METODE IBN QUTAIBAH AL-DIth untuk dijadikan pedoman kedua setelah al-Qur’a>n dalam memahami hukum dan ajaran Islam tidak semudah legalitas yang diperoleh al-Qur’a>n. Hal mana al-Qur’a>n telah terjadi penyeragaman teks, tata letak surat-surat yang tersusun secara sistematis, mendukung alur pemikiran pemerhati al-Qur’a>n dengan melalui pertimbangan tawqi>fi>. al-Qur’a>n sebagai sumber utama umat Islam, dengan dukungan proses sampainya (wuru>d) kepada umat Islam secara mutawa>tir serta dengan pemantapan Ijma>‘ al-Ummat semakin mengantarkan legitimasi yang sempurna terhadap validitas (tingkat kes}ah}ih}an) redaksi
ayat
secara
keseluruhan. Sehingga
dapat
disimpulkan bahwa,
kemutawatiran periwayatan teks al-Qur’a>n menjadikan al-Qur’a>n berstatus qat}‘i>
al-Thubu>t.1
Berbeda
dengan
al-Hadi>th
pada
saat
membicarakan
kemutawatirannya, di mana h}adi>th jika ditinjau dari sudut kuantitasnya mempunyai dua status yang kemungkinan besar terjadi yaitu berstatus mutawatir 2
dan ah}ad 3 dengan catatan redaksi secara pasti bersumber dari Nabi.
1
Mana>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>h}ith fi> ‘Ulum al-Qur’a>n (Kairo: Maktabat Wahbat, 2000), cet. 11, 21. Mutawatir menurut bahasa adalah dari isim fa>’il dari akar kata tawatara artinya berturut-turut (kontinu), seperti perkataan tawatara al-Mat}a>r yang artinya hujan turun secara berturut-turut 2
1
2 Sedangkan h}adi>th ah}ad dipandang dari sudut kualitasnya dikelompokkan menjadi tiga -di mana pernyataan ini muncul setelah ungkapan Imam Turmudzi tentang teori h}adi>th h}asan- yaitu s}ah}i>h},4 h}asan, 5dan d}a‘i>f.6
(deras). Sedang secara istilah, jika dipadukan antara kedua kata h}adi>th dan mutawatir maka pengertiannya adalah suatu h}adi>th yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi (bisa 70, 40, 12 dan 4) di mana secara adat kebiasaan tidak mungkin mereka dapat berkumpul dan bersatu sepakat untuk memalsukan h}adi>th sampai akhir sanad. Adapun hasil dari proses periwayatan melalui tangkapan panca indera. Seperti difinisi berikut ini:
احلديث املتواتر ىو الذي رواه مجع كثري يؤمن تواطؤىم علي الكذب عن مثلهم ايل إنتهاء السندوكان مستندىم ابحلس "Al-H}adi>th al-Mutawa>tir adalah h}adi>th yang diriwayatkan sejumlah (sekelompok) rawi yang masing-masing tidak mungkin sepakat melakukan pemalsuan h}adi>th sampai akhir sanad dan sandaran mereka dengan panca indera". Periksa Nuruddin ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulu>m alH}adi>th (Beiru>t: Dar al-Fikr al- Mu‘a>shir, 1997), 404. Apabila dilihat dari redaksi h}adi>thnya, maka h}adi>th mutawatir ini dibagi menjadi dua yaitu mutawatir lafdzi (redaksi sama dengan sumber primer h}adi>th) dan mutawatir ma'nawi (redaksi berbeda tetapi semakna dengan sumber primer h}adi>th). 3 Kata ah}ad adalah bentuk jama’ dari kata ah}ada yang berarti satu, maka dapat diartikan, h}adi>th ah}ad adalah h}adi>th yang diriwayatkan oleh satu orang. Sedangkan menurut istilah adalah suatu h}adi>th yang tidak terkumpulnya syarat-syarat h}adi>th mutawatir. Sedang h}adi>th ah}ad itu sendiri, jika dilihat dari sudut kuantitasnya maka terbagi menjadi: periksa Husnan, Kajian H}adi>th Metode Takhrij (Jakarta: Pustaka Kauthar, 1993), 128. a. H}adi>th Mashhur yaitu suatu h}adi>th yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih dalam tiaptiap tingkatan sanadnya selama tidak mencapai derajat ke-mutawatir-an.
مارواه الثالثة فأكثر ومل يصل درجة التواتر
b.
"H}adi>th yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta belum mencapai derajat kemutawatiran" [Fatchur Rahman, Ikhtisar Must}alah al-H}adi>th (Bandung: PT al-Ma'arif, 1974), 86. H}adi>th ‘Azi>z adalah suatu h}adi>th yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam semua tingkatan (t}abaqat) sanad (Nuruddin ‘Itr, Manhaj…, 416).
مارواه إثناىن
c.
H}adi>th Ghari>b adalah h}adi>th yang diriwayatkan oleh seorang perawi sendirian atau satu orang perawi, sehingga keberadaaan menyendirinya inilah menjadikan status h}adi>th bernama h}adi>th gharib
سواء تفرد بو عن إمام جيمع حديثو أو راو غري إمام,الغريب ىو احلديث تفردبو راويو
"H}adi>th Ghari>b adalah h}adi>th yang periwayatannya menyendiri, baik itu menyendiri dari Imam (h}adi>th) yang mengkoleksi h}adi>th. Atau menyendiri dari rawi (statusnya) bukan Imam" 4 H{adi>th s}ah}ih} adalah h}adi>th yang sanadnya bersambung, (diriwayatkan) perawinya bersifat 'adil, dlabith, serta terhindar dari syudzudz (kejanggalan) dan terhindar dari 'Illat (cacat). Periksa Nuruddin, Manhaj…, 242.
الصحيح ىو ما إتصل سنده ابلعدول و الضابطني من غري شذوذ وال علة
3 Terlepas dari tinjauan kuantitas dan kualitas h}adi>th, kedudukan h}adi>th secara implisit diakui al-Qur’a>n sebagai wahyu (secara ma’nawi) yang berarti tingkatan kebenaran muatan h}adi>th bisa mencapai tingkat kebenaran absolut sebagaimana kandungan al-Qur’a>n.7
ِط ِط ِط وحى َ إ ْنن ُقى َو إاَّلال َو ْنح ٌيي يُق،َوَما يََيْننط ُق َع ِطن ْناْلََوى ‚Tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).‛ Ada beberapa h}adi>th yang menginformasikan keberlakauan yang sama antara h}adi>th dengan al-Qur’a>n, sehingga perlakuan dan pengamalan h}adi>th
Sedangkan dilihat dari keberadaan h}adi>th s}ah}i>h} itu sendiri dibagi menjadi s}ah}i>h} lidha>tih yaitu suatu h}adi>th di mana kes}ah}i>h}an yang tercipta karena keberadaanya sendiri sudah s}ah}i>h} dan s}{ah}i>h} lighairih; suatu h}adi>th yang keberadaanya s}ah}i>h} karena dukungan dari h}adi>th lain. (Ibid, 267)
ىو احلديث احلسن لذاتو إذا روي من وجو أخر مثلو أو أقوى منو بلفظو أو مبعناه فإنو يقوى و يرتقي من درجة احلسن إىل الصحيح ويسمى الصحيح لغريه H{adi>th s}ah}i>h} lighairihi adalah h}adi>th h}asan lidha>tih diriwayatkan perawi dari jalur lain yang menyamainya atau lebih kuat lafal dan maknanya dari pada h}adi>th h}asan lidha>tih. Maka kuatlah h}adi>th h}asan tersebut dan naik (derajatnya) dari h}adi>th h}asan ke h}adi>th s}ah}i>h}. Hal ini dinamakan h}adi>th s}ah}i>h} lighairih 5
H}adi>th h}asan adalah h}adi>th yang muttas}il sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang ‘adil, lemah hafalannya dan tidak ditemukan sha>dh dan juga 'illat". (ibid, 263)
"H}adi>th h}asan jika dilihat dari statusnya ini, sama dengan h}adi>th s}ah}i>h} yaitu h}asan lidha>tih (karena dirinya) yaitu suatu h}adi>th yang memenuhi syarat-syarat h}adi>th dan hasan lighairih (karena adanya keberadaan h}adi>th lain) yaitu saat derajat h}adi>th yang mula-mula berstatus d}a‘i>f naik disebabkan terdapatnya pendukung lain yang lebih kuat keberadaanya. ( Ibid, 268)
ىو الذي ترقي إىل درجة احلسن ابلتقوية أيضا
"Lighairih adalah h}adi>th yang naik darajatnya ke-h}asan sebab ada penguatnya juga" 6 H{adi>th d{a‘i>f adalah h}adi>th yang kehilangan satu syarat atau beberapa syarat h}adi>th maqbul (s}ah}i>h} atau h}asan). (Ibid, 286).
4 sebagai doktrin kedua setara dengan al-Qur’a>n semakin mantap.8 Informasi h}adi>th yang dimaksud dapat ditemukan dalam karya Abu Da>wud sub bab; fi>
Luzu>mi al-Sunnat dan sunan al-Da>rimy> dalam sub bab; fi> adna Ahli al-Jannat Manzilan. 9
ِط ِط ااِط صلاَّلى اَّل ِط ِط ِط ِط يي ااُق َعلَْنيو َو َسلاَّل َم أَناَّلوُق قَ َال أََال إِطِطيِّن أُقوت ُق َ ب َع ْنن َر ُقسول اَّل َ َع ْنن الْنم ْنق َدام بْن ِطن َم ْنعدي َك ِطر ِط .....اب َوِطمثْنَيلَوُق َم َعوُق َ َالْنكت ‚al-Miqda>m b. Ma‘di> Karib mengutip dari Rasullah SAW, Rasulullah bersabda: ‚Ingatlah sesungguhnya aku dikarunia al-Kitab (al-Qur’a>n) dan (akupun mendapatkan karunia) yang serupa itu (al-Qur’a>n) bersamanya…‛ (HR. Abu Da>wud dan al-Da>rimi>)‛.
Secara historis tidak dipungkiri bahwa; al-H}adi>th (sunnah) karena baru terbukukan sekitar abad III H. Rentan waktu + 2000 tahun -meskipun kemudian ditunjang oleh sistem transmisi (sanad)-
dari masa Kerasulan, cukup
memberikan celah terjadi keberagaman teks antar riwayat dengan payung matan yang sama atau substansi yang sama yang memberikan celah terjadinya muatan yang tampaknya bertentangan meskipun dengan kasus yang sama. Celah yang ada terjadi karena Rasul SAW. melakukan komunikasi dengan masyarakat tidak hanya satu arah saja yakni Nabi kepada umatnya, tetapi juga dua arah secara timbal balik. Tidak jarang Nabi menerima pertanyaan dari para sahabat, bahkan pada kesempatan tertentu Nabi memberi komentar terhadap peristiwa yang sedang terjadi. Dengan demikian sangat wajar jika terdapat beberapa h}adi>th yang 8
Muhammad b. Ahmad b. Farh al-Ans}ari> al-Khazraji> al-Andalusi> al-Qurt}ubi>, al-Ja>mi‘ li Ahka>m al-Qur’a>n (Riya>d}: Da>r ‘A Da>wud, Sulaiman b. al-Ash‘ath. Sunan Abi Da>wud (Beiru>t: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1994), juz 4, 328., ‘Abdullah b. ‘Abdurrahman Abu Muhammad Al-Da>rimy>, Sunan al-Da>rimi> (Beiru>t: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1407 H.), juz 1, 432.
5 nampaknya kontradiksi antara satu h}adi>th dengan h}adi>th yang lainnya. Sehingga semakin memberikan peluang terjadinya perbedaan redaksi dan juga substansi, lebih-lebih saat mengintepretasi kandungan redaksi h}adi>th. Redaksi h}adi>th yang juga dinamakan matan menduduki bagian inti kedua dari suatu h}adi>th setelah sistem transmisi (sanad), oleh sebab itu kritik matan (naqd dakhili>) juga harus dilakukan sebagaimana kritik yang diberlakukan terhadap sanad (naqd khariji>). Kegiatan kritik matan harus dikerjakan, karena tidak ada jaminan pasti bahwa setelah melakukan kririk sanad, suatu h}adi>th dapat langsung masuk pada katagori h}adi>th yang s}ah}i>h}.10 Kritik matan bukan berinisiatif untuk mengugat kebenaran informasi yang disampaikan oleh Rasul Muhammad SAW. yang mempunyai kompenten dan juga pemegang langsung lisensi mandat tabli>gh al-Risalah, akan tetapi langkah kritik matan dimaksud untuk mengukur sejauh mana kelayakan informasi tersebut menyandang predikat suatu h}adi>th.11 Tolak ukur dalam melakukan kritik matan oleh ulama’ h}adi>th secara umum meliputi tiga hal:12 1.
Keutuhan, keaslian ungkapan h}adi>th dan kebenaran penisbatan kepada nara sumber (baik Nabi, s{ahabat atau tabi’i>n).
10
Nuruddin ‘itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-H{adi>th (Beiru>t: Dar al-Fikr al-Mu‘ashir, 1997), 290. Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik perkataan, perbuatan, taqrir atau penetapan serta sifat-sifat Nabi. Periksa H{asbi al-Shidiqi>, Sejarah dan Pengantar Ilmu H{adi>th (Jakarta: PT. Bulan B.tang, 1991), 25. 12 Hasjim Abbas, Metodologi Penelitian H{adi>th (Sebagai Doktrin dan Refrensi Shari‘ah) (Surabaya: Fakultas Ushuluddin, IAIN Sunan Ampel, 1996), 46. 11
6 2.
Ungkapan matan (redaksi) menunjukkan bukti kuat bahwa keberadaan redaksi merupakan sabda Nabi.
3.
Indikasi kontroversi kandungan matan dengan instrument hujjah shar‘i yang lainnya (al-Qur’a>n, h{adi>th, ijma>‘ dan qiyas). Poin pertama dan kedua dapat diantisipasi dengan mencermati matan
dengan seksama, karena pada umumnya ungkapan h}adi>th yang bersumber dari Nabi, sahabat dan tabi‘in cenderung terhindar dari kemungkinan penyisipan, penambahan dan pembauran teks. Poin kedua membutuhkan kewaspadaan dan kejelian peneliti dengan mengkaji secara seksama beberapa h}adi>th (dilakukan secara tematik), sehingga ungkapan yang sebenarnya dari sahabat atau tabi’in hanyalah hasil intepretasi mereka berdua bukan sabda Nabi yang dipakai sebagai hujjat al-Shar‘i. Apabila dalam praktek merumuskan makna tekstual suatu h}adi>th terbentur dengan poin ketiga maka langkah awal adalah menggunakan perangkat dan jasa pemanfaatan kaidah lughawiyah, ilmu ghari>b al-h{adi>th, mukhtalaf al-
h{adi>th, majaz al-h{adi>th dan h{asanah jawami’ al-kalim. Ilmu mukhtalaf al-h}adi>th adalah salah satu solusi ketika seorang peneliti menemukan suatu h}adi>th atau beberapa h}adi>th lain yang tidak selamanya relevan antar satu dengan lainnya. Atau ketika seorang peneliti menemukan suatu h}adi>th yang tampak bertentangan dengan selain h}adi>th (al-Qur’a>n, qiyas, ijma>’, kenyataan, atau akal). Ketidakmungkinan relevannya antar h}adi>th mungkin
7 dikarenakan adanya indikasi pertentangan, perbedaan, dan juga kerancauan atau pada saat menginterpretasi. Sehingga ilmu mukhtalaf al-h{adi>th merupakan salah satu cabang ‘ulu>m
al-h{adi>th yang sangat urgen untuk dipelajari, karena dapat mengidentifikasi temuan h}adi>th-h}adi>th yang kelihatannya bertentangan tetapi masih bisa dikompromikan (al-Jam‘u), al-Taufiq, mengadakan penyesuaian dengan pola dinasakh, ditarjih, atau di tawaqqufkan, sehingga harapan yang diusung adalah seseorang tidak dengan mudah menjustifikasi suatu h}adi>th itu palsu hanya karena ia tidak memahami makna h}adi>th, baik secara tekstual maupun kontekstual. Maka dalam tulisan ini, peneliti melakukan kajian komparasi antara dua sarjana yang menawarkan hadis yang bertentangan yang beda generasi. Pertama oleh Ibn Qutaibah dalam bukunya Ta’winy (Muhammad b. al H{asan b. Al Fu>rak) dalam bukunya Mushkil al H{adith
Wa Bayanuh.13 Pembahasan yang dimaksud secara terperinci akan membahas mengenai metode buku keduanya ketika menemukan hadis yang tampak bertentangan, pengertian mukhtalaf al-h{adi>th serta mutanaqud al-h{adi>th, memaparkan pembahasan tentang h}adi>th-h}adi>th ikhtilaf beserta contoh h}adi>th
ikhtilaf nya dan juga solusi yang ditawarkan oleh kedua sarjana tersebut.
13
Acuan ini tampak ketika mencermati tahun meninggal kedua orang tersebut; Ibn Qutaibah meninggal tahun 276 h, sedangkan al Is}baha>ny meninggal 406 h.
8 B. Pembatasan Masalah Mengingat banyak tema yang di sajikan oleh keduanya, maka penulis akan membahas, mengkaji, dan meneliti tema yang berisikan h}adi>th-h}adi>th yang kontroversi semakana dari kedua buku tersebut dan hadis mandiri serta karakteristik solusi yang ditawarkan oleh keduanya. Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah tawaran Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny ketika menemukan unit h}adi>th yang tampak bertentangan dengan mencermati contoh h}adi>th yang tampak kontroversi serta solusinya, disamping menyimpulkan langkah-langkah yang ditempuh oleh keduanya dalam penyelesain akhir. C. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas dengan melihat berbagai persoalan dan pembahasan yang sangat luas, penulis merumuskan masalah dengan pertanyaan: 1.
Bagaimana metode yang ditawarkan oleh Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny dalam menyelesaikan h}adi>th-h}adi>th yang tampak bertentangan?
2.
Bagaimana kontribusi pemikiran Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny tentang beberapa h}adi>th yang tampak bertentangan dalam konteks kekinian?
3.
Apa saja karkteristik ditawarkan keduanya ,sehingga pemerhati hadis akan menjadiacuan sebagai langkah awal ketika menjumpai hadits yang tampak bertentangan?
9 D. Tujuan Penelitian Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, antara lain adalah: 1.
Secara umum, dalam desertasi ini nantinya mengetahui metode yang ditawarkan Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny.
2.
Secara akademis, melihat lebih jauh bagaimana Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny memberikan tawaran penyelesaian terhadap beberapa h}adi>th yang tampak kontroversi jika dipadukan dengan kontektualitas pemaknaan hadis.
E. Signifikansi Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain adalah: 1.
Bagi masyarakat pemerhati ilmu shar‘iat khususnya ilmu h}adi>th, tulisan ini diharap sebagai informasi awal tentang kandungan garis besar isi muatan h}adi>th yang khusus membahas h}adi>th-h}adi>th yang tampaknya kontroversi.
2.
Memberikan jalan pemecahan ketika berhadapan dengan h}adi>th yang tampak kontroversi, sehingga harapan yang menjadi titik sentral adalah kajian ini bisa menopang asumsi dasar pengkajian dan rambu identifikasi h}adi>th bila hendak ditindak lanjuti dengan mengikut sertakan content analisis seperlunya.
3.
Ikut melengkapi dan memperkaya khazanah perpustakaan Islam, sehingga dapat
membantu
masyarakat
dalam
memperluas wawasan tentang
10 keberadaan h}adi>th yang tampak kontroversi terutama berkaitan dengan keilmuan h}adi>th itu sendiri. G. Kajian Pustaka Menengok ke belakang bahwasanya, penggagas pertama kali disiplin ilmu
mukhtalaf al-h{adi>th yang telah dibukukan adalah Imam al-Shafi‘i (150-204/767820) meskipun belum berformat khusus (tersendiri), karena pembahasan ini masuk pada bagian karya besarnya yaitu kitab al-Umm. Pasca al-Shafi‘i muncul Ibn Qutaibah yang bernama ‘Abdullah b. Muslim b. Qutaibah al-Di>nawa>ri> (213276/828-889/899). Beliau mengarang sebuah kitab yang diberi nama kitab Ta’wi>l
Mukhtalaf al-H}adith, khusus membahas dan juga mengkelompokan h}adi>th-h}adi>th yang terlihat kontroversi dan juga solusi yang ditawarkan. Kemudian muncul Abi> Ja‘far Ahmad b. Muhammad b. Sala>mah al-T{aha>wi> (229-321/853-933) dengan karyanya Mushkil al-Atha>r, Abu Bakar Muhammad b. al-H{asan b. Fu>rak (w. 406/1015) dengan karyanya Mushkila>t al-Ah{a>di>th wa Baya>nuh.14 Banyak karya yang berhubungan dengan ilmu h}adi>th terutama dikaitkan dengan kajian Islam, akan tetapi kajian tentang h}adi>th kontroversi terutama yang dihasilkan oleh Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny, sepengetahuan penulis belum ada yang membahas secara fokus dan lebih transparan membahas komparasi dari karya yang telah di hasilkan. Penulis menemukan karya Suraji yang berjudul
‚Pendekatan Aesthetic Linguistics dalam Memahami Teks H{adi>th ‚Allahumma Ahyini Miskinan‛. Karya ilmiyah yang hanya mengemukakan satu contoh h}adi>th
14
Nuruddin ‘Itr, Manhaj …, 341.
11 Nabi yang tampak kontroversi yaitu; tentang permohonan kepada Allah agar hidup dan mati dalam keadaan miskin yang tampaknya bertentangan dengan h}adi>th lain yang berisikan permohonan berlindung dari kemiskinan (kefakiran). Keberadaan dua h}adi>th yang tampak bertentangan itu diselesaikan dengan salah satu metode Ibn Qutaibah. 15 Penelitian ini masih terpusat dengan analisis teks yang menjadi fokus utama, namun tidak secara langsung membahas seluruh metode Ibn Qutaibah dalam karya Kitab Ta’wi>l Mukhtalaf al-H{adi>th. Karya kedua dalam kajian tentang h}adi>th yang kelihatan mirip adalah karya Indal Abror dengan judul ‚Problematika H{adi>th Mushkil ‛ yang berisikan bagaimana asal mula munculnya h}adi>th mushkil, contoh h}adi>th yang tampak campur aduk dengan mengklasifikasikan kemushkilan serta solusi yang ditawarkan.16 Sedangkan buku lain yang membahas metode penyelesaian menghadapi atau menemukan h}adi>th yang tampak kontroversi secara umum memaparkan solusi beberapa ulama’ h}adi>th tanpa fokus pada satu ulama saja semisal; 1.
Ta‘a>rud al-Adillat al-Shar‘iyat min al-Kita>b wa al-Sunnat wa al-Tarji>h} bainaha> karya Muhammad Wafa>17, secara umum memaparkan beberapa contoh dua dalil (al-Qur’a>n dan h}adi>th) atau lebih yang bertenatnagn dan juga sekaligus membahas langkah-langkah penyelesaian yang ditawarkan
15
Suraji, ‚Pendekatan Aesthetic Linguistics dalam Memahami Teks H{adi>th ‚Allahumma Ahyini Miskinan‛, dalam http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/7-pendekatan-aesthetic-linguisticsdalam-memahami-teks-hadis.pdf (07 April 2008). 16 http://elkhalil.multiply.com/journal/item/29/Problematika_H{adi>th_Mushkil. 17 Muh}ammad Wafa>, Ta‘a>rud al-Adillat al-Shar'iyat min al-Kita>b wa al-Sunnat wa al-Tarji>h} Bainaha>, terj. Muslich. Bangil, (al-Izzah, 2001).
12 ketika berhadapan dengan dua dalil atau lebih yang saling bertentangan tersebut. 2.
Mukhtalif al-H{adi>th baina al-Muh}addithi>n wa al-Us}ul> iyyin karya Abdullah Khayya>t18. Secara umum membahas difinisi dan perbedaan muktalaf al-
h}adi>th dengan mushkil al-h}adi>th serta al-ta‘a>rudh kemudian membasah metode penyelesaian yang disistematika mulai al-Jam‘u, al-Naskh, al-Tarji>h}, dan al-Tawaqquf. Bagian akhir mulai halaman 335- 369 membahas secara singkat dan runtut mulai metode Imam al-Shafi‘i dalam kitab al-Umm, Ibn Qutaibah dalam kitab Ta’wi>l Mukhtalaf al-H}adith, kemudian al-T{aha>wi> dalam karyanya Mushkil al-Atha>r. 3.
Rasionalitas Nabi SAW. Tafsir atas H{adi>th-h}adi>th yang dianggap bertentangan dengan Logika, al-Qur’a>n dan H{adi>th. Diterjemahkan dari kitab Tawil Mukhtalaf al-H{adi>th karya Ibn Qutaibah oleh Ahmad Muzayyin, ditebitkan oleh al-Ghuraba 2008, cet. Pertama. Secara sekilas tampak hanya berkepentingan
pada
loyalitas
pemasukan
(materi),
karena
hanya
menterjemahkan h{adi>th-h}adi>thnya tanpa mengklasifikasi dan mengkaji secara ilmiyah19. Pada penulisan tesis ini, posisi penulis akan membahas lebih detail metode yang ditawarkan Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny ketika menghadapi h}adith-h}adi>thyang tampak bertentangan dengan dalil ‘aqli atau naqli beserta
18
Usa>mah ‘Abd Alla>h Khayya>t}, Mukhtalaf al-H{adi>th baina al-Muh}addithi>n wa al-Us}u>liyyin (Riyad: Da>r al-Fadi>lah, 2001). 19
Rasionalitas Nabi SAW. Tafsir atas H{adi>th-H}adi>th yang dianggap bertentangan dengan Logika, al-Qur’a>n dan H{adi>th. Diterjemahkan dari kitab Ta’wil Mukhtalaf al-H{adi>th karya Ibn Qutaibah oleh Ahmad Muzayyin, cet. Pertama, (Jakarta: al-Ghuraba, 2008).
13 salah satu contoh penyelesainnya yang kemudian dikembangkan sesuaikan dengan konteks kekinian. H. Metode Penelitian 1.
Jenis penelitian Dalam penelitian tesis ini, penulis memusatkan perhatiannya pada penelitian kepustakaan (library reseach) yang bersifat deskriptif dan analitis. Artinya penelitian ini berusaha untuk mendiskripsikan tentang asumsiasumsi metode, pendekatan, karakteristik serta langkah-langkah yang ditempuh oleh Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny dalam mengklasifikasikan beberapa h}adi>th yang tampak bertentangan. Selanjutnya dilakukan analisa komparasi persoalan terhadap metode yang ditawarkan oleh Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny agar dapat mensintesakan dua pemikiran dari keduanya.
2.
Sumber data Data yang diperlukan dalam rangka mendukung proses penelitian ini bersumber dari dokumen perpustakaan terdiri atas dua jenis sumber, yakni sumber data primer dan sekunder: a.
Data primer Data primer yang di pakai dalam penelitian ini adalah buku Ta’wi>l
Mukhtalaf al-H{adi>th karya Ibn Qutaibah dan buku Mushkila>t al-Ah{a>di>th wa Baya>nuh karya Muhammad b. al-H{asan b. Fu>rak (w. 406/1015) dengan karyanya.
14 b.
Data sekunder Sebagai
data
pelengkap
menggunakan
buku
dan
dalam
penelitian
informasi-informasi
ini,
tulisan
peneliti
lain
yang
berhubungan dengan judul, baik yang berhubungan dengan sejarah kehidupan Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny seperti Ta>ri>kh Baghdad20,
Shadha>ra>t al-Zhahab,
21
dan al-Ansa>b
22
maupun buku-buku h}adi>th lain
sebagai bahan perbandingan, sekaligus sebagai pisau analisis seperti
Tadrib al-Rawi>,23 Naqd al-Matn H}adi>th,24 Ta'a>rud al-Adillat al-Shar'iyat min al-Kita>b wa al-Sunnat wa al-Tarji>h} Bainaha>,
25
dan Mukhtalaf al-
H{adi>th baina al-Muh}addithi>n wa al-Us}ul> iyyin.26 3.
Teknik pengumpulan data Data-data yang menyangkut metode Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny ditelusuri dari tulisan Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny sendiri, sebagai sumber primer. Sedangkan data yang berkaitan dengan analisis dilacak dari literatur dan hasil penelitian terkait. Kemudian Sumber sekunder ini diberlakukan, terutama dalam rangka mempertajam analisis persoalan yang dibahas.
20
Abu Bakr al-Khati>b al-Baghda>di>, Ahmad b. ‘Ali>, Ta>rikh Baghda>d (Beiru>t: Da>r al-Kutub al‘Ilmiyah, 2001). 21 ‘Abd al-H{ai> b. Ahmad b. Muhammad, Shadha>ra>t al-Zhahab fi> Ah}ba>r min Dhihab (Damaskus: Da>r Ibn Kathi>r, 1406). 22 ‘Abd al-Kari>m b. Muhammad b. Mans}u>r al-Tamimi> al-Sama‘a>ni>, al-Ansa>b (Multazam: Da>r alJana>n, 1988). 23 Jalaluddin Abu al-Fad} ‘Abdurrahman Al-Shuyut}i>. Tadri>b al-Ra>wi> fi Sharh}i Taqri>b al-Nawa>wi (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1988). 24 Nuruddin ‘Itr, Manhaj…1997). 25 Muh}ammad Wafa>, Ta'a>rud… 26 Usa>mah ‘Abd Alla>h Khayya>t}, Mukhtalaf…
15 4.
Metode analisis data Metode analisis data yang diterapkan dalam tulisan ini, melalui pendekatan hermeneutik dan fenomenologi. Dalam bahasan ini, hermeneutik sebagai metode pemahaman sebagaimana diangkat oleh Emilo Betti merupakan suatu aktivitas interpretasi terhadap suatu objek yang mempunyai makna (meaning-full forms) dengan tujuan untuk menghasilkan kemungkinan pemahaman yang objektif.27 Untuk itu, salah satu syarat yang harus dilakukan untuk mencapai objektifitas adalah adanya interpretasi historis. Dalam rangka interpretasi historis ini, selain dituntut untuk menguasai pengetahuan tentang personalitas pengarang, juga perlu upaya untuk merujuk pada peristiwa dan iklim budaya di mana pengarang hidup. 28 Selain itu, pemahaman diarahkan secara holistik dan dikaitkan secara total dengan aspek intelektual, emosional dan moral yang terdapat dalam pokok kajian yang akan dipahami.29 Melalui pengasahan terhadap unsur-unsur tersebut, objek penelitian diharapkan dapat dilihat dengan lebih utuh dan jelas; dan melalui pendekatan semacam itu pula, masalah tersebut dapat diinterpretasi dan dipahami secara relative lebih objektif. Pendekatan fenomenologi akan diimplementasikan ketika penelitian ini berupaya secara obyektif memaparkan tentang Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny menyangkut biografi, latar belakang pendidikan dan sosial kultural
27
Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method, Philosophy and Critique (London: Routledge & Kegan Paul, 1980), 28. 28 Ibid., 43. 29 Ibid., 32.
16 yang melingkupi kehidupannya, terutama yang memberi inspirasi bagi rumusan metode penyelesian terhadap h}adi>th yang tampak kontroversi, dan berikut aplikasi tawaran yang diberikannya. Semua data yang terkumpul, baik primer maupun sekunder, diklasifikasi dan dianalisis sesuai dengan sub bahasan masing-masing. Kemudian dilakukan telaah mendalam atas karya-karya yang memuat objek penelitian dengan menggunakan analisis isi, yaitu suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengelolahnya, dalam artian menangkap pesan yang tersirat dari satu atau beberapa pernyataan. Langkah awal untuk menerapkan teknik analisis isi yang harus diterapkan adalah metode kritik matan di mana secara runtut akan dilakukan sebagai berikut: Secara garis besar ulama muh}adi>thi>n telah mengembangkan metode kritik matan yang berintikan dua kerangka kegiatan dasar: 30 a. Mengkaji kebenaran dan keutuhan teks yang susunan redaksinya sebagaimana terkutip dalam komposisi matan hadits. b. Mencermati keabsahan muatan konsep ajaran Islam yang disajikan secara verbal oleh periwayat dalam bentuk matan h}adi>th. Sedangkan rincian metode yang diberlakukan dapat dilakukan sebagaimana berikut:
17 1) Setelah melakukan seleksi kualitas sanad h}adi>th dengan asumsi awal berstatus maqbul jika terdeteksi pada Kutub al-Tis‘ah,31 langkah lanjutan fokus terhadap matan a) Proyek ini diawali dengan selesainya kritik eksternal hadi>th di mana asumsi yang dibangun adalah matan h}adi>th harus ada sanad (transmisinya). b) Langkah kedua matan tidak selalu "berirama" (sejalan) dengan kualitas sanad sehinga membutuhkan kroscek ulang kualitas internal (matan) maupun eksternal (sanad) h}adi>th itu sendiri. 2) Review berbagi susunan lafal dalam matan yang semakna; maksudnya, Kejadian yang timbul dari variatifnya matan mengharuskan peneliti untuk melakukan metode perbandingan (muqaran)
sehingga
dapat
memberikan
asumsi
ziyadah
(penambahan), Idraj (susupan kata) yang diduga kuat bukan interpretasi sabda Nabi, maqlub (redaksi terbalik); ketiganya umumnya dapat dikenali melalui komentar (hasil analisis) mukharij h}adi>th tentang hasil editan h}adi>thnya. 3) Meneliti kandungan (substansi) matan. a) Langkah yang dapat ditempuh dengan memperkaya penjelas (syarah) pada inti h}adi>th yang diteliti kemudian dibandingkan dengan dalil-dalil yang berstatus kuat. Disinilah fase
31
Al-Bukha>ri>, Muslim b. al-H{ajjaj, Muwatta’ Malik, Abu> Dawud, al-Turmudhi, al-Nasa’i, alDa>ram>, Ibn Ma>jah, dan Ah}mad b. H{anbal sebagaimana dalam karya Wencsink. Al-Mu’jam alMufahras li al-Fa>d}i al-H{adi>th al-Nabawi (Leiden: 1965).
18 (wilayah) keilmuan ta'arud, dan ikhtilaf. Langkah yang ditempuh berupa al-Jam'u (pengkompromian), naskh mansukh, pentarjihan (mencari petunjuk agmumentatif yang terkuat) dan al-tawaquf (mauquf) dipilih jika kondisi beberapan matan dari satu unit h}adi>th mengalami bias pemahaman.32 b) Langkah selanjutnya memperkaya kitab sharah} sesuai dengan pokok bahasan semisal sharah} h}adi>th, tafsi>r al-Qur’a>n, gharib
h}adi>th, asbab al-wuru>d h}adi>th, fiqhul hadits, ushul figh, dan figh. c) Proses menganalisa kebahasaan matan h}adi>th tertuju pada upaya penyelamatan h}adi>th dari pemalsuan dan jaminan kebenaran teks hingga ukuran sekecil-kecilnya. d) Analisis terhadap isi kandungan makna (konsep doktrin) pada matan h}adi>th. analisisnya berorientasi pada aplikasi ajaran, status
layak
diamalkan
harus
dikesampingkan
atau
ditangguhkan pemanfaatannya sebagai hujjah syar'iyyah. e) Penelusuran ulang nisbah (asosiasi) pemberitaan dalam matan h}adi>th kepada nara sumber, target analisisnya terkait potensi kehujjahan h}adi>th dalam upaya merumuskan norma shari‘ah. 4)
Kesimpulan
Jadi secara ringkas dapat dipahami bahwa, analisis isi dapat juga berarti mengkaji bahan dengan tujuan spesifik yang ada dalam benak (peneliti), 32
Lebih detail akan dipaparkan pada bab II
19 kemudian digunakan untuk menganalisis makna yang tersembunyi dari pemikiran-pemikiran Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny dalam kedua karyanya dan karakteristik-karakteristik yang dihasilkan keduanya. Melalui dua pendekatan dan kritik matan tersebut, metode Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny diharapkan akan diketahui secara utuh dan menyeluruh, serta pada gilirannya akan mampu menampakkan motivasi dan misi yang diemban oleh Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny, tingkat intelektualitasnya, ragam ilmu yang dikuasainya, lingkungan, situasi, kondisi yang melingkupi Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny. Selain itu, kekuatan, kelemahan dan kekurangan metode penafsiran Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny diharapkan akan tergambar dengan transparansi yang sangat jelas. I. Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan pada bagian pendahuluan karena merupakan logika penulis dalam rangka menyusun dan mengkohorensikan antar bagian satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu secara umum sistematika pembahasan dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu bagian pertama berisikan pendahuluan, bagian kedua berisikan hasil penelitian, serta analisa peneliti, dan kesimpulan sebagai bagian terakhir. Bagian pertama yang membahasan pendahuluan terdiri dari dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian. Sebagai ulasan
20 tentang sistem eksplanasi hasil penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, peneliti memaparkannya dalam sistematika penulisan. Bagian yang kedua adalah memaparkan kerangka teori yang menjadi asas dalam penelitian ini. Dalam bahasan ini akan diangkat tentang pengertian
mukhtalaf al-h{adi>th, ketentuan h}adi>thyang kontroversi, embrionase, serta metode penyelesaian h}adi>thyang kontroversi. Bahasan ini dimaksudkan sebagai pijakan dalam menemukan dan memposisikan metode yang menjadi pilihan Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny dalam menyelesaikan hadits kontroversi. Bab ketiga khusus membicangkan tentang kehidupan dan perkembangan intelektualitas Ibn Qutaibah al-Di>nawari> dan al Is}baha>ny, karya-karyanya, pandangan para ulama tentang Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny serta pengenalan sekilas tentang kitab Ta’wi>l Mukhtalif al-H{adi>th dan Mushkila>t al-Ah{a>di>th wa
Baya>nuh beserta motifasi penulisannya. Bab keempat merupakan kajian terhadap aspek metode Ibn Qutaibah dan al Is}bahany dalam karya keduanya. Bahasan dititikberatkan untuk menjelaskan dan menganalisis acuan dasar sebagai tempat Ibn Qutaibah dan al Is}baha>ny, menggali bahan-bahan untuk diekspresikan, rumusan metode penyelesaian}, serta analisis kritis metode penafsiran Ibn Qutaibah dan Is}baha>ny dalam buku karya keduanya. Bab terakhir yang berisi kesimpulan dari uraian-uraian yang telah dibahas dan diperbincangkan dalam keseluruhan penulisan penelitian. Bahasan ini sebagai jawaban terhadap masalah-masalah yang diajukan dalam rumusan
21 masalah. Sehingga, sintesis dari beberapa data diharap bisa memberikan kontribusi kasanah keilmuan yang baru. Tidak ketinggalan saran dari peneliti untuk menyempurnakan hasil penelitan untuk dikembangkan lebih lanjut.