriak Tom sambil mundur. Ia jatuh. Sepatunya lepas. Lalu secara refleks sepatu itu diambil dan dilemparkan pada lempengan kaca yang beberapa senti lagi menjatuhi kepala Yon. Prangngng...! Kaca itu pecah terhantam hak sepatu Tom. Tetapi, Yon sendiri menjadi panik. Ia terjatuh. Pecahan kaca menjatuhi dirinya. Jrubbb...! Jrubbb...! Dua pecahan kaca sebesar papan nama sebuah jalan membentuk ujung yang runcing. Ujung pecahan kaca itu menancap di ulu hati Yon. Yang satu menancap di leher Yon dengan mantap. Orang-orang berteriak panik dan ngeri. Tom sendiri segera terguling karena ada pecahan kaca yang memercik ke arahnya. Tapi hanya menggores pipinya hingga terluka.
www.rajaebookgratis.com
Yon tak bisa berteriak lagu Matanya mendelik darahnya mengucur dari kedua luka yang ditembus kaca runcing itu. Lantai pun jadi bersimbah darah. Tom sendiri memekik keras-keras ketika Yon berkelojotan beberapa kali, kemudian menghembuskan napas yang terakhir. Citra tersenyum lega. Ranu segera membawanya ke dalam counter. "Kenapa kau lakukan itu, Citra?" bisiknya. Citra tertegun sejenak, lalu berkata pelan sekali, "Aku tak tahu. Aku tak mengharapkan hal Itu terjadi lagi. Tapi... dendamku membakar darah dan tak bisa dikendalikan lagi. Aku harus membalas perlakuan mereka. Tak bisa dihindari lagi, Ran! Ohhh...! Ini pertanda aku harus memberi hadiah lagi kepada Gizma! Pasti dia yang telah bekerja di dalam diriku dan memberi kekuatan untuk membalas dendamku...! Oh, celaka ini! Aku harus mencari lelaki dan... dan pasti birahiku akan mengamuk, tak bisa dihindari lagi, Ran!" "Ranu sendiri menjadi sangat cemas. Ia belum menemukan akal untuk mengendalikan kekuatan yang akan masuk ke dalam diri Citra. Salah satu ide yang ada hanyalah menghubungi seorang dukun. Rencana itu harus segera dilaksanakan. Ranu tak ingin segalanya jadi terlambat. Maka, ketika pulang dari kerja, Ranu langsung pergi ke tempat seorang dukun yang pernah dibicarakan para tetangganya itu. Citra sendiri langsung pulang ke rumah dengan keadaan masih Bermangu-mangu. -ooo0dw0ooSore masih terang. Citra terperanjat ketika bel tamunya berbunyi, dan ternyata Nico yang muncul di depannya. Wajah Citra menjadi pukat, gemetar tubuhnya, berdebar hatinya. Ia lak bisa bicara untuk beberapa saat. Badannya Jadi dingin menghadapi Nico yang berdiri di pepan pintu dengan senyum yang mengagumkan. "Boleh aku masuk?" Suara Nico makin membuat air mata Citra mulai tersumbul dari balik kelopak mata. Citra mundur beberapa langkah, Nico pun masuk dengan tenang. Pintu tertutup kembali dan Citra masih terpaku di depan pintu, sukar bicara. "Rumah ini, seperti yang pemah kucita-citakan dulu. Ternyata kau sudah menempatinya lebih dulu, Citra. "Kauuu... kau tidak salah datang kemari?"
www.rajaebookgratis.com
"Apakah aku tak boleh menengok masa laluku?" "Oh, Nicooo...!" Citra menghamburkan tangis dalam pelukan Nico. Tangan Nico pun memeluknya erat-erat. Dalam isak tangisnya, Citra menjadi semakin menggigil diguncang keharuan dan cinta yang tempo hari gersang. Kini cinta itu menjadi basah, segar dan menggairahkan. Citra menciumi Nico bertubi-tubi. Membelai dan memeluknya erat-erat, seakan tak ingin kehilangan Nico lagi. Sedangkan saat itu, Nico menjadi terharu. Bukan sekadar terharu karena rindu, tapi kecupankecupan rindu Citra memberikan sentuhan lembut yang menggetarkan kejantanannya. "Nico...! Oh, jangan pergi lagi, Sayang. Pekiklah aku...! Peluklah...!" Nico memeluk Citra, dan sempat berbisik, "Kenapa kau tak lebih hangat dari Sarah! Hangatkanlah aku seperti waktu Sarah menghangatkan asmaraku, Citra...!" "Oh, tentu! Tentu, Nico...! Mari...!" Citra menarik tangan Nico untuk masuk ke kamar. "Nico... aku rindu padamu...! Ohhh...!" Emosi bercintanya membuat Citra lupa pada kondisi dirinya sebenarnya. Ia begitu berapi-api mendayung bahtera cintanya yang berlayar dengan indah. Beberapa saat kemudian Citra berteriak histeris, baru ia sadari bahwa yang membakar gejolaknya tadi adalah hawa dingin dari roh Dewi Pembalasan. Karena pada saat itu. Nico telah berubah menjadi patung batu, sama seperti korban-korban yang lainnya. Jeritan itu tiba-tiba menghilang, karena Gizma muncul di senja yang kelabu. Sepatah kata-katanya menjadi kenyataan. "Diam. Jangan menangis lagi." Benar. Citra tidak menangis lagi. Citra terbungkam sekalipun hatinya meratap karena melihat Nico telah menjadi patung batu. Kalau saja la tadi sadar, bahwa ia habis membunuh Yon dengan kaca di plaza, tentunya ia akan menghindari amukan birahinya kepada Nico. Ia tak mau memberikan kemesraan yang seperti itu. Tapi karena semua pikirannya dikuasai oleh rindunya kepada Nico. Maka, Citra pun tak sadar bahwa saat itu adalah saat terakhir ia memberikan kemesraan kepada Nico. "Jangan sedih hatimu, Citra. Lelaki ini datang bukan untuk kembali kepadamu. Hatinya punya rencana busuk. Ia hanya ingin menikmati tubuhmu sepuaspuasnya,
www.rajaebookgratis.com
sebelum ia menikah dengan Sarah, bulan depan." Citra tertegun memandang Gizma. Perempuan cantik itu berkata lagi, "Nico tak rela melepaskan kau dalam pelukan lelaki lain tanpa syarat. Maka ia harus menikmati kehangatanmu sampai la merasa kenyang, baru ia akan rela melepaskan kau jatuh ke tangan lelaki lain, dan Ia sendiri akan memperoleh sesuatu yang baru dari Sarah. Itulah jiwa licik dari pemuda yang kaucintai." "Ohhh... begitu kejamnya dia sebenarnya, Gizma." "Benar. Lebih kejam lagi Sarah. Saat ini ia sedang menghubungi Tom dan memberikan alamat rumah ini." "Tom...?! Dia kenal dengan Tom?" Citra terkejut bukan main. "Tom adalah saudara Sarah, lain ibu. Sejak dulu Sarah mengincar Nico dan ingin menyingkirkan kau dari hati Nico. Maka, ia meminta bantuan Tom. Lalu, terjadilah kekejian Tom dan kawan-kawannya itu. Rusaklah hubunganmu dengan Nico. Kau menghadapinya sendiri, bukan? Itulah jiwa kerdil temanmu Sarah." Hampir-hampir Citra tidak mempercayai ta-kata Gizma. Sarah sama sekali tidak etlhatan bersikap bermusuhan dengannya. Selama ini Citra hanya menganggap hubungan Sarah dan Nico hanya satu hal yang kebetulan. Bukan perencanaan yang matang. Citra menganggap kepergian Nico kepada Sarah hanya Satu kompensasi. Pelarian dari cinta yang dikecewakan oleh Citra, karena Citra tidak berani berterus terang kepada Nico. Ternyata semua anggapannya itu tidak benar. "Citra, pejamkan matamu...! Lawanlah Tom, dan untuk kali ini aku tidak akan mengambil hadiahku. Kuberikan hadiahku nanti untukmu selamanya, Citra...! Nah, pejamkan mata, Sayang...!" Citra memejamkan mata. Ketika ia mejn-buka matanya lagi. Gizma sudah tak ada bersama patung Nico. Citra menghela napas, membuang dukanya. Ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ketika la selesai mandi, hanya mengenakan daster bercorak bunga-bunga biru, ia melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah. Mobil Jeep dengan kap terbuka, berhenti tepat di depan pintu pagar. Tom turun dari mobil itu, sedangkan Sarah mengenakan kacamata hitam dan topi bundar, masih duduk di jok
www.rajaebookgratis.com
samping tempat sopir. Gemetar tubuh Citra melihat kenyataan itu. Katakata Gizma terbukti. Sarah berdiri di balik semua peristiwa yang menimpa hidup Citra. Gigi Citra menggemeletuk, menahan kemarahannya kepada Sarah. Tetapi, kali ini yang utama adalah Tom. Orang yang pertama kali merobek selaput darahnya dan hidup Citra menjadi berantakan. Brakkk...! Pintu pagar ditendang oleh Tom. Sebuah parang tajam tergenggam di tangan kanan Tom. Rambut Tom yang panjang diikat ke belakang, hingga ia tampak sadis dan mengerikan. Citra jadi tegang dan merasa takut melihat parang panjang digenggam Tom. la menutup pintu ruang tamu. Mengancingnya dengan gugup. Tetapi, Prangngng...! Tom memecahkan kaca jendela dengan parangnya, la masuk melalui jendela itu dengan wajah sangar dan bengis. Citra gemetar. Ia tak bisa lari karena Tom sudah sangat dekat dengannya. "Gizmaaa...! Tolooong...!" teriak Citra. Teriakan itu membuat Tom berhenti. Seperti terkesima sejenak. Citra punya waktu untuk melarikan diri lewat pintu samping. Tapi, Tom segera sadar, dan mengejarnya lewat pintu samping juga. "Gizmaaa...!" Citra berlarian ketakutan, dan akhirnya jatuh tersunggkur. Pada waktu ia jatuh, badannya merasa dingin sekali. Ia tahu, Gizma telah masuk dalam raganya. Kemudian, keberaniannya pun tumbuh. Bahkan ia berdiri dengan sikap menunggu kedatangan Tom. Langkah Tom berhenti. Mata Citra memandang tajam tak berkedip. Suara Sarah terdengar, "Habisi dia, Tom!" Tetapi, parang yang telah diangkat oleh Tom Itu segera berkelebat menghantam tangan kirinya sendiri. Prasss...! Lengan Tom putus seketika. Tom bagai robot bernyawa. Ia dipandang terus oleh Citra. Perlahanlahan, Tom melangkah menuju ke mobilnya. "Tom...! Sadar, Tom...!" teriak Sarah ketakutan. Parang itu dikibaskan ke mukanya sendiri. Crokkk...! Wajah Tom jadi berdarah. Retak. Tom tidak menjerit. Kemudian, ia naik ke mobil, dan dengan
www.rajaebookgratis.com
cepat menebaskan parang tajamnya ke punggung Sarah yang hendak turun dari mobil. "Aaahhh...! Tooom... kau melukaiku...!" Citra masih memandang tak berkedip. Tom menghantamkan parangnya ke pundak kiri, lalu dengan cepat ia justru merajang wajahnya sendiri dengan parang itu, sampai akhirnya ia jatuh terkulai bermandi darah dengan luka amat parah. "Tooom...! Ohhh, Tooommm...!" teriak Sarah, tegang. Sarah menangis menjerit-jerit Beberapa tetangga yang tadi menyaksikan secara sembunyi-sembunyi, kini berlarian mengerumuni mobil Jeep itu. Tom terkulai di jok sopir, dan dia situlah ia menghembuskan napas yang terakhir. "Citra...! Citra, apa yang terjadi...?!" Ranu Wrlarilari dengan tegang dan cemas. Citra segera memeluk Ranu dan menangis ?rlsakisak. "Dia hampir membunuhku Ranu...! Ohhh, mengerikan sekali...!" lirih Citra, nneri. 'Tenang, Citra...! Tenang. Semuanya telah herakhir. Sayang...!" Semua orang tahu, Tom melukai dirinya sendiri hingga ia mati. Tapi tak ada yang tahu, bahwa perbuatan Tom itu karena pengaruh kekuatan yang ada pada Citra. Kekuatan itu adalah milik Gizma, Dewi Pembalasan. Kini, dendam itu pun tuntas. Padam. Citra tak mau lagi menaruh dendam kepada siapa pun, karena hanya akan menghadirkan maut bagi dirinya. Ranu sendiri setuju dengan pendapat Citra. Ia bahkan berkata pelan, "Jangan ada dendam lagi, Citra. Lebih baik sebutir kasih dengan cinta, daripada segunung dendam dengan maut." "Aku telah kehilangan kesucianku, Ranu. Cintaku, Nico-ku, hilang juga...!" "Tapi aku belum hilang dari hatimu, bukan?!" "Ranu...?!" desah Citra. Matanya menatap sayu. Lalu airmata pun menitik ketika Ranu mencium pipinya dengan mesra. "Citra, itu hadiah untukku atas kematian Tom. Tapi ambillah...! Amblliah Ranu, karena dia tulus mencintaiku...!" "Gizma...! Gizma di mana kamu?!" Citra mencari suara Gizma. "Aku ada di dalam dirimu, Citra. Peluklah dia. Bahagialah sepanjang masa...!" suara Itu terdengar
www.rajaebookgratis.com
Jelas sekali, dan Citra pun segera memeluk Ranu dalam buaian kasih seputih sutra. SELESAI DEH