METODE PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU CRUDE COCONUT OIL YANG OPTIMAL PADA PT. PSE Siti Nur Fadlillah1; Andreas2; Zahedi3 1, 2
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Bina Nusantara,
[email protected] 3 Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Bina Nusantara, Jln. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat 11480
[email protected]
ABSTRACT The inventory system is one of the most important managerial functions, since vast majority of companies has large investment involved in this aspect. This also applies to PT. Palko Sari Eka that is big in the field of inventory planning and production control. PT. Palko Sari Eka, as one company in the oil refinery industry, strives to optimize the inventory of raw materials Crude Coconut Oil by trying to compare different methods of inventory control methods such as the EOQ (Economic Order Quantity, method of EOI (Economic Order Interval), Min-Max method. Crude Coconut Oil is one of the major raw material products, which require a good inventory system. From the results of research conducted, it turns out the character of stochastic demand data, it is also necessary to conduct simulations to obtain results closer to the actual conditions. The inventory criteria can be said to be optimal if the total annual cost is minimum. It is concluded that the best method is the Fixed Size Order Systems (EOQ) with an order of 2770 mT per order. Keywords: order quantity, reorder point, inventory control, monte carlo simulation, oil refinery
ABSTRAK Sistem persediaan merupakan salah satu fungsi manajerial yang sangat penting, karena mayoritas perusahaan melibatkan investasi besar pada aspek ini, demikian juga bagi PT. Palko Sari Eka yang banyak menggunakan persediaan dalam bidang perencanaan dan pengendalian produksinya. PT. Palko Sari Eka sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri oil refinery, ingin mencoba mengoptimalkan inventory bahan baku Crude Coconut Oil dengan mencoba membandingkan berbagai metode pengendalian persediaan seperti metode EOQ (Economic Order Quantity, metode EOI (Economic Order Interval), metode Min-Max. Dimana Crude Coconut Oil merupakan salah satu bahan baku utama produk, yang membutuhkan suatu sistem persediaan yang baik. Dari hasil penelitian yang dilakukan, ternyata data demand bersifat stochastic, maka perlu juga melakukan simulasi untuk mendapatkan hasil yang lebih mendekati kenyataan. Kemudian dari hasil formulasi rumus dan hasil dari simulasi dianalisa manakah metode pengendalian persediaan yang paling baik. Maka didapatlah hasil bahwa metode yang paling baik adalah Fixed Order Size Systems (EOQ) dengan melakukan pesanan sebesar 2770 mT setiap pesanannya. Kata kunci: jumlah pemesanan, titik pemesanan kembali, pengendalian persediaan, simulasi monte carlo, oil refinery
Metode Pengendalian Persediaan… (Siti Nur Fadlillah; dkk)
139
PENDAHULUAN Efektivitas dan efisiensi merupakan salah satu faktor bagi perusahaan untuk melakukan pembenahan dan perbaikan, khususnya di dalam proses produksi. Dengan demikian, masalah perencanaan dan pengendalian persediaan merupakan satu masalah yang harus dihadapi oleh setiap perusahaan. Untuk mengantisipasi persediaan tersebut, pihak perusahaan perlu merencanakan suatu sistem pemesanan bahan baku yang tepat sehingga mengurangi biaya persediaan seoptimal mungkin. Secara ringkas, masalah utama dalam perencanaan dan pengendalian persediaan adalah menentukan berapa banyak bahan baku atau bahan mentah yang sebaiknya dilakukan perusahaan dan kapan sebaiknya pemesanan tersebut dilakukan agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan lancar, yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dari kegiatan produksi tersebut. Untuk dapat meningkatkan efisiensi kegiatan produksi memang tidak mudah. Hal itu tentu tidak terlepas dari tingkat kerumitan yang dialami oleh perusahaan dalam menerapkan kebijakan persediaan. Jika bahan baku yang dipesan dalam jumlah sedikit, maka akan mengakibatkan biaya pemesanan (ordering cost) menjadi tinggi. Jumlah pemesanan yang sedikit pun akan menimbulkan kekosongan persediaan pada suatu waktu sehingga dapat menganggu jalannya proses produksi dan pada akhirnya akan mempengaruhi penjualan sebagai akibat ketiadaan produk di pasaran. Akan tetapi, apabila pemesanan bahan baku dalam jumlah banyak tentu akan menimbulkan biaya penyimpanan (holding cost) yang tinggi sebagai akibat adanya biaya yang harus dikeluarkan seperti biaya perawatan, pajak, asuransi, kerusakan, pencurian, pemborosan, penyusutan, dan lain sebagainya. Alasan pemilihan topik perencanaan dan pengendalian persediaan karena mengingat pentingnya persediaan, biaya pengelolaan persediaan yang cukup besar, dan apabila terjadi kesalahan dalam pemesanan bahan baku maupun dalam pengelolaan, maka akan mengakibatkan ketidaklancaran proses produksi dan pendistribusian ke pelanggan serta biaya yang akan dikeluarkan juga akan semakin besar. Pada dasarnya, suatu kegiatan produksi diawali dengan kegiatan inventory (persediaan) yang sangat menentukan di dalam proses produksi. Persediaan merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kegiatan proses produksi, biaya serta distribusi barang-barang, baik itu bahan baku, barang dalam proses atau barang setengah jadi, ataupun barang jadi. Persediaan mengemban tugas yang sangat penting karena sebagai penentu lancar tidaknya suatu kegiatan proses produksi. Lebih lanjut, penanganan persediaan yang optimal secara tidak langsung dapat meminimumkan biaya produksi. PT Palko Sari Eka adalah salah satu pabrik yang terletak di daerah Jakarta Barat yang bergerak dalam bidang penyulingan minyak (oil refinery). Pada proses penyulingan minyak di perusahaan memerlukan beberapa bahan. Salah satu bahan tersebut adalah Crude Coconut Oil (CCO) yang dipesan dari luar pulau. Bahan baku CCO ini merupakan bahan baku yang paling vital dalam proses penyulingan minyak ini. Permasalahan perencanaan dan pengendalian persediaan di perusahaan mencakup beberapa hal, yaitu dalam beberapa periode pernah terjadi adanya kelebihan bahan baku di gudang. Hal ini tentunya dinilai tidak menguntungkan karena berarti adanya opportunity cost (biaya yang muncul akibat kehilangan kesempatan dalam berinvestasi). Yang harus diteliti dalam permasalahan ini adalah penentuan ukuran kapasitas yang akan dipesan, penentuan kapan sebaiknya dilakukan pemesanan, tipe atau metode apa yang sebaiknya digunakan dalam penanganan persediaan serta mensimulasikan metode tersebut agar diperoleh hasil yang paling mendekati keadaan sebenarnya. Oleh karena itu, diperlukan membuat suatu kebijakan sistem pemesanan yang tepat sehingga didapat jumlah pesanan yang dapat meminimasi total biaya persediaan tahunan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kuantitas/jumlah pemesanan yang akan dipesan, mengetahui kapan harus dilakukan pemesanan, dan mengusulkan suatu metode perencanaan kebutuhan bahan mentah sehingga dapat mengefisiensikan biaya yang dikeluarkan
140
INASEA, Vol. 9 No.2, Oktober 2008: 138 - 153
oleh pihak perusahaan dalam proses pengadaan bahan baku. Selain itu, juga dapat mensimulasikan metode pengendalian persediaan dengan rumus dan simulasi.
PEMBAHASAN Secara garis besar, tahapan proses penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Data yang diperoleh merupakan data permintaan bahan baku yang terjadi dari periode Juli 2004 - Juni 2007. Bahan baku tersebut merupakan bahan baku utama dari perusahaan, yaitu berupa CCO (Crude Coconut Oil) yang nantinya akan disuling untuk menjadi produk RBD Coconut Oil (Tabel 1).
Gambar 1 Flowchart Metode Pemecahan Masalah
Metode Pengendalian Persediaan… (Siti Nur Fadlillah; dkk)
141
Tabel 1 Data Permintaan Bahan Baku CCO Year
2004
Month Juli Agustus September Oktober November Desember
Demand (mT) 1939.348 1867.830 1855.946 1876.340 1989.448 1923.417
Sumber: PT Palko Sari Eka Keterangan: 1 mT = 1 metric ton (satuan SI untuk ton) = 1000 kg
Lead time pengiriman bahan baku CCO yang didatangkan dari luar pulau, yaitu berkisar antara 1 minggu. Keterlambatan mungkin saja terjadi akibat pengaruh kondisi cuaca yang buruk, yang menyebabkan terhambatnya proses pengiriman bahan baku tersebut. Tetapi, biasanya lead time cukup konstan dan jarang terjadi keterlambatan. Harga bahan baku CCO dari pemasok pada
142
INASEA, Vol. 9 No.2, Oktober 2008: 138 - 153
bulan Juni 2007 adalah Rp 5.850,- per kilogramnya. Perusahaan memesan bahan baku CCO dengan jumlah tetap pada 300mT. Sedangkan harga jual RBD Coconut Oil Rp 6.750,- per kilogramnya. Biaya penyimpanan (holding cost) didapat dari perhitungan opportunity cost (biaya kesempatan) jika seandainya uang yang tertanam di persediaan ditabung di bank, dikalikan dengan harga beli bahan baku per kg. Bunga bank di Indonesia saat ini adalah 9% per tahun. P = Rp 5.850,- per kg = Rp 5.850.000,- per mT F = 9% x 3th = 27% per 3 tahun Cc = P.F = Rp 5.850.000,- x 27% = Rp 1.579.500,- per mT per 3 tahun Biaya pemesanan (order cost) didapat dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk satu kali proses pemesanan, yang tercakup di dalamnya adalah biaya PPN, telepon, fax, ekspedisi, bahan bakar, pengepakan, dan pemeriksaan. Co = Rp 87.000.000,- per sekali pesan (ada beberapa data-data biaya yang dianggap sangat privasi sehingga tidak mencantumkan data yang detail dan hanya hasil dari interview sebagai gambaran untuk melakukan perhitungan). Memang biaya pemesanan tersebut cukuplah besar, mengingat barang yang dipesan berupa minyak, yang ditempatkan dalam sebuah storage tank yang didatangkan dari luar pulau, yaitu dengan menggunakan kapal laut dengan skala besar. Data-data yang sudah ada selanjutnya diolah sesuai dengan metode yang ditetapkan. Karena perusahaan tidak melakukan back order (pemesanan dipenuhi kemudian hari) dan tidak ada diskon pada pemesanan bahan baku dengan jumlah tertentu, maka metode pengendalian persediaan yang paling tepat adalah metode EOQ, EOI, dan Min-Max untuk mendapatkan total biaya tahunan yang paling minimum atau menguntungkan. Setelah itu, dilakukan simulasi untuk meramalkan jumlah yang harus di-order dan kapan harus dilakukan peng-order an kembali. Merupakan metode persediaan yang menggunakan re-order point (titik pemesanan kembali) untuk pemesanannya di mana pemesanan dilakukan bila persediaan telah mencapai reorder point. Besar kuantitas pemesanan adalah sama. Data-data yang diperlukan dalam perhitungan EOQ, yaitu (1) Demand CCO Juli 2004 - Juni 2007, D = 69517,827 mT; (2) Harga bahan, P = Rp. 5.850.000,- per mT (1000kg); (3) Biaya pemesanan, Co = Rp 87.000.000,- per sekali pesan; (4) Biaya penyimpanan, Cc = Rp 1.579.500,- per mT per 3 tahun; (5) Lead Time, L = 7 hari = 7/30 = 0,23 bulan; (6) Service Level (tingkat pelayanan) yang diinginkan perusahaan = 95%, maka dari tabel kurva normal didapat Z = 1,65. Karena data demand merupakan data rekapitulasi selama 3 tahun (2004-2007), maka diperlukan data kebutuhan CCO per bulannya sehingga didapat:
D n 69517,827 d= 36 d = 1931, 05 mT d=
Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan, barulah economic order quantity dapat dicari, yakni sebagai berikut.
Metode Pengendalian Persediaan… (Siti Nur Fadlillah; dkk)
143
Q* =
2CoD Cc
2 × 87.000.000 × 69517,827 27% × 5.850.000 Q* = 2767,342mT Q* =
Sedikit pembulatan untuk kemudahan melakukan pesanan dan transportasinya sehingga EOQ menjadi = 2770 mT. Meski jumlah pesanan ekonomis telah didapat, tetapi pada kenyataannya jumlah demand bersifat tidak pasti dan selalu berubah-ubah. Selain itu, banyak kemungkinan lain bisa terjadi sehingga kemungkinan kehabisan persediaan dapat terjadi. Karena service level yang diinginkan oleh perusahaan adalah 95%, berarti kemungkinan untuk kehabisan persediaan hanya 5% saja. Oleh karena itu, untuk menghindari kehabisan persediaan ini, diperlukan adanya persediaan dalam jumlah tertentu sebagai stok cadangan (safety stock) agar tidak terjadi resiko kehabisan atau kekurangan pesanan tersebut. Dalam penentuan safety stock, diperlukan terlebih dahulu data standar deviasi dari permintaan CCO selama 3 tahun terakhir yang didapat dengan rumus: s=
∑ ( Di − d )
2
n −1 Barulah setelah itu safety stock dapat dicari dengan rumus :
SS = Zs L Berikut adalah tabel perhitungan untuk mencari standar deviasi dari demand CCO selama 3 tahun (Tabel 2). Tabel 2 Perhitungan Standar Deviasi Demand CCO Years
144
Month
Demand (mT)
Average Demand
−
Di − d
−
Di − d
INASEA, Vol. 9 No.2, Oktober 2008: 138 - 153
Standar Deviasi kebutuhan CCO per bulan adalah s=
∑ ( Di − d )
2
n −1
92927, 001 35 s = 51,527 mT s=
Persediaan Pengaman (Safety Stock)
SS = Zs L SS = 1, 65 × 51,527 × 0, 23 SS = 40, 774mT ≈ 41 mT Kemudian dapat dicari berapa banyak pesanan bahan baku CCO yang dilakukan selama 3 tahun, m, dan berapa hari interval antar pesanannya, T, dapat ditentukan:
m=
=
D CcD = Q* 2Co
69517,827 = 25,10 ≈ 25 kali pesanan selama 3 tahun 2770
T =W
1 Q* =W m D
= 3x365
, dimana W = Jumlah hari dalam 3 tahun
2770 = 43,63 hari 69517,827
Kemudian titik pemesanan kembali (reorder point) juga dapat ditentukan. Lead time pemesanan CCO dalam hitungan bulan, maka perhitungan reorder point-nya adalah sebagai berikut.
Metode Pengendalian Persediaan… (Siti Nur Fadlillah; dkk)
145
R = SS + dL R = 41 + (1931, 05 × 0, 23) R = 485,142 mT ≈ 486 mT Sedangkan rata-rata tingkat persediaan (Average Inventory Level) dan Turn Over Ratio (TOR) bisa didapat pula dengan:
I = SS + ( 1 2 xQ*) I = 41 + ( 1 2 × 2770) I = 1426mT D TOR = I 69517.827 TOR = 1426 TOR = 48, 75 Berdasarkan tujuan awalnya, yaitu dapat meminimasi total biaya persediaan, maka total biaya persediaan untuk 3 tahun dapat dicari sebagai berikut. Total Biaya Persediaan Dalam 36 Bulan
⎛ D ⎞ 1 TC (Q*) = ⎜ ⎟ .Co + ( SS + 2 .Q*)Cc Q * ⎝ ⎠ ⎛ 69.517,827 ⎞ 1 =⎜ ⎟ 87.000.000 + (41 + 2 x 2.770)1.579.500 ⎝ 2.770 ⎠ = Rp 4.371.019.395 Untuk total biaya tahunan tinggal ditambah biaya pembelian bahan baku, yaitu:
⎛ D ⎞ 1 TC (Q*) = PD + ⎜ ⎟ Co + ( SS + 2 .Q*)Cc Q * ⎝ ⎠ = (5.850.000 x 69.517,827 ) + 4.371.019.395 = Rp 411.050.307.345 Merupakan metode persediaan dengan pemesanan bahan baku memiliki interval pemesanan yang sama, dengan besar kuantitas pemesanan berubah-ubah sesuai dengan jumlah persediaan yang dimiliki. Data-data yang diperlukan dalam perhitungan EOI, yaitu (1) Demand CCO Juli 2004 - Juni 2007, D = 69517,827 mT; (2) Harga bahan, P = Rp 5.850.000,- per mT (1000kg); (3) Biaya pemesanan, Co = Rp 87.000.000,- per sekali pesan; (4) Biaya penyimpanan, Cc = Rp 1.579.500,per mT per 3 tahun; (5) Lead Time, L = 7 hari = 7/30 = 0,23 bulan; (6) Service Level (tingkat pelayanan) yang diinginkan perusahaan = 95%, maka dari tabel kurva normal didapat Z = 1,65; (7) Demand CCO per bulan, d = 1931,05 mT; (8) Standar deviasi kebutuhan CCO per bulan, s = 51.527 mT . Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan barulah economic order interval dapat dicari sebagai berikut.
146
INASEA, Vol. 9 No.2, Oktober 2008: 138 - 153
T* =
2Co CcD
T* =
2 × 87.000.000 1.579.500 × 69.517,827
T * = 0, 0398 karena data historis diambil selama jangka waktu 36 bulan, maka diperlukan penyesuaian perhitungan untuk kemudahan melakukan inspeksi secara periodik dalam jangka bulanan sehingga EOI menjadi: T* = 0,0398 x 36 bulan = 1,4328 bulan ≈ 1,5 bulan atau T* = 0,0398 x 3 tahun x 365 hari = 43,581 hari ≈ 45 hari Untuk menghindari kehabisan persediaan, diperlukan adanya persediaan dalam jumlah tertentu sebagai stok cadangan (safety stock) agar tidak terjadi resiko kehabisan atau kekurangan pesanan tersebut.
SS = Zs (T * + L) SS = 1, 65 × 51,527 × (1, 4328 + 0, 23) SS = 109, 632 mT ≈ 110 mT Pada perhitungan EOI kali ini agak berbeda dengan EOQ, di mana terdapat Maximum Inventory Level, yaitu tingkat maksimum persediaan yang cukup besar dalam memenuhi demand selama waktu interval pesanan T* dan tentunya waktu tenggang L, di mana perhitungannya adalah:
E = SS + d (T * + L) E = 110 + 1.931, 05(1, 4328 + 0, 23) E = 3.320,95 mT ≈ 3.321 mT Sedangkan rata-rata tingkat persediaan (Average Inventory Level) dan Turn Over Ratio (TOR) bisa didapat dengan: I = SS + 1 2 (dT *) I = 110 + 1 2 (1.931, 05 × 1, 4328) I = 1.493, 404 mT D I 69.517,827 TO R = 1.493, 404 TO R = 46, 55 TO R =
Kuantitas pesanan untuk periode pesanan, di mana tingkat pelayanan perusahaan adalah 95% dapat dicari sebagai berikut.
Metode Pengendalian Persediaan… (Siti Nur Fadlillah; dkk)
147
Q=E−I Q = 3.321 − 1.493, 404 Q = 1.827,596 mT ≈ 1.830 mT Berdasarkan tujuan awalnya, yaitu dapat meminimasi total biaya persediaan, maka total biaya persediaan untuk 3 tahun dapat dicari sebagai berikut. Total Biaya Persediaan Dalam 36 Bulan
Co + ( SS + 1 2 dT *)Cc T* 87.000.000 = + (110 + 1 2 x1931, 05 x0, 0398)1.579.500 0, 0398 = Rp 4.544.761.614 TC (T *) =
Untuk total biaya tahunan tinggal ditambah biaya pembelian bahan baku, yaitu:
Co + ( SS + 1 2 dT *)Cc T* = (5.850.000 x 69.517,827 ) + 3.792.706.792 = Rp 411.224.049.564
TC (T *) = PD +
Cara kerja Min-Max System ini, yaitu apabila persediaan telah melewati batas-batas minimum dan mendekati batas safety stock, maka re-order harus dilakukan. Jadi, batas minimum stock merupakan batas re-order level. Batas maksimum adalah batas kesediaan perusahaan atau manajemen untuk menginvestasikan uangnya dalam bentuk persediaan bahan baku. Jadi, dalam hal ini yang terpenting adalah batas minimum dan maximum untuk dapat menentukan order quantity. Data-data yang diperlukan dalam perhitungan Min-Max, yaitu (1) Demand CCO Juli 2004 - Juni 2007, D = 69517,827 mT; (2) Harga bahan, P = Rp 5.850.000,- per mT (1000kg); (3) Biaya pemesanan, Co = Rp 87.000.000,- per sekali pesan; (4) Biaya penyimpanan, Cc = Rp 1.579.500,per mT per 3 tahun; (5) Lead Time, L = 7 hari = 7/30 = 0,23 bulan; (6) Service Level (tingkat pelayanan) yang diinginkan perusahaan = 95%. Pada metode ini, terdapat sedikit perbedaan dalam menentukan safety stock, yaitu tidak memerlukan adanya nilai standar deviasi dan nilai Z dalam perhitungannya. Nilai safety stock didapat dari nilai kebutuhan bahan baku CCO per bulannya, yaitu:
D n 69517,827 SS = 36 SS = 1931, 05 mT ≈ 1930 mT SS =
Dalam metode ini, juga ada 2 variabel baru, yaitu minimum dan maximum stock, di mana minimum stock adalah titik pemesanan kembali, sedangkan maximum stock adalah titik di mana tingkat persediaan paling tinggi diijinkan, dengan perhitungan sebagai berikut.
148
INASEA, Vol. 9 No.2, Oktober 2008: 138 - 153
Min Stock = ( DL) + SS Min Stock = (69.517,827 × 0, 23) + 1.930 Min Stock = 18.150,83 mT ≈ 18.150 mT Max Stock = 2( DL) + SS Max Stock = 2(69.517,827 × 0, 23) + 1.930 Max Stock = 34.372, 70335 mT ≈ 34.370 mT Dalam penentuan jumlah pesanannya pun agak berbeda, yaitu dengan cara mencari selisih antara maximum dengan minimum stock.
Q = Max Stock − Min Stock Q = 34.370 − 18.150 Q = 16.220 mT Seperti halnya dalam perhitungan EOQ, dapat dicari berapa banyak pesanan bahan baku CCO yang dilakukan selama 3 tahun, m, dan berapa hari interval antar pesanannya T dapat ditentukan:
D Q 69.517,827 = 16.220
m=
= 4,29 ≈ 4 kali pesanan selama 3 tahun
1 Q = W , di mana W = Jumlah hari dalam 3 tahun m D 16220 = 3x365 69517,827
T =W
= 255,49 hari ≈ 255 hari Sedangkan rata-rata tingkat persediaan (Average Inventory Level) dan Turn Over Ratio (TOR) bisa didapat pula dengan:
I = SS + ( 1 2 .Q) I = 1930 + ( 1 2 .16220) I = 10040 mT D I 69517.827 TOR = 10040 TOR = 6,92 TOR =
Untuk perhitungan yang terakhir, yaitu total biaya persediaan untuk 3 tahun dapat dicari sebagai berikut.
Metode Pengendalian Persediaan… (Siti Nur Fadlillah; dkk)
149
⎛D⎞ TC ( M in − M ax ) = ⎜ ⎟ C o + C cD ⎝Q⎠ ⎛ 69.517, 827 ⎞ =⎜ ⎟ 87.000.000 + 1.579.500 x 69.517, 827 ⎝ 16.220 ⎠ = Rp 110.176.283.884
Untuk perhitungan total biaya tahunan dapat dicari sebagai berikut. ⎛D⎞ TC ( Min − Max ) = PD + ⎜ ⎟ Co + CcD ⎝Q⎠ = (5.850.000 x 69.517, 827) + 110.176.283.884 = Rp 516.855.571.834
Dengan menggunakan simulasi Monte Carlo, diharapkan dapat mengetahui probabilitas yang akan terjadi dalam 36 bulan ke depan dan dapat mengantisipasi permintaan yang melonjak serta probabilitas diambil berdasarkan data historis yang pernah terjadi. Simulasi dilakukan dengan 3 metode sebagai pembanding, yaitu metode EOQ dengan Perpetual Inventory Simulation, EOI dengan Periodic Inventory Simulation, dan Min-Max dengan Min-Max Inventory Simulation yang mempunyai kelebihan dan kekurangan sesuai dengan situasi permintaan yang akan terjadi. Sebelumnya perlu dibuat terlebih dahulu distribusi probabilitas, yang didapat dari data historis dari bulan Juli 2004 – Juni 2007 seperti yang terlihat pada Tabel 3, di mana jumlah selang kelasnya adalah sebanyak 20. Untuk data demand, diambil dari limit atas selang kelas, lalu dilakukan penghitungan frekuensi dari setiap demand yang pernah terjadi, kemudian dibuat probabilitasnya. Untuk membuat range probability, diperlukan membuat komulatif probabilitasnya terlebih dahulu. Ternyata terdapat beberapa kali frekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu pada nomor urut 7, 15, 18, dan 19, yang ditandai dengan warna pada baris tersebut. Untuk kasus ini, range probability diambil dari demand yang sebelumnya.
Tabel 3 Distribusi Probabilitas Bahan Baku CCO
150
INASEA, Vol. 9 No.2, Oktober 2008: 138 - 153
Simulasi dilakukan selama 36 bulan untuk memudahkan perbandingan metode mana yang paling baik, yang dapat dilihat pada Tabel 4. Data demand didapat dengan men-generate random number dari program excel dengan menggunakan formula =RAND(), kemudian random number tersebut dicocokkan masuk ke range probability yang mana sehingga memberikan data simulasi untuk data demand. Untuk data on hand, inisialisasi didapat dari penjumlahan jumlah pesanan optimal (Q*) dan safety stock (SS), di mana setiap kali melakukan pesanan jumlahnya tetap, yaitu 2770 mT. Kemudian, dari simulasi tersebut dihitung Total Inventory Cost-nya. Sedangkan untuk data on hand, inisialisasi didapat dari tingkat persediaan maksimum (E), di mana setiap kali melakukan pesanan jumlahnya berubah-ubah disesuaikan dengan kebutuhan seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Simulasi Kebutuhan Bahan Baku CCO dengan Metode EOQ
Simulated Month
Random Numbers Demand
Simulated Activity Demand
Order
Unit Balance
Sumulated Cost Holding Cost
Metode Pengendalian Persediaan… (Siti Nur Fadlillah; dkk)
Order Cost
Inventory Cost
151
PENUTUP Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian di bagian inventory perusahaan, untuk pemesanan bahan baku CCO adalah (1) Jumlah pesanan bahan baku CCO yang paling optimal pada perusahaan adalah 2770 mT setiap pesanannya; (2) Pemesanan bahan baku CCO pada perusahaa harus dilakukan ketika persediaan mencapai titik pemesanan kembali, yaitu 486 mT; (3) Setelah mensimulasikan ketiga metode pengendalian persediaan, didapat total biaya persediaan yang paling minimum adalah simulasi yang menggunakan metode EOQ, yaitu Rp 3.578.692.875,-; (4) Dari hasil perbandingan antara total biaya persediaan dengan rumus dan dengan simulasi, tetaplah metode EOQ yang memberikan total biaya yang paling rendah dan kemudian diikuti oleh metode EOI dan metode Min-Max; (5) Dari perbandingan total biaya persediaan antara metode usulan dan metode sistem berjalan, metode EOQ dapat meminimasi total biaya persediaan di perusahaan dari Rp 21.028.894.830,- menjadi Rp 4.371.019.395,- saja; (6) Metode EOQ dapat menjawab kebutuhan perusahaan dalam meminimasi total biaya persediaan tahunannya; (7) Semakin kecil kuantitas item yang dipesan, total biaya akan semakin besar. Sedangkan sebaliknya, semakin besar kuantitas item yang dipesan, akan semakin kecil biaya total. Namun, pada suatu titik tertentu, total biaya ini akan membesar lagi. Pada titik inilah total biaya minimal terjadi.
DAFTAR PUSTAKA Baroto, T. (2002). Perencanaan dan pengendalian produksi, Jakarta: Ghalia Indonesia. Groover, M.P. (1987). Automation, production systems, and computer integrated manufacturing, 2nd ed., New Jersey: Prentice Hall, Inc. Hakim Nasution, A. (2003). Perencanaan dan pengendalian produksi, Surabaya: Guna Widya. Kakiay, T.J. (2004). Pengantar sistem simulasi, Yogyakarta: ANDI.
152
INASEA, Vol. 9 No.2, Oktober 2008: 138 - 153
Richard J.T. (1994). Principles of inventory and materials management, 4th ed., New Jersey: Prentice Hall, Inc.. Taylor III, B.W. (2005). Introduction to management science, 8th ed., New Jersey: Prentice Hall, Inc. Walpole, R.E. (1995). Pengantar statistika, edisi ketiga, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Metode Pengendalian Persediaan… (Siti Nur Fadlillah; dkk)
153