i
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNG PADA PT. MGN
WAHYU ROHMAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku dan Bahan Pendukung pada PT. MGN adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Wahyu Rohmah H24090132
ii
ABSTRAK WAHYU ROHMAH. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku dan Bahan Pendukung pada PT. MGN. Dibimbing oleh ABDUL BASITH dan NUR HADI WIJAYA Pengendalian persediaan berkaitan erat dengan kelancaran proses produksi dan berpengaruh pada kepuasan konsumen. Bagi perusahaan, manajemen persediaan merupakan hal dilematis dan dianggap penting karena berhubungan dengan biaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengendalian persediaan yang efisien guna meminimalkan biaya persediaan. Metode yang digunakan yaitu analisis ABC untuk pengendalian persediaan bahan pendukung serta metode EOQ dan POQ untuk pengendalian persediaan bahan baku dengan bantuan sofware microsoft excel dan QM for Windows 2. Hasil analisis ABC menunjukkan sepuluh bahan pendukung masuk dalam kelas A dengan penyerapan 70,89% biaya persediaan. Metode EOQ menghasilkan pemesanan optimal 48,05 m³ dengan 3 kali pemesanan per periode dan biaya persediaan Rp 5.218.660. Metode POQ menghasilkan interval pemesanan 3 bulan dengan target persediaan 72,39 m³. Frekuensi pemesanannya 3 kali per periode dengan biaya persediaan sebesar Rp 6.532.137. Hasil perbandingan metode EOQ, POQ dan perusahaan menunjukkan metode EOQ mampu meminimalkan biaya persediaan dengan penghematan biaya senilai Rp 14.618.065 atau 72% biaya persediaan perusahaan. Kata Kunci : Analisis ABC, EOQ, POQ
ABSTRACT WAHYU ROHMAH. Analysis of Raw Material and Material Support Inventory Control at PT. MGN. Supervised by ABDUL BASITH and NUR HADI WIJAYA Inventory control is closely related to smooth running production process and its effect on customer satisfaction. For the company, inventory management is dilematis and is considered important because it relates charge. The purpose of this research is to analyze the efficient inventory control in order to minimize the cost of supplies. The research used ABC analysis as a method for material support inventory control and methods EOQ and POQ to control the supply of raw materials with the help of software microsoft excel and QM for windows 2. The results of the ABC analysis showed ten supporting materials in class A with the absorbing 70,89% the cost of supplies. EOQ method produces optimal ordering 48,05 m³ with frequency of ordering 3 times per period and inventory costs Rp 5.218.660. POQ method produces an interval of 3 months with a target ordering supplies 72,39 m³. Frequency of ordering 3 times per period by the inventory cost of Rp 6.532.137. The results of the comparison of EOQ, POQ and the company method shows EOQ method capable of minimizing inventory costs with cost savings worth Rp.14.618.065 or 72% of the cost of the company's inventory. Keywords : ABC Analysis, EOQ, POQ
iii
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNG PADA PT. MGN
WAHYU ROHMAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iv
v
Judul Skripsi : Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku dan Bahan Pendukung pada PT. MGN Nama : Wahyu Rohmah NIM : H24090132
Disetujui oleh
Dr Ir Abdul Basith, MS Pembimbing I
Nur Hadi Wijaya, STP,MM Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Jono M. Munandar, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
vi
PRAKATA Segenap puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku dan Bahan Pendukung pada PT. MGN”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2013 sampai Maret 2013. Skripsi ini ditujukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana. Melalui penelitian ini, penulis ingin memberikan alternatif solusi permasalahan pengendalian persediaan bahan baku dan bahan pendukung pada PT. MGN. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Abdul Basith, MS dan Bapak Nur Hadi Wijaya, STP, MM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan pada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Besar harapan penulis agar penelitian ini dapat bermanfaat.
Bogor, Mei 2013
Wahyu Rohmah
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penentuan Lokasi Data dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan Proses Produksi Bahan Baku dan Bahan Pendukung Prosedur Pembelian Bahan Baku dan Bahan Pendukung Analisis ABC Kondisi Pengendalian Persediaan Perusahaan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Metode EOQ (Economic Order Quantity) Pengendalian Persediaan Bahan Baku Metode POQ (Periodic Order Quantity) Perbandingan Metode Perusahaan dengan Metode EOQ dan POQ Implikasi Manajerial SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii vii 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 6 6 7 8 10 13 14 15 17 17 19 20 29
viii
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Analisis ABC bahan pendukung Tingkat pemesanan dan penggunaan bahan baku Persediaan rata-rata bahan baku Biaya pemesanan dan penyimpanan bahan baku Biaya opportunity cost Kuantitas dan frekuensi pemesanan bahan baku metode EOQ Kuantitas dan frekuensi pemesanan bahan baku metode POQ Perbandingan metode perusahaan, EOQ dan POQ
8 10 11 12 12 13 15 16
DAFTAR GAMBAR 1. 2.
Kerangka pemikiran Diagram pareto hasil analisis ABC
3 9
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis dan kebutuhan bahan pendukung PT. MGN Biaya-biaya persediaan pada PT. MGN Pengendalian persediaan metode EOQ Pengendalian persediaan metode POQ Output EOQ menggunakan Software QM for Windows 2
21 23 25 27 28
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Agroindustri merupakan salah satu bentuk pembangunan sektor pertanian dalam arti luas. Agroindustri memiliki peranan strategis dalam pembangunan perekonomian. Salah satu keunggulan komparatif agroindustri yaitu berupa penggunaan bahan baku yang berasal dari sumberdaya alam yang tersedia dalam negeri. Agroindustri pada sektor kehutanan merupakan salah satu kontributor utama bagi perekonomian nasional bila dipandang dari penyediaan lapangan kerja, penerimaan negara bukan pajak dan pajak, sumber pendapatan asli daerah, dan lain-lain (FWI,2011). Industri kayu olahan untuk pasar ekspor mulai dikembangkan oleh perusahaan di Indonesia pada tahun 1986 sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah yang melarang ekspor kayu bulat. Pemerintah hanya mengizinkan ekspor kayu gergaji maupun kayu olahan lainnya. Saat ini tantangan bagi perusahaan kayu olahan semakin besar. Adapun tantangan utamanya yaitu ketersediaan bahan baku yang semakin berkurang seiring dengan berkurangnya luas hutan di Indonesia. Menurut Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, hingga saat ini sisa hutan yang dimiliki Indonesia hanya 45 juta hektare yang sebelumnya 136 juta hektare hutan. Pada awal tahun 2000, Indonesia mengalami kesenjangan yang besar antara kebutuhan kayu bagi industri dengan kemampuan sumberdaya hutan untuk produksi kayu secara lestari. Terlebih lagi dengan adanya kebijakan penurunan produksi (soft landing) mulai tahun 2003 telah mengakibatkan produksi kayu semakin kecil (Widiarti dalam Aldianoveri, 2012) Kebutuhan kayu nasional pada tahun 2011 sekitar 56 juta m³ hanya mampu dipenuhi oleh hutan alam produksi sebesar 5 juta m³ atau 9 % sedangkan sisanya adalah dari hutan tanaman sebesar 20 juta m³. Dengan kondisi tersebut, terjadi defisit kebutuhan kayu sebesar 31 juta m³ per tahun (Aldianoveri, 2012). PT. MGN merupakan perusahaan manufaktur kayu olahan yang mengkhususkan pada produk easel dan frame. Penjualan PT. MGN berorientasi ekspor dengan negara tujuan Korea Selatan berdasarkan sistem pemesanan. Akan tetapi, saat ini PT. MGN belum mampu memenuhi seluruh pesanan yang ditentukan sebelumnya untuk setiap kali pengiriman barang. Kondisi ini membuat PT. MGN kehilangan kesempatan meraih keuntungan dari produk yang tidak dapat dipenuhi. Kekurangan persediaan yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya keterbatasan dalam pengendalian bahan baku, keterbatasan kapasitas alat transportasi dan keterbatasan kapasitas produksi . Perusahaan pernah mengalami kekurangan persediaan bahan baku kayu albasia sehingga perusahaan menggantinya dengan kayu jati belanda. Akan tetapi, struktur kayu jati belanda dianggap lebih keras dan sulit dalam proses pengerjaannya sehingga dapat menghambat proses produksi yang berlangsung. Penggantian bahan baku berdampak pada menurunnya tingkat produktivitas sehingga kurang efisien. Mengingat pentingnya pengendalian persediaan dan permasalahan yang terjadi di perusahaan, maka diperlukan kajian khusus mengenai pengendalian persediaan baku dan bahan pendukung di PT. MGN sehingga diperoleh alternatif pengendalian persediaan yang efisien.
2 2 Manajemen persediaan berkaitan erat dengan kelancaran proses produksi dan berpengaruh pada kepuasan konsumen serta kemungkinan terjadinya kehilangan penjualan (lost sales). Bagi perusahaan, manajemen persediaan merupakan hal dilematis. Jika persediaan berlebihan maka perusahaan akan mengeluarkan biaya berlebih untuk biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Akan tetapi, jika terjadi kekurangan persediaan maka dapat menghambat kelancaran proses produksi akibat kekurangan persediaan bahan baku. Selain itu, kekurangan persediaan juga berdampak pada risiko kehilangan konsumen. Konsumen merasa kurang puas jika barang yang diinginkan kehabisan stok atau mengalami keterlambatan. Untuk itu, manajemen persediaan perlu dikelola dengan baik. Perusahaan perlu mengelola, merencanakan dan mengendalikan persediaan pada tingkat yang optimum. . Perumusan Masalah Berkaitan dengan permasalahan yang terjadi pada perusahaan maka diperlukan adanya pengendalian persediaan bahan baku dan bahan pendukung. Adapun perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimana pengendalian persediaan bahan pendukung dan bahan baku yang ada pada perusahaan saat ini? b. Bagaimana model pengendalian persediaan yang efisien pada perusahaan dengan analisis ABC, metode EOQ dan POQ? c. Bagaimana menentukan jumlah persediaan yang optimum dan efisien? Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi manajemen persediaan bahan baku dan bahan pendukung yang ada pada perusahaan saat ini? b. Menganalisis pengendalian persediaan bahan pendukung dengan Analisis ABC? c. Menganalisis pengendalian persediaan bahan baku dengan metode EOQ dan POQ? d. Merekomendasikan jumlah persediaan bahan baku yang optimum dan efisien? Manfaat Penelitian a. Bagi perusahaan diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tambahan atau bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan persediaan yang efisien dimasa yang akan datang. b. Bagi penulis diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dan sebagai bahan latihan pemecahan masalah manajerial terutama mengenai manajemen persediaan dengan mengkaitkan teori dan aplikasinya. c. Bagi peneliti diharapkan mampu memperkaya konsep atau teori mengenai manajemen persediaan serta sebagai referensi penelitian yang lebih lanjut.
3 3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berfokus pada pengendalian persediaan bahan baku dan bahan pendukung yang disesuaikan dengan data-data yang terdapat pada perusahaan. Model pengendalian persediaan yang digunakan adalah analisis ABC untuk pengendalian persediaan bahan pendukung serta model EOQ dan POQ untuk pengendalian persediaan bahan baku dengan dengan anggapan bahwa kondisi pengendalian persediaan perusahaan memenuhi asumsi metode tersebut.
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi pengendalian persediaan yang diterapkan perusahaan dengan melakukan identifikasi jenis dan karakteristik bahan baku dan bahan pendukung, prosedur pemesanan, frekuensi dan jumlah ah pemesanan, tingkat penggunaan bahan baku, lead time dan harga. Langkah selanjutnya yaitu mengidentifikasi biaya-biaya dalam persediaan yang meliputi biaya pemesanan dan penyimpanan. Setelah semua data terkumpul kemudian dilakukan analisis pengendalian persediaan menggunakan analisis ABC untuk bahan pendukung dan metode EOQ dan POQ untuk bahan baku. Pemilihan model alternatif pengendalian persediaan dilakukan dengan membandingkan biaya persediaan dan penghematan biaya antara model persediaan perusahaan saat ini dengan model persediaan EOQ dan POQ. Model dengan tingkat biaya persediaan terendah akan direkomendasikan untuk diterapkan pada perusahaan PT. MGN Pengendalian persediaan Identifikasi kondisi pengendalian persediaan perusahaan
Jenis, harga dan asal bahan
Prosedur pemesanan
Biaya persediaan
Frek. pemesanan dan lead time
Tingkat pemesanan dan penggunaann
Analisis pengendalian persediaan Bahan Baku
Bahan Pendukung Analisis ABC
Metode perusahaan
Metode EOQ Metode POQ
Perbandingan model persediaan Model persediaan yang efisien
Gambar 1 Kerangka pemikiran
4 4 Penentuan Lokasi Penelitian ini dilakukan di PT. MGN yang beralamat di Jl. Pemda no. 104, Kampung Parakan Kembang Rt 06/01, Desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan (Januari 2013 - Maret 2013). Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa PT. MGN adalah perusahaan agroindustri yang belum lama berdiri dan menghasilkan produk olahan kayu yang berorientasi ekspor. Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya. Dalam penelitian ini, digunakan teknik wawancara dengan pihak yang terkait di perusahaan, pengamatan dan pencatatan langsung di lapangan. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan secara tidak langsung dari sumbernya. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa data dari berbagai literatur yaitu jurnal, buku-buku referensi, internet dan data yang diperoleh dari literatur yang terdapat di perusahaan. Data yang digunakan berupa data bulan Juni-Desember 2012 dan Januari-Februari 2013 yang berhubungan dengan kebijakan perusahaan dalam pengadaan dan penanganan persediaan, data permintaan bahan baku dan pendukung, daftar barang persediaan yang meliputi kuantitas, harga, lead time serta data lainnya yang mendukung penelitian ini. Pengolahan Data dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan terhadap data primer maupun data sekunder yang didapat dari perusahaan. Data yang diperoleh dari perusahaan dapat berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk angkaangka dan tabel sedangkan data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif berupa uraian dari data-data. Pengolahan data untuk pengendalian persediaan bahan pendukung menggunakan analisis ABC. Analisis ABC digunakan untuk mengklasifikasikan bahan pendukung kedalam tiga kelas berdasarkan volume biaya. Untuk menentukan volume dolar tahunan dari analisis ABC, dilakukan perkalian antara permintaan tahunan dari setiap barang persediaan dengan biaya per unitnya. Berikut ini pengklasifikasian ketiga kelas tersebut. • Kelas A mereprentasikan 70 % - 80% dari volume dolar tahunan • Kelas B mereprentasikan 15 % - 25% dari volume dolar tahunan • Kelas A mereprentasikan 5 % dari volume dolar tahunan Pengolahan data untuk pengendalian persediaan bahan baku meggunakan metode EOQ dan POQ. Rumus untuk menghitung pengendalian persediaan metode EOQ yaitu : a. Penentuan kuantitas optimum EOQ
2DS H
....(1)
5 5 b.
Penentuan ROP tanpa persediaan pengaman ROP d.L c. Penentuan persediaan pengaman SS Zαδd √L d. Penentuan ROP dengan persediaan pengaman ROP d.L SS Rumus pengendalian metode POQ yaitu : a. Penentuan interval order
....(2) ....(3) ....(4)
....(5) b.
Penentuan target persediaan ....(6)
Dimana : D Permintaan per periode S Biaya pemesanan H Biaya penyimpanan d Permintaan harian
L Lead time R Permintaan rata‐rata Zα Faktor pengaman
δd standar deviasi permintaan
Perangkat lunak yang digunakan dalam pengolahan data tersebut adalah program Microsoft Office Excel dan QM for Windows 2. Pemilihan model alternatif pengendalian persediaan dilakukan dengan membandingkan biaya persediaan dan penghematan biaya antara model persediaan perusahaan saat ini dengan model persediaan EOQ dan POQ. Model dengan tingkat biaya persediaan terendah akan direkomendasikan untuk diterapkan pada perusahaan. Akan tetapi, penerapan model alternatif yang direkomendasikan harus disesuaikan dengan kebijakan dan kondisi perusahaan dalam pengendalian persediaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan PT. Mahakarya Gemilang Nusantara (MGN) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan kayu dan trading. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 7 Februari 2012. Kantor Pusat PT. MGN berlokasi di Jl. Bima 1 No.8, Indraprasta, Bogor sedangkan pabriknya berlokasi di Jl. Pemda 104, Kp. Parakan Kembang RT: 06 RW: 01, Desa Pasir Jambu, Kec. Sukaraja, Kab. Bogor. Pabrik PT. MGN berdiri diatas tanah seluas 1600 m². Perusahaan memiliki 70 karyawan yang terdiri dari 61 karyawan bagian produksi, 6 staf dan 3 security. Bagian Produksi terdiri dari 3 divisi yaitu divisi Raw Material, Produk Setengah Jadi dan Produk Jadi. Staf terbagi kedalam 5 bagian yaitu R & D, Personalia, PPC, Administrasi dan Warehouse. Perusahaan beroperasi 6 hari dalam seminggu yaitu dari hari senin hingga sabtu dengan jam kerja mulai pukul 08.00 – 16.00.
6 6 Proses Produksi Proses produksi pada PT. MGN terbagi kedalam 3 divisi yaitu divisi satu (Raw Material), divisi dua (Produk Setengah Jadi), dan divisi tiga (Produk Jadi). Setiap divisi terbagi kedalam beberapa departemen. Berikut divisi yang terdapat pada PT. MGN 1. Divisi Satu Divisi satu terdiri dari dua departemen yaitu Raw material department dan Sizing department. Raw material department bertugas dalam proses pengadaan bahan baku yaitu kayu albasia dan menghaluskan kayu pada salah satu sisinya menggunakan mesin. Sizing department bertugas melakukan pemotongan kayu untuk setiap komponen penyusun. Output dari divisi satu berupa dowel untuk easel 1300 dan kayu yang telah dipotong-potong untuk dibentuk sesuai dengan komponen yang dibutuhkan. 2. Divisi Dua Ouput dari divisi satu kemudian akan diproses pada divisi dua untuk menghasilkan produk setengah jadi. Divisi ini terdiri dari tiga departemen yaitu Component Department, Assembly Department, Unfinish Department. Component Department bertugas membentuk kayu sesuai dengan desain setiap komponennya dengan cara di bor, bobok ataupun router. Assembly Department bertugas merakit komponen-komponen yang telah dibentuk menjadi produk setengah jadi. Unfinish Department bertugas menghaluskan setiap set dan komponen menggunakan amplas manual kemudian dilakukan pengecekan. Jika terdapat bagian komponen yang cacat atau berlubang akan dilakukan pendempulan menggunakan wood filler. Selanjutnya, komponen akan diamplas kembali menggunakan mesin amplas. 3. Divisi Tiga Divisi tiga terdiri atas finishing department yang bertugas melakukan pengecatan dan packing. Proses pengecatan dilakukan secara bertahap yaitu pengecatan dengan pewarna dasar (sending), penghalusan menggunakan amplas dan pengecatan kembali menggunakan melamic gloss dan thinner. Packing dilakukan menggunakan karton untuk produk easel dan ikatan tali rafia untuk produk frame. Setiap satu pack easel berisi lima buah easel yang sejenis kecuali untuk easel 1300 (B) Dark Brown berisi sepuluh buah easel sejenis. Setiap satu pack frame berisi sepuluh buah frame yang sejenis. Bahan Baku dan Bahan Pendukung Bahan Baku Material yang digunakan dalam pembuatan produk secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku yang digunakan yaitu kayu. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu albasia. Kayu ini dipilih karena memiliki tekstur yang lebih halus, ringan dan mudah dalam proses pengerjaan. Alternatif kayu lain adalah kayu jati belanda. Akan tetapi, penggunaan kayu ini merupakan alternatif terakhir jika kayu albasia tidak tersedia. Kayu merupakan bahan baku yang terpenting karena merupakan elemen utama penyusun produk baik easel maupun frame.
7 7 Selama ini perusahaan memesan kayu dari PT. Kita Maju Bersama yang berlokasi di Tangerang. Jika kayu yang diinginkan kosong maka perusahaan mencari alternatif supplier lain di wilayah Jawa Barat. Lead time atau waktu tunggu barang sampai ke gudang dari proses pemesanan yaitu 2 hari. Perusahaan akan melakukan pemesanan kembali jika stok digudang tinggal 2 m³ kayu. Bahan Pendukung Bahan pendukung yang digunakan terdiri dari 38 item. Perusahaan membedakan bahan pendukung kedalam tiga kategori yaitu bahan bantu (15 item), alat bantu (11 item) dan hardware (12 item). Bahan pendukung dipasok dari beberapa supplier. Terdapat dua metode pembelian bahan pendukung yaitu harus dipesan terlebih dahulu dan bahan pendukung yang dapat langsung dibeli oleh perusahaan tanpa melalui pemesanan. Bahan pendukung berasal dari berbagai macam supplier sehingga memiliki lead time kedatangan yang bervariasi. Bahan pendukung yang dipesan memiliki lead time selama 2-5 hari sedangkan untuk bahan pendukung yang dapat langsung dibeli memiliki lead time kurang dari satu hari karena bahan pendukung ini mudah didapatkan. Adapun jenis bahan pendukung dapat dilihat pada lampiran 1. Prosedur Pembelian Bahan Baku dan Bahan Pendukung Prosedur pembelian bahan baku dan bahan pendukung diawali dengan pengajuan pembelian material untuk rencana pengiriman produk (Plan Shift). Hal ini karena PT. MGN berproduksi berdasarkan pesanan. Proses ini berlangsung setelah perusahan menerima pesanan, maka perusahaan akan membuat pengajuan material. Pengajuan material ini menjadi pedoman untuk satu kali periode pengiriman barang dan akan diperbarui jika akan melakukan pengiriman barang selanjutnya. Pengajuan material dibuat oleh bagian PPIC dan warehouse. Adapun pembelian bahan baku merupakan tanggung jawab departemen Raw Material. Departemen Raw Material akan melakukan kontrol terhadap tingkat persediaan bahan baku. Jika persediaan bahan baku kayu hanya tersedia 2 m³, departemen Raw Material akan mengajukan pembelian bahan baku ke manager produksi dan keuangan. Jika disetujui oleh manager produksi dan keuangan maka akan dilakukan pemesanan bahan baku kayu. Bahan baku dipesan dari PT. Kita Maju Bersama. Departemen Raw Material melakukan pesanan melalui telepon. Jika barang yang diinginkan tersedia, departemen Raw Material akan melakukan peninjauan ke supplier untuk memilih kayu yang berkualitas. Setelah semua proses dan administrasi selesai, bahan baku akan dikirimkan ke perusahaan. Departemen Raw Material akan mengecek dan mencatat jumlah bahan baku yang masuk ke gudang. Pencatatan yang dilakukan meliputi jumlah kayu, ukuran kayu (panjang, lebar,tinggi) dan kubikasi kayu. Pembelian bahan pendukung merupakan tanggung jawab bagian warehouse. Pembelian bahan pendukung terbagi menjadi dua yaitu bahan pendukung yang harus dipesan terlebih dahulu dan bahan pendukung yang dapat langsung dibeli. Untuk bahan pendukung yang harus dipesan, pemesanan dilakukan melalui
8 8 telepon oleh bagian warehouse. Barang yang dipesan akan diantar oleh supplier sampai ke perusahaan dengan lead time 2-5 hari. Analisis ABC Tabel 1 Analisis ABC bahan pendukung Nama Bahan Volume Biaya Pendukung (Rp) 1 Baud 6x80 6.240.000 5.713.660 2 Melamic Gloss 3 Sending Seller 5.713.660 4 Baud 6x100 4.160.000 5 Amplas 100 3.935.680 6 Karton 3.293.040 7 Baud 4 mm 2.340.000 8 Thinner 1.987.360 9 Amplas 400 1.475.880 10 Sekrup up 6x1 1.461.240 11 Kacamata 1.350.000 12 Paku 1010 j 1.349.376 13 Lakban 1.307.100 14 Dowel 1.307.100 15 Amplas Orbit 1.229.900 16 Red Mahony 1.229.900 17 Lem Fox 1.000.267 18 Lem Vivo 834.360 19 Candy Yellow 737.940 20 Dark Brown 737.940 21 Amplas 240 491.960 22 Amplas 180 491.960 23 Tali Rafia 430.752 24 Wood Filler 390.300 25 Sekrup up 6x1/4 390.000 26 Masker 360.000 27 Sarung Tangan 300.000 28 Amplas Discander 172.186 29 Stempel Easel 140.560 30 Paku I f30 132.840 31 Stick Bambu 110.700 32 Stempel Kanvas 106.140 33 Minyak Goreng 98.392 34 Talk Dempul 84.336 35 Kapur 56.224 36 Oli 28.112 37 Solar 28.112 38 Lem Kertas 14.056 Sumber : PT. MGN,2013 (Data Diolah) No
% Volume Biaya 12,18 11,15 11,15 8,12 7,68 6,43 4,57 3,88 2,88 2,85 2,64 2,63 2,55 2,54 2,40 2,40 1,95 1,65 1,44 1,44 0,96 0,96 0,84 0,76 0,76 0,70 0,59 0,34 0,27 0,26 0,22 0,21 0,19 0,16 0,11 0,05 0,05 0,03
Kumulatif (%)
Kelas
70,89
A
23,56
B
5,55
C
Analisis ABC digunakan untuk mengklasifikasikan bahan pendukung kedalam tiga kelas yaitu A, B, dan C. Analisis ABC adalah sebuah aplikasi persediaan dari prinsip pareto. Gagasannya adalah untuk membuat kebijakan-
9 9 kebijakan persediaan yang memfokuskan persediaan pada bagian-bagian persediaan yang sedikit kritis dan tidak banyak pada yang sepele. Tidaklah realistis jika memantau barang-barang yang tidak mahal dengan intensitas yang sama dengan barang-barang yang sangat mahal. (Heizer dan Render, 2008) Bahan pendukung yang digunakan dalam produksi cukup beragam sehingga perlu dilakukan analisis ABC. Analisis ABC digunakan untuk mengetahui bahan pendukung yang perlu mendapatkan prioritas dalam pengendalian persediaan. Basis yang digunakan dalam analisis ABC yaitu berdasarkan volume biaya. Volume biaya didapatkan dengan mengalikan jumlah permintaan bahan pendukung dengan harga per unit. Perusahaan berproduksi berdasarkan pesanan dan telah melakukan pengiriman produk sebanyak tiga kali. Untuk itu, jumlah permintaan bahan pendukung dihitung dengan pendekatan kebutuhan bahan pendukung per produk dikalikan dengan total jumlah produk selama tiga kali pengiriman. Hasil analisis ABC untuk 38 item bahan pendukung dapat terlihat pada Tabel 1. Hasil analisis ABC menunjukkan 10 item atau 26% bahan pendukung termasuk dalam kelas A yang mereprentasikan penyerapan biaya persediaan sebesar 70,89% dari total biaya persediaan. Kelas B terdiri dari 12 item atau 32% bahan pendukung yang mereprentasikan penyerapan biaya persediaan sebesar 23,56% dari total biaya persediaan dan kelas C terdiri dari 16 item atau 42% bahan pendukung yang mereprentasikan penyerapan biaya persediaan sebesar 5,55% dari total biaya persediaan. Bahan pendukung yang termasuk dalam kelas A merupakan bahan pendukung yang jumlahnya sedikit yaitu 10 item atau 26% dari jumlah total bahan pendukung (38 item) tetapi menghabiskan biaya persediaan paling besar yaitu 70,89% dari total biaya persediaan sehingga perlu mendapatkan prioritas dalam pengendalian persediaan dibandingkan kelas B dan C. Berikut ini diagram pareto dari jumlah unit dan penggunaan biaya bahan pendukung dengan analisis ABC. 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
volume biaya volume unit
A
B
C
Gambar 1 Diagram pareto hasil analisis ABC Menurut Ristono (2009), perusahaan dapat menetapkan beberapa kebijakan berdasarkan hasil analisis ABC yaitu pengembangan sumberdana untuk pembelian bahan pendukung kelas A lebih ditingkatkan daripada bahan pendukung kelas B dan C, pengendalian yang lebih ketat untuk bahan pendukung kelas A serta peramalan yang lebih hati-hati untuk bahan pendukung kelas A dibandingkan kelas B dan C.
10 10 Kondisi Pengendalian Persediaan Perusahaan Kuantitas Pemesanan dan Penggunaan Bahan Baku PT. MGN melakukan pemesanan bahan baku berdasarkan rencana pengajuan material untuk setiap rencana pengiriman pesanan produk. Besarnya kuantitas bahan baku yang dipesan disesuaikan dengan jumlah pesanan untuk setiap kali pengiriman. Adanya perencanaan kuantitas dan frekuensi pemesanan bahan baku perlu diperhatikan oleh perusahaan karena berpengaruh terhadap biaya persediaan. Tingginya frekuensi pemesanan bahan baku mampu meningkatkan biaya pemesanan. Semakin sering perusahaan memesan bahan baku maka semakin besar biaya pemesanan yang harus dikeluarkan. Akan tetapi, jika pemesanan dilakukan dengan kuantitas yang besar mampu meningkatkan biaya penyimpanan. Untuk itu diperlukan perencanaan persediaan bahan baku guna meminimalkan biaya persediaan. Dari bulan Juni 2012-Februari 2013 perusahaan telah melakukan pemesanan bahan baku sebanyak 15 kali. Kuantitas pemesanan bahan baku bervariasi dengan rata-rata pemesanan 7,28 m³ setiap kali pemesanan. Adapun rincian pemesanan bahan baku dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Tingkat pemesanan dan penggunaan bahan baku Tingkat Pemesanan Bulan Frekuensi (kali) Kuantitas (m³) 3 Juni 20,5906 Juli 2 18,1646 Agustus 0 0 September 2 8,0675 Oktober 3 36,2686 November 0 0 Desember 3 28,2904 Januari 1 9,5880 Februari 1 10,0139 15 130,9836 Total Rata-rata per 2 14,5537 bulan Sumber : PT. MGN,2013 (Data Diolah)
Tingkat Penggunaan (m³) 22,2925 10,6941 18,0267 4,7180 31,3446 8,2735 16,7656 13,5048 16,8180 142,4378 15,8264
Dari Tabel 2 dapat dilihat rata-rata frekuensi pemesanan 2 kali dalam sebulan. Pada bulan Agustus dan November perusahaan tidak melakukan pemesanan. Hal ini karena persediaan bahan baku pada bulan sebelumnya cukup banyak dan masih mencukupi untuk keperluan produksi. Pembelian bahan baku tertinggi terjadi pada bulan Oktober karena pada bulan Oktober tingkat penggunaan bahan baku yang tinggi yaitu 31,3446 m³. Pada Tabel. 2 juga terlihat bahwa kuantitas pemesanan bahan baku selama periode Juni 2012-Februari 2013 lebih rendah dibandingkan kuantitas penggunaan bahan baku. Hal ini karena perusahaan masih memiliki sisa persediaan bulan Mei sebesar 12,2581 m³. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel. 3. Sisa persediaan tersebut digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan produksi bulan Juni dan perusahaan akan melakukan pemesanan jika sisa persediaan tidak mencukupi lagi untuk proses produksi. Perusahaan biasanya akan
11 11 memesan kembali bahan baku jika tingkat persediannya sekitar 1-2 m³ dengan lead time 2 hari. Tabel 3 Persediaan rata-rata bahan baku Bulan
Persediaan awal (m³)
Penerimaan (m³)
Pemakaian (m³)
Persediaan Akhir (m³)
Persediaan rata-rata (m³)
Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari
12,2581 10,5562 18.0267 0 3,3495 8,2735 0 11,5248 7,6080
20,5906 18,1646 0 8,0675 36,2686 0 28,2904 9,5880 10,0139
22,2925 10,6941 18,0267 4,7180 31,3446 8,2735 16,7656 13,5048 16,818
10,5562 18,0267 0 3,3495 8,2735 0 11,5248 7,608 0,8039
11,4072 14,2916 9,0134 1,6748 5,8115 4,1368 5,7624 9,5664 4,2060
Total 71,5968 130,9836 Rata-Rata 7,9552 14,5537 Per Bulan Standar 5,9944 12,3525 Deviasi Sumber : PT. MGN,2013 (Data Diolah)
142,4378
60,1426
65,8697
15,8264
6,6825
7,3189
7,9176
6,1797
4,0252
Tingkat penggunaan bahan baku pada perusahaan bervariasi dengan standar deviasi sebesar 7,9176 m³. Penggunaan bahan baku tergantung dari tingkat pemesanan produk dan pemenuhan pesanan. Perusahaan akan meningkatkan produksi untuk mencapai target pemenuhan pesanan pelanggan. Perusahaan biasanya menetapkan kerja lembur untuk mencapai target pesanan produk. Penggunaan bahan baku tertinggi terjadi pada bulan Oktober sebesar 31,3446 m³. Hal ini karena pada bulan ini perusahaan mengejar target produksi untuk pengiriman produk. Tingkat penggunaan bahan baku terendah pada bulan September sebesar 4,718 m³. Hal ini karena perusahaan memiliki persediaan produk jadi yang cukup banyak dari produksi bulan-bulan sebelumnya yang mampu mencukupi pesanan produk. Biaya Persediaan a. Biaya Pemesanan Biaya pemesanan adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pemesanan ke pemasok. Besarnya biaya pemesanan biasanya tidak dipengaruhi oleh jumlah pemesanan tetapi dipengaruhi oleh frekuensi pemesanan. Semakin sering perusahaan melakukan pemesanan maka semakin besar biaya pemesanan tahunan yang harus dikeluarkan. Biaya operasional merupakan biaya dalam proses pemesanan ke supplier. Perusahaan menetapkan biaya operasional sebesar Rp 100.000,00. Biaya ini meliputi biaya telepon, transportasi ke lokasi supplier dan ongkos peninjauan bahan baku. Supplier tidak menanggung biaya transportasi untuk pengangkutan bahan baku sehingga perusahaan harus mengeluarkan biaya pengangkutan sebesar Rp 650.000,00 dan biaya bongkar muat bahan baku saat sampai di gudang sebesar Rp 100.000,00 dan forklift sebesar Rp 25.000,00. Total biaya pemesanan yang
12 12 harus dikeluarkan perusahaan setiap kali melakukan pemesanan bahan baku adalah Rp 875.000,00. Rincian biaya pemesanan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Biaya pemesanan dan penyimpanan bahan baku Biaya Rp/Pesanan Biaya Penyimpanan Pemesanan Transportasi 650.000 Sewa Gudang Operasional 100.000 Listrik Bongkar Muat 100.000 Opportunity Cost 25.000 Forklift Total 875.000 Total
Rp/m³/period 28.465 1.859 77.625 107.950
Sumber : PT. MGN 2013, BI 2013, Perpres 2011 dan Perda 2010 (Data Diolah)
b. Biaya Penyimpanan Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan dalam penanganan atau penyimpanan material. Besarnya biaya penyimpanan tergantung dari lama penyimpanan dan jumlah yang disimpan. Biaya ini dinyatakan dalam biaya per unit per periode. Biaya penyimpanan bahan baku pada PT. MGN meliputi biaya sewa gudang, biaya listrik dan biaya kesempatan (opportunity cost) yang dapat dilihat pada Tabel 4. Bahan baku disimpan dalam gudang yang berukuran 5 m x10 m. Gudang penyimpanan bersifat terbuka tanpa pembatas dengan atap berupa terpal sebagai pelindung dari panas dan hujan. Tidak ada perawatan khusus untuk bahan baku selama penyimpanan. Dalam operasinya, perusahaan masih menyewa pabrik seluas 1600 m² dengan biaya sewa sebesar Rp 80.000.000,00 per tahun sehingga biaya sewa gudang dapat didekati melalui perbandingan luas gudang dengan luas pabrik dikalikan dengan biaya sewa tahunan. Data bahan baku yang dianalisis dalam penelitian ini hanya sembilan bulan sehingga biaya sewa gudang harus dikonversi ke sembilan bulan penyewaan. Besarnya biaya sewa gudang yaitu Rp.2.500.000,00 per tahun atau Rp 1.875.000,00 untuk periode sembilan bulan. Tabel 5 Biaya opportunity cost Persediaan Bulan rata-rata (m³) 11,4072 Juni Juli 14,2915 Agustus 9,0134 September 1,6748 Oktober 5,8115 November 4,1368 Desember 5,7624 Januari 9,5664 Februari 4,2060 65,8697 Total 7,3189 Rata-rata/bulan
Suku bunga (%) 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 51,75 5,75
Rp/m³/periode
Opportunity cost (Rp) 885.480 1.109.374 669.661 130.002 451.118 321.115 447.306 742.592 326.487 5.113.135 568.126 77.625
Sumber : PT. MGN dan BI, 2013 (Data Diolah)
Biaya penyimpanan lainnya yaitu biaya listrik untuk penerangan gudang. Gudang memiliki penerangan berupa satu buah lampu dengan daya 40 watt yang
13 13 dinyalakan pada malam hari dengan rata-rata penggunaan 12 jam per hari atau 360 jam per bulan. Berdasarkan data dari PLN, tarif dasar listrik untuk Golongan B2/TR 23000 VA sebesar Rp 900,00 per Kwh sehingga biaya listrik untuk penerangan gudang sebesar Rp 13.608 per bulan. Selain biaya sewa gudang dan biaya listrik, biaya yang termasuk dalam biaya penyimpanan adalah opportunity cost. Opportunity cost merupakan biaya kesempatan yang hilang jika biaya tersebut diinvestasikan pada sektor lain atau disimpan di bank. Biaya ini timbul karena adanya persediaan kayu yang merupakan barang tidak bergerak. Besarnya biaya opportunity cost dipengaruhi oleh tingkat suku bunga, persediaan rata-rata dan harga kayu per unit. Perhitungan biaya opportunity cost dapat dilihat pada Tabel. 5.
Pengendalian Persediaan Bahan Baku Metode EOQ (Economic Order Quantity) Analisis persediaan bahan baku metode EOQ digunakan untuk mengetahui jumlah kuantitas pemesanan yang optimal dengan biaya persediaan yang minimum. Metode ini merupakan metode dengan kuantitas pemesanan tetap tetapi waktu pemesanannya dapat berbeda tergantung dari batas titik pemesanan kembali (reorder point). Tabel 6 menunjukkan kuantitas dan frekuensi pemesanan bahan baku dengan metode EOQ. Tabel 6 Kuantitas dan frekuensi pemesanan bahan baku metode EOQ Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Kuantitas 48,05 0 0 0 48,05 0 48,05 0 0 (m³) Frek. 1 0 0 0 1 0 1 0 0 (kali)
Total 144,15 3
Sumber: Data Diolah,2013
Dalam penerapannya metode ini memerlukan beberapa asumsi yaitu hanya satu item barang yang diperhitungkan, lead time diketahui dan bersifat konstan, pengadaan bahan baku sekaligus, tidak ada quantity discount, kapasitas gudang dan modal mencukupi, biaya variabel hanya terdiri atas biaya pemesanan dan penyimpanan, stockout harus dihindari dengan menjaga kedatangan barang/bahan yang tepat waktu (Ristono, 2009). Berdasarkan hasil perhitungan metode EOQ diperoleh jumlah pemesanan ekonomis sebesar 48,05 m³ dengan frekuensi pemesanan 3 kali dalam satu periode. Kuantitas pemesanan kayu setiap kali pesan adalah tetap yaitu sebesar 48,05 m³ sesuai dengan nilai EOQnya. Akan tetapi waktu pemesanannya bervariasi disesuaikan dengan tingkat penggunaan kayu dan nilai reorder point. Menurut Budiman dan Hakimi (2004), reorder point atau titik pemesanan kembali merupakan suatu batas dari jumlah persediaan yang ada saat pemesanan harus diadakan kembali. Perhitungan nilai reorder point ditetapkan berdasarkan lead time dan penggunaan rata-rata bahan baku per hari. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai reorder point sebesar 1,27 m³. Artinya perusahaan harus memesan kembali kayu kepada supplier saat persediaan di gudang hanya tersisa 1,27 m³.
14 14 Jika pemesanan dilakukan di bawah nilai reorder point maka terdapat kemungkinan persediaan kayu akan habis sebelum pesanan kayu sampai ke gudang. Jika pesanan dilakukan diatas nilai reorder point maka akan terjadi kelebihan persediaan sehingga kurang ekonomis. Pengendalian persediaan metode EOQ memerlukan pemantauan terus-menerus untuk mengetahui kapan dicapainya nilai reorder point yang digunakan acuan bagi perusahaan untuk melakukan pesanan kembali. Biaya persediaan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan yaitu Rp.5.218.660,00 yang terdiri dari biaya pemesanan Rp 2.625.000,00 dan biaya penyimpanan Rp 2.593.660,00. Besarnya biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dengan metode EOQ relatif seimbang karena metode ini berusaha meminimumkan biaya persediaan dengan menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Adanya ketidakpastian tingkat penggunaan bahan baku selama lead time dan kemungkinan keterlambatan pengiriman pesanan harus dipertimbangkan oleh perusahaan jika perusahaan tidak menginginkan kehabisan persediaan bahan baku. Oleh karena itu, diperlukan persediaan pengaman (safety stock) untuk meredam fluktuasi penggunaan bahan baku selama lead time. Penentuan persediaan pengaman didasarkan pada tingkat pelayanan (service level) yang diinginkan oleh perusahaan, standar deviasi penggunaan bahan baku dan lead time. Pada umumnya batas toleransi yang digunakan adalah 5% diatas perkiraan dan 5% dibawah perkiraan dengan nilai 1,65 (Ruauw,2011). Dari hasil perhitungan diperoleh nilai persediaan pengaman sebesar 3,70 m³. Dengan adanya kebijakan persediaan pengaman maka nilai reorder point akan lebih besar sesuai dengan rumus berikut : . √ Dari perhitungan diperoleh nilai ROP sebesar 4,97m³ yang artinya perusahaan harus memesan jika persediaan bahan baku digudang mencapai 4,97m³. Adanya persediaan pengaman yang ditetapkan perusahaan akan berimbas pada biaya persediaan. Biaya persediaan akan meningkat karena bertambahnya biaya penyimpanan akan tetapi biaya pemesanannya tetap. Hal ini karena biaya pemesanan tidak dipengaruhi oleh jumlah unit yang dipesan. Tambahan biaya penyimpanan yang terjadi adalah Rp 398.883,00 sehingga total biaya persediaan dengan kebijakan persediaan pengaman juga bertambah menjadi Rp 5.617.542,00. Pengendalian Persediaan Bahan Baku Metode POQ (Periodic Order Quantity) Analisis persediaan bahan baku metode POQ digunakan untuk menentukan banyaknya periode yang diperlukan untuk menyelesaikan pesanan. Metode POQ merupakan pengembangan dari metode EOQ yang digunakan untuk mengatasi permintaan yang tidak sama. Metode ini merupakan metode dengan interval pemesanan tetap serta memperbolehkan ukuran pemesanan bervariasi sesuai dengan interval pemesanan ekonomis yang diperoleh. (Henmaidi dan Heryseptemberiza, 2007).
15 15 POQ menggunakan logika dengan mengkonversikan EOQ untuk menentukan interval antar waktu pemesanan (Economic Order Interval / EOI). Nilai EOI didapatkan dengan membagi EOQ dengan rata-rata penggunaan bahan baku per bulan. Dengan menggunakan teknik EOQ diperoleh pemesanan optimal kayu sebesar 48,05 m³ dan penggunaan rata-rata kayu per bulan sebesar 15,8264 m³ sehingga diperoleh nilai EOI yaitu 3 bulan. Artinya pemesanan akan dilakukan setiap 3 bulan sekali. Besarnya kuantitas yang dipesan bervariasi tergantung dari target tingkat persediaan yang diinginkan dan sisa persediaan yang ada. Secara matematis target tingkat persediaan dirumuskan sebagai berikut : Dari hasil perhitungan diperoleh target tingkat persediaan dengan nilai tetapan 1,65 yaitu 72,39 m³. Nilai target persediaan lebih besar jika dibandingkan dengan persediaan pengaman pada metode EOQ. Hal ini karena nilai target persediaan dimaksudkan untuk memenuhi permintaan bahan baku selama lead time ditambah dengan permintaan pada interval pemesanan sedangkan persediaan pengaman hanya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan selama lead time. Besarnya kuantitas yang harus dipesan merupakan pengurangan dari nilai target persediaan dengan sisa persediaan bulan sebelumnya. Jika terdapat sisa persediaan yang besar maka kuantitas pemesanan akan kecil begitu juga sebaliknya. Kuantitas dan frekuensi pemesanan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Kuantitas dan frekuensi pemesanan bahan baku metode POQ Sep Okt Nov Des Jan Jun Jul Agt Kuantitas 60,13 0 0 51,01 0 0 44,34 0 (m³) Frek. 1 0 0 1 0 0 1 0 (kali)
Feb
Total
0
155,48
0
3
Sumber : Data Diolah,2013
Metode POQ memberikan nilai target persediaan yang lebih besar sehingga akan berpengaruh terhadap besarnya biaya persediaan terutama biaya penyimpanan. Biaya persediaan yang harus dikeluarkan yaitu Rp 6.532.137,00 yang terdiri atas biaya pemesanan sebesar Rp 2.625.000,00 dan biaya penyimpanan sebesar Rp 3.907.137,00
Perbandingan Metode Perusahaan dengan Metode EOQ dan POQ Dari hasil analisis diatas dapat dibandingkan pengendalian persediaan metode perusahaan dengan metode EOQ dan POQ. Jenis perbandingannya meliputi kuantitas pemesanan, frekuensi pemesanan, biaya pembelian, biaya penyimpanan, biaya pemesanan dan biaya persediaan. Tabel 8 menunjukkan hasil perbandingan dari ketiga metode pengendalian persediaan.
16 16 Tabel 8 Perbandingan metode Perusahaan, EOQ dan POQ Jenis Perbandingan
Metode Perusahaan
Metode EOQ
Metode POQ
Kuantitas Pemesanan (m³) Frekuensi Pemesanan (kali) Biaya Pembelian (Rp) Biaya Pemesanan (Rp) Biaya Penyimpanan (Rp) Biaya Persediaan (Rp) Penghematan Biaya Persediaan (Rp)
130,9836 15 176.827.860 13.125.000 7.110.607 20.235.607 -
144,1589 3 194.614.571 2.625.000 2.992.542 5.617.542 14.618.065
155,4792 3 209.896.911 2.625.000 3.907.137 6.532.137 13.703.470
Sumber: Data Diolah,2013
Dari Tabel. 8 dapat dilihat bahwa kuantitas pemesanan terkecil terjadi pada pemesanan dengan metode perusahaan yaitu 130,9836 m³ sedangkan kuantitas pemesanan terbesar terjadi pada metode POQ yaitu 155,4792 m³. Metode perusahaan memberikan kuantitas pemesanan terkecil karena pada pengendalian ini tidak memperhitungkan persediaan pengaman sedangkan pada metode POQ menghasilkan kuantitas pemesanan terbesar karena metode POQ menetapkan target persediaan maksimum yang digunakan untuk mengantisipasi fluktuasi penggunaan bahan baku selama interval periode pemesanan (3 bulan) dan lead time. Adanya kuantitas pemesanan yang besar berdampak pada peningkatan biaya pembelian bahan baku. Oleh karena itu, biaya pembelian terbesar terjadi pada metode POQ dan biaya pembelian terkecil terjadi pada metode perusahaan. Frekuensi pemesanan terbesar terjadi pada metode perusahaan yaitu 15 kali pemesanan. Adanya frekuensi pemesanan yang tinggi mengakibatkan meningkatnya biaya pemesanan. Oleh karena itu, biaya pemesanan terbesar pun terjadi pada metode perusahaan sehingga kurang efisien. Frekuensi pemesanan metode EOQ dan POQ sama yaitu 3 kali sehingga biaya pemesanan kedua metode tersebut sama yaitu sebesar Rp 2.625.000,00 Biaya penyimpanan terbesar terjadi pada metode perusahaan sebesar Rp.7.110.607,00 dan terkecil pada metode EOQ sebesar Rp 2.992.542,00 Biaya penyimpanan yang besar dipengaruhi oleh tingkat persediaan rata-rata bahan baku. Secara keseluruhan metode yang memberikan penghematan biaya persediaan yaitu metode EOQ dengan penghematan biaya Rp 14.618.065,00 atau 72 % dari biaya persediaan perusahaan dengan total biaya persediaan dengan metode EOQ sebesar Rp 5.617.542,00 Metode EOQ memberikan penghematan biaya persediaan terbesar karena metode ini berusaha meminimalkan biaya persediaan dengan menyeimbangkan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Metode EOQ cocok digunakan jika terdapat selisih biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan yang cukup besar. Metode ini mampu memudahkan manajemen untuk melakukan pemesanan karena pemesanan dilakukan dengan kuantitas yang tetap. Akan tetapi dengan menerapkan metode ini, manajemen perlu melakukan pemeriksaan pengendalian secara terus menerus untuk mengetahui kapan persediaan mencapai titik reorder point untuk melakukan pemesanan kembali kepada pemasok. Metode EOQ dapat menjadi alternatif bagi perusahaan dalam pengendalian persediaan bahan baku karena mampu meminimalkan biaya persediaan. Selain itu metode ini sesuai dengan metode pengendalian perusahaan karena saat ini perusahaan telah melakukan pemantauan terus menerus terhadap persediaan
17 17 bahan baku dengan melakukan pencataan kuantitas kayu yang masuk dan kayu yang digunakan dalam proses produksi sehingga mudah untuk mengetahui titik reorder point. Implikasi Manajerial Pengendalian persediaan bahan baku dan bahan pendukung merupakan hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan terutama perusahaan manufaktur yang kelancaran proses produksinya ditentukan oleh ketersediaan bahan baku dan bahan pendukung. Agar mampu melaksanakan pengendalian persediaan dengan tepat perusahaan harus melakukan perencanaan dan perhitungan kebutuhan bahan baku dan bahan pendukung serta biaya-biaya yang dikeluarkan dalam persediaan secara tepat pula agar tidak terjadi penyimpangan yang cukup besar dalam persediaan. Alternatif metode yang dapat digunakan yaitu analisis ABC untuk bahan pendukung dan metode EOQ dan POQ untuk bahan baku. Analisis ABC dapat menjadi alternatif untuk pengendalian bahan pendukung karena analisis ini sesuai digunakan untuk barang persediaan cukup banyak (38 item). Metode ini mengklasifikasikan bahan pendukung kedalam kelas A,B dan C. Bahan pendukung yang masuk dalam kelas A perlu mendapatkan prioritas dalam pengendalian persediaan. Analisis ABC diperlukan karena adanya keterbatasan manajemen untuk mengontrol seluruh barang persediaan yang cukup bervariasi sehingga diperlukan adanya prioritas terhadap barang-barang yang menyerap biaya persediaan yang besar. Metode EOQ dan POQ dapat menjadi alternatif dalam pengendalian persediaan bahan baku. Kedua metode ini kemudian dibandingkan dengan metode perusahaan untuk mengetahui metode mana yang mampu menghasilkan biaya persediaan terendah. Berdasarkan hasil analisis, metode yang mampu meminimalkan biaya persediaan adalah metode EOQ. Metode EOQ meminimalkan biaya persediaan dengan meminimalkan biaya pemesanan. Hal ini karena biaya pemesanan per pesan relatif lebih besar dibandingkan biaya penyimpanannya sehingga biaya pemesanan perlu diminimalkan dengan mengurangi frekuensi pemesanan. Saat ini perusahaan sering melakukan pemesanan bahan baku yaitu 15 kali per periode sehingga biaya pemesanannya pun menjadi besar. Dengan metode EOQ perusahaan hanya melakukan pesanan sebanyak 3 kali per periode sehingga mampu menurunkan biaya pemesanan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perusahaan melakukan pengadaan bahan baku dan bahan pendukung berdasarkan rencana kebutuhan bahan per pesanan (plan shift). Perusahaan menggunakan 38 item bahan pendukung dan mengklasifikasikannya kedalam tiga kelompok yaitu 15 item bahan bantu, 11 item alat bantu dan 12 item hardware.
18 18 Analisis ABC mengelompokkan bahan pendukung kedalam kelas A, B dan C berdasarkan volume biaya. Hasil analisis ABC menunjukkan 10 item masuk dalam kelas A dengan penyerapan biaya 70,89%, 12 item masuk dalam kelas B dengan penyerapan biaya 23,56% dan 16 item masuk dalam kelas C dengan penyerapan biaya 5,55%. Bahan pendukung yang masuk dalam kelas A yaitu baud 6x80, melamic gloss, sending seller, baud 6x100, amplas 100, karton, baud 4 mm, thinner, amplas 400, sekrup up 6x1 yang perlu mendapatkan prioritas dalam pengendalian persediaan dibanding kelas B dan C. Bahan baku yang digunakan PT. MGN adalah kayu albasia. Perusahaan telah melakukan 15 kali pemesanan dengan rata-rata pemesanan 7,28 m³ per pesanan. Biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan adalah Rp 20.235.607,00 yang terdiri dari biaya pemesanan sebesar Rp 13.125.000,00 dan biaya penyimpanan sebesar Rp 7.110.607,00. Alternatif pengendalian persediaan bahan baku dilakukan dengan metode EOQ dan POQ. Metode EOQ menghasilkan kuantitas pemesanan optimum 48,05 m³ dengan frekuensi pemesanan 3 kali. Metode EOQ menghasilkan nilai reorder point 4,97 m³ dengan safety stock sebesar 3,70 m³. Biaya persediaan dengan metode EOQ sebesar Rp 5.617.542,00 yang terdiri dari biaya pemesanan sebesar Rp 2.625.00,00 dan biaya penyimpanan sebesar Rp 2.992.542,00. Metode POQ menghasilkan interval pemesanan 3 bulan sekali dengan nilai target persediaan 72,39 m³ dan frekuensi pemesanan 3 kali. Biaya persediaan dengan metode POQ sebesar Rp 6.532.137,00 yang terdiri dari biaya pemesanan sebesar Rp 2.625.00,00 dan biaya penyimpanan sebesar Rp 3.907.137,00. Hasil perbandingan pengendalian persediaan metode perusahaan, EOQ dan POQ menunjukkan metode EOQ menghasilkan biaya persediaan terendah dan dapat menjadi alternatif pengendalian persediaan perusahaan dengan menghemat biaya persediaan sebesar Rp 14.618.065,00 atau 72% dari biaya persediaan metode perusahaan. Saran Perusahaan dapat menerapkan analisis ABC dalam pengendalian persediaan bahan pendukung untuk menentukan prioritas sedangkan alternatif pengendalian persediaan bahan baku dapat menggunakan metode EOQ untuk meminimalkan biaya persediaan. Akan tetapi penerapan metode EOQ perlu disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Jika perusahaan ingin menerapkan metode ini maka perusahaan sebaiknya menambah kapasitas alat transportasi untuk pengangkutan bahan baku. Selain itu, perlu adanya pencatatan persediaan secara kontinyu untuk mengetahui nilai reorder point. Perlu adanya penelitian lanjutan baik untuk perencanaan material maupun pengendalian persediaan dengan teknik lainnya seperti MRP guna mengetahui persediaan secara menyeluruh dan terintegrasi dari produk jadi hingga komponen pembentuknya.
19 19
DAFTAR PUSTAKA Aldianoveri I. 2012. Arahan Pengembangan Hutan Rakyat untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Primer Hasil Hutan Kayu di Provinsi Jawa Timur. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BI] Bank Indonesia. 2013. BI Rate. [Terhubung Berkala]. www.bi.go.id .(19 Maret 2013) Budiman D, Hakimi R. 2004. Sistem Perencanaan Produksi dan Pengendalian Bahan Baku Pada Perusahaan Susu Olahan. Jurnal Teknik Mesin Vol. 1, No.2, Desember 2004. [FWI] Forest Watch Indonesia. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2000-2009. [Terhubung Berkala]. http://fwi.or.id/wpcontent/uploads/.../PHKI_2000-2009_FWI_low-res.pdf. (2 Desember 2012) Heizer J, Render B .2008. Manajemen Operasi. Sungkono C, penerjemah. Jakarta (ID): Salemba Empat. Terjemahan dari: Operations Management.Ed ke-9 Henmaidi, Heryseptemberiza. 2007. Evaluasi dan Penentuan Kebijakan Persediaan Bahan Baku Kantong Semen Tipe Pasted Pada PT. Semen Padang. Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 6 No. 2 Mei 2007 : 75-86 [MGN] Mahakarya Gemilang Nusantara. 2013. Data kebijakan pengendalian persediaan perusahaan Juni 2012 – Februari 2013. Bogor (ID) : MGN. [Pemkab] Pemerintah Kabupaten Bogor. 2010. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan. [Terhubung Berkala ]. http://bandung.bpk.go.id/files/2012/07/perda-no13-tahun-2010.pdf. (6 Mei 2013) Presiden Republik Indonesia. 2011. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara. [Terhubung Berkala]. www.pln.co.id .(14 Maret 2013) Ristono A. 2009. Manajemen Persediaan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Ruauw E. 2011. Pengendalian Persediaan Bahan Baku (Contoh Pengendalian Pada Usaha Grenda Bakery Lianli, Manado). ASE-Volume 7, Nomor 1, Januari 2011 : 1-11.
20 20
LAMPIRAN
21
Lampiran 1 Jenis dan kebutuhan bahan pendukung PT. MGN
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Jenis Bahan Pendukung Sending Seller Melamic gloss Thinner Dark brown Candy Yellow Red Mahony Lem Vivo Oli Solar Minyak Goreng Talk dempul wood Filler Lem Fox Kapur Lem Kertas Amplas Orbit Amplas Discander Amplas 180 Amplas 240 Amplas 400 Amplas 100
Kebutuhan per Set Satuan
Easel Besar
Easel Mini
Liter Liter Liter Liter Liter Liter Pc Liter Liter Kg Kg Kg Pc Pc
0,07 0,07 0,07 0,003 0,003 0,005
0,015 0,015 0,015 0,003 0,003 0,005
Cc Pc Pc Meter Meter Meter Meter
Total Easel
0,02 0,001 0,001 0,001 0,003 0,001 0,0016 0,0016 0,001 0,05 0,0035 0,01 0,01 0,03 0,08
Total Pengiriman (Permintaan) Kanvas
0,001 0,008
Easel Besar
Easel Mini
Kanvas
Total Kebutuhan
2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600 2600
4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428 4428
12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487 12487
248,42 248,42 248,42 21,08 21,08 35,14 140,56 7,03 7,03 7,03 21,08 19,52 111,14 11,24 7,03 351,40 24,60 70,28 70,28 210,84 562,24
Harga /Unit Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
23.000 23.000 8.000 35.000 35.000 35.000 6.000 4.000 4.000 14.000 4.000 20.000 9.000 5.000 2.000 3.500 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000
Lanjutan Lampiran 1 No
Jenis Bahan Pendukung
Satuan
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Stempel Easel Stempel Kanvas Sekrup up 6 X 1 Sekrup 6 x ¼ Baud 6x80 Baud 6x100 Baud 4 mm Dowel Paku 1010 j Paku I f30 Stick Bambu Masker Sarung Tangan Kaca Mata Karton Tali Rafia Lakban
Cc Cc Set Set Set Set Set Pc Box Box Pc Pc Lusin Pc Kg Roll Pc
Easel Besar
Kebutuhan per Set Easel Total Kanvas Mini Easel 0,002 0,001 6
1 2 1 2 2 0,008 0,002 1
0,8 0,002 0,25
0,15 0,001 0,05
Total Pengiriman (Permintaan) Easel Easel Besar Kanvas Mini 2600 4428 12487 2600 4428 12487 2600 4428 12487 2600 4428 12487 2600 4428 12487 2600 4428 12487 2600 4428 12487 2600 4428 12487 2600 4428 12487 2600 4428 12487 2600 4428 12487
520 15294 520
885,6 12487 885,6
Total Kebutuhan 14,06 12,49 26568,00 2600,00 5200,00 2600,00 5200,00 5200,00 56,22 4,43 4428,00 180,00 15,00 180,00 548,84 43,08 174,28
Harga /Unit Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
10.000 8.500 55 150 1.200 1.600 450 250 24.000 30.000 25 2.000 20.000 7.500 6.000 10.000 7.500
Keterangan : Pengiriman 1 Pengiriman 2 Pengiriman 3 TOTAL
Easel Besar 1000 850 750 2600
Easel Mini 1213 1200 2015 4428
Kanvas 3827 5000 3660 12487 22
23
Lampiran 2 Biaya-biaya persediaan pada PT. MGN Asumsi : 1 periode = 9 bulan = 224 hari kerja 1.
Biaya pembelian harga kayu per m³ biaya pembelian
2.
Biaya Pemesanan Jenis Biaya - Biaya Transportasi - Operasional - Forklift - Bongkar muat Total Biaya Pemesanan
3. a.
Rp 1.350.000 Rp 176.827.860
Rp Rp Rp Rp Rp
650.000 100.000 25.000 100.000 875.000
Biaya Penyimpanan Biaya sewa gudang Pendekatan Perhitungan : - luas pabrik - luas gudang
1600 50
Biaya sewa gudang per periode Biaya sewa per m³ per periode
b.
Rp Rp
m² m²
Biaya Sewa/thn Biaya Sewa/thn Biaya Sewa/period
Rp Rp Rp
1.875.000 28.465
Biaya Listrik Golongan B-2/TR 23000 VA - Daya lampu penerangan - Lama penerangan - Konsumsi listrik - Batas Hemat (H)
40 12 14,4 66,5 x 23 KVA
watt jam/hr Kwh/bln
0,04 360 1529,5
kwh jam/bln KVA
80.000.000 2.500.000 1.875.000
Lanjutan Lampiran 2 Perhitungan Tarif : - Biaya Beban - Biaya Pemakaian Blok I Blok II
Rp H1 x 900 H2 x 1380
- PJU
5%
Biaya listrik per bulan Biaya Listrik per periode Biaya Listrik per m³ per periode c.
Rp Rp
Rp Rp Rp Rp
12.960 12.960 648
Rp
13.608
(konsumsi listrik < bts hemat)
122.472 1.859
Biaya Opportunity Cost Bulan Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Total Rata-rata per bulan Rp/m³/periode
Persediaan rata-rata (m³) 11,40715 14,29145 9,01335 1,67475 5,8115 4,13675 5,7624 9,5664 4,20595 65,8697 7,3189
Suku bunga 5,75% 5,75% 5,75% 5,75% 5,75% 5,75% 5,75% 5,75% 5,75% 51,75% 5,75%
Total Biaya Penyimpanan per m³ per periode Total Biaya Penyimpananper periode 4.
-
Opportunity cost Rp 885.480 Rp 1.109.374 Rp 699.661 Rp 130.002 Rp 451.118 Rp 321.115 Rp 447.306 Rp 742.592 Rp 326.487 Rp 5.113.135 Rp 568.126 Rp 77.625
Rp Rp
107.950 7.110.607
Total Biaya Persediaan Metode Perusahaan - Biaya pemesanan 15 kali - Biaya penyimpanan Total Biaya Persediaan Metode Perusahaan
x
Rp
875.000
Rp Rp Rp
13.125.000 7.110.607 20.235.607
24
25
Lampiran 3 Pengendalian persediaan metode EOQ Metode EOQ Diketahui Permintaan per periode (D) Hari kerja per periode Permintaan per hari (d) lead time (L) Biaya pemesanan (S) Biaya penyimpanan (H) Harga kayu per unit Persediaan awal
Rp Rp Rp
142,4378 224 0,6359 2 875.000 107.950 1.350.000 12,2581
m³ hari m³ hari
48,0530 1,2718 2,964
m³ m³ kali
25
hari/bln
0,08
bulan
3
kali
m³
Perhitungan : 1. EOQ = √("2DS" /"H") 2. ROP = d.L 3. Frek. Pemesanan = D/EOQ 4.Tabel Pemesanan
Biaya-Biaya Biaya pemesanan (Frek. Pesan X S) Biaya penyimpanan (Q/2 X H) Biaya persediaan Biaya pembelian
Rp Rp Rp Rp
2.625.000 2.593.660 5.218.660 194.614.571
≈
Lanjutan Lampiran 3 Penentuan Persediaan Pengaman SS Diketahui : Stdv penggunaan kayu (δ) Nilai penyimpangan 5 % (Zα)
7,9176 1,65
Perhitungan : 1. SS=Zα δ √L 2. ROP=d.L+SS 3. Tambahan biaya penyimpanan (ss X H) Biaya penyimpanan ((Q/2+ss)xH) 4. Biaya persediaan dengan SS
Rp Rp Rp
3,70 m³ 4,97 m³ 398.883 2.992.542 5.617.542
26
27
Lampiran 4 Pengendalian persediaan metode POQ Diketahui : Permintaan per periode (D) Hari kerja per periode EOQ Persediaan awal Lead time Permintaan per bulan (R) Permintaan per hari (d) Standar deviasi permintaan (δ) Nilai penyimpangan 5% (Zα) Biaya pemesanan (S) Biaya penyimpanan (H) Harga kayu pe m³ Perhitungan
Rp Rp Rp
142,4378 224 48,0530 12,2581 2 15,8264 0,6359 7,9176 1,65 875.000 107.950 1.350.000
m³ hari m³ m³ hari m³ m³ m³
3
bln
72,3879
m³
1. EOI= EOQ/R 2. Target Persediaan ROP = d_(t+L)+Zαδ_dtL 4. Tabel pemesanan
Biaya-Biaya Biaya pemesanan Biaya penyimpanan Biayapersediaan Biaya pembelian
Rp Rp Rp Rp
2.625.000 3.907.137 6.532.137 209.896.911
25
hari per bulan
0,08
bulan
28 Lampiran 5. Output EOQ menggunakan Software QM for Windows 2
Kurva EOQ
29
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 24 Desember 1990. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Poniman dan Ibu Saliyah. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak RA Fatimah pada tahun 1996. Pendidikan dasar ditempuh di MI Imam Puro Suren dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 5 Purworejo dan lulus pada tahun 2006, serta mengikuti pendidikan di SMA Negeri 2 Purworejo dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Organisasi yang pernah diikuti, diantaranya adalah Organisasi Daerah Purworejo tahun 20092011, Koperasi Mahasiswa IPB tahun 2009-2010 dan Sharia Economic Student Clubs pada tahun 2011-2012. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) yang didanai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional yang berjudul “Lumpia Fruity Fish sebagai Alternatif Jajanan Sehat Kaya Protein”. Dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi berjudul ” Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku dan Bahan Pendukung pada PT. MGN” di bawah bimbingan Bapak Dr Ir Abdul Basith, MS dan Bapak Nur Hadi Wijaya, STP, MM.