Midwifery Journal Januari - Juni 2013
Volume 2 No.1
DAFTAR ISI Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dalam Pencegahan Depresi Dengan Kejadian Depresi Pada Lansia di Posyandu Lansia Kusuma Bangsa Desa Peleyan Kapongan Situbondo Doni Yulifan Basrowi ................................................................................................... 1 Gambaran Pengetahuan Dan Upaya Penanganan Osteoporosis Pada Pasien Osteoporosis Dusun Krajan II Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten Jember Ervina Aslamia Priari ................................................................................................... 9 Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Usia 16-19 Tahun Tentang Aborsi Di MA Nurul Huda Paowan Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo Febria Arilina ............................................................................................................. 15 Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun Di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Fitria Rizka Dewi ....................................................................................................... 21 Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Wanita Klimaterium Usia 45-55 Tahun Tentang Menopause Di Desa Bungurasih Maria Falentina IU ..................................................................................................... 31
i
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN DEPRESI DENGAN KEJADIAN DEPRESI PADA LANSIA (di Posyandu Lansia Kusuma Bangsa Desa Peleyan Kapongan Situbondo) Doni Yulifan Basrowi ABSTRACT Current depressive disorders in the elderly are poorly understood so many cases of depression in the elderly is not recognized and not treated. The occurrence of depression in the elderly is an interaction of biological factors, psychological and social. The social factor is the reduction in social interaction, loneliness, bereavement and poverty can trigger depression. While psychological factors that play a role in the onset of depression is low self-esteem, lack of confidence, lack of familiarity, and helplessness because of chronic illness. Biological aspects of old age suffered loss and damage to many nerve cells and neurotransmitters, as well as the genetic risk of certain diseases such as cancer, diabetes, stroke facilitates the occurrence of depressive disorders. All it requires considerable adaptability. The purpose of this study was to analyze the relationship between family support in the prevention of depression with the incidence of depression in the elderly in the Kusuma Bangsa IHC Elderly in Rural Peleyan Kapongan Situbondo. The study was cross sectional IHC performed in elderly Kusuma Bangsa in village Peleyan Kapongan Situbondo district with a total sample of 28 respondents and the sampling technique is simple random sampling. Instrument used was a questionnaire while analyzing the data using the chi square test with significance level a = 0.05. The results showed that of the 28 families most of the 75 % provide family support for families and the elderly as much as 21 of the 28 mostly elderly 64.3 % were 18 nondepressed elderly. Chi Square statistical test results in getting results ? = 0.008, a = 0.05 so ? < a means Ho is rejected, so the conclusion there is the Relationship Between Family Support in the prevention of depression with the incidence of depression in the elderly. Family support may affect the incidence of depression in the elderly, researchers therefore suggest that the family continues to support the physical and mental support to help elderly parents to live a future life . So that the elderly do not have depression. Keywords : family support, the incidence of depression, elderly. ABSTRAK Saat ini gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak kasus depresi pada usia lanjut tidak dikenali dan tidak diobati. Terjadinya depresi pada usia lanjut merupakan interaksi faktor biologik, psikologik dan sosial. Faktor sosial adalah berkurangnya interaksi sosial, kesepian, berkabung dan kemiskinan dapat mencetuskan depresi. Sedangkan faktor psikologik yang berperan dalam timbulnya depresi adalah rasa rendah diri, kurang percaya diri, kurangnya rasa keakraban, dan ketidak berdayaan karena menderita penyakit kronis. Dari aspek biologik usia lanjut mengalami kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel saraf maupun zat neurotransmiter, resiko genetik maupun adanya penyakit tertentu seperti kanker, DM, stroke memudahkan terjadinya gangguan depresi. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara dukungan keluarga dalam pencegahan depresi dengan kejadian depresi pada lansia di Posyandu Lansia Kusuma Bangsa di Desa Peleyan Kapongan Situbondo. Jenis penelitian ini adalah cross sectional yang dilakukan di Posyandu lansia Kusuma Bangsa di desa Peleyan Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo dengan jumlah sampel sebanyak 28 responden dan teknik pengambilan sampel secara simple random sampling. Instrument yang digunakan yaitu kuesioner sedangkan analisa datanya menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Dukungan keluarga dapat mempengaruhi kejadian depresi pada lansia, oleh karena itu peneliti menyarankan supaya keluarga terus memberikan dukungan fisik maupun dukungan mental guna membantu lansia untuk menjalani hidup dimasa tua. Sehingga lansia tidak mengalami depresi Kata kunci : Dukungan keluarga, kejadian depresi, lansia.
1
PENDAHULUAN Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses penuaan yang normal, seperti berkurangnya ketajaman panca indera, menurunnya daya tahan tubuh merupakan ancaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka masih harus berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan sosial serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Kondisi diatas menyebabkan orang usia lanjut menjadi lebih rentan untuk mengalami problem mental, salah satunya adalah depresi (FKUI, 2000). Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan & Sadock, 1998). Secara umum resiko depresi meningkat pada wanita, terutama yang memiliki riwayat depresi, baru sajakehilangan, hidup sendiri, lemahnya dukungan social, tinggal dirumah perawatan jangka panjang, penurunan kesehatan, dan keterbatasan fungsional (Green et al., 1992; Schoevers et al., 2000; Sadavoy et al., 2004). Pada lansia, prevalensi depresi diperkirakan 15% dari populasi usia lanjut dan diduga sekitar 60% dari pasien di unit geriatri menderita depresi. Pada tahun 2020 depresi akan menduduki urutan teratas di negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut "The National Old People's Welfare Council" di Inggris yang dikutip oleh Nugroho (2000) menyatakan bahwa depresi merupakan salah satu penyakit atau gangguan umum pada lansia yang menduduki ranking teratas. Saat ini gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak kasus depresi pada usia lanjut tidak dikenali dan tidak diobati. Terjadinya depresi pada usia lanjut merupakan
2
interaksi faktor biologik, psikologik dan sosial. Faktor sosial adalah berkurangnya interaksi sosial, kesepian, berkabung dan kemiskinan dapat mencetuskan depresi. Sedangkan faktor psikologik yang berperan dalam timbulnya depresi adalah rasa rendah diri, kurang percaya diri, kurangnya rasa keakraban, dan ketidak berdayaan karena menderita penyakit kronis. Dari aspek biologik usia lanjut mengalami kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel saraf maupun zat neurotransmiter, resiko genetik maupun adanya penyakit tertentu seperti kanker, DM, stroke memudahkan terjadinya gangguan depresi. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar. Menurut Erikson tahap lansia sebagai tahap integrity versus dispair yakni individu yang sukses melampaui tahap ini akan dapat beradaptasi dengan baik, menerima berbagai perubahan dengan tulus, mampu berdamai dengan keterbatasannya, bertambah bijak menyikapi kehidupan. Sebaliknya mereka yang gagal akan melewati tahap ini dengan penuh pemberontakan, putus asa dan ingkar terhadap kenyataan yang dihadapinya (FKUI, 2000). Sukses tidaknya seseorang melewati tahap ini dipengaruhi oleh maturitas kepribadian pada fase sebelumnya, tekanan hidup yang dihadapinya, dan dukungan dari lingkungan terdekatnya termasuk keluarga. Dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk dari terapi keluarga yang termasuk pada penatalaksanaan depresi pada usia lanjut, karena melalui keluarga berbagai masalahmasalah kesehatan itu bisa muncul sekaligus dapat diatasi. Adanya problem keluarga akan berpengaruh pada perkembangan depresi pada lansia. Disamping itu proses penuaan yang terjadi pada lansia juga dapat mempengaruhi dinamika keluarga. Melalui dukungan keluarga, lansia akan merasa masih ada yang memperhatikan, ikut merasakan mau membantu mengatasi beban hidupnya. Jadi dengan adanya dukungan keluarga yang mempunyai ikatan emosional setidaknya akan memberikan kekuatan pada lansia untuk menjalani hari tua yang lebih baik. Berdasarkan hal di atas penulis ingin meneliti tentang “ HubunganAntara Dukungan Keluarga Dalam Pencegahan Depresi Dengan Kejadian Depresi Pada Lansia ”, untuk mengetahui
seberapa jauh dukungan keluarga dapat mencegah depresi pada lansia. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu suatu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variable subjek pada saat pemeriksaan. Pada penelitian ini populasinya adalah keluarga lansia dan seluruh lansia yang berumur 60 – 74 tahun yang ada di Posyandu Lansia Kusuma Bangsa yang terletak di Desa Peleyan Kapongan Situbondo, sebanyak 31 lansia. Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga dan semua lansia yang ada di Posyandu Lansia Kusuma Bangsa di Wilayah Kerja Puskesmas Kapongan Situbondo yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel dalam penelitian ini adalah 28 lansia Dalam penelitian ini menggunakan jenis simple Random sampling variabel independen dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga dalam mencegah depresi dan Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian depresi pada lansia. Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Februari sampaiJuli 2013 Tehnik Analisis Data melalui editing, coding, dan skoring HASIL PENELITIAN Karakteristik responden Tabel 1D i s t r i b u s i f r e k u e n s i k e l u a r g a berdasarkan umur di Desa Peleyan Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo 2013
Berdasarkan tabel 6.1 dapat diketahui bahwa dari 28 keluarga menunjukkan bahwa sebagian besar75% keluarga berumur 46 - 55 tahun sebanyak 21 keluarga. Tabel 2D i s t r i b u s i f r e k u e n s i k e l u a r g a berdasarkan pendidikan di Desa Peleyan Kec. Kapongan Kabupaten situbondo 2013. No 1 2 3 4 5
Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Akademi/PT Jumlah
Frekuensi 1
(%) 3,6
9 6 9 3 28
32 21,4 32 11 100
Berdasarkan tabel 6.2 dapat diketahui bahwa dari 28 keluarga didapatkan bahwa 32% keluarga berpendidikan SD sebanyak 9 keluarga. 6.2.3 Karakteristik Keluarga Berdasarkan Pekerjaan Tabel 3 D i s t r i b u s i f r e k u e n s i k e l u a r g a berdasarkan pekerjaan di Desa Peleyan Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo 2013. No 1 2 3
Pekerjaan PNS Wiraswasta Petani Jumlah
Frekuensi 3 9 16
(%) 11 32 57
28
100
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 28 keluarga menunjukkan bahwa sebagian besar 57% keluarga bekerja sebagai petani sebanyak 16 keluarga. Tabel 4 Distribusi frekuensi lansia berdasarkan umur di Desa Peleyan Kec. Kapongan Situbondo 2013.
No
Umur
Frekuensi
(%)
1
36 - 45 tahun 46 - 55 tahun 56 - 59 tahun
2
7,1
No
Umur
Frekuensi
(%)
21
75,0
5
17,9
28
100
1 2 3
60 - 64 tahun 65 - 69 tahun 70 - 74 tahun Jumlah
4 19 5 28
14,3 67,9 17,9 100
2 3
Jumlah
3
Berdasarkan table 4 dapat diketahui bahwa dari 28 lansia menunjukkan bahwa sebagian besar 67,9% lansia berumur 65 – 69 tahun sebanyak 19 lansia. Tabel 5 Distribusi frekuensi lansia berdasarkan jenis kelamin di Desa Peleyan Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo 2013. No Jenis Kelamin 1 Laki-laki 2 Perempuan Jumlah
Frekuensi 13 15
(%) 46,4 53,6
28
100
Berdasarkan tabel 6.5 dapat diketahui bahwa dari 28 lansia menunjukkan bahwa sebagian besar 53,6% jenis kelamin perempuan sebanyak 15 lansia. Tabel 6 Distribusi frekuensi lansia berdasarkan pendidikan di Desa Peleyan Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo 2013.
No
Pendidikan
Frekuensi
(%)
1 2
Tidak Sekolah SR Jumlah
22 6 28
78,6 21,4 100
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa dari 28 lansia menunjukkan bahwa sebagian besar 78,6% lansia yang tidak bersekolah sebanyak 22 lansia. Tabel 7 Distribusi frekuensi lansia berdasarkan pekerjaan di Desa Peleyan Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo 2013. No
Pekerjaan
Frekuensi
(%)
1 2 3
Tidak Bekerja Wiraswasta Petani Jumlah
17 6 5 28
60,7 21,4 17,9 100
Berdasarkan 7 dapat diketahui bahwa dari 28 lansia menunjukkan bahwa sebagian besar 60,7% lansia tidak bekerja sebanyak 17 lansia.
Tabel 8 Distribusi frekuensi Dukungan Keluarga terhadap lansia di Desa Peleyan Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo 2013. No 1 2
Dukungan keluarga terhadap lansia Memberi dukungan Tidak memberi dukungan Jumlah
(%)
28
100
75 25
Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa sebagian besar 75% dukungan keluarga terhadap lansia yang memberi dukungan sebanyak 21 keluarga. Tabel 9 Distribusi frekuensi kejadian depresi pada lansia di Desa Peleyan Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo 2013.
No 1 2
kejadian depresi Tidak depresi Depresi Jumlah
Frekuensi
(%)
18 10 28
64,3 35,7 100
Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa sebagian besar 64,3% lansia yang tidak depresi sebanyak 18 lansia. Table10 Ta b u l a s i s i l a n g Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dalam pencegahan depresi dengan kejadian depresi pada lansia di desa Peleyan Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo, Juni 2013 Kejadian Depresi
Dukungan Keluarga terhadap lansia
Tidak Depresi N
Mendapatkan Dukungan Tidak Mendapat Dukungan Jumlah Sig 2-sided
4
Frekuen si 21 7
%
Depresi N
Jumlah
%
N
%
18
85,7
3
14,3
21
100
0
0
7
100
7
100
18
64,3
10
35,7
28
100
P=0,008
Hasil tabel 6.9 distribusi frekuensi diatas didapatkan bahwa dari 21 lansia yang mendapat dukungan keluarga 85,7% tidak depresi dan 14,3% depresi. 7 lansia yang tidak mendapat dukungan keluarga tidak ada yang tidak depresi, semuanya mengalami depresi. Dari hasil ujiChi Square di dapatkan hasil ρ = 0,008, α = 0,05 jadi ρ<α berarti H0ditolak, sehingga kesimpulan ada Hubungan Antara Dukungan Keluarga dalam pencegahan depresi dengan kejadian depresi pada lansia di desa Peleyen Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo. PEMBAHASAN 1. Dukungan Keluarga Dari tabel.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar dukungan keluarga terhadap lansia yang memberi dukungan sebanyak 21 keluarga (75%) dan sebagian kecil dukungan keluarga terhadap lansia yang tidak memberi dukungan sebanyak 7 keluarga (25%). Berdasarkan table 7 dapat diketahui sebagian besar keluarga yang memberi dukungan terhadap lansia sebaknyak 21 keluarga (75%). Semakin besar dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga kepada lansia maka semakin besar juga masalah depresi yang dapat teratasi. Keluarga merupakan panutan bagi anggota keluarganya, sehingga semua anggota keluarga sangat tergantung kepada keluarga. Adapun lansia yang sangat membutuhkan perhatian anggota keluarganya, oleh sebab itu dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh lansia, entah itu dukungan moral, nasehat, perhatian atau informasi yang diharapkan lansia.62Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga.Dukungan dapat digunakan atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Baik keluarga inti maupun keluarga besar dapat berfungsi sebagai sistem pendukung bagi
anggota-anggotanya (Friedman, 1998). Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain: menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental lansia, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi lansia, serta memberikan motivasi atau memfasilitasi kebututuhan spiritual bagi lansia (Maryam dkk, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga (Kodriati, 2004 dikutip dalam Melisa 2010) : Berdasarkan tabel 6.1dapat diketahui bahwa dari 28 keluarga menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga berumur 46 - 55 tahun sebanyak 21 keluarga (75%), dan sebagian kecil keluarga berumur 36 – 45 tahun sebanyak 2 keluarga (7,1%). Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga, proses penuaan mempengaruhi seseorang dalam perubahan peran sosial.Perubahan ini dapat terjadi setelah seseorang memasuki masa pensiun, sebab pada saat itu terjadi penurunan kontak sosial dan kesempatan utuk bertemu dengan banyak orang berkurang. Menurut Azizah (2011), dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya, namun keluarga tetap menjadi fokus interaksi lansia dan sumber utama dukungan sosial. Jenis kelamin adalah sesuatu yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi atau merupakan identitas yang dapat membedakan laki-laki dan perempuan. Pada wanita diketahui memiliki hubungan sosial maupun hubungan keluarga yang lebih luas dan lebih erat dibandingkan dengan kaum laki-laki. Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 28 keluarga menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga berpendidikan SD sebanyak 9 keluarga (32%), dan sebagian kecil keluarga tidak sekolah sebanyak 1 keluarga (3,6%).
5
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok, atau masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, kemungkinan akan mendapatkan lebih besar dukungan sosial dan dukungan dari orang yang berada di sekitarnya. Dari hasil pembahasan diatas, factor dukungan keluarga sangat dipengaruhi oleh factor pendidikan. Tingkat pendidikan juga bisa mempengaruhi kesejahteraan lansia pada masa tua, oleh sebab itu semakin tinggi tingkat pendidikan keluarga, maka semakin rendah tingkat depresi yang terjadi pada lansia. Keluarga diharapkan tetap terus memberikan dukungan. Dengan adanya dukungan keluarga maka akan membantu lanjut usia dalam mengatasi masalah yang dialaminya dalam menjalani kehidupan yang akan menghindarkan lanjut usia dari depresi. 2. Kejadian Depresi pada Lanjut Usia Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia yang tidak depresi sebanyak 18 lansia (64,3%) dan sebagian kecil lansia mengalami depresi sebanyak 10 lansia (35,7%). Kejadian depresi merupakan suatu gangguan alam perasaan yang di alami oleh lansia, berdasarkan table 6.8 dapat diketahui sebagian besar lansia yang tidak depresi sebanyak 18 lansia (64,3%). Kejadian depresi pada lansia saat ini sangat banyak ditemukan di masyarakat, ada banyak macam-macam penyebab terjadinya depresi. Bagi lansia depresi merupakan penyakit yang sudah biasa terjadi, karena pada usia lanjut seperti ini masalah sangat banyak terjadi, seperti factor kehilangan atau takut akan kematian. Oleh sebab itu lansia harus di perhatikan atau memerlukan perhatian anggota keluarganya agar tidak terjadi depresi. Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang lampau (Townsend,1998). Rentang respon emosi
6
individu dapat berfluktuasi dalam rentang respon emosi dari adaptif sampai maladaptif. Respon depresi merupakan emosi yang mal adaptif (Keliat,1996). Depresi sebagai suatu gangguan mood yang dicirikan tak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, tidak mampu konsentrasi, tidak punya semangat hidup, selalu tegang, dan mencoba bunuh diri (Lubis, N.L, 2009). Factor terjadinya depresi pada lansia merupakan factor social, psikologik, dan biologik.Faktor sosial adalah berkurangnya interaksi sosial, kesepian, berkabung dan kemiskinan dapat mencetuskan depresi. Sedangkan faktor psikologik yang berperan dalam timbulnya depresi adalah rasa rendah diri, kurang percaya diri, kurangnya rasa keakraban, dan ketidak berdayaan karena menderita penyakit kronis. Dari aspek biologik usia lanjut mengalami kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel saraf maupun zat neurotransmiter, resiko genetik maupun adanya penyakit tertentu seperti kanker, DM, stroke memudahkan terjadinya gangguan depresi. Berdasarkan table 4 dapat diketahui bahwa dari 28 lansia menunjukkan bahwa sebagian besar 67,9% lansia berumur 65 – 69 tahun sebanyak 19 lansia. Factor umur sangat mempengaruhi terjadinya depresi terhadap lansia, dimana bertambahnya umur terhadap lansia bisa memberikan fikiran negative pada lansia, misalnya seperti kematian, atau melemahnya fungsi sel – sel tubuh lansia. Pada masa tua biasanya yang paling sering difikirkan lansia adalah kematian, karena seiring bertambahnya umur lansia merasa semakin dekat dengan kematian. Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa dari 28 lansia menunjukkan bahwa sebagian besar 78,6% lansia yang tidak bersekolah sebanyak 22 lansia. Pendidikan juga dapat mempengaruhi kejadian depresi pada lansia, dimana pendidikan juga dapat membantu pola pikir lansia untuk berfikiran positif. Semakin baik tingkat pendidikan lansia, maka semakin baik juga lansia untuk berfikiran positif.
Berdasarkan 7 dapat diketahui bahwa dari 28 lansia menunjukkan bahwa sebagian besar 60,7% lansia tidak bekerja sebanyak 17 lansia. Faktor pekerjaan juga dapat mempengaruhi kejadian depresi terhadap lansia. Lansia yang bekerja mungkin sangat tertekan dengan keadaan kehidupannya, kebanyakan lansia yang bekerja dikarenakan karena kebutuhan yang kurang mencukupi. Bisa jadi lansia yang terlalu memikirkan pekerjaan dapat mengalami depresi. Dalam kehidupan lansia, untuk menghindari atau mencegah terjadinya depresi dilakukan dengan cara menjaga kesehatan mental maupun kesehatan fisik dan mengikuti kegiatan posyandu lansia guna untuk menambah wawasan atau pengetahuan yang dapat menghindari masalah yang terjadi pada lansia. Dan secara psikis lansia diharapkan bersikap positif dalam menjalani kehidupannya. 3. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dalam Pencegahan Depresi Dengan Kejadian Depresi pada Lansia. Hasil tabel 6.9 distribusi frekuensi diatas didapatkan bahwa dari 21 lansia yang mendapat dukungan keluarga 85,7% tidak depresi dan 14,3% depresi. 7 lansia yang tidak mendapat dukungan keluarga tidak ada yang tidak depresi, semuanya mengalami depresi. Dari hasil uji Chi Square di dapatkan hasil ρ = 0,008, α = 0,05 jadi ρ<α berarti H0 ditolak, sehingga kesimpulan ada Hubungan A n t a r a D u k u n g a n K e l u a rg a d a l a m pencegahan depresi dengan kejadian depresi pada lansia di desa Peleyen Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo. Dalam penelitian ini terdapat hubungan antara dukungan keluarga dalam pencegahan depresi dengan kejadian depresi pada lansia. Dukungan keluarga yang baik dalam hal ini dikarenakan keluarga memiliki waktu untuk berkumpul dengan lansia atau aktifitas yang sama dengan lansia, sehingga lansia merasa tidak kesepian. Melalui dukungan keluarga yang diberikan terhadap lansia, lansia akan merasa masih ada yang memperhatikan, ikut
merasakan mau membantu mengatasi beban hidupnya. Jadi dengan adanya dukungan keluarga yang diberikan terhadap lansia, setidaknya akan memberikan kekuatan pada lansia untuk menjalani hari tua yang lebih baik (Zainab, S.N, 2008). Solusi yang sangat bermanfaat bagi lansia yang mengalami depresi yaitu berbicara tentang masalah yang dialami mereka, sehingga mereka tidak merasa bersalah mengenai hal tersebut. Serta untuk memberikan harapan dan dorongan untuk melawan pikiran negatif serta membuat rencana dan tujuan untuk terus bergerak maju. Di samping itu dalam hubungan sosial yang kuat sangat protektif terhadap depresi. Hubungan sosial tersebut dapat berupa berinteraksi dengan anak-anak cucu, serta begabung dalam kelompok masyarakat. KESIMPULAN 1. Sebagian besar lansia di desa Peleyan Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo mendapat dukungan keluarga dalam pencegahan depresi. 2. Sebagian Lansia di desa Peleyan Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo mengalami depresi. 3. Ada hubunganantara dukungan keluarga dalam pencegahan depresi dengan kejadian depresi pada lansia di desa Peleyan Kec. Kapongan Kabupaten Situbondo. DAFTAR PUSTAKA Andarmoyo, S. (2012).Keperawatan Keluarga (konsepteori, proses dan praktek keperawatan).Ed 1.Yogyakarta :GrahaIlmu. Azizah, LilikMa'rifatul. (2011). Keperawatan LanjutUsia. Yogyakarta :GrahaIlmu. Brockopp, D.Y. (1999). Dasar-Dasar Riset Keperawatan. Edisi 2.Alih Bahasa YasminAsih. Jakarta : EGC. Effendy, N. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.Edisi 2, EGC, Jakarta. Depkes RI.(1994). Pedoman Pembinaan KesehatanUsia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan II, Jakarta.
7
Friedman M,M. (1998). Keperawtan Keluarga. Edisi 3.AlihBahasa Ina Debora, EGC, Jakarta. FKUI (2000). Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri.Edisi 1, Jakarta. Gallo, J,J. (1998). Buku Saku Gerontologi. Edisi 2.Alih Bahasa James Veldman, EGC, Jakarta. Keliat.(1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta. (1996). Kedaruratan Pada gangguanAlam Perasaan, EGC, Jakarta. Kushariyadi.(2012). Asuhan Keperawata npada Klien Lanjut Usia.Jakarta :SalembaMedika. Kusumiati, RatrianaYuliastutiEndang. (2009). Tinggal Sendiri di Masa Lanjut Usia. http://isjd.lipi.go.id/admin/jurnal/6109 2441_1693-7236.pdf. (Online).Diakses 9 Februari 2013. Lubis, N.L. 2009. Depresi: Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana. Lueckenotte A,G. (1996). Gerontologic Nursing, Mosby Year Book, Missouri. Maryam, R.sitti. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :Salemba Medika. Melisa, Cici. (2010). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia Di RW 11 Kecamatan Ciledug Karang Tengah Tanggerang. http://www.library.upnvj.ac.id/index.p hp?p=show_detail&id=5601. (Online).Diakses 9 Februari 2013 Morgan. (1991). Segi Praktis Psikiatri. Edisi 2.AlihBahasa Rudy Hartanto, Binarupa Aksara, Jakarta. Notoatmodjo, S, (2003). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC N u g r o h o , W. ( 2 0 0 0 ) . K e p e r a w a t a n Gerontik.Edisi 2, EGC, Jakarta. Nursalam. (2001).Metodologi Riset Keperawatan, Sagung Seto, Jakarta. (2003).Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :Salemba Medika. Setiabudhi, T. (1999).Panduan Gerontologi, Gramedia, Jakarta. S e t i a d i . ( 2 0 0 8 ) . K o n s e p d a n P ro s e s
8
Keperawatan Keluarga. Ed 1. Yogyakarta : GrahaIlmu Stuart & Sundeen.(1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3.AlihBahasaAchiryani S. EGC, Jakarta. Tamher dan Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta :Salemba Medika To w n s e n d M , C . ( 1 9 9 8 ) . D i a g n o s a Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri. Edisi 3.Alih Bahasa Novy Helena, EGC, Jakarta. WHO.(2012). Jumlah Lansia di Dunia Semakin Meningkat. http://atjehpost.com/read/2012/09/10/ 20567/0/51/WHO-Jumlah-Lansia-diDunia-Semakin-Meningkat. Diakses tanggal 22 Januari 2013. Jam 15.00 WIB. Yessavage J, A. (1983). Skala Depresi Geriatrik. Zainab, S.N, 2008 Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi Di Desa Sidomulyo Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN UPAYA PENANGANAN OSTEOPOROSIS PADA PASIEN OSTEOPOROSIS (Dusun Krajan II Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten Jember) Ervina Aslamia Priari ABSTRAK Osteoporosis is the second highest number of pain for the old people. Osteoporosis for the old people couse few things. Knowledge of the good very need it. Because of it is reducing number of deformity, the aim of this researth is to get the view of patient knowledge about Osteoporosis and how to handle Osteoporosis at Dusun Krajan II Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten Jember. The diskriptif design of this research with all population of patient that suffering Osteoporosis at Dusun Krajan II and the techniquse of sampling is purposive sampling, which it take 23 patients for sample. The data instrument is take by closed questioner. The data studied whith few step process contain editing, coding, and scoring and then doing the data analyze with data's tabulation. The result of this researth wasgot an knowledgement of Osteoporosis patient, most for all is enough (60,87%), almost half of it less (30,7%) and half of little is good (8,7%). The patient knowledge about the way to cure Osteoporosis most of all is a less of hight (73,91%), most of little (21,74%) and good (4,34%). The patient knowledge about Osteoporosis is a holf big enough, the patient knowledge for the way to cure it is half big less, is need to be upgrade for the patient act knowledge specially for Osteoporosis and the way for cure it through illumination of health. Keywords : The Patient Knowledge, The Way to Cure Osteoporosis. ABSTRAK Osteoporosis merupakan penyebab angka kesakitan tertinggi ke dua pada lansia. Osteoporosis pada lansia menimbulkan beberapa gejala. Pengetahuan penderita yang baik tentang osteoporosis dan upaya penanganannya sangat diperlukan karena bermanfaat dalam mengurangi angka kecacatan. Tujuan Penelitian ini untuk mendapatkan gambaran pengetahuan penderita tentang Osteoporosis dan upaya penanganan Osteoporosis di Dusun Krajan II Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten Jember. Desain penelitian ini deskriptif dengan populasi semua penderita yang menderita Osteoporosis di Dusun Krajan II dan tehnik pengambilan sampel berupa purposive sampling sehingga sampel yang diambil sebanyak 23 orang. Instrumen pengumpulan data berupa kuisioner tertutup. Data diolah dengan tahapan editing, coding, dan scoring selanjutnya dilakukan analisa data dengan tabulasi data yang diperoleh. Hasil penelitian didapatkan pengetahuan penderita tentang Osteoporosis sebagian besar cukup (60,87%), hampir setengahnya kurang (30,7%) dan sebagian kecil baik (8,7%). Pengetahuan penderita tentang upaya penanganan Osteoporosis sebagian besar kurang (73,91%), sebagian kecil (21,74%) dan baik hanya (4,34%). Pengetahuan penderita tentang Osteoporosis sebagian besar cukup, pengetahuan penderita tentang upaya penanganan Osteoporosis sebagian besar kurang. Perlu adanya peningkatan pengetahuan penderita terutama tentang Osteoporosis dan upaya penanganannya melalui kegiatan penyuluhan kesehatan. Kata Kunci : Pengetahuan penderita, upaya penanganan Osteoporosis.
9
PENDAHULUAN Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Salah satu yang harus diantisipasi adalah semakin banyaknya penyakit osteoporosis dan patah tulang yang diakibatkannya (Santoso, 2001). Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi permasalahan muskuloskletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama di negara-negara berkembang. Sejak dicanangkannya Bone Joint Decade (BJD) 2000-2010 osteoporosis menjadi penting, karena selain termasuk dalam 5 besar masalah kelainan muskuloskletal yang harus ditangani, juga kasusnya semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah usia tua (Dr.Juliet, 2003). Pada umumnya pengobatan osteoporosis dibagi menjadi 2 bagian yaitu untuk menghambat hilangnya massa tulang dan disebut pencegahan primer dan untuk meningkatkan massa tulang yang disebut pencegahan sekunder (Soeroso, 2001). Penuaan sering diikuti dengan penurunan kualitas hidup sehingga status lansia dalam kondisi sehat atau sakit. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan, penurunan berbagai kemampuan organ, fungsi dan sistem tubuh pada umumnya tanda proses menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada usia sekitar 60 tahun. Menurut WHO, pada tahun 2009 osteoporosis menduduki peringkat kedua dibawah penyakit jantung sebagai masalah kesehatan utama dunia. Menurut data Internasional Osteoporosis Foundation lebih dari 30% wanita diseluruh dunia mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang akibat osteoporosis, bahkan mendekati 40%, sedangkan pada pria, resikonya berada pada angka 13% ( Broto R, 2010 ). Menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2009, dampak osteoporosis di Indonesia sudah dalam tingkat yang harus diwaspadai, yaitu mencapai
10
19,7% dari populasi. Saat ini penduduk di Indonesia mempunyai angka usia harapan hidup 64,71 tahun (1995-2000) dan 67,68 tahun (2000-2005). Dengan bertambahnya usia maka angka kejadian osteoporosis makin meningkat, seperti yang ditunjukkan data di Indonesia antara lain lima provinsi dengan risiko Osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), di Yogyakarta (23,5%), Sumut ( 22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%). ( Prof. Dr. Agung Pranoto, dr.,MSc.Sp.PD-KEMD, 2009) Permasalahan terapi osteoporosis adalah kompleks dan erat hubungannya dengan cakupan penderita yang rendah akibat mahalnya biaya deteksi dini, pemeriksaan lanjutan dan obat-obatan untuk penyakit osteoporosis. Selain itu obat-obatan yang ada pun masih belum ada yang ideal karena masalah efikasi dan toleransi yang ditimbulkan oleh obat-obatan tersebut. Berdasarkan factor resiko osteoporosis, kita dapat memperkirakan penyebab atau suatu hal yang dapat mempermudah terjadinya osteoporosis. Upaya pencegahan dan penanganan osteoporosis yang tepat bermanfaat dalam mengurangi angka kecacatan. Berdasarkan data dari ketua Dusun Krajan II jumlah lansia yang tedata yaitu 265 orang. Data dari Pustu desa Jombang jumlah penderita Osteoporosis di Dusun Krajan II terdata yaitu 25 orang. Dari survey awal yang dilaksanakan pada tanggal 27 Oktober 2012 terhadap 10 responden penderita osteoporosis didapatkan 6 responden (60%) yang masih belum mengetahui tentang osteoporosis dan upaya penangananya, terlihat jelas saat wawancara penderita kurang mengetahui tentang osteoporosis dan cara penanganan osteoporosis yang di alaminya. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan melakukan eksplorasi terhadap fenomena kesehatan masyarakat baik yang berupa factor resiko maupun efeknya. Sehingga hanya menggambarkan pengetahuan pasien tentang Osteoporosis dan upaya penanganan Osteoporosis saja sejelas mungkin tanpa mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi.
(Bambang Heriyanto, 2012). Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien Osteoporosis dan menaupos dengan gejala nyeri pada tulang belakang, patah tulang yang tidak sembuh – sembuh dan postur tubuh yang bungkuk yang terdata di Pustu Desa Jombang Kecamatan Jombang Jember, untuk Dusun Krajan II tedata pada bulan Januari 2013 sebanyak 23 orang, sebelumnya 25 orang yang 2 meninggal dunia sebelum di data. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling (Judgment Sampling) Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian pasien Osteoporosis, sebanyak 23 orang Penelitian ini akan dilaksanakan di Dusun Krjan II Desa Jombang Kecamatan Jombang Jember dan waktu penelitian ini dimulai bulan Oktober 2012 sampai dengan September 2013. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah Variabel pengetahuan. Data yang dikumpulkan dari hasil kuesioner yang telah diisi oleh reponden kemudian diolah dengan tahapan Editing, Coding dan Scoring HASIL PENELITIAN
Tabel 1 D i s t r i b u s i U m u r p e n d e r i t a Osteoporosis di Dusun Krajan II Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten Jember pada Bulan Juni 2013.
1 2 3
Umur
Frekuensi
< 60 tahun 3 61 - 80 tahun 9 > 81 tahun 11 Jumlah 23 Sumber : Data Primer
No. 1 2 3 4
Tingkat Prosentase Frekuensi pendidikan % Tidak tamat SD 4 17,4 SD 9 39,13 SMP 5 21,73 SMA 5 21,73 Jumlah 23 100 Sumber : Data Primer
Tabel 2 di atas menunjukan bahwa dari 23 orang penderita Osteoporosis yang berpendidikan tidak tamat SD sebanyak 4 orang (17,4%), berpendidikan SD sebanyak 9 orang (39,13%), berpendidikan SMP sebanyak 5 orang (21,73%), dan yang berpendidikan SMA sebanyak 5 orang (21,73%). Tabel 3 Distribusi Pekerjaan penderita Osteoporosis di Dusun Krajan II Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten Jember pada Bulan Juni 2013. No.
Pekerjaan
Frekuensi
1 2 3 4
Karakteristik responden
No.
Jember pada Bulan Juni 2013
Prosentase % 13,04 39,13 47,82 100
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dari 23 orang penderita osteoporosis yang berumur < 60 tahun sebanyak 3 orang (13,04%), penderita berumur 61- 80 tahun sebanyak 9 orang (39,13%), dan penderita berumur >81 tahun sebanyak 11 orang (47,82%). Tabel 2 Distribusi Tingkat Pendidikan penderita Osteoporosis di Dusun Krajan II Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten
IRT/Tidak bekerja Swasta/Wiraswasta Petani PNS Jumlah Sumber : Data Primer
11 4 6 2 23
Prosentase % 47,8 17,4 26,08 8,7 100
Tabel 3 di atas menunjukan bahwa dari 23 orang penderita Osteoporosis didapatkan IRT/tidak bekerja sebanyak 11 orang(47,8%), swasta/wiraswasta sebanyak 4 orang(17,4%), petani sebanyak 6 orang(26,08%), dan sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) sebanyak 2 orang(8,7%). Tabel 4 Distribusi Tingkat Pengetahuan Penderita tentang Osteoporosis di Dusun Krajan II Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten Jember pada Bulan Juni 2013. No Pengetahuan Frekuensi Presentase % 1
Baik
2
8,7
2
Cukup
14
60,87
3
Kurang
7
30,4
Jumlah Sumber : Data Primer
23
100
11
Tabel 4 di atas menunjukan bahwa tingkat pengetahuan penderita tentang Osteoporosis dari 23 orang sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 14 orang (60,87%), hampir setengahnya berpengetahuan kurang sebanyak 7 orang (30, 4%) dan sebagian kecil penderita berpengetahuan baik sebanyak 2 orang (8,7%). No.
Pengetahuan Frekuensi
Prosentase %
1
Baik
1
4,34
2
Cukup
5
21,74
3
Kurang
17
73,91
23
100
Jumlah Sumber : Data Primer
Tabel 5 Distribusi Tingkat Pengetahuan penderita tentang Upaya Penanganan Osteoporosis di Dusun Krajan II Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten Jember pada Bulan Juni 2013. Tabel 5 di atas menunjukan bahwa dari 23 orang penderita yang berpengetahuan baik hanya 1 orang (4,34%), sebagian kecil penderita berpengetahuan cukup sebanyak 5 orang (21,74%), dan sebagian besar berpetahuan kurang sebanyak 17 orang (73,91%). PEMBAHASAN 1. P e n g e t a h u a n P e n d e r i t a Te n t a n g Osteoporosis. Ta b e l 4 m e n u n j u k k a n b a h w a pengetahuan penderita tentang Osteoporosis sebagian besar dalam kategori cukup sebanyak 14 orang (60,87%), hampir setengahnya berpengetahuan kurang sebanyak 7 orang (30,4%) dan penderita yang berpengetahuan baik sebanyak 2 orang (8,7%). Menurut Nursalam (2001), pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan seseorang yang berpendidikannya lebih rendah. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang
12
kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Apabila umur semakin tua juga akan mengalami penurunan fungsi sistem tubuh, maka seseorang akan mengalami penuruna untuk memahami pengetahuaanya dan proses berfikirnya juga akan menurun. Pengetahuan penderita yang cukup dan kurang tentang Osteoporosis dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tingkat pendidikan dan umur penderita, dari data umum didapatkan bahwa sebagian penderita dalam penelitian ini berpendidikan SD sebanyak 9 orang (39,13%) dan berumur > 81 tahun sebanyak 11 orang (47,82%). Penderita dengan pendidikan SD memiliki wawasan yang kurang ditambah dengan umur yang sudah lanjut membuat penderita mengalami penurunan dalam sistem organnya, sehingga pengetahuan yang dimilikinya juga akan berkurang. Latar belakang tersebut membuat sebagian besar penderita tidak mampu menjawab dengan benar pertanyaan tentang pengetahuan Osteoporosis. 2. Pengetahuan Penderita Tentang Upaya Penanganan Osteoporosis Ta b e l 5 m e n u n j u k k a n b a h w a pengetahuan penderita tentang upaya penanganan Osteoporosis sebagian besar dalam kategori kurang sebanyak 17 orang (73,91%) dan sebagian kecil berpengetahuan cukup sebanyak 5 orang (21,74%) dan penderita berpengetahuan baik sebanyak 1 orang (4,34%). Menurut Nursalam dan Pariani (2001), bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu dan bekerja bagi ibu-ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga, sedangkan menurut Notoadmodjo (2003), masyarakat yang sibuk bekerja hanya memiliki sedikit waktu untuk memperoleh informasi sehingga pengetahuan yang mereka peroleh berkurang. Banyaknya informasi yang diperoleh tentang suatu permasalahan sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Selain itu kemudahan memperoleh informasi dapat
membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Informasi didapatkan melalui sumber informasi (segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi, merangsang pikiran dan kemampuan, serta menambah pengetahuan) yang dapat diperoleh melalui media massa (televisi, radio, internet, surat kabar dan lain-lain), melalui pelatihan-pelatihan ataupun penyuluhan. Menurut Mubarak (2007) kebudayaan lingkungan sekitar juga mempengaruhi pengetahuaan seseorang. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan penderita yang kurang dan cukup tentang upaya penganan osteoporosis pekerjaan, informasi, dan kebudayaan lingkungan sekitar dari data umum didapatkan bahwa sebagian besar pekerjaan penderita dalam penelitian ini adalah IRT (Ibu Rumah Tangga) sebanyak 11 orang (47,8%), seharusnya dengan latar belakang pekerjaan sebagai ibu rumah tangga membuat penderita tidak terlalu sibuk dan mempunyai banyak waktu untuk memperoleh informasi sehingga meningkatkan pengetahuan mereka. Sebagian besar penderita dalam penelitian ini masih mempunyai pengetahuan kurang bahkan terdapat beberapa orang ibu yang mempunyai pengetahuan kurang tentang upaya penanganan Osteoporosis, hal ini disebabkan karena pekerjaan sebagai ibu rumah tangga membuat responden pada penelitian ini masih mempunyai lingkup pergaulan yang terbatas karena kesehariannya lebih banyak dihabiskan dirumah dan jarang mendapatkan informasi sehingga pengetahuan yang dimiliki tidak terlalu banyak. Hal ini terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap 11 orang yang bekerja sebagai ibu rumah tangga mengungkapkan bahwa keseharian meraka dihabiskan dengan kesibukan mengurus rumah dan lebih banyak berdiam
di dalam kamar. Penderita sangat jarang mendapatkan informasi terutama tentang upaya penangana Osteoporosis. Sebagian besar responden mengatakan mengetahui upaya penganan Osteoporosis dari media massa yaitu radio, televisi dan majalah namun itu hanya sekedar informasi dari iklan susu dan iklan obat penguat tulang dan tidak pernah mendapat informasi lebih khusus tentang upaya penanganan Osteoporosis baik dari media massa ataupun melalui penyuluhan-penyuluhan dari petugas kesehatan setempat. Penderita juga mengungkapkan mendapatkan informasi tentang upaya penanganan Osteoporosis dari lingkungan sekitar dengan menggunakan pengobatan tradisional dengan jamu – jamuan yang di buat sendiri dan dibeli dari toko. KESIMPULAN 1. Sebagian besar penderita mempunyai pengetahuan cukup tentang Osteoporosis di Dusun Krajan II Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten Jember. 2. Sebagian besar penderita mempunyai pengetahuan kurang tetang upaya penanganan Osteoporosis di Dusun Krajan II Desa Jombang Kecamatan Jombang Kabupaten Jember. DAFTAR PUSTAKA Alimul, AH..2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, A.2006. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Depkes: Jawa Timur. Compston, Dr.Juliet. 2003. Bimbingan Dokter Pada Osteoporosis. Jakarta: Dian Rakyat. Broto R. 2010. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis . Jakarta : Raja Grafindo Persada Darmawan. 2008.Lansia Sebaiknya Jangan Kelebihan atau Kekurangan gizi.www. Keluarga Berencana & Kependudukan.com diakses tanggal 5
13
januari 2013 jam 14.00. Darmojo, dkk.2006. Geriatri Ilmu Usia Lanjut. Jakarta: .FKUI Depkes RI. 2001. Strategi Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Depkes RI. 2009. Waspada Osteoporosis Pada Usia Lanjut. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Dalimarta, Setiawan. 2002. Resep Tumbuhan Obat Untuk Penderita Osteoporosis. Jakarta: Puspa Swara. Harlock. 2002. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Hartono, Dr.Moljadi. 2004. Mencegah dan Mengatasi Oesteoporosis. Jakarta: Puspa Swara. Heriyanto, Bambang. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Amplikasi. Surabaya: Putra Media Nusantara . Hermana.2006. Trik Menjaga Stamina di Usia Lanjut. http://www.infosehat.go.id, diakses tanggal l 3 januari 2013 jam 15.17 Hernawati, I. 2006. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut Untuk Tenaga,Kesehatan . Jakarta: Depkes. Hidayat, A. Aziz. 2003. Riset Keperawatan Dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.. Hutapea, Ronald. 2005. Sehat dan Ceria Diusia Senja. Jakarta: PT Rhineka Cipta. Gloria. 2001. Osteoporosis Keropos Tulang yang Makin Populer. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Notoatmodjo, S. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Pendidikan Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam dan Pariani. 2000. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto. Prof. Dr. Agung Pranoto , dr.,MSc.Sp.PDKEMD. 2009. Artikel Kesehatan Osteoporosis http://www.sabah. go. id. Di akses pada tanggal 17 Desember
14
2012 jam 18.45. Maryam, S dkk, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya . Jakarta: Salemba Medika. Mangoenprasodjo, S. 2005. Osteoporosis dan Tulang Rapuh. Jakarta: Raja Grafindo. Santoso, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . 2001. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI . Yatim, Faisal. 2003. Osteoporosis Penyakit Kerapuhan Tulang pada Manula. Jakarta: Pustaka Popular Obor.
TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI USIA 16-19 TAHUN TENTANG ABORSI Di MA Nurul Huda Paowan Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo Febria Arilina ABSTRACT Health Department records to date in Indonesia is estimated there are approximately 20-60 % of cases of induced abortion . Research in 10 major cities and six districts in Indonesia also estimates that about 2 million cases of abortion , with 50 % occurred in urban areas. Based on the early survey in MA Nurul Huda shows most of the 10 students ages 16-19 years less knowledgeable of 7 people (70%) of abortions. And also found the incidence of abortion at this school in 2012 to 9 people showed less understand school age students about abortion. The process of abortion is not just a process that has a high risk in terms of health and safety of a woman physically, but also have an impact on morbidity and mortality in a woman who did. The purpose of this study to identify adolescents young women aged 16-19 years about abortion in MA Nurul Huda Paowan, Panarukan Subdistrict, Situbondo District. The method used is descriptive. The method used is descriptive . In terms of time is quite a cross sectional study . Sampling technique using total sampling . The samples in this study were all young students of class XI IPA 1. Techniques of data collection using questionnaires . The results showed that of 40 adolescents aged 16-19 years, most knowledgeable both about abortion as many as (42.5%) 17 people , viewed of resources, students who well most knowledgeable sources of getting information through electronic media by (52.6%) 10 people, and of the environment students are knowledgeable well, most of the gained knowledge about abortion through the public environment as much (52.9%) 9 people. Expected for health workers actually doctor, midwife and nurse to improve education programs and counseling on reproductive adolescents in school. So that adolescents can understand about the impacts that abortion, and parents pay more attention watching his son in hanging out in a friend's association with the school environment. Keywords : Knowledge, Adolescents, Abortion ABSTRAK Dinas kesehatan mencatat hingga kini di Indonesia diperkirakan ada sekitar 20-60% kasus aborsi yang disengaja. Penelitian di 10 kota besar dan enam kabupaten di Indonesia juga memperkirakan sekitar 2 juta kasus aborsi, dengan 50% terjadi di perkotaan. Berdasarkan survey awal di MA Nurul Huda menunjukkan dari 10 siswa usia 16-19 tahun sebagian besar berpengetahuan kurang 7 orang (70%) tentang aborsi. Dan didapatkan pula angka kejadian aborsi di sekolah ini pada tahun 2012 mencapai 9 orang menunjukkan adanya kurang pahamnya siswa usia sekolah tentang aborsi. Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memberikan dampak pada kesakitan dan kematian pada seorang wanita yang melakukannya. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi remaja putri usia 16-19 tahun tentang aborsi di MA Nurul Huda Paowan, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Ditinjau dari segi waktunya penelitian ini tergolong cross sectional. Tekhnik pengambilan sampling menggunakan total sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa putri dari kelas XI IPA 1. Tekhnik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Dari hasil penelitian menujukkan bahwa pengetahuan responden tentang aborsi dari 40 remaja usia 1619 tahun sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak (42,5%) 17 orang , dilihat dari sumber informasi yang berpengetahuan baik sebagian besar siswa mendapatkan sumber informasi melalui media elektronik sebanyak (52,6%) 10 orang, dan dari lingkungan yang berpengetahuan baik sebagian besar siswa memperoleh pengetahuan tentang aborsi melalui lingkungan umum sebanyak (52,9%) 9 orang.
15
Diharapkan bagi petugas kesehatan khususnya dokter, bidan dan perawat untuk meningkatkan program penyuluhan dan konseling tentang reproduksi remaja di sekolah. Sehingga remaja bisa memahami tentang dampak aborsi, dan orang tua lebih memperhatikan, mengawasi anaknya dalam bergaul diluar dalam hal ini pergaulan dengan teman lingkungan sekolah. Kata kunci :Pengetahuan, Remaja, Aborsi
PENDAHULUAN Aborsi adalah Proses Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”.Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. (Arif Mansjoer, 2002) Tingginya angka aborsi di kalangan remaja, menunjukkan adanya pergeseran pola pergaulan dikalangan generasi muda. Kasuskasus aborsi yang terjadi di beberapa daerah juga menunjukkan adanya kurang pahamnya siswa usia sekolah terhadap pengetahuan tentang aborsi dan bahaya aborsi. Langkah preventif secara berkala dibutuhkan agar aborsi tidak lagi meluas.(Dinkes, 2011) World Health Organization (WHO) memperkirakan ada 20 juta kejadian aborsi tidak aman (unsafe abortion) di dunia, 9,5 % (19 dari 20 juta tindakan aborsi tidak aman) diantaranya terjadi di negara berkembang. Sekitar 13 % dari total perempuan yang melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian. (Dinkes, 2011) Dinas Kesehatan provinsi Jawa Timur 2011 mencatat di kalangan remaja kita setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi,Kasus aborsi di Indonesia setiap tahunnya mencapai angka 2,5 juta. Pelaku aborsi umumnya berada pada kisaran usia 15-29 tahun, berdasarkan penelitian WHO sejak awal 2008, hingga kini di Indonesia diperkirakan ada sekitar 20-60% kasus aborsi yang disengaja. Penelitian di 10 kota besar dan enam kabupaten di Indonesia juga memperkirakan sekitar 2 juta kasus aborsi, dengan 50% terjadi di perkotaan. Jurnalis memaparkan, dari hasil penelitian di beberapa fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan lembaga kesehatan lain,fenomena aborsi di Indonesia perlu mendapat perhatian serius. (Dinkes, 2011)
16
Berdasarkan survey awal di SMA Nurul Huda Situbondo, terdapat 9 (4,3%) siswa dari 206 siswa melakukan aborsi secara ilegal. Banyaknya siswa yang melakukan aborsi dikarenakan kurang pahamnya siswa-siswi terhadap pengertian dan bahaya aborsi. Salah satu penyebab utama yang mendorong remaja putri melakukan aborsi adalah akibat kerhamilan diluar nikah yang bermula dari pergaulan seks bebas dengan persentase 50% pertahunnya.Aborsi di kalangan remaja bisa terjadi karena rasa takut pada orang tua dan masyarakat sekelilingnya serta peraturan sekolah. Di sisi lain ada sikap atau persepsi remaja yang tidak memiliki pengetahuan tentang seksualitas, seiring dengan itu juga perubahan seksual di kalangan remaja juga dapat mempengaruhi. Hal ini juga dapat dipandang sebagai perubahan pandangan remaja pada nilai-nilai sosial dan nilai moral. (Dinkes, 2011) Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memberikan dampak pada kesakitan dan kematian pada seorang wanita yang melakukannya, menurut Brian Clowes (Facts of Life), menyebutkan bahaya aborsi antara lain adalah kematian mendadak karena pembiusan yang gagal atau terjadinya infeksi yang serius, rahim yang sobek, kanker indung telur dan masih banyak lagi yang menyebabkan angka kematian karena aborsi semakin tinggi. (Dewi azahramaharani, 2010) Di Negara maju kehamilan diluar nikah biasanya membawa stigma burukdi kalangan komunitas dan budayanya. Sebagaimana layaknya seorang remaja yang dapat dikatakan masih labil dan belum matang dalam proses berpikir, maka bagi remaja putri yang berhadapan dengan masalah kehamilan diluar nikah, pengaruh lingkungan sangatlah besar dalam mengambil keputusan untuk melakukan aborsi. Keputusan yang diambil pun tidak lepas
dari berbagai alasan yang melatarbelakangi mengapa mereka lebih memilih melakukan aborsi sebagai satu-satunya cara dan tidak melanjutkan kehamilannya. (Inna Hudaya, 2009) Untuk menyeimbangkan ketimpangan antara persepsi dan pengetahuan akan masalahmasalah seksual sangat perlu ada pendidikan seks, terutama melalui jalur formal sekolah atau dengan adanya seminar kesehatan yang bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan seperti bidan, perawat atau dokter. Dengan pengetahuan seks yang benar diharapkan dapat menurunkan angka aborsi pada remaja (Dinkes,2011) Penelitian dilakukan di MA Nurul Huda Situbondo.MA Nurul Huda merupakan Sekolah swasta yang terletak di Jl. Mangga Raya Paowan Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo yang dipimpin oleh Baihaqi Rahmat Spdi dan dibantu beberapa staf Guru. MA Nurul Huda terdiri dari 3 kelas. Kelas 1 ada 4 kelas, Kelas 2 dan Kelas 3 ada IPA, IPS yang masingmasing ada 2 kelas, Dari Kelas 1 dan kelas 2 terdapat 110 Siswi dan 96 siswa. Dari survey awal yang dilakukan di MA Nurul Huda Situbondo terhadap 10 responden terdapat 7 responden yang berpengetahuan kurang, dan 3 responden yang berpengetahuan cukup tentang aborsi Dari kurangnya pengetahuan siswa-siswi di MA Nurul Huda tentang aborsi dan bahayanya dan berdasarkan masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Tingkat pengetahuan remaja putri usia 16-19 tahun tentang aborsi” METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional, ditinjau dari segi waktunya, penelitian ini tergolong cross sectional. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini digolongkan penelitian deskriptif. Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa putri kelas XI IPA 1 di MA Nurul Huda Paowan Kabupaten Situbondo sebanyak40 siswa. Dan teknik pengambilan sampel adalah metode sampling jenuh. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Juli 2013
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah, pengetahuan, sumberi nformasi dan lingkungan. Data yang sudah dikumpulkan dilakukan scoring kemudian data dihitung presentasi dan tabulasi silang HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sumber Informasi di MA Nurul Huda Paowan, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo Sumber Informasi Media massa Media elektronik Petugas kesehatan Jumlah
Jumlah 12 19 9 40
Persentase 30 47,5 22,5 100
Sumber : Data Primer Tahun 2013 Berdasarkan tabel 1. Menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mendapatkan sumber informasi dari media eloktronik (TV, radio, internet) sebanyak(47,5%) 19 orang, dan sebagian kecil dari petugas kesehatan (dokter, bidan, perawat) sebanyak (22,5%) 9 orang. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lingkungan di MA Nurul Huda Paowan Kecamatan Penarukan, Kabupaten Situbondo Lingkungan Jumlah Persentase Lingkungan keluarga 13 32,5 Lingkungan terbatas 10 25 Lingkungan umum 17 42,5 Jumlah 40 100 Sumber : Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel VI.2 meninjukkan bahwa sebagian besar siswa memperoleh pengetahuan tentang aborsi sebanyak (42,5%) 17 orang dari lingkungan umum, dan sebagian kecil (25%) 10 orang remaja memperoleh pengetahuan tentang aborsi dari lingkungan terbatas.
17
Tabel 3. D i s t r i b u s i F r e k u e n s i m e n u r u t Pengetahuan Remaja Putri Usia 16-19 Tahun Tentang Aborsi di MA Nurul Huda Paowan, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo Pengetahuan Frekuensi Persentase Baik 17 42,5 Cukup 15 37,5 Kurang 8 20 Jumlah 40 100 Sumber : Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel .3 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa berpengetahuan baik sebanyak (42,5%) 17 orang, dan sebagian kecil berpengetahuan kurang sebanyak (20%) 8 orang. Tabel 4 Tabulasi Silang Antara Tingkat PengetahuanRemaja Putri Usia 16-19 Tahun Tentang Aborsi Berdasarkan Sumber Informasi di MA Nurul Huda Paowan, Kecamatan Panarukan, KabupatenSitubondo 2013 Pengetahuan Sumber Informasi n 5 10
Baik % 41,7 52,6
Cukup % n 4 33,3 5 26,3
n 3 4
Kurang % 25 21,1
66,7
1
11,1
3
37,5
8
20
40
Media massa Media elektronik Petugas 2 22,2 6 kesehatan Total 17 42,5 15 Sumber : Data Primer Tahun 2013
N 12 19
Total % 100 100 100 100
Berdasarkan tabel VI.4 menunjukkan bahwa yang berpengetahuan baik sebagian besar siswa mendapatkan sumber informasi melalui media elektronik sebanyak (52,6%) 10 orang dan sebagian kecil melalui petugas kesehatan sebanyak (22,2%) 2 orang Tabel 5. Tabulasi Silang Antara Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Usia 16-19 Tahun Tentang Aborsi Berdasarkan Lingkungan di MA Nurul Huda Paowan, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo 2013 Lingkungan
Baik n % 6 46,2
Pengetahuan Cukup Kurang n % n % 6 46,2 1 7,7
Lingkungan keluarga Lingkungan 2 20 5 terbatas Lingkungan 9 52,9 4 umum Total 17 42,5 15 Sumber Data Primer Tahun 2013
18
Total n % 13 100
50
3
30
10
100
23,5
4
23,5
17
100
37,5
8
20
40 100
Berdasarkan tabel VI.5 menunjukkan bahwa yang berpengetahuan baik sebagian besar siswa memperoleh pengetahuan tentang aborsi melalui lingkungan umum sebanyak (52,9%) 9 orang dan sebagian kecil melalui lingkungan terbatas sebanyak (20%) 2 orang PEMBAHASAN hal ini disebabkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu usia, lingkungan, dan sumber informasi yang didapat. Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan remaja usia 16-19 tahun tentang aborsi baik. Pengetahuan yang diperoleh remaja didasari oleh rasa ingin tahu yang besar sehingga mereka mencari informasi dari teman, lingkungan, dan sumber informasi yang mendukung. 1. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Aborsi Berdasarkan Sumber Informasi Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa yang berpengetahuan baik sebagian besar siswa mendapatkan sumber informasi melalui media elektronik sebanyak (52,6%) 10 orang dan sebagian kecil melalui petugas kesehatan sebanyak (22,2%) 2 orang. Menurut (Wawan dan Dewi, 2010) berbagai informasi dapat diperoleh remaja melalui media massa, media elektronik, petugas kesehatan dan lain sebagainya. Dalam pemberitaan suratkabarmaupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara objektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Dari hasil penelitian sebelumnya Dini Fatmawati (2009) menyebutkan bahwa ada kaitannya antara pengetahuan remaja dengan sumber informasi yang di dapat sehingga remaja banyak mengetahui tentang aborsi dari sumber informasi yang didapatkan melalui media massa, media elektronik, dan lain-lain
2. Pengetahuan Remaja Putri Usia 16-19 Tahun Tentang Aborsi Dari hasil penelitian yang dilakukan di MA Nurul Huda menunjukkan yang berpengetahuan baik sebagian besar(42,5%) 17 orang dan sebagian kecil berpengetahuan kurang sebanyak (20%) 8 orang tentang aborsi. Menurut Wawan dan Dewi (2010) faktorfaktor yang mempengaruhi pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal yang meliputi (usia, motivasi, kecerdasaan, pendidikan, pengalaman) dan faktor eksternal yang meliputi (pekerjaan, sumber informasi, lingkungan,
social budaya). Menurut Notoatmodjo (2003) sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dant telinga, pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari hasil penelitian sebelumya Dini Fatmawati (2009) menunjukkan ada kaitannya bahwa pengetahuan yang baik dapat mempengaruhi pola pikir seseorang untuk mendapatkan penegatahuan yang lebih, Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan adanya kesesuaian anatara teori dan hasil penelitian. Pada remaja usia 16-19 tahun sebagian besar mendapatkan informasi dari media elektrolit (TV, radio dan internet) seseorang yang mendapatkan informasi cenderung memiliki pengetahuan yanglebih baik. 3. Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Usia 16-19 Tahun Tentang Aborsi Berdasarkan Lingkungan Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa yang berpengetahuan baik sebagian besar siswa memperoleh pengetahuan tentang aborsi melalui lingkungan umum sebanyak (52,9%) 9 orang dan sebagian kecil melalui lingkungan terbatas sebanyak (20%) 2 orang Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangandanperilaku orang atau kelompok.Lingkungan salah satu input kedalam diri seseorang sebagai sistem adatif yang melibatkan baik faktor internal maupun eksternal. (Wawan dan Dewi, 2010) Dari penelitian sebelumnya Dini Fatmawati (2009) menyebutkan bahwa adanya kaitan antara pengetahuan seseorang yang baik diperoleh dari lingkungan umum yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang aborsi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa adanya kesesuaian antara teori dan hasil penelitian yang mana lingkungan telah
mempengaruhi pola pikir atau pengalaman dari seseorang. Sehingga ketika seseorang mempunyai pengalaman di lingkungan yang luas maka pengetahuannya pun akan lebih luas. Hal ini disebabkan karena lingkungan umum lebih
KESIMPULAN 1. Sebagian besar siswa berpengetahuan baik sebanyak 17 orang (42,5%) 2. Sebagian besar siswa yang berpengetahuan baik mendapatkan sumberi nformasi melalui media elektronik sebanyak 10 orang (52,6%) 3. Sebagian besarsiswa yang berpengetahuan baik memperoleh pengetahuan tentang aborsi melalui lingkungan umum sebanyak 9 orang (52,9%) DAFTAR PUSTAKA Azahramaharani, Dewi. 2010. http://karyat u l i s - i l m i a h kebidanan.blogspot.com/2010/11/penget ahuan-remaja-tentang-aborsi-pada remaja.html diakses tanggal 16 April 2013 Dinas Kesehatan RI, 2011 Hidayat, A. Aziz Alimul. 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Hudaya, Inna .2009. http://www.askinna.com/2009/06/definisi-danjenis-aborsi.html diakses tanggal 18 April 2013 http://www.aborsi.org/resiko.htm diakses tanggal 16 April 2013 http://news.okezone.com/read/2011/dinaskese hatan-aborsi-di-indonesia-2-5-juta-tahun diakses tanggal 14 Maret 2013 http://pompistikesbwi.wordpress.com/2011/06 /11/komplikasi-abortus/ . Diakses tanggal 16 April 2013 Maimunah, Siti. 2005. Kamus Istilah Kebidanan. Jakarta : EGC Mansjoer, Arief.2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Notoatmodjo, Soekidjo.2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
19
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Rabani,Insane.2011 Sarwono, W Sarlito. 2011. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wawan dan dewi. 2010. Teori dan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika Yanti. 2011. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihana Yuanita, Sari Dra. 2011. Fenomena dan Tantangan Remaja Menjelang Dewasa. Yogyakarta: Brilliant Books.
20
TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU IBU TENTANG PEMBERIAN MODISCO PADA PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA USIA 2 TAHUN Di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Fitria Rizka Dewi ABSTRACT Modisco (Modified Disco) is a high-calorie beverage used to treat malnutrition or proteinenergy malnutrition in children. To popularize Modisco also be given to children when they need extra energy, such as being poor appetite, pain or are recovering exhausting activities. Modisco (Modified Disco), is a modification of the "Disco 150", high-calorie drinks (100 calories) a formula consisting of 7.85 g of skim milk, sugar 4.73 g, and 5.93 g of cottonseed oil, which is used to treating disorders or severe nutritional deficiency Protein Energy (PEM) in children . The purpose of this study was to identify the knowledge and behavior of mothers giving Modisco against weight gain Toddlers aged 2 years in IHC Bed RW 02 MenurPumpunganSukolilo District Surabaya. This type of research is a descriptive study because only mendeskriptifkan on knowledge and behavior of mothers giving modisco to increase weight of children aged 2 years. The study was observational because researchers only observation without treatment on the object under study. Meanwhile, according to the analysis of time use research is a cross sectional study design with measurements or observations at the same time.The results showed that most knowledgeable enough positive behavior. Age based mostly less knowledgeable as 85.7 % (6) mothers aged <20 years. positive attitude as much as 85.7 % (6) mothers aged <20 years. Education based mostly less knowledgeable as much as 80 % (4) mothers with low education (SD/equivalent). entirely positive behavior in mothers with low education . Based on the work as much as most knowledgeable about 64.3 % (9) mothers who did not work (IRT).largely positive behavior in mothers who do not work. Based Parity most knowledgeable enough as 58.8 % (10) multiparous mothers.negative behavior as much as 71.4 % (5) primiparous mothers . From the description above it can be concluded that most knowledgeable enough and behave positively. More mothers are expected to increase their knowledge and insights as well as the broader receptive to direction given by health workers or volunteers about giving the baby modisco to add nutrients to the baby. Keywords :Knowledge, Attitudes About Giving Modisco Mother At The Age Of 2 Years Old Baby ABSTRAK Modisco (Modified Disco) adalah minuman tinggi kalori yang digunakan untuk mengobati gangguan gizi atau kekurangan energi protein pada anak. Guna mempopulerkan Modisco juga dapat diberikan pada anak saat membutuhkan ekstra energi, seperti sedang kurang nafsu makan, baru sembuh sakit atau sedang melakukan kegiatan melelahkan. Modisco (Modified Disco), adalah modifikasi dari “Disco 150”, minuman tinggi kalori (100 kal) yang formulanya terdiri dari 7,85 g susu skim, 4,73 g gula, dan 5,93 g minyak biji kapas, yang digunakan untuk mengobati gangguan gizi berat atau Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan dan perilaku ibu tentang pemberian Modisco terhadap peningkatan berat badan Balita usia 2 tahun di Posyandu Melati RW 02 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena hanya mendeskriptifkan tentang pengetahuan dan perilaku ibu tentang pemberian modisco terhadap peningkatan berat badan balita usia 2 tahun. Jenis penelitian ini adalah observasional karena peneliti hanya melakukan pengamatan tanpa memberikan perlakuan pada obyek
21
yang diteliti. Sedangkan menurut waktu penelitiannya menggunakan analisis secara Cross Sectional yaitu merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar berpengetahuan cukup berperilaku positif. Berdasarkan Umur sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 85,7% (6) ibu yang berumur < 20 tahun. berperilaku positif sebanyak 85,7% (6) ibu yang berumur < 20 tahun. Berdasarkan Pendidikan sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 80% (4) ibu yang berpendidikan rendah (SD/sederajat). seluruhnya berperilaku positif pada ibu yang berpendidikan rendah. Berdasarkan Pekerjaan sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 64,3% (9) ibu yang tidak bekerja (IRT). sebagian besar berperilaku positif pada ibu yang tidak bekerja. Berdasarkan Paritas sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 58,8% (10) ibu yang multipara. berperilaku negatif sebanyak 71,4% (5) ibu yang primipara. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar berpengetahuan cukup dan berperilaku positif. Diharapkan ibu lebih meningkatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas serta mudah menerima arahan yang diberikan oleh tenaga kesehatan atau para kader tentang pemberian modisco pada bayinya guna menambahkan asupan gizi pada bayinya. Kata kunci : pengetahuan, perilaku ibu tentang pemberian modisco pada balita usia 2 tahun PENDAHULUAN Modisco (Modified Disco), adalah modifikasi dari 'Disco 150', minuman tinggi kalori (100 kal) yang formulanya terdiri dari 7,85 g susu skim, 4,73 g gula, dan 5,93 g minyak biji kapas, yang digunakan untuk mengobati gangguan gizi berat atau Kekurangan Enerji Protein (KEP) pada anak. Disco 150 merupakan minuman tinggi kalori (100 kkal) yang formulanya terdiri dari 7,85 g susu skim, 4,73 g gula, dan 5,93 g minyak biji kapas yang digunakan untuk mengobati gangguan gizi berat (KEP) pada anak, dengan hasil memuaskan di Uganda. Pemberian modisco bagi anak efektif, lantaran porsi makanan atau minuman relatif kecil namun mengandung kalori dan protein tinggi, mudah dicerna karena terdiri dari lemak nabati dan lemak berantai sedang, merupakan cara alternatif bagi anak yang tidak suka susu, juga dapat meningkatkan BB secara cepat, yaitu 30-100 gram per hari (Annis Catur Adi, 2012). Berbagai keunggulan gizinya, formula modisco bisa dikembangkan menjadi aneka kreasi makanan cepat atau langsung saji, bahkan dalam bentuk snack kesukaan anak. Berikan pada anak sampai berat badannya mencapai batas sehat atau normal. Jika berat badannya sudah melebihi batas sehat, hentikan pemberiannya secara bertahap. Modisco sangat baik untuk diberikan pada anak yang menderita gizi buruk, menderita penyakit menahun, anak
22
yang baru sembuh dari penyakit berat, anak yang mengalami kesulitan makan karena kelainan bawaan serta makanan tambahan untuk anak yang sehat tetapi kurus. Modisco tidak boleh diberikan kepada anak yang gemuk, bayi berusia 6 bulan dan para penderita penyakit g i n j a l , h a t i d a n j a n t u n g (http://info_sehat.co.id.2012). Manfaat modisco yang paling utama adalah untuk mengatasi gizi buruk pada anak dengan cepat dan mudah. Karena modisco mempunyai kandungan kalori yang tinggi serta mudah dicerna oleh anak. Selain itu bahanbahan pembuatan modisco mudah untuk di dapat dengan harga yang terjangkau walaupun oleh kalangan menengah ke bawah. Formula modisco terdiri dari 3 formula dasar, dengan bahan baku utama gula pasir, lemak, dan susu. Ke tiga formula tsb diberikan untuk gejala atau keluhan yang berbeda. Modisco 1 diberikan untuk balita KEP berat dengan edema, modisco 2 diberikan untuk balita dengan KEP tanpa edema, modisco 3 diberikan sebagai lanjutan dari modisco 1 dan modisco 2. Gizi memegang peranan penting dalam siklus manusia kekurangan gizi pada ibu hamil dapat membuat bayi yang dilahirkannya mengalami berat berat badan rendah (BBLR) dan dapat menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi
secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (Depkes RI,2012). Dampak dari krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis multidimensional serta adanya kenaikan bahan bakar minyak (BBM) sampai saat ini masih dirasakan oleh sebagian masyarakat, terutama keluarga miskin. Sebagian bayi dan anak balita dari keluarga miskin masih mengalami kekurangan gizi mulai tingkat ringan sampai tingkat berat. Rekomendasi WHO/UNICEF di atas sejalan dengan rencana pembangunan jangka panjang dan menengah nasional (RPJPMN) bidang kesehatan, antara lain dengan memberikan prioritas perbaikan kepada kesehatan dan gizi bayi dan anak. Di Indonesia sebagai tindak lanjut RPJPMN rencana aksi nasional (RAN) pencegahan dan penanggulangan gizi buruk tahun 2005-2009 telah menyusun sejumlah kegiatan yang segera dilaksanakan. Seluruh perbaikan gizi yang dilakukan diharapkan dapat menurunkan masalah gizi kurang dari 27,3% tahun 2003 menjadi 20% pada tahun 2009 dan masalah gizi buruk dari 8,0% tahun 2003 menjadi 5,0% pada tahun 2009. (Depkes RI,2012) Berdasarkan hasil pemantauan status gizi (PSG) pada tahun 2005 diketahui bahwa di Jawa Timur terdapat 19,3% anak balita yang menderita kurang energi protein (KEP), terdiri dari 16,6% anak balita dengan status gizi kurang dan 2,7% anak balita dengan status gizi buruk. (Depkes RI,2006) di Jawa Timur mempunyai frekuensi gizi buruk dan gizi kurang mencapai 22,92% yang digolongkan masih tinggi. (Depkes RI,2012). Di dunia medis dikenal beberapa cara untuk menambah berat badan dan cakupan gizi balita. Dengan upaya pemberian menu bervariasi, pemberian suplemen makanan dan saat ini tengah dikembangkan cara menambah berat anak lewat pemberian formula WHO yang terdiri dari : formula WHO 75, formula WHO 100, formula WHO 135, dan modisco. (Depkes RI,2012) Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada tanggal 10 Maret 2013 dengan cara wawancara pada 10% ibu di Posyandu Melati RW 02 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya, didapat 4% orang ibu yang mempunyai balita usia 2 tahun yang tahu
tentang pemberian modisco. Dan dari 6% orang ibu yang mempunyai balita usia 2 tahun yang tidak tahu tentang pemberian modisco. Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan dan perilaku ibu tentang pemberian modisco pada peningkatan berat badan balita usia 2 tahun. Dari uraian tersebut di atas maka, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul tingkat pengetahuan dan perilaku ibu tentang pemberian modisco pada peningkatan berat badan balita usia 2 tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Jenis penelitian ini adalah observasional karena peneliti hanya melakukan pengamatan tanpa memberikan perlakuan pada obyek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita usia 2 tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kec. Sukolilo sebanyak 32 ibu. Sampel pada penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita usia 2 tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kec. Sukolilo sebanyak 32 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Dimana cara pengambilan sampel semua anggota populasi dijadikan sampel penelitian. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah, pengetahuan, usia, pendidikan, pekerjaan dan paritas Data yang sudah dikumpulkan dilakukan scoring kemudian data dihitung presentasi dan tabulasi silang
23
HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Tabel 1 D i s t r i b u s i F r e k u e n s i Ti n g k a t Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya pada tahun 2013 Umur Frekuensi < 20 tahun 7 20-35 tahun 20 > 35 tahun 5 Jumlah 32 Sumber: data primer 2013
Persentasi (%) 21,9 62,5 15,6 100
Berdasarkan tabel.1 di atas menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar berumur 20-35 tahun sebanyak 62,5% (20) ibu dan sebagian kecil berumur > 35 tahun sebanyak 15% (5) ibu. Tabel 2 D i s t r i b u s i F r e k u e n s i Ti n g k a t Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya pada tahun 2013 Pendidikan Frekuensi Pendidikan Rendah 5 (SD /sederajat) Pendidikan Menengah 23 (SMP/SMA/SMK) Pendidikan Tinggi 4 (Akademi/PT) Jumlah 32 Sumber: data primer 2013
Persentasi (%) 15,6 71,9 12,5 100
Berdasarkan tabel 2 di atas menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar berpendidikan menengah sebanyak 71,9% (23) ibu dan sebagian kecil berpendidikan tinggi sebanyak 12,5% (4) ibu.
24
Tabel 3 D i s t r i b u s i F r e k u e n s i Ti n g k a t Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya pada tahun 2013 Pekerjaan Frekuensi Tidak bekerja (IRT) 14 Bekerja (Swasta, 18 Wiraswasta, PNS) Jumlah 32 Sumber: data primer 2013
Persentasi (%) 43,8 56,3 100
Berdasarkan tabel 3 di atas menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar bekerja (Swasta, Wiraswasta, PNS) sebanyak 43,8% (14) ibu dan sebagian kecil tidak bekerja (IRT) sebanyak 56,3% (18) ibu. Tabel 4 D i s t r i b u s i F r e k u e n s i Ti n g k a t Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya pada tahun 2013 Paritas 1 anak (primipara) 2
–
4 anak (multipara)
> 5 anak (grandemultipara) Jumlah
Frekuensi Persentasi (%) 7 21,9 17 53,1 8 25 32 100
Sumber: data primer 2013
Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar multipara (2 – 4 anak) sebanyak 53,1% (17) ibu dan sebagian kecil Primipara (1 anak) sebanyak 25% (8) ibu. Tabel 5 D i s t r i b u s i F r e k u e n s i Ti n g k a t Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya pada tahun 2013 Pengetahuan Frekuensi Baik 8 Cukup 13 Kurang 11 Jumlah 32 Sumber: data primer 2013
Persentasi (%) 25 40,6 34,4 100
Berdasarkan tabel VI.6 di atas menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar berperilaku positif sebanyak 59,4% (19) ibu dan sebagian kecil bersikap negatif sebanyak 40,6% (13) ibu. Tabel 7 Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Umur pada tahun 2013
No.
Umur ∑
Pengetahuan Cuku Kuran Baik p g % ∑ % ∑ %
1. 2. 3.
< 20 thn 0 0 20-35 thn 6 30 > 35 thn 2 40 Jumlah 8 25 Sumber: data primer 2013
1 9 3 13
14,3 45 60 40,6
6 85,7 5 25 0 0 11 34,4
Tabel 9 Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Pendidikan pada tahun 2013 Pengetahuan No.
Jumlah
1.
100 100 100 100
Tabel 8 Perilaku Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Umur pada tahun 2013 Perilaku Jumlah Positif Negarif % ∑ % ∑ % 1. < 20 tahun 6 85,7 1 14,3 7 100 2. 20-35 tahun 11 55 9 45 20 100 3. > 35 tahun 2 40 3 60 5 100 Jumlah 19 59,4 13 40,6 32 100 Sumber: data primer 2013
Dari tabel 8 di atas menunjukkan bahwa dari 7 ibu sebagian besar berperilaku positif sebanyak 85,7% (6) ibu yang berumur < 20 tahun, dari 20 ibu sebagian besar berperilaku
Cukup Kurang ∑ % ∑ %
Pendidikan Rendah 0 0 1 20 (SD /sederajat) Pendidikan Menengah 6 26,1 11 47,8 (SMP/SMA/SMK) Pendidikan Tinggi 2 50 1 25 (Akademi/PT)
Jumlah ∑ %
80
5
100
6
26,1
23
100
1
25
4
100
Jumlah 8 25 13 40,6 11 34,4 Sumber: data primer 2013
32
100
3.
Dari tabel 9 di atas menunjukkan bahwa dari 5 ibu sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 80% (4) ibu yang berpendidikan rendah (SD / sederajat), dari 23 ibu sebagian besar berpengetahuan baik dan kurang masingmasing sebanyak 26,1% (6) ibu yang berpendidikan menengah (SMP/SMA/SMK) dan dari 4 ibu sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak 50% (2) ibu yang berpendidikan tinggi (Akademi/PT). Tabel 10 Perilaku Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan pendidikan pada tahun 2013
Umur
∑
Baik %
4
∑ % 7 20 5 32
Pendidikan ∑
2.
Dari tabel 7 di atas menunjukkan bahwa dari 7 ibu sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 85,7% (6) ibu yang berumur < 20 tahun, dari 20 ibu sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 45% (9) ibu yang beumur 20 – 35 tahun dan dari 5 ibu sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 60% (3) ibu yang berumur > 35 tahun.
No.
positif sebanyak 55% (11) ibu yang berumur 20 – 35 tahun dan dari 5 ibu sebagian besar berperilaku negatif sebanyak 60% (3) ibu yang berumur > 35 tahun.
No. 1.
Pendidikan
Perilaku Jumlah Positif Negarif ∑ % ∑ % ∑ %
Pendidikan Rendah (SD /sederajat) 2. Pendidikan Menengah (SMP/SMA/SMK) 3. Pendidikan Tinggi (Akademi/PT) Jumlah Sumber: data primer 2013
5
100
0
0
5 100
11 47,8 12 52,2 4 100 3
75
1
25
4 100
19 59,4 13 40,6 32 100
25
Dari tabel 10 di atas menunjukkan bahwa dari 5 ibu seluruhnya berperilaku baik sebanyak 100% (5) ibu yang berpendidikan rendah, dari 4 ibu sebagian besar berperilaku negatif sebanyak 52,2% (12) ) ibu yang berpendidikan menengah dan dari 4 ibu sebagian besar berperilaku positif sebanyak 75% (3) ibu yang berpendidikan tinggi. Tabel 11 Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Pekerjaan pada tahun 2013 No. 1. 2.
Pekerjaan Tidak bekerja (IRT) Bekerja (Swasta, Wiraswasta, PNS) Jumlah
Pengetahuan Baik Cukup Kurang ∑ % ∑ % ∑ % 2 14,3 3 21,4 9 64,3
∑ % 14 100
6 33,3 10 55,6
2
11,1
18
100
8
11
34,4
32
100
25
13 40,6
Jumlah
Sumber: data primer 2013
Dari tabel VI.11 di atas menunjukkan bahwa dari 14 ibu sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 64,3% (9) ibu yang tidak bekerja (IRT), dari 18 ibu sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 55,6% (10) ibu yang bekerja (Swasta, Wiraswasta, PNS).
dan dari 8 ibu sebagian besar berpengetahuan baik dan kurang masing-masing sebanyak 37,5% (3) ibu yang grandemultipara. Tabel 13 Perilaku Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan paritas pada tahun 2013 No.
Paritas
Perilaku Positif Negarif % ∑ % 2 28,6 5 71,4 ∑
1. 2.
1 anak (primipara) 2 - 4 Anak (multipara) 3. > 5 anak (grandemultipara) Jumlah Sumber: data primer 2013
12 70,6 5
62,5
Jumlah ∑ % 7 100
5 29,4 17 100 3 37,5
8
100
19 59,4 13 40,6 32 100
Sumber: data primer 2013 Dari tabel 13 di atas menunjukkan bahwa dari 7 ibu sebagian besar berperilaku negatif sebanyak 71,4% (5) ibu yang primipara, dari 17 ibu sebagian besar berperilaku positif sebanyak 70,6% (12) ibu yang multipara dan dari 8 ibu sebagian besar berperilaku positif sebanyak 62,5% (5) ibu yang grandemultipara. PEMBAHASAN
Tabel 12 Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Paritas pada tahun 2013 No.
Paritas
1. 2. 3.
1 anak (primipara) 2 – 4 anak (multipara) > 5 anak (grandemultipara) Jumlah
Baik ∑ % 2 28,6 3 17,6
Pengetahuan Cukup ∑ % 1 14,3 10 58,8
3
37,5
2
8
25
13
25
Kurang ∑ % 4 57,1 4 23,5 3 37,5
40,6 11 34,4
Jumlah ∑ % 7 100 17 100 8
100
32 100
Sumber: data primer 2013
Dari tabel 12 di atas menunjukkan bahwa dari 7 ibu sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 57,1% (4) ibu yang primipara, dari 17 ibu sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 58,8% (10) ibu yang multipara dan
26
Perilaku manusia tidaklah sederhana untuk difahami dan diprediksikan. Begitu banyak faktor-faktor internal dan eksternal dari dimensi masa lalu, saat ini dan masa datang yaitu ikut mempengaruhi perilaku manusia (Saifuddin Azwar, 2011 : 13-14). Pada kenyataannya hasil penelitian bahwa sebagian besar berperilaku positif. Hal ini disebabkan karena banyaknya pengalaman yang didapat oleh ibu sehingga mempengaruhi perilaku ibu untuk memberikan modisco pada balitanya, baik dari pengalaman diri sendiri ataupun pengalaman orang lain. 1. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Umur pada tahun 2013
Berdasarkan tabel.7 di atas menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 85,7% (6) ibu yang berumur < 20 tahun. Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercayai dari orang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa (Notoatmodjo, 2011 : 21). Pada kenyataan hasil penelitian bahwa sebagian besar berpengetahuan kurang pada ibu yang berumur < 20 tahun. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan serta pengalaman yang kurang sehingga ibu yang berumur < 20 tahun. 2. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Distribusi Frekuensi Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya pada tahun 2013 Berdasarkan tabel .5 menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 40,6% (13). Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan hal itu terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Jadi pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior), karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2012 : 138). Pada kenyataan hasil penelitian bahwa sebagian besar berpengetahuan cukup. Hal ini disebabkan karena banyaknya pengetahuan yang didapat baik dari media massa maupun media elektronik sehingga wawasan dan pengetahuan ibu bertambah
tentang pemberian modisco pada balita. 3. Distribusi Frekuensi Perilaku Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya pada tahun 2013 Berdasarkan tabel.6 menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar berperilaku positif sebanyak 59,4% (19) ibu. Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat diferensialnya. Maksudnya, satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respons yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama. berpengetahuan kurang tentang pemberian modisco pada balita. 4. Perilaku Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Umur pada tahun 2013 Berdasarkan tabel .8 menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar berperilaku positif sebanyak 85,7% (6) ibu yang berumur < 20 tahun. Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercayai dari orang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa (Notoatmodjo, 2011 : 21). Pada kenyataan dari hasil penelitian sebagian besar berperilaku positif pada ibu yang berumur < 20 tahun. Hal ini disebabkan karena ibu selalu memberikan modisco pada balita atas saran dari para kader dan tenaga kesehatan setempat demi kepentingan gizi yang terbaik buat balitanya. Karena semakin cukup umur maka semakin baik pengetahuannya serta kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan menerima saran dari orang lain.
27
5. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Pendidikan pada tahun 2013 Berdasarkan tabel .9 menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 80% (4) ibu yang berpendidikan rendah (SD / sederajat). Merupakan proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan ke arah yang lebih baik, dan matang pada diri individu, kelompok dan masyarakat. Bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya demikian juga sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin rendah pula tingkat pengetahuannya. (Notoatmodjo, 2011 : 11). Pada kenyataan hasil penelitian sebagian besar berpengetahuan kurang pada ibu yang berpendidikan rendah (SD / sederajat). Hal ini disebabkan karena wawasan dan pengalaman ibu yang kurang tentang pemberian modisco pada balita disamping itu ibu sulit menerima suatu hal yang baru serta saran atau arahan yang didiberikan oleh para kader setempat tentang pemberian modisco pada balita. Dimana bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya demikian juga sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin rendah pula tingkat pengetahuannya. 6. Perilaku Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan pendidikan pada tahun 2013 Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa dari 32 ibu seluruhnya berperilaku positif pada ibu yang berpendidikan rendah. Merupakan proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan ke arah yang lebih baik, dan matang pada diri individu, kelompok dan masyarakat.
28
Bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya demikian juga sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin rendah pula tingkat pengetahuannya. (Notoatmodjo, 2011 : 11). sehingga pengetahuan yang mereka peroleh menjadi berkurang (Notoatmodjo, 2011 : 23). Pada kenyataan hasil penelitian bahwa sebagian besar berperilaku positif pada ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena ibu yang tidak bekerja mempunyai banyak waktu untuk mengikuti penyuluhan atau kegiatan yang diadakan oleh para kader atau tenaga kesehatan setempat dari pada ibu yang bekerja yang mempunyai waktu sedikit untuk mencari informasi dan mengikuti penyuluhan. 7. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Paritas pada tahun 2013 Berdasarkan tabel VI.12 menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 58,8% (10) ibu yang multipara. Menurut Sarwono Prawirohardjo (2005), semakin sedikit jumlah anak, waktu yang tersedia untuk mendapatkan informasi semakin besar karena beban kerja lebih berkurang dibandingkan dengan responden yang mempunyai anak semakin banyak. Seseorang yang pernah melahirkan akan mempunyai pengetahuan tentang kelahiran yang lalu yang dipergunakan untuk memecahkan masalah dihadapi. Pada kenyataan hasil penelitian bahwa sebagian besar berpengetahuan cukup pada ibu yang multipara. Hal ini disebabkan karena ibu cukup pengetahuan dan pengalaman sehingga ibu mengerti dengan apa yang dilakukan asal itu terbaik untuk balitanya. Pada kenyataan hasil penelitian bahwa seluruhnya berperilaku positif pada ibu yang berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pemikiran ibu dalam menerima suatu hal yang baru
sehingga ibu mengikuti saran yang diberikan oleh para kader dan tenaga kesehatan terdekat untuk memberikan modisco pada balita. 8. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Pekerjaan pada tahun 2013 Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 64,3% (9) ibu yang tidak bekerja (IRT). Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan terutama untuk menunjang terhadap kehidupan dan keluarganya. Masyarakat yang sibuk hanya memiliki sedikit waktu untuk memperoleh informasi sehingga pengetahuan yang mereka peroleh menjadi berkurang (Notoatmodjo, 2011 : 23). Pada kenyataan hasil penelitian bahwa sebagian besar berpengetahuan kurang pada ibu yang tidak bekerja (IRT). Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan yang didapat baik dari media massa maupun media elektronik serta ibu sibuk mengurus anak dan keluarga sehingga waktu untuk mencari informasi dihabiskan untuk mengurus anak dan keluarga. 9. Perilaku Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Pekerjaan pada tahun 2013 Berdasarkan tabel VI.11 menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar berperilaku positif pada ibu yang tidak bekerja. Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan terutama untuk menunjang terhadap kehidupan dan keluarganya. Masyarakat yang sibuk hanya memiliki sedikit waktu untuk memperoleh informasi 10. Perilaku Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW. 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya
Berdasarkan paritas pada tahun 2013 Berdasarkan tabel VI.10 menunjukkan bahwa dari 32 ibu sebagian besar berperilaku negatif sebanyak 71,4% (5) ibu yang primipara. Menurut Sarwono Prawirohardjo (2005), semakin sedikit jumlah anak, waktu yang tersedia untuk mendapatkan informasi semakin besar karena beban kerja lebih berkurang dibandingkan dengan responden yang mempunyai anak semakin banyak. Seseorang yang pernah melahirkan akan mempunyai pengetahuan tentang kelahiran yang lalu yang dipergunakan untuk memecahkan masalah dihadapi. Pada kenyataan hasil penelitian bahwa sebagian besar berperilaku negatif pada ibu yang primipara. Hal ini disebabkan karena pengetahuan dan wawasan yang kurang tentang pemberian modisco pada balita. Di samping itu pengalaman yang kurang juga bisa mempengaruhi perilaku ibu dalam bertindak atau menyelesaikan suatu masalah. Ibu primipara cenderung mempunyai pemikiran yang pendek karena baru pertama kali mempunyai anak jadi ibu primipara bawaannya sensitif atau mudah marah sehingga kurang menanggapi dengan pemberian modisco pada balitanya. KESIMPULAN 1. Tabulasi silang Tingkat Pengetahuan Ibu Pada Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Pendidikan pada tahun 2013 sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 80% (4) ibu yang berpendidikan rendah (SD / sederajat). Perilaku Berdasarkan pendidikan pada tahun 2013 seluruhnya berperilaku positif pada ibu yang berpendidikan rendah. 2. Tabulasi silang Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Pekerjaan pada tahun 2013 sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 64,3% (9) ibu yang tidak bekerja (IRT). Perilaku Berdasarkan Pekerjaan pada
29
tahun 2013 sebagian besar berperilaku positif pada ibu yang tidak bekerja. 3. Tabulasi silang Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Modisco Pada Peningkatan Berat Badan Balita Usia 2 Tahun di Posyandu Melati RW 2 Menur Pumpungan Kecamatan Sukolilo Surabaya Berdasarkan Paritas pada tahun 2013 sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 58,8% (10) ibu yang multipara. Perilaku Berdasarkan paritas pada tahun 2013 sebagian besar berperilaku negatif sebanyak 71,4% (5) ibu yang primipara. 4. Manfaat modisco bagi ibu dan bayi, untuk mencukupi nutrisi pada bayi untuk meningkatan berat badan pada bayi.
Supariasa, 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC Suharsimi Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. http://pendidikanbalita.co.id Depdiknas (2003) (diakses tanggal 3 Maret 2013) http://infosehat_gizibalita.co.id Depkes RI,2004 (diakses tanggal 3 Maret 2013) http://infosehat_gizibalita.co.id Depkes RI,2005 (diakses tanggal 3 Maret 2013) http://infosehat_gizibalita.co.id Dep RI,2006 (diakses tanggal 3 Maret 2013)
DAFTAR PUSTAKA Alimul Aziz, 2010. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika Marmi, dkk, 2012. Asuhan Neonates, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah. Yogyakarta. Pustaka pelajar. Notoatmodjo, Soekidjo, 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta. _________, 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Saifuddin Azwar, 2010. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Offset Sarwono Prawirohardjo, 2005. Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : JNPKKRPOGI Setyawati, 2012. Makanan Pendamping ASI (MPASI) Dapur Ibu. Jakarta. Dian Rakyat.
30
(http://thatisour.blogspot.com/2012/11/mod) diakses tanggal 3 Maret 2013
TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU WANITA KLIMATERIUM USIA 45-55 TAHUN TENTANG MENOPAUSE DI DESA BUNGURASIH Maria Falentina IU ABSTRACT Menopause is the physiological cessation of menstrual cycles associated with elderly women. A woman does not know the signs of menstruation toward menopause. Before menopause a woman is experiencing a period of Klimaterium. Climacteric is a period that starts from the end of the reproductive period to the beginning of senium and occur in women aged 45-55 years. The research objective is to determine the level of knowledge and behavior of women aged 45-55 years klimaterium about menopause in RW.V Bungurasih village. This type of research is descriptive observational. This study grouped in cross sectiona research. With a sample size 30 women klimaterium with sampling techniques with tools Acidental sampling questionnaire. The result showed climacteric women mostly knowledgeable enough as much as 43.3% (13 women klimaterium), which berpendidkan high climacteric women mostly good knowledge as much as 100% (3 women klimaterium), climacteric woman who does not work as a huge knowledgeable about as much as 45.8% (11 klimaterium women), women are less knowledgeable climacteric largely negative behavior as much as 75% (9 respondents). Expected results of the study can be used as reference material for health workers to improve health care for women specifically about menopuase klimaterium, as well as provide counseling and education to the community, especially women klimaterium. And is expected to play an active role of women kliamterium to follow counseling or counseling on health workers to improve their knowledge and behaviors facing menopause. Keywords: Knowledge, women's behavior klimaterium ABSTRAK Menopause adalah berhentinya secara fisiologis siklus menstruasi yang berkaitan dengan lanjut usia perempuan. Seorang wanita tidak mengetahui tanda-tanda menstruasi menuju menopause. Sebelum menopause seorang wanita mengalami masa Klimaterium. Klimakterium adalah masa yang bermula dari akhir masa reproduksi sampai awal masa senium dan terjadi pada wanita berumur 45 - 55 tahun. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku wanita klimaterium usia 45-55 tahun tentang menopause di RW.V desa Bungurasih. Jenis penelitian ini adalah diskriptif observasional. Penelitian ini dikelompokkan dalam penelitian cross sectiona. Dengan jumlah sampel 30 wanita klimaterium dengan teknik pengambilan sampel Acidental sampling dengan alat bantu kuesioner. Hasil penelitian didapatkan wanita klimakterium sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 43.3% (13 wanita klimaterium), wanita klimakterium yang berpendidkan tinggi sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak 100 % (3 wanita klimaterium), Wanita klimakterium yang tidak bekerja sebagai besar berpengetahuan kurang sebanyak 45.8% (11 wanita klimaterium), wanita klimakterium yang berpengetahuan kurang sebagian besar berperilaku negatif sebanyak 75% (9 responden). Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi petugas kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khusus tentang menopuase bagi wanita klimaterium, serta memberikan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat khususnya wanita klimaterium. Dan diharapkan untuk wanita kliamterium untuk berperan aktif mengikuti penyuluhan atau konseling pada petugas kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku mengahadapi menopause. Kata kunci : Pengetahuan, perilaku wanita klimaterium
31
PENDAHULUAN Menopause adalah berhentinya secara fisiologis siklus menstruasi yang berkaitan dengan lanjut usia perempuan. Seorang wanita tidak mengetahui tanda-tanda menstruasi menuju menopause. Berhentinya haid biasanya didahului oleh siklus haid yang lebih panjang dengan pendarahan yang berkurang. Waktu terjadinya menopause dipengaruhi oleh keturunan dan kesehatan (Fitramaya,2009). Sebelum menopause seorang wanita mengalami masa Klimaterium. Klimakterium adalah masa yang bermula dari akhir masa reproduksi sampai awal masa senium dan terjadi pada wanita berumur 45 - 55 tahun (Andira, 2010). Pada masa senium telah tercapai keadaan keseimbangan hormonal yang baru, sehingga tidak ada lagi gangguan fisik dan psikis. Pada masa ini yang paling mencolok adalah kemunduran alat-alat tubuh dan kemampuan fisik sebagai proses menjadi tua. Di masa mendatang, jumlah lansia di Indonesia semakin bertambah tahun 1990 jumlah lansia 6,3% (11,3 juta orang), pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 24,3 juta orang, dan akan melewati jumlah yang saat itu diperkirakan mencapai 18,8 juta orang. Laporan survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI ) tahun 1995 jumlah lansia 60, tahun 2020 jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan menempati urutan ke 6 terbanyak di dunia dan diperkirakan akan lebih jumlah lansia di Brazil, Meksiko dan Negara Eropa (Manuaba, 2005). Berdasarkan survey dari dinas kesehatan Propinsi Jawa Timur usia harapan hidup masyarakat Jawa Timur Tahun 2010 sebesar 69,58 tahun. Data yang tersedia menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, 2011). Dan juga menurut RSU Dr. Soetomo Surabaya usia harapan hidup juga akan meningkat, pada tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015.(hhtp://www.dinkes.go.id, 9 Januari 2013). Pada masa menopouse kira-kira 20% 30% wanita terancam untuk mengalami patah tulang akibat osteoporosis disaat mereka mencapai usia 70 tahun. Sebab, sepanjang hidupnya massa tulang mereka menyusut sampai 40%-50%. Demikian juga 20 tahun
32
sesudah menopouse, angka kejadian osteoporosis meningkat menjadi 70% dan usia 60 tahun sepertiganya mengalami patah tulang. Biasanya sesudah menopouse setiap perubahan umur 10 tahun resiko osteoporosis akan bertambah 15%. (hhtp://www.dinkes.go.id, 9 Januari 2013) Patut disadari bahwa wanita pada usia 40 tahun sampai 65 tahun memasuki masa klimakterium dengan segala dampak negatif maupun positif. Seorang wanita yang akan memasuki masa menopause memerlukan hidup yang layak, tetap produktif dan berdaya guna. Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang tingkat pengetahuan dan perilaku wanita klematerium usia 45-55 tahun tentang menopause di Posyandu Lansia desa Bungurasih. Berdasarkan survey awal tanggal 29 Februari 2013 yang dilakukan pada wanita klimaterium usia 45-55 tahun di Desa Bungurasih Sidoarjo dari 10 wanita klimaterium didapatkan 2 (20%) wanita klematerium yang berpengetahuan baik, 3 (30%) wanita klematerium yang berpengetahuan cukup dan 5 (50%) wanita klimaterium yang berpengetahuan kurang. Dari tingkat pengetahuan wanita klematerium di karenakan kurang informasi dan pemahaman tentang menopause . METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional yakni dengan hanya mengamati penelitian ini dikelompokkan dalam penelitian cross sectional. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasinya adalah wanita klimaterium usia 45-55 tahun di RW.V Posyandu Lansia Desa Bungurasih Sidoarjo sebanyak 50 wanita Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dengan cara acidental sampling Sampel penelitian ini adalah semua wanita klimaterium berusia antara 45-55 tahun sebanyak 30 wanita. Penelitian akan dilaksanakan mulai bulan Januari – Mei 2013 dan waktu pengambilan data pada bulan Juni 2013. Variabel dalam penelitian ini yaitu pendidikan, umur dan sumber informasi.
Data yang sudah dikumpulkan dilakukan scoring kemudian data dihitung presentasi dan tabulasi silang HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Tabel 1 D i s t r i b u s i F r e k u e n s i Wa n i t a Klimaterium Berdasarkan Pendidikan di RW. V Desa Bungurasih Sidoarjo pada tanggal 8-29 Juni 2013 No 1 2 3
Pendidikan
Frekuensi
Dasar Menengah Perguruan Tinggi Jumlah
14 13 3
Persentase (%) 46,7 43,3 10,0
30
100
Tabel .3 D i s t r i b u s i F r e k u e n s i Ti n g k a t Pengetahuan Wanita Klimaterium Tentang Menopuase di RW. V Desa Bungurasih Sidoarjo pada tanggal 8 29 Juni 2013 No 1 2 3
Pengetahuan Baik Cukup Kurang
Frekuensi 5 13 12
Jumlah
30
Persentase (%) 16,7 43,3 40,0 100
Sumber : data primer 2013
Dari tabel 3 menunjukkan bahwa dari 30 wanita klimaterium sebagian besar tingkat pengetahuan tentang menopause berpengetahuan cukup sebanyak 13 wanita klimaterium (43,3%), dan sebagian kecil tingkat pengetahuan baik sebanyak 5 wanita klimaterium (16,7%).
Sumber : data primer 2013
Dari tabel 1 diatas menunjukkan bahwa dari 30 wanita klimaterium sebagian besar tingkat pendidikan dasar sebanyak 14 wanita klimaterium (46,7%), dan sebagian kecil tingkat pendidikan tinggi sebanyak 3 wanita klimaterium (10%) : Tabel .2 D i s t r i b u s i F r e k u e n s i Wa n i t a Klimaterium Berdasarkan Pekerjaan di RW.V Desa Bungurasih Sidoarjo pada tanggal 8-29 Juni 2013 No 1 2
Pekerjaan
Frekuensi
Bekerja Tidak bekerja Jumlah
6 24 30
Persentase (%) 20.0 80.0 100
Sumber : data primer 2013
Dari tabel 2 menunjukkan bahwa dari 30 wanita klimaterium sebagian besar tidak bekerja sebanyak 24 wanita klimaterium (80%), dan sebagian kecil bekerja sebanyak 6 wanita klimaterium (20%)
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Perilaku Wanita Klimaterium Tentang Menopuase di RW. V Desa Bungurasih Sidoarjo pada tanggal 8 -29 Juni 2013 No 1 2
Perilaku
Frekuensi
Melakukan / Tindakan Positif Tidak melakukan /Tindakan Negatif Jumlah
14 16
Persentase (%) 46,7 53,3
30
100
Sumber : data primer 2013
Dari tabel 4 menunjukkan bahwa dari 30 wanita klimaterium sebagian besar perilaku melakukan tentang menopause sebanyak 14 wanita klimaterium (46,7%), dan sebagian berperilaku tidak melakukan tindakan tentang menopause sebanyak 16 wanita klimaterium (53,3%). Tabel 5 Tabulasi silang Tingkat Pengetahuan Wa n i t a K l i m a t e r i u m Te n t a n g Menopuase Berdasarkan Pendidikan di RW.V Desa Bungurasih Sidoarjo pada tanggal 8 -29 Juni 2013 No 1 2 3
Pendidikan Dasar Menengah Perguruan Tinggi Jumlah
Baik ∑ (%) 1 7.1 1 7.7 3 100 5
16.7
Pengetahuan Cukup Kurang ∑ (%) ∑ (%) 3 21.4 10 71.4 14 10 76.9 2 15.4 13 0 0 0 0 3 ∑
13
43.3
12
40.0 30
% 100 100 100 100
Sumber: data primer tahun 2013
33
Berdasarkan tabel .5 menunjukkan bahwa dari 14 wanita klimakterium berpendidikan dasar sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 10 wanita klimaterium (71,4%), dari 13 wanita klimakterium berpendidikan menengah yang berpengetahuan kurang sebanyak 2 wanita klimaterium (15,4%), dan dari 3 wanita klimakterium yang berpendidkan tinggi berpengetahuan baik sebanyak 3 wanita klimaterium (100 %). Tabel 6 Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Wa n i t a K l i m a t e r i u m Te n t a n g Menopuase Berdasarkan pekerjaan di RW.V Posyandu Bungurasih Sidoarjo pada tanggal 8 -29 Juni 2013 No
Pekerjaan
1 2
Bekerja Tidak bekerja Jumlah
Baik ∑ (%) 3 50.0 2 8.3 5
16.7
Pengetahuan Cukup Kurang ∑ (%) ∑ (%) 2 33.3 1 16.7 11 45.8 11 45.8 13
43.3
12
40.0
∑
%
6 100 24 100 30 100
Sumber: data primer tahun 2013
Berdasarkan tabel.6 menunjukkan bahwa dari 6 wanita klimakterium yang bekerja dilihat dari berpengetahuan kurang sebanyak 1 wanita klimaterium (16,7%), dari 24 wanita klimakterium yang tidak bekerja sebagai besar berpengetahuan kurang sebanyak 11 wanita klimaterium (45,8% ). Tabel 7 Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Wanita Klimaterium Tentang Menopuase Berdasarkan Perilaku di RW.V Desa Bungurasih Sidoarjo pada tanggal 8 -29 Juni 2013 No 1 2 3
Pengetahuan Baik Cukup Kurang
Perilaku Negatif Positif ∑ (%) ∑ (%) 1 20.0 4 80.0 6 46.2 7 53.8 9 75.0 3
25.0 46.7 Sumber: data primer tahun 2013
Jumlah
16
53.3
14
∑
%
5 13 12
100 100 00 100
Berdasarkan tabel VI.7 menunjukkan bahwa dari 5 wanita klimakterium yang berpengetahuan baik sebagian besar berperilaku positif sebanyak 4 wanita klimaterium (80%), dari 13 wanita klimakterium yang berpengetahuan cukup sebagian besar berperilaku positif sebanyak 7 wanita klimaterium (53,8%) dan dari 12 wanita
34
klimakterium yang berpengetahuan kurang sebagian besar berperilaku negatif sebanyak 9 wanita klimaterium (75%). PEMBAHASAN 1. Tingkat Pengetahuan Wanita Klimakterium Tentang Menopause Berdasarkan tabel VI.4 menunjukkan bahwa wanita klimaterium sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 13 wanita klimaterium (43,3%). Menurut Wawan dan Dewi (2010) pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Pengetahuan manusia diperoleh sebagian besar melalui mata dan telinga. Hal ini sesuai dengan teori Nursalam (2002) semakin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sehingga makin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula pengetahuannya, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap terhadap nilai – nilai yang baru diperkenalkan. Menurut teori Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diharapkan seseorang akan semakin mudah atau terbuka dalam menyerap, memilih dan beradaptasi dengan segala informasi dalam sesuatu yang baru. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat kesesuaian teori dengan hasil penelitian yang menujukkan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pengetahuan seseorang, pendidikan yang tinggi juga dapat membuat seseorang cepat memahami suatu informasi dan pengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan wanita klimakterium berpengetahuan cukup tentang menopause, hal ini disebabkan karena ibu belum paham benar tentang istilah dan arti menopause itu sendiri, sehingga ibu banyak menjawab pertanyaan dengan salah. Bagi wanita klimakterium bahwa menopause merupakan bukan penyakit membahayakan atau menular sehingga ibu tidak terlalu mengewatirkan hanya saja perserpsi wanita tentang menopause tidak lagi menstruasi dalam rentang waktu 12 bulan, yang merupakan suatu kejadian yang dialami oleh wanita yang sudah berusia lebih dari 45 tahun. Dari hasil penginderaan objek dari istilah wanita klimateriuam bahwa pengetahuan menopause dipengaruhi oleh anggapan atau persepsi ibu dalam mengistilahkan klimaterium itu sendiri, dimana menurut ibu klimaterium merupakan perubahan ketidakteraturan menstruasi atau tidak terjadinya menstruasi pada ibu pada masa menopause. 2. Tingkat Pengetahuan Wanita Klimakterium Te n t a n g M e n o p a u s e b e r d a s a r k a n pendidikan Berdasarkan tabel VI.5 menunjukkan bahwa dari 3 wanita klimakterium yang berpendidkan tinggi sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak 3 wanita klimaterium (100 %). Menurut Notoatmodjo. S (2007). Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang, akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin banyak menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaiknya pendidikan yang berkurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru diperkenalkan. Menurut Shafira (2008) Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi
seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Berdasarkan hasil dilapangan menunjukkan bahwa wanita klimateriu yang berpendidikan rendah memiliki pengetahuan kurang tentang menopuase, hal ini disebabkan wanita klimaktrium yang berpendidikan rendah dalam menerima informasi dan pemahaman disekitarnya terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan kurang memahami. Berbeda dengan wanita klimakterium yang pendidikannya tinggi memiliki pengetahuan baik tentang menopuase, karena mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Serta dalam peneriman penjelasan dan informasi lebih mudah menerima. 3. Tingkat Pengetahuan Wanita Klimakterium Tentang Menopause berdasarkan pekerjaan Berdasarkan tabel VI.8 menunjukkan bahwa 24 wanita klimakterium yang tidak bekerja sebagai besar berpengetahuan kurang sebanyak 11 wanita klimaterium (45,8%). Menurut Wawan dan Dewi (2010) pekerjaan adalah kebiasaan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Bekerja bukanlah sumber kesenangan tetapi merupakan mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu sehingga mempengaruhi hal-hal lain termasuk juga dalam mengetahui sesuatu di luar pekerjaannya. Bekerja bagi ibu-ibu akan berpengaruh terhadap kehidupan keluarga. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa wanita klimateriuam yang tidak bekerja sebagian besar memiliki pengetahuan kurang menopuase, hal ini
35
disebabkan karena wanita klimakterium yang tidak bekerja kurang menerima informasi yang didapat dari luar, sehingga pengetahuan tentang menopuase kurang dimengerti. Hal ini dapat dilihat dari segi menjawab kuesioner bagi wanita klimaterium yang tidak bekerja lebih banyak bertanya kepada penelitia arti dari menopuase itu sendiri. Berbeda dengan wanita klimakterium yang bekerja lebih banyak menerima informasi dari teman kerja atau lingkungan sekitarnya yang lebih berpengalaman dalam istilah menopuase, sehingga wajar bagi wanita klimaterium yang bekerja memiliki pengetahuan yang baik. Misalnya dari teman bekerja, lingkungan kerja, dan media informasi baik media cetak maupun media elektronik, sehingga pemahaman wanita dalam tentang menopause semakin baik pula. 4. Tingkat Pengetahuan Wanita Klimakterium Tentang Menopause berdasarkan Perilaku Berdasarkan tabel VI.9 menunjukkan bahwa dari 12 wanita klimakterium yang berpengetahuan kurang sebagian besar berperilaku negatif sebanyak 9 wanita klimaterium (75%). Notoatmodjo (2007) Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat kesemaan dengan teori Wawan dan Dewi bahwa perilaku wanita klimaterium dalam menanggapi atau merespon tentang menopause lebih banyak berperilaku negatif, hal ini disebabkan wanita klimaterium dalam menanggapi menopause merupakan suatu perubahan yang biasa bagi wanita yang usia bertambah, sehingga dalam melakukan aktivitas mengalami penurunan yang biasa. Sehingga wajar bila seorang wanita klimateriuam perilaku negatif karena beranggapan tenaganya mulai berkurang dan tulang mulai muncul gejala – gejala esteoporosi pada sendi.
36
KESIMPULAN 1. Wanita klimakterium sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 13 wanita klimaterium (43,3%) 2. Wanita klimakterium yang berpendidkan tinggi sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak 3 wanita klimaterium (100%). 3. Wanita klimakterium yang tidak bekerja sebagai besar berpengetahuan kurang sebanyak 11 wanita klimaterium (45,8%). 4. Wanita klimakterium yang berpengetahuan kurang sebagian besar berperilaku negatif sebanyak 9 wanita klimaterium (75%). DAFTAR PUSTAKA Andira, Dita. 2010. Seluk Beluk Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta : ISBN Annia, kussanti.2008. Buku Pintar Wanita Kesehatan dan Kecantikan Edisi 6. Jakarta : Printika Azwar, Saifuddin. 2011. Test Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hidayat, Alimul, A. 2010. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analis Data. Jakarta : Salemba Medika. Fitramaya. 2009. Ilmu Psikologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika . Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta . 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. .2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan : PT Bina Pustaka. .2007. Ilmu Keperawatan Jiwa Jakarta. Jakarta : PT Bina Pustaka. Wawan dan Dewi M.. 2010. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia Dilengkapi Contoh Kuesioner. Yogyakarta: Nuha Medika
37