BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan Manusia diciptakan dengan kodrat bahwa ia selalu ingin mengetahui tentang alam sekitarnya. Hasrat ingin tahu inilah yang mendorong peneliti melakukan berbagai upaya, berupa kegiatan pengumpulan data, informasi, pengamatan, penilaian dan evaluasi. Supaya penelitian ini dapat menghasilkan kesimpulan yang bermakna, mengandung manfaat, peneliti berusaha membangun ‘model pengembangan’’ yang dipakai dalam penelitian ini. Tudiver et al (1992: 127) menyatakan , “Here in lie the seeds of concept that may one day blossom into scientific theories”. Pengembangan model ini menggunakan jenis penelitian Research & Development yang bertujuan menghasilkan produk berupa model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA dan panduan evaluasi pembelajaran bahasa Inggris SMA. Penelitian pendidikan dan pengembangan merupakan jenis penelitian yang banyak digunakan untuk memecahkan masalah praktis di dunia pendidikan. Sebagaimana Borg & Gall (1983: 772) menyatakan bahwa penelitian dan pengembangkan pendidikan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Adapun model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengembangan dari Kirkpatrick yang telah dimodifikasi. Dalam memodifikasi model Kirkpatrick, level yang digunakan
127
adalah level 1, reaction dan level 2,
learning karena model EPBI ini mengevaluasi proses dan output pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA. Untuk melihat outcome dari pembelajaran bahasa Inggris membutuhkan waktu lama serta biaya yang tidak sedikit karena tamatan SMA bertebaran di berbagai tempat yang berjauhan sehingga sangat sulit untuk ditelusuri atau dipantau pada tahun-tahun berikutnya. Sementara itu, level 3, behavior berarti untuk melihat perubahan tingkah laku peserta didik setelah mereka belajar bahasa Inggris di tempat mereka bekerja sulit untuk diamati demikian pula level 4, result, berarti peningkatan pendapatan ketika mereka bekerja, hasil yang didapatkan setelah belajar bahasa Inggris juga sulit untuk diamati. Level 3 dan 4 memang cocok untuk peserta pelatihan sedangkan untuk siswa SMA hanya dapat diterapkan level 1 dan 2, proses dan output pembelajaran bahasa Inggris. Model
evaluasi
pembelajaran
bahasa
Inggris
ini
dirancang
untuk
mengevaluasi pembelajaran bahasa Inggris serta hambatan-hambatan yang terjadi pada proses pembelajaran bahasa Inggris yang dihadapi oleh para guru bahasa Inggris maupun siswa SMA. Evaluasi pembelajaran bahasa Inggris ini merupakan suatu proses pengumpulan data/informasi untuk menentukan manfaat, nilai, kekuatan, dan kelemahan pembelajaran bahasa Inggris yang ditujukan untuk merevisi pembelajaran bahasa Inggris guna meningkatkan daya tarik dan efektivitasnya. Hasil dari evaluasi diharapkan menjadi dasar bagi pimpinan sekolah untuk mengambil kebijakan kedepan dalam rangka perbaikan kondisi dan situasi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA. Demikian pula guru bahasa Inggris diharapkan dapat menggunakan model EPBI ini untuk perbaikan pembelajaran bahasa Inggris kedepan.
128
B. Prosedur Pengembangan Peneliti menggunakan kedua prosedur induktif dan deduktif untuk mengungkap makna data yang diperoleh. Nunan (1992: 13) mengemukan , “Two procedures open to researchers are inductivism and deductivism”. Setelah data dilihat sesuai dengan jenisnya, peneliti menggunakan prosedur yang sesuai dengan permasalahan
yang
dihadapi.
Prosedur
pengembangan
diterapkan
dengan
menyederhan beberapa langkah yang ada di dalam buku Borg & Gall (1983: 775) dari sepuluh langkah berikut ini: 1. Penelitian dan pengumpulan informasi―termasuk review literatur, observasi kelas, dan persiapan laporan, 2. Perencanaan―termasuk mendefinisikan keahlian, menyatakanakan obyektif yang menentukan susunan rangkaian, dan kemungkinan coba sekala kecil, 3. Pengembangan pola pendahuluan dari produk―termasuk materi pengajaran, buku panduan, dan alat evaluasi, 4. Ujicoba lapangan―mengatur dari sekolah 1 sampai sekolah 3, dengan menggunakan 6 sampai dengan 12 subjek. Data wawancara, observasi, dan questionnaire dikumpulkan dan dianalisis, 5. Revisi produk utama―revisi produk bila disarankan oleh hasil tes lapangan terdahulu, 6. Tes lapangan utama―mengatur 5 sampai dengan 15 sekolah dengan 30 sampai dengan 100 subjek. Data kuantitatif pada pelaksanaan rangkaian subyek sebelum
129
dan sesudah dikumpulkan. Hasil dievaluasi dengan menghargai rangkaian obyektif dan dibandingkan dengan data kelompok kontrol, bila cocok, 7. Revisi produk operasional―revisi produk sebagaimana disarankan oleh hasil utama tes lapangan, 8. Tes lapangan operasional―diatur pada 10 sampai dengan 30 sekolah termasuk 40 sampai 200 subjek. Wawancara, data observasi dan questionnaire dikumpulkan dan dianalisis, 9. Revisi produk akhir―revisi produk sebagaimana disarankan oleh hasil tes lapangan operasional, dan 10. Penyebaran dan implementasi―laporan pada produk di pertemuan profesional dan pada jurnal. Bekerja dengan penerbit diasumsikan pendistribusian komersial. Memonitor pendistribusian melengkapi kontrol kualitas. Berdasarkan sepuluh langkah pengembangan yang dikemukakan oleh Borg dan Gall, model ini mengambil bagian-bagian yang bersesuaian dengan model Kirkpatrick, sehingga langkah-langkah tersebut dapat dipadukan dengan model Kirkpatrick dan menghasilkan model EPBI. Langkah-langkah yang dikemukakan oleh Borg & Gall sangat bersesuaian dengan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Kirkpatrick. Karena itulah peneliti menyederhan langkah-langkah tersebut menjadi prosedur pengembangan model EPBI ini. Prosedur yang dilakukan dalam penelitian pengembangan ini mengkombinasikan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Borg & Gall dengan prosedur pengembangan dalam model Kirkpatrick melalui
130
empat tahap , yaitu: (1) tahap awal; (2) tahap desain; (3) tahap ujicoba dan revisi; dan (4) tahap implementasi. Masing-masing tahapan diuraikan di bawah ini. 1. Tahap Awal Permasalahan pokok yang dicari solusinya adalah belum ditemukannya model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA yang dapat memberikan informasi dengan tepat bagi sekolah, baik dari segi isi, cakupan, format maupun waktu penyampaian serta bermanfaat secara optimal bagi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA. Berangkat dari permasalahan tersebut, maka kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan kajian teori-teori pendukung antara lain teori model–model evaluasi dan melakukan identifikasi terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya. 2. Tahap Desain Berdasarkan kajian berbagai teori dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan evaluasi pembelajaran bahasa Inggris kemudian dirancang model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA dan instrumen pengumpul data beserta perangkat model evaluasinya. Selain itu disusun pula desain ujicoba model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris. Adapun model evaluasi yang dikembangkan disebut dengan model EPBI, singkatan dari Evaluasi Pembelajaran Bahasa Inggris (EPBI). Model ini digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA.
131
3. Tahap Ujicoba dan Revisi Pada tahap ini dilakukan ujicoba di kelas terhadap model evaluasi beserta instrumen dan perangkat modelnya yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana model evaluasi beserta instrumen dan perangkat model tersebut dapat diterapkan untuk mengevaluasi pembelajaran bahasa Ingris di jenjang SMA. Data dari hasil ujicoba kemudian dianalisis untuk mengetahui apakah model tersebut sudah fit atau belum. Apabila model evaluasi beserta instrumen ternyata belum memenuhi persyaratan fit model kemudian direvisi dan diujicobakan lagi. Ujicoba dan revisi ini dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh prototipe akhir yang memenuhi syarat fit model (prototipe yang baik). 4. Tahap Implementasi Pada tahap ini model evaluasi beserta perangkat yang telah diujicobakan tersebut diimplemantasikan pada sekolah yang terpilih agar dapat dilihat sejauh mana hasil implementasinya. Apabila hasil implementasi tersebut masih ditemukan hal-hal yang perlu diperbaiki, maka dilakukan revisi dilanjutkan perbaikan seperlunya. Hasil dari semua ini adalah model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA beserta instrumen dan perangkatnya. Dengan demikian proses pengembangan yang ada pada bab sebelumnya dapat dimodifikasi menjadi Gambar 6.
132
Tahap Awal
(1)
Desain Model (2)
Revisi
(3)
Ujicoba
Fit Model
Catatan: Implementasi (4)
= Proses Pengembangan = Peninjauan kembali
Gambar 6 :Proses Pengembangan Model EPBI
Pada gambar di atas proses pengembangan senantiasa terus berlanjut. Antara tahap awal sampai tahap implementasi terjadi beberapa siklus, yaitu pada tahap ujicoba dan revisi. Pada siklus tersebut apabila tidak ada lagi yang perlu direvisi maka diteruskan ke implementasi. Namun demikian tidak menutup kemungkinan pengembangan selanjutnya di waktu mendatang. Pengembangan dapat terus
133
dilakukan pada waktu-waktu mendatang apabila hasil pengembangan yang ada diperlukan pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu, anak panah dari tahap implementasi yang di sebelah kiri ke atas dan di sebelah atas ke bawah dengan garis terputus-putus berarti adanya peninjauan kembali pada tahap-tahap sebelumnya yang memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan yang senantiasa terus berkelanjutan (sustainable).
Penelitian ini dilakukan untuk membangun model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA. Model ini terdiri dari seperangkat instrumen untuk mengungkap proses pembelajaran bahasa Inggris yang mencakup kinerja guru bahasa Inggris, keperibadian guru bahasa Inggris, perilaku siswa dalam belajar bahasa Inggris, serta faslitas yang mendukung proses pembelajaran bahasa Inggris. Keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris dapat dilihat pada output pembelajaran bahasa Inggris. Oleh karena itu output pembelajaran bahasa Inggris juga diungkap melalui model EPBI ini.
C. Ujicoba Produk Ujicoba produk dalam penelitian ini didasarkan atas dibangunnya model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA. Model ini bertitik tolak dari pandangan bahwa berhasil atau tidaknya proses pembelajaran bahasa Inggris dapat dilihat melalui proses dan output pembelajaran bahasa Inggris itu sendiri. Maka komponen-komponen yang paling dominan dalam proses pembelajaran bahasa
134
Inggris yang perlu diperhatikan adalah kinerja guru bahasa inggris, kepribadian guru bahasa Inggris, fasilitas yang mendukung pembelajaran bahasa Inggris dan perilaku siswa dalam belajar bahasa Inggris. Demikian pula keterampilan listening, reading, speaking, dan writing siswa perlu diperhatikan dalam ujicoba model EPBI ini. Produk, berupa model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA ini diujicobakan pada subjek coba. Setelah diujicobakan, model ini direvisi dan diujicobakan lagi sampai memenuhi kriteria model fit (baik). Setelah model ini dianggap baik, model ini diimplimentasikan pada beberapa kelas yang mewakili wilayahnya masing-masing. 1. Desain Ujicoba Ujicoba ini dimaksudkan untuk memperoleh data secara lengkap yang dapat digunakan sebagai bahan revisi produk yang dihasilkan. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam ujicoba ini adalah sebagai berikut: a) Penyusunan desain dan perangkat model evaluasi Pada tahap ini disusun desain model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris didasarkan pada kajian beragam teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang telah disajikan sebelumnya. Berdasarkan desain model evaluasi tersebut kemudian disusun instrumen-instrumen penilaian dan berbagai perangkat model evaluasi yang digunakan dalam penelitian. Desain model yang berhasil disusun berserta instrumen dan perangkatnya tersebut merupakan draf awal dari model yang dikembangkan. Instrumen–instrumen tersebut meliputi: 1) Instrumen penilaian kinerja guru bahasa Inggris;
135
2) Instrumen penilaian kepribadian guru bahasa Inggris; 3) Instrumen penilaian fasilitas yang mendukung pembelajaran bahasa Inggris; 4) Instrumen penilaian sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris; 5) Lembar penilaian output pembelajaran bahasa Inggris, kompetensi bahasa Inggris siswa SMA kelas XII; 6) Lembar penilaian efektivitas model evaluasi; dan 7) Lembar penilaian panduan evaluasi pembelajaran bahasa Inggris.
Adapun perangkat model evaluasi yang dibuat adalah: 1) Panduan evaluasi pembelajaran bahasa Inggris; dan 2) Format laporan hasil evaluasi. b) Validasi pakar (Expert judgement). Setelah model evaluasi beserta instrument dan perangkatnya disusun, aktivitas berikutnya dilanjutkan dengan validasi kepada para ahli (expert judgement). Ahli yang dilibatkan dalam validasi model evaluasi meliputi: 1) ahli dalam bidang metodologi penelitian; 2) ahli dalam bidang evaluasi; 3) ahli dalam bidang pembelajaran bahasa Inggris; 4) praktisi (guru) bahasa Inggris; dan 5) pengguna model evaluasi yang dalam hal ini diwakili kepala sekolah sebagai representasi dari manajemen sekolah beserta guru bahasa Inggris. Proses validasi pakar atau ahli menggunakan model focused group discussion (FGD) untuk model evaluasi dan dalam bentuk seminar untuk instrumen pengumpul data. Hasil
136
FGD dalam bentuk seminar untuk instrumen pengumpul data adalah seperangkat instrumen pengumpul data harus direvisi dan diperoleh draf revisi. Pemilihan focused group discussion ini didasarkan pada pendapat Witkin (1984: 132) yang menyatakanakan bahwa pemecahan masalah melalui diskusi kelompok dapat digunakan sebagai satu tahap dari need assessment, di mana tingkatan dari diskusi yang diselenggarakan dengan baik dapat dijadikan pedoman untuk need assessment, seleksi aktivitas dan evaluasi. Teknik ini digunakan dengan harapan dapat diperoleh model evaluasi yang valid dan reliabel dengan melibatkan pakar dalam bidang pendidikan bahasa Inggris, praktisi maupun akademisi. Proses pengembangan model EPBI ini mengikuti langkah-langkah berikut ini, yaitu: 1) Hasil validasi direvisi dan diperoleh draf revisi; 2) Ujicoba. Draf awal yang telah direvisi kemudian diujicobakan di beberapa sekolah untuk menguji fit atau tidaknya model yang disusun; 3) Analisis data. Data yang diperoleh dari hasil ujicoba kemudian dianalisis secara
deskriptif
untuk
model
evaluasi
dan
dengan
menggunakan
confirmatory factor analysis (CFA) untuk instrument pengumpul data. “CFA is based on the premise that observable variables are imperfect indicators of certain underlying, or latent, constructs” (Mueller, 1996: 62). Apabila dari hasil analisis menunjukkan bahwa model sudah sesuai dengan data fit model
137
Merumuskan Model Evaluasi
Analisis Teori dan Hasil Penelitian Terdahulu & Observasi Lapangan
Draf Awal
(2) (3)
(1)
Validasi Pakar
Revisi
(4)
Ujicoba (5)
Analisis
Implementasi
(6)
Hasil Pengembangan
Model EPBI
Gambar 7: Proses Pengembangan Model EPBI
maka hasil tersebut merupakan prototipe yang baik sebagai hasil pengembangan. Sebaliknya apabila dari hasil analisis belum diperoleh model yang sesuai maka instrumen tersebut direvisi lagi dan diujicobakan kemudian dianalisis lagi sampai diperoleh model yang sahih dan andal; dan
138
4) Implementasi. Hasil akhir dari model yang telah dianalisis merupakan prototipe
yang
baik
sebagai
hasil
pengembangan,
kemudian
diimplementasikan di beberapa sekolah. Model hasil pengembangan masih dimungkinkan ditinjau kembali untuk penyempurnaan lebih lanjut. Proses pengembangan model EPBI selengkapnya digambarkan pada Gambar 7 dan ujicoba produk dalam penelitian ini digambarkan pada Gambar 8.
Model EPBI Ujicoba
Belum Fit
Analisis
Revisi
Sudah Fit
Fit Model
Implimentasi
Gambar 8: Ujicoba Produk
139
2. Subjek Coba Subjek coba dalam penelitian ini diambil kelas XII dari SMA Negeri di Palembang yang mencakup siswa, guru bahasa Inggris, dan pimpinan sekolah. Karena peneliti sudah lama berdomisili di kota ini, tentu saja kota ini sudah sangat dikenal oleh peneliti. Hal inilah membuat peneliti tidak banyak mendapatkan kesulitan dalam mengumpulkan data. Peneliti mendapatkan kemudahan untuk mengujicobakan model pembelajaran bahasa Inggris sehingga komponen penting di dalam proses pembelajaran bahasa Inggris dapat diungkap melalui model evaluasi ini. Subjek coba penelitian ini diambil 3 SMA dari 20 SMA Negeri di Palembang. SMA Negeri di Palembang bertebaran di berbagai tempat, yaitu di pinggiran kota, di tengah kota, dan di antaranya. Peneliti mengambil kelas XII dari SMA Negeri sebagai subjek coba, bukan dari SMA swasta, karena SMA Negeri dapat dijadikan tolok ukur dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Di samping itu, guru bahasa Inggris di SMA negeri adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang memiliki pendidikan paling tidak strata 1 (S1). Sementara itu, guru-guru bahasa Inggris SMA swasta kebanyakan belum PNS atau belum memiliki predikat pendidikan strata I (S1). Oleh karena itu, SMA swasta
tidak dapat dijadikan pedoman, tolok ukur atas keberhasilan
pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA. Selain itu guru bahasa Inggris di SMA swasta kebanyakan berstatus guru tidak tetap dari yayasan sekolah tersebut sehingga peneliti kesulitan untuk menghubungi mereka ketika dimintai keterangan. Sebaliknya, guru-guru bahasa Inggris di SMA Negeri berstatus tetap sehingga situasi ini memudahkan peneliti untuk mendapatkan informasi tentang permasalahan yang
140
berkaitan dengan model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris. Di samping itu, SMA Negeri memiliki fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan dengan SMA swasta sehingga data atau informasi yang diperoleh lebih tepat dan akurat. Subjek coba yang representatif adalah sangat penting dalam menilai validitas penelitian ini. Subjek coba yang representatif dalam arti jumlah individu yang dijadikan subjek coba (ukuran subjek coba) mewakili populasi. Ukuran subjek coba yang digunakanakan dalam penelitian ini adalah 3 (tiga) SMA dari 20 SMA negeri di Palembang. Setiap SMA dipilih satu kelas yaitu kelas XII. Untuk lebih rinci, peneliti mendata 20 SMA negeri di Palembang. Kemudian, 20 SMA tersebut diklasifikasi dengan kriteria: SMA negeri di tengah kota, SMA negeri di pinggiran kota, dan SMA negeri di antaranya. Selanjutanya peneliti memilih 3 SMA negeri yang terdiri dari 1 SMA negeri di tengah kota, 1 SMA negeri di pinggiran kota, dan 1 SMA negeri di antaranya. Pemilihan SMA dipilih secara klaster didasari dengan pendapat Scheaffer, Mendenhall III, & Ott (1996: 290) bahwa penyampelan klaster biayanya lebih sedikit dari pada penyampelan acak stratified bila biaya membuat kerangka daftar seluruh bagian populasi sangat tinggi, jika biaya observasi meningkat sebagaimana jarak yang terpisah dari bagian populasi. Selanjutnya, peneliti memilih 3 SMA negeri dengan menggunakan subjek coba acak sederhana (simple random sampling). Scheaffer, Mendenhall III, & Ott (1996: 81) juga memberikan petunjuk untuk melaksan subjek coba acak sederhana. Mereka menyatakan bahwa peneliti dapat memberi angka yang dikehendaki oleh peneliti dengan cara menuliskan nomor di secarik kertas, kemudian memasukkannya ke
141
dalam topi atau gelas, diaduk, dan dikeluarkan 3 nomor tanpa mengganti nomor yang sudah keluar. Setelah kegiatan ini dilakukan, SMAN 2, SMAN 11, dan SMAN 14 terpilih untuk mewakili masing-masing wilayah. Setiap wilayah SMA Negeri dipilih satu kelas yaitu kelas XII karena kelas ini sudah mengikuti pembelajaran bahasa Inggris selama lebih kurang tiga tahun. Peneliti tidak membedakan kelas IPA atau IPS karena jam pelajaran yang diberikan pada setiap semester relatif sama. Maka jumlah subjek coba dalam penelitian ini adalah 3 kelas XII SMA negeri di Palembang. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari daftar di kantor dinas diknas Palembang tahun 2007, sekolah menengah atas (SMA) negeri di kota ini berjumlah 20 (dua puluh). Untuk lebih jelasnya daftar SMA negeri sesuai dengan bagian wilayahnya di Palembang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Daftar Wilayah Bagian SMA Negeri di Palembang SMA Kota SMA Negeri 1, SMA Negeri 2*, SMA Negeri 3, SMA Negeri 15, SMA Negeri 17, dan SMA Negeri 10 SMA Negeri 18
SMA Pinggiran Kota SMA Negeri 4, SMA Negeri 7, SMA Negeri 14 *, SMA Negeri 19, SMA Negeri 20 dan SMA Negeri 8,
SMA di antara Keduanya SMA Negeri 5, SMA Negeri 6, SMA Negeri 9, SMA Negeri 11*, SMA Negeri 12, SMA Negeri 13, dan SMA Negeri 16
Catatan: * = sekolah yang terpilih Di antara sejumlah metode penentuan subjek coba yang dianggap paling baik adalah metode penentuan subjek coba secara acak atau yang dikenal dengan istilah
142
‘’simple random samples’’. Keunggulan metode ini adalah kemampuannya menghilangkan unsur subjektivitas dalam penentuan subjek coba. Alat yang digunakan dalam penentuan subjek coba secara acak adalah berupa tabel bilangan acak (random numbers) atau sebuah kalkulator, komputer yang mempunyai bilangan acak. Pernyataan di atas dikuatkan oleh Hadi (2000: 75) yang menyatakan bahwa random sampling sampai sekarang dipandang sebagai teknik yang paling baik dan dalam research mungkin satu-satunya teknik yang terbaik. Walaupun pernyataan tersebut dianggap benar, teknik pengambilan subjek coba sangat tergantung pada kondisi, situasi, dan tujuan penelitian.
Subjek Coba Kelas XII dari 20 SMA negeri di Palembang Diambil 1 kelas dari setiap wilayah SMA yang terpilih
1 kelas XII SMA negeri yang terpilih
Subjek Coba: 3 kelas XII SMA Negeri
Gambar 9: Proses Pengambilan Subjek Coba
Dalam pelaksanaan metode pengambilan subjek coba secara acak dalam penelitian ini menggunakan Completely Random Sampling (CRS). Pada prinsipnya, penentuan subjek coba secara acak dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap
143
populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai subjek coba. Dengan kata lain, penentuan subjek coba sepenuhnya dilakukan secara acak, dengan mempertimbangkan karakteristik populasi. Dalam penelitian ini, peneliti masih mempertimbangkan karakteristik populasi. Peneliti menggunakan metode ini karena subjek coba dalam penelitian ini merupakan subjek coba yang homogen. Subjek coba dalam penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 9. 3. Jenis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif yang diubah menjadi kualitatif. Data tersebut memberi gambaran tentang efektivitas model evaluasi, proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dan output yang dicapai dari proses pembelajaran bahasa Inggris yang telah dilaksanakan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi: a) Data model evaluasi meliputi data tentang: (1) objektivitas model; (2) kepraktisan model; dan , (3) keekonomisan model evaluasi. b) Data proses pembelajaran bahasa Inggris meliputi data tentang: (1) kinerja guru bahasa Inggris dalam proses pembelajaran di kelas; (2) kepribadian guru bahasa Inggris; (3) perilaku siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris; dan (4) fasilitas pembelajaran bahasa Inggris di kelas. c) Data output pembelajaran meliputi data tentang keterampilan: (1) listening; (2) reading; (3) speaking; dan (4) writing.
144
4. Instrumen Pengumpulan Data Untuk menjaring data yang diperlukan, peneliti menggunakan test, angket, serta observasi. Test digunakan untuk menilai output pembelajaran bahasa Inggris, sedangkan observasi dan angket untuk menjaring data dari proses pembelajaran pembelajaran bahasa Inggris. a. Tes. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang output pembelajaran bahasa Inggris, kompetensi bahasa Inggris siswa yang masih dalam aspek ranah kognitif. Bentuk tes terdiri atas pilihan ganda. Instrumen ini disusun dan dikembangkan dengan menggunakan soal-soal ujian nasional (UN) dan atau ujian susulan tahun sebelumnya yang validitas dan reliabilitasnya tidak diragukan lagi. Karena soal-soal tersebut digunakan untuk mengungkap kemampuan listening dan reading,
instrumen untuk mengungkap kemampuan speaking dan writing siswa
dikembangkan oleh peneliti bersama ahli bahasa Inggris dan ahli pengukuran. Peneliti sendiri dan dibantu oleh 2 (dua) orang guru bahasa Inggris sebagai instrumen untuk speaking dan writing. Siswa disuruh untuk memilih salah satu dari tiga pilihan: 1) menceritakan pengalaman mereka yang tak pernah terlupakan (unforgettable experience), 2) menceritakan kegiatan mereka sehari-hari, dan 3) menceritakan ambisi mereka di masa yang datang beserta alasanya, kemudian untuk writing, siswa disuruh untuk menuliskan apa yang telah mereka ceritakan dalam bahasa Inggris dengan jumlah kata tidak lebih dari 150 kata.
145
b. Angket Metode ini digunakan untuk mengungkap pendapat responden tentang komponen proses pembelajaran bahasa Inggris dengan aspek yang dinilai terdiri dari: 1) Kinerja guru bahasa Inggris di dalam kelas. Angket berupa inventori sikap digunakan untuk penilaian kinerja guru di dalam kelas dari siswa, pimpinan sekolah, teman sejawat guru bahasa Inggris, serta self report digunakan untuk guru bahasa Inggris, 2) Kepribadian guru bahasa Inggris. Angket berupa inventori sikap digunakan untuk penilaian kepribadian guru bahasa Inggris dari siswa, kepala sekolah, teman sejawat guru bahasa Inggris, serta self report digunakan untuk guru bahasa Inggris, 3) Sikap siswa. Angket berupa inventori sikap digunakan untuk penilaian sikap siswa, dan 4) Fasilitas pembelajaran. Angket berupa inventori respon digunakan untuk penilaian fasilitas yang mendukung proses pembelajaran bahasa Inggris. c. Observasi Untuk mengungkap data/informasi yang sama dengan metode yang berbeda, peneliti menggunakan metode triangulasi untuk memperkuat data/informasi tentang komponen proses pembelajaran bahasa Inggris. Komponen yang terkait kuat dalam pembelajaran bahasa Inggris adalah kinerja guru bahasa Inggris, kepribadian guru bahasa Inggris, sikap siswa, dan fasilitas yang mendukung pembelajaran bahasa Inggris. Dalam hal ini, peneliti sendiri, siswa, guru bahasa Inggris, dan kepala sekolah
146
sebagai instrumen untuk mengumpulkan dan mengungkap data/informasi dengan menggunakan checklist. Metode yang digunakan untuk memperkuat data/informasi tentang proses pembelajaran bahasa Inggris adalah observasi.
1. Tahap Pengembangan Instrumen Naskah 1
Konsep/teoretis
Naskah 2
Empiris
Naskah 3 (Dratf)
Ujicoba Instrumen
Instrumen Final
Analisis Instrumen
Analisis Data
Penerapan Instrumen
2. Penerapan Instrumen
Hasil Analisis
Gambar 10 : Prosedur Pengembangan Instrumen
Instrumen diseleksi, dianalisis butir-butir soalnya, dan diujicobakan. Instrumen yang digunakan adalah instrumen yang betul-betul sesuai untuk mengungkap komponen-komponen yang mendukung proses pembelajaran bahasa Inggris. Harapan yang dicapai dalam evaluasi
pembelajaran
bahasa Inggris di
jenjang SMA adalah mengungkap faktor penyebab, penghambat pembelajaran bahasa Inggris, hasil pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA dan akhirnya menghasilkan model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris. Tahapan pengembangan instrumen dapat dilihat pada Gambar 10.
147
Angket (1)
Guru/Kepsek
Tes (3)
Observasi (2)
Siswa
Proses PBIng
Data
Output PBIng
Analisis Data
Gambar 11: Teknik Pengumpulan Data
Instrumen yang valid adalah instrumen yang dapat mengukur apa yang hendak diukur sedangkan instrumen yang reliabel adalah instrumen yang apabila digunakan untuk mengukur objek yang sama, menghasilkan hasil yang sama dengan kata lain konsisten (Sugiono, 2004: 109). Instrumen penelitian ini berpedoman pada ciri-ciri tes yang baik pada bab sebelumnya. Instrumen yang disusun oleh peneliti diujicobakan pada guru bahasa Inggris, siswanya, dan pimpinan sekolah di jenjang SMA negeri. Untuk lebih jelasnya penyusunan kisikisi instrumen dalam mengungkap kinerja guru bahasa Inggris, kepribadian guru bahasa Inggris, fasilitas yang mendukung pembelajaran bahasa Inggris, serta sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris dalam proses pembelajaran
148
bahasa Inggris di jenjang SMA dan output pembelajaran bahasa Inggris dapat dilihat pada lampiran. Untuk mengumpulkan data, peneliti memerlukan waktu dan kerja keras dengan menggunakan berbagai teknik. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 11. 5. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan salah satu rangakaian dalam kegiatan penelitian ini, sehingga kegiatan ini menganalisis data yang sangat berkaitan dengan rangkaian kegiatan sebelumnya mulai dari jenis penilaian yang dipilih, rumusan masalah dan tujuan penelitian, jenis data, jumlah subjek coba, serta asumsiasumsi teoritis yang melandasi kegiatan penelitian. Dengan demikian, dalam melakukan analisis data, rangkaian tahapan sebelumnya sangat diperhatikan sebagai rujukan agar penelitian ini dilaksanakan bersifat koheren, yaitu bertalian atau berhubungan dengan tahap-tahap penelitian yang lainnya. Uraian tentang tahap-tahap ini disajikan di bawah. a) Analisis data secara kuantitatif Analisis data secara kuantitatif digunakan untuk menganalisis validitas instrumen pengumpulan data yang dianalis dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA), menggunakan bantuan program LISREL. CFA digunakan untuk meriksa validitas konstrak yang sudah ada (Mueller, 1996:124). Apabila hasil analisis menunjukkan bahwa model pengukuran sudah sesuai dengan data (fit model) maka hasil tersebut menunjukkan bahwa instrumen sudah valid untuk digunakan. Penentuan validitas instrumen dengan menggunakan program LISREL 8.51
149
didasarkan pada besarnya muatan faktor (λ), apabila nilai (λ) ≥ 0,3 maka instrumen tersebut dianggap valid (Solimun, 2002: 81). Apabila nilai Lamda (λ) lebih besar dari 0,3 maka butir instrumen tersebut dianggap valid (Fernandes, 1984: 28). Sebaliknya apabila hasil analisis belum diperoleh model yang fit maka instrumen tersebut perlu direvisi dan diujicobakan lagi. Untuk menentukan apakah model yang diujicobakan sudah fit atau belum, peneliti menggunakan berbagai alternatif indikator fit model dengan bantuan program LISREL. Untuk memeriksa validitas setiap item dari masing-masing instrumen dengan melihat nilai muatan factor (λ) pada diagram jalur (path diagram) dengan ketentuan, apabila nilai muatan faktor (λ) pada diagram path menunjukkan < 0,3 berarti item (nomor butir) tersebut dianggap tidak valid dan harus didrop, direvisi kemudian diujicobakan lagi atau ditinjau ulang respondennya, sebaliknya kalau nilai > 0,3, maka item (nomor butir) tersebut dianggap valid. Adapun kriteria yang digunakan untuk menguji kelayakan (kesesuaian) sebuah instrumen pengumpul data (measurement model) dan model EPBI dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Goodness of fit Statistik Statistik Kriteria ‘fit’ 2 P > 0,05 χ - Chi-Square RMSEA < 0,05 GFI > 0,9 AGFI > 0,9 PGFI > 0,9
150
Evaluasi model EPBI dianggap sebagai model yang sesuai untuk mengevaluasi pembelajaran bahasa Inggris apabila didukung oleh data empiris. Untuk menguji kesesuaian model hipotetis evaluasi model EPBI dengan data empiris, didasarkan pada empat indikator, yaitu: 1) P-value > 0,05; dan 2). Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) < 0,05 (Imam Ghozali, 2005: 32). Berdasarkan data uji implementasi model EPBI di sejumlah kelas yang dianalisis
dengan
menggunakan
program
LISREL
(Linear
Structural
Relationships). Model hipotetis yang diuji secara empiris dalam penelitian ini meliputi evaluasi model EPBI dan model pengukuran yang digunakan dalam evaluasi model EPBI. Evaluasi model EPBI disusun berdasarkan asumsi bahwa proses pembelajaran bahasa Inggris sangat mempengaruhi output pembelajaran bahasa Inggris. Evaluasi pembelajaran bahasa Inggris tidak cukup hanya didasarkan pada penilaian hasil belajar semata tetapi juga perlu menilai bagaimana proses pembelajaran
yang
telah
dilaksanakanakan.
Evaluasi
terhadap
proses
pembelajaran bahasa Inggris meliputi penilaian terhadap kinerja guru bahasa Inggris di dalam kelas, kepribadian guru bahasa Inggris, sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris, dan fasilitas yang mendukung pembelajaran bahasa Inggris. Penilaian terhadap output pembelajaran bahasa Inggris dibedakan menjadi empat keterampilan siswa, yaitu listening, reading, speaking, dan writing. Berdasarkan asumsi tersebut maka model hipotetis evaluasi model EPBI digambarkan pada Gambar 12.
151
δ1
X1 λ1.1
δ2
X2
δ3
X3
λ2.1
γ1.1
λ3.1 λ4.1
δ4
ε1
Y2
ε2
Y3
ε3
Y4
ε4
λ1.1
η1
ξ1
Y1
λ2.1 λ3.1 λ4.1
X4 Gambar 12: Model Hipotetis Evaluasi Model EPBI
Keterangan : X1 X4 ξ1 η1 γ
: Kinerja guru bahasa Inggris, X2 : Kepribadian guru, X3: Sikap siswa : Fasilitas, Y1: Listening, Y2: Reading, Y3: Speaking, Y4: Writing, (Ksi1) : Proses pembelajaran bahasa Inggris (Eta1) : Output Pembelajaran bahasa Inggris (Gamma) : Koefisien regresi antara variabel laten independen (eksogenus) dengan variabel laten dependen (endogenus) δ (Delta) : Kesalahan pengukuran pada variabel X ε (Epsilon) : Kesalahan pengukuran pada variabel Y λX (Lambda X) : Muatan faktor dari variabel-variabel X pada ξ λY (Lambda Y) : Muatan faktor dari variabel-variabel Y pada η
b) Analisis data secara kualitatif Analisis data secara kualitatif adalah dengan menganalisis data hasil validasi (penilaian) dari para ahli (expert judgement) dan pemakai model evaluasi (Kepala Sekolah), serta praktisi yang memberi masukan-masukan dalam rangka perbaikan model evaluasi beserta perangkatnya. Analisis dilakukan terhadap konstruk model evaluasi, kelengkapan perangkat model, keterbacaan instrumen dan perangkat serta analisis efektivitas penggunaan
152
model evaluasi. Bogdan and Biklen (1982: 153) mengemukan bahwa proses penemuan yang sistematis dari catatan interview, catatan lapangan dan bahanbahan lain yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap data dalam penelitian ini, sehingga penemuan dapat disajikan. Walcott (1994: 339-340) menyatakan “Description of data is limited to reporting a few wellpublicized event.” Miles (1994: 165) mengemukan bahwa kita melakukan analisis dengan pendekatan yang baik: menguji validitas temuan-temuan dengan meramalkan apa yang terjadi pada kasus selanjutnya enam bulan atau satu tahun sebelumnya. Demikian juga Morse (1994: 67) mengemukan bahwa penelitian evaluasi mencari informasi untuk memahami mikanisme letak intervensi yang berhasil. Fetterman (1988: 210) juga menyatakan bahwa setelah mendiskusikan dan melengkapi contoh-contoh tehnik dalam pendekatan, peneliti mendiskusikan alasan menggabungkan tehnik-tehnik yang digunakan . Dalam analisis data kualitatif ini, data kuantitatif yang diperoleh melalui instrumen penilaian dikonversikan ke data kualitatif dengan skala 5, kemudian dideskripsikan dan hasil deskripsi tersebut dijadikan sebagai dasar menilai kualitas model evaluasi yang dikembangkan. Konversi data kuantitatif ke data kualitatif dengan skala 5 menggunakan aturan yang merupakan modifikasi dari aturan yang dikembangkan oleh Sudiyono (2003: 329 – 339). Aturan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
153
Tabel 7 Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif (Standar Penilaian) Jumlah Nilai 81 – 100 61 – 80 41 – 60 21 – 40 0 – 20
Skor 5 4 3 2 1
Rerata Skor 4,01 – 5,00 3,01 – 4,00 2,01 – 3,00 1,01 – 2,00 0 – 1,00
154
Klasifikasi Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang