PENGAWASAN PEMENUHAN UPAH MINIMUM KOTA (UMK) PADA PERUSAHAAN SWASTA OLEH DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGASI KOTA BANJAR ( STUDI PADA PABRIK BULU MATA SUNG SHIM DI KECAMATAN PATARUMAN)
MIRA REGINA
[email protected] NPM. 3506120122
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP) BINA PUTERA BANJAR ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Pengawasan Pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) pada Perusahaan Swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar” (Studi pada Pabrik Bulu Mata Sung Shim di Kecamatan Pataruman Kota Banjar) yang beralamat di Jalan Langensari Desa Mulyasari Kecamatan Pataruman Kota Banjar. Penelitian ini berawal dari adanya beberapa latar belakang masalah seperti: Belum diberikannya upah sesuai Upah Minimum Kota (UMK) dan hanya berlaku bagi sebagian pekerja dengan alasan masih pekerja harian dan karena pekerja sering malukukan pelanggaran, padahal Pemerintah Kota Banjar melalui Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi telah mengamanatkan kepada setiap perusahaan agar mematuhi aturan yang ada. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Kualitatif dengan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja Pabrik Bulu Mata Sung Shim. Teknik pengambilan sampel dengan purposif sampling, yaitu penetuan sampel didasarkan pada tujuan, memilih sampel yang mempunyai pengetahuan dan informasi tentang fenomena yang sedang diteliti sehingga sampel dalam penelitian ini adalah orang yang terlibat langsung pekerja Pabrik Bulu Mata Sung Shim. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, yang dilakukan terhadap 8 orang yaitu unsur Pemerintah Kota, Pemerintah Kecamatan, Serikat Pekerja, Dewan Pengupahan dan pekerja Pabrik Bulu Mata Sung Shim yang ada di wilayah Kecamatan Pataruman. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Pengawasan Pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) pada perusahaan swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi secara umum belum bisa dilaksanakan oleh perusahaan swasta terutama Pabrik Bulu Mata Sung Shim yang berada diwilayah Kecamatan Pataruman, (2) dalam Pengawasan Pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) pada
perusahaan swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi dan yang mengetahui tentang Upah Minimum Kota (UMK) secara umum belum mengetahui. Jadi antara perusahaan dengan pekerja pabrik harus benar-benar mengetahui aturan yang ada sehingga dapat terciptanya kesejahteraan bagi pekerja. Kata kunci : Pengawasan, Perusahaan Swasta, Upah Minimum Kota (UMK)
PENDAHULUAN Upah merupakan tujuan utama dari seorang pekerja melakukan pekerjaan pada orang atau badan hukum lain. Karena itulah pemerintah turut serta dalam menangani masalah pengupahan melalui berbagai kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (Husmi, 2006: 148). Pada Pasal 88 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa tiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 27 Ayat (2) pun sudah diamanatkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak bagi kehidupan dalam rangka menjaga harkat dan martabatnya sebagai manusia. Berdasarkan hal tersebut, sudah sangat jelas bahwa pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan bertujuan untuk melindungi pekerja atau buruh, dan secara keseluruhan ingin mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan pengupahan yang ditetapkan pemerintah dalam upaya untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja dilakukan dengan cara menetapkan suatu standar upah minimum yang harus dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan. Seorang pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Standar upah minimum tersebut didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan peningkatan kesejahteraan pekerja dan tanpa mengabaikan peningkatan produktivitas dan kemajuan perusahaan serta perkembangan perekonomian pada umumnya. Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan pemerintah. Apabila kesepakatan tersebut lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundangundangan, maka kesepakatan tersebut bisa batal demi hukum dan pengusaha wajib memenuhi ketentuan upah minimum yang berlaku. Menurut Kartasaputra (2000:78) penetapan upah minimum oleh pemerintah mempunyai beberapa tujuan utama diantaranya sebagai berikut : 1. Menonjolkan arti dan peranan tenaga kerja sebagai subsistem yang kreatif dalam suatu sistem kerja, 2. Melindungi kelompok kerja dari sistem, 3. Adanya sistem pengupahan yang sangat rendah dan keadaannya secara materiil tidak atau kurang memuaskan,
4. Mendorong kemungkinan diberikannya upah yang sesuai dengan nilai pekerjaan yang dilakukan setiap pekerja, mengusahakan terjaminnya ketenangan dan kedamaian dalam organisasi kerja atau perusahaan, mengusahakan adanya peningkatan dalam standar hidupnya secara normal. Pada intinya penetapan upah minimum oleh Pemerintah untuk melindungi hak pekerja yang paling mendasar. Namun dalam kenyataannya, pemenuhan upah tidak selamanya sesuai dengan yang diharapkan oleh pekerja maupun pengusaha sendiri. Tidak jarang upah yang diterima oleh pekerja dari perusahaan lebih rendah dari ketentuan upah minimum yang berlaku. Para pengusaha sendiri berkilah dengan alasan seperti biaya produksi yang tinggi dan daya beli masyarakat yang menurun sehingga hanya bisa memberikan upah dibawah ketentuan bagi para pekerjanya. Dibandingkan dengan negara lainnya, tidak terkecuali negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam, gambaran upah yang diterima pekerja di Indonesia termasuk yang paling buruk. Hal ini dapat dilihat ketika upah yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, banyak masyarakat Indonesia yang berbondong-bondong ke luar negeri menjadi buruh migran walaupun dengan jalan illegal. Upah Minimum Kota (UMK) yang ditetapkan oleh Pemerintah menjadi sangat penting bagi pekerja, agar perusahaan yang mempekerjakannya tidak bersikap sewenang-wenang terutama dalam hal pemberian upah. Angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi dasar penetapan upah minimum didapatkan dari pelaksanaan survei yang dilaksanakan secara bersama-sama tiga unsur tripartit yaitu pemerintah, perwakilan dari pekerja atau serikat pekerja dan perwakilan dari pengusaha. Dari survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan pertimbangan komponen inflasi, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, tingkat pengangguran, ditambah lagi kebutuhan makanan, perumahan, sandang, transportasi dan tabungan itulah dicari kesepakatan tripartit untuk menentukan UMK. Guna kelancaran pelaksanaan kebijakan pengupahan, diperlukan adanya pemantauan atau pengawasan oleh Pemantau Pelaksanaan Dewan Pengupahan Tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja di daerah bertanggung jawab terhadap pemenuhan upah minimum oleh perusahaan di wilayah masing-masing, termasuk di Kota Banjar. Banjar sebagai kota industri dan perdagangan mengalami perkembangan yang sangat pesat beberapa tahun terakhir. Pusat-pusat perbelanjaan dan swalayan sudah mulai menjamur dimanamana, belum lagi industri tekstil, bisnis waralaba dan industri yang lain ikut bermunculan juga. Hal ini akan mengakibatkan banyak tenaga kerja yang terserap, dan konsekuensinya permasalahan yang dihadapi akan semakin beranekaragam. Misalnya masalah ketenagakerjaan dan pengupahan, terutama dalam pemenuhan upah minimum. Apakah perusahaan-perusahaan tersebut sudah dapat melaksanakan ketentuan Upah Minimum Kota (UMK) yang berlaku atau belum, harus ada pengawasan dari Pemerintah. Berdasarkan data yang ada dalam beberapa tahun terakhir, di Kota Banjar masih adanya ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan UMK. Umumnya alasan belum diberikannya upah sesuai dengan Upah Minimum Kota Banjar adalah hanya berlaku bagi sebagian pekerja saja, karena pekerja sering melakukan
pelanggaran terhadap perusahaan, seperti sering terlambat masuk kerja dan sudah diperingatkan berkali-kali tetapi tidak diindahkan. Hal ini oleh perusahaan dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran dan akibatnya dikenakan sanksi terhadap pekerja yang melanggar dengan tidak diberikannya upah sesuai dengan ketentuan Upah Minimum Kota Banjar.
No 1. 2. 3. 3. 4. 5. 6.
Pekerja
Masa Kerja 1 Tahun 2 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 4 Tahun 2 Tahun
Laki-Laki
Perempuan
6 Orang 3 Orang 2 Orang 4 Orang 5 Orang 3 Orang 3 Orang
26 Orang 34 Orang 20 Orang 80 Orang 131 Orang 1 Orang 1 Orang
Jumlah Total
Jumlah
Keterangan
32 Orang 37 Orang 22 Orang 85 Orang 137 Orang 4 Orang 4 Orang
Pekerja Harian Pekerja Harian Pekerja Tetap Pekerja Tetap Pekerja Tetap Satpam Satpam
320 Orang
Dari penjelasan-penjelasan yang ada didapatkan sebuah benang merah bahwa pengawasan yang dilakukan pemerintah mengenai pelaksanaan Upah Minimum Kota (UMK) bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pekerja. Disamping itu untuk mendidik pengusaha dan pekerja agar selalu tertib melaksanakan ketentuan perundang-undangan dibidang ketenaga kerjaan sehingga stabilitas ekonomi yang kuat bisa tercapai. Dasar hukum yang dapat dijadikan oleh Pemerintah sebagai pedoman dalam memberikan perlindungannya dan menjembatani kepentingan antara pengusaha dan pekerja yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah dan adanya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.01/Men/1999 tentang Upah Minimum. Dalam hal pengawasan diatur dengan Peraturan Menteri Tenaga KerjaNomor: Per.03/MEN/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu. RUMUSAN MASALAH Dalam penyusunan skripsi ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengawasan pemenuhan Upah Minimun Kota (UMK) pada perusahaan swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar ? 2. Bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pengawasan pemenuhan Upah Minimun Kota (UMK) pada perusahaan swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar ? 3. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan dalam pengawasan pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) pada perusahaan swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar dan bagaimana cara mengatasinya ?
TINJAUAN PUSTAKA
Grand teori dalam penelitian ini adalah tentang proses teknik pengawasan menurut Sitimorang dan Juhir (dalam Siagian 2008: 139-140) dalam bukunya berjudul Pengawasan Administrasi dan Manajemen, dijelaskan dalam buku ini ada 2 (dua) proses teknik pengawasan diantaranya, 1) Pengawasan langsung (direct control), 2) Pengawasan tidak langsung (indirect control). Dalam buku ini mengatakan bahwa proses pengawasan pada dasarnya dilaksanakan oleh administrasi dan manjemen. Sebagai perbandingan dalam penelitian ini maka peneliti akan memaparkan beberapa pendapat para ahli diantaranya : Buku karya Makmur, 2011 yang berjudul Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan, Bandung : Refika Aditama. Buku ini menyampaikan secara singkat tentang konsep dasar pengawasan, temuan dalam pengawasan, mekanisme dan prosedur pengawasan. Jenis-jenis pengawasan, kebijakan dalam pengawasan, teknik-teknik dalam pengawasan dan moralitas dalam pengawasan. Teori Supardan, 2009. dalam buku ini mengemukakan pengertian pengawasan yaitu salah satu fungsi manajemen untuk menjamin agar pelaksanaan kerja berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Teori Tery, 2006. Dalam buku ini mengartikan bahwa pengawasan sebagai mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tidankan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Teori Robbin karya Sugandha, 1999 buku ini menerangkan bahwa pengawasan itu merupakan suatu proses aktivitas yang sangat mendasar, sehingga membutuhkan seorang manajer untuk menjalankan tugas dan pekerjaan organisasi. Teori Terry dalam buku karya Sujamto, 1986. Di buku ini menerangkan bahwa Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasannya, dan mengambil tindakan-tidakan korektif bila diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana. Teori dari Dale karya Winardi, 2000. Dalam buku ini dikatakan bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. Kesimpulannya, pengawasan merupakan suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan tujuan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan.
OBJEK DAN METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti memilih lokasi penelitian di Kantor Dinas Sosial,Tenaga Kerja dan Trasmigasi Kota Banjar yang beralamat di Jalan Griliya Kota Banjar. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa lokasi penelitian tersebut merupakan tempat data yang diperlukan sehingga lebih memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Kecamatan Pataruman Kota Banjar terletak dibagian Selatan Kota Banjar, memiliki luas 33.665 KM / 316,417 Hektar dan sebagian besar merupakan wilayah pertanian. Batas wilayah Kecamatan Pataruman disebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Langensari, sebelah Barat wilayah Kecamatan Banjar, sebelah Selatan wilayah Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis dan sebelah Utara Provinsi Jawa Tengah. Penelitian kualtitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya Nasution (dalam Sugiono, 2009 : 205). Adapun mengenai permasalahan yang akan diteliti masih samar sehingga dengan metode kualitatif masalah ditemukan pada saat penelitian dalam di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar. Penelitian kualitatif dapat bertitik tolak dari suatu teori yang telah diakui kebenarannya dan dapat disusun pada waktu penelitian berlangsung berdasarkan data yang dikumpulkan. Pada tipe pertama, dikemukakan teori-teori yang sesuai dengan masalah penelitian, kemudian di lapangan dilakukan verifikasi terhadap teori yang ada, mana yang sesuai dan mana yang perlu diperbaiki. Dengan pendekatan ini diharapkan mampu menjaring realita di lapangan dengan mengumpulkan data secara langsung dilapangan melalui wawancara, dokumentasi dan observasi, dan kemudian peneliti melakukan analisis terhadap masalah tersebut sampai mendapatkan pengetahuan tentang pengawasan pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) pada perusahaan swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar (studi pada pabrik bulu mata Sung Shim di Kecamatan Pataruman). Adapun teknik pemilihan sampel atau informan yang digunakan oleh peneliti adalah non probablitity sampling. Sugiyono (2014 : 53) menjelaskan bahwa : Teknik non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang / kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball. Teknik purposive sampling menurut Sugiyono (2014 : 54) adalah : Teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Misalnya orang tertentu yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti. Dari jumlah 320 Populasi (Pekerja Pabrik Bulu Mata) akan dijadikan sampel untuk dijadikan informan sebanyak 8 (delapan) sampel dari Pemerintah Kota Banjar, Serikat Pekerja Kota Banjar, pihak perusahan Pabrik Bulu Mata
Sung Shim dan unsur kepentingan lainnya yang memiliki hubungan dengan kebijakan tersebut. Berdasarkan teori di atas, maka peneliti menetapkan informan yang dipilih dalam penelitian dibagi menjadi tiga kelompok yaitu ; 1) Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar, 2) Camat Pataruman, 3) Pabrik bulu mata, 4) Dewan Pengupahan dan unsur kepentingan lainnya (yang memiliki hubungan kepentingan dengan pengawasan pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) Kota Banjar. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini disesuaikan dengan identifikasi masalah dan tujuan penelitian. Bahwa dalam penelitian kualitatif, informan dipilih dan mengutamakan pandangan informan itu sendiri. Peneliti tidak bisa memaksakan kehendak untuk mendapatkan data yang diinginkan. Dalam pelaksanaannya peneliti menggunakan teknik pengumpulan data terhadap informan sebagai berikut : Studi Kepustakaan Selain menggunakan teknik observasi dan wawancara, informasi dan datadata juga diperoleh dari fakta-fakta yang tersimpan baik dalam bentuk profil kecamatan, surat, catatan, arsip foto, hasil rapat, artikel serta jurnal kegiatan dan sebagainya. Observasi Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam metode penelitian kualitatif. Pada hakikatnya observasi merupakan kegiatan pengamatan dengan menggunakan panca indera, bisa penglihatan, penciuman serta pendengaran untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah yang diteliti. Hasilnya dapat berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu dan perasaan emosi seseorang. Wawancara Esterberg (dalam Sugiyono 2014 : 72) mendefiniskan interview sebagai berikut. “a meeting of two person to exchange information and idea trhough question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a pacticular topic”. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Lincoln dan Guba (dalam Sugiyono 2014 : 76) menjelaskan bahwa ada tujuh langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan Mengawali atau membuka alur waawancara Melangsungkan alur wawancarra Mengkonfirmasikan ikhtiar hasil wawancara dan mengakhirinya
6. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan 7. Mengidentifikasikan tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh Adapun jenis-jenis pertanyaan yang dapat diajukan pada saat wawancara seperti yang dijelaskan oleh Patton (dalam Sugiyono 2014 : 76-78) yaitu : 1. Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman Pertanyaan ini digunakan untuk mengungkapkan pengalaman yang telah dialami oleh informan atau subyek yang diteliti dalam hidupnya, baik dalam kehidupan pada waktu masih kanak-kanak, selama di sekolah, di masyarakat, di tempat kerja dan lain-lain. 2. Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat Ada kalanya peneliti ingin minta pendapat kepada informan terhadap data yang diperoleh dari sumber tertentu. Oleh karena itu peneliti melontarkan pertanyaan kepada informan yang berkenaan dengan pendapatnya tentang data tersebut. 3. Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan Mendapatkan data tentang perasaan orang yang sifatnya efektif lebih sulit dibandingkan mendapatkan data yang sifatnya kognitif atau psikhomotorik. Namun demikian perasaan orang yang sedang susah atau senang dapat terlihat dari eskpresi wajahnya. Oleh karena itu pertanyaan yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan seseorang menggunakan pertanyaan yang tidak langsung. Pada awalnya dilakukan percakapan yang biasa, dan lama-lama diarahkan pada pertanyaan yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan. 4. Pertanyaan tentang pengetahuan Pertanyaan ini digunakan untuk mengungkapkan pengetahuan informan suatu kasus atau peristiwa yang mungkin diketahui. Mereka ini dipilih menjadi nara sumber karena diduga ia ikut terlibat dalam peristiwa tersebut. 5. Pertanyaan yang berkenaan dengan indera Pertanyaan ini digunakan untuk mengungkapkan data atau informasi karena yang bersangkutan melihat, mendengarkan, meraba dan mencium suatu peristiwa. 6. Pertanyaan berkaitan dengan latar belakang atau demografi Pertanyaan ini digunakan untuk mengungkapkan latar belakang subyek yang dipelajari yang meliputi status sosial ekonomi, latar belakang pendidikan, asal usul, tempat lahir, usia, pekerjaan dan lain-lain. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema tertentu yang diangkat dalam penelitian. Atau sebuah proses pembuktian dan klarifikasi terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh melalui teknik yang lain sebelumnya, karena wawancara adalah merupakan proses pembuktian, maka hasilnya bisa saja sesuai atau juga bisa berbeda dengan informasi yang telah diperoleh sebelumnya.
Teknis Analisis Data Sebelum melakukan analisis data, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu data (dalam konteks penelitian kualitatif). Dijelaskan oleh Pohan dalam Prastowo (2011 : 237) bahwa : Data kualitatif adalah semua bahan, keterangan, dan fakta-fakta yang tidak dapat diukur dan dihitung secara sistematis karena berwujud keterangan verbal (kalimat dari kata). Selain itu, data kualitatif lebih bersifat proses. Berbeda dengan data kuantitatif yang bersifat hasil atau produk. Menurut Milles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2014 :246) analisis data kualitatif adalah suatu proses analisis yang terdiri dari tiga jalur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Seperti yang tergambar pada gambar 3.1 di bawah ini : Periode Pengumpulan data
REDUKSI DATA Antisipasi
Selama
setelah
DISPLAY DATA Selama
ANALISIS setelah
KESIMPULAN Selama
setelah
Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah menggunakan model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2014 : 247). Model ini memiliki tiga proses dalam menganalisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan atau verifikasi. HASIL PENELITIAN Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengawasan Pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) Pada Perusahaan Swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar (Studi pada Pabrik Bulu Mata Sung Shim di Kecamatan Pataruman). Kebijakan lainnya yang turut mendukung Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi, Propinsi Jawa Barat berwenang menetapkan Upah Minimum dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur pada tanggal 24 Nopember 2014 Nomor 561/Kep.1244-Bangsos/2014 tentang Upah Minimum pada 27 (dua puluh tujuh) Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat Tahun 2015.
Pengawasan Pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) Pada Perusahaan Swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar (Studi pada Pabrik Bulu Mata Shung Shim di Kecamatan Pataruman) harus dapat menumbuh kembangkan kepercayaan masyarakat terhadap aturan yang diberlakukan di daerah terutama tentang ketenaga kerjaan. Pada intinya penetapan upah minimum oleh Pemerintah untuk melindungi hak pekerja yang paling mendasar. Namun dalam kenyataannya, pemenuhan upah tidak selamanya sesuai dengan yang diharapkan oleh pekerja maupun pengusaha sendiri. Tidak jarang upah yang diterima oleh pekerja dari perusahaan lebih rendah dari ketentuan upah minimum yang berlaku. Para pengusaha sendiri berkilah dengan alasan seperti biaya produksi yang tinggi dan daya beli masyarakat yang menurun sehingga hanya bisa memberikan upah dibawah ketentuan bagi para pekerjanya. Dibandingkan dengan negara lainnya, tidak terkecuali negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam, gambaran upah yang diterima pekerja di Indonesia termasuk yang paling buruk. Hal ini dapat dilihat ketika upah yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, banyak masyarakat Indonesia yang berbondong-bondong ke luar negeri menjadi buruh migran walaupun dengan jalan illegal. Upah Minimum Kota (UMK) yang ditetapkan oleh Pemerintah menjadi sangat penting bagi pekerja, agar perusahaan yang mempekerjakannya tidak bersikap sewenang-wenang terutama dalam hal pemberian upah. Angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi dasar penetapan upah minimum didapatkan dari pelaksanaan survei yang dilaksanakan secara bersama-sama tiga unsur tripartit yaitu pemerintah, perwakilan dari pekerja atau serikat pekerja dan perwakilan dari pengusaha. Dari survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan pertimbangan komponen inflasi, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, tingkat pengangguran, ditambah lagi kebutuhan makanan, perumahan, sandang, transportasi dan tabungan itulah dicari kesepakatan tripartit untuk menentukan UMK. Dalam hal ini Dinas Sosial,Tenaga Kerja di daerah harus bisa bertanggung jawab terhadap kelangsungan pemenuhan upah minimum oleh perusahaan di wilayah masing-masing termasuk di Kota Banjar. 1. Pengawasan Langsung Pengawasan langsung (direct control) ialah apabila pimpinan organisasi mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang dijalankan. Pengawasan langsung ini dapat berbentuk: (a) inspeksi langsung, (b) on the spot observation, (c) on the spot report, yang sekaligus berarti pengambilan keputusan on the spot pula jika diperlukan. Akan tetapi karena banyaknya dan kompleksnya tugas-tugas seorang pimpinan terutama dalam organisasi yang besar seorang pimpinan tidak mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan langsung itu. Karena itu sering pula ia harus melakukan pengawasan yang bersifat tidak langsung.
2. Pengawasan Tidak Langsung Pengawasan tidak langsung (indirect control) ialah pengawasan jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan itu dapat berbentuk: (a) tertulis, (b) lisan. Kelemahan dari pada pengawasan tidak langsung itu ialah bahwa sering para bawahan hanya melaporkan hal-hal yang positif saja. Dengan perkataan lain, para bawahan itu mempunyai kecenderungan hanya melaporkan hal-hal yang diduganya akan menyenangkan pimpinan. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti mengenai Pengawasan Pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) pada Perusahaan Swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar pada Pabrik Bulu Mata Sung Shim di Kecamatan Pataruman dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengawasan Pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) pada Perusahaan Swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar pada Pabrik Bulu Mata Sung Shim di Kecamatan Pataruman secara umum belum mengetahui apa yang dimaksud pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK). Harapan pekerja pada pabrik bulu mata Sung Shim sistem pengawasannya lebih di utamakan pengawasan langsung, terutama dalam pengawasan pekerja yang masih pekerja harian dan pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) yang sangat dibutuhkan oleh pekerja Pabrik Bulu Mata Sung Shim Kecamatan Pataruman pada umumnya dan pekerja harian khususnya. 2. Dalam Pengawasan Pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) pada Perusahaan Swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar pada Pabrik Bulu Mata Sung Shim di Kecamatan Pataruman Kota Banjar belum sepenuhnya mengetahui tentang sistem pengawasan pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) Menurut Keputusan Gubernur Jawa Barat tanggal 24 Nopember 2014 Nomor 561/Kep.1244-Bangsos/2014 tentang Upah Minimum pada 27 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat yang menentukan langsung dalam Upah Minimum Kota (UMK) dan yang mengatahui langsung tentang sistem pengawasan pemenuhan Upah Minim Kota (UMK) di Kecamatan Pataruman Kota Banjar belum sesuai terutama masih berlakunya pekerja harian, meskipun harapan pekerja Pabrik Bulu Mata Sung Shim ingin lebih baik tetapi untuk pengawasan Upah Minimum Kota (UMK) belum bisa terlaksana dengan baik. 3. Usaha yang dilakukan untuk menanggulangi kendala dalam Pengawasan Pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) Pemerintah Kota Banjar harus lebih memperhatikan lagi kebutuhan pekerja khusunya pekerja yang masih berstatus pekerja harian, dengan memperbanyak pengawasan langsung mengenai Upah Minimum Kota (UMK) dan perlu adanya kajian lebih lanjut dari Pemerintah agar
pengawasan tersebut dapat betul-betul berjalan sesuai program Pemerintah. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut : 1. Pengawasan Pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) pada Perusahaan Swasta oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigasi Kota Banjar pada Pabrik Bulu Mata Sung Shim di Kecamatan Pataruman Kota Banjar perlu ditingkatkan perannya sehingga bisa mewujudkan keinginan pekerja terutama pekerja yang masih berstatus pekerja harian yang tersebar di Kecamatan Pataruman Kota Banjar, komunikasi yang terarah sesuai peraturan yang berlaku. 2. Pemerintah harus membuat aturan yang jelas dan ditegaskan dalam sebuah Peraturan Daerah Kota Banjar sehingga Upah Minimum Kota (UMK) untuk pekerja harian bisa lebih diterima oleh para pekerja terutama pekerja harian dalam pengupahannya yang diberikan perusahaan. 3. Usaha dari Pemerintah Kota Banjar harus betul-betul dirasakan oleh pekerja terutama pekerja harian yang tersebar di wilayah Kecamatan Pataruman Kota Banjar pada khususnya, sehingga pengawasan pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) dapat terlaksana sesuai anjuran Pemerintah Pusat melalui Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.1244-Bangsos/2014 tentang Upah Minimum pada 27 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suarsimi 2002. Prosedur Penilitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta Rineka Cipta. Agustino, . 2014. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta Anderson, James E, 1994 Public Policy Marking – An Introduction (second edition) Texas A&M University. Fatoni, 2006. Organisasi dan Pengawasan. Jakarta : Rineka Cipta Grindle, M.S and Thomas J.W. 1980. Public Choices and Policy Change. The Jhon Hopkins University Press. Handari, Nawawi. 2001. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Halim, 2007. Pengawasan Perusahaan. Jakarta : Bumi Aksara Husmi, 2006. Tunjangan Hari Raya. Jakarta : Prima Inti Kartasapoetra, 2006. Jenis dan Macam Upah. Jakarta: Buana Kadarman, 2001. Tolak Ukur Sistem Pengawasan. Jakarta : Rineka Cipta Kertonegoro, 1998. Proses Manajemen. Jakarta : Rineka Cipta Kusnadi, 1999. Rencana Pengawasan. Bandung:Alfabeta Koontz, 1986. Teknik-Teknik Pengawasan. Jakarta : Rineka Cipta Makmur, 2011. Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan, Bandung:Refika Aditama
Manullang, 1992. Pengawasan Terencana. Jakarta : Bumi Aksara Nawawi, 1989. Evaluasi dan Pengawasan. Jakarta : Bumi Aksara Pasolong,Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta. Prinst, 2007. Asas-asas Pengupahan. Jakarta : Buana Sugandha, 1999. Aktifitas Pengawasan. Bandung : Alfabeta Supardan, 2009. Sistem Pengawasan Perusahaan. Jakarta:Rineka Cipta -----------------------, 1986. Efektif dan Efektivitas. Jakarta: Bumi Aksara Siagian P Sondang, 2001. Efektiv dan Efektivitas. Jakarta : Bumi Aksara ---------------------, 2008. Administrasi Pembangunan. Jakarta : Bumi Akasar Sugiyono. 2010 Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta -----------. 2014, Metode Penelitian Kuantitatif – Kualitatif dan R&D Bandung Alfabeta. Steers. ( dalam Sutrisno, 2011 ). Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta Soekanto, Soerjono. 1997 Sosiologi Suatu Pengaturan. Jakarta : Ghalia indo Soekanto, 2001. Metodologi Dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Ghalia Indo Suparto J. 2002. Metode Riset Aplikasinya Dalam Pemasaran. Jakarta Rineka Cipta. Soekanto, Soerjono. 1997, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Ghalia Indo Situmorang, Juhir, 1994, Pengawasan Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta Terry, 2006. Manajemen Pengawasan. Jakarta : Ghalia Indo Winardi, 2000. Pengawasan dalam Perusahaan. Jakarta : Bumi Aksara Sumber lain : Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggara Pemerintahan Daerah. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per.03/MEN/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjan Terpadu. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per.01/MEN/1999 tentang Upah Minimum. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor 07/MEN/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah. Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor : 561/Kep.1244-Bangsos/2014 tentang Upah Minimum pada 27 (dua puluh tujuh) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2015.