METODE PEMBELAJARAN INKUIRI BERPENGARUH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SEKOLAH DASAR Teguh Prasetyo1), Annissa Mawardini2), Siti Khodijah3) 1, 2
Dosen FKIP Universitas Djuanda Bogor, Jalan Tol Ciawi No.01 Ciawi Bogor 16720. 3 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Djuanda Bogor Jalan Tol Ciawi No.01 Ciawi Bogor 16720. Email:
[email protected]),
[email protected]),
[email protected]) ABSTRAK Metode pembelajaran merupakan sarana menciptakan situasi dan kondisi pembelajaran yang paling efektif bagi guru di kelas. Permasalahan selama ini muncul disebabkan guru kurang bervariatif dalam menggunakan metode pembelajaran sehingga proses pembelajaran menjadi membosankan dan tidak menyenangkan bagi siswa. Mata pelajaran yang mengembangkan proses berpikir kritis, kreatif, dan ilmiah kepada siswa adalah IPA. Guru dituntut menyiapkan dan memilih metode pembelajaran secara cermat. Penelitian ini telah membuktikan bahwa metode pembelajaran inkuiri berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian ini, yang menggunakan desain Quasi Experimental dijelaskan bahwa perhitungan statistik dari rata-rata hasil post-test kelas eksperimen sebesar 13,1 dan kelas kontrol sebesar 15,1, dan pada uji one sample t-test dengan nilai sig 0,00 maka H0 ditolak karena 0,00 < 0,05 (ɑ=0,05) dan kelas kontrol menggunakan metode ekspositori nilai sig. 0,00 maka H0 ditolak karena 0,00 < 0,05 (ɑ). Jadi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol terdapat pengaruh signifikansi pada hasil belajar IPA. Antara keduanya mempunyai tingkat perbedaan pada nilai mean difference yaitu pada kelas eksperimen 54.87500 dan kelas kontrol 52.87500. Dengan demikian penggunaan metode inkuiri pada kelas eksperimen mempunyai pengaruh positif terhadap hasil belajar IPA peserta didik. Kata kunci: Metode Pembelajaran Inkuiri, Hasil Belajar, IPA.
451
PENDAHULUAN Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang memberikan kesempatan belajar bagi diri sendiri dengan alam sekitar. Pembelajaran IPA juga merupakan prospek pengembangan lebih lanjut dalam proses penerapan di kehidupan nyata. Pembelajaran IPA yang dilaksanakan di sekolah hendaknya memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk menggali, menemukan, meneliti, dan menyampaikan hasil yang didapat sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Wisudawati (2010: 10) mengemukakan “proses pembelajaran IPA menitikberatkan pada suatu proses penelitian secara ilmiah”. Hal tersebut dapat terjadi jika siswa diberikan kesempatan dalam proses berpikir untuk memahami diri sendiri, lingkungan, dan fenomena-fenomena alam. Pemahaman tentang IPA (Sains) di Indonesia yang mengarah pada pembentukaan literasi sains peserta didik, tampaknya masih belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh para guru pengajar sains. Akibatnya, proses pembelajaran pun masih bersifat konvensional dan bertumpu pada penguasaan konseptual peserta didik. (Toharuddin, 2011: 14). Permasalahan yang dikemukan di atas benar adanya, hal ini didukung dengan hasil lembaga survey dari PISA (Program for International Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan capaian belajar siswa Indonesia masih tergolong rendah.
Menurut studi yang dilaksanakan PISA pada tahun 2000 Indonesia menempati urutan ke-38 dari 41 negara peserta, PISA tahun 2003 Indonesia menempati urutan ke-38 dari 40 negara peserta, PISA tahun 2006 Indonesia menempati urutan ke-50 dari 57 negara peserta, PISA tahun 2009 Indonesia menempati urutan ke-60 dari 65 negara peserta, PISA pada tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negara peserta. Siswa Indonesia mendapatkan skor literasi sains pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, 2012 berturut-turut adalah 393, 395, 393, 383, 382, dengan rata-rata skor dari semua negara peserta adalah 500 Wisudawati (2010: 10). Menurut analisis yang dilakukan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), skor literasi sains dalam rentang antara 335 ≤ 409 poin termasuk dalam kategori kecakapan level 1 atau lebih rendah dari itu. Kecakapan siswa pada level ini memiliki pengetahuan sains yang terbatas dan hanya bisa diterapkan pada beberapa situasi saja. Siswa pada level ini hanya dapat memberikan penjelasan ilmiah yang mudah dan mengikuti bukti-bukti yang diberikan secara eksplisit (OECD, 2009). Perolehan skor yang rendah tersebut bermakna bahwa siswa Indonesia masih bermasalah dalam kemampuan literasi sains. Selanjutnya hasil penilaian TIMSS terhadap prestasi bidang sains peserta didik Indonesia pada 1999 berada pada peringkat 32 dari 38 negara dengan skor 435, pada 2003 di peringkat 37 dari 46 negara, dan pada 2007 di peringkat 35 dari 49 negara (Toharuddin, 2011: 16). 452
Fakta rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia ini secara tidak langsung menilik pada rendahnya proses pelaksanaan pembelajaran di kelas. Hasil observasi pembelajaran IPA di kelas 3 SDN Leuwinanggung 2 Kecamatan Tapos Kota Depok diperoleh data dan informasi sebagai berikut: (1) guru belum menggunakan model pembelajaran kreatif dan inovatif; (2) pembelajaran yang dilakukan di kelas lebih berpusat pada guru (teacher center) sehingga pemahaman konsep dan kemampuan inkuiri siswa jarang dilatihkan; (3) guru menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materinya dan siswa tidak dilibatkan secara maksimal dalam menemukan konsep secara mandiri; (4) banyak guru yang mengajar tanpa memanfaatkan sumber belajar, siswa lebih banyak melakukan pengamatan secara tidak langsung melalui buku dan LKS yang dimilikinya; (5) terlihat siswa kurang antusias, ramai sendiri, mengobrol, dan tidak memperhatikan materi belajar yang diajarkan oleh guru. Hal ini dipandang sebagai penyebab tidak tercapainya tujuan dari pembelajaran IPA. Berdasarkan data hasil belajar siswa pada pelajaran IPA di kelas 3 masih di bawah standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini ditunjukkan dengan ulangan IPA siswa memperoleh nilai tertinggi 82, nilai terendah 25, dan nilai rata-rata kelas 65 dari 49 peserta didik. Data tersebut menunjukkan belum tercapainya nilai KKM yang telah ditetapkan yaitu 68. Hasil belajar IPA yang masih rendah diperlukan upaya untuk mengadakan perbaikan dan meningkatkan kualitas
pembelajaran IPA yang dilaksanakan oleh guru. Pembelajaran IPA berpotensi menjadikan siswa aktif dalam memahami konsep-konsep, berpikir kritis, mengembangkan kreatifitas, dan keterampilan siswa. Adapun solusi dari permasalahan dapat diminimalisir dengan menggunakan model-model pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Peran guru dalam proses pembelajaran tidak hanya sebagai transformator tetapi sebagai fasilitator, motivator, evaluator, dan pengontrol konsep IPA yang dipahami siswa. Jika peran tersebut dilaksanakan dengan baik maka akan mengarah pada pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Upaya penyelesaian permasalahan pada mata pelajaran IPA memberikan alternatif tindakan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran terhadap hasil belajar dengan menggunakan Metode Pembelajaran Inkuiri. Fathurrohman (2015: 104) mengemukakan metode pembelajaran Inquiry (inkuiri), merupakan salah satu model pembelajaran efektif dan menyenangkan. Metode pembelajaran inkuiri bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa dalam mengontruksikan kecakapan intelektual yang terkait dengan proses berfikir reflektif. Lebih lanjut metode pembelajaran inkuiri menyediakan kesempatan kepada siswa mengalami aneka ragam pengalaman konkret dan pembelajaran aktif yang mendorong, memberikan ruang, dan peluang kepada peserta didik untuk mengambil inisiatif dalam 453
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan penelitian sehinggga memungkinkan mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Jadi metode pembelajaran inkuiri adalah usaha menyelidiki dengan mencari informasi dan melakukan berbagai pertanyaan. Pembelajar dimotivasi untuk aktif berfikir, melibatkan diri dalam kegiatan, dan mampu menyelesaikan tugas sendiri. Peranan guru hanya mengkondisikan dan memfasilitasi siswa untuk menemukan sendiri informasi tentang materi pembelajaran. Fathurrohman (2015: 109110) mengemukan langkah-langkah metode inkuiri adalah sebagai berikut: (1) Stimulation (Stimulasi/pemberian rangsangan) atau orientasi, (2) Problem Statement (Pernyataan/identifikasi masalah), (3) Data Collection (Pengumpulan data), (4) Data Processing (Pengolahan data), (5) Verification (Pembuktian), (6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi). Selanjutnya Yamin (2013: 73) mengemukakan siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipotesis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan. Pada penelitian ini langkah-langkah yang akan digunakan dalam pembelajaran inkuiri sebagai berikut; (1) mengidentifikasi persoalan, (2) membuat hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) menganalisi data, dan (5) membuat kesimpulan. Arifin (2013) menyatakan hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain; yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Pada penelitian ini hasil belajar IPA
difokuskan pada aspek kognitif. Anderson dan Krathwohl (2010) membagi tingkat kognitif ke dalam enam level sebagai berikut: (a) Mengingat (C1), proses mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang; (b) Memahami (C2), proses memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru; (c) Mengaplikasikan (C3), proses mengaplikasikan adalah menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu. Prosesproses kognitif dalam kategori mengaplikasikan meliputi mengeksekusi dan mengimplementasikan; (d) Menganalisis (C4), proses menganalisis adalah memecahmecah materi jadi bagian-bagian penyusunannya dan menentukan hubungan-hubungan antar bagianbagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan; (e) Mengevaluasi (C5), proses mengevaluasi adalah mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/atau standar. Proses kognitif dalam kategori mengevaluasi meliputi memeriksa, dan mengkritik; (f) Mencipta (C6), proses mencipta adalah memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinil. Prosesproses kognitif dalam kategori mencipta meliputi merumuskan, merencanakan, dan memproduksi. Materi gerak merupakan materi belajar yang diberikan pada pembelajaran IPA menggunakan metode inkuiri di kelas 3 SD. Proses pembelajaran mengarahkan siswa 454
untuk memahami konsep gerak, mengenal beberapa jenis gerak benda, pengaruh bentuk benda terhadap gerak benda, dan pemanfaatan gerak benda dalam kehidupan sehari-hari (Priyono, 2008). METODE Desain Penelitian Pendekatan eksperimen semu ini dilaksanakan menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diberikan perlakuan metode pembelajaran inkuiri dan metode ekspositori. Penelitian ini mengolah hasil data belajar siswa berupa nilai yang diambil pada saat pre test dan post test. Penelitian ini menggunakan jenis Nonequivalent Control Group Design untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran inkuiri terhadap hasil belajar pada kelompok peserta didik eksperimen sehingga dibutuhkan kelompok kontrol yang dijadikan sebagai pembanding. Kedua kelompok peserta didik dipilih secara random. Berikut merupakan rancangan Nonequivalent Control Group Design. Kelompok Siswa Eksperimen Kontrol
Pre Test O1
Perlakuan X
Post Test O2
O3
_
O4
Keterangan: O1 = Hasil pre test kelompok siswa eksperimen. O2 = Hasil post test kelompok siswa eksperimen. O3 = Hasil pre test kelompok siswa kontrol. O4 = Hasil post test kelompok siswa kontrol.
X
–
= Pemberian perlakuan pada Kelompok eksperimen, siswa diberi perlakuan metode pembelajaran inkuiri. = Kondisi wajar pada kelompok Kontrol, yaitu kondisi belajar yang biasa dilakukan oleh guru menggunakan metode ekspositori.
Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SDN Leuwinanggung 2 yang terletak di Jalan Cakung Rt 04/10 Kecamatan Tapos, Kota Depok yang dilakukan selama tiga bulan dari bulan JanuariApril 2016. Sampel Penelitian Pengambilan sampel atau teknik sampling digunakan agar sampel benar-benar dapat mewakili populasi atau representatif. Sampel penelitian adalah seluruh siswa kelas 3 SDN Leuwinanggung 02 dengan jumlah 49 peserta didik. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling jenuh, dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2011). Teknik ini dipakai untuk menentukan kelas yang sesuai dengan harapan peneliti, dengan pertimbangan tertentu seperti jumlah siswa yang hampir sama, keadaan ruangan, kondusif dan nyaman. Hal ini penting dilakukan agar selama kegiatan pembelajaran variasi belajar dapat terlaksana dengan baik. Pertimbangan lainnya yaitu sarana dan prasarana agar kegiatan penelitian dapat berlangsung dengan lancar. Penentuan kelompok eksperimen dan kontrol dalam penelitian ini dilakukan dengan undian. Berdasarkan hasil undian 455
didapatkan kelas 3.B sebagai kelompok eksperimen dan kelas 3.A sebagai kelompok kontrol. Instrumen Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan agar peneliti memperoleh data penelitian valid dan reliabel sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pada penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah: (1) Lembar observasi tanpa partisipasi, digunakan peneliti karena tidak ikut serta dalam kegiatan hanya mengamati proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, (b) Tes Hasil Belajar, yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah tes hasil belajar dalam bentuk soal objektif tipe pilihan ganda. Tes hasil belajar digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada saat pretest dan posttest. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui ada tidaknya pengaruh dan perbedaan hasil belajar dari metode pembelajaran inkuiri, (c) Angket, penelitian ini menggunakan angket tertutup (angket berstruktur). Dimana angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara memberikan tanda silang (X) atau tanda ceklist ( ). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk tes hasil belajar menggunakan uji one sample t-test, angket dan observasi dianalisis secara kualitatif yang disajikan secara naratif deskriptif.
HASIL PENELITIAN a. Deskripsi Data Penelitian Hasil penelitian yang dilaksanakan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Data Tes Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Deskripsi
Jumlah Rata-rata Variansi St. Deviasi Nilai Maximal Nilai Minimal
Metode Pembelajaran Inkuiri Eksperimen PrePosttest test 20 20 10,4 13,1 5,03 5,59 2,24 2,36
Metode Ekspositori Kontrol PrePosttest test 20 20 13,1 15,1 12,3 8,7 3,5 2,9
16
18
17
18
6
10
4
7
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat dirinci bahwa kenaikan ratarata skor hasil belajar siswa di kelas eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol yaitu pada kelas eksperimen jumlah kenaikannya 2,7 dan kelas kontrol jumlah kenaikannya 2. Hal itu menunjukan bahwa metode pembelajaran inkuiri memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPA. Selanjutnya hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
456
Tabel 2. Uji Normalitas Kelas
Pretest eksperi men Pretest Kontrol
KolmogorovShapiro-Wilk Smirnova Statist Df Sig. Statist Df Sig. ic ic .176 24 .052 .957 24 .37 9 .148
24
.189
.898
24
.02 0
> (ɑ) 0,05. Dari data yang ditemukan dapat disimpulkan bahwa data kemampuan awal hasil belajar IPA bersifat homogen. b. Hasil Uji Hipotesis Statistik Tabel 4. Uji One Sample t-test Kelas Eksperimen T
Berdasarkan Tabel 2 di atas dengan menggunakan program SPSS maka pada uji normalitas data kemampuan awal hasil belajar IPA adalah berdistribusi normal, karena data kemampuan awal signifikansi, dengan p-value pada kelas eksperimen adalah 0,52>0,05 (ɑ) dan p-value pada kelas kontrol adalah 189>0,05 (ɑ). Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa data pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol berdistribusi normal karena nilai p(sig.) lebih besar dari ɑ (0,05). Selanjutnya untuk uji homogenitas dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Uji Homogenitas Pretest Eksperimen dan Kontrol Levene Statistic 4.140
df1
df2
Sig.
6
13
.015
Dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : Variansi pada tiap kelompok sama (homogen) H1 : Variansi pada tiap kelompok tidak sama (tidak homogen) Kriteria keputusan: H0 diterima jika p-value (sig) > ɑ, dengan ɑ = 0,05. Berdasarkan tabel di atas maka data kemampuan awal hasil belajar IPA antara kelas eksperimen dan kelas kontrol p-value (sig) 0,15
Test Value = 68 Sig. Mea 95% (2n Confidence tailed Diffe Interval of ) rence the Difference Low Uppe er r 23 .000 54.8 55.8 53.8 7500 736 764
df
Post test 113 eksperi .67 men 9
Berdasarkan Tabel 4 di atas maka Ho ditolak karena data signifikansi lebih kecil dari 0,05. (sig. 0.000<0.05). Dengan demikian data pada kelas eksperimen ada pengaruh yang signifikansi. Metode pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap hasil belajar IPA peserta didik. Selanjutnya pada kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Uji One Sample t-test Kelas Kontrol t
Postt est 87. kontr 706 ol
Test Value = 68 Sig. Mea 95% (2n Confidence tailed Diffe Interval of ) rence the Difference Low Uppe er r 23 .000 52.8 54.1 51.6 7500 221 279
df
457
Berdasarkan Tabel 5 di atas maka H0 diterima ditolak karena data signifikansi lebih kecil dari 0,05 (sig. 0,00 < 0,05). Dengan demikian data pada kelas kontrol ada pengaruh yang signifikansi. Dapat disimpulkan dari data hasil uji one sample t-test kelas eksperimen dan kelas kontrol bahwa H0 ditolak karena data kelas eksperimen dan kelas kontrol samasama berpengaruh signifikansi terhadap hasil belajar, tetapi terdapat perbedaan pada mean (rata-rata) hasil belajar kelas ekperimen dengan jumlah -54.87500 dan kelas kontrol 52-87500, maka dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen mempunyai pengaruh yang lebih tinggi terhadap signifikansi hasil belajar IPA siswa. c. Respon Siswa terhadap Pembelajaran IPA Menggunakan Metode Inkuiri Pada penelitian ini, untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai pembelajaran IPA menggunakan metode inkuiri dijaring melalui angket. Angket diberikan kepada semua siswa pada kelas eksperimen. Hasil angket penelitian adalah sebagai berikut: (1) sebanyak 81,6% siswa menyatakan bahwa pembelajaran IPA di kelas 3 SD pada materi gerak benda sangat menarik bagi siswa; (2) sebanyak 91,7% siswa menyatakan proses pembelajaran membuat mereka lebih bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas; (3) sebanyak 66,7% siswa menyatakan proses pembelajaran membuat mereka lebih menghargai pendapat orang lain/teman; (4) sebanyak 75% siswa menyatakan bahwa proses pembelajaran memudahkan mereka
dalam mengerjakan soal yang diberikan guru; (5) sebanyak 62,5 % siswa menyatakan mereka ingin materi pembelajaran lain diajarkan seperti ini; (6) sebanyak 100% (seluruh siswa) menyatakan pembelajaran seperti ini membuat mereka semangat dalam belajar; (7) sebanyak 58,3% siswa menyatakan proses pembelajaran melatih keberanian mereka dalam mengajukan pertanyaan kepada teman/guru; (8) sebanyak 75% siswa menyatakan belajar secara berkelompok membuat mereka lebih mudah mengerjakan tugas yang diberikan guru; (9) sebanyak 83,3% siswa menyatakan pembelajaran seperti ini membuat mereka percaya diri dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa metode inkuiri berpengaruh terhadap hasil belajar siswa SD. Hal ini dapat dilihat pada peningkatan hasil belajar siswa. Hasil pre-test yaitu kemampuan awal hasil belajar IPA sebelum diberi perlakuan dengan nilai rata-rata 10,4 pada kelas eksperimen dan 13,1 pada kelas kontrol. Selanjutnya nilai posttest, setelah diberi perlakuan dengan menggunakan metode pembelajaran inkuiri pada kelas eksperimen, dan metode ekspositori pada kelas kontrol yaitu rata-rata kelas eksperimen 13,1 dan rata-rata kelas kontrol 15,1. Berdasarkan perbandingan kenaikan nilai rata-rata dari pre-test dan post-test yang berbeda, kelas eksperimen kenaikan rata-ratanya 2,7 dan kelas kontrol kenaikan rata-ratanya 2. Dari data yang dikumpulkan maka ditemukan 458
ada pengaruh metode pembelajaran inkuiri yang lebih positif terhadap hasil belajar IPA siswa SD kelas 3 . Pada kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran metode ekspositori, kenaikan rata-rata hasil belajarnya lebih kecil dibandingkan kelas eksperimen. Hal ini menunjukkan guru lebih mendominasi saat pembelajaran di kelas sehingga siswa kurang diberi kesempatan dalam mengkonstruk pengetahuannya. Selain itu, saat mengajar guru hanya berorientasi pada penguasaan konsep/materi saja, bukan pada keterampilan proses sains siswa seperti kemampuan siswa melakukan eksperimen, berdiskusi, kreatifitas dan sikap ilmiah. Sedangkan pada kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran metode inkuiri, keterampilan proses sains dilatihkan kepada siswa saat proses pembelajaran. Dengan bimbingan guru, siswa dilatih untuk merumuskan masalah, mengajukan hipotesis terkait permasalahan, kemudian siswa melakukan kegiatan percobaan, melakukan pengamatan, mencatat data, serta menyimpulkan hasil percobaan. Sejalan dengan pernyataan Bruner (1938) dan Dewey (1966) dalam ( Preston et.all., 2015) serta teori pembelajaran konstruktivisme, bahwa pembelajaran menggunakan metode inkuiri merupakan pembelajaran yang interaktif, melibatkan siswa aktif belajar (student center), proses pembelajaran melatih siswa mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga proses pembelajaran bukan mentransfer pengetahuan kepada siswa. Metode pembelajaran yang berpusat pada
siswa menjadi jauh lebih efektif karena siswa menjadi memahami materi yang diberikan dan guru dapat memotivasi siswa yang kurang mampu supaya ikut serta dalam pembelajaran. Proses pembelajaran seperti ini akan memberikan dampak yang lebih baik terhadap pemahaman siswa, dan hal ini terlihat dari hasil belajar siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi kenaikan rata-rata nilainya dibandingkan kelas kontrol. Siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran IPA menggunakan metode inkuiri, hal ini terlihat dari hasil angket. Sebagian besar siswa menyatakan pembelajaran IPA pada materi gerak benda sangat menarik bagi siswa, dan seluruh siswa menyatakan pembelajaran IPA menggunakan metode inkuiri membuat mereka semangat dalam belajar. Alasan yang dikemukakan siswa adalah pembelajaran tidak membosankan karena ada eksperimen/percobaannya tentang gerak benda. Kegiatan percobaan yang dilakukan memberikan peluang bagi siswa untuk mengeksplorasi objek dan memperoleh informasi secara mandiri, serta memberi peluang bagi siswa untuk saling tukar pikiran antar sesama. Sehingga situasi tersebut memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Uraian tersebut sejalan dengan Piaget (dalam Ibrahim, 2012) yang menyatakan bahwa pedagogi yang baik harus memberikan anak situasi-situasi dimana anak mandiri melakukan eksperimen/percobaan, perlunya pengalaman belajar langsung, konstruksi pengetahuan oleh siswa sendiri berdasarkan pengalaman belajar yang dilakukan, dan 459
penerapan konsep sehingga peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna serta dapat membantu perkembangan intekektual siswa. Kegiatan percobaan yang dilakukan saat proses pembelajaran di kelas dapat mengembangkan sikap sains siswa, sejalan dengan pernyataan Depdiknas (2006) bahwa belajar sains dapat membantu memahami alam dan gejalanya berkaitan dengan penelitian dan penyelidikan sehingga dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa. Uraian tersebut juga didukung oleh pendapat Magno (dalam Karhami, 2000) yang menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengembangkan sikap ilmiah adalah dengan memperlakukan siswa seperti ilmuwan muda sewaktu siswa mengikuti pembelajaran sains. Siswa memberikan respon bahwa proses pembelajaran menggunakan metode inkuiri membuat mereka lebih bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas, membuat mereka lebih menghargai pendapat orang lain/teman, memudahkan mereka dalam mengerjakan soal yang diberikan guru, melatih keberanian mereka dalam mengajukan pertanyaan kepada teman/guru, pembelajaran seperti ini membuat mereka percaya diri dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Dari respon siswa tersebut terlihat, pembelajaran IPA menggunakan metode inkuiri dapat mengembangkan sikap ilmiah siswa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) metode pembelajaran
inkuiri dan metode ekspositori memberi pengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa berdasarkan hasil uji one sample t-test (0,00) < (0,05), (2) metode pembelajaran inkuiri memberikan pengaruh positif dibandingkan dengan metode ekspositori pada pembelajaran IPA, (3) siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran IPA pada materi gerak benda menggunakan metode inkuiri. DAFTAR PUSTAKA Anderson, L. W., & Krathwohl, D. 2010. Kerangka landasan untuk pembelajaran, pengajaran dan assesmen: revisi taksonomi pendidikan bloom (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Belajar. Arifin, Z. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Depdiknas-Balitbang. Fathurrohman, M. 2011. Modelmodel Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. Ibrahim, M. 2012. Pembelajaran Berbasis Masalah. Surabaya: University Press. Karhami, S.K.A. 2000. Sikap Ilmiah Sebagai Wahana Pengembangan Unsur Budi Pekerti: Kajian Melalui Sudut Pandang Pengajaran IPA. Jakarta: Portal Informasi Pendidikan di Indonesia. Depdiknas. OECD. 2009. PISA 2009 Assessment Framework – Key Competencies 460
In Reading, Mathematics And Science. Paris: Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Preston et.all. 2015. Inquiry-Based Learning in Teacher Education: A Primary Humanities Example. Australian Journal of Teacher Education. Vol 40. 12 December 2015 Priyono. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD dan MI Kelas III. Jakarta: CV Grahadi.
Sugiyono., 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Toharudin, U. Dkk., 2011. Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora. Wisudawati, A.W. 2014. Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara. Yamin, M. 2013. Strategi dan Metode dalam model Pembelajaran. Jakarta: Referensi.
461