UNIVERSITAS INDONESIA
MINAT PENONTON TERHADAP TAYANGAN EDUKATIF (VIEWERS’ INTEREST TOWARDS EDUCATIVE TELEVISION PROGRAMS)
MAKALAH NON-SEMINAR
NURUL PARAMESWARI SUSANTONO 1006695223
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI DEPOK 2014
Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
1 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
2 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
Minat Penonton terhadap Tayangan Edukatif Nurul Parameswari Susantono Departemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak Salah satu fungsi penyiaran yang disebutkan dalam Pedoman Pelaksanaan Penyiaraan dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah fungsi edukasi. Namun melihat kondisi dan situasi penyiaran di Indonesia saat ini, rasanya fungsi edukasi pada media penyiaran khususnya televisi tidak berjalan dengan baik. Ketersediaan tayangan edukatif sangat sedikit dibandingkan dengan ketersediaan sinetron dan FTV. Ternyata data statistik menyatakan bahwa demand akan tayangan edukatif di televisi (TV) nasional sangat rendah. Melalui penelitian ilmiah ini, penulis terdorong untuk mempelajari lebih lanjut minat masyarakat Indonesia terhadap tayangan edukatif dengan harapan dapat memberikan solusi bagi pembenahan program penyiaran di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data primer melalui survey, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil yang ditemukan adalah bahwa banyak penonton yang mengaku minat namun kenyataannya tidak menonton tayangan edukatif. Keterbatasan pilihan dan kurang baiknya kualitas tayangan edukatif di TV nasional menjadi faktor kuat kurangnya minat masyarakat terhadap tayangan edukatif. Kata kunci: Indonesia; penyiaran; televisi (TV); program TV edukatif; minat penonton.
Viewers’ Interest towards Educative Television Programs Abstract One of the broadcasting functions mentioned in the Guide for Broadcasting Conducts and Broadcasting Program Standards (P3SPS) – issued by the Indonesian Broadcasting Commission – is education. Observing Indonesia’s broadcasting situation nowadays, it seems like this education function is carried out poorly. There is very low availability of educative television (TV) programs compared to the number of soap operas and television dramas. Statistics suggest that the demand for educative programs on Indonesian national TV is also very low. This research is conducted to examine the Indonesian viewers’ interests towards educative television programs in the hopes to propose a solution in fixing the flaws of Indonesias broadcasting program. The research is conducted by collecting primary data through survey, which is then analyzed descriptively. The writer’s findings suggest that many Indonesian viewers claim that they are interested but the reality is they do not watch edicative programs. The lack of variation and quality of educative programs on national TV is a strong factor of the viewers’ lack of interest towrds educative programs. Keywords: Indonesia; broadcasting; television (TV); educative TV programs; viewer interest.
Pendahuluan Di dalam Pedoman Pelaksanaan Penyiaraan dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang disusun oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), terdapat fungsi lembaga penyiaran yaitu sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol, perekat sosial dan pemersatu bangsa (P3SPS, hlm. 43). Tugas dan wewenang KPI sendiri adalah melakukan kontrol terhadap
3 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
konten penyiaran sehingga kualitas dan fungsi kegiatan penyiaran berjalan dengan semestinya. Guna merealisasikan fungsi-fungsi tersebut, komposisi dalam pemrograman televisi seharusnya memperhatikan keragaman genre tayangan. Melihat kondisi pertelevisian saat ini, rasanya TV nasional Indonesia dipenuhi oleh tayangantayangan bergenre sinetron dan komedi-komedi slapstick seperti Opera Van Java dan Pesbukers. Hal ini merupakan kelanjutan dari fenomena keseragaman produk yang dinyatakan oleh Sudibyo et al. pada tahun 2004 dalam bukunya Ekonomi Politik Media Penyiaran. Ketika satu stasiun TV meraih sukses dengan program infotainmentnya, maka stasiun lain pun ramai-ramai mengikutinya (hlm. 64). Ketika stasiun televisi sukses dengan program dangdut, stasiun televisi yang lain segera mencangkoknya ramai-ramai dengan format, genre, dan pilihan artis yang itu-itu juga (hlm. 65). Contoh fenomena tersebut saat ini adalah sebagai berikut. Program Opera van Java yang ditayangkan di Trans 7 sejak November 2008, yang menjadi sangat populer pada tahun 20092011. Lalu pada Juli 2011, muncul program Pesbukers di ANTV yang memiliki gaya yang sangat mirip dengan Opera Van Java. Pada bulan Ramadhan pada tahun 2013 lalu, muncul program sahur Yuk Kita Sahur di Trans 7 yang dilanjutkan menjadi program harian berjudul Yuk Keep Smile yang juga merupakan komedi serupa Opera Van Java dan Pesbukers. Ketiga program ini memperoleh rating tinggi dan dibanjiri oleh pengiklan. Di sisi lain, programprogram ini mendapatkan banyak kritikan dari masyarakat karena dianggap tidak mendidik, bahkan muncul sebuah petisi online dari change.org yang sudah ditandatangani 23,426 untuk menuntut tayangan Yuk Keep Smile dihentikan (Ramdani, 2014). Fenomena keseragaman produk seperti yang dipaparkan diatas menjadi salah satu penyebab fungsi pendidikan pada penyiaran di Indonesia masih kurang baik. “Sejauh ini, informasi edukatif pada televisi masih kurang dirasakan,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Bapak Tifatul Sembiring dalam sebuah wawancara untuk media online (Fetra, 2012). Persaingan yang ketat antar stasiun TV swasta menyebabkan besarnya resiko untuk menayangkan program yang jenisnya berbeda dengan program-program yang sedang memenangkan persaingan rating (Hollander et al, 2009). Jika tayangan edukatif tidak termasuk dalam program yang bersaing secara rating, apakah artinya tayangan edukatif tidak diminati masyarakat?
4 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
Untuk membantu menjawab apakah masyarakat Indonesia kurang minat terhadap program edukatif, penulis melakukan proses kajian data. Dari proses tersebut, data yang relevan adalah data di bawah ini.
Gambar 1. Nielsen: Top 30 Program TV (10-16 November 2013)/ABC 1 Dari data riset di atas terlihat bahwa tidak satu pun dari 30 program paling diminati masyarakat merupakan program edukatif. Delapan di antaranya adalah sinetron, delapan diantaranya adalah FTV (Film Televisi) dan empat diantaranya adalah komedi. 16 dari 30 program di atas merupakan sinetron dan FTV. 30 program paling diminati pada gambar 1 ditentukan oleh besaran rating dan share yang diperoleh masing-masing program. Berikut rumus menghitung rating dan share: TV Rating = Jumlah TV menonton program Jumlah populasi TV
5 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
TV Share = Jumlah TV menonton program Jumlah TV sedang menyala
Data berikutnya adalah analisa supply dan demand berbagai jenis program TV di Indonesia.
Gambar 2. Nielsen: Supply dan Demand Program TV (11 Aug-21 Sept 2013) Dari diagram-diagram di atas, terlihat bahwa demand akan program edukasi kedua paling rendah setelah filler,1 namun supply-nya ketiga tertinggi. Selisih di antara supply dan demand program edukasi adalah yang paling besar dibandingkan yang lain. Artinya, menurut riset Nielsen, program edukatif cukup banyak diproduksi namun kurang diminati masyarakat Indonesia. Meskipun data-data tersebut menunjukkan kurangnya minat penonton terhadap tayangan edukatif, dalam makalah ini, saya ingin mempertanyakan ulang temuannya dalam konteks orang muda terdidik. Dari serangkaian argumen dan temuan di atas, saya membangun pertanyaan penelitian berikut: 1. Apakah masyarakat Indonesia berminat terhadap tayangan edukatif? 2. Faktor apa saja yang memengaruhi minat masyarakat Indonesia terhadap tayangan edukatif?
1
Tayangan singkat kurang dari 30 menit untuk mengisi jeda dari program satu ke program yang lain (Canadian Radiotelevision and Telecommunications Commission, 2011).
6 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
Dalam makalah ini, penulis akan berusaha menjawab kedua pertanyaan penelitian di atas. Hasil penelitian dalam jurnal ini diharapkan dapat berkontribusi memberikan solusi untuk meningkatkan efekifitas fungsi pendidikan TV di Indonesia.
Tinjauan Teoritis 1. Uses and Gratifications Theory Teori yang ditemukan oleh Blumer dan Katz (1974) ini mengemukakan bahwa individu pengguna media berperan aktif dalam memilih dan menggunakan media (West & Turner, hlm. 101). Pengguna juga berperan aktif dalam proses komunikasi yang terjadi dan berorientasi pada tujuan dalam penggunaan media. Teori ini berkata bahwa pengguna media mencari media yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Teori ini berasumsi bahwa pengguna memiliki berbagai pilihan alternatif untuk mencari kebutuhan mereka. Kebutuhan yang dimaksud dalam teori ini diaketgorikan ke dalam lima kategori (hlm. 105): •
Kebutuhan kognitif Manusia menggunakan media untuk memperoleh pengetahuan, informasi, dan sebagainya. Di antara pengguna media ada yang memiliki kebutuhan intelektual untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Kebutuhan tersebut dicapai seseorang dengan pilihan cara yang berbeda-beda, misalnya menonton program kuis untuk menambah wawasan dan menonton berita untuk mendapatkan informasi terkini.
•
Kebutuhan afektif Kebutuhan afektif adalah kebutuhan emosional, kesenangan dan semua mood manusia. Manusia menggunakan media seperti televisi untuk memuaskan kebutuhan emosional mereka. Contoh yang paling sederhana adalah ketika menonoton sinetron atau drama, penonton turut merasakan emosi yang digambarkan tokoh, bahkan ikut menangis pada adegan yang sedih.
•
Kebutuhan integrasi personal Manusia menggunakan media untuk memastikan status sosial mereka, meraih kredibilitas dan menstabilkannya. Pengguna media bisa merasa meningkatkan status sosial mereka dengan misalnya melihat iklan perhiasan dan perabotan rumah dan kemudian membeli yang diinginkannya agar kehidupan mereka mengalami kemajuan
7 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
dan peningkatan kualitas hidup. Terlihat disini bahwa media membantu manusia dalam proses peningkatan kualitas hidup tersebut. •
Kebutuhan integrasi sosial Kebutuhan integrasi sosial adalah kebutuhan utuk bersosialisasi dengan keluarga, kerabat dan lingkungan sosial. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut pada era ini umumnya masyarakat menggunakan media sosial seperti facebook dan twitter. Contoh lain adalah seseorang mungkin termotivasi untuk menonton suatu program TV yang juga ditonton oleh keluarga atau temannya untuk mendapatkan topik diskusi.
•
Kebutuhan melepaskan diri dari tekanan Manusia terkadang menggunakan media sebagai sarana untuk rileks dan melepaskan diri dari ketegangan sehari-hari. Cara yang ditempuh untuk relaksasi tersebut berbeda pada setiap orang. Ada yang menyukai nonton drama, acara musik atau bahkan berita untuk melepaskan stress.
2. The Expectancy Value Theory Teori ini dikemukakan oleh Dr. Martin Fishbein dan Icek Ajzen (1975) dalam bukunya Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research. Teori ini mengemukakan bahwa kepuasan yang dicari oleh individu dari media ditentukan oleh sikap atau kesan individu terhadap media tersebut. Terdapat tiga komponen dalam teori ini. Pertama, seorang individu akan merespon terhadap suatu informasi atau sikap dengan menimbulkan rasa kepercayaan tentang informasi atau sikap tersebut (hlm. 31). Kepercayaan yang sudah ada bisa jadi termodifikasi oleh informasi atau sikap baru. Kedua, individu mengasosiasikan sebuah nilai dengan setiap atribut yang mendasari kepercayaan yang terbentuk. Ketiga, ekspektasi yang tercipta ataupun termodifikasi didasari oleh pertimbangan yang didasari kepercayaan, kesan dan nilai. Sebagai contoh, misalnya seorang mahasiswa menemukan bahwa dosennya humoris. Mahasiswa tersebut sebelumnya telah mengasosiasikan nilai positif terhadap humor di dalam ruang kelas, sehingga mahasiswa berekspektasi bahwa pengalaman belajar bersama dosen ini akan positif.
8 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
3. Minat Crow dan Crow (1983) mengemukakan minat atau interest adalah merupakan kekuatan individu yang menyebabkan individu memberikan perhatian pada sesuatu. Tiga faktor yang mendasari timbulnya minat adalah: 1. Faktor dorongan dalam; dorongan dari individu itu sendiri, sehingga timbul minat untuk melakukan aktivitas atau tindakan tertentu untuk memenuhinya. Misalnya untuk dorongan makan menimbulkan minat untuk mencari makanan. 2. Faktor motivasi sosial; faktor ini merupakan faktor untuk melakukan suatu aktivitas agar dapat diterima dan diakui oleh lingkungannya. Minat ini merupakan semacam kompromi pihak individu dengan lingkungan sosialnya. Misalnya minat pada studi karena ingin mendapatkan penghargaan dari orang tuanya. 3. Faktor emosional; minat erat hubungannya dengan emosi karena faktor ini selalu menyertai seseorang dalam berhubungan dengan objeknya minatnya. Kesuksesan seseorang
dalam
melakukan
sesuatu
disebabkan
karena
aktivitas
tersebut
menimbulkan perasaan suka atau puas, sedangkan kegagalan akan menimbulkan perasaan tidak senang dan mengurangi minat seseorang terhadap kegiatan tersebut. Asher, Tiffin, dan Knight (1953) mendefinisikan minat sebagai sikap atau kondisi psikologis yang ditandai dengan pemusataan perhatian terhadap masalah-masalah atau aktivitas tertentu atau sebagai kecenderungan untuk memahami suatu pengalaman dan akan selalu diulang (hlm. 164). Selain itu minat juga diartikan sebagai suatu perasaan senang yang dihasilkan dari adanya perhatian khusus terhadap sesuatu atau aktivitas tertentu. Skinner (1977) mengemukakan bahwa minat selalu berhubungan dengan objek yang menarik bagi individu, dan objek yang menarik adalah yang dirasakan menyenangkan. Apabila seseorang mempunyai minat terhadap suatu objek maka minat tersebut akan mendorong seseorang untuk berhubungan lebih dekat dengan objek tersebut, yaitu dengan melakukan aktivitas lebih aktif dan positif demi mencapai sesuatu yang diminatinya. Drever (1982) meninjau minat berdasarkan fungsi dan strukturnya. Secara fungsional minat merupakan suatu jenis pengalaman perasaan yang dianggap bermanfaat dan diasosiasikan dengan perhatian pada suatu objek tertentu. Sementara secara struktural minat merupakan
9 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
suatu elemen dalam diri individu baik bawaan maupun yang diperoleh lewat proses belajar yang menyebabkan seseorang merasa mendapatkan manfaat terhadap suatu objek tertentu atau merasa yang berhubungan dengan objek tertentu atau terhadap suatu pengetahuan tertentu.
Metode Penelitian Makalah ini berusaha mempelajari apakah masyarakat berminta terhadap tayangan edukatif dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi minat masyarakat Indonesia terhadap tayangan edukatif. Penulis ingin melihat apakah faktor-faktor yang lebih banyak berasal dari individu penonton atau pelaksanaan penyiaran. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini difokuskan pada pengambilan data primer. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survey. Survey dibuat dalam bentuk digital dan didistribusikan melalui media online. Teknik pengambilan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sampel adalah penduduk Jabodetabek usia 16-35 tahun dengan pendidikan minimal SMA. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu dengan mengumpulkan, menyusun dan menafsirkan data yang diperoleh.
Hasil Penelitian Penulis telah melakukan survey yang didistribusikan secara online yang berhasil mendapatkan 20 responden. Berikut ini adalah penjelasan sistematika survey dan hasil dari data yang telah terkumpul.
10 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
Gambar 3. Hasil survey pertanyaan #1 Hasil dari pertanyaan pertama adalah bahwa 95% responden menonton TV kurang dari tiga jam sehari. Artinya sebagian besar responden bukan termasuk orang-orang penggemar televisi. Pertanyaan kedua yang diajukan oleh penulis ini meneliti kebutuhan seperti apa yang paling dicari penonton dari menonton TV, mengacu pada teori uses and gratifications. Spesifikasi “TV Nasional” disertakan untuk membuktikan seberapa relevan data pada gambar 2 dengan kenyataan yang dirasakan responden. Hasilnya adalah seperti pada gambar diagram dibawah ini.
Gambar 4. Hasil survey pertanyan #2
11 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
Survey mengatakan bahwa 47% dari responden menonton TV nasional untuk mencari informasi, 19% untuk mencari tontonan komedi, 19% menyatakan tidak suka menonton saluran TV nasional, dan yang menonton TV untuk mencari ilmu pengetahuan sebesar 9%. Sebagian besar responden menggunakan media TV nasional untuk memenuhi kebutuhan kognitif yaitu mendapatkan informasi. Para responden ini bukan termasuk target pasar sinetron dan FTV yang menurut Nielsen (gambar 1 & 2) merupakan golongan mayoritas penonton TV Indonesia. Para responden jarang menonton TV dan sebagian besar menonton untuk kepentingan mencari informasi. Pertanyaan ketiga adalah mencari tahu apakah responden merasa berminat dengan tayangan edukatif pada TV nasional. Hasilnya adalah seperti pada gambar diagram dibawah ini.
Gambar 5. Hasil survey pertanyaan #3 55% dari responden manjawab “Ya”, padahal responden yang menyatakan bahwa mereka mencari nilai ilmu pengetahuan dari menonton TV nasional pada pertanyaan sebelumnya hanya 9%. Disini mulai tampak ada kontradiksi. Hasil jawaban pertanyan #3 dan pertanyaan #2 bertolak belakang. Pada pertanyaan keempat, penulis menyediakan berbagai pilihan alasan bagi yang menjawab tidak minat terhadap tayangan edukatif pada pertanyan #3. Hasilnya adalah seperti pada gambar diagram di bawah ini.
12 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
Gambar 6. Hasil survey pertanyaan #4 Alasan pertama dengan respon terbanyak adalah kurangnya pilihan tayangan edukatif yang tersedia dengan respon sebanyak 29%. Disusul oleh alasan kualitas konten program yang kurang baik, yang juga setara dengan pernyataan tidak adanya tayangan Indonesia yang benar-benar edukatif dan pernyataan bahwa responden lebih memilih untuk menonton program edukatif di saluran TV internasional. Perhatikan bahwa 14 responden menjawab pertanyaan ini, sementara pada pertanyaan #3 hanya sembilan responden yang menyatakan tidak minat terhadap tayangan edukatif. Artinya setidaknya 5 responden yang menyatakan minat tidak menjawab jujur. Kemungkinan dikarenakan pertanyaan #3 seakan mengukur moral responden sehingga responden cenderung menjawab “Ya”, padahal kenyataannya jawaban tersebut kurang tepat. Kembali pada teori Crow & Crow (1985) mengenai minat karena dorongan faktor sosial, para responden ini menjawab “Ya” karena jawaban tersebut terkesan lebih sesuai dengan nilai moral yang berda di lingkungan sosialnya. Motivasi responden menjawab “Ya” sepertinya karena ingin memberi jawaban yang terbaik guna membangun citra diri yang baik. OK. Petanyaan kelima bertujuan untuk mencari tahu apakah responden memiliki referensi yang bagus akan seperti apa idealnya sebuah tayangan edukatif. Penulis menggunakan saluran
13 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
National Geographic dan Discovery Channel sebagai referensi dikarenakan kedua saluran ini adalah contoh saluran berjaringan internasional yang menyedikan konten berkualitas tentang ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi dunia (O’Brien, 2011, hlm. 88).
Gambar 7. Hasil survey pertanyaan #5 Hasil survey mengatakan bahwa 100% responden menyatakan tidak hanya mengetahui namun juga menyukai saluran National Geographic dan Discovery Channel. 70% diantaranya menyatakan meski menyukai namun jarang menonton, kemudian 30% lainnya menyatakan penggemar dan sering menonton, padahal responden yang menyatakan setuju memilih menonton tayangan edukatif di saluran internasional hanya 17%. Kembali terjadi kontradiksi yang merujuk pada teori minat karena faktor dorongan sosial (Crow & Crow, 1985). Pertanyaan keenam bertujuan untuk mencari tahu seberapa signifikan pengaruh kualitas program dalam mengubah minat penonton yang tadinya tidak minat menjadi minat.
14 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
Gambar 8. Hasil survey pertanyaan #6 90% responden memilih untuk menjawab pertanyaan ini. Hasil yang didapati adalah 100% dari responden yang menjawab mengatakan “Ya” pada pertanyaan “Jika program edukatif di TV nasional lebih berkualitas, apakah Anda berminat menonton?”. Jika kita perhatikan kembali gambar 7, kembali ditemukan ketidaksesuaian. Program-program pada saluran National Geographic dan Discovery Channel adalah referensi tayangan edukatif yang berkualitas, namun yang menyatakan suka menonton hanya 30%. Itupun 30% yang diwarnai kontradiksi faktor minat karena dorongan sosial. Artinya, faktor dorongan sosial berperan dalam minat penonton terhadap tayangan edukatif.
Kesimpulan Data rating dan demand & supply program TV pada bagian pendahuluan (gambar 1 & 2) tampak bertolak belakang dengan hasil penelitian yang didapatkan. Menurut data yang dikeluarkan oleh Nielsen, penonton di Indonesia tidak minat terhadap tayangan edukatif. Demand tayangan edukatif sangat rendah, padahal supply-nya mencukupi. Sementara pada penelitian ini, banyak responden menyatakan minat terhadap tayangan edukatif. Meskipun menyatakan berminat, terjadi banyak kontradiksi dari membandingkan jawaban pertanyaan satu ke yang lain. Sebagian besar pernyataan minat terhadap tayangan edukatif namun kenyataannya tidak menonton tayangan edukatif. Sebagian besar responden mengaku berminat pada tayangan edukatif, tapi menjawab di pertanyaan lain bahwa mereka tidak menontonnya. Hal ini menunjukkan bahwa dorongan faktor sosial, yaitu keinginan untuk diterima oleh lingkungannya (Crow & Crow, 1985), berperan dalam minat penonton terhadap tayangan edukatif. Intinya, menurut Nielsen mayoritas penonton TV Indonesia tidak menonton
15 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
tayangan edukatif. Penelitian ini menemukan bahwa golongan terdidik mengaku berminat pada tayangan edukatif, namun di saat yang sama, berminat karena dorongan sosial. Sehingga, pada praktiknya, mereka tidak menonton jika tidak diiringi penghargaan diterima di masyarakat. Hasil penelitian menyatakan bahwa mayoritas responden menyatakan tidak menonton tayangan edukatif dikarenakan faktor kurangnya variasi tayangan edukatif, kualitas tayangan edukatif kurang baik, preferensi menonton tayangan edukatif disaluran internasional, dan pendapat bahwa tidak ada tayangan TV di Indonesia yang benar-benar edukatif. Artinya, dari segi pelaku siaran pun belum maksimal dalam menyediakan konten edukatif. Berdasarkan temuan penelitian, faktor dorongan sosial berperan dalam minat terhadap tayangan edukatif. Oleh karena itu, strategi terkaitnya bisa diambil untuk menaikkan rating tayangan tersebut.
Saran Sebaiknya perihal faktor kurangnya minat masyarakat terhadap tayangan edukatif diteliti lebih lanjut pada pasar mayoritas penonton TV di Indonesia. Hal ini dibutuhkan untuk memahami bagaimana faktor dorongan sosial ini bisa berperan untuk memperbaiki kebiasaan menonton tayangan edukatif. Para pihak pelaku penyiaran tentunya juga harus memperbaiki kualitas tayangan edukatif yang ada dan menambah pilihan tayangan jenis tersebut untuk meningkatkan minat penonton. Upaya ini tak hanya untuk memenuhi kebutuhan kognitif penonton, tetapi juga untuk membenahi media TV sebagai sarana edukasi. P3SPS yang menjadi tombak aturan yang menjaga standar, keseimbangan dan fungsi-fungsi dalam kegiatan penyiaran seharusnya diberi kekuasaan yang lebih besar untuk memberlakukan sanksi yang lebih berat terhadap pihak penyelenggara siaran yang melanggar.
Daftar Referensi Ajzen, Icek & Fishbein, Martin. (1975). Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research. UK: Addison-Wesley Pub.
16 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
Ardianto, Elvinaro. (2007). Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbosa Rekatama Media Asher, E., Tiffin, J. & Knight, F. (1953). Introduction to General Psychology. Boston: D. C. Heath Catania, Charles & Harna, Stevan R. (1988). The Selection of Behavior: The Operant Behaviorism of B. F. Skinner. Cambridge: Cambridge University Press Crow, L.D & Crow, A. (1983). Educational Psychology. New York: Van Nostrand Reinhold. Hollander, E., et al. (2009, Maret). Television performance in Indonesia: steering between civil society, state and market. Asian Journal of Communication, 19, 39-58 Katz, E., Blumer, J. G., and Gurevitch, M. (1974.) The Uses of Mass Communications: Current Perspectives on Gratifications Research. London: Sage O’Brien, Thomas. (2011). More Brain-powered Science: Teaching and Learning with Discrepant Events. USA: National Science Teachers Association. Sudibyo, A., Andre, T., & Simbollah, I. A. (2004). Ekonomi Politik Media Penyiaran (I ed.). (N. Ismah, Ed.) Jakarta: LKiS Yogyakarta. Weber, Ann L. 1992. Social Psychology. New York: HarperCollins Publisher, Inc. West, Richard & Turner, Lynn. (2008). Pengantar Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humainika Weiner, Bernard. (1989). Human Motivation. California: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Situs Web Canadian Radio-‐television and Telecommunications Commission. (2011). Television Program Categories. Diambil pada Januari 29, 2013, dari crtc.gc.ca: http://www.crtc.gc.ca/canrec/eng/tvcat.htm
17 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014
Fetra. (2012). Informasi Edukatif pada TV Indonesia Masih Kurang. Diambil pada Desember 27, 2013, dari okezone.com: http://berita.plasa.msn.com/teknologi/okezone/informasi-edukatif-pada-tv-indonesia-masihkurang Khairul, Isson. (2013). Dari 1.000.000 Anak SD: Hanya 69 Siswa yang Sampai ke Perguruan Tinggi. Diambil pada Januari 29, 2013, dari kompasiana.com: http://edukasi.kompasiana.com/2013/10/21/dari-‐1000000-‐anak-‐sd-‐hanya-‐69-‐siswa-‐ yang-‐sampai-‐ke-‐perguruan-‐tinggi-‐602587.html Nielsen. (n.d.). Nielsen Television Audience TAM Glossary. Diambil pada November 30, 2013, dari AGB Nielsen: http://www.agbnielsen.net/glossary/glossaryQ.asp?type=alpha&jump=none Ramdani. (2014). 23.426 Orang Ajukan Petisi Ingin Tayangan YKS Dihentikan. Diambil pada Januari 16, 2013, dari metrotvnews.com: http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2014/01/03/991/205146/23.426-‐ Orang-‐Ajukan-‐Petisi-‐Ingin-‐Tayangan-‐YKS-‐Dihentikan University of Kenctucky. (2001). Mass Communication Context. Diambil pada Desember 27, 2013, dari uky.edu: http://www.uky.edu/~drlane/capstone/mass/uses.htm
18 Minat penonton ..., Nurul Parameswari Susantono, FISIP UI, 2014