BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan causal study yang bertujuan untuk mendapatkan bukti apakah satu atau lebih varaiabel dapat menyebabkan perubahan pada variabel yang lain (Sekaran dan Bougie, 2013: 98). Penelitian ini menjelaskan hubungan kausal variabel yang dapat mempengaruhi opini audit dengan melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Desain penelitian untuk menganalisis “Pengaruh Kelemahan SPI, Ketidakpatuhan Regulasi, Anggaran Publik dan Faktor Politik terhadap Opini Audit”. Penelitian ini menggunakan data panel dengan bantuan aplikasi EVIEWS 8 untuk Pengolahan data. Data panel merupakan gabungan data lintas sektoral dan data runtun waktu, sehingga jumlah observasi meningkat dan mampu meningkatkan derajat kebebasan, mengurangi kolinieritas serta memperbaiki efisiensi estimasi ekonomitrika (Aisyah, 2012). Keunggulan data panel menurut Baltagi dalam Gujarati dan Porter (2012: 237) sebagai berikut: 1. Masalah heterogenitas dapat diatasi dengan teknik estimasi data panel 2. Data panel memberikan lebih banyak informasi karena data panel menggunakan data time series dan cross section, lebih efisien, lebih banyak variasi, kolinieritas yang lebih sedikit antar variabel dan degree of fredom yang lebih tinggi dan mengurangi bias.
43
44
3. Data panel tepat digunakan untuk mempelajari dinamika perubahan dan paling baik untuk mengukur dampak yang secara sederhana tidak dapat dilihat pada data time series dan cross section
B. Pengumpulan Data dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder, data opini audit diperoleh dari IHPS tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 melalui website BPK www.bpk.go.id, LKPD yang telah diaudit bersumber dari BPK, data kepala daerah dan partai pengusung dari Dirjen Otda (Direktur Jenderal Otonomi Daerah) melalui www.kemendagri.go.id dan www.kpu.go.id. 2. Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang paling sedikit mempunyai sifat-sifat yang sama (Suharsimi, 2002). Menurut Sekaran dan Bougie (2013: 214), populasi adalah jumlah kelompok individu dan peristiwa-peristiwa yang menarik untuk diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah pemda di seluruh wilayah Indonesia yang berjumlah 542 entitas pemda. 3. Sampel Sampel dapat diartikan sebagai bagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi, 2002). Dari pengambilan sampel ini, peneliti bermaksud untuk menggeneralisasikan
hasil
penelitian
dengan
mengangkat
kesimpulan
penelitian sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi. Sampel dalam penelitian ini yaitu pemda dengan LKPD yang telah diaudit oleh BPK tahun
45
2010 sampai dengan tahun 2014 dan pemda yang memiliki data faktor politik. Data untuk faktor politik diperoleh dari Dirjen Otda Kementrian Dalam Negeri, KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan sumber-sumber terkait lainnya. Data tersebut berupa nama kepala daerah yang menjabat dan partai pengusung. Pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu atau teknik puorposive judgement sampling. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah: a. Pemda dengan LKPD yang telah diaudit BPK tahun 2010-2014. b. LKPD yang sumber datanya dimiliki peneliti. c. Pemda yang memuat data terkait dengan variabel-variabel yang dipilih dalam penelitian. Pemilihan kriteria karena tidak semua entitas pemda tepat waktu dalam penyampaian laporan keuangan, sehingga berimbas pada pemeriksaan yang dilakukan BPK. Tahun penelitian 2010-2014 karena sesuai dengan jangka waktu RJPM yaitu selama 5 tahun
C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependennya adalah opini audit, variabel independen yaitu kelemahan SPI, ketidakpatuhan regulasi, anggaran publik dan faktor politik. 1.
Variabel dependen Dalam Sekaran dan Bougie (2013: 68), variabel dependen didefinisikan sebagai variabel yang akan dipengaruhi oleh variabel
46
independen. Dalam penelitian ini, opini audit merupakan variabel dependen. Opini audit merupakan pernyataan profesional sebagai informasi kesimpulan atas kewajaran penyajian laporan keuangan (Undang Undang No. 15 Tahun 2004 dan PP. No.15 Tahun 2004). Opini audit merujuk pada Buletin Teknis 01 tentang Pelaporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah yang diatur dalam Keputusan BPK RI Nomor 4/K/I-XIII.2/9/2012 paragraf 13 tentang jenis opini. Opini audit terdiri dari empat opini yaitu: a. WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) Kriteria pemberian opini WTP adalah ketika SPI berjalan memadai dan tidak terdapat salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan, Sampai didapatkan kesimpulan bahwa secara keseluruhan laporan keuangan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan SAP. Terdapat modifikasi opini berupa Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP) diberikan kepada sebuah instansi karena keadaan tertentu sehingga mengharuskan pemeriksa menambahkan suatu paragraf penjelas. b. WDP (Wajar Dengan Pengecualian) Opini WDP diberikan apabila sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan.
Pengguna
laporan
keuangan
harus
memperhatikan
permasalahan yang diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan sehingga tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan.
47
c. TW (Tidak Wajar) Opini berikutnya adalah Tidak Wajar, BPK akan memberikan opini tersebut jika hasil penilaian sistem pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan yang material sehingga secara keseluruhan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan SAP. d. TMP (Tidak Memberikan Pendapat) Tidak Memberikan Pendapat diberikan oleh BPK ketika terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau sistem pengendalian intern yang sangat lemah. Ukuran
variabel
opini
audit
dalam
penelitian
ini,
penulis
mengkategorikan masing-masing opini mengacu pada penelitian Atmaja dan Probohudono (2015) dan Partiwi (2015). 1 = Tidak Memberikan Pendapat. 2 = Tidak Wajar. 3 = Wajar Dengan Pengecualian. 4 = Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas. 5 = Wajar Tanpa Pengecualian.
48
2.
Variabel independen Sekaran dan Bougie (2013: 69) mendefinisikan variabel independen sebagai variabel yang mampu mempengaruhi variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini ada empat yaitu: a. Kelemahan SPI (SPI) Pengendalian internal meliputi beberapa kebijakan yaitu catatan keuangan, keyakinan yang memadai atas penyusunan laporan keuangan sesuai dengan SAP (PP No. 40 Tahun 2008). Berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008, SPI memiliki lima unsur pengendalian yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Semakin buruk suatu penyelenggaran SPI maka akan semakin banyak ditemukan adanya kelemahan. Kelemahan SPI akan menjadi salah satu dasar bagi auditor BPK untuk menjadikannya sebuah temuan. Jumlah temuan SPI merupakan salah satu kriteria BPK dalam memberikan opini. Dalam penelitian ini kelemahan sistem pengendalian internal merupakan proksi terhadap penilaian lemahnya sistem pengendalian pemda. Temuan SPI dirangkum dari tiga kategori kelemahan SPI yaitu kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, Kelemahan struktur pengendalian intern yaitu kelemahan yang terkait dengan ada/tidaknya struktur pengendalian intern atau efektivitas struktur pengendalian intern. Penelitian ini menggunakan jumlah
49
temuan kelemahan SPI pada LKPD yang telah diaudit oleh BPK tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. b. Ketidakpatuhan Regulasi (KPT) Opini audit yang diberikan auditor tidak hanya berdasarkan kewajaran penyajian sesuai standar akuntansi, akantetapi auditor juga harus mempertimbangkan kepatuhan entitas terhadap regulasi (CPA Australia Ltd, 2013). Taufikurahman (2014), menyatakan bahwa ketidakpatuhan
regulasi
mempengaruhi
pemberian
merupakan opini
salah
oleh
satu
BPK.
faktor
Jumlah
yang temuan
ketidakpatuhan regulasi merupakan kriteria selain SPI yang menjadi pertimbangan BPK dalam memberikan opini. Ketidakpatuhan regulasi merupakan salah satu bentuk pelanggaran yang dapat mempengaruhi opini BPK (Adzani dan Martani, 2014). Semakin banyak temuan ketidakpatuhan regulasi, maka kemungkinan untuk memperoleh opini yang baik semakin rendah. Ketidakpatuhan
terhadap
peraturan
perundangan-undangan
merupakan proksi terhadap penilaian banyaknya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan. BPK menyatakan bahwa salah satu hasil pemeriksaan atas LKPD berupa laporan kepatuhan yang mengungkapkan ketidakpatuhan regulasi yang mengakibatkan kerugian negara/daerah, potensi kerugian negara/daerah, kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Penelitian ini menggunakan jumlah temuan kasus
50
kelemahan SPI pada LKPD setiap tahunnya yang mengacu pada penelitian Narulita (2015), Adzani dan Martani (2014), Fatimah et al., (2014) c. Anggaran publik (AP) Anggaran berpengaruh dalam membentuk akuntabilitas publik (Ahrens dan Ferry, 2014). Namun, anggaran publik di Indonesia belum efektif dalam mendorong peningkatan kemakmuran di daerah (Komorotumo, 2010). Kualitas LKPD dapat terlihat dari pengelolaan anggaran yang tepat, pengelolaan anggaran merupakan hal yang sangat penting karena anggaran menjelaskan secara terinci pendapatan dan pengeluaran organisasi (Nurdiono, 2014). Anggaran publik terdiri dari anggaran belanja modal, belanja hibah dan belanja bantuan sosial (Nurdiono, 2014). Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap dan asset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Berdasarkan Permendagri No. 32 Tahun 2011, definisi hibah yaitu pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemda. Sedangkan definisi belanja bantuan
51
sosial yaitu merupakan pemberian bantuan berupa uang atau barang dari pemda kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Pengukuran anggaran publik mengacu pada penelitian Nurdiono (2014), proporsi anggaran publik dirumuskan sebagai berikut: Anggaran Belanja Publik
x
100%
Total Anggaran Belanja d. Faktor Politik: Afiliasi Partai Politik (AFPOL) Mokkherje (2015) mengungkapkan bahwa faktor politik berpengaruh pada akuntabilitas publik. Giroux (1989) menyatakan bahwa pengelolaan keuangan negara tidak terlepas dari politik, akuntabilitas daerah didorong oleh kepentingan politik (Adzani dan Martani 2014). Menurut Rochmatullah dan Probuhudono (2014), faktor politik merupakan faktor penting dalam pengelolaan keuangan pemda. Kepala daerah incumbent yang akan maju kembali dalam pemilihan akan beusaha untuk mengumpulkan dana kampanye dalam jumlah banyak, dana kampanye tidak dapat dihasilkan hanya dengan penghasilan sebagai kepala daerah (Yusuf dan Aryani, 2015). Pengukuran faktor politik dengan proksi afiliasi partai politik dengan mengacu pada penelitian Yusuf dan Aryani (2015).
52
Afiliasi partai politik merupakan dukungan partai politik terhadap calon kepala daerah dalam pilkada. Skala pengukuran afiliasi partai politik adalah sebagai berikut: 1= kepala daerah yang berafiliasi dengan partai politik koalisi pemerintah 2= kepala daerah yang tidak berafiliasi dengan partai politik koalisi pemerintah 3= kepala daerah yang bearfiliasi dengan partai politik koalisi dan non koalisi pemerintah 4= kepala derah dari jalur independen 5= kepala daerah yang diusung oleh partai politik daerah
D. Metode Analisis Data Paramater model penelitian atas data panael menggunakan regresi dengan bantuan eviews 8. Pemilihan regresi dipilih melalui tahapan pengujian model dan lolos pengujian asumsi klasik. Model terpilih adalah model fixed effect pada data panel. Model Fixed Effcet adalah model regresi data panel dengan menggunakan variabel dummy untuk menjelaskan adanya perbedaan intersep antar individu. Parameter model Fixed Effect pada data pooling diestimasi dengan menggunakan variabel dummy. Oleh karena itu model Fixed Effect disebut juga pendekatan Least Square Dummy Variable (LSDV). Metode Least Square Dummy Variable menghasilkan estimator yang bersifat Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) yaitu linier, tidak bias, dan memiliki variansi minimum.
53
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif statistik, uji Chow dan uji Hausman untuk penentuan model yang tepat, uji asumsi klasik dn pengujian kriteria statistik. 1. Analisis Deskriptif Statistik deskriptif yaitu analisis karakter data berdasarkan parameter mean, median, mode, standar deviasi, tertinggi dan terendah. Parameter tersebut digunakan untuk mengetahui masing-masing ukuran yang terdapat dalam data penelitian kelemahan SPI, ketidakpatuhan regulasi, anggaran publik dan faktor politik. Tujua analisis deskriptif menurut Ghozali (2007: 19) adalah memberikan gambaran data mean, stndar deviasi, varian, maksimum, minimum, kurtosis dan Skewness. 2.
Pemilihan Model Data Panel Dalam pemilihan model data panel yang tepat, ada 3 pendekatan yang digunakan yaitu Common Effect Model, Fixed Effect Model dan Random Effect Model. a. Pooled Least Square (PLS) atau Common Effect Model Dalam pengolahan data panel, metode PLS merupakan pendekatan yang paling sederhana. PLS melakukan regresi tanpa memperdulikan sifat cross-section dan time series pada data (Guzarati dan Porter, 2012: 238). Model Common Effect atau Pooled Least Square Model merupakan model estimasi data panel menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) untuk mengestimasi parameternya.
54
Model PLS tidak memperhatikan dimensi individu dan waktu sehingga perilaku data antar obyek penelitian sama dalam meskipun dalam waktu yang berbeda. Model Common Effect tidak berbeda dengan OLS yaitu meminimumkan jumlah kuadrat, yang berbeda hanya data yang digunakan yaitu pada model Common Effect menggunakan data panel. b. Fixed Effect Model Model FE atau Least Suqare Dummy Effect (LSDV) atau Covariance Model memperkenankan adanya heterogenitas antar subyek dengan pemberian nilai intersep tersendiri untuk masingmasing entitas (Gujarati dan Porter, 2012: 241) Model Fixed Effect merupakan cara untuk mengestimasi data panel menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep. Penggunaan variabel dummy dalam data panel Fixed Effect Model dikenal dengan Least Square Dummy Variabel (LSDV). c. Random Effect Model Dalam model , nilai intersep diasumsikan acak dari nilai populasi yang besar dengan memperhitungkan error dari cross section dan time series (Gujarati dan Porter, 2012, 239). Random Effect Model merupakan model yang mengasumsikan koefesien slope kontan dan intersep berbeda antara obyek individu dan antar waktu. Kelemahan dalam Fixed Effect Model yang mengakibatkan berkurangnya efesiensi parameter dapat diatasi dengan Random Effect Model
55
menggunakan Generalized Least Square( GLS). Dalam penentuan model yang tepat dengan tiga metode tersebut dapat dilakukan dengan uji Chow dan uji Hausman serta uji LM (Lagrange Multiplier Test). Uji Chow digunakan untuk menentukan model yang tepat antara PLS dan Fixed Effect Model. Jika probabilitas menunjukan hasil signifikan untuk model Fixed Effcet, dilanjutkan dengan uji Hausman. Uji Hausman untuk menentukan model terbaik antara Fixed Effect dan Random Effect. Jika hasil uji Hausman menunjukan hasil yang tidak signifikan untuk Fixed Effect dilanjutkan dengan uji Breusch-Pagan LM. Namun, jika model Fixed Effect lebih signifikan, tidak perlu dilakukan uji LM
3. Uji Asumsi Klasik Uji penyimpangan asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui beberapa penyimpangan yang terjadi pada data yang digunakan untuk penelitian. Hal ini agar penelitian bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimated). Asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini, yaitu: a. Uji Autokorelasi Durbin Watson Autokorelasi merupakan hubungan yang terjadi antara anggotaanggota dari serangkaian observasi yang terletak berderetan secara series dalam bentuk waktu atau cross sectional. Uji utokorelasi
56
menggunakan model Durbin-Watson. Jika du < d < 4-du maka tidak terjadi autokolerasi positif maupun negatif (Ghozali, 2011). b. Uji Heteroskedasitas Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Jika varian dari satu pengamatan kepengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastik dan jika berbeda disebut Heteroskedastik. Model regresi yang baika dalah yang Homoskedastik dan tidak terjadi Heteroskedasitas. Deteksi ada atau tidaknya Heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji Park.
Adapun
dasar
pengambilan
keputusannya
adalah,
jika
probabilitas signifikannya di atas tingkat kepercayaan 5%, maka model regresi memenuhi asumsi heteroskedastisitas. c.
Uji Multikolonieritas Uji Multikolonieritas digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan atau
korelasi di antara variabel independen pada model
regresi. Multikolonieritas menyatakan hubungan antar sesame variable independen. Uji multikolonieritas dalam penelitian ini dengan cara menggunakan pendekatan Koutsoyiannis atau dengan menganalisis matriks korelasi antar variable independen 4. Uji Hipotesis Uji hipotesis merupakan suatu prosedur untuk pembuktian kebenaran sifat populasi berdasarkan data sampel. Berdasarkan Fixed
57
Effect Model, model regresi dalam penelitian ini dapat dilihat dalam persamaan berikut: OPINIit = αi + β1SPIit+β2KPTit+β3APit+β4AFPOL + uit Keterangan: α
: konstan
OPINI : Opini Audit SPI
: Kelemahan SPI
KPT
: Ketidakpatuhan regulasi
AP
: Anggaran Publik
AFPOL: Afiliasi Partai Politik uit
: error term Untuk menghindari bias dalam pemmbuatan ramalan dengan
regresi, maka data setiap variable harus tersedia. Perhitungan akan efektif dengan dibantu pengolahan statistik regresi dengan Eviews 8. Dalam uji regresi linier berganda Fixed Effect Model, terdapat uji t, uji F, dan Koefisien Determinasi. 1) Uji t Uji t merupakan suatu prosedur untuk menguji signifikansi dari koefisien-koefisien regresi secara parsial. Uji t digunakan untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara parsial variabel independen terhadap dependen. Menurut Gujarati (2003: 129) uji t merupakan uji signifikansi untuk melakukan verifikasi kebenaran atau kesalahan hipotesis nol yang dibuat.
58
Langkah-langkah pengujian: a) H0 diterima dan Ha ditolak _ value > 0,05 Jika nilai signifikansi lebih dari nilai alpha 0,05 dapat diartikan bahwa variabel independen secara parsial tidak mempengaruhi variabel dependen. b) H0 ditolak dan Ha diterima _ value < 0,05 Jika nilai signifikansi kurang dari nilai alpha 0,05 dapat diartikan bahwa variabel independen secara parsial tidak mempengaruhi terhadap variabel dependen. 2) Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independent secara signifikan terhadap variabel dependen. Jika nilai signifikansi F kurang dari
5%, berarti bahwa variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Jika nilai signifikansi F lebih dari 5%, maka variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. tingkat signifikansi yang digunakan pada penelitian ini adalah 5 %. Secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut: Ho ditolak apabila signifikansi < a = 0,05. Ho diterima apabilasignifikansi > a = 0,05. 3) Koefisien Determinasi (R2) - Goodness Of Fit R2 merupakan nilai koefisien determinasi regresi bergnada. Tujuan dari uji kebaikan-kesesuaian untuk mengetahui sejauh
59
mana garis regresi sampel sesuai dengan data (Aisyah, 2012). Jika kelemahan SPI, ketidakpatuhan regulasi, anggaran publik dan faktor politik dan semua variabel di luar model, yang diwadahi dalam E dimasukkan ke dalam model, maka nilai R2 akan bernilai 1. Ini berarti seluruh variasi Y dapat dijelaskan oleh variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model, yaitu kelemahan SPI, ketidakpatuhan regulasi, anggaran publik dan faktor politik.