METODE CEPAT UNTUK KUANTIFIKASI TEOFILIN DALAM SEDIAAN FARMASI SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF ULTRAVIOLET
IRA AGUSTINA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ABSTRAK IRA AGUSTINA. Metode Cepat untuk Kuantifikasi Teofilin dalam Sediaan Farmasi secara Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan MOHAMAD RAFI. Teofilin merupakan senyawa alkaloid yang telah lama digunakan untuk mengobati penyakit asma. Metode cepat dan dapat dipercaya untuk penentuan teofilin diperlukan untuk mendukung kontrol kualitas obat. Metode spektrofotometri derivatif ultraviolet (SDUV) tanpa teknik pemisahan telah dikembangkan untuk penentuan teofilin di dalam sediaan farmasi. Metode SDUV ditentukan berdasarkan pengukuran jarak puncak ke puncak pada spektrum turunan orde pertama. Kurva kalibrasi yang dibuat pada selang konsentrasi 5.030.0 ppm menghasilkan koefisien korelasi yang tinggi sebesar 0.9994 berdasarkan metode kuadrat terkecil. Ketelitian metode SDUV yang dianalisis pada hari yang sama sangat memuaskan dengan nilai persen simpangan baku relatif untuk contoh A dan B secara berturut-turut sebesar 1.89% dan 1.15%. Nilai perolehan kembali berdasarkan metode penambahan standar sebesar 69.23-86.47%. Limit deteksi dan limit kuantisasi secara berturut-turut sebesar 1.08 μg/mL dan 3.63 μg/mL. Metode kromatografi kinerja tinggi digunakan sebagai metode terstandar untuk penentuan teofilin. Hasil analisis kedua metode dibandingkan secara statistika menggunakan uji F dan uji t. Analisis secara statistika menunjukkan bahwa nilai ragam dan rataan kedua metode berbeda nyata untuk contoh A dan tidak berbeda nyata untuk contoh B pada selang kepercayaan 95%.
ABSTRACT IRA AGUSTINA. Rapid Method for Determination of Theophylline in Pharmaceutical Preparations by Ultraviolet Derivative Spectrophotometry. Supervised by DUDI TOHIR and MOHAMAD RAFI. Theophylline is an alkaloid compound that has been used for many years for the treatment of asthma. A fast and reliable method for the determination of theophylline is highly desirable to support its quality control. Ultraviolet derivative spectrophotometry (UVDS) method was developed for theophylline determination in the pharmaceutical dosage forms without any separation or background correction technique. The UVDS method based on the measurement of the distances between two extremum values (peak-to-peak amplitudes) in first order derivative spectrum. Calibration curves were constructed for the 5.0-30.0 ppm concentration range with high correlation coefficient (r) of 0.9994, calculated by least square method. Satisfactory precision correspondingly for intraday assays expressed by percentage of relative standard deviation for sample A and B were 1.89% and 1.15%, respectively. Recovery was 69.23-86.47% according to standard addition method. The limit of detection and the limit of quantitation were 1.08 μg/mL and 3.63 μg/mL, respectively. A high performance liquid chromatography method as a reference method for the determination of theophylline was used. The result obtained from the two methods were compared statistically using F-test and t-test. Statistical analysis showed significant difference between the variance and mean values of the two methods for sample A and no significant difference for sample B at 95% confidence level.
METODE CEPAT UNTUK KUANTIFIKASI TEOFILIN DALAM SEDIAAN FARMASI SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF ULTRAVIOLET
IRA AGUSTINA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul : Metode Cepat untuk Kuantifikasi Teofilin dalam Sediaan Farmasi secara Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet Nama : Ira Agustina NIM : G44201042
Menyetujui:
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Dudi Tohir, M.S NIP 131 851 277
Mohamad Rafi, S.Si
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S NIP 131 473 999
Tanggal lulus:
PRAKATA Alhamdulillahi Robbil A’lamin, terucap puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Karya ilmiah yang berjudul Metode Cepat untuk Kuantifikasi Teofilin dalam Sediaan Farmasi secara Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis sejak bulan Juli sampai Desember 2005 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, dan BBAT Sukabumi. Selama melaksanakan penelitian hingga penulisan karya ilmiah, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Bapak Drs. Dudi Tohir, M.S dan Bapak Mohamad Rafi, S.Si selaku pembimbing atas saran, pengarahan, dan ilmunya kepada penulis. Terima kasih disampaikan pula kepada Hibah Penelitian A2 dari Program Hibah Kompetisi A2 Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor yang telah mendanai penelitian ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada orang tua dan keluarga besar penulis atas doa, semangat, cinta, serta kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala dan staf serta laboran Kimia Analitik, Kepala dan staf Pusat Studi Biofarmaka, Kepala dan staf BBAT yang telah memberikan sarana untuk melakukan penelitian, teman-teman se-penelitian: Wiji, Woro, Opie, Nersy, dan Egun atas kerjasamanya, Eka Rahmawati, keluarga besar F-8C, keluarga besar Kimia ’38 dan Ulil Anshori, S.Si atas semua bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2006
Ira Agustina
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 14 Agustus 1982 sebagai anak ketiga dari delapan bersaudara pasangan bapak H. Sanusi Edris dan ibu Hj. Hermulyana. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Glagah Banyuwangi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Kimia Dasar I tahun ajaran 2004/2005, Kimia Organik TPB tahun ajaran 2004/2005, Kimia Anorganik tahun ajaran 2004/2005, dan Kimia Analitik I tahun ajaran 2005/2006. Pada bulan Juni sampai Agustus 2004 penulis mengikuti Praktik Lapangan di PT Aica Aibon, Bekasi.
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL……………………………………………………………............... viii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………...................... viii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….............. viii PENDAHULUAN…………………………..................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Teofilin............................................................................................................... Spektrofotometri Ultraviolet.............................................................................. Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet (SDUV)................................................ Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)....................................................... Pengembangan dan Validasi Metode................................................................. Parameter Validasi.............................................................................................
1 1 2 3 3 3
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat.................................................................................................. Analisis Kuantitatif Teofilin dengan Metode SDUV........................................ Validasi Metode SDUV..................................................................................... Analisis Kuantitatif Teofilin dengan Metode KCKT........................................
4 4 4 5
HASIL DAN PEMBAHASAN Metode SDUV................................................................................................... Validasi Metode SDUV..................................................................................... Metode KCKT................................................................................................... Perbandingan Metode SDUV dan KCKT..........................................................
5 6 7 8
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan............................................................................................................ Saran..................................................................................................................
8 8
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
8
LAMPIRAN.................................................................................................................... 10
viii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Kadar teofilin dalam contoh A dengan metode SDUV................................................
6
2 Kadar teofilin dalam contoh B dengan metode SDUV................................................
6
3 Perolehan kembali metode SDUV ..............................................................................
7
4 Hasil uji linearitas, limit deteksi, dan limit kuantisasi metode SDUV.........................
7
5 Kadar teofilin dalam contoh A dengan metode KCKT................................................
8
6 Kadar teofilin dalam contoh B dengan metode KCKT................................................
8
7 Hasil uji statistika antara metode SDUV dan KCKT...................................................
8
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur teofilin.............................................................................................................
1
2 Spektrum UV dan turunannya......................................................................................
2
3 Spektrum awal (a) dan turunan orde pertama (b) standar teofilin( contoh A (
), dan contoh B (
),
)...............................................................................
5
4 Kurva standar teofilin 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 ppm ..................................................
6
5 Kurva standar teofilin 500, 1000, dan 1500 ppm ........................................................
7
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data hasil analisis teofilin dengan metode SDUV......................................................
11
2 Data hasil uji akurasi metode SDUV…………………………………......................
12
3 Data hasil uji linearitas, limit deteksi, dan limit kuantisasi metode SDUV................
13
4 Kromatogram standar teofilin…………………………………………….................
15
5 Kromatogram contoh A..................................................…………………................
16
6 Kromatogram contoh B ..................................................…………………...............
17
7 Data hasil analisis teofilin dengan metode KCKT………….....................................
18
8 Uji statistika untuk membandingkan metode SDUV dan KCKT…………………...
19
1
PENDAHULUAN Obat mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Kontrol kualitas terhadap zat kimia aktif di dalam obat yang memiliki efek farmakologis perlu dilakukan secara rutin agar obat yang diproduksi berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Salah satu zat kimia aktif yang terkandung di dalam obat asma adalah teofilin yang mempunyai efek bronkodilator, namun pemberian teofilin secara berlebihan (overdosis) dapat menyebabkan keracunan yang parah dan bahkan kematian (Kumar & Moses 2004). Oleh sebab itu, kadar teofilin di dalam obat tidak boleh melebihi dari dosis yang telah ditentukan agar tidak menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Metode yang umum digunakan untuk analisis kuantitatif teofilin adalah metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (USP 2003) yang membutuhkan biaya relatif mahal dan waktu analisis relatif lama. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode analisis yang cepat, mudah, dan murah untuk analisis kuantitatif teofilin yang dapat mendukung proses kontrol kualitas pada industri farmasi. Salah satu metode analisis yang dapat memenuhi kriteria di atas yaitu metode spektrofotometri derivatif ultraviolet (SDUV). Metode SDUV pertama kali diperkenalkan tahun 1953, namun mulai dikembangkan sebagai metode analisis sejak berkembangnya teknologi mikrokomputer. Kelebihan metode SDUV yaitu dapat digunakan untuk menganalisis senyawa target dari matriks yang kompleks tanpa teknik persiapan contoh seperti isolasi, pemurnian, dan sebagainya. Menurut Popovic et al. (2000), metode SDUV dapat meningkatkan pemisahan pita serapan dari spektrum yang tumpang tindih, menentukan panjang gelombang serapan senyawa target dari spektrum yang kompleks, dan mengurangi gangguan yang disebabkan oleh penghamburan dan serapan senyawa lain. Metode SDUV telah digunakan antara lain untuk analisis kafein di dalam minuman (Alpdogan et al. 2002), asam askorbat di dalam sayuran (Aydogmus et al. 2002), losartan di dalam sediaan farmasi (Ansari et al. 2004), antosianida dan β-karoten (Souri et al. 2005), dan lain-lain. Metode SDUV yang dilakukan untuk menganalisis kadar teofilin di dalam sediaan farmasi dibandingkan secara statistika dengan metode terstandar yang umum digunakan untuk analisis kuantitatif teofilin, yaitu
KCKT. Metode SDUV yang dikembangkan kemudian divalidasi untuk mengetahui ketelitian dan keakuratan metode tersebut. Penelitian ini bertujuan menguji dapat atau tidaknya metode SDUV digunakan sebagai metode alternatif yang cepat, mudah, dan murah untuk analisis kuantitatif teofilin di dalam sediaan farmasi serta menentukan evaluasi unjuk kerja metode SDUV.
TINJAUAN PUSTAKA Teofilin Teofilin (1,3-dimetilxantin) adalah senyawa alkaloid turunan xantin dan termasuk ke dalam kelompok purin. Teofilin telah lama digunakan untuk mengobati penyakit asma yang bekerja dengan cara merelaksasi otot polos serta menstimulasi sistem syaraf pusat dan otot jantung (Young 2003). Teofilin masih banyak digunakan di Indonesia, sedangkan di Inggris jarang digunakan karena mempunyai efek samping yang lebih besar dibandingkan dengan obat-obat inhalasi lainnya. Struktur teofilin ditunjukkan pada Gambar 1. O H N
CH3 N
N O
N CH3
Gambar 1 Struktur teofilin. Teofilin dapat ditemukan pada tumbuhan seperti teh, tetapi teofilin yang digunakan untuk pengobatan umumnya disintesis dalam skala industri. Ciri fisik teofilin adalah berbentuk serbuk, berwarna putih, tidak berbau, rasanya pahit, dan stabil di udara. Teofilin sukar larut dalam air, mudah larut dalam air panas, larutan alkali hidroksida, dan amonium hidroksida, serta agak sukar larut dalam etanol, kloroform, dan eter (USP 2003). Spektrofotometri Ultraviolet Pengukuran absorbans dengan menggunakan spektrofotometer UV dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Panjang gelombang serapan merupakan perbedaan ukuran tingkat-tingkat energi dari
2
elektron yang tereksitasi. Oleh karena itu, puncak absorpsi (λmaks) dapat dihubungkan dengan jenis-jenis ikatan yang ada dalam spesies (Khopkar 2003). Daerah panjang gelombang untuk UV hampa adalah 10-200 nm dan UV dekat 200-380 nm (Sudjadi 1985). Intensitas serapan menurut Lambert-Beer tidak bergantung pada intensitas sumber cahaya, melainkan sebanding dengan jumlah molekul yang menyerap (Sudjadi 1985). Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet (SDUV) Metode SDUV merupakan kombinasi dari spektrofotometri UV konvensional dan kemometrik yang memerlukan peralatan optik, elektronik, dan metode matematika untuk menghasilkan spektrum turunan (Owen 1996). Kelebihan metode SDUV antara lain mampu meningkatkan pemisahan pita serapan dari spektrum yang tumpang tindih, mendeteksi dan menentukan panjang gelombang serapan senyawa target dari spektrum yang kompleks, dan mengurangi gangguan yang disebabkan oleh penghamburan dan serapan senyawa lain (Popovic et al. 2000). Oleh karena karakteristik SDUV tersebut, proses isolasi dan preparasi senyawa aktif yang biasanya diperlukan untuk prosedur analisis kualitatif dan kuantitatif di dalam sistem yang kompleks dapat dihindari. O’Haver (1979) menyatakan bahwa spektroskopi derivatif merupakan suatu pengukuran spektrum yang berasal dari ratarata perubahan absorbans dengan panjang gelombang. Spektroskopi derivatif dirumuskan sebagai berikut (Skujins 1986): dA A 2 - A1 = dλ λ 2 - λ1 dengan A adalah absorbans dan λ adalah panjang gelombang (nm). Plot hubungan antara dA/dλ terhadap nilai λ menghasilkan plot spektrum turunan orde pertama, nilai plot spektrum turunan pertama digunakan untuk menentukan d2A/dλ2 yang apabila di plot terhadap λ maka akan menghasilkan plot spektrum turunan orde kedua, dan seterusnya. Untuk turunan orde ke-n maka dibuat plot hubungan antara dnA/dλn terhadap λ (Skujins 1986). Spektrum UV dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Spektrum UV dan turunannya. Hal yang tidak diinginkan dalam spektrum turunan adalah penurunan nisbah sinyal dan noise (S/N). Oleh karena itu, proses smoothing (penghalusan) spektrum dengan menggunakan suatu filter diperlukan untuk meminimalkan noise tanpa mengurangi informasi yang ada. Filter smoothing Savitzky-Golay merupakan filter yang umum digunakan untuk menghilangkan noise (Skujins 1986). Namun, proses penghalusan spektrum yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan penyimpangan spektrum dengan menurunkan intensitas dan pemisahan spektrum (Owen 1996; Brereton 2003). Analisis kuantitatif spektrum turunan sama halnya dengan spektrum UV konvensional, didasarkan pada hukum Lambert-Beer yang dirumuskan sebagai berikut (Owen 1996): Spektrum awal : A=εbc dA dε Turunan pertama : = bc dλ dλ n n d A d ε Turunan ke-n : = n n bc dλ dλ dengan A adalah absorbans, λ adalah panjang gelombang, ε adalah absorptivitas molar, c adalah konsentrasi, dan b adalah tebal sel. Pada spektrum awal, konsentrasi analat sebanding dengan absorbans pada panjang gelombang tertentu, sedangkan pada spektrum turunan konsentrasi analat sebanding dengan amplitudo. Macam-macam amplitudo dalam SDUV adalah DL (amplitudo puncak ke puncak yang panjang), Ds (amplitudo puncak ke puncak yang pendek), Dz (amplitudo dari garis nol ke puncak), dan Dt (amplitudo tangen). Untuk membuat kurva kalibrasi,
3
maka dipilih amplitudo yang memberikan linearitas terbaik (Skujins 1986). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) KCKT merupakan teknik pemisahan komponen dari komponen lainnya yang terdistribusi ke dalam dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak di dalam suatu kolom yang diisi pengadsorpsi padat. Berdasarkan kepolaran fase diam dan fase gerak, maka dikenal sistem KCKT fase normal dan fase terbalik. Peralatan KCKT mempunyai 4 bagian penting yaitu reservoir yang berisi fase gerak, sistem injeksi contoh, kolom, dan detektor. Umumnya industri farmasi menggunakan KCKT untuk menganalisis senyawa obat yang mempunyai sifat tidak mudah menguap dan tidak stabil terhadap panas (USP 2003). Pengembangan dan Validasi Metode Validasi metode didefinisikan sebagai suatu proses pembuktian (melalui studi ilmiah) terhadap suatu metode analisis tentang dapat atau tidaknya metode tersebut diterima untuk tujuan yang diharapkan (Green 1996). Metode baru yang dikembangkan untuk suatu permasalahan perlu divalidasi untuk mengevaluasi karakteristik unjuk kerja metode tersebut. Dengan metode yang telah tervalidasi maka akan dihasilkan data yang valid. Parameter Validasi Presisi Presisi suatu prosedur analisis menunjukkan ukuran kedekatan nilai sederet pengukuran dari beberapa contoh yang serbasama pada kondisi yang telah ditentukan (Chan et al. 2004). Presisi dibedakan menjadi kedapatulangan (repeatability), presisi antara (intermediate precision), dan ketertiruan (reproducibility) (Chan et al. 2004). Kedapatulangan adalah pengukuran presisi dengan metode, peralatan, laboratorium, dan analis yang sama serta dalam rentang waktu yang pendek. Presisi antara adalah pengukuran presisi yang dilakukan di suatu laboratorium pada hari dan peralatan yang berbeda serta dilakukan oleh analis yang berbeda. Ketertiruan adalah pengukuran presisi dengan peralatan, analis, dan laboratorium yang berbeda namun dengan metode yang sama. Hasil uji presisi
dilaporkan sebagai simpangan baku (SB), persen simpangan baku relatif (%SBR), dan interval data. Kriteria %SBR menurut AOAC (1993) adalah sebagai berikut: 1. Sangat teliti : %SBR < 1 2. Teliti : %SBR = 1-2 3. Sedang : %SBR = 2-5 4. Tidak teliti : %SBR > 5 Akurasi Akurasi prosedur analisis menunjukkan kedekatan nilai yang sebenarnya dan nilai yang terukur, minimal dilakukan 9 kali pengukuran dengan 3 konsentrasi yang berbeda. Ada beberapa cara untuk menentukan akurasi, yaitu menganalisis contoh yang telah diketahui konsentrasinya kemudian membandingkan nilai yang terukur dengan nilai yang sebenarnya, ”spike” analat ke dalam plasebo dengan 3 tingkat konsentrasi, dan penambahan standar (Green 1996). Akurasi umumnya dilaporkan sebagai recovery (perolehan kembali) yang diterima pada selang 80-110% (AOAC 1993). Linearitas Linearitas suatu prosedur analisis merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk memberikan hasil yang sebanding dengan konsentrasi (jumlah analat) di dalam contoh. Linearitas dapat dikatakan baik apabila nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0.9995 (AOAC 1993). Apabila suatu kisaran konsentrasi memberikan linearitas yang baik maka kisaran konsentrasi tersebut berarti telah memenuhi hukum Lambert-Beer. Konsentrasi contoh yang akan dianalisis untuk akurasi harus di dalam kisaran konsentrasi yang memiliki linearitas yang baik, sedangkan apabila suatu kisaran konsentrasi memberikan hasil yang tidak linier, maka kisaran konsentrasi harus direduksi sehingga menghasilkan kisaran konsentrasi yang memberikan linearitas yang baik (Chan et al. 2004). Limit deteksi dan limit kuantisasi Limit deteksi adalah konsentrasi terendah dari analat yang menghasilkan respons yang dapat terdeteksi di atas noise, umumnya tiga kali dari noise, sedangkan limit kuantisasi adalah konsentrasi terendah dari analat yang dapat diukur dengan tepat dan akurat (Green 1996).
4
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah standar teofilin, metanol p.a, natrium asetat, asam asetat glasial, asetonitril, air bebas ion, dan 2 contoh obat asma komersil dengan merek yang berbeda (contoh A dan B). Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis Hitachi U 2800, piranti lunak UV-solutions versi-2, 1 set peralatan komputer, KCKT merek Thermofinigan, kertas saring, pengaduk magnet, pipet mikro, dan alat-alat kaca. Analisis Kuantitatif Teofilin dengan Metode SDUV Larutan stok standar teofilin 100 ppm disiapkan dengan melarutkan 0.01 g teofilin dalam metanol, diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit, disaring, dan ditepatkan volumenya dengan metanol di dalam labu takar 100 mL, kemudian diencerkan sehingga konsentrasi larutan standar menjadi 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 ppm dalam labu takar 10 mL. Larutan stok contoh yang setara dengan konsentrasi teofilin sebesar 100 ppm disiapkan dengan melarutkan sejumlah tertentu contoh (yang telah digerus) dalam metanol, selanjutnya dilakukan pengadukan selama 30 menit, disaring, dan ditepatkan volumenya dengan metanol dalam labu takar 50 mL, kemudian larutan contoh diencerkan sehingga konsentrasinya menjadi 25 ppm dalam labu takar 10 mL. Setelah itu, dibuat spektrum absorbans standar dan contoh menggunakan spektrofotometer UV dengan kecepatan penyapuan 100, 200, 400, 800, dan 1200 nm/menit. Spektrum standar dan contoh dengan konsentrasi yang sama dioverlay dan diolah dengan UV-solutions untuk memperoleh kondisi optimum pengukuran. Parameter yang ditetapkan antara lain orde turunan, orde penghalusan, dan jumlah jendela. Analisis kadar teofilin di dalam contoh dan validasi metode SDUV dilakukan berdasarkan kondisi optimum yang telah ditetapkan. Validasi Metode SDUV Uji presisi Contoh yang setara dengan konsentrasi teofilin sebesar 25 ppm dianalisis sebanyak 6
kali ulangan pada hari yang sama. Persentase simpangan baku relatif (%SBR) data kemudian dihitung dengan menggunakan rumus: 2 Σi Xi − X SB = n −1 100 SB SBR (%) = X Keterangan: SB = simpangan baku SBR = simpangan baku relatif = kadar teofilin tiap ulangan Xi X = rerata kadar teofilin n = banyaknya ulangan
(
)
Uji akurasi Larutan stok contoh dibuat dengan konsentrasi yang setara dengan konsentrasi teofilin sebesar 50 ppm dan larutan stok standar 100 ppm. Sebanyak 5 mL contoh dipindahkan ke dalam labu takar 25 mL dan ditambahkan larutan standar teofilin masingmasing sebanyak 1.25, 2.50, dan 3.75 mL kemudian ditepatkan volumenya dengan metanol. Masing-masing penambahan standar dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Persen perolehan kembali dihitung dengan menggunakan rumus: CT − CS Perolehan kembali (%) = x 100% CD Keterangan: CT = konsentrasi yang terukur CS = konsentrasi contoh CD = konsentrasi yang ditambahkan Uji linearitas Linearitas diperoleh dengan cara membuat 3 seri larutan standar teofilin dengan konsentrasi 5, 10, 15 20, 25, dan 30 ppm. Persamaan linearitas yang diperoleh adalah y = a + bx dengan a adalah rerata intersep dan b adalah rerata slope dari ketiga deret standar yang diukur. Nilai linearitas dapat diketahui dengan cara menghitung koefisien korelasi (r) yang dirumuskan sebagai berikut: Σ i {(Xi − X )(Yi − Y )} r= 2 2 Σi Xi − X Σ i Yi − Y
(
(
)
)(
(
)
)
Keterangan: r = koefisien korelasi Xi = konsentrasi zat aktif masing-masing contoh X = rerata konsentrasi zat aktif
5
Yi = respons detektor (luas area) masingmasing contoh Y = rerata respons detektor (luas area) Uji limit deteksi dan limit kuantisasi Limit deteksi dan limit kuantisasi ditentukan dari kurva kalibrasi. Rumus untuk menghitung limit deteksi dan limit kuantisasi adalah sebagai berikut (Miller & Miller 2000): Limit deteksi = yB + 3 SB Limit kuantisasi = yB + 10 SB Keterangan: yB = sinyal blanko SB = simpangan baku blanko B
B
B
Analisis Kuantitatif Teofilin dengan Metode KCKT Metode referensi untuk kuantifikasi teofilin adalah KCKT dengan detektor UV pada λ 280 nm, kolom C8, laju alir 1.0 mL/menit, dan volume injeksi 10 μL (modifikasi USP 2003). Modifikasi dilakukan dalam hal kolom, kolom C18 diganti dengan C8 karena C18 tidak tersedia di laboratorium. Preparasi fase gerak Larutan penyangga dibuat dengan melarutkan natrium asetat sebanyak 1.36 g dalam 100 mL air bebas ion di dalam labu takar 1000 mL, kemudian dikocok sampai larut sempurna, lalu ditambah 5 mL asam asetat glasial dan diencerkan dengan air bebas ion sampai tanda tera. Asetonitril sebanyak 70 mL dalam labu takar 1000 mL diencerkan dengan larutan penyangga sampai tanda tera dan digunakan sebagai fase gerak. Preparasi contoh dan larutan standar Larutan stok standar teofilin 2000 ppm dibuat dengan melarutkan 0.2 g standar dalam fase gerak dalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan hingga konsentrasi standar 500, 1000, dan 1500 ppm. Contoh dilarutkan dalam fase gerak hingga konsentrasinya 800 ppm dalam labu takar 100 mL, kemudian dianalisis dengan menggunakan KCKT.
HASIL DAN PEMBAHASAN Metode SDUV Metode spektrofotometri UV konvensional tidak dapat digunakan secara langsung untuk analisis kuantitatif teofilin di dalam
contoh sediaan farmasi karena spektrofotometri UV konvensional tidak mampu menghilangkan efek serapan matriks di dalam contoh. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3a yang menunjukkan bahwa puncak absorpsi contoh pada spektrum awal lebih besar dibandingkan dengan standar pada konsentrasi yang sama. Hal inilah yang menyebabkan analisis kuantitatif teofilin dengan spektrofotometri UV konvensional menjadi tidak akurat. Metode SDUV dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Puncak absorpsi spektrum turunan pertama pada λ 257 dan 284.5 nm (Gambar 3b) menunjukkan hanya serapan teofilin yang terjadi. Absorbans 2.0
1.5 1.0 0.5 0.0
λ (nm)
200
250
300
350
nm
(a) dA/dλ
0.15
0.10 0.05 0.00 -0.05 200
Gambar 3
λ (nm) 250
300
350
nm
(b) Spektrum awal (a) dan turunan orde pertama (b) standar teofilin ( ), contoh A ( ), dan contoh B ( ).
Pita serapan pada λmaks 270 nm (Gambar 3a) menunjukkan adanya transisi elektronik gugus keton lingkar dan ikatan rangkap senyawa teofilin (Sudjadi 1985). Penurunan spektrum awal teofilin dilakukan untuk menganalisis kadar teofilin secara akurat dengan menggunakan filter smoothing Savitzky-Golay untuk proses penghalusan spektrum. Proses penghalusan spektrum turunan diperlukan untuk meminimalkan noise, tetapi apabila derajat penghalusan terlalu besar maka akan menyebabkan penyimpangan spektrum turunan (Owen 1996).
6
Kondisi optimum yang dipilih untuk analisis kuantitatif teofilin di dalam contoh yaitu spektrum turunan orde pertama, kecepatan penyapuan 400 nm/menit, orde penghalusan 3, dan jumlah jendela 19. Spektrum turunan orde pertama dipilih karena menghasilkan sensitivitas dan linearitas yang baik. Orde turunan yang lebih tinggi tidak dipilih karena semakin tinggi orde turunan maka penurunan S/N akan semakin besar sehingga noise sulit dibedakan dari analat (Owen 1996). Kecepatan penyapuan yang dipilih adalah 400 nm/menit, karena apabila kecepatannya lebih dari 400 nm/menit maka interval panjang gelombang untuk pembacaan absorbans semakin besar sehingga banyak informasi penting yang hilang dan mengakibatkan hasil analisis yang diperoleh menjadi tidak akurat, sedangkan apabila kecepatannya kurang dari 400 nm/menit maka waktu analisis yang dibutuhkan semakin lama. Pengaruh orde penghalusan dan jumlah jendela yaitu semakin tinggi orde penghalusan dan jumlah jendela maka tinggi puncak akan semakin rendah dan spektrum semakin halus, sedangkan semakin rendah orde penghalusan dan jumlah jendela yang diberikan maka spektrum yang dihasilkan kasar karena noise masih terdapat di dalam spektrum (Brereton 2003). Analisis kadar teofilin di dalam contoh ditentukan dengan membuat persamaan kurva standar antara konsentrasi dan amplitudo puncak ke puncak (DL). Pembuatan kurva standar dilakukan setiap kali menentukan kadar teofilin di dalam contoh untuk mengurangi galat yang disebabkan oleh ketidakstabilan alat akibat perbedaan waktu analisis. Persamaan kurva standar untuk menentukan kadar teofilin dalam contoh dapat dilihat pada Gambar 4. 0.1 Y = 2.2326 x 10-3 + 2.8185 x 10-3 r = 0.9997
Amplitudo (DL )
0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 0
5
10
15
20
25
30
35
Konsentrasi (ppm)
Gambar 4 Kurva standar teofilin 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 ppm. Hasil analisis kadar teofilin dengan metode SDUV dalam contoh A dan B sebesar 123.98 ± 2.46 mg/tablet dan 131.18 ± 1.58
mg/tablet (Tabel 1 dan 2). Nilai ini tidak berbeda jauh dengan nilai yang tertera pada label untuk contoh A dan B secara berturutturut sebesar 125 mg/tablet dan 130 mg/tablet. Perhitungan kadar teofilin dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 1
Kadar teofilin dalam contoh A dengan metode SDUV Kadar teofilin per tablet Ulangan (mg) 1 122.91 2 121.76 3 122.14 4 127.97 5 125.43 6 123.68 X ± batas galat* 123.98 ± 2.46 SB 2.34 % SBR 1.89
Tabel 2
Kadar teofilin dalam contoh B dengan metode SDUV Kadar teofilin per tablet Ulangan (mg) 1 131.14 2 132.25 3 132.33 4 131.93 5 131.19 6 128.27 X ± batas galat* 131.18 ± 1.58 SB 1.51 % SBR 1.15
Ket: *selang kepercayaan 95%
Validasi Metode SDUV Validasi metode SDUV dilakukan untuk mengevaluasi unjuk kerja metode SDUV karena metode SDUV merupakan metode baru yang dikembangkan untuk analisis kuantitatif teofilin di dalam sediaan farmasi. Parameter validasi yang ditentukan antara lain presisi, akurasi, linearitas, limit deteksi, dan limit kuantisasi. Uji presisi metode SDUV dilakukan sebanyak 6 kali ulangan dengan persen simpangan baku relatif untuk contoh A dan B sebesar 1.89% dan 1.15% (Tabel 1 dan 2). Berdasarkan kriteria yang ditetapkan AOAC (1993) maka presisi metode SDUV untuk analisis kuantitatif teofilin dapat dikategorikan teliti. Uji akurasi metode SDUV ditentukan dengan penambahan tiga tingkat konsentrasi standar. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui
7
bahwa nilai perolehan kembali pada konsentrasi rendah (contoh A dan B) dan sedang (contoh A) berada di bawah standar, sedangkan pada konsentrasi sedang (contoh B) dan tinggi (contoh A dan B) berada pada selang standar 80-110% (AOAC 1993). Hal ini dapat disebabkan karena semakin kecil konsentrasi maka kemungkinan terjadinya kesalahan semakin besar seperti pemipetan larutan yang kurang tepat, dan lain sebagainya. Perhitungan untuk persen perolehan kembali dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 3 Perolehan kembali metode SDUV Contoh A
Konsentrasi teofilin (ppm) 15
20
25
B
15
20
25
Perolehan kembali (%) Tiap Rerata ulangan 78.08 65.07 70.89 69.52 79.40 79.20 79.61 80.23 84.75 85.94 86.15 87.76 69.05 69.72 69.23 68.92 79.86 83.05 84.85 91.64 84.95 87.01 86.47 87.45
Kelinieran metode SDUV dapat diketahui dari nilai koefisien korelasi yang dihasilkan, yaitu sebesar 0.9994 pada rentang konsentrasi 5.0 sampai 30.0 ppm (Tabel 4). Nilai tersebut meskipun sedikit lebih kecil dibandingkan dengan nilai koefisien korelasi yang ditetapkan oleh AOAC (1993) sebesar 0.9995, namun telah cukup baik untuk membuktikan bahwa fraksi penyerapan sebanding dengan konsentrasi analat. Limit deteksi dan limit kuantisasi dapat ditentukan dari persamaan kurva standar. Limit deteksi metode SDUV untuk analisis teofilin sebesar 1.08 μg/mL (Tabel 4). Hal ini berarti bahwa konsentrasi terendah teofilin yang masih dapat dibedakan dengan noise sebesar 1.08 μg/mL. Limit kuantisasi metode SDUV sebesar 3.63 μg/mL (Tabel 4). Hal ini berarti bahwa konsentrasi terendah teofilin yang masih dapat diukur dengan tepat dan akurat dengan metode SDUV sebesar 3.63
μg/mL. Perhitungan limit deteksi dan limit kuantisasi dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 4 Hasil uji linearitas, limit deteksi, dan limit kuantisasi metode SDUV Parameter Nilai parameter Kisaran linier 5-30 ppm Persamaan regresi Y = 2.5253x10-3 + 3.0784x10-3 X SB slope 5.33x10-5 SB intersep 2.03x10-5 Koefisien korelasi 0.9994 Limit deteksi 1.08 μg/mL Limit kuantisasi 3.63 μg/mL Metode KCKT Teknik KCKT fase terbalik dengan kolom C8 dan fase gerak asetonitril serta larutan penyangga cocok digunakan untuk analisis senyawa teofilin yang bersifat polar. Kondisi KCKT yang digunakan sesuai dengan USP (2003) namun kolom yang seharusnya C18 diganti dengan C8. Kolom C18 dan C8 ini tidak jauh berbeda, hanya C18 lebih bersifat non polar dibandingkan dengan C8 (Christian 2004). Waktu retensi teofilin (waktu yang diperlukan teofilin untuk tinggal di dalam kolom dalam proses pemisahan senyawa) yaitu ± 9 menit (Lampiran 4-6). Analisis kadar teofilin dalam contoh ditentukan dengan membuat persamaan kurva standar antara konsentrasi dan area. Persamaan kurva standar dengan koefisien korelasi sebesar 0.9983 ditunjukkan pada Gambar 5. 9 8
Y = 5445970,667 + 47688,161X
7 Area 7 (x 10 )
r = 0,9983
6 5 4 3 2 1 0 0
200
400
600
800
1000
1200 1400
1600
Konsentrasi (ppm)
Gambar 5 Kurva standar teofilin 500, 1000, dan 1500 ppm. Hasil analisis kadar teofilin dengan metode KCKT dalam contoh A dan B secara berturutturut sebesar 126.88 ± 1.12 mg/tablet dan 130.96 ± 1.64 mg/tablet (Tabel 5 dan 6). Nilai ini tidak berbeda jauh dengan nilai yang tertera pada label untuk contoh A dan B secara berturut-turut sebesar 125 mg/tablet dan 130 mg/tablet. Perhitungan kadar teofilin
8
dengan metode KCKT dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 5
Kadar teofilin dalam contoh A dengan metode KCKT Ulangan Kadar teofilin per tablet (mg) 1 127.23 2 127.04 3 126.38 X ± batas galat* 126.88 ± 1.12 SB 0.45 % SBR 0.35
Tabel 6
Kadar teofilin dalam contoh B dengan metode KCKT Ulangan Kadar teofilin per tablet (mg) 1 130.81 2 131.60 3 130.48 X ± batas galat* 130.96 ± 1.64 SB 0.66 % SBR 0.50
Ket: *selang kepercayaan 95%
Perbandingan Metode SDUV dan KCKT
Metode SDUV untuk analisis kuantitatif teofilin dibandingkan secara statistika dengan metode KCKT. Uji F dilakukan untuk membandingkan ragam dari kedua metode yang dibandingkan, sedangkan uji t dilakukan untuk membandingkan nilai rataan yang dihasilkan. Apabila F dan t hitung lebih kecil daripada F dan t tabel maka kedua metode dikatakan tidak berbeda nyata secara statistika, demikian sebaliknya. Perhitungan uji F dan t dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 7 Fhitung* thitung*
Hasil uji statistika antara metode SDUV dan KCKT contoh A contoh B 27.04 5.23 2.93a 0.1076b
Ket: * selang kepercayaan 95% Ftabel = 5.786, ttabela = 2.447, ttabelb = 2.365
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa kedua metode (SDUV dan KCKT) berbeda nyata untuk contoh A dan tidak berbeda nyata untuk contoh B. Hal ini dapat disebabkan karena matriks pengisi di dalam contoh A dan B tidak sama. Metode SDUV lebih baik dibandingkan dengan KCKT dalam hal waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk analisis teofilin. Metode SDUV relatif cepat karena persiapan contoh sederhana (contoh hanya dilarutkan
dalam pelarut yang cocok kemudian dibuat absorbansnya dengan spektrofotometer) dan hasilnya dapat ditentukan dari kurva standar, sedangkan KCKT relatif lama karena persiapannya lebih kompleks antara lain pembuatan larutan penyangga dan fase gerak untuk proses pemisahan, penyaringan fase gerak dan larutan yang diuji (contoh dan standar) untuk mencegah kerusakan kolom, serta penjenuhan kolom dengan fase gerak untuk efisiensi pemisahan. Hasilnya samasama dapat ditentukan dari kurva standar. Metode SDUV relatif murah karena hanya membutuhkan pelarut metanol, sedangkan KCKT relatif mahal karena membutuhkan bahan kimia yang lebih banyak untuk pembuatan larutan penyangga dan fase gerak.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Metode SDUV dapat digunakan untuk menganalisis kadar teofilin di dalam contoh sediaan farmasi dengan sensitivitas dan ketelitian yang baik, namun akurasi dan linearitas metode SDUV kurang memuaskan. Saran
Perlu dilakukan validasi metode SDUV lebih lanjut seperti uji ketahanan (robustness), ketertiruan (repeatability), selektivitas, dan sensitivitas untuk menjamin bahwa metode SDUV dapat dikembangkan sebagai metode analisis rutin teofilin di dalam sediaan farmasi.
DAFTAR PUSTAKA Alpdogan G, Karabina K, Sungur S. 2002. Derivative spectrophotometric determination of caffeine in some beverages. Turk J Chem 26:295-302. Ansari M, Kazemipour M, Baradaran M, Jalalizadeh H. 2004. Derivative spectrophotometric method for determination of losartan in pharmaceutical formulation. IJPT 3:21-25.
9
[AOAC]. Association Official of Analytical Chemistry. 1993. AOAC Peer-Verified Methods Program. Maryland: AOAC International. Aydogmus Z, Cetin SM, Ozgur MU. 2002. Determination of ascorbic acid in vegetables by derivative spectrophotometry. Turk J Chem 26:697704. Brereton RG. 2003. Data Analysis for the Laboratory and Chemical Plant. Chichester: J Wiley & Sons. Chan CC. 2004. Potency Method Validation. Di dalam: Chan CC, Lee YC, Lam H, Zhang XM, editor. Analytical Method Validation and Instrument Performance Verification. New Jersey: J Wiley & Sons. hlm. 11-26. Christian GD. 2004. Analytical Chemistry. Ed ke-6. New Jersey: River Street Hoboken. hlm. 604-617. Day RA, Underwood AL. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Ed ke-6. Jakarta: Erlangga. Garcia PL, Santoro RM, Hackman K, Singh AK. 2005. Development and validation of a HPLC and a UV derivative spectrophotometric methods for determination of hydroquinone in gel and cream preparations. J Pharm Biomed Anal 39:764-768. Green JM. 1996. A practical guide to analytical method validation. Anal Chem 68:305A-309A. Hesse M. 2002. Alkaloid. Winterthurerstrasse: Chimica Acta. Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. A. Saptorahardjo, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry. Kumar TS, Moses PD. 2004. Acute respiratory infection with CNS excitation symptoms consider theophylline overdosage. Indian Pediatrics 41:10661067.
Miller JN, Miller JC. 2000. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry. Ed ke-4. London: Prentice Hall. Ohta K et al. 2004. A prospective clinical study of theophylline safety in 3810 elderly with asthma or COPD. Respiratory Medicine 98:1061-1024. Owen T. 1996. Fundamental of UV-visible Waldbronn: HewlettSpectroscopy. Packard. O’ Haver TC. 1979. Potential clinical applications of derivative and wavelength modulation spectrometry. Clin Chem 25:1548-1553. Popovic GV, Pfendt LB, Stefanovic VM. 2000. Analytical application of derivative spectrophotometry. J Serb Chem Soc 65:457-472. Skujins S. 1986. Applications of UV-Visible Derivative Spectrophotometry. Ed ke-1. Steinhauserstrasse: Varian AG. Souri E, Hassan J, Hassan F, Hossein R, Masoud A. 2005. Simultaneous determination of anthocyanoside and betacarotene by third-derivative ultraviolet spectrophotometry. DARU 13:11-15. [USP] United States Pharmacopeia. 2003. The United States Pharmacopeia. Ed ke26. Rockville: USP. Young W. 2003. Summary of research on theophylline treatment of respiratory deficiency. http://sciwire.com [23 Juli 2005].
LAMPIRAN
11
Lampiran 1 Data hasil analisis teofilin dengan metode SDUV Data hasil analisis standar teofilin Konsentrasi standar teofilin (ppm) 5 10 15 20 25 30
Amplitudo (DL) 0.01631 0.02954 0.04547 0.05870 0.07321 0.08611
Data hasil analisis contoh A Ulangan 1 2 3 4 5 6
Bobot (g) 0.0130 0.0128 0.0129 0.0129 0.0131 0.0133
Amplitudo (DL) 0.07258 0.07085 0.07160 0.07491 0.07457 0.07465
Konsentrasi teofilin (ppm) 24.95 24.34 24.61 25.78 25.66 25.69
Amplitudo (DL) 0.07688 0.07751 0.07811 0.07733 0.07746 0.07632
Konsentrasi teofilin (ppm) 26.48 26.70 26.92 26.64 26.69 26.28
Data hasil analisis contoh B Ulangan 1 2 3 4 5 6
Bobot (g) 0.0136 0.0136 0.0137 0.0136 0.0137 0.0138
a = 32 tablet = 10.2429 g obat, @ tablet = 0.3201 g obat b = 32 tablet = 10.7747 g obat, @ tablet = 0.3367 g obat
Persamaan kurva standar: Y = 2.2326 x 10-3 + 2.8185 x 10-3X r = 0.9997 Keterangan: X = konsentrasi (ppm) Y = amplitudo DL Contoh perhitungan kadar teofilin pada ulangan 1 (contoh A): Konsentrasi teofilin dalam contoh = 24.9592 ppm mg Bobot teofilin dalam contoh = 24.9592 x 0.05 L = 1.2479 mg L 1.2479 x 10 −3 g Kadar teofilin dalam contoh (%b/b) = x 100% = 9.60% 0.0130 g 1000 mg 10 ) = 122.91 mg (fp = Kadar teofilin per tablet = 9.60% x 0.3201 g x fp x g 2.5 σ x t 2.34 x 2.447 Batas galat (selang kepercayaan 95%) = = = 2.34 n 6
12
Lampiran 2 Data hasil uji akurasi metode SDUV Data hasil analisis standar teofilin Konsentrasi standar teofilin (ppm) 5 10 15 20 25 30
Amplitudo (DL) 0.01756 0.03169 0.04885 0.06378 0.07870 0.09190
Data hasil analisis contoh A dan B Contoh
CS (ppm)
CD (ppm)
A
10
B
10
5 10 15 5 10 15
Ulangan 1 0.04457 0.05674 0.07113 0.04321 0.05688 0.07122
Amplitudo (DL) Ulangan Ulangan 2 3 0.04261 0.04328 0.05668 0.05699 0.07167 0.07249 0.04331 0.04319 0.05784 0.06043 0.07215 0.07235
Ulangan 1 13.90 17.94 22.71 13.45 17.98 22.74
CT (mg/L) Ulangan Ulangan 2 3 13.25 13.47 17.92 18.02 22.89 23.16 13.48 13.44 18.30 19.16 23.05 23.11
Persamaan kurva standar: Y = 2.6473 x 10-3 + 3.0152 x 10-3X r = 0.9994 Keterangan: X = konsentrasi (ppm) Y = amplitudo DL Contoh perhitungan perolehan kembali pada ulangan 1 (contoh A): CT − CS Perolehan kembali (%) = x 100% CD 13.90 ppm − 10 ppm Perolehan kembali (%) = x 100% = 78.08% 5 ppm
13
Lampiran 3 Data hasil uji linearitas, limit deteksi, dan limit kuantisasi metode SDUV Data hasil analisis standar teofilin Konsentrasi standar teofilin (ppm) 5 10 15 20 25 30
Amplitudo (DL) Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rerata
0.01795 0.03183 0.04932 0.06446 0.08081 0.09416
0.01721 0.03198 0.04815 0.06122 0.07740 0.09059
0.01843 0.03284 0.05208 0.06688 0.08349 0.09645
0.01786 0.03221 0.04985 0.06418 0.08056 0.09373
Persamaan kurva standar yang diperoleh: Y = 2.5253 x 10-3 + 3.0784 x 10-3X r = 0.9994 Keterangan: X = konsentrasi (ppm) Y = amplitudo DL Data untuk perhitungan limit deteksi dan limit kuantisasi xi 5 10 15 20 25 30
xi2 25 100 225 400 625 900
(xi - x ) -12.5 -7.5 -2.5 2.5 7.5 12.5
(xi - x )2 156.25 56.25 6.25 6.25 56.25 156.25
yi 0.01786 0.03221 0.04985 0.06418 0.08056 0.09373
ŷi 0.01791 0.03330 0.04870 0.06409 0.07948 0.09487
|yi – ŷi| 5.00 x 10-5 1.09 x 10-3 1.15 x 10-3 9.00 x 10-5 1.08 x 10-3 1.14 x 10-3
(yi – ŷi)2 2.5000 x 10-9 1.1881 x 10-6 1.3225 x 10-6 8.1000 x 10-9 1.1664 x 10-6 1.2996 x 10-6
Keterangan: xi = konsentrasi standar; x = rerata konsentrasi standar, yi = absorbans yang terukur; ŷi = nilai absorbans yang tersubstitusi pada persamaan kurva standar
∑ xi2 = 2275, ∑( xi - x )2 = 437.5, ∑(yi – ŷi)2 = 4.9872 x 10-6
SB = Sy/x = B
) 2 ∑ (y i − y i ) i n−2
4.9872 x 10 - 6
Simpangan baku kemiringan =
Simpangan baku intersep = S y/x
4
= 1.1166 x 10 -3
S y/x 2 ∑ (x i − x) i ∑ xi i
=
1.1166 x 10 −3 437.5
2
n ∑ (x i − x) 2 i
= 1.1166 x 10-3
= 5.33 x 10-5
2275
-5 6 x 437.5 = 2.03x10
14
Lanjutan Lampiran 3 Limit deteksi
= yB + 3 SB = 2.5253 x 10-3 + (3 x 1.1166 x 10-3) = 5.87 x 10-3 Diplotkan ke persaman kurva standar, didapatkan limit deteksi sebesar 1.0882 mg/L B
Limit kuantisasi = yB + 10 SB = 2.5253 x 10-3 + (10 x 1.1166 x 10-3) = 0.0136 Diplotkan ke persaman kurva standar, didapatkan limit kuantisasi sebesar 3.63 mg/L B
15
Lampiran 4 Kromatogram standar teofilin
(A)
(B)
(C) Ket: (A) = 500 ppm (B) = 1000 ppm (C) = 1500 ppm
16
Lampiran 5 Kromatogram contoh A
(A)
(B)
(C) Ket: (A) = ulangan 1 (B) = ulangan 2 (C) = ulangan 3
17
Lampiran 6 Kromatogram contoh B
(A)
(B)
(C) Ket: (A) = ulangan 1 (B) = ulangan 2 (C) = ulangan 3
18
Lampiran 7 Data hasil analisis teofilin dengan metode KCKT Data hasil analisis standar teofilin Konsentrasi standar teofilin (ppm) 500 1000 1500
Area 28481979 54750276 76170140
Data hasil analisis contoh A dan B Ulangan Bobot contoh Aa (g) Area contoh A Bobot contoh Bb (g) 1 0.2012 43582196 0.2001 2 0.2008 43451399 0.2003 3 0.2008 43251280 0.2006 a = 32 tablet = 10.2429 g obat, @ tablet = 0.3201 g obat b = 32 tablet = 10.7747 g obat, @ tablet = 0.3367 g obat
Area contoh B 42518789 42779080 42517470
Persamaan kurva standar: Y = 5445970.667 + 47688.161X r = 0.9983 Keterangan: X = konsentrasi (ppm) Y = area Contoh perhitungan kadar teofilin pada contoh A (ulangan 1): Konsentrasi teofilin dalam contoh = 799.70 ppm mg Bobot teofilin dalam contoh = 799.70 x 0.1 L = 79.970 mg L 79.970 x 10 −3 g Kadar teofilin dalam contoh (%b/b) = x 100% = 39.7465% 0.2012 g 1000 mg = 127.23 mg Kadar teofilin per tablet = 39.7465% x 0.3201 g x g
19
Lampiran 8 Uji statistika untuk membandingkan metode SDUV dan KCKT Data hasil analisis teofilin dengan metode SDUV dan KCKT Contoh A SDUV KCKT 6 3 123.98 126.88 2.34 0.45
Parameter n
x s
Contoh B SDUV KCKT 6 3 131.18 130.96 1.51 0.66
Ket: n = banyaknya ulangan x = rataan s = simpangan baku
Contoh A:
Fhitung
=
thitung
=
s 2 besar 2.34 2 = 27.04 = 0.45 2 s 2 kecil (Fhitung>Ftabel: keragaman kedua metode berbeda nyata)
(x1 − x 2 ) 2 s2 s1 + 2 n1 n 2
=
126.88 − 123.98 0.45 2 3
+
= 2.93
2.34 2 6
s12 s 22 2 ) ( + n1 n 2 Derajat bebas = = 5.69 = 6 s14 s 42 ( ) + n12 (n1 − 1) n 22 (n 2 − 1) Contoh B:
Fhitung
=
thitung
=
s 2 besar 1.512 = 5.23 = 0.66 2 s 2 kecil (Fhitung
1 n1
+
1 n2
=
131.18 - 130.96 2.89
1 3
+
= 0.1076
1 6
(n − 1) s 2 + (n − 1) s 2 (6 − 1) (1.51) 2 + (3 − 1) (0.66) 2 1 2 2 = = 8.3521 s = 1 (6 + 3 − 2) (n + n − 2) 1 2 s = 2.89 2
Derajat bebas = n1 + n2 – 2 = 6 + 3- 2 = 7