MERANTAU DAN PROBLEMATIKANYA (Studi di Desa Oempu Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos) Pada Program Studi Sosiologi Jurusan Sosialogi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo
OLEH: MUHAMAD IRFAN C1B1 12 087 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
ABSTRAK MUHAMAD IRFAN (C1B1 12 087): Merantau dan Problematikanya.(Studi di Desa Oempu Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna). Pembimbing I Dra.Hj.Suharti Roslan, M.Si dan pembimbing II Bakri Yusuf, S.Sos. M.Si Masyarakat terkadang harus meninggalkan kampung halaman atau pergi merantau untuk mendapatkan lapangan pekerjaan. sehingga banyak orang Indonesia merantau atau bermigrasi untuk mencari pekerjaan atau pendidikan yang lebih baik. fenomena migrasi lebih dikenal oleh masyarakat indonesia sebagai merantau merupakan tradisi yang cukup lama. rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1).Faktor-faktor apakah yang menyebabkan masyarakat Desa Oempu Kecamatan Tongkuno Kabupataen Muna merantau? (2). Bentuk problematika apa saja yang dihadapi para perantau di Desa Oempu Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna? Penelitian ini dilakukan di Desa Oempu Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa di desa tersebut banyak masyarakatnya yang pergi merantau. Informan utama dalam penelitian ini adalah perantau berjumlah 13 orang, dan informan pendukung yaitu Kepala Desa, serta keluarga perantau yang di tinggalkan. Pemilihan informan tersebut dilakukan secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Desa Oempu Merantau. (1). Faktor Pendoron terdiri dari : potensi sumber daya alam yang berkurang memungkinkan untuk diolah yang bisa menjadi sumber kehidupan, menyempitnya lapangan pekerjaan, alasan perkawinan. (2). Faktor Penarik dalam melakukan perantauan dipengaruhi oleh apa yang dimiliki oleh suatu Daerah atau negara. Alasan paling dominan yang menarik keinginan untuk melakukan perantauan adalah karena upah kerja yang tinggi, kesempatan mendapatkan pekerjaan, tarikan dari oranglain.Dandidaerah merantau ada problematika yang meraka hadapi. 1.Proble matika Ekonomi.yaitu pemenuhan kebutuhanan rumah tangga yang diakibatkan menyempitnya lapangan pekerjaan didaerah asala. 2 .Problematika keluarga yaitu kurangnya kontrol sosial terhadap keluarga yang di tinggalkanterutama anak yang mana pengawasannya di lakukan oleh nenekatau kerabat terdekat 3. Problematika Sosial yaitu adayan perubahan gaya hidup para perantau seperti logat, cara berpakaian 4. Problematika KeImigrasian. Yaitu adanya penyalah gunaan dokumen Ke Imigrasia (Pasport) diman mereka rata-rata mengunakan pasport pelancong atau wisatawan bahkan ada yag sama selai tidak memiliki dokumen. Kata kunci : Problematika Merantau Kendari,
Januari 2017 Mahasiswa
Muhamad Irfan C1B1 12 087
ABSTRACT MUHAMAD IRFAN (C1B1 12 087) : Going away and Its Problems. (Studies in the Village District of Tongkuno Oempu Muna). Supervisor I Dra.Hj.Suharti Roslan, M.Si and counselors II Bakri Yusuf, S. Sos. M.Si Society must sometimes leaves home or away from home to get jobs. so many Indonesian people wander or migrate to find work or a better education. migration phenomenon more commonly known by the people of Indonesia as wander a long tradition. the problem in this study were (1). What factors are causing the villagers Oempu Tongkuno Kabupataen District of Muna wander? (2). Any form of the problems faced by migrants in the village Oempu Tongkuno District of Muna? This research was conducted in the village Oempu Tongkuno District of Muna. The choice of location is based on the consideration that in the village a lot of people who wander away. Key informants in this study are immigrants amounted to 13 people, and informants supporting the Head of the Village, as well as families of migrants left behind. Selection of informants was conducted by purposive sampling. The results showed that the factors that led to the village community Oempu Going away. (1). Incentives consist of: the potential of natural resources is reduced allowing it to be processed can be a source of life, narrowing employment, marital reasons. (2). Factor in doing overseas is influenced by what is owned by a region or country. The most dominant reasons that attract the desire to do overseas is due to high wages, employment, tug of else.And area there are the problems that the They wander face. 1. Problems of Economics are meeting the needs of households resulting from the narrowing employment region of origin. 2. Problems of families is the lack of social control over the families left behind, especially children who where supervision is done by the grandmother or relative 3. Social Problems that lifestyle changes such as immigrants accent, dress 4. Problems of immigration. Namely the misuse of immigration documents (Passport) in which they averaged using a passport travelers or tourists and some even did not have the document.
Keywords: Problems Wander Kendari, January 2017 College student Muhamad Irfan C1B1 12 087 vi
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat kasih dan kemurahannya sehingga penulis dapat merampungkan hasil penelitian ini dalam memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) pada Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan hasil penelitian ini tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang dihadapi. Namun berkat bantuan dan motivasi yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya hasil penelitian ini selesai pada waktunya dengan judul ‘Merantau dan Problematikanya’. Penghargaan terkhusus ,teristimewa dan yang tak terhingga kepada kedua orang tua saya bapak La Ode Haeru dan Ibu Wa Labe yang tercinta atas doa, dukungan dan bantuannya yang tak pernah lelah diberikan kepada saya serta kasih sayangnya yang selalu menyemangati dan membimbing saya dalam melakukan segala hal yang termaksud dalam perjalanan studi. dan adik-adik saya tercinta, Ikram, Gebi, dan
tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada seluruh
Keluarga Besarku yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan studi. Semoga Allah SWT selalu melimpakan rahmat, kesehatan, karunia dan keberkahan di dunia dan di akhirat, Amin. Kemudian penulis juga menyampaikan penghargan dan ucapan terimakasih yang tulus kepada ibu Dra.
Hj. Suharty Roslan M.Si Selaku Pembimbing I dan Bapak Bakri Yusuf, S.Sos., M.Si salaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan tenaga dengan tulus dan ikhlas dalam memberi arahan dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulisan Skripsi ini dapat terselesaikan, semogga Allah dapat memberikan pahala terhadap beliau atas jasa dan karyanya. Dan tak lupa juga penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada Bapak Safar Selaku Kepala Desa Oempu serta informan yang sudah memberikan data dan informas Selama penulis melakukan proses penelitian. Ucapan terimah kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Supriadi Rustad. M.Si. Selaku Rektor Universitas Halu Oleo. 2. Bapak Dr. Bahtiar, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo. 3. Bapak Drs. Juhaepa, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo. 4. Bapak Bakri Yusuf, S.Sos., M.Si selaku sekretaris Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo. 5. Ibu Dra. Hj. Suharty Roslan M.Si selaku ketua program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo. 6. Kepada seluruh Dosen Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu terimah kasih atas bimbingannya dan pengajarannya yang telah diberikan kepada penulis.
7. Para staf di jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo (Pak Saktari, Pak Udin dan Pak Sida) yang telah membantu pengurusan di kampus,andre 8. Ucapan terimah kasih yang terkhusus dan tak terhingga kepada kakanda saya Ahmad Keke,S,Sos.M.Sos, yang dengan ikhlas dan sabar menuntun peneliti hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. 9. Buat Sahabat – sahabat sosiologi angkatan 012 ,Rizal,Asmira,Husna ,Sahrul dan Andre serta teman – teman yang tidak bisa saya sebutkan namanya terimah kasih atas dukungan dan motivasinya selama ini. 10. Buat sahabat - sahabat terbaikku Epeng,Atmi, Abhot kanda akul,egiyb, gusbin,mirun,adhe,jamal serta seluruh sahabat yang saya tidak bisa sebutkan namanya satu persatu yang selalu menemani peneliti baik suka maupun duka, terima kasih atas bantuan dan motivasi yang selalu kalian berikan kepada saya selama proses penyusunan skripsi ini. 11. Terimah kasih Buat teman – teman Asrama Pondok Efy , dan Asrama Damai yang telah memberikan semangat do’a maupun dukungan dalam peyusunan Skripsi ini. 12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih segala kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat. Amin.
Kendari,
Januari 2017
Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................................
ii
PERYATAAN. ..................................................................................................................
iv
ABSTRAK........................................................................................................................
v
ABSTRACK......................................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
vii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..............................................................................................................
xii
BAB I.
BAB II.
BAB III.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ..............................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................
4
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Merantau .................................................................................
5
2.2.Faktor pendorong Dan Penarik Terjadinya Migrasi ...............................
11
2.3 Konsep Problematika .............................................................................
21
2.4 Problematika yang dihadapi Perantau di daerah Tujuan .......................
28
2.5 Kerangka Pikir.........................................................................................
31
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian .................................................................................
34
3.2. Informan Penelitian .............................................................................
34
3.3. Jenis dan Sumber Data .......................................................................
34
3.4. Tehnik Pengumpulan Data ..................................................................
35
3.5. Tekhnik Analis Data .............................................................................
36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Desa Oempu .............................................................
37
4.2 Kondisi Geografis....................................................................................
37
4.3 Kondis Demografis .................................................................................
39
4.4 Faktor yang menyebabkan masyarakat Desa Oempu melakukan merantau .............................................................................................
45
4.4.1 Faktor Pendorong................................................................................
45
5.4.2 Faktor Penarik .....................................................................................
48
4.5 Problematika Ekonomi ........................................................................
54
4.6 Problematika Keluarga .........................................................................
58
4.7 Problematika Sosial .............................................................................
63
4.8 Problematika Keimigrasian..................................................................
68
BAB. PENUTUP 5.1 Kesimpulan .............................................................................................
73
5.2 Saran ......................................................................................................
74
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 KeadaanPenduduk Desa Oempu Berdasarkan Suku Bangsa ...........................
41
Tabel 2 Keadaan Penduduk Desa Oempu Berdasarkan Tingkat Pendidikan..... ...........
42
Tabel 3 Komposisi Kepala Keluarga Berdasarkan Mata Pencaharian ..........................
44
Tabel 4 Sarana dan Prasarana Desa Oempu .................................................................
45
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan lebih terpusat di kota-kota besar, terutama di Pulau Jawa,sehingga ini menjadi sebuah problematika bagi daerah yang ada diluar pulau jawa. Masalah peluang pekerjaan terjadi bukan saja karena jumlah angkatan kerja yang terus meningkat,tetap juga adanya faktor lain yang ikut mendasari permasalah ini,yaitu lapangan pekerjaan yang ada kuarang memadai untuk menampung tenaga kerja yang tersedia,sehingga mengakibatkan terjadinya suatu persaingan yang sangat kuat diantara masyarakat pencari kerja dalam upaya mendapat suatu pekerjaan guna memenuhi kebutuhan dan demi kelangsungan hidup Masyarakat terkadang harus meninggalkan kampung halaman atau pergi merantau untuk mendapatkan lapangan pekerjaan. sehingga banyak orang Indonesia merantau atau bermigrasi untuk mencari pekerjaan atau pendidikan yang lebih baik. fenomena migrasi lebih dikenal oleh masyarakat indonesia sebagai merantau merupakan tradisi yang cukup lama. Fenomena merantau adalah hal lazim ditemukan pada masyarakat di banyak tempat di Indonesia pada dasarnya adalah migrasi,tetapi merantau adalah tipe khusus dari migrasi yang memiliki konotasi budaya tersendiri yang tidak mudah di terjemahkan dalam bahasa inggris.Dalam kamu bahasa indonesia Zain, (1994) menjelaskan bahwa merantau adalah kata kerja yang berlawanan me yang berasal dari kata rantau
yang artinya pergi kenegeri lain untuk mengadu nasib.Catatan sejarah menunjukan bahwa berbagi etnik indonesia sudah melakukan perantauna didaerah lain diluar daerah asalnya. perantau-perantau Minangkabau (Naim,1979),orang bugis (Abustan, 1989, Kusuma, 2004) dan orang pidie (Aceh) (Sahur,1976, Abdullah,1978) misalnya sudah lama melakukan perantauan dan keturunan perantau ini sekarang hidup diberbagai daerah termaksuk Malaysia. Dari beberapa penelitian yang dilakukan tampak bahwa merantau adalah sebagian dari kebudayaan suku-suku bangsa Indonesia walaupun tujuan dan tingkat intensitas merantau antara satu kelompok etnik berbeda dengan kelompok lainnya. Karaksteristik perantau,alasan dan motifasi merantau, daerah tujuan merantau,jalur perjalanan kerantau, dan implikasi atau dampak merantau Merantau umumnya dilakukan karena berbagai alasan antara lain : harapan yang akan ditemukan hidup lebih baik di daerah rantau, keadaan yang diidam-idamkam selama berada di negri perantauan Kesuma, (2004). Begitu pula pada masyarakat Muna yang berdomisili di Desa Oempu melakukan perantauan karena adanya keinginan untuk mencari kehidupan baru yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya baik untuk kehidupan pribadi maupun dalam menunjang kehidupan keluarga. Masyarakat yang melakukan kegiatan merantau dengan tujuan daerah didalam negeri, maupun sebagai TKI baik legal maupun ilegal bukan saja dilakukan laki-laki tetapi juga perempuan, baik yang telah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga. Oempu adalah sebuah desa di Kecamatan Tongkuno, kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara mayoritas penduduknya sudah
berkeluarga dan anak yang putus sekolah bahkan yang tidak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi melakukan kegiatan merantau. Kegiatan ini telah lama dilakukan sekitar kurang lebih 40 tahunan bahkan ada yang menikah dan sudah menetap tinggal didaerah tempatnya merantau. Pada umumnya mereka memiliki semangat yang tinggi untuk pergi merantau ini bisa dilihat dari banyaknya jumlah penduduk yang melakukan merantau. Masyarakat melakukan perantauan karena di daerah ini kurang menjanjikan untuk sumber nafkah keluarga seperti menyempitnya lapangan pekerjaan,upah yang tinggi ditawarkan didaerah rantau,mudah mendapatkan pekerjaan dan ingin mencoba kehidupan baru. Budaya merantau masyarakat Oempu dalam melakukan perantauan juga disebabkan oleh
meningkatnya
kebutuhan sehari – hari, juga kurang tersedianya lapangan kerja bahkan ada juga yang melakukan perantauan karena melihat famili atau orang satu kampung yang sudah sukses sehingga itu di jadikan contoh keberhasilan orang yang merantau. Adapun waktu untuk pergi merantau yang dilakukan oleh masyarak Desa Oempu biasa setelah hari raya idhul fitri dan idhul adha. Bagi masyarakat desa Oempu memilih kembali ke kampung halamannya pada hari-hari menjelang lebaran, yang dianggap sebagai waktu yang tepat untuk pulang ke daerah asalnya. Sementara itu daerah tujuan merantau berfariasi seperti, Kendari, Jayapura, Batam, Kalimantan dan bahkan sampai ke Malysia. Daerah yang paling banyak dipilih untuk merantau adalah Jayapura Kalimantan dan Malaysia.Dari sini terlihat bahwa merantau dimaknai secara berbeda baik oleh pelaku maupun oleh
masyarakat setempat.Dibalik budaya merantau oleh penduduk Desa Oempu terdapat problematika yang dialami. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan
masyarakat
Desa Oempu
Kecamatan Tongkuno Kabupataen Muna merantau? 2. Bentuk-bentuk problematika apa saja yang dihadapi para perantau di Desa Oempu Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan hasil penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan adanya perantauan pada masyarakat Desa Oempu kecamatan tongkuno kabupaten muna. 2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk problematika yang dihadapi perantau di Desa Oempu Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis diharapkan dapat memberikan masukan dan wawasan kepada masyarakat secara kolektif khususnya masyarakat yang melakukan kegiatan perantau. 2. Secara akademik dapat menambah pengetahuan mengenai budaya merantau dan problematikanya yang dihadapi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Merantau. Merantau sering dikenal dengan migrasi, sebagaimana dalam kamus Sosiologi
dan
Kependudukan
(Hartini
dan
G.
Kartasapoetra,
1992)
mengemukakan bahwa migrasi diartikan sebagai suatu perpindahan atau gerak penduduk secara permanen dengan melewati perbatasan Negara atau suatu perpindahan penduduk secara permanen dengan menempuh jarak tertentu. Sejalan dengan itu, (Lucas, dkk 1985) mengemukakan bahwa migrasi sebgai perpindahan yang relatif permanen dari suatu kelompok yang disebut kaum migrant, dari suatu lokasi ke lokasi lainnya. Faktor yang mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan untuk migrasi ke suatu wilayah tertentu itu berkaitan dengan pandangan dan image suatu masyarakat tentang ranah budaya (cultural domain). Ranah budaya itu adalah wilayah yang secara kultural dipandang sebagai milik dari masyarakat pendukung kebudayaan itu, sedangkan wilayah yang berada di luar ranah budaya dipandang sebagai wilayah luar. Para perantau Minangkabau yang berhasil akan sangat dihargai oleh masyarakat. Mereka di dorong untuk membawa sesuatu baik berupa harta atau pengetahuan sebagai symbol keberhasilan untuk kepentingan kampung atau keluarga yang ditinggalkan. Harta dan pengetahuan dibawa akan digunakan untuk membangun atau memperbaiki rumah – rumah para saudara, membeli tanah,
membangun mesjid dan sebagainya. Sedangkan pengetahuan dibawa digunakan untuk mengubah atau memajukan daerah, (http///www.google.co.id). Beberapa laporan menyatakan bahwa bermigrasinya masyarakat di Indonesia untuk bekerja sebagai TKI khususnya Malaysia karena sebagai strategi untuk mengatasi soal pengangguran dan kemiskinan dan untuk membangun ekonomi nasional. Di Indonesia fenomena Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menjadi sangat penting sebagai sumber kehidupan untuk banyak orang Indonesia dan sebagai devisa negara yang sangat besar, (http///www.google.co.id). Penelitian merantau bagi orang Minangkabau yang meninggalkan kampung halaman telah membuka cakrawala atau pandangan untuk mengenal daerah diluar Minangkabau, seperti dikatakan “tidak seperti katak di bawah tempurung”. Akibatnya orang minangkabau tidak berpaham sempit dalam hubungan sosial dengan lain suku bangsa. Hasil perantauan pada masa dahulu dibawa pulang untuk menjadi modal dalam membina kecerdasan dan kesejahteraan keluarga. Tetapi tidak membahas tentang kehidupan anak perantau yang ditinggal oleh orang tuanya (http://whelleast.wordpres.com.html). Pada dasarnya motifasi seseorang merantau lebih bayak karena dipaksa kondisi ekonomi keluarga dan keterbatasan lapangan kerja yang ada di daerah asalnya. Oleh karena itu apa yang diperoleh dirantau lebih banyak dimanfaatkan untuk menghidupi keluarga yang memang sangat memerlukan. Kiriman remitan dari para perantau mempunyai dampak positif bagi rumah tangga pedesaan dan ekonomi pedesaan. (http://whelleast.wordpres.com.html).
Budiarti
(1989) menyatakan bahwa faktor sosial budaya merupakan
faktor penting yang harus turut diperhatikan untuk menganalisis penyebab tradisi merantau di daerah Aceh. Pertama, di sana struktur sosial masyarakat Aceh yang matrilokal, pasangan pengantin harus tinggal dikerabat istrinya sampai anak pertama lahir (sekitar 3-4 tahun) yang memilki kekuasaan atas rumah yang mereka tempati. Kedua, pola pengasuhan anak yang membuat seseorang anak tidah betah di rumah yang dari kecilnya anak dibiasakan untuk menjauhi rumah sehingga perasaan anak untuk tinggal di rumah terbatas. Ketiga, perantau merupakan sebuah upaya untuk menghindarkan ketidaksesuaian dalam keluarga yang meluas. Dalam sistem keluarga luas suami istri masing-masing tetap merupakan bagian dari keluarga induk. Menurut kamus besar bahasa Indonesia merantau memiliki arti berlayar atau mencari penghidupan ditanah rantau atau pergi kenegeri lain dan juga merantau adalah perginya seseorang dari ia tumbuh besar kedaerah lain untuk mencari pekerjaan atau pengalaman. Pada masa sekarang ini pengertian merantau sudah menjadi luas,keluar dari kampung sendiri atau kekota lain sudah dikatakan pergi merantau ,apalagi keluar dari suatu provinsi. Poerwardaminta,(1982) Merantau adalah bentuk migrasi yang ditemukan dibeberapa daerah diindonesia.
Fenomena
merantau
didefenisikan
Kato
(1982)
sebagian
meninggalkan kampung halaman untuk mencari kekayaan ilmu, pengetahuan, dan kemakmuran.bentuk migrasi ini tidak permanen dan pada umumnya perantauperantau memiliki hubungan yang kuat dengan kampung halamannya. Merantau bisa dilihat sebagai migrasi yang mengikuti kecenderungan sosial dan sejarah
bukan ekonomi saja. Kato (1982) seiring dengan berjalannya waktu merantau dalam pengertian pergi melintas batas wilayah secara teritoal dan budaya dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang lebih baik,pengetahuan, dan pengalaman tidak hanya banyak ditemukan pada masyarakat minang kabau tetapi juga pada kelompok masyarakat yang lain. Sementara itu menurut Sahur (1976) dalam penelitiannya tentang merantau adalah meninggalkan kampung halaman untuk waktu dekat atau lama dengan sukarela dengan tujuan mencari nafkah atau pengetahuan serta mengusakan kembali pada hari raya Islam. Lebih lanjut Sahur (1976), dalam penyebap merantau dan efek dari merentau pada masyarakat pidie ditemukan tiga tipe merantau yaitu : musiman,tidak musiman dan tetap.para perantau adalah suami yang didesak oleh keluarga dan lingkungan.sementara itu tujuan hidup dirantau yaitu menabung untuk dibawa dikampung halama.bahkan ada kebiasaan dilakuskan oleh perantau yaitu mencatak semua pengeluaran setelah sekian lama merantau orang pidie yang kembali kedaerah asal merubah penampilan, pakaian, gerakan,ayunan tangan, maupun cara berjalan. Kata merantau merupakan bahasa melayu yang sukar dicari padananan katanya dalam bahasa inggris atau bahasa asing lainnya. Istilah merantau berasal dari kata benda “rantau” yang diberi imbuhan “me” dalam kamus bahasa indonesia Salim dan Salim (1991) rantau mempunyai dua arti pantai disepanjang teluk atau pesisir dan daerah atau negeri diluar daerah atau negeri sendiri atau negeri asing.sementara itu, didalam kamus tersebut didapat dua pengertian “ merantau” yaitu berlayar mencari penhidupan disepanjang rantau, dari satu sungai
yang lain,dan pergi kedaerah atau kenegeri orang lain untuk mencari penghidupan atau menuntuk ilmu.selain itu, merantau juga diartikan sebagai pergi keluar negeri,meninggalkan kampung halaman, the atc going to rantau Naim, (1976) dalam kontes minang kabau merantau selalu dipahami sebagai meninggalkan kampung halaman untuk mencari kesejahtraan,pengetahuan dan ketenaran (fame). Naim (1976) berpendapat bahwa secara metodologi terdapat enam elemen merantau dalam masyarakat minang kabau yaitu : a. Meninggalkan kampung halaman atau daerah asal b. Secara sukarela c. Dalam periode waktu pendek atau lama d. Dengan tujuan untuk mencari kesejahtraan hidup,pengetahuan atau pengalama. e. Umumnya ada keinginan untuk kembali kedaerah asal f. Merantau dilembagakan secara sosial budaya Secara historis, merantau dikenal sebagai tradisi dari masyarakat minang kabau,merantau bagi masyarakat minang kabau merupakan situs pendewasaan bagi generasi muda,khususnya laki-laki. Naim (1974) dan terkai dengan persoalan sistim matrilineal yang menjadi latar belakang kehidupan masyarakat minang kabau. Lebih lanjut Nain (1974) dalam bukunya yang berjudul merantau : Pola migrasi suku minang kabau mengkaji mengenai tradisi merantau yang dilakukan oleh kelompok masyarakat minang kabau. berdasarkan hasil penelitiannya merantau yang dilakukan masyarakat minang kabau pada dasarnya terkait dengan persoalan teritori secara ekologi dan budaya. Ia membedakan antara daerah asal (darek) dan rantau. Keompok lak-laki muda minang kabau merantau keberbagai
daerah melintasi wilayah buadaya mereka.merantau adalah bentuk dari cara mengakomodasi kebutuhan masyarakat minang untuk berkomunikasi dengan masyarakat lainyang diluar darek. Dalam penelitian ini, merantau ditempatkan sebagai suatu prilaku yang pernah dilakukan oleh seseorang dan bagian dari keseharian hidup didaerah asal perantau. Menurut kato dalam Pelly (1994) yang mengkaji migrasi orang minang kabau menemukan bahwa gerakan merantau semaking populer,maka perantau yang kembali biasanya membawa kekayaan,kekuasaan dan prestise baru,selain gagasan-gagasan dan praktek baru dari dunia luar kedesa asal mereka. Orang minang kabau meninggalkan daerah asalnya dengan keluarga, atau seseorang suami pergi merantau lebih dahulu baru kemudian mendatangkan istrinya dan anak-anaknya, pola merantau ini dikalnagan suku minang disebut sebagai “ rantau cina”. Jenis migrasi ini bisa mencapai jarak yag jauh dan menuju kekota-kota besar seperti medan,jakarta dan bandung. Kaum perantau minang kabau ini cenderung tinggal lebih lama dan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih mapan dan mereka kembali mengjenguk desanya sekali atau dua kali setahun. Budiarti (1989)
menunjukan bahwa faktor soasial budaya merupakan
faktor penting yang harus turut diperhatikan untuk menganalisis penyebap tradisi yang merantau didaerah aceh.pertama disana srtuktur sosial masyarakat aceh yang matri lokal,pasangan penganting harus tinggal dikerabat istrinyanya sampai anak pertama lahir (sekitar tiga sampai empat tahun) selain itu mereka berpisah rumah karena
mertua memberi rumah kepada anak perempuannya.seorang suami
karenanya tidak otonom,tetapi tergangtung kepada mertuanya,ia tidak memiliki kekuasaan mantap dirumah istrinya dan tidak pula dirumah ibunya. Pengambilan keputusan untuk migrasi juga dikaji oleh laksono (1980) dikatakan bahwa pengambilan keputusan masyarakat gimbal yang bermukim dilereng gunung merapi untuk pindah merupakan hasil interprestasi mereka tarhadap daerah asal.interpretasi tesebut dari pengetahuan kebudayaan masingmasing indivdu yang di peroleh pengalaman dan proses belajar. Menurut Sairin (2002) terkait dengan migrasinya orang meningkatkan faktor penting yang mempengaruhi seseorang dalam pengembalian keputusan untuk migrasi kewaktu wilayah tentang itu berkaitan degan pandangan dan image suatu masyarakat tentang tanah budaya ( culture domain). Ranah budaya itu adalah wilayah yang secara kultural dipandang sebagai milik dari masyarakat penduduk kebudayaan itu, sedangkan wilayah yang berada diluar ranah budaya dipandang sebagai budaya luar.terdapat kecendrungan umum bahwa masyarakat yang memiliki pandanyan negatif terhadap wilayah duluar ranah budayanya cenderung agak sulik untuk meningkatkan daerah asalnya. Hanya dengan alasanalasan kuat mereka bersedia migrasi. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang mempunyai pandangan positif terhadap diluar ranah budayanya akan lebih mudah untuk melakukan migrasi karena tidak ada hambatan kultural sama sekali. 2.2. Faktor Pendorong Dan Penarik Terjadinya Migrasi. 2.2.1. Faktor Pendorong Migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu daerah ke daerah lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik dari
tempat asalnya. Muchtar dkk.(2004). Banyak faktor yang mendorong manusia untuk bermigrasi. Faktor pendorong terjadinya migrasi antara lain adalah: 1. Adanya bencana alam di daerah asal, seperti gunung meletus, banjir, gempa, akibat tsunami. 2. kurangnya lapangan pekerjaan. 3.fasilitas kehidupan di daerah asal kurang memadai, seperti fasilitas pendidikan, transportasi dan kesehatan. 4. terkena penggusuran karena adanya proyek pembangunan. 5. mencari penghasilan yang lebih baik. 6. pindah tugas atau mendapat mutasi kerja ke daerah lain. Ida Bagus Mantra (1985) menyebut bahwa terdapat beberapa kekuatan yang menyebabkan orang-orang terikat pada daerah asal, dan ada kekuatan yang mendorong orang-orang untuk meninggalkan daerah asal. Kekuatan yang mengikat orang-orang untuk tinggal di daerah asal disebut dengan kekuatan sentripetal, keluarga, lingkungan yang kekeluargaan dan kepemilikan lahan merupakan contoh dari kekuatan sentripetal tersebut. Sebaliknya kekuatan yang mendorong seseorang untuk meninggalkan daerah asalnya disebut dengan kekuatan sentrifugal, semakin sempitnya lahan pertanian dan rendahnya pendapatan bisa dijadikan contoh kekuatan sentrifugal. Kedua kekuatan ini saling bertentangan, dan diatasi dengan dipilihnya pergerakan non-permanen yaitu migrasi sirkuler. Sedang menurut Todaro (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan migrasi sirkuler sangat beragam dan rumit. Hal ini
disebabkan oleh selain faktor ekonomi yang berperan dalam pembuatan keputusan untuk melakukan migrasi, keputusan tersebut juga dipengaruhi dengan banyak faktor lain yakni: a. Faktor-faktor sosial, termasuk keinginan para migran itu sendiri untuk melepaskan
diri
dari
kendala-kendala
tradisional
yang
sebelumnya
mengungkung mereka. b. Faktor-faktor fisik, termasuk pengaruh iklim dan bencana alam seperti banjir dan kekeringan. c. Faktor-faktor demografi, termasuk penurunan tingkat kematian yang kemudian mempercepat laju pertumbuhan penduduk pedesaan. d. Faktor-faktor kultural, termasuk pembinaan kelestarian hubungan “keluarga besar” sesampainya di perkotaan dan daya tarik “lampu kota yang terang benderang”. e. Faktor-faktor komunikasi. Termasuk kualitas sarana transportasi, sistem pendidikan, dan dampak modernisasi yang ditimbulkan dari perkotaan. Adapun salah satu pendorong tenaga kerja melakukan migrasi komutasi (commuting) adalah pendapatan menurut Payaman J. Simanjuntak (2001), pencari kerja selalu berusaha mencari pekerjaan dengan pendapatan yang lebih baik. (Payaman J. Simanjuntak, 2001) juga mengemukakan bahwa keluarga sebagai satu
unit
pengambil
keputusan
kerja
dan
menyusun
strategi
untuk
memaksimumkan tingkat kepuasan keluarga secara keseluruhan. Menurut Mantra (2000) Teori Migrasi Todaro ini bertolak dari asumsi bahwa migrasi dari desa ke kota pada dasarnya merupakan suatu fenomena
ekonomi. Keputusan seorang individu untuk melakukan migrasi ke kota merupakan keputusan yang telah dirumuskan secara rasional. Teori Todaro mendasarkan diri pada pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara desa dengan kota. Namun,
pendapatan
yang
dipersoalkan
disini
bukan
pendapatan
yang
aktual,melainkan pendapatan yang diharapkan (expected income). Para migran senantiasa mempertimbangkan dan membanding-bandingkan pasar-pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka di sektor pedesaan dan perkotaan, kemudian memilih salah satu diantaranya yang sekiranya akan dapat memaksimalkan keuntungan yang diharapkan diukur berdasarkan besar kecilnya angka selisih antara pendapatan riil dari pekerjaan di kota dan dari pekerjaan di desa. Angka selisih tersebut juga senantiasa diperhitungkan terhadap besar kecilnya peluang migran yang bersangkutan untuk mendapatkan pekerjaan di kota. Adapun Model migrasi Todaro memiliki empat pemikiran dasar sebagai berikut: 1 .Migrasi desa-kota dirangsang, terutama sekali oleh berbagai pertimbangan ekonomi yang rasional dan langsung yang berkaitan dengan keuntungan atau manfaat dan biaya-biaya relatif migrasi itu sendiri (sebagian besar terwujud dalam bentuk-bentuk atau ukuran lain, misalnya saja kepuasan psikologi). 2. Keputusan untuk bermigrasi tergantung pada selisih antara tingkat pendapatan yang diharapkan di kota dan tingkat pendapatan aktual di pedesaan (pendapatan yang diharapkan adalah sejumlah pendapatan yang secara rasional bisa diharapkan akan tercapai di masa-masa mendatang). Besar kecilnya selisih
besaran upah aktual di kota dan di desa, serta besar atau kecilnya kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan yang menawarkan tingkat pendapatan sesuai yang diharapkan. 3. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran di kota. 4. Migrasi desa-kota bisa saja terus berlangsung meskipun pengangguran diperkotaan sudah cukup tinggi. Kenyataan ini memiliki landasan yang rasional, yakni para migran pergi ke kota untuk meraih tingkat upah yang lebih tinggi yang nyata (memang tersedia). Dengan demikian, lonjakan pengangguran di perkotaan merupakan akibat yang tidak terhindarkan dari
adanya ketidakseimbangan
kesempatan ekonomi yang sangat parah antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan (antara lain berupa kesenjangan tingkat upah tadi), dan ketimpanganketimpangan seperti itu amat mudah ditemui di kebanyakan negara-negara di dunia ketiga. Mantra (dikutip dari Lee, 1976), dijelaskan bahwa volume migrasi di suatu wilayah berkembang sesuai dengan tingkat keanekaragaman daerah-daerah wilayah tersebut. Di setiap daerah banyak sekali faktor yang mempengaruhi orang untuk menetap atau menarik orang untuk pindah, serta ada pula faktor-faktor lain yang memaksa mereka meninggalkan daerah itu. Di daerah asal dan di daerah tujuan menurut Lee, terdapat faktor-faktor yang disebut sebagai: a. Faktor positif (+) yaitu faktor yang memberikan nilai positif atau keuntungan bila bertempat tinggal di tempat tersebut.
b. Faktor negatif (-) yaitu faktor yang memberikan nilai negatif atau merugikan bila tinggal di tempat tersebut sehingga seseorang merasa perlu untuk pindah ke tempat lain. c. Faktor netral (0) yaitu yang tidak berpengaruh terhadap keinginan seseorang individu untuk tetap tinggal di tempat asal atau pindah ke tempat lain. Faktorfaktor di tempat asal migran misalnya, dapat berbentuk faktor yang mendorong untuk keluar atau menahan untuk menetap dan tidak pindah. Begitu pula dengan daerah tujuan migran, faktor tersebut dapat berbentuk penarik sehingga orang mau datang ke sana atau menolak yang menyebabkan orang tidak tertarik untuk datang. Lahan yang tidak subur, penghasilan yang rendah di daerah asal merupakan pendorong untuk pindah. Berdasarkan tinjauan di atas, dapat ditarik beberapa faktor pokok penyebab terjadinya migrasi adalah: (a) proses kemiskinan di daerah asal, (b) lapangan kerja yang hampir tidak ada, (c) pendapatan yang rendah, (d) keamanan, (e) adat istiadat yang ketat, (f) melanjutkan pendidikan. Dari pernyataan di atas tiga hal pertama adalah hal mendasar dalam membuat keputusan untuk bermigrasi. Desa yang perekonomiannya masih subsisten hasilnya sangat dipengaruhi jumlah tenaga kerja, iklim, luas tanah, sehingga hasilnya pun sangat terbatas dan mengakibatkan pendapatan rendah. Selain ketiga faktor di atas menurut Everett S. Lee (Munir, 2000) ada empat faktor lain yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu: a. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal.
b. Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan. c. Rintangan-rintangan antara (jarak). d. Faktor-faktor pribadi. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal misalnya, tanah yang subur, kekerabatan yang tinggi, adanya variasi pekerjaan non-tani, dan tersedianya fasilitas sosial yang lengkap akan menarik individu untuk menetap di daerah asal. Namun jika yang terjadi adalah sebaliknya maka akan mendorong individu untuknmeninggalkan daerah asalnya. Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan seperti tersedianya variasi lapangan pekerjaan, fasilitas sosial lengkap, harapan mendapat upah tinggi akan menjadi penarik individu dari luar daerah, dan kemacetan, kriminalitas tinggi, bencana alam bisa menjadi faktor pendorong dari daerah tujuan. Rintanganrintangan antara adalah mengenai jarak, dimana memperhitungkan, biaya perjalanan, sulit atau tidaknya medan untuk ditempuh, dan lama waktu perjalanan yang ditempuh. Walaupun rintangan antara (jarak) ini selalu ada, tidak selalu menjadi faktor penghalang. Rintangan-rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Faktor dalam pribadi inilah yang mempunyai peranan terbesar karena faktor-faktor nyata yang terdapat di tempat asal atau tempat tujuan belum merupakan faktor utama, karena pada akhirnya kembali pada respon seseorang tentang faktor tersebut, kepekaan pribadi dan kecerdasannya.
Selanjutnya Mantra (dikutip dari Mitchel, 1961), dijelaskan bahwa terdapat beberapa kekuatan (forces) yang menyebabkan seorang individu memutuskan untuk melakukan migrasi atau tidak, yaitu : 1. Kekuatan Sentripetal (centripetal forces) yaitu kekuatan yang mengikat seorang individu untuk tinggal di daerah asal. Kekuatan sentripetal dapat berupa : · Terikat tanah warisan. · Menunggu orang tua yang sudah lanjut usia. · Kegotong-royongan yang baik. · Daerah asal merupakan tempat kelahiran nenek moyang mereka. 2. Kekuatan Sentrifugal (centrifugal forces) yaitu kekuatan yang mendorong seorang individu untuk meninggalkan daerah asal. Kekuatan sentrifugal dapat berupa : · Terbatasnya pasaran kerja. · Pendapatan yang kurang mencukupi. Keputusan seseorang melakukan migrasi ke daerah tujuan tergantung pada keseimbangan antara kedua kekuatan tersebut. Untuk wilayah pedesaan di negara sedang berkembang kedua kekuatan tersebut relatif seimbang. Seorang individu dihadapkan pada dua hal yang sulit dipecahkan yaitu tetap tinggal di daerah asal dengan keadaan ekonomi yang terbatas atau berpindah ke daerah lain dengan meninggalkan sawah atau ladang yang dimiliki. Disamping itu, Menurut Munir ( 1981), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi ada dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. 1. Faktor-faktor pendorong yang menyebabkan penduduk bermigrasi
a) Makin berkurangnya sumber-sumber alam. b) Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal, karena masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin. c) Tidak cocok lagi dengan adat budaya/kepercayaan di daerah asal. d) Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa mengembangkan karier pribadi e) Bencana alam baik banjir, kebakaran musim kemarau atau adanya wabah penyakit. Hossain (2001) secara spesifik mengungkapkan bahwa keputusan bermigrasi cenderung dipengaruhi oleh variabel-variabel seperti kepemilikan tanah, jabatan, pendidikan, jumlah anggota, jenis kelamin usia dewasa dan ukuran keluarga. Selain itu Zhao (1999) juga menjelaskan bahwa selain variabel umur,pendidikan, jumlah anak yang belum sekolah, jumlah anak yang sekolah, luas lahan di desa, variabel besarnya pajak yang harus dibayarkan migran dalam setahun, sarana jalan aspal yang menghubungkan desa kota, serta adanya fasilitas telepon ke desa juga berpengaruh terhadap keputusan bermigras. Lebih lanjut Munir (1981), menjelaskan bahwa salah satu faktor pendorong yang mempengaruhi terjadinya migrasi adalah alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa mengembangkan karir pribadi. Sehingga seseorang cenderung akan melakukan migrasi ke daerah lain demi mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan kemampuannya. Selain model di atas, terdapat model yang dikembangkan oleh Speare (1975) (dalam Susilowati, 1998) yang juga dikutip oleh Didit, bahwa migrasi
tenaga kerja juga dipengaruhi oleh faktor struktural, misalnya karakteristik yang menyangkut sosio-demografis, tingkat kepuasan terhadap tempat tinggal, kondisi geografis daerah asal, dan karakteristik komunitas. 2.2.2.Faktor Penarik Selain faktor pendorong ada pula faktor penarik, yaitu segala hal yang menarik seseorang atau sekelompok orang untuk pindah ke tempat yang baru. Muchtar . dkk (2004) Faktor penarik terjadinya migrasi, antara lain adalah: 1. Tersedianya kesempatan bekerja di tempat yang baru. 2. Lingkungan budaya di daerah baru dianggap lebih sesuai, dan 3. Adanya fasilitas kehidupan yang lebih lengkap. Lebih lanjut Munir (1981), Faktor-faktor penarik yang menyebabkan penduduk melakukan migrasi a) Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok. b) Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. c) Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. d) Keadaan lingkungan dan keadaaan hidup yang menyenangkan. e) Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung. f) Adanya aktivitas kotabesar,tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan,adanya tekanan atau diskriminasi politik,agama,suku,di daerah asal. Ada juga faktor penarik lain yang dikemukakan oleh Lee (1966) dan dikutip oleh Dilla dalam blognya meliputi empat faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi yaitu :
a. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal. b. Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan. c. Rintangan-rintangan yang menghambat. Hal ini berbeda bagi masing-masing individu, ada yang memandang ringan dan ada pula yang memandangnya sebagai hal yang berat (tidak dapat diatasi), contoh: Jarak yang jauh, dan biaya transport sehingga menjadi penghalang bagi seseorang untuk bermigrasi. d. Faktor-faktor pribadi yakni kepastian seseorang dalam mengambil keputusan untuk bermigrasi kedaerah lain. Lebih lanjut Lee (1966) Faktor Penarik orang melakukan migrasi : 1. Kesempatan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi 2. Ketergantungan, seperti dari seorang istri terhadap suaminya yg tinggal di tempat yg dituju 3. Keadaan lingkungan yg menyenangkan, seperti cuaca perumahan, sekolah dll
2.3. Konsep Problematika Dalam kamus bahasa inggris indonesia karangan Horby porwel dan sisiwoyo mengartikan masalah adalah sesuatu yang dirasakan atau dapat dilihat dengan nyata,berbeda yang antara yang seharusnya dengan kenyataan yang ada S.Prayudi Atomosudirdjo mengemukakan pengertian problematika adalah sesuatu yang menjadi pengahalang untuk tercapainya tujuan yang merupakan penyimpangan dari pada apa-apa yang diharapkan,direncanakan atau dikehendaki.
Adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang melatarbelakangi seorang suami merantau karena tidak ada lapangan kerja didaerahnya dan mereka sangat menginginkan adanya lapangan pekerjaan tersebut yang bisa memenuhi tahap kesejatraan namun belum mencapai tahap kesejatraan yang diinginkan seperti upah yang diterima tidak sesuai yang diharapkan.Karena tingkat pendapatan dan penghasilan mempengaruhi kesejatraan hidup keluarganya,hal tersebut tercermin dalam pola kosumsi yang meliputi unsur pangan, sandang,pemukiman,kesehatan dan pendidikan. keluarganya, Sedangkan M.Irlan Islamy (1988), mengemukakan defenisi masalah sebagai berikut yaitu suatu kondisi atau situasi yang menghasilkan ketidak puasan pada manusia. Sukardi mengemukakan problematika dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang menghalangi tercapainya tujuan.Secara umum,suatu problematika didefenisikan sebagai keadaan atau kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Problematika memenuhi pengertiannya sebagai sebuah kondisi yang tidak diharapkan dan dianggap dapat merugikan kehidupan serta bertentangan dengan standar sosial yang lebih disepakati.Keberadaan masalah ditengah kehidupan masyarakat dapat diketahui secara cermat melalui beberapa proses dan tahapan analisis,yang salah satunya berupa tahapan diagnosis.Dalam mendiagnosis masalah sosial diperlukan sebuah pendekatan sebagai perangkat untuk membaca aspek masalah secara konseptual.Eitzen membedakan adanya dua pendekatan yaitu person blame approach dan system blame approach.Person blame approach merupakan suatu pendekatan untuk memahami problematika pada level individu.Diagnosis problematika menempatkan individu sebagai unit analisanya.
Sumber problematika sosial dilihat dari faktor-faktor yang melekat pada individu yang menyandang problematika.Melalui diagnosis tersebut lantas bisa ditemuka faktor penyebabnya yang mungkin
berasal dari kondisi fisik,psikis maupun
proses sosiolisasinya. Menurut Anton M (2001). Masalah adalah sesuatu persoalan yang harus diselesaikan dan dipecahkan.Mungkin dengan cara merantau inilah seorang suami mampu mengatasi problematika ekonomi keluarga.Dan dengan merantau juga seorang suami bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dengan upah yang mampu mencapai taraf sejahtraan ekonomi keluarganya. Prayitno
(1997),
menyatakan
bahwa
masalah
memperlihatkan
kemandiriannya yang terganggu.Tidak mengenal dan menerima diri dan lingkungan dengan baik,tidak mampu mengambil keputusan dengan tepat sehingga pengarahan dirinya terhambat,dan tidak mampu mewujudkan diri sesuai dengan petensi yan dimilikinya. Kimmel (1980) menyatakan beberapa problematika yang sering timbul pada wanita yang ditinggal suaminya yakni merasa kesepian,perasaan terjebak dengan
tanggung
jawab
mengasuh
anak
dan
mencari
sumber
pendapatan,kekurangan waktu untuk mengurus diri,kelelahan menanggung tanggun jawab untuk mendukung dan membebaskan anak sendiri,mengatasi hilangnya hubungan dengan patner spesial,memiliki jam kerja yang lebih panjang.lebih banyak masalah ekonomi yang muncul,menghadapi hidup yang lebih menekan,lebih rentan terkena depresi,kurangnya dukunnga sosial.
Wanita yang ditinggal merantau suaminya paling banyak mengahadapi masalah ekonomi,inilah yang membuat wanita berperan dalam meningkatkan pendapatan keluarga dengan bekerja diluar rumah,dan yang mendorong wanita untuk bekerja diluar rumah adalah faktor keterdesakan ekonomi keluarga san menunggu kiriman dari suami yang terlampau lama.karena menurut Faisal (2007),ekonomi adalah kegiatan atau usaha manusia dalam memahami keperluan (kebutuhan dan keinginan) hidupnya.Dengan demikian maka secara konseptual hampir semua aktifitas manusia terkait dengan ekonomi,karena pada umumnya semua aktivitas manusia.Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan (needs) dan keinginana (wants) dalam kehidupan.Di sisi lain juga terlihat bahwa apapun profesi dan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang tujuannya tidak akan terlepas dari pemenuhan kebutuha hidup,biak sekarang maupun yang akan datang,baik untuk keperluan sendiri maupun sampai turunan generasi mendatang. Sedangkan menurut Duvall dan Miller (1985) yang menyatkan isteri yang tinggal suaminya seperti orang yang baru mulai berjalan dengan satu kaki,setelah kaki yang lain dipotong karena ia mulai melakukan sendiri tanpa bantuan oleh suami.seseoarang isteri yamg ditinggal suaminya merantau harus bisa memeinkan peran dimana ia harus menjadi ibu dan ayah bagi anak-anaknya dan segala sesuatu yang dulunya dikerjakan suaminya kini ia harus kerjakan sendiri dan ia harus memiliki fisisk yang kuat untuk menjaga keluarganya agar selalu tampiltegar dihadapan anak-anak yang ditinggalkan.
Problematika isteri yang ditinggal suaminya menurut Hurlock (1983) adalah a) Problematika ekonomi yaitu bagi beberapa isteri mempunyai situasi keuanga yang lebih baik ketika ditinggal suaminya.Namun tidak sedikit dari mereka juga yang mengalami masalah ekonomi dimana mereka mendapat penghasilan yang kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan mereka di banding saat suami di dekat mereka, dan apabila mereka tidak mempunyai keterampilan yang memadai untuk menunjang mereka bekerja maka mereka akan sulit mendapat pekerjaan untuk menghidupi keluarga yang ditinggalkan. b) Problematika sosial yaitu bagi wanita yang ditinggal suaminya bukan hanya dikucilkan dari kegiatan sosial tetapi bisa lebih buruk lagi,mereka seringkali bisa kehilangan teman lamanya atau orang disekitarnya. c) Problematika keluarga yaitu apabila mempunyai anak, maka seorang isteri yang ditinggal suaminya harus mampu menjadi ayah dan ibu dan harus menghadapi berbagai masalah yang timbul dalam keluarga, Soekanto (1990) menyatakan bahwa keluarga mempunyai fungsi antaralain,fungsi pengawasan,sosial pendidikan keagamaan,perlingdungan dan rekreasi dilakukan oleh keluarga terhadap anggota-anggotanya.Namun dalanm proses urbanisasi dan sekularisasi maka dalam keluarga dalam masyarakat moderen kehilangan sebagian fungsi-fungsi tersebut.Akan tetapi
fungsi
utama
keluarga
tetap
melekat,
seperti
melindungi,memelihara,sosialisasi,dan memberika suasana kemesraan bagi anggotanya. d) Problematika partisies yaitu mencoba untuk menjalankan hidup rumah tangga sendiri,setelah terbiasa di bantu oleh suami dalam mengatasi praktits seperti membetulkan peralatan rumah tangga,memangkas rumput dan sebagainya menjadikan banyak masalah rumah tangga yang harus dihadapi oleh seorang isteri,kecuali jika mereka memiliki anak yang dapat membantu menyelesaikan masalah–masalah tersebut atau memang ia memiliki kemampuan untuk mengatasi. e) Problematika seksual yaitu karena keinginan seksual yang tidak terpenuhi,isteri yang ditinggal suaminya mengatasi masalah kebutuhan seksual dengan hal-hal yang berbau positif f) Problematika tempat tinggal yaitu pertama status ekonomi dan kedua apakah
ia
memiliki
seseorang
yang
bisa
diajak
tinggal
bersama.Kebanyakan dari mereka harus terpaksa merelakanrumah karena kondisi ekonominya sehingga dalam kasusu ini mereka harus pindah kerumah yang lebih kecil atau tinggal dengan orang tua dan anak yang sudah menikah. Problematika isteri yang tinggal suami (konsep republik 2004) yaitu: a) Problematika emosional yaitu adanya rasa sedih wanita yang ditinggal merantau
suaminya
karena
harus
berpisah
dalam
waktu
yang
lama.menurut Gelornan (1999) dalam Khodija,(2006) mendefenisikan
emosional adalah keadaan budi rohani yang menempatkan dirinya dengan suatu keadaan perubahaan yang jelas pada tubuh. b) Problematika kesepian yaitu dengan adanya kesepian seorang isteri yang ditinggal suaminya harus bisa memuaskan perhatian pada pekerjaan atau mengambil aktivitas untuk menjadi lebih menyenangkan,produktif dan bermakna seperti bergabung dan berpatisipasi dalam kegiatan sosial. Kesepian adalah suatu keadaan mental dan emosional
yang terutama
dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain. c) Problematika anak yaitu anak yang menjadi nakal karena kurang perhatian dari orng tua.Anak adalah karunia tuhan kepada manusia yang karenanya harus dirawat,dipelihara dan didik,tidak dengan kekerasan dan pukulan. d) Problematika lingkungan yaitu terkadang dikucilkan adanya kecemburuan dari
para
isteri
tetangga
akibat
candaan
suami
mereka
yang
centil.Lingkungan adalah segala benda,kondisi,keadaan,dan pengaruh yang terdapat di dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termaksud kehidupan manusia. e) Problematika keuangan yaitu pendapatan isteri yang ditinggal suami kadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Murray (Hall & Lindzey,1993), juga mengatakan bahwa tekana juga merupaka juga suatu masalah bagi seorang wanita yang ditinggal seorang suami karena tekanan adalah suatu sifat atau atribut dari suatu objek lingkungan atau
orang yang memudahkan atau menghalangi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Duvall dan Miller (1985) beberapa upaya isteri dalam mengatasi problematika: 1) Mengatasi problematika ekonomi seorang isteri harus mampu bekerjabaik dalam rumah maupun di luar rumah. 2) Mengatasi problematika sosial seorang isteri yang ditinggal suaminya dituntut untuk bisa sabar dan jangan terlalu menghiraukan lingkungan sekitar yang berbau hal-hal yang negatif. 3) Mengatasi problematika seksual isteri harus banyak melakukan kegiatan sosial karena dengan banyaknya kegiatan sosial mereka bisa melupakan masalah seksual yang terlampau lama tidak terpenuhi. 4) Mengatasi problematika keluarga seorang isteri harus bisa berperan ganda baik sebagai isteri maupun sebagai seorang ayah dan harus tampil tegar dihadapan anak-anaknya selalu mengajarkan anaknya hal-hal yang positif. 5)
Mengatasi problematika tempat tinggal isteri harus mampu dan seefesien mungkin mengatasi berbagai masalah ekonomi karena banyak rumah terjual karena tuntutan ekonomi yang tidak terpenuhi.
2.4. Problematika yang dihadapi perantau didaerah Tujuan Dari hasil diskusi awal dengan para perantau bahwa hidup yang dijalani saat pertama kali merantau tidaklah mudah, apalagi bila berasal dari keluarga
yang tidak mampu, maka perlu perjuangan yang keras untuk mampu bertahan hidup dengan baik di perantauan. Menurutnya, para perantau yang berhasil biasanya orang-orang yang ulet, mau belajar, berani mengambil risiko, mampu melihat peluang atau kesempatan untuk memulai usaha dan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Aliran new economics of migration, beranggapan migrasi penduduk tidak hanya berkaitan dengan pasar kerja saja, tetapi berkaitan juga dengan keputusan lingkungan terdekat migran, terutama keluarganya. Berbeda dengan keputusan individu, keputusan keluarga lebih mampu menangani resiko dalam rumah tangga pada saat migrasi dilakukan, yaitu melalui diversifikasi alokasi sumber daya yang mereka miliki, seperti alokasi tenaga kerja keluarga. Beberapa anggota keluarga tetap berada di daerah asal, sementara yang lain bekerja di daerah atau negara lain. Alokasi tersebut merupakan upaya untuk meminimalkan
resiko
kegagalan
yang
dapat
terjadi
akibat
migrasi.
www.bappenas.co.id Kendala para perantau saat pertama kali menginjakkan kakinya adalah masalah bahasa. Bila kita tidak mampu berkomunikasi menggunakan bahasa yang umum digunakan di daerah tempat merantau maka akan sulit bagi kita untuk berinteraksi dengan masyarakat setempat. Mempelajari bahasa baru tentu tidaklah mudah, perlu 'modal nekad' untuk membiasakan diri berkomunikasi dengan masyarakat setempat, terkadang kita akan ditertawakan karena salah memahami isi percakapan lawan bicara, komunikasi akan bercampur dengan 'bahasa isyarat' dan akan sering terjadi salah pengertian karena mereka tidak mengerti dengan apa yang kita maksudkan.
Kendala lain yaitu sulit mendapatkan pekerjaan dan tempat tinggal. Bila kita merantau dengan kondisi sudah ada pekerjaan yang pasti, mungkin akan lebih mudah. Tidak perlu lagi kesana kemari mencari pekerjaan dan pihak perusahaan tentu akan membantu kita untuk mencari bahkan menyediakan akomodasi selama kita disana. Namun, untuk perantau 'modal nekad', yang datang merantau dengan tujuan memperbaiki nasib karena di kampung halaman tidak ada lapangan pekerjaan, maka perlu usaha untuk mencari pekerjaan dan perlu bantuan kerabat atau sanak keluarga yang sudah terlebih dahulu ada di daerah rantau untuk mengijinkan tinggal sementara selama proses adaptasi.lingkungan juga menjadi sebuah persoalan sebab kita harus bisa beradaptasi dengan lingkungan baru “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”. Sedangkankan kendala yang dihadapi bagi para perantau yang melakukan perantaun keluar negeri adalah masalah dokumen keimigrasian, dimana rata-rata para perantau yang ada didesa Oempu menggunakan dokumen wisata (Pasport Pelancong) sehimgga mereka terdaftar
sebagai
pekerja
illegal
karena
menyalah
gunakan
dokumen
keimigrasian.seharusnya passport tadi digunakan untuk wisata mereka gunakan buat bekerja, ditambah lagi banyak yang tidak memgunakan dokumen sehingga mereka harus main kucing-kucingan dengan petugas imigrasi setempat.bahkan tidak sedikit dari mereka yang tertangkap ditahan beberapa bulan dari penjara dan dipulangkan (deportasi) kembali kenegara asal.
2.5. Kerangka Pikir Merantau, hingga kini istilah tersebut masih selalu melekat pada penduduk Desa Oempu. Istilah tersebut merupakan suatu bentuk tradisi meninggalkan kampun halaman untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar wilayah Desa mereka.motivasi masyarakat dalam melakukan tradisi Merantau masih terbatas pada usaha-usaha mencari kehidupan yang layak di wilayah tujuan rantau. Dalam melakukan proses merantau disebapkan oleh berbagai faktor antara lain faktor pendorong dan faktor penarik.faktor pendorong ini disebabkan karena makin berkurangnya sumber daya alam yang terdapat didaerah mereka semisalnya hasil pertanian yang sudah tidak bias lagi dijadikan tumpuan semata guna menunjang kehidupan mereka,menyempitnya lapangan pekerjaan akibat masuknya tehnologi yang mengunakan mesin seperti dahulu sebagian masyarakat membeli air dari penjual keliling dengan mengunakan gerobak namun sekarang sudah ada penjual air menggunakan mobil yang memuat galong air (tower) dengan menggunakan mesin selain itu juga kebutuhan akan air minum masyarakat desa Oempu sudah menggunakan air galong.Alasan pekerjaan atau perkawinan juga menjadi salah satu faktor pendorong dikarenakan orang yang sudah menikah akan mengalami peningkatan kebutuhan ekonominya sehingga dalam memenuhi kebutuhan tersebut
harus
melakukan
perantauan
kedaerah
yang
dianggap
bisa
mengembangkan karirnya. Selain dari beberapa faktor pendorong ada juga faktor penarik sehingga warga desa oempu merantau diantaranya adanya rasa superior ditempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok,kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baikmisalnya bekerja
sebagai pelayan Toko, mol atau restoran.keadaan lingkungan yang menyenankan dan tarikan atau ajakan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung ini bisa dilihat banyaknya yang melakukan perantauan masih memiliki hubungan kekeluargaan ada juga karena diajak oleh temanyang sudah berhasil sewaktu pulang kampung. Dari faktor pendorong dan penarik diatas terkait dengan merantau disisi lain juga menimbulkan berbagai problematika diantaranya problematika ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan tidak adanya jaminan kapan mereka bias mendapatkan kiriman uang dari dari hasil merantau,problematika keluarga khususnya anak bagi perantau yang berangkat suami istri,problematika Sosial yang mana para perantau dalam mengukur keberhasilannya dari segi fisik seperti rumah beton lengkap dengan perabotannya,dan memilki kendaran.yang mana semuanya itu tidak menjadi penting dikarenakan mereka harus tetap mobail didaerah tujuan rantau lagi untuk tetap melanjutkan pekerjaan mereka sehingga rumah
tersebut
hanya
sebagai
tempat
singgah
saja
ketika
pulang
kampung.Problematika keimigrasian,dimana rata-rata masyarakat Desa Oempu yang merantau menggunakan dokumen Paspor wisatawan bukan sebagai TKI bahkan ada dari sebagian mereka bahkan tidak memiliki sama sekali dokumen sehingga hal ini menjadi masalah bagi para perantau itu sendiri ketika mengalami pemeriksaan.
Bagan Kerangka Pikir
Masyarakat Merantau
Faktor pendorong Faktor-faktor pendorong yang menyebabkan penduduk bermigrasi a) Makin berkurangnya sumber-sumber alam. b) Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal, karena masuknya teknologi yang menggunakan mesinmesin. c.)Alasan pekerjaan atau perkawinan yangmenyebabkantidakbisa mengembangkan karier pribadi Munir ( 1981)
Faktor Penarik Faktor-faktor penarik yang menyebabkan penduduk melakukan migrasi a) Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. b) Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. c) Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung. Munir (1981)
Bentuk problematika Perantau a) Problematika ekonomi b) Problematika keluarga c) Problematika sosial d) Problematika Ke Imigrasiaan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Oempu Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa di desa tersebut banyak masyarakatnya yang pergi merantau. 3.2. Informan Penelitian Informan utama dalam penelitian ini berjumlah 17 orang perantau, dan informan pendukung yaitu Kepala Desa,serta
3 orang keluarga perantau.
Pemilihan informan tersebut dilakukan secara purposive sampling, dengan alasan bahwa yang dijadikan informan adalah orang yang mengetahui substansi penelitian
dan
dapat
memberikan
imformasi
yang
relevan
dengan
permasalahan penelitian. 3.3. Jenis dan Sumber Data 3.3.1. Jenis Data Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua bagian yaitu jenis data kualitatif dan data kuantitatif. Jenis data kualitatif adalah data yang merupakan
penjelasan-penjelasan,
uraian-uraian
yang
dideskripsikan,
sedangkan jenis data kuantitatif adalah data-data yang merupakan angkaangka yang diperoleh dari para informan seperti umur, usia, tanggal lahir dan lain-lain
3.3.2. Sumber Data Selain itu dalam penelitian ini diperoleh pula sumber data yang terdiri atas dua bagian yaitu : 1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sejumlah informan penelitian melalui tahap wawancara mengenai Budaya merantau dan problematikanya. 2. Data sekunder yaitu data yang berupa catatan-catatan dari dokumen yang terdapat di Kantor Desa Oempu mengenai jumlah penduduk dan data yang relefan dengan permasalahan penelitian. 3.4. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.4.1 Studi kepustakaan (Library Study) yaitu cara memperoleh data dengan mempelajari literatur laporan dan bahan tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan judul penelitian. 3.4.2. Penelitian lapangan (Field Reseach) yaitu cata memperoleh data dengan melalukan penelitian langsung di lapangan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data primer melalui teknik : a. Observasi atau pengamatan, yakni dilakukan dengan cara mengamati langsung di lokasi penelitian.
b. Wawancara yaitu mengadakan wawancara langsung dengan informan. Informan utama dilakukan wawancara saat mereka berada dilokasi penelitian. 3.5. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif, yakni untuk mendapatkan gambaran secara sistematis
tentang Budaya merantau dan problematikanya, yang mengacu pada konsep Miles dan Huberman dalam Satori dan A’an, (2010 ) yaitu menggambarkan secara sistematis dan mendalam setiap masalah yang ditelaah. Analisa yang berlangsung melalui empat tahap yakni : pertama, data collection (tahap pengumpulan data) yaitu pada saat proses memasuki lingkungan penelitian dan melakukan pengumpulan data penelitian. Kedua, data reduction (tahap reduksi data) yaitu pada saat proses pemilihan data, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan. Ketiga, data display (tahap penyajian data) yakni penyajian informasi
dalam memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Keempat, tahap penarikan kesimpulan, pada tahap ini penarikan kesimpulan dari data yang telah dianalisis, sehingga akan diharapkan penelitian benar-benar menggambarkan kenyataan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran umum Desa Oempu Dalam bagian ini, dijelaskan mengenai kondisi geografis Desa Oempu, yang meliputi letak dan luas wilayah, iklim dan curah hujan, serta keadaan alam. Dipaparkan pula mengenai kondisi demografis, yang meliputi jumlah penduduk, komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan, dan komposisi penduduk menurut mata pencaharian. Pada bagian lain, dipaparkan pula mengenai kekerabatan, agama dan kepercayaan pada orang Muna. 4.2 Kondisi Geografis 4.2.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Oempu merupakan salah satu desa di antara beberapa desa lainnya yang terdapat di Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara. Untuk mengunjungi desa ini dapat memakai kendaraan bermotor, berupa roda dua atau roda empat. Jarak antara Kota Raha yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Muna dengan Desa Oempu kurang lebih kurang 72 km, dengan jarak tempuh 1/2 jam. Sedangkan jarak dengan ibu kota kecamatan 10 Km. Jika dilihat dari posisi peta Kecamatan Tongkuno, maka Desa Oempu letaknya memanjang dari selatan ke utara, sedangkan di sebelah selatan terdapat bentangan lautan yang luas. Di desa ini terdapat sebuah pantai yang disebut dengan pantai Walengkabola yang dulunya nama Desa sebelum mengalami pergantian menjadi Oempu yang merupakan salah satu tujuan wisata dilokal
Kabupaten Muna. Sementara itu, batas-batas wilayah administratif Desa Oempu adalah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Fongkainiuwa Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Buton Sebelah selatan berbatasan dengan, Desa Lapadindi dan desa Tanjung Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Tongkuno Selatan Adapun luas wilayah Desa Oempu adalah sekitar 12,62 Km Yang terdiri dari areal pemukiman masyarakat terbagi tiga dusun yaitu dusun pantai,dusun lawou, dusun Transmigrasi, areal perkebunan, areal hutan rakyat. Sementara fasilitas umum berupa kantor desa1 balai desa 1, Sekolah Menengah Atas,1 Sekolah lanjutan tingkat pertama 1, Sekolah Dasar 2, Taman Kanak-kanak (TK), 1 Masjid 2, pasar tidak permanen 1,puskesmas pembantu 1, serta lapangan olah raga 1. 4.2.2 Keadaan Alam Jika dilihat dari keadaan alam Desa Oempu, pada umumnya memiliki permukaan tanah yang bervariasi, yakni terdiri dari dataran rendah dan berbukitbukit, dengan ketinggian rata-rata 15-30 meter dari permukaan laut sebagian wilayah membentang sepanjang desa. Jenis tanah yang ada di desa ini terdiri dari tanah berbatu. Dengan kondisi tanah seperti itu membudidayakan berbagai jenis tanaman maupun tanaman jangka pendek.
tidak memungkinkan untuk
baik itu tanaman jangka panjang
Tanaman jangka panjang berupa jambu mente yang
merupakan
komoditas utama yang ada di daerah ini. Sementara tanaman jangka pendek berupa jagung, kacang-kacangan, umbi-umbian (ubi kayu dan ubi jalar). Selain beras, jenis tanaman itulah yang dapat dijadikan sebagai konsumsi utama warga untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Desa Oempu memiliki wilayah lautan yang cukup luas, dengan potensi yang dikandungnya cukup besar. Di tempat inilah para nelayan melakukan aktivitas penangkapan ikan,dan berbagai hasil laut lainnya. Di desa ini juga terdapat sebuah tempat wisata yang dikenal dengan pantai walengkabola. Kondisi alamnya yang begitu sejuk dan kondisi laut yang begitu indah. Karena memiliki panorama yang indah, sehingga pantai walengkabola dijadikan sebagai salah satu tempat tujuan wisata yang ada di Kabupaten Muna,yang mana pada saat musim tertentu seperti hari raya idul fitri merupakan puncak keramain dari pengunjung wisata. 4.3 Kondisi Demografis Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan kondisi demografis di Desa Oempu. Hal-hal yang perlu ditampilkan dalam pembahasan ini meliputi jumlah penduduk, komposisi penduduk menurut tingkat umur dan jenis kelamin, komposisi penduduk menurut pendidikan dan komposisi penduduk menurut mata pencaharian hidup.
4.3.1 Jumlah Penduduk Penduduk Desa Oempu berdasarkan data monogafi desa tahun 2015 berjumlah 2652 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 1303 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 1349 jiwa, dengan 585 KK. Berdasarkan data penduduk Desa Oempu
Kecamatan
Tongkuno
Kabupaten muna, mayoritas penduduk aslinya yaitu merupakan suku muna, serta sebagian kecil suku pendatang yang menikah dengan penduduk asli serta menetap dan membaur dengan penduduk asli. Tabel 1 Keadaan Penduduk Desa Oempu Berdasarkan Suku Bangsa Tahun 2015 No
Kelompok Etnis
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1
Muna
2623
97,63
2
Buton
25
1,07
3
Bugis
3
0,85
4
Timur
1
0,42
2652
100
Jumlah Sumber Data: Kantor Desa Oempu 2015
4.3.2 Komposisi Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan pada suatu wilayah dapat dijadikan indikator untuk mengukur kualitas sember daya manusia di wilayah tersebut, selain itu juga pendidikan juga merupakan perkembangan suatu wilayah.
suatu
kebutuhan
yang
penting
di
dalam
Jika dicermati mengenai komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, maka dapat dikategorikan sebagai salah satu desa di mana tingkat pendidikannya masih rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 2 Keadaan Penduduk Desa Oempu Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2015 No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Persentase (%)
1
Tidak Pernah Sekolah
484
12,20
2
Belum Sekolah
648
23,54
3
Tamat SD/Sederajat
752
32,30
4
Tamat SMP/Sederajat
421
16,62
5
Tamat SMA/Sederajat
289
12,41
6
Diploma
26
1,11
7
S1
39
1,70
8
S2
1
0,04
2652
100
Jumlah Sumber Data: Kantor Desa Oempu 2015
Tabel di atas menunjukkan bahwa, masyarakat yang mengenyam pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD) atau sederajat menempati urutan pertama, yaitu sebanyak 752 jiwa atau sekitar 32,30%. Di urutan kedua adalah Sekolah Dasar (SD) atau sederajat sebanyak 752 jiwa atau sekitar 25,01%, di urutan ketiga adalah Sekolah Menengah Umum (SMU) dengan jumlah 289 jiwa atau sekitar 21,47%. Sementara yang belum sekolah dan putus sekolah menempati urutan
keempat, yaitu sebanyak 484 jiwa atau sekitar 11,83% (siswa putus sekolah sebanyak 100 jiwa dan belum sekolah sebanyak 684 jiwa). Sementara, yang berhasil menyelesaikan pendidikannya sampai Diploma III sebanyak 26 jiwa atau sekitar 0,65%, Strata 1 (S1) sebanyak 39 orang atau sekitar 2,25% dan S2 sebanyak 1 jiwa 0,4%. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, kondisi ekonomi rumah tangga yang kurang mampu. Masalah ekonomi merupakan salah satu penunjang utama untuk melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Keinginan seorang anak untuk melanjutkan pendidikan cukup tinggi, namun kemampuan untuk itu sangat terbatas. Selai itu banyak diantara anak-anak yang telah menyelesaikan pendidikan tingkatan SMU memilih merantau keluar daerah bahkan sampai keluar negeri yaitu Malaysia. 4.3.3 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Jika dilihat dari segi mata pencaharian hidup, maka mata pencaharian penduduk yang ada di Desa Oempu sangat bervariasi sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai komposisi penduduk menurut mata pencaharian.
Tabel 3 Komposisi Kepala Keluarga Desa Oempu Menurut Mata Pencaharian Tahun 2015 No
Jenis Mata Pencaharian
Jumlah Kepala Persentase (%) Keluarga
1
Pegawai Negeri Sipil
53
50,41
2
Petani
36
12,20
3
Pedagang
48
13,26
4
Nelayan
14
5,11
5
Tukangan
23
9,12
153
100
Jumlah
Sumber: Sumber Data: Kantor Desa Oempu 2015
Hal ini menandakan bahwa, mata pencaharian sebahagian besar penduduk yang ada di Desa Oempu adalah sebagai perantau. Mata pencaharian lainnya yang dilakoni masyarakat adalah sebagai petani, Nelayan,Tukang, Pedagang Di samping itu, terdapat pula masyarakat yang bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). 4.3.4 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana adalah faktor pendukung yang sangat penting dalam melaksanakan berbagai aktifitas baik dalam kehidupan masyarakat maupun bagi bangsa dan negara. Dari kedua faktor tersebut sangat dibutuhkan dalam pembangungan nasional, terutama untuk daerah – daerah yang letaknya relatif jauh dari pusat kota. Sehingga daerah yang semula tidak dapat dijangkau maka
dengan tersedianya sarana seperti pembangunan jalan yang relatif baik, maka penduduk atau masyarakat setempat dengan mudah menjangkau tempat yang dituju. Demikin pula yang terjadi di Desa Oempu dimana keadaan sarana dan prasarana relatif baik dalam memenuhi kebutuhan dan keperluan hidupnya tidak merasa kesulitan, meskipun pembangunan di kelurahan ini belum sepenuhnya terealisasi. Namun masyarakat di Desa Oempu bisa memahami keadaan ini. Sesuai dengan data yang diperoleh, maka sarana dan prasarana Desa Oempu secara garis besar adalah sebagai berikut : Tabel 4. Sarana dan prasarana Desa Oempu Tahun 2015 No.
Sarana/Prasarana
Jumlah
Satuan
1
Kantor Desa
1
Unit
2
Masjid
2
Unit
3
Sekolah SD,SMP,SMA
3
Unit
4
Pustu
1
Unit
5
Posyandu
1
Unit
6
Lapangan
1
Unit
7
Pasar
1
Unit
11 12 13
Dermaga Balai Desa Pasar
1 1 1
Unit Unit Unit
Sumber Data : kantor Desa Oempu 2015
4.3.5 Agama dan Kepercayaan Sesuai dengan data monografi Desa Oempu, bahwa 100 persen atau secara keseluruhan penduduk yang bermukim di Desa Oempu adalah beragama Islam. Walaupun mereka telah memeluk agama Islam, tetapi masih memegang teguh kepercayaan yang dianut oleh nenek moyangnya. Sekalipun masyarakat di Desa Oempu 100% beragama Islam, namun keyakinan akan hal-hal yang bersifat anismisme dan dinamisme masih banyak dilakukan masyarakatnya seperti, ritual Kaago-ago, pada saat akan membuka lahan pertanian, pengobatan penyakit melalui dukun kampung,
dan upacara
kematian (mulai dari 3 hari sampai dengan seratus hari atas meninggalnya seseorang) serta ritual yang berkaitan dengan permohonan pada roh-roh nenek moyang dan sebagainya yang masih diyakini berada di sekitar lingkungan mereka walaupun tidak terlihat dengan kasat mata. Penyembahan semacam ini masih tetap dilakukan dengan alasan untuk menghubungkan dirinya dengan leluhur mereka agar tidak murka dan memberikan keselamatan serta memberikan berkah terhadap kampung. 4.4 Faktor yang menyebapkan masyarakat Desa Oempu melakukan
Merantau 4.4.1 Faktor Pendorong Dorongan utama merantau adalah faktor ekonomi yang rasional terhadap segala keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan dalam kegiatan perantauan. Faktor pendorong tersebut merupakan kondisi riil yang terjadi di daerah asal,
sehingga seseorang mengambil keputusan untuk melakukan perantauan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, alasan utama yang mendorong sebagian besar masyarakat di Desa Oempu untuk melakukan perantauan terdiri dari 4.4.1.1 berkurangnya sumber daya alam Sumber daya alam merupakan sebuah anugrah yang di berikan kepada setiap daerah untuk dikelola sebagai sumber kehidupan. Namun apa bila sumber daya alam tersebut disalah gunakan maka yang akan merasakan kerugian adalah masyarakat itu sendiri. Desa Oempu tidak memeiliki sumber daya alam yang berasal dari perut bumi, namun mereka memiliki sumber yang hasil garapanpertanian mereka sendiri yaitu tanaman jambu mete.karena kondisi tanah yang berbatu sehingga tidak memungkinkan untuk membudidayakan tanaman lainnya apalagi hanya mengandalkan sistim tada hujan. Nanum belakangan tanaman jambu mete tersebut mengalami penyusutan buah sehingga tidak bisa lagi dijadikan tumpuan hidup mereka. Seperti pernyataan informan La Sale (43) Tahun : “ Dulu itu disini itu (Oempu) kalau sudah musim berbuah jambu kita bisa juga penuhi kebutuhan kita punya keluarga dengan harga jambu metenya kita.jambu mete itu kita tidak langsun jual semuanya tapi kita olah menjadi jambu mete yang sudah kita bela dan sudah terpisah dari kulitnya sedangkan sisanya kita jemur dulu baru kita simpan nanti sudah kita butuh uang lagi baru kita kupas lagi kulitnya baru kita jual. Soalnya kalau sudah diolah harganya lumayan mahal dari pada jual gelondongannya. Tapi pas waktu buah jambu mete tidak pernah berbuah hanya berbuanga saja kemudian dia hangus lagi kita bingun mau kerja apa terpaksa kita coba-cobami juga pergi merantau” Berdasarkan pemaparam informan diatas dapat digambarkan bahwa sebelumnya masyarakat Desa Oempu sedikit menggantungkan kebutuhan hidup
keluarga
mereka dari hasil garapan pertanian, namun ketika hasil garapan
pertanian itu mengalami penyusutan bahkan mengalami gagal panen sehingga mereka harus memutar otak untuk bisa memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara pergi merantau. Lebih lanjut informan La Ode Muh.Nasir (53) Tahun : “ selain hasil pertanian jambu mete masyarakat disini itu juga ada yang bergantung dari hasil sumber daya laut karena terumbu karang sudah rusak di bom sama orang luar disini ( Oempu) sehingga kita biasanya dapat hasil banyak sekarang sudah tidak seperti dulu lagi selain itu juga semakin jauhmi juga kita pergi melaut.” Berdasarkan informan diatas menjelakan bahwa selain hasil dari garapan pertanian masyarakat Desa Oempu juga menggantungkan kehidupan mereka dari hasil laut,karena Daerah tersebut berbatasan langsung dengan Selat Buton. Nanum karena faktor kerusakan terumbu karang yang disebapkan pemboman dari orang diluar Desa tersebut mempengaruhi hasil tangkapan mereka dan semakin jauh daerah tangkapan sehingga menyebabkan besarnya biaya pengekuaran yang tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Hal ini lah yang menyebapkan mereka harus beralih prosfesi dengan menjadi perantau. Karena menjadi seorang perantau hanya memerlukan modal ketekunan saja selain ongkos perjanan. 4.4.1.2 Menyempitnya lapangan kerja di daerah asal. Lapangan kerja yang lebih terbatas pada sektor pertanian saja, yang mana ,pada saat ini sektor pertanian yang ada di Desa Oempu sudah tidak lagi menguntungkan bagi masyarakat. Selain itu karena tidak semua masyarakat di desa Oempu memiliki lahan garapan yang memadai. Sementara untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi rumah tangga lainnya, sebahagian besar di antara mereka memutuskan untuk merantau kedaerah lain bahkan ada yang sampai
keluar
negeri. Di dalam negeri yang dijadikan tempat tujuan Kalimantan (Nunukan), dan Jayapura. Daerah-daerah itu dapat memberikan harapan kepada mereka untuk mengumpulkan uang banyak. Pekerjaan yang biasa digeluti adalah sebagai buruh bangunan, kariawan toko, berjualan sayur, dan pekerjaan lainnya. Sementara di luar negeri, yang dijadikan sebagai tujuan utamanya adalah Negara Malaysia, di samping itu daya tarik dari negara-negara tetangga khususnya pertumbuhan ekonomi membuat orang-orang Indonesia tergiur dan pergi ke luar negri dengan mimpi “Surgaku ada di Malaysia”. ini berkaitan dengan letak geografis negara Malaysia yang lebih dekat dengan Indonesia. Mereka memilih secara terpaksa atau dengan kebebasan menjadi Buruh Migran dan Perantau di negri orang dan bekerja Di negara tersebut mereka dapat bekerja sebagai buruh bangunan dan tukang kebun,berjualan sayur,buruh kelapa sawit,tukang potong rumput dan pekerjaan lainya. Di negri yang baru yang dianggap surga, mereka mendapat predikat yang kurang bermartabat: TKI-TKW, Pendatang Haram, pekerja ilegal masyarakat kelas dua dan sebagainya.. Padahal mereka adalah Pahlawan devisa bagi bangsa. Seperti pernyataan salah satu informan La Ane (47 tahun) : “Alasan saya untuk pergi merantau atau meninggalkan kampung halaman lebih didorong oleh kebutuhan ekonomi karena hidup dikampung sini tidak bisa menjanjikan apa-apa disamping itu untuk merubah kehidupan keluarga kalau dikampung sini kalau ada pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan keluarga saya tidak akan merantau disana (Malaysia).”
Sama halnya dengan apa yang disampaikan oleh informan La Saudi (51 tahun): “ Saya pergi merantau itu karena saya bingun mau kerja apa dikampung terus tambah lagi dengan tidak ada sekolahku,itumi saya langsung pergi merantau saja untuk mengadu nasib disana soalnya saya lihat saya punya skeluarga yang didari sana da sedikit perubahan ekonominya yang tadinya dia susah sekolahkan anaknya sekarang dia sudah bisami juga tanggung sampai SMA.” Berdasarkan hasil wawancara diatas memberikan gambaran bahwa ratarata masyarakat melakukan perantauan disebabkan karena faktor ekonomi yang disebapkan berkurangnya lapangan kerja dan meningkatnya harga kebutuhan hidup
(kebutuhan
makan,sandang,papan,pendidikan
anak
dan
ditambah tidak adanya alternatif pekerjaan lain yang bisa mereka
kesehatan) lakukan
disebkan rendahnya pendidikan mereka. Setiap keluarga harus mencukupi nafkah keluarganya. Oleh karena itu mereka sadar bahwa tidak mungking bisa mengcukupi kebutuhan tersebut kalau hanya tinggal didesa yang hanya mengggantungkan hidup dari pekerjaan yang tidak menentu adanya,selain itu juga mereka menginnginkan adanya perubahan taraf hidup mereka menjadi lebih baik 4.4.1.3 Pekerjaan dan perkawinan Pekerjaan dan perkawinan juga memegang peranan penting sebagai faktor penyebab terjadinya perantauan. Alasan utama yang kebanyakan disampaikan warga adalah karena pekerjaan didaerah mereka penghasilannya tidak lagi bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka. Orang yang sudah menikah atau memiliki tanggungan keluarga cenderung melakukan perantauan. Seperti pernyatan informan La Oga (52) Tahun :
“ Sebelum saya menikah saya kerja apa saja dikampung ini seperti pukul batunya orang yang nanti hasilnya di bagi dua, kerja dibangunan sebagai buruh dan kerja apa saja yang penting saya dapat uang tetapi setelah saya menikah saya rasa dengan pekerjaan yang tidak tetap itu ditambah harus ada yang saya hidupi makanya saya putuskan untuk pergi merantau karena saya lihat orang yang pergi merantau kehidupan sebelum dia pergi dengan sesudah dia merantau ada perubahan padahal katanya kerjanya mereka disana itu kerja kasar juga tetapi gaji tinggi.”
Berdasarkan penuturan informan diatas dapat di gambarkan bahwa beban tanggungan yang dimiliki orang yang sudah menikah atau berumah tangga memiliki beban ganda, dimana sebelum menikah hanya memenuhi kebutuhan pribadi saja nanum setelah menikah harus ada yang ditanggung kehidupannya selain itu juga untuk membangun rumah tangga yang sederhana.sehingga sebagian orang yang telah menikah memutuskan untuk pergi merantau agar bisa melakukan perubahan dalam kehidupan rumah tangganya. 4.4.2 Faktor Penarik Dalam melakukan perantauan, seseorang tidak hanya berorientasi pada faktor pendorong saja. Akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor penarik yang dimiliki oleh suatu Daerah atau negara. Adapun faktor penarik meliputi : 4.4.2.1 kesempatan kerja Alasan paling dominan yang menarik alasan karena kesempatan kerja tinggi. sebagai faktor menarik mereka untuk melakukan perantauan. Di daerah atau Negara yang mereka pilih, ketersediaan variasi pekerjaan yang dapat mereka ambil sangat memungkinkan. Adanya lapangan pekerjaan
seperti yang diinginkan, akan sangat mempengaruhi semangat kerja mereka yang bersangkutan. Hal ini dilakukan agar mereka dapat keluar dari problem ekonomi yang selama ini menjadi permasalahan bagi sebagian masyarakat Oempu dan berharap bisa mendapatkan kehidupan yang layak merubah taraf hidup mereka. kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan juga terbilan terbuka lebar bagi mereka yang tidak memiliki pendidikan yang begitu abaik uang hanya tamatan sekolah dasar saja.seperti pernyataan informan La Oga (52) tahun “Disana itu banyak pekerjaan yang penting kita mau kerja kemudian kita tidak malu-malu.seperti kerja potong rumput,petik-petik lada,pangkas pohon,jual ikan dan masih banyak lagi pekerjaan lainnya,seperti kita ini yang tidak sekolah mau kerja apa kalu kita tidak merantau dikampung sini mana ada pekerjaan yang bisa lama kita kerja paling lama juga kerja bangunan kalau ada yang buat rumah habis itu kita mau kerja apa lagi itu lebih bagus kita pergi merntau tidak susah dapat kerja yang penting dari kita orang saja.” Dari pernyataan informan diatas dapat digambarkan bahwa kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan didaerah rantau terbilang mudah tergantung kemauan dan tekat karena ada beberapa jenis pekerjaan yang dianggap tidak memiliki sarat yang berhubungan dengan latar belakang pendidikan seseorang,seperti pekerjaan memotong rumput,memetik lada (lombo) menjual ikan dan masih ada beragam pekerjan yang tersedia tergantung mana yang cocok untuk dikerjakan. 4.4.2.2 upah kerja Keinginan
untuk melakukan perantauan
adalah
selain mudah
mendapatkan pekerjaan hal lain juga dikarenakan upah kerja yang terbilang tinggi
di bandingkan dengan upah yang ada didaerah mereka walaupun dengan jenis pekerjaan yang sama. Upah kerja yang ditawarkan dalam bentuk mata uang asing sangatlah menggiurkan. Jika dibandingkan mata uang asing, maka nilai tukar rupiah masih sangat rendah. Seperti pernyataan salah satu informan La Midi (38) Tahun: “Saya pergi merantau dimalaysia karena gaji disana lumayan tinggi.orang kerja saja direstorang sudah boleh dapat gaji Rp 3.000.000 kalu diuangkan indonesia.itu saja saya punya kawan belum lama pergi sudah bisa perbaiki rumahnya” Berdasarkan pernyataan informan diatas menggambarkan bahwa salah satu daya tarik orang melakukan perantaun disebabkan oleh upah kerja yang lumayan tinggi.sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan lainnya dengan upah yang didapatkan seperti memperbaiki rumah mereka,memenuhi kebutuhan perabotan rumah dan kebutuhan lainnya.
4.4.2.3 Tarikan dari orang lain yang diharapkan sebagai pelindung Selain itu juga ada faktor penarik yang bersumber dari ajakan kerabat atau teman yang terlebih dahulu melakuakan merantau dan terbilang memangalami perubahan dalam hidupnya.seperti pernyataan informan La Midi (38)Tahun : “ Saya pergi merantau disana itu (Malaysia) dulu saya diajak kakaku bapaknya Erni soalnya dia lihat saya disini tidak jelas kerja apa baru pekerjaan disini hanya mengandalkan dalam kampung sini saja jadi waktu dia pulang kampung karena lebarang dia kasitaumi saya ikut saja dia kebetulang tidak ada yang bantu dia jaga jualannya disana.” Dari pernyataan informan diatas bahwa sebagian dari mereka melakukan perantauan dikarenakan adanya ajakan dari orang yang begitu dekat seperti keluaraga,dimana tarikan dari keluarga lebih menguntungkan diharapkan sebagai
tempat perlindungan dan memberikan jaminan pekerjaan, dan keselamatan bagi mereka setibanya didaerah tujuan merantau. faktor penarik lain yang membuat orang merantau dengan menandai kuatnya daya tarik kota sebagai tempat memenuhi kebutuhan ekonomi karena perputaran uang lebih besar. Kota adalah pusat aktivitas bisnis, sentra industri, serta sentrum kebijakan administratif sehingga menyediakan banyak lapangan kerja. Mencari penghidupan di kota lebih menjanjikan. Kota di pandang sebagai tempat yang tepat untuk membangun mimpi-mimpi ekonomi. Ada semacam kesepakatan tak tertulis yang berlaku di tengah-tengah masyarakat jika menjadi "orang kota" adalah sebuah prestise tersendiri.Masyarakat kota dihargai sebagai satu kelas eksklusif di dalam masyarakat kita. Model stratifikasi sosial yang abstrak ini tak lepas dari peradaban kota yang lebih maju karena ditunjang oleh berbagai fasilitas. Kota mampu memenuhi kebutuhan dengan fasilitas berkelas. Secara rasional, modernisme dan ekslusivisme masyarakat kota dijelaskan oleh kelengkapan fasilitas tersebut. Seperti pernyataan informan La Beli (35) Tahun : “pertama kali saya pergi merantau itu dimalaysia.saya ingin lihat seperti apa itu disana selain itu juga orang yang pulang merantau dari sana itu pakainnya mereka bagus-bagus bermerek semua barang impor namanya juga dari luar negri baru mereka cerita itu disana bagus sekali.orang yang pulang dari merantau itu sedikit dihargai disini soalnya kehidupannya sudah ada perubahan apa lagi kalu dia berhasil dan banyak uang dipanggil bos” Berdasarkan pernyataan informan diatas dapat digambarkan bahwa salah satu faktor penarik orang melakukan perantauan selain kesempatan mendapatkan pekerjaan dan upah kerja yang relatif tinggi ternyata daya tarik kehdupan didaerah tujuan rantau juga memjadi salah satu indikatornya. keiginan untuk melihat kota besar dan negara lain serta keinginan untuk memiliki barang-barang
mewah menjadi dorongan kuat buat mereka untuk mengambil keputusan melakukan merantau. selain itu juga adanya sebuah nilai prestise dalam masyarakat terkait dengan orang yang berhasil didaerah rantau sehingga bisa menaikan stratifikasi sosial mereka dalam masyarakat. Lebih lanjut pernyataan informan La Beli (35) Tahun : “ Seperti la sukur itu dia disana ( Malaysia) sudah berhasil sudah pakai anak buahnya dia kerja bahkan dia dipanggil juga toke (bos) sama orang disana (Malaysia) “
4.5 Problematika Ekonomi Faktor ekonomi biasanya menjadi masalah dalam sebuah rumah tangga. misalnya kemiskinan yang mana sampai sekarang ini negara masih sangat sulit mengatasinya. hal ini disebapkan meningkatnya angka kerja sementara lapangan pekerjaan terbatas. Seperti pernyataan salah satu informan Agus (42 tahun) “Sebelum saya menikah saya merantau memang dimalasya,tapi waktu z sendiri uang hasil kerja lebih banyak saya pake buat hal-hal yang tidak bermanfaat seperti main judi sama minum-minum keras .memang setengah mati kalu kita masih muda merantau baru tidak pintar atur uang.tapi pas saya habis menikah saya kurang-kurangimi juga kebiasaan itu soalnya kita punya tanggunganmi juga bertambah.” Dari hasil wawancara diatas dapat kita lihat bahwa ada problem dalam diri perantau yang masih hidup menlajang dimana mereka tidak memiliki manajem keuangan yang baik ini bisa terlihat dari gaya hidup mereka yang hanya menghambur-hamburkan penghasilan mereka bekerja dengan cara berjudi dan minum-minuman keras.namun setelah mereka menikah dan berumah tangga
mereka merasa mempunyai beban tanggung jawab lebih sehingga mereka merubah kebiasan itu guna menata masa depan keluarganya. Dalam masyarakat di mana kepala keluarga sering berada di luar daerah atau
negara lain, apa dampaknya bagi keluarga yang ditinggalkan di Desa
Oempu. Adapun hasil analisis status pernikahan menunjukkan adanya pengaruh positif yang signifikan terhadap keputusan tenaga kerja melakukan perantauan. Artinya, seseorang yang sudah menikah memiliki kecenderungan untuk melakukan migrasi komutasi. Merantau merupakan salah satu penentuan besar kecilnya daya dorong daerah asal ditentukan oleh pribadi atau kelompok yang melakukannya dalam menilai fenomena yang ada disekitarnya,hal ini muncul mana kala para perantau merasa tidak nyaman dalam perbandingan pendapatan dengan para perantau diMalaysia
sangat berbeda. Dengan demikian sebelum orang merantau
kemalaysia ada beberapa orang merantau dikalimantan,dan jayapura. Akan tetapi pada saat ditempat rantauannya merasa ada yang lebih baik ditempat rantauanya sebelumnya. Didaerah rantauan tersebut ada temannya yang pernah pergi Malaysia dan mengajaknya untuk kesana. Hal tersebut seperti yang diungkapkan salah satu informan la Beli (35 tahun) “Sebelumnya saya kerja kemalaysia saya kerja dulu dinunukan tapi pendapatannya kita disana tidak mencukupi untuk keluarga dikampung.setelah itu baru saya kemalaysia diajak sama bapaknya erni waktu pulang kampung saat lebaran.” Dari wawancara diatas dapat dianalisa bahwa pendapatan seorang perantau dinunukan sangat rendah pendapatannya sehingga berfikir bahwa dia harus pergi
merantau ketempat lain,dengan ajakan seorang teman yang sudah lama dan berpengalaman. Hal ini senada dengan salah satu informan la Ode Hana (37 tahun) yang menyatakan bahwa: “pertama kali saya pergi merantau kenunukan disana saya selama kurang lebih satu tahun, saya kerja dibangunan itupun saya sebagai buruh.namanya juga bruh gajinya tidak seberapa.kebetulan ada orang satu kampung singgah disini dan mau kemalasysia dia ajakmi dengan saya pergi.” Berdasarkan pernyataan informan di atas dapat digamabarkan bahwa dimana
sebagian orang tidak langsung merantau kemalaysia, tetapi karena
perbandingan upah dan ajakan teman sehingga mereka ikut kemalaysia.jangka waktu merantau yang dilakukan masyarakat desa Oempu befariasi mulai dari bulanan bahkan sampai tahunan, hal demikian seperti yang diungkapkan salah satu informan Rajab (30 tahun): “Saya pergi merantau dimalaysia selama 2 tahun baru saya balik masuk ke indon (indonesia) selain karena pulang lebaran pasport jugasudah dua kali kena cuk jadi kita harus keluar dulu dari malaysia baru bisa masuk lagi selama tiga bulan.” Dari hasil kutipan wawancara diaatas dapat di analisa bahwa seorang perantau melakukan perantau sampai bertahun –tahun dan pulang kampung terkecuali hari raya lebaran selain itu juga dikarenakanmasalah administrasi keimigrasian yang manamengatur bahwa dokumen (pasport) hanya bisa dicuk sebanyak dua kali saja setelah itu kita diwajibkan keluar.hal ini dikarenakan mereka menggunakan dokumen pelancong atauwisatawan. Pada umumnya masyarakat desa oempu melakukan perantauan bersifat sementara. Hal ini biasa dilakukan pada saat setelah hari raya (lebaran) dan balik
kekampung pada saat hari raya pula. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan salah satu informan Laode muhamad Natsir (51 tahun ) yang menyatakan bahwa : “ kami orang desa oempu pada saat kami keluar merantau atau pergi merantau biasanya dilkukan bersama-sama biasanya itu sesuai daerah tujuan rantauan,misalkan kejayapura,kalimantan,malaysia selalu berangkat bersama satu kapal biar bisa kita saling menjaga didalam kapal” Dari hasil kutipan wawancara diatas dapat dianalisa bahwa rata-rata para perantau desa oempu berangkat pergi merantau meraka selalu bersama-sama sesuai daerah tujuan merantau dengan harapan jika mereka berangkat bersamasama bisa saling memperhatikan satu sama lain atau saling membantu diperjalanan. Karena ketika mereka memiliki tujuan yang sama mereka beranggapan mereka adalah satu keluarga. Kendala lain yaitu sulit mendapatkan pekerjaan dan tempat tinggal. Bila kita merantau dengan kondisi sudah ada pekerjaan yang pasti, mungkin akan lebih mudah. Tidak perlu lagi kesana kemari mencari pekerjaan dan pihak perusahaan tentu akan membantu kita untuk mencari bahkan menyediakan akomodasi selama kita disana. Namun, untuk perantau 'modal nekad', yang datang merantau dengan tujuan memperbaiki nasib karena di kampung halaman tidak ada lapangan pekerjaan, maka perlu usaha untuk mencari pekerjaan dan perlu bantuan kerabat atau sanak keluarga yang sudah terlebih dahulu ada di daerah rantau untuk mengijinkan tinggal sementara selama proses adaptasi. Seperti pernyataan salah satu informan Sugianto (33 tahun) : “pertama kali saya turun dimalaysia saya itu menumpang dikamarnya saya punya sepupu itupun juga kamarnya kecil disana saya menunggu beberapa hari soalnya juga belum ada pekerjaanku jadi saya punya sepupumi yang carikan saya kerja
kebetulan dia dapatkan saya pekerjaan direstoran ditempat kerjanya sebagai clenin servis” Berdasarkan pernyataan informan diatas dapat dianalisa bahwa rata-rata para perantau hanya bermodalkan nekat,hal ini bisa dilihat dari mereka mereka melakukan perantuan tampa adanya jaminan langsung mendapatkan pekerjaan sehingga mereka harus mengandalkan orang lain yang mereka kenal atau famili yang terlebih dahulu sudah disana untuk mencarikan pekerjaan buat mereka.selain itu juga terkait dengan tempat tinggal mereka harus menumpang di tempat tinggalnya hal ini dikarenakan mereka belum mendapatkan pekerjan .namun setelah mereka mendapatkan pekerjaan biasanya mereka juga sudah bisa mandiri dan tinggal sendiri. 4.6 Problematika Keluarga Keluarga
merupakan
bagian
terpenting
dalam
suatu
hubungan
kekeluargaan bagi setiap individu, tampa tidak adanya hubungan kekeluargaan hubungan itu akan terasa tidak sempurna. Dewasa ini banyak permasalahan yang terjadi didalam keluarga itu sendiri. Padahal keluarga berperan sebagai pembentuk kepribadian anak yang utama dan yang pertama dalam perkembangan anak dimasa mendatang. Istri yang ditinggalkan merantau oleh suaminya harus bisa berperang ganda baik sebagai seorang ibu maupun seorang ayah dan harus tampil tegar dihadapan anak-anaknya. Selain itu juga para perantau biasanya tidak cukup banyak meninggalkan uang buat keluarga bahkan ada sebagian dari mereka meminjam uang berbunga buat ongkos diperjalanan dan untuk dipakai setelah tiba didaerah rantau sebelum mendapatkan pekerjaan.
Seperti pernyataan informan Wa ifa (41) tahun: “ setelah ditinggal suami pergi merantau kami harus menghemat uang yang ditinggalkan soalnya mau tidak mau kami harus menunggu beberapa bulan dulu baru bisa dapat kiriman itupun juga kalau dia cepat dapat kerja disana.” Dari hasil wawancara diatas dapat digambarkan bahwa masalah yang dihadapi oleh seorang istri yang ditinggal merantau oleh suaminya adalah mengelola sebaik mungking uang yang ditinggalkan oleh suaminya sambil menunggu kiriman itupun juga tergantung dari cepatnya mendapatkan pekerjaan dan jenis pekerjaan yang didapatkan. Keluarga yang bahagia bukanlah keluarga yang tampa masalah, masalah akan selalu muncul dan selalu ada. Keluarga yang bahagia ialah keluarga yang dapat menhadapi setiap masalah yang muncul dalam keluarga mereka. Pernikahan merupakan pertemuan dua pribadi yang berbeda dan unik untuk saling berbagi kehidupan.namun dengan perginya kepala keluarga mencari nafkah kedaerah lain bahkan sampai kenegara lain,ini juga bisa menjadi sebuah problem dalam rumah tangga dinama suami lebih rentang untuk terjerumus dalam hal-hal yang bisa merusak keutuhan rumah tangga seperti perselingkuhan,poligami,berjudi. Efek dari perantauan itu tidak hanya dirasakan oleh buruh migran itu sendiri tetapi juga kaum keluarganya. Banyak keluarga yang ditinggalkan 2-5 tahun tanpa kiriman dan tanpa berita. Rumah tangga berantakan, dan efek negatifnya lebih dirasakan kaum perempuan dan anak. Pendidikan nilai, pendidikan formal terhenti dan ibu menjadi single parents dan single figter untuk keluarga dan juga dalam ranah sosial dan budaya.
Seperti pernyataan salah satu informan wa dina ( 37 tahun) : “ Dia bekerja di Malaysia selama 3 tahun, awalnya kami dapat kiriman uang lancar-lancar saja,namun belakangan sudah jarang bahkan biar kabar sudah jaranmi juga ternyata disana dia telah menikah lagi dengan sesama Perantau yang bekerja di Malasya, dan sejak itu hanya sesekali saja dia kirimkan kita orang. Lebih lanjut informan Wa Tiara 36 (tahun) : “setelah dia pergi merantau di malaysia tahun pertama saja dia ada kabar dan kirimannya stelah itu sudah tidak ada kabar sma sekali jadi saya sendiri yang mengurus anak-anaku dengan saya buka kios depan rumah ini.jadi saya punya status ini ibu sekaligus bapaknya merekami juga.” Berdasarkan pernyataan informan diatas mengambarkan bahwa jarat yang begitu jauh dari keluarga memberikan kerentangan terhadap keutuhan sebuah rumah tangga yang mana bisa berujung pada sebuah perselingkuhan,poligami bahkan perceraian.jika tidak dibarengi dengan keimanan yang kuat hal ini dikarenakan jarak yang begitu jauh dan kesempatan untuk melakukan hal itu sangat terbuka. Mayoritas perantau di Desa Oempu baik dengan tujuan dalam negeri maupun luar negeri,banyak dari mereka pergi bersama-sama dalam hal ini suami istri hal ini dimaksudkan untuk menghindari hal yang berbau negatif yang biasa terjadi selain itu juga dikarenakan sang istri tidak memiliki pekerjaan dikampung halaman ,namun hal ini meninbulkan masalah disisi pengasunan anak-anak mereka yang ditinggalkan. seperti yang telah diketahui, perantau meninggalkan pengasuhan anaknya kepada kakek nenek atau saudara terdekatnya, dari hal tersebut maka orang tua kurang mengambil peranan dalam pengajaran, pengasuhan, dan bimbingan kepada anaknya, sehingga antara anak dan orang tua kurang memiliki kedekatan dan kelekatannya kurang terbentuk. Kelekatan yang
terbentuk pada seseorang anak dengan pemberi perhatian utama yaitu orang tua akan berpengaruh pada perkembangan anak tersebut sepanjang hidupnya. Anak yang memiliki pengalaman kelekatan yang kuat akan lebih sedikit dan tidak terlalu stres dalam kegiatannya di sekolah dan tidak akan telalu tertekan dengan berbagai kegiatannya dibandingkan dengan anak yang kurang memiliki kelekatan yang kuat Kelekatan terhadap orang tua diketahui memiliki pengaruh yang besar pada citra diri, terutama yang bekaitan dengan beberapa aspek yang sangat penting bagi sesama remaja, seperti gambaran fisik, sasaran pekerjaan, dan seksualitas. Hal tersebut seperti yang diungkapkan informan Safar “kepala desa ”( 47) tahun : “kebanyakan dari mereka pergi merantau di dimalaysia sama-sama dengan istrinya sedangkan pengasuhan anaknya dipercayakan sama nenek atau keluarga terdekatnya,akhirnya anak –anak itu dia tidak dapat bimbingan langsung dari orang tuanya sehingga pergaulan mereka bebas sekali.” Hal tersebut senada dengan pernyataan La Oga (52 tahun) : “ kami pergi merantau berdua dengan istri, kami punya anak ada 4 orang sementara kami disana (daerah Rantauan) mereka kami titip sama saya punya orang tua dua orang dan yang duanya sama saya punya mertua.tinggal saya kirimkan saja mereka uang sekolah, makanan sama jajannya.” Dari pernyataan informan diatas dapat kita lihat bahwa masalah pengasuhan anak juuga menjadi masalah yang sangat penting dimana anak – anak para perantau ini diasuh oleh nenek atau keluarga terdekat mereka sehingga control dan pengawasan juga menjadi terbatas sehingga banyak dari mereka salah pergaulan yang berujung pada hal-hal yang negatif. Selain itujuga anak-anak
dipaksaakan hidup terpisah dengan saudaranya sehingga mereka kurang memiliki kedekatan emosial sebagai saudara padahal hal ini mestinya tidak terjadi diusia mereka yang masih masa pertumbuhan. Perantau dengan tujuan dalam negeri maupun luar negeri, ada yang sudah berkeluarga dan ada yang belum berkeluarga, mayoritas perantau pergi bersama istri atau suaminya, dan banyak yang meninggalkan anak-anaknya kepada kakek nenek ataupun saudara terdekatnya, yang kebanyakan bekerja di rumah sebagai petani. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya perantau pergi merantau untuk bekerja. Perantau selalu rutin untuk mengirim uang kepada orang tuanya, dalam hal ini orang yang mengasuh anaknya, perantau juga selalu pulang ketika lebaran, bahkan tidak sampai lebih dari 2 minggu harus sudah kembali lagi ke perantauaan, dengan alasan tempat kerja, sedangkan untuk perantau yang merantau ke luar negeri hanya pulang apabila ijin kerjanya sudah habis, atau pasportnya sudah tidak berlaku lagi. Keluarga khususnya orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam pengajaran nilai-nilai bagi anak pada usia remaja. Remaja, sudah mulai berani untuk menunjukkan dirinya tetapi masih mudah untuk terpengaruh . Anak yang ditinggal merantau oleh orang tuanya merasa bebas karena tidak ada orang tua yang mengawasi dan memberikan bimbingan kepada mereka. Karena kurangnya pengawasan yang dilakukan orang tua, anak sering keluar malam nongkrong. Saat berkumpul seperti inilah biasanya mereka mulai mengenal rokok, minuman keras, dan obat-obatan terlarang. Dengan meninggalkan pengasuhan anak kepada orang ketiga selain orang tua, yaitu kepada kakek nenek atau paman
dan bibi dari anak tersebut maka akan memberikan dampak- dampak psikologis atau problem psikososial kepada anak tersebut di masa remajanya. Selain itu juga anak yang ditinggal migrasi orang tuanya, antara lain kurang mampu dalam mengambangkan kemampuan pribadi dalam mengatasi kesulitan di kehidupan dewasanya, seperti kemandirian dalam pengambilan keputusan, kepercayaan diri, manajemen waktu dan pengendalian emosi. Dalam bidang intelektual, seperti hilangnya minat sekolah dan kemunduran prestasi akademik. Kurangnya motivasi untuk belajar dapat memiliki konsekuensi negatif pada pendidikan anak tersebut. Kerentanan terhadap penyalahgunaan narkoba yang disebabkan oleh tekanan dari teman-teman sebayanya. 4.7 Problematika Sosial Kendala para perantau saat pertama kali menginjakkan kakinya adalah masalah bahasa. Bila kita tidak mampu berkomunikasi menggunakan bahasa yang umum digunakan di daerah tempat merantau maka akan sulit bagi kita untuk berinteraksi dengan masyarakat setempat. Seperti pernyataan salah satu informan bapak La midi (38 tahun) “ waktu pertama kali saya datang dimalaysia ini saya susah untuk mengerti mereka punya bahasa soalnya berbeda sekali mereka punya bahasa dengan logaknya kita sehingga saya susah dekat dengan mereka padahal samasama bahasa melayu juga” Mempelajari bahasa baru tentu tidaklah mudah, perlu 'modal nekad' untuk membiasakan diri berkomunikasi dengan masyarakat setempat, terkadang kita akan ditertawakan karena salah memahami isi percakapan lawan bicara,
komunikasi akan bercampur dengan 'bahasa isyarat' dan akan sering terjadi salah pengertian karena mereka tidak mengerti dengan apa yang kita maksudkan. Sebelum mereka merantau mereka kesusahan untuk beradaptasi dengan bahasa yang digunakan,namun ada masalah baru setelah mereka lama merantau disana terutama masalah bahasa yaitu masalah di alek (logat) faktor kebiasaan menggunakan gaya bahasa yang ada disana terbawa-bawa samapai kekampung halaman bahkan dalam keseharian merka mencambur baurkan
bahasa
tersebut.seperti pernyataan salah satu informan Rajab 30 (tahun) : “ saya merantau diMalaysia selama tiga tahun selama disana jarang kita menggunakan bahasa daerah ataupun bahasa indonesia.dari kebiasaan itu kita sering menggunakan bahasa melayu.jadi kalau saya bicara dengan keluarga itu saya terkadang tercampur-campur antara bahasa daerah dengan bahasa melayu seperti “slipar” harusnyaitu sendal sehingga sering membuat saya salah faham antara saya dengan orang-orang disana.”
Berdasarkan perntaan informan diatas dapat dianalisa bahwa karena kebiasaan menggunakan bahasayang ada di Malaysia dan jarang menggunakan bahsa daerah dan indonesia berpengaruh pada gaya bahasa mereka setelah pulang kampung dimana mereka sering menggabungkan dialek melayu dengan bahasa daerah dan indonesia sehingga terkadang lawan bicara mereka susah memahami maksuk mereka. lingkungan juga menjadi sebuah persoalan sebab kita harus bisa beradaptasi dengan lingkungan baru “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”.seperti pernyatan informan Agus 42 (tahun) : “ pertama kali saya tiba diMalaysia itu belum ada yang saya kenal disekitar tempat tinggalnya kita semuanya baru.jadi biasanya itu saya
jalan-jalan disekitar itu kalau saya punya spupu pergi kerja,biar bisa saya terbiasa dengan lingkungan itu terutama soal jalanannya kan tidak mungking saya mau minta diantar terus nanti” Berdasarkan pernyataan informan diatas dapat dianalisa bahwa beradaptasi dengan lingkungan itu sangat penting bagi orang baru yang berada ditempat itu terutama bagaimana mengenal lingkungan sekitarnya dan menyetahui kondisi jalan yang nantinya itu akan di lalui tiap harinya biar tidak kesasar nanti. Kepala Desa Oempu, Safar (47), menuturkan, hasil merantau ini berdampak positif bagi desa. Rata-rata setiap keluarga tak lagi memiliki rumah berdinding bambu atau kayu. Sekarang Rata-rata mereka memiliki rumah beton yang dilengkapi, televisi berparabola, dan berabotan lainnya. Perantau ilegal seperti menjadi gaya hidup warga Desa Oempu dan sekitarnya, yang tinggal jauh dari pusat pemerintahan dan kurang tersentuh pembangunan. Sebagian orang tua lebih memilih mengirim anaknya merantau ketimbang menyekolahkannya di kampung atau di kota. Pemahaman ini terbangun karena sebagian lulusan sekolah menengah atau sarjana pulang kampung dan bekerja kasar bersama masyarakat. Hampir semua pria di desa itu pernah memiliki pengalaman sebagai perantau, khususnya di Malaysia. Bahasa Melayu sering digunakan di kalangan mereka bahkan sampai –sampai bahasa daerah sudah dicampur dengan bahasa melayu dalam hal berkuminikasi dimasyarakat hal ini dikarenkan faktor kebiasaan mereka sewaktu ditanh tantau. Persaingan dalam pembangunan ekonomi rumah tangga cukup terasa. Jika
seorang perantau memiliki rumah beton, motor, dan televisi berparabola, yang lain pun berusaha memiliki lebih dari itu. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulia dan Purnomo (2004) yang menyatakan bahwa status pernikahan berpengaruh positif terhadap keputusan tenaga kerja melakukan migrasi non permanen. ada yang menyatakan bahwa orang yang sudah kawin mempunyai kemungkinan bermigrasi lebih besar, karena semakin besar dorongan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik. Hal ini dipengaruhi karena orang sudah berkeluarga akan memiliki beban biaya yang bertambah dari pada sebelumnya (Siagian,1995). Jika mau menengok kehidupan perantau di Desa Oempu cukup memprihatinkan. Kehidupan
mereka
lebih
mementingkan
gaya
hidup
(lifestyle)
yang
menggambarkan kehidupan yang glamor, memprioritaskan komersial, tidak ada keinginan untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Seperti meningkatkan mutu pendidikan anak dan mengembangkan modal untuk berwirausaha. Pola pikir masyarakat Perantau dalam mengumpulkan modal cenderung memikirkan kehidupan dan kesenangan jangka pendek dari pada meningkatkan taraf hidup kesejahteraan keluarga. Masyarakat antar tetangga berlomba-lomba untuk membangun rumah yang relatif mewah, membeli barang-barang dan perabot rumah tangga yang mahal menurut ukuran orang desa. Sebagai contoh sebagian besar mereka membeli sepeda motor bermerek mahal. Mereka menggunakan barang-barang mewah tersebut hanya dijadikan sebagai ajang pamer. Disisi lain, di balik kesejahteraan Perantau ternyata tidak dapat menjawab tujuan
kesejahteraan keluarga yang sesungguhnya dan masih menyisakan banyak masalah. Seperti pernyataan informan La Oga (52 tahun) “rata-rata kami perantau mengirimkan uang dikampung untuk membangun rumah,membelikan sepeda motor buat anak-anak kami sementara untuk perabotang dala rumah kami bawa sendiri dari Malaysia soalnya barangbarang dari sana tahan dan bagus” Berdasarkan pernyatan informan diatas dapat digambarkan bahwa masyarakat
yang
melakukan
keberhasilan mereka dalam
perantauan
lebih
mengutamakan
ukurang
bentuk fisik dan semata-mata untuk mendapat
pengakuan dari orang lain. masyarakat lebih condong memperlihatkan keberhasilan mereka dari bentuk fisik saja.rumah tersebut dihuni hanya oleh anak dan neneknya saja sementara mereka hanya pulang diwaktu tertentu saja.hampir dibilang mereka hanya menjadikan semacam penginapan saja rumah mereka hal ini disebapkan mereka hanya sekitar kurang lebih dua minggu saja setelah itu mereka kembali lagi didaerah rantauan mereka dan kembali beraktifitas seperti biasanya. Meskipun sangat banyak warga Oempu yang pergi sebagai merantau kemalaysia, namun hanya ada beberapa orang saja yang bisa meraih sukses. Dari data di atas, dapat dibuat indikator perantau yang sukses secara finansial itu dengan menilai dari aspek bangunan rumah dan isi perabotannya,juga alat transportasi (sepeda motor). Sedangkan yang tidak sukses, katagorinya berupa bangunan rumah yang tidak berubah sebelum berangkat merantau masih tetap sama. Selain itu juga ada yang berubah setelah mereka merantau yaitu cara berpakain dan gaya berpakain mereka.sebelum mereka merantau gaya berpakaian mereka bisa dikatakan biasa-biasa saja dan tergolong sederhana.namun setelah
mereka pulang dari merantau semuanya berubah total seperti pernyataan salah satu informan La Saleh 43 Tahun : “ sebelum dia pergi merantau boleh dikata penempilannya itu biasa saja dan sekarang setelah dia pulang dari merantau banyak perubahan yang mereka miliki terutama soal penampilannya karena pengaruh lingkungan kota dan sudah mempunyai sedikit penghasilan mereka menyesuaikan diri dengan kota pakain yang mereka gunakan bagus-bagus dan bermerek “ Dari wawancara diatas dapat dianalisa bahwa seorang perantau mempunyai pengalaman terutama soal cara berpakain karena pengaruh lingkungan tempat tinggal mereka dikota sehingga itu bisa merubah kebiasaan mereka. 4.8 Problematika Keimigrasian Setiap orang yang akan masuk kesebuah negara lain dalam hal urusan apapun maka hendaknya harus memiliki dokumen keimigrasian seperti paspot dan membayar visa sesuai kepentianya datang kenegara tersebut.seperti pelajar maka harus menggunakan pasport pelajar begitu juga dengan TKI. Namun lain halnya yang dilakukan warga desa Oempu Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna kendala yang dihadapi bagi para perantau yang melakukan perantaun keluar negeri adalah masalah dokumen keimigrasian, dimana rata-rata para perantau yang ada didesa Oempu menggunakan dokumen wisata (Pasport Pelancong). Selain itu yang tidak mempunyai uang cukup berupaya menyelundup (ilegal) tanpa surat, dengan harapan bahwa akan diurus oleh majikan (toke), dengan pengembalian berupa pemotongan gaji. Sementara yang tidak memiliki dokumen sama sekali, mereka terus dihantaui kegelisahan karena bersembunyi karena takut di tangkap polisi
seperti pernyataan salah satu informan Mahmud ( 34Tahun) : “Rata –rata dari kami yang merantau disana (malaysia) tidak terdaftar sebagai TKI tetapi kami terdaftar sebagai wisatawan karena kami menggunakan pasport pelancong dan setibanya dimalaysia biasanya kami jaminkan kami punya pasport sama orang disana dengan cara membayar bagi yang punya uang itu biar kami aman kalau kami pake kerja.” Hal senada sama dengan yang disampaikan oleh la ode Hana ( 37Tahun) : “ Banyak dari kami itu yang pergi merantau kemalaysia tanpa dilengkapi dokumen jadi kami kesana itu lewat jalan tikus (istilah) dengan mengunakan speed yang kami bayar lewat pengurus kami tinggal bayar sesuai kesepakatan tinggal tau beresmi” Berdasarkan pernyataan informan dapat dianalisa bahwa rata-rata perantau Desa Oempu yang berada di Malaysia dan bekerja disana tidak terdaftar sebagai tenaga kerja indonesia (TKI) sehingga mereka dikategorikan sebagai pekerja ilegal karena mennyalah gunakan dokumen keimigrasian tidak menggunakan dokemen pekerja dalam hal ini melalui PJTKI. Dimana rata-rata dari mereka menggunakan dokumen pasport dan membayar Visa sebagai wisatawan (pelancong) biasa pada umumnya yang hanya memiliki izin tinggal tidak terlalu lama. ditambah lagi banyak dari mereka nekat tidak mengunakan dokumen sehingga mereka harus main kucing-kucingan dengan petugas imigrasi setempat. Bahkan tidak sedikit yang tertangkap kemudian di bawah kekantor imigrasi setempat untuk diproses dan dipulangkan (deportasi) kembali kenegara asal. Seperti pernyataan informan La ane 57 (tahun) : “ kalau sudah ada lagi razia dari polis (polisi) itu kita takut sekali akhirnya kita sembunyi dimana saja mau itu diatas pelapon,didalam goronggorong,ditempat mana saja yang penting tempat itu aman dari mereka (polis). Kalau ada yang kena tangkap biasanya itu langsung dibawah dikantornya mereka.tapi kalau sudah dibawah dirumah merah ( LAPAS bagi indonesia) berarti itu lama ditahan dulu disana beberapa bulan kemudian dipulangkan di indon (indonesia).
Dari hasil pernyataan informan diatas dapat dianalisa bahwa secara sikologis ada rasa ketakutan yang begitu besar yang dirasakan oleh para perantau ketika adanya razia dokumen keimigrasian yang dilakukan oleh pihak polisi diraja malaysia dimana mereka melakukan hala-hal apa saja untuk menghindari razia tersebut dengan bersebunyi diatas pelafon,digorong-gorong yang penting mereka aman dan tidak tertangkap walaupun itu semua memiliki resiko seperti dipelafon bisa saja mereka tersengat listrik atau pelafonnya roboh sedangkan digoronggorong tempat tersebut kotor atau bisa saja mereka menginjak pecahan kaca atau sebagainya,sedangkan kalau mereka tertangkap meraka bisa saja dipenjara beberapa bulan lamanya kemudian dideportasi kenegara asal. namun karena tuntutan keberlangsungan hidup semua ini mereka hasur lakukan walaupun semuanya penuh resiko yang nantinya siap dihadapi. Lebih lanjut informan la Ane (47 tahun) menyampaikan : “ tapi banyak juga dari kami kalu sudah memiliki sedikit modal biasanya itu kami jaminkan kami punya pasport sama orang disana (orang Malaysia) dengan membayar Rm.2000 uang disana atau sekitar Rp.7000.000 untuk uang di Indonesia dalam setahunnya tetapi jaminanya itu biasanya sebagai pembantu rumah tangga atau kerja dikebun sayur dan sawit. Kemudian area jaminannya juga itu tidak jauh hanya disekitar area jaminan itu saja.jadi kalau kita mau pake kerja yang lain pintar-pintarnya kita saja kalau ada razia dan kalau juga kita kena tangkap kita tinggal telfon saja kita punya bos yang jamin nanti dia yang keluarkan kita.misalkan jaminan kerja dikebun kena tangkap disekitar tempat kita kerja tinggal dia alasankan saja temani dia belanja barang.”
Berdasarkan penuturan informan diatas dapat dianalisa bahwa banyak juga dari mereka yang merantau disana (Malaysia) yang sudah memiliki sedikit modal melindungi diri mereka dari razia kemigrasian dengan cara menjaminkan
paspor mereka kepada warga asli malaysia dengan cara membayar uang jaminan sekitar Rm.2000 untuk mata uang yang berlaku disana dan jika kita rupiahkan sekitar Rp.7000.000 untuk mata uang indonesia untuk setiap tahunnya.dengan berbagai fariasi jaminan biasanya itu jaminan sebagai pembantu rumah tangga,tukan kebun sayur,kebun kelapa sawit. Namun jaminan itu juga tersendiri memilki kelemahan disektor area cakupan tempat jaminan itu sja sehingga kalau kita ingin menggunakannya ditempat lain untuk bekerja tidak sesuai dengan jaminan yang tertera maka kita harus panda-pandai menggunakannya. Namun ada keunggulan ketersendiri dari jaminan ini apabila mereka tertangkap razia maka ada yang bertanggung jawab terhadap mereka dan bisa melanjutkan kembali aktifitas mereka seprti sedia kala. Razia itu juga sendiri tidak tiap saat dilakukan oleh pihak yang berwewenang. Ada juga hal lain yang menjadi masalah bagi para perantau yang berkaitan dengan kemigrasian yaitu paspor mereka hanya bisa diperpanjang atau diCuk dalam istalah mereka itu hanya bisa dilakukan sebanyak dua kali saja sehingga ketika sudah dua kali di perpanjang maka mereka harus pulang kampung lagi keindonesia nanti setelah tiga bulang berikutnya baru bisa kembali masuk kemalaysia lagi. Ini menjadi sebuah masalah bagi negara karena akan kesulitan memantau jumlah tenaga kerja yang ada diluar negri dikarenakan banyak dari masyarakat kita tidak terdaftar sebagai tenaga kerja (TKI) yang legal sehingga negara kesulitan memberikan perlindungan hukum ketika ada masalah atau musibah yang menimpa mereka.hal ini juga harus disadari oleh setiap masyarakat yang merantau
keluar negri masalah dokumen keimigrasian bukan lah masalah yang sepeleh saja malaikan sebuah keharusan bagi setiap orang yang hendak masuk kenegara lain sehingga bisa mendapatkan perlindungan dari negara tersebut.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan urain pembahasan penulis dapat menyimpulkan antara lain: 1. Faktor yang mempengaruhi merantau di Desa Oempu Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna terdiri faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong adalah meliputi berkurangnya sumber daya alam, kesempatan kerja rendah, menyempitnya lapangan pekerjaan dan alasan perkawinan. Sedangkan faktor penarik adalah meliputi kesempatan mendapatkan pekerjaan dan gaji atau upah yang tinggi, dan tarikan atau ajakan dari orang yang dianggap bisa memberikan perlindungan. 2. Tingkat orang yang melakukan perantaun di Desa Oempu, Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna semakin mengalami peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya jumlah Perantau pada setiap tahunnya. Adanya tarikan dari keluarga yang sudah lebih dulu ada di luar negeri menjadi faktor pendorong utama dalam melakukan perantauan. 3. Problematika di alami perantau adalah : 1. Problematika Ekonomi yaitu menyempitnya lapangan pekerjaan diderah asal sehingga mereka harus kedaerah lain mencari pekerjaan. 2. Problematika Keluarga yaitu ditinggalkannya keluarga terutama anak sehingga mereka kurang mendapatkan pendidkan dan pengawasan dalam keluarga.
3. Problematika Sosial yaitu terjadinya perubahan gaya hidup pada para perantau dimana mereka berlomba-lomba memperlihatkan keberhasilan mereka dengan bentuk fisik seperti : membuat rumah beton dan membeli perabotan elektronik.. 4. Problematika Ke Imigrasian yaitu banyak dari para perantau menyalah gunakan dokumen meraka bahkan ada yang tidak memiliki sama sekali dokumen dengan resiko yang sangat fatal. 5.2 Saran Melalui tilisan ini, penulis ingin menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah hendaknya membuka lapangan kerja dan melakukan pemeratan pembangunan disemua Aspek 2. Bagi peneliti selanjutnya,diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya, menyankut upaya-upaya mengatasi problematika perantau didaerah perantauan. 3. Bagi para perantau harus mampu menagatur penghasilan,sehingga bisa mempunyai modal untuk mebuka usaha dikampung halaman sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Adnan. 1978.Perantauan,perubahan status sosial dan tingkat fertilitas: suatu studi di Pidie Aceh.Banda Aceh. Abustan,Idrus Muhammad. 1989. Gerak Penduduk,Pembangunan dan Perubahan Sosial: Kasus tiga komunitas padi sawah disulawesi selatan.Jakarta :UI Press. Anton, M, Mulyono. 2001. Aktivitas Belajar. Bandung. Yrama Atomosudirdjo Prayudi S.1984. Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan Keputusan (Decesions Malang) Grahadi Indonesia,Jakarta Timur Budiarti hari,1989. Dua tipe rantau diach. Buletin antropologi.th v.no15 jurusan fisip UGM Yogyakarta. Duvall, E & Miller, C. M. (1985). Marriage and Family Development 6 thed. New York. Faisal, 2007. Ekonomi Manajerial.rajawali Perss. Jakarta. Hall,L & Lindzey,G.1993. Teori-teori psikodinamik (klinis) ahli bahasa: Supratiknya.Yogyakarta:kanisius. Hartini dan G. Kartasapoetra, 1992. Kamus sosiologi dan kependudukan dan Kependudukan - Kamus Bumi Aksara. Hossain. 2001. “Rural-Urban Migration In Bangladesh : A Macro Study Research”, Presentation In The Brazil IUSSP Convernce. Huberman, 2007. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia. Hurlock, Elisabeth B, 1983. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. alih bahasa, Istiwidayanti, Soedjarwo, Jakarta: Erlangga. Ida Bagoes Mantra 1992. Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia, Pusat Penelitian Kependudukan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Islamy Irfan M, 1988. Prinsip-prinsip Perumusan Masalah Kebijaksanaan Negara,Bina Aksara,Jakarta. Kato, Tsuyoshi , 2005. Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah. PT Balai Pustaka. Kesuma,Andi ima, 2004. Migrasi dan orang bugis. yogyakarta.ombak Khodija, 2006. Psikologi Belajar,IAIN Raden FatahPress,Palembang Kimmel, D.C, 1980. Adulthood and anging (2nd ed). New York: John Wiley & Sons,Inc,Canada Maleong, Lexi J,2001. Metode Penilitian Kualitatif. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung. Mantra. 2000. Demografi Umum. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Muchtar S.P. dkk.2004.Ilmu Pengetahuan Sosial.Jakarta:Yudhistira Lee, E.S, 1992.Teori Migrasi (terjemahan), Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Lucas David, 1985. Pengantar Kependudukan Yogyakarta: Gajahmada University Press. Naim, 1976. Masalah penduduk migrasi dan sosial budaya dipasanan barat bukit tinggi .pusat informasib dan dokumentasi perencanaan kota dan daerah .direktorat tata kota dan tata daerah. ............. 1979. Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau.Yogyakarta: Gadjah Mada University Club Pelly, Usman.1994. Urbanisasi dan Adaptasi : Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandaling. Jakarta: Pustaka LP3ES Prayitno, 1997. Seri pemandu dan pelaksanaan bimbingan dan konseling dilingkuangan sekolah : (buku III).Padang:Ikrar Mandiri. Poerwardaminta, 1982. kamus umum bahasa indonesia. PN balai pustaka jakarta. R. Munir. 2000. “Migrasi”, Dasar-dasar Demografi edisi 2000. Lembaga Penerbit UI : Jakarta.
Sahur, Ahmad, 1976. Merantau bagi orang Pidie.Banda Aceh. Pusat Latihan Penenelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Sairin Sjafri, 2002. Peruahansosial Masyarakat Indonesia.prespektif antropologi .yogyakarta pustaka belajar. Salim,Peter dan Salim Yenny,1991. Kamus bahasa Indonesia kontemporer Jakarta: modern English Press. Satori, Djamman, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Soekanto, Soerjono, 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta; Rajawali Press. Simanjuntak, P. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. FEUI : Jakarta. Speare Jr, A. 1975. Interpreting the Migration Data from the 1971 Cencus. Majalah Demografi Indonesia Todaro, M.P. 1992. Kajian Ekonomi Migrasi Internal di Negera Berkembang (terjemahan), Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada. Zain. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.