METODE PENSYARAHAN SUNAN AN-NASA’I PERBANDINGAN ANTARA IMAM Al-SUYUTI DAN AL-SINDI HM. Suparta Dosen pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Abstract Many great scholars have emerged and presented various kinds of monumental works in the field of hadith. Their work became popular which was then called kutub assitah and a book contains almost all hadith from Prophet Muhammad SAW. The books were the main guide for fuqaha’, mujtahid, and other writers. The writers, educators, psychologists, and sociologists obtained what they needed from the books. Sociological and political condition had influenced a conducive situation to work in the hadith. Nowadays, there is diversification of science that distinguish one science to another. It is not surprisingly if many branches of science have emerged, such as tafsir, hadith, fiqh, languages, literatures, and others. This article reviewed the commentary method of Imam Al-Suyuti and Imam AlSindi towards a hadith book, Sunan Al-Nasa’ial-Mujtaba by Imam Al-Nasa’i (d. 303 H.). This review was limited to critically observe the comparison of the commentary method by Imam Al-Suyuthi and Imam Al-Sindy. Brief biographies of Imam Al-Nasai, Imam Al-Suyuthi, and Imam Al-Sindy were also outlined. Commentary by Imam AlSuyuti and Al-Sindi towards Sunan Al-Nasa’i facilitated the people to understand and review. Though, both of them wrote very short commentaries, the commentaries have brought advantages for Muslims, especially for those who get involved and care about the study of Prophet Muhammad SAW hadith. This condition was actually a main purpose of writing those two commentaries.
342 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014
A. Pendahuluan Abad III H. merupakan masa kejayaan dan keemasan sejarah penulisan, pengumpulan, dan penyeleksian hadis. Pada abad ini muncul ulama-ulama besar yang menyuguhkan pelbagai macam karya monumental di bidang hadis. Karya mereka itu kemudian populer disebut kutub as-sitah dan kitab semisal
Metode Pensyarahan Sunan An-Nasa’i 343
yang memuat hampir seluruh hadis Nabi Muhammad SAW. dan pada gilirannya nanti menjadi pegangan utama bagi fuqaha’, mujtahid, dan penulis lainnya. Sastrawan, pendidik, psikolog, dan sosiolog mendapatkan apa yang diperlukan dari kitab tersebut1. Situasi yang sangat kondusif untuk berkarya di bidang hadis ini tentu tidak bisa dipisahkan dari kondisi sosiologis dan politis di masa dinasti Abasiyah yang --pada saat itu-- berada dalam masa kejayaan dan keemasannya. Para khalifah Abasiyah mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik dan mendapatkan dukungan yang luar biasa umat Islam. Penulisan buku pengetahuan yang sudah dirintis sejak abad II H., mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat pada abad III H. Ini. Bahkan diversifikasi ilmu pengetahuan yang membedakan satu ilmu dengan ilmu lainnya terjadi pada abad ini. Maka tidak heran bila pada masa ini lahir pelbagai cabang ilmu pengetahuan seperti: tafsir, hadis, fiqh, bahasa, sastra, dan sebagainya2. Memang, sampai menjelang abad II H., pembukuan hadis belum mengenal klasifikasi berdasarkan topik (baca: tabwib3). Pembukuan hadis dengan metode tabwib baru terjadi setelah melewati paroh kedua abad ini. Hanya saja sulit dipastikan, siapa ulama yang dianggap representatif mengawali metode ini. Sebagian ulama mengasumsikan Ibn Juraij (w. 150 H.), dan ada pula yang menyebutkan nama lain4. Pada Abad III H inilah para ulama ahli hadis sangat bersunguh-sungguh mengadakan seleksi dan penyaringan terhadap hadis-hadis yang mereka terima. Melalui upaya sungguh-sungguh dan penetapan kaidah-kaidah yang sa ngat ketat, para ulama pada masa ini berhasil memisahkan hadis-hadis yang
Muhammad Muhammad Abu Zahwu, Al-Hadits wa al-Muhadisun, Beirut: Dar al-Fiqr, tth., hal. 423. Lihat juga, M.M. Abu Syuhbah, Kutub Sittah, Surabaya: Pustaka Progresif, 1993, terj., hal. 27. 2 M.M. Abu Syuhbah, Kutub al-Sittah, Surabaya: Pustaka Progresif, 1993, terjemahan Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat Al-Asanid, Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1979, hal. 36. 3 Tabwib secara sederhana dapat diartikan klasifikasi hadis berdasarkan topik atau bab tertentu. 4 Muhammad ‘Ajjaj Khatib, Al-Sunnat Qabla al-Tadwin, Kairo: Maktabah Wahbah, 1963, hal. 348-352. 1
344 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014 maqbul5 dan mardud6, yang dla’if7 (lemah) dari yang shahih8, hadis-hadis yang mauquf9 dari hadis yang maqtu’’10 dan yang marfu’11 dan lain sebagainya, meskipun berdasarkan penelitian berikutnya masih diketemukan terselipnya hadis-hadis dla’if pada kitab-kitab hadis shahih. Memang dalam kenyataanya, ditinjau dari sejarah perkembangan hadis Abad III H ini merupakan Abad keemasan karena di saat itu muncul ahli-ahli hadis yang cemerlang dengan karya-karyanya yang luhur dan abadi. Pada abad ini hadis mulai diusun menurut sanad (berdasarkan nama perawi). Artinya semua hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi dihimpun dalam satu bab untuk menghindari penambahan.12 Berkat keuletan dan keseriusan para ulama ahli hadis pada Abad III H ini juga, maka bermunculanlah kitab-kitab hadis yang hanya memuat hadis-hadis yang shahih. Kitab-kitab hadis tersebut pada perkembangan kemudian, dikenal dengan Kutub al-Sittah.13 Ulama yang berhasil menyusun “Kutub al-Sittah” adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah al-Bukhari, yang terkenal dengan Imam Bukhari (194-252 H), dengan kitabnya Al-Jami’ al-Shahih. Kemudian Abu Hasan Muslim ibn al-Hajjaj al-Kusairi al-Naisaburi, yang dikenal dengan Imam Muslim (204-261 H) dengan kitabnya yang dikenal dengan Al-Jami’ al-Shahih. Selanjutnya Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy’asy ibn Ishaq al-Sijistani (202-275 H), dengan kitabnya Sunan Abi Dawud, Abu ‘Abd alRahman Ahmad ibn Syu’aib ibn Ali ibn Sinan ibn Bahr al-Khurasani al-Nasa’i (215-303 H) dengan kitabnya Sunan Al-Nasa’i, dan Abu Isa Muhammad ibn Isa Hadis Maqbul ialah hadis yang yang telah memenuhi syarat-syarat dapat diterima sebagai hadis sumber hukum. 6 Hadis Mardud ialah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat dapatditerima sebagai hadis yang dapat dijadikan sumber hukum 7 Hadis Dla’if ialah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis shahih maupun hadis hasan. 8 Hadis Shahih ialah hadis yang telah memenuhi syarat-syarat hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dlabit, tidak syaz dan tidak ber’ilat. 9 Hadis Maqtu’ ialah hadis yang disandarkan kepada para sahabat, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun taqrirnya, baik muttasil atau munqathi’. 10 Hadis munqati ialah hadis yang disandarkan kepada Tabi’in. 11 Hadis Marfu’ ialah hadis yang hanya disandarkan kepada Nabi/Rasul, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun taqrirnya. 12 Siba’y, Musthafa, Al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islamy, terjemah Abdul Muchith Al-Hadits Sebagai Sumber Hukum, Kedudukan As-Sunnah Dalam Pembinaan Hukum Islam, Bandung, CV Diponegoro, cet. Ketiga, 1990, h. 169. 13 Subhi al-Shalih, Ulum al-Hadis wa Musthalahuhu, Beirut: Dar al-‘Ilmi al-Malayin, t.t. h. 110. 5
Metode Pensyarahan Sunan An-Nasa’i 345
ibn Surah al-Tirmiza (200-279 H), Abu Abdillah ibn Yazid ibn Majah (207-273 H), dengan kitabnya Sunan Abnu Majah. Hasil karya keempat ulama ahli hadis yang terakhir ini dikenal dengan kita “Sunan”, yang menurut para ulama kualitasnya di bawah kitab hadis Bukhari dan Muslim.14 Setelah munculnya kutub al-Sittah ini para ulama mengalihkan perhatiannya untuk menyusun kitab-kitab yang pada perkembangan selanjutnya menjadi populer sebagai tradmark kitab hadis yang mereka susun. Misalnya metode penulisan: Muwatta’15 Mushannaf16, Musnad17, Jami’18, Mustakhraj19, Sunan20, dsb. Ibid, h. 48. Lihat juga Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadis ‘Ulumuhu wa Musthalahuhu, Beirut, Dar al-Fikr, Cet. IV, 1981 M1401 H, h. 184-185. 15 Secara literal, muwatta’ berarti sesuatu yang dimudahkan. Menurut terminologi ilmu hadis, muwattha’ adalah metode pembukuan hadis berdasarkan klasifikasi hukum Islam (abwab al-fiqhiyah) yang masih menyampuradukkan anatara hadis marfu’, mauquf, dan maqtu’. Ulama yang menyusun kitab hadis dengan metode muwattha’ ini antara lain: Imam Ibn Abi Dzi’b (w. 158 H), Imam Malik bin Anas (w. 179 H), Abu Muhammad al-Marwazi (w. 293 H.), dsb. Lihat, Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1979, hal. 135-6. 16 Mushannaf berarti sesuatu yang disusun. Secara terminologi, pengertiannya sama dengan muwattha’. Ulama yang menyusun kitab hadis dengan metode ini antara lain: Hammad bin Salamah (w. 167 H), Waki’ bin al-Jarrah (w. 196 H), Abd. Ar-Razzaq (w. 211 H), Ibn Abu Syaibah (w. 235 H), dll. Lihat, Mahmud al-Thahhan, ibid., hal. 134. 17 Term ini berarti: metode penulisan hadis berdasarkan klasifikasi nama sahabat Jumlah kitab musnad ini banyak sekali, konon di atas hitungan seratus kitab. Yang populer di antaranya: Al-Musnad karya Humaidi (w. 219 H), Al-Musnad karya Abu Dawud at-Thayalisi (w. 204 h), al-Musnad karya Ahmad bin Hambal (w. 241 H), al-Musnad karya Abu Ya’la al-Maushili (w. 307 H), dll. Lihat, Mahmud al-Thahhan, ibid., hal. 40. 18 Secara literal term jami’ berarti: sesuatu yang mengumpulkan, menggabung, dan mencakup. Kitab jami’ adalah kitab hadis yang substansinya meliputi: aqidah, hukum, etika, tafsir, manaqib, dsb. Kitab jami’ yang termasyhur karya Imam Bukhari yang berjudul, Al-jami’ al-Shahih al-Musnad al-Mukhtashar min Umuri Rasulillah saw wa Sunanihi wa Ayyamihi, yang kemudian diring-kas menjadi: al-jami’ al-Shahih. Metode ini juga digunakan Imam Muslim dalam satu karyanya di bidang hadis. Lihat, Mahmud al-Thahhan, ibid., hal. 110. 19 Metode penyusunan hadis dengan menuliskan kembali hadis yang terdapat dalam kitab tertentu, kemudian sanadnya diganti dengan sanad yang dimiliki si penulis. Lebih sepuluh kitab Mustakhraj, antara lain: Al-Mustakhraj ‘ala Shahih Bukhari karya Al-Isma’ili (w. 371 H), Al-Mustakhraj ala Shahih Bukhari karya Ibn Abi Dzuhl (w. 378 H). Ada juga kitab, Al-Mustakhraj ‘Ala Shahih Muslim, misalnya: karya Al-Isfirayaini (w. 310 H) dan Abu Hamid al-Harawi (w. 355 H). Lihat, Mahmud al-Thahhan, ibid., hal. 115-6. 20 Term sunan merupakan plural dari sunah yang pernegrtiannya sama dengan hadis. Dalam ilmu Hadis, kitab sunan adalah kitab hadis di mana metode penyusunannya berdasarkan klasifikasi hukum Islam dan umunya hanya menyantumkan hadis yang bersumber dari Nabi Muhammad saw (hadis Marfu’). Kalaupun di dalamnya terdapat hadis mauquf atau hadis maqtu’, jumlahnya relatif sangat sedikit. Di antara kitab sunan yang populer: Sunan Abi Dawud, Sunan Al-Nasa’i, Sunan Ibn Majah, dsb. Lihat, Mahmud at-Thahhan, ibid., hal. 116. 14
346 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014 Karya di bidang hadis pada abad III H. ini disusun oleh para ulama secara independen dan sangat hati-hati dengan klasifikasi penulisan tertentu setelah melakukan rihlah ilmiyah dan penelitian hadis yang cukup panjang dengan semata-mata mengandalkan akurasi daya ingat atau catatan yang validitasnya sudah teruji. Setelah abad III H. ini berlalu, tidak banyak ulama yang dicatat sebagai rawi hadis. Karya mereka lebih banyak diarahkan kepada kajian dan pengembangan dengan beberapa variasi pendadwinan terhadap karya-karya yang sudah ada untuk diringkas (ikhtishar) atau diberi komentar (syarh)21. Banyak kitab-kitab syarah hasil karya ulama pada abad-abad selanjutnya. Di antaranya (yang akan diteliti dalam penulisan ini) adalah kitab Sunan al-Nasai yang hanya di syarah oleh Imam Al-Suyuthi dan Imam Al-Sindy.22 Dalam tulisan ini akan dikaji metode pensyarahan Imam Al-Suyuthi dan Imam Al-Sindy terhadap kitab hadis Sunan Al-Nasa’ial-Mujtaba karya Imam AlNasa’i (w. 3003 H.). Kajian ini hanya dibatasi untuk melihat secara kritis perbandingan metode pensyarahan yang dilakukan Imam Al-Suyuthi dan Imam Al-Sindy, dengan terlebih dahulu akan diuraikan secara ringkas biografi ma sing-masing, baik Imam Al-Nasai, Imam Al-Suyuthi maupun Imam Al-Sindy.
B. Pembahasan 1. Imam Al-Nasa’i Dan Kitab Sunannya Nama lengkap Al-Nasa’i adalah Abu Abd al-Rahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Nasa’i. Beliau dilahirkan di sebuah suatu tempat yang bernama Nasa Khurasan pada tahun 215 H.23 dan wafat
Ini terjadi setelah abad ke-4 Hijarah. Lihat, Mahmud Yunus, Ilmu Musthalah al-Hadis, Jakarta: Maktabah Sa’diyah Putera, 1940, hal. 8-9 dan Musthafa al-Siba’y, Al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islamy, Ibid, h.171, dan Mundzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, cet. Ketiga, 2002, h. 93-94. 22 Soetari, Endang, Ilmu Hadits,Bandung, Amal Bakti Press, Cet. Kedua, 1997, h. 79. 23 M.M. Abu Syuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah, Silsilah al-Buhuts alIslamiyah, Kairo: Majma’ Buhuts al-Islamiyah, 1991, hal. 127-128. Sebagaimana diungkapkan al-Zahabi dalam kitabnya Tazkirah, Imam al-Nasa’i dilahirkan di daerah Nasa’ pada tahun 215 H. Pakar sejarah lain berpendapat, beliau dilahirkan tahun 214 H. 21
Metode Pensyarahan Sunan An-Nasa’i 347
di Ramlah Palistin tahun 303 H24. setelah meningkat remaja, al-Nasa’i senang melakukan pengembaraan untuk menuntut ilmu, khususnya belajar hadis. Belum sampai berusia 15 tahun, beliau berangkat mengembara menuju Hijaz, Irak, Syam, Mesir, dan Jazirah untuk belajat hadis, sehingga menjadi orang yang terkemuka di bidang hadis yang mempunyai sanad ‘ali. Di antara guru al-Nasa’i adalah Qutaibah bin Sa’id, Ishak bin Rahuyah (ada yang membaca Rahawaih), Ali bin Hujr, Hisyam bin ’Amar, Abi al-Thahir bin al-Syarh, Ahmad bin ’Abdah al-Dlaby, Basyar bin Hilal al-Shawwafi, Abdurrahman bin ’Ubaidillah al-Halaby, ’Ali bin Hajar, Abu Mush’ab, al-Harits bin Miskin, Ali bin Hisyam, Abu Daud, dan al-Turmudzi25. Hadis-hadisnya diriwayatkan para ulama yang tidak sedikit jumlahnya, antara lain: Abu al-Qasim al-Thabrani (pengarang tiga buah kitab Mu’jam), Abu Ja’far at-Thahawi, Abu Hasan Khidhir Al-Suyuthi, Muhammad bin Mu’awiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, dan abu Bakar bin Ahmad al-Sunni26. Imam al-Nasa’i tidak saja ahli dan hafal hadis, mengetahui para perawi dan kelemahan-kelemah hadis yang diriwayatkan, tetapi juga ahli fiqh yang berwawasan luas. Dar al-Quthni pernah mengatakan mengenai al-Nasai’, “Beliau adalah seorang syaikh di Mesir yang paling ahli di bidang fiqh27 pada masanya dan paling mengetahui tentang hadis dan perawinya”28. Al-Hakim, sebagaimana
Tidak ada kesamaan pendapat tentang tempat beliau wafat. Dar ul Qutni menjelaskan, ketika ditimpa musibah di Damaskus itu, ia minta dipindahkan ke Makkah dan meninggal di tanah haram itu, kemudian dimakamkan di suatu tempat antara Safa dan Marwah. Begitu pula pendapat Abdullah bin Mandah dari Hamzah al- Uqbi al-Misri dan ulama lainnya. Imam az-Dzahabi berbeda pendapat. Menurut Al-Dzahabi al-Nasa’i meninggal di Ramlah Palestina. Ibnu Yunus dalam tarikh-nya sependapat dengannya. Begitu pula Abu Ja’far alTahawi dan Abu Bakar bin Ahmad as-Suni. Mereka juga mengatakan, Al-Nasa’i wafat tahun 303 H. dan dimakamkan di Baitul Maqdis. Lihat, Ibn Kasir, Al-Bidayah wa Al-Nihayah, Beirut: Maktabah al-Ma’arif, tth., jilid ke-11, hal. 124. 25 Abdullah bin Al-Khalil al-Khalili al-Qazwini, Al-Irsyad fi Ma’rifat Ulum al-Hadis, Beirut: Dar al-Fiqr, 1414, hal. 112. Lihat pula Sidqy Jamil al-’Athar, Sunan al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba bisyarhi al-Hafiz Jalal al-Din al-Suyuti dan Hasyiyah al-Imam al-Sindy, jilid awal, Beirut, Dar al-Fikr, h. 5. 26 M.M. Abu Syuhbah, Fi Rihab as-Sunnah al-Kutub as-Sihah, Silsilah al-Buhuts al-Islamiyah, op. cit., hal. 129. 24
Ibnu Atsir Al Jazairi menerangkan dalam mukadimah Jami’ul Usulnya, Al-Nasa’i bermazhab Syafi’i dan mempunyai kitab Al-Manasik yang ditulis berdasarkan mazhab Syafi’i, rahimahullah. Ibid. 27
Ibid., hal. 131.
28
348 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014 dikutip dalam kitab Sunan Al-Nasa’i, menyatakan bahwa sesungguhnya Abu Abdurrahman Al Imam Nasa’i adalah tokoh bagi segala pakar hadis, lengkap dengan pengetahuannya tentang al-Jarh dan Ta’dilnya para perawi hadis di masanya. Begtu juga Abu Sa’id Abdurrahman bin Ahmad bin Yunus, penulis Tarikh Mesir pernah menyatakan bahwa Imam Nasa’i adalah seorang tokoh hadis yang dapat dipercaya, kuat ingatan dan hafalannya, sehingga para pakar ilmu-ilmu agama mengakui ketinggian ilmu beliau dan amat simpatik pada beliau. Taj al-Subhi dengan menukil dari guru dan ayahnya Syekh Imam al-Subhi mengatakan bahwa Imam Abdurrahman al-Nasa’i lebih kuat hafalannya dari Imam Muslim dan kitab sunannya paling sedikit hadis dla’ifnya setelah kedua kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.29 Al-Nasa’i pernah tinggal di Mesir di jalan Qanadil hingga setahun menjelang wafatnya. Kemudian pindah ke Damaskus. Di tempat yang baru ini beliau mengalami peristiwa tragis yang menyebabkan kematiannya. Dikisahkan, ketika Al-Nasa’i dimintai pendapat tentang keutamaan Mu’awiyah, mereka seakan-akan mendesak al-Nasa’i agar menulis buku tentang keutamaan Mu’awiyah, sebagaimana beliau pernah menulis “Keutamaan Ali r.a”. Al-Nasa’i menjawab kepada penanya itu, “Apakah kamu belum puas adanya kesamaan derajat antara Mu’awiyah dan Ali, sehingga kamu merasa perlu lebih mengutamakannya?” Mendengar jawaban seperti itu, mereka marah lalu memukuli nya sampai buah zakarnya pun dipukul, serta menginjak-injaknya, kemudian menyeretnya ke luar dari masjid, sampai hampir meninggal dunia30. Al-Nasa’i termasuk ulama yang produktif menulis dalam berbagai bidang ilmu. Di antara karya-karyanya dalam bidang hadis: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Al-Sunan al-Kubra31. Al-Sunan al-Sughra yang terkenal dengan nama al-Mujataba. Al-Khashaish fi Fadhli ‘Ali bin Abi Thalib. Fadhail al-Shahabah. Al-Manasik. Kitab al-Jum’ah.
Abu Abdurrahman Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i, terjemahan Arifin Bey dan yunus Ali Muhdhor, Semarang, CV Asy Syifa’, cet. Pertama, 1992, h. xii-xiii. 30 M.M. Abu Syuhbah, Kutub al-Sittah, op. cit., hal. 91-92. 29
M.M. Abu Syuhbah, Kutub al-Sittah Ibid., hal. 94. Terkadang kitab Sunan al-Kubra ini dinamai Diwan Al-Nasa’i. Lihat, Al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba, Beirut: Dar al-Fikr, 1995, hal. 7-8. 31
Metode Pensyarahan Sunan An-Nasa’i 349
7. Musnad Imam ‘Ali. 8. Al-Dlu’afa’ wa-al-Matrukin. 9. Dll.32 Karya al-Nasa’i, Al-Sunan al-Sughra yang kemudian terkenal dengan nama al-Mujataba ini disusun setelah beliau menulis kitab Al-Sunan al Kubra. Ketika selesai menyusun kitabnya Al-Sunan al-Kubra, lalu diberikan kepada Amir di Propinsi Ramlah. Sang Amir itu bertanya, “Apakah kitab ini shahih semua?” Al-Nasa’i menjawab, “Ada yang shahih, hasan, dan ada pula yang mendekati keduanya. Amir berkata, “Pilihkan hadis yang shahih saja untukku”. Kemudian al-Nasa’i menyusun hadis-hadis yang sahih saja dalam kitab yang diberi nama, Al-Sunan al-Sughra. Kitab ini disusun menurut sistematika fiqh seperti kitab sunan yang lain. Sunan ul-Sughra inilah yang dikategorikan sebagai salah satu kitab hadis pokok yang dapat dipercaya menurut penilaian para ahli hadis. Sedangkan kitab Sunan al-Kubro, terdapat hadis yang ditinggalkan ulama. Apabila ada hadis yang dinisabkan kepada al-Nasa’i, misalnya dikatakan, “Hadis riwayat al-Nasa’i”, maka yang dimaksud adalah hadis yang terdapat dalam Sunan al-Sughra, bukan Sunan al- Kubra33. Berbeda dengan kitab sunan lainnya, nampaknya ulama kurang tertarik untuk mensyarahi kitab sunan al-Nasa’i ini. Namun terdapat para ulama yang memberikan syarah kepada kitab Sunan al-Nasa’i ini, antara lain: 1. Syarh Al-Nasa’i karya Imam Al-Suyuthi. Kitab syarahnya ini dinamai Zuhar al-Rubba ‘Ala al-Mujtaba. 2. Muhammad al-Sindi bin ‘Abdul Hadi al-Hanafi Al-Sindi. Kitabnya tidak diberi nama kecuali mengikuti nama aslinya. 3. Syarah yang ditulis al-‘Alamah Sirajuddin Umar bin Ali bin Mulqin al-Syafi’i (wafat tahun 804 H). Kitab ini hanya mensyarahi zawaid yang ada dalam kitab shahih al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Turmudzi34.
Ibid. Kitab Sunan Al-Sughra ini terkadang dinamai secara lengkap dengan, Sunan al-Sughra al-Mujtaba. Term Al-Mujtaba ini berarti al-Majmu’ (kumpulan). Juga dinamai Sunan Al-Sughra al-Mujtana. Term Al-Mujtana ini berarti al-Muqtafa (dipetik). Ibid. Lihat juga Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadis ’Ulumuhu wa Musthalahuhu, op. cit h. 325. 34 M.M. Abu Syuhbah, Kutub al-Sittah, op.cit., hal. 96. 32 33
350 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014 2. Riwayat Hidup Al-Suyuthi Dan Prestasi Keilmuannya Nama lengkap al-Suyuthi, Abdurrahman bin Kamal Abi Bakr bin Muhammad bin Sabiq al-Din bin al-Fakhr Usman bin Nadzir al-Din Muhammad bin Saif al-Din Khudlar bin Najam al-Din Abi al Shalah Ayub bin Nashir al-Din Muhammad bin Syaikh Hamam al-Din al-Hamam al-Khudlairy al-Suyuthi al-Syafi’y, yang dikenal dengan Abd. al-Rahman Jalal al-Din al-Suyuthi atau al-Suyuthi saja. Dilahirkan pada bulan Rajab tahun 849 H/1445M di Kairo. Ayahnya meninggal ketika al-Suyuthi berumur 5 tahun 7 bulan. Al-Suyuti meninggal pada hari Jum’at tanggal 19 Jumadil Ula tahun 911H.35 Al-Suyuthi memiliki kecerdasan dan daya ingatan yang sangat luar biasa, sehingga dalam usia 6 (enam) tahun, ia telah hafal al-Qur’an. Berbagai bidang ilmu ia tuntut dan kuasainya. Dan dalam usianya yang relatif masih muda ia juga telah menghafal beberapa kitab seperti: al-‘Umdah, Minhaj al-Fiqhy, Minhaj al-Ushul, dan Alfiyah bin Malik yang dipelajari dari ulama terkenal di masanya36. Di antara guru-guru al-Suyuti adalah Siraj al-Din al-Balqiny dan syekh Sarif alDin al-Nawawi (bidang fiqh), selama 14 tahun ia berguru kepada Syekh Muhyi al-Din al-Kafiji (bidang ilmu nahwu, tafsir, ushul, dan ilmu ma’ani), Syekh Saif al-Din al-Hanafi (bidang bidang tafsir, nahwu dan ilmu ma’ani), Syekh Syihab al-Din al-Syarimisahy (bidang faraid), Syekh ’Abd al-Rauf (Syarih al-Jami alShaghir), Syekh Muhyi al-Din Muhammad bin Sulaiman (bidang tafsir, ushul, dan ilmu ma’ani), dan masih banyak ulama-ulama lain yang dijadikan guru al-Suyuti. Di samping itu, al-Suyuthi juga banyak menghafal hadis Nabi yang dipelajari dari Syaikh Taqy al-Din al-Syamany al-Hanafy selama 4 tahun. Bahkan beliau mengakui telah hafal 200.000. hadits di luar kepala37. Negara-negara yang disinggahinya dalam upaya mencari ilmu antara lain: Hijaz, Yaman, India, dan Maroko. Al-Dawudi, salah satu murid Al-Suyuthi menginformasikan, gurunya itu telah belajar kepada 51 ulama. Karya tulis Al-Suyuthi mencapai bilangan 500 kitab dalam semua cabang
Al-Tirmisy, Muhammad Mahfudz bin ‘Abdullah, Manhaj Dzawy al-Nadhar, hasil tahqiq dan tashih Fathoni Masyhud Bahry, dkk, Kementerian Agama RI, Cet. pertama, 1429H/2008M, h. 30-31, 36 Al-Tirmisy, Op. cit. h. 8-31 37 Lihat, Jalal al-Din Abd al-Rahman bin Aby Bakar al-Suyuti, Tadrib al-Rawi Fi Syarh Taqrib al-Nawawy. Beirut: Dar al-Fikr, 1409H/1988M, hal. 10-11. 35
Metode Pensyarahan Sunan An-Nasa’i 351
ilmu, kecuali disiplin ilmu Hisab38. Al-Suyuthi mengklaim, dirinya sangat mumpuni paling tidak dalam 7 disiplin ilmu; Tafsir, Hadist, Fiqh, Nahwu, Ma’ani, dan Bayan. Al-Suyuthi mengakui hanya sulit mengusai satu disiplin ilmu saja, yaitu ilmu Hisab. Melihat hitung-hitungan yang berhubungan dengan ilmu hisab itu, 10 seakan-akan beratnya menyamai mengangkat gunung. Al-Suyuthi merupakan 10 salah satu ulama yang paling cepat dan produktif dalam menulis kitab. Dalam satu sanad, hari mampu mengarang setebal tiga buku tulis39. Wajar bila kemudian alserta para rawi, dan matannya bahkan sampai mengistinbathkan Suyuthi ulama paling alim pada masanya dalam bidang hadis beserta para rawi, sanad, danyang matannya bahkan sampai mengistinbathkan rbagai hukum yangtermasuk dikandungnya dan mengklaim dirinya --kalau beserta para rawi, sanad, dan matannya bahkan sampai mengistinbathkan berdikandungnya dan persyaratan mengklaim untuk dirinya --kalau au—bisaberbagai menjadi hukum mujtahidyang mutlak karena semua bagai hukum yang dikandungnya dan mengklaim dirinya --kalau mau—bisa 41 mau—bisa menjadi mujtahid mutlak karena semuapada persyaratan untuk enjadi mujtahid telah dipenuhinya Al-Suyuti meninggal hari menjadi menjadi mujtahid mutlak. karena semua persyaratan untuk mujtahid 41 40 menjadi mujtahid dipenuhinya . Al-Suyuti meninggal pada hari telah dipenuhinya . Al-Suyuti pada hari Jum’at tanggal 19 Jumadil m’at tanggal 19 Jumadil Ulatelah tahun 911H. meninggal Ulatanggal tahun 911H. Jum’at 19 Jumadil Ula tahun 911H.
wayat Hidup al-Sindy dan Kontribusi Ilmiyahnya 3. Riwayat Abu Hidup al-Sindy dan Kontribusi ma lengkapnya, al-Hasan Nuruddin Ibn AbdulIlmiyahnya Hadi al-Sidi. Beliau 3. Riwayat Hidup al-Sindy dan Kontribusi Ilmiyahnya
Nama lengkapnya, Abu al-Hasan Nuruddin Ibn Abdul Hadi al-Sidi. Beliau Nama lengkapnya, Abu al-Hasan Nuruddin Abdul Hadi al-Sidi. Beliau ahirkan di kampung ƨƬƫ satu wilayah di negara Sindi. Ibn Kemudian dilahirkan kampung ƨƬƫ satu Kemudian merantau dilahirkan di di kampung satuwilayah wilayahdidinegara negaraSindi. Sindi. Kemudian
erantau ke ke ǂƬLjƫ dan danberguru bergurukepada kepadasejumlah sejumlah ulama terkemuka. ulama terkemuka. Setelah itu beliau permerantau ke ǂƬLjƫ berguru di kepada sejumlah ulama terkemuka. gi ke Madinah dandan berdomisili sana untuk berguru kepada sejumlah ulatelah itu beliau pergi ke Madinah dan berdomisili di sana untuk berguru ma, antara lain: Sayid Muhammad al-Barjanji, Mula Ibrahim al-Kurrani, dsb. Setelah itu beliau pergi keSayid Madinah dan berdomisili di sana untuk berguru Al-Sindi sempat mengajar di masjid Nabawi selama beberapa waktu. Beliau pada sejumlah ulama, antara lain: Muhammad al-Barjanji, Mula
dikenal kejeniusan kesalihannya. itu, beliaual-Barjanji, dikenal sebagai kepada sejumlah ulama,dan antara lain: SayidSelain Muhammad Mula seorang ahim al-Kurrani, dsb. Al-Sindi sempat mengajar di masjid Nabawi yang wara’ dan zuhud. Ibrahim waktu. al-Kurrani, dsb.dikenal Al-Sindi sempat dan mengajar di masjid Nabawi ama beberapa Beliau kejeniusan kesalihannya. Al-Sindi banyak menulis kitab antara lain: kitab komentar terhadap kutub
selama beberapa waktu. Beliau kejeniusan dan kesalihannya. lain itu, beliau dikenal sebagai seorang yangdikenal wara’sunan dan zuhud. al-Sitah (termasuk mensyarahi kitab Al-Nasa’i ini), komentar terhadap Selain itu, beliaukitab dikenal sebagai seorang yangkomentar wara’ danterhadap zuhud. kitab Musnad Imam Ahmad Hambal, -Sindi banyak menulis antara lain: bin kitab komentar terhadap kutub kitab Fath al-Qa-
dir karya Al-Syaukani, Hasyiyah tafsir Syarh al-Adzkar Al-Sindi banyak menulis kitab antaraAl-Nasa’i lain:Baidlawi, kitabini), komentar terhadap al-Nawawiyah, kutub Sitah (termasuk mensyarahi kitab sunan komentar dsb. Karya yang ditulis itu semakin membuktikan bahwa Al-Sindi betul-betul al-Sitah (termasuk mensyarahi kitab komentar sunan Al-Nasa’i ini), komentar hadap kitab Musnad Imam Ahmad bin Hambal, terhadap kitab
terhadap kitab Musnad Imam Ahmadtafsir bin Hambal, komentar kitab th al-Qadir karya Al-Syaukani, Hasyiyah Baidlawi, Syarh terhadap al38 Ibid., hal. 15. Fath al-Qadir karya Al-Syaukani, Baidlawi, Syarh al39 Muhammad Husain Al-Dzahabi, Al-Tafsir watafsir Al-Mufassirun, Beirut: Dar al-Fikr, 1976, zkar al-Nawawiyah, dsb. Karya yang ditulis Hasyiyah itu semakin membuktikan
hal. 252. Adzkar al-Nawawiyah, dsb.diKarya yang ditulis itu semakin membuktikan hwa Al-Sindi betul-betul mumpuni bidang Hadis, Tafsir, Fiqh,walaupun Ushul 40 Itulah klaim yang sering kali dinyatakan Al-Suyuthi kemudian ia cukup puasAl-Sindi mengikuti imam al-Syafi’i. Selaindiitu, dia mengklaim dirinyaFiqh, merupakan 42 bahwa betul-betul mumpuni bidang Hadis, Tafsir, Ushul mujaddid qh, Ma’ani, Mantiq, dsb . (pembaharu) abad ke-9 Hijrah. Lihat, Al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi, loc.cit.
Fiqh, Ma’ani, Mantiq,pada dsb42tanggal . -Sindi meninggal di Madinah 12 Syawal 1138 H. Seluruh Al-Sindi meninggal Madinah tanggal 12 Syawal nduduk Madinah berkabung di dan berdoa, pada toko-toko banyak yang 1138 tutup,H. Seluruh
penduduk Madinah berkabung dan berdoa, toko-toko banyak yang tutup, n jalan-jalanpun sepi. Jenazahnya disemayamkan di Baqi’.
Diketemukan kesamaan metode pensyarahan antara al-Suyuti dandan al-Si Diketemukan kesamaan metode pensyarahan antara al-Suyuti a
di samping beberapa perbedaan dalam mensyarahi kitab yang sama, ya di samping beberapa perbedaan dalam mensyarahi kitab yang sama
al-Nasa’i. Secara metode pensyarahan kitab Sunan Sunan al-Nasa’i. Secaraumum, umum, metode pensyarahan kitab Sun 352 Millah Vol. XIII,Sunan No. 2, Februari 2014
43 : Nasa’i antara al-Suyuti dandan al-Sindi dapat dijelaskan sebagai berikut Nasa’i antara al-Suyuti al-Sindi dapat dijelaskan sebagai berikut
mumpuni di bidanga.Hadis, Tafsir, Fiqh, Kitab Ushul Fiqh, Ma’ani, Mantiq, dsb41. 11 Judul (Label) Yang Disyarahi a. Judul (Label) Kitab Yang Disyarahi Al-Sindi meninggal di Madinah pada tanggal 12 Syawal 1138 H. Seluruh Imam al-Suyuthi ketika memberi katakata pengantar, secara memb Imam al-Suyuthi ketika memberi pengantar, tegas m 11 tegas 11secara penduduk Madinah berkabung dan berdoa, toko-toko banyak yang tutup, dan 11ȄƦƬƴǸdz¦ ȄǴǟ Diketemukan metode pensyarahan antara al-Suyuti dan al-Sindi jalan-jalanpun sepi.kesamaan Jenazahnya disemayamkan di Baqi’. nama kitab syarh Sunan al-Nasa’i ini ini dengan nama, ȄƦƬƴǸdz¦ Ȅ nama kitab syarh Sunan al-Nasa’i dengan nama,
di samping beberapa perbedaan dalam mensyarahi kitab yang sama, yakni Diketemukan kesamaan metode pensyarahan antara al-Suyuti al-Sindi kesamaan metode pensyarahan antara al-Suyuti dandan al-Sindi 4.Diketemukan Metode Pensyarahan Kitab Sunan al-Nasa’i: Perbandingan Antara al44 44 ¿ƢǷȐdz . .Sementara al-Sindi dalam hasyiyahnya ti ȄƥSecara ǂperbedaan dz¦Ȅƥǂmetode Diketemukan kesamaan pensyarahan antara al-Suyuti dan al-Sindi dan al-Sindi al-Nasa’i. umum, metode pensyarahan kitab Sunan al-hasyiyahnya ¶ȂȈLjdz¦ ¿ƢǷȐdz Sementara al-Sindi dalam dz¦ ¶ȂȈLjdz¦ diSunan samping beberapa dalam mensyarahi kitab yang sama, yakni di Suyuti samping beberapa perbedaan dalam mensyarahi kitab yang sama, yakni
43 Diketemukan kesamaan metode pensyarahan antarakitab al-Suyuti dan al-Sindi di samping beberapa perbedaan dalam mensyarahi yang sama, yakni : alNasa’i antara al-Suyuti dan al-Sindi dapat dijelaskan sebagai berikut Sunan al-Nasa’i. Secara umum, metode pensyarahan kitab Sunan Sunan al-Nasa’i. Secara umum, metode pensyarahan kitab Sunan almencantumkan nama khusus dari kitab syarh ini, hanya menyebut mencantumkan nama khusus dari kitab syarh ini, hanya menye di samping beberapa perbedaan dalam mensyarahi kitab yangkitab sama,Sunan yakni 43 Su43 Sunan al-Nasa’i. Secara umum, metode pensyarahan a. antara Judul (Label) Kitab Yang Disyarahi Nasa’i antara al-Suyuti al-Sindi dapat dijelaskan sebagai berikut : : alNasa’i al-Suyuti dandan al-Sindi dapat dijelaskan sebagai berikut nan al-Nasa’i. Secara umum, metode pensyarahan kitab”.Sunan 45 al-Nasa’i antara 43 dengan kata-kata ”ÄƾǼLjdz¦ ƨȈNjƢƷ ƨȈNjƢƷ45sebagai ”. dengan kata-kata ”ÄƾǼLjdz¦ : antara al-Suyuti danYang al-Sindi dapat dijelaskan berikut Imam al-Suyuthi ketika memberi kata pengantar, secara tegas memberi a. Judul (Label) Kitab Disyarahi a. Nasa’i Judul (Label) Kitab Yang Disyarahi 42 al-Suyuti dan al-Sindi dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Judul (Label) Kitab Yang Disyarahi Imam al-Suyuthi ketika memberi kata secara tegas memberi Imam al-Suyuthi ketika memberi kata pengantar, tegas memberi nama kitabb.syarh Sunan al-Nasa’i inipengantar, dengansecara nama, ȄƦƬƴǸdz¦ ȄǴǟ ǂǿ± Metode Tahlily Ijmaly b. Metode Tahlily Ijmaly a. Judul (Label) Kitab Yang Disyarahi Imam al-Suyuthi ketika memberi katamaupun pengantar, secarakeduanya tegas memberi Baik Imam al-Suyuti al-Sindi, menggunakan gr nama kitab syarh Sunan al-Nasa’i ini dengan nama, ȄƦƬƴǸdz¦ ȄǴǟǂǿ± ǂǿ± Baik Imam al-Suyuti maupun al-Sindi, keduanya menggunakan kitab syarh Sunan al-Nasa’i ini dengan nama, ȄƦƬƴǸdz¦ ȄǴǟmemberi nama Imam al-Suyuthi ketika memberi kata pengantar, secara tegas 44 ¶ȂȈLjdz¦ ¿ƢǷȐdz . yang Sementara al-Sindi dalam tidak Ȅƥǂdz¦ kitab nama kitab syarh Sunan al-Nasa’i ini dengan nama,hasyiyahnya nama syarh Sunan al-Nasa’i ini dengan nama, ȄƦƬƴǸdz¦ ȄǴǟ ǂǿ±al-Nasa’i metode sama dalam mensyarahi kitab Sunan al-Nasa’i ini,ini ya metode yang sama dalam mensyarahi kitab Sunan
44 44 43 .metode Sementara al-Sindi dalam hasyiyahnya tidak men¶ȂȈLjdz¦ ¿ƢǷȐdz .Sementara Sementara al-Sindi dalam hasyiyahnya tidak ¿ƢǷȐdz al-Sindi dalam hasyiyahnya tidak Ȅƥǂdz¦Ȅƥǂdz¦ ¶ȂȈLjdz¦ Tahlily atau menurut al-Sadr disebut metode “tajzi’ Tahlily atau menurut Baqir al-Sadr disebut metode “ta mencantumkanmetode nama khusus dari kitab syarhBaqir ini, hanya menyebutkan 44 cantumkan nama khusus dari kitab syarh ini, hanya menyebutkan ¿ƢǷȐdz . satu Sementara al-Sindi dalam hasyiyahnya tidak Ȅƥǂdz¦ ¶ȂȈLjdz¦ adalah metode tafsir yang mufasirnya berusaha menjelas adalah satu metode tafsir yang mufasirnya berusaha menje 44 45 mencantumkan nama khusus dari kitab syarh ini, hanya menyebutkan mencantumkan nama khusus dari kitab syarh ini, hanya menyebutkan dengan kata-kata ” ”. dengan kata-kata ”ÄƾǼLjdz¦ ƨȈNjƢƷ”. kandungan al-Qur’an kandungan ayat-ayat al-Qur’andaridariberbagai berbagaiseginya seginyadend mencantumkan nama khususayat-ayat dari 45kitab syarh ini, hanya menyebutkan b. Metode Tahlily Ijmaly dengan kata-kata ”ÄƾǼLjdz¦ ƨȈNjƢƷ ƨȈNjƢƷ ”.45”. dengan kata-kata ”ÄƾǼLjdz¦ memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercant memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana terc b. Metode Tahlily Ijmaly 45 dengan Baik Imam al-Suyuti maupun keduanya menggunakan grand ƨȈNjƢƷ46al-Sindi, ”.46 kata-kata ”ÄƾǼLjdz¦
dalam mushaf. Sebagaimana yang telah diterangkan Imam al-Suy dalam mushaf. Sebagaimana yang telah diterangkan Imam alBaik Tahlily Imam al-Suyuti maupun al-Sindi, keduanya menggunakan grand Metode Tahlily Ijmaly b. b. Metode Ijmaly metode yang sama dalam mensyarahi kitab Sunan al-Nasa’i ini, yaitu (wafat 911H). dalam mukadimah kitab Syarahnya: ”Syarah ini ini ada (wafat 911H). dalam mukadimah kitab Syarahnya: ”Syarah metode Tahlily atau menurut Baqir al-Sadr disebut metode “tajzi’iy”, metode yang sama dalam mensyarahi kitab Sunan al-Nasa’i ini,grand yaitu b. Metode Tahlily Ijmaly Baik Imam al-Suyuti maupun al-Sindi, keduanya menggunakan Baik Imam al-Suyuti maupun al-Sindi, keduanya menggunakan grand
catatan (ta’liq) atasatas kitab Sunan al-Hafizd Abdurrahman al-Nas catatan (ta’liq) kitab Sunan al-Hafizd Abdurrahman al-N Baik Imam al-Suyuti maupun al-Sindi, keduanya menggunakan grand metode Tahlily atau menurut Baqir al-Sadr disebut metode “tajzi’iy”, metode yang sama dalam mensyarahi kitab Sunan al-Nasa’i ini, yaitu metode yang sama dalam mensyarahi kitab Sunan al-Nasa’i ini, yaitu
Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba, op.cit., hal. 10. Tidak semua karya Komentar syarah ini sangat singkat, bahkan catatan bia Komentar syarah ini sangat singkat, bahkan seperti catatan metode yang sama dalam mensyarahi kitab Sunan al-Nasa’i ini,seperti yaitu adalah satu atau metode tafsir yang mufasirnya berusaha menjelaskan metode Tahlily atau menurut Baqir al-Sadr disebut metode “tajzi’iy”, metode Tahlily al-Sadr disebut “tajzi’iy”, yang ditulis tuntas sampai babmenurut penutup.Baqir Tercatat misalnya, beliaumetode hanya bisa mensyarahi kitab adalah Fathmetode al-Qadir sampai bab Nikah, begitu juga beliau tidak bisa menyelesaikan syarh Meskipun demikian, syarh al-Sindi ternyata lebih singkat lagilagi kar Meskipun demikian, syarh al-Sindi ternyata lebih singkat atau menurut Baqir al-Sadr disebut metode “tajzi’iy”, kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan adalah satu metode tafsir yang mufasirnya berusaha menjelaskan satuTahlily metode tafsir yang mufasirnya berusaha menjelaskan Sunan Tirmidzi. 42 43 adalah satu metode tafsir yang mufasirnya berusaha menjelaskan memperhatikan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum 43runtutan kandungan Penelitian ini mengacu kepada kitab al-Nasa’i al-Musamma bi al-Nasa’i al-Mujtaba yang kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan Penelitian ini mengacu kepada kitab Sunan al-Nasa’i al-Musamma bi al-Muj Penelitian ini Sunan mengacu kepada kitab Sunan al-Musamma bi alditahqiq Shidfqi yang Jamil al-‘Athar dan diterbitkan di Bairut Libanon, tahun 1419H/1999 M. tahun 46 Shidfqi ditahqiq Jamil al-‘Athar dan diterbitkan di Bairut Libanon, tahun 1419H/1999 yang ditahqiq Shidfqi Jamil al-‘Athar dan diterbitkan di Bairut Libanon, 1419H/1 kandungan al-Qur’an dari berbagai seginya dengan dalam mushaf. Sebagaimana yang telah diterangkan Imam al-Suyuti memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum Walaupun syarhWalaupun ke duaayat-ayat imam ini dalam satu jilid, buku ini sangat mudah syarh ke dimuat dua imam ini dimuat dalam satu jilid, buku ini sangat mudah diguna Walaupun syarh ke dua imam ini dimuat dalam satu jilid, buku inidigusangat mudah dig nakan. Karena syarh al-Suyuti dan al-Sindi sudah diklasifikasikan sedemikian rupa seh46 46 Karena syarh al-Suyuti dan al-Sindi sudah diklasifikasikan sedemikian rupa sehingga pemb Karena syarh al-Suyuti dan al-Sindi sudah diklasifikasikan sedemikian rupa sehingga p memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum (wafat 911H). dalam mukadimah kitab Syarahnya: ”Syarah ini adalah dalam mushaf. Sebagaimana yang telah diterangkan Imam al-Suyuti dalam mushaf. Sebagaimana yang telah diterangkan Imam selalu al-Suyuti ingga pembaca tidak banyak mengalami kesulitan. Misalnya, syarh al-Suyuti dimulai tidaktidak banyak mengalami kesulitan. Misalnya, syarh al-Suyuti selalu dimulai dengan pernyata banyak mengalami kesulitan. Misalnya, syarh al-Suyuti selalu dimulai dengan pern 46 dengan pernyataan . Begitu juga syarh al-Sindi, selalu dimulai dengan ϲσϮϴδϟ ϝΎϗ.dalam Begitu juga syarh al-Sindi, selalu dimulai dengan ϱΪϨδϟ ϝΎϗ.. ϝΎϗ. Berbeda bila dalam mushaf. Sebagaimana yang telah diterangkan Imam al-Suyuti catatan (ta’liq) atas kitab Sunan al-Hafizd Abdurrahman al-Nasa’i. ϲσϮϴδϟ ϝΎϗ. Begitu juga syarh al-Sindi, selalu dimulai dengan ϱΪϨδϟ Berbeda (wafat 911H). mukadimah kitab Syarahnya: ”Syarah ini adalah (wafat 911H). dalam mukadimah kitab Syarahnya: ”Syarah ini adalah Berbeda bila kitamelihat melihat syarh al-Nasa’i yang belum ditahqiq, misalnya terbitan Maktabah syarh al-Nasa’i yang belum ditahqiq, misalnya terbitan Maktabah al-Mathbu’ah melihat syarh al-Nasa’i yang belum ditahqiq, misalnya terbitan Maktabah al-Mathb (wafat 911H). dalam mukadimah kitab ”Syarah ini adalah Komentar syarah ini sangat singkat, bahkan seperti catatan biasa. catatan (ta’liq) atas kitab al-Hafizd al-Nasa’i. catatan (ta’liq) atas kitab Sunan al-Hafizd Abdurrahman al-Nasa’i. al-Mathbu’ah al-Islamiyah kota Halab (8 Sunan Jilid). Buku iniSyarahnya: sulit digunakan karena syarahnya Islamiyah kota Halab (8 Jilid). Buku iniAbdurrahman sulit digunakan karena syarahnya be Islamiyah kota Halab (8 Jilid). Buku ini sulit digunakan karena syarahnya diklasifikasikan. Lihat, Al-Suyuthi, Syarh al-Suyuthi, Halab: Mathba’ah al-Mathbu’ah belum diklasifikasikan. Lihat, Al-Suyuthi, Syarh al-Suyuthi, Halab: Mathba’ah al-Mathbu’ah diklasifikasikan. Lihat, Al-Suyuthi, Syarh al-Suyuthi, Halab: Mathba’ah al-Mathbu catatan (ta’liq) atas kitab Sunan al-Hafizd Abdurrahman al-Nasa’i. Meskipun demikian, syarh al-Sindi ternyata lebih singkat lagi karena Komentar syarah ini sangat singkat, bahkan seperti catatan biasa. Komentar syarah ini sangat singkat, bahkan seperti catatan biasa. Islamiyah, 1986. Islamiyah, 1986. al-Islamiyah, 1986. 44 44 43 Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba, op.cit., hal. hal. 11 11 Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba, op.cit., Al-Nasa’i, Sunandemikian, Al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba, op.cit., hal. 11 syarah ini sangat singkat, bahkan seperti catatan biasa. 43Komentar Meskipun syarh al-Sindi ternyata lebih singkat lagi karena Meskipun demikian, al-Sindi ternyata lebih singkat lagi karena 45 45 syarh 44 ini mengacu Ibid,Ibid, h. kepada 17. h. 17. kitab Sunan al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba Ibid,Penelitian h. 17. 46 46 yang ditahqiq Shidfqi Jamil al-‘Athar di BairutAl-Quran, Libanon, tahun 1419H/1999 M.Cetakan Shihab, M.dan Quraish, Membumikan Bandung: Mizan, Cetakan XVII, 199 Shihab, M. diterbitkan Quraish, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, XVII 43 43 Meskipun demikian, syarh al-Sindi ternyata lebih singkat lagi karena Penelitian ini mengacu Sunan al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba Penelitian mengacu kitabkitab Sunan al-Nasa’i al-Musamma al-Mujtaba Walaupun syarh ini ke86. dua imamkepada ini kepada dimuat dalam satu jilid, buku ini sangat bi mudah digunakan. h. h. 86. ditahqiq Shidfqi Jamil al-‘Athar dan diterbitkan di Bairut Libanon, tahun 1419H/1999 yangyang ditahqiq Shidfqi Jamil al-‘Athar dansudah diterbitkan di Bairut Libanon, tahun 1419H/1999 M. M. Karena syarh al-Suyuti dan al-Sindi diklasifikasikan sedemikian rupa sehingga pembaca 43 Penelitian ini mengacu kepada kitab Sunan al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba Walaupun syarh ke dua imam ini dimuat dalam satu jilid, buku ini sangat mudah digunakan. Walaupun syarh ke dua imam ini dimuat dalam satu jilid, buku ini sangat mudah digunakan. tidak banyak mengalami kesulitan. Misalnya, syarh al-Suyuti selalu dimulai dengan pernyataan yang ditahqiq Shidfqi Jamil al-‘Athar dan diterbitkan di sedemikian Bairut Libanon, tahun 1419H/1999 Karena syarh al-Suyuti dan al-Sindi sudah diklasifikasikan sedemikian pembaca Karena syarh al-Suyuti al-Sindi sudah diklasifikasikan ruparupa sehingga pembaca ϲσϮϴδϟ ϝΎϗ. Begitudan juga syarh al-Sindi, selalu dimulai dengan ϱΪϨδϟ ϝΎϗ.sehingga Berbeda bila M. kita 41
Metode Pensyarahan Sunan An-Nasa’i 353
adalah satu metode tafsir yang mufasirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum dalam mushaf.45 Sebagaimana yang telah diterangkan Imam al-Suyuti (wafat 911H). dalam mukadimah kitab Syarahnya: ”Syarah ini adalah catatan (ta’liq) atas kitab Sunan al-Hafizd Abdurrahman al-Nasa’i. Komentar syarah ini sangat singkat, bahkan seperti catatan biasa. ������������ Meskipun demikian, syarh al-Sindi ternyata lebih singkat lagi karena beliau sangat jarang analisa sanad. Perbandingan jumlah struktur kata yang digunakan antara Imam Suyuthi dan al-Nasa’i dalam mensyarah kitab Sunan al-Nasa’i ini 3:1. Dengan demikian, bila diukur dengan ketebalan buku misalnya, syarah al-Suyuti bisa jadi lebih tebal tiga kali lipat dari syarh al-Sindi. al-Sindi dalam muqaddimah syarahnya berkata, “Ini adalah catatan ringkas atas kitab sunan Imam al-Nasa’i. Isinya hanya uraian singkat mengenai hal-hal yang sangat diperlukan para pembaca, se perti: bahasa, i’rab, uraian hadis gharib, dsb.46 c. Tidak Semua Riwayat Hadist Disyarahi
Baik al-Suyuthi maupun al-Sindi, ke duanya melakukan hal yang sama, tidak semua riwayat hadis disyarahi. Riwayat yang tidak disyarahi itu -pertimbangannya karena- temanya sudah dicakup pada riwayat yang lain. Hanya saja tidak dalam kasus riwayat yang sama. Misalnya dalam riwayat hadis sbb.:
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, Cetakan XVII, 1998, h.
45
86.
Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba, ibid., Juz Awal, Beirut Libanon, Dar al-Fikr Li al Thiba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1419H/1999, hal. 10-21. 46
sama,semua tidak riwayat semua riwayat hadis disyarahi. Riwayat yang tidak Baik al-Suyuthi maupun al-Sindi, ke duanya m sama, tidak hadis disyarahi. Riwayat yang tidak itu -pertimbangannya karenasudah dicakup sama,temanya tidakdicakup semua riwayat pada hadis disyarahi. R disyarahidisyarahi itu -pertimbangannya karena- temanya sudah pada 354 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014 riwayat lain.saja Hanya tidakkasus dalam kasus riwayat yang sama. disyarahi itu -pertimbangannya karena- temanya s riwayat yang lain.yang Hanya tidaksaja dalam riwayat yang sama. dalamhadis riwayat hadis sbb.: riwayat yang lain. Hanya saja tidak dalam kasus r MisalnyaMisalnya dalam riwayat sbb.:
Misalnya riwayat hadis sbb.: ǂÈ ºÌȇǂÈ ǿÉ«ǂȆÊǟ Ȑdz¦ ƥÈ¢ Ǻǟ «ǂ ȆÊƥÈ¢Ƿ Ǻǟ ¾Ȃ ¨ÈÈǂÈ ºÌȇǂLJÈÉ ǿÉ°È ȆÀċ ÊÈƥ¢È¢ ¨ÈǺǟ Ǻǟǟ Ȑdz¦ ®ƢǻDŽdz¦ Ǻǟ ȆÊƥÈ¢ ®Ƣǻ ǺǟDŽdz¦ǮdzƢ Ǻǟ ǮdzƢ :¾dalam ƢǫǷ Ǻǟ È LJÉ °È Àċ È¢ ¾Ȃ ÉƨÈƦȈÌ ºÈƬ:ºÉǫ¾ƢƢǫÈǻǂÈ ºÈƦƻÌÉƨÈƦ¢ȈÌ ºÈƬ.(ºÉǫ ÎƢÈǻǂÈ ºÈƦƻÌ È¢ .(Î ¾Ȃ È LJÉ °È Àċ È¢ ¨ÈǂÈ ºÌȇǂÈ ǿÉ ȆÊƥÈ¢ Ǻǟ «ǂǟ Ȑdz¦ Ǻǟ ®ƢǻDŽdz¦ ȆÊƥÈ¢ Ǻǟ ǮdzƢǷ Ǻ Ê Ê Ê Ê ċÊ ċ È ǾÊ ċǴdz¦ Ê Ƣǻ¤ Ȇǧ È ƤÌ È ǾÊÈǫȈÌÈǴǟÈǶÈ ċǴLJÉǾÈ ċǴÂÈdz¦ ǾÊȄȈÌÈǴċǴǟÈǏ ÌǤÈ ºÈȈ¢ǴÌ ºÈǧ ƢÊ ÈǶǻÌʤǯÉ ƾȆƷÈ ǞÈ ƦÌ LJÈ ÉǾÌǴLjÊ ÌǤǞȺÈȈƦÌǴLJȺǧ ǶÉǾÌÌ ǴǯÉLjƾÊ ƷÈ ÈǂÊ ÈNjǫ ǶȦċȯǴLJÈʤ ÂȾƢ ȾƢ ÈÊǧ ¢ ƤÌ ÉǂÊ NjÈǴǰÈ ¦Ìdzȯ¦ ʤ § È ÉǾǴǾdz¦ċǴdz¦ ȄǴǏ É ÈǴǰÈ Ìdz¦ § Ê Ê ǴǰÈ Ìdz¦ §ǂÊ NjÈ ¦È¯Ê¤ ¾Ƣ ǞÈ ƦÌ LJÈ ÉǾÌǴLjÊ ÌǤºÈȈǴÌ ºÈǧ ǶÌ ǯÉ ƾÊ ƷÈ È Èǫ ǶÈ ċǴLJÈ ÂÈ È È ¢ ƢÈǻʤ Ȇǧ ƤÌ É ɌÇ ǂċ… ǷÈ …©¦ǂċ ǷÈ ɌÇ ……©¦
Ê dz¦ ÊǺƥ ÊǶȈǿ¦Ê ǂºƥʤ ȆÊǻǂºƦƻÈ¢ .(Ï Ǻƥ¤ ¾Ƣǫ :¾ƢǫƢǼƯƾǟ «ƢƴƷ :¾Ƣǫ ǺÊ Lj ƸÌ È¢ ±:ƲȇȆǂÊǻǂÈƳºÈƦƻÌǺƥÈ¢ ¤:Ʋȇ ®Ƣȇ± ȆÊǻǂÈ ºÈƦƻÌ®Ƣȇ ¾ƢǫǂƳ:¾Ƣǫ «ƢƴƷ :¾ƢǫƢǼƯƾǟ ǺÊ Lj È dz¦ ǺÉ Ìƥ ǶȈ È ƸÌ ÉÈ ǿ¦È ǂÈ ºÌƥ¤É ȆÌ ǻÉǂÈ ºÈƦƻÌ È¢ Ì.(Ï È È Ì ®Ƣȇ± ȆÊǻǂÈ ºÈƦƻÌ È¢ :ƲȇǂƳ Ǻƥ¤ ¾Ƣǫ :¾Ƣǫ «ƢƴƷ ƢǼƯƾǟ :¾Ƣǫ ǺÊ Lj È dz¦ ǺÉ È ƸÌ Ê ċ È¢ ƾȇ± ǺƥƾƦǟ ǂÈ ºÈƦƻÌǺǸƷǂdz¦ ǺǸƷǂdz¦ ƢƬƥƢƯǺƥÀ¢ ƾǠLJ Ǻƥ ɾȂ ¾Ȃ ¨ÈÈǂÈ ºÈÌǫȇǂÈ ǿ¾Ȃ ȄdzȂǷ ƾƦǟ ƢƬƥƢƯ ȄdzȂǷ À¢ ƾǠLJ ÉǾǻȱ¢ ǽǺƥ É LJÉ °È ¾Ƣ È Èǫ¾Ȃ É LJÉ ǬɰȺÈȇ ¾Ƣ ÉÉ ƢÈƥÈǬÉ¢ºÈȇ ǞÈȨǂǸÈÊ ºÌȇLJÈǂÈ ǿÉ ÉǾċǻƢÈ¢ƥÈ¢ǽǂǞÈÈ ºÈƦǸƻÌLJÈÈ¢ ƾȇ ¾Ȃ É LJÉ °È ¾Ƣ È Èǫ ¾Ȃ É ǬÉ ºÈȇ ȨǂÈ ºÌȇǂÈ ǿÉ ƢÈƥÈ¢ ǞÈ ǸÊ LJÈ ÉǾċǻÈ¢ ǽǂÈ ºÈƦƻÌ È¢ ƾȇ± Ǻƥ ǺǸƷǂdz¦ ƾƦǟ Ê Ç ǂÊǷ ǞƦLJ ǾÌǴLj ÊÊ ÌǤº¢ÈȈǴÌ ƢʺÈǧ ÈǻǶÊ̤ ǯÉȆƾÊÊǧƷÈ Ç ǂċ Ƿ ǞƦÌ LJ©¦ ........ ¢ ƢÊǴǰÈǻʤÌdz¦ȆǢÈÊǧÈdzÂƤÌ ǴǰÌdz¦ Ǣdz ¦Ê¯Ê¤ ǶċǴLJ ǾÊ ȈǴÈǟÈ ÉǾǾÊċǴċǴdz¦dz¦ ȄċǴǏ ........©¦ È ǾċǴdz¦ È ƤÌ È È È È ÉǾÌǴċLjÈ ÌǤȺÈȈǴÌ ºÈǧ ǶÌÉ ǯÉ ƾƷÈ ÈÉ ¦¯È Èʤ ǶÈ ċǴÈLJÈÈÂÈÈ ǾÈȈÌÈǴǟÈ È ÉǾċǴÈdz¦È ȄÌċǴÈǏ É Ç ǂċ Ƿ ǞƦÌ LJ ÉǾÌǴLjÊ ÌǤºȈǴÌ ºÈǧ ǶǯÉ ƾÊ ƷÈ¢ ƢÊ Èǻʤ ȆÊǧ ƤÌǴǰÈ Ìdz¦ ǢÈ Èdz ¦È¯Ê¤ ǶċǴLJ ........©¦ È È È tema,È yakni Ì È tentang È È 13 É Kedua riwayat ini berbicara dalam kesamaan
Kedua riwayat ini berbicara dalam kesamaan tema, yakni tentang Kedua riwayat ini berbicara dalam kesamaan tema, yakni tentang babagaimana cara membasuh bejanaterkena yang jilatan terkena jilatan anjing. Al- kesamaan te Kedua riwayatanjing. ini berbicara dalam bagaimana caracara membasuh bejana yang Al-Al-Suyuthi gaimana membasuh bejana yang terkena jilatan anjing. cara membasuh bejana yang terkena ji Suyuthi mensyarahi kata-kata ǴǰÈ ÌdzSementara ¦ bagaimana ǢÈ memasukkan ÂÈ yakni memasukkan mulutnya Èdzmemasukkan air dan lainnya, baik minum menurut al-Sindi ǢÈ Èke dzÂÈdan mensyarahi kata-kata mulutnya Suyuthi mensyarahi kata-kata ƤÌ ǴǰÈ Ìdz¦ ǢÈtidak. yakni mulutnya ke ke air ÈdzÂƤÌ ÈÉ yakni É atau
lainnya, baik minum atau tidak. Sementara menurut kata-kata al-Sindi ƤÌǴǰ Suyuthi mensyarahi È Ìdz¦
É
ǢÈ ÈdzÂÈ yakni memas
Ê ÌǤºȈǴÌ ºÈǧ, alapabilaanjingnya anjingnyameminum meminum airnya. airnya. Terhadap Terhadap kata-kata ÉǾÌǴLj ƤÌ È É ǴǰÈ Ìdz¦apabila 47 Suyuti tidak memberikan syarahnya, sementara al-Sindi memberikan
Sunan al-Musamma Al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba, ibid., Beirut Juz Awal, Beirut Al-Nasa’i, Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i bi al-Mujtaba, ibid., Juz Awal, Libanon, Dar al-Fikr Li al Thiba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1419H/1999, 10-21. 47 Libanon,al-Suyuti Dar al-Fikr Li al Thiba’ah wa al-Nasyrsyarahnya, wa al-Tauzi’, 1419H/1999, 10-21.hal.memberikan tidak sementarahal. al-Sindi syarah. . memberikan 47 Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba, ibid., Libanon, Dar al-Fikr Li al Thiba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1419H/199 syarah. 48. 47
d. Tinjauan Semantis, Sintaksis, dan Gramatikal
Baik al-Suyuthi maupun Al-Sindi, keduanya melakukan hal yang sama. saja al-Suyuthi lebih sering menguraikan dimensi semand. TinjauanHanya Semantis, Sintaksis,relatif dan Gramatikal tis, sintaksis, dan gramatikal dari pada al-Sindi, dengan rasio perban Baik al-Suyuthi maupun Al-Sindi, keduanya melakukan hal yang sama. dingan 2:1.
Hanya saja al-Suyuthi relatif lebih sering menguraikan dimensi semantis, e. Kritik Sanad dan Matan
sintaksis, dan gramatikal dari pada al-Sindi, dengan rasio perbandingan 2:1.
Baik al-Suyuthi maupun al-Sindi, ke duanya melakukan hal yang sama. Hanya saja al-Suyuthi relatif lebih sering menguraikan aspek e. Kritik Sanad sanadDan dan Matan matan dengan membandingkan riwayat lain dalam kutub al-Sittah atau kitabal-Sindi, yang berhubungan al-Jarh Ta’dilsama. dengan Baik al-Suyuthi maupun ke duanya dengan melakukan halwayang rasio perbandingan 10:1.
Hanya saja al-Suyuthi relatif lebih sering menguraikan aspek sanad dan
matan dengan membandingkan riwayat lain dalam kutub al-Sittah atau kitab Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba, Ibid., hal. 71.
47
yang berhubungan dengan al-Jarh wa Ta’dil dengan rasio perbandingan 10:1.
10:1.
Metode Pensyarahan Sunan An-Nasa’i 355
f. Perbandingan Madzhab Fiqh Baik al-SuyuthiMadzhab maupun al-Sindi, ke duanya melakukan hal yang sama. f. Perbandingan Fiqh
Hanya saja al-Suyuthi relatif lebih sering menguraikan aspek Baik al-Suyuthi maupun al-Sindi, ke duanya melakukan halperbandingan yang sama. Hanya saja al-Suyuthi lebih seringpro menguraikan aspekImam perban madzhab fiqh walaupunrelatif ujung-ujungnya kepada pendapat aldingan madzhab fiqhashab walaupun ujung-ujungnya protidak kepada Syafi’i atau pendapat al-syafi’iyah lainnya. Ini lain pendapat karena alImam al-Syafi’i atau pendapat ashab al-syafi’iyah lainnya. Ini tidak lain Suyuthi bermadzhab Syafi’i. Berbeda dengan al-Sindi yang bermazhab karena al-Suyuthi bermadzhab Syafi’i. Berbeda dengan al-Sindi yang Hanafi. Ketika membahas perbedaan madzhab, pendapat itu digiring bermazhab Hanafi. Ketika membahas perbedaan madzhab, pendapat menurut pendapat imamya, Hanafi. Sebagai contoh ketika membahas itu digiring menurut pendapat imamya, Hanafi. Sebagai contoh ketika riwayat hadis sbb.49: hadis sbb.48: membahas riwayat
ǞǧƢǻ ȄǻǂƦƻ¦ ƅ¦ ƾƦǟ Ǻǟ ƾȈǠLJ Ǻƥ¦ Ȃǿ ȆƸȇ ƢǼƯ ƾƷ :¾Ƣǫ ƾȈǠLJ Ǻƥ ǾÊ ċǴdz¦ ƾÉ ȈÌ ºÈƦǟÉ ƢÈǻǂÈ ºÈƦƻÌ È¢
14
14 ċ dz¦ ¦ȂǨÉ ƷÈ ȄƸÈ ďǴdz¦ ¦ȂǨÉ ǟÌ È¢ÂÈ § È Èǫ ǶÈ ċǴLJÈ ÂÈ ǾÊ ȈÌÈǴǟÈ ÉǾċǴdz¦ ȄċǴǏ Ì ¢ ¾Ƣ È °Ê ¦ȂÈ nj È Ȇď ÊƦċǼdz¦ ǺÌ ǟÈ ǂÈ ǸÈ Éǟ ǺÊ Ìƥ¦ ǺÌ ǟÈ
48 al-Suyuthi terhadap riwayat ini sbb.: Komentar Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba, Ibid., hal. Komentar al-Suyuthi terhadap riwayat ini sbb.:
71.
49 Komentar al-Suyuthi terhadap riwayat ini sbb.: ibid., hal. 34 Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba,
ǎǫ ǮdzƢǷ ƤǿǀǷ .°ȂȀǸƴdz¦ ƤǿǀǷ ȂǿÂȂǿ ƨdz¦±ƨdz¦ ȍ¦±ȍ¦ȆǧȆǧƨǤdzƢƦǸdz¦ ǎǫ ǮdzƢǷ ƤǿǀǷ .°ȂȀǸƴdz¦ ƤǿǀǷ ƨǤdzƢƦǸdz¦§ȂǴǘǸdz¦ §ȂǴǘǸdz¦À¢À¢ ƢǿƢǔƬǬǷ ƢǿƢǔƬǬǷ ƨǨnjdz¦»ǂǗ »ǂǗÂƾƦȇ ÂƾƦȇȄƬƷ ȄƬƷ §°Ƣnjdz¦ §°Ƣnjdz¦ ƮȇƾƷ ƮȇƾƷ ǾȈǴǟǾȈǴǟ ¾ƾȇ¾ƾȇƢǸǯƢǸǯƨǨnjdz¦
Sementara komentar al-Sindi terhadap riwayat adalah.: Sementara komentar al-Sindi terhadap riwayat iniini adalah.: Sementara komentar al-Sindi terhadap riwayat ini adalah.:
ǦdzƢƻ ǂȈǐǬƬdz¦ Dzǔǧ¢ ƢǨƷȍ¦ÀȂdzȂǬȇ ÀȂdzȂǬȇǾƥƢǾƥƢƸǏ¢Â ƸǏ¢ÂƨǨȈǼƷ ƨǨȈǼƷ Ȃƥ¢ Ȃƥ¢ ÀƢǯ ÀƢǯ ǮdzƢǷǮdzƢǷ ǦdzƢƻ ǂȈǐǬƬdz¦ ǺǷ ǺǷ Dzǔǧ¢ ƢǨƷȍ¦
g. Kontribusi Ulama Terdahulu
g. Kontribusi Ulama Terdahulu
Al-Suyuthi hampir-hampir g. Kontribusi Ulama Terdahulu tidak bisa melepaskan dirinya dari penda-
pat ulama hampir-hampir terdahulu. Bahkan ketika dirinya mengawali Al-Suyuthi tidak seringkali bisa melepaskan dari syarahpendpat nya selaluBahkan memulai dengan ketika qala al-Nawawi, al-Syafi’i,beliau qala ulamabeliau terdahulu. seringkali mengawaliqala syarahnya ulamaal-Baidlawi, terdahulu.qala Bahkan seringkali ketika mengawali syarahnya beliau Ibn Hajar al-Asqalani,qala tsa’laby dsb. Di sini kelihatan selalu memulai dengan qala al-Nawawi, qala al-Syafi’i, qala al-Baidlawi, Imam al-Suyuthi mengutip pendapat qala ulamaal-Baidlawi, terdahulu. selalukalau memulai dengan qala banyak al-Nawawi, qala al-Syafi’i, qala Ibn Hajar al-Asqalani,qala tsa’laby dsb. Di sini kelihatan kalau Imam Sementara al-Sindi dalam pengamatan sekali mengutip qala Ibn Hajar al-Asqalani,qala tsa’laby dsb.penulis Di sinijarang kelihatan kalau Imam al-Suyuthi banyak mengutip pendapat ulama terdahulu. Sementara al-Sindi pendapat ulama lain. Ketika mensyarahi, beliau langsung menjelaskan al-Suyuthi banyak mengutip pendapat ulama terdahulu.pendapat Sementara al-Sindi dalam pengamatan jarang sekali lain. makna secara globalpenulis dengan bahasa yangmengutip ringkas dan lugas.ulama Inilah per-
Al-Suyuthi hampir-hampir tidak bisa melepaskan dirinya dari pendpat
dalambedaan pengamatan penulis jarang sekali mengutip pendapat ulama lain. dan persamaan metode pensyarahan terhadap Sunan alKetika mensyarahi, beliau langsung menjelaskan maknakitab secara global Nasa’i yang dilakukan Imam al-Suyuthi dan al-Sindi. Ketika mensyarahi, beliau langsung menjelaskan makna dan secara global dengan bahasa yang ringkas dan lugas. Inilah perbedaan persamaan dengan bahasa yang ringkas dankitab lugas. Inilah perbedaan persamaan metode pensyarahan terhadap Sunan al-Nasa’i yang dan dilakukan Imam
al-Suyuthi dan al-Sindi. metode pensyarahan terhadap kitab Sunan al-Nasa’i yang dilakukan Imam Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba, ibid., hal. 34 kitab Sunan AlTabeldan berikut ini mengilustrasikan metode pensyarahan al-Suyuthi al-Sindi. 48
Nasa’i. Tabel berikut ini mengilustrasikan metode pensyarahan kitab Sunan Al-
Nasa’i.
356 Millah Vol. XIII, No. 2, Februari 2014
Tabel berikut ini mengilustrasikan metode pensyarahan kitab Sunan Al-Nasa’i. NO.
MODEL PENSYARAHAN
1. 2.
TAHLILY IJMALY TIDAK SEMUA MATAN DISYARAHI TINJAUAN SEMANTIS, SINTAKSIS, DAN GRAMATIKAL KONTRIBUSI ULAMA LAIN KRITIK SANAD KRITIK MATAN PERBANDINGAN MATAN PERBANDINGAN MAZHAB KECENDERUNGAN MAZHAB FIQH
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
NAMA SYARIH AL-SUYUTHI AL-SINDI V V V V
RASIO 3:1 1:1
V
V
2:1
V V V V V V
V V V V V
10:1 2:1 2:1 2:1 1:1 1:1
C. Penutup Apapun syarah (komentar) terhadap kitab Sunan al-Nasa’i yang dilakukan oleh Imam al-Suyuthi dan Imam al-Sindi, keduanya sudah berusaha agar kitab Sunan al-Nasa’i ini semakin memasyarakat dan mudah dikaji. Walaupun ke duanya melakukan komentar yang sangat ringkas, namun eksistensinya tetap dirasakan manfaatnya bagi umat Islam, terutama bagi mereka yang berkecim pung dan peduli dalam kajian hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Dan ini pula yang menjadi tujuan utama penulisan ke dua Syarih (komentator) tersebut. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam bi al-Shawab.
DAFTAR PUSTAKA Athar, Sidqy Jamil al, Sunan al-Nasa’i al-Musamma bi al-Mujtaba bisyarhi al-Hafiz Jalal al-Din al-Suyuti dan Hasyiyah al-Imam al-Sindy, jilid awal, Beirut, Dar al-Fikr, Dzahabi, Muhammad Husain Al, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun, Beirut: Dar al-Fikr, 1976. Katsir, Ibnu, Al-Bidayah wa Al-Nihayah, Beirut: Maktabah al-Ma’arif, tth., jilid ke-11. Khatib Muhammad ‘Ajjaj al, Al-Sunnat Qabla al-Tadwin, Kairo: Maktabah Wahbah, 1963. Nasa’i, Abu Abdurrahman Al, Sunan Al-Nasa’i, terjemahan Arifin Bey dan yunus
Metode Pensyarahan Sunan An-Nasa’i 357
Ali Muhdhor, Semarang, CV Asy Syifa’, cet. Pertama, 1992, ................., Sunan Al-Nasa’i, terjemahan Bey Arifin dan Yunus Ali Muhdhor, Semarang, CV Asy Syifa’, cet. Pertama, 1992, Qazwini, Abdullah bin al-Khalil al-Khalili al, Al-Irsyad fi Ma’rifat Ulum al-Hadits, Beirut: Dar al-Fikr, 1414. Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, Cetakan XVII, 1998. Siba’y, Musthafa, Al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islamy, terjemah Abdul Muchith Al-Hadits Sebagai Sumber Hukum, Kedudukan As-Sunnah Dalam Pembinaan Hukum Islam, Bandung, CV Diponegoro, cet. Ketiga, 1990, h. 169. Soetari, Endang, Ilmu Hadits,Bandung, Amal Bakti Press, Cet. Kedua, 1997, Suparta, Mundzier, Ilmu Hadis, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, cet. Ketiga, 2002. Suyuthi, Al, Tadrib al-Rawi, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1989. ................., Syarh al-Suyuthi, Halab: Mathba’ah al-Mathbu’ah Al-Islamiyah, 1986. Syuhbah, M.M. Abu, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Sihah al-Sittah, Silsilah alBuhuts al-Islamiyah, Kairo: Majma’ Buhuts al-Islamiyah, 1991. ................., Kutub al-Sittah, Surabaya: Pustaka Progresif, 1993, terjemahan Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij wa Dirasat Al-Asanid, Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1979. Tirmisy, Muhammad Mahfudz bin ‘Abdullah, al, Manhaj Dzawy al-Nadhar, Tahqiq dan Tashih oleh Fathoni Masyhud Bahry, dkk, Kementerian Agama RI, Cet. pertama, 1429H/2008M. Yunus, Mahmud, Ilmu Musthalah al-Hadis, Jakarta: Maktabah Sa’diyah Putera, 1940 Zahwu, Muhammad M. Abu, Al-Hadts wa al-Muhadisun, Beirut: Dar al-Fikr, tth.,