METODE CEPAT PENENTUAN SIMULTAN KADAR KAFEIN, VITAMIN B 2 DAN B 6 DALAM MINUMAN BERENERGI DENGAN TEKNIK ZERO- CROSSING
MIRANTI SAFITRI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRAK MIRANTI SAFITRI. Metode Cepat Penentuan Simultan Kadar Kafein, Vitamin B2 dan B6 dalam Minuman Berenergi dengan Teknik Zero-crossing. Dibimbing oleh ELLY SURADIKUSUMAH dan MOHAMAD RAFI. Kafein, vitamin B2 dan B6 merupakan senyawa organik yang banyak terdapat pada berbagai macam formula si obat, makanan, dan minuman. Spektrofotometri derivatif ultraviolet (SDUV) dengan teknik zero-crossing telah dikembangkan untuk analisis simultan kadar senyawa-senyawa tersebut dalam minuman berenergi karena cepat, mudah, dan tidak memerlukan pemisahan terlebih dahulu. Spektrum serapan standar dan sampel diukur menggunakan spektrofotometer Shimadzu 1700 PC dengan piranti lunak UV-Probe versi 2.21. Hasil penentuan kadar kemudian dibandingkan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi secara statistik menggunakan uji-F dan uji-t. Kondisi terbaik untuk pengukuran simultan kafein, B2 , dan B6 adalah pada orde turunan ketiga dengan nilai ? ? 8 dengan panjang gelombang pengukuran kafein , vitamin B2 dan B6 masing-masing 267.2, 245, dan 316 nm. Kondisi tersebut dilakukan dengan kecepatan penyapuan sedang dan faktor skala 1000. Kadar kafein, vitamin B2 dan B6 berturut-turut sebesar 49.3836, 6.9183, dan 4.8881 mg dalam satu kemasan minuman berenergi. Analisis statistika yang dilakukan dengan uji-F dan uji-t menunjukkan metode SDUV dengan teknik zero-crossing dapat digunakan untuk analisis simultan kafein dan vitamin B 6 , tapi tidak dapat digunakan untuk pengukuran simultan kadar kafein, vitamin B2 dan B6 dalam minuman berenergi.
ABSTRACT MIRANTI SAFITRI. Rapid Method For The Simultaneous Determination of Caffeine, B2 and B6 -Vitamins by Zero-Crossing Technique. Supervised by ELLY SURADIKUSUMAH and MOHAMAD RAFI. Caffeine, B2 and B6 -vitamins are organic compound widely used in several formulation of drugs, foods, and drinks. Ultraviolet derivative spectrophotometry with zero-crossing technique has been developed for the determination of caffeine, B2 and B6 in energy drinks because it is fast and simple method without any pre-separation. The absorbance of standard and sample was measured with Shimadzu 1700 PC spectrophotometer and analysed by UV-Probe version 2.21 software. The result of determination was compared statistically with HPLC method using F-test and t-test. The result showed that the best condition for measurement was in third derivative order with ∆λ 8. The wavelength for measurement of caffeine, B2 and B6 -vitamins were 267.2 nm, 245 nm and 316 nm.. The condition was performed with medium scan speed and 1000 scale factor. The result showed the content of caffeine, B2 and B6 -vitamins were 49.3836 mg, 6.9183 mg and 4.8881 mg, respectively. Result from F-test and t-test showed that ultraviolet derivative spectrophotometry with zero-crossing technique can be used for the simultaneous determination of caffeine and vitamin B6, but cannot be used for simultaneous determination of caffeine, B2 and B6 -vitamins in energy drink.
METODE CEPAT PENENTUAN SIMULTAN KADAR KAFEIN, VITAMIN B 2 DAN B 6 DALAM MINUMAN BERENERGI DENGAN TEKNIK ZERO- CROSSING
MIRANTI SAFITRI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul
: Metode Cepat Penentuan Simultan Kadar Kafein, Vitamin B2 dan B6 dalam Minuman Berenergi dengan Teknik Zero-Crossing Nama : Miranti safitri NIM : G44202011
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Mohamad Rafi, S.Si. NIP 132321454
Ir. Elly Suradikusumah, M.S. NIP 130350043 Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuann Alam Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP 131473999
Tanggal lulus :
PRAKATA Berjuta syukur tercurahkan kepada Sang Maha Pengasih dan Penyayang, Allah SWT atas limpahan karunia -Nya yang tak berbatas sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Metode cepat penentuan simultan kadar kafein, vitamin B2 dan B6 dalam minuman berenergi dengan teknik zero-crossing“. Karya ini disusun berdasarkan hasil penelitian dari bulan Juni 2006-Februari 2007 di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia FMIPA IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir Elly Suradikusumah MS, dan Mohamad Rafi S.Si atas limpahan ilmu, bimbingan, dan motivasi selama melakukan penelitian. PT Bintang Toedjoe (Ibu Yumi, Bapak Hardi, Mbak Tini, dan Bapak Pramas) atas bantuannya untuk penyediaan standar, sampel minuman berenergi, serta analisis dengan metode KCKT. Bapak Rudi Heryanto M.Si atas bantuan jurnal-jurnalnya. Om Eman, Ibu Nung, Pak Kosasih, Pak Ridwan, Om Dede, Pak Manta, Kak Zulhan, dan Mbak Wulan serta staf Laboratorim Kimia Analitik atas bantuan dan motivasinya. Mbak Rahma dan Kak Zaim atas kemudahan dan bantuan yang telah diberikan. Terima kasih juga tercurah kepada rekan-rekan seperjuangan, Henny, Diaz, Yudi PH, Ari, Mirah, Nita, dan Analitik 39 atas bantuan, motivasi, dan tawanya. Terima kasih juga terucap untuk Bapak, Mamah, Asha, Hilman dan semua keluarga atas dorongan semangat, tuturan do’a, serta kasih tak terhingga. Teman-teman ex-APIPB, Ucriet, Mbak Nobie, Naoki, Uchie, Mbak Pinky, Bunda Eni, Mbak Gadi, rekan-rekan Kimia 39, dan untuk semua orang yang tidak bisa disebut namanya satu persatu. Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada orang-orang di sekelilingnya. Semoga karya ini bermanfaat. Bogor, April 2007 Miranti Safitri
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 23 Juni 1985 dari ayah Ade Hamidin dan ibu Yayah Rohayati. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cianjur dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar I alih tahun ajaran 2004/2005, Spektroskopi D3 tahun ajaran 2004/2005, Kimia Analitik untuk program studi teknologi Pangan, Budidaya Pertanian dan Biokimia tahun ajaran 2005/2006, Kimia TPB alih tahun ajaran 2006/2007 dan semester ganjil 2006/2007, Kromatografi I dan II D3 tahun ajaran 2006/2007, Kimia Analitik Dasar D3 tahun ajaran 2006/2007, Spektroskopi II tahun ajaran 2006/2007, dan Kimia Lingkungan D3 tahun ajaran 2006/2007. Selain itu, penulis juga pernah aktif di Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) sebagai staf Departemen Kewirausahaan (2002/2003), staf Departemen Keilmuan (203/2004), Sekretaris Umum (2005/2006), dan Dewan Pengawas (2006/2007). Penulis melaksanakan praktik lapang di PT Hexpharm Jaya, Cipanas dan saat ini aktif sebagai staf pengajar Bimbingan Tes Alumni (BTA), Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................................viii DAFTAR GAMBAR..............................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. ix PENDAHULUAN.....................................................................................................1 TINJAUAN PUSTAKA Kafein .............................................................................................................1 Vitamin B2 (Riboflavin) ....................................................................................2 Vitamin B6 (Piridoksin) ....................................................................................2 Spektrofotometri Derivatif Ultra Violet (SDUV) ................................................2 Teknik Zero-Crossing.......................................................................................3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) .......................................................3 Evaluasi Parameter Analitik ..............................................................................4 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat.................................................................................................4 Metode Penelitian.............................................................................................5 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kondisi Optimum.............................................................................6 Evaluasi Parameter Analitik SDUV ...................................................................9 Perbandingan Metode SDUV dengan Metode KCKT........................................ 11 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ....................................................................................................... 12 Saran............................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 13 LAMPIRAN............................................................................................................ 15
DAFTAR TABEL Halaman 1 Kondisi optimum kuantifikasi kafein, vitamin B2 dan B6 ..................................8 2 Persamaan linear kurva standar kafein, vitamin B2 dan B6 ........................................9 3. Hasil uji linearitas, presisi, LD, dan LK kafein, vitamin B2 dan B6 sampel minuman berenergi .................................................................................. 10 4 Data perolehan kembali pada uji akurasi.......................................................... 10 5 Hasil uji-F dan uji-t dari metode SDUV dan metode KCKT ........................... 12
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur kafein (a), riboflavin (b), dan piridoksin (c) ........................................2 2 Spektrum turunan pita serapan Gaussian ...........................................................3 3 Spektrum serapan standar kafein , vitamin B2 dan B6 12,5 µgml-1 (a), dan Spektrum serapan standar kafein 12,5 µg ml-1 , vitamin B2 dan B6 1,25 µg ml-1 serta spektrum serapan sampel (b) ..........................................................................6 4 Tumpang tindih spektrum orde 0 (a), turunan pertama (b), turunan kedua (c),
dan turunan ketiga (d) standar kafein, vitamin B2 dan B6 dengan kecepatan penyapuan lambat, sedang, dan cepat ..................................................................7 5 Spektrum kafein, vitamin B2 , dan B6 turunan ketiga ? ? 8 (a), turunan ketiga ? ? 16 (b), dan turunan keempat ? ? 16 (c) ...............................................................8 6 Spektrum turunan ketiga ? ? 8 (a), ? ? 16 (b), dan turunan keempat
? ? 16 (c), deret standar kafein 2,5-15 µg ml-1 , serta standar vitamin B2 dan B6 1-6 µg ml-1 .....................................................................................................8
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir penelitian ....................................................................................... 16 2 Spektrum deret standar kafein, vitamin B2 dan B6 pada berbagai orde turunan dan ? ? ............................................................................................................... 17 3 Pengukuran linearitas, limit deteksi dan limit kuantitasi.................................. 19 4 Hasil pengukuran kadar kafein, B2 dan B6 dengan metode SDUV ................. 22 5 Hasil uji akurasi ................................................................................................ 23
6 Kromatogram hasil KCKT PT Bintang Toedjoe .............................................. 24 7 Hasil pengukuran kadar kafein, vitamin B2 dan B6 dengan metode KCKT..... 26 8 Hasil uji-F dan uji-t ............................................................................................. 27 9 Komposisi sampel minuman berenergi ................................................................. 30
PENDAHULUAN Kafein, vitamin B2 dan B6 merupakan senyawa organik yang banyak terdapat pada berbagai macam formulasi obat, makanan, dan minuman. Salah satu contohnya adalah minuman berenergi. Kafein memiliki efek farmakologis yang sangat bermanfaat secara klinis, dan umumnya digunakan dalam sediaan farmasi untuk menstimulasi susunan syaraf pusat dan otot jantung, serta relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus. Kafein digunakan untuk mengobati migren, sakit kepala, dan sebagai stimulan pembentukan energi dalam minuman berenergi (Nurachman 2004). Vitamin B2 dan B6 pada dasarnya memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda, kedua senyawa ini berperan penting dalam metabolisme pembentukan energi yang diperlukan sel-sel otak, sehingga kedua vitamin ini ditambahkan dalam minuman berenergi untuk menambah khasiatnya. Pemberian kafein secara berlebihan dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hiperestesia, mual, dan kejang. Pemberian vitamin B2 yang berlebihan sejauh ini tidak menimbulkan efek yang berbahaya, tapi konsumsi vitamin B6 yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan syaraf pada tangan dan kaki (Office of Dietary Supplements 2006), karena itulah kadar kafein, vitamin B2 dan B6 dalam minuman berenergi perlu ditentukan agar tidak menimbulkan efek yang merugikan. Banyak metode telah dikembangkan untuk penentuan kadar kafein, yaitu metode titrimetri (British Pharmacopeia 1993), spektrofotometri (AOAC 1999), dan kromatografi cair kinerja tinggi (USP 1996), sedangkan metode yang dikembangkan untuk penentuan kadar vitamin B2 dan B6 diantaranya adalah metode fluorometri, titrimetri, dan spektrofotometri (Deuttsch 1984, diacu dalam Siong & Swan-Choo 1996), serta kromatografi cair kinerja tinggi (Siong & Swan-Choo 1996, Moreno & Salvado 2000, Heudi et al. 2005). Metode titrimetri dan fluorometri memerlukan sampel dan pereaksi kimia dalam jumlah banyak, waktu analisis yang lama, dan perlu adanya preparasi sampel terlebih dahulu. Metode kromatografi memerlukan peralatan yang mahal dan keahlian khusus untuk penggunaannya. Metode spektrofotometri konvensional adalah metode yang mudah dan cepat untuk analisis berbagai senyawa, tetapi
metode ini tidak bisa digunakan untuk sampel dengan matriks yang kompleks. Spektrofotometri derivatif ultraviolet (SDUV) dengan teknik zero-crossing merupakan pengembangan dari teknik spektrofotometri konvensional. Teknik ini memiliki kelebihan seperti dapat memilih puncak yang tajam di antara spektrum yang lebar, meningkatkan resolusi dari spektrum yang tumpang tindih, serta dapat menghilangkan gangguan background pada spektrum (Popovic et al. 2000; O’Haver 1979). Selain itu, teknik ini juga memberikan beberapa keuntungan seperti menghemat waktu dan biaya, karena penentuan zat dalam contoh dapat dilakukan secara sederhana, cepat, dan dapat digunakan untuk analisis simultan multikomponen. Alpdogan et al. (2002) telah menggunakan SDUV untuk menentukan kadar kafein dalam minuman cola, teh, dan kopi. Saprudin et al. (2006) menggunakan metode serupa dalam contoh minuman berenergi. SDUV menggunakan teknik zero -crossing juga telah digunakan dalam penentuan simultan vitamin B1 , B6 , dan B12 dalam tablet (Ozgur & Koyuncu 2002a), serta quinoline yellow dan sunset yellow (Ozgur & Koyuncu 2002b). Banyaknya keuntungan dari metode SDUV serta telah dikembangkannya metode ini untuk analisis simultan berbagai senyawa, melandasi pengembangan metode yang sama untuk analisis simultan kafein, vitamin B2 dan B6 dalam minuman berenergi. Penelitian ini bertujuan menentukan kadar kafein, vitamin B2 dan B6 secara simultan menggunakan SDUV dengan teknik zero-crossing, serta melakukan evaluasi parameter analitik dari SDUV untuk melihat keakuratan dan ketelitiannya.
TINJAUAN PUSTAKA Kafein Kafein atau 1,3,7-trimetilxantin (Gambar 1a) merupakan senyawa golongan alkaloid purin (Hesse 2002) dengan rumus molekul C8 H10 N4 O2 . Kafein hasil isolasi maupun sintesis dapat berbentuk anhidrat atau hidrat yang mengandung satu molekul air. Senyawa ini mempunyai sifat fisik berupa serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya menggumpal, tidak berbau, dan berasa pahit seperti alkaloid pada umumnya. Kafein sukar larut dalam eter, agak sukar larut dalam air dan etanol, serta mudah larut dalam kloroform (Depkes RI 1995).
Kafein dapat diisolasi dari kopi, teh, dan biji coklat, serta banyak digunakan pada berbagai macam minuman komersial maupun formulasi obat. Kafein mempunyai aktivitas stimulan pada sis tem syaraf pusat, menyebabkan iritasi pada saluran gastrointestinal, mereduksi koordinasi syaraf motorik, mengubah pola tidur, menyebabkan gelisah, dan menimbulkan rasa pusing . Vitamin B 2 (Riboflavin) Riboflavin atau biasa dikenal dengan vitamin B2 (Ga mbar 1b) adalah vitamin yang larut dalam air dan memiliki warna kuning atau jingga-kekuningan sehingga sering digunakan sebagai bahan pewarna makanan (Andarwulan & Koswara 1992). Riboflavin berperan dalam produksi energi karena senyawa ini berperan dalam metabolisme lemak, karbohidrat dan protein (Lehninger 1982). Vitamin B2 juga diperlukan untuk pembentukan dan respirasi sel darah merah, pembentukan antibodi, dan pertumbuhan badan. Senyawa ini penting untuk kesehatan kulit dan kuku, pertumbuhan rambut, pengobatan berbagai penyakit mata, serta pengaturan aktivitas kelenjar tiroid. Sumber alami dari vitamin B2 adalah susu, keju, sayuran hijau, hati, ragi, almond, dan kacang-kacangan. Vitamin B 6 (Piridoksin) Vitamin B6 adalah senyawa yang larut dalam air. Vitamin ini disebut juga piridoksin karena strukturnya yang homolog dengan piridin (Gambar 1c). Sumber vitamin B6 secara alami terdapat pada hewan dan juga tumbuhan, di antaranya hati, daging ayam, ikan, kacang hijau, ragi, dan pisang. Vitamin B6 memiliki tiga bentuk utama, yaitu piridoksin, piridoksal, dan piridoksamin. Dalam hati, vitamin ini dikonversi menjadi piridoksal 5-fosfat (PLP) yang merupakan kofaktor dalam berbagai reaksi metabolisme asam amino. PLP juga berperan dalam reaksi enzimatik untuk melepaskan glukosa dari glikogen (Lehninger 1982).
(a) (b) (c) Gambar 1 Struktur kafein (a), riboflavin (b), dan piridoksin (c).
Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet (SDUV) Derivatisasi spektrum telah diperkenalkan 40 tahun yang lalu dan telah digunakan untuk tujuan analisis kualitatif maupun kuantitatif walaupun belum banyak mendapat perhatian para analis akibat pembuatan spektrum derivatif yang masih manual (Skujins 1986). Konsep yang sederhana, relatif cepat, mudah direalisasikan, meningkatkan selektivitas, dan sensitivitas pada analisis komponen minor merupakan alasan utama mengapa teknik spektrofotometri derivatif mulai dikembangkan sebagai alternatif teknik analisis kuantitatif. Selain itu juga seiring dengan perkembangan cepat dari teknologi elektronika dan komputer maka secara paralel juga meningkatkan minat penggunaan spektrofotometri derivatif sebagai teknik analisis kuantitatif. Peningkatan ini terjadi karena derivatisasi spektrum dapat dilakukan secara komputerisasi (Popovic et al. 2000) Perkembangan teknik ini juga disebabkan karena teknik ini mempunyai beberapa keuntungan seperti peningkatan resolusi dari puncak-puncak yang tumpang tindih atau lebar pada suatu spektrum, dapat menghilangkan atau mereduksi serapan matriks dari contoh, dapat menghasilkan daerah sidik jari yang lebih baik dibandingkan dengan spektrum absorpsi yang umum, dan dapat menghilangkan baseline shift dan tilt (O’Haver 1979; Skujins 1986; Popovic et al. 2000). Dengan asumsi bahwa hukum BeerLambert dapat ditaati pada spektrum orde nol (spektrum orisinal), maka suatu hubungan yang linier akan terjadi antara amplitudo dan konsentrasi untuk setiap spektrum derivatif dengan berbagai orde (Owen 1996). Hukum Beer-Lambert pada spektrum derivatif dapat dituliskan sebagai berikut: Orde 1
Orde n
dA dε = bc dλ : dλ d n A d nε = n bc n dλ : dλ
dengan ? = panjang gelombang (nm), A = absorban, e = absorbtivitas molar (L mol-1 cm-1 ), c = konsentrasi (mo l L-1 ) dan b merupakan lebar celah (cm) (Fell et al. 1981). Berdasarkan persamaan tersebut konsentrasi analat berbanding lurus dengan amplitudo puncak turunan ke-n pada panjang gelombang tertentu.
Proses derivatisasi data spektrum dilakukan dengan cara menurunkan persamaan matematis dari kurva. Hal ini merupakan penurunan gradien kurva serapan seperti terlihat pada Gambar 2. Penentuan nilai gradien tunggal dA/d? diplot versus panjang gelombang (?) akan menghasilkan plot turunan 1. Plot turunan ke-1 ini dapat menjadi subjek kemiringan yang sama untuk menghasilkan nilai d2 A/d? 2 saat diplot versus ? yang memberikan nilai turunan ke-2. Hal ini berlangsung lebih lanjut pada turunan yang berikutnya hingga ke-n, sehingga menghasilkan dn A/d? n versus ?. Spektrum turunan pita serapan Gausian dapat dilihat pada Gambar 2 (Owen 1996). Spektrum turunan yang dihasilkan oleh spektrofotometer dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain fungsi celah monokromator, keseluruhan tingkat derau (noise level), derau karena adanya konversi analog ke digital, tipe penghalusan yang digunakan, jumlah dan frekuensi data yang dikumpulkan, jumlah data yang diambil untuk penghalusan, dan metode derivatisasi yang digunakan (Skujins 1986). Derau adalah gangguan yang disebabkan oleh sifat instrumen elektronik dan hasil distribusi statistik foton yang diemisikan oleh sumber cahaya (Owen 1996). Spektrum derivatif dari alat yang berbeda memiliki beberapa perbedaan dalam beberapa hal, yaitu amplitudo dan lebar puncak yang dihasilkan, perbandingan amplitudo dan lebar puncak, rasio sinyal dengan derau (S/N), serta perbedaan panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum (Skujins 1986).
Teknik Zero-Crossing Berdasarkan hukum Beer-Lambert, spektrum derivatif dari campuran pada panjang gelombang tertentu merupakan penjumlahan dari spektrum derivatif masingmasing komponen, sesuai dengan persamaan Dn mix = Dn 1 + Dn 2 +· · ·+Dn x Dimana Dn mix adalah nilai serapan dari spektrum derivat orde ke-n dari campuran pada panjang gelombang tertentu, dan Dn 1, Dn 2.... Dn x adalah nilai serapan dari spektrum derivat ke-n dari komponen 1, 2 sampai komponen ke-x dari campuran tersebut. Persamaan ini memungkinkan dilakukannya analisis beberapa komponen dari campuran secara simultan. Teknik yang cukup sering digunakan untuk analisis simultan beberapa komponen dari campuran pada metode SDUV adalah teknik zero-crossing. Teknik ini dilakukan dengan cara mengukur tinggi puncak spektrum derivat orde ke-n dari suatu analat pada panjang gelombang tertentu saat spektrum dari komponen lain mendekati atau bahkan bernilai nol. Pengukuran dari tinggi puncak ini akan proporsional hanya untuk komponen tertentu yang ingin dianalisis, dan bebas dari gangguan spektrum komponen lain yang terdapat dalam campuran tersebut. Beberapa contoh penggunaan teknik ini untuk analisis simultan multikomponen, yaitu analisis simultan vitamin B1 , B6 , dan B12 (Ozgur & Koyuncu 2002a), quinoline yellow dan sunset yellow (Ozgur & Koyuncu 2002b), parasetamol, propifenazon, dan kafein (Dinc et al. 2001), serta Zn dan Cd (Agnihotri et al. 2004). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) KCKT merupakan teknik pemisahan untuk analisis yang paling banyak pemakaiannya. Alasan kepopulerannya adalah metodenya sensitif, dapat digunakan untuk pengukuran kuantitatif yang akurat, serta cocok untuk pemisahan spesi nonvolatil dan bahan utama industri (Skoog et al. 1998). Pemisahan pada KCKT didasarkan pada teknik kromatografi partisi. Komponen-komponen campuran pada teknik ini akan terpartisi pada fasa diam dan fasa gerak akibat adanya perpindahan diantara kedua fase tersebut (Khopkar 1990). Analisis kualitatif KCKT menggunakan parameter waktu retensi dan kuantitatif menggunakan parameter luas puncak (Hargiss 1988).
Gambar 2
Spektrum turunan pita serapan Gaussian.
Evaluasi Parameter Analitik Pengembangan metode analisis dilakukan untuk menunjukkan bahwa metode tersebut merupakan metode yang cocok untuk tujuan yang diinginkan. Terdapat dua bentuk pengembangan metode, pertama memulai ide yang baru, keahlian, dan pengalaman untuk menghasilkan metode yang cocok dan kedua adalah mengadopsi metode yang telah ada dan dibuat perubahan kecil sehingga cocok untuk penerapan yang baru. Setelah dilakukan pengembangan metode, maka metode tersebut perlu dievaluasi parameter analitiknya. Parameter-parameter yang perlu dievaluasi diantaranya, yaitu linearitas, presisi (keterulangan, keterulangan menengah, dan reprodusibilitas/ketertiruan), limit deteksi, limit kuantitasi, dan akurasi (ICH 1995). Linearitas Linearitas merupakan kemampuan metode analisis untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analat dalam contoh. Linearitas dicapai apabila nilai r2 lebih besar dari 0,9995 (AOAC 1993). Presisi Presisi suatu prosedur analisis merupakan ukuran kedekatan nilai dari sederet pengukuran yang diperoleh dari sejumlah contoh yang diukur pada kondisi yang sama. Presisi dapat dibagi menjadi dua, yaitu keterulangan (repeatability) dan ketertiruan (reproducibility). Keterulangan merupakan presisi yang dihitung dari hasil penetapan ulangan dengan menggunakan metode, operator, peralatan , laboratorium, dan waktu yang sama. Ketertiruan adalah ketelitian yang dihitung dari hasil penetapan ulangan dengan menggunakan metode yang sama, namun dengan operator, peralatan, laboratorium, dan waktu yang berbeda. Persen simpangan baku relatif (% SBR) ditentukan untuk melihat hasil uji presisi. 100.SB SBR (%) = x dengan SB ialah simpangan baku, x ialah kadar zat aktif rata-rata, dan SBR ialah simpangan baku relatif. Kriteria %SBR berdasarkan standar AOAC (1993) adalah sangat teliti (%SBR < 1), teliti (%SBR = 1-2), sedang: (%SBR = 2-5), dan tidak teliti (%SBR > 5).
Limit deteksi dan limit kuantitasi Limit deteksi (LD) adalah konsentrasi analat terkecil yang menghasilkan respon yang dapat terdeteksi diatas tingkatan derau dari sistem. Limit kuantisasi (LK) adalah konsentrasi analat terendah yang dapat diukur secara tepat dan akurat. Menurut ICH (1995) LD dan LK dapat ditentukan dengan simpangan baku intersep, dengan rumus:
SB x3.3 S
SB x10 S dengan SB merupakan simpangan baku intersep kurva kalibrasi dan S merupakan kemiringan kurva kalibrasi.
LD=
LK=
Akurasi Akurasi metode analisis menunjukkan kedekatan nilai yang telah didapat dibandingkan dengan nilai yang sebenarnya. Akurasi dilaporkan sebagai persen perolehan kembali (recovery) dengan penambahan sejumlah analat ke contoh yang diketahui konsentrasinya dan dibandingkan nilai yang terukur dengan nilai yang sebenarnya. Persen perolehan kembali, dapat ditentukan dengan rumus : (CT-CS) Perolehan kembali (%) = ×100% CD dengan CT merupakan jumlah senyawa yang diperoleh dari penetapan kadar dengan metode yang digunakan, CS merupakan jumlah senyawa dalam contoh, dan CD merupakan jumlah standar yang ditambahkan. Nilai persen perolehan kembali yang diharapkan adalah 80-110% (AOAC 1993).
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 1700 PC dengan piranti lunak UV-Probe versi 2.21 dan kuvet kuarsa dengan tebal 1 cm, mikropipet serta peralatan gelas. Bahan-bahan yang digunakan adalah standar kafein, riboflavin (vitamin B2 ), piridoksin hidroklorida (vitamin B6 ), air deionisasi, dan sampel minuman berenergi Extra Joss® dari PT Bintang Toedjoe yang mengandung 50 mg kafein, 5.2 mg B2 , dan 5 mg B6 dalam setiap kemasan (4 gram).
Metode Penelitian Penentuan Kondisi Optimum Pengukuran SDUV Larutan standar kafein, vitamin B2 dan B6 disiapkan dengan melarutkan standar dengan air deionisasi sehingga didapat konsentrasi kafein, vitamin B2 dan B6 masing-masing 12.5 µg ml-1 , 1.3 µg ml-1 , dan 1.25 µg ml-1 . Sampel minuman berenergi ditimbang sebanyak 4 gram, kemudian dilarutkan dengan air deionisasi di labu taka r 50 ml. Sebanyak 0.625 ml larutan sampel kemudian diencerkan ke dalam labu takar 50 ml. Standar dan sampel dibuat spektrum serapannya pada daerah sinar ultraviolet (200400 nm) dengan kecepatan penyapuan lambat, sedang, dan cepat. Spektrum serapan standar dan sampel dibuat spektrum turunannya pada orde 1, 2, 3, dan 4 dengan variasi ? ? 2, 4, 8, dan 16 sehingga akan dihasilkan spektrum turunan terpilih. Spektrum turunan standar dan sampel selanjutnya ditumpang tindih, dan dengan teknik zero-crossing ditentukan panjang gelombang yang akan digunakan untuk kuantifikasi kafein dan vitamin B. Panjang gelombang yang dipilih untuk pengukuran adalah panjang gelombang yang memberikan nilai amplitudo mendekati atau bahkan nol bagi komponen lain selain komponen yang akan dianalisis. Pembuatan Kurva Standar Parameter yang menghasilkan spektrum turunan terpilih digunakan untuk pembuatan spektrum turunan standar masing-masing senyawa. Kurva standar kafein dibuat dengan membuat larutan standar dengan konsentrasi 2.5-15 µg ml-1 , sedangkan kurva standar vitamin B2 dan B6 diperoleh dengan membuat deret larutan standar 1-6 µg ml-1 . Setiap larutan standar tersebut dibuat spektrum turunannya berdasarkan parameter yang telah ditentukan sebelumnya. Kurva standar masing-masing senyawa diperoleh dari hubungan antara konsentrasi standar dengan amplitudo turunan pada tiap panjang gelombang terpilih. Penentuan Kadar Kafein dan B 2 , dan B 6 dalam Sampel Minuman Berenergi dengan Metode SDUV Larutan sampel minuman berenergi dibuat spektrum serapannya pada panjang gelombang 200-400 nm. Selanjutnya dibuat spektrum turunannya sesuai parameter yang telah
ditentukan. Nilai amplitudo turunan dari contoh diukur pada panjang gelombang yang ditentukan. Kadar kafein dan vitamin B dalam sampel ditentukan dengan memasukkan nilai amplitudo turunan sampel ke dalam persamaan garis kurva standar. Kadar yang didapatkan selanjutnya dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) secara statistika (uji F dan uji t). Penentuan Kadar Kafein dan B2, dan B6 dalam sampel Minuman Berenergi dengan metode KCKT Analisis kafein, vitamin B2 dan B6 dilakukan dengan metode KCKT PT Bintang Toedjoe (metode tidak dapat dipublikasikan). Bagan alir penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Evaluasi Parameter Analitik Metode SDUV Linearitas Kurva kalibrasi dibuat dengan deret standar kafein 2.5-15 µg ml-1 , serta deret standar vitamin B2 dan B6 1-6 µg ml-1 dan masing-masing tingkat konsentrasi dibuat 3 kali ulangan. Linearitas ditentukan melalui metode regresi kuadrat terkecil. Presisi Presisi diukur dengan menyiapkan sampel minuman berenergi sebanyak enam kali pada hari yang sama, kemudian dibuat spektrum turunan dengan parameter yang telah ditentukan. Analis is kimia mempunyai presisi tinggi bila nilai-nilai dari hasil penetapan ulang yang diperoleh perbedaannya kecil satu sama lain. Akurasi Sebanyak 4 gram sampel dilarutkan dalam 50 ml air deionisasi hingga didapat larutan stok sampel dengan konsentrasi setara 1000 ppm kafein, 104 ppm B2 , dan 100 ppm B6 . Disiapkan pula larutan stok standar kafein, B2 dan B6 dengan konsentrasi 100 µg ml-1 . Sebanyak 0.625 ml sampel dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml yang berisi 1 ml, 1.5 ml dan 2 ml standar vitamin B2 sehingga didapat konsentrasi B2 sebesar 3.3, 4.3, dan 5.3 µg ml-1 . Untuk uji akurasi vitamin B6 , sebanyak 0.625 ml sampel dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml yang berisi 1 ml, 1.5 ml dan 2 ml standar B6 sehingga didapat
konsentrasi B6 sebesar 3.25, 4.25, dan 5.25 µg ml-1 . Untuk uji akurasi kafein, sebanyak 0.1 ml sampel dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml yang berisi 2.5 , 3.75, dan 5 ml standar kafein sehingga didapat konsentrasi kafein sebesar 7.5, 10, dan 12.5 µg ml-1 .
Kafein B2 B6
Limit deteksi dan Limit Kuantitasi Limit deteksi dan limit kuantitasi ditentukan menggunakan simpangan baku intersep dan kemiringan kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi dibuat tiga kali ulangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kondisi Optimum Spektrum serapan standar kafein, vitamin B2 dan B6 pada konsentrasi yang sama ditunjukkan pada Gambar 3a. Seperti terlihat pada gambar, spektrum absorpsi kafein, vitamin B2 dan B6 pada daerah 200-400 nm bertumpang tindih, menandakan serapan senyawa yang satu dapat mengganggu serapan senyawa yang lain. Dilihat dari bentuk spektrum absorpsi pada orde ke-0 (spektrum normal) yang dihasilkan, vitamin B2 dapat dianalisis tanpa adanya gangguan serapan kafein dan B6 pada panjang gelombang 325400 nm, dan vitamin B6 dapat dianalisis tanpa adanya gangguan kafein dan B2 pada panjang gelombang 316 nm. Spektrum serapan sampel (Gambar 3b) menunjukkan adanya perbedaan serapan untuk standar ketiga komponen yang akan dianalis walaupun diukur pada konsentrasi yang sama. Hal ini disebabkan adanya senyawa lain (matriks) dalam sampel yang dapat mempengaruhi pengukuran komponen yang akan dianalisis. Matriks tersebut menyebabkan sampel memiliki serapan yang lebih tinggi daripada standar dengan konsentrasi sama. Adanya tumpang tindih serapan kafein, B2 dan B6 , serta adanya pengaruh matriks sampel tersebut menyebabkan ketiga komponen tersebut tidak dapat ditentukan konsentrasinya secara simultan dengan metode spektrofotometri konvensional. SDUV dengan teknik zero-crossing dapat mengatasi masalah tumpang tindih suatu senyawa dalam campuran, hal ini memungkinkan dilakukannya analisis simultan kafein, vitamin B2 dan B6 . Selain itu, metode SDUV juga dapat mereduksi efek matriks dalam sampel, sehingga matriks sampel tidak akan mengganggu pengukuran senyawa aktif.
(a) Kafein B2 B6 Sampel
(b) Gambar 3 Spektrum serapan standar kafein, vitamin B2 dan B6 12,5 µgml-1 (a), spektrum serapan standar kafein 12,5 µgml-1 , vitamin B2 d a n B6 1,25 µg ml-1 serta spektrum serapan sampel (b). Parameter instrumental utama yang mempengaruhi bentuk spektrum derivatif adalah kecepatan penyapuan (scan speed), ? ?, dan orde penghalusan (smoothing) (Ozgur & Koyuncu 2002b). Parameter-parameter tersebut perlu dioptimasi untuk memberikan puncak dengan selektivitas dan sensitivitas yang baik. Kecepatan penyapuan sangat mempengaruhi resolusi spektrum yang dihasilkan. Semakin tinggi kecepatan penyapuan, maka resolusi spektrum yang dihasilkan menjadi kurang baik. Kecepatan penyapuan yang digunakan adalah lambat, sedang, dan cepat. Pengaruh kecepatan penyapuan terhadap spektrum serapan standar dapat dilihat pada Gambar 4, dan dapat dilihat bahwa kecepatan penyapuan tidak memberi pengaruh berarti terhadap spektrum yang dihasilkan. Tumpang tindih spektrum standar dengan berbagai kecepatan penyapuan terlihat berhimpit baik pada spektrum orde 0, turunan pertama, kedua, dan ketiga. Kecepatan penyapuan sedang dipilih sebagai kecepatan penyapuan optimum karena memberikan resolusi spektrum yang baik dengan waktu yang tidak terlalu lama.
Kafein B2 B6
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 4 Tumpang tindih spektrum orde 0 (a), turunan pertama (b),turunan kedua (c), dan turunan ketiga (d) standar kafein, vitamin B2 dan B6 dengan kecepatan penyapuan lambat, sedang, dan cepat.
Umumnya, tingkat derau (noise level) akan berkurang seiring dengan makin besarnya nilai ? ? yang mengurangi fluktuasi pada spektrum derivatif akan tetapi nilai ? ? yang terlalu besar akan menyebabkan resolusi spektrum semakin lemah. Nilai ? ? optimum ditentukan dengan memperhatikan tingkat derau dan resolusi spektrum. Penghalusan (smoothing) dilakukan untuk mengurangi tingkat derau dan meningkatkan nisbah sinyal/derau (S/N), tapi pada penelitian ini didapatkan nisbah S/N yang memuaskan sehingga tidak perlu dilakukan proses penghalusan terhadap spektrum turunan yang dihasilkan. Spektrum turunan standar kafein, vitamin B2 dan B6 orde pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan berbagai nilai ? ? dapat dilihat pada lampiran 2. Digunakan nilai scalling factor atau faktor skala 1000 pada setiap spektrum turunan untuk menghindari adanya distorsi spektrum pada orde turunan yang tinggi akibat nilai S/N yang kecil. Owen (1996) dan Popovic et al. (1999) menyatakan bahwa semakin tinggi orde turunan, nilai S/N akan semakin kecil. Analisis simultan kafein, vitamin B2 , dan B6 dilakukan dengan teknik zero-crossing. Pengukuran senyawa dilakukan saat spektrum dari senyawa lain bernilai atau mendekati nilai 0. Setiap orde turunan memiliki daerah zerocrossing yang dapat digunakan untuk kuantifikasi kafein, vitamin B2 dan B6 seperti diperlihatkan pada lampiran 2. Kafein bisa diukur konsentrasinya pada daerah zerocrossing vitamin B2 dan B6 , vitamin B2 bisa diukur pada daerah zero-crossing kafein dan vitamin B6 , dan vitamin B6 bisa diukur pada daerah zero-crossing kafein dan vitamin B2 . Pada daerah zero-crossing tersebut diasumsikan tidak ada gangguan dari senyawa lain karena nilai spektrum yang terukur dari campuran hanya serapan dari senyawa yang dikuantifikasi (Karpinska 2004). Daerah zero-crossing yang dapat digunakan sebagai daerah kerja pada analisis kafein, vitamin B2 dan B6 ditunjukkan pada Tabel 1. Orde turunan yang bisa digunakan untuk analisis simultan ketiga senyawa adalah orde turunan 3 dengan nilai ? ? 8 dan 16, serta orde turunan 4 dengan nilai ? ? 16 (Gambar 5). Amplitudo dari puncak ke garis dasar (Dz ) pada kondisi tersebut kemudian digunakan dalam pengukuran standar dan sampel untuk mengevaluasi parameter analitik metode yang digunakan.
Gambar 6 menunjukkan tumpang tindih spektrum turunan ketiga ? ? 8 dan ?? 16, serta orde turunan keempat ? ? 16 dari deret standar kafein 2,5-15 µg ml-1 , dan standar vitamin B2 dan B6 1-6 µg ml-1 . Gambar tersebut memperlihatkan bahwa daerah zero-crossing kafein, vitamin B2 dan B6 tidak berubah dengan adanya pengaruh konsentrasi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh O’Haver (1979). Berdasarkan pengukuran deret standar tersebut kemudian dibuat hubungan antara konsentrasi dengan amplitudo spektrum turunan standar pada panjang gelombang terpilih. Persamaan kurva standar (Tabel 2) selanjutnya digunakan untuk analisis kadar senyawa-senyawa tersebut dalam minuman berenegi.
Kafein B2 B6
(a)
Kafein B2 B6
(b)
(a)
(c) Gambar 5 Spetra kafein, vitamin B2 dan B6 turunan ketiga ? ? 8 (a), turunan ketiga ? ? 16 (b), dan turunan keempat ? ? 16 (c) (b) Tabel 1 Kondisi optimum kuantifikasi kafein, vitamin B2 dan B6 Parameter
Kecepatan Penyapuan Faktor Skala 1 D ?? = 2 1 D ?? = 4 1 D ?? = 8 1 D ? ? = 16 2 D ?? = 2 2 D ?? = 4 2 D ?? = 8 3 D ?? = 8 3 D ? ?=16 4 D ? ? =8 4 D ? ? =16
Panjang gelombang untuk kuantifikasi (nm) Kafein B2 B6 Sedang (medium) 290,2 290,2 290,2 290,2 267.2 290.4 245,2 245.2
1000 245 245 223,8 264.2
316 316 316 316 307,4 308,2 309,8 316 314.8 316
(c) Gambar 6 Spektrum turunan ketiga ? ? 8 (a), turunan ketiga ? ? 16 (b) dan turunan keempat ? ? 16 (c) dari deret standar kafein 2,5-15 µg ml-1 , serta standar vitamin B2 dan B6 1-6 µg ml-1 .
Tabel 2 Persamaan linear kurva standar kafein, vitamin B2 dan B6 Kondisi D ? ?=8
3
3
D ? ?=16
4
D ? ?=16
Parameter Kisaran Konsentrasi (µg ml-1) Persamaan Linear Koefisien korelasi Kisaran Konsentrasi (µg ml-1) Persamaan Linear Koefisien korelasi Kisaran Konsentrasi (µg ml-1) Persamaan Linear Koefisien korelasi
Kafein 2.5-15
B2 1-6
B6 1-6
Y=-1.2713.10-3 -0,0237x 0.9931 2.5-15
Y=-1.5713.10-3 -0,0342x 0,9952 1-6
Y=8,333.10-5 -0,0227x 0,9972 1-6
Y=-8,1199.10-4 +0,0235x 0.9958 2.5-15
Y=-5,1427.10-3 -0,0263x 0,9996 1-6
Y=6,867.10-5 -0,0217x 0,9995 1-6
Y=5,8887.10-34,480.10-3x 0,9957
Y=-8,1333.10-5 +0,0124x 0,9999
Y=-2,5933.10-4 +2,216.10-3x 0,9943
Evaluasi Parameter Analitik Evaluasi parameter analitik perlu dilakukan untuk melihat ketelitian dan keakuratan metode yang digunakan. Parameter yang dievaluasi meliputi linearitas, presisi, akurasi, limit deteksi, dan limit kuantitasi. Linearitas ditentukan dengan mengukur deret standar kafein 2,5-15 µg ml-1 , serta standar vitamin B2 dan B6 1-6 µg ml-1 (Gambar 6), sehingga didapatkan kurva standar yang merupakan hubungan antara amplitudo dengan konsentrasi standar. Metode dikatakan bernilai baik jika menghasilkan koefisien korelasi yang tinggi. Koefisien korelasi yang didapatkan dari kurva standar kafein, vitamin B2 dan B6 berkisar antara 0,9931-0,9999. Hal ini menunjukkan metode SDUV secara umum belum memenuhi standar linearitas yang ditetapkan oleh AOAC karena nilai koefisien korelasi yang didapatkan pada umumnya kurang dari 0.9995. Simpangan baku intersep dan simpangan baku kemiringan ditentukan berdasarkan hasil tiga kali ulangan kurva standar (Lampiran 3). Simpangan baku intersep menunjukkan validitas metode, sedangkan simpangan baku kemiringan menunjukkan sensitivitas regresi dari metode yang digunakan. Berdasarkan kurva standar juga dapat diketahui nilai limit deteksi (LD) dan limit kuantitasi (LK) dari metode SDUV, seperti ditunjukkan oleh Tabel 3. Nilai LD menunjukkan konsentrasi terendah dari analat dalam contoh yang memberikan sinyal yang dapat dibedakan dari derau, sedangkan nilai LK menunjukkan konsentrasi analat terendah yang dapat ditentukan dengan ketelitian dan
keakuratan yang baik. Perhitungan linearitas, LD, dan LK dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 3 juga menunjukkan hasil uji presisi yang dilakukan. Uji presisi yang dilakukan adalah uji keterulangan, dan suatu metode dikatakan memiliki nilai presisi yang baik atau ketelitian yang tinggi jika hasil analisis dari serangkaian ulangan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Nilai presisi ditentukan dengan melihat nilai persen simpangan baku relatif (% SBR) dari enam kali pengukuran. Kisaran nilai %SBR untuk kafein,B2, dan B6 masing-masing 1,03-2,38%, 2,25-4,43%, dan 1,33-7,33% (Lampiran 4). Berdasarkan nilai persen SBR dapat diketahui bahwa pengukuran kafein mempunyai ketelitian yang berkisar dari sedang sampai teliti, pengukuran B2 mempunyai ketelitian sedang, dan pengukuran B6 mempunyai ketelitian yang berkisar dari tidak teliti, sedang, sampai teliti. Ketidaktelitian pada analisis kadar vitamin B2 dan vitamin B6 mungkin disebabkan ketidakstabilan vitamin B2 dan B6 pada saat pengukuran. Vitamin B6 mudah terdekomposisi oleh basa dan cahaya dalam pH netral dan basa, sedangkan vitamin B2 sangat tidak stabil dalam bentuk larutannya (Andarwulan & Koswara. 1992). Andarwulan dan Koswara (1992) juga menyatakan bahwa penentuan spektrum serapan ultraviolet untuk riboflabvin (vitamin B2 ) hanya cocok untuk larutan riboflavin murni. Hal inipun masih mempunyai kelemahan karena vitamin B2 sangat peka terhadap cahaya. Selama pengukuran vitamin B2 dapat terdestruksi sebagian dan kerusakan senyawa ini sebelum pengukuran dimulai dapat memperbesar penyimpangan hasil pengukuran.
Tabel 3 Hasil uji linearitas, presisi, LD dan LK kafein, vitamin B2 dan B6 dari sampel minuman berenergi Kondisi 3
D ? ?=8
Parameter
Kafein
Kisaran Konsentrasi (µg ml-1 ) Persamaan Linear)*
2.5-15
s intersep
Y=-2.7333.10 -0,0336x 1,5519.10-4
Y=4,5999.10 -5 -0,0227x 8,6846.10-5
0.9931
0,9958
0,9972
1.04
4,43
7,33
-1
LD (µg ml )
0,1708
0.0152
0,0126
LK(µg ml-1 )
0,6146
0,0457
0,0379
Kisaran Konsentrasi (µg ml-1 ) Persamaan Linear)*
2.5-15
1-6
1-6
Y=-5,7267.10 -4 +0,0235x 1,1057.10-4
Y=-4,652.10-3 -0,0264x 2,0430.10-4
Y=-1,4667.10 -5 -0,0217x 2,0405.10-5
s intersep s kemiringan Koefisien korelasi %SBR
D ? ?=16
1-6 -3
5,7735.10-5
%SBR
4
1-6 -3
5,7735.10-5
Koefisien korelasi
D ? ?=16
B6
3,7859.10-4
s kemiringan
3
Y=-1,4567.10 -0,0237x 1.2265. 10 -3
B2
1,1574.10-4
0
0
0.9958
0,9996
0,9994
2,38
2,33
1,33
LD (µg ml-1 )
0,0155
0,0255
0,0031
LK (µg ml-1 )
0,04705
0,0766
0,0093
Kisaran Konsentrasi (µg ml-1 ) Persamaan Linear)*
2.5-15
1-6
1-6
Y=5,9327.10 -3 4,4847.10- 3x 7,9809.10-5
Y=-6,8667.10 -5 +0,0124x 4,9044.10-5
Y=-1,6333.10 -4 +2,1986.10 -3 x 6,5320.10-5
8,4760.10-6
5,7735.10-5
1,4189.10-5
0,9958
0,9999
0,9941
1,03
2,25
2,63
LD (µg ml-1 )
0.05873
0,0131
0,0980
LK (µg ml-1 )
0.1779
0,0391
0,2941
s intersep s kemiringan Koefisien korelasi %SBR
* rataan dari tiga kali ulangan
Uji akurasi dilakukan dengan menambahkan standar dengan konsentrasi berbeda dan diketahui konsentrasinya ke dalam sampel. Nilai akurasi dari metode ditunjukkan dengan persen perolehan kembali. Nilai persen perolehan kembali dari kafe in berkisar antara 83,21-102,33%, vitamin B2 87,88-132,61% dan vitamin B6 56,6-101,37% (Tabel 4). Nilai perolehan kembali menunjukkan adanya pengaruh matriks dalam contoh terhadap pengukuran standar. Nilai perolehan kembali yang kecil menandakan besarnya pengaruh matriks dalam contoh terhadap pengukuran. Perhitungan lengkap untuk uji akurasi dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 4 Contoh
Kafein
B2
B6
Data perolehan kembali pada uji akurasi Jumlah
% Perolehan Kembali 3
ditambahkan (µg ml-1 ) 5
D ? ?= 8 83,21
3 D ? ?=16 88,84
4 D ? ?=16 99,41
7,5
84,56
102,33
100,56
10
97,58
96,67
92,33
2
117,18
117,55
132,61
3
97,88
101,92
113,17
4
87,88
105,61
110,43
2
101,37
97,83
66,85
3
95,94
96,51
60,66
4
97,17
96,86
56,60
Perbandingan antara Metode SDUV dengan Metode KCKT Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) digunakan sebagai metode referensi untuk penentuan simultan kafein, vitamin B2 dan B6 . Metode yang digunakan adalah metode PT Bintang Toedjoe dan tidak dapat dipublikasikan. Analisis kuantitatif kafein, vitamin B2 dan B6 dilakukan bersama senyawa aktif lain yang terdapat dalam sampel minuman berenergi, yaitu vitamin B3 dan B1 dengan waktu analisis 6,5 menit. Waktu retensi dari standar vitamin B2, vitamin B3, kafein, vitamin B6 dan B1 berturut-turut adalah 1.828, 2.348, 3.650, 5.094, dan 6.087 menit (Lampiran 6). Berdasarkan metode KCKT, didapatkan kandungan kafein, vitamin B2 dan B6 masing-masing sebesar 50.1884, 5.0240, dan 4.8881 mg dalam satu kemasan sampel minuman berenergi dengan bobot bersih 4 gram (Lampiran 7). Metode KCKT dan SDUV yang digunakan untuk analisis simultan kafein, vitamin B2 dan B6 dibandingkan secara statistik dengan menggunakan uji-F dan uji-t seperti diperlihatkan pada Tabel 5 dan Lampiran 8. Ragam ulangan dari kedua metode dinyatakan tidak berbeda nyata jika nilai F hitung lebih kecil dari nilai F tabel, dan rataan dari kedua metode dinyatakan tidak berbeda nyata jika nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel. Nilai F hitung dan nilai t hitung kafein pada orde turunan 3 ? ? 8 dan 16, serta orde turunan 4 ? ? 16 lebih kecil dari nilai F tabel dan nilai t hitung pada selang kepercayaan 95%. Hal ini menandakan bahwa ragam dan nilai rataan kadar kafein yang didapatkan dari metode KCKT dan metode SDUV tidak berbeda nyata secara statistika. Nilai ragam kadar vitamin B2 dengan metode SDUV pada orde turunan 3 dan 4 ? ? 16 tidak berbeda nyata dengan ragam dari metode KCKT karena didapatkan nilai F hitung lebih kecil dari F tabel, sedangkan kadar vitamin B2 pada orde turunan 3 ? ? 8 memiliki ragam yang berbeda nyata dengan hasil pengukuran metode KCKT karena nilai F hitung yang didapatkan lebih besar dari nilai F tabel. Untuk rataan kadar vitamin B2 berdasarkan uji t pada semua kondisi pada metode SDUV menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan metode KCKT. Nilai rataan kadar vitamin B6 pada semua kondisi pengukuran menggunakan metode SDUV tidak berbeda
nyata secara statistik dengan metode KCKT, ragam yang didapatkan juga tidak berbeda nyata dengan ragam dari metode KCKT kecuali untuk ragam pengukuran kadar vitamin B6 pada orde turunan 3 ? ? 8. Rataan kadar vitamin B2 dalam minuman berenergi yang didapatkan pada semua kondisi pengukuran menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan rataan hasil pengukuran menggunakan metode KCKT. Hal ini dimungkinkan karena adanya pengaruh serapan senyawa lain yang terdapat pada minuman berenergi yang mengganggu serapan vitamin B2 sehingga nilai yang terukur memiliki serapan lebih tinggi dari yang seharusnya. Komposisi minuman berenergi dapat dilihat pada lampiran 9. Senyawa yang terdapat dalam minuman berenergi yang dapat menyerap sinar ultraviolet dan dapat mengganggu pengukuran kadar B2 antara lain adalah tiamin (vitamin B1 ), nikotinamida (vitamin B3 ), asam pantotenat (vitamin B5 ), dan sianokobalamin (vitamin B12 ). Vitamin B2 (riboflavin) memiliki panjang gelombang maksimum pada 445, 372, 269, dan 225 nm (Andarwulan & Koswara 1992). Menurut Siong dan SwanChoo (1996), panjang gelombang maksimum tiamin, nikotinamida, dan vitamin B12 dalam larutan 0.1 N asam klorida masing-masing adalah 246 nm, 260 nm, dan 360 nm, sedangkan panjang gelombang maksimum asam pantotenat menurut Ekinci dan Kadakal (2005) adalah 206 nm. Berdasarkan hasil uji-F dan uji-t yang dilakukan, serta memperhatikan hasil evaluasi parameter analitik yang telah dilakukan, kondisi terbaik untuk pengukuran simultan kadar kafein, vitamin B2 dan B6 menggunakan metode SDUV dengan teknik zero-crossing adalah pada orde turunan ketiga dengan nilai ? ? 8. Kondisi ini dianggap kondisi terbaik karena memberikan rataan kadar kafein dan vitamin B6 yang tidak berbeda nyata dengan rataan kadar kafein dan B6 yang didapat dari metode KCKT, walaupun rataan kadar vitamin B2 menunjukkan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan rataan yang didapat dari pengukuran dengan metode KCKT. Sela in itu, berdasarkan evaluasi parameter analitik yang dilakukan, pada kondisi ini didapatkan nilai akurasi yang cukup memuaskan.
Tabel 5 Hasil uji-F dan uji-t dari metode SDUV dan metode KCKT Senyawa
KCKT
SDUV 3
D ?? = 8
3
4
D ? ? = 16
D ? ? = 16
Kafein Rerata Kadara ±batas galat(mg) Simpangan baku %SBR
50,1884±0,7924
49,6421±0,5444
50,0216±1,2679
50,7927±0,5530
0,7550
0,5187
1,2080
0,5243
1,50
F hitung
1,04
2,42
1,03
2,1185
2,5605
2,0733
1,6103
1,4611
5,050b
F tabel t hitung
1,1150
2,2281 c
t tabel B2 Rerata Kadara ±batas galat(mg) Simpangan baku
5,0240±0,1138
6,9183±0,3205
8,6925±0,2128
8,2848±0,1958
0,1084
0,3054
0,2127
0,1865
%SBR
2,16
4,41
2,33
2,25
7,9899
3,4924
2,9588
t hitung
14,2671
39,1241
t tabel
2,4469 d
F hitung 5,050b
F tabel
37,0189 2,2281 c
B6 Rerata Kadara ±batas galat(mg) Simpangan baku
4,8881±0,0839
4,8963±0,3768
5,1682±0,0581
5,0108±0,1385
0,0799
0,3590
0,0554
0,1320
%SBR
1,63
7,33
1,07
2,63
20,1974
1,3944
2,7316
0,0552
4,4073
F hitung 5,050b
F tabel t hitung t tabel
2,5706
e
1,9482 2,2281
c
a
kadar dalam satu sachet minuman berenergi (bobot bersih=4 gram) dengan 6 kali ulangan b nilai F tabel pada selang kepercayaan 95%, db=6 c nilai t tabel dua arah pada selang kepercayaan 95%, db=10 d nilai t tabel dua arah pada selang kepercayaan 95%, db=6 e nilai t tabel dua arah pada selang kepercayaan 95%, db=5
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kondisi terbaik untuk pengukuran kadar kafein, vitamin B2 dan B6 dalam minuman berenergi adalah pada orde turunan ketiga dengan nilai ? ? 8 dengan panjang gelombang masing-masing adalah 267.2, 245, dan 316 nm. Kondisi tersebut dilakukan dengan kecepatan penyapuan medium dan faktor skala 1000. Kadar kafein, vitamin B2 dan
B6 berturut-turut sebesar 49.3836, 6.9183, dan 4.8881 mg dalam satu kemasan minuman berenergi. Uji-F menunjukkan bahwa ragam pengukuran kadar kafein dengan metode SDUV tidak berbeda nyata dengan metode KCKT, sedangkan ragam pengukuran kadar vitamin B2 dan B6 berbeda nyata. Uji-t
menunjukkan rataan kadar kafein dan vitamin B6 tidak berbeda nyata dengan metode KCKT, sedangkan rataan kadar vitamin B2 berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa metode SDUV dengan teknik zero-crossing dapat digunakan untuk analisis simultan kadar kafein dan B6 dalam minuman berenergi tanpa adanya pemisahan terlebih dahulu, tapi teknik ini tidak dapat digunakan untuk pengukuran simultan kadar kafein, vitamin B2 dan B6 . Saran Penggunaan pelarut lain selain air deionisasi yang dapat menstabilkan vitamin B2 dan B6 sangat disarankan. Selain itu perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja analitik dari metode SDUV ini, yang meliputi uji ketahanan (robustness), ketertiruan, presisi menengah, spesifisitas, dan uji kesesuaian sistem.
Disarankan juga penggunaan metode SDUV lain dengan teknik ratio-spectra dan partial least square (PLS) untuk analisis simultan kafein, B2 , dan B6 dalam minuman berenergi.
DAFTAR PUSTAKA Agnihotri KN, Ratnani S, Singh KV, Singh HB. 2004. Simultaneous derivative determination of zinc and cadmium with 2-(5-Bromo -pyridylazo)-5-diethylaminophenol in the presence of cetylpyridinumchloride. Anal Chem 20:955-959. Alpdogan G, Karabina K, Sungur S. 2002. Derivative spectrophotometric determination of caffeine in some beverages. Turk J Chem 26: 295-302. Andarwulan N, Koswara S. 1992. Kimia Vitamin. Jakarta: Rajawali Pers [AOAC]. Assosiation Official of Analytical Chemistry. 1993. Official Methods of Analysis of AOAC International. Maryland: AOAC International. [AOAC]. Assosiation Official of Analytical Chemistry. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International. Maryland: AOAC International. British Pharmacopeia. 1993. British Pharmacopeia. Jilid 1. London. British Pharmacopeia. [Depkes RI]. 1995. Farmakope Indonesia. Ed ke-4. Jakarta: Depkes RI Deutsch MJ. 1984. Vitamin and other nutrient. In: Official Methods of Analysis of AOAC. William: Editor. Assosiation Official of Analytical Chemistry. Washington DC: AOAC. Dinc E, Kokdil G, Onur F. 2001. Derivative ratio spectra–zero crossing spectrophotometry and LC method applied to the quantitative determination of paracetamol, propyphenazone and caffeine in ternary mixtures. J Pharm Biomed Anal 26: 769-778. Ekinci R, Kadakal C. 2005. Determination of seven water-soluble vitamins in tarhana, a traditional Turkish cereal food, by high performance liquid chromatography. Acta Chromatographica 15: 289-297. Fell AF, Jarvle DR, Stewart MJ. 1981. Analysis for paraquat by second- and fourth-derivative spektroscopy. Clin Chem 27:288-292.
Hargiss LG. 1988. Analytical Chemistry Principles and Techniques. New Jersey: Prentice-Hall. Heudi O, Kilinc T, Fontannaz P. 2005. Separation of water soluble vitamins by reversed phase high performance chromatography with ultra-violet detection: aplication to polyvitaminated premixes. J. Chromatogr A 1070:49-56. Hesse M. 2002. Alkaloids: Nature’s Curse or Blessing. Zurich: Verlag Helvetica Chimica Acta. [ICH] International Conference on Harmonisation. 1995. Validation of Analytical Procedures: Methodology Q2B [terhubung berkala]. http:///www.ich.org. [9 Januari 2007]. Karpinska J. 2004. Derivative spectrophotometry-recent applications and directions of development. Talanta 64:801-822. Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik . A. Saptorahardjo, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry. Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. Moreno P, Salvado V. 2000. Determination of eight water and fat soluble vitamins in multi-vitamin pharmaceutical formulations by high performance liquid chromatography. J. Chromatogr A 870:207-215. Nurachman Z. 2004. Minuman Berenergi. [terhubung berkala]. http:///www. kompas.co.id. [22 November 2006] Office of Dietary Supplements. Dietary Supplement Fact Sheet: Vitamin B6. [terhubung berkala]. http:///www.ods.od. nih.gov/factsheets/vitaminb6. [12 Oktober 2006] O’Haver TC. 1979. Potential clinical application of derivative and wavelength modulation spectrometry. Clin Chem 25(9): 1548-1553. Owen T. 1996. Fundamentals of UV-visible Spectroscopy. Waldbronn: HewlettPackard. Ozgur MU, Koyuncu I. 2002a. Determination of ternary mixtures of vitamins (B1 , B6 , B12 ) by zero-crossing derivative spectrophotometry. Turk J Chem 26: 385391.
Ozgur MU, Koyuncu I. 2002b. Simultaneous detrmination of quinoline yellow (E-104) and sunset yellow (E-110) in syrup and tablets by second derivative spectrophotometry. Turk J Chem 26: 501508. Popovic GV, Pfendt LD, Stefanovic VM. 2000. Analytical application of derivative spectrophotometry [ulasan]. J Serb Chem Soc 63(7): 457-472. Saprudin D, Heryanto R, Rafi M, Nersyanti F. 2006. Rapid method for the determination of caffeine in energy drink by ultraviolet derivative spectrophotometry. Di dalam: Proceeding The 2006 Seminar on Analytical Chemistry; Yogyakarta, 9 Maret 2006.Yogyakarta: Departemen Kimia FMIPA UGM. hlm 27-32. Siong TE, Swan-Choo K. 1996. Simultaneous determination of B-vitamins and ascorbic acid in multi-vitamin preparations by reversed-phase HPLC. Mal J Nutr 2: 176194. Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA. 1998. Principles of Instrumental Analysis. Ed ke-5. Philadelphia: Saunders College. Skujins S. 1986 Applications of UV-Visible Derivative Spectrophotometry. Steinhauserstasse: Varian AG. [USP] United States of Pharmacopeia. 1996. The United States of Pharmacopeia. Ed Asian. Rockville. USP.
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Sampel Minuman Berenergi
Standar Kafein dan vitamin B Preparasi
Analisis kuantitatif
SDUV
KCKT
Kondisi optimum pengukuran : kecepatan penyapuan, faktor skala, orde turunan, dan ??
Evaluasi parameter analitik
Kadar
Metode PT Bintang Toedjoe
Kadar
Linearitas, presisi, akurasi, limit deteksi, limit kuantitasi. Dibandingkan dengan uji-F dan uji-t
Hasil berbeda nyata atau tidak secara statistik
Lampiran 2 Spektrum deret standar kafein, vitamin B2 dan B6 pada berbagai orde turunan dan ? ?
Kafein B2 B6 Orde 1 ?? 2
Orde 1 ?? 4
Orde 1 ?? 8
Orde 1 ?? 16
Orde 2 ?? 2
Orde 2 ?? 4
Orde 2 ?? 8
Orde 2 ?? 16
Lanjutan Lampiran 2
Orde 3 ?? 2
Orde 3 ?? 4
Orde 3 ?? 8
Orde 3 ?? 16
Orde 4 ?? 2
Orde 4 ?? 4
Orde 4 ?? 8
Orde 4 ? ? 16
Lampiran 3 Pengukuran linearitas, limit deteksi dan limit kuantitasi Pengukuran linearitas kafein Kondisi 3
D267,2
3
D290,4
4
D245,2
Ulangan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan
2,5 ppm – 0,04412 –0,04321 –0,04273 –0,04335 0,05677 0,05600 0,05706 0,05661 –0,00619 –0,00634 –0,00615 –0,00623
5 ppm –0,12699 –0,12368 –0,12601 –0,12646 0,12802 0,12714 0,12869 0,12795 –0,01724 –0,01740 –0,01730 –0,01731
7,5 ppm –0,20004 –0,19773 –0,17921 –0,19233 0,15691 0,15757 0,15876 0,15775 –0,02430 –0,02421 –0,02441 –0,24231
10 ppm –0,24794 –0,24891 –0.24745 –0,2481 0,24213 0,24193 0,24233 0,24213 –0,03886 –0,03884 –0,03887 –0,03886
12,5 ppm –0,31010 –0,30646 –0,29010 –0,30222 0,29967 0,29621 0,29291 0,29626 –0,05235 –0,05239 –0,05239 –0,05238
15 ppm –0,34425 –0,34323 –0,33843 –0,34197 0,35022 0,34985 0,3505 0,36019 –0,06071 –0,06075 –0,06083 –0,06076
Persamaan kurva standar kafein, simpangan baku intersep, LD dan LK kafein Kondisi 3
D267,2
3
D290,4
4
D245,2
Ulangan
Persamaan kurva standar
Koefisien korelasi
1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan
Y=-2,4520.10-3 – 0,0240X Y=-1,8347.10-3 – 0,0239X Y=-8,7333.10-5 – 0,0233X Y=-1, 4567.10-3 – 0,0237X Y=-1,122.10-3 + 0,0236X Y=-1,2987.10-3 + 0,0236X Y=6,9867.10-4 + 0,0234X Y=-5,7267.10-4 + 0,0235X Y=5,9740.10-3 – 4,4856.10-3X Y=5,8433.10-3 – 4,4760.10-3X Y=5,9888.10-3 – 4,4929.10-3X Y=5,9327.10-3 – 4,4847.10-3X
0,9915 0,9918 0,9943 0,9931 0,9953 0,9959 0,9959 0,9958 0,9959 0,9955 0,9960 0,9958
s intersep
Limit deteksi (ppm)
Limit Kuantitasi (ppm)
1,226.10-3
0,1708
0,6146
1,106.10-4
0,0155
0,04705
7,981.10-5
0,0587
0,1779
Pengukuran linearitas vitamin B2 Kondisi 3
D245
3
D45
4
D264,2
Ulangan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan
1 ppm – 0,03611 – 0,03607 – 0,03618 – 0,03612 – 0,03091 – 0,03100 – 0,03112 – 0,03101 0,01170 0,01182 0,01189 0,01180
2 ppm – 0,06867 – 0,06865 – 0,06869 – 0,06867 – 0,05792 – 0,05843 – 0,05801 – 0,05812 0,02521 0,02524 0,02534 0,02526
3 ppm – 0,10223 – 0,10217 – 0,10305 – 0,1025 – 0,08189 – 0,08256 – 0,08193 – 0,08213 0,03708 0,03694 0,03709 0,03704
4 ppm – 0,12645 – 0,12641 – 0,12652 – 0,12646 – 0,11253 – 0,11257 – 0,11259 – 0,11256 0,04927 0,04963 0,04943 0,04944
5 ppm – 0,16294 – 0,16291 – 0,16299 – 0,16295 – 0,13547 – 0,13568 – 0,13541 – 0,13552 0,06149 0,06138 0,06164 0,06150
6 ppm –0,20968 – 0,20960 – 0,20973 – 0,20967 – 0,16338 – 0,16351 – 0,16344 – 0,16344 0,07398 0,07400 0,07428 0,07409
Lanjutan Lampiran 3 Persamaan kurva standar vitamin B2 , simpangan baku intersep, LD dan LK Kondisi 3
D245
3
D45
4
D264,2
Ulangan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan
Persamaan kurva standar Y=-1,92.10-4 – 0,0336X Y=-1,68.10-4 – 0,0336X Y=-4,48.10-4 – 0,0335X Y=-2,7333.10-4 – 0,0336X Y=-4,4527.10-3 - 0,0264X Y=-4,8607.10-3 - 0,0264X Y=4,6373.10-3 - 0,0264X Y=-4,6520.10-3 - 0,0264X Y=-1,2133.10-4 +0,0124X Y=-3,2667.10-5+ 0,0123X Y=-4,066710-5+ 0,0124X Y=-6,8667.10-5+ 0,0124X
Koefisien korelasi 0,9959 0,9959 0,9958 0,9958 0,9996 0,9996 0,9995 0,9996 0,9999 0,9999 0,9999 0,9999
s intersep
Limit deteksi (ppm)
Limit Kuantitasi (ppm)
1,552.10-4
0.01524
0,04573
2,043.10-4
0,0255
0,0766
4,904.10-5
0,0131
0,0391
Pengukuran linearitas vitamin B6 Kondisi 3
D316
3
D314,8
4
D316
Ulangan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan
1 ppm – 0,02341 – 0,02354 – 0,02350 – 0,02348
2 ppm – 0,04387 – 0,04394 – 0,04397 – 0,04393
3 ppm – 0,06610 – 0,06620 – 0,06629 – 0,06620
4 ppm – 0,09646 – 0,09663 – 0,09671 – 0,09660
5 ppm – 0,11019 – 0,11029 – 0,11027 – 0,11025
6 ppm – 0,13682 – 0,13674 – 0,13678 – 0,13678
– 0,02188 – 0,02194 – 0,02190 – 0,02191 0,00215 0,00224 0,00220 0,00219
– 0,04470 – 0,04475 – 0,04478 – 0,04474 0,00420 0,00428 0,00431 0,00426
– 0,06257 – 0,06258 – 0,06249 – 0,06255 0,00600 0,00605 0,00611 0,00605
– 0,08760 – 0,08773 – 0,08768 – 0,08767 0,00838 0,00835 0,00834 0,00836
– 0,10864 – 0,10870 – 0,10873 – 0,10869 0,01165 0,01160 0,01166 0,01164
– 0,13043 – 0,13056 – 0,13055 – 0,13051 0,01269 0,01268 0,01270 0,01269
Lanjutan Lampiran 3 Persamaan kurva standar vitamin B6 , simpangan baku intersep, LD dan LK Kondisi 3
D316
3
D314,8
4
D316
Ulangan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan
Koefisien korelasi
Persamaan kurva standar Y=1,62.10-4 – 0,0228X Y=-8,6667.10-6 – 0,0227X Y=-1,4667.10-5 – 0,0227X Y=4,5999.10-5 – 0,0227X Y=-1.10-5 - 0,0217X Y=-3,333.10-5 - 0,0217X Y=7,3333.10-6 - 0,0217X Y=-1,4667.10-5 - 0,0217X Y=-2,3133.10-4 +2,2123.10-3X -4
0,9972 0,9972 0,9972 0,9972 0,9995 0,9994 0,9994 0,9994
Y=-1,1267.10 +2,1846.10 X Y=-1,2467.10-4 +2,1937.10-3X Y=-1,6333.10-4 +2,1986.10-3X
0,9942 0,9940 0,9941
Contoh perhitungan :
Kemiringan
Limit kuantitasi = 10 × SBint ersep = Kemiringan
Limit deteksi (ppm)
Limit Kuantitasi (ppm)
8,685.10-5
0,0126
0,0379
2,041.10-5
0,0031
0,0093
6,532.10-5
0,0980
0,2941
0,9939
-3
Limit deteksi (ppm) = 3.3 × SBint ersep =
s intersep
3.3 × 1.226.10
−4
= 0.1708 ppm 0.0237
10 × 1. 226.10
−4
= 0.6146 ppm 0.0237
Lampiran 4 Hasil pengukuran kadar kafein, vitamin B2 dan B6 dengan metode SDUV Ulangan 1 2 3 4 5 6
A –0,30017 –0,29826 –0,29418 –0,29412 –0,29284 –0,29283
Kadar kafein (ppm) 12.6118 12.5312 12.359 12.3565 12.3025 12.3021
Rataan Simpangan baku %SBR Batas galat Ulangan 1 2 3 4 5 6
A –0,05979 –0,06203 –0,06160 –0,06362 –0,05600 –0,06127
Bobot kafein 50.4472 50.1248 49.436 49.426 49.21 49.2084 49.6421 0.5187 1.04 0.5444
Kadar B2 (ppm) 1.7023 1.7687 1.7552 1.8143 1.5915 1.7456
Bobot B2
Kadar B6 (ppm) 1.2636 1.1988 1.2847 1.3455 1.112 1.1398
Bobot B6
Rataan Simpangan baku %SBR Batas galat Ulangan 1 2 3 4 5 6
A –0,0286 –0,02713 –0,02908 –0,03046 –0,02516 –0,02579
Rataan Simpangan baku %SBR Batas galat
6.8092 7.0712 7.0208 7.2572 6.366 6.9824 6.9178 0.3065 4.43 0.3205
5.0543 4.7953 5.1389 5.3821 4.4482 4.5592 4.8963 0.3590 7.33 0.3768
Kadar kafein (ppm) 12.8592 12.6073 12.3507 12.5226 13.2188 12.6967
A 0.30138 0.29546 0.28943 0.29347 0.30983 0.29756
Bobot B2
Kadar B6 (ppm)
Bobot B6
–0,06008 –0,06179 –0,06340 –0,06342 –0,06332 –0,06187
–0,02769 –0,02775 –0,02798 –0,02716 –0,02792 –0,02715
A
51.4369 50.4293 49.4029 50.0904 52.8752 50.7867 50.8369 1.2081 2.38 1.2679
Kadar B2 (ppm) 2.0089 2.1539 2.2151 2.2159 2.2121 2.1569
A
A
Bobot kafein
1.2729 1.2756 1.2862 1.2484 1.2835 1.248
–0,05139 –0,05174 –0,05141 –0,0505 –0,05068 –0,05029
A
8.3555 8.6156 8.8604 8.8635 8.8483 8.6272 8.6951 0.2027 2.33 0.2128
0.02513 0.0242 0.02557 0.02569 0.02604 0.02638
A
5.0916 5.1024 5.1448 4.9936 5.134 4.992 5.0764 0.0676 1.33 0.0581
0.00246 0.00246 0.00249 0.00247 0.00261 0.00261
Kadar kafein (ppm) 12.7849 12.863 12.7893 12.5862 12.6264 12.5393
Bobot B2
Kadar B6 (ppm) 1.2271 1.2271 1.2407 1.2316 1.2948 1.2948
Bobot B6
1000 ml
Faktor pengenceran = 50 ml = 80 0. 625 ml Kadar kafein dalam 4 gram minuman berenergi = 0.63059 mg x fp = 0.63059 mg x 80 = 50. 4472 mg
= 2. 571 × 0.5187 = 0.5444
n
6
Simpangan Baku Relatif (%SBR) = SB ×100 = 0.5187 ×100 % = 1.04% x
Lampiran 5 Hasil uji akurasi
49. 6421
51.1394 51.4519 51.1573 50.3448 50.5055 50.1573 50.7927 0.5243 1.03 0.5503
Kadar B2 (ppm) 2.0332 2.0066 2.0687 2.0783 2.1067 2.1339
Contoh perhitungan pada kafein ulangan 1: Kadar kafein dalam 50 ml = 12.6118 mg Kadar kafein dalam 0.625 ml = 12.6118 mg x 50 ml = 0.63059 mg
Batas galat (selang kepercayaan 95%) = t × SD
Bobot kafein
8.1327 8.0262 8.2746 8.3133 8.4262 8.5359 8.2848 0.1865 2.25 0.1958
4.9084 4.9084 4.9627 4.9266 5.1793 5.1793 5.0108 0.1320 2.63 0,1385
Sampel (ppm)
Jumlah ditambahkan (ppm)
Jumlah ditemukan (ppm)
% Perolehan kembali
Jumlah ditemukan
% Perolehan kembali
Jumlah ditemukan
% Perolehan kembali
5 7.5 10
4.16 6.34 9.76
83.21 84.56 97.58
4.44 7.57 9.67
88.84 102.33 96.67
4.97 7.54 9.23
99.41 100.56 92.33
1
2 3 4
2.36 2.94 3.52
117.88 97.88 87.88
2.35 3.06 4.22
117.55 101.92 105.61
2.65 3.4 4.42
132.61 113.17 110.43
1
2 3 4
2.03 2.89 3.89
101.37 95.94 97.17
1.96 2.9 3.87
97.83 96.51 96.86
1.34 1.82 2.26
66.85 60.66 56.6
Kafein 2.5
B2
B6
Contoh perhitungan pada kafein: % Perolehan Kembali
= =
s tan dar ditemukan × 100% s tan dar teoritis 4. 16 ppm × 100% = 83.21% 5 ppm
Lampiran 6 Kromatogram hasil KCKT PT Bintang Toedjoe
(a)
(b)
Lanjutan Lampiran 6
(c)
(d) Keterangan : a) Kromatogram standar b) Kromatogram sampel minuman berenergi ulangan 1 c) Kromatogram sampel minuman berenergi ulangan 2 d) Kromatogram sampel minuman berenergi ulangan 3
Lampiran 7 Hasil pengukuran kadar kafein, vitamin B2 dan B6 dengan metode KCKT Kafein Ulangan
Area
% diperoleh
mg (per 4 gram)
1 2
8170017
101.74
50.852
8133181
101.246
50.623
3
8069849
100.457
50.229
4
7828690
97.455
48.7275
5
8109535
100.951
50.4775
6
8068713
100.443
50.2215
Rataan
50.1884
Simpangan baku
0.7550
SBR (%)
1.50 Vitamin B2
Ulangan
Area
% diperoleh
mg (per 4 gram)
1 2
722458
94.75
4.927
754721
98.981
5.147
3
748945
98.223
5.1076
4
748345
98.145
5.1035
5
717065
94.042
4.8902
6
728592
95.554
4.9688
Rataan
5.0240
Simpangan baku
0.1084
SBR (%)
2.16
Vitamin B6 Ulangan
Area
% diperoleh
mg (per 4 gram)
1 2
689809 694020
96.956 97.548
4.8478 4.8774
3
703831
98.927
4.9464
4
714030
100.361
5.0181
5
687774
96.101
4.8051
6
683727
96.97
4.8335
Rataan
4.8881
Simpangan baku
0.0799
SBR (%)
1.63
Lampiran 8 Hasil uji-F dan uji-t Uji-F kafein orde turunan ketiga ? ? 8 SDUV 3 D267,2 KCKT Rataan 50.1884 49.6421 Ragam 0.5700 0.2690 Jumlah ulangan 6 6 derajat bebas 5 5 F 2.1185 F tabel 5.0503 Uji-F kafein orde turunan ketiga ? ? 16 KCKT SDUV 3 D290,4 Rataan 50.1884 50.8369 Ragam 0.5700 1.4594 Jumlah ulangan 6 6 derajat bebas 5 5 F 2.5605 F tabel 5.0503 Uji-F kafein orde turunan keempat ? ? 16 KCKT SDUV 4 D245,2 Rataan 50.1884 50.7927 Ragam 0.5700 0.2749 Jumlah ulangan 6 6 derajat bebas 5 5 F 2.0733 F tabel 5.0503
Uji-t kafein orde turunan ketiga ? ? 8
Rataan Ragam Jumlah ulangan Hipotesis perbedaan rataan derajat bebas t hitung t tabel
KCKT 50.1884 0.5700 6
SDUV 3 D267,2 49.6421 0.2690 6
0 10 1.4611 2.2281
Uji-t kafein orde turunan ketiga ? ? 16 SDUV 3 D290,4 KCKT Rataan 50.8369 50.1884 Ragam 1.4594 0.5700 Jumlah ulangan 6 6 Hipotesis perbedaan rataan 0 derajat bebas 10 t hitung 1.1151 t tabel 2.2281 Uji-t kafein orde turunan keempat ? ? 16 SDUV 4 D245,2 KCKT Rataan 50.7927 50.1884 Ragam 0.2749 0.5700 Jumlah ulangan 6 6 Hipotesis perbedaan rataan 0 derajat bebas 10 t hitung 1.6104 t tabel 2.2281
Lanjutan Lampiran 6 Uji-F vitamin B2 orde turunan ketiga ? ? 8 SDUV 3 D245 KCKT Rataan 6.9178 5.0240 Ragam 0.0940 0.0118 Jumlah ulangan 6 6 derajat bebas 5 5 F 7.9900 F tabel 5.0503 Uji-F vitamin B2 orde turunan ketiga ? ? 16 SDUV 3 D245 KCKT Rataan 8.6952 5.0240 Ragam 0.0411 0.0118 Jumlah ulangan 6 6 derajat bebas 5 5 F 3.4924 F tabel 5.0503 Uji-F vitamin B2 orde turunan keempat ? ? 16 SDUV 4 D264,2 KCKT Rataan 8.2848 5.0240 Ragam 0.0348 0.0118 Jumlah ulangan 6 6 derajat bebas 5 5 F 2.9588 F tabel 5.0503
Uji-t vitamin B2 orde turunan ketiga ? ? SDUV 3 D245 6.9178 Rataan 0.0940 Ragam 6 Jumlah ulangan Hipotesis perbedaan 6 rataan 14.2671 derajat bebas 0.0000 t hitung 2.4469 t tabel
8 KCKT 5.0240 0.0118 6
Uji-t vitamin B2 orde turunan ketiga ? ? 16 SDUV KCKT 3 D245 8.6952 5.0240 Rataan 0.0411 0.0118 Ragam 6 6 Jumlah ulangan Hipotesis perbedaan 0 rataan 10 derajat bebas 39.1242 t hitung 2.2281 t tabel Uji-t vitamin B2 orde turunan keempat ? ? 16 SDUV KCKT 4 D264,2 8.2848 5.0240 Rataan 0.0348 0.0118 Ragam 6 6 Jumlah ulangan Hipotesis perbedaan 0 rataan 10 derajat bebas 37.0190 t hitung 2.2281 t tabel
Lanjutan Lampiran 8 Uji-F vitamin B6 orde turunan ketiga ? ? 8 SDUV 3 D316 KCKT Rataan 4.8963 4.8881 Ragam 0.1289 0.0064 Jumlah ulangan 6 6 derajat bebas 5 5 F 20.1974 F tabel 5.0503 Uji-F vitamin B6 orde turunan ketiga ? ? 16 SDUV 3 D314,8 KCKT Rataan 5.0764 4.8881 Ragam 0.0046 0.0064 Jumlah ulangan 6 6 derajat bebas 5 5 F 1.3944 F tabel 5.0503 Uji-F vitamin B6 orde turunan keempat ? ? 16 SDUV 4 D316 KCKT Rataan 5.0108 4.8881 Ragam 0.0174 0.0064 Jumlah ulangan 6 6 derajat bebas 5 5 F 2.7316 F tabel 5.0503
Uji-t vitamin B6 orde turunan ketiga ? ? 8 SDUV 3 D316 KCKT Rataan 4.8963 4.8881 Ragam 0.1289 0.0064 Jumlah ulangan 6 6 Hipotesis perbedaan rataan 5 derajat bebas 0.0552 t hitung 0.4791 t tabel 2.5706 Uji-t vitamin B6 orde turunan ketiga ? ? 16 SDUV 3 D314,8 KCKT Rataan 5.0764 4.8881 Ragam 0.0046 0.0064 Jumlah ulangan 6 6 Hipotesis perbedaan rataan 0 derajat bebas 10 t hitung 4.4073 t tabel 2.2281 Uji-t vitamin B6 orde turunan keempat ? ? 16 SDUV 4 D316 KCKT Rataan 5.0108 4.8881 Ragam 0.0174 0.0064 Jumlah ulangan 6 6 Hipotesis perbedaan 0 rataan derajat bebas 10 t hitung 1.9482 t tabel 2.2281
Lampiran 9 Komposisi sampel minuman berenergi Komposisi Extra Joss® Active B7 Setiap sachet ( 4 gram) mengandung: Komponen Jumlah (mg) Taurin 1000 Ginseng 20 Vitamin B1 1.2 Vitamin B2 5.2 Vitamin B3 20 Vitamin B5 5 Vitamin B6 5 Vitamin B12 1 Inositol 50 Kafein 50 Royal jelly Aspartam Acesulfame-K Na-Bikarbonat Asam sitrat Pemberi rasa (Flavour)