BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pemilihan Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengadakan perbaikan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar dengan harapan ada perubahan dan peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia. Karena itu, metode penelitian yang digunakan dititikberatkan pada upaya penemuan solusi praktis dan kontekstuai tanpa menafikan hal-hal yang bersifat teoretis generatif agar tujuan yang sudah digariskan dapat tercapai. Untuk tujuan tersebut, dalam pelaksanaannya metode yang digunakan adalah penelitian tindakan. Penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat refeltif yang dilakukan oleh partisipan dalam suatu situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki kondisi sosial dan pendidikan yang dianggap belum memadai. Penelitian tindakan ini dilakukan secara kolaboratif antyara peneliti dengan partisipan, baik secara individu maupun secara kelompok.
Dalam literatur berbahasa Inggris penelitian tindakan kelas dikenal dengan istilah action research (Elliot, 1991) yang pada saat ini sedang berkembang di negara-
negara maju seperti Inggris, Amerika, dan Australia. Penelitian tindakan adalah suatu bentuk penyelidikan reflektif yang dijalankan oleh partisipan dalam suatu situasi sosial
(termasuk pendidikan) untuk memperbaiki pemikiran dan penilaian terhadap praktik dan pemahaman sosial dan pendidikan, serta terhadap situasi dan tempat praktik tersebut. Penelitian tindakan sebaiknya dilakukan secara kolaboratif oleh partisipan,
25
26
baik secara individual maupun secara kelompok. Jenis penelitian ini mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar-mengajar di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil yang terjadi pada siswa.
Definisi tentang metode ini dikemukakan oleh para ahli. Robert Rapport sebagaimana dikutip oleh Hopkins (1993:44) mengemukakan bahwa action research
adalah "... aims to contribute both to the practical concern ofpeople in an immediate problematic situattion and to thegoals ofsocial science byjoint collaboration with in a mutually acceptable ethicalframework. " Kemmis (1983) berpendapat demikian:
... is a form of self-reflective enquery undertaken by participants in social (including educational) situations in order to improve the rationality and justice of fa) their own social on educational practices, (b) their understanding of these practices, and (cj the situations in which the practices are carried out. It is most rationally empowering when undertaken by participants collaboratively, though it is often undertaken by individuals, and sometimes in cooperation with "outsiders'. In education, action research has
been employed in school-based curriculum development, school improvement programs and systems planningandpolicy development. Kemudian Hopkins (1993:45) mengutip pendapat Dave Ebbutt:
"... is about the systematic study of attempts to improve educational practice by groups of participants by means of their own practical actions and by means oftheir own reflection upon the effects of those situation." Dalam kaitan yang sama, Suyanto (1996:2) menyatakan hal berikut:
""Dalam PTK, guru dapat meneliti sendiri praktik pembelajaran yang ia lakukan di kelas. Guru dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari aspek dan interaksinya dalam proses pembelajaran. Guru dan peneliti secara kolaboratif dapat melakukan penelitian terhadap proses atau produk pembelajaran secara
27
reflektutif di kelas guna memperbaiki praktik-praktik pembelajaran yang lebih efektif."
Secara singkat, dari deskripsi di atas dapat dirangkum bahwa tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakantindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik
pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Oleh karena itu, penelitian tindakan terkait erat dengan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi guru. Peneiitian tindakan dapat menjembatani kesenjangan teori dan praktik pendi dikan. Hal ini terjadi karena seteiah meneliti kegiatannya sendiri, di kelas sendiri, de
ngan melibatkan siswa sendiri melalui sebuah tindakan yang direncanakan, dilaksa nakan, dan dievaluasi, guru akan memperoleh umpan balik sistematis mengenai sesuatu yang selalu dilakukan dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian, guru
dapat membuktikan apakah suatu teori belajar-mengajar dapat diterapkan di kelas de ngan baik. Selanjutnya, dengan tindakan kelas juga guru bisa melihat, merasakan, dan menghayati apakah praktik-praktik pembelajaran yang selama ini dilakukan memiliki keefektifan yang tinggi. Dengan tindakan kelas juga, guru dapat mencari dan memilih
terapi yang tepat terhadap kekurangefektifan suatu pembelajaran. Tujuan utama tindakan kelas adalah memperbaiki dan meningkatkan layanan
profersional guru dalam menangani proses belajar-mengajar. Berkaitan dengan hal ini, mengutip pendapat yang dilontarkan Borg (1986), Suyanto menyatakan tujuan utama penehtian tindakan kelas ialah mengembangkan keterampilan guru berdasarkan
28
persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapinya di kelas sendiri, bukan bertujuan mencapai pengetahuan umum dalam bidang pendidikan (Suyanto, 1996:8).
Lebih jauh Suyanto menyinggung manfaat tindakan kelas yang erat kaitannya dengan tiga komponen pembelajaran, yaitu inovasi pembelajaran, pengembangan kurikulum, dan profesionalisme guru. a) Inovasi Pembelajaran
Guru perlu selalu mencoba mengubah, mengembangkan, dan meningkatkan
daya mengajarnya agar mampu melahirkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelas. Inovasi pembelajaran seperti ini secara otomatis akan lebih efektif daripada penataran-penataran untuk tujuan serupa karena tindakan kelas beranjak dari
teori yang sesuai dengan kebutuhan dan persoalan guru secara individual dalam prose pembelajaran. b) Pengembangan Kurikulum
Tindakan kelas akan membantu guru untuk lebih memahami hakikat
pendidikan, pengetahuan, dan pengajaran secara empiris, bukan sekadar pemahaman yang bersifat teoretis. c) Profesionalisme Guru
Dilihat dari segi profesionalisme guru, tindakan kelas merupakan salah satu
media yang dapat digunakan oleh guru untuk memahami apa yang terjadi di kelas.
Kemudian, meningkatnya menuju perbaikan-perbaikan secara profesional. Karena itu, keterlibatan langsung guru dalam tindakan kelas merupakan hal yang amat penting sebab akan secara langsung meningkatkan profesionalisme guru dalam proses
29
pembelajaran yang dimulai dari langkah perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Dalam hubungan ini Lewin (1995:22) menggambarkan bahwa "Action
research as a spiral of step. Each step hasfour stages: planning, acting, observing, and reflecting"' Pendapat tersebut dapat secara jelas dilihat dalam skema berikut: Bagan 1
Skema Action Research menurut Kurt Lewin (1946) dalam Hopkins, 1992 Planning
I
\
i/
Reflecting
Acting
Observing
Skema di atas memberikan gambaram bahwa action research merupakan proses pengkajian melalui sistem daur ulang dari segi kegiatan yang dimulai dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Selanjutnya Kemmis dan Taggat (1988) dalam Hopkons (1993:48) mengemu
kakan tahap penelitian tindakan lebih jelas yang terdiri atas lima tahapan, yaitu diskusi (refleksi), negosiasi (revisi), kesempatan (observasi), penelitian, dan kemungkinan penilaian. Pada dasarnya penelitian tindakan model Kemmis memiliki unsur analisis
pada tiap tahapannya. Oleh karena itu, peneliti menggunakan model tersebut. Gambaran yang lebih jelas tentang spiral perjalanan tindakan kelas dapat dilihat
pada bagan berikut yang diadopsi dari Kemmis dan McTaggat dalam Hopkins (1993:48). Bagan 2
Prosedur Dasar Pengembangan Program Tindakan Identifikasi Masalah Penelitian
"V
[ Penyusunan Rencana Tindakan SiklusI
Pelaksanaan Ti&dakar
N
Rencana
SikhisII
Observasi
Revisi
Pelaksanaan Tindakan
'""^-Refleksi'
N
Revisi
Observasi SSkhalll
- Refleksi'
Rencana
SSktasIV
Rencana
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan Tindakan Revisi
Observasi
^- Refleksi4
N
Revisi
Observasi
^--Refleksi'
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sadang V Kabupaten Purwakarta dengan
mengambil sampel kelas V caturwulan II. Pemihhan lokasi ini diasari pertimbangan berikut:
1. Sekolah dasar tersebut merupakan sekolah dasar yang muridnya mayoritas berasal dari luar Jawa Barat, misalnya Padang, Medan, Ambon, Jawa Tengah, dsb..
31
2. Dengan kondisi siswa seperti ini, dapat dikatakan bahwa sekolah tersebut memiliki
keunikan yang perlu diperhatikan. Kemungkinan guru-guru di sekolah itu menemu-
kan sejumlah kendala dalam meraih keberhasilan pelaksanaan program sekolah, khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
3. Pemilihan kelas V didasarkan pada pemikiran peneliti karena kepraktisan tuntutan
model ini memerlukan siswa-siswa pada kelas tinggi sebagai pelakunya.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah guru dan siswa. Guru yang dilibatkan adalah guru
kelas V SDN Sadang V Kabupaten Purwakarta. Siswa yang dilibatkan sebagai subjek penelitian berjumlah 48 orang yang terdiri atas laki-laki dan perempuan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Wawancara
Kata wawancara dalam bahasa Inggris dikenal adalah intennew. Dalam
kamusnya, Hornby (1974:447) mengemukakan "inteniew is meeting with somebody for formal consultation or examination; e.g. meeting Mith somebody whose views are
requested." Deskripsi tersebut menjelaskan bahwa wawancara adalah pertemuan dengan seseorang yang bertujuan mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk
kepentingan konsultasi formal. Sejalan dengan hal itu, Moeliono (1988:115) menge mukakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan yang diwawancarai (yang mem-
berikan jawaban). Lebih jauh, dengan mengutip pendapat Lincoln dan Guba, tujuan wawancara dikemukakan Moeliono sebagai berikut: "mengoristruksi mengenai orang.
kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian. dan Iain-lain." Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis wawancara berpedoman. Wawancara jenis ini merupakan jenis wawancara yang dibekali dengan kerangka dan
pokok pertanyaan yang sudah tersedia sebelum pertanyaan itu sampai kepada responden. Walaupun pertanyaan yang diberikan tidak harus berurutan, diharapkan
dengan wawancara jenis ini akan diperoleh jawaban secara umum dari responden. Untuk mewujudkan pelaksanaan, wawancara diarahkan terhadap kepala
sekolah dan guru yang akan menjadi praktisi dalam pelaksanaan tindakan di dalam kelas. Hal itu dimaksudkan agar diperoleh data yang diharapkan sesuai dengan sum ber termaksud, yaitu kepala sekolah dan guru. Kepala sekolah diharapkan dapat mem
berikan gambaran tentang profil awal berdirinya sekolah yang bersangkutan, latar kelas, profil guru, dan profil personal di sekolah yang bersangkutan. Guru diharapkan dapat memberikan gambaran tentang riwayat pendidikan, pengalaman mengajar, proses pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang bersangkutan. dan
masalah-masalah yang dialami dalam pembelajaran bahasaIndonesia.
3.4.2 Catatan Lapangan
Catatan lapangan dgunakan untuk mendeskripsikan sesuatu yang sesungguhnya terjadi di lapangan selama penelitian tindakan dilaksanakan. Selain itu, catatan ini
juga digunakan sekaligus untuk membuat tafsirannya (Nasution, 1992:92).
JJ
3.4.3 Pemberian Tes Hasil Belajar
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menjaring data primer yang akan dijadikan tolok ukur dalam keberhasilan pengembangan model yang sedang dilakukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Tes diberikan secara kolaboratif dengan guru (prak-
tisi) yang penyusunannya didasarkan target setiap pokok bahasan yang diajarkan. Tekanannya pada aspek pemahaman dan daya gerak intelektual yang tinggi sesuai dengan pengembangan model yang dilaksanakan. Dalam penelitian ini rentangan nilai yang digunakan dalam penskoran hasil
belajar siswa bergerak dari nilai 10 (terendah) sampai dengan 100 (tertinggi). Untuk mengetahui kecenderungan kualitas hasil belajar siswa ini akan dihitung sesuai dengan metode yang relevan dengan penelitian ini.
3.5 Analisis Data
Sebagaimana dikemukakan pada Bab I, ada dua variabel yang menjadi sasaran penelitian ini. Pertama, variabel bebas yang berkenaan dengan pengembangan model pelatihan inkuiri dan kedua adalah variabel terikat yang berkenaan dengan pemahaman siswa dalam suatu tindakan pembelajaran dalam keterampilan menulis. Variabel pertama meliputi data yang bersifat kualitatif, yaitu data yang
dihasilkan dari pengamatan selama pembelajaran berlangsung. Hasil data ini akan dianalisis secara deskriptif agar dapat memberikan gambaran yang jelas tentang segala aspek yang mendukung dan menghambat proses pembelajaran mulai dari faktor guru,
34
siswa, kepala sekolah sampai dengan faktor fasilitas sekolah. Begitu pula halnya data hasil proses pembelajaran akan dianalisis secara deskriptif agar memberikan gambaran yang jelas mengenai pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan menggunakan model yang sedang dikembangkan, baik yang berkenaan dengan kegiatan praktisi maupun kegiatan siswa.
Variabel kedua meliputi data kuantitatif. Data ini berupa skor siswa
berdasarkan tes yang diberikan pada tahap evaluasi Tl sampai dengan T5. Skor ini
diambil dari hasil penilaian karangan siswa berdasarkan acuan penilaian yang ditulis oleh Nurgiantoro (1995: 305) dengan pembobotan sebagai berikut: Model Penilaian Tugas Menulis dengan Pembobotan Setiap Unsur
! No.
Unsur yang dinilai
Skor
Skor
Maksimum
Siswa
1.
Isi gagasan yang dikemukakan
35
2.
Organisasi isi
25
Tata bahasa
20
4.
Pilihan struktur dan Kosakata
15
5.
Ejaan
5
Jumlah
100
Data tersebut dihitung dengan menggunakan statistik sederhana dan
selanjutnya dianalisis dalam deskripsi hasil pembelajaran yang memberikan gambaran
jelas mengenai perkembangan prestasi siswa dalam penerapan MPI.