METABOLIT SEKUNDER AGENSIA PENGENDALI HAYATI: TEROBOSAN BARU PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PERKEBUNAN Oleh: Loekas Soesanto Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Korespondensi:
[email protected] PENDAHULUAN Salah satu masalah yang sering dihadapi di dalam dunia pertanian, khususnya di tanaman perkebunan, adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Akibat dari adanya serangan OPT ini selain ke arah pertumbuhan tanaman dan produksi, juga dapat menurunkan nilai tambah dari produk pertanian, bahkan sampai kepada peningkatan kesejahteraan hidup petani atau pekebun. Bahkan tidak jarang serangan OPT mengakibatkan kegagalan panen. Oleh karena itulah, diperlukan tindakan pencegahan dan pengengelolaan OPT agar masalah OPT di pertanaman dapat ditekan atau diatasi. Penggunaan agensia pengendali hayati (APH) akhir-akhir ini mulai marak dan banyak digunakan di hampir semua bidang pertanian secara luas, tidak ketinggalan di bidang perkebunan. Banyak penelitian di berbagai bidang menggunakan APH, baik dari kelompok jamur maupun bakteri antagonis. Hal ini didasarkan kepada semakin sadarnya konsumen untuk mengkonsumsi produk pertanian sehat dan bebas residu kimia, di samping kepada kesadaran akan kelestarian lingkungan hidup. Selain itu, semakin banyaknya pemanfaatan APH di dunia perkebunan muncul dari rendahnya tingkat kompetisi produk perkebunan kita di pasar bebas karena kualitasnya yang rendah terutama akibat kandungan residu bahan kimia di dalam produk perkebunan. Bahkan, ketidak-mampuan bahan kimia sintetis di dalam mengatasi atau mengendalikan OPT perkebunan di lapangan. Akan tetapi, meskipun APH sering digunakan di dalam mengatasi masalah OPT perkebunan, masih banyak OPT perkebunan yang belum dapat diatasi dengan pemanfaatan APH secara konvensional. Misalnya, masalah penggerek batang, penggerek cabang atau ranting, penggerek buah, penyakit layu pembuluh, dan penyakit mati pucuk tanaman perkebunan. Hal ini dikarenakan OPT perkebunan tersebut berada di dalam jaringan tanaman dan bahkan keberadaannya di dalam jaringan tanaman tidak terdeteksi karena mempunyai jalur pergerakan yang khas. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu inovasi baru di dalam pemanfaatan APH, khususnya di dalam mengatasi OPT perkebunan yang sampai sekarang belum dapat dikendalikan. Metabolit sekunder APH seringnya digunakan sebagai dasar pertimbangan mengapa APH yang
diaplikasikan tersebut berhasil mengendalikan OPT, jadi masih sebagai objek bukan subjek yang digunakan, bukan pelakunya karena subjeknya masih berupa konidium atau spora APH. Tulisan ini ingin mengungkapkan inovasi baru APH di dalam mengatasi OPT tersebut, yaitu penggunaan metabolit sekunder APH, yang selama ini tidak pernah diperhatikan secara khusus bahkan digunakan penuh. METABOLIT SEKUNDER APH Metabolit sekunder adalah senyawa organik yang tidak secara langsung terlibat dalam pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi organisme secara normal dan dibentuk selama akhir atau mendekati tahap stasioner pertumbuhan organisme. Metabolit sekunder adalah hasil metabolisme organisme atau mikroba yang dibuang karena tidak ada manfaatnya bagi kehidupan organisme atau mikroba tersebut; sedangkan hasil metabolisme yang digunakan dikenal dengan nama metabolit primer. Metabolit primer merupakan senyawa organik yang dibentuk selama pertumbuhan organisme atau mikroba, yang secara langsung berpengaruh terhadap kehidupan orgnaisme atau mikroba. Hal ini karena hasil metabolisme tersebut berupa energi yang sangat dibutuhkan organisme atau mikroba untuk hidupnya. Misalnya alkohol, asam amino, protein, dan lemak. Sementara itu, metabolit sekunder umumnya dibentuk di akhir pertumbuhan yang berupa sisasisa metabolisme, sehingga diperlukan untuk dibuang karena tidak dibutuhkan untuk kehidupan organisme atau mikroba. Misalnya antibiotika, enzim, hormon, dan toksin. Hasil metabolit sekunder yang tidak digunakan tersebut yang menyebabkan suatu APH mempunyai tingkat kemempanan yang tinggi atau rendah di dalam mengendalikan OPT di lapangan. Banyak hasil penelitian pemanfaatan APH untuk mengendalikan OPT, tidak terkecuali OPT perkebunan, yang menunjukkan hasil positif; artinya ,dapat menekan tingkat serangan OPT di lapangan, meskipun diaplikasikan dengan cara konvensional. Keberhasilan APH tersebut sangat tergantung dan ditentukan dengan seberapa banyak jumlah dan jenis metabolit sekunder yang dihasilkan. Peran metabolit sekunder APH dapat secara tunggal, artinya hanya satu jenis metabolit sekunder saja yang berguna. Akan tetapi, umumnya metabolit sekunder APH berperan ganda, baik secara aditif maupun sinergis. Hal ini sering nampak pada hasil aplikasi APH, selain dapat mengatasi atau mengendalikan OPT juga dapat berpengaruh kepada tanamannya, khususnya terhadap pertumbuhan tanaman. Jadi, pertanyaannya adalah mengapa menggunakan metablit sekunder APH di dalam mengendalikan OPT perkebunan? Ada beberapa alasan mengapa metabolit sekunder APH digunakan, yaitu:
1. Berperan sebagai pelindung tanaman Metabolit sekunder APH, dan juga APH konvensional, mampu melindungi tanaman dari serangan OPT jika diberikan di awal sebagai pencegahan sebelum ada serangan OPT. Perlindungan yang diberikan oleh APH secara konsvensional adalah dengan penyelimutan daerah sekitar akar tanaman (rhizosphere) karena kemampuan persaingannya yang lebih baik dengan mikroba tanah lainnya. Sebaliknya, perlindungan oleh metabolit sekunder APH adalah dari dalam tanaman, yaitu metabolit sekunder APH salah satunya berperan meningkatkan senyawa kimia di dalam tanaman yang berfungsi dalam ketahanan tanaman terhadap serangan OPT (Tabel 1). Metabolit sekunder mampu mengimbas ketahanan tanaman, sehingga tanaman dapat tahan dan terhindar dari serangan OPT. Tabel 1. Kandungan senyawa fenol tanaman uji secara kualitatif akibat perlakuan formula cair Pseudomonas fluorescens P60 (Soesanto et al., 2010) Perlakuan Kontrol spPfP60-5hsbt ssPfP60-5hsbt spPfP60-st ssPfP60-st spPfP60-5hsst ssPfP60-5hsst
Glikosida + +++ +++ +++ +++ +++ ++
Saponin + ++ +++ +++ ++ +++ +++
Tanin + +++ +++ ++ ++ ++ ++
Keterangan: + = sedikit, ++ = cukup banyak, +++ = banyak, sp = supernatan, ss = suspensi, PfP60 = P. fluorescens P60, hsbt = hari sebelum tanam, st = saat tanam, dan hsst = hari sesudah tanam.
Pada Tabel 1 nampak bahwa aplikasi bakteri antagonis P. fluorescens P60, baik diaplikasikan sebelum, pada saat, maupun setelah tanam, mampu meningkatkan kandungan senyawa fenol di dalam tanaman uji secara kualitatif. Meskipun pengimbasan ketahanan tanaman, yang dapat berfungsi sebagai pelindung tanaman, dapat juga disebabkan oleh perlakuan bahan kimia, seperti asam salisilat dan asam jasmonat, namun penggunaan metabolit sekunder APH lebih sesuai, baik ditinjau dari biaya yang rendah maupun kemudahan dalam penyiapannya.
2. Penting dalam mengatasi stress lingkungan Lingkungan hidup tanaman yang tidak sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat menyebabkan stress pada tanaman, yang berujung kepada terganggunya
pertumbuhan dan produksi tanaman, misalnya cuaca ekstrem dan adanya senyawa kimia beracun di dalam tanah. Metabolit sekunder APH ketika diberikan di awal tanam dapat mengatasi stress lingkungan karena terkait dengan perannya sebagai pengimbas ketahanan tanaman.
3. Penting dalam mengatasi OPT yang berada di dalam tanaman Banyak OPT perkebunan yang belum dapat diatasi dengan baik khususnya oleh penggunaan APH biasa atau secara konvensional, dan bahkan sudah muncul OPT perkebunan baru. Ketidak-mampuan mengatasi serangan OPT perkebunan tersebut selain disebabkan oleh keberadaan OPT perkebunan yang sukar diketahui karena berada di dalam jaringan tanaman, maupun sukar dijangkau karena berada di bagian atas tanaman yang tinggi, misalnya hama kelapa. Aplikasi metabolit sekunder APH mampu menjawab tantangan tersebut. Beberapa hasil kaji terap yang dilakukan, baik oleh BBPPTP Ambon maupun UPTD Proteksi, Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah, menunjukkan bahwa metabolit sekunder APH dapat mengendalikan beberapa OPT perkebunan yang sukar tersebut, misalnya penyakit VSD pada kakao, hama penggerek cengkeh, serta hama Brontispa dan Sexava pada kelapa. Penyakit busuk buah kakao juga dapat diatasi dengan aplikasi metabolit sekunder Trichoderma sp. dengan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan dengan aplikasi APH secara konvensional, yaitu lebih dari 75% (Gambar 1). Gambar 1. Hasil aplikasi metabolit sekunder Trichoderma sp, terhadap penyakit busuk buah kakao di Desa Kaliburu (Sumber: UPTD Proteksi, Provinsi Sulawesi Tengah).
4. Sebagai satu-satunya cara pengendalian OPT perkebunan Banyak OPT perkebunan yang tidak dapat diatasi dengan cara apapun, baik dengan kimia maupun non-kimia. Hal ini karena keberadaan OPT perkebunan di dalam jaringan tanaman sukar diketahui dengan dengan jalur yang tidak teratur. Selain itu, kerja dari cara kimia atau non-kimia seringnya bersifat tunggal, sehingga tidak lengkap di dalam mengendalikan OPT tersebut. Metabolit sekunder APH mampu menjawab tantangan tersebut, yaitu dapat menjangkau keberadaan OPT di dalam jaringan tanaman, dan dengan mekanisme yang beragam sesuai kandungan di dalam metabolit sekunder APH (Tabel 2). Tabel 2. Analisis kandungan senyawa fenol, pengaruh supernatan beberapa agensia hayati terhadap perkecambahan konidium, dan keberadaan Fusarium oxysporum f.sp. cubense di akar dan bonggol tanaman pisang (injeksi dan rendam bibit) (Soesanto dan Rahayuniati, 2009)
Perlakuan
Kontrol Spnt F.eq Spnt T.kon Spnt G.vir Spnt T.har1 Spnt T.har2 Spnt T.har3
Pengujian kandungan fenol Perkecam(kualitatif) bahan konidium Foc glikosida tanin saponin + ++ ++ + +++ ++ ++
+ ++ +++ + +++ +++ +++
++++ +++ + ++ + ++ +
++++ +++ + ++ + ++ +
Keberadaan Foc (%) akar 70,0 bc 90,0 c 40,0 ab 20,0 a 10,0 a 50,0 abc 10,0 a
bonggol 100,0 b 100,0 b 20,0 a 20,0 a 0a 40,0 a 10,0 a
Keterangan: + = sedikit, ++ = cukup banyak, +++ = banyak, ++++ = sangat banyak, Spnt = supernatant, F.eq = Fusarium equiseti, T. kon = Trichoderma koningii, G. vir = Gliocladium viride, dan T. har = Trichoderma harzianum.
5. Kemudahan dalam penyiapan, pengaplikasian, penyimpanan, dan pengemasan Metabolit sekunder APH dapat disiapkan dengan mudah, artinya dapat dilakukan oleh petani biasa yang tidak mempunyai alat lengkap seperti di laboratorium. Bahan yang digunakan juga sangat mudah didapat dan murah, bahkan tidak ada harganya. Aplikasi metabolit sekunder APH dapat dilakukan dengan berbagai cara, semua cara dapat digunakan; bahkan tidak tergantung kepada perbedaan ekologi wilayah. Hal ini berbeda dengan APH biasa yang terbatas cara aplikasinya dan tergantung kepada kesamaan ekologinya. Penyimpanan metabolit sekunder APH dapat dilakukan dalam waktu lama, bahkan bertahun-tahun dengan syarat tertentu, dan tidak terpengaruh oleh kondisi ekologi. Pengemasannya pun juga sangat sederhana dan mudah.
6. Lebih lengkap dampak positifnya di dalam mengatasi OPT Pengaruh dari aplikasi metabolir sekunder APH tidak saja dialami oleh OPT sasaran, tetapi juga oleh tanamannya. Hal ini karena kandungan di dalam metabolit sekunder APH tidak saja berupa toksin atau antibiotika atau enzim yang berperan di dalam pengendalian OPT, tetapi juga hormon yang berperan dalam pertumbuhan dan produksi tanaman. Bahkan metabolit sekunder APH berperan sebagai agensia pengangkut logam, agensia simbiosis, penghasil hormon, efektor pembeda, serta toksin bagi pesaing dan molekul lain. Peran metabolit sekunder APH ini terkait erat dengan mekanismenya, yaitu ketahanan sistemik terimbas, antibiosis, senyawa bioaktif organik menguap, enzim, dan terangkut hara dan air. Fungsi ganda inilah yang menjadikan metabolit sekunder APH saat ini menjadi inovasi baru di dalam membuat tanaman sehat dan tahan terhadap serangan OPT.
7. Peluang usaha
Mengingat peran metabolit sekunder APH yang lengkap dan penting, dan kemudahan di dalam menghasilkan atau memproduksinya, tidak menutup kemungkinan metabolit sekunder APH akan dapat diproduksi secara besar atau skala industri. Berdasarkan latar belakang tersebut, metabolit sekunder APH mempunyai beberapa fungsi, yaitu: 1. Memperlambat dan menghambat perkecambahan spora 2. Melindungi pertumbuhan awal 3. Membersihkan lingkungan 4. Memperkuat jaringan 5. Menyediakan pasokan nutrisi 6. Merangsang dan menghasilkan pengatur tumbuh MACAM METABOLIT SEKUNDER APH Kandungan atau macam metabolit sekunder untuk masing-masing APH tidak sama, juga untuk APH yang sama tetapi berbeda strain atau isolatnya. Setiap APH mempunyai keunikan tersendiri, dan hal ini akan terkait erat dengan sifat keganasannya terhadap OPT sasaran. Semakin mempan efikasi metabolit sekunder APH terhadap OPT sasaran, semakin tinggi kandungannya. Berikut beberapa contoh APH dengan kandungan metabolit sekundernya.
1. Beauveria bassiana Kandungan di dalam metabolit sekunder B. bassiana di antaranya bassianin, bassiacridin, beauvericin, bassianolide, siklosporin A, asam oksalat, beauverolides, tenellin and oosporein, Antibakteri, Antijamur, Antinematodal, Mikotoksin, sitotoksis, Beauvericin, Enniatins, Isarolides, dan Bassianolide (= insecticidal). Metabolit sekunder B. bassiana mampu menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogen tanaman dengan konsentrasi rendah. Jamur patogen tanaman yang dihambat pertumbuhannya oleh metabolit sekunder B. bassiana, antara lain jamur Alternaria tenuis, Aspergillus niger, A. parasiticus, Fusarium avenaceum, F. graminearum, F. moniliforme, F. oxysporum, dan Penicillium sp.
2. Trichoderma –Gliocladium Kedua genus ini merupakan genus agensia hayati yang paling banyak digunakan untuk mengendalikan OPT, juga OPT perkebunan. Kandungan di dalam metabolit sekundernya cukup banyak dan lengkap, yaitu Antrakuinon: pachybasin, chrysophanol, emodin, trichodermol, Antibiotika, Enzim, Toksin, Manitol, Asam 2-hidroksimalonat, Metil benzoate, P-hidroksibenzil alcohol, Asam ferulat, 2,5-dimetoksibenzokuinon, Dihidrokoenzim q10,
Coenzim q10, Sorbisilin, Nektriapiron, Vermopiron, Trikoharzin, Kompaktin, Koasam suksinat, Asam itakonat, Asam karolat, Penkolida, Viridiofungin a, Viridiofungin b, Viridiofungin c, Metil-2,4,6-oktatriena carboksilat, Trikodermena a, Harzianopiridon, Harzianolida, Dehidro harzianolida, Asam harzianat, Ninginan d, 2,4,6,8-nonatetron-2,8-bisetilenketal, 2,3-dihidroksi-5,6-dimetil benzokuinon, 2,3-dimetoksi-5,6-dimetil benzokuinon, 2,3-dimetoksi-5,6-dimetil kuinhidron, 3,5-dihidroksi toluene, 1,2-dimetil-3,4-dihidroksi benzene, Trikodermaol, Dimerat santona, Trikodimerol, Trikodermolida, Sorbikuinol, Sekokoninginin, Siklonerodiol, Asam gliokladat, Asam heptelidat, Triko-akorenol, 3,4,14trihidroksikaroten-14-oleat, Trikodermin, Mikotoksin a, Harziandion, Ergosterol, Asam helvolat, Viridin, Viridol, Viron, Dermadin, Sporolakton, Isonitrin a, Homotalin d, Gliotoksin, Fenol, Gliovirin, Urasil, Melanoksadin, Seramida, Valinotrisin, Melanoksazal, Trikopolin I, Vertisilin a, Homovertisilin a, 3-metilbut-2-enil eter, dan 3-hidroksimetilbut-2-enil eter. Selain itu, beberapa enzim juga dihasilkan oleh APH ini yang terkandung di dalam metabolit sekundernya, dan peran enzim sangat penting di dalam menunjang asalah satu mekanisme antagonis, yaitu mikoparasit atau hiperparasit. Enzim yang terdapat di dalam metabolit sekunder Trichoderma spp., di antaranya protease, selulase, selobiase, khitinase, dan 1,3β-glukanase.
3. Metarhizium Metabolit sekunder Metarhizium mengandung beberapa senyawa, di antaranya senyawa pendegradasi pati, pendekomposisi khitin, pendekomposisi lemak dan glikogen, antagonis ke jamur patogen, Khitinolisis, Sitokalasin C dan D (= zigosporin A), Siklodepsipeptida destruksin A, B, C, dan D, L-prolil-L-leusin anhidrid, L-prolil-L-valin anhidrid, dan Desmetil destruksin B SIFAT METABOLIT SEKUNDER APH Metabolit sekunder APH mempunyai sifat yang menguntungkan dan sesuai dengan kebutuhan, jika diaplikasikan dalam berbagai cara. Sifat metabolit sekunder APH antara lain: 1. Mudah larut dalam air, sehingga dapat menyatu dengan air dan tidak membutuhkan perata atau perekat. 2. Tidak meninggalkan residu di dalam jaringan tanaman, sehingga produk pertanian aman terhadap bahaya residu. 3. Tidak mudah menguap, membuat metabolit sekunder APH tahan lama di alam 4. Jumlah metabolit sekunder yang dibutuhkan hanya sedikit, tetapi memberikan manfaat yang besar
5. Mudah diaplikasikan dengan beragam cara dan dalam berbagai kondisi karena tidak terpengaruh oleh perbedaan lokasi dan cuaca atau iklim. 6. Dapat dipadukan dengan pemupukan organik ketika diaplikasikan, sehingga dapat menghemat biaya kerja. 7. Manfaat ganda dapat diakibatkan oleh aplikasi metabolit sekunder APH, baik terhadap OPT perkebunan sasaran maupun pertumbuhan dan produksi tanaman inangnya. APLIKASI METABOLIT SEKUNDER APAH Metabolit sekunder APH dengan banyak manfaat positif dan keuntungan, sangat menjanjikan untuk dapat mengatasi OPT perkebunan khususnya. Hal ini karena aplikasi metabolit sekunder APH yang mudah dan tidak terbatas, yaitu: 1. Penyiraman sekitar batang tanaman di bawah tajuk tanaman 2. Pelindung benih dengan cara pelapisan beniih dan perendaman benih 3. Perendaman akar bibit khususnya sebelum ditanam atau dipindah tanam 4. Penyiraman bibit di sekitar tangkai bibit dalam pesemaian 5. Perendaman rimpang, umbi, atau akar 6. Injeksi atau infus batang dan infus akar untuk tanaman berkayu 7. Penyemprotan daun dan batang serta cabang tanaman 8. Penyemprotan bunga atau buah/bakal buah KEUNTUNGAN PENGGUNAAN METABOLIT SEKUNDER APH Metabolit sekunder APH banyak memberikan keuntungan jika diaplikasikan untuk mengendalikan OPT perkebunan. Hal ini akan berdampak kepada peningkatan pendapatan petani pekebun. Bebera keuntungan yang dapat diberikan oleh metabolit sekunder APH yaitu:
1. Mudah dilakukan penyiapan atau pembuatannya, dan bahkan sampai kepada penerapan dan penyimpanannya.
2. Cepat mengenai sasaran bahkan untuk sasaran yang sukar dilakukan pengendalian dengan cara apapun
3. Secara khusus ditujukan untuk mengatasi OPT penggerek batang atau buah dan pembuluh kayu tanaman perkebunan
4. Hemat bahan metabolit sekunder karena dapat diencerkan dan hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit
5. Hemat biaya karena bahan dan alat yang diperlukan untuk membuat dan menyiapkan metabolit sekunder APH sangat murah.
6. Tidak berpengaruh negatif ke tanaman, bahkan memberikan pengaruh positif kepada pertumbuhan dan produksi tanaman.
7. Aman residu yang ada di dalam jaringan tanaman, karena metabolit sekunder APH adalah senyawa organik. PENUTUP Melihat begitu banyak manfaat yang diperoleh dengan aplikasi metabolit sekunder APH dan tidak adanya dampak negatif yang ditimbulkannya, maka metabolit sekunder APH merupakan inovasi baru APH di dalam mengatasi OPT perkebunan, khususnya OPT perkebunan yang selama ini tidak dapat dikendalikan dengan cara biasa. Aplikasi metabolit sekunder APH ke depan akan lebih sering dilakukan agar salah satu kendala peningkatan produksi tanaman perkebunan dapat diatasi dengan aman dan ramah lingkungan. Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa metabolit sekunder APH: 1. Sebagai cakrawala baru dalam perlindungan tanaman perkebunan 2. Perangkat untuk pengendalian OPT perkebunan yang ramah secara ekologi 3. Metabolit sekunder APH mempunyai banyak kelebihan dan keuntungan 4. Menunjang pertanian dan perkebunan berkelanjutan 5. Masih diperlukan tindakan lanjutan yang intensif PUSTAKA ACUAN Elad, Y. 1996. Mechanisms involved in the biological control of Botrytis cinerea incited diseases. European Jorunal of Plant Pathology 102: 719-732. Elad, Y. and S. Freeman. 2002. Biological Control of Fungal Plant Pathogens. Pp. 93-109. In: Kempken (Ed.), The Mycota XI: Agricultural Application. Springer-Verlag Berlin, Heidelberg. Elad, Y., R. Lifshitz, and R. Baker. 1985. Enzymaric activity of the mycoparasitse Pythium nunn during interaction with host and non-host fungi. Physiological Plant Pathology 27: 131-148. Elad, Y., D. Rav David, T. Levi, A. Kapat, B. Krishner, E. Guvrin, and A. Levine. 1998. Trichoderma harzianum T39 – Mechanisms of biocontrol of foliar pathogens. Modern Fungicides and Antifungal Compounds II, Intercept Ltd., Hampshire. Pp. 459-467. Grondona, I., R. Hermosa, M. Tejada, M. D. Gomis, P. F. Mateos, P. D. Bridge, E. Monte, and I. Garcia-Acha. 1997. Physiological and biochemical characterization of Trichoderma harzianum, a biological control agent against soilborne fungal plant pathogens. Applied and Environmental Microbiology 63(8): 3189–3198. Guetsky, R., D. Shtienberg, Y. Elad, E. Fischer, and A. Dinoor. 2002. Improving biological control by combining biocontrol agents each with several mechanisms of disease suppression. Phytopathology 92: 976-985.
Sivan, A. and I. Chet. 1989. Degradation of fungal cell wall by litic enzymes of Trichoderma harzianum. Journal of General Microbiology 135: 675-682. Soesanto, L. 2010. Pengimbasan ketahanan: Strategi cerdas pengendalian penyakit dan hama tanaman. Hal. 17-25. Dalam: L. Soesanto, R.F. Rahayuniati, E. Mugiastuti, dan A. Manan (Eds.). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman Ramah Lingkungan. Jurusan HPT, Fakultras Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Soesanto, L. 2013. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman, Cetakan II. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Soesanto, L. dan R.F. Rahayuniati. 2009. Pengimbasan ketahanan bibit pisang Ambon Kuning terhadap penyakit layu fusarium dengan beberapa jamur antagonis. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 9(2):130-140. Soesanto, L., E. Mugiastuti, dan R.F. Rahayuniati. 2010. Kajian mekanisme antagonis Pseudomonas fluorescens P60 terhadap Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici pada tanaman tomat in vivo. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 10(2):108-115. Steyaert, J.M., H.J. Ridgway, Y. Elad, and A. Stewart. 2003. Genetic basis of mycoparasitism: a mechanism of biological control by species of Trichoderma. New Zealand Journal of Crop and Horticultural Science 31: 281-291. Zaldívar, M., J.C. Velásquez, I. Contreras, and L.M. Pérez. 2001. Trichoderma aureoviride 7121, a mutant with enhanced production of lytic enzymes: its potential use in waste cellulose degradation and/or biocontrol. EJB Electronic Journal of Biotechnology Vol.4 No.3, http://www.ejb.org/content/vol4/issue3/full/7 [31 Oktober 2014].