METAMORFOSIS RUAS JALUR SIRKULASI DALAM PERENCANAAN FASILITAS PERKOTAAN Raja Jusmartinah Staf Pengajar Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya Email:
[email protected]
ABSTRAK Sebuah kota dikenang orang bukan karena kehebatan rencananya melainkan oleh kehidupan yang berlangsung di dalamnya. Kota akan hidup dan memiliki makna apabila berbagai elemen dan komponen kota saling terkait secara sempurna oleh ‘gerakan’ manusia penghuninya.Sebagai fasilitas ruang kota, ruas jalan sering digunakan tidak hanya sebagai jalur sirkulasi, karena kondisi yang memungkinkan sehingga ruas jalan ini sering digunakan sebagai wadah bersosialisasi. Namun dengan berjalannya waktu, karakteristik bersosialisasi di ruas jalan semakin pudar seiring dengan proses metamorfosis ruas jalan. Dalam menggali keterlibatan antara manusia dan ruang sirkulasinya dalam proses metamorfosis ruas jalan ini dilakukan survey pada lokasi-lokasi terpilih di Kota Surabaya. Survey dilakukan melalui observasi maupun wawancara secara mendalam terhadap responden yang dianggap mengenali lokasi dengan perubahan-perubahannya. Sehingga didapat gambaran hubungan manusia dan jalur sirkulasinya yang berupa (1) Perubahan pola hidup yang berpengaruh pada perubahan kebutuhan hidup akan membawa perubahan pada pemanfaatan ruas jalan/jalur sirkulasi. (2) Perubahan fisik ruas jalan membawa dampak pada pemanfaatannya, dan begitu juga sebaliknya. (3) Fungsi ruas jalan tidak hanya sebagai jalur sirkulasi, namun juga sebagai wadah bersosialisasi sehingga dalam perencanaan jalur sirkulasi juga perlu diperhatikan faktor-faktor kebutuhan non fisik. Kata kunci: metamorfosis, fungsi, jalur sirkulasi, perencanaan kota
1. PENDAHULUAN Saat orang menjelaskan sebuah jalan, secara tidak langsung juga menjelaskan pengalaman keseluruhan lingkungannya. Jalan tidak hanya berupa semen atau aspal, tapi meliputi semua aspek di sekitarnya yang secara bersamaan memberikan persepsi kepada pengamat sehingga jalan dapat dilihat sebagai suatu komposisi dengan semua elemennya dalam bentuk ‘view’, sehingga jalan juga dapat dianalogikan sebagai suatu seri pengalaman ruang yang menerus dalam bentuk tiga dimensi yang bergerak. Ruang kota tidak lagi hanya harus akomodatif bagi gerakan pejalan kaki, akan tetapi juga harus memberi tempat bagi gerakan berbagai jenis moda transportasi,
ISBN No. 978-979-18342-0-9
F-43
baik yang bersifat pribadi dan umum, sarana utilitas kota seperti jaringan air bersih dan kotor, telekomunikasi, listrik, gas serta jaringan sistem pembuangan air hujan. Semua merupakan infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang kehidupan masyarakat modern. Namun celakanya kehadiran berbagai bentuk sarana dan prasarana ini, terutama sarana sistem transportasi yang saat ini didominasi oleh kehadiran kendaraan pribadi maupun umum, telah semakin mendesak ruang gerak bagi pejalan kaki. Demikian pula kehadiran kegiatan pedagang kaki lima yang semakin agresif menempati trotoir jalan. Manusia pejalan kaki akhirnya dipaksa harus berkompetisi dengan kendaraan bermotor secara tidak adil di badan jalan. Jalur bagi ruang gerak kendaraan bermotor semakin lebar bersama waktu, sebaliknya jalur bagi
Raja Jusmartinah
ruang gerak pejalan kaki semakin menyempit. Peran serta arti pejalan kaki yang secara historis merupakan sumber dari tumbuh serta berkembangnya peradaban sosial-budaya manusia semakin sirna.
Apabila kita cermati secara teliti maka kelemahan dari banyak rencana kota yang ada saat ini dapat dilihat dari persepsi pendekatannya. Para perencana kota lebih sering melihat kota sebagai “benda fisik” (physical artifact) ketimbang sebagai “benda budaya” (cultural artifact). Di negara kita saat ini sedang berlangsung suatu proses transformasi budaya dimana perpindahan tata cara hidup dari satu kondisi ke kondisi yang lain sedang berlangsung bagi sebagian besar anggota masyarakat kita. Kota merupakan ajang dimana fenomena ini berlangsung, oleh karena itu kota sebagai suatu ruang besar dimana berbagai bentuk kegiatan masyarakatnya mengambil tempat seharusnya akomodatif terhadap fenomena ini. Perlu disadari bahwa di Indonesia proses transformasi budaya tidak hanya menyangkut transformasi dari kehidupan agraris ke industri, akan tetapi juga menyangkut transformasi kedalam era industri jasa, bahkan kedalam era gelombang ketiga, semua berlangsung secara simultan pada waktu dan ruang yang sama. Kalau kita menginginkan kota-kota kita dapat berperan sebagai laboratorium bagi proses tumbuh dan berkembangnya peradaban urban yang memang diperlukan untuk menopang pembangunan nasional kita, maka kota-kota kita harus mampu mengadakan ruang publik kota yang sehat yang mampu untuk berfungsi sebagai katalisatornya. Jalan adalah ruang publik yang paling kritikal di Indonesia oleh karena jalan merupakan medium interaksi socialkultural yang paling menonjol. Kota Surabaya, yang memiliki nilai sejarah yang kuat dalam perkembangan kotanya memiliki banyak penggalan jalan yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah tersebut. Banyak kenangan yang dapat diputar saat seseorang melewati sepenggal jalan atau bahkan melewati sebuah jembatan sekalipun. Surabaya memiliki
ISBN No. 978-979-18342-0-9
F-44
Jalan Rajawali dan Jalan Kembang Jepun yang dihubungkan oleh Jembatan Merah yang sudah tidak diragukan lagi kemasyhurannya. Bahkan Jalan Kembang Jepun saat ini menjadi objek wisata baru dengan karakteristik ‘Pecinan’ yang mengangkatnya menjadi Kya-Kya sebagai tempat rekreasi di malam hari. Selain itu Surabaya juga memiki Jalan Tunjungan yang menjadi salah satu landmark kota yang sudah melekat sebagai identitas kota. Jalan merupakan fasilitas bagi masyarakat, tempat masyarakat melalui hari-harinya, tempat berinteraksi, tempat melakukan kegiatan keseharian disekitarnya dimana bangunan disekitar jalan juga sangat berperan dalam menentukan karakter dan wajah jalan kota, yang secara tidak langsung akan membentuk wajah kota. Jadi, sudah sewajarnyalah apabila dalam pembangunannya masayarakat kota dilibatkan baik secara langsung maupun tidak langsung karena sebagai pengguna, masyarakatlah yang paling mengerti kebutuhan jalan dengan elemen penunjangnya. Dalam konteks tersebut, maka persepsi dan peran serta masyarakat sangatlah penting dalam pembangunan jalan sehingga jalan yang tumbuh dan berkembang akan memiliki karakter dan citra yang kuat sebagai identitas kota. 2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini diarahkan untuk memecahkan permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses metamorfosis jalan-jalan di kota Surabaya dengan segala aspek non fisiknya ? 2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap laju pembangunan jalan-jalan di kota Surabaya ? 3. Bagaimana partisispasi dan peranserta masyarakat dalam proses metamorfosis jalan di kota Surabaya ? 3. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Konteks Pemahaman Arti Jalan Street atau jalan bisa didefinisikan dalam tiga kategori pengertian, yakni (a) pengertian yang terkait dengan aspek
Metamorfosis Ruas Jalur Sirkulasi Dalam Perencanaan Fasilitas Perkotaan
morfologis, (b) pengertian yang terkait dengan aspek fungsional, dan (c) pengertian yang terkait dengan aspek ekologis. Definisi morfologis, memberi pengertian “jalan” sebagai suatu ruang linear yang relatif panjang dan sempit di antara deretan bangunan-bangunan (Rapoport, 1987:80-81), ruang linear tersebut ditandai dengan beberapa points or crossings (Anderson, 1986:1), yang menghubungkan titik-titik tujuan keberangkatan maupun kedatangan, dengan menggunakan moda transportasi kendaraan maupun tidak sehingga membentuk suatu network (Vernez Moudon, 1987:13). William C. Ellis (1986:126) menerangkan lebih jauh bahwa morfologi “jalan” terdiri dari apa yang disebut dengan street space dan street walls. Ruang jalan atau street space adalah suatu kesatuan volume ruang yang dihasilkan oleh dinding jalan atau street walls. Sementara dinding jalan merupakan pelingkup (enclosure) dari ruang jalan yang bisa berupa konfigurasi deretan bangunan-bangunan, ruang-ruang kota (block space) atau deretan pepohonan yang mengapit jalan. Salah satu yang mempengaruhi morfologi atau bentukan fisik “ruang jalan” dan “dinding jalan” adalah topografi. Definisi fungsional dari jalan yang dikembangkan oleh banyak pakar merujuk kepada pengertian ganda, yakni jalan sebagai a place for movement sekaligus sebagai a place for exchange (Rapoport, 1987:81, Czarnowsky, 1986:207, dan Engwicth, 1999:25). Jalan sebagai ruang sirkulasi linier atau a linear passageway (Levitas, 1986:228), adalah merupakan tempat melintas, menciptakan akses yang baik dari terhubungnya satu aktivitas kepada aktivitas urban lainnya, membangun activity linkages (Schumacher, 1986:146). Jalan sebagai a locus for exchange and for public contact dapat disebutkan menjadi tempat interaksi sosial, budaya dan ekonomi bahkan sampai pada interaksi politik. Engwitch (1999) dan Czarnowsky (1986) merinci lebih jauh peran jalan yang memberi peluang bagi terjadinya interaksi-interaksi tersebut secara spontan, mendukung terjadinya kontak dan pertukaran gagasan, barang, dan jasa. Ruang jalan juga dapat mengakomodasi kegiatan bermain maupun
ISBN No. 978-979-18342-0-9
F-45
berkelahi, melancarkan jalannya karnaval maupun proses pemakaman, menjadi ajang bagi pesta perayaan kota maupun pesta demokrasi lewat demonstrasi massa. Letak geografis suatu jalan akan mempengaruhi berkembangnya kegiatan-kegiatan yang terjadi pada jalan tersebut. Definisi jalan ditinjau dari aspek ekologis, sangat terkait dengan hubungan antara interaksi antar manusia dan lingkungan fisik, yang dalam hal ini adalah lingkungan jalan (Anderson, 1986:2). Oleh Donald Appleyard (1981:30-32) dijelaskan lebih jauh bahwa terjadinya suatu konflik lingkungan, penyesuaian-penyesuaian maupun dampak lingkungan pada suatu penggal jalan, pada dasarnya tidak lepas dari konflik atau interaksi antara yang disebut dengan travellers dan residents. Terminologi travellers mestinya diartikan secara luas sebagai pengguna yang menetap atau secara permanen memanfaatkan baik ruang jalan maupun ruang-ruang pada street walls. Travellers atau pelintas ruang jalan bisa disebutkan seperti misalnya, pejalan kaki, pengguna kursi roda, pengendara sepeda, pengendara motor, pengendara mobil, dan lainnya. Sementara residents bisa merupakan orang-orang yang tinggal dan bekerja di kanan-kiri jalan, maupun orangorang yang berdagang dengan mendirikan warung tenda, atau menggelar kaki-lima pada lintasan ruang jalan. Latar belakang sosio-kultural dan kondisi ekonomi pengguna akan mempengaruhi cara pemanfaatan suatu lingkungan jalan, potensi munculnya konflik, serta itikad dan upaya penyesuaian dan penyelesaiannya. Ketiga definisi jalan, baik secara morfologis, fungsional maupun ekologis, sebenarnya merupakan satu kesatuan pengertian dan akan saling mempengaruhi. Idealnya, dalam pengembangan suatu jalan, ketiga lingkup atau kerangka pemahaman tersebut di atas dapat menjadi dasar-dasar kajian untuk perencanaan dan perancangan bagi masa depan jalan itu.
Raja Jusmartinah
3.2. Pola Ruang Pergerakan a. Jalan sebagai Pembentuk Citra Kota Kevin Lynch (1961) mengungkapkan bagaimana cara kita mempersepsikan pencitraan suatu kota melalui elemenelemen pembentuk kota dan karakteristik pendukung kota tersebut. Pengertian citra kota dapat didefinisikan sebagai gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan ratarata pandangan masyarakatnya. Ada tiga komponen yang sangat mempengaruhi gambaran mental atau pencitraan orang terhadap suatu kawasan, antara lain : 1. Identitas Adalah tanda-tanda yang ada pada suatu objek berdasarkan keunikannya. Disini dapat digambarkan bahwa orang dapat memahami bagaimana bentuk dari visual-visual yang dihasilkan oleh struktur ruang kota tersebut. 2. Struktur Adalah pola spatial atau pola hubungan antara obyek dengan pengamat, pengamat dengan obyek lainnya, maupun obyek dengan obyek lainnya. Antara pengamat yang sebagai subyek dapat mengidentifikasikan pola - pola perkotaan, hubungan antar obyek maupun hubungan antara subyek dan obyek. 3. Meaning Adalah arti obyek bagi pengamat baik praktis maupun emosional sehingga orang dapat mengalami ruang perkotaan. Edmund N. Bacon dalam bukunya Design of Cities (1967) menyebutkan bahwa pola pergerakan dalam suatu kota dapat menciptakan persepsi pengamat terhadap bentuk kota. Karakteristik suatu kota merupakan suatu seri visual yang menghubungkan beberapa bentuk arsitektural dengan kondisi yang berbeda. Bacon menyatakan bahwa perancang dapat mengatur cara pengamat memandang suatu karya arsitektural melalui penyelesaian rancangannya. Gordon Cullen dalam teori Townscape (1961) mengemukakan tiga faktor penting dalam Place yaitu orientasi, posisi dan isi. 1. Orientasi
ISBN No. 978-979-18342-0-9
Seri visual merupakan ciri khas sebuah kota, dimana kawasan -kawasan dalam kota tersebut dapat dilihat atau dipahami. Hal yang menjadi titik fokus atau yang diperlukan dalam seri visual ini adalah suatu proses pengamatan didalam gerakan. Dimana Cullen menggunakan istilah "optik" untuk proses ini, yang kemudian dikelompokkan dalam dua bagian yaitu : a) Pemandangan yang ada ( existing view ) yang terfokus pada satu daerah saja. b) Pemandangan yang timbul ( emerging view ) merupakan fokus pada kaitan antara satu daerah dengan yang lainnya. 2. Posisi Posisi menurut Cullen, bahwa orang selalu membutuhkan suatu perasaan terhadap posisinya dalam lingkungan dimana dia berada, baik secara sadar maupun tidak sadar.
3. Isi Perasaan mengenai suatu tempat juga dipengaruhi oleh apa yang ada . Kepekaan orang dalam membedakan dan menghubungkan bahan-bahan melalui rupa, warna, pola, sifat, skala terhadap lingkungannya. Tugas membangun di dalam kawasan perkotaan adalah mencari titik pertemuan di antara kedua polarisasi atau pertentangan, karena didalam mencari kerangka sebuah tata kota (framework of the urban fabric) harus menjadi konformitas dimana kreatifitas justru mempunyai arti. b. Jalan sebagai Penghubung Edmund N. Bacon (1967) mengemukakan tentang penggunaan jalur sirkulasi sebagai lintasan sistem gerakan yang simultan dengan tiga konsep yang harus dipertimbangkan yaitu: 1. Hubungan Antara Massa dan Ruang 2. Kesinambungan Pengalaman 3. Kesinambungan yang menyeluruhsimultan Sistem gerakan simultan ini bersifat organik sesuai dengan waktunya dan saling berinteraksi antara satu sama lainnya yang berpedoman dari pola-pola gerakan dasar suatu kawasan.
F-46
Metamorfosis Ruas Jalur Sirkulasi Dalam Perencanaan Fasilitas Perkotaan
Pada sistem ini kota terbentuk dengan jalur sirkulasi yang mengalir melalui massa bangunan dengan sistem waktu sehingga merupakan suatu irama dalam waktu. Disisi lain Ronald Wiedenhoeft (1981) mengutarakan fungsi jalur sirkulasi selain sebagai fungsi komersial adalah : 1. Meningkatkan kualitas lingkungan bagi segala lapisan masyarakat 2. Meningkatkan daya tarik bagi ruangruang disekitarnya 3. Menimbulkan rasa kebersamaan masyarakat dengan saling berinteraksi 4. Pembangkit kegiatan dalam suatu kawasan sehingga orang tertarik melakukan kegiatan yang menyenangkan di kota. 5. Mendorong timbulnya bentuk lain dari pergerakan selain dengan kendaraan. Selain itu, Jalur sirkulasi juga sebagai penghubung antara suatu daerah dengan daerah lain yang di dalamnya tidak hanya terjadi mobilitas tetapi lebih dari itu munculnya interaksi antar pengguna sehingga jalur sirkulasi muncul karena kebutuhan manusia bukan membentuk kegiatan manusia. c. Jalan sebagai Pembentuk Hirarki Ruang Michael Southworth dan Eran Ben-Joseph (1980) dalam bukunya Streets and the Shaping of Towns and Cities mengemukakan tentang bentuk-bentuk jalur sirkulasi yang memiliki karakter tersendiri dan dengan fungsi yang tersendiri pula, bahkan untuk kawasan permukiman fungsi jalur sirkulasi tidak hanya sebagai prasarana transportasi tapi lebih dari itu jalur sirkulasi memiliki nilai sosial bagi masyarakat setempat. Sedangkan Donald Appleyard, Kevin Lynch dan John R. Myer (1981) mengatakan bahwa Jalur Sirkulasi merupakan wadah dalam menikmati suatu sikuen yang dilaluinya, sehingga orang akan tetap mengenang pengalaman ruang yang berkesan sepanjang perjalanannya. Pada sekuen itu terbentuk pula beberapa hirarki ruang dengan irama yang berlainan.
ISBN No. 978-979-18342-0-9
F-47
Stephen Carr (1976) dalam bukunya Public Space mengajak kita untuk melihat kebutuhan masyarakat akan ruang publik sebagai sarana interaksi dan ruang publik yang paling diminati masyarakat pada umumnya adalah jalur sirkulasi karena memiliki nilai yang dinamis sehingga tidak membosankan. 4. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui proses metamorfosis jalan di kota Surabaya dengan segala aspek non fisiknya. 2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap laju pembangunan jalan-jalan di kota Surabaya. 3. Untuk mengetahui sejauh mana partisipasi dan peranserta masyarakat dalam proses metamorfosis jalan di kota Surabaya. 5. METODE PENELITIAN Berbagai hal yang berkaitan dengan metode penelitian yang akan digunakan, dapat dijelaskan sebagai berikut: 5.1. Bentuk / Strategi Penelitian Berdasarkan masalah yang diajukan, yang lebih menekankan pada proses dan makna (persepsi dan peranserta). 5.2. Sumber data Sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini antara lain: a. Informan atau nara sumber, yang terdiri dari masyarakat di sekitar jalan yang menjadi lokasi survey termasuk tokoh masyarakat (formal maupun nonformal), pemuda dan pedagang. Juga masyarakat yang tidak tinggal disekitar lokasi tapi merupakan pengguna jalan tersebut. b. Data kawasan yang berisi struktur perkembangan jalan di kota Surabaya, yang dianggap memiliki perkembangan yang menarik untuk dikaji. c. Arsip dan dokumen, dalam hal ini lebih mengarah kepada sejarah lokasi survey yang meliputi jalan dan elemen pendukungnya berupa bangunan dan elemen jalan.
Raja Jusmartinah
6.
DATA DAN ANALISA
6.1. Proses Metamorfosis Jalan di Kota Surabaya. Surabaya Lama Surabaya Baru
Keterangan Jalan Blauran yang masih tetap padat, hanya saja wajah bangunan sudah ditutupi papan reklame yang cukup besar.
Lokasi Jalan Yos Sudarso dengan bentuk lampu yang masih sama.
Kantor Gubernur Jalan Pahlawan.
Viaduk Pahlawan jalan Pasar Besar
Kawasan Jembatan Merah dengan latar belakang Gedung Internatio
Jalan Kembang Jepun sebagai kawasan Pecinan, mulai hilang suasana ’pedestrian’nya
Jembatan Merah yang merupakan salahsatu Landmark Kota surabaya
Gambar 1. Metamorfosis Jalan dan Kawasan di Kota Surabaya Sumber : http://www.suarasurabaya.net/v05/surabaya/lama.php?p=46
ISBN No. 978-979-18342-0-9
F-48
Metamorfosis Ruas Jalur Sirkulasi Dalam Perencanaan Fasilitas Perkotaan
6.2. Keterlibatan Masyarakat terhadap laju pembangunan jalan-jalan di kota Surabaya
EKSISTING
Badan jalan yang digunakan sebagai parkir sehingga mempersempit badan jalan.
ANALISA Jalan yang ada tidak memiliki trotoar dan pelebaran badan jalan yang digunakan untuk pejalan kaki tidak memilki ketinggian sehingga sangat memungkinkan digunakan oleh PK5
Dominasi bangunan sebagai bangunan komersial sangat mempengaruhi pola ruang luar yang berusaha membuka pagar depan sebagai akses pengunjung.
Sudah ada usaha menyediakan trotoar dan menanam pohon, namun jenis pohon yang ditanam tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebagai tanaman peneduh,
Bagian punggir jalan yang hanya ditanami pohon dan tidak menyediakan bagi jalur pejalan kaki
Bagian depan Gramedia yang digunakan sebagai parkir mobil dan pangkalan becak sehingga pola ruang luar yang terbentuk tidak merupakan hirarki yang simultan disepanjang koridor.
Trotoar yang tertutup tanaman, sehingga pejalan kaki harus turun ke jalan raya.
ISBN No. 978-979-18342-0-9
F-49
•
•
•
Badan jalan yang digunakan sebagai tempat PK5 dan trotoar sebagai tempat cuci, dapat merusak kualitas lingkungan dengan perilaku pedagang yang kurang menjaga kebersihan. Penggunaan badan jalan akan memepersempit lalu lintas kendaraan dan trotoar yang terhalangi oleh aktifitas pedagang. Pohon yang ditanam di trotoar yang disamping menghalangi jalur pejalan kaki juga perakaran yang dapat merusak konstruksi trotoar itu sendiri.
Gambar 2. Keterlibatan masyarakat dalam membentuk ‘perubahan’ ruas jalan sebagai wadah kegiatan sosial dan ekonomi. 7. KESIMPULAN Dari hasil penelitian, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu: a. Menciptakan citra Jalur Sirkulasi sebagai salah satu tengeran wilayah (landmark district) di Surabaya b. menciptakan lingkungan binaan yang adaptif terhadap iklim tropis Surabaya yang panas dan lembab. c. meningkatkan kemampuan lahan (land capability) melalui perbaikan tingkat pencapaian ke lokasi pemukiman. d. meningkatkan kualitas kehidupan kota dengan menyediakan lingkungan yang aman, nyaman dan menarik, melalui penciptaan berbagai jenis ruang terbuka dan pola tata hijau e. mengupayakan integrasi dan interaksi sosio-kultural diantara pemakai kawasan sehingga tercipta lingkungan sosial kota yang sehat yang pada gilirannya akan membantu berlangsungnya transformasi sosial-budaya f. mengupayakan sistem utilitas yang terpadu (integrated) serta efisien, agar memudahkan pemeliharaan
Raja Jusmartinah
g. menciptakan konsep perencanaan yang memiliki kelenturan (fleksibilitas) agar memungkinkan penyesuaian (modifikasi) dan penambahan (ekspansi) sewaktuwaktu bila terjadi perubahan kondisi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Appleyard, Donald (1981) Livable Streets. Berkeley-Los Angeles-London: University of California Press. 2. Ashihara, Yoshinobu (1981). Exterior Design in Architecture. Van Nostrand Reinhold. New York. 3. Ching,, Francis D. K (2000). Arsitektur: Bentuk, Ruang dan Tatanan, Alih Bahasa oleh Nurahma Tresani Harwadi, Editor : Hilarius W. Hardani, Erlangga Jakarta 4. Cullen, Gordon (1961), Architectural Press .
Townscape,
5. Edmund N. Bacon (1967), Design of cities, Thames and Hudson Ltd. London 6. Lynch, Kevin (1960), The Image of The City, The M. I. T. Press .
ISBN No. 978-979-18342-0-9
F-50
7. Rapoport, Amos (1987) Pedestrian Street Use: Culture & Perception., In Public Streets for Public Use, Edited by Anne Vernez Moudon, New York: Van Nostrand Reinhold Company. 8. Ronald Wiedenhoeft (1981), Cities for People, Van Nostrand Reinhold Company 9. Shirvani, Hamid. (1985) The Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold Company. 10. Sitte, Camillo (1968), City planning according to artistic principles.Phaidon Press. London. 11. Spreiregen, Paul D (1965). The Architecture of Towns and Cities, McGraw Hill Book Company, New York. 12. Proceeding Seminar “Street Architecture in City Development Problems & Opportunities”, Universitas Katolik Parahiyangan Bandung 20 Oktober 2001 13. http://www.suarasurabaya.net/v05/sur abaya/lama.php?p=46 (diunduh tgl. 20 Juni 2008)